stasiun penyiaran
Post on 21-Jul-2015
461 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu persoalan utama yang sering tidak disadari banyak orang adalah
bahwa sistem pertelevisian di Indonesia bersifat secara sentralistis. Ada sepuluh
stasiun televisi di Jakarta yang dapat bersiaran secara nasional dengan hanya
menggunakan stasiun-stasiun relai di setiap daerah. Dalam sistem ini, siaran
sepenuhnya disiapkan, dibuat, dan dipancarkan dari Jakarta menuju rumah-rumah
penduduk di seluruh Indonesia dengan hanya diperantarai stasiun relai di setiap
daerah tersebut. Dengan demikian, apa yang disaksikan oleh warga perumahan
Pondok Indah di Jakarta, sampai ke Bangkalan, Madura, sampai ke Palangkaraya,
Lubukpakam, Aceh, Ujung Pandang, sampai ke Manokwari sepenuhnya ditentukan
oleh segenap stasiun yang berlokasi di Jakarta.
Sistem pertelevisian semacam ini lazimnya terjadi hanya di negara-negara
dengan pemerintahan otoriter, yang memang dicirikan oleh pemusatan kekuasaan.
Ini pun umumnya hanya berlangsung di negara-negara yang tidak mengembangkan
sistem pertelevisian komersial, dan tidak memiliki wilayah luas dengan karakter
budaya heterogen seperti yang dimiliki Indonesia. Di umumnya negara lain yang
juga memiliki wilayah luas, stasiun televisi dan radio memiliki jangkauan siaran
lokal dan regional. Contoh terbaik adalah Amerika Serikat. Berbeda dengan
Indonesia, yang berkembang di sana adalah sistem jaringan di mana siaran nasional
hanya dimungkinkan berlangsung melalui rantai stasiun-stasiun lokal. Dalam
sistem televisi berjaringan tersebut, siaran sebuah stasiun televisi dapat saja
menjangkau seluruh negara, tapi harus melalui ‘jaringan’, yakni stasiun-stas iun
2
televisi lokal di berbagai kota yang membawa siaran nasional tersebut ke kota
mereka.
mengingat bahwa setiap masyarakat yang menetap di berbagai daerah berbeda
akan memiliki konteks budaya, politik dan ekonomi berbeda, penunggalan siaran
yang datang dari sebuah Pusat akan dianggap sebagai mengingkari keberagaman
tersebut. Demikianlah, di AS, FCC mengeluarkan ketetapan yang mewajibkan
stasiun-stasiun lokal yang menjadi bagian dari jaringan nasional untuk memuat
program-program berita lokal dan bahkan program-program yang berorientasi pada
kepentingan publik lokal, misalnya pendidikan.
Indonesia adalah sebuah negara luas dengan keragaman budaya yang kaya.
Karena itu, bisa dipahami, bila masyarakat Sumatra Barat sebenarnya berharap
menyaksikan di layar televisi musik atau tarian atau komedi khas daerahnya,
menyaksikan remaja mereka tampil dengan serba neka kreativitasnya, atau bahkan
menyaksikan penyiar yang tampan dan cantik membawa acara dengan bahasa
Indonesia berdialek Sumatra.
Prinsip pluralisme ini yang diingkari oleh sistem pertelevisian Indonesia. Lebih
dari seratus juta penduduk Indonesia hanya dilayani oleh sepuluh stasiun televis i
‘nasional’ yang semua berada di Jakarta, yang orientasinya utamanya bukanlah
kepentingan publik, melainkan kepentingan komersial.
Oleh karena itu dalam makalah ini kita akan lebih mempelajari cara penyiaran
di indonesia dan kelebihan dan kekuarangan ketika melakukan siaran dengan sistem
berjaringan . Jenis-jenis televisi yang ada di indonesia. Lembaga-lembaga
penyiaran di indonesia. Sehingga kita dapa lebih jelas mengetahui bagaimana
industri ini berkembang dan bertahan.
3
1.2 Tujuan
2 Memahami sistem penyiaran di Indonesia
3 Memahami kelebihan dan kekurangan dari sistem penyiaran di Indonesia
4 Memahami bagaimana perundang-undangan peyiaran di Indonesia belum bisa
diterapkan
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Stasiun Penyiaran
Penyiaran adalah keseluruhan proses penyampaian siaran yang dimulai dari
penyiapan materi produksi, proses produksi, penyiapan bahan siaran, kemudian
pemancaran sampai kepada penerimaan siaran tersebut oleh pendengar/ pemirsa
disuatu tempat. Istilah “stasiun penyiaran” muncul ketika undang-undang pasal
31 menjelaskan bahwa “lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa
penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan
dan atau stasiun penyiaran lokal”. Unsur-unsur stasiun penyiaran yang meliputi :
kepemilikan, perizinan, fungsi, kegiatan, dan sebagainya.
Terdapat lima syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk dapat terjadinya
penyiaran. Kelima syarat tersebut adalah :
1. Spektrum frekuensi radio
2. Sarana pemancaran/transmisi
3. Adanya siaran (program atau acara)
4. Adanya perangkat penerima siaran (receiver)
5. Dapat diterima secara serentak/bersamaan
Oleh karena itu yang termasuk dalam media penyiaran tentunya adalah medi
televisi dan media radio atau hanya media yang bersifat elektronik saja.
2.2 Stasiun Jaringan
5
Stasiun jaringan adalah sejumlah stasiun penyiaran yang saling
berhubungan untuk dapat menyiarkan program secara serentak. Namun untuk dapat
disebut “ jaringan” terdapat ketentuan jumlah minimal stasiun penyiaran yang mau
bergabung untuk membentuk suatu jaringan penyiaran. Jumlah minimal stasiun
penyiaran ini harus dipenuhi terlebih dahulu agar dapat dinyatakansebagai stasiun
berjaringan secara hukum.
Menurut PP 50/2005, sistem stasiun jaringan adalah tata kerja yang
mengatur relay siaran secara tetap antar stasiun penyiaran. Sistem stasiun jaringan
terdiri atas stasiun swasta. Induk stasiun jaringan dan stasiun swasta anggota
jaringan yang membentuk sistem jaringan.
Hal penting yang perlu dipahami bahwa terdapat dua pihak dalam system
penyiaran berjaringan yaitu : (1) Stasiun jaringan atau disebut juga dengan stasiun
induk, yaitu stasiun penyiaran yang menyediakan program. Stasiun induk pada
dasarnya tidak memiliki wilayah siaran sehingga stasiun induk tidak dapat
menyiarkan programnya tanpa bekerja sama dengan stasiun lokal yang memil ik i
wilayah siaran. (2) Stasiun lokal , yang terdiri dari stasiun lokal independent dan
stasiun lokal afiliasi yaitu stasiun lokal yang bekerja sama (berafiliasi) dengan salah
satu stasiun induk untuk menyiarkan program stasiun induk di wilayah siaran loka l,
di mana stasiun afiliasi berada. Stasiun afiliasi memiliki wilayah siaran namun
sifatnya terbatas di daerah tertentu saja. Kerja sama ini menghasilkan siaran
berjaringan karena terdapat sejumlah stasiun lokal yang berafiliasi untuk
menyiarkan siaran stasiun induk.
2.3 Stasiun Penyiaran Lokal
6
Stasiun penyiaran lokal merupakan Stasiun Penyiaran dengan wilayah
siaran terkecil yang mencakup satu wilayah kota atau kabupaten. Undang-undang
penyiaran menyebutkan, bahwa Stasiun penyiaran lokal dapat didirikan dilokasi
tertentu dalam wilayah Republik Indonesia dengan jangkauan siaran terbatas pada
lokasi tersebut. Ini berarti syarat atau kriteria suatu Stasiun dikategorikan sebagai
Penyiaran lokal adalah: lokasi sudah ditentukan dan jangkauan siarannya terbatas.
Stasiun lokal biasanya untuk memperluas siarannya menggunakan system
teresterial yang menggunakan super high frequency sebesar satu gegaherzt dengan
kemampuan jarak pancar sekitar 60 kilo meter. Sehingga bila yang ingin dituju
makin jauh maka diperlukan beberapa Stasiun repeater atau Stasiun pengulang.
Stasiun lokal juga dapat berfungsi sebagai Stasiun Afliasi.
Syarat atau kriteria suatu stasiun dikategorikan sebagai stasiun lokal adalah :
1. Lokasi sudah ditentukan
2. Jangkauan siaran terbatas (hanya pada lokasi yang sudah ditentukan)
3. Memiliki studio dan pemancar sendiri
Selanjutnya terdapat ketentuan bahwa :
1. Lembaga penyiaran publik dapat menyelenggarakan siaran dengan system
stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia
2. Lembaga penyiaran swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui system
jaringan merupakan perubahan fundamental dalam system penyiaran
penyiaran nasional Indonesia.
7
2.4 Kelebihan dan Kekuarangan dari Sistem Stasiun Berjaringan
2.4.1 Kelebihan Sistem Stasiun Berjaringan
1. Sistem stasiun berjaringan ini memiliki manfaat untuk menciptakan sistem
penyiaran yang berkeadilan dan berpihak pada publik. Karena selama ini
dominasi isi siaran televisi dipegang oleh para televisi yang berlokasi di
Jakarta. Bahkan isi siarannya sudah sampai pada level menghegemoni.
2. Sistem berjaringan mampu mengakomodasi isi siaran lokal sehingga dapat
menjadi pengerem terhadap isi siaran yang memiliki bias kultur, nilai, dan
cara pandang orang yang tinggal di Jakarta. Dengan begitu ada terdapat
ruang bagi masyarakat daerah untuk mengekspresikan hasrat, kepentingan,
kultur, nilai, dan cara pandang orang daerah di ruang publik yang bernama
penyiaran. Sehingga tercipta penyiaran yang berkeadilan mendudukan
kepentingan daerah dan kepentingan Jakarta pada posisi yang setara dan
sejajar.
3. Dengan diberlakukannya sistem ini maka porsi iklan yang jumlahnya
triliunan rupiah yang selama ini hanya dinikmati TV yang ada di Jakarta
akan terditribusi ke televisi-televisi lokal yang ada di daerah. Dengan begitu,
pemerataan ekonomi di bidang penyiaran akan terjadi.
4. Pemerataan kesempatan bagi investor lokal di daerah untuk dapat
berpartisipasi dalam bidang pertelevisian.
2.4.2 Kekuarangan dari Stasiun Berjaringan
8
1. Terjadi tumpang tindih antara kewenangan perizinan lembaga penyiaran
antara KPI dengan Kementerian Keminfo sehingga dari sisi yuridis dan
teknis masih sulit dilaksanakan di lapangan karena belum terbangunnya
sistem secara memadai
2. Terdapat tantangan yang sistematis dari pihak asosiasi TV nasional. Karena
kerjasama antara TV nasional dengan TV lokal sulit dilakukan
3. Persiapan dari TV lokal yang belum memadai, dari segi teknis maupun
sumber daya manusia
2.5 Lembaga lembaga Penyiaran
Dalam UU RI No. 32 tahun 2002, pada pasal 13 ayat 2 ditegaskan bahwa jasa
penyiaran diselenggarakan oleh:
1. Lembaga penyiaran publik
2. Lembaga penyiaran swasta
3. Lembaga penyiaran komunitas
4. Lembaga penyiaran berlangganan
1. Penyiaran Publik
Secara khusus, publik dalam istilah penyiaran publik diposisikan dalam dua
pengertian, yakni sebagai khalayak (pemirsa atau pendengar) dan sebagai partisipan
yang aktif. Pemahaman ini terkait dengan kebebasan menyatakan pendapat, hak
untuk mendapatkan informasi, serta upaya pemberdayaan masyarakat dalam proses
menuju civil society. Sementara mengenai syarat penyiaran publik (public service
broadcasting), diantaranya adalah media yang: 1) tersedia (available) secara
9
“general-geographis”, 2) memiliki concern terhadap identitas dan kultur nasional,
3) bersifat independen, baik dari kepentingan negara maupun kepentingan komersil,
4) memiliki imparsialitas program, 5) memiliki ragam variasi program, dan 6)
pembiayaannya dibebankan kepada pengguna media. Definisi tersebut
mengandaikan bahwa penyiaran publik dibangun didasarkan pada kepentingan,
aspirasi, gagasan publik yang dibuat berdasarkan swadaya dan swamandiri dari
masyarakat atau publik pengguna dan pemetik manfaat penyiaran publik. Oleh
karena itu, ketika penyiaran publik dibangun bersama atas partisipasi publik, maka
fungsi dan nilai kegunaan penyiaran publik tentunya ditujukan bagi berbagai
kepentingan dan aspirasi publik.
Secara filosofis, urgensi kehadiran media penyiaran publik berangkat dari
kehidupan publik yang dilihat dari posisi sebagai warga masyarakat hanya dalam
dua ranah, yaitu dalam lingkup kekuasaan dan lingkup pasar. Padahal, masyarakat
memiliki ruang tersendiri untuk berapresiasi, berkarya, berpendapat, dan bersikap
terhadap realitas yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu, munculnya pandangan
dikotomis yang mengabaikan peran dan posisi warga negara dalam konteks
hubungan sosial dan bernegara telah mengabaikan adanya kenyataan tentang ranah
publik yang diharapkan dapat menjadi zona bebas dan netral yang di dalamnya
berlangsung dinamika kehidupan yang bersih dari kekuasaan dan pasar. Habermas
menyebut ranah ini sebagai ranah publik atau public sphere
Secara garis besar, ada empat alasan mengapa lembaga penyiaran publik itu
penting dalam sistem demokrasi. Pertama, dalam konteks kehidupan demokrasi
dan penguatan masyarakat sipil, sejatinya, publik berhak mendapatkan siaran yang
10
lebih mencerdaskan, lebih mengisi kepala dengan sesuatu yang lebih bermakna
dibandingkan sekedar menjual kepala kepada pemasang iklan melalui logika rating.
Kedua, warga berhak memperoleh siaran yang mencerdaskan tanpa adanya
batasan geografis, lebih-lebih sosio-politis. Argumen kedua ini penting karena
lembaga penyiaran swasta akan selalu berfikir dalam kerangka besaran jumlah
penduduk dan potensi ekonomi untuk membuka jaringannya. Akibatnya, daerah-
daerah yang miskin dan secara ekonomi tidak menguntungkan tidak akan
mendapatkan layanan siaran swasta.
Ketiga, penyiaran publik merupakan entitas penyiaran yang memilik i
concern lebih terhadap identitas dan kultur nasional. Jika lembaga penyiaran swasta
acapkali dituduh menjadi bagian dari apa yang sering disebut sebagai imperalisme
budaya, maka lembaga penyiaran publik justru sebaliknya. Keberadaan lembaga
penyiaran publik penting dalam rangka menjaga identitas dan kultur nasional yang
bersifat dinamis.
Keempat, demokrasi media niscaya memerlukan lembaga penyiaran yang
bersifat independent, baik dilihat dari kepentingan negara maupun komersial. Hal
ini penting digarisbawahi karena lembaga penyiaran yang dikontrol negara akan
cenderung menjadi ideological state aparatus, sedangkan lembaga penyiaran yang
dikontrol swasta akan mengakibatkan penggunaan logic of acumulation and
exclusion sebagai penentu apa dan bagaimana sesuatu ditayangkan. Sebagaimana
nanti dapat dilihat dalam pembahasan bab selanjutnya, dominasi lembaga penyiaran
swasta telah membuat hanya kelompok masyarakat tertentu yang direpresentas ikan
dalam media penyiaran nasional. Demikian juga dengan tayangan yang hanya
11
memenuhi keinginan pasar dibandingkan dilandasi oleh usaha yang sungguh-
sungguh untuk turut serta, katakanlah, mencerdaskan kehidupan masyarakat.
2. Penyiaran Swasta
Secara mendasar, lembaga penyiaran swasta bersifat komersial dan
menggantungkan hidupnya dari pemasukan iklan. Namun, sebagai institusi yang
mempergunakan ranah publik, ia harus terikat oleh ketentuan-ketentuan di dalam
peraturan perundang-undangan di bidang penyiaran. Dalam konteks televisi swasta
Indonesia, kecenderungannya sangat sentralistik. Untuk itulah, sistem penyiaran
swasta berjaringan menjadi sebuah keniscayaan. Alasannya, televisi swasta
nasional mampu menjangkau 80% penduduk di Indonesia. Sementara penduduk
yang mempunyai akses terhadap televisi sebesar 67%. Jadi, jumlah potensial
viewers-nya berkisar sekitar 118 juta penduduk. Ini berarti sekitar 118 juta
penduduk mempunyai akses terhadap televisi. Masing-masing televisi sudah
menjangkau antara 60 sampai dengan 99 % penduduk yang mempunyai akses
terhadap televisi. Ada dua hal yang dapat dicatat dari sini. Pertama, jumlah
penduduk yang mampu mengakses televisi baru separuhnya. Kedua, di sisi lain,
televisi sudah mampu menjangkau sekitar 60 sampai 90% dari mereka yang
mempunyai akses. Ini sebenarnya sudah dapat dikatakan sangat tinggi mengingat
di AS saja regulasinya mengatakan bahwa seseorang dapat memiliki stasiun televis i
dalam jumlah yang tidak terbatas, tetapi tidak boleh menjangkau lebih dari 39%
television’s household atau nation’s TV homes.
Bila dilihat dari yang lain, maka pelaksanaan stasiun televisi berjaringan
sebenarnya adalah sebuah kesempatan (opportunity) yang memberikan jalan dan
kelonggaran bagi stasiun televisi nasional yang saat ini siaran, baik bagi yang sudah
12
untung besar maupun yang masih “berdarah-darah”. Stasiun televisi berjaringan ini
akan ikut membangun berkembangnya televisi lokal, merangsang dan membangun
dinamika ekonomi dan sosial dan budaya lokal. Rumah produksi lokal akan
tumbuh, biro iklan lokal, lembaga “rating” lokal juga akan tumbuh, dan lain- la in
kegiatan sosial ekonomi dan budaya. Hal semacam ini tentu saja akan mendapat
dukungan ekonomi dan sosial lokal. Posisi televisi jaringan semacam ini akan
sangat kuat posisinya di tingkat lokal karena mendapat dukungan lokal, yang pada
gilirannya menjadi stasiun televisi berjaringan yang sangat kuat secara nasional,
baik dilihat dari kaca mata sosial, budaya maupun ekonomi. Di sini, diperlukan
sebuah pemimpin stasiun televisi yang visioner, yang sebenarnya sudah dituntun
oleh Undang-undang Penyiaran. Dalam hubungan ini, bila semua stasiun televis i
nasional melakukan transformasi seperti yang telah disebutkan di atas, maka akan
tercipta sebuah sistem penyiaran yang sehat, yang menjamin adanya “diversity of
ownership” dan “diversity of content”, yang akan memperkuat dan memperkaya
bangsa ini baik secara sosial, ekonomi, budaya dan politik.
3. Penyiaran Komunitas
Media komunitas hadir sebagai media alternatif yang mengusung
keberagaman kepemilikan (diversity of ownership), yang juga mendorong adanya
keberagaman isi (diversity of content) dalam program-program siaran karena
melayani komunitasnya yang juga beragam. Kemudian, oleh karena keberagaman
kepemilikan itulah, masyarakat bisa melakukan kontrol sendiri (self controlling)
terhadap isi siaran. Pengelola lembaga penyiaran komunitas, tidak bisa sewenang-
wenang menayangkan program siaran yang tidak sesuai dengan nilai, aturan,
maupun budaya lokal.
13
Media komunitas pada dasarnya memainkan peran yang hampir sama
dengan media massa pada umumnya, hanya saja pada wilayah (level of playing
field) yang terbatas. Dibatasinya jangkauan layanan jenis media penyiaran ini justru
diharapkan dapat memberikan layanan secara lebih spesifik dan membuka
partisipasi secara lebih sempurna kepada komunitasnya. Semakin luas jangka uan
siaran akan semakin sulit mendapatkan partisipasi dari masyarakat, karena apapun
media ini merupakan refleksi kebutuhan komunitasnya. Dengan demikian, ada pula
fungsi kontrol sosial yang dimilikinya, fungsi menghibur, mendidik dan
menginformasikan berita yang benar-benar merefleksikan kebutuhan
komunitasnya.
Selanjutnya, dalam rangka menjawab kebutuhan kebutuhan tersebut, empat
prinsip mendasar yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan penyiaran
komunitas. Pertama, berskala lokal dan mendorong partisipatif warga. Karena
tipologinya yang mendorong partisipasi warga masyarakat, maka skala terbatas
merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan. Dengan keterbatasan
jangkauan yang dimiliki, diharapkan dapat memberi kesempatan pada setiap
prakarsa warga komunitas untuk tumbuh dan tampil setara sejak tahap perumusan
program siaran, pengelolaan hingga kepemilikan. Untuk mampu menjawab
kebutuhan komunitasnya, penyiaran tersebut haruslah membangun partisipasi
warga masyarakatnya seluas mungkin.
Kedua, teknologi siaran yang dipergunakan sesuai dengan kemampuan
ekonomi komunitas dan bukan bergantung pada campur tangan pihak luar. Untuk
membangun sense of belonging yang tinggi, partisipasi masyarakat dalam hal
penyediaan peralatan sesuai dengan kemampuannya merupakan hal penting yang
14
harus dipertimbangkan meskipun bukan tidak mungkin sumber pembiayaan dari
luar komunitas. Jika sumber daya infastruktur berasal dari luar komunitas, maka
perlu pendekatan yang tepat agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian
hari. Seringkali, peralatan yang didatangkan dan didukung pihak luar menimbulkan
masalah saat terjadi kerusakan, yakni keengganan warga masyarakat untuk
memperbaikinya. Sebaliknya, dengan pembiayaan yang keluar dari pembiayaan
warga secara kolektif, akan mendapat dukungan penuh dari warga masyarakat
manakala terjadi kerusakan pada peralatan tersebut.
Ketiga, didorong oleh misi kebaikan bersama komunitas dan bukan
mencapai tujuan keuntungan uang. Sejak awal, penyiaran komunitas harus
mendeklarasikan misinya kepada masyarakat, termasuk operasionalisasinya yang
mengandalkan semangat kesukarelawan penyiar dan pengelolanya. Jika tidak,
maka akan sulit untuk menjaga semangat tersebut yang telah dimunculkan sedari
awal pendirian.
Keempat, mengemukakan masalah-masalah bersama untuk dicarikan
solusinya sehingga mendorong keterlibatan aktif komunitas dalam upaya
perubahan sosial-politik. Sebagai media milik bersama (masyarakat), persoalan-
persoalan bersama yang ada di masyarakat layak disiarkan dan diadvokasi. Ketika
persoalan-persoalan tersebut diangkat, maka harapannya semakin banyak warga
masyarakat yang concern dengan persoalan bersama (karena mendengar dan
mengetahuinya sehingga mendorong kesadaran akan pentingnya masalah tersebut
diselesaikan), dan pada gilirannya semakin memperluas keterlibatan warga
masyarakat dari berbagai lapisan yang ada di wilayah tersebut. Kondisi demikian
15
akan mendorong terjadinya perubahan iklim sosial politik ditingkat lokal
(desa/kampung) [Iwan Awaluddin Yusuf ].
4. Penyiaran Berlangganan
Penyiaran berlangganan adalah jasa penyiaran saluran televisi yang
dilakukan khusus untuk pemirsa yang bersedia membayar (berlangganan) secara
berkala. Jasa ini biasanya disediakan dengan menggunakan sistem digital ataupun
analog melalui media satelit. Saat ini sistem penyiaran dengan digital adalah yang
paling lazim digunakan.
Perkembangan televisi berbayar atau berlangganan ini tergolong cukup
signifikan di Indonesia. Menurut data yang diungkap Direktur Utama Indovision,
Rudy Tanoesoedibjo, pasar potensial televisi berbayar di Indonesia pada dua tahun
lalu (2006) berada di kisaran 12 juta orang atau sekitar 22% dari keseluruhan 57
juta pemilik TV rumahan. Dan bukan mustahil angka ini akan meningkat tajam.
Konsumsi televisi berbayar ini selain melibatkan faktor ekonomi, faktor sosial pun
menjadi pertimbangan. Monotomi siaran atau tayangan televisi terrestrial yang ada
saat ini, sedikit banyak berpengaruh pada costumer sovereignity dalam memilih
tayangan yang berkualitas. Alternatif inilah yang ditawarkan oleh televisi berbayar.
Di Indonesia, industri televisi berlangganan beroperasi dengan
menggunakan media penyaluran yang beragam, mulai dari satelit, kabel, dan
terestrial. Namun, hanya media penyiaran melalui satelit dan kabel saja yang
memiliki pangsa pasar yang besar. Berikut beberapa lembaga media penyiaran yang
ada di Indonesia beserta media penyalurannya :
PT. MNC Sky Vision (Indovision dan Top TV), kabel dan satelit
PT. Nusantara Vision (OkeVision), kabel dan satelit
16
PT. Indosat Mega Media (IM2 PayTV), kabel
PT. Link Net (First Media), kabel dan satelit
PT. Mentari Multimedia (M2V Mobile TV), terestrial
PT. Elang Mahkota Teknologi (Nexmedia), terestrial
PT. Indonesia Media Televisi (BiG TV), kabel dan satelit
PT. Trans Corp (TransVision), kabel dan satelit
Kompas Gramedia (K-vision), kabel dan satelit
PT. Visi Media Asia (viva+), kabel dan satelit.
PT Karyamegah Adijaya (Aora), satelit
PT. Cipta Skynindo (Skynindo), satelit
PT. Trans Corp (Groovia TV), IPTV
Mekanisme penyiaran satelit untuk televisi berlangganan umumnya sama,
dimulai ketika provider memancarkan siarannya ke satelit (uplink) lalu
kemudian sinyal tersebut ditransfer dan dikirim lagi menuju ke bumi (downlink).
Di Indonesia kita bisa mengakses siaran-siaran TV dari Amerika Serikat,
Jepang, Inggris, dll. Siaran tersebut pertama kali dipancarkan dari tempat
produksi siaran dilakukan, kemudian dipancarkan kembali melalui satelit di
Indonesia sampai akhirya kita bisa menikmati ratusan tayangan dari berbagai
negara di dunia. Siaran dari satelit penyedia tersebut dapat diterima pelanggan
yang telah dilengkapi alat bernama decoder. Dengan menggunakan media
penyaluran satelit, suatu program televisi dapat dinikmati sejauh kita memilik i
akses untuk menangkap sinyal uplink satelit induk. Selain itu, yang menarik
dari sistem berlangganan program TV dengan menggunakan satelit adalah
adanya pengacakan sinyal (scramble). Artinya, sinyal yang dikirim oleh satelit
17
diacak terlebih dulu, sehingga hanya orang yang memiliki decoder saja yang
dapat mengakses program siaran tersebut.
23
ASPEK SWASTA PUBLIK KOMUNITAS BERLANGGANAN
Definisi Lembaga penyiaran
yang bersifat komersia l
berbentuk badan hukum
Indonesia, yang bidang
usahanya hanya
menyelenggarakan jasa
penyiaran radio atau
televisi
Lembaga penyiaran
yang berbentuk badan
hukum yang didirikan
oleh negara, bersifat
independen, netral, tidak
komersial, dan berfungs i
memberikan layanan
untuk kepentingan
masyarakat.
Lembaga penyiaran
yang berbentuk badan
hukum Indonesia,
didirikan oleh komunitas
tertentu, bersifat
independen, dan tidak
komersial, dengan daya
pancar rendah, luas
jangkauan wilayah
terbatas, serta untuk
melayani kepentingan
komunitasnya.
lembaga penyiaran
berbentuk badan hukum
Indonesia, yang bidang
usahanya hanya
menyelenggarakan jasa
penyiaran berlangganan
dan wajib terlebih
dahulu memperoleh izin
penyelenggaraan
penyiaran berlangganan.
Khalayak Umum, terbuka lebar Umum, lebih dari satu
komunitas
Satu komunitas tertentu
saja
khusus kepada
pelanggan melalui radio,
19
televisi, multi media,
atau media informasi
lainnya
Visi Memberikan hiburan,
informasi dan
pendidikan, namun
semua visi pada
implementasinya
khususnya untuk
produksi dan
pemasarannya tetap
diperhitungkan
berdasarkan prinsip-
prinsip pencapaian
keuntungan ekonomi.
Meningkatkan kualitas
hidup publik.
Meningkatkan apresiasi
terhadap
keanekaragaman
ditengah masyarakat
dengan harapan
menciptakan kehidupan
yang harmonis di antara
berbagai komunitas yang
berbeda.
Meningkatkan kualitas
hidup anggota
komunitasnya. Secara
khusus menjadi lembaga
siaran yang bersifat dari,
oleh, dan untuk
komunitas.
Memberikan hiburan
pengetahuan, serta
mendidik para penonton
berdasarkan usia dan
khalayak sasaran
20
Jangkauan area siaran Umumnya luas, lebih
dari satu propinsi,
namun memiliki batasan
tertentu.
Bersifat nasional atau
daerah. Tetap
mengemban misi
meningkatkan apresiasi
terhadap identitas dan
integrasi nasional.
Terbatas, umumnya
dalam radius 6 km.
Wilayah jangkauan siaran
Lembaga Penyiaran
Berlangganan melalui
satelit, kabel, dan terestrial
adalah wilayah layanan
siaran sesuai dengan izin
yang diberikan
Ukuran kesuksesan Rating untuk masing-
masing program dan
pemasukan iklan (rating
program yang tinggi
akan menarik pemasang
iklan)
Kepuasan publik Kepuasan anggota
komunitas
Kepuasan Pelanggan
21
Pemilik/pendiri Umumnya berbentuk
PT, sebagian menjadi
PT. Tbk.
Negara atau pemerintah
(untuk TVRI, RRI).
Badan hukum
nonkomersial, biasanya
berbentuk yayasan
Lembaga Media
Penyiaran
Pengambilan
keputusan tertinggi
Pemilik modal/para
komisaris dalam RUPS
(Rapat Umum
Pemegang Saham),
manajemen operasional
akan tunduk pada garis
besar ini.
Lembaga supervis i
bersama-sama dengan
manajemen operasional.
Jika lembaga penyiaran
publik didirikan oleh
pemda atau PT maka
lembaga supervis inya
harus tetap independen.
Lembaga supervis i
komunitas bersama-
sama dengan manajemen
operasional.
CEO (chief executive
officer)
Sumber pemasukan Iklan dalam arti luas,
mencakup hard selling
(penjualan langsung),
sponsorship untuk suatu
program atau acara, dll.
APBN untuk lembaga
penyiaran public
nasional dan APBD
untuk lembaga
Iuran anggota
komunitas, hibah,
sumbangan tidak
mengikat, sponsor, dll.
Iuran pelanggan, siaran
iklan niaga dan usaha-
usaha lain yang terkait
dengan penyelenggaraan
penyiaran
22
penyiaran public daerah;
siaran iklan, dll
Kriteria dan jumlah
materi iklan
Terbuka luas 20% dari
keseluruhan jamtayang
Tidak boleh menerima
iklan hard selling,
biasanya hanya sponsor
program. Maksimal 15%
dari keseluruhan jam
tayangnya
Iklan layanan
masyarakat, bukan iklan
hard selling, biasanya
berupa sponsor program.
Maksimal 10% dari
keseluruhan jam
tayangnya.
Iklan komersil dan layanan
masyarakat
23
BAB III
KESIMPULAN
1. Penyiaran dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu stasiun penyiaran, stasiun penyiaran
berjaringan dan stasiun penyiaran lokal
2. Televisi swasta di Indonesia belum bisa menjalankan UU Penyiaran karena mereka
menganngap bahwa UU tersebut sebagai ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan
mengancam kesehatan industri pertelevisian. Mereka juga mengajukan permohonan
agar Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan UU tersebut. Namun, bahkan ketika
MK menolak permintaan tersebut, stasiun-stasiun televisi komersial tetap menolak
untuk menjalankan kewajiban untuk menghentikan siaran nasional dan kewajiban
mengembangkan jaringan stasiun televisi di berbagai kota.
3. Jika UU Penyiaran tersebut dapat dijalankan maka industri pertelevisian akan
menyesuaikan diri dengan kebutuhahan kontekstual masyarakat di berbagai daerah dan,
karena itu, hanya dengan sistem pertelevisian berjaringan kebaragaman budaya
Indonesia akan dihormati.
25
top related