skripsi kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan …
Post on 16-Oct-2021
16 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
SKRIPSI
KECERNAAN BAHAN KERING DAN KECERNAAN BAHAN ORGANIK
NUTRISI LIMBAH SAYUR MELALUI PROSES SILASE DENGAN
PENAMBAHAN CAIRAN RUMEN UNTUK PAKAN
UDANG VANNAMEI
ZULFIKAR
NIM 10594 0785 13
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
2017
2
KECERNAAN BAHAN KERING DAN KECERNAAN BAHAN ORGANIK
NUTRISI LIMBAH SAYUR MELALUI PROSES SILASE DENGAN
PENAMBAHAN CAIRAN RUMEN UNTUK PAKAN
UDANG VANNAMEI
SKRIPSI
ZULFIKAR
NIM 10594 0785 13
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian guna Memperoleh
Gelar Sarjana Perikanan pada Jurusan Budidaya Perairan
Universitas Muhammadiyah Makassar
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
2017
3
4
5
HALAMAN HAK CIPTA
@ Hak cipta milik Universitas Muhammadiyah Makassar, Tahun 2017. Hak
cipta dilindungi undang-undang.
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber.
a. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutip tidak merugikan kepentingan yang wajar Universitas
Muhammadiyah Makassar
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Makassar, April 2017
Zulfikar
Nim. 10594078513
6
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Zulfikar
NIM : 10594078513
Jurusan : Perikanan
Program Studi : Budidaya Perairan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari skripsi ini adalah hasil karya
tulisan atau pemikiran orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, April 2017
Zulfikar
Nim. 10594078513
7
ABSTRAK
Zulfikar, 10594078513. Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan
Organik Nutrisi Limbah sayur Melalui Proses Silase Dengan Penambbahan
Cairan Rumen Untuk Pakan Udang Vannamei. Skripsi Program Studi
Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pembimbing I Ibu Murni Dan Pembimbing II ibu Asni Anwar.
Penelitian ini bertujuan meningkatkan kandungan nutrisi limbah sayur
dalam bentuk silase dengan penambahan cairan rumen untuk pakan udang
vannamei.kegunaan penelitian ini adalah bahan informmasi kepada para
pembudidaya tentang penggunnnaan cairan rumen yang efekttif dalam bentuk
silase sebagai upaya peningkatan kualitas nutrisi limbah sayur untuk pakan udang
vannamei. Penelitian dilaksanakan mulai desember 2016 sampai januari 2017.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kecernaan bahan kering
silase limbah sayur hasil fermentasi cairan tertinggi diperoleh pada perlakuan
A3B1(dosis cairan rumen 3% dengan lama fermentasi 4 hari) sebesar 60,92% dan
kecernaan bahan organik sebesar 57,77.dan hasil analisis ragam memperlihatkan
bahwa perlakuan dosis cairan rumen dalam proses fermentasi cairan rumen tidak
memberikan pengaruh nyata(P>0,05)terhadap tingkat kecernaan bahan kering
dan bahan organik limbah sayur, sedangkan lama waktu fermentasi cairan
memberikan pengaruh nyata(P<0,05).unversitas muhammadiyah Makassar.
Kata kunci: cairan rumen,kecernaan bahan kering dan bahan
organik,fermentasi,silase.
8
KATAPENGANTAR
Tiada kata yang paling indahdanpatutpenulisucapkankecuali Alhamdulillah
dansyukurkepadaIlahi Rabbi Yang Maha Rahman danMaha Rahim. Diasenantiasa
melimpahkan Rahmat dan hidayah-Nya berupa nikmat kesehatan, kekuatan dan
kemampuan senantiasa tercurah pada diri penulis sehingga diberikan kemudahan
dalam usaha untuk menyelesaikan Skripsi dengan judul “Kecernaan Bahan
Kering dan Kecernaan Bahan Organik Nutrisi Limbah Sayur Melalui
Proses Silase Dengan Penambahan Cairan Rumen untuk Pakan Udang
Vannamei”. Begitu pula salawat dantaslimkepadaRasullah Saw, kepada para
keluargannya dan sahabat yang sama-sama berjuang untuk kejayaan Islam semata.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak hambatan dan
tantangan yang penulis hadapi.Akan tetapi dengan pertolongan Allah SWT.Yang
datang melalui dukungan dari berbagai pihak yang telah digerakkan hatinya baik
secara langsung maupun tidakl angsung serta dengan kemauan dan ketekunan
penulis sehingga hambatan dan tantangan tersebut dapat teratasi.
Terimakasih yang sedalam-dalamnya Ananda haturkan kepada Ayahanda
terhormat M. Supu dan Ibunda tercinta Tahira. Yang telah membesarkan dan
mendidik penulis dengan penuh kasih sayang. Harapan dan cita-cita luhur kedua
nya senantiasa memotivasi penulis untuk berbuat dan menambah ilmu, juga
memberikan dorongan moral maupun material serta atas doanya yang tulus buat
Ananda.
Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis
menghaturkan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya serta penghargaan
yang tak ternilai kepada:
i
9
1. Bapak Dr. H. Abd. Rahman Rahim, SE., MM.,Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Ir.Burhanuddin.S.Pi.,M.P selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah menyediakan sarana
dan prasarana perkuliahan.
3. Ibu MurniS.Pi. M. Si,selaku ketua Jurusan Budidaya perairan.
Pembimbing I dan Ibu Murni, M., Si. Dan Ibu Asni Anwar, M., Si.
Pembimbing II yang dengan segala kesediaan, perhatian, dan keikhlasan telah
meluangkan waktunya untuk senantiasa membimbing dan mengarahkan penulis
dalam menyusun skripsi ini.
4. Teman-teman bdp 013semua yang telah bersama ku selama tiga tahun
lebih di kampus.
5. Teman komunitas themaczman alauddin dan bija tanah daeng
memberikan motivasi dan semangat buat saya.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis haturkan banyak terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan sumbangsinya sehingga
Skripsi ini bisa diselesaikan. Semogah Allah SWT melimpahkan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada kita semua Amin Ya Rabbal Alamin.
WassalamualaikumWr.Wb
Makassar, April 2017
Zulfikar
ii
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDULi
HALAMAN PENGESAHAN ii
PENGESAHAN KOMISI PENGUJi` iii
HALAMAN HAK CIPTA iv
HALAMAN PERYATAAN KEASLIAN v
ABSTRAK vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang 1
1.2 Tujuanpenelitian 2
1.3 ManfaatPenelitian 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Silase 3
2.2 Fermentasi 5
2.3 Kecernaan dan Bahan Organik 7
2.4 LimbahSayur 9
2.5 Cairan Rumen 10
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 WaktudanTempat 13
11
3.2 AlatdanBahan 13
3.3 PersiapanCairan Rumen 13
3.4 Limbahsayur 13
3.5 ProsedurKerja 14
3.6 RancanganPercobaan 14
3.7 Peubah yang diamati 15
3.8 Analisa Data 15
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.KecernaanBahanKeringdanKecernaanOrganik 16
BAB V PENUTUP
5.1.Kesimpulan 20
5.2.Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN
12
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Peubah yang di amati 15
2. Rataan daya cerna bahan kering 16
Bahan organik berdasarkan perlakuan
13
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Lampiran data penelitian 32
2. Lampiranfoto-fotopenelitian 36
14
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pakan merupakan faktor penting dalam budidaya udang vannamei sebagai
salah satu komoditas unggulan di sulawesi selatan. Harga pakan yang relatif tinggi
akibat sumber protein dalam pakan yakni tepung ikan masih diimpor. Oleh karena
itu perlu memformulasi pakan buatan udang vannamei dengan mengacu pada
aspek ekonomis. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan memformulasi
pakan buatan yang bahan bakunya berasal dari limbah sayur dalam bentuk silase
dengan penambahan cairan rumen. Limbah sayur merupakan salah satu alternatif
bahan baku pakan sumber protein asal nabati yang tinggi dan jumlahnya
melimpah, sehingga diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku pakan
yang ekonomis.
Namun kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan limbah sayur adalah
protein yang berasal dari limbah sayur sulit dicerna oleh udang karena dilapisi
oleh lapisan selulosa, sehingga di butuhkan pemanfaatan proses bilogis
menggunakan bakteri selulotik. Perlakuan biologis menggunakan inokulum
bakteri selulolitik sangat berperan dalam meningkatkan kualitas limbah sayur
sebagai bahan baku pakan alternative udang vannamei. Upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan nilai nutrisi limbah sayura dalah dengan memanfaatkan
asam mikroba khususnya bakteri selulolitik. Rekayasa bioteknologi dengan
menggunakan isolate bakteri selulolitik yang di peroleh daricairan rumen sapi
diharapkan dapat menyederhanakan ikatan kompleks lingo-selilosa dan lingo-
15
hemi selulosa pada limbah pertanian. Cara ini lebih praktis karena cukup dengan
menyebarkan inokulum bakteri pada substrat limbah sayur (Nalar, 2014).
Sumber alami tersebut adalah cairan rumen sapi yang berasal dari limbah
Rumah Potong Hewan (RPH). Isi rumen yang merupakan limbah rumah potong
hewan yang berpotensi sebagai feed additive. Jovanovic dan Cuperlovic (1977)
menyatakan mikrobia rumen dapat meningkatkan nilai gizi bahan makanan karena
adanya protein mikrobia sehingga akan meningkatkan daya cerna,sehingga di
anggapperluuntukdilakukanpenelitiankecernaaanbahankeringdankecernaanbahano
rganiknutrisilimbahsayurmelalui proses silase dengan penambahan cairan rumen
untuk pakan udang vannamei.
1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitan
Adapun tujuan daripenelitian ini adalah untuk meningkatkan kandungan
nutrisi imbah sayur dalam bentuk silase dengan penambahan cairan rumenuntuk
pakan udang vannamei. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai
bahani nformasi kepada para pembudidaya tentang penggunaan cairan rumen
yang efektif dalam bentuk silase sebagai upaya peningkatan kualitas nutrisi
limbah sayur untuk pakan udang vannamei.
16
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Silase
Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproduksi atau dibuat dari
tanaman yang dicacah, pakan hijauan, limbah dari industri pertanian dan lain –
lain dengan kandungan air pada tingkat tertentu (60 - 80%) yang disimpan dalam
sebuah silo atau dalam suasana silo.
Ensilase adalah metode pengawetan hijauan berdasarkan pada proses
fermentasi asam laktat yang terjadi secara alami dalam kondisi anaerobik. Selama
berlangsungnya proses ensilase, beberapa bakteri mampu memecah selulosa dan
hemiselulosa menjadi berbagai macam gula sederhana. Sedangkan bakteri lain
memecah gula sederhana tersebut menjadi produk akhir yang lebih kecil (asam
asetat, laktat dan butirat). Produk akhir yang paling diharapkan dari proses
ensilase adalah asam asetat dan asam laktat. Produksi asam selama 11
berlangsungnya proses fermentasi akan menurunkan pH pada material hijauan
sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang tidak
diinginkan.
Menurut Weinberg and Muck (1996); dalam Merry dkk.(1997), proses
ensilasi dalam silo/fermentor kedap udara terbagi dalam 4 tahap, yaitu :
Tahap I - Fase aerobik.
Tahap ini pada umumnya hanya memerlukan waktu beberapa jam saja,
fase aerobik terjadi karena keberadaan oksigen di sela - sela partikel tanaman.
Jumlah oksigen yang ada akan berkurang seiring dengan terjadinya proses
respirasi pada material tanaman serta pertumbuhan mikroorganisme aerobik dan
17
fakultatif aerobik, seperti khamir dan enterobakteria. Selanjutnya, enzim pada
tanaman seperti protease dan carbohydrase akan teraktivasi, sehingga kondisi pH
pada tumpukan hijauan segar tetap dalam batas normal (pH 6.5 - 6,0).
Tahap II – Fase fermentasi.
Tahap ini dimulai ketika kondisi pada tumpukan silase menjadi anaerobik,
kondisi tersebut akan berlanjut hingga beberapa minggu, tergantung pada jenis
dan kandungan hijauan yang digunakan serta kondisi proses ensilase. Jika proses
fermentasi berlangsung dengan sempurna, bakteri asam laktat (BAL) akan
berkembang dan menjadi dominan, pH pada material silase akan turun hingga 3,8
- 5,0 karena adanya produksi asam laktat dan asam - asam lainnya.
Tahap III – Fase stabil.
Tahap ini akan berlangsung selama oksigen dari luar tidak masuk ke
dalam silo/fermentor. Sebagian besar jumlah mikroorganisme yang berkembang
pada fase fermentasi akan berkurang secara perlahan. Beberapa jenis
mikroorganisme toleran asam dapat bertahandalam kondisi stasioner ( inactive)
pada fase ini, mikroorganisme lainnya seperti clostridia dan bacilli bertahan
dengan menghasilkan spora.
Hanya beberapa jenis mikroorganisme penghasil enzim protease dan
carbohydrase toleran asam serta beberapa mikroorganisme khusus, seperti
Lactobacillus buchneri yang dapat tetap aktif pada level rendah.
Tahap IV – Fase pemanenan (feed-out/aerobic spoilage).
Fase ini dimulai segera setelah silo/fermentor dibuka dan silase terekspose
udara luar. Hal tersebut tidak terhindarkan, bahkan dapat dimulai terlalu awal jika
18
penutup silase rusak sehingga terjadi kebocoran. Jika fase ini berlangsung terlalu
lama, maka silase akan mengalami deteriorasi atau penurunan kualitas silase
akibat terjadinya degradasi asam organik yang ada oleh khamir dan bakteri asam
asetat.
Proses tersebut akan menaikkan pH pada tumpukan silase dan selanjutya
akan berlangsung tahap spoilage ke - 2 yang mengakibatkan terjadinya kenaikan
suhu, dan peningkatan aktifitas mikroorganisme kontaminan, seperti bacilli,
moulds dan enterobacteria (Honig dan Woolford, 1980).
Pada proses pembuatan silase, untuk menghindari terjadinya kegagalan,
maka perlu dilakukan pengontrolan dan optimalisasi pada setiap tahapan ensilase.
Pada tahap I, dibutuhkan teknik filling material hijauan yang baik kedalam silo,
sehingga dapat meminimalisir jumlah oksigen yang ada di antara partikel
tanaman.
Teknik pemanenan tanaman yang dikombinasikan dengan teknik filling
yang baik diharapkan dapat meminimalisir hilangnya karbohidat terlarut (water
soluble carbohydrates) akibat respirasi aerobik ketika hijauan berada di luar
maupun di dalam silo, sehingga terdapat lebih banyak gula sederhana yang tersisa
untuk proses fermentasi asam laktat pada tahap II.
Proses ensilase tidak dapat dikontrol secara aktif ketika telah masuk pada
tahap II dan III. Pada tahap IV, diperlukan silo/fermentor yang benar - benar
kedap udara untuk meminimalisir kontaminasi aerobik selama penyimpanan.
Segera setelah silo/fermentor dibuka, silase harus diberikan kepada ternak hingga
habis.
19
2.2. Fermentasi
Fermentasi adalah peruraian senyawa organik menjadi senyawa sederhana
dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi (Fardiaz,
1987).Fermentasi merupakan proses pengolahan bahan organik menjadi bentuk
lainyang lebih berguna dengan bantuan mikroorganisme secara terkontrol.
Mikroorganisme yang terlibat diantaranya adalah bakteri, protozoa, jamur
atau kapang atau fungi, dan ragi atau yeast. Silase merupakan makanan ternak
yang sengaja disimpan dan diawetkan dengan proses fermentasi dengan maksud
untuk mendapatkan bahan pakan yang masih bermutu tinggi serta tahan lama agar
dapat diberikan kepada ternak pada masa ke kurangan pakan ternak
(Hanafi,2008).
Fermentasi adalah segala macam proses metabolic dengan bantuan enzim
dari mikroba untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia
lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organic dengan
menghasilkan produk tertentu (Saono, 1976)dan menyebabkan terjadinya
perubahan sifat bahan tersebut (Winarno, et al.,1980).
Menurut jenismediumnya, proses fermentasi dibagi 2 yaitu fermentasi
medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan
proses fermentasi di mana medium yang digunakan tidak larut tapi cukup
mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi medium
caira dalah proses yang substratnya larutaau tersuspensi di dalam fase cair
Keuntungan menggunakan medium padat antara lain: (1). Tidak
memerlukan tambahan lain kecuali air. (2). Persiapan inokulum lebih sederhana.
20
(3). Dapat menghasilkan produk dengan kecepatan tinggi. (4). Kontrol terhadap
mnkontaminan lebih mudah. (5). Kondisi medium mendekati keadaan tempat
tumbuh alamiah. (6). Produktivitas tinggi. (7). Aerasi optimum. (8). Tidak
diperlukankontrol pH maupunsuhu yang teliti (Harjo et al.,1989).
2.3. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Sutardi (1979), menyatakan bahwa kecernaan bahan kering dipengaruhi
oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan
dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda. Kecernaan bahan organik merupakan
faktor penting yang dapat menentukan nilai pakan. Setiap jenis ternak ruminansia
memiliki mikroba rumen dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam
mendegradasi ransum, sehingga mengakibatkan perbedaan kecernaan.
Kecernaan adalah selisih anatara zat makanan yang dikonsumsi dengan
yang dieksresikan dalam feses dan dianggap terserap dalam saluran cerna. Jadi
kecernaan merupakan pencerminan dari jumlah nutrisi dalam bahan pakan yang
dapat dimanfaatkan oleh ternak. Tinggi rendahnya kecernaan bahan pakan
memberi arti seberapa besar bahan pakan itu mengandung zat-zat makanan dalam
bentuk yang dapat dicerna dalam saluran pencernaan (Ismail, 2011).
Kecernaan pakan dapat didefinisikan dengan cara menghitung bagian zat
makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses dengan asumsi zat makanan
tersebut telah diserap oleh ternak. Kecernaan pakan biasanya dinyatakan dalam
persen berdasarkan bahan kering.
Faktor-faktor yangmempengaruhi kecernaan antara lain komposisi bahan
pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan
21
lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf
pemberian pakan (McDonald dkk., 2002). Daya cerna juga merupakan presentasi
nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui
dengan melihat selisih antara jumlah nutrisi yang dimakan dan jumlah nutrien
yang dikeluarkan dalam feses (Anggorodi, 1984).
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna bahan pakan adalah suhu,
laju perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik dari pakan, komposisi
ransum dan pengaruh perbandingan dengan zat lainnya (Anggorodi, 1979),
komposisi kimia bahan, daya cerna semu protein kasar, penyiapan pakan
(pemotongan, penggilingan,pemasakan, dan lain-lain), jenis ternak, umur ternak,
dan jumlah ransum (Tillman dkk., 1991).
Bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu,
komponen bahan kering bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan
asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak. Nilai kecernaan
bahan organik (KBO) didapatkan melalui selisih kandungan bahan organik (BO)
awal sebelum inkubasi dan setelah inkubasi, proporsional terhadap kandungan BO
sebelum inkubasi tersebut (Blümmel dkk., 1997).
Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi
kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat,
protein, lemak, dan vitamin. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan
tersedia dalam bentuk tidak larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses
pemecahan zat-zat tersebut menjadi zat-zat yang mudah larut. Faktor yang
mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah kandungan serat kasar dan
22
mineral dari bahan pakan. Kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan
kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan
organik (Ismail, 2011).
2.4. LimbahSayur
Salah satu alternatif bahan pakan sumber protein asal nabati yang dapat
memberikan peluang baik yaitu dengan menggunakan limbah sayuran.Walaupun
ketersediaannya cukup melimpah bahkan merupakan sampah penyebab polusi
lingkungan, limbah sayuran belum dimanfaatkan untuk penunjang budidaya ikan,
hal ini dikarenakan limbah sayuran sangat mudah busuk. Padahal walaupun
limbah sayuran merupakan sampah, namun karena termasuk sampah organikmaka
didalamnya masih mengandung zat-zat makanan yang dapat dimanfaatkan oleh
ikan. Di beberapa daerah di Pulau Jawa limbah sayuran sering merupakan
masalah lingkungan khususnya di daerah padat penduduk seperti Jawa Barat
(Susangka, dkk. 2006).
Ternak FAPET UNPAD (2005), limbah sayuran mengandung kadar Air
80%; PK 1- 15%; Penggunaan tepung limbah sayuran yang sesuai dalam ransum
ikan nila tidak akan mengganggu pertumbuhan, bahkan diharapkan dapat
meningkatkan performan.Agar dapat digunakan sebagai bahan pakan penyusun
pelet ikan, limbah sayuran yang telah diolah tersebut kemudian dijemur dengan
sinar matahari selama 2-3 hari lalu digiling sehingga menjadi tepung.
Income over feed and fish cost berpengaruh besar dalam menentukan
keuntungan dan kerugian dari suatu budidaya perikanan. Semakin efisien ransum
23
yang diubah menjadi daging, maka semakin baik pula nilai income over feed cost.
Hal tersebut turut ditentukan pula oleh harga bahan pakan di pasaran. Di pasaran,
limbah sayuran tidak memiliki nilai jual sehingga diperkirakan pelet yang
mengandung limbah sayuran bisa menghasilkan income over feed and fish cost
yang lebih baik (Susangka, 2006).
Limbah sayuran memiliki nilai gizi rendahyang ditunjukkan dengan
kandungan serat kasartinggi, dengan kadar air yang tinggi pulawalaupun (dalam
basis kering) kandungan proteinkasarnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara
15-24persen. Secara fisik, limbah sayuranmudah busuk karena berkadar air
tinggi, namunsecara kimiawi mengandung protein, serta vitamindan mineral
relatif tinggi dan dibutuhkan olehikan, Tekstur limbah sayuran dengan
dindingselnya banyak mengandung serat kasar denganikatan ligno-selulosa,
dapat mempengaruhipemanfaatan protein dari material tersebut. Olehkarenanya,
pengolahan fisik atau mekanisdiperlukan untuk merenggangkan ikatan ligno-
selulosa. Pemasakan dalam pengolahan pangandikenal dengan istilah blansing
dan merupakan langkah pengawetan serta perenggangan ikatanfisik dinding sel
tanaman.Pemasakan merupakansalah satu proses pengolahan panas yang
sederhanadan mudah, dan dapat dilakukan dengan media airpanas atau disebut
perebusan maupun dengan uappanas atau disebut pengukusan.
2.5. Cairan Rumen
Pada dasarnya isi rumen merupakan bahan-bahan makanan yang terdapat
dalam rumen belum menjadi feces dan dikeluarkan dari dalam lambung rumen
setelah hewan dipotong. Kandungan nutrisinya cukup tinggi, hal ini disebabkan
24
belum terserapnya zat-zat makanan yang terkandung didalamnya sehingga
kandungan zat-zatnya tidak jauh berbeda dengan kandungan zat makanan yang
berasal dari bahan bakunya.
Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan
abomasum. Volume rumen pada ternak sapi dapat mencapai 100 liter atau lebih,
dan untuk domba berkisar 10 liter. Rumen diakui sebagai sumber enzim
pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis di rumen disebabkan
pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikro-organisme, terutama selulase
dan xilanase (Trinci et al. 1994). Mikroorganisme terdapat pada cairan rumen
(liquid phase) dan yang menempel pada digesta rumen. Enzim yang aktif
mendegradasi struktural polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada
mikroorganisme yang menempel pada partikel pakan.
Anggorodi (1979), menyatakan bahwa ternak ruminansia dapat mensintesis
asam amino dari zat-zat yang mengandung nitrogen yang lebih sederhana melalui
kerjanya mikroorganisme dalam rumen. Mikroorganisme tersebut membuat zat-
zat yang mengandung nitrogen bukan protein menjadi protein yang berkualitas
tinggi. Mikroorganisme dalam rumen terdiri dari kelompok besar yaitu bakteri
dan protozoa, temperatur rumen 39 sampai 40 derajat celcius, pH 7,0 sehingga
memberikan kehidupan optimal bagi mikroorganisme rumen. Sekitat 80%
Nitrogen dijumpai dalam tubuh bakteri rumen berupa protein dan 20 % berupa
asam nukleat. Berdasarkan analisa berbagai rumen kadar berbagai asam amino
dalam isi rumen diperkirakan 9-20 kali lebih besar daripada dalam makanan.
25
Kandungan rumen sapi menurut Rasyid (1981), meliputi protein 8,86%,
lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN
41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%. Berdasarkan komposisi zat makanan yang
terkandung didalamnya dapat dipastikan bahwa pemanfaatan isi rumen dalam
batas-batas tertentu tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bila dijadikan
bahan pencampur pakan berbagai ternak.
26
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan TempatPenelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember2016 sampai Januari
2017. Lokasi penelitian masing-masing di Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar untuk proses fermentasi dan diLaboratorium
Pertenakan Universitas Hasanuddin untuk Analisis Kimia.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian adalah limbah
sayur, cairan rumen sapi, ammonium sulfat, ember sebagai tempat media, kain
katun sebagai penyaring cairan rumen yang kasar, thermometer, kertas lakmus,
dan sentrifugasi.
3.3. PersiapanCairan Rumen
Isi rumen sapi diambil dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
Sungguminasa Gowa.Cairan rumen sapi diambil dari isi rumen sapi dengan cara
filtrasi (penyaringan dengan kain katun) dibawah kondisi dingin. Cairan rumen
hasil filtrasi disentrifuse dengan kecepatan 10.000g selama 10 menit pada suhu 4
0C untuk memisahkan supernatan dari sel-sel dan isi sel mikroba. Supernatan
kemudian diambil sebagai sumber enzim kasar (Lee et al. 2000).
3.4. Limbah Sayur
Limbah sayur yang akan digunakan dalam penelitian adalah sawi, kol,
kangkung, dan wortel yang diperoleh dari pasar Sungguminasa Kabupaten Gowa
masing-masing 25%.Proses pembuatan silase diawali dengan menggiling limbah
27
sayur kemudian dicampur cairan rumen dan molase dengan dosis sesuai
perlakuan, Selanjutnya proses silase dengan cara anaerob.
3.5. Prosedur Kerja
Penelitian ini diawali dengan menggiling limbah sayur yang diperoleh dari
pedagang di pasar menggunakan penggilingan daging, dan selanjutnya dilakukan
pembuatan silase dengan menambahkancairan rumen dengan dosis sesuai
perlakuan, dandisimpan selama waktu proses silase sesuai perlakuan.Semua bahan
disemprot dengan larutan cairan rumen secara merata, selanjutnya dimasukkan
dalam wadah plastik. Setelah proses pembuatan silase selesai, selanjutnya
dilakukan analisis.
3.6. Rancangan Percobaan
Penelitian ini akan menggunakan pola faktorial dengan rancangan dasar
acak lengkap. Faktor pertama adalah dosis cairan rumen yang ditambahkan dalam
proses pembuatan silase limbah sayur. Adapun perlakuan dapat dilihat sebagai
berikut:
A1= Penambahan dosis cairan rumen sapi 1%
A2 = Penambahan dosis cairan rumen sapi 2%
A3 = Penambahan dosis cairan rumen sapi 3%
Faktor kedua adalah lama waktu pembuatan silase limbah sayur dengan
perlakuan sebagai berikut:
Perlakuan A = Lama waktu silase Limbah Sayur 4 Hari
Perlakuan B = Lama waktu silase Limbah Sayur 6 Hari
Perlakuan C = Lama waktu silase Limbah Sayur 8 Hari
28
Perlakuan D = Lama waktu silase Limbah Sayur 10 Hari
3.7. Peubah yang diamati
Peubah yang akan diamati adalah sebagai berikut:
Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik dihitung dengan rumus :
BK sampel (g) – (BK residu (g) – BK blanko (g))
%KCBK = x 100
BK sample
BO sample (g) – (BO residu (gr) – BO blanko (g))
%KCBO = x 100
BO sample
Ket:
KCBK:kecernaan bahan kering
KCBO:kecernaan bahan organik
BO: bahan organik
BK: bahan kering
3.8. Analisa Data
Data yang diperoleh darihasil penelitiaan ini akan di analisa
menggunakan analisis ragam, sesuai dengan desain rancangan acakl
engkap (RAL). Apabila perlakuan menunjukan berpengaruh nyata atau
sanga tnyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nilai Terkecil (BNT).
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik
Rataan daya cerna bahan kering dan daya cerna bahan organik pada silase limbah
sayur dapat dilihat pada Tabel 1 :
Tabel 1 : Rataan Daya Cerna Bahan Kering dan Daya Cerna Bahan Organik Berdasarkan
Perlakuan
Sumber : Diolah 2017
Kecernaan bahan keringmerupakan salah satu indikator untukmenentukan
kualitas pakan. Rata-rata kecernaan bahan kering silase limbah sayur hasil
fermentasi cairan rumen tertinggi diperoleh pada perlakuan A3B1 (dosis cairan
rumen 3% dengan lama waktu fermentasi 4 hari) sebesar 60,92% dan kecernaan
bahan organik pada perlakuan A3B1 (dosis cairan rumen 3% dengan lama waktu
fermentasi 4 hari) sebesar 57,77% . Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa
perlakuan dosis cairan rumen dalam proses fermentasi cairan rumen tidak
memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kecernaan bahan kering
dan kecernaan bahan organik limbah sayur, sedangkan lama waktu fermentasi
memberikan pengaruh nyata (P<0,05). Interaksi antara dosis cairan rumen dan
lama waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kecernaan
Pengukuran Dosis
rumen
Lama waktu fermentasi
B1 (4 hari) B2 (6 hari) B3 (8 hari) B4 (10 hari)
Kecernaan
Bahan Kering
(%)
A1 (1%) 60,25 52,57 49,76 40,92
A2 (2%) 55,76 52,74 44,95 40,37
A3 (3%) 60,92 55,11 45,65 43,22
Kecernaan
Bahan
Organik(%)
A1 (1%) 47,66 47,55 42,22 33,14
A2 (2%) 52,58 47,53 39,82 35,49
A3 (3%) 57,77 50,52 42,73 31,17
30
bahan kering dan kecernaan bahan organik. Rataan kecernaan bahan kering
bervariasi antara 40,37% (Perlakuan A2B4) hingga 60,92% (Perlakuan A3B1).
Begitu pula dengan ragam tingkat kecernaan bahan organik ransum, bervarisi
antara 31,17% (Perlakuan A3B4) hingga 57,77% (Perlakuan A3B1).
Perlakuan dosis cairan rumen tidak menunjukkan perbedaan tingkat
kecernaan bahan kering dan bahan organik limbah sayur hasil fermentasi,
demikian halnya dengan interaksi antara dosis cairan dan lama waktu fermentasi.
Sedangkan lama waktu fermentasi limbah sayur menunjukkan perbedaan. Hal ini
memberi gambaran bahwa dari lama waktu fermentasi limbah sayur sudah terlihat
pola artinya dengan lama waktu fermentasi 4 hari dosis 3% (30 ml) mikroba
rumen mampu meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik.
Tingginya kecernaan bahan kering maupun kecernaan bahan organik pada
perlakuan A3B1 (dosis cairan rumen 3% dengan lama waktu fermentasi 4 hari)
disebabkan karena perlakuan tersebut mengandung dosis cairan rumen lebih
tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga mikroba dalam
rumenmampu meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik hanya
dengan lama waktu fermentasi 4 hari dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Hal ini sejalan dengan (Suardin, 2014) menyatakan bahwa tingginya kecernaan
bahan organik diduga karena kecernaan bahan kering juga menunjukan kecernaan
bahan kering yang tinggi. Selanjutnya Sutardi (1980), menyatakan bahwa
degradasi bahan organik erat kaitannya dengan degradasi bahan kering, karena
sebagian bahan kering terdiri dari bahan organik. Darwis (1988) menyatakan
bahwa penurunan kecernaan bahan kering mengakibatkan kecernaan bahan
31
organik menurun atau sebaliknya. Dijelaskan lebih lanjut oleh Crampton dan
Harris (1969) bahwa kecernaan makanan tergantung pada aktifitas
mikroorganisme rumen karena mikroorganisme rumen berperan dalam proses
fermentasi, sedangkan aktifitas mikroorganisme rumen itu sendiri dipengaruhi
oleh zat-zat makanan yang terdapat dalam bahan makanan.
Nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik yang tinggi pada
perlakuan A3B1 (dosis cairan rumen 3% dengan lama waktu fermentasi 4 hari
menunjukkan kualitas limbah sayur hasil fermentasi cairan rumen sebagai bahan
baku pakan udang vannamei. Afriyanti(2008), menyatakan bahwa semakintinggi
kecernaan bahan kering makasemakin tinggi pula peluang nutrisi yangdapat
dimanfaatkan ternak untukpertumbuhannya
Rendahnya nilai kecernaan bahan kering dan kecernaan organik pada
perlakuan lainnya dibandingkan dengan perlakuan A2B2 disebabkan karena dosis
yang diberikan lebih rendah sehingga mikroba pada cairan rumen tidak mampu
mencerna serat pada limbah sayur mengakibatkan rendahnya kecernaan. Hal ini
sejalan (Setiyaningsih, 2007), menyatakan bahwa mikrobia dalam cairan rumen
tidak dapat memanfaatkan kandungan nutrisi hijauan karena inokulum sudah mati
atau populasinya kurang dari 106 sehingga tidak mampu bekerja secara optimal.
Menurut McDonald dkk (2002), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kecernaan, yaitu komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan
pakan satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim
dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan. Nilai Kecernaan BO yang relatif
sama antar perlakuan selain disebabkan oleh komponen BO dan BETN juga
32
diduga disebabkan oleh kandungan SK pakan perlakuan yang relatif sama. Hal ini
diduga karena mikrobia tidak mampu untuk mencerna komponen SK yang
terkandung dalam pakan secara optimal. Kandungan SK dalam pakan akan
menyebabkan rendahnya nilai degradasi, karena SK yang berupa selulosa dan
hemiselulosa sering berikatan dengan lignin dan akan sulit untuk dipecah oleh
enzim pencernaan (Tillman dkk, 1998). Nilai Kecernaan Bahan Organik yang
relatif sama selain dipengaruhi komponen Bahan Organik pakan perlakuan juga
dipengaruhi oleh kandungan NDF pakan yang relatif sama. NDF (dinding sel)
pada tanaman akan mempengaruhi kecernaan karena kurang dapat dicerna,
kesamaan faktor pembatas memungkinan kecernaan pakan relatif sama.
33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Peningkatan dosis cairan rumen dari 1%, 2% sampai 3% dan interaksi
antara dosis dengan lama waktu dalam proses fermentasi tidak memberikan
manfaat yang signifikan dalam hal meningkatkan daya cerna bahan kering dan
bahan organik limbah sayur, sedangkan peningkatan lama waktu fermentasi dari 4
hari, 6 hari, 8 hari, dan 10 hari memberikan manfaat yang signifikan.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian dengan ranges dosis cairan rumen yang lebih
tinggi sehingga terlihat polanya.
34
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi HR. 1995. NutrisiAnekaTernak .Jakarta.
Aslamyah, S. 2006. Mikroflora Saluran Pencernaan Ikan Gurame. Jurusan
Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Hasanuddin.
AOAC. 1970. Official Methods of AnalysisTheAssociation of OfficialAnanlytical
Chemist. Washington: AOAC International.
AOAC. 2005. Official Methods of AnalysisTheAssociation of Official
AnalyticalChemist. 18thed. Marylad: AOAC International. William
Harwitz (ed).
Boisen S. and B.O. Eggum. 1991. Critical evaluation of in vitro methods for
estimating digestibility in simple-stomach animal. Nutr. Res. Rev. 4:141-
162.
Buckle,K.A.,1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Budiansyah, A., Resmi, Nahrowi, Wiryawan, K,G. Suhartono, M.T dan
Widyastuti, Y. 2011. Hidrolisis Zat Makanan Pakan oleh Enzim Cairan
Rumen Sapi Asal Rumah Potong. Jurnal Agrinak Vol.01 No. 1September
2011.
Fardiaz, S., 1987. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.
Fitrailiyani I, Harris, E., Mokoginta, I, Nahrowi. 2010. Peningkatan kualitas
nutrisi tepung daun lamtoro dengan penambahan ekstrak enzim cairan
rumen domba untuk pakan ikan nila Oreochromis sp. BeritaBiologi 10(2)
- Agustus 2010
Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Departemen
Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Hardjo, S., Indrasti N. S. dan Tajudin B., 1989. Biokonveksi Pemanfatan Limbah
Limbah Industri Pertanian. Pusat antar Universtias Pangan dan Gizi. IPB.
Hernawati, Tatik, MirniLamid, HerryAgoesHermadi, SunaryoHadiWarsito. 2010.
Bakteriselulotikuntukmeningkatkankualitaspakankomplitberbasislimbahp
ertanian. VeterinariaMedika, Vol.3 No. 3 November 2010. Surabaya.
205-208.
Honig, H., and M K.Woolford 1980. Changes in silage on exposure to air. p. 76-
87. In: C. Thomas (ed.) Forage Conservation in the 80s. Occasional
Symposium No. 11. British Grassland Society, Hurley, Berkshire, UK.
35
Kordi. 1997. Budidaya Ikan Nila. Dahara Prize. Semarang. Hal 180-181;182
Lee S.S., J.K. Ha and K.J. Cheng. 2000. Relativecontributions of bacteria.
protozoa and fungitoin vitrodegradation of orchard grass cellwalls and
their interactions. Appl. Environ.Microbiol. 6(9): 3807 - 3813.
Lee S.S, C.H. Kim, J.K. Ha, Y.H. Moon, N.J. Choi, andK.J. Cheng. 2002. Distribution
and activities ofhydrolytic enzyme s in the rumencompartements of
hereford bulls fed alfalfabased diet.Asian-Aust. J. Anim.
Sci.15(12):1725 – 1731.
Mahesti, G, 2009. Pemanfaatan Protein pada Domba Lokal Jantan Dengan Bobot
Badan dan Aras Pemberian Pakan yang Berbeda. Program Studi
Magister Ilmu Ternak Program Pasca sarjana Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro, Semarang.
Merry, R.J., K.F. Lowes, and A.L. Winters. 1997: Current and future approaches
to biocontrol in silages. Forage conservation: 8th International Scientific
Symposium, Pohořelice: Research Institute of Animal Nutrition. Czech
Republic, pp. 17-27.
Muwakhid, 2005. Isolasi, Seleksi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat isolat
sampah Organik. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana Universitas
Brawijaya, Malang.
Nalar, H.P, Herliani, Irawan, B., Rahmatullah, S.N., Askalani, Kurniawan, N.
M.A., 2014. Pemanfaatan Cairan Rumen dalam Proses Fermentasi
Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Nutrisi Dedak Padi Untuk Pakan
Ternak. Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian
Spesifik Lokasi”. Banjar Baru 6- 7 Agustus 2014.
Purnomo hadi M. 2006. Peranan Bakteri SelulotikCairan Rumen pada Fermentasi
Jerami PadiTerhadapMutuPakan. Jurnal Protein,Vol 13, No. 2 13(2).
Palupi, Rizky dan A.Imsya. 2011. Pemanfaatan kapang Trichoderma viridae
dalam proses fermentasi untuk meningkatkan kualitas dan daya cerna
protein limbah udang sebagai pakan ternak unggas. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011. Bogor. 672-677.
Rasyid, S.B, A.M. Liwa, L.A. Rotib, Z. Zakaria dan W.M. Waskito, 1981.
Pemanfaatan Isi Rumen Sapi Sebagai Subtitusi Sebagain Ransum Basal
Terhadap Performan Ayam Broiler. Laporan Penelitian, Universitas
Hasanuddin, Ujung Pandang. 10–24.
36
Saono, S., 1976. Metabolisme dari Fermentasi. Ceramah Ilmiah Proceeding
Lokakarya Bahan Pangan Berprotein Tinggi. LKN-LIPI, Bandung. Hal
5-7.
Santoso U., 1996. Efek Fermentasi Jerami padi Oleh Jamur Tiram Putih
(Pleurotus Ostreatus) Terhadap Penggemukkan Sapi Jantan Peranakan
Ongole. Disertasi. Universitas Padjadjaran. Bandunng
Susangka, I., Haetami, I., Andriani, Y. 2006. Evaluasi Nilai Gizi Limbah
Sayuran produk Cara Pengolahan Berbeda dan Pengaruhnya terhadap
pertumbuhan Ikan Nila. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.
Trinci A. P. J., D. R. Davies, K. Gull, M. L. Lawrence, B. B. Nielsen, A. Rickers
and M. K. Theodorou. 1994. Anaerobic Fungi in Herbivorous Animals.
Myco.
Wahyuni, Siti.HS, Dwi Cipto Budinuryanto, Herry Supratman, Suliantari. 2011.
Respon broiler terhadap pemberian ransum mengandung dedak padi
fermentasi oleh kapang Aspergillus ficuum. J. Ilmu Ternak, Juni 2011,
No.10 Vol. 1. Bandung. 26-31.
Weinberg, Z.G. dan R.E. Muck, 1996. New trends and opportunities in the
development and use of inoculants for silage. Fems Microbiol. Rev. 19:
53-68
Wina, Elizabeth. 2005. Teknologi pemanfaatan mikroorganisme dalam pakan
untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminasia di Indonesia : sebuah
review. Wartazoa Vol 15. No 4 Tahun 2005,. Bogor. 173-186
Winarno, F.G., 1980. Microbial Convertion of Lignocellulose into Feed Straw and
Other Fibrous of Products as Feed Elsevier, Amsterdam, Oxford, New
York.
37
60.25 55.76
60.92
52.57 52.74 55.11
49.76 44.95 45.65
40.92 40.37 43.22
0
10
20
30
40
50
60
70
A1 (dosis rumen 1%) A2 (dosis rumen 2%) A3 (dosis rumen 3%)
Kecernaan Bahan Kering
B1 (4 hari) B2 (6 hari) B3 (8 hari) B4 (10 hari)
47.66 52.58
57.77
47.55 47.53 50.52
42.22 39.82
42.73
33.14 35.49
31.17
0
10
20
30
40
50
60
70
A1 (dosis rumen 1%) A2 (dosis rumen 2%) A3 (dosis rumen 3%)
Kecernaan Bahan Organik
B1 (4 hari) B2 (6 hari) B3 (8 hari) B4 (10 hari)
Lampiran 1 : Grafik Kecernaan Bahan Kering
Lampiran 2 : Grafik Kecernaan Bahan Organik
38
Lampiran 3 : Dokumentasi
39
RIWAYAT HIDUP
Zulfikar.Lahir di Lampuarapada tanggal 01 September
1994.Anak kesembilan dari sembilan bersaudara dan
merupakan buah kasih sayang dari pasangan Ayanda
Muslimin Supu dan Ibunda Tahira. Penulis menempuh
pendidikan dasar di MTS.Istiqomah Lampuara pada tahun 2001 sampai
2007.Pada tahun 2007 sampai 2010 penulis menempuh jenjang pendidikan
menengah pertama di SMPN 3 BuaPonrang Selanjutnya, Di SMKN 1 TERPADU
LUWU pada 2010 sampai 2013,penulis melanjutkan pendidikan kejenjang
pendidikan tinggi di UniversitasMuhammadiyahMakassar,Program Strata (S1)
pada jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian.
Berkat karunia Allah subhanahuwata’ala penulis dapat menyalesaikan
studi di Universitas Muhammadiyah Makassar dengan tersusunnya skripsi yang
berjudul”Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik Nutrisi
Limbah sayur Melalui Proses Silase Dengan Penambbahan Cairan Rumen
Untuk Pakan Udang Vannamei”.
top related