sistem identifikasi kebutuhan dan masalah siswa …
Post on 16-Oct-2021
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
1
SISTEM IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DAN MASALAH SISWA
BERBASIS MICROSOFT EXCEL DALAM MENINGKATKAN
KUALITAS PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Yuningsih1), Mohamad Surya2), Deni Darmawan3), 1) Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana Sekolah IPI Garut
Email : Yuningsih@yahoo.com
2) Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana STKIP Garut
Email : Mohamadsurya@yahoo.com 3) Program Studi Teknologi Pendidikan, Sekolah Pascasarjana UPI Bandung
Email : deni_darmawan@upi.edu
ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa berdasarkan pengamatan sementara, guru-guru
BK di Kabupaten Garut yang tergabung dalam Musyawarah guru Bimbingan dan Konseling (MGBK)
sekitar 25 orang, belum menggunakan sistem identitifikasi kebutuhan dan masalah siswa sebagai landasan
dalam memberikan pelayanannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan sampel siswa
kelas X. MIA. 5 sebanyak 40 siswa dan Informan dalam penelitian ini adalah guru-guru Bimbingan dan
Konseling yang tergabung dalam wadah Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling Kabupaten Garut
yang terdiri atas kurang lebih 25 orang yang berasal dari utusan dari beberapa sekolah negeri dan swasta
yang ikut aktif dalam kegiatan MGBK.
Hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa penggunaan instrumen sistem identifikasi kebutuhan
dan masalah siswa dapat membantu guru BK dalam menggali semua aspek yang menyangkut karakteristik
siswa seperti aspek-aspek fisik (kesehatan), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat,
masalah yang dialami dan kepribadian atau tugas-tugas perkembangannya. Pemberian pelayanan kepada
siswa, antara lain layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan
penguasaan konten, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, layanan konseling
individu, layanan konsultasi dan layanan mediasi.
Kata Kunci : Identifikasi Kebutuhan, Kualitas Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Abstract
This research is motivated by the fact that based on interim observations, BK teachers in Garut Regency
who are members of the Guidance and Counseling Teacher Council (MGBK) of about 25 people, have not
used the system of identifying needs and problems of students as a foundation in providing services. This
study uses a qualitative approach, with a sample of class X students. MIA. 5 as many as 40 students and
Informants in this study are Guidance and Counseling teachers who are members of the Garut Regency
Guidance and Counseling Teacher's Consultative Council consisting of approximately 25 people from
envoys from several public and private schools who participated actively in the MGBK activities. The
results showed that the use of system instruments for identifying needs and problems of students can help
BK teachers in exploring all aspects related to student characteristics such as physical aspects (health),
intelligence, learning motives, attitudes and learning habits, interests, problems experienced and personality
or tasks of development. Providing services to students, including orientation services, information
services, placement and distribution services, content mastery services, group guidance services, group
counseling services, individual counseling services, consulting services and mediation services.
Keywords: Need Identification, Guidance and Counseling Service Quality
A.PENDAHULUAN
Pendidikan adalah salah satu hal yang
penting dalam kehidupan manusia, tanpa
pendidikan manusia tidak akan maju. Pada
dasarnya segala hal yang kita alami ini
adalah ilmu dan ilmu itu berdasar
pendidikan. Berdasarkan perkembangan
jaman pendidikanpun berkembang dan
sudut pandang manusiapun maju terhadap
ilmu pendidikan, timbal balik dari
semuanya itu diantaranya banyak
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
616
bermunculan alat-alat teknologi yang amat
canggih. Sejalan dengan semuanya itu
kebudayaan dan jalan pikiran manusiapun
berubah dan akhirnya manusia jadi
masyarakat modern. Pendidikan SMA
berlandaskan pada tercapainya fungsi
pendidikan nasional bagi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdasakan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi
siswa agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab
(UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal
3). Pasal 28 PP No. 17 tahun 2010
menyebutkan bahwa pendidikan menengah
umum berfungsi meningkatkan kepekaan
dan kemampuan mengapresiasi serta
mengekspresikan keindahan, kehalusan
dan harmoni.
Dalam mencapai fungsi tersebut
pendidikan di SMA dilakukan melalui
usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar siswa secara ektif
mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN
No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 ayat 1,
Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010
pasal 77 menyebutkan bahwa: Pendidikan
menengah bertujuan membentuk peserta
didik menjadi insan yang: (a) beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia dan berkepribadian yang
luhur, (b) berilmu, cakap, kritis, kreatif,
inovatif; (c) sehat, mandiri dan percaya
diri; dan (d) toleran, peka sosial,
demokratis dan bertanggung jawab.
Keberhasilan proses pembelajaran di
sekolah sangat dipengaruhi oleh peranan
guru dalam mengantisipasi permasalahan
yang muncul pada siswa, dalam
mengidentifikasi kebutuhan dan
mengantisipasi serta mengatasi kesulitan
belajar siswa, bimbingan dan konseling
merupakan upaya proaktif dan sistematik
dalam memfasilitasi individu mencapai
tingkat perkembangan yang optimal,
pengembangan perilaku efektif,
pengembangan lingkungan perkembangan,
dan peningkatan keberfungsian individu di
dalam lingkungannya. Semua perubahan
perilaku tersebut merupakan proses
perkembangan, yakni proses interaksi
antara individu dengan lingkungan
perkembangan melalui interaksi yang sehat
dan produktif. Bimbingan dan konseling
memegang tugas dan tanggung jawab
untuk mengembangkan lingkungan
perkembangan, membangun interaksi
dinamis antara individu dengan
lingkungannya, membelajarkan individu
untuk mengembangkan, memperbaiki, dan
memperhalus perilaku.
Berdasarkan pengamatan sementara,
guru- guru BK di Kabupaten Garut yang
tergabung dalam MGBK (Musyawarah
guru Bimbingan Dan Konseling) sekitar 25
orang belum menggunakan sistem
identitifikasi kebutuhan dan masalah siswa
sebagai landasan dalam memberikan
pelayanan dan seringkali pelayanan
Bimbingan dan Konseling dirasakan
terlambat terutama dalam hal
mengantisipasi permasalahan belajar
siswa, pelayanan baru diberikan setelah
siswa bermasalah. Disamping sekarang ini
semua layanan sudah seharusnya berbasis
web base, sebagaimana ditegaskan oleh
Darmawan, D., Kartawinata, H., Astorina,
W. (2017), dalam kajiannya tentang web
based electronic Learning System yang
dapat diadaptasikan dalam proses guding
and counseling di sekolah.
Berdasarkan Latar Belakang tersebut di
atas, mengingat pentingnya memberikan
pelayanan secara maksimal terhadap
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
617
peserta didik, khususnya yang mempunyai
permasalahan, maka peneliti mengambil
judul “Sistem Identifikasi Kebutuhan dan
Masalah Siswa Berbasis Microsoft Excel
dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan
Bimbingan dan Konseling”.
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dikemukakan di atas, maka
peneliti merumuskan permasalahan
penelitian dalam bentuk pertanyaan
“Bagaimanakah Sistem Identifikasi
Kebutuhan Siswa Berbasis Microsoft
Excel Dalam Meningkatkan Kualitas
Pelayanan Bimbingan Dan Konseling
dapat diterapkan di sekolah?”. Rumusan
masalah tersebut selanjutnya diuraikan
menjadi pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana penggunaan instrumen
Sistem Identifikasi Kebutuhan Siswa
Berbasis Microsoft Excel dapat
menggali karakteristik siswa?
2. Bagaimana efektivitas identifikasi
kebutuhan Siswa Berbasis Microsoft
Excel dapat menunjang dalam
peningkatan kualitas bimbingan dan
konseling ?
3. Bagaimana upaya meningkatkan
kualitas pelayanan bimbingan konseling
kepada siswa?
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sejauhmana efektivitas
penggunaan sistem identifikasi kebutuhan
siswa berbasis Microsoft Excel dapat
meningkatkan kualitas pelayanan
bimbingan dan konseling bagi guru-guru
BK atau konselor. Tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1) Gambaran tentang Pengembangan
Sistem Identifikasi Kebutuhan
Siswa Berbasis Microsoft Excel
dapat diterapkan di sekolah.
2) Efektivitas identifikasi kebutuhan
siswa berbasis Microsoft Excel
dapat menunjang dalam
peningkatan kualitas bimbingan
dan konseling.
3) Memberi gambaran upaya yang
perlu dilakukan guru Bimbingan
dan Konseling dalam
meningkatkan kualitas pelayanan
kepada siswa.
Sesuai dengan permasalahan yang
dikemukakan di atas, ada beberapa
asumsi yang dijadikan titik tolak
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan yang bermutu, efektif
atau ideal adalah yang
mengintegrasikan tiga bidang
kegiatan utamanya secara sinergi,
yaitu bidang administratif dan
kepemimpinan, bidang instruksional
atau kurikuler, dan bidang
bimbingan dan konseling.
Pendidikan yang hanya
melaksanakan bidang administratif
dan instruksional dengan
mengabaikan bidang bimbingan dan
konseling, hanya akan menghasilkan
peserta didik yang pintar dan
terampil dalam aspek akademik,
tetapi kurang memiliki kemampuan
atau kematangan dalam aspek
kepribadian (Depdiknas, 2007).
2. Sistem Identifikasi Kebutuhan Siswa
Berbasis Microsoft Excel merupakan
salah satu alat atau instrumen yang
dapat digunakan untuk
mengidentifikasi atau mendeteksi
kebutuhan dan permasalahan siswa
dan dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan Bimbingan dan
Konseling.
3. Peningkatan pelayanan bimbingan
dan konseling kepada siswa yang
mengalami masalah harus segera
dilaksanakan oleh guru BK atau
konselor sesuai dengan peranan dan
fungsi BK di sekolah.
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
618
B. KAJIAN LITERATUR
1. Konsep Sistem Identifikasi
Kebutuhan (Need Assessment)
berbasis Microsoft Excel.
Ada beberapa hal yang melekat pada
pengertian need assessment. Pertama; need
assessment merupakan suatu proses
artinya ada rangkaian kegiatan dalam
pelaksanaan need assessment. Need
assessement bukanlah suatu hasil, akan
tetapi suatu aktivitas tertentu dalam upaya
mengambil keputusan tertentu.
Kedua; kebutuhan itu sendiri pada
hakikatnya adalah kesenjangan antara
harapan dan kenyataan. Dengan demikian
maka, need assessment merupakan
kegiatan mengumpulkan informasi tentang
kesenjangan yang seharusnya dimiliki
setiap siswa dengan apa yang telah
dimiliki. Jangan sampai antara belahan
otak kiri yang memikirkan logika selalu
bertentangan dengan belahan otak kanan (
Darmawan, 2012) yang memikirkan
kesesauaian antara harapan dengan
kenyataan
Identifikasi permasalahan siswa dapat
dilakukan dengan mengisi jenis-jenis
masalah yang biasa dihadapi siswa melalui
alat ungkap masalah (problem check list).
Problem- problem yang dihadapi siswa
merupakan hal penting yang harus
diketahui dan difahami guru bimbingan
dan konseling karena persoalan- persoalan
yang dihadapi siswa dapat mengakibatkan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,
problem merupakan starting point bagi
guru pembimbing untuk melaksanakan
konseling ( Walgito, 2010:173).
Assesmen dilakukan untuk mengetahui
keadaan siswa pada saat tertentu , baik
potensi yang dimiliki maupun berbagai
kelemahan siswa sebagai bahan untuk
melakukan layanan. Kemdikbud (2014:74-
75) bahwa dalam layanan bimbingan dan
konseling asesmen mempunyai fungsi
sebagai berikut:
1) Sebagai salah satu sarana yang
digunakan dalam membuat
diagnosis psikologis.
2) Mengenal dan memahami
potensi,kekuatan dan tugas-tugas
perkembangannya serta sebagai
dasar mengembangkan segala
potensi dan kekuatan yang
dimilikinya secara optimal.
3) Mengenal dan menentukan tujuan
dan rencana hidupnya serta rencana
pencapaian tujuannya.
4) Mengenal dan memahami potensi
atau peluang yang ada di
lingkungannya.
5) Hasil asesmen sebagai dasar untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan
dan tuntutan dari lingkungannya.
6) Sebagai dasar perencanaan dan
evaluasi program kegiatan
bimbingan dan konseling.
Metode Need Assessment dibuat untuk
bisa mengukur tingkat kesenjangan yang
terjadi dalam pembelajaran siswa dari apa
yang diharapkan dan apa yang sudah
didapat. Dalam pengukuran kesenjangan
seorang analisis harus mampu mengetahui
seberapa besar masalah yang dihadapi.
Beberapa fungsi Need Assessment
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kebutuhan yang
relevan dengan pekerjaan atau tugas
sekarang yaitu masalah apa yang
mempengaruhi hasil pembelajaran.
b. Mengidentifikasi kebutuhan mendesak
yang terkait dengan finansial,
keamanan atau masalah lain yang
menggangu pekerjaan atau
lingkungan pendidikan.
c. Menyajikan prioritas-prioritas untuk
memilih tindakan.
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
619
d. Memberikan data basis untuk
menganalisa efektifitas
pembelajaran.
Dari uraian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa guru BK diharapkan
mempunyai kemampuan dalam menyusun
dan mengembangkan instrumen asesmen
dan ini merupakan salah satu kompetensi
yang harus dimiliki oleh guru bimbingan
dan konseling (konselor) dalam
memberikan pelayanan bimbingan dan
konseling. Pemahaman guru BK terhadap
hakekat assesmen, teknik dan prosedur
assesmen, pemahaman dan hasil
interpretasi serta penggunaan hasil
assesmen sangatlah esensial untuk
membantu mengarahkan siswa
menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya.
2. Kualitas Pelayanan Bimbingan dan
Konseling
a. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan adalah proses pemberian
bantuan (process of helping) kepada
individu agar mampu memahami dan
menerima diri dan lingkungannya,
mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri
secara positif dan konstruktif terhadap
tuntutan norma kehidupan (agama dan
budaya) sehingga mencapai kehidupan
yang bermakna (berbahagia, baik secara
personal maupun sosial). Donald G.
Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976)
dalam Syamsu Yusuf (2008:6)
mengemukakan bahwa:
Guidance may be defined as that part of
the total educational program that helps
provide the personal opportunities and
specialized staff services by which each
individual can develop to the fullest of
his abilities and capacities in terms of
the democratic idea.
Bimbingan dapat didefinisikan sebagai
bagian dari program pendidikan
keseluruhan yang membantu menyediakan
kesempatan pribadi dan layanan staf
khusus dimana setiap individu dapat
mengembangkan secara kemampuan dan
kapasitas dalam hal gagasan demokrasi.
Shertzer dan Stone dalam Yusuf
(2012:40) mengartikan bimbingan sebagai
"... process of helping an individual to
understand himself and his world (proses
pemberian bantuan kepada individu agar
mampu memahami diri dan
lingkungannya). Kartadinata (1998:3)
mengartikannya sebagai "proses
membantu individu untuk mencapai
perkembangan optimal." Sementara
Natawidjaja (1987:37) mengartikan
bimbingan sebagai: suatu proses
pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan,
supaya individu tersebut dapat memahami
dirinya, sehingga dia sanggup
mengarahkan dirinya dan dapat bertindak
secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan
keadaan lingkungan sekolah, keluarga,
masyarakat, dan kehidupan pada
umumnya. Dengan demikian dia akan
dapat menikmati kebahagiaan hidupnya,
dan dapat memberi sumbangan yang
berarti kepada kehidupan masyarakat pada
umumnya. Bimbingan membantu individu
mencapai perkembangan diri secara
optimal sebagai makhluk sosial.
Makna bimbingan sebagai bagian dari
program pendidikan yang dikemukakan
oleh Tolbert dan Jones dalam oleh
Sukmadinata (2007:8) menyatakan bahwa
Bimbingan adalah seluruh program atau
semua kegiatan dan layanan dalam
lembaga pendidikan yang diarahkan pada
membantu individu agar mereka dapat
menyusun dan melaksanakan rencana serta
melakukan penyesuaian diri dalam semua
aspek kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pengertian di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa bimbingan
sebagai suatu proses pemberian bantuan
yang terus menerus dan sistematis dari
pembimbing kepada yang dibimbing yang
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
620
sedang berkembang agar tercapai
kemandirian dalam pemahaman diri,
penerimaan diri, pengarahan diri dan
perwujudan diri dalam mencapi tingkat
perkembangan yang optimal dan
penyesuaian diri dengan lingkungan.
b. Kualitas Profesionalisme Konselor.
Menurut Surya (2013:352)
mengemukakan bahwa “guru professional
“ adalah guru yang telah mendapat
pengakuan secara formal berdasarkan
ketentuan yang berlaku, baik dalam kaitan
dengan jabatan atau latar belakang
pendidikan formalnya. Guru adalah
pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi. Kualitas pelayanan adalah
segala bentuk aktivitas yang dilakukan
oleh seseorang guna memenuhi harapan
konsumen dan keberhasilan seseorang
dalam memberikan pelayanan kepada
orang lain dalam mencapai tujuan yang
diharapkan. Mutu pelayanan dapat
dijadikan sebagai salah satu strategi untuk
menciptakan kepuasan konsumen. Dalam
memberikan pelayanan kepada siswa guru
BK senantiasa memenuhi kebutuhan dan
harapan siswa dalam mengembangkan
potensinya secara optimal. Dengan
memberikan pelayanan semaksimal
mungkin merupakan hal yang sangat
penting dan dapat membuahkan
keberhasilandalam penyelenggaraan
pendidikan. Willis (2009:79-85)
menyatakan bahwa kualitas konselor
adalah semua kriteria keunggulan,
termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan,
keterampilan, dan nilai-nilai yang
dimilikinya yang akan memudahkannya
dalam menjalankan proses konseling
sehingga mencapai tujuan dengan berhasil
(efektif).
Salah satu kualitas yang jarang
dibicarakan adalah kualitas pribadi
konselor. Kualitas pribadi konselor adalah
kriteria yang menyangkut segala aspek
kepribadian yang amat penting dan
menentukan keefektifan konselor jika
dibandingkan dengan pendidikan dan
latihan yang ia peroleh.
Kualitas pribadi konselor merupakan
faktor yang sangat penting dalam
konseling. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas pribadi
konselor menjadi faktor penentu bagi
pencapaian konseling yang efektif, di
samping faktor pengetahuan tentang
dinamika perilaku dan keterampilan
terapeutik atau konseling.
Cavanagh dalam Yusuf (2012:37)
mengemukakan bahwa kualitas pribadi
konselor ditandai dengan beberapa
karakteristik sebagai berikut : (a)
Pemahaman diri; (b) kompeten; (c)
memiliki kesehatan psikologis yang baik;
(d) dapat dipercaya; (e) jujur; (f) kuat; (g)
hangat; (h) responsif; (i) sabar; (j) sensitif;
dan (k) memiliki kesadaran yang holistik.
a. Pemahaman diri (Self-knowledge)
Self-knowledge ini berarti bahwa
konselor memahami dirinya dengan
baik, dia memahami secara pasti apa
yang dia lakukan, mengapa dia
melakukan hal itu, dan masalah apa
yang harus dia selesaikan.
b. Kompeten (Competent)
Kompetensi ini dimaksud kompeten
disini adalah bahwa konselor itu
memiliki kualitas fisik, intelektual,
emosional, sosial, dan moral sebagai
pribadi yang berguna.
c. Kesehatan Psikologis
Konselor dituntut memiliki kesehatan
psikologis yang lebih baik dari
kliennya. Hal ini penting karena
kesehatan psikologis (psychological
health) konselor akan mendasari
pemahamannya terhadap perilaku dan
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
621
keterampilannya. Ketika konselor
memahami bahwa kesehatan
psikologisnya baik dan dikembangkan
melalui konseling, maka dia
membangun proses konseling tersebut
secara lebih positif.
Konselor merupakan model dalam
berperilaku, apakah dia menyadari atau
tidak. Setiap pertemuan konseling
merupakan suatu periode pengawasan
yang begitu intensif terhadap tingkah laku
yang adaptif. Ketika konselor kurang
memiliki kesehatan psikologis, maka
perannya sebagai model berperilaku bagi
klien menjadi tidak efektif, bahkan dapat
menimbulkan kecemasan bagi klien.
d. Dapat Dipercaya (Trustworthiness)
Kualitas ini bahwa konselor itu tidak
menjadi ancaman atau penyebab
kecemasan bagi klien. Kualitas konselor
yang dapat dipercaya sangat penting dalam
konseling, karena beberapa alasan sebagai
berikut.
1) Esensi tujuan konseling adalah
mendorong klien untuk
2) mengemukakan masalah dirinya
yang paling dalam.
3) Klien dalam konseling perlu
mempercayai karakter dan motivasi
4) konselor. Artinya klien percaya
bahwa konselor mempunyai
5) motivasi untuk membantunya.
6) Apabila klien mendapat
penerimaan dan kepercayaan dari
7) konselor, maka akan berkembang
dalam dirinya sikap percaya
8) terhadap dirinya sendiri.
e. Jujur (honesty)
Maksud jujur disini adalah bahwa
konselor itu bersikap transparan (terbuka),
autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini
penting dalam konseling, karena alasan-
alasan berikut :
a) Sikap keterbukaan memungkinkan
konselor dan klien untuk menjalin
hubungan psikologis yang lebih
dekat satu sama lainnya di dalma
proses konseling. Kedekatan
hubungan psikologis sangat
penting dalam konseling, sebab
dapat menimbulkan hubungan yang
langsung dan terbuka antara
konselor dengan klien.
b. Kejujuran memungkinkan
konselor dapat memberikan umpan
balik secara objektif kepada klien.
f. Kekuatan (Strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor
sangat penting dalam konseling, sebab
dengan hal itu klien akan merasa aman.
Klien memandang konselor sebagai orang
yang (a) tabah dalam menghadapi masalah,
(b) dapat mendorong klien untuk
mengatasi masalahnya dan, (c) dapat
menanggulangi kebutuhan dan masalah
pribadi.
g. Bersikap Hangat
Maksud bersikap hangat itu adalah :
ramah, penuh perhatian, dan memberikan
kasih sayang. Klien yang datang meminta
bantuan konselor, pada umumnya yang
kurang mengalami kehangatan dalam
hidupnya, sehingga dia kehilangan
kemampuan untuk bersikap ramah,
memberikan perhatian, dan kasih sayang.
Melalui konseling, klien ingin mendapat
rasa hangat tersebutdan melakukan
“sharing” dengan konselor.
h. Actives Responsiveness
Keterlibatan konselor dalam proses
konseling bersifat dinamis, tidak pasif.
Melalui respon yang aktif, konselor dapat
mengkomunikasikan perhatian dirinya
terhadap kebutuhan klien. Disini, konselor
mengajukan pertanyaan yang tepat,
memberikan umpan balik yang
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
622
bermanfaat, memberikan informasi yang
berguna, mengemukakan gagasan-gagasan
baru, berdiskusi dengan klien tentang cara
mengambil keputusan yang tepat, dan
membagi tanggung jawab dengan klien
dalam proses konseling.
i. Sabar (Patience)
Melalui kesabaran konselor dalam
proses konseling dapat membantu klien
untuk mengembangkan dirinya secara
alami. Sikap sabar konselor menunjukkan
lebih memperhatikan diri klien dari pada
hasilnya. Konselor yang sabar cenderung
menampilkan kualitas sikap dan perilaku
yang tidak tergesa-gesa.
j. Kepekaan (Sensitivity)
Kualitas ini berarti bahwa konselor
menyadari tentang adanya dinamika
psikologis yang tersembunyi atau sifat-
sifat mudah tersinggung, baik dari pada
klien maupun dirinya sendiri. Konselor
yang sensitif akan mampu mengungkap
atau menganalisis apa masalah yang
sebenarnya yang dihadapi klien.
k. Kesadaran Holistik (Holistic Awareness)
Pendekatan holistik dalam konseling
berarti bahwa konselor memahami klien
secara utuh dengan segala latar
belakangnya, yang meliputi: fisik,
intelektual, emosi, sosial, seksual, dan
moral spiritual.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan kepada siswa maka
guru bimbingan dan konseling perlu
menunjukkan pribadi yang berkualitas dan
bertanggungjawab secara profesional.
Pelayanan diberikan kepada proses
pemahaman, pengarahan dan penyesuaian
diri, dengan tujuan terjadinya perubahan
tingkah laku pada siswa. Khususnya dalam
mengotimalkan proses pembelajaran pada
diri anak dengan pendekatan stimulus
berbasis Biological communication untuk
mempercepat pembelajarannya,
(Darmawan, 2012).
C. METODE PENELITIAN
1. Metode
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang alamiah, hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi. Penelitian kualitatif
adalah penelitian tentang riset yang bersifat
deskriptif dan cenderung menggunakan
analisis Proses dan makna (perspektif
subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian
kualitatif.
Mengapa kualitatif? Hal ini dikarenakan
permasalahan dalam penelitian belum
jelas, holistik, kompleks, dinamis dan
penuh makna, sehingga tidak mungkin data
pada situasi sosial tersebut dijaring dengan
metode penelitian kuantitatif. Peneliti
bertujuan untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh unit analisis
penelitian, seperti perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dan lain-lain secara
mendalam, untuk menemukan pola,
hipotesis juga teori. Secara holistik, dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-
kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah (Moleong, 2010:
6).
Bogdan dan Biklen (Sugiyono, 2009: 9)
mengemukakan karakteristik pendekatan
kualitatif ditandai dengan mengamati unit
analisis pada kondisi yang alamiah (natural
setting), lebih bersifat deskriptif, lebih
menekankan proses dari pada hasil
(outcome), analisis data secara induktif dan
lebih menekankan makna (data dibalik
yang teramati).
Landasan teori dimanfaatkan sebagai
pemandu agar fokus penelitian sesuai
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
623
dengan fakta di lapangan. Selain itu
landasan teori juga bermanfaat untuk
memberikan gambaran umum tentang latar
penelitian dan sebagai bahan pembahasan
hasil penelitian. Peneliti bertujuan untuk
memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh unit analisis penelitian, seperti
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan
lain-lain secara mendalam, untuk
menemukan pola, hipotesis juga teori.
Secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah (Moleong, 2010: 6).
2. Teknik Pengumpulan data
Penelitian kualitatif, data diperoleh dari
berbagai sumber, dengan menggunakan
teknik pengumpulan data yang bermacam-
macam (triangulasi), dan dilakukan secara
terus menerus sampai data jenuh. Dengan
pengamatan yang terus menerus tersebut
mengakibatkan variasi data tinggi sekali.
Data yang diperoleh pada umumnya adalah
data kualitatif (walaupun tidak menolak
data kuantitatif).
Analisis data dalam penelitian
kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan,
dan setelah selesai di lapangan. Dalam
penelitian kualitatif, analisis data lebih
difokuskan selama proses di lapangan
bersamaan dengan pengumpulan data.
Dalam kenyataannya analisis data
kualitatif berlangsung selama proses
pengumpulan data dari pada setelah selesai
pengumpulan data
Metode kualitatif menggunakan
beberapa bentuk pengumpulan data
seperti: Observasi, Wawancara dan
Analisis dokumen lainnya. Data tersebut
dianalisis dengan tetap mempertahankan
keaslian teks yang memaknainya. Hal ini
dilakukan karena tujuan penelitian
kualitatif adalah untuk memahami
fenomena dari sudut pandang partisipan,
konteks sosial dan institusional, sehingga
pendekatan kualitatif umumnya bersifat
induktif.
Populasi dan Sampel Penelitian ini
dilaksananan di SMAN 6 Garut dan di
Sanggar MGBK (Musyawarah Guru
Bimbingan dan Konseling) Kabupaten
Garut yang berpusat di SMAN 1 Garut
Jalan Merdeka 91 Garut.
Sampel dalam penelitian ini adalah
siswa kelas X. MIA. 5 sebanyak 40 siswa
sebagai objek dalam mengidentifikasi
kebutuhan dan masalah siswa.
Narasumber, atau partisipan, informan
dalam penelitian ini adalah guru-guru yang
tergabung dalam wadah Musyawarah Guru
Bimbingan dan Konseling Kabupaten
Garut yang berjumlah sekitar 25 orang
yang berasal dari utusan guru sekolah
negeri dan swasta yang ikut aktif dalam
kegiatan MGBK.
D. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN.
1. Hasil Penelitian
Dari beberapa pertanyaan yang diajukan
mendapat gambaran sebagai berikut:
Sebagian besar mengetahui peranan dan
fungsi BK di sekolahnya masing- masing,
antara lain bahwa:
a. Guru BK mempunyai peranan penting
dalam menyelesaikan permasalahan
siswa menyangkut upaya memfasilitasi
peserta didik yang selanjutnya disebut
konseli, agar mampu mengembangkan
potensi dirinya atau mencapai tugas-
tugas perkembangannya (menyangkut
aspek fisik, emosi, intelektual, sosial,
dan moral-spiritual).
Konseli sebagai seorang individu yang
sedang berada dalam proses berkembang
yaitu berkembang ke arah kematangan atau
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
624
kemandirian. Untuk mencapai kematangan
tersebut, konseli memerlukan bimbingan
karena mereka masih kurang memiliki
pemahaman atau wawasan tentang dirinya
dan lingkungannya, juga pengalaman
dalam menentukan arah kehidupannya.
b. Mengetahui dan memahami tentang
tujuan, prinsip, azas dan bidang
Bimbingan dan Konseling seperti yang
tercantum dalam program BK masing-
masing di tiap sekolah antara lain
Bimbingan Dan Konseling merupakan
upaya memfasilitasi seluruh peserta
didik untuk menjadi siswa yang
berprilaku religius, dinamis dalam
mengikuti perkembangan dan
pembaharuan, dapat mencapai prestasi
akademik yang optimal, memiliki
motivasi yang tinggi dan berani
mengambil keputusan karir berdasarkan
potensi diri serta memiliki hubungan
sosial yang baik .
c. Upaya dalam meningkatkan kualitas
pelayanan BK antara lain:
Guru adalah pendidik professional
dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi. Kualitas
pelayanan adalah segala bentuk aktivitas
yang dilakukan oleh seseorang guna
memenuhi harapan konsumen dan
keberhasilan seseorang dalam memberikan
pelayanan kepada orang lain dalam
mencapai tujuan yang diharapkan. Mutu
pelayanan dapat dijadikan sebagai salah
satu strategi untuk menciptakan kepuasan
konsumen. Dalam memberikan pelayanan
kepada siswa guru BK senantiasa
memenuhi kebutuhan dan harapan siswa
dalam mengembangkan potensinya secara
optimal. Dengan memberikan pelayanan
semaksimal mungkin merupakan hal yang
sangat penting dan dapat membuahkan
keberhasilan dalam penyelenggaraan
pendidikan.
a) Meningkatkan profesionalisme
guru BK dengan cara mengikuti
dilkat, seminar dan workshop, dan
mengikuti kegiatan MGBK
b) Menampilkan pribadi konselor
yang berkualitas agar dalam
memberikan pelayanan kita merasa
percaya diri dapat memenuhi
kebutuhan dan harapan siswa
dalam mengembangkan potensinya
secara optimal.
c) Memberikan pelayanan
semaksimal mungkin agar dapat
membuahkan keberhasilan dalam
penyelenggaraan pendidikan.
2.Pembahasan
Pada bagian pembahasan ini,
dipaparkan pembahasan hasil penelitian
yang berkenaan penggunaan sistem
identifikasi kebutuhan dan masalah siswa
dan bagaimana upaya guru Bimbingan dan
Konseling dalam meningkatkan kualitas
pelayanan kepada siswa.
1. Profil hasil Identifikasi Kebutuhan dan
Masalah Siswa
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilaksanakan terhadap siswa Kelas X.
Mia.5 SMA Negeri 6 Garut memberikan
gambaran umum penggunaan instrumen
sistem identifikasi kebutuhan dan masalah
siswa dapat membantu guru BK dalam
menggali semua aspek yang menyangkut
karakteristik siswa seperti aspek-aspek
fisik (kesehatan dan keberfungsiannya),
kecerdasan, motif belajar, sikap dan
kebiasaan belajar, minat, masalah yang
dialami dan kepribadian atau tugas-tugas
perkembangannya, sebagai acuan dasar
untuk memberikan pelayanan bimbingan
dan konseling sebagaimana yang
dikemukakan Walgito (2010:173) bahwa
Identifikasi permasalahan siswa dapat
dilakukan dengan mengisi jenis-jenis
masalah yang biasa dihadapi siswa melalui
alat ungkap masalah (problem check list).
Jika dapat diujicobakan untuk test
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
625
kecerdasan hal ini sangat memungkinkan
para siswa berhasil dalam mengikuti CBT
(Darmawan, D., Harahap, E. (2016).
Problem- problem yang dihadapi siswa
merupakan hal penting yang harus
diketahui dan difahami guru bimbingan
dan konseling karena persoalan- persoalan
yang dihadapi siswa dapat mengakibatkan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Problem merupakan starting point bagi
guru pembimbing untuk melaksanakan
konseling.
2. Upaya Meningkatkan Kualitas
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Dari hasil wawancara terhadap beberapa
guru Bimbingan dan Konseling di
Kabupaten Garut menunjukkan bahwa
dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan terhadap siswa antara lain:
a) Perlu meningkatkan profesionalis
me guru melalui dilkat, seminar
dan workshop, dan mengikuti
kegiatan MGBK
b) Menampilkan pribadi konselor
yang berkualitas agar dalam
memberikan pelayanan kita
merasa percaya diri dapat
memenuhi kebutuhan dan harapan
siswa dalam mengembangkan
potensinya secara optimal.
c) Memberikan pelayanan
semaksimal mungkin agar dapat
membuahkan keberhasilan dalam
penyelenggaraan
pendidikan.Dalam memberikan
pelayanan kepada siswa, guru
Bimbingan dan konseling perlu
melakukan serangkaian kegiatan
atau aktivitas yang dirancang oleh
konselor untuk membantu klien
dalam upaya untuk
mengembangkan dirinya
seoptimal mungkin.
Efektivitas pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling dalam upaya
mengembangkan potensi yang dimiliki
siswa juga didukung oleh proses
pelaksanaan dimana guru bimbingan
dan konseling memberikan layanan
bimbingan dan konseling tentang
pengembangan diri pribadi siswa
bukan hanya memberikan dalam
bentuk materi layanan yang disajikan
melalui teknik pelatihan, tapi juga
secara personal guru bimbingan dan
konseling menampilkan peran (role),
relasi atau human relationship yang
mengarah kepada pengembangan diri
siswa dalam berinteraksi di lingkungan
sekolah. Hubungan dengan peserta
(human relationship) yang diwujudkan
dalam proses konsultasi, konseling,
bimbingan kelompok dan ketika
konselor berperan sebagai fasiliator
(teaching a class) tidak terlepas dari
kemampuan menggunakan menampil-
kan pribadi yang perlu diteladani siswa
seperti sikap ramah, saling
menghormati, salam, tersenyum,
penerimaan diri dan sebaginya.
Kemampuan ini khususnya diarahkan
dalam melakukan analisis dan sintesis
oleh para siswa terhadap
lingkungannya. (Darmawan, D.,
Ruyadi, Y., Abdu, W.J., Hufad, A.,
(2017).
Aspek-aspek tersebut apabila
ditampilkan oleh guru bimbingan dan
konseling akan menjadi model bagi
peserta didik.
E.SIMPULAN DAN
REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasannya, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a) Pengembangan instrumen untuk
mengidentifikasi kebutuhan dan
masalah siswa sangat diperlukan
untuk mengungkap kondisi atau
menggali semua aspek yang
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
626
menyangkut karakteristik siswa
seperti aspek-aspek fisik
(kesehatan dan keberfungsiannya),
kecerdasan, motif belajar, sikap
dan kebiasaan belajar, minat,
masalah yang dialami dan
kepribadian atau tugas-tugas
perkembangannya, sebagai acuan
dasar untuk memberikan pelayanan
bimbingan dan konseling.
b) Upaya- upaya yang dilakukan guru
Bimbingan dan Konseling atau
konselor dalam meningkatkan
kualitas pelayanan terhadap siswa
senantiasa diwujudkan dengan
menampilkan unjuk kerja secara
professional, memberikan
pelayanan dengan hati, senantiasa
memberikan teladan dengan
menampilkan pribadi sesuai
dengan standar ideal agar semua
kriteria keunggulan, termasuk
pribadi, pengetahuan, wawasan,
keterampilan, dan nilai-nilai yang
dimilikinya yang akan
memudahkannya dalam
menjalankan proses konseling
sehingga mencapai tujuan dengan
berhasil (efektif).
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dan
temuan di lapangan diperoleh gambaran
bagaimana seharusnya guru Bimbingan
dan Konseling berperan dan
bertanggungjawab dalam melaksanakan
tugasnya. Bimbingan dan Konseling
merupakan dari dari sistem pendidikan
SMA yang berupaya memberikan layanan
pada siswa agar dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya secara optimal,
untuk itu keberhasilan pendidikan tidak
terlepas dari peranan guru Bimbingan dan
Konseling di sekolahnya masing-masing.
Konselor berusaha menggunakan
keterampilan, kepribadian dan
wawasannya, untuk menciptakan situasi
konseling yang kondusif bagi
pengembangan potensi klien.
Guru bimbingan dan konseling perlu
mengembangkan pemahaman tentang
pentingnya mengembangkan instrumen
untuk mengidentifikasi kebutuhan dan
masalah siswa yang akan dijadikan
landasan dalam memberikan pelayanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
instrumen yang digunakan akan efektif
dalam mengembangkan pemberian
bantuan kepada siswa yang memerlukan
perhatian dalam penyelesaian masalahnya.
Dengan demikian pihak sekolah,
khususnya guru bimbingan dan konseling
atau konselor perlu mengembangkan,
memperbaharui, atau menindaklanjuti
program bimbingan dan konseling ini
dalam pelaksanaan program BK di
sekolah-sekolah.
Secara personal guru bimbingan dan
konseling perlu menampilkan peran (role),
relasi atau human relationship yang
mengarah kepada pengembangan diri
siswa dalam berinteraksi di lingkungan
sekolah. Hubungan dengan peserta (human
relationship) yang diwujudkan dalam
proses konsultasi, konseling kelompok,
bimbingan kelompok dan ketika konselor
berperan sebagai fasiliator tidak terlepas
dari kemampuan menggunakan
menampilkan pribadi yang perlu diteladani
siswa seperti sikap ramah, saling
menghormati, salam, tersenyum,
penerimaan diri dan sebaginya. Aspek-
aspek tersebut apabila ditampilkan oleh
guru bimbingan dan konseling akan
menjadi model bagi peserta didik.
F. REFERENSI
Andrani, D (2011). Metode Penelitian.
Jakarta: Universitas Terbuka
Kementerian Pendidikan Nasional.
Asrori, M. (2007). Psikologi
Pembelajaran. Bandung : CV Wacana
Prima.
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
627
Basrowi dan Suwandi (2008). Memahami
Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka
Cipta.
Bungin, B (2010). Analisis Data Penelitian
Kualitatif. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
Creswell, John W. 1994. Research Design:
Qualitative and Quantitative
Approaches. California: Sage
Publications, Inc.
Darmawan, D. (2011). Teknologi
Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Darmawan, D, (2011). Inovasi
Pendidikan” Pendekatan Praktik
Teknologi Multimedia dan
Pembelajaran Online”. Bandung: PT
Remaja
Rosdakarya Offset.
Darmawan, D., Ruyadi, Y., Abdu, W.J.,
Hufad, A., (2017). Efforts to Know the
Rate at which Students Analyze and
Synthesize Information in Science and
Social Science Disciplines: A
Multidisciplinary Bio-
Communication Study, OnLine
Journal of Biological Sciences,
Volume 17, Number 3 (2017) pp 226-
231.
Darmawan, D., Harahap, E. (2016).
Communication Strategy For
Enhancing Quality of Graduates
Nonformal Education Through
Computer Based Test (CBT) in West
Java Indonesia, International Journal
of Applied Engineering Research,
Volume 11, Number 15 (2016) pp
8641-8645.
Darmawan, D., Kartawinata, H., Astorina,
W. (2017). Development of Web-
Based Electronic Learning System
(WELS) in Improving the
Effectiveness of the Study at
Vocational High School “Dharma
Nusantara. Journal of Computer
Science 2018, 14 (4): 562.573. DOI:
10.3844/jcssp.2018. 562.573.
Darmawan, D.,(2012). Biological
Communication Behavior through
Information Technology
Implementation in Learning
Accelerated. Int. J. Communications,
Network and System Sciences, 2012,
5, 454-
462http://dx.doi.org/10.4236/ijcns.20
12.58056.
Darmawan, D. (2012). Biological
Communication Through ICT
Implementation: New Paradigm in
Communication and Information
Technology for Accelerated Learning.
Germany: Lambert Academic
Publishing Germany
David Jary and Julia Jary, (1991)
Dictionary of Sociology, Glasgow:
HarperCollins Publishers
Departemen Pendidikan Nasional, (2003),
Pelayanan Bimbingan dan Konseling,
Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang,
Depdiknas
Depdiknas, (2007), Rambu-rambu
Penyelenggaraan Bimbingan dan
Konseling dalam Jalur Pendidikan
Formal, Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasio-nal Republik
Indonesia
Erlangga, B. (2010), Jago Tips Trik
Microsoft Office Excel, Jakarta: PT.
Eahyu Media.
Hidayat, D R, (2013), Bimbingan
Konseling Kesehatan Mental di
Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya
artadinata, S. (1998). Bimbingan di
Sekolah Dasar dan Menengah,
Bandung: Maulana.
Makmun, A S. (2009). Psikologi
Kependidikan: Perangkat
SistemPengajaran Modul. Penerbit :
Remaja Rosdakarya Bandung.
Natawidjaja. R (2009). Konseling
Kelompok Konsep Dasar dan
Pendekatan. Bandung: Rizqi
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 3, Nomor 2, September 2018
628
Prayitno dan Erman A (2004) , Dasar-
Dasar Bimbingan dan Konseling,
Jakarta: Rineka Cipta
Priatna, N. (2013). Pengembangan Profesi
Guru. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Program
Pascasarjana STKIP Garut: Tidak
Diterbitkan
Ronnie, D, (2011). Guru Cerdas The
Power Of Emotional & Adversity
Qoutient for Techers. Palembang: Alti
Publishing.
Sanjaya, W. (2005). Pembelajaran
Dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
_____, (2008). Perencanaan dan Desain
Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
--------, (2012). Media Komunikasi
Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Sugiono. (2007). Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
______, (2009), Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, N S (2007), Bimbingan dan
Konseling Dalam Praktek:
Mengembangkan Potensi dan
Kepribadian Siswa, Bandung:
Maestro
_____, (2008), Metode Penelitian
Pendidikan, Bandung ; Maestro.
_____, (2008), Landasan Psikologi Proses
pendidikan, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya
Surya, M. (2004). Psikologi Pembelajaran
dan Pengajaran, Bandung: Pustaka
Bani Quraisy.
_____, (2009). Psikologi Konseling.
Bandung: Maestro.
_____, (2013). Psikologi Guru. Bandung:
Alfabeta.
Walgito. B (2010). Bimbingan dan
Konseling (Studi dan Karir).
Yogyakarta: CV Andy.
Yusuf, S dan A. Juntika Nurihsan, (2012),
Landasan Bimbingan dan Konseling,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Microsoft_Ex
cel
top related