skripsi kinerja pegawai dalam penerapan sistem manajemen …
Post on 18-Oct-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SKRIPSI
KINERJA PEGAWAI DALAM PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (SMK3) DI PLN RAYON
PANRITA LOPI BULUKUMBA
NURUL AKBAR SARIF Nomor
Stambuk: 10561 05198 14
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
KINERJA PEGAWAI DALAM PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (SMK3) DI PLN RAYON
PANRITA LOPI BULUKUMBA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Sarjana Ilmu Administrasi Negara
Disusun dan Diajukan Oleh
NURUL AKBAR SARIF Nomor
Stambuk: 10561 05198 14
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
i
ABSTRAK
NURUL AKBAR SARIF. KINERJA PEGAWAI DALAM PENERAPAN
SISTEMMANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
(SMK3) DI PLN RAYON PANRITA LOPI BULUKUMBA
(dibimbing oleh Mappamiring dan Ihyani Malik).
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.62 Tahun 2012 yang berisi tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
mengatur setiap perusahaan dengan syarat tertentu seperti mempekerjakan
pekerja/buruh paling sedikit 100 orang atau mempunyai tingkat potensi bahaya
tinggi harus menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan untuk menciptakan tempat kerja yang aman,
efisien, produktif serta mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Kinerja Pegawai Dalam
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatam Kerja (SMK3)
pegawai pada PLN Panrita Lopi Bulukumba. Jenis penelitian yang digunakan
adalah kualitatif yakni suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk memberikan
gambaran umum sebagai macam data yang dikumpul dari lapangan secara
objektif dengan tipe fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi, wawancara terhadap sejumlah informan. Analisis data dengan
menggunakan model analisa interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kinerja Pegawai Dalam Penerapan
Sistem Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (SMK3) Di PLN Rayon
Panrita Lopi Bulukumba sepenuhnya sudah berjalan dengan optimal, hal ini
dilihat dari indikator yakni: Kualitas kerja, dari pegawai bekerja sesuai fungsinya
guna meningkatkan kinerja pegawai dalam memberikan pelayan. Kualitas, telah
sesuai standar oprasional prosedur kesehatan dan keselamatan kerja yang telah
ditetapkan guna menghindari resiko yang bias saja terjadi. Pengetahuan pegawai,
terhadap tugasnya harus sesuai dengan kemampuan sehingga bias berjalan dengan
baik. Kretivitas, pegawai sangat dibutuhkan dalam bekerja agar pekerjaan dapat
dikerjakan dengan maksimal. Kerja sama, pada pegawai sangat erat karena
pekerjaan lapangan sangat membutuhkan sinergitas antar pegawai. Ketangguhan,
pegawai dalam menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan secara individu para
pegawai mampu menyelesaikannya sendiri. terakhir Inisiatif, pegawai dalam
bekerja insiatif merupakan langkah mencari solusi agar pekerjaan tersebut dapat
terselesaikan dengan cepat.
Kata Kunci: Kinerja Pegawai,Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Kinerja Pegawai Dalam Penerapan Sistem Manajemen
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (SMK3) Di PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Ayahanda Dr. H. Mappamiring, M.SI selaku pembimbing I dan Ibunda Dr. Hj.
Ihyani Malik, M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan
waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
2. Ibunda Dr. Hj. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., M.PA selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
4. Kedua orang tua tercinta yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik,
mengarahkan, dan senantiasa mendo’akan serta memberikan bantuan yang
v
v
i
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ............................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ....................iii
ABSTRAK ........................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................v
DAFTAR ISI .....................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................x
DAFTAR TABEL ............................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
A. Latar Belakang ..........................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................8
C. Tujuan Penelitian ......................................................................8
D. Manfaat Penelitian ....................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................10
A. Konsep Kinerja..........................................................................10
1. Pengertian Kinerja...............................................................10
2. Pengertian Kinerja Pegawai ...............................................13
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja ......................13
4. Unsur-Unsur Penilaian Kinerja Pegawai ............................14
5. Indikator Pengukuran Kenerja Pegawai..............................15
6. Penilaian Kinerja.................................................................17
B. Konsep Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) .....................19
1. Pengertian Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) ..........19
2. Tindakan Peningkatan Kesadaran K3 .................................22
3. Faktor-Faktor Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) .....23
C. Kerangka Pikir ..........................................................................24
D. Fokus Penelitian ........................................................................25
E. Deskripsi Fokus Penelitian .......................................................26
BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................28
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................28
B. Jenis dan Tipe Penelitian...........................................................28
C. Sumber Data .............................................................................28
D. Informan Penelitian...................................................................29
E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................30
F. Teknik Analisis Data ................................................................31
viii
G. Keabsahan Data .......................................................................32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................34
A. Deskripsi Objek Penelitian........................................................34
1. Sejarah PT. PLN (Persero) Rayon Panrita Lopi
Bulukumba ...........................................................................34
2. Visi Misi dan Motto .............................................................37
3. Makna Logo PT. PLN (Persero)..........................................38
4. Peran dan Tujuan PT. PLN (Persero) ...................................40
5. Struktur Organisasi PLN Rayon Panrita Lopi ......................41
B. Kinerja Pegawai dalam Penerapan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PLN Rayon
Panrita Lopi Bulukumba 41
C. Efektivitas Kinerja Pegawai Dalam Penerapan Sistem
Manajemen K3 di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba .........43
BAB V PENUTUP.............................................................................................96
A. Kesimpulan ..............................................................................96
B. Saran .........................................................................................98
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................99
ix
DAFTAR GAMBAR
nomor teks Halaman
1.1 Bagan Kerangka Pikir ........................................................................... .25
4.1 Bentuk Lambang ................................................................................... .20
4.2 Bidang Persegi Panjang.......................................................................... .38
4.3 Petir atau Kilat........................................................................................ .39
4.4 Tiga Gelombang..................................................................................... .39
4.5 Struktur Organisasi PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba .....................41
x
DAFTAR TABEL
nomor teks Halaman
Tabel 1 Data Informan Penelitian ..................................................................29
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia sangat
berpengaruh dalam perkembangan dunia usaha dan masyarakat dalam menjalankan
usaha dan masyarakat dalam menjalankan usahanya, karena kebanyakan dari
perusahaan milik pemerintah tersebut telah memonopili beberapa bidang usaha yang
mnegatur kehidupan dan kebutuhan hidup masyarakat banyak. Oleh karena itu, dalam
mengatur dan menjalankan usahanya, BUMN diatur dan dikelola oleh pemerintah
karena sangat berhubungan dengan nasib masyarakat Indonesia.
Badan-BadanUsaha Milik Negara tersebut, diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan dari dunia usaha pada umumnya dan masyarakat pada
khusunya dan harus mempertahankan citra yang baik dimata masyarakat. PT. PLN
(Persero) adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memberikan
layanan kepada masyarakat sebagai konsumen dalam hal penyediaan jasa yang
berhubungan dengan penjualan tenaga listrik satu-satunya di Indonesia. Kinerja inilah
yang menjadi kunci keberhasilan pencapaian tujuan dari perusahaan. Namun pada
kenyataannya, kinerja karyawan tidak selalu baik. Data yang diperoleh dari hasil
Penelitian Kinerja BUMN 2017, ternyata kinerja karyawan diklasifikasikan kurang
sehat. Ini menandakan bahwa kinerja karyawan masih belum optimal sehingga
produktifitas dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) juga menurun. Selain itu,
menurut penelitian yang dilakukan oleh Philip Atkinson (dalam Amstrong 2004),
1
2 2
menunjukkan bahwa rata-rata 10%-25% dari seluruh karyawan adalah pelaku kinerja
yang buruk. Umumnya disemua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang
dapat mengancam keselamatan maupun kesehatan kerja. Hampir tidak ada tempat
kerja yang sama sekali bebas dari bahaya. Potensi bahaya di tempat kerja ini
khususnya di PLN dapat ditemukan mulai dari bahan baku, proses kerja hingga
produk dan limbah (cair, padat dan gas). Proses kerja dalam perusahaan disamping
memberikan dampak positif, tetapi akan memberikan pula dampak negatif apabila
tidak dikelola sesuai prosedur.
Perusahaan zaman sekarang, khususnya di PLN memiliki tingkat kecelakaan
kerja dan resiko terjadinya kecelakaan kerja yang sangat besarmemiliki bagian atau
tempat bekerjanya yang rawan dengan adanya sengatan listrik. Jika para pekerja
tidak bekerja berdasarkan dengan aturan yang ditetapkan, maka pekerja tersebut
berpeluang besar mengalami kecelakaan, karena sering diabaikan nyata menganggap
remeh mengenai Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3). Di
PLN terdapat pula bagian dimana tempat bekerjanya sangat mungkin mengalami
kesalahan atau kecelakaan, maka diperlukan SMK3 yang menjadi acuan pada
perusahaan tersebut. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah mengenai
Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (PP No.50 Tahun
2012) yang merupakan pelaksanaan Pasal 80 UU No.13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, maka perusahaan yang memperkerjakan minimal 100 tenaga kerja
atau perusahaan memiliki tingkat potensi kecelakaan yang tinggi akibat karakteristik
proses wajib melaksanakan SMK3. Perusahaan atau organisasi yang akan ataupun
3 3
telah menerapkan SMK3 diharapkan dapat terukur, terstruktur dan terintegrasi,
kemudian dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerjadan penyakit akibat
kerja dengan melibatkan unsur manajemen dan pekerja, dan juga perusahaan dapat
menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisiensi untuk mendorong
produktifitas. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), sesuai
dengan Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, dalam pasal 87
diharapkan perusahaan memiliki lingkungan kerja yang sehat, aman, efisien dan
produktif. Konsekuensi logis dari penerapan ini adalah banyaknya dokumen serta
persyaratan formal yang harus dipenuhi (Sungkono 2014).
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.62 Tahun 2012 yang berisi tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mengatur
setiap perusahaan dengan syarat tertentu seperti mempekerjakan pekerja/buruh
paling sedikit 100 orang atau mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi harus
menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan untuk menciptakan tempat kerja yang aman, efisien, produktif serta
mencegah dan mengurangikecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. (Annas, 2016).
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.50 Tahun 2012tentang SMK3
Kecelakaan dan sakit di tempat kerja membunuh dan memakan lebih banyak korban
jika dibandingkan dengan perang dunia. Riset yang dilakukan Badan dunia
International Labour Organization (ILO) menghasilkan kesimpulan bahwa setiap
hari rata-rata 6.000 orang meninggal yang setara dengan 1 orang setiap 15 detik atau
2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan
4 4
mereka. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak dibandingkan wanita,
karena mereka lebih mungkin melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan,
kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang. Sejak tahun 1996,
melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 05 Tahun 1996
pemerintah menetapkan aturan mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3).
Kemudian, penerapan SMK3 dikeluarkan dalam Undang-undang No. 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Kerugian materi akan kecelakaan kerja tidaklah
sedikit, seperti kerusakan sarana produksi, biaya pengobatan dan biaya kompensasi.
Perundang-undangan nomor 1 tahun 1970 disini mengenai keselamatan kerja.
Dimana undang-undang disini dimaksudkan untuk: (a) bahwa setiap tenaga kerja
berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional,
(b) bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja terjamin pula
keselamatannya, (c) bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan
secara aman dan efisien, (d) bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya
upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja, dan (e) bahwa pembinaan
norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-
ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat, Industrialisasi, teknik dan teknologi.
Sistem Manajemen K3 tidak lain halnya dengan tujuan atau sekaligus
indikator. Kesuksesan suatu peruahaan adalah salah satu untuk perlindungan
5 5
terhadap tenaga kerja. Tujuan inti penerapan K3 adalah memberikan perlindungan
kepada tenaga kerja. Perlindungan kepada tenaga kerja meliputi perlindungan
keselamatan, kesehatan serta perlakuan yang sesuai martabat manusia dan moral
agama. Perlindungan K3 dilakukan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan
para pegawai sehingga dapat bekerja secara optimal. Selain itu dengan adanya
jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, maka tenaga kerja akan memberikan
kepuasan dan meningkatkan loyalitas mereka terhadap perusahaan.
Penerapan sistem manajemen K3 bertujuan untuk menjamin keselamatan
orang-orang yang berada di lingkungan pekerjaan. Namun, penerapan K3 ini masih
jauh dari perhatian utama manajemen, bahkan oleh karyawan yang bersangkutan
danpaling berkepentingan dalam masalah ini. Ini bisa dilihat dari masih banyaknya
terjadi kecelakaan-kecelakaan kerja, yang sebagian besar diantaranya
disebabkankarena kurang perhatian berbagai pihak terkait terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja (Suma’mur, 1994). Setiap tahun pasti ada pekerja yang menjadi
korban kecelakaan kerja, baik ini kecelakaan yang menyebabkan kematian ataupun
kecelakaan yang menyebabkan cacat seumur hidup atau sementara. Tingkat
kecelakaan yang tinggi dalam suatu perusahaan adalah suatu masalah yang harus
diperhatikan secara khusus karena hal ini merupakan suatu indikator keberhasilan
perusahaan tersebut untuk menilai efektifitas penerapan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) diperusanaan tersebut. Masalah keselamatan kerja sudah dikenal sejak
berabad yang lalu, sejalan dengan perkembangan industri sehingga menimbulkan
6 6
dampak yang luar khususnya hubungan antara manusia dengan tempat kerja
(Soehatman, 2010).
Angka kecelakaan kerja masih sangat tinggi, itu terbukti dari data
International Labour Organization (ILO) yaitu 1 pekerja di dunia meninggal setiap
15 detik karena kecelakaan kerja dan 313 juta pekerja mengalami kecelakaan noon-
fatal per tahunnya. Salah satu bidang yang harus dikelola dengan baik adalah
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba adalah
salah satu unit Rayon dari PT. PLN (Persero) Area Bulukumba yang hadir untuk
memenuhi kebutuhan listrik khusunya untuk wilayah Kabupaten Bulukumba sampai
sebagaian perbatasan Kabupaten Bantaeng. Perusahaan yang bergerak dibidang
listrik, PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, Harus memberikan pelayanan yang
maksimal. Dalam hal manajemen K3 pihak manajemen PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba harus memberikan perhatian lebih karena dampak yang diperoleh dari
maksimal kinerja K3 sangat baik untuk pihak manajemen kedepannya (Salahuddin
2017). Dari kedua jastifikasi ilmiah tersebut hampir sama dengan apa yang terjadi di
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba mengutamakan safety, oleh karena itu
menggelar acara apel bersama bulan K3 Nasional 2018 bertempat di halaman kantor
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba (9/2/2018). Dengan tema “Kendalikan Resiko”
apel ini bertujuan untuk menyelaraskan pemikiran seluruh elemen pegawai di setiap
unit PLN akan pentingnya penerapan K3 dalam melakukan pekerjaan agar tercipta
tempat kerja yang aman, nyaman dan kondusif dalam upaya meningkatkan
kompetensi atau kinerja pegawai. “Tidak ada yang lebih penting dari jiwa manusia,
7 7
marilah kita tingkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap keselamatan kerja di
lingkungan PLN dengan melakukan langkah komprehensif guna mencegah terjadinya
kecelakaan yang dapat merugikan,” ujar Baharuddin membacakan arahan K3.
Tujuan K3 tidak hanya memberikan perlindungan tenaga kerja dan orang
yang berada di tempat kerja, tetapi juga bagaimana mengendalikan resiko terhadap
peralatan, aset dan sumber produksi sehingga dapat digunakan secara aman dan
efisien. Selanjutnya acara apel ditutup dengan penanda tanganan komitmen K3
dengan tagline “Tidak Ada Yang Lebih Penting Dari Jiwa Manusia”
(TribunTimur.com).
Berdasarkan uraian diatas perlu kita ketahui bahwa PLN Rayon Panrita
Lopi Bulukumba, telah menerapkan SMK3 dengan cara menetapkan beberapa
peraturan, pedoman, kebijakan, dan prosedur kerja yang bertujuan untuk mencegah
dan mengurangi potensi terjadinya kecelakaan kerja. Selain itu juga terdapat masalah
dalam penerapannya diantaranya: (1) Adanya pekerja yang tidak memenuhi
kebijaksanaan keselamatan kerja yang di tetapkan oleh perusahaan, (2) Adanya
pekerja yang tidak memahami prosedur kerja.
Melalui hasil observasi awal peneliti memperoleh beberapa solusi dari
permasalahan diatas diantaranya: (1) dengan memperkerjakan karyawan sesuai
dengan keahliannya masing-masing serta merealisasikan kebijakan K3 dengan kata-
kata yang mudah di mengerti oleh karyawan dan melakukan inspeksi alat
keselamatan kerja, (2) dengan memberikan pelatihan-pelatihan bagi karyawan
mengenai prosedur kerja yang telah di tetapkan serta melakukan briefing-briefing
8 8
kecil saat akan melakukan tugas atau saat melakukan pekerjaan maka dapat
disimpulkan bahwa jika penerpan SMK3 dilakukan secara profesional dan
berkesinambungan, maka akan tercipta tempat kerja yang aman, efisien dan produktif
sehingga dapat mengurangi dan mengendalikan resiko kerja yang dapat merugikan
seluruh pihak. Maka pemerintah dengan baik mengeluarkan Undang-undang Nomor
1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang bertujuan untuk melindungi tenaga
kerja dan orang lain yang ada di tempat kerja. Menurut Undang-undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 87, setiap perusahaan wajib menetapkan
sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang terintegrasidengan
manajemen perusahaan. Mengingat pentingnya penerapan K3 di PLN Rayon Panrita
Lopi Bulukumba adalah untuk menciptakan kinerja pegawai yang efektif dan efisien
terhindar dari kerugian akibat terjadinya kecelakaan serta mengatasi resiko
kecelakaan yang akan terjadi, maka peneliti berminat untuk meneliti tentang “Kinerja
Pegawai Dalam Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(SMK3) di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Kinerja Pegawai dalam Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk menjelaskan Kinerja Pegawai Dalam Penerapan Sistem Manajemen
9 9
Keselamatan dan Kesehatam Kerja (SMK3) Pegawai di PLN Panrita Lopi
Bulukumba
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat atau kegunaan
baik teoritis maupun pratikal sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Dapat memperluas dan memperkaya wawasan ilmiah, khususnya dalam Ilmu
Administrasi Negara. Sekaligus sebagai bahan informasi bagi calon peneliti yang
akan melakukan penelitian yang sama.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan
bagi pimpinan, Kinerja Pegawai Dalam Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (SMK3) Di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba sesuai
dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Kinerja adalah
hasil kerja seorang karyawan/pegawai selama periode tertentu dibandingkan dengan
berbagai kemungkinan, misalnya standard target, sasaran, atau kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Jika karyawan tidak melakukan
pekerjaannya maka suatu organisasi akan mengalami kegagalan. Seperti juga perilaku
manusia, tingkat, dan kualitas kinerja ditentukan oleh sejumlah variabel perseorangan
dan lingkungan (Mondy, 2008:16).
Kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai
(individu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan
dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang
dicapai suatu organisasi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan bahwa
kinerja berarti: (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3)
kemampuan kerja. Menurut Mangkunegara (2006:67) kinerja adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Tika (2006:121) mendefinisikan
kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode
10
11 11
waktu tertentu. Menurut Triguno (2005:38) kinerja adalah penampilan cara-cara
untuk menghasilkan sesuatu hasil yang diperoleh dengan aktivitas yang dicapai
dengan suatu unjuk kerja. Dengan demikian dari konsep yang ditawarkan tersebut
dapat dipahami bahwa kinerja adalah konsep utama organisasi yang menunjukkan
seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi dalam rangka
pencapaian tujuan. Gilbert (1997) mendefinisikan kinerja adalah apa yang dapat
dikerjakan oleh seseorang sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Murphy (1990) menyatakan bahwa kinerja merupakan seperangkat perilaku
yang relevan dengan tujuan organisasi atau unit organisasi tempat bekerja. Sedangkan
Widodo (2006:78) mengatakan bahwa kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan
menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang
diharapkan. Lebih lanjut Mangkunegara (2000:67), mengatakan bahwa kinerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas seseorang dalam melaksanakan fungsinya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya.
Sedangkan Menurut Lavasque, kinerja adalah segala sesuatu yang dikerjakan
seseorang dan hasilnya dalam melaksanakan fungsi suatu pekerjaan. Menurut
Stephen P. Robbin kinerja adalah jawaban atas pertanyaan “apa hasil yang dicapai
seseorang sesudah mengerjakan sesuatu”. Schemerson, Hunt dan Osborn mengatakan
kinerja adalah kuantitas dan kualitas pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan
individu, kelompok maupun organisasi.Sedangkan menurut Lembaga Administrasi
Negara Republik Indonesia atau disingkat LAN-RI (1999:3), merumuskan bahwa
kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan,
12 12
program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi.
Konsep kinerja yang dikemukakan oleh LAN-RI lebih mengarah kepada acuan
kinerja suatu organisasi publik yang cukup relevan sesuai dengan srategi suatu
organisasi yakni dengan misi dan visi yang lain yang ingin dicapai.Selanjutnya
Gibson (dalam Pasolong 2008:197), mengatakan bahwa kinerja seseorang ditentukan
oleh kemampuan dan motivasinya untuk melaksanakan pekerjaan. Dikatakan bahwa
pelaksanaan pekerjaan ditentukan oleh interaksi antara kemampuan dan motivasi.
Sejalan dengan itu Prawirosentono (1999:2), mengatakan kinerja adalah hasil kerja
yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral dan etika.
Adapun Wibawa (dalam Pasolong 2007:176) Kinerja mempunyai beberapa
elemen yaitu: (a) Hasil kerja dicapai secara individual atau secara institusi, yang
berarti kinerja tersebut adalah hasil akhir yang diperoleh secara sendiri-sendiri atau
kelompok, (b) dalam melaksanakan tugas, orang atau lembaga yang diberikan
wewenang dan tanggung jawab, yang berarti orang atau lembaga diberikan hak dan
kekuasaan untuk ditindak lanjuti, sehingga pekerjaannya dapat dilakukan dengan
baik. Sedangkan berdasarkan Veithzal Rivai (2005), pengertian kinerja merupakan
sikap faktual yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan
oleh pegawai sesuai dengan perannya.
13 13
2. Pengertian Kinerja Pegawai
Kinerja pegawai merupakan tingkat pencapaian atau hasil kerja seseorang dari
sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dicapai atau tugas yang harus
dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab masing-masing dalam kurun waktu
tertentu.
Menurut Kusriyanto dalam buku Mangkunegara (2006:9) mendefinisikan
kinerja karyawan adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga
kerja persatuan waktu (lazimnya per jam). Lebih lanjut Amstrong dan Baron dalam
buku Wibowo (2012:7) mendefinisikan kinerja karyawan adalah hasil pekerjaan yang
mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis, kepuasan konsumen dan
memberikan kontribusi ekonomi.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam suatu
organisasi menurut Mangkunegara, (2006:67), adalah:
a. Faktor Kemampuan. Secara psikologi, kemampuan karyawan terdiri dari
kemampuan dalam hal kepintaran dan juga kemampuan dalam hal keahlian.
Artinya karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan sehari-
hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh sebab
itu, karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
14 14
b. Faktor Motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi penggerakkan diri
karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.
4. Unsur-Unsur Penilaian Kinerja Pegawai
Menurut Hasibuan (2009:56), kinerja karyawan dapat dikatakan baik atau
dapat dinilai dari beberapa hal, yaitu :
a. Kesetiaan, kinerja dapat diukur dari kesetiaan karyawan terhadap tugas dan
tanggung jawabnya dalam organisasi.
b. Prestasi Kerja, hasil prestasi kerja karyawan, baik kualitas maupun kuantitas dapat
menjadi tolak ukur kinerja.
c. Kedisiplinan, kedisiplinan karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang
ada dan melaksanakan instruksi yang diberikan kepadanya dapat menjadi tolok
ukur kinerja.
d. Kreativitas, kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitas dan
mengeluarkan potensi yang dimiliki dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga
bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.
e. Kerja Sama, diukur dari kesediaan karyawan dalam berpartisipasi dan bekerja
sama dengan karyawan lain sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik.
f. Kecakapan, kecakapan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang telah
dibebankan kepadanya juga menjadi tolak ukur dalam meningkatkan kinerja.
15 15
g. Tanggung Jawab, kinerja karyawan juga dapat diukur dari kesediaan karyawan
dalam mempertanggungjawabkan pekerjaan dan hasil kerjanya.
5. Indikator Pengukuran Kinerja Pegawai
Kinerja merupakan tolak ukur didalam melihat kemampuan seorang karyawan
dalam melakukan pekerjaannya. Namun demikian kinerja dibentuk atau dicapai oleh
adanya kedisiplinan yang diberikan oleh suatu perusahaan. Tanpa adanya
kedisiplinan seorang karyawan akan sulit untuk berprestasi. Hanya orang atau
karyawan yang mempunyai disiplin yang tinggi yang dapat berprestasi dalam bekerja.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan. Kinerja
karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi
kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi
pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi
Terdapat berbagai teori mengenai indikator kinerja pegawai. Salah satunya
indikator kinerja pegawai Menurut Dessler (2008), penilaian kinerja merupakan
upaya membandingkan prestasi aktual karyawan dan prestasi kerja yang diharapkan
darinya. Dalam penilaian kinerja karyawan tidak hanya menilai secara fisik, tetapi
pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan menyangkut berbagai bidang seperti
kemampuan kerja, kerajinan, disiplin, hubungan kerja, atau hal-hal khusus sesuai
dengan bidang dan tingkatan pekerjaan. Selannjutnya peneliti akan mengemukakan
ukuran-ukuran dari Kinerja karyawan yang dikemukakan oleh Bernadian & Russel
(dalam Faustino Cardoso Gomes 2005:142) :
16 16
a. Quantity of Work (Kuantitas Pekerjaan) : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu
periode yangditentukan.
b. Quality of Work (Kualitas pekerjaan) : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan
syarat-syarat kesesuaian dankesiapannya.
c. Job Knowledge (Pengetahuan Terhadap Pekerjaan): luasnya pengetahuan
mengenai pekerjaan danketerampilannya.
d. Creativeness (Kreativitas) : keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan
tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
e. Cooperation (Kerjasama) : kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau
sesama anggotaorganisasi.
f. Dependability (Keteguhan dalam bekerja) : kesadaran untuk dapat dipercaya
dalam hal kehadiran dan penyelesaiankerja.
g. Initiative (Inisiatif) : semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memperbesartanggungjawabnya.
Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai adalah hasil kerja baik dari
kualitas maupun kuantitas yang dicapai pegawai per satuan periode waktu pada
pelaksanaan tugas kerjanya seseorang sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
6. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah proses suatu organisasi mengevaluasi atau menilai
kerja karyawan (Riyadi, 2011). Simamora (2006) penilaian kinerja adalah alat yang
berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga
17 17
untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan. Dalam penilaian kinerja
mencakup semua aspek seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau
hal-hal khusus sesuai bidang tugas seorang pegawai.
Menurut Handoko (2007), penilaian prestasi kinerja merupakan proses
organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kinerja karyawan. Kegiatan
ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik
kepada karyawan tentang pelaksanaan kinerja. Kegunaan-kegunaan penilaian prestasi
kinerja sebagai berikut:
a. Perbaikan prestasi kinerja, umpan balik pelaksanaan kerja kemungkinan karyawan,
manajer, dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka
untuk memperbaiki prestasi.
b. Penyesuaian: penyesuaian kompensasi, evaluasi prestasi kerja membantu para
pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus, dan
bentuk kompensasi lainnya.
c. Keputusan: keputusan penempatan, promosi, transfer biasanya didasarkan pada
prestasi kinerja masa lalu. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan
terhadap prestasi kerja masa lalu.
d. Kebutuhan: kebutuhan pelatihan dan pengembangan prestasi kinerja yang jelek
mungkin menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian juga prestasi yang baik
mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
e. Perencanaan dan pengembangan karier, umpan balik prestasi mengarahkan
keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.
18 18
f. Penyimpangan: penyimpangan proses staffing, prestasi kinerja yang baik atau
jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen
personalia.
g. Ketidak akuratan informasi, prestasi kinerja yang jelek mungkin menunjukkan
kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber
daya manusia, atau komponen-komponen lain sistem manjemen personalia.
h. Kesalahan: kesalahan desain pekerjaan, prestasi kinerja yang jelek mungkin
merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan.
i. Kesempatan kinerja yang adil, penilaian prestasi kinerja secara akurat akan
menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
j. Tantangan: tantangan eksternal, kadang-kadang prestasi kinerja dipengaruhi oleh
faktor-faktor di luar lingkungan kinerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi
finansial, atau masalah-masalah pribadi lainnya.
Menurut Dessler (2008), penilaian kinerja merupakan upaya membandingkan
prestasi aktual karyawan dan prestasi kerja yang diharapkan darinya. Dalam penilaian
kinerja karyawan tidak hanya menilai secara fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan
secara keseluruhan menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan kerja, kerajinan,
disiplin, hubungan kerja, atau hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan tingkatan
pekerjaan.
19 19
B. Konsep Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Undang-undang yang mengatur tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
adalah undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya
paragraf 5 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat
1 berbunyi “Setiap Pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas Kesehatan dan Keselamatan Kerja”. Pasal 86 ayat 2: “untuk melindungi
keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktifitas kerja yang optimal
diselenggarakan upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja”. Pasal 87: “Setiap
perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Malayu S.P. Hasibuan
(2003:188), mengatakan bahwa K3 akan dapat menciptakan terwujudnya
pemeliharaan karyawan yang lebih baik. K3 ini harus ditanamkan pada diri masing-
masing Individu karyawan, hal ini dapat dilakukan dengan penyuluhan dan
pembinaan yang baik agar mereka menyadari pentingnya keselamatan kerja bagi
dirinya maupun untuk perusahaan.
Lebih lanjut Menurut Widodo (2015), K3 adalah bidang yang terkait dengan
kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi
maupun lokasi proyek. Lain halnya lagi menurut Mathis dan Jackson (2006), K3
adalah kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari
gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan dan kontrol
terhadap pelaksanaan tugas deri karyawan dan pemberian bantuan sesuai dengan
20 20
aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun perusahaan dimana
mereka bekerja. Menurut Ardana (2012), K3 adalah upaya perlindungan yang
ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja atau selalu dalam keadaan
selamat dan sehat sehingga setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan
efisien. Lebih lanjut menurut Hadiningrum (2003), K3 adalah pengawasan terhadap
orang, mesin, material dan metode yang mencakup lingkungan kerja agar pekerja
tidak mengalami cidera.
Sejalan dengan itu Chris Rowley & Keith Jackson (2012:177), mengatakan
bahwa “Kesehatan dan Keselamatan atau dengan tepatnya, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) memperhatikan mengenai masalah manajemen resiko di
tempat kerja yang mana resiko tersebut dapat berakhir dengan sebuah kecelakaan,
luka-luka ataukesehatan yang buruk”. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
merupakan proses perlindungan pekerja dalam kegiatan yang dilakukan pekerja pada
suatu perusahaan atau tempat kerja yang menyangkut resiko baik jasmani maupun
rohani para pekerja. Seluruh pekerja dan pada semua sektor pekerjaan, mencegah
pekerja terjangkit penyakit yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, melindungi
pekerja dari resiko yang berdampak buruk pada keselamatan.
Sedangkan Menurut Flippo (2007), K3 adalah pendekatanyangmenentukan
standar yang menyeluruh dan bersifat spesifik, penentuan kebijakan pemerintah atas
praktek-praktek perusahaan di tempat-tempat kerja dan pelaksanaan melalui surat
panggilan, denda dan hukuman-hukuman lain. Sementara Menurut Dainur (2005), K3
adalah keselamatan yang berkaitan dengan peralatan kerja, bahan dan proses
21 21
pengolahannya, landasan tempat kerja dan cara-cara melakukan pekerjaan tersebut.
Menurut Miner (2011), ada beberapa aspek K3 yaitu (1) pelatihan keselamatan kerja,
(2) Kontes dan publisitas keselamatan, (3) pengontrolan lingkungan kerja dan (4)
pemeriksaan dan disiplin
a. Arti K3 secara khusus dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Pengertian K3 secara ilmuan, K3 merupakan ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2. Pengertian K3 secara filosofis, K3 merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
memastikan keutuhan dan kesempurnaan jasmani dan rohani tenaga kerja pada
khususnya, dan masyarakat pada umumnya terhadap hasil karya dan budaya
menuju masyarakat adil dan makmur.
b. Tujuan penerapan K3 berdasarkan undang-undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja yaitu:
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain ditempat
kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktifitas nasional.
c. Dasar hukum K3 ditentukan berdasarkan undang-undang dan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja:
1. UU No. 1 Tahun 1970
2. UU No. 21 Tahun 2003
3. UU No. 13 Tahun 2003
22 22
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER-5/MEN/1996
d. Standar keselamatan kerja yakni merupakan pengamanan sebagai tindakan
keselamatan kerja seperti:
1. Perlindungan badan yang meliputi seluruh badan
2. Pengamanan listrik yang harus di cek secara berkala
3. Pengamanan ruangan, meliputi sistem alarm, alat pemadam kebakaran,
penerangan yang cukup, ventilasi yang baik dan jalur evakuasi khusus yang
memadai.
2. Tindakan Peningkatan Kesadaran K3
Adapun tindakan peningkatan kesadaran K3, antara lain:
a. Memberikan pengertian kepada pegawai/karyawan mengenai cara bagaimana
mereka harus bekerja dengan benar, tepat, cepat dan selamat.
b. Memberi contoh cara kerjayang benar dan mudah ditiru
c. Memberi teladan kerja dengan mengadakan percobaan yang harus dilakukan
d. Meyakinkan pegawai/karyawan bahwa keselamatan kerja dan kesehataan kerja
mempunyai dasar yang sama pentingnya dengan kualitas/mutu dan tenaga kerja
e. Memberikan pengertian kepada karyawan tentang cara pelaksanaan pengamatan
kerja yang dipaksakan tanpa disertai pelanggaran suatu peraturan
f. Mengusahakan agar seluruh isi program K3 dapat menjadi tanggung jawab setiap
karyawan demi kepentingan bersama
23 23
3. Faktor - Faktor Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Manajemen kesehatan dan keselamatan kerja perlun adanya standarisasi
dalam pengelolaan dan penerapan kesehatan dan keselamatan dan kerja. Lestari
dan Triyulianti (2007) membagi faktor-faktor kesehatan dan keselamatan kerja
menjadi lima factor. Faktor tersebut meliputi:
a. Pelatihan keselamatan
b. Publikasi keselamatan
c. Kontrol lingkungan kerja
d. Pengawasan dan disiplin
e. Peningkatan kesadaran K3
Peraturan Menteri tenaga kerja No. PER.05/MEN/1996 tentang sistem
manajemenkesehatan dan keselamatan kerja memberikan indikator tentang faktor-
faktor yang harus ditaati setiap perusahaan dalam penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja, diantaranya adalah setiap perusahaan yang mempekerjakan seratus
orang dengan tingkat bahaya maka wajib melaksanakan manajemen K3, perencanaan
tempat kerja, komitmen dan kebijakankesehatandan keselamatan kerja, perencanaan
dan identifikasi bahaya, penilaiann dan pengendalian resiko, penerapan pelatihan
keselamatan dan audit manajemen kesehatan serta keselamatan kerja dan pelaporan.
Menurut Wirawan (2015), K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi keselamatandan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kerja dan penyakit akibat kerja. Sedangkan Menurut Prabowo (2011), K3 adalah
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
24 24
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat yang adil dan
makmur.
C. Kerangka Pikir.
Permasalahandalam penerapan K3 di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
masih kurang efektif dan efisien. Maka dari itu menggelar acara apel bersama bulan
K3 Nasional 2018 bertempat di halaman kantor PLNRayon Panrita LopiBulukumba.
Apel dilaksanakan untuk menyelaraskan pemikiran seluruh elemen pegawai di setiap
unit PLN akan pentingnya penerapan K3 dalam melakukan pekerjaan agartercipta
tempat kerja yang aman, nyaman dan kondusif dalam upaya meningkatkan
kompetensi atau kinerja pegawai. Baharuddin membacakan arahan K3 yang berisi
tentang memberikan perlindungan tenaga kerja dan orang yang berada di tempat
kerja, tetapi juga bagaimana mengendalikan resiko terhadap peralatan, aset dan
sumber produksi sehingga dapat digunakan secara aman dan efisien. Dalam
membangun proses penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) di PLN Panrita Lopi Bulukumba terdapat dalam teori indikator kinerja
pegawai. Indikator Kinerja Menurut Bernardian & Russel (dalam Faustino Cardoso
Gomes 2005 :142) : Quality Of Work (Kualitas Kerja), Quantity Of Work ( Kuantitas
Kerja), Job Knowledge (Pengetahuan Terhadap Pekerjaan), Creativeness
(Kreativitas), Cooperation (Kerja Sama), Dependability (Keteguhan Dalam Bekerja),
Initiative (Inisiatif)
25 25
Berdasarkan penjelasan yangdiuraikan sebelumnya penulis akan menjelaskan
dalam bentuk bagankerangkapikir yang dapat dilihatdibawah ini:
Bagan Kerangka Pikir
Kinerja Pegawai Dalam Penerapan Sistem
Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
(SMK3) Di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
Indikator Kinerja Menurut
Bernardian & Russel (dalam Faustino Cardoso Gomes
2005 :142)
1. Quality Of Work (Kualitas Kerja)
2. Quantity Of Work ( Kuantitas Kerja)
3. Job Knowledge (Pengetahuan Terhadap Pekerjaan)
4. Creativeness (Kreativitas)
5. Cooperation (Kerja Sama)
6. Dependability (Keteguhan Dalam Bekerja)
7. Initiative (Inisiatif)
Efektivitas Kinerja Pegawai Dalam Penerapan
Sistem Manajemen K3 Di PLN Rayon Panrita
Lopi Bulukumba
(Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir)
26 26
D. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah Kinerja Pegawai, yaitu bagaimana kinerja
pegawai dalam Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba.
E. Deskripsi Fokus Penelitian
Guna memberikan keseragaman pengertian mengenai objek penelitian, berikut
ini diuraiakan beberapa deskripsi fokus:
1. Quality of work (Kualitas Pekerjaan) untuk mengetahui sejauhmana kualitas
seorang pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya meliputi peran, kontribusi,
mutu serta desain pekerjaan pegawai di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba.
2. Quantity of work (Kuantitas Pekerjaan) : untuk mengetahui kuantitas pekerjaaan
pegawai di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba meliputi besar beban kerja,
kemampuan pegawai berdasarkan kuantitas pegawai yang ada, target atau hasil
kerja yang harus dicapai.
3. Job Knowledge (Pengetahuan terhadap pekerjaan) : untuk mengetahui sejauh
mana pegawai mengetahui pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan standar
operasional kerja yang ditetapkan di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba.
Dalam hal ini mengenai posisi penempatan tugas sesuai dengan latar belakang
pendidikan, dan kemampuan pegawai memahami tugas-tugasnya.
4. Creativeness (Kreativitas) : untuk mengetahui keaslian gagasan –gagasan yang
dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan- persoalan
yang timbul di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba. Dalam hal ini mengenai
27 27
kreativitas pegawai dalam menjalankan tugasnya, kesadaran dan kepekaan
pegawai pada adaptasi kemampuan, serta improvisasi dan mengekspresikan
dalam mengerjakan tugasnya.
5. Cooperation (Kerjasama) : untuk mengetahui kesediaan untuk bekerjasama
dengan orang lain atau sesama anggota organisasi di PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba. Dalam hal ini mengetahui seperti apa bentuk sinergitas yang
dilakukan oleh pegawai dalam melakukan tugasnya,jumlah pegawai yang
tergabung pada sebuah team kerja, serta seperti apa bentuk tugas yang
membutuhkan sinergitas kerjasama sebuah team kerja.
6. Dependability (Keteguhan dalam pekerjaan) : untuk mengetahui sejauh mana
kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerjadi
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba. Mengenai kehadiran pegawai dalam
bekerja, serta pegawai mampu menyelesaikan tugas dengan baik tanpa bantuan
dan arahan langsung dari atasan
7. Initiative (Inisiatif) : untuk mengetahui sejauh mana semangat untuk
melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya
sebagai pegawai yang bekerja di PLN Panrita Lopi Bulukumba. Mengenai sikap
pegawai dalam mengambil langkah yang tepat dalam menghadapi kesulitan,
kemampuan pegawai bekerja tanpa bantuan.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu yang dibutuhkan penulis dalam penelitian ini selama 2 (dua) bulan
setelah seminar pra penelitian, dan bertempat di PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana Kinerja Pegawai
Dalam Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan danKeselamatan Kerja (SMK3) di
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalahkualitatif. Penelitian kualitatif ini digunakan untuk
memberikan gambaran mengenai Kinerja Pegawai Dalam Penerapan Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PLNRayon Panrita
Lopi Bulukumba
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah fenomenologi dimaksudkan untuk memberi gambaran
secara jelas mengenai masalah-masalah yang diteliti berdasarkan pengalaman yang
dialami oleh informan.
C. Sumber Data
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari pengamatan langsung (observasi), dan
wawancara yang dilakukan penulis Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3) di PLN RayonPanrita Lopi Bulukumba
28
29 29
2. Data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan melalui berbagai dokumen-dokumen
mengenai bagaimana Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (SMK3) di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
D. Informan Penelitian
Adapun informan dalam penelitian ini berjumlah orang yang dipilih
secarapurposive. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1
Data Informan Penelitian
NO
Informan
Inisial
Jabatan
Keterangan
1. Choyin Setyo
Bagus
CSB Asisten
Administrasi
Umum & K3
1 Orang
2. Suyuti SY Supervisor Teknik 1 Orang
3. Jonny Tendean JT Juru Opertor
Operasi Distribusi
1 Orang
4. Hartono HT Asisten Operator
Sistem Distribusi
1 Orang
5. Dirgantara Sukma DS Pemeliharaan
Distribusi
1 Orang
Jumlah
5 Orang
Sumber : Hasil Observasi & Wawancara
30 30
E. Teknik Pengumpulan Data
Guna memperoleh data yang relevan dengan tujuan penelitian, maka digunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Wawancara
Peneliti akan melakukan wawancara langsung secara mendalam kepada informan
yang menjadi obyek dari penelitian yang berkaitan dengan Kinerja Pegawai Dalam
Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
2. Studi Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dimana penulis mengambil benda yang dianggap bukti ril
yang bersangkutan dengan apa yang menjadi masalah pada penelitian ini.
Dokumentasi terdiri dari dukumen-dokumen, tupoksi dan struktur organisasi yang
ada di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
3. Media Review
Melakukan review terhadap pemberitaan, baik cetak maupun on-line yang
berkaitan dengan Kinerja Pegawai Dalam Penerapan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba.
4. Observasi
Melakukan observasi langsung di lokasi penelitian secara berulang terhadap suatu
objek pengamatan pada tempat yang sama ataupun berbeda. Observasi difokuskan
pada pengamatan langsung terhadap Kinerja Pegawai Dalam Penerapan Sistem
31 31
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PLN Rayon Panrita
Lopi Bulukumba.
F.Teknik Analisis Data
Untuk mengelola data, dimana data yang diperoleh dikerjakan dan
dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam
menyusun hasil penelitian. Adapun teknik analisis data yang digunakan meliputi tiga
tahapan.
1. Reduksi data (data reduction),
Yakni merangkum, memilih hal-hal pokok, dan memfokuskan pada hal-hal
penting dari sejumlah data lapangan yang telah diperoleh lalu mencari polanya.
Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih jelas tentang Kinerja Pegawai Dalam Penerapan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba.
2. Penyajian Data (Data Display),
Yakni menampilkan data yang telah direduksi yang sifatnya sudah
terorganisasikan dan mudah dipahami.
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (Conclusion Drawing and Verification),
Yakni akumulasi dari kesimpulan awal yang disertai dengan bukti-bukti yang valid
dan konsisten (kredibel), sehingga kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian
ini diarahkan 0untuk menjawab permasalahan penelitian.
32 32
G. Keabsahan Data
Pengabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan malakukan
Perpanjanganpengamatan, peningkatan ketekunan peneliti dan triangulasi.Peneliti
kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, mewawancaraikembali sumber data,
baik yang pernah ditemui maupun yang baru.Hal ini dilakukan guna menguatkan
hubungan peneliti dengan narasumber agar terbangun kondisi yang akrab, terbuka
dan salingmemercayai, sehingga dapat menggali dan mendapatkan informasiyang
tepat.Peningkatan ketekunan penelitimelakukan pengamatan secara lebih cermat dan
berkesinambungansehinggakepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam
secarapasti dan sistematis.
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh
melalui beberapa sumber. Dalam hal ini peneliti melakukan pengumpulan dan
pengujian data yang telah diperoleh melalui hasil pengamatan, wawancara dan
dokumen-dokumen yang ada. Kemudian peneliti membandingkan hasil
pengamatan dengan wawancara, dan membandingkan hasil wawancara dengan
dokumen yang ada
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda. Dalam hal ini data yang diperoleh dengan
wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumen. Apabila dengan tiga teknik
33 33
pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka
peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan
atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau mungkin
semuanya benar karena sudut pandangnya berbeda-beda.
4. Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan
dengan teknik wawancara dipagi hari pada saat narasumber masih segar, belum
banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel.
Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara
melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam
waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda,
maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian
datanya. Triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian,
dari tim peneliti lain yang diberi tugas melakukan pengumpulan data.
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
1. Sejarah PT. PLN (Persero) Rayon Panrita Lopi Bulukumba
Perlistrikan yang pertama dibangun di kota ini yang dahulunnya disebut kota
Makassar adalah sekitar tahun 1914 dengan menggunakan mesin uap yang berlokasi
di pelabuhan, dimana penyalurannya masih sangat terbatas.Dengan demikian
meningkatnya permintaan, maka pada tahun 1925 dibangun Pusat Listrik Uap
(PLTU) yang berlokasi di tepi sungai Jeneberang Pandang-pandang Gowa, dengan
kapasitas 2 x 1000 KVA yang dikelolah oleh perusahaan NV. Nederlan Indishe Gas
Electiciteit Maatshappy (NIGEM). Selanjutnya pada tahun 1946 disusul
pembangunan Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTA) yang berlokasi di Bontoala
Makassar.
Perlistrikan di kota Makassar yang tadinya dikelolah oleh NV> NIGEM telah
dialihkan ke NV. Ovessese gas dan Eletriciet Maatshappy (OGEM) pada tahun 1949,
akan tetapi dengan keadaan negara dalam menghadapi perjuangan penbebasan Irian
Jaya kepada Negara Republik Indonesia dimana pemerintah Republik Indonesia telah
memutuskan hubungan ekonomi dengan Belanda, maka pelistrikan yang dahulunya
undang-undang Nasional Perusahaan Belanda (UU No. 76 Thn 1958) yang berlaku
sejak tanggal 3 Desember 1971.
Untuk selanjutnya pelistrikan diserahkan kepada Perusahaan Listrik Negara
yang kemudian dikenal dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Makassar
34
35 35
sedangkan daerah diluar kota Makassar perlistrikan ditangani oleh perusahaan daerah,
dalam hal ini dilaksanakan oleh PT. MPS.
Pada tahun 1961, pusat pembentukan PLN Eksploitasi VI dengan wilayah
kerjanya meliputi daerah SULSELBAR yang berkedudukan di Makassar. Dalam
periode yang sama terbentuknya Perusahaan Listrik Negara (PLN) Cabang luar kota
yang mengelolah perlistrikan di kota-kota : Majene, Bantaeng, Watampone dan
Palopo dimana kelima daerah tersebut Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya
menangani pembangkitannya saja.Perusahaan Listrik Negara (PLN) pusat memiliki
peranan untuk mengembangkan perlistrikan di Indonesia, selanjutnya dikeluarkan
surat edaran No. 078/PST/1967 tentang klasifikasi bagi kesatuan-kesatuan listrik
Negara. Dengan adanya surat edaran tersebut maka Perusahaan Listrik Negara (PLN)
Eksploitasi VI mengeluarkan surat keputusan No. 001/E.VI/1968 tanggal 6 Januari
1968 yang membubarkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Cabang luar kota dan
pengaturan segala sesuatunya diserahkan untuk ditangani oleh PT. PLN Eksploitas
VI.Pada tahun 1971 untuk wilayah kerja Perusahaan Listrik Negara (PLN) Eksploitas
VI di Sulewesi Selatan dan tenggara perlistrikan benar-benar dikelola Perusahaan
Listrik Negara (PLN) dibawah taktik Perusahaan Listrik Negara (PLN) Eksploitas VI
Cabang Makassar dan Watampone. Pengelolaannya secara bersama antara PLN
dengan PT.MPS.
PT.PLN (Persero) Wilayah VIII Cabang Bulukumba sebelumnya adalah PT.
PLN Ranting Bulukumba oleh PT. PLN (Perssero) Wilayah VIII Cabang Watampone
sampai dengan tanggal 1 Oktober 1982 dengan membawahi beberapa Ranting yakni :
36 36
Jeneponto, Bantaeng, Sinjai dan Selayar. Pada tahun 1995 mengalami penambahan
tentang pembentukan Ranting : Tanete dan Kalumpang.
Pada Tahun 1972, ketika pemerintah memberikan keleluasaan penuh pada
Perusahaan Lisnrik Negara (PLN) maka lokasi Perusahaan Listrik Negara (PLN)
pada waktu itu berada dikampung Loka. Seiring perjalanan waktu, perkembangan
kota yang semakin pesat dan akibatnya banyak penduduk yang pindah ke kota
menyebabkan Kepala Cabang Perusahaan Listrik Negara (PLN) Bulukumba akhirnya
didapatlah suatu tempat yang strategis yaitu 3 Km dari arah utara jangtung kota
Bulukumba, Jln. Lanto Dg. Pasewang. Setelah mengadakan konfirmasi dengan para
staf pegawai Perusahaan Listrik Negara (PLN) Wilayah VIII. Maka pada Tahun 1992
secara resmi Perusahaan Listrik Negara (PLN) Wilayah VIII Cabang Bulukumba
berpinda lokasi dari kampung Loka ke Jl. Lanto Dg. Pasewang.
Dari tahun ketahun, seiring perkembengan zaman dan semakin majemuknya
masyarakat, mengakibatkan lajunya permintaan Tenaga Listrik dan disamping itu
Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga sebagai pelayanan jasa terhadap masyarakat,
maka Perusahaan Listrik Negara (PLN) semakin berpacu untuk dapat membantu
melayani masyarakat disamping untuk memasok aset dibidang tenaga listrik tersebut.
Kemudian pada kantor PLN lama yang di Kampung Loka kemudian di alih
fungsikan sebagai PLN Rayon Panrita Lopi yang beroprasi sebagai kantor pelayanan
teknis yang melayani kebutuhan listrik masyarakat Bulukumba sampai perbatasan
Kabupaten Bantaeng.
Kantor PLN Kabupaten Bulukumba ini melayani kebutuhan listrik masyarakat
37 37
seperti pengajuan pemasangan listrik, pengajuan naik tegangan atau tambah daya, cek
tagihan listrik PLN, pembayaran listrik hingga komplain. Selain dari berkunjung ke
pelayanan teknik PLN panrita lopi, saat ini masyrakat sudah bisa melakukan cek
rekening saldo listrik secara online, bayar listrik online dengan token listrik PLN,
pembayaran online dapat dilakukan melalui ATM atau aplikasi mobile.
2. Visi, Misi dan Motto
Visi :
Menjadi perusahaan yang unggul dalam pelayanan kelistrikan.
Misi :
a. Melayani masyarakat/calon pelanggan dalam proses penyambungan listrik
secara mudah.
b. Merespon dan memberikan solusi bagi pengaduan pelanggan secara cepat.
c. Meningkatkan keandalan pasokan energi listrik untuk meningkatkan
kepuasan pelanggan.
Motto : Pasti Mudah
Dalam menjalankan fungsinya, PLN Wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara & Sulawesi Barat bertujuan mengusahakan pembangkitan penyaluran dan
pendistribusian tenaga listrik serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi,
mengusahakan keuntungan agar dapat membiayai pengembangannya serta menjadi
perintis kegiatan-kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik yang belum dapat
dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi di Sulawesi Selatan, Tenggara dan
Barat.Dengan areakerja yang sedemikian luas serta dengan total jumlah pelanggan
38 38
yang hingga saat ini mencapai kuarng lebih 1,7 juta pelanggan maka jelas hal ini
merupakan tantangan tersendiri bagi PLN. Di satu sisi PLN masih dibebani dengan
misi sosial untuk mengusahakan kemakmuran bagi rakyat. Sementara di sisi lain PLN
harus mengusahakan profit sebagai ciri suatu perusahaan yang sehat dan berkembang.
3. Makna Logo PT.PLN (Persero)
a. Bentuk Lambang
(Gambar 4.1. Bentuk Lambang)
Bentuk warna dan makna lambang Perusahaan resmi yang digunakan adalah
sesuai yang tercantum pada Lampiran Surat Keputusan Direksi Perusahaan Umum
Listrik Negara Nomor 031/DIR/76 Tanggal 1 Juni 1976 mengenai Pembakuan
Lambang Perusahaan Umum Listrik Negara.
b. Elemen-elemen Dasar Lambang
1. Bidang Persegi Panjang
(Gambar 4.2 Bidang Persegi Panjang)
Menjadi bidang dasar bagi elemen-elemen lambang lainnya. melambangkan
bahwa PT.PLN (Persero) merupakan wadah atau organisasi yang terorganisisr dengan
sempurna. Berwarna kuning untuk menggambarkan pencerahan, seperti yang
diharapkan PLN bahwa listrik mampu menciptakan pencerahan bagi kehidupan
39 39
masyarakat. Kuning juga melambangkan semangat yang menyala-nyala yang dimiliki
tiap insane yang berkarya di perusahaan ini.
2. Petir Atau Kitlat
(Gambar 4.3 Petir atau Kilat)
Melambangkan tenaga listrik yang terkandung di dalamnya sebagai produk jasa
utama yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu petir pun mengartikan kerja cepat
dan tepat para insane PT.PLN (Persero) dalam memberikan solusi terbaik bagi para
pelanggannya. Warnanya yang merah melambangkan kedewasaan PLN sebagai
perusahaan listrik pertama di Indonesia dan kedinamisan gerak laju perusahaan
beserta tiap insane perusahaan serta keberanian dalam menghadapi tantangan
perkembangan zaman.
3. Tiga Gelombang
(Gambar 4.4. Tiga Gelombang)
Memiliki arti gaya rambut energi listrik yang dialirkan oleh tiga bidang usaha
utama yang digeluti perusahaan yaitu pembangkitan, penyaluran dan distribusi yang
seiring sejalan dengan kerja keras para insane PT. PLN (Persero) guna memberikan
layanan terbaik bagi pelanggannya. Diberi warna biru untuk menpilkan kesan konstan
40 40
(sesuatu yang tetap) seperti halnya listrik yang tetap diperlukan dalam kehidupan
manusia. Disamping itu biru juga melambangkan keandalan yang dimiliki insan-insan
perusahaan dalam memberikan layanan terbaik bagi para pelanggannya
4. Peran dan Tujuan PT. PLN (Persero)
Peran dan tujuan utama PT. PLN (Persero) antara lain sebagai berikut:
a. Menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan sekaligus akumulasiprofit
berdasarkan prinsip pengelola perusahaan.
b. Mengusahakan penyedia tenaga listrik dalam jumlah dan mutu yang memadai
dengan tujuan:
1. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata
serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi.
2. Mengusahakan keuntungan agar dapat membiayai pengembangan.
3. Merintis kegiatan usaha menyediakan tenaga listrik.
4. Menyelenggarakan usaha-usaha lain, menunjang tenaga listrik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
41 41
5. Struktur Organisasi PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
Struktur manajemen pada PT. PLN (persero) Rayon Panrita Lopi Kabupaten
Bulukumba adalah sebagai berikut.
(Gambar 4.4. Struktur Organisasi PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba)
B. Kinerja Pegawai dalam Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3) di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
Kinerja Pegawai dalam Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3) di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba bertujuan untuk
42 42
menjelaskan bagaimana cara mengkomunikasikan informasi-informasi dari K3
kepada pihak internal perusahan di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba dan
eksternal perusahan (vendor) atau pihak ketiga yang bekerjasama dengan PLN dalam
menjalankan arus kinerja agar mengupayakan ketersedian dan penanganan gangguan
listrik secara optimal sehingga listrik menjadi salah satu pendorong kegiatan ekonomi
masyarakat di Kabupaten Bulukumba. Dalam penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) itu sendiri memiliki pendekatan
organisasi. Di pendekatan organisasi ini namanya kebijakan K3 dan sudah tertera di
komitmen perusahaan dan memiliki komite K3 untuk membahas dan mengkaji
tentang masalah-masalah K3-nya. Lalu ada yang namanya pendekatan teknis seperti
APD, dan ini merupakan pengendalian yang terakhir setelah substitusi dan
engineering seperti fuce cut out pada pekerja PDKB.
Pendekatan untuk individunya juga ada lebih ke komunikasinya dan
pelatihannya. Hal tersebut juga dipertegas oleh Asisten Administrasi Umum K3 yang
mengatakan bahwa untuk meningkatkan kinerja dari K3 ke tingkat yang paling tinggi
dengan adanya proses perbaikan secara berkelanjutan dan sistematik, yang telah
dilakukan oleh perusahaan untuk menerapkan komitmen perusahaan.
43 43
C. Efektivitas Kinerja Pegawai Dalam Penerapan Sistem Manajemen K3 Di PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba
1. Quality Of Work (Kualitas Kerja)
Mutu kehidupan kerja atau kualitas kerja menurut Coverhaver dan Guest
“kualitas kerja merupakan usaha-usaha yang sistematis terorganisasi untuk
memberikan peluang yang lebih besar dalam jabatanmereka dan kontribusi mereka
terhadap efektivitas organisasi secara menyeluruh”. Kualitas kerja ditentukan oleh
bagaimana para karyawan merasakan peran mereka di dalam organisasi, sedangkan
produktivitas ditingkatkan melalui penciptaan mutu kehidupan kerja yang baik.
Diharapkan melalui kehidupan lingkungan kerja yang produktif, keterlibatan
karyawan dalam proses manajemen meningkat. Kualitas kerja yang umumnya
berkonotasi dengan mutu kehidupan kerja adalah pendekatan sistim untuk mendesain
pekerjaan (job design) dan pengembangan dalam ruang lingkup yang sangat luas,
terutama dalam melakukan job enrichment.
Dengan indikator diatas adapun beberapa pertanyaan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti kepada 5 narasumber yakni. Asisten Administrasi Umum K3,
Supervisor Teknik, Juru Operator Operasi Distribusi, Asisten Operator Sistem
Distribusi,dan Pemelihara Distribusi.
a. Berdasarkan indikator Quality Of Work atau kualitas kerja pada kinerja pegawai
dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai peran pada pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai, melalui wawancara bersama CSB yang merupakan
44 44
Asisten Administrasi Umum K3 mengatakan bahwasannya perannya dalam
pekerjaan ini yakni:
“…peran atau tepatnya tugas saya disini sebagai asisten administrasi umur K3
ikut turun kelapangan kemudian mengawasi kesehatan dan keselamatan kerja
teman-teman yang sedang bekerja dilapangan, itu saja...” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diketahui peran dan tugas
pegawai PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba sebagai asisten administrasi umur
K3 menerangkan bahwa sudah terjun langsung kelapangan dalam mengawasi
kesehatan dan keselamatan kerja para pegawai, sebagaimana kita ketahui bersama
bahwa kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam menjalankan
pekerjaan, selain dari pada itu keselamatan juga harus tetap diantisipasi dalam
setiap pekerjaan guna untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Kemudian wawancara dengan SY sebagai Supervisor Teknik yang
mengatakan bahwasannya :
“...kalau untuk peran serta tugas saya disini sebagai supervisor teknik adalah
mengawasi kinerja teman-teman yang bekerja teknis secara langsung, saya juga
ikut turun kelapangan bersama teman-teman pekerja tekniks melihat progresnya
apakah sudah benar secara prosedur dan teknis..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas tugas dan peran tergantung posisi yang
ada, sebagaimana supervisor teknik sendiri bertugas untuk mengawasi kinerja
pegawai secara prosedur dan teknik kerja yang telah ditetapkan oleh PLN Rayon
Panrita Lopi Bulukumba.
Selanjutnya wawancara dengan JT yang merupakan Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwasannya peran dan tugasnya yakni:
45 45
“...peran dan tugas saya yakni terjun kelapangan langsung bekerja mngenai
teknis ada perbaikan listrik atau tiang listrik yang rusak saya yang punya peran
disitu...” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas mengatakan bahwa peran dan tugasnya
sudah dijalankan sebagai operator operasi distribusi terkait dengan teknis dan
perbaikan listrik atau tiang listrik yang sudah rusak guna untuk mencegah adanya
gangguan atau kerusankan serta menjaga kenyamanan bagi para pengguna listrik
di Kabupaten Bulukumba.
Kemudian HT selaku Asisten Operator Sistem Distribusi juga
mengatakan demikian bahwa:
“...peran saya juga yakni operator sebagai pelaku perbaikan listrik dan terjun kelapangan bersama dengan juru operator..” (hasil wawancara 12Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas diketahui bahwa peran sebagai asisten
operator sistem distribusi telah melakukan tugasnya sesuai dengan perannya
sebagai pelaku perbaikan listrik.
Lebih lanjut peneliti melakukan wawancara dengan DS sebagai
Pemelihara Distribusi mengatakan:
“...tugas dan peran saya memelihara semua distribusi memastikan listrik tidak
ada kerusakan, atau setelah perbaikan tidak ada lagi kerusakan pada teknis yang
telah dikerjakan” (hasil wawancara 12Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas diketahui bahwa juru operator distribusi
dan asisten operator sistem distribusi memiliki tugas sebagai pelaksana teknis pada
perbaikan listrik dan tugas lapangan dari PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba,
46 46
sedangkan pemelihara distribusi sendiri berperan sebagai pemelihara dan
memastikan dalam keadaan baik dan tidak ada kerusakan.
Jadi, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan diatas maka
dapat disimpulkan sejauh mana peran pegawai PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba sudah sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing serta untuk
memenuhi kepuasan masyarakat di Kabupaten Bulukumba. Maka dapat di
simpulkan bahwa pegawai PLN Rayon Panrita Lopi Bulukkumba sudah berhasil
menjalankan perannaya berdasarkan posisi pegawai dengan keahliannya masing-
masing.
b. Berdasarkan indikator Quality Of Work atau kualitas kerja pada kinerja pegawai
dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai konstribusi yang dilakukan oleh
pegawai melalui wawancara yang dilakukan bersama CSB sebagai Asisten
Adminsitrasi Umum K3 mengatakan bahwa:
“...ya konstribusi saya sebagai pegawai yang bekerja dibidang administrasi K3
umum memastikan teman-teman yang bekerja kesehatan dan keselamatannya
terjaga dan terjamin, kemudian kalau ada yang terluka atau kesehatannya
terganggu ya sudah menjadi tugas saya untuk berkonstribusi agar teman-teman
mendapatkan apa yang harus mereka dapatkan seperti tunjangan dan pengobatan
yang selayaknya...” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara dengan informan di atas terkait dengan tugasnya
sebagai asisten administrasi umum K3 mengatakan bahwa harus selalu
memastikan setiap pegawai yang bekerja dalam keadaan terjamin dari hal-hal yang
47 47
tidak inginkan, dalam hal ini kesehatan dan keselamatan kerja harus selalu
diperhatikan dalam bekerja.
Lebih lanjut wawancara dengan SY sebagai Suvervisor Teknik
mengatakan bahwa :
“...konstribusi saya pada perusahaan tentu bekerja dengan sungguh-sungguh dan
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan memberikan listrik
yang baik dan lancar, dalam hal ini tentu bekerja dengan baik akan
menghasilkan nilai yang baik juga baik itu pada perusahaan dan masyarakat...”
(Hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas maka penulis
dapat menegetahui bagaimana kondisi pelayanan yang dilakukan oleh PLN Rayon
Panrita Lopi Bulukumba untuk kebutuhan dan penanganan gangguan listrik
masyarakat sudah maksimal.
Kemudian wawancara dengan JT sebagai Juru Opertor Operasi Distribusi
yang mengatakan bahwa :
“...bekerja dengan maksimal dan baik untuk perusahaan, memastikan juga diri
agar terjaga tidak terluka, salah satu bagian dari kosntribusi saya pada
perusahaan karena kalau saya terluka tentu juga imbasnya pada perusahaan...”
(hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas konstribusi pegawai kepada
perusahaan ini ada beberapa seperti memastikan pegawai mendapatkan haknya
sebagai pegawai jika kesehatan dan keselamatan terganggu, memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bekerja dengan maksimal tanpa
harus ada kecelakaan atau masalah yang terjadi.
48 48
Jadi, berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan diatas dapat
disimpulkan bahwa semua pegawai berkontribusi untuk menjaga keselamatan dan
kesehatan kerja dalam melaksanakan tugasnya guna menghidari hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi dan sudah selayaknya para pegawai merasa aman dalam bekerja
untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.
c. Berdasarkan indikator Quality Of Work atau kualitas kerja pada kinerja pegawai
dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai mutu kerja yang dilakukan oleh
pegawai melalui wawancara yang dilakukan bersama CSB sebagai Asisten
Administrasi Umum K3 yang mengatakan bahwa mutu kerja dari pegawai ini
adalah:
“...mereka profesional dalam bekerja seperti kurangnya kecelakaan yang terjadi
pada saat bekerja atau tidak ada sama sekali kecelakaan merupakan juga karena
kalau mereka bekerja dengan baik sesuai SOP dan tata cara kerja saya kira
menjadi nilai mutu dari pegawai..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas terkait dengan
mutu kerja yang yang dilakukan setiap pegawai PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba yang mengatakan bahwa menjunjung tinggi profesional merupakan
hal yang harus selalu ditananamkan dalam setiap pegawai guna untuk menjalankan
pekerjaannya sesuai dengan SOP yang diterapkan di PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukkumba serta akan mencegah terjadinya kecelakaan pada bsaat bekerja.
Lebih lanjut wawancara dengan SY sebagaiSupervisor Teknik yang
mengatakan bahwa :
49 49
“...mutu kerja pegawai ya kita liat dari caranya bekerja seperti apa baguskah,
kurang atau mereka bekerja tidak sesuai dengan SOP dan tata cara yang memang
telah ditentukan..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara dengan informan di atas terkait dengan mutu
kerja yang mengatakan bahwa untuk mengetahui sejauh mana mutu kerja pegawai
di lihat dari bagaimana pegawai menjalankan suatu pekerjaan apakah sudah sesuai
dengan SOP dan tata cara yang telah diterapkan di PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba.
Berlanjut wawancara dengan Bapak JT sebagai Juru Operator Operasi
Distribusi mengatakan :
“...mutu kerja pegawai sendiri saya liat bagus, mereka punya integritas dalam
bekerja, mereka bekerja sesuai SOP responnya terhadap masyarakat baik..”
(hasil wawancara 10 Juli2019)
Berdasarkan penjelasan dari informan di atas terkait dengan mutu kerja
pegawai mengatakan bahwa sudah di jalankan dengan baik, atau bekerja sesuai
dengan SOP yang telah diterapkan oleh PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, selain
dari pada itu pegawai juga mendapatkan respon yang baik dari masyarakat terkait
dengan kinerja para pegawai. Hal diatas menunjjukan bahwa mutu kerja pegawai
sudah sangat baik.
Lanjut wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi yang
mengatakan bahwa :
“...saya kira mutu kerja dari teman-teman baik karena saya sebagai pemelihara
distribusi laporan kerusakan kurang, biasanya itu kerusakan memang kalau habis
hujan deras atau tersambar petir pada pembangkit listrik atau tiang listriknya...”
(hasil wawancara 12 Juli 2019)
50 50
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat diketahui bagaimana
mutu kerja pegawai sebagaimana tadi telah disampaikan oleh salah satu informan
yang melihat bahwa kinerja pegawai PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba sudah
baik, dalam hal ini pegawai yang bertugas selalu siap siaga dalam penanganan
gangguan atau kerusakan jaringan listrik yang terjadi.
Jadi, berdasarkan hasil wawancara di atas terkait dengan mutu kerja dari
pegawai PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba dapat di simpulkan memiliki
bahwamutu yang baik berdasarkan kinerja yang dilakukan yang berdasarkan
standar operasional prodan kurangnya kecelakaan kerja yang terjadi pada saat
bekerja.
d. Berdasarkan indikator Qualty Of Work atau kualitas kerja pada kinerja pegawai
dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai desain pekerjaan yang dilakukan
oleh pegawai, melalui wawancara yang dilakukan bersama CSB sebagai Asisten
Administrasi Umum K3 yang mengatakan:
“...desain kerja saya ya hampir kurang lebih mengurus semua yang berkaitan
dengan kesehatan dan keselamatan kerja pegawai baik itu yang ada di lapangan
maupun yang ada dikantor...” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis dapat mengetahui
bahwa sistem manajemen K3 yang diterapkan telah sesuai dengan SOP yang
berlaku baik itu di lapangan ataupun di lingkungan kantor PLN Rayon Panrita
Lopi Bulukumba.
51 51
Kemudian wawancara yang dilakukan bersama SY sebagai Supervisor
Teknik mengatakan bahwa:
“...desain kerja sebagai supervisor teknik ini itu mengawasi para teknisi bekerja
dalam hal ini vendor yang bekerja sama dengan PLN telah sesuai dengan standar
operasional kerja yang telah ditetapkan, jadi hanya untuk bertugas mengawasi
dan memimpin teman-teman teknisi saja..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan penjelasan dari informan di atas maka penulis dapat
mengetahui bahwa vendor atau rekan kerja PLN telah memenuhi standar
oprasional kerja sesuai dengan sistem manajemen K3 sebelum turun ke lapangan
dan dilakukan pegawasan langsung oleh supervisor teknik PLN Rayon Panrita
Lopi Bulukumba.
Selanjutnya melalui wawancara dilakukan bersama JT sebagai Juru
Operator Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“...juru operator mengarahkan pekerjaan teknisi secara detail dan turun
kelapangan bersama...” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan penjelasan dari wawancara di atas penulis dapat memahami
bahwa sebelum turun ke lapangan para vendor atau pekerja teknis telah di berikan
pemahaman mengenai tugas secara detail sebelum turun ke lapangan.
Lebih lanjut wawancara bersama HT sebagai Asisten Operator Sistem
Distribusi mengatakan bahwa :
“asisten juru operator yakni membantu mengarahkan bersama juru operator atau
biasa mengantikan tugas dari juru operator yang tidak berada ditempat..” (hasil
wawancara 12 Juli 2019).
Berdasarkan penjelasan dari informan di atas penulis dapat memahami
bahwa kerja kolektif kolegial dapat dilakukan di lapangan apabila salah seorang
52 52
yang ditugaskan tidak berada di lapangan agar tugas yang dikerjakan dapat selesai
tepat waktu.
Selanjutnya wawancara bersama DS sebagai Pemelihara Distribusi
mengatakan:
“untuk pemelihara distribusi memastikan pembangkit listrik dan komponennya
terawat dan tidak ada kerusakan, yang memeriksa secara rutin komponen listrik
serta pembangkit listrik..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan penjelasan dari informan di atas penulis dapat diketahui
bahwa pelaksanaan pemeliharaan pembangkit listrik dan komponennya telah
terawat dan dipastikan pemeriksaannya dilakukan secara rutin, namun ada
beberapa kendala yang sering terjadi salah satunya apabila ada komponen yang
rusak tapi komponencadangan kosong maka distribusi komponen baru
memerlukan waktu dalam proses distribusinya.
Jadi, berdasarkan hasil wawancara keseluruhan diatas dapat disimpulkan
bahwasannya qualty of work atau kualitas kerja dari Pegawai PLN Rayon Panrita
Lopi Bulukumba memiliki beberapa peran dan peran tersebut berdasarkan tugas
dan posisi dari pegawai, kemudian konstribusi yang diberikan pegawai/karyawan
pada perusahaan ada beberapa yakni memberikan pelayanan yang baik kepada
masyarakat, bekerja secara maksimal dan berdasarkan standar operasional dan tata
cara teknis, kemudian memperjuangkan hak pegawai pada kesehatan dan
keselamatan kerja pegawai. Dan adapun mutu dari kinerja pegawai dalam hal ini
baik dikarenakan tingkat kecelakaan dalam bekerja sangat kurang serta pegawai
53 53
bekerja sesuai dengan standar operasional karena pengawasan langsung yang
dilakukan oleh supervisor. Desain kerja yakni adapun asisten administrasi K3
meliputi keseluruhan kesehatan dan keselamatan kerja pegawai, kemudian
supervisor teknik bertugas untuk memimpin dan mengawasi teknisi, jru iperator
operasi dan asisten operasi distribusi sendiri sebagai pengarah teknisi dalam
bekerja, serta pemelihara distribusi bekerja untuk memeriksa dan merawat
pembangkit listrik dan komponennya. Maka hasil wawancara tersebut sudah sesuai
dengan teori Bernardian & Russel dalam indikator kinerja dimana secara
keseluruhan telah memenuhi kualitas kerja (quality of work)
2. Quantity Of Work ( Kuantitas Pekerjaan)
Merupakan seberapa besarnya beban kerja atau sejumlah pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh seorang pegawai. Diukur dari kemampuan secara kuantitatif
didalam mencapai target atau hasil kerja atas pekerjaan-pekerjaan baru. Dengan
indikator diatas adapun beberapa pertanyaan wawancara yang dilakukan oleh peneliti
kepada 5 narasumber yakni. Asisten Administrasi Umum K3, Supervisor Teknik,
Juru Operator Operasi Distribusi, Asisten Operator Sistem Distribusi,dan Pemelihara
Distribusi.
a. Berdasarkan indikator Quantity Of Work atau kuantitas kerja pada kinerja pegawai
dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai berapa besar beban kerja yang
54 54
dihadapkan pada pegawai, melalui wawancara yang dilakukan bersama CSB
sebagai Asisten Administrasi Umum K3 mengatakan bahwa:
“...beban kerja yang dihadapi oleh pegawai khususnya pegawai teknis lapangan
itu cukup besar, baik itu beban pekerjaan yang berat sehingga resiko yang
ditimbulkan juga sangat besar...” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis dapat memahami
bahwa beban kerja yang dihadapi oleh pegawai yang bekerja di lapangan sangat
cukup besar maka dari itu pengetahuan atau pemahaman bagi pekerja teknisi
terkait dengan sistem manajemen K3 harus lebih matang sehingga resiko
kecelakaan kerja dapat diminimalisir dengan baik.
Kemudian wawancara yang dilakukan SY sebagai Supervisor Teknik
mengatakan bahwa:
“...PLN sebagai penyedia tenaga listrik bagi masyarakat tentu ada beban kerja
yang besar, dan benar-benar harus teliti, karena ini menyangkut pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat, kemudian beban selanjutnya ada pada pegawai
teknis yang bertanggung jawab terhadap pembangkit listrik yang rentan akan
bahaya dengan resiko kematian...” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas maka penulis dapat mengetahui bahwa
PLN telah bekerja keras dan bekerja dengan teliti dalam pelayanan kebutuhan
listrik masyarakat, namun menurut sebahagian masyarakat PLN juga kadang
lamban menangani keluhan mereka yang mengalami gangguan aliran listrik di
daerah terpencil yang dikarenakan akses yang susah ditempuh.
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
55 55
“...beban kerja yang kami hadapi itu tidak kecil, kami harus selalu mengerjakan
pekerjaan dengan cepat dan akurat, namun harus tetap waspada...” (hasil
wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas penulis dapat mengatahui bahwa PLN
dituntut untuk memberikan pelayanan yang prima, cepat dan akurat namun tidak
lupa akan resiko yang bisa saja terjadi di lapangan maka dari itu alat keamanan
harus diperhatikan guna menunjang K3.
Kemudian wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan bahwa :
“…untuk beban kerja yang pegawai hadapi itu saya kira ada porsi beratnya
masing-masing, karena kami dituntut cepat, tepat dan akurat tentu menjadi
beban kami, karena ketika terjadi kerusakan atau pemadaman lampu ya kami di
tuntut untuk segera selesai tapi juga walaupun kondisi lapangan tidak
memungkinkan mau tidak mau kami harus tetap bekerja...” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas penulis dapat mengetahui bahwa PLN
dituntut untuk bisa megerjakan beban berat seperti gangguan listrik dalam kondisi
sesulit apapun namun harus diselesaikan secara cepat, teliti, akurat tanpa
mengesampingkan aspek K3 sehingga dapat mengendalikan atau meminimalisir
resiko kerja yang dapat di alami sewaktu-waktu.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“...saya kira beban kerjanya kami pegawai ini tidak sedikit cukup berat karena
bisa kita liat sendiri toh kami harus berurusan dengan listrik, pembangkit dan itu
bukan hal yang mudah...” (hasil wawancara 10 Juli2019)
Berdasarkan wawancara di atas penulis dapat mengetahui bahwa pegawai
PLN harus siap dengan resiko yang sewaktu harus dihadapi oleh karena itu semua
56 56
kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan kelistrikan harus selalu
memperhatikan aspek K3 setiap pegawai yang bertugas di lapangan karena
memiliki resiko yang cukup tinggi.
Jadi berdasarkan hasil wawancara secara keseluruhan dapat disimpulkan
bahwasannya beban kerja pegawai PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba sangat
berat dikarenakan pegawai di tuntut untuk bekerja dengan cepat, tepat, dan akurat.
Dan memiliki resiko yang sangat berat dengan medan yang tidak mudah. Oleh
sebab itu penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja turut
andil pada kinerja pegawai PLN.
b. Berdasarkan indikator Quantity Of Work atau kuantitas kerja pada kinerja pegawai
dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai kemampuan pegawai berdasarkan
kuantitas pegawai yang ada. Melalui wawancara yang dilakukan bersama CSB
sebagai Asisten Administrasi Umum K3 yang mengatakan:
“...jumlah pegawai kami memang tidak banyak namun untuk kemampuan
pegawai yang dimiliki oleh PLN Panrita Lopi Bulukumba ini sudah cukup untuk
melayani masyarakat Bulukumba..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas penulis dapat mengetahui bahwa jumlah
pegawai yang bekerja di PLN Panrita Lopi Bulukumba dirasa sudah cukup untuk
melayani masyarakat ditambah setiap pegawai telah memiliki kemampuan di
bidangnya masing-masing.
57 57
Kemudian wawancara yang dilakukan bersama SY sebagai Supervisor
Teknik mengatakan bahwa :
“..kuantitas pegawai disini memang tidak seberapa tapi untuk fungsi alhamdulilah semua fungsi PLN berjalan dengan baik..”(hasil wawancara 10 Juli2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis dapat mengetahui bahwa
kuantitas pegawai tidak terlalu banyak namun orang-orang yang mengisi jabatan di
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba itu sendiri telah paham sebagaimana tugas
dan fungsinya masing-masing.
Selanjutnya wawancara dengan JT sebagai Juru Operator Sistem
Distribusi mengatakan bahwa :
“...kalau dilihat dari kuantitas memang kita ini tidak sebanding dengan pekerjaan
yang begitu berat, tapi alhamdulilah kemampuan teman-teman dengan
pekerjaannya sangat profesional jadi tidak ada masalah dengan pekerjaan
kami..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis dapat mengetahui bahwa
kuantitas pegawai tidak sebanding dengan pekerjaan yang begitu berat dan
beresiko tinggi apalagi mereka yang bekerja di lapangan namun kemampuan
mereka telah terlatih dan sangat profesional sehingga masalah yang dihadapi dapat
ditangani dengan baik.
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan:
“... jumlah pegawai kita memang sedikit karena hanya diperlukan sesuai
kemampuan saja, kalau memang sudah cukup saya kira kuantitas tidak ada
masalah mau banyak atau sedikit karena hanya tergantung sama skill dan
kemampuan saja..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
58 58
Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis dapat mengetahui bahwa
kuantitas atau jumlah pegawai tidak terlalu mempengaruhi kinerja PLN Rayon
Panrita Lopi Bulukumba dikarenakan semua pegawai telah memiliki skill dan
pemahaman atas pelayanan kepada masyarakat sebagai penyedia layanan listrik di
kota Bululumba.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“...tidak terlalu banyak memang kami kalau mau lihat dari kuantitas tapi
kemampuan semua kami bisa kerja walaupun hanya beberapa orang saja satu
team..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas penulis dapat mengetahui bahwa dalam
mengerjakan suatu pekerjaan pegawai PLN bisa bekerja dengan baik dan
professional dikarenakan mereka telah dibekali pegetahuan atas tugasnya masing-
masing dibidangngya. Mereka mampu bekerja dalam team walaupun dalam
kunatitas pegawai yang tidak terlalu banyak.
Jadi, berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
kuantitas pegawai yang dimiliki oleh PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba tidak
mempengaruhi kinerja dikarenakan kemampuan yang dimiliki oleh pegawai sangat
baik dan mereka bekerja dengan perofesional sehingga mampu menyelesaikan
pekerjaan dengan baik dan sesuai dengan standar operasional yang telah
ditentukan sebelumnya.
59 59
c. Berdasarkan indikator Quantity Of Work atau kuantitas kerja pada kinerja pegawai
dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai target atau hasil kerja yang harus
dilakukan oleh pegawai, melalui wawancara yang dilakukan bersama CSB sebagai
Asisten Administrasi Umum K3 yang mengatakan bahwa:
“...kalau target kami di K3 tidak ada target sama sekali, tidak ada hasil yang
dikejar cukup kerja sebaik-baiknya saja untuk melayani kebutuhan listrik
masyarakat khususnya yang ada diBulukumba dan sekitarnya..” (hasil
wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas penulis dapat mengetahui bahwa dalam
sistem manajemen K3 tidak menerapkan target dalam melakukan pekerjaan namun
para pegawai harus selalu waspada terhadap kecelakaan kerja sebagai resiko yang
bisa saja terjadi agar PLN Panrita Lopi Bulukumba selalu memberikan pelayanan
terbaik atas kebutuhan listrik masyarakat Bulukumba.
Kemudian wawancara yang dilakukan bersama SY sebagai Supervisor
Teknik mengatakan bahwa :
“..tidak adaji dek target yang dikejar disini yang penting pelanggan puas dengan
hasil kerja kami itu saja sudah cukup..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba tidak memberikan target kepada pegawainya sebagai hasil kerja yang
harus didapatkan, melainkan mereka bekerja atas kepentingan kepuasan pelanggan
yang diutamakan.
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi, mengatakan bahwa :
60 60
“..tidak adaji target yang diberikan kepada kami..”(hasil wawancara 10 Juli
2019)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas maka dapat
diketahui bahwa Rayon Panrita Lopi Bulukumba tidak memiliki target atau hasil
kerja tapi lebih mengedepankan kualitas kerja pada kinerja pegawai dalam
penerapan sistem manajemen K3.
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan:
“..tidak ada target kalau kami dilapangan kita kerja berdasarkan arahan yang ada saja dari supervisor..”(hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat di kelitahui bahwa
dalam pelaksanaan sistem manajemen K3 di PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukkumba tidak memiliki target dalam menjalan.kan tugas selama dilapangan,
pegawai bekerja sesuai prosedur yang berlaku atau berdasarkan dari arahan dari
supervisor.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“kalau untuk kami dipemeliharaan tidak ada target tugas kami hanya merawat
dan memoeriksa kerusakan pembangkit berdasarkan daerah tugas itu saja..”
(hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas maka dapat
diketahui dalam penerapan sistem manajemen K3 di PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba terkait dengan pemeliharaan yaitupegawai hanya melakukan perawat
61 61
dan pemeriksaan keruisakan di wilayahnya masing-masing tanpa ada target, tapi
dalam hal menjalankan tuganya pegawai selalu mengedepankan kenyamanan
masyarakat.
Jadi, berdasarkan hasil wawancara secara keseluruhan di atas dapat
disimpulkan bahwasannya beban kerja pegawai PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba sangat berat dikarenakan pegawai di tuntut untuk bekerja dengan
cepat, tepat, dan akurat. Dan memiliki resiko yang sangat berat dengan medan
yang tidak mudah. Oleh sebab itu kesehatan dan keselamatan kerja turut andil
pada kinerja pegawai PLN. Kemudian juga pada kuantitas pegawai yang dimiliki
oleh PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba tidak mempengaruhi kinerja
dikarenakan kemampuan yang dimiliki oleh pegawai sangat baik dan mampu
menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan sesuai dengan standar operasional yang
telah ditentukan sebelumnya. Serta PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba tidak
memberikan target kepada pegawainya sebagai hasil kerja yang harus di dapatkan,
melainkan bekerja sesuai dengan arahan dan tugas yang diberikan oleh atasan dan
mengutamkan kenyamanan atau kepuasaan dari pelanggan.
Jika dikaitkan dengan teori indikator kinerja yang dikemukakan oleh
Bernardian & Russel dipoin quantity of work maka hasil yang didaptakan sudah
sesuai dengan kuantitas kerja yang dimiliki oleh para pegawai K3 di PLN Rayon
Panrita Lopi Bulukumba dimana mereka bekerja dengan beban pekerjaan pegawai,
kuantitas kerja pegawai dan sesuai target dan kenyamanan para pelanggannya.
Dari keseluruhan tersebut sudah dapat memenuhi quantity of work.
62 62
3. Job Knowledge ( Pengetahuan Terhadap Pekerjaan)
Merupakan proses penempatan seorang pegawai yang sesuai dengan
background pendidikan atau keahlian dalam suatu pekerjaan. Hal ini ditinjau dari
kemampuan pegawai dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan tugas yang
mereka lakukan. Dengan indikator diatas adapun beberapa pertanyaan wawancara
yang dilakukan oleh peneliti kepada 5 narasumber yakni. Asisten Administrasi
Umum K3, Supervisor Teknik, Juru Operator Operasi Distribusi, Asisten Operator
Sistem Distribusi,dan Pemelihara Distribusi.
a. Berdasarkan indikator Job Knowledge atau Pengetahuan Terhadap Pekerjaan pada
kinerja pegawai dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja (SMK3) di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai posisi
penempatan tugas sesuai dengan latar belakang pendidikan, melalui wawancara
bersama CSB sebagai Asisten Administrasi Umum K3 mengatakan bahwa:
“..iya biasanya semua berdasarkan latar belakang pendidikan semua apa lagi
yang teknisi, dan yang berurusan langsung dengan listrik itu harus minimal
mereka paham listrik dari lulusan SMK atau dari kalangan teknik, kalau seperti
saya biasanya tergantung karena bisa dipelajari melalui pelatihan jadi tidak harus
berdasarkan pendidikan kalau untuk staf..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas maka dapat
diketahui bahwa dalam penempatan pegawai di PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba dilihat dari latar belakang pendidikan masing-masing pegawai serta
memiliki skill dalam hal yang berkaitan dengan kelistrikan. Berbeda dengan
pegawai staf tidak dilihat dari latar belakang pendidikannya tapi berikan
pendidikan khusus.
63 63
Kemudian wawancara yang dilakukan SY sebagai Supervisor Teknik
mengatakan bahwa:
“ tentu untuk semua posisi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki karena kami
direkrut sesuai memang kebutuhan posisi dengan keahliannya..” (hasil
wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas posisi penempatan berdasarkan tugas dan
kemampuannya harus berdasarkan jurusan dikarenakan untuk tugas teknisi
memang harus berdasarkan pendidikan, tidak bisa mengambil dari luar lingkup
teknisi sendiri.
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“..kami yang bekerja di bagian operator memang hampir semua berdasarkan
latar belakang pendidikan adapun minimal pendidikan yakni SMK yang
memang jurusannya teknik, dan teman-temannya bagian staf di sini jarang sekali
ada jurusan yang berbeda hampir semua latar pendidikannya teknik..” (hasil
wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas maka dapat
diketahui bahwa pegawai yang bekerja dibagian operator di lihat dari latar
pendidikan yang dimana minimal pendidikan yang pernah di tempuh yakni SMK
yang memang jurusan teknik, kemudiian untuk para pegawai staff juga memiliki
latar pendidikan yang sama yaitu rata-rata dari jurusan teknik.
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan bahwa :
“...saya kira iya, karena tidak bisa sembarang memang orang untuk menjadi
teknisi atau bekerja dilingkup PLN ini karena memang harus orang yang belajar
dan betul-betul paham..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
64 64
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat di ketahui bahwa dalam
penempatan pegawai harus sesuai dengan keahliah atau kemahirannya masing-
masing serta harus sesuai dengan prosedur yang berlaku demi mencegah adanya
ketidaknyamanan bagi masayarkat maupun keselamatan para pegawai dalam
bekerja.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“...harus memang dek sesuai dengan posisi tugas dengan pendidikannya, kan
tidak mungkin anak sosial mau di suruh perbaiki pembangkit oleh sebab itu PLN
memang ketat untuk urusan penempatan dan perektrutan pegawai..” (hasil
wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan dengan penjelasan diatas maka dapat diketahui bahwa dalam
penempatan pegawai harus sesuai dengan latar pendidkan dan keahliannya yang
tentunya akan lebih paham dalam penanganan kelistrikan serta dalam menjalakan
tugas akan lebih di banding pegawai yang bukan dari jurusan teknik.
Jadi, berdasarkan keseluruhan hasil wawancara diatas posisi penempatan
berdasarkan tugas dan kemampuannya harus berdasarkan jurusan dikarenakan
untuk tugas teknisi memang harus berdasarkan pendidikan, tidak bisa mengambil
dari luar lingkup teknisi sendiri, dan perekturan PLN yang begitu ketat dan
pemilihan latar pendidikan menjadi fokus utamanya dalam penempatan pegawai
yang dapat memahami betul posisi yang dikerjakan.
65 65
b. Berdasarkan indikator Job Knowledge atau Pengetahuan Terhadap Pekerjaan pada
kinerja pegawai dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja (SMK3) di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai kemampuan
pegawai memahami tugas-tugasnya melalui wawancara yang dilakukan bersama
CSB sebagai Asisten Administrasi Umum K3 mengatakan bahwa:
“...kalau sejauh ini alhamdulilah khususnya pegawai k3 semua mampu
memahami tugas-tugasnya dengan mudah apa lagi kan kami mengadakan
beberapa pelatihan khusus untuk kesehatan dan keselamatan kerja untuk
pegawai K3..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdarkan hasil wawancara di atas maka dapat diketahui bahwa
kemampuan pegawai dalam memahami tugasnya sudah baik, itu dikarenakan PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba sering melakukan pelatihan khusus untuk
kesehatan dan keselamatan kerja untuk pegawai K3 maka dari itu dapat dipastikan
para pegawai akan paham disetiap tugasnya serta akan lebih berhati-hati.
Kemudian wawancara yang dilakukan SY sebagai Supervisor Teknik
mengatakan bahwa:
“...untuk tugas saya sendiri sebagai supervisor teknis memang berat dan harus
mampu memahami semua tugas dan apa saja yang akan dilakukan karena
tugasnya supervisor kan memang mengarahkan teman-teman yang bekerja
dilapangan, jadi untuk pemahamannya pasti harus memahami..”(hasil
wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas bahwasannya pemahaman pegawai juga
sangat dibutuhkan dan memang harus memiliki pemahaman untuk bekerja, adapun
juga diberikan tunjangan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman tugasnya agar
lebih mampu lagi dalam memahami dan mengembangkan tugasnya.
66 66
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“...sebagai juru operator memang kemampuan dalam memahami tugas sangat
penting dan riskan, oleh sebab itu semua operator dan teknisi memang harus
memiliki pengalaman dan jam terbang yang tinggi serta sertifikat pelatihan yang
menunjukkan mereka mampu memahami tugasnya..” (hasil wawancara 10 Juli
2019)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas maka dapat
diketahui bahwa dalam penempatan pegawai sebagai juru operator harus memiliki
kemempuan dalam memahami tugas, maka dari itu setiap teknisi atau operator
haruois memiliki pengalaman dalam persoalan kelistrikan selain dari pada itu
pegawai yang ingin di tempatkan sebagai juru operator haru memiliki jam terbang
yang tinggi serta memiliki sertifikat pelatihan yang menunjjukan setiap pegawai
mampu memahami tugasnya.
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan bahwa :
“...tentu untuk pemahaman tugas itu sangat penting karena ketika pegawai tidak
memahami tugasnya tentu akan membahayakan pegawai tersebut dikarenakan
pekerjaan ini memiliki resiko yang sangat besar..”(hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wanwancara di atas maka dapat diketahui bahwa dalam
memahami tugas masing-masing pegawai sangat penting di PLN Rayon Panrita
Lopi Bulukumba guna untuk menjaga keselamatan masing-masing pegawai serta
memenuhi kebutuhan masyarakat.
67 67
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“...memahami tugas memang sangat penting karena merawat dan mengawasi
dari pembangkit sendiri harus memahami apa yang boleh dilakukan dan apa
yang tidak boleh karena bisa berakibat fatal..”(hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis dapat mengetahui bahwa
pemahaman tentang tupoksi memang sangat penting dalam bekerja apalagi dalam
hal merawat dan mengawasi pembangkit listrik sehingga pegawai terhindar dari
hal-hal yang dapat berakibat fatal.
Jadi, berdasarkan hasil wawancara secara keseluruhan disimpulkan yakni
posisi penempatan berdasarkan tugas dan kemampuannya harus berdasarkan
jurusan dikarenakan untuk tugas teknisi memang harus berdasarkan pendidikan,
tidak bisa mengambil dari luar lingkup teknisi sendiri, dan perekturan PLN yang
begitu ketat dan pemilihan latar pendidikan menjadi fokus utamanya, maka dari itu
semua pegawai yang berada di kantor tersebut menduduki posisi dengan
kemampuannya masing-masing. Kemudian berdasarkan wawancara di atas
bahwasannya pemahaman pegawai juga sangat dibutuhkan dan memang harus
memiliki pemahaman untuk bekerja, adapun juga diberikan tunjangan pelatihan
untuk meningkatkan pemahaman tugasnya, karena pemahaman tugas yang begitu
penting jika tidak mampu memahami tugasnya dengan baik tentu akan berakibat
fatal.
Hasil wawancara secara keseluruhan tersebut bila dikaitkan dengan teori
yang dikemukakan oleh Bernadian & Russel mengenai salah satu poin indikator
68 68
pengukuran kinerja pegawai mengenai job knowledge atau pengetahuan terhadap
pekerjaan terkaitluasnya pengetahuan mengenai pekerjaan danketerampilannya
sudah sesuai dengan hasil wawancara dalam penelitian ini karena para pegawai
PLN Rayon Panrita Bulukumba dalam penempatan dan pemahaman dalam bekerja
di tempatkan sesuai posisi dari kualitas pendidikan yang mereka dapatkan
sehingga mereka paham dengan tugas dan fungsinya.
4. Creativeness (Kreativitas)
Kreativitas didefinisikan sebagai produksi ide baru dan tata kerja yang berguna
(Amabile, 1988; Anderson et al, 2014; Damperat et al, 2016) dan dapat menjadi
bagian dari persyaratan kerja karyawan (Unsworth et al, 2005). Contoh kreativitas
adalah bahwa seorang karyawan mungkin datang dengan beberapa cara baru berlaku
untuk merancang alur pelayanan, sebagai bagian dari atau persyaratan pekerjaannya.
Kreativitas sangat penting untuk kelangsungan hidup dan daya saing bisnis (Gong et
al, 2009). Peneliti lain menganggap kreativitas sebagai yang berkaitan dengan
karakteristik individu. Jain dan Jain (2017) mengungkapkan bahwa individu yang
kreatif memiliki karakteristik kesadaran dan kepekaan terhadap masalah, memori
yang baik, dan tingkat tinggi kemampuan beradaptasi. Kompleksitas kerja (job
complexity) memainkan peran penting dalam employee creativity. Secara spesifik,
ketika karyawan memiliki tugas yang kompleks dan menantang yang ditandai dengan
otonomi tinggi, identitas, umpan balik, variasi keterampilan dan signifikansi, mereka
cenderung mengekspresikan motivasi intrinsik yang lebih besar untuk
69 69
mengembangkan hasil yang kreatif dari pada hanya melakukan tugas rutin dan
sederhana.
Dengan indikator diatas adapun beberapa pertanyaan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti kepada 5 narasumber yakni. Asisten Administrasi Umum K3,
Supervisor Teknik, Juru Operator Operasi Distribusi, Asisten Operator Sistem
Distribusi,dan Pemelihara Distribusi.
a. Berdasarkan indikator Creativeness atau Kreativitas pada kinerja pegawai dalam
penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai kreativitas pegawai dalam menjalankan
tugasnya, melalui wawancara yang dilakukan bersama CSB sebagai Asisten
Administrasi Umum K3mengatakan bahwa:
“...kreativitas itu tergantung dari pegawainya, ada yang memang kreativitas mengerjakan tugas ada juga yang memang harus berdasarkan arahan..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis dapat mengetahui
bahwa kreativitas terbentuk dari pegawai yang mempunyai improvisasi dalam
bekerja guna memperlancar atau mempermudah suatu pekerjaan. kemudian
kreatifitas pegawai juga terbentuk berdasarkan arahan dari atasan.
Kemudian wawancara yang dilakukan SY sebagai Supervisor Teknik
mengatakan bahwa:
“...kretivitas dalam tugasnya biasa memang ada, seperti mereka dak perlu
diarahkan, di suruh tapi atas kesadarannya sendiri untuk bekerja juga sudah
masuk kreativitas dalam tugasnya saya kira..”(hasil wawancara 10 Juli 2019)
70 70
Berdasarkan wawancara di atas kreativitas pegawai memang tidak semua
sadar namun ada beberapa sadar akan kreativitas tanpa perlu arahan dan perintah
untuk bekerja akan bekerja berdasarkan kesadarannya sendiri.
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“...kalau kretivitasnya pegawai biasanya ada tugas masuk langsung berinisiatif
untuk langsung kerja, atau ada pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan ya
mereka inisiatif untuk bekerja sama satu sama lain saling membantu..” (hasil
wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis dapat mengetahui
bahwa dalam setiap tugas yang masuk pegawai langsung menjalankannya adapun
pekerjaan yang tidak bias dikerjakan maka pegawai akan berinisiatif sebaik
mungkin dengan bekerjasama dengan pegawai yang lain guna untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan bahwa :
“..tergantung ini saya tidak bisa bilang semua pegawai memiliki kretivitas dan kesadaran tapi memang ada beberapa yang sudah sadar akan tugasnya tapi ada juga yang ya harus di bimbing dan di arahkan..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara diatas maka dapat diketahui bahwa tidak
semua pegawai memiliki kreativitas dan kesadaran, namun beberpapa pegawai
memang bebrapa pegawai sudah sadar pada setiap tanggungjawabnya maka dari
itu perlu ada salin kerjasama dan dorongan serta bimbingan kepada pegawai yang
masih belum optimal dalam menjalankan tugasnya.
71 71
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“..kreativitas memang sangat dibutuhkan harusnya semua pegawai sadar akan
tugasnya tapi ada-ada saja beberapa orang yang belum ada kesadaran akan
pentingnya kesadaran kreativitas dalam mengerjakan tugas..”(hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa kreatifiatas
dalam bekerja sangat dibutuhkan namun pada kenyataannya masih ada beberapa
pegawai yang belum sadar akan pentingnya kreatifitas dalam bekerja.
Jadi, berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
kretivitas pegawai memang tidak semua sadar namun ada beberapa sadar akan
kreativitas tanpa perlu arahan dan perintah untuk bekerja akan bekerja berdasarkan
kesadarannya sendiri, beberapa juga belum memiliki kesadaran akan pentingnya
sebuah kreativitas dalam bekerja karena setiap individu berbeda-beda dalam
tanggapan mengenai kesadarannya dalam mengerjakan tugas.
b. Berdasarkan indikator Creativeness atau Kreativitas pada kinerja pegawai dalam
penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai kesadaran dan kepekaan pegawai pada
adaptasi kemampuan, melalui hasil wawancara yang dilakukan bersama CSB
sebagai Asisten Administrasi Umum K3mengatakan bahwa:
“..kalau untuk kesadaran adaptasi untuk kemampuan saya kira pegawai kita semua di sini sadar akan hal tersebut mereka cukup perhatian akan hal itu ..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
72 72
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis mengetahui bahwa
kesadaran adaptasi pegawai dapat dikatakan sudah sangat baik, itu dapat dilihat
dari kemampuan pegawai dalam memperhatikan arahan yang diberikan oleh
atasan.
Kemudian wawancara yang dilakukan bersama SY sebagai Supervisor
Teknik mengatakan bahwa:
“..saya kira untuk kepekaan pegawai di sini terhadap kemampuan mereka cukup
perhatian, mereka mau ikut pelatihan dan kegiatan untuk menamba
kemampuannya..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas kesadaran dan kepekaan pegawai
terhadap kemampuan pemahaman tugasnya masih tahap perhatian, seperti
mengikuti pelatihan dan seminar kegiaatan menambah pengetahuan kerja.
Selanjutnya berdasarkan wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai
Juru Operator Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“..sebenarnya kesadaran untuk adaptasi dengan pengetahuan dan kemampuan
yang terus meningkat memang mau tidak mau pegawai harus sadar karena ini
harus paham semua terhadap tugasnya..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis dapat mengetahui
bahwa kesadaran adaptasi pegawai terhadap pengetahuan dan kemampuan harus
selalu ditingkatkan untuk lebih memahami tugas dan funsinya sebagai pegawai.
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan bahwa :
“...baik itu staf dan teknisi kesadaran untuk mengupdate pengetahuan dan pemahaman itu penting walaupun tidak ingin tapi kantor dengan mengadakan
73 73
pelatihan dan beberapa seminar bentuk dari kesadaran sendiri kantor kepada pegawainya..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara diatas maka dapat diketahui bahwa setiap staf
dan teknisi harus memiliki kesadaran dalam menambah wawasan atau
memeperluas pengetahuan sesuai dengan bidang-bidanya masing-masing, selai
dari kesadaran pegawai untuk menambah pengetahuan pihak kantor juga
melaksanakan pelatihan bagi semua staf dan teknisi mguna untuk .lebih
memahkan tentang tugas dan funsinya sebagai pegawai.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“..saya kira kesadaran teman-teman pegawai PLN di sini cukup baik akan hal tersebut..”(hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas maka dapat diketahui bahwa kesadaran
dan kepekaan pegawai cukup baik itu dikarenakan para pegawai mau belajar dan
memperhatikan arahan yang diberikan serta bekerja sesuai dengan standar
oprasional prosedur yang berlaku.
Jadi, berdasarkan hasil wawancara di atas secara keseluruhan dapat
diketahui bahwa kesadaran dan kepekaan pegawai terhadap kemampuan
pemahaman tugasnya masih tahap perhatian, seperti mengikuti pelatihan dan
seminar kegiaatan menambah pengetahuan kerja. Kesadaran akan kemampuan
merupakan menjadi sebuah keharusan oleh sebab itu pegawai mengadakan
peningkatan seperti melakukan pelatihan dan seminar untuk meningkatkan
kemampuan setiap pegawai pada bidangnya masing-masing.
74 74
c. Berdasarkan indikator Creativeness atau Kreativitas pada kinerja pegawai dalam
penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenaiimprovisasi dan mengekspresikan
dalam mengerjakan tugasnya, melalui wawancara yang dilakukan bersama CSB
sebagai Asisten Administrasi Umum K3 mengatakan bahwa:
“...sejauh ini untuk improvisasi saya belum melihat ada pegawai yang secara
terbuka melakukan improvisasi ke pekerjaannya karena kita punya SOP..” ( hasil
wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat diketahui bahwa
pegawai belum secara terbuka melakukan improvisasi terhadap pekerjaannya
karena pegawai bekerja sesuai standar oprasional prosedur yang berlaku.
Kemudian wawancara yang dilakukan bersama SY sebagai Supervisor
Teknik mengatakan bahwa:
“..saya kira tidak semudah itu untuk melakukan improvisasi karena kita punya
aturan yang tidak bisa seenaknya mau melakukan perubahan..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwasannya untuk improvisasi
yang dilakukan pada pekerjaan tidak bisa dilakukan berdasarkan keinginan
pegawai dikarenakan ada batasan dan aturan yang mengikat dari prosedural.
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“...saya belum melihat pegawai ada yang melakukan hal tersebut..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
75 75
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat mngetahui bahwa pegawai
mengerjakan pekerjaannya sesuai standar oprasional prosedur yang berlaku
dibandingkan melakukan improvisasi untuk mempermudah suatu pekerjaan.
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan bahwa :
“..kita tidak bisa sembarang melakukan improvisasi karena ada aturan yang harus kami patuhi..”(hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis dapat mengetahui bahwa
pegawai tidak bisa semerta-merta melakukan improvisasi dalam bekerja kerena
ada aturan atau standar operasional prosedur yang harus dipatuhi.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“...saya kira untuk melakukan improvisasi dalam pekerjaan tidak mudah bagi
kami, karena kita ikut aturan dan arahan, tidak bisa merubah-rubah tugas dan
metode kerja seenaknya saja..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pegawai
tidak mudah melakukan improvisasi dalam pekerjaan karena ada aturan atau
standar operasional prosedur serta arahan pimpinan yang harus dipatuhi sehingga
pegawai tidak bisa merubah metode-metode yang telah diterapkan dalam bekerja.
Jadi, berdasarkan hasil wawancara keseluruhan disimpulkan bahwa
kretivitas pegawai memang tidak semua sadar namun ada beberapa sadar akan
kreativitas tanpa perlu arahan dan perintah untuk bekerja akan bekerja berdasarkan
kesadarannya sendiri, beberapa juga belum memiliki kesadaran akan pentingnya
76 76
sebuah kreativitas dalam bekerja. Kemudian kesadaran dan kepekaan pegawai
terhadap kemampuan pemahaman tugasnya masih tahap perhatian, seperti
mengikuti pelatihan dan seminar kegiaatan menambah pengetahuan kerja.
Kesadaran akan kemampuan merupakan menjadi sebuah keharusan oleh sebab itu
pegawai mengadakan peningkatan seperti melakukan pelatihan dan seminar untuk
meningkatkan kemampuan setiap pegawai pada bidangnya masing-masing. Serta
untuk improvisasi yang dilakukan pada pekerjaan tidak bisa dilakukan berdasarkan
keinginan pegawai dikarenakan ada batasan dan aturan yang mengikat dari
prosedural, pegawai tidak bisa melakukan improvisasi sesuai dengan
keinginannya.
Hasil wawancara secara keseluruhan tersebut bila dikaitkan dengan teori
yang dikemukakan oleh Bernadian & Russel mengenai salah satu poin indikator
pengukuran kinerja pegawai mengenai creativeness atau kreativitas terkait
kreatifitas dalam menjalankan tugasnya, kesadaran dan kepekaan pegawai pada
adaptasi kemampuan, improvisasi dan mengekspresikan dalam mengerjakan
tugasnya belum sesuai dengan hasil wawancara dalam penelitian ini karena para
pegawai PLN Rayon Panrita Bulukumba dalam bekerja itu tidak bisa melakukan
sembarang improvisasi dikarenakan standar oprasional prosedur yang telah
ditetapkan
77 77
5. Cooperation (Kerjasama)
Kerja sama merupakan sinergisitas kekuatan dari beberapa orang dalam
mencapai satu tujuan yang diinginkan. Kerjasama akan menyatukan kekuatan ide-ide
yang akan mengantarkan pada kesuksesan”. Menurut Burn (2004) tim adalah
kelompok kerja yang terdiri dari beberapa orang dengan kompetensi yang setara,
dimana mereka bekerja secara ketergantungan dalam melaksanakan pekerjaan di satu
organisasi. Dengan indikator diatas adapun beberapa pertanyaan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti kepada 5 narasumber yakni. Asisten Administrasi Umum K3,
Supervisor Teknik, Juru Operator Operasi Distribusi, Asisten Operator Sistem
Distribusi, dan Pemelihara Distribusi.
a. Berdasarkan indikator Cooperation atau Kerjasama pada kinerja pegawai dalam
penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai seperti apa bentuk sinergitas yang
dilakukan oleh pegawai dalam melakukan tugasnya, melalui wawancara yang
dilakukan bersama CSB sebagai Asisten Administrasi Umum K3 yang
mengatakan bahwa:
“...bentuk kerja sama yang sangat nyata ini antara devisi K3 dengan teknisi
dilapangan, sinergitas untuk menjaga kesehatan dan keselamatan kerja..” (hasil
wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara yang di atas penulis dapat mengetahui bahwa
sinergitas yang dilakukan antara devisi K3 dengan teknisi di lapangan sudah
sangat nyata yaitu saling menjaga dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja.
78 78
Kemudian wawancara yang dilakukan bersama SY sebagai Supervisor
Teknik yang mengatakan bahwa:
“...kami sangat membutuhkan kerjasama dalam hal ini pekerjaan di lapangan
sangat membutuhkan sinergitas satu sama lain, yang lain mengarahkan serta
yang lainnya menjaga sedangkan pegawai yang lainnya menjalankan tugasnya
menjadi operator.” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas membuktikan bahwasannya
kerjasama pada pegawai PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba sangat erat karena
pekerjaan lapangan sangat membutuhkan sinergitas antar pegawai dalam bekerja.
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“...kerjasama yang kami lakukan sangat banyak, kerjasama merupakan kebutuhan dari kinerja kami..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa para pegawai
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba sangat mengedepankan team work atau kerja
sama dalam mengerjakan tugasnya guna membentuk sinerergitas antar pegawai
kinerja pegawai yang baik dapat tercapai.
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan bahwa :
“...sinergitas yang kami miliki sangat besar hampir semua pekerjaan lapangan membutuhkan sinergitas setiap pegawai yang bekerja di lingkup tersebut supaya pekerjaan selesai tepat waktu (hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pegawai PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba sangat bergantung pada sinergitas kerja sama
79 79
antar pegawai di lapangan agar tugas yang dikerjakan menjadi mudah serta dapat
diselesaikan tepat waktu tanpa hambatan berarti.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“...banyak sekali bentuk kerjasama yang ada di PLN ini baik itu secara langsung
ataupun tidak, kerjasama antar unit dan sebagainya itu saja sudah bentuk
sinergitas antar unit..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa kerja sama antar
unit di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba adalah bentuk sinergitas dalam
bekerja yang mana bertujuan untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada
masyarakat.
Jadi,berdasarkan hasil wawancara keseluruhan di atas kerjasama pada
pegawai PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba sangat erat karena pekerjaan
lapangan sangat membutuhkan sinergitas antar pegawai dalam bekerja. Hampir di
setiap tugas dan pekerjaan terjalin kerjasama baik antar pegawai maupun unit kerja
yang ada di kantor PLN Panrita Lopi Bulukumba agar pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat menjadi optimal serta menjadikan kinerja pegawai menjadi
lebih baik”
b. Berdasarkan indikator Cooperation atau Kerjasama pada kinerja pegawai dalam
penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai jumlah pegawai yang tergabung pada
80 80
sebuah team kerja, melalui wawancara yang dilakukan bersama CSB sebagai
Asisten Administrasi Umum K3 mengatakan bahwa:
“...kalau untuk jumlah pegawai dalam satu team itu saya kira tergantung dari
kebutuhan team saja, kalau untuk team teknis lapangan bisa sampai 10-12 orang
di dalamnya bekerja sama..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa jumla pegawai
dalam satu team kerja PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba disesuaikan dengan
kebutuhan untuk mengerjakan tugas di lapangan.
Kemudian wawancara yang dilakukan bersama SY sebagai Supervisor
Teknik mengatakan bahwa:
“...team dibagi menjadi beberapa team, ada team yang bertugas di kantor, ada
juga yang bekerja di luar kantor. Untuk jumlah biasanya lebih 10 orang untuk
satu team.” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa jumlah pegawai
yang tergabung dalam sebuah team kerja tergantung kebutuhan kerja kemudian
team yang dibentuk mengejakan tugasnya masing-masing sesuai job describtion
yang telah ditentukan.
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“...team kerja tidak menentu tergantung dari pekerjaan, misalnya terjadi masalah
teknis dilapangan yang cukup besar dengan tenaga yang banyak tentu juga orang
yang tergabung dalam sebuah team tidak sedikit bahkan bisa penggabungan
team tapi normalnya biasanya itu 7 -10 orang” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa team kerja yang
turunkan tidak menentu tergantung masalah yang dihadapi di lapangan dari yang
81 81
biasanya 10 orang bisa jadi 15 sampai 20 orang pegawai yang diturunkan untuk
mempermudah pekerjaan dari masalah yang dihadapi.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“...team kantor biasanya sedikitji tidak sampai 10 orang, tapi luar kantor itu
luamayan karena pengabungan juga devisi K3 juga termasuk..” (hasil
wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pembagian team di
kantortidak terlalu memerlukan banyak orang berbeda dengan team yang ada di
lapangan.
Jadi, berdasarkan hasil wawancara keseluruhan diatas bahwa jumlah
pegawai yang tergabung dalam sebuah team kerja tergantung kisaran kebutuhan
kerja orang per team, tergantung masalah yang dihadapi di lapangan sedangkan
untuk team dalam kantor tidak terlalu memerlukan banyak orang.
c. Berdasarkan indikator Cooperation atau Kerjasama pada kinerja pegawai dalam
penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai seperti apa bentuk tugas yang
membutuhkan sinergitas kerjasama sebuah team kerja, melalui wawancara yang
dilakukan bersama CSB sebagai Asisten Administrasi Umum K3 mengatakan
bahwa:
“..banyak pekerjaan yang membutuhkan kerjasama , seperti pekerjaan yang
terjun langsung kelapangan itu harus ada sinrgitas pegawai yang kuat..” (hasil
wawancara 10 Juli 2019)
82 82
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pegawai PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba sangat membutuhkan kerjasama antar pegawai
guna membentuk sinergitas yang kuat terutama pegawai yang bekerja di lapangan
sehingga pekerjaan dapat selesai tepat waktu tanpa hambatan yang berarti.
Kemudian wawancara yang dilakukan SY sebagai Supervisor Teknik
mengatakan bahwa:
“..pekerjaa yang sangat membutuhkan kerjasama team itu teman-teman teknisi yang bekerja di medan yang berat..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas bahwasan pekerjaan yang membutuhkan
sinergitas dan kerjasama yang tinggi itu pekerjaan yang berada dilapangan, dengan
medan yang berat dan kondisi rentan bahaya oleh sebab itu sangat dibutuhkan
kerjasama dalam bekerja.
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“..pekerjaan seperti perbaikan pembangkit listrik, ada kebarakan listrik itu semua
yang membutuhkan kerjasama yang sangat baik, karena ada kesalahan sedikit
saja bisa berakibat fatal..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pekerjaan
perbaikan pembangkit listrik membutuhkan kerjasama yang baik untuk
menghindari resiko yang bisa saja sewaktu-waktu terjadi karena kesalahan sedikit
saja bisa berakibat fatal.
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan bahwa :
83 83
“..banyak sih, banyak sekali pekerjaan yang membutuhkan kerjasama bahkan di
dalam kantor juga membutuhkan kerjasama antar pegawai seperti komunikasi
yang perlu dipertahankan, karena menurut saya semua pekerjaan membutuhkan
kerjasama yang baik..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa kerjasama pegawai
sangat dibutuhkan di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba baik itu di kantor
ataupun di lapangan. Seperti halnya komunikasi yang baik antar pegawai yang
bertugas dikantor harus dipertahankan agar memberikan pelayan yang baik kepada
masyarakat.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“..contohnya saja ya pekerjaan saya sebagai pemelihara distribusi yang bertugas
merawat dan memperbaiki kerusakan-kerusakan listrik ya saya juga dan teman-
teman membutuhkan kerjasama dan sinergitas yang tinggi..” (hasil wawancara 10 Juli2019).
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pegawai yang
bertugas sebagai dsitribusi merawat dan memperbaiki kerusakan-kerusakan listrik
juga membutuhkan kerjasama dan sinergitas yang tinggi.
Jadi berdasarkan hasil wawancara keseluruhan mengenai indikator
coorperation atau kerjasama pada pegawai PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
sangat erat karena pekerjaan lapangan sangat membutuhkan sinergitas antar
pegawai dalam bekerja. Hampir di setiap tugas dan pekerjaan terjalin kerjasama
baik antar pegwai maupun unit kerja yang ada di kantor PLN Panrita Lopi
Bulukumba” dan kesadaran dan kepekaan pegawai terhadap kemampuan
84 84
pemahaman tugasnya masih tahap perhatian, seperti mengikuti pelatihan dan
seminar kegiaatan menambah pengetahuan kerja. Kesadaran akan kemampuan
merupakan menjadi sebuah keharusan oleh sebab itu pegawai mengadakan
peningkatan seperti melakukan pelatihan dan seminar untuk meningkatkan
kemampuan setiap pegawai pada bidangnya masing-masing. Serta pekerjaan yang
membutuhkan sinergitas dan kerjasama yang tinggi itu pekerjaan yang berada
dilapangan, dengan medan yang berat dan kondisi rentan bahaya oleh sebab itu
sangat dibutuhkan kerjasama dalam bekerja.
Hasil wawancara secara keseluruhan tersebut bila dikaitkan dengan teori
yang di kemukakan oleh Bernadian & Russel mengenai salah satu poin indikator
pengukuran kinerja pegawai mengenai cooperation atau kerjasama terkait seperti
apa bentuk sinergitas yang dilakukan oleh pegawai dalam melakukan tugasnya,
jumlah pegawai yang tergabung pada sebuah team kerja,seperti apa bentuk tugas
yang membutuhkan sinergitas kerjasama sebuah team kerja telah sesuai dengan
hasil wawancara dalam penelitian ini karena para pegawai PLN Rayon Panrita
Bulukumba dalam bekerja itu sangat mengandalkan sinergitas kerja sama team
sehingga masalah yang dihadapi dilapangan bisa cepat diatasi.
6. Dependability (Keteguhan Dalam Bekerja)
Kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.
Dengan indikator diatas adapun beberapa pertanyaan wawancara yang dilakukan oleh
peneliti kepada 5 narasumber yakni. Asisten Administrasi Umum K3, Supervisor
85 85
Teknik, Juru Operator Operasi Distribusi, Asisten Operator Sistem Distribusi,dan
Pemelihara Distribusi
a. Berdasarkan indikator dependability atau keteguhan dalam bekerja pada kinerja
pegawai dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
(SMK3) di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai kehadiran pegawai
dalam bekerja, melalui wawancara yang dilakukan bersama CSB sebagai Asisten
Administrasi Umum K3 mengatakan bahwa:
“..kehadiran pegawai di kantor baik alhamdulilah walaupun ada dulu memang
ada 1-2 orang tapi setelah pake absen finger kan alhamdulilah rajin semua
kekantor..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa absensi atau
kehadiran pegawai PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba menunjukkan kinerja
yang baik setelah menggunakan absen finger.
Kemudian wawancara yang dilakukan SY sebagai Supervisor Teknik
mengatakan bahwa:
“..untuk kehadiran pegawai rajin masuk kantor, yang kerja lapangan juga hadir
dlu kekantor baru kalau ada tugas keluar, baru keluar, datang dan pulangkan
memang harus tetap cek absen..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas kehadiran pegawai untuk masuk
kantor baik, tidak malas-malasan apa lagi menggunakan absen cek finger, jadi
tidak perlu lagi pegawai nitip absen untuk datang ke kantor atau ada tugas di luar
kantor.
86 86
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“..kehadiran semua pegawai baik, paling kalau memang tidak bisa masuk
ada pemberitahuan atau cuti ke atasan itu saja..” (hasil wawancara 10 Juli
2019)
Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui bahwa kehadiran pegawai
PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba sudah baik dan apabila pegawai tidak masuk
kantor menyampaikan pemberitahuan.
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan bahwa :
“..kalau untuk kehadiran pegawai semua saya tidak tau, tapi kalau untuk
kehadiran saya alhamdulilah hadir terusji, walaupun ada beberapa tidak masuk
seperti halangan sakit dan memang kondisinya tidak memungkinkan untuk
masuk kantor..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa kehadiran
pegawai bersangkutan rajin masuk kantor kecuali kondisi sakit dan kurang fit tidak
memungkinkan untuk masuk kantor.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“..kehadirankan memang ada yang urus, kalau kami ini gaji juga tergantung kehadiran jadi kalau gajinya tidak mau dipotong ya harus rajin masuk kantor..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa kehadiran sangat
mempegaruhi gaji yang akan diterima pegawai dengan kata lain apabila pegawai
tidak ingin gajinya dipotong maka yang bersangkutan harus rajin masuk kantor.
87 87
Jadi berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwasannya
kehadiran pegawai untuk masuk kantor baik, tidak malas-malasan apa lagi
menggunakan absen cek finger, jadi tidak perlu lagi pegawai nitip absen untuk
datang kekantor atau ada tugas di luar kantor, dan juga kehadiran merupakan
indikator untuk gaji.
b. Berdasarkan indikator dependability atau keteguhan dalam bekerja pada kinerja
pegawai dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
(SMK3) di PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai, pegawai mampu
menyelesaikan tugas dengan baik tanpa bantuan dan arahan langsung dari atasan,
melalui wawancara yang dilakukan bersama CSB sebagai Asisten Administrasi
Umum K3 mengatakan bahwa:
“..seharusnya pegawai mampu untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik ada
atau tanpa adanya bantuan dari orang lain karena memang sudah tugasnya untuk
dipekerjakan..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui pegawai PLN Rayon
Panrita Lopi Bulukumba dituntut untuk bisa menyelesaikan tugasnya sendiri
karena itu telah menjadi job description pegawai yang di tempatkan sesuai dengan
keahliannya masing-masing tanpa harus diarahkan terus menerus oleh atasan.
Kemudian wawancara yang dilakukan SY sebagai Supervisor Teknik
mengatakan bahwa:
“..mau tidak mau mereka harus mampu menyelesaikan, kalau memang sudah
tingkat kesulitannya boleh untuk bertanya atau mencari bantuan kepada sesama
pegawai atau atasan..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
88 88
Berdasarkan wawancara diatas bahwasannya sudah menjadi kewajiban
seorang pegawai harus mampu menyelesaikan pekerjaannya sendiri, oleh sebab itu
pegawai dipilih sesuai latar belakang pendidikan agar mampu menyelesaikan
pekerjaanya dengan akurat dan benar.
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“..mampu lah ya harus mampu mereka direkrut karena dianggap mampu menyelesaikan tugas dan pekerjaan..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pegawai yang
direkrut PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba dianggap mampu menyelesaikan
tugas dan pekerjaannya sendiri.
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan bahwa :
“..menurut saya sih mereka mampu, sejauh ini juga saya liat mampu semua alhamdulilah..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pegawai PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba mampu menyelesaikan tugas dan pekerjaannya
karena telah sesuai dengan keahliannya masing-masing.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“..sebagai pegawai saya harus mampu menyelesaikan tugas dan pekerjaan saya,
baik itu tanpa bantuan, kalau toh ada bantuan alhamduilah pekerjaan dan tugas
menjadi lebih mudah..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
89 89
Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui bahwa pegawai tersebut dapat
menyelesaikan tugas dan pekerjaanya sendiri tanpa bantuan orang lain
Jadi berdasarkan hasil wawancara keseluruhan pada indikator
dependability atau ketangguhan dalam bekerja yakni bahwasannya kehadiran
pegawai untuk masuk kantor baik, tidak malas-malasan apa lagi menggunakan
absen cek finger, jadi tidak perlu lagi pegawai nitip absen untuk datang kekantor
atau ada tugas di luar kantor, dan juga kehadiran merupakan indikator untuk gaji.
Sedangkan untuk penyelesaian pekerjaan bahwasannya sudah menjadi kewajiban
seorang pegawai harus mampu menyelesaikan pekerjaannya sendiri, oleh sebab itu
pegawai dipilih sesuai latar belakang pendidikan agar mampu menyelesaikan
pekerjaanya dengan akurat dan benar.
Hasil wawancara secara keseluruhan tersebut bila dikaitkan dengan teori
yang di kemukakan oleh Bernadian & Russel mengenai salah satu poin indikator
pengukuran kinerja pegawai mengenai dependability atau keteguhan dalam
bekerja terkaitkehadiran pegawai dalam bekerja, pegawai mampu menyelesaikan
tugas dengan baik tanpa bantuan dan arahan langsung dari atasan,telah sesuai
dengan hasil wawancara dalam penelitian ini karena para pegawai PLN Rayon
Panrita Bulukumba dimana setiap pegawai dapat menyelesaikan pekerjaanya
sendiri tanpa bantuan orang lain karena para pegawai telah paham atas tugas dan
fungsinya sesuai dengan kemampuan dan skill masing-masing.
90 90
7. Initiative (Inisiatif)
Melingkupi beberapa aspek seperti kemampuan untuk mengambil langkah yang
tepat dalam menghadapi kesulitan, kemampuan untuk melakukan sesuatu pekerjaan
tanpa bantuan, kemampuan untuk mengambil tahapan pertama dalam kegiatan.
Dengan indikator diatas adapun beberapa pertanyaan wawancara yang dilakukan oleh
peneliti kepada 5 narasumber yakni. Asisten Administrasi Umum K3, Supervisor
Teknik, Juru Operator Operasi Distribusi, Asisten Operator Sistem Distribusi,dan
Pemelihara Distribusi
a. Berdasarkan indikator Intiative atau inisiatif pada kinerja pegawai dalam
penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai sikap pegawai dalam mengambil
langkah yang tepat dalam menghadapi kesulitan. Melalui wawancara yang
dilakukan bersama CSB sebagai Asisten Adminitrasi Umum K3 mengatakan
bahwa:
“..kalau untuk saya dalam menghadapi kesulitan kerja yang pertama saya cari
solusi terdekat dulu kalau masih bisa saya kerjakan sendiri saya hanya sekedar
tanya bagaimana penyelesaiannya tapi kalau sudah memang tidak mampu saya
alihkan ke yang paham dan mampu..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa apabila pegawai
tersebut mengalami hambatan atau kesulitan dalam pekerjaanya maka yang
pertama yang dilakukan adalah mencari solusi terdekat sebagai tindakan insiatif
untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaanya.
91 91
Kemudian wawancara yang dilakukan SY sebagai Supervisor Teknik
mengatakan bahwa:
“..saya kalau menghadapi kesulitan cari bantuan, tanya bagaimana ini jangan
malu untuk bertanya ke teman ataupun orang lain, kemudian juga belajar terus
kalau ada yang tidak dipahami..”(hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwasannya pegawai dalam
mengamibil langkah ketika menghadapi kesulitan yakni dengan bertanya dengan
pegawai yang lainnya kemudian, ketika tingkat kesulitan memang tidak mampu
dipecahkan akan dialih tugaskan ke pegawai yang mampu mengerjakan tugas
tersebut.
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“..kita sharing informasi sama teman-teman kalau memang tidak paham saling
membantu, saling mengajari yang belum paham itu saja..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)”
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa sharing antar
pegawai dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi agar pekerjaan
dapat selesai tepat waktu.
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan bahwa :
“..saya sendiri kalau kesulitan pasti minta bantuan ke teman atau orang di sekitar
saya apabila ada masalah yang saya hadapi yang tidak bisa saya selesaikan
sendiri ..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
92 92
Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui bahwa pegawai tersebut
meminta bantuan kepada pegawai lain sebagai tindakan yang tepat apabila
mengahadapi masalah yang dihadapinya tidak bisa diselesaikan sendiri.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“..biasanya kalau ada kesulitan dengan pekerjaan saya biasanya konfirmasi ke
team yang lain nanti ada pegawai yang lain datang membantu atau kita ada
arahan dari kantor..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pegawai tersebut
akan melakukan konfirmasi dengan pegawai yang bertugas sebagai operator di
kantor apabila megalami kesuliatan dalam mengerjakan tugasnya agar ada bantuan
yang diturunkan kelapangan sehingga tugas yang dikerjakan lebih mudah dan
selesai tepat waktu
Jadi, berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan
bahwasannya pegawai dalam menghadapi kesulitan dalam pekerjaannya yakni
dengan bertanya dengan pegawai yang lainnya kemudian, ketika tingkat kesulitan
memang tidak mampu dipecahkan akan di alih tugaskan ke pegawai yang mampu
mengerjakan tugas tersebut dan saling memberikan infromasi dan membantu satu
sama lain agar pekerjaan tersebut dapat terselesaikan dengan segera.
b. Berdasarkan indikator Intiative atau inisiatif pada kinerja pegawai dalam
penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba, mengenai kemampuan pegawai bekerja tanpa
93 93
bantuan, melalui wawancara yang dilakukan bersama CSB sebagai Asisten
Administrasi Umum K3 mengatakan bahwa:
“..kalau saya pribadi karena sudah ada pelatihan dan terus belajar tentu harus
mampu menyelesaikan tugas walaupun tanpa bantuan sekalipun..” (hasil
wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pegawai tersebut
telah mengikuti pelatihan serta paham akan tupoksinya sehingga dapat
menyelesaikan tugas dan pekerjaanya sendiri tanpa bantuan dari orang lain.
Kemudian wawancara yang dilakukan SY sebagai Supervisor Teknik
mengatakan bahwa:
“..saya kira untuk itu mau tidak mau harus mampu menyelesaikan tugasnya apa
lagi bekerja di perusahaan BUMN dengan membutuhkan kemampuan yang
baik..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa kemampuan
pegawai dalam menyelesaikan tugas tanpa bantuan pun masih mampu dikarenakan
telah dibekali dengan pembelajaran seperti training dan pelatihan kepada pegawai.
Selanjutnya wawancara yang dilakukan bersama JT sebagai Juru Operator
Operasi Distribusi mengatakan bahwa:
“..pasti bisalah kan pegawai sudah diberikan pelatihan dan beberapa pengetahuan apa lagi pegawai semua sudah berpengalaman..” (hasil wawancara 10 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pegawai PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba mampu menyelesaikan tugas dan pekerjaannya
sendiri dikarenakan para pegawai telah diberikan pelatihan atau training sebelum
bekerja serta para pegawai telah berpengalaman dalam bidangnya masing-masing.
94 94
Lebih lanjut wawancara yang dilakukan bersama HT sebagai Asisten
Operator Sistem Distribusi mengatakan bahwa :
“..kitakan sudah dibekali jadi saya pikir bisalah, kemampuan pegawai juga pada
saat perekrutan memang sudah paham tugas dan kerjanya seperti apa..” (hasil
wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pegawai PLN
Rayon Panrita Lopi Bulukumba telah dibekali dengan pelatihan atau training pada
saat perekrutan sehingga para pegawai mengerti akan tugas dan fungsinya dalam
melaksanakan pekerjaanya.
Lalu wawancara dengan DS sebagai Pemelihara Distribusi mengatakan
bahwa :
“..tentu bisalah bekerja tanpa bantuan kan orang yang direkrut juga bukan orang
sembarang memang sudah paham ilmu dan cara-cara kerjanya belum lagi
sebelum kerja kelapangan diberikan training dan pelatihan..” (hasil wawancara 12 Juli 2019)
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa para pegawai yang
direkrut oleh PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba telah dibekali pelatihan atau
training danpaham ilmu sertacara kerja diterapkan sehingga mampu mengerjakan
tugasnya tanpa bantuan orang lain.
Jadi berdasarkan hasil keseluruhan wawancara yang ada pada indikator
intiative atau inisiatif yakni bahwasannya pegawai dalam menghadapi kesulitan
dalam pekerjaannya yakni dengan bertanya dengan pegawai yang lainnya
kemudian, ketika tingkat kesulitan memang tidak mampu dipecahkan akan di alih
tugaskan ke pegawai yang mampu mengerjakan tugas tersebut dan saling
95 95
memberikan infromasi dan membantu satu sama lain agar pekerjaan tersebut dapat
terselesaikan dengan segera. Sedangkan kemampuan pegawai dalam
menyelesaikan tugas tanpa bantuan pun masih mampu dikarenakan telah dibekali
dengan pembelajaran seperti training dan pelatihan kepada pegawai.
Hasil wawancara secara keseluruhan tersebut bila dikaitkan dengan teori
yang dikemukakan oleh Bernadian & Russel mengenai salah satu poin indikator
pengukuran kinerja pegawai mengenai intiative atau inisiatif terkait sikap pegawai
dalam mengambil langkah yang tepat dalam menghadapi kesulitan, kemampuan
pegawai bekerja tanpa bantuan telah sesuai dengan hasil wawancara dalam
penelitian ini karena para pegawai PLN Rayon Panrita Bulukumba dimana setiap
pegawai dapat melakukan insiatif apabila dalam pekerjaanya tedapat masalah yang
dapat menghambat penyelesaian tepat waktu.
96
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PLN Rayon Panrita
Lopi Bulukumba mengenai Kinerja Pegawai Dalam Penerapan Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PLN Rayon Panrita
Lopi Bulukumba adalah sebagai berikut :
1. Quality of Work atau kualitas kerja dari pegawai PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya guna
meningkatkan kinerja pegawai dalam memberikian pelayanan terbaik
kepada pelanggan/masyarakat.
2. Quantity of Work atau beban kerja pegawai PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba bisa dibilang berat dikarenakan pegawai dituntut untuk
bekerja dengan cepat, tepat, dan akurat sesuai standard oprasional
prosedur kesehatan dan keselamatan kerja yang telah ditetapkan guna
meminimalisir kesalahan atau resiko yang bias saja terjadi saat bekerja.
3. Job Knowledge atau pengetahuan pegawai PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba terhadap tugasnya harus sesuai dengan kemampuan karena
apabila tidak mengerti akan tugasnya maka akan berakibat fatal.
4. Creativeness atau kretivitas pegawai PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
sangat dibutuhkan dalam bekerja agar pekerjaan dapat dikerjakan dengan
maksimal, namun pada kenyataannya salah satu bentuk kreatifitas yaitu
96
97
melakukan improvisasi pada pekerjaan tidak bisa dilakukan semerta-merta
berdasarkan keinginan pegawai tanpa memperhatikan batasan dan aturan
yang mengikat dari prosedural.
5. Coorperation atau kerjasama pada pegawai PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba sangat erat karena pekerjaan lapangan sangat membutuhkan
sinergitas antar pegawai dalam bekerja saling memperhatikan satu sama
lain. Kemudian berkerja sesuai standard oprasional prosedur sesuai
penerapan kesehatan dan keselamatan kerja yang diterapkan untuk
meminimalisir atau mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
6. Dependability atau ketangguhan pegawai PLN Rayon Panrita Lopi
Bulukumba dalam bekerja salah satunya adalah kehadiran merupakan hal
penting dalam penilaian kinerja. Sementara dalam menyelesaikan
tanggung jawab pekerjaan secara individu para pegawai mampu
menyelesaikannya sendiri.
7. Intiative atau inisiatif pegawai PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
dalam bekerja menghadapi kesulitan atau kendala maka insiatif
merupakan langkah mencari solusi agar pekerjaan tersebut dapat
terselesaikan dengan cepat, tepat dan akurat.
98
B. Saran
1. Diharapkan agar pegawai lebih mengasah kemampuannya dalam
memahami tugas dan pekerjaanya.
2. Diharapkan pegawai untuk memaksimalkan kinerjanya untuk memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat.
3. Diharapkan pegawai memiliki inisiatif dalam bekerja dan menyelesaikan
tugasnya.
4. Diharapkan pegawai meningkatkan lagi kerjasama dan komunikasi dalam
bekerja.
5. Diharapkan pegawai meningkatkan kualitas kinerjanya sebagai pegawai.
99
DAFTAR PUSTAKA
A.A Anwar Prabu Mangkunegara, tahun 2006, Perencanaan dan Pengembangan
Manajemen Sumber Daya Manusia, Pen. PT Refika Aditama
Ardana. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Chris Rowley & Keith Jackson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia The
Key Concepts, Cetakan Kesatu, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Dainur, 1995. Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Widya
Medika.
Eko, Widodo Suparno. 2015. Manajemen Pengembangan Sumber Daya
Manusia.Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Flippo, Edwin. 2007, Manajemen Personalia, Edisi. 6, oleh Moh. Masud, SH,
MA, Erlangga, Jakarta.
Gibson, Ivancevich, Donnelly, 2008. Produktivitas Kerja. Edisi Kedelapan.
Birarupa Aksara. Jakarta.
Hadiningrum, Kunlestiowati. (2003). Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Bandung
Hasibuan, Malayu S.P, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi
Revisi, Bumi Aksara, Jakarta.
Mangkunegara, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung. PT,
Remaja Rosdakarya.
Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen
Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba
Empat.
Miner, John B. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia, Salemba Empat,
Jakarta.
Mondy R Wayne. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.
Prawirosentono.S, 1999. Manajemen Sumber Daya Manausia, Kebijakan Kinerja Karyawan. BPFE, Yogyakarta.
Wibawa, Pasolong. 2007. Panduan Praktis Perizinan Usaha Terpadu. PT
Grasindo. Jakarta.
100
Wibowo. 2012. Manajemen kinerja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Widodo, Joko.2006. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Malang. Banyu
Media Publishing.
Veithzal Rivai, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan
Dari Teori ke Praktik, Edisi 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Peraturan Pemerintah mengenai Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja No.50 Tahun 2012
Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Peraturan Pemerintah No.62 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Peraturan Perundang-undangan Nomor 1 tahun 1970 Mengenai Keselamatan
Kerja
L
A
M
P
I
R
A
N
Wawancara bersama Bapak Choyin Setyo Bagus selaku
Asisten Administrasi Umum & K3
Wawancara bersama Bapak Jonny Tendean selaku
Juru Opertor Operasi Distribusi
Ruang peralatan Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3)
Ruang peralatan Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3)
Lokasi Kantor PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
Lokasi Kantor PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
Ruang Pelayanan Keluhan Pelanggan
Visi, Misi, Motto PLN Rayon Panrita Lopi Bulukumba
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NURUL AKBAR SARIF, dilahirkan di Bulukumba pada
hari Kamis, tanngal 3 Agustus 1995. Anak pertama dari tiga
bersaudara dari pasangan Salman Hs dan Rifdayanti
memiliki dua adik laki-laki yang bernama Gilang
Ramadhan Sarif & Imam Putra Sarif. Peneliti
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 32
Barabba dan lulus pada tahun 2007, kemudian melanjutkan
pendidikan di SMPN 2 Bulukumba kemudian lulus pada
tahun 2010 dan melanjutkan pendidikan ditahap selanjutnya
pada SMKN 1 Kabupaten Bulukumba dengan jurusan
Akuntansi lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2014 peneliti
melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi, tepatnya di Universitas Muhammadiyah
Makassar pada program studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Selama menjadi mahasiswa peneliti pernah terlibat aktif dalam organisasi
Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara (HUMANIERA).
Dengan tekad yang kuat hingga motivasi dari orang sekitar untuk terus belajar dan
berusaha, peneliti telah berhasil menyelesaikan pengerjaan tugas akhir skripsi ini.
Semoga dengan penelitian tugas akhir skripsi ini mampu memberikan kontribusi positif
bagi dunia pendidikan khususnya dalam pengembangan disiplin Ilmu Administrasi
Negara.Akhir kata peneliti mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya atas
terselesaikannya skripsi yang berjudul ”Kinerja Pegawai Dalam Penerapan Sistem
Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (SMK3) Rayon Panrita Lopi
Bulukumba”
NN
top related