sistem ketatanegaraan
Post on 12-Jun-2015
746 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Makalah Kewarganegaraan :
Sistem Ketatanegaraan
Oleh Kelompok 3 (KWN.20) :
Dwi Ery Riswanti (120210402001)
Rodhiatun Niswah (120210402003)
Rita Andria Betrix (120210402005)
Shofiyatul Izzah (120210402008)
Luky Prasetyo Hadi (120210402010)
Yusi Putra Darmawan (120210402015)
Agustina Primayani (120210402019)
Oki Feri Juniawan (120210402021)
Indah Dwi Pratiwi (120210402033)
Evika Rizky Dariyanti (120210402038)
Rinzia Oktaviana Utami (120210402084)
Setya Samodra Rahmat (120710101226)
Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
UNIVERSITAS JEMBER
Tahun Akademik 2012-2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah S.W.T. atas
segala rahmat dan karunia-Nya , sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
ini yang berjudul “Sistem Ketatanegaraan” dengan lancar. Makalah ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran di bidang Pendidikan Kewarganegaraan, khususnya
tentang sistem ketatanegaraan suatu negara. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan
gambaran yang nyata mengenai suatu Negara, baik pengertian Negara itu sendiri, tujuan
terbentuknya Negara, fungsi Negara, dan bentuk-bentuk Negara.
Mengingat keterbatasan kemampuan penulis, penulis sadar bahwa penulisan makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu adanya saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan. Pada
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua. Khususnya bagi pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan dan bagi para
mahasiswa.
Jember, 26 September 2012
Penulis
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Negara diartikan sebagai organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat
yang memiliki cita – cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan, dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif yang pada
galibnya dimiliki oleh suatu negara berdaulat: masyarakat (rakyat), wilayah, dan
pemerintahan yang berdaulat. Fungsi negara merupakan gambaran apa yang dilakukan
negara untuk mencapai tujuannya. Fungsi negara dapat dikatakan sebagai tugas daripada
negara. Negara sebagai organisasi kekuasaan dibentuk untuk menjalankan tugas-tugas
tertentu.
Makalah sederhana dengan judul “Sistem Katatanegaraan” ini menjabarkan
kepada pembaca mengenai tatanan suatu satuan kerja yang bergerak dalam bidang
kenegaraan yang khususnya mengenai sistem ketatanegaraan yang berlaku di Indonesia
sebagai negara kesatuan. Oleh karenanya, makalah ini diharapkan dapat memberikan
nilai positif bagi para pembaca.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah pengertian Negara?
1.2.2. Apakah tujuan dan fungsi dibentuknya Negara?
1.2.3. Apa sajakah bentuk-bentuk Negara?
1.2.4. Apakah sistem ketatanegaraan di Indonesia?
1.3. Tujuan Dan Manfaat
1. Untuk memahami Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
2. Untuk mengetahui fungsi negara
3. Untuk mengetahui sistem pemerintahan negara
4. Untuk mengetahui lembaga-lembaga Negara
5. Untuk mengetahui hubugan antar lembaga Negara
Setelah membaca makalah ini diharapkan para pembaca mampu mengetahui dan
memahami dengan benar mengenai Sistem Ketatanegaraan Indonesia sebagai suatu
kesatuan kerja, serta penerapannya dalam praktik secara terbuka dalam semangat
kebersamaan.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Negara Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing: state
(Inggris), staat (Belanda dan Jerman), atau etat (Perancis). Secara terminologi,
negara diartikan sebagai organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat
yang memiliki cita – cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan, dan
mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai
konstitutif yang pada galibnya dimiliki oleh suatu negara berdaulat: masyarakat
(rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat. Lebih lanjut dari pengertian
diatas, negara identik dengan hak dan wewenang.
2.1.1 Pengertian negara menurut beberapa ahli :
Harold J. Laski
Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memiliki
wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung
daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat.
R.M. MacIver
Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam
suatu masyarakat di suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi
kekuasaan memaksa.
Roger H. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau
mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat.
Max Weber
Negara adalah suatu masyarakat yang memonopoli penggunaan
kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.
G. Pringgodigdo, SH
Negara adalah suatu organisasi kekuasaan atau organisasi
kewibawaan yang harus memenuhi persyaratan unsur-unsur tertentu, yaitu
harus memiliki pemerintah yang berdaulat, wilayah tertentu, dan rakyat
yang hidup teratur sehingga merupakan suatu nation (bangsa).
2.1.2 Negara mempunyai sifat/karakteristik, diantaranya :
Sifat Memaksa
Negara menetapkan peraturan yang bersifat memaksa menegenai tingkah
laku orang yang berada dalam wilayah kekuasaannya dan harus dipatuhi.
Negara mempunyai kekuasaan untuk memaksakan agar orang tunduk
pada peraturan negara, apabila perlu dengan paksaan fisik.
Hak negara ini bersifat legal, agar tercipta tata tertibdan menghindari
tindakan anarki. Paksaan fisik dapat pula berlaku terhadap hak milik (penyitaan).
Sifat Monopoli
Negara menetapkan tujuan bersama dari masyarakat.
Dalam batas tertentu dan berdasarkan aturan tertentu, negara dapat
menyatakan suatu aliran kepercayaan/aliran politik dilarang karena
bertentangan dengan pandangan hidup bangsa.
Negara mengatasi paham perseorangan dan paham golongan.
Negara meneapkan mata uang, penetapan pajak, kewarganegaraan, dan
sebagainya.
Sifat Mencakup Semua
Kekuasaan mengatur yang dimiliki negara berlaku untuk semua
orang/warga negara, sehingga tidak ada yang mendapatkan perlakuan
khusus/istimewa.
2.1.3 Negara mempunyai unsur-unsur pembentuk, diantaranya :
Penduduk
Adalah semua orang yang pada suatu waktu bertempat tinggal
mendiami (menetap dalam) wilayah negara tertentu.
Wilayah
Adalah daerah teritorial tertentu sebagai tempat kedudukan suatu
negara, dalam mana kekuasaan negara berlaku atas seluruh penduduk yang
bertempat tinggal menetap didalam daerah teritorial tersebut.
Pemerintah
Adalah organisasi yang mengatur, menyelenggarakan dan
melaksanakan kekuasaan negara.
2.2 Tujuan Dibentuknya Negara Aristoteles
Mengenai tujuan negara oleh Aristoteles dijelaskan, bahwa
berhubung dengan pahamnya bersifat universal, maka lebih diuamakan
adalah negara. Oleh karena itu pemerintah sebaik-baiknya ditujukan
kepada kepentingan umum, berlandaskan keadilan yang merupakan
keseimbangan kepentingan diatas daun neraca Themis (Dewi keadilan
didalam mitologi Yunani). Oleh karena itu, tujuan dari negara adalah
kesempurnaan warganya yan berdasarkan atas keadilan, keadilan
memerintah dan harus menjelma di dalam negara, dan hukum berfungsi
memberi kepada setiap manusia apa sebenarnya yang berhak ia terima.
Suatu bentuk cita dapat terjadi apabila pemerintahnya ditujukan kepada
kepentingan umum yang berdasarkan atas keadilan, keadilan memerintah
dan harus menjelma di dalam negara, sedangkan bentuk pemerosotan
dapat terjadi apabila pemerintahnya ditujukan kepada kepentingan pribadi
dari pemegang kekuasaan, timbul tindakan sewenang-wenang,
kepentingan umum dan keadilan dikesampingkan.
Plato
Mengatakan bahwa tujuan negara yang sebenarnya adalah untuk
mengetahui atau mencapai atau mengenal idea yang sesungguhnya,
sedang yang dapat mengetahui atau mencapai idea yang sesungguhnya itu
hanyalah ahli-ahli filsafat saja, maka dari itu pimpinan negara atau
pemerintahan negara. Sebaiknya harus dipegang oleh ahli-ahli filsafat
saja.
Negara yang ada di dunia ini sifatnya tidak sempurna karena
merupakan bayangan belaka dari negara yang sempurna (de ideale staat)
yang ada didalam dunia cita itu. Dunia cita itu termasuk lapangan filsafat.
Tujuan negara adalah untuk mencapai, mempelajari dan mengetahui cita
yang sebenarnya. Masyarakat baru berbahagia bila mana pengetahuannya
tidak terbatas kepada bayangan saja, tapi juga mengenal yang sebenarnya.
Selanjutya dipersamakan antara truth dengan good, sehingga apa
yang baik itu akan bersifat universal. Tujuan manusia dalam negara untuk
mencapai good life dan untuk itu manusia memerlukan cara demi
tercapainya good life (bahagia, sempurna) itu. Persoalan good dan good
life hanya bisa dimengerti dan ditangkap oleh sebagian atau segolongan
orang saja.
Socrates
Menurut Socrates negara bukanlah semata-mata merupakan suatu
keharusan yang brsifat objektif, yang asal mulanya berpangkal pada
pekerti manusia. Sedang tugas negara adalah untuk menciptakan hukum,
yang harus dilakukan oleh para pemimpin, atau para penguasa yang
dipilah secara saksama oleh rakyat. Disinilah tersimpul pikiran
demokratis dari pada Socrates. Ia selau menolak dan menentang keras apa
yang dianggapnya bertentangan dea ajarannya, yaitu menaati undang-
undang.
Negara bukanlah suatu organisasi yang dibuat untu manusia demi
kepentingan drinya pribadi, melainkan negara itu suatu susunan yang
objektif bersandarkan kepada sifat hakekat manusia karena itu bertugas
untuk melaksanakan dan menerapkan hukum-hukum yang objektif,
termuat “keadilan bagi umum”, dan tidak hanya melayani kebutuhan para
penguasa negara yang saling berganti ganti orangnya.
Maka keadilan sejatilah yang harus menjadi dasar pedoman
negara. Jika hal tersebut dijalankan dan diterapkan, maka manusia
merasakan kenyamanan dan ketenangan jiwanya, sebab kebatilan hanya
membawa kesenagan yang palsu. Sangatlah disesalkan serta disayangkan
ajaran Socrates tersebut pada tahun 399 SM, dipandang serta dianggap
berbahaya bagi negara dan merusak akhlak budi pekerti para pemuda
Yunani purba.
John Locke
Tujuan negara menurut John Locke adalah untuk memelihara dan
menjamin terlaksananya hak-hak azasi manusia.yang tertuang dalam
perjanjian masyarakat. tiap-tiap manusia menyerahkan hak-hak
alamiahnya pada masyarakat, tetapi tidak semua., hanya yang tidak
diserahkan adalah hak-hak azasi tersebut. Karena hak-hak azasi ini
menurut john locke tidak dapat dilepaskan dari individu. tetapi Justru
jaminan terhadap hak-hak azasi inilah yang menjadi tujuan negara.bahkan
kekuasaan penguasa pun dibatasi oleh hak-hak azasinya. Jadi hal inilah
yang tidak memungkinkan kekuasaan penguasa itu bersifat mutlak.
Niccollo Machiavelli
Tujuan negara menurut Niccollo Machiavelli adalah untuk
mengusahakan terselenggaranya ketertiban, keamanan dan ketentraman.
Dan hanya dapat dicapai oleh pemerintah seorang raja yang mempunyai
kekuasaan absolut. Jadi usahanya itu menuju kearah mendapatkan serta
menghimpun kekuasaan yang sebesar-besarnya pada tangan raja. Tetapi
itu semuanya bukanlah merupakan tujuan negara yang terakhir, melainkan
hanya merupakan sarana saja untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi
yaitu kemakmuran bersama. Jadi dengan demikian kalau dahulu tujuan
negara itu selalu bersifat kultural, sedangkan menurut Niccollo
Machiavelli tujuan negara adalah semata-mata adalah kekuasaan.
Thomas Aquinas
Menurut Thomas Aquinas, untuk mengetahui tujuan negara, maka
terlebih dahulu mengetahui tujuan manusia, yaitu kemuliaan yang abadi.
Oleh karena itu negara mempunyai tujuan yang luas, yaitu memberikan
dan menyelenggarakan kebahagiaan manusia untuk memberikan
kemungkinan, agar dapat mencapai hidup tersusila dan kemuliaan yang
abadi, yang harus di sesuaikan dengan syarat-syarat keagamaan.
Kemuliaan abadi hanya dapat dicapai dengan tuntutan gereja.
Tugas negara dalam hal ini adalah membuka atau memberikan
kesempatan bagi manusia agar tuntutan dari gereja dapat dilaksanakan,
yang demikian ini berarti bahwa negara itu harus menyelenggarakan
keamanan dan perdamaian agar masing-masing orang itu dapat
menjalankan tugasnya sesuai dengan bakatnya dalam suasana
ketentraman.
Untuk itu, sekali lagi diperlukan perdamaian dan persatuan.
Karena dalam Monarkhi pimpinan negara dipegang oleh satu orang, maka
lebih muda kiranya untuk mencapai dan memelihara tujuan tersebut.
Dengan demikian bentuk negara Monarkhi merupakan bentuk yang paling
baik.
Benedictus Spinoza
Tujuan negara menurut Spinoza adalah menyelenggarakan
perdamaiaan, ketentraman dan menghilangkan ketakutan. Maka untuk
mencapai tujuan ini, waraga negara harus mentaati segala peraturan dan
undang-undang negara, ia tidak boleh membantah, meskipun peraturan
atau undang-undang negara itu sifatnya tidak adil dan merugikan. Sebab
jika tidak demikian, maka keadaan alamiah akan timbul kembali. Jadi
dengan demikian kekuasaan negara adalah mutlak terhadap warga
negaranya.
Hanya dua hal yang tidak dapat dikuasi oleh negara secara mutlak,
yaitu berfikir dan menimbang. Maka akibatnya bila sebahagian besar dari
pada warga negaranya tidak mau tunduk, tidak mau taat, negara tidak
dapat berbuat apa-apa.
Mengenai bentuk negara yang dipilih Spinoza adalah bentuk
Aristokrasi, sebab disini yang berkuasa adalah beberapa orang, dan dasar
kekuasaannya akan lebih kokoh dan kuat dari pada dalam monarkhi yang
hanya diperintah oleh satu orang saja, yang selalu dipengaruhi oleh
kepentingan pribadi, apalagi kalau sifatnya turun-menurun, jadi pokoknya
monarkhi ditolak.
Dari seluruh ajarannya, Spinoza lebih memperlihatkan cara berfikir, yang
berdasarkan atas kenyataan, dan telah mengganti pandangan yang abstrak
tentang susunan pemerintahan dengan suatu pandangan yang berdasarkan
atas kenyataan, dimana keadaan-keadaan yang nyata menguasai pikiran
tentang negara dan hukum seluruhnya.
Karl Marx
Negara menurut Karl Marx adalah hasil dari kontradiksi antagonis
antara kelas borjuis dan kelas proletariat. Negara merupakan refleksi dari
hubungan produksi penindasan yang dilakukan oleh kelas penguasa
terhadap kelas yang dikuasai.
Negara, adalah bukan merupakan kekuatan yang dipaksakan dari
luar kepada masyarakat, sebagai suatu sesempit „realitas ide moral‟,
„bayangan dan realitas akal‟ sebagaimana ditegaskan oleh Hegel.
Malahan, negara adalah produk masyarakat pada tingkat perkembangan
tertentu; negara adalah pengakuan bahwa masyarakat ini terlibat dalam
kontrakdisi yang tak terpecahkan dengan dirinya sendiri, bahwa ia telah
terpecah menjadi segi-segi yang berlawanan yang tak terdamaikan dan ia
tidak berdaya melepaskan diri dari keadaan demikian itu. Dan supaya
segi-segi yang berlawanan ini, kelas-kelas yang kepentingan-kepentingan
ekonominya berlawanan, tidak membinasakan satu sama lain dan tidak
membinasakan masyarakat dalam perjuangan yang sia-sia, maka untuk itu
diperlukan kekuatan yang nampaknya berdiri di atas masyarakat,
kekuatan yang seharusnya meredakan bentrokan itu, mempertahankannya
di dalam „batas-batas tata tertib‟; dan kekuatan ini, yang lahir dari
masyarakat, tetapi menempatkan diri di atas masyarakat tersebut dan yang
semakin mengasingkan diri darinya, adalah negara
Negara adalah produk dan manifestasi dari tak terdamaikannya
antagonisme-antagonisme kelas. Negara timbul ketika, di mana dan untuk
perpanjangan terjadinya antagonisme-antagonisme kelas secara obyektif
tidak dapat didamaikan. Dan sebaliknya, eksistensi negara membuktikan
bahwa antagonisme-antagonisme kelas adalah tak terdamaikan.
2.2.1 Teori-teori tentang Tujuan Negara
1) Teori Kekuasaan
Shang Yang, yang hidup di negeri China sekitar abad V-IV SM
menyatakan bahwa tujuan negara adalah pembentukan kekuasaan
negara yang sebesar-besarnya. Menurut dia, perbedaan tajam
antara negara dengan rakyat akan membentuk kekuasaan negara.
“A weak people means a strong state and a strong state means a
weak people. Therefore a country, which has the right way, is
concerned with weakening the people.” Sepintas ajaran Shang
Yang sangat kontradiktif karena menganggap upacara, musik,
nyanyian, sejarah, kebajikan, kesusilaan, penghormatan kepada
orangtua, persaudaraan, kesetiaan, ilmu (kebudayaan, ten evils)
sebagai penghambat pembentukan kekuatan negara untuk dapat
mengatasi kekacauan (yang sedang melanda China saat itu).
Kebudayaan rakyat harus dikorbankan untuk kepentingan
kebesaran dan kekuasaan negara.
Niccolo Machiavelli, dalam bukunya Il Principe menganjurkan
agar raja tidak menghiraukan kesusilaan maupun agama. Untuk
meraih, mempertahankan dan meningkatkan kekuasaannya, raja
harus licik, tak perlu menepati janji, dan berusaha selalu ditakuti
rakyat. Di sebalik kesamaan teorinya dengan ajaran Shang Yang,
Machiavelli menegaskan bahwa penggunaan kekuasaan yang
sebesar-besarnya itu bertujuan luhur, yakni kebebasan,
kehormatan dan kesejahteraan seluruh bangsa.
2) Teori Perdamaian Dunia
Dalam bukunya yang berjudul De Monarchia Libri III, Dante
Alleghiere (1265-1321) menyatakan bahwa tujuan negara adalah
untuk mewujudkan perdamaian dunia. Perdamaian dunia akan
terwujud apabila semua negara merdeka meleburkan diri dalam satu
imperium di bawah kepemimpinan seorang penguasa tertinggi.
Namun Dante menolak kekuasaan Paus dalam urusan duniawi. Di
bawah seorang mahakuat dan bijaksana, pembuat undang-undang
yang seragam bagi seluruh dunia, keadilan dan perdamaian akan
terwujud di seluruh dunia.
3) Teori Jaminan atas Hak dan Kebebasan Manusia
Immanuel Kant (1724-1804) adalah penganut teori Perjanjian
Masyarakat karena menurutnya setiap orang adalah merdeka dan
sederajat sejak lahir. Maka Kant menyatakan bahwa tujuan negara
adalah melindungi dan menjamin ketertiban hukum agar hak dan
kemerdekaan warga negara terbina dan terpelihara. Untuk itu
diperlukan undang-undang yang merupakan penjelmaan kehendak
umum (volonte general), dan karenanya harus ditaati oleh siapa
pun, rakyat maupun pemerintah. Agar tujuan negara tersebut dapat
terpelihara, Kant menyetujui azas pemisahan kekuasaan menjadi
tiga potestas (kekuasaan): legislatoria, rectoria, iudiciaria
(pembuat, pelaksana, dan pengawas hukum). Teori Kant tentang
negara hukum disebut teori negara hukum murni atau negara
hukum dalam arti sempit karena peranan negara hanya sebagai
penjaga ketertiban hukum dan pelindung hak dan kebebasan
warga negara, tak lebih dari nightwatcher, penjaga malam).
Negara tidak turut campur dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Pendapat Kant ini sangat sesuai dengan
zamannya, yaitu tatkala terjadi pemujaan terhadap liberalisme
(dengan semboyannya: laissez faire, laissez aller). Namun teori
Kant mulai ditinggalkan karena persaingan bebas ternyata makin
melebarkan jurang pemisah antara golongan kaya dan golongan
miskin. Para ahli berusaha menyempurnakan teorinya dengan teori
negara hukum dalam arti luas atau negara kesejahteraan (Welfare
State). Menurut teori ini, selain bertujuan melindungi hak dan
kebebasan warganya, negara juga berupaya mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh warga negara.
Kranenburg termasuk penganut teori negara kesejahteraan.
Menurut dia, tujuan negara bukan sekadar memelihara ketertiban
hukum, melainkan juga aktif mengupayakan kesejahteraan
warganya. Kesejahteran pun meliputi berbagai bidang yang luas
cakupannya, sehingga selayaknya tujuan negara itu disebut secara
plural: tujuan-tujuan negara. Ia juga menyatakan bahwa upaya
pencapaian tujuan-tujuan negara itu dilandasi oleh keadilan secara
merata, seimbang.
4) Teori Fasisme
Tujuan negara menurut teori fasisme adalah imperium dunia.
Pemimpin bercita-cita untuk mempersatukan semua bangsa di dunia
menjadi satu tenaga atau kekuatan bersama. Beberapa negara yang
pernah menganut fasisme antara lain Italia ketika dipimpin oleh
Benito Mussolini, Jerman ketika dipimpin Adolf Hitler, dan Jepang
ketika dipimpin Tenno Heika.
5) Teori Individualisme
Teori individualisme berpendapat bahwa negara tidak boleh
campur tangan dalam urusan pribadi, ekonomi, dan agama bagi warga
negaranya. Tujuan dibentuknya negara hanyalah berfungsi untuk
menjaga keamanan dan ketertiban individu serta menjamin kebebasan
seluas-luasnya dalam memperjuangkan kehidupannya.
6) Teori Sosialisme
Teori sosialisme berpendapat bahwa negara mempunyai hak
campur tangan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Hal mi
dilakukan agar tujuan negara dapat tercapai. Tujuan negara sosialis
adalah memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan merata
bagi setiap anggota masyarakat.
7) Teori Integralistik
Teori integralistik berpendapat bahwa tujuan negara itu
merupakan gabungan dan paham individualisme dan sosialisme.
Paham integralistik ingin menggabungkan kemauan rakyat dengan
penguasa (negara). Paham integralistik beranggapan bahwa negara
didirikan bukan hanya untuk kepentingan perorangan atau golongan
tertentu saja, tetapi juga untuk kepentingan seluruh masyarakat negara
yang bersangkutan.
Selain beberapa teori tersebut, ada pula ajaran tentang tujuan
negara sebagai berikut:
Ajaran Plato: Negara bertujuan memajukan kesusilaan
manusia sebagai individu dan makhluk sosial.
Ajaran Teokratis (Kedaulatan Tuhan): Negara bertujuan
mencapai kehidupan yang aman dan ternteram dengan taat
kepada Tuhan. Penyelenggaraan negara oleh pemimpin
semata-mata berdasarkan kekuasaan Tuhan yang dipercayakan
kepadanya. Tokoh utamanya: Augustinus, Thomas Aquino)
Ajaran Negara Polisi: Negara bertujuan mengatur kemanan
dan ketertiban masyarakat (Immanuel Kant).
Ajaran Negara Hukum: Negara bertujuan menyelenggarakan
ketertiban hukum dan berpedoman pada hukum (Krabbe).
Dalam negara hukum, segala kekuasaan alat-alat
pemerintahannya didasarkan pada hukum. Semua orang –
tanpa kecuali – harus tunduk dan taat kepada hukum
(Government not by man, but by law = the rule of law). Rakyat
tidak boleh bertindak semau gue dan menentang hukum. Di
dalam negara hukum, hak-hak rakyat dijamin sepenuhnya oleh
negara, sebaliknya rakyat berkewajiban mematuhi seluruh
peraturan pemerintah/ negaranya.
Negara Kesejahteraan (Welfare State = Social Service
State): Negara bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum.
Negara adalah alat yang dibentuk rakyatnya untuk mencapai
tujuan bersama, yaitu kemakmuran dan keadilan sosial.
2.3 Fungsi Negara Fungsi pokok negara adalah mewujudkan, menjalankan dan
melaksanakan kebijaksanaan bagi seluruh masyarakat di daerah
kekuasaannya. Ini merupakan aktivitas terpenting dari negara. Dengan sendirinya
bukan hanya negara yang menjadi peserta dari kebijaksanaan ini. Kebijaksanaan
negara meliputi:
1. Memelihara ketertiban umum atau negara sebagai stabilisator;
2. Memajukan perkembangan masyarakat atau negara sebagai stimulator;
3. Memadukan berbagai aktivitas masyarakat atau negara sebagai koordinator;
4. Menunjuk dan membagi benda-benda material dan non material atau negara
sebagai pembagi atau distributor.
2.3.1 Fungsi Menurut Para Ahli
Pandangan Locke tentang negara terdapat di dalam bukunya yang
berjudul "Dua Tulisan tentang Pemerintahan" (Two Treatises of Civil
Government). Ia menjelaskan pandangannya itu dengan menganalisis tahap-
tahap perkembangan masyarakat. Locke membagi perkembangan masyarakat
menjadi tiga, yakni keadaan alamiah (the state of nature), keadaan perang (the
state of war), dan negara (commonwealth).
Fungsi negara Menurut John Locke 1. Fungsi legislative ialah fungsi untuk membentuk undang-
undang atau peraturan
2. Fungsi eksekutif adalah fungsi untuk melaksanakan undang-
undang atau peraturan.
3. Fungsi federative adalah fungsi untuk hubungan luar negeri
Fungsi negara Menurut Montesiqeiu 1. Fungsi legislatif adalah fungsi membentuk undang-undang
2. Fungsi eksekutif adalah fungsi melaksanakan undang-undang
3. Fungsi yudikatif adalah fungsi mengawasai pelaksanaan
undang-undang
Nah untuk menjalankan fungsi-fungsi negara tersebut,
perlu adanya badan-badan atau organisasi untuk
melaksanakannya. Untuk menjalankan fungsi legislatif, suatu
negara perlu membentuk MPR DPR yang bertugas membuat
undang-undang. Suatu negara juga harus ada pemerintahan, seperti
adanya presiden dan mentri-mentrinya yang bertugas menjalankan
dan mengatur suatu negara. Suatu negara juga butuh badan hukum
dan penegak hukum, supaya undang-undang bisa diawasi dan
ditegakkan.
2.3.2 Teori-teori Fungsi Negara
1) Teori Anarkhisme
Secara etimologis, anarkhi (kata Yunani: αν = tidak, bukan,
tanpa; αρκειν = pemerintah, kekuasaan) berarti tanpa pemerintahan
atau tanpa kekuasaan.
Penganut anarkhisme menolak campurtangan negara dan
pemerintahan karena menurutnya manusia menurut kodratnya
adalah baik dan bijaksana, sehingga tidak memerlukan negara/
pemerintahan yang bersifat memaksa dalam penjaminan
terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat. Fungsi negara
dapat diselenggarakan oleh perhimpunan masyarakat yang dibentuk
secara sukarela, tanpa paksaan, tanpa polisi, bahkan tanpa hukum
dan pengadilan. Anarkhisme menghendaki masyarakat bebas (tanpa
terikat organisasi kenegaraan) yang mengekang kebebasan
individu.
a. Anarkhisme filosofis
Menganjurkan pengikutnya untuk menempuh jalan damai
dalam usaha mencapai tujuan dan menolak penggunaan kekerasan
fisik. Tokohnya: William Goodwin (1756-1836), Kaspar Schmidt
(1805-1856), P.J. Proudhon (1809-1865), Leo Tolstoy (1828-
1910).
b. Anarkhisme revolusioner
Mengajarkan bahwa untuk mencapai tujuan, kekerasan
fisik dan revolusi berdarah pun boleh digunakan. Contoh ekstrim
anarkhisme revolusioner terjadi di Rusia pada tahun 1860 dengan
nama nihilisme, yaitu gerakan yang mengingkari nilai-nilai moral,
etika, ide-ide dan ukuran-ukuran konvensional. Tujuan
menghalalkan cara. Tokohnya: Michael Bakunin (1814-1876).
2) Teori Individualisme
Individualisme adalah suatu paham yang menempatkan
kepentingan individual sebagai pusat tujuan hidup manusia.
Menurut paham ini, negara hanya berfungsi sebagai sarana
pemenuhan kebutuhan setiap individu. Negara hanya bertugas
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (penjaga
malam), tidak usah ikut campur dalam urusan individu, bahkan
sebaliknya harus memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada setiap individu dalam kehidupannya. Individualisme
berjalan seiring dengan liberalisme yang menjunjung tinggi
kebebasan perseorangan. Di bidang ekonomi, liberalisme
menghendaki persaingan bebas. Yang bermodal lebih kuat/ besar
layak memenangi persaingan. Sistem ekonomi liberal biasa
disebut kapitalisme.
3) Teori Sosialisme
Sosialisme merupakan suatu paham yang menjadikan
kolektivitas (kebersamaan) sebagai pusat tujuan hidup manusia.
Penganut paham ini menganggap bahwa dalam segala aspek
kehidupan manusia, kebersamaan harus diutamakan. Demi
kepentingan bersama, kepentingan individu harus
dikesampingkan. Maka, negara harus selalu ikut campur dalam
segala aspek kehidupan demi tercapainya tujuan negara, yaitu
kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat.
Pelaksanaan ajaran sosialisme secara ekstrim dan radikal-
revolusioner merupakan embrio komunisme yang tidak mengakui
adanya hak milik perorangan atas alat-alat produksi dan modal.
Yang tidak termasuk alat-alat produksi dijadikan milik bersama
(milik negara). Di negara komunis selalu diseimbangkan status
quo keberadaan dua kelas masyarakat: pemilik alat produksi dan
atau modal serta yang bukan pemilik alat produksi (buruh).
Fungsi negara menurut komunisme adalah sebagai alat
pemaksa yang digunakan oleh kelas pemilik alat-alat produksi
terhadap kelas/ golongan masyarakat lainnya untuk
melanggengkan kepemilikannya.
2.4 Bentuk – Bentuk Negara
2.4.1 Negara Kesatuan (Unitaris)
Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni
kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah
pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam
maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan
daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan hanya
ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan
satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah
pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek
pemerintahan. Ciri utama negara kesatuan adalah supremasi parlemen
pusat dan tiadanya badan-badan lain yang berdaulat. Negara kesatuan
dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu Sentralisasi, dan
Desentralisasi.
Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan
diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan
perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Daerah
tidak berwewenang membuat peraturan-peraturan sendiri dan atau
mengurus rumah tangganya sendiri.
Sedangkan dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah
diberi kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri
(otonomi, swatantra). Untuk menampung aspirasi rakyat di daerah,
terdapat parlemen daerah. Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap
memegang kekuasaan tertinggi.
2.4.2 Negara Serikat (Federasi)
Negara Serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas
beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati
negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara
sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, yang berdaulat dalam negara
serikat adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal.
Setiap negara bagian bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tak
bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan
dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah federal.
Ciri-ciri negara serikat/ federal:
1. Tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan
menteri (kabinet) demi kepentingan negara bagian;
2. Tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak
boleh bertentangan dengan konstitusi negara serikat;
3. Hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur
melalui negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang
kewenangannya telah diserahkan secara langsung kepada
pemerintah federal.
Dalam praktik kenegaraan, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala
negara bagian (lazimnya disebut gubernur negara bagian). Pembagian
kekuasaan antara pemerintah federal dengan negara bagian ditentukan oleh
negara bagian, sehingga kegiatan pemerintah federal adalah hal ikhwal
kenegaraan selebihnya (residuary power).
Pada umumnya kekuasaan yang dilimpahkan negara-negara bagian
kepada pemerintah federal meliputi:
1. Hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek
hukum internasional, misalnya: masalah daerah, kewarganegaraan
dan perwakilan diplomatik;
2. Hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan
dan keamanan nasional, perang dan damai;
3. Hal-hal tentang konstitusi dan organisasi pemerintah federal serta
azas-azas pokok hukum maupun organisasi peradilan selama
dipandang perlu oleh pemerintah pusat, misalnya: mengenai
masalah uji material konstitusi negara bagian;
4. Hal-hal tentang uang dan keuangan, beaya penyelenggaraan
pemerintahan federal, misalnya: hal pajak, bea cukai, monopoli,
matauang (moneter);
5. Hal-hal tentang kepentingan bersama antarnegara bagian,
misalnya: masalah pos, telekomunikasi, statistik.
Persamaan antara negara serikat dengan negara kesatuan bersistem
desentralisasa adalah :
1. Pemerintah pusat sebagai pemegang kedaulatan ke luar.
2. Sama-sama memiliki hak mengatur daerah sendiri (otonomi).
Sedangkan perbedaannya adalah mengenai asal-asul hak mengurus
rumah tangga sendiri itu. Yaitu, pada negara bagian, hak otonomi itu
merupakan hak aslinya, sedangkan pada daerah otonom, hak itu diperoleh
dari pemerintah pusat.
2.4.3 Perserikatan Negara
Perserikatan Negara pada hakikatnya bukanlah negara, melainkan
suatu perserikatan yang beranggotakan negara-negara yang masing-masing
berdaulat. Dalam menjalankan kerjasama di antara para anggotanya,
dibentuklah alat perlengkapan atau badan yang di dalamnya duduk para
wakil dari negara anggota. Contoh Perserikatan Negara yang pernah ada
ialah Perserikatan Amerika Utara (1776-1787)
Perbedaan antara negara serikat dan perserikatan negara:
Dalam negara serikat, keputusan yang diambil oleh pemerintah
negara serikat dapat langsung mengikat warga negara bagian;
sedangkan dalam serikat negara keputusan yang diambil oleh
serikat itu tidak dapat langsung mengikat warga negara dari negara
anggota.
Dalam negara serikat, negara-negara bagian tidak boleh
memisahkan diri dari negara serikat itu; sedangkan dalam serikat
negara, negara-negara anggota boleh memisahkan diri dari
gabungan itu.
Dalam negara serikat, negara bagian hanya berdaulat ke dalam;
sedangkan dalam serikat negara, negara-negara anggota tetap
berdaulat ke dalam maupun ke luar.
2.4.4 Koloni atau Jajahan
Negara koloni atau jajahan adalah suatu daerah yang dijajah oleh
bangsa lain. Koloni biasanya merupakan bagian dari wilayah negara
penjajah. Hampir semua soal penting negara koloni diatur oleh pemerintah
negara penjajah. Karena terjajah, daerah/ negara jajahan tidak berhak
menentukan nasibnya sendiri. Dewasa ini tidak ada lagi koloni dalam arti
sesungguhnya.
2.4.5 Trustee (Perwalian)
Negara Perwalian adalah suatu negara yang sesudah Perang Dunia
II diurus oleh beberapa negara di bawah Dewan Perwalian dari PBB.
Konsep perwalian ditekankan kepada negara-negara pelaksana
administrasi. Menurut Piagam PBB, pembentukan sistem perwalian
internasional dimaksudkan untuk mengawasi wilayah-wilayah perwalian
yang ditempatkan di bawah PBB melalui perjanjian-perjanjian tersendiri
dengan negara-negara yang melaksanakan perwalian tersebut. Perwalian
berlaku terhadap:
1. Wilayah-wilayah yang sebelumnya ditempatkan di bawah mandat
oleh Liga Bangsa-Bangsa setelah Perang Dunia I;
2. Wilayah-wilayah yang dipisahkan dari negara-negara yang dikalahkan
dalam Perang Dunia II;
3. Wilayah-wilayah yang ditempatkan secara sukarela di bawah negara-
negara yang bertanggung jawab tentang urusan pemerintahannya.
Tujuan pokok sistem perwalian adalah untuk meningkatkan
kemajuan wilayah perwalian menuju pemerintahan sendiri. Mikronesia
merupakan negara trusteeterakhir yang dilepas Dewan Perwalian PBB
pada tahun 1994.
2.4.6 Dominion
Bentuk kenegaraan ini hanya terdapat di dalam lingkungan
Kerajaan Inggris. Negara dominion semula adalah negara jajahan Inggris
yang setelah merdeka dan berdaulat tetap mengakui Raja/ Ratu Inggris
sebagai lambang persatuan mereka. Negara-negara itu tergabung dalam
suatu perserikatan bernama “The British Commonwealth of
Nations” (Negara-negara Persemakmuran).
Tidak semua bekas jajahan Inggris tergabung dalam
Commonwealth karena keanggotaannya bersifat sukarela.
Ikatan Commonwealth didasarkan pada perkembangan sejarah dan azas
kerja sama antaranggota dalam bidang ekonomi, perdagangan (dan pada
negara-negara tertentu juga dalam bidang keuangan). India dan Kanada
adalah negara bekas jajahan Inggris yang semula berstatus dominion,
namun karena mengubah bentuk pemerintahannya menjadi republik/
kerajaan dengan kepala negara sendiri, maka negara-negara itu kehilangan
bentuk dominionnya. Oleh karena itu persemakmuran itu kini dikenal
dengan nama“Commonwealth of Nations”. Anggota-anggota
persemakmuran itu antara lain: Inggris, Afrika Selatan, Kanada, Australia,
Selandia Baru, India, Malaysia, etc. Di sebagian dari negara-negara itu
Raja/ Ratu Inggris diwakili oleh seorang Gubernur Jenderal, sedangkan di
ibukota Inggris, sejak tahun 1965 negara-negara itu diwakili oleh High
Commissioner.
2.4.7 Uni
Bentuk kenegaraan Uni adalah gabungan dari dua negara atau lebih
yang merdeka dan berdaulat penuh, memiliki seorang kepala negara yang
sama. Pada umumnya Uni dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
Uni Riil (Uni Nyata), yaitu suatu uni yang terjadi apabila negara-
negara anggotanya memiliki alat perlengkapan negara bersama yang
telah ditentukan terlebih dulu. Perlengkapan negara itu dibentuk untuk
mengurus kepentingan bersama. Uni sengaja dibentuk guna
mewujudkan persatuan yang nyata di antara negara-negara
anggotanya. Contoh: Uni Austria – Hungaria (1867-1918), Uni
Swedia – Norwegia (1815-1905), Indonesia – Belanda (1949).
Uni Personil, yaitu suatu uni yang memiliki seorang kepala negara,
sedangkan segala urusan dalam negeri maupun luar negeri diurus
sendiri oleh negara-negara anggota. Contoh: Uni Belanda –
Luxemburg (1839-1890), Swedia – Norwegia (1814-1905), Inggris –
Skotlandia (1603-1707;
Selain itu ada yang dikenal dengan nama Uni Ius Generalis, yaitu
bentuk gabungan negara-negara yang tidak memiliki alat perlengkapan
bersama. Tujuannya adalah untuk bekerja sama dalam bidang hubungan
luar negeri. Contoh: Uni Indonesia – Belanda setelah KMB.
2.4.8 Protektorat
Sesuai namanya, negara protektorat adalah suatu negara yang ada
di bawah perlindungan negara lain yang lebih kuat. Negara protektorat
tidak dianggap sebagai negara merdeka karena tidak memiliki hak penuh
untuk menggunakan hukum nasionalnya. Contoh: Monaco sebagai
protektorat Prancis. Negara protektorat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu:
Protektorat Kolonial, jika urusan hubungan luar negeri, pertahanan
dan sebagian besar urusan dalam negeri yang penting diserahkan
kepada negara pelindung. Negara protektorat semacam ini tidak
menjadi subyek hukum internasional. Contoh: Brunei Darussalam
sebelum merdeka adalah negara protektorat Inggris.
Protektorat Internasional, jika negara itu merupakan subyek hukum
internasional. Contoh: Mesir sebagai negara protektorat Turki (1917),
Zanzibar sebagai negara protektorat Inggris (1890) dan Albania
sebagai negara protektorat Italia (1936).
2.4.9 Mandat
Negara Mandat adalah suatu negara yang semula merupakan
jajahan dari negara yang kalah dalam Perang Dunia I dan diletakkan di
bawah perlindungan suatu negara yang menang perang dengan
pengawasan dari Dewan Mandat LBB. Ketentuan-ketentuan tentang
pemerintahan perwalian ini ditetapkan dalam suatu perjanjian di Versailles.
Contoh: Syria, Lebanon, Palestina (Daerah Mandat A); Togo dan Kamerun
(Daerah Mandat B); Afrika Barat Daya (Daerah Mandat C).
2.1. Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia
Sistem ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945 adalah sebagai
berikut:
a) Bentuk negara adalah kesatuan
b) Bentuk pemerintahan adalah republik
c) Sistem pemerintahan adalah presidensiil
2.1.1. Bentuk Negara Kesatuan
UUD 1945 menetapkan bahwa bentuk susunan negara
Indonesia adalah kesatuan bukan serikat atau federal. Dasar
penetapan ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik”.
Negara Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan kekuasaannya. Hal ini di
dasarkan pada Pasal 18 UUD 1945. Ketentuan dalam Pasal 18 UUD
1945 Perubahan Kedua berbunyi sebagai berikut:
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
3. Pemerintahan daerah provinsi daerah kabupaten, dan kota
memiliki Dewan Perwakilan Daerah yang anggota-anggotanya
dipilih melalui pemilihan umum.
4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis.
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peratura lain untuk melaksanakan otonomia dan tugas
pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah
diatur dalam undang-undang.
2.1.2. Bentuk Pemerintahan Republik
UUD 1945 menetapkan bahwa bentuk pemerintahan
Indonesia adalah republik bukan monarki atau kerajaan. Dasar
penetapan ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik”. Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui
bahwa “kesatuan” adalah bentuk negara, sedangkan “republik”
adalah bentuk pemerintahan.
Bentuk negara Indonesia pernah mengalami perubahan,
yaitu dari negara kesatuan menjadi negara serikat. Hal ini terjadi
antara Desember 1949 sampai dengan agustus 1950. Adapun untuk
bentuk pemerintahan, Indonesia belum pernah berubah menjadi
negara kerajaan atau monarki. Sekarang ini bangsa Indonesia telah
sepakat bahwa perihal bentuk negara kesatuan dan bentuk
pemerintahan republik tidak akan ada perubahan. Hal ini ditunjukan
pada pasal 37 ayat (5) naskah UUD 1945 Perubahan Keempat yang
menyatakan “Khusus mengenai bentuk Negara Republik Indonesia
tidak dapat dilakukan perubahan”
2.1.3. Sistem Pemerintahan Presidensiil
Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang
1945, indonesia menganut sistem presidensiil. Secara teoritis, sistem
pemerintahan dibagi dalam dua klasifikasi besar, yaitu sistem
pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensiil.
Gambaran akan sistem pemerintahan di indonesia dinyatakan
dalam pasal-pasal Uud 1945 sebagai berikut :
1. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. (pasal 4 ayat
(1))
2. Presiden berhak mengajukan rancangan undan-undang
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.(pasal 5 ayat (1))
3. Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.(pasal 5
ayat(2))
4. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat.(pasal 6A ayat (1))
5. Presiden tidak dapat membekukan dan/ atau membubarkan
Dewan Perwakilan Rakyat.(pasal 7C)
6. Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.(pasal 10)
7. Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain.(pasal 11 ayat (1))
8. Presiden menyatakan keadaan bahaya.Syarat-syarat dan
akibatnya keadaan bahaya di tetapkan dengan undang-
undang.(pasal 12)
9. Presiden mengangkat duta dan konsul.(pasal 13)
10. Presiden memberi grasi, rehabilitasi, amnesti, dan
abolosi.(pasal 14)
11. Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda
kehormatan.(pasal 15)
12. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.Menteri-
menteri itu diangkat dan di berhentikan oleh Presiden.(pasal
17 ayat (1) dan (2))
13. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui
pemilihan umum.(pasal 19 ayat (1))
14. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang.(pasal 20 ayat (1))
15. Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan.(pasal 20A ayat (1))
Dari ketentuan dalam pasal-pasal Uud 1945 tersebut serta di
hubungkan dengan ciri-ciri sistem pemerintahan yang ada maka
sistem pemerintahan di Indonesia meganurt sistem pemerintahan
Presidensiil. Hal ini, karena ciri-ciri dari sistem Presidensiil tampak
dalam ketentuan pasal-pasal UUD 1945.
Secara teoretis, sistem pemerintahan Presidensiil kelebihan
dan kelemahan. Kelebihan dari sistem Pemerintahan Presidensiil
adalah sebagai berikut:
1. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak
tergantung pada Parlemen.
2. Masa jabatan badan Eksekutif lebih jelas dengan jangka
waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika
Serikat adalah empat Tahun, Presiden Indonesia lima Tahun.
3. Penyusunan program kerja kabinet mudah disesuaikan
dengan jangka waktu masa jabatan.
4. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan
eksekutif karena dapat di isi oleh orang luar. Termasuk
anggota parlemen sendiri.
Kelemahan sistem Pemerintahan Presidensiil adalah sebagai
berikut:
1. Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung Legislatif
sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
2. Sistem pertanggungjawabannya kurang jelas.
3. Pembuatan keputusan/ kebijakan publik umumnya hasil
tawar – menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga
dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang
lama.
Kelemahan utama dari sistem Pemerintahan Presidensiil
adalah kecederungan kekuasaan eksekutif atau presiden yang
mutlak. Untuk meminimalkan kelemahan itu, atau mencegah
kekuasaan presiden agar tidak cenderung mutlak maka diadakan
pengawasan atas kekuasaan presiden serta penguatan lembaga DPR.
Sehingga, bisa mengimbangi kekuasaan presiden. Demikian pula
lembaga-lembaga negara lainnya seperti Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi diperkuat kedudukannya.
Mengenai hal diatas, berikut beberapa contoh dalam
keketentuan UUD 1945:
1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas
usul DPR. Jadi, DPR dapat memiliki kekuasaan mengawasi
presiden meskipun secara tidak langsung.
2. Presiden dalam mengangkat pejabat, negara perlu
pertimbangan dan/ atau persetujuan DPR. Contohnya, dalam
pengangkatan duta Negara Asing, Gubernur Bank Indonesia,
Panglima TNI, dan Kepolisian.
3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu, perlu
pertimbangan dan/ atau persetujuan lembaga lain. Seperti
DPR, MA, atau MK. Contohnya, pembuatan perjanjian
Internasional, pemberian gelar, tanda jasa, tanda kehormatan,
pemberian Amnesti, dan Abolisi.
4. Parlemen diberi kekuasaan lebih besar dalam hal membentuk
undang-undang dan hak Budget (anggaran).
5. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi memiliki hak
Judicial Review .
Dengan adanya mekanisme tersebut, maka antarlembaga negara
akan terjadi saling mengendalikan dan mengimbangi
sehingga kekuasaan suatu lembaga negara tidak berada
diatas kekuasaan lembaga lain. Mekanisme tersebut dikenal
dengan istilah checks and balances (pertimbangan dan
pengendalian).
III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan Menurut kelompok kami Negara adalah suatu wilayah yang mencakup
wilayah darat, dan laut dimana dalam wilayah tersebut memiliki rakyat yang
tunduk terhadap keuasaan negara dan mampu mendukung negara yang
bersangkutan serta memiliki pemerintahan yang berdaulat (baik kedalam
maupun diluar). Hal ini disebut unsur-unsur terbentuknya suatu negara yang sah
, unsure negara tersebut meliputi: a. Rakyat , yaitu orang orang yang bertempat tinggal diwilayah itu, tunduk
pada kekuasaan negara da mendukung negara yang bersangkutan.
b. Wilayah, yaitu daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi
tempat tinggal bagi warga negara. Wilayah juga menjadi sumber
kehidupan rakyat negara. Wilayah negara mencakup wilayah darat, laut,
dan udara.
c. Pemerintah yang berdaulat, yaitu adanya penyelenggara yang memiliki
kekuasaan menyelengarakan pemerintahan dinegara tersebut.
Pemerintahan yang berdaulat dibagi menjadi 2 yaitu :
- Kedaulatan kedalam, berarti negara memiliki kekuasaan untuk
ditaati oleh rakyatnya.
- Kedaulatan keluar, berarti negara mampu mempertahankan diri dari
serangan negara lain.
Unsur rakyat, wilayah, dan pemerintah yang berkedaulatan merupakan
unsur positif atau unsur pembentuk yang harus terpenuhi agar terbentuk suatu
negara. Selain ada unsur rakyat, wilayah, dan pemerintah yang berdaulatan haus
ada pengakuan dari negara lain (De Jure) dan DeFacto. Selain unsure konstitutif
atau pembentuk, negara memiliki unsure deklaratif. Unsur deklaratif adalah
unsure yang sifatnya menyatakan bukan unsure yang mutlak. Pengakuan dari
negara lain merupakan unsure deklaratif. Sebagai organisasi negara memiliki
sifat memaksa, monopoli, dan mencakup semua.
3.2 Saran Melalui makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan pembaca mengenai negara, baik pengertian, bentuk, tujuan, dan fungsi
negara. Dan semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah
kemampuan peserta dalam memahami Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia. Dengan emikian pembaca makalah ini dapat memiliki presepsi bahwa
tujuan umum dari pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya adalah bagaimana
menjadikan warga negara yang baik yang mampu mendukung bangsa dan negara.
Konsep warga negara yang baik (good citizen) tentunyaamat tergantung dari
pandangan hidup dan system politik negara yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
Eduvcation) DEMOKRASI, HAK ASASI MANUSIA, DAN MASYARAKAT MADAN.
http://kuliahfilsafat.blogspot.com/2009/08/definisi-negara-oleh-para-ahli.html
http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/09/bentuk-negara-dan-bentuk-kenegaraan/
Tri Widodo W. Utomo, S.H. 1998. Lembaga Administrasi Negara, Perwakilan Jawa
Barat.
Winarno, S.Pd., M.Si. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta, Sinar Grafika
Offset.
top related