skenario i
Post on 05-Jan-2016
242 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Skenario I
Kaki Kapten yang Bernanah
Virza, 16 tahun adalah seorang kapten tim sepak bola di SMA N 2 Purwokerto 2 hari
terakhir ini tidak bisa mengikuti latihan sepak bola bersama teman satu timnya karena demam
dan betis kirinya tampak bengkak, merah, nyeri serta mengeluarkan nanah. Sekitar empat
bulan yang lalu saat pertandingan sepak bola, Virza harus ditarik keluar lapangan setelah di
tackling keras oleh lawan dari belakang. Saat itu Virza mengerang kesakitan karena betis
kirinya terdapat luka kecil yang mengeluarkan darah. Setelah pertandingan selesai, Virza
dibawa ke tukang urut oleh teman-temannya. Oleh si tukang urut dikatakan bahwa Virza
mengalami retak tulang ringan dan untuk pengobatannya hanya perlu di urut teratur dan
betisnya di bungkus dengan daun pisang. Dua minggu berulang betis kiri Virza bengkak dan
mengeluarkan cairan kuning yang bau. Oleh keluarganya Virza dibawa ke mantri di
kampung, Virza diberi suntikan, dan diberi obat untuk dibawa pulang atau berobat jalan.
Virza dianjurkan kontrol tiap minggu. Setelah satu bulan berobat kaki Virza sudah tidak
bengkak, tidak mengeluarkan cairan, dan tidak berbau. Virza dapat beraktivitas kembali.
Karena Virza sudah tidak ada keluhan, keluarga Virza tidak melanjutkan kontrol. Sekitar dua
minggu ini Virza mengeluhkan betisnya terasa sakit keluar cairan bening. Malam hari makin
terasa sakit, dan bertmbah bengkak. Karena khawatir sang ayah membawa Virza ke dokter
untuk diperiksa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya deformitas, jaringan parut
berdiameter 12 cm pada regio anterior tibia sinistra. Selain itu juga nampak adanya sinus
dengan discharge seropurulen, serta ekskorasi kulit di sekitar sinus. Dokter menyarankan
Virza untuk menjalani pemeriksaan rontgen pada kaki kirinya dan didapatkan hasil: bone
resorption, penebalan periosteum, involocrum, sklerosis sekitar tulang, sequester dan
angulasi tibia fibula. Bagaimana anda menjelaskan keadaan Virza?
1
I. KLARIFIKASI ISTILAH
A. Nanah :
Adalah cairan berwarna kuning keputihan atau kuning kehijauan yang
disebabkan bakteri. Nanah dapat ditumbulkan karena luka kecil, jerawat, dan bisul.
Pada umunya, nanah terdiri dari sel darah putih dan bakteri mati yang
disebabkan peradangan. (Price,2006)
B. Seropurulen :
Serosa adalah cairan eksudat kaya protein, tanpa sel, keluar masuk dalam jaringan
pada tahap awal inflamasi, bersifat menarik air karena kandungan proteinnya,
sehingga menyebabkan edema pada reaksi inflamasi.
Purulen adalah cairan atau eksudat yang mengandung pus, yang merupakan
kumpulan neutrofil fagositik, dan organisme penghasil pus yang terletak di area
pertahanan untuk mencegah infeksi karena penyebaran secara sistemik.
(Tjay,2013)
C. Tackling :
Adalah teknik merebut bola dari lawan menggunakan kaki dengan cara meluncur
dan menjatuhkan badan. (Mukholid,2010)
D. Sklerosis :
Indurasi atau pengerasan, seperti pengerasan sebagian dari peradangan tulang
nekrosis.(Dorland,2010)
E. Deformitas :
Kelainan bentuk secara anatomi dimana struktur tulang berubah dari bentuk yang
seharusnya.(Noor helmi,2014)
Yaitu perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek karena kuatnya tarikan
otot-otot ekstremitas yang menarik patahan tulang. (Dorland,2010)
F. Angulasi :
Ketidak sejajaran tulang yang terjadi akibat tulang panjang mengalami torsional.
(Noor Helmi,2014)
G. Sequester :
Segmen tulang yang menjadi nekrotik karena luka iskemik yang disebabkan proses
peradangan (Dorland,2010)
H. Ekskoriasi :
2
(Garukan) lesi kulit yang di buat sendiri akibat garukan kuku atau cara lain.
(Dorland,2010)
I. Involocrum :
Penutup atau selubung, misalnya yang mengandung sequestrum tulang nekrosis.
(Dorland,2010)
J. Bone resoption :
Adalah proses dimana osteoklas memecah dan melepaskan mineral serta kalsium
menuju ke aliran darah. (Samiaji E,2003)
K. Jaringan parut :
Yaitu jaringan yang di awali oleh sebuah luka dan terbentuknya benang benang
fibrin yang menjadikan jaringan baru yaitu jaringan parut. (Dorland,2010)
II. IDENTIFIKASI MASALAH
A. Kalimat berita
A. Virza, 16 tahun adalah seorang kapten tim sepak bola di SMA N 2 Purwokerto 2
hari terakhir ini tidak bisa mengikuti latihan sepak bola bersama teman satu
timnya karena demam dan betis kirinya tampak bengkak, merah, nyeri serta
mengeluarkan nanah
B. Sekitar empat bulan yang lalu saat pertandingan sepak bola, Virza harus ditarik
keluar lapangan setelah di tackling keras oleh lawan dari belakang. Saat itu Virza
mengerang kesakitan karena betis kirinya terdapat luka kecil yang mengeluarkan
darah. Lalu dibawa ke tukang urut. Oleh si tukang urut dikatakan bahwa Virza
mengalami retak tulang ringan dan untuk pengobatannya hanya perlu di urut
teratur dan betisnya di bungkus dengan daun pisang.
C. Adanya riwayat berobat sebelumnya, dan pernah ada tanda infeksi sebelumnya
(timbulnya cairan kunig, bau, kaki bengkak) adanya riwayat perubahan klinis.
D. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya deformitas, jaringan parut berdiameter
12 cm pada regio anterior tibia sinistra.Selain itu juga nampak adanya sinus
dengan discharge seropurulen, serta ekskorasi kulit di sekitar sinus.
E. Rontgen pada kaki kirinya dan didapatkan hasil: bone resorption, penebalan
periosteum, involocrum, sclerosis sekitar tulang, sequester dan angulasi tibia
fibula.
B. Kalimat tanya
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ terkait pada skenario?
3
2. Mengapa pasien mengeluh demam, bengkak dan kemerahan pada betis disertai
keluarnya nanah?
3. Bagaimana hubungan riwayat dahulu pasien dengan keluhannya saat ini?
4. Bagaimana interpretais hasil pemeriksaan fisik pasien ?
5. Bagaimana interpretasi hasil rontgen pasien ?
6. Apa saja diagnosis banding terhadap kasus di skenario?
III. ANALISIS MASALAH
A. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ terkait pada skenario?
1. Anatomi
Ekstremitas bawah terdiri dari regio femur, genus, crus atau cruris, dan pedis.
Dalam kasus ini lebih spesifik mengarah pada regio cruris atau tungkai bawah.
Regio ini meliputi daerah dari articulatio genu hingga ke medial malleolus. Di
regio ini ditunjang oleh dua tulang, yaitu tibia yang terletak di anteromedial, dan
fibula yang terletak di lateral. (Paulsen, 2012)
Bentuk tulang tibia dilihat dari cross section atau penampang melintang adalah
segitiga. Perbatasan anterior dan permukaan anteromedialnya adalah lapisan
subkutan, sedangkan perbatasan posteriornya adalah linea musculi solei atau garis
otot soleus tempat melekatnya musculus atau otot soleus. Batas medioinferior
terdapat malleolus medialis yang terletak di ekstremitas medial, tempat melekatnya
tendo tibialis posterior.
Struktur pada tulang tibia antara lain pada sendi lutu (genu) terdapat articulatio
femorotibialis yang menghubungkan tulang femur dengan tulang tibia. Selain itu,
terdapat articulatio tibiofibularis yang terletak di anteroposterior proksimal tibia,
menghubungkan tulang tibia dengan tulang fibula. Di bagian distal tulang tibia
terdapat syndesmosis tibiofibularis. Struktur lainnya yaitu terdapat ligamentum
collateral tibialis et fibularis di sisi lateral dan medial articulatio genu.
Vaskularisasi tulang tibia terdiri dari arteri tibialis anterior et posterior, dan vena
tibialis anterior et posterior. Inervasi tulang tibia yaitu nervus tibiaslis, sedangkan
tulang fibula dipersarafi oelh nervus fibularis. (Elis, 2006)
2. Fisiologi
4
Didalam tulang terdapat cairan yaitu disebut matrix. Dimana matrix ini
mengisi ruang-ruang dalam tulang. 2/3 matrix mengandung Ca(PO4)2 dimana
apabila senyawa ini bertemu dengan Ca(OH)2 maka akan menjadi Ca4 (PO4)6 (OH)2
(hydroxyapatite) dan 1/3 matrix mengandung collagen fiber. Hydorxyapatite ini
berfungsi untuk menahan tekanan namun hancur apabila ada pembengkokan,
permutaran, sedangakan collagen fiber sangat flexibel da kuat namun tidak bisa
menahan tekanan.
Didalam tulang terdapat beberapa sl yaitu osteosit, osteoblas, osteoprogenitor
dan osteoclas.’
- Osteosit
Terdapat pada tulang yang mature. Terdapat pada lacuna yaitu merupakan
tempat berlapis-lapis yang berada diantara matrix dan lapisannya dinamakan
lamellae. Osteosit juga mengatur kadar mineral dan calsium dalam tulang.
- Osteoblas
Osteoblas berfungsi untuk menghasilkan matrix dan berperan penting dalam
proses ossifikasi yaitu dengan memproduksi osteosit baru. Selain itu osteoblas
juga membantu meningkatkan kadar kalsium dalam tulang dengan cara
meningkatkan proses pengendapan kalsium dalam tulang.
- Osteoprogenitor
Terletak di endosteum. Fungsinya adalah mengatur jumlah populasi
osteoblas. Berperan penting dalam proses regenerasi tulang setelah fraktur.
- Osteoclas
Berfungsi untuk me-remove and recycle sel tulang yang sudah mati.
Osteoclas adalah sel yang besar memproduksi asam dan proteolitik untuk
menghancurkan matrix. Juga berperan dalam regulasi fosfat dan kalsium dalam
darah. (Martini,2013)
B. Mengapa pasien mengeluh demam, bengkak dan kemerahan pada betis disertai
keluarnya nanah?
Dari gejala atau keluhan yang dirasakan oleh Virza 16 tahun di dapatkan adanya
peningkatan suhu, bengkak, merah di betis kirinya ini bisa sebagai salah satu petunjuk
yang mengarah adanya peradangan.
Munculnya nanah atau pus di karenakan adanya infeksi bakteri. Pada saat terjadi
fraktur didapatkan luka terbuka tetapi tidak keluar pus. Ketika sistem imun turun
tubuh tidak melawan bakteri sehingga bakteri piogenik menghasilkan pus melewati
5
cloaca sehingga sinus tidak terlihat. Cloaca sendiri letaknya di sekitar sequester dan
involucrum. Sebaliknya ketika sistem imun baik bakteri akan di lawan sehingga tidak
dihasilkan pus.
Berikut merupakan teori mengenai perjalanan infeksi :
1. Teori vaskuler
Pembuluh darah didaerah metafisis berkelok-kelok dan membentuk
sinus sehingga mengakibatkan aliran darah menjadi lambat dan bakteri mudah
berkembang.
2. Teori fagositosis
Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan sistem retikulo
endotelial.
3. Teori trauma
Trauma artifisial terjadi hematom disekitar epifisis. Bila ada fokus
infeksi yang berjalan didarah maka akan terjadi infeksi didaerah hematom.
(Jong W,2005)
C. Bagaimana hubungan riwayat dahulu pasien dengan keluhannya saat ini?
Skenario dalam kasus ini menyebutkan bahwa terdapat riwayat trauma, pada saat
jatuh, Virza mengerang kesakitan yang berarti nyeri, disertai pemeriksaan fisik yang
menunjukkan deformitas, dan pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan
angulasi tibia-fibula. Semua ini merupakan gejala klasik adanya fraktur. Fraktur yang
dimaksud dalam kasus ini tergolong fraktur terbuka karena adanya luka kecil yang
berdarah. Kemungkinan diagnosis frakturnya adalah fraktur terbuka os.tibia sinistra.
Fraktur terbuka cenderung berisiko terjadinya infeksi, terutama dalam kasus ini
dilakukan penatalaksanan yang tidak tepat dengan dibawa ke tukang urut, karena
hanya dengan adanya kontusio kecil saja, perawatannya tidak diperbolehkan untuk
memberikan tegangan atau tekanan karena dapat menyebabkan fraktur terbuka dan
osteomielitis, bergesernya fragmen fraktur, bahkan repetisi fraktur atau fraktur
berulang. Faktor lainnya yaitu dimungkinkan tidak steril atau bersihnya luka dan daun
pisang atau alat dan bahan lain yang digunakan dalam penanganan. Tindakan
pencegahan infeksi yang seharusnya dilakukan sebagai penanganan awal fraktur
terbuka adalah dilakukan debrideman, antibiotik profilaksis, dan imunisasi tetanus.
(Sjamsuhidajat, 2010)
D. Bagaimana interpretais hasil pemeriksaan fisik pasien ?
6
Dari hasil pemeriksaan fisik didapat bahwa adanya jaringan parut dengan
diameter 12 cm hal ini menunjukan bahwa pernah terjadi luka sebelumnya, juga
adanya discharge seropurulen merupakan tanda dari infeksi dan pasien juga
mengalami deformitas pada os tibia, penyebab deformitas antara lain :
- Pertumbuhan abnormal tulang bawaan
- Fraktur
- Gangguan pertumbuhan lapisan epifisis
- Pembengkakan abnormal tulang
- Pertumbuhaan berlebih pada tulang matur (Noor Helmi,2014)
E. Bagaimana interpretasi hasil rontgen pasien ?
Reaksi inflamasi yang menimbulkan adanya pelepasan mediator inflamasi yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi edema periosteum.
Edema periosteum karena jaringan tulang tidak dapat meregang, sehingga terjadi
penekanan intraosseus yang mengganggu aliran darah ke jaringan tulang, sehingga
timbul iskemia hingga nekrosis jaringan tulang. Jika hal ini terjadi secara terus
menerus, maka terjadi osteolisis yang berkepanjangan sehingga muncul sequester,
yang merupakan bagian tulang yang mati, yang terlepas dari tulang yang masih hidup.
Rongga yang ditinggalkan oleh sekuester ini akan diisi oleh jaringan tulang baru yang
disebut involukrum melalui proses osteogenesis. Selain itu juga ada gambaran bone
resoption. Bone resorbtion pada saat terjadi inflamasi maka terlepasnya makrofag
maka terlepas pula mediator-mediator pengaktifan osteoklas ikut terlepas, osteoklaas
yang telah diaktifkan kemudian meresorbsi tulang sehingga kalsium dari tulang
pindah ke darah. (Jong W,2005)
F. Apa saja diagnosis banding terhadap kasus di skenario?
Diagnosis banding dari kasus diatas adalah cellulitis, myositis, ostemoielitis akut
dan ostemoielitis kronik.
7
V. LEARNING OBJECTIVE
A. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami cara mendiagnosis (anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang) osteomielitis kronik eksaserbasi akut
B. Mahasiswa mampu menyingkirkan diagnosis banding dan menegakan diagnosis dari
osteomielitis kronik eksaserbasi akut
C. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami penatalaksanaan farmakologik dan
non farmakologik osteomielitis kronik eksaserbasi akut.
D. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami komplikasi dan prognosis daro
osteomielitis kronik eksaserbasi akut.
VI. BELAJAR MANDIRI
VII.BERBAGI INFORMASI
A. Cara mendiagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang)
osteomielitis kronik eksaserbasi akut.
1. Anamnesis
Kapan timbulnya nyeri?
Apakah timbul mendadak/bertahap?
Apa yang sedang dilakukan pasien?
Dimana nyeri terasa?
Adakah nyeri di malam hari? (Bila nyeri punggung bawah terjadi karena
infeksi atau kanker, nyeri biasanya tidak berkurang bila pasien berbaring.)
Adakah gejala penyerta (penekanan sum sum tulang belakang, gangguan
fungsi buang air besar, atau kecil, kelemahan, gangguan sensoris.)
Adakah gejala skiatia?
Apakah gejala lebih berat bila meregang atau batuk?
Adakah gejala sistemik lain? (demam, penurunan berat badan, menggigil.)
Adakah gejala lain? (kaku dipagi hari)
Penyakit sistem muskuloskeletal bisa bermanifestasi sebagai :
Nyeri (khusunya pada sendi)
Deformitas
Pembengkakan
Mobilitas berkurang
9
Fungsi menurun (tidak dapat berjalan)
Gambaran sistemik seperti ruam dan demam (Gleadale, 2005)
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik muskuloskeletal meliputi inspeksi (look), palpasi (feel),
penilaian kekuatan otot (power), sendi gerak aktif dan pasif (move), dan auskultasi,
dengan uraian sebagai berikut:
a. Inspeksi (look)
Sejak penderita (pasien) datang pertama kali, dinilai:
Postur
Cara berjalan
Raut muka
Warna kulit dan tekstur kulit
Rupa tulang dan sendi
Sinus dan jaringan parut
b. Palpasi (feel)
Yang perlu dinilai pada palpasi antara lain sebagai berikut:
• Suhu kulit
• Denyutan nyeri
• Jaringan lunak :
– Spasme dan atrofi otot
– Keadaan sinovial
– Massa dan sifatnya
– Cairan di dalam dan di luar sendi
– Pembengkakan
• Nyeri tekan:
– Lokal
– Nyeri alih
• Tulang:
– Bentuk
– Permukaan
– Ketebalan
– Penonjolan tulang
– Adakah gangguan hubungan antartulang
10
• Pengukuran panjang anggota gerak
– Terutama pengukuran panjang anggota gerak bawah
• Adakah perbedaan panjang
• Adakah atrofi atau pembengkakan otot
– Dibandingkan dengan anggota gerak yang sehat
• Deformitas
c. Kekuatan otot (power)
Kekuatan otot penting dinilai untuk menentukan tindakan,
diagnosis, prognosis, dan hasil terapi. Penilaiannya meliputi 6 derajat
yang terdapat dalam tebl berikut:
Derajat Kriteria
0 Tidak ada kontraksi (tonus) otot
1 Kontraksi otot hanya berupa perubahan tonus otot
dan tidak ada gerakan sendi
2 Otot hanya mampu menggerakkan sendi tetapi
tidak mampu melawan gravitasi
3 Otot dapat melawan pengaruh gravitasi, tetapi tidak
kuat melawan tahanan yang diberikan oleh
pemeriksa
4 Kekuatan otot seperti derajat 3, tetapi mampu
melawan tahanan yang ringan
5 Kekuatan otot normal
11
d. Pergerakan (move)
Gerakan sendi:
Kisaran gerak, range of motion (ROM)
i. Normal atau abnormal
ii. Dilakukan pemeriksaan secara aktif dan/atau pasif
Stabilitas sendi
Ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan
keadaan ligamen yang mempertahankan sendi.
Pemeriksaan:
Memberikan tekanan pada ligamen sambil mengamati gerak
sendi.
Diamati pula apakah pergerakan disertai nyeri, krepitasi, atau
spastisitas (resistensi terhadap gerakan).
e. Auskultasi
Auskultasi dilakukan jika ada krepitasi (misalnya pada fraktur)
yang dilakukan secara smooth atau untuk mendengar bising fistula
arteriovenosa.
Pada osteomielitis akut manifestasi kliniknya yang timbul
setelah 24 jam antara lain sebagai berikut:
• Demam
• Malaise
• Cengeng
• Anoreksia
• Nyeri semakin hebat
• Pembengkakan
• Kemerahan di kulit
12
Pada osteomielitis kronik manifestasi kliniknya antara lain
sebagai berikut:
• Nyeri lokal hilang timbul
• Demam
• Cairan yang keluar dari luka pascaoperasi atau bekas patah
tulang
• Fistel kronik yang mngeluarkan nanah dan kadang sekuester
kecil (Sjamsuhidajat, 2010)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000/mm terutama netropil 80%
disertai peningkatan laju endapan darah.
b. Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan
diikuti dengan uji sensitivitas.
c. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan
infeksi oleh bakteri Salmonella.
d. Pemeriksaan Biopsi tulang.
Merupakan pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan
laboratorium, dalam hal ini yang diambil adalah sumsum tulang pada
daerah yang dicurigai.
e. Pemeriksaan Rontgen
Mungkin belum ditemukan tanda peradangan tulang yang jelas, atau
hanya terlihat tanda-tanda kerusakan tulang yang lokal dan dikelilingi
daerah yang kurang kalsium (zat kapur).
13
f. CT Scan dan MRI
Seperti pada pemeriksaan rontgen, terlihat gambaran kerusakan tulang,
dan mungkin terlihat proses kerusakan mulai di daerah jaringan lunak
sekitar tulang. Tetapi pemeriksaan ini tidak selalu dapat membedakan
infeksi dari kelainan tulang. Untuk mendiagnosa infeksi tulang dan
menentukan bakteri penyebabnya, harus diambil contoh dari darah,
nanah, cairan sendi atau tulangnya sendiri.
B. Diagnosis banding dari osteomielitis kronik eksaserbasi akut eksaserbasi akut
1. Selulitis
a. Definisi
Selulitis adalah inflamasi supuratif yang disebabkan infeksi bakteri
yang menyebar kedalam jaringan. Biasanya disebabkan oleh invasi
bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit, meskipun demikian hal
ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya terjadi pada
ekstrimitas bawah.
b. Etiologi
Penyebab dari selulitis adalah bakteri streptokokus grup A,
streptokokus piogenes dan stapilokokus aureus.
c. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, kulit terdapat berbagai macam jenis bakteri.
akan tetapi kulit yang utuh serta kebersihannya merupakan penghalang
efektif, yang dapat mencegah proses atau masuk dan berkembangnya
bakteri di dalam tubuh kita.
Jika kulit mengalami luka, maka bakteri dapat masuk dan berkembang
biak didalam tubuh, Bakteri patogen yang menembus lapisan luar
menimbulkan infeksi pada permukaan yang dapat menyebabkan infeksi
dan peradangan.
14
d. Tanda & Gejala
Gejala awalnya berupa malaise, menggigil, dan demam yang
mendadak sebelum terjadinya lesi, kemerahan di daerah wajah atau
tungkai bawah.
(Gambar 1. Selulitis)
Jika telah terjadi infeksi dapat ditemukan lepuhan kecil berisi cairan
(vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan (bula) akan terasa panas serta
bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d'orange),
lesi terasa nyeri jika terkena rabaan, pembengkakan kelenjar getah bening dan
mungkin ada riwayat trauma atau penyakit kulit lain yang mendasari.
15
e. Diagnosis
- Pemeriksaan darah, menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih,
eosinofil dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit.
- Pewarnaan gram dan kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan,
menunjukkan adanya organisme campuran.
2. Myositis
a. Definisi Myositis
Myositis adalah suatu peradangan pada otot yang dapat disebabkan
oleh infeksi, cedera, obat-obatan tertentu, olahraga, dan penyakit kronis.
Pada myositis, inflamasi menyerang serabut-serabut otot. Myositis dapat
mengenai satu atau seluruh otot di tubuh.
b. Etiologi Myositis
- Infeksi
Virus
Influenza A dan B
Hepatitis B
Coxsackievirus
Rubella (infeksi alami dan vaksin hidup yang dilemahkan)
Echovirus
HIV
Bakteri Staphylococcus
Streptococcus
Clostridium
Mycobacterium tuberculosis/Mycobacterium leprae
Parasit Trichinosis
Toksoplasmosis
- Obat dan Toksin
16
Obat penurun kolesterol
Statin
Gemfibrozil
Clofibrate
Benzafibrate
Obat untuk infeksi
Rifampisin
Sulfonamid
Griseofulvin
Zidovudin
Zat sitotoksik dan imunomodulator
Hidroksiurea
Vincristine
Ciclosporin
Interleukin-2
Toksin
L-Triptofa
Alkohol
Lainnya
Simetidin
Colchicine
D-Penicillamine
Phenylbentazone
Procainamide
Propylthiouracil
Carbimazole
Hormon pertumbuhan
Tretinoin
c. Gejala Klinis
Gejala utama dari myositis adalah kelemahan otot. Kelemahan
mungkin terlihat atau hanya dapat ditemukan dengan pemeriksaan. Nyeri
otot (myalgia) bisa ada atau tidak. Dermatomiositis, polymyositis, dan
kondisi inflamasi lainnya dari myositis cenderung menyebabkan
kelemahan yang memburuk secara perlahan selama beberapa minggu
17
atau bulan. Kelemahan ini mempengaruhi kelompok otot besar, termasuk
leher, bahu, pinggul, dan punggung. Biasanya mengenai kedua sisi otot.
Kelemahan dari myositis dapat menyebabkan jatuh dan sulit untuk
bangun dari kursi atau setelah jatuh. Gejala myositis lain yang mungkin
ada dengan kondisi inflamasi meliputi:
Ruam (rash)
Kelelahan (fatigue)
Penebalan kulit pada tangan
Kesulitan menelan (disfagia)
Kesulitan bernapas (dispnea)
Penderita miositis yang disebabkan oleh virus biasanya
memiliki gejala infeksi virus, seperti pilek, demam, batuk dan sakit
tenggorokan, atau mual dan diare. Tapi gejala infeksi virus dapat hilang
beberapa hari atau minggu sebelum gejala myositis muncul.
Beberapa orang dengan miositis memiliki gejala nyeri otot,
namun sebagian besar tidak.Kebanyakan nyeri otot tidak disebabkan
oleh miositis, tetapi pada cedera regangan, atau penyakit biasa seperti
pilek dan flu. Gejala ini dan nyeri otot lain pada umumnya disebut
mialgia.
Keluhan yang umum ditemukan pada pasien dengan myositis
adalah kelemahan otot proksimal, menyebabkan kesulitan dalam
mengangkat benda di atas kepala, ketidakmampuan untuk menyisir
atau mencuci rambut dan masalah dengan memanjat tangga dan
bangkit dari kursi.
kelemahan otot distal dan atrofi mungkin menonjol diinklusi
myositis tubuh, di mana jari fleksor kelemahan dan drop kaki yang
umum. Selain otot korset, otot lurik lainnya termasuk otot-otot bulbar
dan interkostal mungkin juga lemah, sehingga untuk suara serak,
disfonia, kesulitan memulai menelan, regurgitasi cairan dan dyspnoea.
Fitur kulit - ruam kulit dermatomiositis dapat mendahului
miositis atau mungkin terjadi tanpa keterlibatan otot. Eritematosa atau
heliotropic ruam khas mempengaruhi kelopak mata (Gambar 2), daerah
malar, daerah 'V' dari anterior dada dan punggung atas. Papula Gottron
18
adalah eritematosa, bersisik plak atas buku-buku jari atau jari (Gambar
3) yang sering memperpanjang ke lengan bawah.
Keterlibatan organ lain - idiopatik inflamasi myositis dapat
melibatkan organ lain. Gambar 4 daftar extramuscular fitur. Sebuah
upaya internasional sedang berjalan untuk menentukan cara optimal
menilai aktivitas dan kerusakan dalam rangka otot dan organ lain yang
terlibat.
Keganasan - miositis mungkin pemberita keganasan, terutama
pada pria di atas usia 45 tahun. Prevalensi neoplasia diperkirakan 5%.
Dermatomyositis lebih umum daripada polymyositis. (Aru,2006)
3. Osteomielitis akut
a. Definisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang dan sumsum tulang. Osteomielitis
akut terutama ditemukan pada anak-anak. Tulang yang sering terkena
ialah femur bagian distal, tibia bagian proksimal, humerus, radius dan
ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra.
Osteomielitis = ( osteo + mielitis ) adalah radang tulang yang
disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun berbagai organ infeksi
lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat
tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa,
dan periosteum.
b. Klasifikasi Osteomielitis
19
Osteomielitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan
perjalanan klinis, yaitu osteomielitis akut, sub akut, dan kronis. Hal
tersebut tergantung dari intensitas proses infeksi dan gejala yang terkait.
a) Osteomielitis Hematogen Akut
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan
sumsum tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana
mikro – organisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar
melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan pada anak –
anak dan sangat jarang pada orang dewasa. Diagnosis yang dini sangat
penting oleh karena prognosis tergantung dari pengobatan yang tepat
dan segera.
Etiologi
Sebanyak 90 % disebabkan oleh stafilokokus aureus
hemolitikus ( koagulasi positif ) dan jarang oleh streptokokus
hemolitikus. Pada anak umur dibawah 4 tahun sebanyak 50 %
disebabkan oleh Hemofilus influenza. Adapun organisme lain
seperti B. Colli, B. Aerogenus kapsulata, Pneumokokus,
Salmonella tifosa, Pseudomonas aerogenus, Proteus mirabilis,
Brucella, dan bakteri anaerobik yaitu Bakteroides fragilis juga
dapat menyebabkan osteomielitis hematogen akut.
Faktor predisposisi osteomielitis akut adalah :
Umur, terutama mengenai bayi dan anak – anak
Jenis kelamin, lebih sering pada laki – laki daripada wanita
dengan perbandingan 4:1
Trauma, hematogen akibat trauma pada daerah metafisis,
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya osteomielitis
hematogen akut
Lokasi, osteomielitis hematogen akut sering terjadi pada daerah
metafisis karena daerah ini merupakan daerah aktif tempat
terjadinya pertumbuhan tulang
20
Nutrisi, lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus
infeksi sebelumnya ( seperti bisul, tonsilitis ) merupakan faktor
predisposisi osteomielitis hematogen akut.
Patologi dan Patogenesis
Penyebaran osteomielitis terjadi melalui dua cara, yaitu :
1) Penyebaran umum
Melalui sirkulasi darah berupa bakterimia dan septicemia
Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi
multifokal pada daerah - daerah lain
2) Penyebaran lokal
Subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui
periost
Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai
dibawah kulit
Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik
Penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem
sirkulasi dalam tulang terganggu. Hal ini menyebabkan
kematian tulang lokal dengan terbentuknya tulang mati
yang disebut sekuestrum.
Gambar skematis perjalanan penyakit osteomielitis
21
1) Fokus infeksi pada lubang akan berkembang dan pada tahap ini
menimbulkan edema periosteal dan pembengkakan jaringan lunak.
2) Fokus kemudian semakin berkembang membentuk jaringan
eksudat inflamasi yang selanjutnya terjadi abses subperiosteal serta
selulitis dibawah jaringan lunak
3) Selanjutnya terjadi elevasi periosteum diatas daerah lesi, infeksi
menembus periosteum dan terbentuk abses pada jaringan lunak
dimana abses dapat mengalir keluar melalui sinus pada permukaan
kulit. Nekrosis tulang akan menyebabkan terbentuknya sekuestrum
dan infeksi akan berlanjut kedalam kavum medula.
Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut
tergantung pada umur, daya tahan penderita, lokasi infeksi serta
virulensi kuman. Infeksi terjadi melalui aliran darah dari fokus
tempat lain dalam tubuh pada fase bakterimia dan dapat
menimbulkan septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk
kedalam juksta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang.
Proses selanjutnya terjadi hiperemi dan edema didaerah metafisis
disertai pembentukan pus. Terbentuknya pus menyebabkan tekanan
dalam tulang bertambah. Peninggian tekanan dalam tulang
mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada
pembuluh darah tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis
tulang. Disamping itu pembentukan tulang baru yang ekstensif
terjadi pada bagian dalam periosteum sepanjang diafisis ( terutama
anak – anak ) sehingga terbentuk suatu lingkungan tulang seperti
peti mayat yang disebut involucrum dengan jaringan sekuestrum
didalamnya. Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu kedua.
Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus
( discharge ) dari involucrum keluar melalui lubang yang disebut
kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit.
Pada tahap selanjutnya akan berkembang menjadi osteomielitis
kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta
diliputi oleh jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronik
yang disebut abses Brodie.
22
Gambaran Klinis
Osteomielitis hematogen akut berkembang secara progresif
atau cepat. Pada keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya
infeksi bakterial pada kulit dan saluran napas atas. Gejala lain dapat
berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan dan
terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan.
Gejala – gejala umum timbul akibat bakterimia dan septikemia
berupa panas tinggi, malaise serta nafsu makan yang berkurang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya:
Nyeri tekan
Gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan
sendi dan gangguan akan bertambah berat bila terjadi
spasme lokal.
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak
ditemukan kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya
ditemukan pembengkakan jaringan lunak.
Gambar 1. Proyeksi lateral pada tibia terlihat gambaran
sklerotik di diametafisis tibia
23
Gambar 2. Proyeksi AP pada tibia terlihat gambaran sklerotik
di lateral diametafisis tibia.
Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari
( 2 minggu ) berupa refraksi tulang yang bersifat difus pada daerah
metafisis dan pembentukan tulang baru dibawah periosteum yang
terangkat.
Gambar 3. Tampak destruksi tulang pada tibia dengan
pembentukan tulang subperiosteal
24
Pemeriksaan Ultrasonografi dapat memperlihatkan
adanya efusi pada sendi.
Gambar 4.Ultrasound image of the left hip shows a
large joint effusion. (Jong W,2005)
4. Osteomielitis kronik
- Definisi
Osteomielitis adalah penyakit pada tulang, yang ditandai dengan
adanya peradangan sumsum tulang dan tulang yang berdekatan dan
sering dikaitkan dengan hancurnya kortikal dan trabekular tulang
- Epidemiologi
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat ditemukan
pada bayi dan “infant”. Anak laki – laki lebih sering dibanding anak perempuan
(4:1). Lokasi infeksi tersering adalah didaerah metafisis tulang panjang femur,
tibia, humerus, radius, ulna, dan fibula. Daerah metafisis menjadi daerah sasaran
infeksi diperkirakan karena : (1) daerah metafisis merupakan daerah
pertumbuhan sehingga sel – sel mudanya rawan terjangkit infeksi; (2) metafisis
kaya akan rongga darah sehingga resiko penyebaran infeksi secara hematogen
juga meningkat; (3) pembuluh darah di metafisis memiliki struktur yang unik
dan aliran darah didaerah ini melambat sehingga kuman akan berhenti disini dan
berproliferasi.
Dengan pengobatan yang tepat, <5% kasus osteomielitis hematogenous
berkembang menjadi osteomielitis kronis. Infeksi kronis lebih sering
25
berkembang pada focus infeksi yang berdekatan dari pada osteomielitis
hematogenous.
- Patofisiologi Osteomielitis
Mikroorganisme masuk ke tulang dengan cara penyebaran hematogen,
dari focus infeksi yang berdekatan, atau dari luka tembus. Trauma,
iskemia dan benda asing meningkatkan kerentanan tulang terhadap invasi
mikroba pada bagian yang terkena untuk dapat mengikat dan
mengaktifkan host defenses. Bakteri dapat lolos dari host defenses dengan
memasuki dan bertahan dalam osteoblast, dan dengan menyelimuti
dirinya dengan protective polysacchariderich biofilm.
Awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang
panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi
akan menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus yang menghalangi
aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami
iskemia dan nekrosis. Bila terapi tidak memadai atau infeksi tidak
diobati, osteolisis akan terus berlangsung sehingga kuman dapat
menyebar keluar sendi dan sirkulasi sistemik dan menyebabkan sepsis.
Penyebaran kearah dalam akan menyebabkan infeksi medula dan dapat
terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga membentuk fistel.
Bagian tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut
sebagai sekuester. Sekuester akan meninggalkan rongga yang secara
perlahan membentuk dinding tulang baru yang terus menguat untuk
mempertahankan biomekanika tulang. Rongga ditengah tulang ini
disebut involokrum.
26
Gambar pathogenesis osteomielitis kronik
- Manifestasi klinis :
Timbulnya saluran sinus
Deformitas
Instabilitas dan tanda lokal dari vaskularisasi yang rusak
Keterbatasan gerak
Gangguan neurologis (Sabiston, 2013).
C. Penatalaksanaan osteomielitis kronik eksaserbasi akut farmakologik dan non
farmakologik.
1. Farmakologik
a. Analgetik
Berfungsi sebagai penghilang nyeri.
28
b. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada osteomielitis kronik ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya penyebaran infeksi dan mengontrol ekserbasi.
Streptococcus aureus or Coagulase-negative staphylococci diberikan
salah satu diantara:
Nafcillin, 2 gr IV tiap 6 jam
Clindamycin phosphate, 900 mg IV tiap 8 jam
Vancomycin, 1 gr IV tiap 12 jam
Streptococcus grup A dan grup B-hemolytic diberi:
Penicilin G, 4 million units IV tiap 6 jam
c. Pemberian cairan intravena (Noor,2014)
2. Non-Farmakologik
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses
infeksi, Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang
infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi
antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus
yang peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya
adalah mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun
akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus
sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah
yang terus menerus tinggi.
Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang
diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak
telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai
3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum
bersama makanan
- Pembedahan
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika,
tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan
nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan
salin fisiologis steril. Tetapi antibiotika dianjurkan. (Rasjad,2003)
29
Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, kecacatan
berupa dekstruksi sendi, gangguan pertumbuhan karena kerusakan
cakram epifisis, dan osteomielitis kronik. Pada dasarnya penanganan
yang dilakukan adalah :
Perawatan di rumah sakit.
Pengobatan supportif dengan pemberian infus dan antibiotika.
Pemeriksaan biakan darah.
Antibiotika yang efektif terhadap gram negatif maupun gram positif
diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakan darah dan
dilakukan secara parenteral selama 3-6 minggu.
Imobilisasi anggota gerak yang terkena.
Tindakan pembedahan
Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :
Adanya sequester (tulang yang sudah mati yang sudah terpisah atau
dalam proses pemisahan diri dari tulang yang lainnya)
Adanya abses
Rasa sakit yang hebat
Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma
epidermoid)
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan anjuran terhadap
debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum
secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang
harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam
menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago
yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang
permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan
grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk
mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan irigasi
larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping
dengan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus
untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga
30
dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana
suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah
yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah;
perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan
tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
(Skinner,2006)
D. Komplikasi dan prognosis dari osteomielitis kronik eksaserbasi kronik.
Prognosis untuk osteomielitis beragam tergantung dari berbagai faktor,
seperti virulensi bakteri, imunitas host, dan penatalaksanaan. Diagnosis dini
bisa memberi prognosis yang baik pada osteomielitis sekalipun. Begitu pula
osteomielitis ringan jika penatalaksanaannya buruk, maka prognosisnya dapat
menjadi jelek. (Samiaji,2003)
Komplikasi tersering adalah terus berlangsungnya infeksi dengan
eksaserbasi akut. Infeksi yang terus-menerus akan menyebabkan anemia,
penurunan berat badan, kelemahan dan amiloidosis. Osteomielitis kronik dapat
menyebar ke organ-organ lain. Eksaserbasi akut dapat dipersulit oleh efusi
hebat ke dalam sendi di dekatnya atau oleh arhtritis purulenta. Erosi terus-
menerus dan kerusakan tulang yang progresif menyebabkan struktur tulang
yang kadang-kadang menyebabkan fraktur patologis.
Sebelum penutupan epifiseal, osteomielitis dapat menimbulkan
pertumbuhan berlebihan dari tulang panjang akibat hiperemia kronis pada
lempeng pertumbuhan. Destruksi fokal dari suatu lempeng epifiseal dapat
menimbulkan pertumbuhan yang asimetrik. Jarang setelah terjadi drainase
selama bertahun-tahun pada jaringan yang terus-menerus terinfeksi timbul
karsinoma sel skuamosa atau fibrosarkoma. (Mansjoer,2000)
A. RANGKUMAN
Pada skenario diketahui bahwa Virza usia 16 tahunmengekuhkan demam, dan pada
betis kirinya bengkak, nyeri, kemerahan dan keluarnya nanah. Hal tersebut menunjukan
bahwa sedang terjadi proses infeksi. Setelah di lakukan anamesis ternyata empat bulan
31
yang lalu virzha pernah di tackling saat bermain bola di betis kirinya hingga
mengeluarkan darah, dan oleh teman-temannya dibawa berobat ke tukang pijet. Dan
akhirnya melakukan perawatn di tukang pijet yaitu di pijat urut rutin dan luka ditutup
daun pisang. Menurut riwayat oenyakut dahulu pasien kemungkinan luka pasien
terkontaminasi oleh bakteri karena penanganan yang kurang steril saat di tukang pijet
sehingga terjadi infeksi. Setelah itu dilakukan pemeriksaan pemeriksaan fisik oleh dokter
dna didapat hasil adanya deformitas, jaringan parut 12 cm, dan discharge seropurulen.
Deformitas pada anak dapat dikarenakan oleh fraktur, kelainan bawaan dll. Namun
karena sesuai RPD bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma, kemungkinan itu
disebabkan oleh fraktur. Untuk memastikannya dilakukan rontgen pada betis kiri pasien
dan didapat hasil angulasi tibia fibula menunjukan bahwa pasien mengalami fraktur.
Karena sebelumnya pasien pernah mengeluarkan darah dari luka kemungkinan
merupakan farktur terbuka. Selain itu juga ditemukan involocrum yaitu penambahan
tulang, sclerosis sekitar tulang, sequester yaitu tulang yang mati , penebalan periosteum,
dan bone resoption. Dari hasil tersebut menunjukan bahwa teah terjadi proses nekrosis
ditambah dengan gejala infeksi yang dikeluhkan oleh karena itu kami menyimpulkan
bahwa pasien terkena osteomielitis kronik eksaserbasi akut. Yang merupakan akibat dari
penatalaksanaan fraktur terbuka yang salah sehingga menimbulkan ostemielitis, dan
kronik karena sudah terulang sejak empat bulan yang lalu dan eksaserbasi akut karena
sebelumnya sudah kambuh dan timbulnya tanda-tanda infeksi yang menunjukan
kekambuhan yang akut.
B. SARAN
Diharapkan mahasiswa dapat lebih aktif selama tutorial berlangsung. Dan mahasiswa
dapat lebih memahami semua learning objective yang diberikan.
32
DAFTAR PUSTAKA.
Aru, Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
Dorland, W.A Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Ed.31. Jakarta : EGC
Fitzpatrick TB. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 7th edition. NewYork:
McGraw-Hill Companies.
Gleadale,J. 2005. At a glance anamnesis. Jakarta.Erlangga
Jong W, Sjamsuhidayat R. 2005. Infeksi Muskuskeletal. In Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
Kedua. Jakarta: EGC
Mansjoer S.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Penerbit Media Aesculapius
Martini, Nath. 2012. Fundamentals ofAnatomy & Physiologi 9th Edition. San Francisco :
Perason
Mukholid,Agus.2010.Pendidikan Jasmani dan Olahraga.Jakarta:Yudhistira
Noor Helmi, Zairin. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Rasjad, Chairuddin.2003 .Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit Yarsif Watampone
Samiaji E.2003.Osteomielitis.Bagian Ilmu Bedah BRSD Wonosobo: Fakultas Kedokteran
UMY
Sjahriar,rasad.2001.Radiologi Diagnostik.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong Edisi 3. Jakarta: EGC.
Skinner, Harry B, MD, PhD. 2006.Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics, Fourth
Edition. Chapter 8 : Orthopedic Infections. The McGraw Hill Companies, Inc..
Tjay, Tan Hoan. 2013. Patofisiologi. Jakarta: EGC
.
33
top related