sinusitis maksilaris akut
Post on 22-Jul-2016
59 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SINUSITIS MAKSILARIS AKUTGabriel Enrico Pangarian
102010208
D2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 11510,
No telp: (021) 56942061, Fax: (021) 5631731, email: gabriel.enrico24@gmail.com
Pendahuluan
Sinusitis maksilaris adalah radang mukosa sinus maksila. Sinus adalah lubang yang
berisikan udara yang terdapat pada tulang tengkorak. Sinus berhubungan dengan hidung dan
ditutupi oleh suatu membran yang disebut mucous membrane yang menghasilkan sekret kental
(mucus) yang mempertahankan saluran hidung tetap lembab dan menahan partikel-partikel
kotoran.1,2
Sinus merupakan lanjutan langsung dari bagian traktus respiratorius bagian atas dan
karenanya sering terlihat infeksi daerah tersebut. Semua keadaan anatomik dan fisiologik yang
dapat menimbulkan sumbatan drainase sinus, menyebabkan stasis sekret, dapat menyebabkan
infeksi.3
Sinusitis maksilaris paling sering terjadi diantara sinusitis paranasal yang lain, oleh
karena merupakan sinusitis paranasal terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga
aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari pergerakan silia, dasar sinus
maksila adalah akar gigi sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis dan ostium sinus
maksila terletak di meatus medius disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah
tersumbat.1
Prinsip utama dalam menangani infeksi sinus maksilaris adalah menyadari bahwa hidung
dan sinus maksila hanyalah sebagian dari sistem pernafasan total.
Sinusitis jarang mengakibatkan kematian, tetapi didekat sinus paranasal terdapat sistem saraf
pusat, kumpulan otot muka yang membentuk leher dan vena-vena yang terkait dan sistem limfe
yang akan dapat menyebabkan komplikasi yang serius.4
1
Anatomi dan Fisiologi
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar, saat lahir sinus maksilaris
bervolume 6-8 ml, kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal
yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksilaris disebut juga dengan Antrum Highmore dan berbentuk
segitiga. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina.
Dinding posteriornya adalah permukaan infra temporal maksila, dinding medialnya adalah
dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya
adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksilaris berada di sebelah superior
dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.1
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus terdapat mukosa bersilia dan palut lendir
diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium
alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Pada dinding lateral hidung
terdapat dua aliran transpor mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus
anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba
eustaehius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di resesus sfeno-
etmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis
didapati sekret pasca nasal (post nasal drip) tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.1
Beberapa teori dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain; sebagai pengatur
kondisi udara, sebagai penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi
suara, peredam perubahan tekanan udara, dan membantu produksi mucus untuk membersihkan
rongga hidung.1
Pemeriksaan fisik
Inspeksi Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi
sampai kelopak mata bawah yang berwarana kemerah-merahan mungkin menunjukkan sinusitis
maksila akut, Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukan sinusitis frontal akut.
Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan di luar, kecuali bila telah terbentuk
abses.1
Pada rinositis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengakakan dan
kemerahan di daerah kantus medius.
2
Palpasi Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukan adanya sinusitis maksila.
Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap
orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius. 1
maksila. Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua
sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik
dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin berarti sinusitis atau hanya menunjukan
sinus yang tidak berkembang.
Pemeriksaan penunjang
Transiluminasi Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila ada
pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi
oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat
kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi,
sedangkan pada foto Rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus. 1
Pemeriksaan Radiologik Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dilakukan
pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, PA dan lateral. Posisi
Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal, dan etmoid. Posisi PA
untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid, dan etmoid.
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah pemeriksaan
CT Scan. Potongan CT Scan yang rutin dipakai adalah koronal dan aksial. Indikasi utama CT
Scan hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik, trauma (fraktur frontobasal), dan tumor.
Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
CT Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi
hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.
Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak
membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi
sinus. 1
3
Sinuskopi Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukan
melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina. Dengan sinuskopi dapat
dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau
kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus
inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya
dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. 1
Pemeriksaan Mikrobiologik Pemeriksaan mikrobiolgik dan tes resistensi dilakukan dengan
mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.
Lebih baik lagi diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. 1
Gambar : foto kepala posisi Waters
Gambar 1: Sinus paranasal normal pada foto Waters
Gambar 2: Cornal CT scan of patient with significant right
maxiallry and ethmoid sinus onstruction and air-fluid level of
4
left maxillary sinus
Source: James A Hadley, MD.
Diagnosis Kerja
Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya berupa radang pada mukosa sinus
paranasalis. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa
sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis.2
Sinusitis maksilaris adalah peradangan pada mukosa sinus maksilaris. Sinusitis maksilaris
diklasifikasikan menjadi akut, sub akut dan kronik. Sinusitis akut bila gejalanya berlangsung
beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan
dan sinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan. Sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda
radang akut, sinusitis subakut bila tanda-tanda radang akut sudah reda dan sinusitis kronik bila
terjadi perubahan histologis mukosa sinus yang irreversible, sehingga untuk menentukan
sinusitis tersebut akut,subakut atau kronik diperlukan pemeriksaan histopatologis. 2
5
Gambar 3: Perbandingan sinus maxillaris normal dengan sinusitis maxillaris
Diagnosis Banding
1. Sinusitis Frontalis Akut
Sinusitis frontal menimbulkan keluhan yang sama seperti pada sinusitis maksila. Pada
sinusitis frontal, keluhan nyeri terutama letaknya terlokalisasi di antara dan di atas kedua
mata., nyeri tekan di tempat keluarnya n. Supraorbita, kadang ditemukan edema ringan di
kelopak mata atas. Pengobatan medikamentosa sama dengan pengobatan pada sinusitis
maksila dengan catatan bahwa pemberian antibiotika mutlak perlu. Apabila ada demam
yang tinggi atau keluhan nyeri yang sangat berat, dapat dibuat lubang dengan bor melalui
insisi pada alis mata agar nanah dapat dikeluarkan. Biasanya dipasang salir (drain) agar
dapat dilakukan pembilasan dengan garam-fisiologis dan dekongestan untuk beberapa
hari.9
2. Sinusitis Etmoidalis Akut
Sinusitis etmoidalis akut akan menimbulkan keluhan yang sama dengan sinusitis maksila.
Pada anak-anak sering timbul pembengkakan peri-orbital, terutama disudut mata bagian
medial. Pengobatannya sama dengan yang dilakukan pada sinusitis maksila. Di samping
pungsi rahang, pemberian antibiotika dan luksasi konkamedia ke arah medial perlu
dilakukan dan kadang-kadang perlu dilakukan etmoidektomi (endonasal). Perawatan di
rumah sakit pada anak-anak perlu dilakukan karena pada anak-anak cepat timbul selulitis
6
orbita, abses subperiosteal, dan komplikasi intrakranial seperti meningitis serta trombosis
sinus kavernosus.9
3. Sinusitis Sfenoidalis Akut
Sinusitis sfenoid adalah gambaran penyakit yang sulit ditegakkan diagnosisnya tanpa
pemeriksaan radiologi, yaitu dengan CT-scan. Sebagai suatu gambaran penyakit
tersendiri, kondisi ini sangat jarang ditemukan, melainkan seringkali terlewatkan tanpa
diketahui. Pasien mengeluh nyeri kepala di puncak kepala (vertex) dan kadang-kadang di
belakang kepala. Komplikasi yang khas adalah pengurangan visus karena tekanan ciasma
optikum.9
Etiologi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis
terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelaianan anatomi
seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio meatal (KOM), infeksi
tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan
di luar negri adalah penyakit fibrosis kistik.1
Infeksi virus
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas; virus yang lazim
menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus karena mukosa sinus paranasalis
berjalan kontinu dengan mukosa hidung. 1
Bakteri
Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus menciptakan suatu
lingkungan yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini sering kali melibatkan
lebih dari satu bakteri. Organisme penyebab sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis
media. Yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun adalah Streptococcus
pneumonia (30-50%), Haemophilus influenza (20-40%), Moraxella catarrhalis (4%), bakteri
anerob, Branhamella catarrhalis, streptokok alfa, Staphyolococcus aureus, dan Streptococcus
pyogenes. Selama suatu fase akut, sinusitis kronik dapat disebabkan oleh bakteri yang sama
seperti yang menyebabkan sinusitis akut. 1
7
Namun, karena sinusitis kronik biasanya berkaitan dengan drainage yang tidak adekuat
ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung
opurtunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob. Bakteri aerob yang sering
ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun antara lain Staphyolococcus aureus,
Streptococcus viridians, Haemophilus influenza, Neisseria flavus, Staphyolococcus epidermidis,
Streptococcus pneumonia, dan Eischerichia coli. Bakteri anaerob termasuk Peptostreptococcus,
Corynebacterium, Bacteroides, dan Veillonella. Infeksi campuran antar organisme aerob dan
anaerob seringkali terjadi. 1
Infeksi Jamur
Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan jamur
yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem kekebalan. Pada orang-orang
tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.3
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis. Virus adalah penyebab
sinusitis akut yang paling umum ditemukan. Namun, sinusitis bakterial adalah diagnosis
terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik. 5 milyar dollar dihabiskan setiap
tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan
operatif sinusitis di Amerika Serikat.4
Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat
dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi
terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sisnusitis maksilaris adalah sinusitis
dengan insiden yang terbesar. 4
Patogenesis
8
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae telah disepakati sebagai
patogen primer pada sinusitis bakterial, selain itu M. Cattarhalis juga didapatkan pada
sinusitis maksilaris (40% pada anak-anak)5
Faktor-faktor predisposisi sinusitis maxillaris adalah obstruksi mekanik, rinitis
kronis serta rinitis alergi, polusi, udara dingin dan kering, riwayat trauma, menyelam,
berenang, naik pesawat, riwayat infeksi pada gigi, infeksi pada faring. Rinitis merupakan
faktor predisposisi yang paling penting dalam terbentuknya sinusitis1
Pada saat terjadi infeksi baik infeksi virus dan bakteri,akan terjadi reaksi radang
yang salah satunya berupa edema. Edema tersebut terjadi di daerah kompleks ostiomeatal
yang sempit. Mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak
dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan
ventilasi di dalam sinus, lendir yang diproduksi oleh muksa sinus akan menjadi kental.
Lendir yang kental tersebut menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri patogen.
Bila sumbatan berlangsung terus menerus maka akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1,5
Pada infeksi virus, virus juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang
mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini
menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih
kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri pathogen. 1
Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus
dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob.
Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktiviitas
leukosit. 1
9
Gambar 4: Patofisiologi sinusitis maxillaris
Gejala Klinis
Demam, malaise.
Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian aspirin. Sakit
dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan menjalar ke dahi atau gigi. Sakit
bertambah saat menunduk.
Wajah terasa bengkak dan penuh.
Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan perkusi.
Kadang ada batuk iritatif non-produktif.
Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau busuk.
Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari metus
media, dan nasofaring.
Penurunan atau gangguan penciuman.1
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan dari sinusitis adalah mengembalikan fungsi silia mukosa,
memperbaiki drainase, eradikasi bakteri dan menghilangkan keluhan nyeri
Terapi Medikamentosa1,6,7
o Antibiotik (diberikan minimal 2minggu):
Lini pertama:
Amoxycilline 3x500mg.
10
Cotrimoxazole 2x1tablet.
Erythromycine 4x500mg.
Lini kedua:
Bila ditemukan kuman menghasilkan enzim beta-laktamase
diberikan kombinasi Amoxycilline+Clavulanic acid, cefaclor atau
cephalosporine generasi II atau III oral
o Dekogestan
Topikal:
Solusio Efedrin 1% tetes hidung
Oxymethazoline 0,025% tetes hidung untuk anak, 0,05%
semprot hidung. Jangan digunakan lebih dari 5 hari
Sistemik:
Fenil Propanolamine
Pseudoefedrine 3x60mg
o Mukolitik: N-acetytilcystein, bromhexine
o Analgesik/antipiretik (bila perlu):
Parasetamol 3x500mg
Metampiron 3x500mg
o Antihistamin (diberikan pada penderita dengan latar belakang alergi)
CTM
Loratadine
Tindakan non invasif1,6,7
o Diatermi dengan gelombang pendek. Digunakan pada sinusitis subakut
sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi
sinus.
o Irigasi sinus maxilla
Dilakukan bila resorpsi sekret sinus maxilla tidak adekuat
Bila keadaan akut telah reda dan demam berkurang baru dapat dilakukan
irigasi melalui ostium. Bila sekresi berlebih atau tidak dapat dilakukan
melalul ostium, maka dinding antral dibawah concha inferior dibuan
suatu iubang dengan antral trokar.
11
Gambar 5: Gambar Irigasi Sinus
Tidakan pembedahan1,6,7
o Dilakukan bila pengobatan konservatif gagal yaitu dengan mengangkat mukosa
yang patologis dan membuat drainase sinus yang terkena. Tipe pembedahan
yang dilakukan adalah antrostomi intra nasal dan operasi Caldwell-Luc.
Gambar 6: Operasi Caldwell-Luc
12
Teknik Operasi Caldwell-Luc:
Operasi ini dilakukan dibawah anastesi umum endotracheal atau
dengan blok syaraf maksila. Jika menggunakan anastes endotracheal maka
dapat diberikan injeksi lokal vaso konstriktor yang efeknya untuk
mengurangi perdarahan di daerah operasi.
Insisi dibuat pada batas gusi dibawah gingivo labial folg sisi posterior
gigi C sampai M1 dan M2. Mukosa periosteum diangkat dari fosa kanina dan
dikaitkan dengan 2 retraktor. Antrum dibuka dengan menggunakan pahat
atau bor kemudian selaput mukosa sinus diinsisi, sehingga tampak rongga
sinus maksilaris. Dinding atronasal pada meatus nasi inferior diangkat dan
selaput mukosa pada sisi hidung dari dinding antro nasal dibuka, sehingga
terbentuk suatu lubang. Sinus maksilaris terbuka dan dibuat hubungan
antara rongga hldung dan sinus maksilaris melalui dinding antro nasal
dibawah turbinate nasalis inferior, untuk menjamin drainage yang tetap
kedalam hidung. Insisi sub labial dijahit dengan jahitan interupted
o Selain itu ada pembedahan non radikal yaitu dengan Bedah Sinus Endoskopi
Fungsional (BSEF), yang telah menjadi tindakan pembedahan utama untuk
menangani sinus. Prinsipnya adalah membuka dan membersihkan daerah ostio-
meatal yang menyadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan
drainase menjadi lancar kembali melalui ostium alami. Tingkat
keberhasilannya mencapai 90% dengan tanpa meninggalkan jaringan parut
Komplikasi
1 Selulitis orbita dan abses
Komplikasi ini terjadi secara langsung melalui atap rongga sinus maksilaris atau
karena penjalaran infeksi melalui sinus etmoid dan sinus frontalis. Rasa nyeri
disekitar mata diikuti pembengkakan kelopak mata dan konjunctiva, gerakan bola
mata terbatas. Pasien mengeluh rasa sakit yang hebat dan bila mengenai N.
Optikus akan menyebabkan kebutaan. Apabila tidak dilakukan perawatan, selulitis
orbita ini akan menjadi abses.8
13
2 Meningitis
Biasanya disebabkan karena perluasan langsung dari sinusitis maksilaris atau
tromboflebitis yang menyebar. 8
3 Abses otak
Merupakan kelanjutan peradangan otak, biasanya ditandai dengan adanya
gangguan ingatan, sikap dan tingkah laku serta sakit kepala yang hebat. 8
4 Mukokel
Terjadi akibat adanya penimbunan dan retensi sekresi mukus dan mukoid
sehingga terjadi penyumbatan osteum sinus. Jika terdapat pus didalam sinus
dikenal sebagai mukokel atau piokel. 8
5 Trombosis sinus cavemosus
Keadaan ini terjadi akibat adanya infeksi melalui vena, memiliki tanda yang mirip
dengan abses orbita, biasanya meliputi kedua sisi. Penyebaran infeksi ini
berlangsung cepat dan pasien dapat meninggal. 8
6 Fistula oro antral
Fistula ori antral didefinisikan sebagai lubang sinus yang bertahan selama lebih
dari 48 jam, lubang ini terbentuk setelah pembedahan (sengaja atau tidak sengaja)
dan akibat trauma pada sinus dan jarang sekali disebabkan cacat perkembangan
atau infeksi. Tidak semua lubang kearah antrum akan menyebabkan fistula.
Fistula lebih mungkin terjadi bila lubang yang terbentuk lebih dari 3 mm dan
melibatkan dasar, adanya sinusitas serta bila perawatan yang dilakukan tidak
memadai. Keluhan pasien biasanya adalah masuknya isi rongga mulut kedalam
hidung, keluarnya udara kedalam mulut dan rasa tidak enak. Rasa sakit jarang
dikeluhkan kecuali bila ada infeksi. 8
7 Osteomyelitis
Terjadi karena perluasan proses nekrosis, pada dinding sinus maksilaris.
menghasilkan nanah yang dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Hal ini dapat
juga terjadi akibat kesalahan perawatan pada sinusitis maksilaris akut. Bila
keadaan ini tidak dirawat akan menyebar keseluruh maksila, orbita dan dinding
lateral rongga hidung. 8
14
Pencegahan
Walaupun tidak dapat mencegah semua penyakit sinusitis maksilaris, namun dapat
melakukan sesuatu dalam rangka mengurangi parahnya serangan tersebut, misalnya :
Dengan zat humidifier terutama jika ruang udara dalam rumah dipanaskan dengan sistem
udara kering.
Elektrostatis filter yang dilengketkan pada perlengkapan AC berguna dalam memindahkan
semua allergen dari udara.
Menghindari rokok, polutan udara, minuman beralkohol, berenang dan menyelam. 3
Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat maka prognosis sinusitis maksilaris adalah baik, dan
prognosis buruk bila telah terjadi komplikasi.3
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal.Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis
maksila dan sinusitis etmoid. Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis.
Sinusitis akut dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi rahang atas
(dentogen), trauma. Gejala klinis dapat berupa demam dan rasa lesu. Pada hidung dijumpai ingus
kental. Dirasakan nyeri didaerah infraorbita dan kadang-kadang menyebar ke alveolus.
Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Pada
pemeriksaan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior
tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di
nasofaring (post nasal drip). Terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14 hari.
Pengobatan lokal dengan inhalasi, pungsi percobaan dan pencucian. 3
15
Kesimpulan
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal.Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis
maksila dan sinusitis etmoid. Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis.
Sinusitis akut dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi rahang atas
(dentogen), trauma. Gejala klinis dapat berupa demam dan rasa lesu. Pada hidung dijumpai ingus
kental. Dirasakan nyeri didaerah infraorbita dan kadang-kadang menyebar ke alveolus.
Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Pada
pemeriksaan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior
tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di
nasofaring (post nasal drip). Terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14 hari.
Pengobatan lokal dengan inhalasi, pungsi percobaan dan pencucian.
16
Daftar pustaka
1. Mangunkusumo Endang, Rifki Nusjirwan. Sinusitis, in: Soepardi Efianty A, Iskandar
Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi 4. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 2000, p. 116-125
2. Soetjipto Damayanti. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Medik Sinusitis,
disampaikan dalam: Simposium Penatalaksanaan Otitis Media Supuratifa Kronik, Sinusitis
dan Demo Timpanoplasti 22-23 Maret 2003, Denpasar, Bali
3. Boies, A. Buku Ajara Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Edisi 6. Jakarta: EGC. 1997.
4. Musher DM. Moraxella Catarrhalis and Other Moraxella Species.. In: Kasper DL, Braunwald
E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of Internal
Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 862-3
5. Shames Richard S, Kishiyama Jeffrey L. Disorders of the Immune System, in: McPhee
Stephen J, Lingappa Vishwanath R, Ganong William F, editors. Pathophysiology of Disease:
An Introduction to Clinical Medicine 4th editions. Mc Graw Hill, Philadelphia, 2003. P 31-57
6. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Cetakan V,
EGC, Jakarta, 1993 : 229 – 44
7. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edisi Ke-13, Jilid
I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1994: 250–63
8. Siswantoro,Pawarti D, Soerarso Bakti. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit
Telinga, Hidung, dan Tenggorok RSUD Dr. Soetomo. Edisi 3. Surabaya, 2005
9. Broek P, Feenstra L. Buku saku ilmu kesehatan tenggorok, hidung, dan telinga. Edisi XII. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010.h.114-6.
17
top related