skripsi hubungan pengetahuan dan sikap keluarga …
Post on 21-Oct-2021
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
SKRIPSI
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN
KECEMASAN DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA
YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA DI POLI JIWA
RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DADI
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Disusun Oleh :
NUR ISTIQAMAH DS
18. 01. 121
YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
MAKASSAR
2020
i
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN
KECEMASAN DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA
YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA DI POLI JIWA
RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DADI
PROVINSI SULAWESI SELATAN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
(S.Kep) Pada Program Studi S1 Keperawatan STIKES Panakkukang Makassar
Disusun Oleh :
NUR ISTIQAMAH DS
18. 01. 121
YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
MAKASSAR
2020
ii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Nur Istiqamah Ds
Nomor Induk Mahasiswa : 18.01.121
Program Studi : S1 Keperawatan
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pemikiran yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apa bila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau
keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia
mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berupa gelar
kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada
paksaan sama sekali.
Makassar, 28 Januari 2020
Yang membuat pernyataan,
NUR ISTIQAMAH DS
NIM. 18.01.121
v
ABSTRAK
NURISTIQAMAHDS : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN
KECEMASAN DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI
GANGGUAN JIWA DI POLI JIWA RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DADI PROVINSI
SULAWESI SELATAN
PEMBIMBING : Kens Napolion dan Weni Sia’tang
Gangguan jiwa adalah pola perilaku seseorang yang berkaitan dengan suatu gejala penderitaan
(distress) atau hendaya(impairment) dalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia.
Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan
kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Survey Analitik dengan pendekatan Cross-
Sectional Study.Dilaksanakan di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan lebih banyak responden pengetahuan baik dengan
kecemasan ringan sebanyak 21 respondendengannilai ρ = 0.005 yang berarti ρ<α = 0.05.
Penelitian ini menunjukkan lebih banyak responden sikap positif dengan kecemasan ringan
sebanyak 22 responden dengan nilai ρ = 0.042 yang berarti ρ <α = 0.05.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan
kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.Disarankan untuk
peneliti selanjutnya agar meneliti variabel lain yang belum diteliti dengan sampel yang lebih
banyak.
Kata Kunci : Pengetahuan,Sikap,Kecemasan,gangguan jiwa
Referensi : Buku 24 (2003-2019), 5 Jurnal (2016-2019)
vi
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi Ini
Kupersembahkan untuk Bapak/Ibu
tercinta,
Yang senantiasa memberikan dukungan,
Kasih sayang, dan doanya.
Terimakasih
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan pengetahuan dan sikap
keluarga dengan kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa”.Penyusunan skripsi ini merupakan suatu syarat untuk
memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) pada program studi S1 Keperawatan
STIKES Panakkukang Makassar.
Dalam melakukan penyusunan skripsi ini penulis telah mendapatkan banyak
masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat berguna dan
bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada
kesempatan ini dengan berbesar hati penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang setulus-tulusnya dan sebesar-besarnya terkhusus kepada orangtua saya yaitu
Ayahanda Dempalesang dan Ibunda Sapiah serta saudara saudari saya yaitu Nur
Sakinah Ds, Nur Hidayatullah Ds, dan Nur Hilal Ds yang senantiasa mendoakan,
memberikan nasehat dan dorongan serta telah banyak berkorban agar penulis
dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik, semoga Allah SWT membalasnya
dengan Rahmat, Rahim, Keberkahan yang melimpah dan juga kebahagiaan hidup
dan dunia akhirat
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak H. Sumardin Makka, SKM.,M.Kes selaku Ketua Yayasan Perawat
Sulawesi Selatan.
ix
2. Bapak Dr. Ns Makkasau plasay, S.Kep.,M.Kes.,M.EDM selaku Ketua
STIKES Panakkukang yang telaah memberikan izin penelitian untuk
keperluan skripsi.
3. Bapak dr. Arman Bausat, Sp.B.,Sp.OT selaku Direktur Rumah Sakit Khusus
Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan yang telah memberikan izin
penelitian.
4. Ns. Muh Zukri Malik, S.Kep.,M.Kep selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan yang telah memberikan izin, bimbingan dan pengarahan
selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi.
5. Bapak Kens Napolion, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kep.J selaku Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan sampai selesainya penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Ns. Weni Sia’tang, S.Kep.,M.Kep selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan sampai selesainya penyusunan skripsi ini.
7. Ibu Hj. Andi Annas, SKM.,MSi selaku Penguji I yang telah berkenan
memberikan pengarahan demi kesempurnaan penelitian ini
8. Bapak Ns. I Kade Wijaya, S.Kep.,M.Kep selaku Penguji II yang telah
berkenan memberikan pengarahan demi kesempurnaan penelitian ini
9. Dosen di Prodi S1 Keperawatan yang telah dengan sabar memberikan
pengarahan yang tiada henti-hentinya dan dorongan baik spiritual maupun
materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Civitas akademika STIKES Panakkukang Makassar.
11. Kepada sahabat – sahabat saya Dian, Uchy, Ulfa, Widy, Icha, Avid, Rosma,
Nunu, Rechan, Cia.
x
12. Kepada semua teman-teman S1 Keperawatan Konversi 2018.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuannya.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan
penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu masukan
yang berupa saran dan kritik yang membangun dari para pembaca akan sangat
membantu. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak
yang terkait.
Makassar, 28 Januari 2020
Nur Istiqamah Ds
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Gangguan Jiwa
1. Defenisi Gangguan Jiwa ................................................................... 8
2. Sumber Penyebab Gangguan Jiwa .................................................... 8
xii
3. Klasifikasi Gangguan Jiwa ................................................................ 9
4. Dampak Gangguan Jiwa ................................................................. 14
B. Tinjauan Tentang Pengetahuan
1. Defenisi Pengetahuan ...................................................................... 16
2. Tingkat Pengetahuan ....................................................................... 17
3. Cara-Cara Memperoleh Pengetahuan ............................................. 19
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan .......................... 20
5. Sumber Pengetahuan ....................................................................... 22
6. Pengukuran Pengetahuan ................................................................ 23
C. Tinjauan Tentang Sikap
1. Defenisi Sikap ................................................................................. 23
2. Komponen Pokok Sikap .................................................................. 25
3. Tingkatan Sikap .............................................................................. 25
4. Sikap Keluarga Merawat ................................................................. 27
D. Tinjauan Tentang Keluarga
1. Defenisi Keluarga............................................................................ 28
2. Struktur Keluarga ............................................................................ 29
3. Tipe/Bentuk Keluarga ..................................................................... 29
4. Peranan Keluarga ............................................................................ 30
5. Tugas Keluarga ............................................................................... 30
6. Fungsi Keluarga .............................................................................. 31
7. Koping Keluarga ............................................................................. 33
8. Kemampuan Keluarga Merawat ..................................................... 34
xiii
9. Cara keluarga Merawat ................................................................... 35
E. Tinjauan Tentang Kecemasan
1. Defenisi Kecemasan ........................................................................ 41
2. Rentan Respon ................................................................................ 41
3. Sumber Kecemasan ......................................................................... 42
4. Tingkat Kecemasan ......................................................................... 43
5. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ......................................... 44
6. Cara Untuk Mengatasi Kecemasan ................................................. 45
7. Skala Kecemasan HARS ................................................................. 45
F. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dalam Merawat Anggota Keluarga
Yang Mengalami Gangguan Jiwa ......................................................... 48
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konseptual ............................................................................ 50
B. Hipotesis Penelitian ............................................................................... 51
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................................... 52
B. Populasi, Sample Dan Sampling ........................................................... 52
C. Variable Penelitian ................................................................................ 54
D. Defenisi Operasional ............................................................................. 55
E. Tempat Penelitian.................................................................................. 56
F. Waktu Penelitian ................................................................................... 56
G. Instrument Penelitian ............................................................................ 56
H. Prosedur Pengumpulan Data ................................................................. 58
xiv
I. Tehnik Analisa Data .............................................................................. 58
J. Etika Penelitian ..................................................................................... 59
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 61
B. Pembahasan ........................................................................................... 68
C. Implikasi Keperawatan.......................................................................... 76
D. Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 76
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 77
B. Saran ...................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi ........................................ 24
Gambar 2.2 Rentan Respon Kecemasan ........................................................... 41
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ......................................................... 50
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Defenisi Operasional .............................................................................. 56
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden Di Poli Jiwa Rumah
Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan ........................ 62
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Di Poli
Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan ... 62
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pedidikan Responden Di Poli Jiwa
Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan ........... 63
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Keluarga Responden Di
Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan ................................................................................................. 64
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Keluarga RespondenDi Poli
Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi ProvinsiSulawesi Selatan .... 64
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kecemasan Keluarga Responden Di
Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus DaerahDadi Provinsi Sulawesi Selatan65
Tabel 5.7 Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kecemasan Dalam Merawat
Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Poli Jiwa
Rumah Sakit Khusus DaerahDadi Provinsi Sulawesi Selatan ............ 66
xvii
Tabel 5.8 Hubungan Sikap Keluarga Dengan Kecemasan Dalam Merawat
Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Poli Jiwa
Rumah Sakit Khusus DaerahDadi Provinsi Sulawesi Selatan ............ 67
xviii
DAFTAR SINGKATAN
SINGKATAN KEPANJANGAN
WHO World Health Organization
RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar
RSKD Rumah Sakit Khusus Daerah
KB Keluarga Berencana
HARS Hamilton Anxiety Rating Scale
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Permohonan Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran 2 Lembar Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Lampiran 5 Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 6 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 7 Lembar Kuesioner Pengetahuan, Sikap, Kecemasan
Lampiran 8 Surat Keterangan Selesai Meneliti
Lampiran 9 Master Tabel
Lampiran 10 Hasil Uji Statistik
Lampiran 11 Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan jiwa menurut (UU No.18 tahun 2014) adalah kondisi dimana
seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi
untuk komunitasnya. Kondisi perkembangan yang tidak sesuai pada individu
disebut gangguan jiwa (Jamila Kasim, 2019).
Gangguan jiwa menurut American psychiatric association (1994)
mendefinisikan gangguan jiwa sebagai sindrom atau pola perilaku yang
penting secara klinis, yang terjadi pada individu dan sindrom itu dihubungkan
dengan adanya distress (misalnya gejala nyeri menyakitkan ) atau disabilitas
(ketidakmanpuan pada salah satu bagian atau beberapa fungsi penting) atau
disertai peningkatan resiko secara bermakna untuk mati, sakit, ketidakmanpuan
atau kehilangan kebebasan (Notosoedirdjo, 2007 dalam Prabowo, 2014).
Gangguan jiwa meliputi gangguan dalam cara berpikir (cognitive),
kemauan (volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor). Dalam
kehidupan gangguan jiwa dapat mempengaruhi fungsi kehidupan
seseorang.Aktivitas, kehidupan sosial, ritme pekerjaan, serta hubungan dengan
keluarga jadi terganggu karena gejala ansietas, depresi, dan psikosis.Seseorang
dengan gangguan jiwa apapun harus segera mendapatkan pengobatan.
2
Keterlambatan pengobatan akan semakin merugikan penderita, keluarga dan
masyarakat (Sulistyorini, 2013 dalam Guswati, 2019).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2016 memperkirakan 450
juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa, sekitar 10% orang
dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan penduduk diperkirakan akan
mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Pada tahun
2016 sekitar 30 juta orang mengalami stress, 60 juta orang terkena bipolar, 21
juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 orang terkena dimensia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi gangguan
jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7% per 1000 penduduk atau sekitar
400.000 orang, sedangkan pada tahun 2018, prevalansi gangguan jiwa berat
adalah 7%. Jadi disimpulkan bahwa dari data tersebut prevalansi penderita
gangguan jiwa mengalami peningkatan dari 1,7% menjadi 7%.
Di Indonesia gangguan jiwa berat tertinggi di Yogyakarta dan Aceh
(masing-masing 2,7%), posisi kedua di Sulawesi Selatan (2,6%), posisi ketiga
di Jawa Tengah dan Bali (masing-masing 2,3%), posisi keempat di Bangka
Belitung dan Jawa Timur (masing-masing 2,2%). Posisi kelima di NTB (2,1%),
posisi keenam di Sumatra Barat, Bengkulu, Sulawesi Tengah (masing-masing
1,9%) dan gangguan jiwa berat terendah di Kalimanatan Timur (0,7%)
(Rikesdas 2013).(Rikesdas, 2013).Provinsi Sulawesi Selatan berada di urutan
kedua penduduk terbanyak yang mengalami gangguan jiwa dengan 2,6%
penduduknya mengalami gangguan jiwa (Ika Guswani, 2019).
3
Data profil kesehatan Sulawesi Selatan ditemukan penderita gangguan
jiwa sebanyak 31.381 jiwa dan terbanyak ditemukan di Kota Makassar sekitar
8.856 jiwa. (Dinkes Sul-Sel, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh pada Profil Kesehatan Kota Makassar
diperoleh jumlah penderita gangguan jiwa sebanyak 8.856 jiwa, yang terdiri
dari 3.346 jiwa berjenis kelamin perempuan dan 5.510 jiwa berjenis kelamin
laki-laki (Dinkes Makassar, 2016).Data dari Rekam Medik Rumah Sakit
Khusus Daerah Dadi Makassar bahwa jumlah pasien yang mengalami
gangguan jiwa yang di rawat pada tahun 2015 sebanyak 15.392 orang, pada
tahun 2016 sebanyak 15.160 orang, pada tahun 2017 sebanyak 14.361 orang
dan pada tahun 2018 sebanyak 13.292 orang. Data yang di dapatkan dari Poli
Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar satu bulan terakhir yaitu
sebanyak 45 pasien yang mengalami gangguan jiwa.(RSKD Dadi, 2019).
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha
dalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya.Keluarga
selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota
keluarganya, juga dapat menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang
mengalami ketidakstabilan mental sebagai akibat minimnya pengetahuan
mengenai persoalan kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo & Latipun, 2005
dalam Guswani, 2019).
Selain pengetahuan keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, sikap yang diberikan keluarga sangat berpengaruh terhadap
proses kesembuhan dan dalam memberikan perawatan kepada anggota
4
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Sikap berupa dukungan keluarga
yang bisa diberikan kepada pasien meliputi dukungan emosional yaitu dengan
memberikan kasih sayang dan sikap positif yang diberikan kepada klien,
dukungan informasional yaitu dengan memberikan nasihat dan pengarahan
kepada klien untuk minum obat. Sikap yang baik dan perawatan yang baik oleh
keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami gannguan jiwa akan
berdampak baik bagi kehidupan dan kualitas hidup anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, begitu pula sebaliknya (Simanjuntak, 2016 dalam
Guswani, 2019).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa salah satu penyebab gangguan
jiwa adalah keluarga yang pengetahuannya kurang oleh karena itu, keluarga
perlu memberikan dukungan (support) kepada pasien untuk meningkatkan
motivasi dan tanggung jawab untuk melaksanakan perawatan secara
mandiri.Keluarga perlu mempunyai sikap menerima pasien, memberikan
respon positif kepada pasien, menghargai pasien sebagai anggota keluarga dan
menumbuhkan sikap tanggung jawab pada pasien.Dukungan keluarga sangat
penting untuk membantu pasien bersosialisasi kembali, menciptakan kondisi
lingkungan suportif, menghargai pasien secara pribadi dan membantu
pemecahan masalah.Rendahnya peran keluarga juga dipicu oleh kurangnya
dukungan dari keluarga sebagai tenaga penggerak.Dukungan merupakan factor
penting untuk mendorong manusia dalam berperilaku atau bertindak untuk
mencapai suatu tujuan.Untuk itu diharapkan agar keluarga mendukung
keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
5
sehingga dapat mendampingi anggota keluarga untuk mengontrol ke dokter.
(Vevi Suryenti, 2017).
Keluarga sering merasakan kecemasan dalam menghadapi anggota
keluarganya yang menderita gangguan jiwa.Kecemasan yang di rasakan dapat
berupa; adanya perasaan cemas, adanya ketegangan, adanya rasa ketakutan,
adanya gangguan tidur, adanya gangguan kecerdasan, adanya perasaan depresi
dan gejala-gejala tingkat kecemasan lainnya yang diarasakan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. (Ika Guswani,
2019).
Berdasarkan data tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan kecemasan dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwadi Poli Jiwa Rumah
Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah, “Apakah Ada Hubungan Pengetahuan dan Sikap
Keluarga dengan Kecemasan dalam Merawat Anggota Keluarga yang
Mengalami Gangguan Jiwa di Poli Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi
Sulawesi Selatan ?”.
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan
kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit
Khusus DaerahDadiProvinsi Sulawesi Selatan
b. Diketahuinya gambaran sikap keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa diPoli Jiwa Rumah Sakit
Khusus DaerahDadiProvinsi Sulawesi Selatan
c. Diketahuinya gambaran kecemasan dalam merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa di PoliJiwa Rumah Sakit Khusus
DaerahDadiProvinsi Sulawesi Selatan
d. Diketahuinya hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan
kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus DaerahDadiProvinsi Sulawesi
Selatan
7
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang
hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan kecemasan dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai metode penelitian,
pengetahuan dan sikap keluarga dengan kecemasan dalam merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dan mengembangkan
kemampuan dalam menyusun suatu laporan penelitian.
b. Bagi Keluarga
Menambah wawasan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
c. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan dan
gambaran kepada pelayanan kesehatan tentang pengetahuan dan sikap
dalam merawat anggota keluarga gangguan jiwa.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Gangguan Jiwa
1. Defenisi Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara
khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya
(impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia,
yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologic, dan gangguan itu tidak hanya
terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat
(Yusuf, dkk, 2015).
Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab.Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan
penyakit tidak selalu bersifat kronis.Pada umumnya serta adanya afek yang
tidak wajar atau tumpul (Yusuf, dkk, 2015).
2. Sumber Penyebab Gangguan Jiwa
Manusia bereaksi secara keseluruhan – somato-psiko-sosial.Gejala
gangguan jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan
menderita tetap sebagai manusia seutuhnya (Maramis, 2010) dalam kutipan
(Yusuf, dkk, 2015).
a. Factor somatic (somatogenik), yakni akibat gangguan pada
neuroanatomi, neurofisiologi dan neurokimia, termasuk tingkat
9
kematangan dan perkembangan organic serta factor prenatal dan
perinatal.
b. Factor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan
anak, peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam
keluarga, pekerjaan, permintaan maaf.
c. Factor social budaya, yang meliputi factor kestabilan keluarga, pola
mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan dan masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan dan kesejahteraan
yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan.
3. Klasifikasi Gangguan Jiwa
Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 dibagi menjadi 2 bagian yaitu gangguan jiwa
berat/kelompok psikosa dan gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan
mental emosional yang berupa kecemasan, panic, gangguan alam perasaan
dan sebagainya (Yusuf, dkk, 2015).
Terdapat tujuh masalah keperawatan utama yang paling sering terjadi di
rumah sakit jiwa di Indonesia, yaitu :
a. Perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang seseorang secara fisik maupun
psikologis.Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan
pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasa dapat
10
terjadi dalam bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan
atau riwayat perilaku kekerasan.
Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan adalah: muka merah dan
tegang; pandangan tajam; mengatupkan rahang dengan kuat;
mengepalkan tangan; jalan mondar-mandir; bicara kasar; suara tinggi,
menjerit atau berteriak; mengancam secara verbal atau fisik; merusa
barang atau benda.
b. Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa.Pasien merasa sensasi berupa suara,
penglihatan, pengcapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata.
Suatu penghayatan yang dialami seperti melalui panca indra tanpa
stimulus ekternal: persepsi palsu.
Jenis-jenis halusinasi yaitu :
1) Halusinasi Pendengaran : Mendengar suara atau kebisingan yang
kurang jelas ataupn yang jelas, dimana terkadang suara-suara
tersebut seperti mengajak berbicara klien dan kadang memerintahkan
klien utk melakukan sesuatu.
2) Halusinasi Penglihatan : Stimulus visual dalam bentuk kilatan
cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau
kompleks. Bayangan bisa yang menyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi Penghidu atau Penciuman : Membau bau-bauan tertentu
seperti bau darah, urin, dan feses, parfum atau bau yang lain. Ini
11
sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke, kejang atau
dimensia.
4) Halusinasi Pengecapan : Merasa mengecap rasa seperti rasa seperti
darah, urin, feses atau yang lainnya.
5) Halusinasi Perabaan : Merasa mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6) Halusinasi Cenesthetik : Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah
di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.
7) Halusinasi Kinestetika : Merasakan pergerakan sementara berdiri
tanpa bergerak.
c. Menarik diri
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berintekasi dengan
orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain. Tanda dan gejala dari isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara adalah: pasien menceritakan perasaan kesepian atau
ditolak oleh orang lain; pasien merasa tidak aman dengan orang lain;
pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu; pasien tidak dapat
berkosentrasi dan membuat keputusan; pasien merasa tidak berguna;
pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
12
d. Waham
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan
secara kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan
kenyataan.Berbagai kehilangan dapat terjadi pada pascabencana, baik
kehilangan harta benda, keluarga maupun orang yang
bermakna.Kehilangan menyebabkan stres bagi yang mengalami.Jika stres
ini berkepanjangan dapat memicu masalah gangguan jiwa dan waham.
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenis waham meliputi:
1) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran
atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan.
2) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau
kelompok yang berusaha merugikan/ menciderai dirinya dan
diucapkan berulang kali, tapi tidak sesuai kenyataan.
3) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan.
4) Waham somatik: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian
tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang
kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
5) Waham nihilistik: indiviu meyakini bahwa dirinya suda tidak ada di
dunia/ meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan .
13
e. Bunuh diri
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya.Berdasarkan besarnya
kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku
bunuh diri, yaitu isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, dan percobaan
bunuh diri.Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak
langsung ingin bunuh diri, mis, dengan mengatakan “segala sesuatu akan
lebih baik tanpa saya”.Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki
ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai ancaman dan
percobaan bunuh diri.
f. Deficit perawatan diri
Defisit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari
ketidak mampuan merawat kebersihan diri, makan, berhias diri, dan
eliminasi (buang air besar dan buang air kecil) secara mandiri.
Tanda dan gejala dari defisit perawatan diri yaitu:
1) Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor
2) Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakaian tidak kotor dan tidak rapi, pada pasien laki-laki
tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
14
3) Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
makan tidak pada tempatnya.
4) Ketidakmampuan berkemih/defekasi secara mandiri, ditandai dengan
defekasi/berkemih tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri
dengan baik setelah defekasi/ berkemih.
g. Harga diri rendah
Harga diri rendah dalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri sendiri. Tanda dan gejala dari harga diri
rendah adalah: mengkritik diri sendiri; perasaan tidak mampu; pandangan
hidup yang pesimis; penurunan produktivitas; penolakan terhadap
kemampuan diri.
4. Dampak Gangguan Jiwa
Menurut Kurniawan (2016) dari anggota yang menderita gangguan jiwa
bagi keluarga diantaranya keluarga belum terbiasa dengan:
a. Penolakan
Sering terjadi dan timbul ketika ada keluarga yang menderita
gangguan jiwa, pihak anggota keluarga lain menolak penderita tersebut
dan meyakini memiliki penyakit berkelanjutan. Selama episode akut
anggota keluarga akan khawatir dengan apa yang terjadi pada mereka
cintai.
15
b. Stigma
Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak semua
dalam anggota keluarga mengetahuinya.Keluarga menganggap penderita
tidak dapat berkomunikasi layaknya orang normal lainnya.Menyebabkan
beberapa keluarga merasa tidak nyaman untuk mengundang penderita
dalam kegiatan tertentu.stigma dalam begitu banyak di kehidupan sehari-
hari, tidak mengherankan, semua ini dapat mengakibatkan penarikan dari
aktif berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari.
c. Frustasi, tidak berdaya dan kecemasan
Sulit bagi siapa saja untuk menangani dengan pemikiran aneh dan
tingkah laku aneh dan tak terduga.Hal ini membingungkan, menakutkan,
dan melelahkan.Bahkan ketika orang itu stabil pada obat, apatis dan
kurangnya motivasi bisa membuat frustasi.Anggota keluarga memahami
kesulitan yang penderita miliki.Keluarga dapat menjadi marah-marah,
cemas, dan frustasi karena berjuang untuk mendapatkan kembali ke
rutinitas yang sebelumnya penderita lakukan.
d. Kelelahan dan Burn out
Seringkali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan orang
yang dicintai yang memiliki penyakit mental.Mereka mungkin mulai
merasa tidak mampu mengatasi dengan hidup dengan orang yang sakit
yang harus terus-menerus dirawat.Namun seringkali, mereka merasa
terjebak dan lelah oleh tekanan dari perjuangan sehari-hari, terutama jika
hanya ada satu anggota keluarga mungkin merasa benar-benar diluar
16
kendali.Hal ini bisa terjadi karena orang yang sakit ini tidak memiliki
batas yang ditetapkan di tingkah lakunya.Keluarga dalam hal ini perlu
dijelaskan kembali bahwa dalam merawat penderita tidak boleh merasa
letih, karena dukungan keluarga tidak boleh berhenti untuk selalu men-
support penderita.
e. Duka
Kesedihan bagi keluarga di mana orang yang dicintai memiliki
penyakit mental.Penyakit ini mengganggu kemampuan seseorang untuk
berfungsi dan berpartisipasi dalam kegiatan normal dari kehidupan
sehari-hari, dan penurunan yang dapat terus-menerus.Keluarga berduka
ketika orang yang dicintai sulit untuk disembuhkan dan melihat penderita
memiliki potensi berkurang secara substansial bukan sebagai yang
memiliki potensi berubah.
B. Tinjauan Tentang Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari rasa keingintahuan yang terjadi melalui
proses sensris, khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Pengetahun merupakan domain yang sangat penting terbentuknya perilaku
terbuka (open behavior). (Jenita Doli. 2017).
Menurut Notoadmodjo dalam kutipan Kholid (2015),pengetahuan
adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek terentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari
17
mata dan telinga. Pengetahuan juga diperoleh dari pendidikan, pengalaman
diri sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa maupun
lingkungan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain penting bagi
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai
dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari,
sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi
terhadap tindakan seseorang.
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Kholid (2015), tingkat pengetahuan seseorang secara rinci
terdiri dari enam tingkatan, yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasukmengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang
spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima.Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang yang paling
rendah.
b. Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahuidan dapat
menginterprestasikan materi secara benar.Orang telah paham terhadap
objek atau materi harus dapat dijelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang
dipelajari.
18
c. Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Ialah
dapat menggunakan rumus-rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam situasi yang lain, misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip
siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang telah diberikan.
d. Analisis (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.
Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti
dapat menggunakan dan menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Syntesis)
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk
menyusun suatu formasi-formasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.
19
3. Cara-Cara Memperoleh Pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi
dua menurutKholid (2015) yaitu :
a. Cara tradisional atau nonilmiah
1) Cara coba salah (trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan,
bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini
dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan,
dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, makaakan dicoba
dengan kemungkinan yang lain.
2) Cara kekuasaan atau otoritas
Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa terlebih
dulu menguji atau membuktikan kebenaran, baik berdasarkan fakta
empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan
karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa
apa yang dikemukakan adalah benar.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan pada masa yang lalu.
20
Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengalaman pribadi
dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dari
pengalaman dengan benar diperlukan berpikir kritis dan logis.
4) Melalui jalan fikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah
menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun
deduksi. Induksi adalah proses pembuatan kesimpulan itu melalui
pernyataan-pernyataan khusus pada umum. Deduksi adalah proses
pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum ke khusus.
b. Cara modern atau ilmiah
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat
ini lebih sistemik, logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan
dilakukan dengan cara mengadakan observasi langsung dan membuat
pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek
penelitiannya.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Lestari
(2015) :
a. Tingkat pendidikan, yakni upaya untuk memberikan pengetahuan
sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.
b. Informasi, seseorang yang mendapatkan informasi lebih banyak akan
menambah pengetahuan yang lebih luas.
21
c. Pengalaman, yakni sesuatu yang pernah di lakukan seseorang akan
menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal.
d. Budaya, tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan yang
meliputi sikap dan kepercayaan.
e. Sosial ekonomi yakni kemampuan seseorang memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Sedangkan factor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut
Maliono dalam kutipan Lestari (2015) adalah :
a. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan
seseorang bila ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi tingkat
pengetahuan akan tinggi pula.
b. Kultur (budaya dan agama)
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
seseorang karena informasi yang baru akan di saring sesuai atau
tidaknya dengan budaya apapun agama yang di anut.
c. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan maka akan mudah menerima hal baru
dan akan mudah menyusaikan dengan hal yang baru tersebut.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan
individu, pendidikan yang tinggi, maka pengalaman akan lebih luas,
22
sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalamannya akan
semakin banyak.
5. Sumber Pengetahuan
Berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh manusia untuk
memperoleh pengetahuan. Upaya –upaya serta cara-cara tersebut yang
dipergunakan dalam memperoleh pengetahuan menurut Lestari (2015)
yaitu:
a. Orang yang memiliki otoritas
Salah satu upaya seseorang mendapatkan pengetahuan yaitu
dengan bertanya pada orang yang memiliki otoritas atau yang
dianggapnya lebih tahu. Pada zaman moderen ini, orang yang
ditempatkan memiliki otoritas, misalnya dengan pengakuan melalui
gelar, termasuk juga dalam hal ini misalnya, hasil publikasi resmi
mengenai kesaksian otoritas tersebut seperti buku-buku atau publikasi
resmi pengetahuan lainnya.
b. Indra
Indra adalah peralatan pada diri manusia sebagai salah satu sumber
internal pengetahuan. Dalam filsafat science modern menyatakan
bahwa pengetahuan pada dasarnya adalah dan hanyalah pengalaman-
pengalaman konkrit kita terbentuk karena presepsi indra, seperti
persepsi penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
pencicipan dengan lidah.
23
c. Akal
Dalam kenyataanya ada pengetahuan tertentu yang biasa dibangun
oleh manusia tanpa harus atau tidak biasa mempersepsinya dengan
indra terlebih dahulu. Pengetahuan dapat diketahui dengan pasti dan
dengan sendirinya karena potensi akal.
d. Intuisi
Salah satu sumber pengetahuan yang mungkin adalah intuisi atau
pemahaman yang langsung tentang pengetahuan yang tidak merupakan
hasil pemikiran yang sadar atau persepsi rasa yang langsung. Intuisi
dapat berarti kesadaran tentang data-data yang langsung dirasakan.
6. Pengukuran pengetahuan
Menurut Lestari (2015) dapat dilakukan dengan wawacara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek
penelitian kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur
dapat disesuaikan dengan tingkat domain diatas pengukuran pengetahuan
dapat dilakukan dengan wawacara atau angket yang berisi pertanyaan
sesuai materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden yang
disesuaikan dengan tingkat pengetahuan yang diukur.
C. Tinjauan Tentang Sikap
1. Defenisi Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek batasan lain tentang sikap ini dapat
dikutipkan sebagai berikut :
24
"An individual's social attitude is a syndrome of rest sistency with regard to
social object" (Campbell, 1950).
"Attitude entails an existing predisposition to response cial objecs which in
interaction with situational and other sitional variables, guides and direct
the overt behavior of dividual" (Cardno, 1955).
Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap
itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan
bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan
reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek (Soekidjo Notoatmofjo, 2012).
Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi
Stimulus
Rangsangan Proses Stimulus
Reaksi
Tingkah Laku
(Terbuka)
Sikap (Tertutup)
25
2. Komponen Pokok Sikap
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai tiga komponen pokok.
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya,
seorang ibu telah mendengar tentang penyakit polio (penyebabnya,
akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan
membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena
polio. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja
sehingga ibu tersebut berniat mengimunisasikan anaknya untuk mencegah
supaya anaknya tidak terkena polio. Ibu ini mempunyai sikap tertentu
terhadap objek yang berupa penyakit polio (Soekidjo Notoatmofjo, 2012).
3. Tingkatan Sikap
Menurut Soekidjo Notoatmofjo (2012), ada beberapa tingkatan sikap
antara lain yaitu :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizidapat
dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.
26
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan dari pekerjaan itu benar atau salah,
adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah indikasi sikap tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak
ibu yang lain ( tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi
menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi
adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif
terhadap gizi anak.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu
mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tentangan dari mertua
atau orang tuanya sendiri.
4. Sikap Keluarga Terhadap Anggota Keluarga Yang Mengalami
Gangguan Jiwa
27
Ketika gangguan jiwa dipandangan sebagai suatu beban sendiri bagi
keluarga, maka hal itu dapat dibedakan menjadi bersifat obyektif dan
subyektif. Dikatakan obyektif, maksudnya berupa tingkah laku pasien, peran
pasien, bantuan untuk memenuhi kebutuhan pasien, masalah keuangan dan
lain-lain. Sedangkan beban keluarga dikatakan bersifat subyektif,
maksudnya berupa perasaan pasien karena menjadi beban bagi keluarga.
Kategori respon keluarga terhadap anggota keluarga dengan gangguan jiwa
menurut Susana (2007):
a) Berduka (grief)
Berduka adalah respon wajar yang paling umum terjadi
sehubungan dengan adanya proses kehilangan seseorang yang awalnya
dikenal sebelum sakit, untuk kemudian hilangnya harapan pada pasien,
hanya masalahnya, seberapa dalam dan lamanya respon berduka ini
dialami oleh keluarga, seawal mungkin perawat mampu
mengidentifikasinya, sehingga keluarga maupun pasien sendiri dapat
pulih dengan segera.
b) Marah (anger)
Respon berikutnya ketika berduka dialami keluarga, maka akan
berhadapan dengan respon kedua yaitu marah. Respon tersebut
merupakan hal yang wajar namun jangan sampai perilaku tersebut
membawa keluarga kedalam penderitaan yang justru semakin parah
lagi.
c) Merasa tidak berdaya dan takut
28
Keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
merupakan suatu beban tersendiri. Keluarga berupaya untuk mengobati
atau menyembuhkan pasien skizofrenia. Pada kenyataanya patologis
gangguan jiwa itu sendiri semakin lama diderita justru semakin sulit
kesembuhannya, inilah yang menyebabkan keluarga merasa tidak
berdaya dan takut. Perasaan keluarga demikian, di negara kita juga
didukung oleh rata-rata keadaan ekonomi yang pas-pasan bahkan
kekurangan, sehingga sangat wajar, apabila tidak sedikit mereka yang
terganggu jiwanya menjadi gelandangan atau keluyuran dimana-mana
atau tersangkut oleh razia dinas sosial (Permatasari, 2014)
D. Tinjauan Tentang Keluarga
1. Defenisi Keluarga
Keluarga adalah persekutuan dua orang atau lebih individu yang terkait
oleh darah, perkawinan atau adopsi yang membentuk satu rumah, saling
berhubungan dalam lingkup peraturan keluarga serta saling menciptakan
dan memelihara budaya (Abi Muslihin, 2012).
Keluarga adalah sekelompok manusia yang terkait dengan emosi, yang
biasanya hidup bersama dalam rumah tangga (Abi Muslihin, 2012).
2. Struktur Keluarga
Menurut Harmoko (2016), struktur keluarga terdiri atas bermacam –
macam, diantaranya adalah :
29
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah.
b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga saudara
suami.
e. Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga
dan beberapa sanak.
3. Tipe/Bentuk Keluarga
Menurut Jhonson dan Leny (2010), ada beberapa tipe – tipe keluarga,
yakni :
a. Keluarga inti, yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau anak – anak.
b. Keluarga konjugal yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan
anak – anak mereka, dimana terdapat interaksi dengan kerabat dari salah
satu atau dua pihak orang tua.
30
c. Keluarga luas yang ditarik atas dasar garis keturunan di atas keluarga
aslinya. Keluarga luas ini meliputi hubungan antara paman, bibi,
keluarga kakek, dan keluarga nenek.
4. Peranan Keluarga
Menurut Keliat, dkk (2012), mengemukakan pentingnya peran serta
keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa yang dapa dipandang dari
berbagai segi :
a. Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan
interpersonal dengan lingkungannya.
b. Keluarga merupakan suatu sistem yang saling bergantung dengan
anggota keluarga yang lain.
c. Pelayanan kesehatan jiwa bukan tempat klien semur hidup tetapi fasilitas
yang hanya membantu klien dan keluarga sementara.
d. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab
gangguan jiwa adalah keluarga yang pengetahuannya kurang
5. Tugas Keluarga
Menurut Harmoko (2016), ada 8 tugas pokok keluarga yaitu sebagai
berikut :
a. Memelihara kesehatan fisik keluarga dan para anggotanya.
b. Berupaya untuk memelihara sumber – sumber daya yang ada dalam
keluarga.
c. Mengatur tugas masing – masing anggota sesuai dengan kedudukannya.
31
d. Melakukan sosialisasi antar anggota keluarga agar timbul keakraban dan
kehangatan para anggota keluarga.
e. Melakukan pengaturan jumlah anggota keluarga yang diinginkan.
f. Memelihara ketertiban anggota keluarga.
g. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih
luas.
h. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
6. Fungsi Keluarga
Berkaitan dengan peran keluarga yang bersifat ganda, yakni satu sisi
keluarga berperan sebagai matriks bagi anggotanya, disisi lain keluarga
harus memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat, maka selanjutnya akan
dibahas tentang fungsi sebagai berikut (Padila, 2012).
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan basis kekuatan dari keluarga.Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial.Keberhasilan fungsi afektif tampak
melalui keluarga yang bahagia.Anggota keluarga mengembangkan
konsep diri yang positif rasa dimiliki dan memiliki rasa berarti serta
merupakan sumber kasih sayang.Reinforcement dan support di pelajari
dan dikembangkan melalui interaksi dalam keluarga.
b. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah proses pekembangan dan peubahan yang dialami
individu yang meghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
32
lingkungan sosial (Gegas, 1979 dan Friedman, 1998), sedangkan
Soekanto (2000) mengemukakan bahwa sosialisasi adalah suatu proes
dimana aggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma
masyarakat dimana dia menjadi anggota. Anggota keluarga belajar
disiplin, memiliki nilai/norma, budaya dan perilaku melalui interaksi
dalam keluarga sehingga individu mampu berperan di masyarakat.
c. Fungsi reprduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan
meningkatkan sumber daya manusia.Dengan adanya program keluarga
berencana, maka fungsi ini sedikit dapat terkontrol. Namun disisi lain
banyak kelahiran yang tidak diharapkan atau diluar ikatan perkawinan
sehingga lahirnya keluarga baru dengan satu orang tua ( single parent ).
d. Fungsi ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti makanan,
pakaian dan rumah, maka keluarga memerlukan sumber keuangan.Fungsi
ini sulit dipenui oleh keluarga dibawah garis kemiskinan (Gakin atau pra
kelarga sejahtera).Perawat berkontribusi untuk mencari sumber-sumber
di masyarakat yang dapat digunakan keluarga meningkatkan status
kesehatan mereka.
e. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi lain keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan. Selain
keluarga menyediakan makanan, pakaian dan rumah, keluarga
33
menyediakan makanan, pakaian dan rumah, keluarga juga berfungsi
melakukan asuhan kesehatan terhadap anggotanya baik untuk mencegah
terjadinya gangguan maupun merawat anggota yang sakit.Keluarga juga
menentukan kapan anggota keluarga yang mengelami gangguan
kesehatan memerlukan bantuan atau pertolongan tenaga
propesional.Kemampuan ini sangat mempengaruhi status kesehatan
individu dan keluarga.
7. Koping Keluarga
Koping keluarga menunjukan pada analisa kelompok keluarga
(analisa interaksi). Koping keluarga didefinisikan sebagain respon positif
yang digunakan keluarga untuk memecahkan masalah (mengendali
stress). Berkembang dan berubah sesuai tuntutan /stressor yang
dialami.sumber koping keluarga bisa internal yaitu dari anggota keluarga
sendiri dan eksternal yaitu dari luar keluarga (Padila, 2012).
Demikian halnya dengan koping keluarga dapat berupa koping
internal berupa kemampuan keluarga yang kohesif dan terintegrasi yang
dicirikan dimana anggota keluarga memiliki tanggung jawab kuat terhadap
keluarga, mampu memodifikasi peran keluarga bila dibutuhkan (fleksibel)
dan pola komunikasi dalam keluarga yang baik, mengandalkan kelompok
keluarga, penggunaan humor, pengungkapan bersama yang semakin
meningkat, mengontrol arti /makna masalah dan pemecahan masalah
bersama. Sedangkan koping eksternal berhubungan dengan penggunaan
34
sosial support system oleh keluarga dapat berupa mencari informasi,
mencari dukungan social dan mencari dukungan spiritual (Padila, 2012).
Strategi adaptif disfungsional dapat berupa penyangkalan dan
ekploitasi terhadap anggota keluarga seperti kekerasan terhadap keluarga,
kekerasan terhadap pasangan, penyiksaan anak, penyiksaan usia lanjut,
penyiksaan orang tua, proses mengkambing hitamkan dan penggunaan
ancaman. Penyangkalan masalah keluarga dengan menggunakan mitos
keluarga, triangling (pihak ketiga) dan pseudomutualitasi, pisah/hilangnya
anggota keluarga dan otoritarisme (Padila, 2012).
8. Kemampuan Keluarga Merawat Anggota Keluarganya yang
mengalami Gangguan Jiwa
Dari hasil penelitian Sulastri (2018), diperoleh bahwa kemampuan
merawat pasien gangguan jiwa relative rendah dan kurang memadai.
Pemberian edukasi memberikan informasi pada keluarga tentang cara
perawatan pasien gangguan jiwa. Melalui aktivitas ini terjadi proses
pembelajaran yang dilakukan oleh keluarga dengan menyerap informasi
yang diberikan dan mengaplikasikan langsung pada anggota keluarga.
Pengetahuan yang dimiliki keluarga masih terbatas, pasien perlu
berobat agar tidak kambuh.Sebagian keluarga tidak memperhatikan apakah
obat diminum pasien atau tidak.Keluarga menganggap apabila gejala
berkurang berarti pasien sudah sembuh sehingga tidak perlu diberikan obat
lagi. Keluarga masih belum memahami tentang cara merawat anggota
keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga juga masih
35
menganggap apabila pasien tidak membahayakan maka pasien tidak perlu
dikhawatirkan.
Pemahaman sebagian keluarga yang masih belum tepat tentang
perawatan pasien mengakibatkan sikap yang negative terhadap pasien.Sikap
negative keluarga terhadap pasien dapat dilihat dari anggapan bahwa
penyakit yang dialami pasien adalah penyakit yang menetap dan tidak dapat
disembuhkan sehingga keluarga cenderung membiarkan pasien asalkan
tidak mengganggu.Sikap negative keluarga terhadap pasien dapat berakibat
timbulnya perilaku merawat yang tidak tepat.
Keluarga berperan dalam menentukan keberhasilan asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga yang mendukung
pasien secara konsisten akan membuat pasien mempertahankan program
pengobatan secara optimal.
9. Cara Keluarga Merawat Anggota Keluarganya Yang Mengalami
Gangguan Jiwa
Keluarga memiliki peranan penting terhadap anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa dalam proses pengobatan dan penyembuhan. Ada
beberapa cara yang mengatasinya, antara lain sebagai berikut :
a. Mempelajari Tentang Penyakit Mental dan Layanan
Bagi keluarga penderita gangguan jiwa bisa memperoleh manfaat
dari pendidikan yang sangat membantu dalam memahami gangguan
jiwa yang seringkali membingungkan. Pendidikan tersebut nantinya
bisa mengajarkan beberapa hal seperti:
36
1) Ciri ciri depresi berat dan tanda yang bisa menyebabkan masalah
pada individu dan apa saja yang terlihat menakutkan sekaligus
ganjil untuk anggota keluarga lain.
2) Mencari penyebab mengapa seseorang tidak melihat ada sesuatu
yang salah pada diri mereka.
3) Alasan mengapa seseorang penderita gangguan jiwa menolak untuk
mencari bantuan seperti dokter atau pusat kesehatan mental.
4) Keterampilan manajemen diri sendiri yang bisa dipakai seseorang
untuk mengatasi penyakit.
5) Penggunaan tentang obat tertentu dan apa saja efek sampingnya.
b. Melibatkan Penderita Dalam Rencana Perawatan
Keluarga juga harus bisa berkomunikasi dengan penderita supaya
bisa membantunya untuk mencari bantuan.Beberapa langkah alternatif
bisa diambil keluarga yang sesuai dengan perundang undangan saat
penderita tidak setuju atau tidak mau mencari bantuan.
c. Identifikasi Tanda Peringatan dan Gejala Kambuh
Keluarga juga harus bisa belajar tentang bagaimana seharusnya
memberikan umpan balik untuk anggota keluarganya yang
memperlihatkan tanda dan gejala seperti gangguan mood dalam
psikologi dari kemungkinan gangguan jiwa kambuh sekaligus
mengidentifikasi dan meminimalisir hal yang bisa menyebabkan
tekanan terlalu banyak pada penderita sehingga meningkatkan
kemungkinan gangguan jiwa kambuh kembali.
37
d. Mengelola Obat
Keluarga juga memegang peran penting dalam membantu anggota
keluarga dalam rutinitas pengobatan seperti informasi mengenai cara
untuk memfasilitasi mengkonsumsi obat dengan teratur, belajar
mengenai cara menghadapi efek samping sekaligus membantu
penderita dengan cara bekerja sama dengan dokter untuk mengetahui
efek samping.
e. Bekerja Sama Dengan Anggota Keluarga Lain
Keluarga juga dianjurkan untuk mengetahui rencana darurat
termasuk langkah yang harus dilakukan saat seseorang terkena atau
merasakan serangan dari gangguan jiwa pada manusia modern seperti
dengan cara memberi peningkatan pengobatan, menghubungi dokter
keluarga atau psikiater dan lain sebagainya. Untuk penekanannya harus
dilakukan pada pengembangan rencana aksi yang memungkinkan
situasi nantinya bisa ditangani dengan baik.
Setiap anggota keluarga juga harus membuat rencana yang
meliputi informasi tentang pengobatan terkini, nama dan rincian kontak
para profesional kesehatan dan kejiwaan setempat serta serangkaian
langkah lainnya yang harus diikuti. Masing masing anggota keluarga
nantinya memegang peranan penting untuk merawat seseorang seperti
apakah dibutuhkan perawatan rumah sakit atau masih bisa dirawat
secara mandiri.
f. Membantu Menumbuhkan Hidup Kondusif
38
Keluarga juga harus bisa menumbuhkan gaya hidup yang kondusif
untuk pemulihan dan juga pemeliharaan kesehatan mental yang terbaik
dan beberapa cara yang bisa dilakukan diantaranya adalah:
1) Memberikan kebebasan
2) Memberikan dukungan sosial pada keluarga
3) Mengikutsertakan dalam latihan, kegiatan sosial, pekerjaan,
sekolah dan kegiatan lainnya.
g. Perawatan Sesudah Rawat Inap
Sesudah anggota keluarga menjalani rawat inap, maka dibutuhkan
cara untuk merawat anggota keluarga tersebut untuk membantu proses
penyembuhan macam macam skizofrenia dan gangguan jiwa lainnya.
Beberapa cara yang bisa dilakukan diantaranya adalah:
1) Membuat rencana dengan terapis atau tim perawat saat penderita
sedang dalam kondisi terbaik dan jika memungkinkan menentukan
apa yang menjadi penyebab dari rawat inap tersebut sekaligus
menyetujui tindakan apabila gejala terjadi kembali.
2) Belajar tentang kambuhnya gejala seperti perubahan pola tidur dan
kebiasaan makan, perubahan suasan hati yang terjadi secara tiba
tiba dan langsung melakukan kunjungan ke psikiater yang bisa
membantu mencegah kekambuhan semakin parah.
3) Saat tidak bisa menghadapi sebuah situasi seperti agresif atau ide
bunuh diri, maka segera hubungi dan berkonsultasi dengan tenaga
profesional atau organisasi kesehatan mental.
39
h. Pendekatan Dengan Penderita
Anggota keluarga yang dekat dengan seseorang yang sedang sakit
sangat dibutuhkan untuk pemberian perawatan agar kondisi penderita
tidak semakin buruk.Menghadapi seseorang yang mengalami gangguan
jiwa tidak harus dilakukan dengan perasaan sakit hati, marah, frustasi
atau cemas meskipun rasa bersalah memang menjadi perasaan umum
yang sering dialami anggota keluarga penderia gangguan jiwa.
i. Jangan Menghakimi
Terkadang, penderita gangguan jiwa sering mengalami hilang
ingatan, menunjukkan perilaku abnormal atau tidak mampu untuk
berkonsentrasi yang terkadang terlihat menakutkan dan membuat
anggota keluarga lain frustasi.Peran keluarga disini adalah tidak
bersikap keras dan jangan memaksa penderita untuk berjuang dengan
keras. Cukup berikan informasi secara berulang kali namun dengan cara
baik dan tidak menghakimi yang akan lebih membantu penderita
gangguan jiwa dibandingkan dengan penekanan yang diberikan terus
menerus.
j. Terima Persepsi Penderita
Seorang penderita gangguan jiwa seringkali berhalusinasi, melihat,
merasakan atau mendengar hal hal yang tidak bisa dirasakan oleh orang
lain. Hal yang harus dilakukan anggota keluarga adalah menerima
persepsi individu tersebut namun tetap memberikan penjelasan jika
40
anda tidak merasakan hal yang seperti dialami, dilihat atau dirasakan
orang tersebut.
k. Perlakukan Dengan Rasa Hormat
Memperlakukan anggota keluarga yang sedang mengalami
gangguan jiwa juga harus dilakukan secara bermartabat dan dengan rasa
hormat dalam cara mengatasi stres dan depresi serta masalah gangguan
jiwa seseorang. Konsultasikan dan bicarakan segala sesuatu yang sudah
anda rencanakan kepada penderita untuk mendapatkan perawatan
terbaik.
l. Mencari Dukungan
Pertimbangkan juga untuk bergabung dengan grup atau kelompok
sebab anda juga membutuhkan dukungan dari orang lain yang
mengalami hal serupa dengan yang anda alami yakni memiliki anggota
keluarga dengan gangguan jiwa. Hal ini sangat penting dilakukan agar
lebih menguatkan anggota keluarga lainnya khususnya saat timbul
perasaan ingin menjauh dan mengasingkan diri karena masalah tersebut
sehingga anda tetap bisa memberikan dukungan dan bantuan pada
anggota keluarga yang sedang mengalami gangguan jiwa.
E. Tinjauan Tentang Kecemasan
1. Defenisi Kecemasan
41
Kecemasan adalah emosi, perasaan yang timbul sebagai respon awal
terhadap stress psikis dan ancaman terhadap nilai-nilai yang berarti bagi
individu.Kecemasan sering digambarkan sebagai perasaan yang tidak pasti,
ragu-ragu, tidak berdaya, gelisah, kekhawatiran, tidak tentram yang sering
disertai keluhan fisik (Imam Zainuri, dkk, 2016).
Kecemasan merupakan keadaan emosi dan pengalaman subjektif
individu.Keduanya adalah energy dan tidak dapat diamati secara langsung
(Gail Wiscarz, 2016).
Kecemasan adalah merupakan respon emosional terhadap penilaian
individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak
diketahui secara khusus penyebab-penyebabnya (Ermawati Dalami, dkk,
2014).
2. Rentang Respon
Menurut Imam Zainuri, dkk (2016), rentang kecemasan berfluktuasi
antara respon adaptif antisipasi dan yang pangmaladaptif yaitu :
Adaptif Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Gambar 2.2 Rentang Respon Kecemasan
a. Antisipasi : suatu keadaan yang digambarkan lapangan
persepsi menyatu dengan lingkungan.
b. Cemas Ringan : ketegangan ringan, pengindraan lebih tajam dam
menyiapkan diri untuk bertindak.
42
c. Cemas sedang : keadaan lebih waspada dan lebih tegang, lapangan
persepasi menyempit dan tidak mampu memusatkan pada
factor/peristiwa yang penting baginya.
d. Cemas berat : lapangan persepsi sangat sempit, berpusat pada
detail yang kecil, tidak memikirkan yang luas, tidak mampu membuat
kaitan dan tidak mampu menyelesaikan masalah.
e. Panik : Persepsi menyimpang, sangat kacau dan tidak
terkontrol, berfikir tidak teratur, perilaku tidak tepat dan
agitasi/hiperaktif.
3. Sumber Kecemasan
Menurut Imam Zainuri, dkk (2016), sumber-sumber kecemasan yaitu
sebagai berikut :
b. Ancaman internal dan eksternal terhadap ego (S. Freud)
Adanya gangguan pemenuhan kebutuhan dasar, makan, minum, sexual.
c. Ancaman terhadap keamanan interpersonal dan harga diri (Sullivan)
1) Tidak menemukan integritas diri
2) Tidak menemukan prestige
3) Tidak memperoleh aktualisasi diri
4) Malu/tidak kesesuaian antara pandangan diri dan lingkungan nyata
4. Tingkat Kecemasan
43
Menurut Gail W. Struart (2016), tingkat kecemasaan ada beberapa,
diantaranya adalah :
a. Cemas ringan
Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Selama tahap ini seseorang waspada dan lapang
persepsi meningkat.Kemampuan seseorang untuk melihat, mendengar,
dan menangkap lebih dari sebelumnya.
b. Cemas sedang
Cemas sedang dimana seseorang hanya berfokus pada hal yang
penting saja lapang persepsi menyempit sehingga kurang melihat,
mendengar, dan menangkap.
c. Cemas berat
Cemas berat ditandai dengan penurunan yang signifikan dilapang
persepsi. Cenderung memfokuskan pada hal yang detail dan tidak
berfikir tentang hal lain.
d. Panik
Panik dikaitkan dengan rasa takut dan terror, sebagian orang yang
mengalami kepanikan tidak dapat melakukan hal-hal bahkan dengan
arahan. Gejala panic adalah peningkatan aktivitas motoric, penurunan
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain.
5. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
44
Menurut Savitri Ramaiah (2003) , ada beberapa factor yang
mempengaruhi kecemasan, diantaranya yaitu :
a. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara
berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini
disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan
pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan
kerja.Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap
lingkungannya.
b. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan
jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini,
terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka
waktu yang sangat lama.
c. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan.Hal ini terlihat dalam kondisi
seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari
suatu penyakit.Selama ditimpa konsisi-kondisi ini, perubahan-
perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan
timbulnya kecemasan.
6. Cara untuk Mengatasi Kecemasan
45
Menurut Safaria (2012), ada beberapa carauntuk mengatasi
kecemasan, yaitu sebagai berikut:
a. Pengendalian diri yakni segala sesuatu usaha untuk mengendalikan
berbagai keinginan pribadi yang sudah tidak sesuai lagi dengan
kondisinya.
b. Dukungan, yakni dukungan dari keluarga dan teman-teman dapat
memberikan kesembuhan terhadap kecemasan.
c. Tindakan fisik, yakni melakukan kegiatan-kegiatan fisik, seperti
olahraga akan sangat baikuntuk menghilangkan kecemasan.
d. Tidur, yakni tidur yang cukup dengan tidur 6-8 jam pada malam hari
dapat mengembalikan kesegaran dan kebugaran.
e. Mendengarkan musik, yakni mendengarkan musik lembut akan dapat
membantu menenangkan pikiran dan perasaan.
f. Konsumsi makanan, yakni keeimbangan dalam mengonsumsi makanan
yang mengandung gizi dan vitamin sangat baik untuk
g. Menjaga kesehatan.
7. Skala Kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
Dalam penelitian ini untuk menetukan tingkat kecemasan pasien
menggunakan skala HARS (Hamilton Anxiety Rating scae) merupakan
salah satu alat ukur untuk menilai tingkat kecemasan, yang didasarkan
pada munculnya syimtops pada individu yang mengalami kecemasan.
Menurut skala HARS Nursalam (2013), penilaian kecemasan terdiri
atas 14 item, yaitu:
46
a. Perasaan cemas: firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
b. Ketegangan: merasa tegang, lesu, mudah terkejut, tidak bisa istirahat
dengan tenang, mudah menangis, gemetar, gelisah.
c. Ketakutan: pada gelap, ditinggal sendiri, pada orang asing, pada
binatang besar, pada keramaian lalu lintas, pada kerumunan banyak
orang.
d. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun malam hari, tidak
pulas, mimpi buruk, mimpi menakutkan.
e. Gangguan kecerdasan: daya ingat buruk, sulit konsentrasi, sering
bingung.
f. Perasaan depresi: kehilangnya minat, sedih, bangun dini hari
berkurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah-ubah
sepanjang hari.
g. Gejala somatic (otot-otot): nyeri otot, kaku, kedutan otot, gigi
gemeretak, suara tak stabil.
h. Gejala sensorik: telinga berdengung, penglihatan kabur, muka merah
dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.
i. Gejala kardiovaskuler: denyut nadi cepat, berdebar-debar, nyeri dada,
denyut nadi mengeras, rasa lemah seperti mau pingsan, detak jantung
hilang sekejap.
j. Gejala pernapasan: rasa tertekan didada, perasaan tercekik, merasa
nafas pendek/sesak, sering menarik napas panjang.
47
k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, mual muntah, berat badan
menurun, konstipasi/sulit buang air besar, perut melilit, gangguan
pencernaan, nyeri lambung sebelum/sesudah makan, rasa panas
diperut, perut terasa penuh/kembung.
l. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing,
amenor/menstruasi yang tidak teratur.
m. Gejala vegetatif/autonom: mulut kering, muka kering, mudah
berkeringat, pusing/sakit kepala, bulu roma berdiri.
n. Apakah Ibu/Bapak merasakan: gelisah, tidak tenang, mengerutkan
dahi muka tegang, tonus/ketegangan otot meningkat, napas pendek
dan cepat, muka merah.
Adapun cara penilaiannya adalah setiap item yang diobservasidiberi 5
tingkat skor, yaitu antar 0 (nol) sampai dengan 4, dengan kategori sebagai
berikut:
0 = Tidak ada gejala sama sekali
1 = Ringan satu dari gejala yang ada
2 = Sedang separuh dari gejala yang ada
3 = Berat lebih dari separuh yang ada
4 = Sangat berat semua gejala yang ada
Penentu derajat kecemasan ditentukan dengan cara menjumlahkan
nilai skor dari 14 item diatas dengan hasil sebagai berikut (Nursalam,
2013) :
< 14 : tidak ada kecemasan
48
14 - 20 : kecemasan ringan
21 - 27 : kecemasan sedang
28 - 41 : kecemasan berat
42 - 56 : kecemasan sangat berat
F. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Dalam Merawat Anggota
Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa
1. Hubungan Pengetahuan Dengan KecemasanKeluarga Dalam
Merawat Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuli Permata Sari (2019),
menunjukkan bahwa tanpa adanya pemahaman yang jernih mengenai
masalah gangguan jiwa yang dihadapi keluarga akan menimbulkan
kecemasan dan hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Broy & Bradley, keluarga yang mengalami gangguan jiwa dan
didapatkan bahwa kecemasan keluarga akan semakin meningkat tanpa
pengetahuan yang baik mengenai masalah gangguan jiwa yang di hadapi
keluarga.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ida
(2006), pengetahuan yang tinggi tentang gangguan jiwa akan membuat
kecemasan keluarga menjadi rendah dalam merawat anggota yang
mengalami gangguan jiwa.
2. Hubungan Sikap Dengan Kecemasan Keluarga Dalam Merawat
Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa
49
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuli Permata Sari (2019),
menunjukkan bahwa salah satu faktor pencetus terjadinya kecemasan
adalah ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas,
harga diri dan fungsi sosial terintegrasi pada penderita demikian pula
Sulistiawati, kejadian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas
biasanya terjadi dalam keluarga.
Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Ulfah (2010),
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan
keluarga.Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa tentunya merasakan cemas karena sebagian masyarakat
menganggap itu suatu hal yang buruk, sehingga keluarga merasa malu,
merasa tidak di hargai, tidak lagi diterima oleh masyarakat.
Oleh karena itu, pengetahuan dan sikap sangat diperlukan dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, sebab
semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki keluarga maka sikap
yang diberikan keluarga semakin positif sehingga keluarga tidak
merasakan kecemasan dalam merawat anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa.
50
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konseprtual
Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan
antara varibel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka
konsep akan membentuk penelitian menghubungkan hasil penemuan dengan
teori (Nursalam, 2017).
Berdasarkan latar belakang dan teori pada bab sebelumnya, peneliti
menetapkan pemikiran sebagai berikut: hubungan pengetahuan dan sikap
keluarga dengan tingkat kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa. Maka dapat dirumuskan kerangka konsep sebagai
berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
Pengetahuan
Sikap
Kecemasan Keluarga Dalam
Merawat Anggota Keluarga
Yang Mengalami Gangguan
Jiwa
Lingkungan
51
: Pengaruh variabel yang diteliti
: Variable yang tidak diteliti
B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis atau hipotesa adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan
antara dua ataulebihvariabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan
dalam penelitian.
Dalam penelitian ini hipotesa yang akan dirancang oleh peneliti adalah:
Ha :“Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap keluarga dengan kecemasan
dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Poli
Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan”.
52
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain survey analitik dengan
pendekatancross sectional studyyaitu untuk mencari hubungan antara variabel
sebab atau resiko (independent variable) dan akibat atau kasus (dependent
variable) dengan melakukan pengukuran sesaat (Nursalam, 2017).Penelitian
ini dilakukan pada variabel yang berhubungan, yaitu untuk mengetahui
hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan kecemasan dalam merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit
Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.
B. Populasi, Sample Dan Sampling
1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2017). Populasi
dalam penelitian ini adalah anggota keluarga pasien yang mengalami
gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi
Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 45 pasien dan memenuhi kriteria yang
telah ditentukan oleh peneliti.
2. Sample
Sampel adalah terdiri atas bagian populasi yang terjangkau yang
dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling dengan
53
menggunakan rumus Slovin (Nursalam, 2017).
n =N
1 + N (d)²
Keterangan :
n = Besar Sampel
N = Besar Populasi
d = Tingkat Signifikansi (p)
Jadi, jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah :
n =N
1 + N (d)²
n =45
1 + 45(0.05)²
n =45
1 + 0.1125
n =45
1.1125
n = 40
Berdasarkan rumus diatas maka jumlah sampel yang akan diambil dari
populasi adalah 40 orang.
Sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eklusi.Kriteria inklusi
adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota
populasi yang dapat diambil sebagai sampel.Sedangkan kriteria ekslusi
adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sampel
(Notoatmodjo, 2012).
54
Kriteria sampel inklusi adalah:
a. Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa dan sedang berobat di Poli Jiwa.
b. Anggota keluarga yang mampu membaca dan menulis.
c. Bersedia mengisi kuesioner.
Kriteria sample eksklusi adalah :
a. Keluarga yang sedang tidak berada ditempat dan berpergian saat
dilakukan penelitian.
b. Keluarga yang tidak kooperatif
3. Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara – cara yang
ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang
benar – benar sesuai dengan kebutuhan subjek peneliti (Nursalam,
2017).Tehnik pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan
tehnik purposive sampling, yaitu tehnik sampling yang dimana
menggunakan kriteria yang telah dipilih oleh peneliti dalam memilih
sample. Kriteria pengambilan sample terbagi menjadi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi.
C. Variable Penelitian
Menurut Nursalam (2017), variable adalah perilaku atau krakteristik yang
memberikan nilai beda terhadap sesuatu. Jenis variable diklasifikasikan
menjadi:
55
1. Variable Independen (Bebas)
Variable independen adalah varibel yang memengaruhi atau nilainya
menentukan variable yang lain. Variable independen pada penelitian ini
adalah pengetahuan dan sikap.
2. Variable Dependen (Terikat)
Variable dependen adalah variable yang dipengaruhi nilainya
ditentukan oleh variable lain. Variable respon akan muncul sebagai akibat
dari menipulasi variable – variable lain. Variable dependent dari penelitian
ini adalah kecemasan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
D. Defenisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut.Karakteristik yang diamati (ukur)
merupakan kunci definisi operasional.
No Variable Defenisi
Operasional
Cara
Ukur
Skala
Ukur Skor
Independent
1 Pengetahuan
Pengetahuan
keluarga
dalam
merawat
anggota
keluarganya
yang
mengalami
gangguan
jiwa
Kuesioner Nominal Dikatakan baik
jika skornya
≥17
Dan dikatakan
kurang baik jika
skornya <17
2 Sikap
Respon yang
diberikan
keluarga
Kuesioner Ordinal Dikatakan
positif jika
skornya <33
56
kepada
anggota
keluarganya
yang
mengalami
gangguan
jiwa
dan dikatakan
negatif jika
skornya ≥33
Dependent
1
Kecemasan
keluarga
dalam
merawat
anggota
keluarganya
yang
mengalami
gangguan
jiwa
Suatu respon
yang dialami
oleh keluarga
dalam
merawat
anggota
keluarganya
yang
mengalami
gangguan
jiwa
Kuesioner
dengan
skala
HARS
Ordinal Dikatakancemas
ringan 14-20,
cemas sedang
21-27, cemas
berat 28-41dan
cemas sangat
berat 42-56
Tabel 4.1 Defenisi Operasional
E. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi
Provinsi Sulawesi Selatan.
F. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 11 – 19 Desember 2019.
G. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen data berupa
kuesioner dengan menggunakan pertanyaan dan pernyataan terkait dengan
penelitian, kuesioner yang digunakan yaitu:
1. Kuesioner Pengetahuan
Kuesioner yang digunakan adalah skala gutman. Skala ini bertujuan
untuk mengetahui pengetahuan keluarga dalam merawat anggota
57
keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Kuesioner ini terdiri dari
15pertanyaan, terbagi atas 2 pilihan jawaban dengan skor tertinggi yaitu 2
dan skor terendah yaitu 1.Dikatakan 2 jika menjawab benar dan dikatakan
1 jika menjawab tidak benar.
Dibuktikan dengan rumus :
(jumlah pertanyaan x skor terendah) + (jumlah pertanyaan x skor tertinggi)
2
(11x1)+ (11x2)
2=
11+22
2 =
33
2= 16,5 / 17
Sehingga dikatakan baik jika skor ≥ 17 dan dikatakan kurang baik
jika skor <17.
2. Kuesioner Sikap
Kuesioner yang digunakan adalah skala likert.Skala ini bertujuan
untuk mengetahui sikap keluarga dalam merawat anggota keluarganya
yang mengalami gangguan jiwa. Kuesioner ini terdiri dari 11 pertanyaan,
terbagi atas 5 pilihan jawaban sangat setuju (1), setuju (2), ragu-ragu (3),
tidak setuju (4), dan sangat tidak setuju (5).
Dibuktikan dengan rumus :
(jumlah pertanyaan x skor terendah) + (jumlah pertanyaan x skor tertinggi)
2
(11x1)+ (11x5)
2=
11+55
2 =
66
2= 33
Sehingga dikatakan positif jika skor < 33 dan dikatakan negatif jika
skor ≥33.
58
3. Kuesioner Kecemasan
Kuesioner yang digunakan adalah skala HARS.Skala ini digunakan
untuk mengetahui kecemasan keluarga dalam merawat anggota
keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Kuesioner ini terdiri dari 14
pertanyaan, terbagi atas 5 pilihan jawaban yaitu tidak ada (0), ringan (1),
sedang (2) berat (3) dan sangat berat (4). Dimana penentuan derajat
ditentuakan dengan cara menjumlahkan nilai skor dari 14 item yaitu
dikatakan tidak cemas jika skornya <14, cemas ringan 14-20, cemas
sedang 21-27, cemas berat 28-41 dan cemas sangat berat >42.
H. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data penelitian dilakukan dengan pengisian
kuesioner untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan
kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
I. Tehnik Analisa Data
1. Analisa Univariat
Pada analisa ini digunakan tabel distribusi frekuensi dari tiap variabel
yang dianggap terikat dengan tujuan penelitian.(Hastono, 2016).Bentuk
analisa univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik
digunakan nilai mean atau rata-rata, median dan standar deviasi.
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012).
59
2. Analisa Bivariate
Analisa data ditunjukkan untuk menjawab tujuan penelitian dan
menguji hipotesis penelitian untuk megetahui adanya hubungan variabel
dependen dengan menggunakan uji Fisher’s Exact Test dengan nilai
kemaknaan ( α = 0,05). Setelah uji hipotesa dilakukan dengan taraf
kesalahan (alpha) yang digunakan yaitu 5% atau 0,05 maka penelitian
hipotesa yaitu: apabila p≤α=0,05, maka Ha (Hipotesis penelitian) diterima
yang berarti ada hubungan antara variable bebas dengan variable terikat.
Sedangkan bila p≥α=0,05,maka Ha (hipotesis penelitian) ditolak yang
berarti tidak ada hubungan antara variable terikat (Hastono, 2016).
J. Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2018), penelitian apapun khususnya menggunakan
manusia sebagai objek tidak boleh bertentangan dengan etika, oleh karena itu
setiap peneliti menggunakan subjek untuk mendapatkan persetujuan dari
subjek yang diteliti. Peneliti memperhatikan aspek etika responden dengan
menekankan masalah etika yang diteliti:
1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Informed Consent merupakan lembar persetujuan antara peneliti dan
responden yang diberikan sebelum penelitian. Tujuan Informed Consed
yaitu responden yang adapat mengerti maksud dan tujuan peneliti. Bila
responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden.
60
2. Tanpa Nama (Anonimiti)
Anonimiti adalah memberikan jaminan dalam penggunaan subjek
peneliti dengan cara tidak memberikan atau tidak mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada
lembaran pengumpulan data.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Confidentiality adalah semua informasi yang dikumpulkan dijamin
kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompook data tertentu yang
dilaporkan pada hasil riset.
61
BAB V
HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah
Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.Jenis penelitian yang digunakan desain
survey analitik dengan pendekatancross sectional study.Jumlah populasi
penderita gangguan jiwa adalah 45 orang, pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling dengan jumlah
sebesar 40 orang.Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan kuesioner.Pengumpulan data dilakukan mulai pada tanggal 11
sampai dengan 19 Desember 2019.Data terkumpul selanjutnya di editing,
coding, tabulasi dan dianalisis.Hasil penelitian ini berupa hasil analisis
univariat dari masing-masing variable yang diteliti, analisis bivariat berupa
korelasi antara masing-masing variable dependent dan variable dependent.
1. Karakteristik Responden
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di ruang Poli Jiwa Rumah
Sakit KhususDaerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan maka diperoleh
data terkait karakteristik responden yaitu umur, jenis kelamin dan
pendidikan sebagai berikut:
62
a. Distribusi frekuensi berdasarkan umur responden
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden
Di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi
Provinsi Sulawesi Selatan
Umur (n) (%)
26-35 Tahun 17 42,5
36-45 Tahun 10 25
46-55 Tahun 9 22,5
56-65 Tahun 4 10
Total 40 100 Sumber : Data Primer, Desember 2019
Berdasarkan tabel 5.1 diatas diperoleh data dari responden
umur 26-35 tahun memiliki distribusi sebanyak 17 respoden
(42,5%), umur 36-45 tahun memiliki distribusi sebanyak 10
responden (25%), umur 46-55 tahun memiliki distribusi sebanyak 9
responden (22,5%), dan umur 56-65 tahun memiliki distribusi
sebanyak 4 responden (10%).
b. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin responden
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis KelaminResponden
Di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi
Provinsi Sulawesi Selatan
Jenis Kelamin (n) (%)
Laki-Laki 17 42,5
Perempuan 23 57,5
Total 40 100 Sumber : Data Primer, Desember 2019
Berdasarkan tabel 5.2 diatas diperoleh data dari responden
berjenis kelamin laki-laki memiliki distribusi sebanyak 17 responden
63
(42,5%) dan perempuan memiliki distribusi sebanyak 23 responden
(57,5%).
c. Distribusi frekuensi berdasarkan pedidikan responden
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pedidikan Responden
Di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi
Provinsi Sulawesi Selatan
Pedidikan (n) (%)
Tidak Sekolah 7 17,5
SD 11 27,5
SMP 6 15
SMA 10 25
Perguruan Tinggi 6 15
Total 40 100 Sumber : Data Primer, Desember 2019
Berdasarkan tabel 5.3 diatas diperoleh data dari responden yang
tidak sekolah sebanyak 7 responden (17,5%), SD sebanyak 11
responden (27,5%), SMP sebanyak 6 responden (15%), SMA
sebanyak 10 respoden (25%) dan Perguruan Tinggi sebanyak 6
responden (15%).
2. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel yang diteliti.Pada analisa
univariat ini data kategori dapat dijelaskan dengan angka atau nilai
jumlah data persentase setiap kelompok.
64
a. Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan keluarga responden
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Keluarga
Responden Di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah
DadiProvinsi Sulawesi Selatan
Pengetahuan (n) (%)
Baik 28 70
Kurang Baik 12 30
Total 40 100 Sumber : Data Primer, Desember 2019
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi pengetahuan keluarga
responden di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi
Sulawesi Selatan didapatkan data dari 40 responden.Responden yang
pengetahuannya baik sebanyak 28 responden (70%) sedangkan
responden yang pengetahuannya kurang baik sebanyak 12 responden
(30%).
b. Distribusi frekuensi berdasarkan sikap keluarga responden
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Keluarga Responden
Di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi
ProvinsiSulawesi Selatan
Sikap (n) (%)
Positif 32 80
Negatif 8 20
Total 40 100 Sumber : Data Primer, Desember 2019
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi sikap keluarga responden
di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan didapatkan data dari 40 responden.Responden yang memiliki
65
sikap positif sebanyak 32 responden (80%) sedangkan responden
yang memiliki sikap negatif sebanyak 8 responden (20%).
c. Distribusi frekuensi berdasarkan kecemasan keluarga responden
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kecemasan Keluarga
RespondenDi Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah
Dadi ProvinsiSulawesi Selatan
Kecemasan (n) (%)
Ringan 24 60
Sedang 16 40
Total 40 100 Sumber : Data Primer, Desember 2019
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi kecemasan keluarga
responden di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi
Sulawesi Selatan didapatkan data dari 40 responden.Responden yang
mengalami kecemasan ringan sebanyak 24 responden (60%)
sedangkan responden yang mengalami kecemasan sedang sebanyak
16 responden (40%).
3. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independent (Pengetahuan dan Sikap) dan variabel dependent
(Kecemasan Keluarga) dengan uji statistik dengan menggunakan uji
Fisher’s Exact Test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.
66
a. Hubungan pengetahuan keluarga dengan kecemasan dalam merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Tabel 5.7
Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kecemasan Dalam
Merawat Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan
Jiwa Di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah
Dadi Provinsi Sulawesi Selatan
Pengetahuan
Kecemasan Total
p-
value Ringan Sedang n %
n % n %
Baik 21 52,5 7 17,5 28 70
0.005 Kurang Baik 3 7,5 9 22,5 12 30
Total 24 60 16 40 40 100 Sumber : Data Primer, Desember 2019
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa 40 responden
yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 28 responden (70%),
sebagian besar memiliki kecemasan ringan sebanyak 21 responden
(52,5%) dan kecemasan sedang sebanyak 7 responden (17,5%).
Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik
sebanyak 12 responden (30%), sebagian memiliki kecemasan ringan
sebanyak 3 responden (7,5%) dan kecemasan sedang sebanyak 9
responden (22,5%).
Berdasarkan hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji
Fisher’s Exact Test dengan nilai ρ value = 0,005 jika dibandingkan
dengan α = 0,05 maka ρ value< α 0,05. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa Ha diterima.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
dalam penelitian ini terdapat hubungan antara pengetahuan keluarga
dengan kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang
67
mengalami gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.
b. Hubungan sikap keluarga dengan kecemasan kecemasan dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Tabel 5.8
Hubungan Sikap Keluarga Dengan Kecemasan Dalam
Merawat Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan
Jiwa Di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah
Dadi ProvinsiSulawesi Selatan
Sikap
Kecemasan Total
p-
value Ringan Sedang n %
n % n %
Positif 22 55 10 25 32 80
0,042 Negatif 2 5 6 15 8 20
Total 24 60 16 40 40 100 Sumber : Data Primer, Desember 2019
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa 40 responden
dengan keluarga yang memiliki sikap positif sebanyak 32 responden
(80%), sebagian besar memiliki kecemasan ringan sebanyak 22
responden (55,5%) dan kecemasan sedang sebanyak 10 responden
(25%). Sedangkan keluarga yang memiliki sikap negatif sebanyak 8
responden (20%), sebagian memiliki kecemasan ringan sebanyak 2
responden (5%) dan kecemasan sedang sebanyak 6 responden
(15%).
Berdasarkan hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji
Fisher’s Exact Test dengan nilai ρ value = 0.042 jika dibandingkan
dengan α = 0.05 maka ρ value< 0,05. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa Ha diterima.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
68
dalam penelitian ini terdapat hubungan antara sikap keluarga dengan
kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
B. Pembahasan
1. Analisa Univariat
a. Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40
responden didapatkan 28 responden (70%) memiliki pengetahuan
baik sedangkan 12 responden (30%) memiliki pengetahuan kurang
baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yuli Permata Sari (2019), dimana dari 48 responden, 36 responden
(75%) memiliki pengetahuan tinggi sedangkan 12 responden (25%)
memiliki pengetahuan rendah. Menurut Lestari (2015), faktor-faktor
yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan,
informasi, pengalaman, budaya dan sosial ekonomi.
Menurut asumsi peneliti, tingkat pengetahuan sangat dibutuhkan
dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
karena keluarga yang memiliki pengetahuan yang baik lebih terjaga
dibandingkan dengan keluarga yang memiliki pengetahuan yang
kurang baik.
69
b. Sikap
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40
responden didapatkan 32 responden (80%) memiliki sikap positif
sedangkan 8 responden (20%) memiliki sikap negatif. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuli Permata Sari
(2019), dimana dari 48 responden, 26 responden (54,2%) memiliki
sikap positif sedangkan 22 responden (45.8%) memiliki sikap
negatif. . Menurut Azwar (2013), faktor-faktor pembentuk sikap
adalah pengalaman yang kuat, pengaruh orang lain yang dianggap
penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan,
lembaga agama, dan pengaruh faktor emosional.
Menurut asumsi peneliti, sikap positif yang diberikan sangat
berpengaruh terhadap proses kesembuhan dan dalam merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
c. Kecemasan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40
responden didapatkan 24 responden (60%) mengalami cemas ringan
sedangkan 16 responden (40%) mengalami cemas sedang. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuli Permata Sari
(2019), dimana dari 48 responden, 33 responden (66,7%) mengalami
cemas ringan sedangkan 16 responden (33,3%) mengalami cemas
sedang. Menurut Savitri (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi
70
kecemasan adalah lingkungan,emosi yang ditekan, dan sebab-sebab
fisik.
Menurut asumsi peneliti, kecemasan yang dirasakan dapat
berupa adanya ketegangan, ketakutan, gelisah dan gejala-gejala
lainnya.Kecemasan yang dirasakan membuat keluarga lebih berhati-
hati dan waspada dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
2. Analisa Bivariat
a. Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kecemasan Dalam
Merawat Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa
Berdasarkan hasil uji Chi Square, ada 1 cells (25%) yang
mempunyai Expected Count<5 sehingga menggunakan uji
alternative yaitu Fisher’s Exact Test di dapatkan nilai Significancy
nilai ρ = 0.005 < α (0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan keluarga dengan kecemasan dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Poli
Jiwa Rumah sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Tingkat pengetahuan keluarga pasien di Poli Jiwa Rumah Sakit
Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan didapatkan bahwa
dari 40 responden yang memiliki pengetahuan baik dan memiliki
kecemasan ringan, mayoritas berpengetahuan baik dikarenakan
kebanyakan responden berpendidikan SMA dan Perguruan Tinggi
sehingga kemampuan serta pemahamannya tergolong baik dan
71
mudah untuk berfikir dalam mendapatkan informasi. Namun tidak
banyak juga responden dengan pendidikan SD atau bahkan tidak
sekolah memiliki pengetahuan yang baik, itu dikarenakan
pengetahuan tidak hanya didapatkan dari pendidikan formal
melainkan juga didapatkan dari pendidikan non formal seperti
didapatkan dari media elektronik. Menurut Lestari (2015), faktor-
faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan,
informasi, pengalaman, budaya dan sosial ekonomi.
Berdasarkan penelitian ini juga didapatkan responden yang
memiliki pengetahuan baik dengan kecemasan sedang, hal ini
dikarenakan keluarga mayoritas berusia antara 26 – 35 tahun
sehingga belum mempunyai pengalaman yang cukup banyak,
dimana semakin tua umur seseorang maka akan semakin banyak
pula pengalaman yang didapatkan.Menurut Lestari (2015), faktor-
faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan,
informasi, pengalaman, budaya dan sosial ekonomi.
Berdasarkan penelitian ini juga didapatkan responden yang
memiliki pengetahuan kurang baik dengan kecemasan ringan, hal ini
dikarenakan responden mendapatkan informasi tentang cara merawat
melalui media elektronik. Menurut Lestari (2015), faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan, informasi,
pengalaman, budaya dan sosial ekonomi.
72
Berdasarkan penelitian ini juga didapatkan responden yang
memiliki pengetahuan kurang baik dengan kecemasan sedang, hal ini
dikarenakan responden tidak memiliki pendidikan yang tinggi serta
memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan sehingga responden
merasa tidak aman terhadap lingkungannya. Menurut Savitri (2003),
faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah
lingkungan,emosi yang ditekan, dan sebab-sebab fisik.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yuli Permata Sari (2019), tentang hubungan pengetahuan dan sikap
keluarga dengan tingkat kecemasan dalam merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas
Sijunjung. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan
keluarga dengan kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa dengan ρ value = 0.000 dibandingkan
dengan α = 0.01 maka p value< α 0.01 maka Ha diterima. Yang
dimana ada hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan
tingkat kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Sijunjung.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Jamila Kasim (2019), tentang hubungan pengetahuan dan sikap
keluarga terhadap perawatan anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa di Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros dengan
nilai ρ value = 0.151 dibandingkan dengan α = 0.05 maka p value<α
73
0.05 maka Ha diterima. Yang dimana ada hubungan pengetahuan
dan sikap keluarga terhadap perawatan anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa di Puskesmas Bantimurung Kabupaten
Maros.
Penelitian ini juga sejalan dengan Ida (2006), tentang hubungan
pengetahuan dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Sumatera Utara, Medan dengan nilai ρ value = 0.008
dibandingkan dengan α = 0.01 maka p value< α 0.01 maka Ha
diterima. Yang dimana ada hubungan pengetahuan dengan tingkat
kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara,
Medan.
Menurut asumsi peneliti bahwa ada hubungan antara
pengetahuan keluarga dengan kecemasan dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.Pengetahuan yang baik
tentang gangguan jiwa akan membuat kecemasan keluarga menjadi
rendah dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa. Hal tersebut dikarenakan keluarga memiliki wawasan dan
pemahaman yang baik tentang gangguan jiwa sehingga membuat
keluarga tidak terlalu merasakan kecemasan dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
74
b. Hubungan Sikap Keluarga Dengan Kecemasan Dalam Merawat
Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa
Berdasarkan hasil uji Chi Square, ada 2 cells (50%) yang
mempunyai Expected Count<5 sehingga menggunakan uji
alternative yaitu Fisher’s Exact Test di dapatkan nilai Significancy
nilai ρ = 0,042< α (0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara sikap keluarga dengan kecemasan dalam merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Poli Jiwa
Rumah sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Sikap keluarga pasien di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan didapatkan bahwa dari 40 responden
dengan keluarga yang memiliki sikap positif dengan kecemasan
ringan, ini dikarenakan responden dalam penelitian ini mayoritas
berpendidikan SMA dan Perguruan Tinggi sehingga kemampuan
serta pemahamannya tergolong baik dan mudah untuk berfikir dalam
mendapatkan informasi. Menurut Azwar (2013), faktor-faktor
pembentuk sikap adalah pengalaman yang kuat, pengaruh orang lain
yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa,
lembaga pendidikan, lembaga agama, dan pengaruh faktor
emosional.
Berdasarkan penelitian ini juga didapatkan responden yang
memiliki sikap positif dengan kecemasan sedang, ini dikarenakan
responden mayoritas berusia antara 26 – 35 tahun sehingga belum
75
mempunyai pengalaman yang cukup banyak, dimana sikap akan
terbentuk apabila memiliki banyak pengalaman. Menurut Azwar
(2013), faktor-faktor pembentuk sikap adalah pengalaman yang kuat,
pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan,
media massa, lembaga pendidikan, lembaga agama, dan pengaruh
faktor emosional.
Berdasarkan penelitian ini juga didapatkan responden yang
memiliki sikap negatif dengan kecemasan ringan, ini dikarenakan
responden mendapatkan dukungan dari orang sekitar atau
lingkungan. Menurut Savitri (2003), faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan adalah lingkungan,emosi yang ditekan,
dan sebab-sebab fisik.
Berdasarkan penelitian ini juga didapatkan responden yang
memiliki sikap negatif dengan kecemasan sedang, hal ini
dikarenakan responden merasa malu serta tidak menerima akan
adanya salah satu anggota keluarganya yang mengalami gangguan
jiwa.Menurut Savitri (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan adalah lingkungan,emosi yang ditekan, dan sebab-sebab
fisik.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yuli Permata Sari (2019), tentang hubungan pengetahuan dan sikap
keluarga dengan tingkat kecemasan dalam merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas
76
Sijunjung. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap keluarga
dengan kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa dengan ρ value = 0.010 dibandingkan
dengan α = 0.01 maka p value = α 0.01 maka Ha diterima. Yang
dimana ada hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan
tingkat kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Sijunjung
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Jamila Kasim (2019), tentang hubungan pengetahuan dan sikap
keluarga terhadap perawatan anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa di Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros dengan
nilai ρ value = 0.012 dibandingkan dengan α = 0.05 maka p value< α
0.05 maka Ha diterima. Yang dimana ada hubungan pengetahuan
dan sikap keluarga terhadap perawatan anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa di Puskesmas Bantimurung Kabupaten
Maros.
Menurut asumsi peneliti ada hubungan keterkaitan antara sikap
keluarga dengan kecemasan yang dirasakan keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.Keluarga yang
memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa tentunya
merasakan kecemasan karena bagi sebagian masyarakat yang
memiliki keluarga yang gangguan jiwa merupakan suatu hal yang
buruk, sehingga keluarga merasa malu, merasa tidak dihargai, tidak
77
lagi diterima oleh masyarakat.Hal tersebut dilihat dari hasil
penelitian yang peneliti lakukan dengan membagikan kuesioner
kepada keluarga dengan hasil lebih dari separuh keluarga yang
dijadikan responden memiliki sikap positif kepada anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa sehingga membuat kecemasan
keluarga rendah.Dari hasil kuesioner yang peneliti berikan kepada
keluarga bahwa tidak ada keluarga yang menjawab mengalami
kecemasan sangat berat dari 14 item pertanyaan yang ada
dikuesioner.Hal tersebut dikarenakan sikap yang baik dan positif
yang diberikan keluarga kepada anggota kelurga yang mengalami
gangguan jiwa membuat keluarga yang merawat tidak terlalu
merasakan kecemasan.
C. Implikasi Keperawatan
Memberikan gambaran bagi perawat untuk memberikan penyuluhan
kepada keluarga atau masyarakat tentang pentingnya pengetahuan yang baik
serta sikap yang positif dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa sehingga mengoptimalkan fungsi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan keluarga yang mengalami kecemasan dalam merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
78
D. Keterbatasan Penelitian
Saat penelitian ini dilaksanakan peneliti mengalami beberapa
keterbatasan dan hambatan yaitu :
1. Pada saat penelitian ada keluarga pasien yang tidak mau menjadi
responden (tidak kooperatif) sehingga tidak mengambilnya sebagai
sampel dan mencari responden yang ingin mengisi kuesioner.
2. Pada saat penelitian ada responden yang penglihatannya terganggu
sehingga tidak dapat mengisi kuesioner dan dibantu oleh peneliti dalam
pengisian kuesioner.
3. Pada saat penelitian responden ada yang tidak mengerti dengan pengisian
kuesioner sehingga peneliti memberikan penjelasan kepada responden
tentang cara pengisian kuesioner.
79
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengetahuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus DaerahDadi Provinsi
Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
pengetahuan baik.
2. Sikap keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus DaerahDadi Provinsi
Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
sikap positif.
3. Kecemasan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus DaerahDadi Provinsi
Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
kecemasan ringan.
4. Terdapat hubungan antara pengetahuan keluarga dengan kecemasan dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Poli Jiwa
Rumah Sakit Khusus DaerahDadi Provinsi Sulawesi Selatan.
80
5. Terdapat hubungan antara sikap keluarga dengan kecemasan dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Poli Jiwa
Rumah Sakit Khusus DaerahDadi Provinsi Sulawesi Selatan.
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan untuk melakukan penyuluhan kepada keluarga atau
masyarakat tentang gangguan jiwa.Dan hasil penelitian ini hendaknya
dapat digunakan sebagai bahan masukan ataupun eveluasi kepada tenaga
kesehatan agar selalu memberikan arahan tentang sikap positif yang harus
diberikan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menambah buku-buku, referensi dan jurnal tentang
keperawatan jiwa.Hasil ini hendaknya dijadikan sebagai bahan acuan
ataupun pertimbangan didalam memberikan pengetahuan dan wawasan
dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dalam
program pegabdian masyarakat yang dilakukan kepada masyarakat.
3. Bagi Keluarga
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan informasi dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
81
DAFTAR PUSTAKA
Azizah Lilik, Zainuri Imam & Akbar Amar (2016).Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa.Yogyakarta : Indonesia Pustaka.
Azwar (2013).Sikap Manusia:Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Doli Jenita (2017). Psikologi Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka Press.
Dalami Ermawati, et. al (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah
Psikososial.Jakarta : Trans Info Media.
Harmoko (2016). Asuhan Keperawatan Keluarga. Semarang : Pustaka Pelajar.
Hidayat. A. A. A (2018).Metodeologi Keperawatan Dan Kesehatan I. Jakarta :
Salemba Medika
Jhonson, and Leny (2010). Keperawatan Keluarga. Jakarta : Medical Book
Jamila Kasim (2019). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Terhadap
Perawatan Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di
Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros.Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis Volume 12 Nomor 1 Tahun 2018.Elssn : 2302-2531.
Kementrian Kesehatan RI. (2016). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes).
Kementrian RI. Jakarta
Kholid Ahmad (2015). Promosi Kesehatan Dengan Pendekatan Teori Perilaku,
Media dan Aplikasinya.Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Keliat, et. al (2012). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic
Course).Jakarta : EGC.
Kurniawan, F. (2016).Gambaran Karakteristik Pada Pasien Gangguan Jiwa
Skizofrenia Yang Dirawat Di Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu
RSUD Banyumas tahun 2015. Naskah Publikasi. Purwokerto: Program
Studi Ilmu Keperawatan S1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.darihttp://repository.ump.ac.id
Lestari, T(2015). Kumpulan Teori Untuk Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Muslihin Abi (2012). Keperawatan Keluarga.Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Notoatmojo Soekidjo (2012). Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta : Renika Cipta
82
Nursalam, (2013).Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen Penelitian
Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam (2017).Metodeologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Padila (2012). Keperawatan Keluarga. Bengkulu : Medical Book.
Pedoman Skripsi Stikes Panakkukang Makassar (2018/2019)
Rekam Medis Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar. (2019)
Safaria, T. & Saputra, N. E., (2012) .Manajemen Emosi, Sebuah Panduan Cerdas
Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda. Jakarta : Bumi
Aksara
Stuart, Laraia (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC
Savitri (2003).Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta : Pustaka
Populer Obor.
Simanjuntak, I.T.M., Daulay, W., (2006). Hubungan Pengetahuan Keluarga
Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang
Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara,
Medan. Naskah Publikasi. Medan: Program S1 Keperawatan PSIK FK
USU. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2017, dari <http://repository.usu.ac.id
Wiscarz Gail (2016). Prinsip Dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa
Stuart.Singapore : Elsevier.
Ulfah, (2010).Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kecemasan Keluarga
Pada Pasien Halusinasi di Badan Pengelola Rumah Sakit Dadi Makasar.
Naskah Pusblikasi. Makasar: Prodi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makasar. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2018 dari,
<http://repositori.uinalauddin.ac.id>
Yusuf, Fitryasari Rizky & Nihayati Hanik (2015).Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa.Jakarta : Salemba Medika.
Yuli Permata Sari (2019).Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Dengan
Tingkat Kecemasan Dalam Merawat Anggota Keluarga Yang Mengalami
Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Sijunjung Kabupaten
Sijunjung.Volume.2 No.1 Edisi 1 Oktober 2019.
83
L
A
M
P
I
R
A
N
84
LAMPIRAN 1
85
LAMPIRAN 2
86
LAMPIRAN 3
87
LAMPIRAN 4
88
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nur Istiqamah Ds
Nim : 18.01.121
Dengan diatas kepada bapak/ibu untuk menjelaskan tentang tujuan dan
manfaat peneliti yang saya akan laksanakan. Judul penelitian saya adalah
“Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Dengan Kecemasan Dalam Merawat
Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Khusus Daerah
Dadi Provinsi Sulawesi Selatan”.
Tujuan penelitian saya adalah untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan
Dan Sikap Keluarga Dengan Kecemasan Dalam Merawat Anggota Keluarga Yang
Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan”.
Manfaat penelitian saya adalah untuk memberikan informasi ilmiah
tentang Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Dengan Kecemasan Dalam Merawat Anggota
Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa.
Dari penelitian ini bapak/ibu akan melakukan pengisian kuesioner yang terdiri dari 3
kuesioner yaitu :
1) Kuesioner Sikap
2) Kuesioner Pengetahuan
3) Kuesioner Kecemasan
Dalam penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi responden selama
penelitian ini dikarenakan penelitian ini hanya menggunakan observasi.
LAMPIRAN 5
89
Jika bapak /ibu mengundurkan diri tidak mengurangi hak-hak yang dapat
diperoleh selama perawatan. Dan apabila terjadi hal-hal yang tidak diprediksi
berhubungan dengan intervensi yang saya lakukan bapak atau ibu akan di tangani
oleh dokter/penanggung jawab diruangan ini.
Demikian penjelasan saya, kiranya mendapat respon yang positif dari
bapak/ibu.
Apabila bapak/ibu telah memahami akan tujuan, manfaat serta prosedur penelitian
saya, dan bersedia menjadi responden untuk menandatangani lembar persetujuan
menjadi responden.
Hormat saya
Nur Istiqamah Ds
0813 5656 1646
90
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan penelitian ini dengan
judul “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Dengan Kecemasan
Dalam Merawat Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Poli
Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.” saya
memahami tujuan dan manfaat penelitian ini. Saya mengerti bahwa peneliti dapat
menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai responden.
Persetujuan ini saya tanda tangani tanpa ada paksaan dari pihak manapun,
dan saya menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Makassar, ..............................201
Responden,
(........................................................)
LAMPIRAN 6
91
No. Responden :……………………
Hari/ Tanggal :……………………
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN
KECEMASAN DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA
YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA DIPOLI JIWA
RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DADI
MAKASSAR
I. Data Identitas Responden
Isilah data dibawah ini!
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
II. Kuesioner Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Anggota Keluarga
Yang Mengalami Gangguan Jiwa
Petunjuk pengisian:
▪ Beri tanda (√) pada jawaban yang saudara anggap benar
▪ Jawablah pilihan tidak boleh lebih dari satu
NO PERNYATAAN BENAR SALAH
1
Gangguan jiwa merupakan gangguan pada
fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan atau hambatan dalam
melakukan peran social
2
Kejadian yang menekan, stress dan ketegangan
hidup merupakan penyebab seseorang
mengalami gangguan jiwa
3
Perubahan perilaku pada seseorang merupakan
salah satu ciri dari seseorang mengalami
gangguan jiwa
LAMPIRAN 7
92
4
Salah satu gejala dari gangguan jiwa adalah
ketika melihat, mendengar atau merasakan
sesuatu yang sebenarnya tidak nyata
5
Muka merah dan tegang, pandangan tajam,
bicara kasar, bukan merupakan tanda dan
gejala gangguan jiwa
6
Keluarga berperan penting sebagai tempat
individu memulai hubungan interpersonal
dengan lingkungannya
7
Keluarga tidak peduli dan mengucilkan
anggota keluarganya yang mengalami
gangguan jiwa
8
Keluarga mendukung pengobatan dan
perawatan anggota keluargamya yang
mengalami gangguan jiwa
9
Keluarga membantu anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa dalam meminum
obat secara rutin
10
Keluarga tidak memberikan kebebasan kepada
anggota keluarganya ikut serta dalam kegiatan
social
11 Keluarga mengantar anggota keluarganya
control sesuai yang dianjurkan dokter
Sumber : Erwan Hamdani ,2016 dan Ika Guswati, 2019
III. Kuesioner Sikap Keluarga Dalam Merawat Anggota Keluarga
yang Mengalami Gangguan Jiwa
▪ Beri tanda (√) pada jawaban yang saudara anggap benar
▪ Jawablah pilihan tidak boleh lebih dari satu
Keterangan :
SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju
S : Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
RR : Ragu-ragu
93
No Pernyataan SS
(1)
S
(2)
RR
(3)
TS
(4)
STS
(5)
1 Keluarga menerima anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa
2
Keluarga memberikan perawatan yang
baik kepada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa
3
Keluarga yakin anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa bisa sembuh
jika teratur minum obat
4
Keluarga selalu membawa anggota
keluarga yang mengalami gangguan
jiwa ke pelayanan kesehatan untuk
berobat
5
Keluarga selalu mengingatkan anggota
keluarga yang mengalami gangguan
jiwa untuk selalu konsumsi obat secara
teratur
6
Keluarga tidak melakukan pemasungan
kepada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa saat
mengamuk
7
Keluarga tidak mengasingkan anggota
keluarga yang mengalami gangguan
jiwa
8
Keluarga tidak malu bahwa seseorang
di keluarganya mengalami gangguan
jiwa dan bukan merupakan suatu aib
yang harus ditutupi
9 Keluarga merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa
10
Anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa bisa melakukan
pekerjaan seperti orang normal
11
Keluarga tidak mempedulikan
pandangan negatif orang lain disekitar
lingkungan rumah
Sumber. Ika Guswati (2019)
94
IV. Kuesioner Tingkat Kecemasan Keluarga Dalam Merawat Anggota
Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa
Petunjuk pengisian:
▪ Beri tanda (√) pada jawaban yang saudara rasakan
1. Jenis kecemasan
Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung
2. Ketegangan
Merasa tegang
Lesu
Mudah terkejut
Tidak dapat istirahat dengan nyenyak
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah
3. Ketakutan
Pada gelap
Ditinggal sendiri
Pada orang asing
Pada binatang besar
Pada keramaian lalu lintas
Pada kerumunan orang banyak
95
4. Gangguan tidur
Sukar memulai tidur
Terbangun malam hari
Tidak pulas
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
5. Gangguan kecerdasan
Daya ingat buruk
Sukar berkonsentrasi
Sering bingung
6. Perasaan depresi
Kehilangan minat
Sedih
Bangun dini hari
Berkurangnya kesukaan pada hobi
Perasaan berubah-ubah sepanjang hari
7. Gejala somatik (otot-otot)
Nyeri otot
Kaku
Kedutan otot
Gigi gemeretak
Suara tak stabil
8. Gejala sensorik
Telinga berdengung
Penglihatan kabur
96
Muka merah dan pucat
Merasa lemah
Perasaan ditusuk-tusuk
9. Gejala kardiovaskuler
Denyut nadi cepat
Berdebar-debar
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Rasa lemah seperti mau pngsan
Detak jantung hilang sekejap
10. Gejala pernapasan
Rasa tertekan didada
Perasaan tercekik
Merasa napas pendek/sesak
Sering menarik napas panjang
11. Gejala gastrointestinal
Sulit menelan
Mual muntah
Berat badan menurun
Konstipasi/sulit buang air besar
Perut melilit
Gangguan pencernaan
Nyeri lambung sebelum/sesudah makan
Rasa panas diperut
Perut terasa penuh/kembung
97
12. Gejala urogenital
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Amenor/mentruasi yang tidak teratur
13. Gejala vegetatif/autonom
Mulut kering
Muka kering
Mudah berkeringat
Pusing/sakit kepala
Bulu roma berdiri
14. Ibu/bapak merasakan
Gelisah
Tidak tenang
Mengerutkan dahi muka tegang
Tonus/ketegangan otot meningkat
Napas pendek dan cepat
Muka merah
Skala HARS menurut (Nursalam, 2013).
98
LAMPIRAN 8
99
LAMPIRAN 9
100
101
102
LAMPIRAN 10
103
104
105
106
107
108
LAMPIRAN 11
109
110
111
112
113
114
115
top related