skripsi pengaruh pelaksanaan pemotongan pajak …
Post on 24-Oct-2021
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
SKRIPSI
PENGARUH PELAKSANAAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
(PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP TERHADAP PENERIMAAN
NEGARA (STUDI KASUS PADA PEMDA KABUPATEN PINRANG)
HAJAR ALIMUDDIN
NIM : 10573 02459 11
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2015
2
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi : PENGARUH PELAKSANAAN PEMOTONGAN
PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS
PEGAWAI TETAP TERHADAP PENERIMAAN
NEGARA PADA PEMERINTAH DAERAH
KABUPATEN PINRANG
Nama Mahasiswa : HAJAR ALIMUDDIN
No. Stambuk/Nim : 10573 02459 11
Jurusan : AKUNTANSI
Fakultas : EKONOMI DAN BISNIS
Perguruan Tinggi : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Makassar, 2015
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Jamaluddin M. SE,M.Si. Hamzah Dorahing, SE,M.Si,Ak,CA.
NBM : 821390 NBM :
Mengetahui:
Dekan Fakultas Ekonomi Ketua Jurusan Akuntansi
Dr. H. Mahmud Nuhung,M.A Ismail Badollahi, SE,M.Si,Ak.CA.
NBM : 497794 NBM : 1073428
3
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah diperiksa dan diterima oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ekonomi dengan Surat Keputusan Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar
Nomor: 087 1436 H/ 2015 M dan telah dipertahankan di depan penguji pada hari
Rabu tanggal 21 bulan Oktober tahun 2015, sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Makassar.
8 Dzulhijjah1436 H
Makassar, --------------------------
21 Oktober 2015 M
Panitia Ujian:
1. Pengawas Umum : Dr. H. Irwan Akib, M.Pd. (.………......….....)
(Rektor Unismuh Makassar)
2. Ketua : Dr. H.Mahmud Nuhung,M.A (.…………...........)
(Dekan Fakultas Ekonomi)
3. Sekretaris : Drs. H. Sultan Sarda, MM. (…………............)
(Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi)
4. Penguji : a) Jamaluddin M. SE,M.Si (…………............)
b) Dr. Hj. Ruliaty, MM (.….………..........)
c) Hj. Naidah, SE,M.Si (.….………..........)
d) Linda Arisanti Razak, SE,M.Si,Ak,CA (.….……….........)
4
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil Alamin penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas
segala limpahan Rahmat dan petunjuknhya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Segala usaha dan upayah telah dilakukan oleh penulis dalam rangka
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. Namun, penulis menyadari
sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan
penyempurnaan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini disadari banyak kendala dan rintangan yang
dihadapi, baik dalam pelaksanaan penelitian maupun dalam penulisan skripsi ini.
Namun, berkat ketekunan dan ketabahan serta uluran tangan dari berbagai pihak
utamanya Ridho Allah Swt maka hambatan itu dapat diatasi. Terima kasih kepada
kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Alimuddin dan Ibunda Bahara atas segala
pengorbanan mulia yang diberikan kepada penulis dan doa yang tiada henti-
hentinya beliau panjatkan kehadirat Allah Swt, demi kesuksesan dan penulis
mencapai cita-cita.
Dan penuh kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Ir. Irwan Akib, selaku rektor Unismuh Makassar.
5
2. Bapak Dr. Mahmud Nuhung, M.A, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis.
3. Bapak Ismail Badollahi SE, M.Si, Ak, selaku ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Bapak Faidul Adziem, SE,M.Si selaku penasehat Akademik Akuntansi.
5. Bapak Jamaluddin M,SE,M.Si dan Bapak Hamzah Dorahing SE,M.Si.Ak,CA,
masing-masing selaku pembimbing I dan pembimbing II yang senang tiasa
meluangkan waktu serta berusaha payah memberikan arahan dan bimbingan
mulai dari tahapan persiapan sampai penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Makassar
atas bimbingan selama penulis tercatat sebagai Mahasiswa Jurusan Akuntansi.
7. Kepada pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang yang telah
memberikan pelayanan dan membantu memberikan data dan informasi yang
penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman Ak.3 11 yang selama ini bersama-sama penulis aktif dibangku
kuliah.
9. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan semuanya karena
keterbatasan waktu, tanpa mengurangi rasa hormat penulis ucapkan terima
kasih.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
peneliti harapkan demi tercapainya penulisan yang lebih baik. Harapan peneliti
6
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang
membutuhkannya.
Makassar, 2015
Penulis
7
ABSTRAK
HAJAR ALIMUDDIN, 10573 02459 11. 2015. Pengaruh Pelaksanaan
Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Pegawai Tetap
Terhadap Penerimaan Negara Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh dan
kesesuaian Pelaksanaan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas
Pegawai Tetap terhadap Penerimaan Negara pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Pinrang. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif.
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan dengan nama
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Penelitian ini dilakukan pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang..
Hasil penelitian menunjukan bahwa kesesuaian Pelaksanaan Pemotongan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 telah sesuai dengan Undang-Undang
Perpajakan yang berlaku. Begitu juga untuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap berpengaruh terhadap penerimaan
Negara pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang.
Kata Kunci : Pengaruh Pelaksanaan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 21 Atas Pegawai Tetap Terhadap Penerimaan
Negara.
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................ .vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................ .vii
DAFTAR TABEL...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang.... .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 6
A. Pengertian Pajak ................................................................................... 6
B. Pajak Penghasilan Pasal 21 ................................................................ 11
C. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 ........................................... 24
D. Kerangka Pikir .................................................................................... 26
E. Hipotesis ............................................................................................. 27
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 28
A. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 28
B. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 28
C. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 28
9
D. Metode Analisis .................................................................................. 29
BAB IV GAMBARAN UMUM ORGANISASI .................................................... 37
A. Sejara Singkat Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan,
dan Asset Daerah ................................................................................ 37
B. Visi dan Misi ...................................................................................... 40
C. Struktur Organisasi ............................................................................. 41
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 44
A. Hasil Penelitian ................................................................................... 22
B. Analisis Regresi
Sederhana........................................................... ................................ 33
C. Pembahasan...............................................................................
.... ........................................................................................................ 44
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 59
A. Simpulan ............................................................................................. 59
B. Saran ................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 61
LAMPIRAN
10
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Lapisan tarif pajak untuk wajib pajak Orang pribadi dalamNegeri.... ......... 21
Tabel 2 Lapisan tarif pajak untuk wajib pajak badan dalam Negeri dan BUT ......... 22
Tabel 3 Tarif Umum PPh pasal 21 untuk wajib pajak orang pribadi ........................ 22
Tabel 4 Perhitungan pemotongan PPh 21 menurut Pemerintah Daerah
Kabupaten Pinrang (DPPKAD) Golongan
IV/C.............................................................................................................. 44
Tabel 5 Perhitungan pemotongan PPh 21 menurut Pemerintah Daerah
Kabupaten Pinrang (DPPKAD) Golongan III/D.................. ....................... 45
Tabel 6 Perhitungan pemotongan PPh 21 menurut Pemerintah Daerah
Kabupaten Pinrang (DPPKAD) Golongan
III/C................................. ............................................................................. 46
Tabel 7 Perhitungan pemotongan PPh 21 menurut Pemerintah Daerah
Kabupaten Pinrang (DPPKAD) Golongan II/A................................. .......... 47
Tabel 8 Daftar Mutasi Gaji/Golongan Pegawai Pemerintah Daerah
Kabupaten Pinrang (DPPKAD)................................. .................................. 48
Tabel 9 Rekapitulasi penerimaan pemotongan PPh pasal 21 berdasarkan
tahun, pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang (DPPKAD) ................ 49
11
Tabel 10 Penerimaan PPh 21 terhadap penerimaan Negara tahun 2008-
2012............................................................................................................. 50
Tabel 11 Hasil Regresi Linear Sederhana dan uji T.......... ....................................... 51
Tabel 12 Hasil Analisis Koefisien Korelasi............................................................... 52
Tabel 13 Hasil Uji-t Pemotongan PPh 21 (X) terhadap Penerimaan Negara............ .54
12
DAFTAR GAMBAR
Kerangka Pikir ........................................................................................................... 26
Struktur Organisasi..................................................................................................... 41
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan diperlukan dana yang
terus meningkat sejalan dengan peningkatan volume dan dinamika pembangunan
itu sendiri. Dalam rangka pemenuhan pembiayaan Negara baik untuk belanja rutin
maupun pembangunan, sumber penerimaan dalam negeri diluar migas semakin
ditingkatkan pencapaiannya melalui penerimaan dari sector pajak, sekaligus
menjaga kemantapan dan kestabilan pendapatan Negara (Laloly & Arifin : 2011).
Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang terbesar, hal ini dapat
dilihat dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) bahwa penerimaan
negara dari sektor pajak merupakan yang menjadi primadona sejak penerimaan
negara dari sektor migas yang nilainya merosot dipasar Internasional. Pajak
merupakan alternatif bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaannya
sebagaimana telah direncanakan dalam Rencana Anggaran Pendapatan Negara
(APBN). Masalah pajak merupakan masalah yang dihadapi pihak pemerintah
sebagai pihak yang memungut pajak dengan rakyat sebagai pihak yang
berkewajiban membayar pajak.
Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut pada obyek pajak atas
penghasilannya. Pajak penghasilan akan selalu dikenakan terhadap orang atau
badan usaha yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Pajak yang berlaku bagi
pegawai / karyawan adalah pajak penghasilan pasal 21. Undang-Undang yang
14
dipakai untuk mengatur besarnya tarif pajak, tata cara pembayaran dan pelaporan
pajak adalah Undang-Undang No.36 tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan
bagi Undang-Undang terdahulunya yaitu Undang-undang No.10 tahun 1994.
PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi. Subjek pajak dalam negeri, sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan (Mardiasmo, 2011: 168).
Peneliti memilih Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang sebagai tempat
penelitian, karena Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang ini juga melakukan
perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 yang berkaitan
dengan penghasilan perorangan yang menyangkut gaji pegawai tetap dan pegawai
tidak tetap (outsourching).
Prinsipnya Pemerintah Daerah kabupaten Pinrang melakukan perhitungan,
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak sehubungan dengan imbalan
pekerjaan atau jasa atau kegiatan lain yang diterima wajib pajak yang dipotong
atau dipungut pajak penghasilan yang diantaranya Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap (outsourching). Mengingat jumlah
pegawai yang cukup banyak, tingkat penghasilan, jabatan, atau golongan serta
status pegawai yang berbeda-beda, maka dapat memungkinkan terjadinya
kesalahan atau kekeliruan dalam melaksanakan perhitungan, pemotongan,
penyetoran serta pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21.
15
Pentingnya cara perhitungan, pemotongan, penyetoran serta pelaporan
pajak penghasilan pasal 21 yang baik dan benar atas Pegawai Tetap bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang termasuk juga dalam hal pemotongan
sebagai usaha menjalankan amanah kepercayaan yang diberikan negara kepada
wajib pajak atas jenis penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan.
Pemotongan pajak penghasilan pasal 21 yang akan disetor tidak jarang
ditemui kekeliruan, dimana perubahan terhadap status wajib pajak orang pribadi
Pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang telah diakui di dalam Undang-
Undang Perpajakan, seperti perubahan status pegawai atas tanggungannya yang
terjadi diluar tahun pajak yang bersangkutan. Dan mungkin ada lagi kendala atau
kekeliruan lainnya, termasuk di dalam pelaksanaan pemotongan pajak
penghasilan pasal 21.
Terlihat jelas begitu pentingnya perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan pajak penghasilan pasal 21 yang baik dan benar bagi pegawai tetap bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang termasuk juga dalam hal pemotongan
apakah telah mengikuti peraturan perpajakan yang berlaku sebagai usaha
menjalankan amanah kepercayaan yang diberikan Negara kepada wajib pajak atas
jenis penghasilan yang merupakan Objek Pajak Penghasilan. Oleh karena itu
peneliti tertarik untuk menggunakan judul: “Pengaruh Pelaksanaan
Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Pegawai Tetap
Terhadap Penerimaan Negara Pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Pinrang”.
16
B. Rumusan Masalah
Beberapa pokok masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Apakah Pelaksanaan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Pegawai Tetap
terhadap Penerimaan Negara pada Pemerintah Daerah kabupaten Pinrang
sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku ?
2. Apakah Pelaksanaan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Pegawai Tetap
berpengaruh terhadap Penerimaan Negara pada Pemerintah Daerah
kabupaten Pinrang?
C. Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kesesuaian Pelaksanaan Pemotongan PPh Pasal
21 atas Pegawai Tetap terhadap Penerimaan Negara pada
Pemerintah Daerah kabupaten Pinrang dengan peraturan
perpajakan yang berlaku.
2. Untuk mengetahui apakah Pelaksanaan Pemotongan PPh Pasal 21
atas Pegawai Tetap berpengaruh terhadap Penerimaan Negara pada
Pemerintah Daerah kabupaten Pinrang.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
17
1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan dan memperdalam
pengetahuan penulis dalam perpajakan khususnya tentang PPh pasal
21.
2. Bagi pihak yang terkait, dalam hal ini adalah pegawai tetap yang
bekerja di pemerintahan daerah kabupaten Pinrang, membantu wajib
pajak untuk lebih memahami PPh pasal 21 yang dikenakan oleh
pegawai tetap atas gaji yang diperoleh.
3. Bagi pembaca, untuk memberikan pengetahuan masyarakat dibidang
perpajakan, khususnya mengenai pemotongan PPh pasal 21 atas
penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pajak
Menurut Rochmat Soemitro (2013:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut N. J. Feldmann (2013:1), Pajak adalah prestasi yang dipaksakan
sepihak oleh terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang
ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata
digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Menurut Nurmantu (2005:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
(peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasar undang-
undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum.
P.J.A. Andriani merumuskan pengertian pajak seperti di bawah ini dan
dikutip oleh Barata A.A. (2000: 5), Pajak adalah Iuran kepada negara ( dapat
dipaksakan ) yang terhutang oleh wajib pajak membayarnya menurut undang-
undang, dengan tiada mendapat prestasi kembali, yang dapat ditunjuk dan
19
gunanya untuk membiayai pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Fungsi Pajak
Terdapat dua (2) fungsi pajak ( Resmi, 2009:3) yaitu :
a. Fungsi Badgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi badgetair, artinya pajak merupakan salah satu
sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluran baik rutin
maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah
berupaya memasukkan uang sebanyak – banyaknya untuk kas negara.
Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasih maupun intensifikasi
pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak
seperti pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), dan lain – lain.
b. Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial
dan ekonomi, serta mencapai tujuan – tujuan tertentu di luar bidang
keungan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur
adalah:
1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang – barang mewah. Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi
transaksi jual beli barang mewah. Makin mewah suatu barang maka
20
tarif pajaknya makin tinggi sehingga barang tersebut makin mahal
harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak
berlomba–lomba untuk mengonsumsi barang mewah (Mengurangi gaya
hidup mewah).
2. Tarif pajak progresif di kenakan atas penghasilan : dimaksudkan agar
pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi
(membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan
pendapatan.
3. Tarif pajak ekspor sebesar 0% : dimaksudkan agar para pengusaha
terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar dunia sehingga dapat
memperbesar devisa negara.
Jenis Pajak
Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga
pemungutnya Siti Resmi (2013:7) yaitu:
1. Menurut Golongan
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Langsung: pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri
oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan
kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban wajib
pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). PPh dibayar atau ditanggung
oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.
21
b. Pajak Tidak Langsung: Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak
langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau
perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi
penyerahan barang atau jasa.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN terjadi karena
terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. Pajak ini
dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi
dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun
implisit (dimaksudkan dalam harga jual barang atau jasa).
2. Menurut Sifat
Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Subjektif: pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan
pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan
keadaan subjeknya.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). Dalam PPh terdapat Subjek
Pajak (Wajib Pajak) orang pribadi. Pengenaan PPh untuk orang
pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak
(status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya).
Keadaaan pribadi Wajib Pajak tersebut selanjutnya digunakan
untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak.
b. Pajak Objektif: pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya
baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang
22
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (Waji Pajak) maupun
tempat tinggal
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
3. Menurut Lembaga Pemungut
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Negara (Pajak Pusat): Pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada
umumnya.
Contoh: PPh, PPN, PPnBM.
b. Pajak Daerah: pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik
daerah tinggkat I (pajak provinsi) maupun daerah tinggkat II (pajak
kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
daerah masing-masing.
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan, Pajak Air Permukaan,
Pajak Rokok, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral, Bukan Logam
dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung
Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
23
B. Pajak Penghasilan Pasal 21
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dalam bentuk apapun
(Waluyo, 2004:169).
Pajak Penghasilan pasal 21 merupakan pajak yang terutang atas
penghasilan yang menjadi kewajiban wajib pajak untuk membayarnya.
Penghasilan yang dimaksud adalah berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan. Jasa atau
kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
sebagaimana telah diatur dalam pasal 21 Undang-undang nomor 36 tahun 2008.
Pajak penghasilan pasal 21 ini terutang pada akhir bulan pembayaran atau pada
akhir bulan terutang yang bersangkutan.
Standar Akuntansi Keuangan mendefinisikan pajak penghasilan, tepatnya
dalam pendahuluan Pernyataan SAK No. 46 2010 adalah sebagai berikut :
“Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan
dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak”. PPh dipungut berdasarkan
UU Republik Indonesia Tahun 1983 tentang PPh yang selanjutnya mengalami
beberapa kali amandemen karena disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi.
Perubahan pertama, dimuat dalam UU RI No. 7 Tahun 1991, yang selanjutnya
UU RI No. 10 Tahun 1994, UU RI No. 17 Tahun 2000, UU RI No. 36 Tahun
24
2008 dan yang terakhir adalah PMK Nomor 162 yang berlaku tanggal 01 Januari
2013.
Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21
Setiap pemungutan atau pemotongan yang dilakukan oleh negara tentunya
harus mempunyai dasar hukum. Begitu juga dengan pemungutan pajak, yang
dasar hukumnya termuat dalam pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD)
1945 yang menyatakan bahwa “Segala pajak untuk keperluan negara haruslah
berdasarkan Undang-undang”. Demikian juga halnya dengan pemotongan pajak
penghasilan pasal 21. Dalam melaksanakan pemotongan tersebut di PPh
pemotongan/pemungutan dilakukan berdasarkan:
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28
Tahun 2007.
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan
Tanggal Jatuh Tempo Pembayarandan Penyeroran Pajak, Penentuan Tempat
Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan
Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang
Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai
25
Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak
Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009
tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21
Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 terdiri dari pengawai
tetap, pegawai lepas, penerima pensiun, penerima honorarium dan penerima
upah.
Menurut Supramono (2005:34) :
a. Pegawai Tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja
yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara
berkala, termasuk didalamnya adalah anggota dewan komisaris dan
anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut
mengelola kegiatan perusahaan secara langsung. Sedangkan pegawai
lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya
menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.
Sedangkan penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya
yang menerima atau memperoleh atau memperoleh imbalan untuk
pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk yang menerima
tabungan hari tua atau tunjangan hari tua.
26
b. Penerima honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau
memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan
yang dilakukannya.
1. Kantor perwakialan negara asing;
2. Organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat
(1) huruf c Undang-undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh
Mentri Keuangan;
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
4. Dalam hal organisasi internasioanal tidak memenuhi ketentuan tersebut,
organisasi internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang
berkewajiaban melakukan pemotongan pajak.
Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pasal 21)
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (Siti Resmi, 2013:21) adalah:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara
teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan pengawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan;
27
4. Imblan kepada bukan pengawai, antara lain berupa honorarium, komisi,
fee, dan imblan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan;
5. Imbalan kepada peserta, kegiatan antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama
apapun;
6. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua, atau jaminan haritua yang dibayarkan sekaligus, yang
pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun sejak pegawai berhenti
bekerja;
7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur
yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan
pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada
perusahaan yang sama;
8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, grafikasi, bonus atau
imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh
mantan pegawai;
9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program
pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
28
10. Semua jenis penghasilan no. 1 s.d 9 yang diterima dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh:
a. Wajib Pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final; atau
b. Wajib Pajak yang dikenakan PPh berdaskan norma perhitungan
khusus (deemed profit).
Dalam hal penghasilan tersebut diterima oleh subjek pajak luar negeri
merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26.
Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21
1. Hak Pemotong Pajak
Hak- hak pemotong PPh pasal 21 adalah:
a. Pemotong Pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh
pasal 21 yang terjadi karena jumlah PPh pasal 21 yang terutang
dalam 1 (satu) tahun takwin lebih kecil daripada jumlah PPh pasal
21 yang telah disetor. Jumlah kelebihan tersebut akan
diperhitungkan dengan PPh pasal 21 yang terutang atas gaji untuk
bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan, dan jika masih
ada sisa kelebihan, diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya
dalam tahun berikutnya.
b. Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan untuk
memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat pemberitahuan
(SPT) PPh pasal 2. Permohonan diajukan secara tertulis selambat-
lambatnya tanggal 31 maret tahun takwin berikutnya dengan
29
menggunakan formulir yang telah ditentukan oleh Direktur
Jendral Pajak disertai surat pernyataan mengenai perhitungan
sementara PPh pasal 21 yang terutang untuk tahun takwin yang
bersangkutan.
c. Pemotong Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur
Jenderal Pajak dan permohonan banding kepada Badan Peradilan
Pajak.
2. Kewajiban Pemotong Pajak
Kewajiban pemotong PPh pasal 21 adalah:
a. Setiap Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri kekantor
pelayanan pajak atau kantor penyuluhan Pajak setempat.
b. Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang
diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya
pada kantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan Pajak
setempat.
c. Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan
PPh pasal 21 yangterutang untuk setiap akhir bulan takwin.
Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara
atau Bank Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau bank-bank
lain yang akan ditunjukan oleh Direktur Jendral Anggaran,
selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin
berikutnya.
30
d. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh pasal 21
tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada
tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya.
e. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal
21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya
pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai
tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima jaminan hari tua,
penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
f. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal
21 kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan,
dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur
Jendaral Pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun pajak
berakhir. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun
pada bagian tahun kawin, maka bukti pemotong tersebut
diberikan oleh pemberi kerja yang bersangkutan selambat-
lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti
bekerja atau pensiun.
Penerima Penghasilan (Wajib Pajak PPh Pasal 21)
Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi
yang merupakan (Siti Resmi, 2013:174):
1. Pegawai;
31
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan pengawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemeberian jasa, meliputi :
a. Tenaga ahli yang melakukan melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri
dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai,
dan aktuaris;
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya;
c. Olahragawan;
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan
sistem aplikasinnya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi,
dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
g. Agen iklan;
h. Pengawas atau pengelola proyek;
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang
menjadi perantara;
j. Petugas penjaja barang dagangan;
k. Petugas dinas luar asuransi;
32
l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya;
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
5. Mantan pegawai;
6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain
meliputi:
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan
olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuaan, teknologi dan
perlombaan lainnya;
b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu;
d. Peserta pendidikan dan pelatihan;
e. Peserta kegiatan lainnya.
Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian penerimaan penghasilan yang Dipotong
PPh Pasal 21 (Siti Resmi, 2013:175):
1. Pejabat perwakilan diplomatika dan konsultan atau pejabat lain dari
negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat
bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
33
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut,
serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksu dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21
1. tarif pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang pajak penghasilan
nomor 36 tahun 2008, besarnya tarif pajak pengahasilan yang
diterapkan atas PTKP bagi wajib pajak dalam Negeri dan luar Negeri
yang menjalankan usaha atau atau melakukan kegiatan di Indonesia
adalah sebagai berikut:
Tabel. 1
Lapisan Tarif Pajak Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 25.000.000,000 5 %
Di atas Rp 25.000.000,00 – Rp 50.000.000,00 10 %
Di atas Rp 50.000.000,00 – Rp 100.000.000,00 15 %
Di atas Rp 100.000.000,00 – Rp 200.000.000,00 25 %
Diatas Rp 200.000.000,00 35 %
34
Tabel. 2
Lapisan Tarif Pajak Untuk Wajib Pajak Badan dalam Negeri dan BUT
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,000 10 %
Di atas Rp 50.000.000,00 – Rp 100.000.000,000 15 %
Di atas Rp 100.000.000,00 30 %
Tabel. 3
Tarif Umum PPh Pasal 21 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Rp 0 s.d Rp 50.000.000,00 5%
Diatas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00 15%
Diatas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00 25%
Diatas Rp 500.000.000,00 30%
2. Tarif Khusus
a. Tarif Khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari
APBN yang diterima oleh pejabat PNS,anggota TNI/POLRI, dan
pensiunannya.
1) Tarif 0% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS
Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI/ POLRI Golongan
Pangkat Perwira Tamtama dan Bintara, dan pensiunannya.
35
2) Tarif 5% dari jumlah Bruto honorarium atau imbalan bagi PNS
Golongan III, Anggota TNI/POLRI Golongan Pangkat Perwira
Pertama, dan pensiunannya.
3) Tarif 15% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS
Golongan IV, Anggota TNI/POLRI Golongan Pangkat Perwira
Menengah dan Tinggi, dan pensiunannya.
b. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang pensiun
yang diterima sekaligus.
1) Tarif 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00
2) Tarif 5% dari penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 sampai
dengan Rp 100.000.000,00
3) Tarif 15% dari penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 sampai
dengan Rp 500.000.000,00
4) Tarif 25% dari penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000,00
c. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
1) Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00
2) Tarif 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00
d. Tarif khusus 5% atas upah/uang saku harian, mingguan, borongan,
satuan yang diterima oleh tenaga kerja lepas yang mempunyai total
upah sebulan kurang dari Rp 7.000.000,00 (dibayarkan tidak secara
bulanan).
36
C. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotongan PPh Pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang
diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Pengasilan sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000 dan terakhir UU No. 36 Tahun 2008
untuk memotong PPh pasal 21. Termasuk pemotong PPh pasal 21 dalam
Peraturan Menteri Keungan Nomor 252/KMK.03/2008 (Siti Resmi 2013:172)
adalah:
1. Pemberi kerja yang terdiri atas:
a. Orang pribadi dan badan,
b. Cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan atau sebagian
atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah,
hunorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan,
unit tersebut;
2. Bendahara atau pemengang kas pemerintah termasuk pemerintah termasuk
bendahara atau pemengang kas Pemerintah Pusat termasuk institusi
TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-
lembaga negara lainnya, dan kedutaan Besar Republik Indonesia diluar negeri,
yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan;
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-
badan lain yang membayar ung pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua;
37
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar;
a. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang
pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri, termasuk jas tenaga ahli
yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya
sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
b. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi
denagan status Subje Pajak luar negeri;
c. Honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan,
pelatihan, dan pegawai magang;
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya
yang menyelenggarakan kegitan, yang membayar honorarium, hadiah, atau
penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang pribadi dalam
negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemotongan pajak adalah:
1. Kantor perwakialan negara asing;
2. Organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat
(1) huruf c Undang-undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh
Mentri Keuangan;
38
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
4. Dalam hal organisasi internasioanal tidak memenuhi ketentuan tersebut,
organisasi internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang
berkewajiaban melakukan pemotongan pajak.
D. Kerangka Pikir
Pemerintah Daerah Kabupaten
Pinrang
Pelaksanaan Pemotongan PPh
Pasal 21 (Pegawai Tetap)
Sesuai Dengan Peraturan
Perpajakan Yang Berlaku
Metode Analisis
39
E. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
1. Diduga, bahwa Pelaksanaan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 21 atas Pegawai Tetap terhadap Penerimaan Negara pada
Pemerintah Daerah kabupaten Pinrang sudah sesuai dengan peraturan
perpajakan yang berlaku.
2. Diduga, bahwa Pelaksanaan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 21 atas Pegawai Tetap berpengaruh terhadap Penerimaan Negara
pada Pemerintah Daerah kabupaten Pinrang.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang
selama dua bulan yaitu April sampai dengan bulan Juni 2015.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara
Data yang dikumpulkan dengan memperoleh informasi secara langsung
dari sumbernya dengan mengajukan pertanyaan kepada pegawai melalui
daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis dan berdasarkan tujuan
penelitian. Pengajuan pertanyaan dilakukan kepada pegawai pemerintah
daerah kabupaten Pinrang, khususnya bagi yang mengerjakan
pemotongan pajak bagi pegawai yang meliputi pertanyaan mengenai
pemotongan PPh pasal 21 bagi pegawai tetap pemerintah daerah
kabupaten Pinrang.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode memperoleh data dengan mengumpulkan
dokumen yang telah dibuat dan dimiliki oleh pemerintah daerah
kabupaten Pinrang.
C. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yaitu:
a. Data primer
41
Data primer merupakan data yang diperoleh dengan wawancara secara
langsung dari sumbernya dengan mengajukan pertanyaan kepada
pegawai pemerintah daerah yang disusun secara sistematis dan
berdasarkan tujuan penelitian.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan menggunakan data
yang telah diolah dan dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten Pinrang
sebagai bahan masukan dan informasi yang dibutuhkan.
D. Metode Analisis
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode analisis kuantitatif metode yang lebih menekankan pada aspek
pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial. Untuk dapat
melakukan pengukuran, setiap fenomena sosial di jabarkan kedalam
beberapa komponen masalah, variable dan indikator. Setiap variable yang
di tentukan di ukur dengan memberikan simbol – simbol angka yang
berbeda – beda sesuai dengan kategori informasi yang berkaitan dengan
variable tersebut. Dengan menggunakan simbol – simbol angka tersebut,
teknik perhitungan secara kuantitatif matematik dapat di lakukan sehingga
dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang belaku umum di dalam suatu
parameter.
Berikut ini formula perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagai
berikut:
PPh Pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
42
Formula perhitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atas penghasilan
yang bersifat tetap secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:
Penghasilan Bruto:
Gaji sebulan xxx
Tunjangan PPh xxx
Tunjangan dan Honorarium lainnya xxx
Premi Asuransi xxx
Penerimaan dalam bentuk natura xxx
Penjumlahan Penghasilan Bruto xxx
Pengurangan:
Biaya Jabatan (5% x Penghasilan Bruto) xxx
Iuran Pensiun xxx
Jumlah Pengurangan (xxx)
Perhitungan PPh 21:
Pengahasilan Netto sebulan xxx
Penghasilan Netto setahun xxx
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) xxx
Penghasilan Kena Pajak xxx
PPh 21 Terutang xxx
Formula perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilan teratur berupa gaji
teratur secara bulanan, harian, dan mingguan adalah sebagai berikut:
43
a. Perhitungan PPh pasal 21 atas pengawai tetap dengan gaji bulanan adalah
sebagai berikut:
Gaji sebulan xxx
Pengurangan:
Biaya jabatan (5% x Penghasilan Bruto) xxx
Iuran pensiun xxx
xxx
Penghasilan Netto sebulan xxx
Penghasilan Netto setahun: 12 x gaji sebulan xxx
PTKP (K/-):
- Untuk diri Wajib Pajak xxx
- Tambahan Wajib Pajak menikah xxx
xxx
Penghasilan kena pajak xxx
PPh Pasal 21 setahun:
5% x Penghasilan kena pajak xxx
PPh Pasal 21 sebulan:
Gaji setahun ÷ 12 xxx
b. Perhitungan PPh pasal 21 atas pengawai tetap dengan gaji mingguan
adalah:
Gaji sebulan xxx
Pengurangan:
Biaya jabatan (5% x Penghasilan Bruto) xxx
44
Penghasilan Netto sebulan xxx
Penghasilan Netto setahun:
12 x Gaji sebulan xxx
PTKP (TK/0):
- Untuk WP sendiri xxx
Penghasilan kena pajak setahun xxx
PPh pasal 21 terutang setahun:
5% x Penghasilan kena pajak setahun xxx
PPh pasal 21 sebulan:
Jumlah PPh pasal 21 terutang setahun ÷ 12 xxx
PPh pasal 21 atas gaji / upah minggu pertama:
Jumlah PPh pasal 21 sebulan ÷ bulan xxx
c. Perhitungan PPh pasal 21 atas pengawai tetap dengan gaji harian adalah:
Penghsailan sebulan (26 x gaji harian) xxx
Premi jaminan kecelakaan kerja (1% x gaji sebulan) xxx
Premi jaminan kematian (0,3% xgaji sebulan) xxx
Penghasilan bruto xxx
Pengurangan:
Biaya jabatan
5% x penghasilan bruto xxx
Iuran pensiun xxx
Iuran jaminan hari tua (2% x penghasilan sebulan) xxx
xxx
45
Penghasilan Netto sebulan xxx
Penghasilan Netto setahun
12 x jumlah penghasilan setahun xxx
PTKP:
- untuk WP sendiri xxx
- tambahan karena menikah xxx
- tambahan seorang anak xxx
xxx
Penghasilan kena pajak setahun xxx
Pembulatan xxx
PPh pasal 21 setahun:
5% x Pembulatan xxx
PPh pasal 21 sebulan:
Jumlah gaji setahun ÷ 12 xxx
PPh pasal 21 sehari:
Jumlah gaji sebulan ÷ 26 xxx
2. Analisis regresi linear sederhana dilakukan dengan mengukur pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen, dengan menggunakan
analisis Regresi linear sederhana.
Y = a + bx
Ket :
Y : Penerimaan Negara
X : Pemotongan PPh 21
a : Konstanta
46
Untuk menguji pengaruh pemotongan PPh 21 terhadap penerimaan Negara
, maka digunakan uji-t terhadap hipotesis yang ada dimana bentuk penyajiannya
adalah sebagai berikut :
Ho : b1 = 0, maka pemotongan PPh 21 tidak berpengaruh terhadap penerimaan
Negara pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang.
Ho : b1 = 0, maka pemotongan PPh 21 berpengaruh terhadap penerimaan Negara
pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang.
Hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak dilakukan dengan cara
membandingkan nilai thitung dengan ttabel pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05).
Adapun kriteria pengujian yaitu : jika thitung < tα(n-k), maka H0 diterima, dan jika
thitung ≥ tα(n-k), maka H1 ditolak.
47
BAB IV
GAMBARAN UMUM ORGANISASI
A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Asset
Daerah Kabupaten Pinrang (DPPKAD)
Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan & Asset Daerah Kabupaten
Pinrang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah ( PERDA ) Nomor 19 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Pemerintah Kabupaten
Pinrang. Adapun tugas pokok Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan & Asset
Daerah mempunyai tugas melaksanakan sebagian kewenangan atau urusan
Pemerintah daerah berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan di bidang
pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah yang menjadi tanggung
jawab dan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Dinas Pendapatan,
Pengelolaan, Keuangan & Asset Daerah mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Merumuskan kebijakan teknis di bidang urusan pendapatan, pengelolaan
keuangan dan asset daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku ;
b. Menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang
pendapatan, pengelolaan keuangan dan asset daerah ;
48
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugas dan
kewenangannya ;
d. Mengelola administrasi umum ketatalaksanaan, keuangan, kepegawaian,
perlengkapan, dan peralatan ;
e. Mengelola Unit Pelaksana Teknis ;
f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Hal-hal yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan & Asset Daerah Kabupaten
Pinrang adalah Sumber Daya Manusia Aparatur (Human Resources), Sarana dan
Prasarana (Infrastructural Resources) dan Anggaran (Financial Resources).
Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1999, Surat Keputusan Kepala LAN Nomor 239 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun
2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, merupakan upaya untuk lebih
meningkatkan pelaksanaan pemerintah yang lebih berdaya guna, berhasil guna,
bersih dan bertanggung jawab perlu adanya Penetapan Kinerja dan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah untuk mengetahui kemampuannya
dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi.
49
1. Aspek Strategis
Secara geografis wilayah Kabupaten Pinrang terletak pada 30, 19’, 13”
sampai 40, 10’, 30” lintang selatan 119
0, 26’, 30” sampai dengan 119
0, 26’, 30”
sampai 1190, 47’, 20” bujur timur yang terletak di pesisir pantai barat Sulawesi
Selatan dan arah selatan ke utara berjarak 182 km dari Ibu Kota propinsi Sulawesi
Selatan.
Luas wilayah daratan 1.961,77 km2 atau sekitar 31 % dari luas wilayah
daratan propinsi Sulawesi Selatan yang terbagi di dalam 12 wilayah kecamatan
dan 65 Desa, 39 Kelurahan dengan jumlah penduduk sebesar ±347.684 jiwa.
Dilihat dari besarnya jumlah penduduk Kabupaten Pinrang tersebut, maka perlu
didukung jumlah aparatur yang memadai baik dari segi jumlah (kwantitas)
maupun dari kemampuan sumber daya manusia, guna mendukung kelancaran
pelaksanaan roda pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Sumber daya manusia aparatur pemerintah di Kabupaten Pinrang per 31
Desember 2013 berjumlah 7.164 orang.
2. Tugas Pokok
Dinas PPKAD Kabupaten Pinrang mempunyai tugas melaksanakan
sebagian kewenangan atau urusan Pemerintah Daerah berdasarkan azas Otonomi
dan Tugas Pembantuan dibidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset
yang menjadi tanggung jawabnya dan kewenangan lain yang diserahkan oleh
Bupati kepadanya.
50
3. Fungsi
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut diatas, Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Pinrang mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a. Perumusan kebijakan teknis penyelenggaraan dibidang Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah berdasarkan Peraturan
Perundang – Undangan yang berlaku.
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum
dibidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah.
c. Pembinaan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugas dan
kewenangannya.
d. Pengelolaan administrasi umum ketatalaksanaan, Keuangan,
Kepegawaian, perlengkapan dan peralatan.
e. Pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Dinas
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
B. Visi dan Misi
a. V I S I
Terwujudnya Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Asset Daerah yang
Professional, Akuntabel, Transparan berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan yang bertumpu pada kepentingan rakyat.
51
b. M I S I
a. Merumuskan Kebijakan Umum Dan Teknis Pengelolaan Pendapatan,
keuangan dan Asset Daerah.
b. Meningkatkan Kualitas Pengelolaan Pendapatan, keuangan Dan
Asset Daerah
c. Mengoptimalisasikan Pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Dinas
Pelaksana Tugas Lain yang diberikan oleh Bupati sesuai Dengan
Tugas Dan Fungsinya.
d. Profesional Dalam Tugas Sesuai dengan Tupoksinya masing-masing.
C. Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 41 Tahun 2008 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Daerah Pemerintah Kabupaten Pinrang, Struktur Organisasi
Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan & Asset Daerah Kabupaten Pinrang
adalah sebagai berikut :
a. Kepala Dinas
b. Sekretariat, terdiri dari :
Sub Bagian Perencanaan ;
Sub Bagian Keuangan ;
Sub Bagian Umum ;
c. Bidang Pendapatan Daerah, terdiri dari :
Seksi Dana Perimbangan ;
52
Seksi PAD ;
Seksi Lain-Lain Pendapatan Yang Sah ;
d. Bidang Asset, terdiri dari :
Seksi Kebutuhan dan Distribusi ;
Seksi Penilaian ;
Seksi Penghapusan ;
e. Bidang Pembiayaan (Pengelolaan Keuangan), terdiri dari :
Seksi Anggaran ;
Seksi Otorisasi dan Verifikasi ;
Seksi Perbendaharaan ;
f. Bidang Akuntansi, terdiri dari :
Seksi Akuntansi Penerimaan dan Pengeluaran ;
Seksi Akuntansi Pelaporan Keuangan dan Asset ;
Seksi Monitoring, Evaluasi Keuangan dan Asset ;
g. Unit Pelaksana Teknis (UPT)
h. Kelompok Jabatan Fungsional
54
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sistem penggajian oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang (Dinas
PPKAD) yang dilakukan oleh kantor bagian pengelolaan keuangan yaitu dengan
cara pertama diterima, masuk ke BKD gaji 80% gaji pokok dengan SK Pegawai
tetap yang pada saat itu sesuai dengan peraturan menteri keuangan ditambah
dengan tunjangan istri/suami 10% dan untuk anak 2%. Kemudian berkas 80%
dimasukkan dibagian keuangan pada bagian gaji dengan SK 80% yang sudah
dilegalisir, kemudian bagian gaji menginput kesistem gaji. Setelah itu di print
sebanyak tiga rangkap SKPD kemudian bendahara SKPD menggajukan tagihan
kebagian keuangan. Setelah itu dimasukkan keverifikasi yang kemudian diperiksa
bagian keuangan setelah itu dimasukkan ke bagian pembukuan untuk diekspor
kedalam system SIMDA. Kemudian masuk kebagian SP2D dibuat 1 rangkap.
Rangkap pertama dibawah ke bank yang akan melakukan pencairan direkening
masing-masing pegawai. Gaji yang diberikan oleh pemerintah Daerah Kabupaten
Pinrang (Dinas PPKAD) kepada setiap pegawai, itu berdasarkan golongan, masa
kerja dan tunjangan untuk setiap pegawai.
Sistem pemotongan pajak penghasilan PPh pasal 21 oleh pemerintah
Daerah Kabupaten Pinrang (Dinas PPKAD) khususnya bagian kantor
penggelolaan keuangan yaitu, pemotongan PPh pasal 21 dilakukan melalui sistem
yang digunakan oleh pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang (Dinas PPKAD)
55
yang langsung terpotong secara otomatis untuk setiap pegawai yang berada pada
masing-masing SKPD. Kemudian untuk proses penyetoran pajak penghasilan
(PPh) pasal 21 disetor melalui Bank persepsi, seperti Bank BRI dan BNI.
Penyetoran pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dilakukan sebelum tanggal 5 bulan
yang bersangkutan, berdasarkan rekapan dibuat kwitansi sebanyak 3 rangkap, SSP
PPh pasal 21 dibuat sebanyak 5 rangkap kemudian dimasukkan kebagian
verifikasi yang diekspor ke bagian keuangan dan selanjutnya dibuatkan SP2D.
Setelah SP2D diterima oleh pegawai bagian keuangan langsung disetorkan ke
bank yang bersangkutan kemudian langsung di transferkan ke kas Negara.
Apabila bendaharawan pemerintah terlambat menyetor dikenakan sanksi
adminsitrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan. Untuk proses pelaporan pajak
penghasilan (PPh) pasal 21 dilaporkan pada bulan berikutnya dikantor pajak
pratama (KPP) paling lambat tanggal 10 bulan yang bersangkutan dengan
melampirkan SSP yang sudah disetor dan SPT masa.
Berikut dibawah ini tabel perhitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 21 Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang (Dinas PPKAD)
sesuai dengan golongan:
56
Tabel. 4
Perhitungan Pemotongan PPh 21 Menurut Pemerintah Daerah
Kabupaten Pinrang (Dinas PPKAD)
GOLONGAN IV / C
K/1
Penghasilan:
Gaji Pokok Rp 4.587.000
Tunjangan Istri 10% Rp 458.700
Tunjangan Anak 2% Rp 91.740
Jumlah Kotor Rp 5.137.443
Askesda Rp -
Tunjangan Jabatan Struktural Rp 2.025.000
Tunjangan Jabatan Fungsional Rp -
Tunjangan Jabatan Umum Rp -
Tunjangan Beras Rp 202.500
Tunjangan Pajak Penghasilan Rp 219.508
Tunjangan Lain-lain Rp -
Pembulatan Rp 4
Penghasilan Kotor Rp 7.584.452
Potongan :
Askesda
IWP 10 % Rp 513.744
Sewa Rumah Rp 10.000
Tunggakan Sewa Rumah Rp -
Hutang Kelebihan Rp -
Potongan Lain-lain Rp -
Pajak Penghasilan Rp 219.508
Tabungan Rumah PNS Rp -
Yukes Rp -
Jumlah Potongan Rp 743.252
Jumlah Bersih Rp 6.841.200
Sumber data: Bagian pengelola keuangan (Dinas PPKAD)
Tabel 7 diatas menunjukkan daftar perhitungan dan pemotongan gaji pokok
pegawai tetap golongan IV/C (K/1) pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang
(Dinas DPPKAD) serta tunjangan yang diberikan kepada setiap pegawai tetap
yang kemudian akan dipotong pajak penghasilan setiap bulan sebesar Rp 219.508
57
Tabel. 5
Perhitungan Pemotongan PPh 21 Menurut Pemerintah Daerah
Kabupaten Pinrang (Dinas PPKAD)
GOLONGAN III / D
K/2
Penghasilan:
Gaji Pokok Rp 3.578.400
Tunjangan Istri 10% Rp 357.840
Tunjangan Anak 2% Rp 143.136
Jumlah Kotor Rp 4.079.376
Askesda Rp -
Tunjangan Jabatan Struktural Rp 540.000
Tunjangan Jabatan Fungsional Rp -
Tunjangan Jabatan Umum Rp -
Tunjangan Beras Rp 270.000
Tunjangan Pajak Penghasilan Rp 95.995
Tunjangan Lain-lain Rp -
Pembulatan Rp 61
Penghasilan Kotor Rp 4.985.432
Potongan :
Askesda
IWP 10 % Rp 407.937
Sewa Rumah Rp 7.000
Tunggakan Sewa Rumah Rp -
Hutang Kelebihan Rp -
Potongan Lain-lain Rp -
Pajak Penghasilan Rp 95.995
Tabungan Rumah PNS Rp -
Yukes Rp -
Jumlah Potongan Rp 510.932
Jumlah Bersih Rp 4.474.500
Sumber data: Bagian pengelola keuangan (Dinas PPKAD)
Tabel 5 diatas menunjukkan daftar perhitungan dan pemotongan gaji pokok
pegawai tetap golongan III/D (K/II) pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang
(Dinas DPPKAD) serta tunjangan yang diberikan kepada setiap pegawai tetap
yang kemudian akan dipotong pajak penghasilan setiap bulan sebesar Rp 95.995.
58
Tabel. 6
Perhitungan Pemotongan PPh 21 Menurut Pemerintah Daerah
Kabupaten Pinrang (Dinas PPKAD)
GOLONGAN III / C
K
Penghasilan:
Gaji Pokok Rp 2.940.000
Tunjangan Istri 10% Rp 294.000
Tunjangan Anak 2% Rp -
Jumlah Kotor Rp 3.234.000
Askesda Rp -
Tunjangan Jabatan Struktural Rp 540.000
Tunjangan Jabatan Fungsional Rp -
Tunjangan Jabatan Umum Rp -
Tunjangan Beras Rp 135.000
Tunjangan Pajak Penghasilan Rp 68.308
Tunjangan Lain-lain Rp -
Pembulatan Rp -
Penghasilan Kotor Rp 3.977.308
Potongan :
Askesda
IWP 10 % Rp 323.400
Sewa Rumah Rp 7.000
Tunggakan Sewa Rumah Rp -
Hutang Kelebihan Rp -
Potongan Lain-lain Rp -
Pajak Penghasilan Rp 68.308
Tabungan Rumah PNS Rp -
Yukes Rp -
Jumlah Potongan Rp 396.708
Jumlah Bersih Rp 3.578.600
Sumber data: Bagian pengelola keuangan (Dinas PPKAD)
Tabel 6 diatas menunjukkan daftar perhitungan dan pemotongan gaji pokok
pegawai tetap golongan III/C (K) pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang
(Dinas DPPKAD) serta tunjangan yang diberikan kepada setiap pegawai tetap
yang kemudian akan dipotong pajak penghasilan setiap bulan sebesar Rp 68.308.
59
Tabel. 7
Perhitungan Pemotongan PPh 21 Menurut Pemerintah Daerah
Kabupaten Pinrang (Dinas PPKAD)
GOLONGAN II / A
K/1
Penghasilan:
Gaji Pokok Rp 1.963.600
Tunjangan Istri 10% Rp 196.360
Tunjangan Anak 2% Rp 39.272
Jumlah Kotor Rp 2.199.232
Askesda Rp -
Tunjangan Jabatan Struktural Rp -
Tunjangan Jabatan Fungsional Rp -
Tunjangan Jabatan Umum Rp -
Tunjangan Beras Rp 202.500
Tunjangan Pajak Penghasilan Rp -
Tunjangan Lain-lain Rp -
Pembulatan Rp -
Penghasilan Kotor Rp 2.581.823
Potongan :
Askesda
IWP 10 % Rp 219.923
Sewa Rumah Rp 5.000
Tunggakan Sewa Rumah Rp -
Hutang Kelebihan Rp -
Potongan Lain-lain Rp -
Pajak Penghasilan Rp 68.308
Tabungan Rumah PNS Rp -
Yukes Rp -
Jumlah Potongan Rp 224.923
Jumlah Bersih Rp 2.356.900
Sumber data: Bagian pengelola keuangan (Dinas PPKAD)
Tabel 7 diatas menunjukkan daftar perhitungan dan pemotongan gaji pokok
pegawai tetap golongan II/A (K/I) pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang
(Dinas DPPKAD) serta tunjangan yang diberikan kepada setiap pegawai tetap
yang kemudian akan dipotong pajak penghasilan setiap bulan sebesar Rp 68.308.
61
Berdasarkan tabel diatas perhitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 21 pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang (Dinas PPKAD),
telah sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang telah berlaku. Baik dari
segi tarif pasal 17 Undang-Undang No 36 tahun 2008, pemotongan pajaknya
berdasarkan tunjangan anak ataupun tunjangan istri/suami, PTKP yang dikenakan
juga sesuai dengan penghasilan yang diperoleh selama sebulan, maupun hal–hal
lain yang berhubungan dengan perhitungan perpajakan mengenai gaji pegawai
tetap.
Tabel. 9
Rekapitulasi Penerimaan Pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan Tahun,
Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang (Dinas PPKAD)
NO TAHUN PENERIMAAN PPH 21
PEGAWAI TETAP
PRESENTASE
PENERIMAAN PPH 21
1 2008 Rp 63.266.968 18,00 %
2 2009 Rp 71.463.959 20,00 %
3 2010 Rp 77.665.946 20,00 %
4 2011 Rp 83.766.958 21,00 %
5 2012 Rp 87.968.963 21,00 %
Total penerimaan PPh pasal 21 selama 5 (lima) tahun Rp 384.132.794
Sumber Data : Bagian pengelola keuangan (Dinas PPKAD)
Rekapitulasi pemotongan PPh pasal 21 dihitung berdasarkan data yang
diperoleh dari Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang khususnya pada kantor
Dinas PPKAD. Di lihat dari tabel yang berada diatas, pada tahun 2008 sebesar Rp
63.266.968 pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp71.463.959, pada
tahun 2010 sebesar Rp77.665.946, pada tahun 2011 sebesar Rp 83.766.958 dan
pada tahun 2012 sebesar Rp. 87.968.963 Jadi pemotongan PPh 21 mulai tahun
2008-2012 selalu mengalami peningkatan sehingga total penerimaan pemotongan
62
pajak penghasilan secara keseluruhan selama 5 (lima) tahun oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Pinrang (Dinas PPKAD) berjumlah Rp384.132.794 dan
langsung disetorkan ke kas Negara.
Tabel. 10
Penerimaan PPh 21 Terhadap Penerimaan Negara Tahun 2008-2012
SUMBER PENERIMAAN
TAHUN PENERIMAAN PPH 21
PEGAWAI TETAP PENERIMAAN NEGARA
(Triliun)
PRESENTASE PENERIMAAN PPH 21 TERHADAP
PENERIMAAN NEGARA
2008 63.266.968 453.400.988.000.000 14,29 %
2009 71.463.959 638.650.701.000.000 19,17 %
2010 77.665.946 707.430.922.000.000 19,90 %
2011 83.766.958 781.200.307.000.000 21,05 %
2012 87.968.963 804.390.685.000.000 25,57 %
Sumber : DPPKAD, Nota Keuangan dan RAPBN (Data diolah kembali)
Berdasarkan pada tabel diatas Penerimaan Negara tahun 2008 sampai 2012
menunjukkan Penerimaan Negara terhadap PPh 21 setiap tahunnya selalu
mengalami peningkatan yakni pada tahun 2008 Penerimaan Negara terhadap PPh
21 sebesar Rp 453.400.988.000.000 atau sekitar 14,29 %, pada tahun 2009
Penerimaan Negara terhadap PPh 21 sebesar Rp 638.650.701.000.00 atau sekitar
19,17 %, pada tahun 2010 Penerimaan Negara terhadap PPh 21 sebesar
Rp707.430.922.000.000 atau 19,90 %, pada tahun 2011 Penerimaan Negara
terhadap PPh 21 sebesar Rp 781.200.307.000.000 atau 21,05% dan pada tahun
2012 Penerimaan Negara terhadap PPh 21 sebesar Rp 804.390.685.000.000 atau
25,57 %. Jadi penerimaan Negara terhadap PPh 21 mulai tahun 2008 sampai 2012
setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan sehingga total penerimaan Negara
selama 5 (lima) tahun berjumlah Rp 3.385.073.603.000.000 dan langsung
dimasukkan ke dalam RAPBN.
63
B. Analisis Regresi Linear Sederhana
Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah regresi
linear sederhana. Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh penerimaan Negara terhadap Pemotongan PPh 21. Berikut hasil analisis
data SPSS:
Hasil pengujian statistik regresi linear sederhana, dengan menggunakan
SPSS 21, dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini.
Tabel. 11
Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana Dan Uji -t
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 20,363 4,102 5,415 ,000
PPH ,052 ,065 ,083 ,653 ,006
a. Dependent Variable: Penerimaan Negara
a. Dependent Variable: Penerimaan Negara
Berdasarkan data pada tabel 11, maka dapat di buat persamaan regresi
linear sederhana di mana nilai α di peroleh sebesar dan 20,363 nilai b sebesar
0,065 sehingga di masukkan ke dalam persamaan maka hasilnya adalah sebagai
berikut:
= 20,363+0,065X
64
Berdasarkan hasil pengelolaan komputer diperoleh hasil persamaan regresi
linear sederhana sebagai berikut : = 20,363+0,065X
Di mana : Y = Penerimaan Negara
X = Pemotongan PPh 21
Keterangan :
a. Nilai konstanta sebesar 20,363 adalah besarnya presentase penerimaan
Negara tanpa memperhatikan tinggi rendahnya pemotongan PPh 21.
b. Nilai koefisien regresi sebesar 0,065X yang berarti bahwa setiap terjadi
peningkatan ( karena tanda +) pemotongan PPh 21 sebanyak 1 % maka
terjadi peningkatan penerimaan pajak negara sebesar 0,065%. Namun
sebaliknya jika terjadi penurunan pemotongan PPh 21 sebanyak 1 % maka
terjadi penurunan penerimaan Negara sebesar 0,065%. Jadi , tanda +
menyatakan arah hubungan yang searah, di mana kenaikan atau penurunan
variabel independen (X) akan mengakibatkan kenaikan /penurunan variabel
dependen (Y).
a) Analisis Koefesien Korelasi
Tabel. 12
Hasil Analisis Koefesien Korelasi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 ,083a ,062 ,006 1,96126
a. Predictors: (Constant), PPH 21
65
Berdasarkan analisis regresi linear sederhana menunjukkan hubungan
antara variabel Pemotongan PPh 21 (X) dengan penerimaan Negara (Y) maka
dihitung koefisien korelasinya (R) sebesar 0,083 artinya pemotongan PPh 21
mempunyai hubungan korelasi lemah/tidak kuat atau berada pada interval 0.00-
0.199 dengan penerimaan Negara. Sedangkan untuk mengetahui seberapa jauh
variabel bebas (X) mempengaruhi variabel terikat (Y) maka digunakan koefisien
determinasi atau R square adalah 0,062 atau 6,2% penerimaan Negara yang hanya
di pengaruhi dari variabel pemotongan PPh 21. Untuk sisanya (100% - 6,2% =
93,8%) dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk yang diteliti dalam
penelitian ini.
b) Uji-t
Selanjutnya untuk menguji pengaruh pemotongan PPh 21 terhadap
penerimaan Negara yang dilakukan dengan uji-t. Adapun keputusan pengujian
terhadap hipotesis yang diajukan adalah apabila nilai thitung lebih kecil dari tabel
ttabel pada taraf signifikan 5% maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak
terdapat pengaruh yang signifikan antara pemotongan PPh 21 terhadap
penerimaan Negara. Sebaliknya apabila nilai thitung lebih besar dari tabel ttabel pada
taraf signifikan 5% maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh
yang signifikan antara pemotongan PPh 21 terhadap penerimaan Negara.
Berdasarkan persyaratan tersebut, maka pengaruh pemotongan PPh 21
terhadap penerimaan Negara dapat dijelaskan berdasarkan hasil perhitungan Uji-t
yang disajikan dalam tabel 13 sebagai berikut:
66
Tabel. 13
Hasil Uji-t Pemotongan PPh 21 (X) terhadap Penerimaan Negara (Y)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 20,363 4,102 5,415 ,000
PPH 21 ,052 ,065 ,083 ,653 ,006
a. Dependent Variable: Penerimaan Negara
Data pada tabel 13, menunjukkan bahwa thitung = 0,653 dengan
menggunakan taraf kesalahan 0,05 atau 5 persen maka derajat kesalahannya
dapat dihitung dengan df = n-2 (5-2) = 3 dan dari hasil ini diperoleh nilai ttabel
sebesar 0,653. Hasil tersebut menunjukkan bahwa thitung < ttabel. karena nilai thitung
= 0,653 lebih kecil dari ttabel = 3,182 maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya
terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara pemotongan PPh 21 terhadap
Penerimaan Negara.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis pada sub paragrap sebelumnya, maka dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada analisis keseluruhan dari tahun 2008 sampai
dengan tahun 2012, bahwa besarnya hubungan pemotongan PPh 21 dengan
penerimaan Negara yang dihitung dengan koefesien korelasi adalah 0,083 yang
tergolong ke dalam kategori korelasi tidak kuat karena berada pada rentang 0,00-
0.199. Artinya menunjukan hubungan yang tidak kuat antara pemotongan PPh 21
dengan penerimaan negara 0,062 %. Maknanya bahwa sumbangan 6,2 % variabel
67
pemotongan PPh 21 ini dijelaskan oleh penerimaan negara, dan sisanya 93,8%
ditentukan variabel lain yang tidak dapat dijelaskan dalam penelitian ini. Besarnya
kontribusi pemotongan PPh 21 adalah sebesar 0,653 yang berarti bahwa
pemotongan PPh 21 terdapat pengaruh yang tidak signifikan terhadap penerimaan
negara dari tahun 2008 sampai dengan tahu 2012, hal ini bahwasannya besaran
Penerimaan negara pada tahun 2010 mempunyai kekuatan diatas rata-rata dari
pada unsur penerimaan negara yang lain. Hal Berbeda dengan penerimaan negara
pada tahun 2009 dan 2011, walaupun mencapai target yang ditetapkan, namun
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pemotongan PPh 21 dan ini
berbanding terbalik dengan kasus tahun 2010, artinya pada tahun 2009 sampai
dengan 2011 penerimaan negara berada dibawah rata-rata dari unsur pemotongan
PPh 21. jadi secara keseluruhan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012,
pemotongan PPh 21 terdapat pengaruh yang tidak signifikan atau hubungannya
tidak kuat.
68
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian, perhitungan dan pemotongan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang
(Dinas PPKAD), telah sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang
telah berlaku. Baik dari segi tarif pasal 17 Undang-Undang No 36 tahun
2008, pemotongan pajaknya berdasarkan tunjangan anak ataupun
tunjangan istri/suami, PTKP yang dikenakan juga sesuai dengan
penghasilan yang diperoleh selama sebulan, maupun hal–hal lain yang
berhubungan dengan perhitungan perpajakan mengenai gaji pegawai
tetap.
2. Berdasarkan hasil analisis regresi linear sederhana, pemotongan PPh 21
terhadap penerimaan Negara terdapat pengaruh yang tidak signifikan,
karena korelasinya hanya sebesar 0,083 artinya pemotongan PPh 21
mempunyai hubungan korelasi lemah/tidak kuat atau berada pada
interval 0.00-0.199 dengan penerimaan Negara. Besarnya kontribusi
pemotongan PPh 21 juga terhadap penerimaan Negara hanya 0,062 atau
6,2 % yang mengindikasikan terdapat pengaruh yang tidak kuat antara
pemotongan PPh 21 terhadap penerimaan Negara.
69
3. Dari hasil analisis uji-t dapat diketahui bahwa thitung < ttabel., karena nilai
thitung = 0,653 lebih kecil dari ttabel = 3,182 maka H0 diterima dan H1
ditolak, artinya terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara
pemotongan PPh 21 terhadap Penerimaan Negara.
B. Saran
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang (DPPKAD) sebaiknya harus
memahami tentang kewajiban penghitungan, pemotongan, PPh pasal 21
menggingat ketentuan perpajakan kadang selalu mengalami perubahan
dari tahun ke tahun.
2. Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang (DPPKAD) sebaiknya lebih
meningkatkan pemotongan PPh 21 agar penerimaan Negara selalu
mengalami peningkatan setiap tahunnya yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan dan pembangunan Negara.
3. Bagi peneliti selanjutnya, apabila ingin meneliti lebih lanjut tentang
permasalahan yang sama dengan penelitian ini, maka diharapkan
mampu melakukan penelitian yang lebih baik.
70
DAFTAR PUSTAKA
Arizta Reinhard Gosal, 2013. Analisa Perlakuan Akuntansi PajakPenghasilan
Pasal 21 Jurnal EMBA 383 Vol. 1 No.
3http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/1837.27
Februari 2015.
Aloysius Taufan Hardianto,2013. Mekanisme Perhitungan dan Pelaporan Pajak
Penghsilan (PPh) Pasal 21 Karyawan (Studi Pada PT. Dutacipta
PakarperkasaSurabaya)http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/vi
ew/244 28 Februari 2015.
Edy Susanto.2011.Perpajakan Di Indonesia. Semarang.
Eva Theresna Ruchjana , 2005 . Analisis Penerapan Metode Gross- up Dalam
Perhitunga PPh 21 Sebagai salah satu upaya Perencanaan Pajak Jurnal
Man. Volume 6 No. 2 http://jurnal.feunsika.ac.id/wp-
content/uploads/2012/05/REPOST10.pdf 29 Februari 2015.
Hera Bugis Indina. 2013. Analisis Perencanaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Pegawai Tetap Pada PT Semen Tonasa. Makassar. Universitas
Hasanuddin.
Laloly Damanik & Arifin Hamzah.2011. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Pada PT. Ika Utama Transfer Expres, jurnal volume 17
http://akuntansi.usu.ac.id/jurnal-akuntansi-31.html, 27 Februari 2015.
Mangasi Sinurat, SE, M.Si. 2013. Perhitungan dan Pemotongan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Pegawai Tetap Pada PT. PLN
(PERSERO) Cabang MedanJurnal Ilmiah Accounting Changes Volume
1,NO.01http://www.stiebinakarya.ac.id/fpdfbrita/BAB%203%20D3.pdf
28 Februari 2015.
Mardiasmo, 2006. Perpajakan. CV Andi Offset: Yogyakarta.
Mega Dwi Haryanti. 2012. Mekanismen Perhitungan Dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor UPT. Dispenda Tingkat I Provinsi
Jawa Timur Di Sidoarjo. Surabaya. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Perbanas.
Nurmantu, Safri. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.
71
Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Resmi, Siti ( Salemba Empat Edisi 7). 2013. Perpajakan Teori dan Kasus.
Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Shailla Noor Diana. 2009. Perhitungan Dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
21 Bagi Pegawai Negeri Sipil yang Bekerja Diyayasan Pangudi Luhur
Pusat Semarang. Universitas Katolik Soegijapranata.
Supramono. Perpajakan Indonesia, Mekanisme dan Perhitungan. Yogyakarta.
Tamjiddin. 2012. Analisis Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Gaji
Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Kebudayaan, Jurnal 30 volume 8 No
3,https://library.pancabudi.ac.id/jurnal.../edd52192a1a4. 27 Februari
2015.
WWW. Pajak .go.id. Buku Panduan Bendahara Pelaksanaan PPh dan PPN/
PPnBM.
72
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama Lengkap Hajar Alimuddin, Lahir di Pinrang, 17 Maret 1993, anak ke tujuh
dari pasangan Bapak Alimuddin dan Ibu Bahara, pada tahun 2005 menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Muhammadiyah Jampue, pada tahun 2008
menyelesaikan pendidikan Sekolah menengah pertama (SMP) di MTS
Muhammadiyah Punnia Pinrang, pada tahun 2011 menyelesaikan pendidikan
Sekolah menengah Atas (SMA) jurusan Ilmu Pengetahuan Alam di SMA Negeri
1 Lanrisang Pinrang dan pada tahun 2011 menempuh pendidikan Strata satu (S1)
jurusan akuntansi (SE) di Universitas Muhammadiyah Makassar.
top related