sistem drainase kawasan pancasari kabupaten buleleng
Post on 03-Oct-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SISTEM DRAINASE KAWASAN PANCASARI
KABUPATEN BULELENG
Ir. I G. N. Kerta Arsana, MT.
0013106401
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan Karya Tulis dengan judul “Sistem Drainase
Kawasan Pancasari di Kabupaten Buleleng” dapat diselesaikan.
Karya Ilmiah ini merupakan salah satu bagian dari penelitian yang rutin harus
dilaksanakan di lingkungan Program S-1 Jurusan Teknik Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Udayana. Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan
Karya Ilmiah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penilis harapkan
untuk menyempurnakan penulisan ini.
Bukit Jimbaran, 24 Januari 2020.
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
Maksud Dan Tujuan ..................................................................
Sasaran…………………………………………………………
Refrensi………………………………………………………...
Lingkup Pekerjaan……………………………………………..
Tahapan Penyusunan…………………………………………..
2
2
2
3
3
1.7 Lokasi......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Pemikiran........................................................................ 6
2.2 Konsep Drainase Berwawasan Lingkungan.............................. 8
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
Ketentuan-Ketentuan.................................................................
Tahapan Kegiatan......................................................................
Analisa Hidrologi......................................................................
Kriteria Perencanaan.................................................................
Tahapan Penyusunan................................................................
11
13
15
33
34
BAB III SISTEM DRAINASE EKSISTING
3.1
3.2
3.3
3.4
Drainase ……............................................................................
Unsur-Unsur Drainase…………………………………………
Sistem Drainase Eksisting…………………………………….
Permasalahan Drainase Eksisting…………………………….
39
40
44
48
BAB IV ANALISA HIDROLOGI
4.1
4.2
Analisa Hidrologi .......................................................................
Analisis Debit Rencana………………………………………...
50
63
BAB V RENCANA SISTEM DRAINASE
5.1 Pembagian Sistem Drainase........................................................ 84
5.2 Kriteria Perencanaan………………………............................... 84
5.3
5.4
5.5
Rencana Sistem Drainase............................................................
Rencana Pola Aliran....................................................................
Rencana Penanganan Drainase....................................................
85
91
97
BAB VI REKOMENDASI
6.1
6.2
Kesimpulan ……........................................................................
Rekomendasi…………………………………………………...
111
111
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam Peraturan Menteri PU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang disebutkan drainase adalah
prasarana yang berfungsi mengalirkan kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air
penerima. Drainase dapat pula diartikan prasarana yang berfungsi untuk mengalirkan
air permukaan ke badan air atau ke bangunan resapan buatan.
Seiring dengan upaya antisipasi perubahan iklim yang dewasa ini terjadi, maka
diperlukan perubahan konsep drainase menuju ke drainase ramah lingkungan atau
ekodrainase. Drainase ramah lingkungan yaitu drainase yang mengelola air
kelebihan (air hujan) dengan cara ditampung untuk dipakai sebagai sumber air
bersih, menjaga lengas tanah dan meningkatkan kualitas ekologi, diresapkan ke
dalam tanah untuk meningkatkan cadangan air tanah, dialirkan atau diatuskan untuk
menghindari genangan serta dipelihara agar berdaya guna secara berkelanjutan.
Kawasan Pancasari merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai PPK
(Pusat Pelayanan Kawasan) yang melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa
desa di Kecamatan Sukasada. Selain memiliki fungsi sebagai PPK, Pancasari juga
merupakan bagian dari KDTWK (Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus) Bedugul-
Pancasari. Oleh karena itu seiring dengan peranan kawasan Pancasari sebagai
kawasan perkotaan yang berfungsi PPK dan sebagai KDTWK maka kawasan
Pancasari mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan ini dibarengi
dengan tumbuhnya permukiman baru atau menjamurnya fasilitas penunjang wisata
(vila-vila) yang sering tidak terkendali dan tidak sesuai lagi dengan tata ruang
maupun konsep pembangunan yang berkelanjutan. Meningkatnya kawasan
terbangun akan mengurangi daerah resapan. Ketiadaan saluran drainase dan daerah
resapan yang memadai akan meningkatkan aliran air yang berdampak pada
peningkatan daya rusak air seperti yang terjadi pada kawasan Pancasari, saat ini
setiap turun hujan selalu mengalami banjir/genangan.
Dalam rangka penanggulangan genangan dan dalam upaya untuk mewujudkan akses
universal sanitasi Tahun 2019 khususnya di sektor drainase maka diperlukan suatu
kegiatan pengelolaan sistem drainase yang terarah dan sesuai kaidah teknis yang
berlaku. Sebagai langkah antisipasi dan sesuai dengan Peraturan Menteri PU No. 1
2
Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang serta arahan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Buleleng diperlukan suatu perencanaan menyeluruh, terpadu dan
berkelanjutan terkait sistem drainase di wilayah perkotaan.
1.2. Maksud Dan Tujuan
1. Maksud
Maksud dari Penyusunan Rencana Induk Drainase Kawasan Pancasari ini adalah
untuk menyusun dokumen perencanaan drainase kawasan Pancasari yang
menyeluruh, terarah, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan untuk 20 tahun
kedepan.
2. Tujuan
Tujuan dari Penyusunan Rencana Induk Drainase Kawasan Pancasari ini adalah
menyediakan konsep perencanaan drainase kawasan Pancasari yang menyeluruh,
terarah serta berwawasan lingkungan.
1.3. Sasaran
- Teridentifikasinya kondisi eksisting drainase di wilayah perencanaan (kawasan
Pancasari)
- Teridentifikasinya permasalahan drainase di kawasan pancasari
- Terumuskannya prioritas penanganan
- Tersusunnya arah dan strategi perencanaan dasar drainase mencakup perencanaan
jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah.
1.4. Refrensi
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
b. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolan
Lingkungan Hidup
c. Peraturan Menteri PU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
d. Peraturan Menteri PU Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem
Drainase Perkotaan.
3
1.5. Lingkup Pekerjaan
a. Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah penyusunan dokumen Rencana Induk Drainase Kawasan Pancasari
meliputi kawasan pancasari yang bagian wilayahnya memperhatikan klasifikasi desa
kota serta sesuai dengan RTRW Kabupaten Buleleng. Deliniasi kawasan dikaji oleh
konsultan untuk dibahas dan disepakati dalam pembahasan laporan pendahuluan.
b. Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan pekerjaan ini meliputi :
- Inventarisasi kondisi awal sistem drainase
- kajian dan analisis drainase dan konservasi air;
- rencana sistem jaringan drainase perkotaan;
- skala prioritas dan tahapan penanganan; - perencanaan dasar; dan
- pembiayaan.
1.6. Tahapan Penyusunan
a) Tahap Persiapan
Pada tahapan ini dilakukan beberapa kegiatan yang menunjang kelancaran
penyusunan kegiatan, yaitu persiapan awal, kajian awal data sekunder dan persiapan
teknis yang antara lain meliputi:
- Penggalian isu dan permasalahan kawasan
- Penyiapan metodelogi
- Penyiapan rencana kerja rinci
- Penyiapan perangkat survey
b) Tahap Pengumpulan Data
Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data/informasi baik data primer maupun
data sekunder yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan yang meliputi:
- Data Spasial yang meliputi data peta-peta, data kependudukan, data rencana
pengembangan wilayah (RTRW) dan data spasial lainnya
- Data hidrologi
4
- Data sistem drainase yang ada, yaitu data kuantitatif banjir/genangan, data saluran
dan bangunan pelengkap, data sarana drainase lainnya
- Data hidrolika
- Data teknik lainnya, meliputi data prasarana dan fasilitas kawasan yang telah ada dan
yang akan direncanakan seperti jaringan jalan, jaringan drainase, jaringan air limbah,
jaringan telepon, jaringan listrik, jaringan pipa air minum, persampahan dan utilitas
lainnya.
- Data non teknik meliputi data pembiayaan termasuk biaya OP, peraturanperaturan
terkait,data institusi/kelembagaan, data sosial ekonomi dan budaya (kearifan lokal),
data peran serta masyarakat serta data keadaan kesehatan lingkungan permukiman.
c) Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data untuk penyusunan dokumen ini meliputi :
- Analisis kondisi eksisting, meliputi analisis kapasitas sistem drainase eksisting,
kapasitas saluran dan bangunan pendukungnya;
- Analisis kebutuhan untuk menentukan rencana saluran drainase
- Analisis solusi, untuk membuat beberapa alternatif pemecahan yang paling efesien
dan efektif yang dijadikan dasar untuk perencanaan detail dan penyusunan program
tahunan
d) Tahapan Penyusunan Konsep Laporan Akhir
Penyusunan konsep laporan akhir rencana induk drainase Kawasan Pancasari
dilakukan berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan. Muatan substansi yang
wajib tertuang dalam konsep laporan akhir ini meliputi:
- Inventarisasi kondisi awal sistem drainase
- kajian dan analisis drainase dan konservasi air;
- rencana sistem jaringan drainase perkotaan
- skala prioritas dan tahapan penanganan - perencanaan dasar; dan
- pembiayaan.
e) Tahapan Penyusunan Laporan Akhir
5
Tahap ini merupakan tahap penyempurnaan konsep laporan akhir setelah
memperoleh masukan dalam pembahasan.
1.7. Lokasi Pekerjaan
Lokasi pekerjaan adalah Kawasan Pancasari, Kabupaten Buleleng, Bali.
6
II. STUDI PUSTAKA
2.1 Dasar Pemikiran
Drainase perkotaan merupakan prasarana kota yang intinya berfungsi selain untuk
mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga
untuk menyalurkan kelebihan air lainnya yang bersifat mengganggu dan mencemari
lingkungan perkotaan kota, yaitu air limbah dan air buangan lainnya. Air yang berlebih dan
air limbah, keduanya merupakan air buangan yang harus dibuang ke tempat yang aman.
Air buangan, dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu limpasan air hujan
(relatif belum tercemar) dan air limbah (relatif sudah tercemar). Limpasan air hujan,
diupayakan mulai dari limpasan awalnya sebagian besarnya diresapkan ke dalam tanah agar
apat memberikan imbuhan ke dalam air tanah. Sedangkan sisanya dilimpaskan di
permukaan tanah, agar tidak mengakibatkan banjir. Limpasan air hujan disalurkan ke dalam
saluran terbuka atau tertutup ke sungai atau badan air penerima.
Air limbah dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah domestik (buangan air
rumah tangga) dan air limbah indusri (buangan air proses dan operasi industri). Air limbah
domestik, penangannya ada dua kemungkinan, yaitu sistem penanganan setempat (on site
system), dan penanganan terpusat (off site system). Penanganan setempat dimungkinkan
bila lahan disetiap persil (properti) masih cukup luas untuk dibangun bangunan cubluk atau
bangunan tangki septic lengkap dengan bidang rembesannya. Penanganan terpusat,
dimungkinkan bila lahan pekarangan sangat sempit, sehingga air limbah disalurkan ke
dalam pipa roil.
Saat ini penanganan air limbah rumah tangga di daerah perkotaan menggunakan
system on-site dimana tinja ditampung dalam suatu wadah yang disebut tangki septik, dan
disitu terjadi penguraian oleh bakteri anaerobic, yang selanjutnya dimasukkan ke dalam
sumur resapan dan langsung meresap kedalam air tanah. Sarana limbah on-site masih
memerlukan IPLT dan armada truk tinja dengan pengelolaan yang cukup rumit.
Penanganan air limbah eksisting mempunyai kelemahan yakni belum bisa menjamin
kualitas air permukaan dan tanah tidak terjadi pencemaran. Untuk mengatasi permasalahan
diatas diperlukan teknologi sarana sanitasi IPAL sistem komunal dengan pemipaan
sederhana (simple sewerage system). Sanitasi IPAL ini dapat menampung limbah air
KM/WC, cuci dan limbah dapur.
7
Pembuangan air hujan dapat dilakukan secara tersendiri dan tidak tercampur dengan
pembuangan air limbah. Untuk sistem pembuangan air hujan secara terpisah, dapat
dilakukan melalui saluran tepi jalan dan sumur resapan. Saluran tepi jalan berupa saluran
terbuka, atau saluran tertutup di bawah tempat pejalan kaki (trotoar) di perkotaan, dan pada
perlintasan memotong jalan (di perempatan atau di persimpangan jalan). Sumur resapan
adalah sistem resapan buatan yang dapat menampung air hujan, baik dari permukaan tanah
maupun dari air hujan yang disalurkan melalui atap bangunan, dapat berbentuk sumur,
kolam dengan resapan, saluran porousa, saluran resapan dan sejenisnya. Air yang masuk
ke dalam saluran resapan adalah air hujan dan air yang tidak mengandung bahan pencemar.
Secara umum permasalahan drainase perkotaan diidentifikasi sebagai berikut:
1. Genangan air pada umumnya disebabkan karena kurangnya saluran drainase atau
dikarenakan saluran drainase yang ada tidak dapat berfungsi secara optimal.
Identifikasi permasalahan mencakup lokasi, penyebab, dan kualitas genangan (luas,
tinggi, dan lamanya tergenang)
2. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kepedulian sosial
yang kemudian menyebabkan rusaknya saluran drainase, kurangnya menjaga
lingkungan yang mengundang timbulnya genangan pada saat hujan. Identifikasi
permasalahan mencakup kejadian kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan.
3. Saluran drainase tidak dapat berfungsi secara optimal karena banyaknya timbunan
sampah akibat rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam membuang sampah.
4. Kepadatan penduduk dan perumahan tinggi sehingga mengakibatkan tingginya
penggunaan air dan saluran air tidak lancar, terutama pada slump area (kawasan
kumuh)
5. Perubahan guna lahan kawasan non terbangun menjadi kawasan terbangun di daerah
atas (hulu) sehingga mengakibatkan berkurangnya air yang terserap ke dalam tanah
dan meningkatnya aliran permukaan.
Pembuangan air atau drainase merupakan usaha preventif (pencegahan) untuk
mencegah terjadinya banjir atau genangan air, serta timbulnya penyakit. Prinsip dasar
pembuangan air (drainase) adalah, bahwa air harus secepat mungkin dibuang dan
secara terus menerus serta dilakukan seekonomis mungkin. Drainase perkotaan
merupakan usaha untuk mengatasi masalah genangan air di kota.
8
2.2 Konsep Drainase Berwawasan Lingkungan
A. Drainase Pengatusan
Konsep drainase yang dulu dipakai di Indonesia (paradigma lama) adalah drainase
pengatusan yaitu mengatuskan air kelebihan (utamanya air hujan) ke badan air terdekat.
Air kelebihan secepatnya dialirkan ke saluran drainase, kemudian ke sungai dan akhirnya
ke laut, sehinggga tidak menimbulkan genangan atau banjir. Konsep pengatusan ini masih
dipraktekkan masyarakat sampai sekarang. Pada setiap proyek drainase, dilakukan upaya
untuk membuat alur-alur saluran pembuang dari titik genangan ke arah sungai dengan
kemiringan yang cukup untuk membuang sesegera mungkin air genangan tersebut.
Drainase pengatusan semacam ini adalah drainase yang lahir sebelum pola pikir
komprehensif berkembang, dimana masalah genangan, banjir, kekeringan dan kerusakan
lingkungan masih dipandang sebagai masalah lokal dan sektoral yang bisa diselesaikan
secara lokal dan sektoral pula tanpa melihat kondisi sumber daya air dan lingkungan di
hulu, tengah dan hilir secara komprehensif.
.
B. Drainase Ramah Lingkungan (Ekodrainase)
Dengan perkembangan berfikir komprehensif serta didorong oleh semangat antisipasi
perubahan iklim yang dewasa ini terjadi, maka diperlukan perubahan konsep drainase
menuju ke drainase ramah lingkungan atau ekodrainase (paradigma baru). Drainase ramah
lingkungan didefinisikan sebagai upaya untuk mengelola air kelebihan (air hujan) dengan
berbagai metode diantaranya dengan menampung melalui bak tandon air untuk langsung
bisa digunakan, menampung dalam tampungan buatan atau badan air alamiah,
meresapkan dan mengalirkan ke sungai terdekat tanpa menambah beban pada sungai yang
bersangkutan serta senantiasa memelihara sistem tersebut sehingga berdaya guna secara
berkelanjutan.
Dengan konsep drainase ramah lingkungan tersebut, maka kelebihan air hujan tidak
secepatnya dibuang ke sungai terdekat. Namun air hujan tersebut dapat disimpan di
berbagai lokasi di wilayah yang bersangkutan dengan berbagai macam cara, sehingga
dapat langsung dimanfaatkan atau dimanfaatkan pada musim berikutnya, dapat digunakan
untuk mengisi/konservasi air tanah, dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
ekosistem dan lingkungan, dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengurangi
genangan dan banjir yang ada. Dengan drainase ramah lingkungan, maka kemungkinan
9
banjir/genangan di lokasi yang bersangkutan, banjir di hilir serta kekeringan di hulu dapat
dikurangi. Hal ini karena sebagian besar kelebihan air hujan ditahan atau diresapkan baik
bagian hulu, tengah maupun hilir. Demikian juga Longsor di bagian hulu akan berkurang
karena fluktuasi lengas tanah tidak ekstrim dan perubahan iklim yang ada di daerah tengah
dan hulu dan beberapa daerah hilir tidak terjadi dengan tersedianya air yang cukup, lengas
tanah yang cukup maka flora dan fauna di daerah tersebut akan tumbuh lebih baik. Hal ini
dapat mengurangi terjadinya perubahan iklim mikro maupun makro di wilayah yang
bersangkutan.
C. Drainase Ramah Lingkungan dan Perubahan Iklim
Konsep drainase ramah lingkungan ini merupakan suatu konsep yang ke depan sangat
diperlukan dan erat kaitannya dengan perubahan iklim. Perubahan iklim ditandai dengan
kenaikan muka air laut, kenaikan temperatur udara, perubahan durasi dan intensitas hujan,
perubahan arah angin dan perubahan kelembaban udara. Dampak perubahan iklim bisa
diantisipasi dengan pembangunan drainase yang berwawasan lingkungan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa reformasi drainase yang diperlukan adalah membalikkan pola pikir
masyarakat dan pengambil keputusan serta akademisi, bahwa apa yang dilakukan
masyarakat, pemerintah termasuk para akademisi yang mengembangkan drainase
pengatusan, justru sebenarnya bersifat destruktif, yaitu: meningkatkan banjir di hilir,
kekeringan di hulu dan tengah dan penurunan muka air tanah serta dampak ikutan lainnya.
Hal ini pada akhirnya justru akan meningkatkan perubahan iklim global.
Oleh karena itu perlu dikampanyekan drainase ramah lingkungan, yaitu drainase yang
mengelola air kelebihan (air hujan) dengan cara ditampung untuk dipakai sebagai sumber
air bersih, menjaga lengas tanah dan meningkatkan kualitas ekologi, diresapkan ke dalam
tanah untuk meningkatkan cadangan air tanah, dialirkan atau diatuskan untuk menghindari
genangan serta dipelihara agar berdaya guna secara berkelanjutan.
Konsep drainase konvensional (paradigma lama) adalah upaya membuang atau
mengalirkan air kelebihan secepatnya ke sungai terdekat. Dalam konsep drainase
konvensional, seluruh air hujan yang jatuh di suatu wilayah, harus secepatnya dibuang ke
sungai dan seterusnya ke laut. Dampak dari konsep ini adalah kekeringan yang terjadi di
mana-mana, banjir, dan juga longsor. Dampak selanjutnya adalah kerusakan ekosistem,
perubahan iklim mikro dan makro serta tanah longsor di berbagai tempat yang disebabkan
10
oleh fluktuasi kandungan air tanah pada musim kering dan musim basah yang sangat
tinggi.
Konsep drainase baru (paradigma baru) yang biasa disebut drainase ramah lingkungan
atau ekodrainase atau drainase berwawasan lingkungan yang sekarang ini sedang menjadi
konsep utama di dunia internasional dan merupakan implementasi pemahaman baru
konsep eko-hidrolik dalam bidang drainase.
Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan
dengan cara meresapkan sebanyak-banyaknya air ke dalam tanah secara alamiah atau
mengalirkan air ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.
Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus
dikelola sedemikian rupa sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun
diusahakan meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk
cadangan pada musim kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim tropis
dengan perbedaan musim hujan dan kemarau yang ekstrim seperti di Indonesia.
Ada beberapa metode drainase ramah lingkungan yang dapat dipakai di Indonesia,
diantaranya adalah metode kolam konservasi, metode sumur resapan, metode river side
polder dan metode pengembangan areal perlindungan air tanah (ground water protection
area).
Metode kolam konservasi dilakukan dengan membuat kolam-kolam air baik di
perkotaan, permukiman, pertanian atau perkebunan. Kolam konservasi ini dibuat untuk
menampung air hujan terlebih dahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai
secara perlahan-lahan. Kolam konservasi dapat dibuat dengan memanfaatkan daerah
dengan topografi rendah, daerah bekas galian pasir atau galian material lainnya, atau
secara ekstra dibuat dengan menggali suatu areal atau bagian tertentu.
Metode sumur resapan merupakan metode praktis dengan cara membuat sumur-sumur
untuk mengalirkan air hujan yang jatuh pada atap perumahan atau kawasan tertentu.
Sumur resapan ini juga dapat dikembangkan pada areal olahraga dan wisata. Konstruksi
dan kedalaman sumur resapan disesuaikan dengan kondisi lapisan tanah setempat. Perlu
dicatat bahwa sumur resapan ini hanya dikhususkan untuk air hujan, sehingga masyarakat
harus mendapatkan pemahaman mendetail untuk tidak memasukkan air limbah rumah
tangga ke sumur resapan tersebut.
11
Metode river side polder adalah metode menahan aliran air dengan
mengelola/menahan air kelebihan (hujan) di sepanjang bantaran sungai. Pembuatan polder
pinggir sungai ini dilakukan dengan memperlebar bantaran sungai di berbagai tempat
secara selektif di sepanjang sungai.
Lokasi polder perlu dicari, sejauh mungkin polder yang dikembangkan mendekati
kondisi alamiah, dalam arti bukan polder dengan pintupintu hidraulik teknis dan tanggul-
tanggul lingkar hidraulis yang mahal. Pada saat muka air naik (banjir), sebagian air akan
mengalir ke polder dan akan keluar jika banjir reda, sehingga banjir di bagian hilir dapat
dikurangi dan konservasi air terjaga.
Metode areal perlindungan air tanah dilakukan dengan cara menetapkan kawasan
lindung untuk air tanah, dimana di kawasan tersebut tidak boleh dibangun bangunan
apapun. Areal tersebut dikhususkan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah. Di
berbagai kawasan perlu sesegara mungkin dicari tempat yang cocok secara geologi dan
ekologi sebagai areal untuk recharge dan perlindungan air tanah sekaligus sebagai bagian
penting dari komponen drainase kawasan.
2.3 Ketentuan – Ketentuan
A. Umum
Ketentuan-ketentuan umum yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
Rencana induk sistem drainase disusun dengan memperhatikan halhal sebagai
berikut:
o Kondisi topografi, rencana pengembangan kota dan rencana prasarana dan
sarana kota lainnya.
o Keterpaduan pelaksanaan fisiknya dengan prasarana dan sarana kota lainnya,
sehingga dapat meminimalkan biaya pelaksanaan, biaya operasional dan
pemeliharaannya.
o Ketersediaan air tanah, air permukaan, kekeringan dan banjir yang mungkin
terjadi.
o Kelestarian lingkungan hidup perkotaan terkait dengan ketersediaan air tanah
maupun air permukaan.
o Partisipasi masyarakat yang berbasis pada kearifan lokal.
12
o Ketergantungan dengan rencana induk lainnya dalam rangka pengembangan
rencana induk tata kota untuk arahan pembangunan sistem drainase di daerah
perkotaan yang mencakup perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan
jangka pendek sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota, dan dapat
dilakukan peninjauan kembali disesuaikan dengan keperluan.
Pemerintah Daerah menyediakan alokasi ruang (space) untuk penempatan saluran
drainase dan sarana drainase serta bangunan pelengkapnya.
Daerah perkotaan/permukiman yang elevasi muka tanahnya selalu lebih rendah
daripada elevasi muka air sungai atau laut dapat dibangun sistem polder.
Pembangunan sistem drainase harus berwawasan lingkungan.
Bangunan pelengkap yang dibangun pada saluran dan sarana drainase kapasitasnya
minimal 10% lebih tinggi dari kapasitas rencana saluran dan sarana drainase.
Rencana induk sistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan disahkan oleh
instansi atau lembaga yang berwenang.
B. Teknis
▪ Data dan Informasi
Data dan persyaratan yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Data spasial adalah data dasar yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan drainase
perkotaan, yang diperoleh baik dari lapangan maupun dari pustaka, mencakup antara
lain:
Data peta yang terdiri dari peta dasar (peta daerah kerja), peta sistem drainase dan
sistem jaringan jalan yang ada, peta tata guna lahan, peta topografi masing-masing
berskala antara 1 : 5.000 sampai dengan 1 : 25.000 atau disesuaikan dengan tipologi
kota.
Data kependudukan yang terdiri dari jumlah, kepadatan, laju pertumbuhan,
penyebaran dan data kepadatan bangunan.
Data rencana pengembangan kota, data geoteknik, data foto udara terbaru (untuk kota
metropolitan).
Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW)
Data hidrologi
Data hujan minimal sepuluh tahun terakhir.
13
Data tinggi muka air, debit sungai, pengaruh air balik, peil banjir, dan data pasang
surut.
3 Data sistem drainase yang ada, yaitu:
Data kuantitatif banjir/genangan yang meliputi: luas genangan, lama genangan,
kedalaman rata-rata genangan, dan frekuensi genangan berikut permasalahannya serta
hasil rencana induk pengendalian banjir wilayah sungai di daerah tersebut.
Data saluran dan bangunan pelengkap.
Data sarana drainase lainnya seperti kolam tandon, kolam resapan, sumur-sumur
resapan.
Data Hidrolika
Data keadaan, fungsi, jenis, geometri dan dimensi saluran, dan bangunan pelengkap
seperti gorong-gorong, pompa, dan pintu air, serta kolam tandon dan kolam resapan.
Data arah aliran dan kemampuan resapan.
Data teknik lainnya
Data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan yang direncanakan antara lain:
jaringan jalan kota, jaringan drainase, jaringan air limbah, TPS (Tempat Pengolahan
Sampah Sementara), TPA (Tempat Pemrosesan Akhir), jaringan telepon, jaringan
listrik, jaringan pipa air minum, jaringan gas (jika ada) dan jaringan utilitas lainnya.
Data non teknik
Data pembiayaan termasuk biaya OP, peraturan-peraturan terkait, data
institusi/kelembagaan, data sosial ekonomi dan budaya (kearifan lokal), data peran
serta masyarakat serta data keadaan kesehatan lingkungan permukiman.
2.4 Tahapan Kegiatan
Lingkup kegiatan ini secara garis besar terdiri dari beberapa kegiatan, meliputi :
A. Persiapan, meliputi:
1. Koordinasi dengan direksi pekerjaan
14
2. Pengumpulan data awal, data primer dan sekunder, buku-buku referensi yang
berhubungan dengan pekerjaan ini sebagai bahan referensi medan/lapangan dan untuk
penyempurnaan program kerja sehingga akan dicapai suatu hasil pekerjaan yang
maksimal.
3. Desk studi dan diskusi awal
4. Pembuatan dan penyusunan program kerja, pembagian tugas dan pengarahan
B. Pengumpulan Data dan Observasi Lapangan
Pengumpulan semua data hasil pekerjaan yang pernah dilakukan terkait dengan studi
yang dilaksanakan, meliputi. data hidrologi, data disain, data social ekonomi dan
lingkungan, serta pengumpulan peta dasar.
Observasi lapangan merupakan pengumpulan semua informasi yang berkenaan
dengan kondisi lapangan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan semua
permasalahan yang ada di daerah studi yang ada relevansi dengan pembuangan air hujan.
Kegiatan ini juga untuk mengatur kegiatan lapangan, pengerahan personil dalam
pelaksanaan pekerjaan lapangan dan juga untuk menentukan base camp agar memudahkan
personil dalam pelaksanaan kegiatan lapangan.
C. Inventarisasi dan Identifikasi Lokasi Titik Rawan Banjir
Inventarisasi dan identifikasi titik rawan banjir ini merupakan suatu analisa yang
berkaitan dengn kapasitas penampang saluran eksisting, pemanfaatan / fungsi saluran saat
ini, dan fungsi bangunan pelengkap, daerah-daerah yang memerlukan penanganan banjir
dapat diketahui. Kegiatan Inventarisasi dan identifikasi meliputi pendataan saluran
drainase, pola aliran dan sistem jaringan eksisting baik saluran drainase maupun saluran
irigasi yang dalam perkembangannya mengalami perubahan fungsi.
D. Penyusunan Konsep Dasar Drainase/Trotoar
Perencanaan harus menghasilkan pola dasar sistem pembuangan air hujan ini harus
dilakukan secara menyeluruh pada saluran dan trotoar yang diusulkan akan di rehab yang
dituangkan dalam peta situasi lokasi/trase skala horizontal 1:1.000 atau 1:2.000 skala
vertikal 1:25, dalam pola dasar ini harus terlihat sistem-sistem pembuangan dan
subsistem-subsistemnya dan merupakan satu kesatuan yang terpadu.
15
Penyusunan pola dasar sistem pembuangan air hujan pada sistem ini harus terlihat
beberapa hal sebagai berikut :
• Saluran pembuangan utama / pembuangan induk yang berupa sungai yang telah ada.
• Saluran sekunder baik yang sudah ada maupun saluran sekunder yang direncanakan.
• Batas-batas daerah pelayanan pada setiap sistem pembuangan dan subsistem-
subsistem.
• Bangunan-bangunan yang penting pada saluran baik yang telah ada maupunyang
direncanakan.
Perkiraan dimensi saluran pembuangan utama dan saluran sekunder sesuai Debit
banjir rencana dan diplot pada gambar, sehingga sudah dapat diperkirakan bagian-
bagian yang memerlukan pelebaran saluran dan daerah-daerah yang harus
diamankan.
2.5 Analisis Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi , baik mengenai terjadinya,
peredaran dan penyebarannya , sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama
dengan makhluk hidup. Analisis hidrologi merupakan bidang yang sangat rumit dan
kompleks. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian siklus hidrologi, rekaman data dan
kualitas data. Karena hujan adalah kejadian yang tidak dapat diprediksi secara pasti seberapa
besar hujan yang akan terjadi pada suatu periode waktu, maka diperlukan analisis
hidrologi.(Triatmodjo,2010)
2.5.1 Data Hujan
Jumlah hujan yang terjadi dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan
besaran yang sangat penting dalam sistem DAS tersebut, karena hujan merupakan masukan
utama ke dalam suatu DAS. Maka pengukuran hujan harus dilakukan dengan secermat
mungkin. Dalam menganalisis hujan, pada umumnya tidak hanya diperlukan data hujan
kumulatif harian saja, akan tetapi juga diperlukan data hutan jam-jaman, atau bahkan lebih
rendah lagi. Untuk memperoleh data-data atau perkiraan besaran hujan yang baik terjadi
dalam suatu DAS, maka diperlukan sejumlah stasiun hujan.
16
Data hujan yang telah dikumpulkan oleh stasiun-stasiun hujan haruslah merupakan
data yang mengandung kesalahan yang sekecil mungkin, agar hasil analisis nantinya tidak
diragukan sebagai acuan perencanaan dan perancangan.
2.5.2 Uji Konsistensi Data
Sebelum data hujan digunakan terlebih dahulu harus lewat pengujian untuk
konsistensi data tersebut, karena hal ini dapat mempengaruhi ketelitian hasil analisa.
Analisis konsistensi data hujan menggunakan metode kurva massa ganda (Double Mass
Curve). Cara ini merupakan cara sederhana untuk mengetahui penyimpangan data. Metode
ini menggambarkan besaran tujuan secara kumulatif stasiun yang diuji dengan besaran
kumulatif rata rata stasiun referensi disekitarnya. Ketidak konsistenan data ditunjukkan oleh
penyimpangan garis terhadap garis lurusnya.(terlampir)
Lengkung massa ganda menggambarkan kurva kumulatif hujan tahunan stasiun
yang ditinjau dengan pengujian dilakukan dari tahun data terbesar sampai dengan data tahun
terkecil. Persamaan yang dipakai adalah:
𝑋𝑡 = ∑ 𝑅. 𝐴𝑡𝑖=1𝑛=𝑡 (2.1)
𝑌𝑡 = ∑ 𝑅𝑖𝑖=1𝑛=𝑡 (2.2)
DMCt = (Xt,Yt)
Dimana :
Xt = Kumulatif hujan stasiun A pada tahun ke t
Yt = Kumulatif hujan stasiun referensi pada tahun ke t
Ri = Rata rata hujan tahunan stasiun referensi pada tahun ke t
R.At = Curah hujan tahunan di stasiun A
DMCt = titik koordinat kurva lengkung massa ganda tahun ke t
Metode ini masih sering menimbulkan keraguan karena adanya kemungkinan tidak
konsistennya data stasiun stasiun referensi. Metode pembanding digunakan untuk menguji
ketidaksesuaian data suatu stasiun dengan data dari stasiun itu sendiri, dengan melihat
pergeseran nilai rata rata. Cara lain yang dapat digunakan untuk uji konsistensi data hujan
adalah RAPS (Rescaled Adjuted Partial Sum). Persamaannya adalah sebagai berikut: (Sri
Harto,1993)
𝑆𝑂* = 0 (2.3)
𝑆𝑘 ∗= 0 ∑ (𝑌𝐼 − 𝑌)2𝑘𝑖=1 , k=1,...,n (2.4)
17
𝑆𝑘∗∗ =
𝑆𝑘∗
𝐷𝑦 dengan k = 0.1,...n (2.5)
𝐷𝑦2 = ∑
(𝑌𝑖−𝑌)2
𝑛
𝑛𝑖=1 (2.6)
Nilai statistik Q Q = maks 𝑆𝑘∗∗ , dimana 0 ≤ k ≤ n (2.7)
Nilai statistik R ( Range )
R = maks 𝑆𝑘∗∗ - min 𝑆𝑘
∗∗ , dimana 0 ≤ k ≤ n (2.8)
Tabel 2.1 Nilai Q/√n dan R/√n
Sumber : Sri
Harto, 1993
2.5.3 Hujan
Rencana
Banjir rencana harus ditentukan berdasarkan curah hujan, dengan menetapkan curah
hujan rencana. Untuk perencanaan gorong-gorong, jembatan, bendung dan sebagainya di
dalam sungai yang diperlukan ialah besarnya puncak banjir yang harus disalurkan melalui
bangunan tersebut. Jadi sebagai hujan rencana kita tetapkan curah hujan dengan masa ulang
tertentu.
2.5.4 Hujan Kawasan
Stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik mana stasiun
tersebut berada, sehingga hujan pada suatu daerah terdapat lebih dari satu stasiun
pengukuran yang ditempatkan secara terpencar, hujan yang tercatat di masing masing
stasiun tidak sama. Dalam analisis hidrologi sering diperlukan untuk menentukan hujan
rerata pada daerah tersebut, yang dapat dilakukan dengan tiga metode berikut yaitu metode
rata rata aljabar, Metode Tolygon thiessen, dan Metode Isohiet. (Suripin,2004)
n Q/√n R/√n
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1,05 1,14 1,29 1,21 1,28 1,38
20 1,10 1,22 1,42 1,34 1,43 1,6
30 1,12 1,24 1,46 1,4 1,5 1,7
40 1,13 1,26 1,5 1,42 1,53 1,74
50 1,14 1,27 1,52 1,44 1,55 1,78
100 1,17 1,29 1,55 1,5 1,62 1,86
1,22 1,36 1,63 1,62 1,75 2
18
1) Rata-rata aljabar
Merupakan metode yang paling sederhana dalam perhitungan hujan kawasan.
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan mempunyai pengaruh
yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, alat penakar
tersebar merata/hampir merata,dan harga individual curah hujan tidak terlalu jauh dari
harga rata ratanya.Hujan kawasan diperoleh dari persamaan:
𝑃 =𝑃1+𝑃2+𝑃3+⋯+𝑃𝑛
𝑛=
∑ 𝑃𝑖𝑛𝑖=1
𝑛 (2.9)
Dimana 𝑃1,𝑃2, .... 𝑃𝑛 adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1,2,...,n dan
n adalah banyaknya pos penakar hujan (Suripin.2004)
Gambar 2.1 Mengukur Tinggi Curah Hujan Metode Aljabar
2) Metode Poligon Thiessen
Metode ini dikenal juga sebagai metode rata rata timbang (weighted mean). Cara ini
memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk mengakomodasi
ketidak seragaman jarak. Hasil metode poligon Thiessen lebih akurat dibandingkan
dengan metode rata rata aljabar. Cara ini cocok untuk daerah datar dengan luas 5000
km2, dan jumlah pos penakar hujan terbatas dibandingkan luasnya.
Perhitungan poligon thiessen adalah sebagai berikut: (Suripin,2004)
𝑃 =𝑃1𝐴1+𝑃2𝐴2+⋯+𝑃𝑛𝐴𝑛
𝐴1+𝐴2+⋯+𝐴𝑛=
∑ 𝑃𝑖𝑛𝑖=1 𝐴𝑖
∑ 𝐴𝑖𝑛𝑖=1
(2.10)
Dimana 𝑃1,𝑃2, .... 𝑃𝑛 adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1,2,...,n.
𝐴1,𝐴2,....,𝐴𝑛 adalah luas areal poligon 1,2,...,n. n adalah banyaknya pos penakar hujan
P1
1
P4
P3
P2
P1
19
A1
A2
A3
A4
Gambar 2.2 Mengukur Tinggi Curah Hujan Metode Poligon Thiesen
3) Metode Isohiet
Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan rata-rata,
namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini memperhitungan secara aktual
pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan
Metode isohyet cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari
5000 km2. Perhitungan Isohiet adalah sebagai berikut: (Suripin,2004)
𝑃 =𝐴1(
𝑃1+𝑃22
)+𝐴2(𝑃2+𝑃3
2)+⋯+𝐴𝑛−1(
𝑃𝑛−1+𝑃𝑛2
)
𝐴1+𝐴2+⋯+𝐴𝑛 (2.11)
A1
A2
A3
Gambar 2.2 Mengukur Tinggi Curah Hujan Metode Poligon Isohiet
2.5.5 Penentuan Distribusi Frekuensi
Penentuan jenis distribusi frekuensi diperlukan untuk mengetahui suatu rangkaian
data cocok untuk suatu sebaran tertentu dan tidak cocok untuk sebaran lain. Untuk
P4
P3
P2
P3
P2
P1
20
mengetahui kecocokan terhadap suatu jenis sebaran tertentu, perlu dikaji terlebih dahulu
ketentuan ketentuan yang ada, yaitu :
1. Menghitung parameter parameter statistik Cs dan Ck, untuk menentukan macam
analisis frekuensi yang dipakai.
2. Koefisien kepencengan / skewness (Cs) dihitung dengan persamaan:
𝐶𝑠 =𝑛 ∑(𝑋−𝑋 )3
(𝑛−1)(𝑛−2)𝑆3 (2.12)
3. Koefisien kepuncakan / curtosis (Ck) dihitung dengan persamaan:
𝐶𝑘 =𝑛2 ∑(𝑋−𝑋 )4
(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)𝑆4 (2.13)
4. Koefesien variasi (Cv)
𝐶𝑣 =𝑆
�� (2.14)
Dimana :
n = jumlah data
��= rata rata data hujan (mm)
S = simpangan baku (standar deviasi)
X = data hujan (mm)
Tabel 2.2 Persyaratan Pemilihan Jenis Distribusi/ Sebaran frekuensi
no sebaran syarat
1 normal Cs = 0
2 log normal Cs = 3 Cv
3 gumbel Cs = 1,1396
Ck = 5,4002
4
bila tidak ada yang memenuhi syarat digunakan sebaran Log Person Type
III Sumber : Sri Harto, 1993
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam ditribusi dan empat jenis distribusi
yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah(Suripin,2004):
1. Distribusi normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss yang mempunyai
rumus:
TT KX += (2.15)
21
Yang dapat didekati dengan
SKXX TT += (2.16) Dimana
S
XXK T
T
−= (2.17)
dimana:
=TX perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
X = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar nilai variat
TK = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan
tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang.
Karakteristik atau ciri khusus dari Distribusi Normal adalah :(Sri Harto,1993)
a) Nilai asimetrisnya (skewness) hampir sama dengan nol
b) Koefisien kurtosis (Ck) = 3.
2. Distribusi Log Normal
Metode distribusi Log Normal dapat dinyatakan dengan persamaan :
TT KY += (2.18)
Yang dapat didekati dengan
SKYY TT += (2.19)
S
YYK T
T
−= (2.20)
TY = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
Y = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar nilai variat
TK = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan
tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang.
Karakteristik atau ciri khusus Distribusi Log Normal adalah nilai skewness (Cs) kira-
kira sama dengan tiga kali nilai koefisien variasi (Cv). (Suripin,2004)
22
3. Distribusi Gumbel
Metode E.J. Gumbel dengan persamaan sebagai berikut :
KsXX .+= (2.21)
Dengan :
X = variate yang ektrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk
periode ulang T-tahun
X = harga rata-rata dari data
s = standar deviasi
K = faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang (return
periode) dan tipe distribusi frekuensi
n
Xi
X
n
i
== 1 (2.22)
( )
1
2
1
−
−
==
n
XXi
s
n
i (2.23)
Untuk menghitung faktor frekuensi E.J. Gumbel digunakan rumus :
Sn
YnYK Tr −= (2.24)
Dimana :
TrY = reduce variate sebagai puncak periode ulah T (th)
Yn = reduce mean sebagai fungsi dari banyak data n
Sn = reduce standard deviation sebagai fungsi dari banyaknya data n
−−−=
Tr
TrYTr
1lnln (2.25)
Dengan mensubstitusi ketiga persamaan diatas diperoleh :
SSn
YnYXX Tr
Tr
)( −+= (2.26)
atau
TrTr Ya
bX1
+= (2.27)
dimana
23
Sn
sa =
Sn
SYXb n−=
Persamaan diatas menjadi :
TrYa
bX .1
+= (2.28)
TrX = debit banjir dengan waktu balik Tr tahun
Karakteristik atau ciri khusus dari Distribusi Gumbel adalah : (Sri Harto,1993)
a) Nilai koefisien skewness (Cs) = 1,1396
b) Koefisien kurtosis (Ck) = 5,4002
Tabel 2.3Faktor Frekuensi Untuk Nilai Ekstrim (K)
10 20 25 50 75 100 1000
15 1.703 2.410 2.632 3.321 3.721 4.005 6.265
20 1.625 2.302 2.517 3.179 3.563 3.896 6.006
25 1.575 2.235 2.444 3.088 3.463 3.729 5.842
30 1.541 2.188 2.393 3.026 3.393 3.653 5.727
40 1.495 2.126 2.326 2.943 3.031 3.554 5.476
50 1.466 2.086 2.283 2.889 3.241 3.491 5.478
60 1.466 2.059 2.253 2.852 3.200 3.446
70 1.430 2.038 2.230 2.824 3.169 3.413 5.359
75 1.432 2.029 2.220 2.812 3.155 3.400
100 1.401 1.998 2.187 2.770 3.109 3.349 5.261
Kala Ulang (tahun)n
Sumber :
Suripin,2004
Tabel 2.4 Simpangan Baku Tereduksi (Sn)
24
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.94 0.96 0.98 0.99 1.00 1.02 1.03 1.04 1.04 1.05
20 1.06 1.06 1.07 1.08 1.08 1.09 1.09 1.10 1.10 1.10
30 1.11 1.11 1.11 1.12 1.12 1.12 1.13 1.13 1.13 1.13
40 1.14 1.14 1.14 1.14 1.14 1.15 1.15 1.15 1.15 1.15
50 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.1 7 1.17 1.17
60 1.17 1.17 1.17 1.17 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18
70 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.19 1.19 1.19 1.19
80 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.20
90 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20
100 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20
Sumber : Suripin,2004
Tabel 2.5 Rata rata tereduksi (Yn)
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.495 0.499 0.503 0.507 0.51 0.512 0.515 0.518 0.520 0.522
20 0.532 0.525 0.526 0.528 0.529 0.530 0.532 0.533 0.534 0.532
30 0.536 0.537 0.538 0.538 0.539 0.540 0.541 0.541 0.542 0.543
40 0.543 0.544 0.544 0.545 0.545 0.546 0.546 0.547 0.547 0.548
50 0.548 0.549 0.549 0.549 0.550 0.550 0.550 0.551 0.551 0.551
60 0.552 0.552 0.552 0.553 0.553 0.553 0.553 0.554 0.554 0.554
70 0.554 0.555 0.555 0.555 0.555 0.555 0.556 0.556 0.556 0.556
80 0.556 0.557 0.557 0.557 0.557 0.558 0.558 0.558 0.558 0.558
90 0.558 0.558 0.558 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559
100 0.560 0.560 0.560 0.560 0.560 0.560 0.560 0.560 0.561 0.561
Sumber : Suripin,2004
Tabel 2.6 Reduced Variate (Yt)
Return Periode (Tr) Reduce Variate (Yt)
2
5
10
20
25
50
100
0,3665
1,4999
2,2504
2,9702
3,1985
3,9019
4,6001 Sumber : CD. Soemarto, 1986
4. Distribusi Log-Person III
25
Tiga parameter penting dalam metode distribusi Log-Person III yaitu : harga rata-rata,
simpangan baku, dan koefisien kemencengan. Berikut ini langkah-langkah penggunaan
distribusi Log-Person III.
a) Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X
b) Hitung harga rata-rata :
n
X
X
n
i
i== 1
log
log (2.29)
c) Hitung harga simpangan baku :
( )5,0
1
2
1
loglog
−
−
==
n
XX
s
n
i
i
(2.30)
d) Hitung koefisien kemencengan :
( )3
1
3
)2)(1(
loglog
snn
XXn
G
n
i
i
−−
−
=− (2.31)
e) Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:
sKXXT .loglog += (2.32)
Untuk perhitungan Distribusi Log Pearson tipe III, data statistiknya tidak mendekati
ciri-ciri khas ketiga distribusi sebelumnya. (Sri Harto,1993)
2.5.6 Uji Kecocokan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel
data terhadap distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili
distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-kuadrat
dan Smirnov-Kolmogorov
1. Uji Chi Kuadrat
Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan disribusi yang
dipilih dapat mewakili distribusi statistic sampel data yang dianalisis. Pengambilan
keputusan uji ini menggunakan parameter X², yang dapat dihitung dengan rumus berikut :
𝑋ℎ2 = ∑
(𝑂𝐼−𝐸𝑖)2
𝐸𝑖
𝐺𝑖=1 (2.33)
26
Dimana :
X = parameter Chi Kuadrat terhitung
G = jumlah sub kelompok
𝑂𝑖 = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
Prosedur uji Chi Kuadrat adalah sebagai berikut
1) Urutkan data pengamatan dari besar ke kecil atau sebaliknya
2) Kelompokan data menjadi G sub-grup yang masing masing beranggotakan
minimal 4 data pengamatan
3) Jumlahkan data pengamatan sebesar 𝑂𝑖 tiap tiap sub-grup
4) Jumlahkan data data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei
5) Pada tiap sub-grup hitung nilai
(𝑂𝑖 − 𝐸𝑖)² 𝑑𝑎𝑛 (𝑂𝑖 − 𝐸𝑖)2
𝐸𝑖
6) Jumlah seluruh sub − grup nilai (𝑂𝑖−𝐸𝑖)
2
𝐸𝑖 untuk menentukan nilai chi-kuadrat
hitung
7) Tentukan drajat kebebasan dk = G-R-I (nilai R=2 untuk distribusi normal dan
binomial)
Interpretasi hasil uji adalah sebagai berikut :
1) Apabila peluang lebih dari 5% maka persamaan distribusi yang digunakan dapat
diterima.
2) Apabila peluang kurang dari 1% maka persamaan distribusi yang digunakan tidak
dapat diterima.
3) Apabila peluang berada diantara 1-5% maka tidak mungkin mengambil
keputusan, misal perlu tambahan data.
2. Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov- Kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan non
parametik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Prsedur
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1) Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya ) dan tentukan besarnya peluang
dari masing masing data tersebut
27
X1 = P(X1)
X2 = P(X2)
X3 = P(X3), dan seterusnya
2) Urutkan nilai masing masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data
(persamaan distribusinya )
X1 = P’(X1)
X2 = P’(X2)
X3 = P’(X3), dan seterusnya.
3) Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang
pengamatan dengan peluang teoritis.
D maksimum = (P(Xn) –P’(Xn))
4) Berdasarkan tabel nilai kritis (smirnov-kolmogorov test) tentukan harga Do dari
tabel 2.3
Tabel 2.7 nilai kritis Do untuk uji smirnov-kolmogorov
N derajat kepercayaan
0,2 0,1 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,2 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
N>50
1.07
𝑁0.5
1.22
𝑁0.5
1.36
𝑁0.5
1.63
𝑁0.5
Sumber : Suripin,2004
a. Analisis Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum
hujan adalah makin singkat hujan berlangsung maka intensitasnya cenderung makin tinggi
dan makin besar periode ulangnya makin tinggi intensitasnya. Untuk menghitung intensitas
curah hujan tersebut maka digunakan rumus Mononobe yaitu :
28
3
2
24 24
24
=
t
RI (2.34)
Dimana :
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
𝑅24 = 𝑐𝑢𝑟𝑎ℎ ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 ℎ𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 (𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 24 𝑗𝑎𝑚)(𝑚𝑚)
Hubungan antara intensitas , lama hujan, dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam
lengkung Intensitas-Durasi- Frekuensi (IDF). Diperlukan data hujan jangka pendek,
misalnya 5 menit,10 menit, 30 menit, 60 menit, dan jam-jaman untuk membentuk lengkung
IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan otomatis.
Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat
dengan salah satu dari persamaan berikut : (Suripin,2004)
1) Rumus Talbot
bt
aI
+= (2.35)
IIIN
ItIItIa
−
−=
2
22 .. (2.36)
IIIN
tINtIIb
−
−=
2
2 .. (2.37)
dimana
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi DAS
2) Rumus Sherman
nt
aI = (2.38)
tttN
tIttIa
loglog)(log
loglog.log)(logloglog
2
2
−
−= (2.39)
29
tttN
ItNtIn
loglog)(log
log.logloglog2 −
−= (2.27)
dimana
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
n = konstanta
3) Rumus Ishiguro
bt
aI
+= (2.40)
IIIN
ITIItIa
−
−=
2
22. (2.41)
IIIN
tINtIIb
−
−=
2
2. (2.42)
dimana
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
a dan b = konstanta
= jumlah angka –angka dalam tiap suku
N = banyaknya data
Penentuan kurva IDF yang cocok membutuhkan perhitungan dan pekerjaan yang banyak
seperti pembacaan dan penyusunan data curah hujan. Penentuan rumus untuk kurva IDF
dipilih berdasarkan harga-harga I yang paling cocok dan memberikan hasil yang optimum.
b. Waktu Konsentrasi (tc)
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk
mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran (titik kontrol) setelah tanah menjadi
jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi.(Suripin, 2004). Tempat yang paling jauh
berhubungan dengan suatu tempat yang membutuhkan waktu aliran yang paling lama.
Waktu konsentrasi (tc) untuk saluran drainase perkotaan terdiri dari waktu yang diperlukan
untuk mengalirkan air melalui permukaan tanah ke saluran terdekat (TOF : Time Overland
30
Flow) dan waktu untuk mengalir didalam salurannya ditempat yang diukur (TDF : Time
Detention Flow). Lama waktu konsentrasi sangat tergantung pada ciri-ciri daerah aliran
terutama panjang jarak yang ditempuh air hujan yang jatuh ditempat terjauh dari titik
pengamatan. Untuk daerah aliran yang besar dengan pola drainase yang kompleks aliran
airnya dari tempat terjauh akan terlambat untuk ikut menambah besarnya banjir di titik
pengamatan. Untuk daerah aliran yang kecil dengan pola drainase yang sederhana, lama
waktu konsentrasi bisa sama dengan lama waktu pengaliran dari tempat terjauh. Salah satu
metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh
Kirpich (1940), yang dapat ditulis sebagai berikut (Suripin, 2004):
385.02
1000
87.0
=
xS
xLtc (2.43)
dimana :
tc = waktu konsentrasi (jam)
L = panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (m)
S = Kemiringan rata-rata saluran utama (%)
Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua
komponen, yaitu :
1. Waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai saluran
terdekat 0t
2. Waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran dt
Sehingga :
ct = 0t + dt (2.44)
dimana :
=
S
ndxLxxt 28.3
3
20 menit (2.45)
dan
V
Lt S
d60
= menit (2.46)
dimana :
nd = koefisien retardasi
S = kemiringan lahan
31
L = panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)
Ls = panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m)
V = kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik)
to = waktu yang diperlukan air untuk mengalir di atas permukaan
td = waktu yang diperlukan air untuk mengalir di dalam saluran
sampai ke pembuang.
2.5.7 Analisis Debit Banjir Rencana
Pada saat pembangunan bangunan air seperti bendungan, gorong gorong dan saluran
pembuang, dimensi diperhitungkan cukup untuk mengalirkan sejumlah volume air tertentu
dalam satuan waktu tertentu yang disebut dengan debit. Pada saat pembangunan bangunan
air ini yang menjadi masalah adalah berapa debit banjir yang harus disalurkan. Kalau yang
disalurkan itu adalah debit saluran irigasi atau air minum yang besarnya sudah tertentu,
maka dimensi bangunannya ditentukan berdasarkan debit yang tertentu pula, tetapi kalau
yang harus disalurkan tersebut adalah debit saluran pembuang atau sungai maka besarnya
debit air yang harus diambil cukup besarnya, debit banjir ini disebut debit banjir rencana.
Penentuan debit banjir rencana sudah barang tentu tidak terlalu kecil, sehingga air yang
akan dialirkan dengan bangunan yang direncanakan akan meluap jika terjadi curah hujan
yang besar. Sebaliknya debit banjir rencana juga tidak boleh terlalu besar dan tidak
ekonomis. Penetapan besarnya banjir rencana tersebut adalah masalah pertimbangan hidro-
ekonomis.
Metode yang digunakan untuk menghitung debit banjir rencana adalah Metode
Rasional. Perhitungan debit rencana menggunakan Metode Rasional adalah sebagai berikut
:
AICQ ...278,0= (2.47)
dengan :
Q = debit rencana (m³/detik)
C = koefisien aliran permukaan
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran/area (km²)
32
2.5.8 Koefisien Aliran Permukaan (C)
Koefisien aliran permukaan adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi
daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Koefisien Aliran
Permukaan (C) merupakan rasio perbandingan jumlah air yang melimpas dengan jumlah
hujan. Faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit
banjir. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah atau prosentase lahan
kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan. Permukaan kedap
air, seperti perkerasan aspal dan atap bangunan, akan menghasilkan aliran hampir 100%
setelah permukaan menjadi basah, seberapapun kemiringannya.
Koefisien limpasan juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Laju infiltrasi
menurun pada hujan yang terus-menerus dan juga dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan air
sebelumnya. Faktor lain yang mempengaruhi nilai C adalah air tanah, derajad kepadatan
tanah, porositas tanah, dan simpanan depresi.(Suripin,2004).
Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran
permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dihitung dengan
persamaan berikut (Suripin,2004).
−
==n
i
n
i
ii
DAS
Ai
AC
C
1
1 (2.48)
dimana :
CDAS = koefisien pengaliran
Ci = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i
Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah i
Tabel 2.8 Koefisien limpasan untuk metode Rasional
Deskripsi lahan / karakter permukaan koefisien aliran , C
business
perkotaan 0,70 - 0,95
pinggiran 0,50 - 0,70
perumahan
rumah tinggal 0,30 - 0,50
multiunit, terpisah 0,40 -0,60
multiunit, tergabung 0,60 - 0,75
perkampungan 0,25 - 0,40
33
apartemen 0,50 - 0,70
industri
ringan 0,50 - 0,80
berat 0,60 - 0,90
perkerasan
aspal dan beton 0,70 - 0,95
batu bata , paving 0,50 - 0,70
atap 0,75 - 0,95
halaman,tanah berpasir
datar 2% 0,05 - 0,10
rata rata, 2-7 % 0,10 - 0,15
curam, 7% 0,15 - 0,20
halaman, tanah berat
datar 2% 0,13 - 0,17
rata rata, 2-7 % 0,18 - 0,22
curam, 7% 0,25 - 0,35
halaman kereta api 0,10 -0,35
taman tempat bermain 0,20 - 0,35
taman. Perkuburan 0,10 -0,25
hutan
datar, 0-5% 0,10 - 0,40
bergelombang, 5-10% 0,25 - 0,50
berbukit, 10-30% 0,30 -0,60 Sumber: Suripin, 2004
2.5.9 Daerah Pengaliran
Daerah pengaliran merupakan daerah cakupan hujan yang terjadi didalam daerah
pengaliran. Penentuan daerah pengaliran sangat tergantung dari kontur permukaan. Luas
daerah permukaan ditentukan berdasarkan catchment area, yaitu daerah yang dipengaruhi
atau mewakili daerah tangkapan air hujan oleh alat pencatat curah hujan untuk suatu daerah
aliran sungai (DAS).
2.6 Kriteria Perencanaan
Kreteria perencanaan teknis yang akan digunakan dalam pelaksanaan studi ini
menyangkut hal-hal sebagai berikut :
1 Perencanaan Teknis
a. Setiap sistem drainase didasarkan atas daerah aliran (watershed) yang tercakup dalam
sistem drainase.
34
b. Frekuensi banjir untuk pembuangan utama adalah sekali dalam 25 tahun (Q) atau
dengan probabilitas kejadian 4 % setiap tahun.
c. Frekuensi banjir saluran untuk pembuang sekunder adalah sekali dalam 5 tahun (Q)
atau dengan probabilitas kejadian 20 % setiap tahun.
d. Bentuk penampung saluran untuk pembuang utama adalah trapesium sedangkan untuk
pembuang sekunder adalah trapesium atau empat persegi.
e. Intensitas hujan ditentukan atas dasar Grafik Intensity Duration Frequency dari dari
Prof. Sherman dengan bantuan “ Average Intensity “ dari Mononobe.
2.7 Tahapan Penyusunan
A. Orientasi Lapangan
Orientasi lapangan untuk mengetahui dengan jelas medan/lokasi pekerjaan serta
sekaligus untuk dapat mengetahui system pembuangan air (drainase) baik utama maupun
sekunder. Kegiatan ini juga untuk mengetahui titik-titik lokasi banjir dan pada lokasi mana
yang harus mendapat penangan yang mendesak terkait dengan rencana indikasi program.
B. Inventarisasi dan Identifikasi Lokasi Titik Rawan Banjir
Kegiatan Inventarisasi dan identifikasi meliputi pendataan saluran drainase, pola
aliran dan sistem jaringan eksisting baik saluran drainase maupun saluran irigasi yang
dalam perkembangannya mengalami perubahan fungsi.
C. Proses Perencanaan
Perencanaan drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan
sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep pembangunan yang berwawasan
lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya air
yang pada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya lebih banyak meresap
kedalam tanah dan tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan, antara lain dengan
membuat: bangunan resapan buatan, kolam tandon, penataan lansekap dan sengkedan.
Drainase perkotaan di kota-raya dan kota-besar perlu direncanakan secara menyeluruh
melalui tahapan induk. Drainase perkotaan di kota sedang dan kota kecil dapat
direncanakan melalui tahapan rencana kerangka sebagai pengganti rencana induk.
Drainase perkotaan di kota sedang yang mempunyai pertumbuhan fisik dan pertambahan
penduduk yang cepat serta drainase perkotaan yang mempunyai permasalahan rumit
35
karena keadaan alam setempat, perlu perencanaan yang menyeluruh melalui tahapan
rencana induk.
Drainase perkotaan harus direncanakan dengan berbagai alternatif dan pemilihan
alternatif terbaik yang dilaksanakan melalui proses pengkajian dengan memperhatikan
aspek teknik, sosial ekoniomi, finansial dan keuangan.
D. Penetapan debit rencana
Dalam merencanakan pembuangan air yang perlu diketahui adalah banyaknya air
hujan dan limbah yang mengalir ke saluran-saluran pembuangan atau debit pengaliran,
air hujan yang dialirkan ke pembuangan sebanding dengan luas daerah tangkapan hujan
dan jumlah curah hujan, disamping adanya penguapan dan hilangnya air hujan karena
meresap ke dalam tanah. Namun hanya sebagian dari hujan yang jatuh pada daerah
tangkapan akan menjadi aliran langsung air hujan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi debit pengaliran air hujan adalah:
1. Curah hujan, adalah faktor tunggal yang paling penting, yang mempengaruhi debit
dari suatu pengaliran air hujan. Meskipun jumlah curah hujan adalah penting, tetapi
distribusi air hujan menurut waktu dan ruang juga sama pentingnya. Hujan yang
terjadi selama musim tanam, mungkin kontribusinya sangat kecil dan hujan dengan
intensitas rendah dapat meresap ke dalam tanah dan menghasilkan aliran permukaan
yang sangat kecil.
2. Topografi dan geologi setempat juga mempengaruhi kecepatan dan jumlah aliran
permukaan. Kemiringan tanah yang curam dan lapisan kedap air meningkatkan
kecepatan dan debit pengaliran, sementara lapisan tanah yang tembus air (pervious)
dan rata (flat) memperbesar kemungkinan terjadinya peresapan. Pengaruh kedap air
maupun tembus air dari tanah terhadap pengaliran air permukaan dinyatakan dalam
“angka pengaliran“, yaitu prosentase jumlah air hujan yang masuk ke dalam selokan
terhadap jumlah air yang jatuh.
3. Angka pengaliran ini dipengaruhi oleh (1) jenis permukaan yang dilalui air hujan, (2)
kemiringan tanah/tempat yang dilalui oleh air hujan, semakin besar kemiringan
semakin cepat air yang meresap. Jenis tanah yang sama, tetapi dengan kemiringan
yang berbeda akan memberikan angka pengaliran yang berbeda pula, (3) Iklim, pada
36
waktu musim penghujan yang panjang, angka pengaliran lebih jecil daripada di akhir
musim penghujan, karena pada akhir musim penghujan tanah telah jenuh dengan air.
4. Penguapan (evaporation), adalah fungsi dari temperatur, kecepatan angin dan
kelembaban relatif. Penguapan dari permukaan tanah sangat jauh kurang
dibandingkan dengan penguapan air dari permukaan air terbuka
5. Pencegatan (interception), yaitu air hujan dicegat sebelum jatuh ke atas tanah,
termasuk disini air hujan hujan yang tertahan di atas daun-daun tanaman dan
permukaan yang lain dan tidak pernah jatuh ke tanah. Jumlahnya dapat cukup berarti
dalam setahun, pada daerah yang tertutup vegetasi cukup rapat, namun karena air yang
tertahan ini akhirnya menguap, dimasukkan ke dalam kategori evapotranspirasi.
Dalam jangka pendek, interception dapat mengurangi puncak pengaliran permukaan
(run-off peaks) cukup besar, karena kebanyakan penghambatan terjadi pada awal
hujan. Dalam pengurangan awal dari curah hujan, atau penampungan di daerah
cadangan atau peresapan.
6. Penampungan di cekungan (depression storage), yaitu air yang tertahan di tempat yang
rendah selama terjadi pengaliran di permukaan tanah. Air ini selanjutnya akan
menguap atau meresap kemacetan dalam tanah. Seperti halnya interception, maka
depression strorage mempunyai pengaruh mengurangi jumlah pengaliran permukaan
pada awal curah hujan. Pengaruhnya pada luas daerah pengaliran (catchment area)
dan aliran puncak (peak flow) relatif kecil.
7. Peresapan (infiltration), dipengaruhi oleh jenis tanah, intensitas curah hujan, kondisi
permukaan, dan tumbuh-tumbuhan/vegetasi (yang dapat mengubah porositas tanah).
E. Penetapan Tingkat Layanan
Penetapan tingkat layanan yang sesuai untuk suatu sistem drainase, juga berperan
dalam mencegah gagalnya fungsi sistem drainase. Tingkat layanan yang optimal akan
mengurangi biaya investasi yang ditanamkan, selain menjamin tetap berfungsinya
sistem drainase selama umur pelayanan yang direncanakan. Untuk sistem drainase
mikro disarankan periode ulang rancangan diambil antara 1 sampai 5 tahunan. Periode
ulang 1-2 tahunan dapat dipakai untuk perencanaan sistem drainase adalah untuk
permukiman, sedangkan periode ulang di atas dua tahunan digunakan untuk daerah
komersial dan industri, serta fasilitas-fasilitas transportasi. Kegagalan sistem drainase
37
disini dapat menimbulkan keruskan yang besar. Untuk sistem drainase mikro, dengan
resiko kerugian harta benda dan jiwa yang amat besar akibat genangan yang
disebabkan gagalnya sistem drainase, periode ulang desain diambil 1-25 tahun.
F. Penentuan Alternatif Sistem
Penyusunan alternatif sistem drainase dilakukan dengan tetap berpedoman pada:
1. Rencana pengembangan kota dan rencana pengembangan prasarana lainnya
2. Keterpaduan pelaksanaan dengan pengembangan prasarana perkotan lainnya, dalam
rangka meminimumkan pembiayaan
3. Disusun berdasarkan arahan pembangunan jangka panjang (selama 25 tahun)
Beberapa teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah genangan air,
antara lain:
1. Membuat saluran drainase, baik jenis saluran terbuka maupun jenis saluran tertutup
2. Menyediakan pompa-pompa air untuk drainase
3. Menerapkan sistem drainase yang berwawasan lingkungan
Saluran drainase adalah teknologi yang umum dan secara luas dipakai di Indonesia.
Pemilihan saluran jenis terbuka atau tertutup lebih dipengaruhi oleh kondisi setempat.
Saluran terbuka lebih mudah diperiksa dan dibersihkan dari sampah dan kotoran, tanpa
harus menggunakan peralatan khusus atau tenaga terlatih. Meskipun demikian saluran
terbuka memerlukan lahan yang lebih besar.
Persyaratan teknik yang harus dipenuhi adalah menggunakan alternatif drainase
sistem gravitasi seoptimal mungkin, dengan memperhatikan kondisi topografi
wilayah. Penggunaan pompa-pompa drainase biasanya merupakan alternatif terakhir,
karena pompa-pompa ini membutuhkan tenaga-tenaga khusus yang menyangkut
pekerjaan mekanis dalam kegiatan operasi dan pemeliharaannya, selain juga perlu
penyediaan tenaga listrik.
Pada prinsipnya genangan terjadi akibat tidak mampunyai saluran menampung aliran
air yang ada, karena banyaknya aliran air yang masuk kemacetan saluran drainase
melampaui kemampuan penyerapan air oleh tanah. Dalam hal ini perlu diperkenalkan
suatu sistem drainase yang lebih memperhatikan aspek lingkungan, antara lain dengan
menahan/menampung air hujan yang jatuh dari atap-atap rumah ke dalam sumur-
sumur resapan atau tangki-tangki dan dialirkan sedikit demi sedikit ke saluran
38
drainase. Konsep ini dikenal sebagai drainase yang berwawasan lingkungan, yang
telah dikembangkan di Eropa dan Amerika. Prinsip dasarnya, adalah mengatur
pengaliran air hujan, agar sesedikit mungkin air hujan yang dialirkan ke saluran-
saluran drainase dan memberikab kesempatan kepada tanah untuk menyerap air,
dengan membuat kantong-kantong air berskala kecil di atap-atap rumah, sumur
resapan di halaman-halaman, tanah-tanah kosong, taman-taman, tempat parkir, dll.
G. Penentuan Prioritas
Prioritas penanganan drainase perkotaan umunya ditujukan untuk mengatasi masalah
genangan air, dengan mengutamakan hal-hal sebagai berikut:
1. Genangan yang menyebabkan kerugian dan kerusakan harta benda dan jiwa (terutama
untuk daerah yang padat penduduk)
a. Tinggi genangan > 0,5 manajemen
b. Luas genangan >5% luas wilayah perkotaan
c. Kepadatan penduduk di wilayah perkotaan > 100 jiwa/ha
d. Frekuensi genangan paling sedikit terjadi 2 kali dalam setahun
e. Lama genangan > 2 jam
2. Daerah yang tergenang memiliki nilai sosial, ekonomi dan politik yang tinggi dan
strategis
3. Daerah dengan kepadatan lalulintas tinggi.
4. Penanganan harus seimbang terhadap besar investasi yang akan dilindungi.
39
BAB III
SISTEM DRAINASE EKSISTING
3.1 Drainase
Pengertian drainase pada hakekatnya merupakan suatu system saluran, baik itu terbuka
maupun terutup, yang sedemikian rupa sehingga dapat mengumpulkan dan mengalirkan
air hujan yang jatuh ke bumi, untuk selanjutnya menuju ke badan air penerima seperti
sungai, waduk, danau, laut, dalam waktu sesingkat mungkin. Daripengertian ini, bahwa
saluran drainase hanya untuk menampung dan kemudian mengalirkan air hujan saja. Namun
kenyataannya sering terjadi masyarakat membuang limbah rumah tangga ( air mandi dan
cuci ) ke saluran drainase. Hal ini dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan,
pemandangan tak sedap yang mengganggu lingkungan sekitarnya. Untuk daerah Kota yang
memiliki pemukiman yang padat batasan pelayanan system drainase harus jelas yakni
menampung dan mengalirkan air hujan, sedangkan penyaluran air limbah memiliki sistem
yang tersendiri.
Suatu sistem drainase perkotaan meliputi :
- Sistem drainase local ( minor drainage system )
- sistem drainase utama/makro ( major drainage system )
4
Gambar 9.1 Drainase Makro dan Mikro
40
Sistem drainase local/mikro adalah merupakan system drainase yang melayani kepentingan
sebagian masyarakat. Sistem ini adalah bagian dari seluruh sistem drainase yang menampung
air hujan dari bagian daerah aliran dan mengalirkan ke sistem drainase utama. Karakteristik
dari sistem ini untuk menampung atau mengeringkan unit-unit kecil daerah aliran yang
meliputi ; daerah perumahan, perdagangan, daerah industri atau setiap daerah kecil yang
mempunyai karakter perkotaan.
Sistem drainase utama/makro adalah sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan
sebagian masyarakat, dan sistem ini menampung limpasan air hujan dari sistem drainase
lokal , untuk selanjutnya dialirkan ke sungai.
Konsep Drainase ramah lingkungan atau Ekodrainase.
- Drainase ramah lingkungan atau ekodrainase menjadi konsep utama dan merupakan
implementasi pemahaman baru konsep ekohidraulik dalam bidang drainase.
- Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan dengan
cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke
sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.
- Air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian sehingga tidak mengalir
secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan
kandungan air tanah untuk cadangan pada musim kemarau.
- Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim tropis dengan perbedaan musim hujan dan
kemarau yang ekstrem seperti di Indonesia.
Beberapa metode drainase ramah lingkungan yang dapat dipakai di Indonesia,
antara lain adalah :
- metode kolam konservasi
- metode sumur resapan
- metode river side polder
- metode pengembangan areal perlindungan air tanah (ground water protection area)
3.2 Unsur- Unsur Drainase
A. Daerah Pengaliran.
41
Daerah pengaliran adalah daerah yang melimpaskan air hujan yang jatuh diatasnya, ke suatu
aliran yang berbentuk saluran buatan atau saluran alami ( sungai ). Garis batas daerah –
daerah aliran yang berdampingan disebut batas daerah pengaliran. Luas daerah pengaliran (
DAS ) diperkirakan berdasarkan pengukuran pada peta topografi.
1. Corak daerah pengaliran.
Corak daerah pengaliran dibedakan menjadi :
1. Daerah pengaliran berbentuk bulu burung.
Corak daerah pengaliran ini adalah jalur daerah di kiri kanan sungai utama, dimana
anak – anak sungai mengalir ke sungai utama. Daerah pengaliran sedemikian mempunyai
debit banjir yang kecil, dan banjirnya berlangsung agak lama.
b. Daerah pengaliran radial.
Daerah pengaliran berbentuk kipas atau lingkaran, dimana anak – anak sungainya
mengkonsentrasikan ke suatu titik secara radial. Daerah pengaliran dengan corak
sedemikian mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak – anak Sungai.
c. Daerah Pengaliran Paralel.
Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah pengaliran yang bersatu di bagian
hilir. Banjir terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai – sungai.
Gambar 9.2 Corak Daerah Pengaliran
2. Karakteristik Daerah Aliran.
a. Pada tanah terjal / miring.
42
- Tanpa pohon – pohonan, akan memberikan limpasan besar, sering banjir
besar.
- Terdapat pohon – pohon yang lebat, limpasan aliran permukaan agak sedikit
dan banjir relatif kecil.
b. Pada tanah datar / landai.
- Tanpa pohon – pohonan, akan memberikan aliran limpasan agak besar, banjir
agak besar.
- Berpohon – pohon lebat, akan memberkan limpasan kecil, tidak ada banjir.
c. Pada beberapa keadaan tanah.
- Kedap akan memberikan limpasan yang besar.
- Porous, akan memberikan limpasan kecil.
d. Pada beberapa tata guna lahan.
- Perumahan padat, akan memberikan aliran limpasan agak besar.
- Perumahan jarang, memberikan aliran limpasan agak kecil.
- Daerah pertanian, industri, dan perdagangan, masing – masing memberikan
limpasan yang berbeda.
B. Hujan.
Besarnya hujan tidak sama pada tempat yang satu ke tempat yang lain, dan sangat tergantung
pada keadaan cuaca. Berbagai keadaan hujan tersebut datangnya berulang – ulang, setiap
satu, dua, tiga tahun dan seterusnya. Lama waktu berulang kembalinya keadaan tersebut
disebut periode ulang.
Setiap periode ulang yang berbeda, jumlah air yang dicurahkan pada saat hujan turun berbeda
pula. Besarnya curah hujan dinyatakan dengan satuan mm. Besarnya curah hujan dihitung
dengan batasan waktu dalam menit, jam,hari.
Yang berkaitan dengan hujan, ada beberapa unsure yang perlu diketahui :
a. Intensitas : ketinggian curah hujan yang terjadi persatuan waktu, misalnya ;
mm/menit, mm/jam, mm/hari.
b. Lama waktu : lamanya curah hujan ( durasi ) dalam menit, jam, hari.
c. Tinggi hujan : jumlah atau besarnya hujan yang dinyatakan dalam mm.
d. Frekuensi : frekuensi kejadian, biasanya dinyatakan dengan waktu ulang
43
( return periode ).
e. Luas geografis curah hujan.
C. Saluran
Pola aliran sistem pembuangan saluran drainase menggunakan pendekatan daerah tangkapan
(DAS) pada suatu sistem pembuangan utama. Rencana pola aliran ini sangat penting didalam
penentuan besaran sistem, seperti luas daerah tangkapan, dimensi saluran, dan panjang
saluran. Pola aliran saluran drainase yang direncanakan sebagai antisipasi penanganan banjir
saat ini maupun yang akan datang.
Menurut Subarkah (1990) juga membagi saluran sungai menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Saluran Drainase Utama/ Primer
Saluran yang berfungsi sebagai pembuangan utama/ primer adalah sungai/ tukad yang ada di
wilayah perencanaan yang cukup berpotensi menampung dan mengalirkan air buangan dari
saluran sekunder serta limpasan permukaan yang ada pada daerah tangkapan sungai tersebut.
Sungai-sungai yang berfungsi sebagai pembuangan utama yang ada di wilayah studi perlu
diketahui jumlahnya dan masing-masing sungai akan terbentuk sistem drainase dan pola
aliran tertentu, dengan batas-batas yang sesuai topografi.
2. Saluran Drainase Sekunder
Fungsi dari saluran sekunder adalah untuk menampung air drainase tersier serta limpasan air
permukaan yang ada untuk diteruskan ke drainase utama (sungai). Berdasarkan
konstruksinya saluran drainase dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Saluran terbuka, dibuat pada daerah dimana masih cukup tersedia lahan serta bukan
merupakan daerah yang sibuk (pertokoan, pasar, dan sebagainya).
b. Saluran tertutup, dapat dipertimbangkan pemakaian ditempat-tempat yang produksi
sampahnya melebihi rata-rata, seperti: pasar, terminal, pertokoan dan pada daerah yang
lalu lintasnya padat.
3. Saluran Drainase Tersier
Fungsi saluran tersier adalah untuk meneruskan pengaliran air buangan maupun air limpasan
permukaan menuju ke pembuangan sekunder. Data mengenai kondisi saluran tersier tidak
begitu banyak diperlukan dalam perencanaan sistem pembuangan air hujan. Banjir yang
44
terjadi pada saluran sekunder dan saluran pembuangan utama akan membawa dampak yang
luas bagi kehidupan masyarakat baik yang menyangkut sosial, ekonomi, maupun kesehatan.
3.3 Sistem Drainase Eksisting
1. Sistem Drainase Eksisting
Saluran pembuangan primer eksisting sebagian besar masih alami dan belum dilakukan
penataan sedangkan areal di sekitar saluran pembuangan primer sudah mengalami perubahan
alih fungsi lahan. Perubahan alih fungsi lahan didominasi peruntukan kebun dan permukiman
baru. Hal ini terjadi di sebelah barat dan timur jalan utama Denpasar – Singaraja.
Perkembangan pembangunan fisik yang sangat pesat namun tidak terkontrol yang sangat
berdampak pada menyempit areal resapan, dimana pada saat musim hujan limpasan air
permukaan langsung menuju saluran drainase. Berkurangnya daerah resapan menyebabkan
kapasitas saluran drainase saat ini menjadi sangat terbatas sehingga fungsi saluran kurang
optimal.
Permasalahan drainase yang menonjol di pusat-pusat kegiatan adalah belum tertatanya pola
aliran, hal ini ditunjukkan dengan adanya kemapuan kapasitas saluran drainase eksisting
yang sangat terbatas. Kondisi ini tidak boleh berlanjut terlalu lama yang bisa menyebabkan
luapan/genangan air yang semakin parah.
Saluran pembuang primer yan terdapat di kawasan Pancasari semua pembuangan menuju
Danau Buyan.
Saluran pembuangan primer yang luas daerah tangkapan berbatasan dengan kecamatan
Baturiti dengan kecamatan Sukasada beban aliran cukup besar dan terjadi perubahan alih
fumgsi lahan yang cukup dominan. Perubahan ini akan berpengaruh pada beban limpasan
menuju Danau Buyan. Disampinng itu perubahan itu disertai dengan cara pola tanam yang
salah terutama pada kemiringan lahan yang curam akan berpengaruh pada beban sedimen
yang terjadi pada setiap musim hujan.
Adapun permasalahan saluran drainase pembuangan primer di wilayah studi adalah sebagai
berikut :
- Terdapat perubahan peruntukan lahan dari tanaman keras menjadi tanaman sayur yang
berpotensi terhadap supply sedimen terutama pada kemiringan lahan lebih dari 20 derajat.
45
- Beban aliran sedimen yang cukup besar sehingga kapasitas saluran yang ada semakin berat.
- Belum banyak dilakukan terhadap batas-batas saluran primer sehingga menyulitkan dalam
normalisasi.
- Saluran pembuangan primer yang ada di kawasan Pancasari saat ini baru sebagian yang
dinormalisasi
- Saluran pembuangan primer saat ini belum ditata dengan baik dan batas-batas saluran belum
jelas.
2. Peruntukan Lahan
Terdapat perubahan peruntukan lahan dari tanaman keras menjadi tanaman sayur yang
berpotensi terhadap supply sedimen terutama pada kemiringan lahan lebih dari 20 derajat.
Perubahan ini akan berpengaruh pada beban limpasan air dan sedimen menuju Danau Buyan.
Disampinng itu perubahan itu disertai dengan cara pola tanam yang salah terutama pada
kemiringan lahan yang curam akan berpengaruh pada beban sedimen yang terjadi pada setiap
musim hujan.
3. Pola Aliran Eksisting
Berdasarkan survey awal pola aliran pada jalur utama jalan Denpasar – Singaraja adalah
sebagai berikut :
46
JALAN ANJANI
+ 1255+ 1363
+ 1277 + 1254JALAN DALEM PED
JALAN MARUTI+ 1229 + 1256
+ 1254 + 1268JALAN MENUJU BALI HANDARA GOLF
+ 1257JALAN MANGKU DALEM+ 1282
+ 1257 HOTEL PANCASARI + 1251
+ 1251 JALAN KRESNA + 1248
JALAN ANGGADA + 1241+ 1247
JALAN PASAR
JALAN KEDANGSONG
+ 1250+ 1256
+ 1224 + 1247
+ 1229
+ 1229JALAN BUYAN+ 1227
GAMBAR 4.1 ARAH ALIRAN SALURAN DRAINASE EKSISTING
47
B (m) 0.70
H (m) 0.63
B (m) 0.90
H (m) 1.20
B (m) 1.50
H (m) 1.50
B (m) 0.30
H (m) 0.20
B (m) 0.60
H (m) 0.30
B (m) 0.45
H (m) 0.25
B (m) 0.95
B (m) 0.45 H (m) 0.80
H (m) 0.30
B (m) 0.30
H (m) 0.35
DIMENSI
DIMENSI
DIMENSI
DIMENSI
DIMENSI
DIMENSI
DIMENSI
DIMENSI
DIMENSI
JALAN ANJANI
+ 1255+ 1363
+ 1277 + 1254JALAN DALEM PED
JALAN MARUTI+ 1229 + 1256
+ 1254 + 1268JALAN MENUJU BALI HANDARA GOLF
+ 1257JALAN MANGKU DALEM+ 1282
+ 1257 HOTEL PANCASARI + 1251
+ 1251 JALAN KRESNA + 1248
JALAN ANGGADA + 1241+ 1247
JALAN PASAR
JALAN KEDANGSONG
+ 1250+ 1256
+ 1224 + 1247
+ 1229
+ 1229
JALAN BUYAN+ 1227
GAMBAR 4.2 DIMENSI SALURAN DRAINASE EKSISTING
48
3.4 Permasalahan Drainase Eksisting
Secara umum permasalahan drainase perkotaan diidentifikasi sebagai berikut:
1. Terdapat perubahan peruntukan lahan dari tanaman keras menjadi tanaman sayur, bunga
yang berpotensi terhadap supply sedimen terutama pada kemiringan lahan lebih dari 20
derajat.
2. Belum terpolanya saluran drainase pada tingkat sekunder
Kondisi eksisting di wilayah perencanaan belum terlihat perbedaan saluran tersier
dengan sekunder. Dimensi saluran tersier dan sekunder hampir sama padahal luas daerah
tangkapan dan beban aliran berbeda.
3. Terbatasnya Dimensi Penampang Saluran Drainase
Dimensi penampang saluran drainase yang berfungsi sekunder dengan kemiringan yang
relatip datar mempunyai dimensi yang terbatas. Penampang saluran drainase eksisting
sepanjang saluran yang ditinjau kecendrungan mempunyai dimensi yang sama
4. Daerah depresi
Kondisi topografi di beberapa titik-titik terdapat dengan elevasi rendah sehingga
menyulitkan pengaliran dan kondisi ini menyebabkan genangan dan menyulitkan
pengairan secara gravitasi.
5. Genangan air pada umumnya disebabkan karena kurangnya saluran drainase atau
dikarenakan saluran drainase yang ada tidak dapat berfungsi secara optimal. Identifikasi
permasalahan mencakup lokasi, penyebab, dan kualitas genangan (luas, tinggi, dan
lamanya tergenang)
6. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kepedulian sosial yang
kemudian menyebabkan rusaknya saluran drainase, kurangnya menjaga lingkungan yang
mengundang timbulnya genangan pada saat hujan. Identifikasi permasalahan mencakup
kejadian kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan.
7. Saluran drainase tidak dapat berfungsi secara optimal karena banyaknya timbunan
sampah akibat rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam membuang sampah.
8. Kepadatan penduduk dan perumahan tinggi sehingga mengakibatkan tingginya
penggunaan air dan saluran air tidak lancar, terutama pada slump area (kawasan kumuh)
49
9. Perubahan guna lahan kawasan non terbangun menjadi kawasan terbangun di daerah atas
(hulu) sehingga mengakibatkan berkurangnya air yang terserap ke dalam tanah dan
meningkatnya aliran permukaan.
50
BAB IV
ANALISA HIDROLOGI
4.1 Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi diawali dengan menganalisis hujan dan debit rencana yang
digunakan sebagai Qdisain bangunan air. Dari data curah hujan harian maksimum
tahunan dan data karakteristik DAS (luas dan panjang sungai) dianalisis menjadi hujan
rancangan dan unit hidrograf (menggunakan Nakayasu) menjadi debit rancangan.
Tabel 4.1 Data Curah Hujan Sta. Candikuning
Sumber : BMKG Ngurah Rai
4.1.1 Uji Konsistensi Data Hujan
Pada suatu seri data hujan, bisa terjadi nonhomogenitas data dan ketidaksamaan
(inconsistency) data. Data tidak homogen maupun tidak konsisten
menyebabkan hasil analisis tidak teliti. Oleh karena itu sebelum data tersebut dipakai
untuk analisis, terlebih dahulu dilakukan uji konsistensi dengan metode RAPS
(Rescaled Adjusted Partial Sums).
Pengujian konsistensi dengan metode RAPS adalah pengujian dengan menggunakan
data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian dengan kumulatif penyimpangan terhadap
nilai rata-rata dibagi dengan akar kumulatif rerata penyimpangan terhadap nilai
reratanya.
POS CANDIKUNING, KEC BATURITI KABUPATEN TABANAN
008 15' 40" S - 115 09' 49" E
1247 M
TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES P MAKS
2000 72.50 48.50 162.00 47.00 76.00 15.00 9.00 21.00 0.00 47.00 42.00 6.00 162.00
2001 76.00 71.00 38.00 28.50 26.50 31.00 4.00 11.00 34.00 43.50 37.00 36.00 76.00
2002 63.00 136.00 42.50 41.50 42.50 7.50 2.00 7.00 4.50 23.00 31.00 45.00 136.00
2003 51.00 114.50 71.50 20.00 74.00 6.00 34.00 3.50 62.00 28.00 37.00 60.00 114.50
2004 50.50 79.50 51.00 35.00 68.50 3.00 7.50 2.50 3.00 13.00 84.50 93.50 93.50
2005 42.00 57.00 51.50 61.00 0.00 40.00 11.50 117.00 10.50 66.00 29.50 46.50 117.00
2006 126.50 116.00 105.00 27.00 81.00 30.00 22.50 4.50 13.50 9.00 50.00 71.00 126.50
2007 89.00 43.50 142.50 64.00 46.00 17.50 14.00 15.00 3.00 44.00 78.50 82.00 142.50
2008 115.50 97.00 114.00 45.00 40.00 7.50 8.00 42.50 37.00 91.00 85.00 97.00 115.50
2009 288.00 115.00 123.50 72.50 43.50 13.00 11.00 2.00 22.00 56.00 55.00 91.00 288.00
2010 280.00 84.00 0.00 85.00 45.00 68.00 80.00 42.00 103.00 75.00 80.50 137.00 280.00
2011 225.00 97.00 35.00 53.00 43.00 5.00 16.00 42.00 7.00 51.50 50.00 52.00 225.00
2012 150.00 200.00 325.00 80.00 49.00 3.00 0.00 1.50 0.00 21.50 74.00 100.00 325.00
2013 50.00 81.00 51.00 62.00 52.00 25.00 22.00 3.00 2.00 50.00 50.00 90.00 90.00
2014 123.00 88.00 51.00 60.00 14.50 4.00 25.00 6.00 0.00 19.00 43.00 52.00 123.00
2015 40.00 40.00 64.00 96.00 31.00 11.00 4.00 0.00 0.00 6.00 32.00 31.00 96.00
LOKASI PENGAMATAN/STASIUN :
KOORDINAT :
ELEVASI :
51
0* So ,
1
1
)'(*k
i
YYiSk dengan k = 1,2,3…….,n
Dy
SkSk
***
Dy 2
n
YYin
i
1
2)'(
Q = maks Sk**
0 k n
R = maks Sk** - min Sk**
0 k n
dimana ;
*Sk = kumulatif penyimpangan
Dy = kumulatif rerata penyimpangan
**Sk = konsistensi
Q, R = nilai statistik
Dengan melihat nilai statistik maka dapat dicari nilai nQ / dan ./ nR Hasil yang
dapat dibandingkan nilai nQ / syarat dan nR / . Sebagai syarat jika nQ / dan
nR / dihitung lebih kecil maka data masih dalam batasan konsisten. Syarat nilai
nQ / dan nR / sesuai dengan tabel dari Sri Harto (1990).
52
Tabel 4.2 Uji Konsistensi Data Curah Hujan Sta. Candikuning
4.1.2 Analisa Hujan Rerata Daerah
Data yang tercatat pada stasiun pencatat hujan adalah merupakan hujan titik (point
rainfall). Dalam analisa selanjutnya yang perlu diketahui adalah besarnya hujan rerata
daerah. Dalam studi ini metode yang digunakan dalam menghitung hujan rerata
daerah dengan metode rata-rata aljabar (arithmetic mean). Cara ini memberikan hasil
yang dapat dipercaya, dengan syarat stasiun terbagi merata di areal tersebut dan hasil
pengukuran masing-masing stasiun hujan tidak menyimpang jauh dari harga rata-rata
seluruh stasiun hujan.
Persamaan nya
d = nin
n
d
n
dddd
1
321 ...
dengan :
No Tahun Hujan Sk* Dy 2 Sk** | Sk** |
mm
1 2000 162.00 44.7188 153.8282 0.5985 0.5985
2 2001 76.00 (41.2813) 131.0878 (0.5525) 0.5525
3 2002 136.00 18.7188 26.9532 0.2505 0.2505
4 2003 114.50 (2.7813) 0.5950 (0.0372) 0.0372
5 2004 93.50 (23.7813) 43.5037 (0.3183) 0.3183
6 2005 117.00 (0.2813) 0.0061 (0.0038) 0.0038
7 2006 126.50 9.2188 6.5373 0.1234 0.1234
8 2007 142.50 25.2188 48.9220 0.3375 0.3375
9 2008 115.50 (1.7813) 0.2441 (0.0238) 0.0238
10 2009 288.00 170.7188 2,241.9147 2.2848 2.2848
11 2010 280.00 162.7188 2,036.7224 2.1778 2.1778
12 2011 225.00 107.7188 892.5638 1.4417 1.4417
13 2012 325.00 207.7188 3,319.0061 2.7800 2.7800
14 2013 90.00 (27.2813) 57.2513 (0.3651) 0.3651
15 2014 123.00 5.7188 2.5157 0.0765 0.0765
16 2015 96.00 (21.2813) 34.8378 (0.2848) 0.2848
1876.5
Rerata= 117.28125 5,582.8783
n = 16
Dy = 74.71866102
Sk**mak = 2.7800
Sk**min = (0.5525)
Q = | Sk**maks | = 2.780012
R = Sk**mak - Sk**min= 3.33250083
Q/n 0.5 0.771036511 < 1.10 90% -------> oke
R/n 0.5 0.924269433 < 1.34 90% -------> oke
53
d = tinggi curah hujan rata-rata areal
d1,d2,d3,... dn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1,2,3,...,n
n = banyaknya pos penakar
4.1.3 Perhitungan Hujan Dan Debit Rancangan
Secara teori untuk memperoleh suatu besaran hidrologi yang direncanakan
diantaranya debit rencan/banjir untuk disain bangunan air dan hujan rencana untuk
menghitung debit rencana dengan metode hidrograf satuan sintetik Nakayasu. Salah
satu metode untuk memperolehnya dapat dilakukan dengan Analisis Frekuensi. Di
dalam analisis frekuensi ada beberapa distribusi yang berlaku sesuai dengan syarat
parameter statistik setiap jenis distribusinya.
Ada tiga metode perhitungan rancangan debit banjir seperti pada Gambar 5.1.
Gambar 4.1 Debit Banjir dengan Metode Nakayasu
Data Curah Hujan (Stasiun)
Analisis frekuensi
Curah Hujan Rencana
Hujan Jam-jam : Mononoboe
Data DAS
Cari Fungsi Parameter DAS (Qp, Tb, Tp) dengan :
Nakayasu
Unit hidrogaf satuan
Banjir Rancangan
54
4.1.4 Pemilihan Distribusi Frekuensi
Untuk memperkirakan besarnya debit rencana dan curah hujan rancangan dengan kala
ulang tertentu, terlebih dahulu data-data hujan disesuaikan dengan sebaran distribusi.
Persamaan-persamaan yang yang dipakai dalam penentuan distribusi frekuensi tersebut
adalah :
1
)( 2
n
XXSd : Standar deviasi
X
SdCv : Koefisien keragaman
3
1
3
21 Sdnn
XXn
Cs
n
i
: Koefisien kepencengan
4
1
42
321 Sdnnn
XXin
Ck
n
i
: Koefisien kurtosis
Syarat pemilihan distribusi frekuensi disajikan di Tabel 4-3.
Tabel 4-3 Syarat Pemilihan Distribusi
N
o
Distribusi Syarat Keterangan
1
2
3
Normal
Log Normal
Gumbel Type I
Cs ≈ 0
Cs/Cv ≈ 3
Cs ≈ 1.1396
Ck ≈ 5.4002
Jika analisis ekstrim tidak ada
yang memenuhi syarat
tersebut, maka digunakan
sebaran Log Pearson Type III
Sumber : Sri Harto, 1993
55
4.1.5 Metode E.J Gumbel Type I
Gumbel menggunakan teori harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa dalam deret
harga-harga ekstrim X1, X2, X3,…Xn, dimana sampel-samplenya sama besar dan
X merupakan variabel berdistribusi eksponensial, maka probabilitas komulatifnya P
dengan sembarang harga diantara n buah harga Xn akan lebih kecil dari harga X
tertentu dengan kala ulang Tr, mendekati
)
)(bXaeeXP
Kala ulang adalah merupakan harga rata-rata banyaknya tahun dimana suatu variate
dilampaui atau disamai oleh suatu harga sebanyak satu kali. Kala ulang dapat
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
XP
XTr
1
1)(
Persamaan untuk Reduced Variate YT adalah:
XTr
XTrYT
1lnln
Secara umum frekuensi analisis dapat dinyatakan dengan persamaan:
KSdXX T .
dengan :
TX : besaran dengan kala ulang tertentu
X : besaran rata-rata
Sd : standar deviasi
K : faktor frekuensi dari Gumbel
YnYtSn
SxXX t
YnSn
Sxxb
Sn
Sx
a
1
Persamaan diatas menjadi :
Yta
1bXT
YT = Reduced variate sebagai fungsi periode ulang T
= - Ln (-Ln (T - 1) / T) tabel IV - 2.
56
Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya data n
Sn = Reduced Standard deviasi sebagai fungsi dari banyaknya data n
Table 4-4 Reduced Variate Sebagai Fungsi Waktu Balik
YT = -ln [-ln{(Tr-1)/Tr}]
Tr (tahun) Reduced
Variate Tr (tahun)
Reduced
Variate
2
5
10
50
0,36651
1,4999
2,2504
3,90194
100
200
500
1000
4,6001
5,2958
6,2136
6,9072
Tabel 4-5 Hubungan Reduced Mean Sn Dengan Besarnya Sample n
n Sn n Sn n Sn n Sn
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
0.9496
0.9676
0.9833
0.9971
1.0095
1.0206
1.0316
1.0411
1.0493
1.0565
1.0628
1.0696
1.0754
1.0811
1.0864
1.0915
1.0961
1.1044
1.1047
1.1086
1.1124
1.1159
1.1193
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
1.1226
1.1255
1.1285
1.1313
1.1339
1.1363
1.1388
1.1413
1.1436
1.1458
1.1480
1.1499
1.1519
1.1538
1.1557
1.1574
1.1590
1.1607
1.1623
1.1638
1.1658
1.1667
1.1681
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
1.1696
1.1708
1.1721
1.1734
1.1747
1.1759
1.1770
1.1782
1.1793
1.1803
1.1814
1.1824
1.1834
1.1844
1.1854
1.1863
1.1873
1.1881
1.1890
1.1898
1.1906
1.1915
1.1923
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
1.1930
1.1938
1.1945
1.1953
1.1959
1.1967
1.1973
1.1980
1.1978
1.1994
1.2001
1.2007
1.2013
1.2020
1.2026
1.2032
1.2038
1.2044
1.2049
1.2055
1.2060
1.2065
Sumber:J. Nemec / Engineering Hydrology
4.1.6 Metode Log Pearson Type III
57
Metode dalam distribusi Log Pearon Type III dengan mengkonversikan rangkaian
datanya menjadi bentuk logaritmis.
Nilai rerata:
n
ni n
logXLogX
Atau dengan cara :
log x =
1n
nlogxlogx22
Cs =
33232
σlogx2n1nn
logx2logx3nlogxn
Standard Deviasi:
log x = 2
1
1
2
1
loglog
n
i n
XX
Koefisien asimetri :
Cs =
3
n
1i
3
σlogx2n1n
XloglogXn
Nilai X bagi setiap tingkat probabilitas dihitung dari persamaan:
Log Xt = log x + k log x
Faktor frekuensi K, diperoleh dari tabel untuk setiap Cs positif atau negatif seperti
pada Tabel 4-6 dan 4-7
58
Tabel 4-6 Faktor frekuensi K Untuk Distribusi Log Pearson Type III
Koefisien Asimentri Cs Positif
Return Periode in Year
Skew 2 5 10 25 50 100 200 1000
coeffisient Exceedence probability
Cs or Cw 0,50 0,20 0,10 0,04 0,02 0,01 0,005 0,001
3,0
2,9
2,8
2,7
2,6
2,5
2,4
2,3
2,2
2,1
2,0
1,9
1,8
1,7
1,6
1,5
1,4
1,3
1,2
1,1
1,0
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
-0,396
-0,390
-0,384
-0,376
-0,368
-0,360
-0,351
-0,341
-0,330
-0,319
-0,307
-0,294
-0,282
-0,268
-0,254
-0,240
-0,225
-0,210
-0,195
-0,180
-0,164
-0,148
-0,132
-0,116
-0,099
-0,083
-0,066
-0,050
-0,033
-0,017
-0,000
0,420
0,440
0,460
0,479
0,499
0,518
0,537
0,555
0,574
0,592
0,609
0,627
0,643
0,660
0,675
0,690
0,705
0,719
0,732
0,745
0,758
0,769
0,780
0,790
0,800
0,808
0,816
0,824
0,830
0,836
0,842
1,180
1,195
1,210
1,224
1,238
1,250
1,262
1,274
1,284
1,294
1,302
1,310
1,318
1,324
1,329
1,333
1,337
1,339
1,340
1,341
1,340
1,339
1,336
1,333
1,328
1,323
1,317
1,309
1,301
1,292
1,282
2,278
2,277
2,275
2,272
2,267
2,262
2,256
2,248
2,240
2,230
2,219
2,207
2,193
2,179
2,163
2,146
2,128
2,108
2,087
2,066
2,034
2,018
1,993
1,967
1,939
1,910
1,800
1,849
1,818
1,785
1,751
3,152
3,134
3,114
3,093
3,071
3,048
3,023
2,997
2,970
2,942
2,912
2,881
2,484
2,815
2,780
2,743
2,706
2,666
2,626
2,585
2,542
2,498
2,453
2,407
2,359
2,311
2,261
2,211
2,159
2,107
2,054
4,051
4,013
3,973
3,932
3,889
3,845
3,800
3,753
3,705
3,656
3,605
3,553
3,499
3,444
3,388
3,330
3,271
3,211
3,149
3,087
3,022
2,957
2,891
2,824
2,755
2,686
2,615
2,544
2,472
2,400
2,326
4,970
4,909
4,847
4,783
4,718
4,652
4,584
4,515
4,444
4,372
4,298
4,223
4,147
4,069
3,990
3,910
3,828
3,745
3,661
3,575
3,489
3,401
3,312
3,223
3,123
3,041
2,949
2,856
2,763
2,670
2,576
7,150
7,030
6,920
6,790
6,670
6,550
6,420
6,300
6,170
6,040
5,910
5,780
5,640
5,510
5,370
5,230
5,100
4,960
4,810
4,670
4,530
4,390
4,240
4,100
3,960
3,810
3,670
3,520
3,380
3,230
3,090
Sumber: Chow, Applied Hydrology:392
Tabel 4-7 Faktor Frekuensi K Untuk Distribusi Log Pearson Type III
Koefisien Asimentri Cs Negatif
Return Periode in Year
Skew 2 5 10 25 50 100 200 1000
coeffisient Exceedence probability
59
Cs or Cw 0,50 0,20 0,10 0,04 0,02 0,01 0,005 0,001
0,0
-0,1
-0,2
-0,3
-0,4
-0,5
-0,6
-0,7
-0,8
-0,9
-1,0
-1,1
-1,2
-1,3
-1,4
-1,5
-1,6
-1,7
-1,8
-1,9
-2,0
-2,1
-2,2
-2,3
-2,4
-2,5
-2,6
-2,7
-2,8
-2,9
-3,0
0,000
0,017
0,033
0,050
0,066
0,083
0,099
0,116
0,132
0,148
0,164
0,180
0,195
0,210
0,225
0,240
0,254
0,268
0,282
0,294
0,307
0,319
0,330
0,341
0,351
0,360
0,368
0,376
0,384
0,390
0,396
0,842
0,846
0,850
0,853
0,855
0,856
0,857
0,857
0,856
0,854
0,852
0,848
0,844
0,838
0,832
0,825
0,817
0,808
0,799
0,788
0,777
0,765
0,752
0,739
0,725
0,711
0,696
0,681
0,666
0,651
0,636
1,282
1,270
1,258
1,245
1,231
1,216
1,200
1,183
1,166
1,147
1,128
1,107
1,086
1,064
1,041
1,018
0,994
0,970
0,945
0,920
0,895
0,869
0,844
0,819
0,795
0,771
0,747
0,724
0,702
0,681
0,666
1,751
1,716
1,680
1,643
1,606
1,567
1,528
1,488
1,448
1,407
1,366
1,324
1,282
1,240
1,198
1,157
1,116
1,075
1,035
0,996
0,959
0,923
0,880
0,855
0,823
0,793
0,764
0,738
0,712
0,683
0,666
2,054
2,000
1,945
1,890
1,834
1,777
1,720
1,663
1,606
1,549
1,492
1,435
1,379
1,324
1,270
1,217
1,166
1,116
1,069
1,023
0,980
0,939
0,900
0,864
0,830
0,798
0,768
0,740
0,714
0,639
0,666
2,326
2,252
2,178
2,104
2,029
1,955
1,880
1,806
1,733
1,660
1,588
1,518
1,449
1,383
1,318
1,256
1,197
1,140
1,087
1,037
0,990
0,946
0,905
0,867
0,832
0,799
0,769
0,740
0,714
0,690
0,670
2,576
2,482
2,388
2,294
2,201
2,108
2,016
1,926
1,837
1,749
1,664
1,581
1,501
1,424
1,351
1,282
1,216
1,155
1,097
1,044
0,995
0,949
0,907
0,869
0,833
0,800
0,769
0,741
0,714
0,90
0,670
3,090
2,950
2,810
2,670
2,530
2,400
2,270
2,140
2,020
1,900
1,790
1,168
1,580
1,480
1,390
1,310
1,240
1,170
1,110
1,050
1,000
0,950
0,910
0,870
0,833
0,800
0,770
0,740
0,714
0,690
0,670
Sumber: Chow, Applied Hydrology:392
4.1.7 Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi
a. Metode Smirnov Kolmogorov
Pemeriksaan uji ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu kebenaran hipotesa
distribusi frekuensi. Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui beberapa hal :
1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan
atau yang diperoleh secara teoritis.
2. Kebenaran hipotesa (diterima / ditolak).
Hipotesa suatu rancangan awal adalah merupakan perumusan sementara mengenai
sesuatu hal yang dibuat dan untuk menjelaskan hal itu diperlukan adanya
60
penyelidikan. Untuk mengadakan pemeriksaan uji tersebut terlebih dahulu harus
diadakan plotting data dari hasil pengamatan di kertas probabilitas dan garis durasi
yang sesuai.
Plotting data pengamatan dan garis durasi pada kertas probabilitas tersebut
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Data curah hujan maksimum harian rerata tiap tahun disusun dari besar ke
kecil
2. Probabilitas dihitung dengan persamaan Weibull sebagai berikut :
P = ( m / (1 + n )) x 100 %
dengan
P = Probabilitas
m = Nomor urut data dari seri yang telah disusun
n = Besarnya data
3. Plot data hujan Xi dan Probabilitas
4. Plot persamaan analisis frekuensi yang sesuai
Nilai Delta kritis untuk uji smirnov dapat dilihat pada Tabel 4-8.
Tabel. 4 - 8 Nilai Delta Kritis Untuk Uji Smirnov - Kolmogorov
n
0.2 0.1 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.67
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.20 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
n > 50
n
22,1
n
36,1
n
63,1
Sumber : Sumber : M.M.A. Shahin, Statistik, Statistical Analysis in
Hydrology
n
07,1
61
b. Chi Square
Dari distribusi (sebaran) Kai - Kuadrat, dengan penjabaran seperlunya, dapat
diturunkan
X2 = (Ef - Of)2 / Ef
dengan
X2 = Harga Chi Square
Ef = Frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai dengan
pembagian kelasnya
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama
Nilai X2 yang terdapat ini harus lebih dari harga X2 cr (Kai - Kuadrat Kritis) pada
Tabel 4 - 9, untuk suatu derajat nyata tertentu (level of significance), yang sering
diambil sebesar 5 %.
Tabel. 4 -9 Harga Chi-Square untuk Chi-Square Test
Degrees of
Freedom
Probability of a
deviation greater than
x2
0,20 0,10 0,05 0,01 0,001
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
1,642
3,219
4,642
5,989
7,289
6,558
9,803
11,030
12,242
13,442
14,631
15,812
16,985
18,151
19,311
20,465
21,615
2,706
4,605
6,251
7,779
9,236
10,645
12,017
13,362
14,684
15,987
17,275
18,549
19,812
21,064
22,307
23,524
24,769
3,841
5,991
7,815
9,488
11,070
12,592
14,067
15,507
16,919
18,307
19,675
21,062
22,362
23,685
24,996
26,296
27,587
6,635
9,210
11,345
13,277
15,086
16,812
18,475
20,090
21,666
23,206
24,725
26,217
27,688
29,141
30,578
32,000
33,409
10,827
13,815
16,268
18465
20,517
22,457
24,322
26,125
27,877
29,588
31,264
32,909
34,528
36,123
37,967
39,252
40,790
62
18
19
20
22,760
23,900
25,038
25,989
27,204
28,412
28,869
30,144
31,410
34,805
36,191
37,566
42,312
43,820
43,315
4.1.8 Intensitas Hujan
Intensitas curah hujan rencana atau probabilitas intensitas hujan maksimum yang
terjadi pada periode ulang tertentu dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe
yaitu:
3
2
24 24
24
cT
RI
dengan :
I = intensitas hujan (mm/jam)
R = curah hujan maksimum yang terjadi selama 24 jam (mm)
Tc = waktu konsentrasi (time of consentration)
Sedangkan untuk mendapatkan persamaan lengkung IDF dipakai cara kwadrat
terkecil ( least Square ) dari 3 (tiga) jenis metode yang umum dipakai yaitu :
a. Jenis I : Prof. Talbot
bt
aI
b. Jenis II : Sherman
nt
aI
c. Jenis III : Dr. Ishiguro
bt
aI
Dari ketiga persamaan tersebut didapatkan lengkung kurva intensitas hujan (kurva
IDF) aadalah seperti berikut (gambar 5.2 dan gambar 5.3), dan hasil selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran analisa hidrologi.
63
4.2 Analisis Debit Rencana
Perhitungan Debit Rencana menggunakan rumus Rasional adalah sebagai berikut :
AICQ ...278,0
dengan :
Q = debit rencana (m3/detik)
C = koefisien pengaliran/limpasan
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran/area (km2)
Berdasarkan alternatif jaringan drainase terpilih dilakukan perhitungan debit banjir
rencana. Untuk saluran sekunder digunakan intensitas hujan dengan periode ulang 5
tahun, sedangkan untuk saluran tersier menggunakan periode ulang 2 tahun.
Perhitungan kapasitas saluran tersebut dilakukan dengan memperhatikan koefisien
kekasaran manning, bentuk penampang saluran, prinsip-prinsip saluran terbuka
yang didasarkan pada skema sistem jaringan.
Parameter yang menentukan dalam perhitungan debit adalah sebagai berikut ;
64
i. Daerah Pengaliran
Daerah pengaliran merupakan daerah cakupan hujan yang terjadi didalam daerah
pengaliran. Penentuan daerah pengaliran sangat tergantung dari kontur permukaan.
ii. Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi persatuan waktu, dimana
air tersebut terkosentrasi.
iii. Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran adalah suatu variable yang didasarkan pada kondisi daerah
pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut.
Tabel 4-10 Koefisien Pengaliran
Character of surface Return Period (years)
2 5 10 25 50 100 500
Developed
Asphaltic
Concrete/roof
Grass areas (lawns,parks,etc)
Poor Condition (grass cover less
than 50 % of area)
Flat, 0-2%
Average, 2 – 7%
Step,over 7%
Fair condition (grass cover on 50
% to 70 % of the area)
Flat, 0-2%
Average, 2 – 7%
Step,over 7%
Good condition (grass cover larger
than 75 % of the area)
Flat, 0-2%
Average, 2 – 7%
Step,over 7%
Undeveloped
Cultivated Land
Flat, 0-2%
Average, 2 – 7%
Step,over 7%
Pasture/Range
Flat, 0-2%
Average, 2 – 7%
Step,over 7%
0.73
0.75
0.32
0.37
0.40
0.25
0.33
0.37
0.21
0.29
0.34
0.31
0.35
0.39
0.25
0.33
0.37
0.77
0.80
0.34
0.40
0.43
0.28
0.36
0.40
0.23
0.32
0.37
0.34
0.38
0.42
0.28
0.36
0.40
0.81
0.83
0.37
0.43
0.45
0.30
0.38
0.42
0.25
0.35
0.40
0.36
0.41
0.44
0.30
0.38
0.42
0.86
0.88
0.40
0.46
0.49
0.34
0.42
0.46
0.29
0.39
0.44
0.40
0.44
0.48
0.34
0.42
0.46
0.90
0.92
0.44
0.49
0.52
0.37
0.45
0.49
0.32
0.42
0.47
0.43
0.48
0.51
0.37
0.45
0.49
0.95
0.97
0.47
0.53
0.55
0.41
0.49
0.53
0.36
0.46
0.51
0.47
0.51
0.54
0.41
0.51
0.54
1.00
1.00
0.58
0.61
0.60
0.49
0.56
0.58
0.49
0.56
0.58
0.57
0.60
0.61
0.53
0.58
0.60
65
Forest/Woodland
Flat, 0-2%
Average, 2 – 7%
Step,over 7%
0.22
0.31
0.35
0.25
0.34
0.39
0.28
0.36
0.41
0.31
0.40
0.45
0.35
0.43
0.48
0.39
0.47
0.52
0.48
0.56
0.58
Sumber : Applied Hidrology (Ven Te Chow, 1988)
4.2.1 Analisis Koefisien Run-Off
Koefisien pengaliran dari suatu bidang tanah/suatu daerah tergantung dari: Tata
guna tanah, kepadatan penduduk,struktur geologi tanah
Besar koefisien pengaliran rata-rata dari suatu wilayah dapat dihitung sebagai
berikut:
i
ii
AAA
ACACAC
..............
.........
21
2211
Keterangan :
C = koefisien pengaliran
A = luas wilayah pengaliran
Sedangkan penentuan koefisien Run-Off campuran untuk kawasan dapat dengan
menggunakan persamaan :
)1( 00 CNCCn
Dimana :
Cn = Koef. Run off saat ini
C0 = Koef. Run off awal; untuk daerah studi diambil = 0,05
N = Prosentase lahan yang tidak tertutup bangunan
4.2.2 Distribusi Hujan
Perhitungan distribusi/sebaran hujan jam-jaman digunakan metode dari
Mononobe dengan persamaan sebagai berikut:
3
2
24
T
t
T
RRt
dengan :
66
Rt = intensitas hujan hujan rata-rata dalam t jam
(mm/jam)
R24 = curah hujan efektif dalam 1 hari
t = waktu konsentrasi (jam)
T = waktu mulai hujan (jam)
4.2.3 Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah
pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut.
Adapun kondisi dan karakteristik yang dimaksud adalah :
1. Keadaan hujan
2. Luas dan bentuk daerah aliran
3. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai
4. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
5. Kebasahan tanah
6. Suhu udara dan angin serta evaporasi dan
7. Tata guna tanah
Koefisien pengaliran yang disajikan pada tabel berikut, didasarkan dengan suatu
pertimbangan bahwa koefisien tersebut sangat tergantung pada faktor - faktor
fisik.
Tabel 4-11 Angka Koefisien Pengaliran
KONDISI DAS
KOEFISIEN
PENGALIRAN
(C)
Pegunungan Curam 0,75 – 0,90
Pegunungan Tersier 0,70 – 0,80
Tanah berelief berat dan berhutan kayu 0,50 – 0,75
Dataran pertanian 0,45 – 0,60
Dataran sawah irigasi 0,70 – 0,80
Sungai di pegunungan 0,75 – 0,85
Sungai di dataran rendah 0,45 – 0,75
Sungai besar yang sebagian alirannya berada di
dataran rendah 0,50 – 0,75
67
Kemudian Dr. Kawakami menyusun sebuah rumus yang mengemukakan bahwa untuk
sungai-sungai tertentu koefisien itu tidak tetap, tetapi berbeda-beda tergantung curah
hujan.
f = 1 - R’ / Rt = 1 – f 1
dengan :
f = koefisien pengaliran
f1 = laju kehilangan = t / Rs
Rt = jumlah curah hujan (mm)
R’ = kehilangan curah hujan
t, s = tetapan
Berdasarkan jabaran rumus tersebut diatas, maka tetapan nilai koefisien pengaliran,
seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4 - 12 Distribusi Curah Hujan Jam-Jaman
No. Daerah Kondisi Sungai Curah Hujan Rumus Koef.
Pengaliran
Hulu f = 1 - 15.7/Rt 3/4
2 Tengah Sungai biasa f = 1 - 5.65/ Rt 3/4
3 Tengah Sungai di Zone Lava Rt 200 mm f = 1 - 7.2/ Rt 3/4
4 Tengah Rt 200 mm f = 1 - 3.14/ Rt 3/4
5 Hilir f = 1 - 6.6/ Rt 3/4
4.2.4 Hujan Netto
Hujan netto adalah hujan total yang menghasilkan limpasan langsung (direct run -
off). Limpasan langsung ini terdiri atas limpasan permukaan (surface run - off) dan
interflow (air yang masuk kedalam lapisan tipis dibawah permukaan tanah dengan
permeabilitas rendah, yang keluar lagi ditempat yang lebih rendah dan berubah
menjadi limpasan permukaan).
Dengan menganggap bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung
mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan netto (Rn) dapat
dinyatakan sebagai berikut :
68
Rn = C x R
dengan
Rn = Hujan netto
C = Koefisien limpasan
R = Intensitas curah hujan
4.2.5 Hidrograf Satuan Nakayasu
Penggunaan metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu, diperlukan beberapa
karakteristik parameter daerah alirannya, seperti :
1. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time to peak
magnitute).
2. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time log).
3. Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph).
4. Luas daerah aliran.
5. Panjang aluran sungai utama terpanjang (length of the longest channel) dan
6. Koefisien pengaliran.
Persamaan umum hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut
(Soemarto, 1987), dan dikoreksi untuk nilai waktu puncak banjir dikalikan 0,75 dan
debit puncak banjir dikalikan 1,2 untuk penyesuaian dengan kondisi di Indonesia.
Rumus dari hidrograf satuan Nakayasu adalah :
Qp = 3,0p T0,3T3,6
RoA1,2
dimana :
Qp = Debit puncak banjir (m3 / det)
Ro = Hujan satuan (mm)
TP = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai
menjadi 30 % dari debit puncak
Untuk menentukan Tp dan T0,3, digunakan pendekatan rumus, sebagai berikut :
69
Tp = Tg + 0,8 Tr
T0,3 = x Tg
→ Untuk daerah pengaliran biasa α = 2
→ Untuk hidrograf dengan lengkung naik lambat dan lengkung turun cepat α = 1.5
Untuk hidrograf naik cepat dan turun lambat α = 3
Tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam).
Tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
- Sungai dengan panjang lebih dari 15 km, maka
Tg = 0,40 + 0,058 L
- Sungai dengan panjang kurang dari 15 km, maka
Tg = 0,21 L 0,70
a = Parameter hidrograf
tr = Satuan waktu hujan (1 jam)
Persamaan satuan hidrograf adalah :
- Pada waktu naik
0 t Tp
Qt =
2,4
PT
tQmaks
- Pada kurva turun :
0 t (Tp + T0,3)
Qt =
3,03,0T
Tt
p
p
Q
(Tp + T0,3 (Tp + T0,3 + T0,32)
Qt =
3,0
3,0
5,13,0
T
TTt
p
p
Q
70
t (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
Qt =
t
pQ 3,0
Rumus tersebut diatas merupakan rumus empiris, oleh karena itu dalam penerapannya
terhadap suatu daerah aliran harus didahului dengan pemilihan parameter yang sesuai
dengan Tp, dan pola distribusi hujan agar didapatkan suatu pola hidrograf yang
mendekati dengan hidrograf banjir yang diamati.
Hydrograph banjir dengan berbagai periode ulang untuk saluran pembuangan utama
Tukad Dasong dan saluran primer pada system drainase kawasan Pancasari dapat
dilihat pada table dan gambar berikut ini.
Tabel 4-14. Hydrograph banjir Tukad Dasong dengan berbagai periode Ulang.
Waktu
No
1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2 1.00 13.55 55.40 67.42 77.53 83.14 94.98 107.19
3 2.00 12.45 50.91 61.96 71.25 76.40 87.29 98.51
4 3.00 8.59 35.13 42.76 49.17 52.72 60.24 67.98
5 4.00 4.17 17.03 20.73 23.84 25.56 29.20 32.95
6 5.00 2.35 9.60 11.69 13.44 14.41 16.47 18.58
7 6.00 1.42 5.81 7.07 8.13 8.71 9.96 11.24
8 7.00 0.89 3.65 4.45 5.11 5.48 6.27 7.07
9 8.00 0.56 2.31 2.81 3.23 3.47 3.96 4.47
10 9.00 0.36 1.46 1.78 2.04 2.19 2.50 2.82
11 10.00 0.23 0.92 1.12 1.29 1.38 1.58 1.78
12 11.00 0.14 0.58 0.71 0.82 0.87 1.00 1.13
13 12.00 0.09 0.37 0.45 0.52 0.55 0.63 0.71
14 13.00 0.06 0.23 0.28 0.33 0.35 0.40 0.45
15 14.00 0.04 0.15 0.18 0.21 0.22 0.25 0.28
16 15.00 0.02 0.09 0.11 0.13 0.14 0.16 0.18
17 16.00 0.01 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 0.11
18 17.00 0.01 0.04 0.05 0.05 0.06 0.06 0.07
19 18.00 0.01 0.02 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05
20 19.00 0.00 0.01 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03
21 20.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02
22 21.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01
24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Q10 Q20 Q25 Q50 Q100T Q2 Q5
Periode Ulang
71
72
Tabel 4-15. Hydrograph banjir Saluran Primer (P 2) dengan berbagai periode Ulang
Waktu
No
1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2 1.00 8.66 35.42 43.10 49.57 53.15 60.73 68.53
3 2.00 8.15 33.30 40.53 46.60 49.98 57.10 64.44
4 3.00 5.69 23.24 28.29 32.53 34.88 39.85 44.97
5 4.00 2.84 11.62 14.13 16.25 17.43 19.91 22.47
6 5.00 1.62 6.61 8.05 9.25 9.92 11.33 12.79
7 6.00 0.99 4.06 4.95 5.69 6.10 6.97 7.87
8 7.00 0.64 2.60 3.17 3.64 3.91 4.47 5.04
9 8.00 0.41 1.69 2.06 2.36 2.54 2.90 3.27
10 9.00 0.27 1.10 1.33 1.53 1.64 1.88 2.12
11 10.00 0.17 0.71 0.86 0.99 1.07 1.22 1.37
12 11.00 0.11 0.46 0.56 0.64 0.69 0.79 0.89
13 12.00 0.07 0.30 0.36 0.42 0.45 0.51 0.58
14 13.00 0.05 0.19 0.24 0.27 0.29 0.33 0.38
15 14.00 0.03 0.13 0.15 0.18 0.19 0.22 0.24
16 15.00 0.02 0.08 0.10 0.11 0.12 0.14 0.16
17 16.00 0.01 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10
18 17.00 0.01 0.03 0.04 0.05 0.05 0.06 0.07
19 18.00 0.01 0.02 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04
20 19.00 0.00 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.03
21 20.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02
22 21.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01
24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Q10 Q20 Q25 Q50 Q100T Q2 Q5
Periode Ulang
73
74
Tabel 4-16. Hydrograph banjir Saluran Primer (P 3) dengan berbagai periode Ulang
Waktu
No
1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2 1.00 7.43 30.36 36.95 42.48 45.56 52.05 58.74
3 2.00 6.54 26.75 32.55 37.43 40.14 45.86 51.76
4 3.00 4.34 17.73 21.57 24.81 26.60 30.39 34.30
5 4.00 1.97 8.04 9.79 11.25 12.07 13.79 15.56
6 5.00 1.06 4.32 5.25 6.04 6.48 7.40 8.35
7 6.00 0.60 2.46 2.99 3.44 3.69 4.22 4.76
8 7.00 0.35 1.43 1.75 2.01 2.15 2.46 2.78
9 8.00 0.20 0.84 1.02 1.17 1.26 1.43 1.62
10 9.00 0.12 0.49 0.59 0.68 0.73 0.84 0.94
11 10.00 0.07 0.28 0.35 0.40 0.43 0.49 0.55
12 11.00 0.04 0.17 0.20 0.23 0.25 0.28 0.32
13 12.00 0.02 0.10 0.12 0.14 0.15 0.17 0.19
14 13.00 0.01 0.06 0.07 0.08 0.08 0.10 0.11
15 14.00 0.01 0.03 0.04 0.05 0.05 0.06 0.06
16 15.00 0.00 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.04
17 16.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02
18 17.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
19 18.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01
20 19.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
21 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22 21.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Periode Ulang
T Q2 Q5 Q10 Q20 Q25 Q50 Q100
75
76
Tabel 4-17. Hydrograph banjir Saluran Primer (P 4) dengan berbagai periode Ulang
Waktu
No
1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2 1.00 4.56 18.65 22.70 26.10 27.99 31.98 36.09
3 2.00 3.93 16.08 19.56 22.50 24.12 27.56 31.10
4 3.00 2.50 10.21 12.42 14.28 15.32 17.50 19.75
5 4.00 1.06 4.34 5.28 6.07 6.51 7.44 8.39
6 5.00 0.53 2.18 2.66 3.05 3.27 3.74 4.22
7 6.00 0.29 1.17 1.42 1.64 1.76 2.01 2.26
8 7.00 0.15 0.63 0.76 0.88 0.94 1.08 1.22
9 8.00 0.08 0.34 0.41 0.47 0.51 0.58 0.65
10 9.00 0.04 0.18 0.22 0.25 0.27 0.31 0.35
11 10.00 0.02 0.10 0.12 0.14 0.15 0.17 0.19
12 11.00 0.01 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10
13 12.00 0.01 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05 0.05
14 13.00 0.00 0.02 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03
15 14.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02
16 15.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
17 16.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
18 17.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
19 18.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20 19.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
21 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22 21.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Periode Ulang
T Q2 Q5 Q10 Q20 Q25 Q50 Q100
77
78
Tabel 4-18. Hydrograph banjir Saluran Primer (P 4) dengan berbagai periode Ulang
Waktu
No
1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2 1.00 4.56 18.65 22.70 26.10 27.99 31.98 36.09
3 2.00 3.93 16.08 19.56 22.50 24.12 27.56 31.10
4 3.00 2.50 10.21 12.42 14.28 15.32 17.50 19.75
5 4.00 1.06 4.34 5.28 6.07 6.51 7.44 8.39
6 5.00 0.53 2.18 2.66 3.05 3.27 3.74 4.22
7 6.00 0.29 1.17 1.42 1.64 1.76 2.01 2.26
8 7.00 0.15 0.63 0.76 0.88 0.94 1.08 1.22
9 8.00 0.08 0.34 0.41 0.47 0.51 0.58 0.65
10 9.00 0.04 0.18 0.22 0.25 0.27 0.31 0.35
11 10.00 0.02 0.10 0.12 0.14 0.15 0.17 0.19
12 11.00 0.01 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10
13 12.00 0.01 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05 0.05
14 13.00 0.00 0.02 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03
15 14.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02
16 15.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
17 16.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
18 17.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
19 18.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20 19.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
21 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22 21.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Periode Ulang
T Q2 Q5 Q10 Q20 Q25 Q50 Q100
79
80
Tabel 4-19. Hydrograph banjir Saluran Primer (P 5) dengan berbagai periode Ulang
Waktu
No
1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2 1.00 4.88 19.95 24.28 27.92 29.93 34.20 38.60
3 2.00 4.22 17.26 21.00 24.15 25.89 29.58 33.39
4 3.00 2.70 11.03 13.43 15.44 16.56 18.91 21.35
5 4.00 1.16 4.74 5.77 6.64 7.12 8.13 9.17
6 5.00 0.59 2.41 2.94 3.38 3.62 4.14 4.67
7 6.00 0.32 1.31 1.59 1.83 1.96 2.24 2.53
8 7.00 0.17 0.71 0.87 1.00 1.07 1.22 1.38
9 8.00 0.09 0.39 0.47 0.54 0.58 0.66 0.75
10 9.00 0.05 0.21 0.26 0.30 0.32 0.36 0.41
11 10.00 0.03 0.12 0.14 0.16 0.17 0.20 0.22
12 11.00 0.02 0.06 0.08 0.09 0.09 0.11 0.12
13 12.00 0.01 0.03 0.04 0.05 0.05 0.06 0.07
14 13.00 0.00 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.04
15 14.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02
16 15.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
17 16.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01
18 17.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
19 18.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20 19.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
21 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22 21.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Periode Ulang
T Q2 Q5 Q10 Q20 Q25 Q50 Q100
81
82
Tabel 4-20. Hydrograph banjir Saluran Primer (P 6) dengan berbagai periode Ulang
Waktu
No
1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2 1.00 5.22 21.33 25.95 29.85 32.00 36.56 41.26
3 2.00 4.45 18.19 22.14 25.46 27.30 31.19 35.20
4 3.00 2.79 11.42 13.90 15.98 17.14 19.58 22.10
5 4.00 1.15 4.71 5.73 6.59 7.07 8.08 9.12
6 5.00 0.56 2.30 2.79 3.21 3.44 3.93 4.44
7 6.00 0.29 1.19 1.44 1.66 1.78 2.03 2.29
8 7.00 0.15 0.61 0.75 0.86 0.92 1.05 1.19
9 8.00 0.08 0.32 0.39 0.44 0.48 0.54 0.61
10 9.00 0.04 0.16 0.20 0.23 0.25 0.28 0.32
11 10.00 0.02 0.08 0.10 0.12 0.13 0.14 0.16
12 11.00 0.01 0.04 0.05 0.06 0.07 0.07 0.08
13 12.00 0.01 0.02 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04
14 13.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02
15 14.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
16 15.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01
17 16.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
18 17.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
19 18.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20 19.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
21 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22 21.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
23 22.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
24 23.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
25 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Q10 Q20 Q25 Q50 Q100T Q2 Q5
Periode Ulang
83
84
BAB V
RENCANA SISTEM DRAINASE
5.1. Pembagian Sistem Drainase
Beberapa sungai yang terdapat di wilayah studi sangat membantu dalam pengaliran
air dari beberapa sub daerah tangkapan air dalam 1 (satu) sistem pembuangan utama
drainase. Pembuangan saluran drainase pada sub sistem (primer,sekunder) menuju
sungai atau langsung ke laut. Dalam wilayah perencanaan perlu dibuat pembagian
sistem drainase yang berdasarkan pola aliran airnya.
Maksud dari direncanakannya pembagian sistem drainase adalah sebagai berikut :
- Dengan pembagian sistem drainase wilayah perencanaan terdapat pola aliran yang
jelas antara pembuangan utama, pembuangan sekunder dan pembuangan tersier.
- Pola aliran yang terdapat dalam sistem dan subsistem dapat menjawab persoalan-
persoalan banjir pada saat ini dan dimasa-masa yang akan datang.
- Mempermudah dalam menentukan besaran-besaran dalam sistem dan subsistem
seperti : luas daerah tangkapan, dimensi saluran sekunder.
5.2. Kriteria Perencanaan
Kriteria dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam membuat Perencanaan Rencana
Induk Sistem Drainase adalah sebagai berikut :
- Setiap sistem drainase didasarkan atas daerah aliran (watershed) yang tercakup
dalam sistem drainase.
- Frekuensi banjir untuk pembuangan utama adalah sekali dalam 25 tahun (Q 25 ) atau
dengan probabilitas kejadian 4 % setiap tahun.
- Frekuensi banjir saluran untuk pembuangan primer adalah sekali dalam 10 tahun
sekali atau dengan probobalias 10 % setiap tahun
- Frekuensi banjir saluran untuk pembuang sekunder adalah sekali dalam 5 tahun (Q
5 ) atau dengan probabilitas kejadian 20 % setiap tahun.
- Bentuk penampung saluran untuk pembuang utama adalah trapesium sedangkan
untuk pembuang sekunder adalah trapesium, empat persegi atau kombinasi segi
empat dengan segitiga atau setengah lingkaran.
85
5.3. Rencana Sistem Drainase
Pembagian sistem dalam wilayah studi sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah antara
lain :
a. Topografi
Kondisi topografi sangat penting dalam penentuan pembagian sistem drainase dan
dari peta topografi dapat ditentukan dengan jelas batas daerah pelayanan pada masing
– masing sistem drainase.
b. Pola Aliran
Pola aliran sistem drainase secara alamiah mengikuti kemiringan topografi.
c. Kondisi Drainase Eksisting
Kondisi saluran pembuangan utama eksisting sangat diperlukan dalam perencanaan
untuk mengetahui apakah cukup mampu mengalirkan debit banjir rencana.
Kondisi saluran drainase eksisting yang dimaksud, antara lain ;
- Ukuran / dimensi penampang sungai utama.
- Perkembangan daerah pemukiman di sekitar daerah aliran sungai.
- Pemukiman di sekitar daerah aliran sungai perlu diperhatikan mengenai sepadan
sungai, sehingga fungsi sungai tetap bisa dipertahankan.
- Dasar sungai apakah terjadi pendangkalan, erosi, atau masih alami.
Saluran Pembuangan Utama
Saluran yang berfungsi sebagai pembuangan utama / primer adalah sungai / tukad
yang ada di wilayah perencanaan yang cukup berpotensi untuk menampung dan
mengalirkan air buangan dari saluran sekunder serta limpasan permukaan yang ada
pada daerah tangkapan sungai tersebut. Sungai – sungai yang berfungsi sebagai
pembuangan utama yang ada di wilayah studi perlu untuk diketahui jumlahnya dan
dari masing – masing sungai utama akan terbentuk sistem drainase dan pola aliran
tertentu, dengan batas – batas yang jelas sesuai dengan topografi.
Saluran Pembuangan Primer
Fungsi dari saluran primer adalah untuk menampung air drainase sekunder serta
limpasan air permukaan yang ada untuk diteruskan ke drainase utama ( sungai).
86
Saluran Pembuangan Sekunder
Fungsi dari saluran sekunder adalah untuk menampung air drainase tersier serta
limpasan air permukaan yang ada untuk diteruskan ke drainase utama ( sungai ).
Saluran Pembuangan Tersier.
Fungsi saluran tersier adalah untuk meneruskan pengaliran air buangan maupun air
limpasan permukaan menuju ke pembuangan sekunder. Data mengenai kondisi saluran
tersier tidak begitu banyak diperlukan dalam perencanaan sistem pembuangan air
hujan. Banjir yang terjadi pada saluran tersier bersifat setempat, sedangkan banjir pada
saluran sekunder dan saluran pembuangan utama akan membawa dampak yang luas
bagi kehidupan masyarakat baik yang menyangkut social, ekonomi, maupun kesehatan.
Gambar 5.1 Sistem Drainase Perkotaan
1. Rencana Sistem Drainase Makro
Hampir semua aliran permukaan di Kawasan Pancasari menuju pembuangan akhir
Danau Buyan. Berdasarkan survei lapangan dan peta dasar Bakorstanal diinventarisasi
bahwa sebagai pembuang utama adalah Tukad/Sungai Dasong. Sungai/Tukad Dasong
berada pada bagian barat wilayah Desa Pancasari dengan kondisi daerah tangkapan
dengan vegetasi yang alami. Dibagian hulu dan tengah daerah tangkapan air (DAS)
dengan kemiringan yang relatif besar dan kondisi vegetasi tetap dilestarikan dan harus
ada upaya konservasi tanaman yang memberikan supply air baku dengan kualitas baik.
87
Pada kawasan Pancasari juga terdapat saluran pembuang air hujan/pangkung juga
semua pembuangan akhir menuju Danau Buyan.
a. Saluran Pembuangan Utama
Saluran pembuangan utama yang terdapat pada kawasan Pancasari adalah
Sungai/Tukad Dasong. Daerah tangkapan air (DAS) Tukad/Sungai Dasong adalah
bagian barat wilayah Pancasari dengan kondisi vegetasi cukup bagus.
b. Saluran Primer
Sebagai saluran primer di kawasan Pancasari terdapat 7 (tujuh) pangkung yang
menampung air hujan dan pembuangan akhir menuju Danau Buyan. Saluran primer
yang dimaksud adalah 1 (satu) saluran primer yangt terdapat di tengah lapangan golf
Bali Handara, 2 (dua) saluran primer yang aliran keluar di dekat hotel Pancasari dan
dekat pasar banjar Peken. Sedangkan 4 (empat) saluran primer terdapat di sebelah
barat dusun Sari Tengah sampai perbatasan DAS Tukad Sadong.
Saluran primer yang menuju depan Hotel Pancasari saat ini sudah dibuatkan sodetan
sebelah barat jalan utama Denpasar – Singaraja dan pembuangan akhir menuju Danau
Buyan. Pembuatan sodetan ini bertujuan untuk memudahkan aliran air hujan menuju
pembuangan akhir. Permasalahan utama banjir pada tahun belakangan ini adalah
aliran lumpur sehingga pengaliran menjadi terganggu dan beban saluran menjadi
berat.
2. Rencana Sitem Drainase Mikro
Berdasarkan survei lapangan dan peta dasar Bakorstanal dilakukan penetapan saluran
pembuangan utama dan saluran primer. Kawasan studi Pancasari hanya terdapat satu
pembuangan utama yakni Tukad/Sungai Dasong dan beberapa pangkung kering yang
berfungsi sebagai saluran primer. Pembuangan akhir dari Tukad/Sungai Dasong dan
beberapa saluran primer mengarah ke Danau Buyan.
Besarnya aliran permukaan dan disertai dengan lumpur/erosi permukaan
menyebabkan fungsi saluran drainase agak terganggu dan kuantitas air baku Danau
Buyan menurun. Kondisi eksisting yang demikian menyebabkan penanganan drainase
kawasan Pancasari lebih ditonjolkan penanganan drainase dengan konsep ekologi dan
penanganan daerah tangkapan (DAS) secara vegetatif. Pemanfaatan lahan terutama
dengan kemiringan yang lebih dari 20o perlu dilakukan evaluasi terhadap pemanfaatan
88
lahan yang sekarang yakni tanaman sayur, bunga. Lahan dengan kondisi kemiringan
lebih dari 200 harus dengan tanaman keras sehingga proses erosi lahan dapat
dihindarkan.
a. Saluran Sekunder
Saluran sekunder yang terdapat di kawasan Pancasari adalah sebagai berikut :
- Saluran sekunder jalan utama Denpasar – Singaraja menuju saluran primer depan hotel
Pancasari.
- Saluran sekunder jalan Kedangsong
- Saluran sekunder yang pembuangan menuju saluran primer dan saluran ini terdapat di
sebelah barat Dusun Peken.
b. Saluran Tersier
Saluran tersier yang terdapat pada kawasan Pancasari berupa saluran yang menerima
limpasan air hujan dari permukiman. Saluran tersier permukiman ini menuju saluran
sekunder terdekat. Penataan saluran tersier pada studi ini tidak banyak dibahas karena
tidak begitu besar memeberikan dampak terhadap bahaya banjir/genangan kawasan.
89
Gambar 5.1 Saluran Pembuangan Drainase Eksisting Kawasan Pancasari (Peta Bakorstanal)
90
Gambar 5. Sistem Drainase Saluran Pembuangan Drainase Eksisting Kawasan Pancasari (Peta Bakorstanal)
91
5.4 Rencana Pola Aliran
1. Rencana Pola Aliran Saluran Drainase Makro
Pembagian sistem drainase didasarkan pada pertimbangan batas daerah tangkapan air
wilayah sungai. Dalam wilayah studi Pancasari pembagian sistem darianse didasarkan
pada luas daerah tangkapan dan potensi sumber air permukaan yang dialirkan. Adapun
rencana pola aliran saluran drainase makro terdiri dari :
a. Saluran Pembuangan Utama
Sebagai saluran pembuangan utama adalah sungai/tukad Dasong. Sungai/tukad
Dasong dengan daerah tangkapan yang mempunyai vegetasi yang cukup bagus.
Sungai/tukad Dasong terletak bagian barat wilayah Pancasari dan pembuangan akhir
menuju Danau Buyan.
b. Saluran Primer
Yang berfungsi sebagai saluran primer berupa pangkung kecil yang berjumlah 7
(tujuh) dan semua pembuangannya menuju danau Buyan. Adapun saluran primer yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
- 1 (satu) saluran primer yangt terdapat di tengah lapangan golf Bali Handara,
- 2 (dua) saluran primer yang aliran keluar di dekat hotel Pancasari dan dekat pasar
banjar Peken
- 4 (empat) saluran primer terdapat di sebelah barat dusun Sari Tengah sampai
perbatasan DAS Tukad Sadong.
2. Rencana Pola Aliran Saluran Drainase Mikro
Perencanaan drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan
sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep pembangunan yang
berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan usaha konservasi
sumber daya air yang pada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya lebih
banyak meresap kedalam tanah dan tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan,
antara lain dengan membuat: bangunan resapan buatan, kolam tandon, penataan
lansekap dan sengkedan.
Terdapat beberapa permasalahan drainase yang perlu dikaji dalam tingkat mikro adalah
sebagai berikut :
Kondisi saluran drainase eksisting
92
Fungsi saluran drainase eksisting perlu dikaji secara menyeluruh termasuk batasan
– batasan daerah pelayanan berdasarkan topografi permukaan dan pola aliran.
Saluran yang ada apakah berfungsi sebagai saluran drainase atau saluran pembawa
air irgasi. Saluran drainase berfungsi menampung air permukaan, kemudian
dialirkan pada sistem pembuangan drainase dan elevasi dasar saluran dibawah
elevasi permukaan batas pelayanan. Sedangkan saluran irigasi berada di punggung
sebagai pembawa air irgasi dan fungsi saluran ini bertentangan dengan saluran
drainase.
Dimensi Penampang
Dimensi penampang saluran drainase eksisting sangat diperlukan untuk
mengevaluasi kapasitas aliran apakah mampu mengalirkan debit banjir rencana
dengan periode ulang tertentu sesuai fungsi saluran. Disamping itu bentuk
penampang perlu dilakukan survey sebagai bahan pertimbangan didalam nantinya
merencanakan saluran. Pemilihan bentuk penampang erat kaitannya dengan
kemiringan topografi dan kemudahan dalam pengglontoran.
Topografi Permukaan
Kemiringan permukaan pada wilayah perencanaan sangat menentukan didalam
pemilihan bahan / konstruksi saluran. Kemiringan topografi yang cukup besar akan
semakin besar pula kecepatan aliran yang berpengaruh pada stabilitas dinding
dan dasar saluran. Kondisi geologi pada daerah perencanaan menentukan pula jenis
konstruksi yang akan diterapkan.
Tata Guna Lahan
Pemanfaatan lahan yang terdapat di wilayah perencanaan sangat menentukan
pengambilan nilai run off coefficients. Besarnya nilai koefisien run off merupakan
parameter yang sangat penting didalam menghitung debit banjir rencana.
Pengambilan koefisien run off yang terlalu besar menyebabkan hasil perhitungan
debit banjir yang over estimated, mengakibatkan konstruksi terlalu mahal.
Rencana pola aliran sistem pembuangan saluran sekunder menggunakan pendekatan
daerah tangkapan (DAS) pada suatu sistem pembuangan utama. Rencana pola aliran ini
93
sangat penting didalam penentuan besaran sistem seperti ; luas daerah tangkapan,
dimensi saluran, dan panjang saluran. Pola aliran saluran sekunder yang direncanakan
sebagai antisipasi penanganan banjir saat ini maupun yang akan datang.
94
Gambar 5.3 Rencana Pola Aliran Saluran Drainase
95
Gambar 5.4 Rencana Penanganan Sistem Drainase Kawasan Pancasari
SALURAN PEMBUANGAN UTAMA
SALURAN PRIMER
SALURAN SEKUNDER
SODETAN
KANTONG LUMPUR
EMBUNG KECIL
96
Gambar 5.5 Dimensi Saluran Drainase Eksisting
B (m) 0.70
H (m) 0.63
B (m) 0.90
H (m) 1.20
B (m) 1.50
H (m) 1.50
B (m) 0.30
H (m) 0.20
B (m) 0.60
H (m) 0.30
B (m) 0.45
H (m) 0.25
B (m) 0.95
B (m) 0.45 H (m) 0.80
H (m) 0.30
B (m) 0.30
H (m) 0.35
DIMENSI
DIMENSI SAL. SEKUNDER
DIMENSI SAL.TERSIER
DIMENSI SAL.PRIMER
DIMENSI SAL.TERSIER
DIMENSI SAL. TERSIER
DIMENSI SAL. TERSIER
DIMENSI SAL.TERSIER
DIMENSI SAL.TERSIER
JALAN ANJANI
+ 1255+ 1363
+ 1277 + 1254JALAN DALEM PED
JALAN MARUTI+ 1229 + 1256
+ 1254 + 1268JALAN MENUJU BALI HANDARA GOLF
+ 1257JALAN MANGKU DALEM+ 1282
+ 1257 HOTEL PANCASARI + 1251
+ 1251 JALAN KRESNA + 1248
JALAN ANGGADA + 1241+ 1247
JALAN PASAR
JALAN KEDANGSONG
+ 1250+ 1256
+ 1224 + 1247
+ 1229
+ 1229
JALAN BUYAN+ 1227
97
5.5 Rencana Penanganan Banjir
1. Umum
Pada suatu daerah perlu dibuat sistem pengendalian yang baik dan efisien, dengan
memperhatikan kondisi yang ada dan pengembangan pemanfaatan sumber air
mendatang. Pada penyusunan sistem pengendalian banjir perlu adanya evaluasi dan
analisis atau memperhatikan hal-hal yang meliputi antara lain:
- Analisis cara pengendalian banjir yang ada pada daerah tersebut/yang sedang
berjalan.
- Evaluasi dan analisis daerah genangan banjir, termasuk data kerugian akibat
banjir.
- Evaluasi dan analisis tata guna tanah di daerah studi, terutama di daerah
bawah/dataran banjir.
- Evaluasi dan analisis daerah pemukiman yang ada maupun perkembangan yang
akan datang.
- Memperhatikan potensi dan pengembangan sumber daya air di masa mendatang.
- Memperhatikan pemanfaatan sumber daya air yang ada termasuk bangunan yang
ada.
Perencanaan sistem pengendalian dengan memperhatikan hal-hal tersebut harus
disesuaikan dengan kondisi yang ada (existing) mulai dari dari hulu sampai hilir sungai
sehingga semua perencanaan sedapat mungkin dapat terlaksana yang dituangkan pada
rencana pengendalian banjir. Rentang waktu perencanaan dan pelaksanaan tidak
terlalu lama mengingat sifat sungai yang dinamis.
Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang
penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang paling
optimal.
Kegiatan pengendalian banjir menurut lokasi/daerah pengendaliannya dapat
dikelompokkan menjadi dua:
- Bagian hulu: yaitu dengan membangun dam pengendali banjir yang dapat
memperlambat waktu tiba banjir dan menurunkan besarnya debit banjir,
pembuatan waduk lapangan yang dapat merubah pola hidrograf banjir dan
penghijauan di Daerah Aliran Sungai.
98
- Bagian hilir: yaitu dengan melakukan perbaikan alur sungai dan tanggul, sudetan
pada alur yang kritis, pembuatan alur pengendali banjir atau flood way,
pemanfaatan daerah genangan untuk retarding basin dsb.
Sedangkan menurut teknis penanganan pengendalian banjir dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
- Pengendalian banjir secara teknis (metode struktur).
- Pengendalian banjir secara non teknis (metode non-struktur).
Detail metode struktur dan metode non-struktur ditunjukkan dalam Gambar 5…..
Gambar 5.6 Pengendalian Banjir Metode Struktur Dan Non Struktur
Semua kegiatan tersebut dilakukan pada prinsipnya dengan tujuan:
- Menurunkan serta memperlambat debit banjir di hulu, sehingga tidak
mengganggu daerah-daerah peruntukan di sepanjang sungai.
99
- Mengalirkan debit banjir ke laut secepat mungkin dengan kapasitas cukup di
bagian hilir.
- Menambah atau memperbesar dimensi tampang alur sungai.
- Memperkecil nilai kekasaran alur sungai.
- Pelurusan atau pemendekan alur sungai pada sungai berbelok atau ber-
meander. Pelurusan ini harus sangat hati-hati dan minimal harus
mempertimbangkan geomorfologi sungai.
- Pengendalian transpor sedimen.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis bangunan
pengendalian banjir adalah sebagai berikut:
- Pengaruh regim sungai terutama erosi dan sedimentasi (degradasi dan agradasi
sungai) dan hubungannya dengan biaya pemeliharaan.
- Kebutuhan perlindungan erosi di daerah kritis.
- Pengaruh bangunan terhadap lingkungan.
- Perkembangan pembangunan daerah.
- Pengaruh bangunan terhadap kondisi aliran di sebelah hulu dan sebelah
hilirnya.
2. Kriteria Perencanaan Sistem Pengendalian Banjir
a. Jangka waktu tahun penyelesaian
Pada pekerjaan pengendalian banjir perlu adanya target tahun penyelesaiaan,
dengan pelaksanaan bertahap setiap dekade tertentu.
b. Bagian alur sungai yang dikeruk/diperbaiki
Untuk menentukan lokasi kegiatan pengerukan alur sungai dari suatu pengendalian
banjir (segmen alur sungai tertentu) harus berdasarkan pertimbangan:
- Kondisi alur sungai yang ada.
- Kondisi bagian hilir dari segmen tersebut dengan pertimbangan bahwa aliran air
bersifat kontinyu dan makin ke hilir debit makin besar sehingga kapasitas sungai
juga makin besar.
100
- Kondisi topografi baik di sungai, sempadan dan daerah aliran sungai sekitar
segmen.
- Kerugian akibat banjir yang pernah terjadi.
- Penggunaan tata guna lahan yang ada dan yang akan datang.
- Pengendalian banjir yang ada.
c. Periode ulang debit banjir (skala perencanaan). Skala perencanaan ditentukan
berdasarkan:
- Skala perencanaan secara umum yang berlaku di Indonesia, antara 10 - 100 tahun
periode ulang. Semakin besar periode ulang semakin mahal konstruksinya.
- Kerugian akibat banjir yang pernah terjadi.
- Potensi kerugian akibat banjir masa mendatang.
- Penggunaan lahan di sempadan dan daerah aliran sungai di sekitar segmen.
- Proyeksi penggunaan lahan di masa mendatang.
d. Alternatif pengendalian banjir
Berdasarkan alternatif-alternatif pengendalian banjir yang diusulkan, dapat dipilih
yang paling menguntungkan dengan pertimbangan berbagai kombinasi. Alternatif
terpilih ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis, ekonomis, sosial,
budaya, hukum, kelembagaan, lingkungan bahkan politis. Salah satu metodenya
adalah dengan penentuan dan pemberian score/angka dari masing-masing alternatif.
e. Pertimbangan teknis rencana perbaikan sungai dan alur pengendali banjir
Analisis perencanaan yang digunakan untuk memformulasikan rencana perbaikan
sungai dan saluran banjir diantaranya adalah debit rencana dengan periode ulang
yang akan dipakai dan kondisi alur sungai. Pertimbangan kondisi alur sungai
diantaranya adalah:
- Alur pengendali banjir.
- Elevasi muka air banjir memanjang sungai.
- Profil memanjang dasar sungai.
- Penampang melintang sungai.
101
3. Pengendalian Banjir Secara Teknis (Metode Struktur)
1) Pola Aliran
Karakteristik saluran drainase sekunder eksisting mempunyai alur saluran
yang panjang dan dimensi sama sepanjang saluran. Untuk mengoptimalkan
fungsi saluran eksisting perlu dilakukan penataan pola aliran sehingga beban
aliran merata dengan membagi debit aliran dan membuang aliran sekunder
sedekat mungkin dengan saluran pembuangan utama.
2) Saluran diversi
Saluran diversi adalah saluran yang digunakan untuk mengalihkan sebagian
atau seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi debit banjir pada
daerah yang dilindungi. Faktor-faktor yang penting sebagai pertimbangan
dalam desain saluran saluran diversi adalah sebagai berikut:
- Biaya pelaksanaan yang relatif mahal.
- Kondisi topografi dari rute alur baru.
- Bangunan terjunan mungkin diperlukan di saluran diversi untuk mengontrol
kecepatan air dan erosi.
- Kendala-kendala geologi timbul sepanjang alur saluran diversi (contoh:
membuat saluran sampai batuan dasar sungai).
- Penyediaan air dengan program pengembangan daerah sekitar sungai
- Kebutuhan air harus tercukupi sepanjang aliran sungai asli di bagian hilir dari
lokasi percabangan.
- Pembagian air akan berpengaruh pada sifat alami daerah hilir mulai dari lokasi
percabangan diversi.
3) Kolam Retensi
Kolam penampungan (retention basin) berfungsi untuk menyimpan sementara
debit sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi, retention berarti
penyimpanan. Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik
hidrograf banjir, volume kolam dan dinamika beberapa bangunan outlet.
Wilayah yang digunakan untuk kolam penampungan biasanya di daerah
dataran rendah . Kolam retensi ini digunakan untuk menampung air permukaan
102
dengan membuat penampungan air secara alami dengan pinngiran kolam dari
pasanga batukali dan dasar kolam dasar tanah. Untuk strategi pengendalian
yang andal diperlukan:
- Pengontrolan yang memadai untuk menjamin ketepatan peramalan banjir.
- Peramalan banjir yang andal dan tepat waktu untuk perlindungan atau
evakuasi.
- Sistem drainase yang baik untuk mengosongkan air dari daerah tampungan
secepatnya setelah banjir reda.
Gambar 5.7 Kolam Retensi
4) Sumur Resapan
Konsep dasar sumur resapan adalah memberi kesempatan dan jalan pada air
hujan yang jatuh di atap atau lahan yang kedap air untuk meresap ke dalam
tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu system resapan.
Berbeda dengan cara konvensional dimana air hujan dibuang/dialirkan ke
sungai diteruskan ke laut, dengan cara seperti ini dapat mengalirkan air hujan
ke dalam sumur-sumur resapan yang dibuat di halaman rumah. Sumur resapan
ini merupakan sumur kosong dengan kapasitas tampungan yang cukup besar
sebelum air meresap ke dalam tanah. Dengan adanya tampungan, maka air
hujan mempunyai cukup waktu untuk meresap ke dalam tanah, sehimgga
pengisian tanah menjadi optimal.
Sumur resapan adalah suatu konstruksi berupa lubang yang digali pada tanah
dengan tujuan untuk meresapkan air ke dalam tanah. Air yang diresapkan ini
khususnya dari air hujan (selain yang melimpas sebagai air permukaan)
disamping itu juga berfungsi sebagai tambahan bagi air tanah.
103
Sebagai suatu konstruksi yang berfungsi sebagai peresap air ke dalam tanah,
sumur resapan memiliki syarat-syarat yang menjadi pertimbangan dalam
perencanaannya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain :
- Mempunyai kedalaman (H) yang cukup, hal ini erat kaitannya dengan
keperluan debit resapan.
- Mempunyai bidang luas resap (A) yang cukup, baik pada dinding sumur
maupun pada dasar sumur.
- Mempunyai volume tampung (V) yang cukup bagi air yang akan
diresapkan, sehingga tidak sampai terjadi peluberan air.
Dalam pembuatan sumur resapan perlu memperhitungkan beberapa faktor,
yaitu :
a. Faktor iklim
Faktor yang perlu diperhatikan adalah besarnya curah hujan. Semakin
besar curah hujan di suatu wilayah, berarti semakin besar sumur resapan
yang diperlukan.
b. Kondisi air tanah
Pada kondisi air tanah yang dalam, sumur resapan perlu dibuat secara
besar-besaran. Sebaliknya pada lahan yang muka airnya dangkal, sumur
resapan ini kurang efektif dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Terlebih
pada daerah rawa dan pasang surut, sumur resapan kurang efektif.
c. Kondisi tanah
Keadaan tanah sangat berpengaruh pada besar kecilnya daya resap tanah
terhadap air hujan. Sifat fisik tanah yang langsung berpengaruh terhadap
besarnya infiltrasi (resapan air) adalah tekstur dan pori-pori tanah. Tanah
berpasir dan porus lebih mudah merembeskan air hujan dengan cepat.
Sehingga waktu yang diperlukan air hujan untuk meresap lebih cepat
dibandingkan dengan tanah yang kandungan liatnya tinggi dan lekat
d. Tata guna lahan
104
Tata guna lahan akan berpengaruh terhadap persentase air yang meresap
ke dalam tanah dengan aliran permukaan. Pada tanah yang banyak tertutup
beton bangunan, air hujan yang mengalir di permukaan tanah akan lebih
besar dibandingkan dengan air yang meresap ke dalam tanah.
5) Kantong Lumpur
Penerapan kantong lumpur pada saluran primer dilakukan pada topografi yang
relatip datar yakni di bagian tengah atau deket bagian hilir saluran primer. Tata
letak kantong lumpur dan penempatan tersaji pada gambar berikut.
6) Embung konservasi
Waduk adalah wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya
bendungan (PP No 37 Tahun 2010). Waduk pada umumnya dibangun untuk
pengembangan sumber daya air sungai, dengan menampung air pada waktu
musim hujan untuk memperbaiki kondisi aliran sungai terutama pada musim
kemarau. Hal ini untuk mengantisipasi kebutuhan air yang meningkat terutama
pada musim kemarau.
105
Di samping itu waduk biasanya dibangun untuk beberapa manfaat yang
disebut multi guna atau multi purpose dam, misalnya untuk irigasi, penyediaan
air baku (air minum), pembangkit listrik tenaga air, dsb.
Waduk yang mempunyai faktor tampungan atau dapat menampung air,
mempunyai efek terhadap aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk
dapat merubah pola inflow-outflow hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di
hilir waduk biasanya menguntungkan terhadap pengendalian banjir, dengan
adanya debit banjir yang lebih kecil dan perlambatan waktu banjir.
Gambar 5.8 Waduk Konservasi
Gambar 5.9 Hidrograp Banjir
106
Gambar 5.10
4. Pengendalian Banjir Non Teknis (Metode Non Struktur)
1) Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS berhubungan erat dengan peraturan, pelaksanaan dan pelatihan.
Kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk menghemat dan menyimpan atau
menahan air dan konservasi tanah. Pengelolaan DAS mencakup aktifitas-aktifitas
berikut ini:
- Pemeliharaan vegetasi di bagian hulu DAS
- Penanaman vegetasi untuk mengendalikan atau mengurangi kecepatan aliran
permukaan dan erosi tanah.
- Pemeliharaan vegetasi alam, atau penanaman vegetasi tahan air yang tepat,
sepanjang tanggul drainasi, saluran-saluran dan daerah lain untuk pengendalian
aliran yang berlebihan atau erosi tanah.
- Mengatur secara khusus bangunan-bangunan pengendali banjir (misal chek-dam)
sepanjang dasar aliran yang mudah tererosi.
107
Gambar 5.11 Batas-Batas DAS
Sasaran penting dari kegiatan pengelolaan DAS adalah untuk mencapai keadaan-
keadaan berikut:
- Mengurangi debit banjir di daerah hilir
- Mengurangi erosi tanah dan muatan sedimen di sungai.
- Meningkatkan produksi pertanian yang dihasilkan dari penataan guna tanah dan
perlindungan air.
- Meningkatkan lingkungan di DAS dan daerah sempadan sungai.
2) Pengaturan Tata Guna lahan
Pengaturan tata guna lahan di DAS dimaksudkan untuk mengatur penggunaan lahan,
sesuai dengan rencana pola tata ruang yang ada. Hal ini untuk menghindari
penggunaan lahan yang tidak terkendali, sehingga mengakibatkan kerusakan DAS
yang merupakan daerah tadah hujan. Pada dasarnya pengaturan penggunaan lahan di
DAS dimaksudkan untuk:
- Untuk memperbaiki kondisi hidrologis DAS, sehingga tidak menimbulkan banjir
pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
- Untuk menekan laju erosi daerah aliran sungai yang berlebihan, sehingga dapat
menekan laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir.
Penataan masing-masing kawasan, proporsi masing-masing luas penggunaan lahan
dan cara pengelolaan masing-masing kawasan perlu mendapat perhatian yang baik.
Daerah atas dari daerah aliran sungai yang merupakan daerah penyangga, yang
berfungsi sebagai recharge atau pengisian kembali air tanah, perlu diperhatikan
luasan masing-masing kawasan.
108
Gambar 5.12 Pengaturan Tata Guna Lahan Dalam Satu DAS
3) Penerapan batas-batas sempadan Sungai
Batas – batas sempadan sungai sepanjang alur Sungai /Tukad belum jelas
terlihat di lapangan. Penerapan sempadan sungai sangat penting untuk
kegiatan pemeliharaan sungai seperti ; pengerukan dasar sungai, perbaikan dan
pengaturan sungai (tanggul dan perkuatan tebing).
Penggunaan jalan inspeksi sangat penting diterapkan pada tingkat saluran
sekunder maupun pada saluran pembuangan utama. Apabila penerapan
sempadan sungai dan saluran sudah diterapkan akan memudahkan dalam
melakukan pemeliharaan dan rehabilitasi saluran. Untuk kondisi dilapangan
masih memungkinkan penerapan jalan inspeksi karena penggunaan lahan
masih didominasi oleh lahan irigasi.
Gambar 5.13. Penerapan Batas Sempadan Sungai / Saluran
4) Peramalan dan Sistem Peringatan Banjir
Pada suatu sungai perlu adanya flood warning system, terutama untuk sungai
yang melewati daerah yang padat penduduk dan mempunyai sifat banjir yang
Bagian Hulu
Bagian Tengah Bagian Hulir
109
membahayakan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kerugian akibat
banjir yang lebih besar.
Berdasarkan perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin modern dan
bahaya banjir yang semakin meningkat, maka perlu adanya peramalan
datangnya banjir secara tepat dan cepat. Maka secara teknis dapat dilakukan
antara lain:
Pengamatan tinggi muka air pada pos-pos pengamat
Cara ini dilakukan dengan melakukan pengamatan tinggi muka air sungai pada
beberapa pos pengamatan tinggi muka air sungai. Pos duga muka air sungai
diperlukan minimum 2 buah, pertama pos duga di sebelah hulu dan pos kedua
pada daerah yang diamankan. Pada kedua pos tersebut mempunyai hubungan
tinggi muka air sungai dan debit banjir yang berupa tabel atau grafik. Jadi
apabila tinggi muka air banjir pada pos di hulu diketahui, dapat menentukan
besarnya tinggi muka air banjir dan debit banjir yang akan datang dan waktu
tiba banjir pada pos di sebelah hilir. Pembacaan pada pos tersebut dapat
dilakukan secara manual ataupun automatik.
Telemetering/pengamatan curah hujan
Untuk daerah yang bahaya banjirnya tinggi, biasanya menggunakan sistem
peramalan yang lebih dini, yaitu menggunakan radar pencatat hujan di daerah
aliran sungai. Berdasarkan radar tersebut, informasi tinggi hujan dikirimkan
pada pos pengolah data, yang akan meramalkan besarnya banjir dan waktu tiba
banjir pada daerah yang akan diamankan. Cara ini bekerjanya secara otomatis
dan menggunakan peralatan yang cukup modern, sehingga hanya dipakai pada
sungai-sungai tertentu yang bahaya.
Pemberitaan banjir
Pada saat banjir tiba, perlu adanya persiapan penanggulangan banjir,
diantaranya kegiatan pemberitaan bahaya banjir. Untuk menjamin ketepatan
berita banjir, perlu diperhatikan:
- Kesamaan bahasa komunikasi
- Pemakaian bahasa yang singkat & jelas
- Penyampaian berita pada saat yang tepat terhadap banjir
- Adanya jalur komunikasi yang jelas
- Sarana komunikasi yang memadai
110
- Ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas
5) Law Enforcement
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku
dalam lalu lintas atau hubungan2 hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
6) Penyuluhan Pada Masyarakat
Pihak yang berwenang termasuk instansi yang terkait, harus betul-betul
melaksanakan pembinaan, pengawasan, pengendalian dan penanggulangan
terhadap banjir secara intensif dan terkoordinasi.
- Penyuluhan oleh pihak yang berwenang, bagaimana cara menghindari bahaya
banjir, supaya kerugian yang timbul tidak terlalu besar.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat, bahwa kerusakan daerah aliran sungai
yang diakibatkan oleh umat manusia, dapat mengakibatkan banjir yang lebih
parah.
- Mengembangkan sikap masyarakat bahwa membuang sampah dan lain-lain di
sungai adalah tidak baik dan akan menimbulkan permasalahan banjir.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa aktivitas di daerah alur sungai,
misalnya tinggal di bantaran sungai adalah mengganggu dan dapat
menimbulkan permasalahan banjir.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa tinggal di daerah bawah atau
daerah dataran banjir, perlu mentaati peraturan-peraturan dan mematuhi
larangan yang ada, untuk menghindari permasalahan banjir dan menghindari
kerugian banjir yang lebih besar.
Pada akhirnya kembali pada masyarakat itu sendiri dan para aparat dari pihak
yang berwenang, untuk dapat meningkatkan kesadaran atas kewajiban
sehubungan dengan permasalahan banjir.
Karena penanganan yang lebih dini dan perhatian dari semua pihak, akan
memudahkan untuk pengendalian banjir dan dapat menurunkan biaya
pemeliharaan.
111
111
BAB VI
REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil survey lapangan dan analisis yang dilakukan, ada beberapa hal yang
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kawasan perencanaan wilayah Pancasari terdapat saluran pembuang yang cukup
mampu menampung debit aliran pembuang air hujan. Saluran pembuang yang
terdekat dengan daerah perencanaan harus ditindak lanjuti dengan batas-batas
sempadan sungai sehingga kedepan memudahkan dalam pengembangan wilayah
Sungai.
2. Perubahan alih fungsi lahan di kawasan Pancasari dari area pertanian berubah
menjadi permukiman, fasilitas akomodasi hotel, perubahan pola bertani akan
berdampak pada aliran permukaan dan beban sedimentasi yang cukup besar.
Tingkat erosi dan sedimentasi yang terjadi di kawasan Pancasari akan menjadi
permaasalahan yang serius dan sangat berpengaruh terhadap menurunnya
kemampuan penampang saluran drainase.
3. Perencanaan pola aliran saluran drainase pada masing-masing Sistem pembuangan
Utama (sungai) dan saluran primer, beban aliran permukaan yang diterima saluran
drainase akan terbagi sehingga lebih memudahkan dalam melakukan
pengoperasian saluran drainase.
4. Untuk penanganan/ pengendalian banjir di kawasan Pancasari harus diutamakan
penanganan dengan konsep ekodrain melalui penanganan banjir metode struktur
dengan membuat embung konservasi, kolam retensi, sumur resapan, normalisasi
saluran. Sedangkan metode non struktur meliputi pengelolaan DAS, pemanfaatan
lahan, pengendalian erosi dan penegakkan hukum.
6.2 Rekomendasi
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka penanganan yang bersifat teknis dapat
disampaikan sebagai berikut :
1. Prioritas Utama Penanganan Banjir
Melaksanakan pembangunan dan penataan saluran primer drainase sesuai perioritas
untuk mengatasi banjir yang terjadi setiap musim hujan.
112
2. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat pola pertanian yang benar terutama
yang memanfaatkan lahan dengan kemiringan lebih dari 20 derajat, dimana lahan ini
memberikan kontribusi terjadinya erosi dan sedimentasi.
3. Prioritas Penanganan Sistem Pembuang Utama
1) Normalisasi alur saluran primer
2) Membuat embung konservasi di bagian hulu
3) Membuat kolam retensi dekat area Bali Handara
4) Saluran primer dilengkapi kantong lumpur.
5) Membuat jalan inspeksi
6) Penggelontoran secara berkala
7) Pemeliharaan dinding saluran yang rusak
4. Prioritas Penanganan Sistem Pembuang Sekunder
1) Menata system pembuang sekunder yang jelas
2) Membuat dinding dan dasar saluran yang lebih halus untuk kemiringan yang
relatip datar, sedangkan untuk kemiringan relatip besar digunakan dinding
saluran yang kasar dan setiap perubahan kemiringan dilengkapi grounsil.
3) Memperbaiki penampang saluran agar lebih mudah mengalirkan sedimen
dengan membuat dinding yang lebih halus
4) Normalisasi dan pemeliharaan saluran terutama terhadap sedimentasi
5. Prioritas Penanganan Sistem Pembuang Tersier
1) Menata system pembuang tersier yang jelas
2) Membuat dinding saluran yang lebih halus
3) Memperbaiki penampang saluran agar lebih mudah mengalirkan sediment
4) Normalisasi dan pemeliharaan saluran terutama terhadap sedimentasi
DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA Badung, 2001, “ Laporan Teknis “, Strategic Structural Plan For Kuta, CMPS
Asia Pasific Pty Ltd, PT Hasfarm DK, PT Pedicinal, PT Lenggogeni.
CD Soemarto, 1985, “ Hidrologi Teknik “ , Usaha Nasional, Surabaya
Chow, V.T., 1988, “ Applied Hydrology “ , McGraw – Hill Book Company.
Chow, V.T., 1985,” Open Channel Hydraulics “ , Erlangga, Jakarta.
Imam Subarkah, 1980, “ Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air “ , Idea
Dharma,Bandung.
Linsley, R.K., Kohler, M.A , Paulhus, J.L.H. , Yandi Hermawan, 1986 , “ Hidrologi Untuk
Insinyur “ , Erlangga, Jakarta.
Sri Harto Br. , 1993, “ Analisis Hidrologi “ , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
top related