strategi dakwah pondok pesantren muhammadiyah …
Post on 28-May-2022
13 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STRATEGI DAKWAH PONDOK PESANTREN MUHAMMADIYAH MENGKENDEK TANA TORAJA DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN BERAGAMA SANTRI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
FATMAWATY NIM : 105270015115
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H/ 2020 M
ABSTRAK
FATMAWATY. 105270015215. 2020. Strategi Dakwah Pondok Pesantren Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja Dalam Meningkatkan Kesadaran Beragama Santri, Dibimbing oleh Wiwik Laela Mukromin dan Meisil B Wulur.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kesadaran beragama santri dan strategi dakwah pondok pesantren Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja dalam meningkatkan kesadaran beragama santri. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana kesadaran beragama santri dan bagaimana strategi dakwah pondok pesantren Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja dalam meningkatkan kesadaran beragama santri.
Secara metodologis penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu
sebuah penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkap sebuah fakta empiris secara objektif ilmiah dengan berlandaskan pada logika keilmuan, prosedur dan didukung oleh metodologi dan teoritis yang kuat sesuai disiplin keilmuan yang ditekuni.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi dakwah di pondok pesantren Pembangunan Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja dalam meningkatkan kesadaran beragama santri adalah (1) kajian rutin dengan materi keagaman yang ringan yang di bawakan setiap selesai sholat magrib oleh para ustadz di pesantren untuk menambah pengetahuan agama santri. (2) Pembina selaku pendidik berusaha memberikan contoh perilaku yang baik sebagai tauladan untuk santri.(3) pendisiplinan waktu dengan pembina mengontrol kegiatan santri yang ada di asrama, (4) Evaluasi harian, setiap sore para musyrif akan mengecek ibadah yang mereka kerjakan pada tiap harinya satu persatu.Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat yang berdampak langsung pada proses berjalannya kegiatan dalam meningkatkan kesadaran beragama santri pondok pesantren pembangunan Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja. Faktor pendukung; 1) Pesantren tersebut di bangun oleh organisasi Muhammadiyah yang merupakan organisasi besar dan solid, sehingga baik pimpinan hingga wakil direktur berasal dari kader yang berpengalaman dan profesional, 2) Fasilitas yang cukup memadai walaupun belum sempurna, 3) Merupakan pesantren pertama yang ada di Tana Toraja sehingga membina santri yang cukup banyak. Faktor penghambat; 1) Kurangnya sumber daya manusia yang berpengalaman baik dari segi pemahaman ajaran Islam dan dalam segi mendidik, 2) Tidak memiliki guru BK, 3) Berada dilingkungan minoritas muslim, 4) Banyak keluarga santri masih memeluk agama kristen dan adapun yang murtad.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq dan
Inayah-Nya, sehingga penulis telah menyelesaikan karya ilmiah berupa
skripsi yang berjudul “STRATEGI DAKWAH PONDOK PESANTREN
PEMBANGUNAN MUHAMMADIYAH MENGKENDEK TANA TORAJA
DALAM MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA SANTRI.”
Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M. Ag selaku rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Drs H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Dr. (HC) M.M Thayyib Khoory selaku Founder dan Donatur Asia
Muslim Charity Foundation (AMCF)
4. Dr. H. Abbas, Lc. MA. selaku Ketua Prodi dan Dr. Sudir Koadhi,S.S.
M.Pd.I Selaku Sekertaris Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Dr. Meisil B Wulur S. Kom.I.,M.Sos.I dan Wiwik Laela Mukromin
M.Pd.I selaku Pembimbing satu dan pembimbing dua yang telah
banyak meluangkan waktu serta pikirannya dalam mengarahkan
dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar.
7. Seluruh Staf Universitas Muhammadiyah Makassar atas didikan
ilmu yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan program
perkuliahan Strata Satu (S1).
8. Kepada Bapak, Ibu dan saudaraku tercinta yang langsung maupun
tidak langsung membantu dan memberikan dukungan dalam
proses penyusunan skripsi ini.
9. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa(i) angkatan 2015 jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Unismuh
Makassar atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini, baik
suka maupun duka selama menjalani perkuliahan hingga selesai.
10. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebut satupersatu yang
telah membantu proses penyusunan skripsi ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh mencapai
kesempurnaan dalam arti sebenarnya dan masih banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan baik isi dan tata bahasanya, namun penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan
para pembaca pada umumnya.
Makassar, 02 Rabi’ul awwal 1442 H
20 Oktober 2020 M
Penulis
Fatmawaty NIM: 105270015115
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................................. ii
BERITA ACARA MUNAQASYAH ............................................................... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................ iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1 A. Rumusan Masalah .................................................................................. 5 B. Penelitian................................................................................................. 5 C. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6 BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Strategi Dakwah ...................................................................................... 7 1. Strategi ............................................................................................. 7 2. Dakwah ............................................................................................ 8 3. Pentingnya Strategi Dakwah ......................................................... 17 4. Metode Dakwah ............................................................................. 19
B. Kesadaran Beragama ........................................................................... 24 1. Pengertian ...................................................................................... 24 2. Indikator Sikap Keagamaan ........................................................... 25 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesadaran
Beragama ................................................................................ 28
C. Pondok Pesantren ................................................................................ 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 40 B. Lokasi dan Objek Penelitian ................................................................. 40 C. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian ................................................. 41 D. Deskripsi Penelitian .............................................................................. 41 E. Instrumen Penelitian ............................................................................. 42 F. Sumber Data ......................................................................................... 42 G. Teknik Pengumpulan data .................................................................... 43 H. Teknik Analisis Data ............................................................................. 44
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Pondok Pesantren ................................................................... 46
B. Kesadaran Beragama Santri ................................................................ 51
C. Strategi Dakwah Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah dalam
Meningkatkan Kesadaran Beragama Santri......................................... 55
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ....................................................................................... 76
B. SARAN .................................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang diciptakan
oleh Allah SWT. Manusia adalah makhluk yang berfikir, karena
kecenderungannya dalam berfikir itu manusia tak pernah luput dari
berbagai permasalahan dan problem hidup. Sudah menjadi keharusan
dalam kehidupan sosial, bahwa kepedulian antar sesama harus dijunjung
tinggi. Dalam hal ini, bukan hanya bantuan materi yang dibutuhkan, lebih
dari itu, dorongan moril dan spiritual sangat berpengaruh dalam membantu
seseorang dalam mengoptimalkan kemampuan diri dan memberikan solusi
dari masalah – masalah yang dihadapinya. Dalam hal ini, tentunya
diperlukan metode-metode yang sistematis dan kiat–kiat khusus agar
tujuan yang diharapkan dapat mengena pada sasaran yang diharapkan.1
Era informasi dan pengetahuan yang ditandai oleh penempatan
teknologi informasi dan kemampuan intelektual sebagai modal utama
dalam berbagai bidang kehidupan, ternyata di sisi lain memberikan
dampak negatif terhadap pertumbuhan karakter. Semakin hari degradasi
moral, sikap, dan perilaku semakin terasa di berbagai kalangan akademik,
1http://prasetyowidodo22.blogspot.com/2013/05/makalah-perkembangan bimbingan.html
ajarannya di tengah-tengah kehidupan umat manusia adalah merupakan
usaha dakwah, yang dalam keadaan bagaimanapun dan dimanapun harus
dilaksanakan oleh umat Islam.2
Dakwah islam sejak awal mula kelahirannya sampai saat ini akan
selalu bersentuhan dengan realitas sosial yang mengitarinya, persentuhan
antara kenyataan dimasyarakat dengan dakwah islam akan memunculkan
dua kemungkinan, yang pertama adalah dakwah islam akan mampu
memberikan out put (hasil, pengaruh) terhadap lingkungan masyarakat
dalam arti memberikan pijakan hidup, arah dan dorongan mengadakan
perbaikan serta perubahan yang lebih baik, sehingga terbentuk suatu
tatanan masyarakat baru yang lebih baik. Dan yang kedua adalah dakwah
islam dipengaruhi oleh adanya perubahan masyarakat dalam arti corak
dan arahnya, hal ini berarti bahwa dakwah islam ditentukan oleh system
yang berada dalam masyarakat tersebut.3
Demikian jelaslah bahwa islam adalah agama dakwah yaitu agama
yang di dalamnya ada usaha untuk menyebarluaskan kebenaran dan
mengajak manusia untuk melaksanakan apa yang menjadi perintah dan
menjauhi apa yang dilarang-Nya. Dakwah menjadi tugas yang harus
diemban setiap muslim dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab,
2Rosyad Sholeh, Manajemen Dakwah Islam (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,
2010), h. 1
3Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan social, (Yogyakarta: PLPAN,
1978), hal. 155
bahkan dakwah itu menjadi tugas rutin dan berkesinambungan dari
masa ke masa sampai kelak kemudian hari.4
Dakwah bukanlah pekerjaan mudah, tidak mudah seperti
membalikkan telapak tangan, dan juga tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang. Seorang da’i harus mempunyai persiapan-persiapan
yang matang baik dari segi keilmuan maupun dari segi budi pekerti. Sangat
susah dibayangkan bahwa suatu dakwah akan berhasil, jika seorang da’i
tidak mempunyai ilmu pengetahuan yang memadai dan tingkah laku yang
buruk baik secara pribadi ataupun sosial.5
Menyiarkan suatu agama harus dilakukan dengan sebaik-baiknya
sehingga kegiatan dakwah untuk menyiarkan agama tersebut dapat
diterima dan dipeluk oleh umat manusia dengan kemauan dan kesadaran
hatinya, bukan dengan paksaan. Suatu agama tidak akan tegak tanpa
adanya dakwah, suatu ideologi atau aliran tidak akan tersebar dan tersiar
tanpa adanya kegiatan untuk menyiarkannya. Rusaknya agama adalah
dikarenakan para pemeluknya meninggalkan dakwah. Dengan kata lain,
dakwah merupakan satu-satunya faktor yang sangat penting untuk
kehidupan suatu ideologi yang disebarluaskan kepada khalayak ramai.6
Da’i harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang Allah
swt, alam semesta, kehidupan, dan apa yang dihadirkan dakwah untuk
4Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah (Surabaya: Al-Ikhlas,
1993), h. 73
5Faizah dan Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah (Jakarta: Kencana, 2006), h. 88
6Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 55
memberikan solusi terhadap problem yang dihadapi manusia, serta
metode yang dihadirkan menjadikan manusia secara perilaku dan
pemikiran tidak melenceng. 7 Salah satu wadah yang terdapat pada
kader-kader da’i adalah pesantren. Selain dalam majelis-majelis ilmuyang
biasa dilakukan seperti tarbiyah, pesantren merupakan tempat dimana
orang orang dapat mempelajari Islam lebih dalam lagi. Pondok pesantren
sangat berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia dalam memahami dan mendalami agama Islam itu sendiri.
Pondok pesantren menjadi salah satu sarana yang sangat efektif
dalam mengatasi masalah tersebut. Kehadiran pondok pesantren pada
awalnya tidak hanya sebagai lembaga pendidikan saja, tetapi sebagai
lembaga penyiar agama Islam. Pondok pesantren mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal lainnya,karena pondok
pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan di Indonesia
untuk menambah pemahaman manusia dalam urusan agama.
Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Mengkendek
Tana Toraja merupakan pondok pesantren pertama yang ada di Tana
Toraja. Sebagaimana yang diketahui bahwa toraja merupakan wilayah
dengan minoritas muslim. Dengan didirikannya pondok pesantren ini,
diharapkan para generasi muda dapat mempelajari agama lebih dalam
lagi, menjadi generasi yang berkarakter dan tidak mudah terpengaruh
dengan keadaan lingkungan sekitar. Seperti yang terjadi kepada santriyah
7Mustafa Malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Qordhawi Harmoni antara Kelembutan
dan Ketegasan (Jakarta: Pusaka Al-Kauthsar, 1997) h.18
(santri putri) yang tidak asrama di pondok pesantren ini yang telah
mencoba barang haram sehingga butuh pengawasan dari pengurus
pondok agar kejadian ini tidak terulang kembali. Dengan demikian kedua
santriyah tersebut di masukkan dalam asrama untuk di bina dan dikontrol
lebih dalam lagi.
Dengan dasar ini peneliti termotivasi untuk meneliti secara ilmiah
dengan judul Strategi Dakwah Pondok Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja Meningkatkan Kesadaran
Beragama Santri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti
merumuskan permasalahan, sebagai berikut:
1. Bagaimana kesadaran santri pondok pesantren pembangunan
Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja ?
2. Bagaimana strategi dakwah pondok pesantren pembangunan
Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja dalam meningkatkan
kesadaran beragama santri ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan peneliti adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kesadaran beragama santri pondok
pesantren pembangunan Muhammadiyah Mengkendek Tana
Toraja.
2. Untuk mengetahui strategi dakwah pondok pesantren
pembangunan Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja dalam
meningkatkan kesadaran beragama santri.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari peneliti sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Agar dapat mengetahui kesadaran beragama santri pondok pesantren
pembangunan Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja.
b. Agar dapat menambah pengetahuan tentang strategi dakwah yang
digunakan oleh para pengurus pondok dalam meningkatkan
kesadaran beragama santri pondok pesantren pembangunan
Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pengasuh pondok, Penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan informasi dan input dalam menyumbangkan materi tentang
meningkatkan kesadaran beragama santri.
b. Bagi pengajar ustad atau ustazah dapat menjadikannya sebagai
sarana dalam meningkatkan kesadaran beragama santrinya.
c. Bagi peneliti, penelitian ini untuk menambah wawasan dan
pengalaman memberikan pendidikan kepada santri atau
murid-muridnya nanti bila mengajar.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Strategi Dakwah
1. Strategi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa istilah
strategi adalah “seni atau ilmu untuk menggunakan sumber daya untuk
melaksanakan kebijakan.8
Kata strategi sebenarnya berasal dari yunani “Stretehgos” yang
diambil dari kata stratus berarti Militer atau Ag yang berarti memimpin. Dari
strategi ini dalam konteks awalnya diartikan sebagai general prinsip yang
artinya, sesuatu yang dikerjakan oleh para jendral dalam membuat
rencana untuk menaklukan musuh dan memenangkan perang.9 Strategi
dakwah sebagai metode, siasat, taktik, yang dipergunakan dalam
(aktivitas) kegiatan dakwah.10
Proses strategi meliputi tahapan-tahapan
berikut.
8Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 199
9Purnomo Setiawan Hari, Manajemen Strategi:Sebuah Konsep Pengantar,
(Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), h. 8
10Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 2002),
h. 32
a. Perumusan
Pada tahap ini adalah proses merancang dan menyeleksi berbagai
strategi yang akhirnya menuntun pada pencapaian misi dan tujuan
organisasi.
b. Implementasi
Implementasi strategi disebut juga sebagai tindakan dalam strategi,
karena implementasi berarti mobilitas untuk mengubah strategi yang
dirumuskan menjadi suatu tindakan, maka dibutuhkan disiplin, motivasi,
dan kerja keras.
c. Evaluasi
Evalusi strategi adalah proses dimana manager membandingkan
antara hasil-hasil yang diperoleh dengan tingkat pencapaian tujuan. Tahap
akhir dalam strategi adalah mengevaluasi strategi yang telah dirumuskan
sebelumnya.11
2. Dakwah
Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu da`a,
yad`u, da`wan, du`a yang diartikan sebagai mengajak/menyeru,
memanggil, seruan, permohonan dan permintaan. Istilah ini sering diberi
arti yang sama dengan istilah-istilah tabligh, indzhar, washiyah, tarbiyah,
ta`lim, dan khotbah.12
Sedangkan arti dakwah menurut pandangan Ilmuwan seperti
Pendapat Syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk
11
Freed R. David, Manajemen Strategi Konsep, (Jakarta: Prenhallindo, 2002), h. 5
12M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Cet;I, Jakarta: t.p., 2006), h. 17
mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat
baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mereka
mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.13
Islam dan dakwah adalah dua hal yang tak terpisahkan. Islam tidak
akan mungkin maju dan berkembang bersyi’ar dan bersinar tanpa adanya
upaya dakwah. Semakin gencar upaya dakwah dilaksanakan semakin
bersyi’arlah ajaran Islam, semakin kendor upaya dakwah semakin redup
pulalah cahaya Islam dalam masyarakat. Laisa al-Islam illa bi al-da’wah,
demikianlah sebuah kata bijak mengungkapkan. Ajaran Islam yang
disiarkan melalui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan masyarakat
pada umumnya dan hal-hal yang dapat membawa pada kehancuran.14
Oleh karena itu, dakwah bukanlah suatu pekerjaan yang asal
dilaksanakan sambil lalu, melainkan suatu pekerjaan yang sudah menjadi
kewajiban yang syar’iah. Firman Allah SWT :
Terjemahannya: “Dan hendaklah ada di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan
13
M.Yunan yusuf, dkk, Metode Dakwah, (Cet; 1, Jakarta: Kencana, 2003), h.6
14Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2004), h. 37
mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 104).15
Berdasarkan ayat di atas, Menurut tafsir M Quraish Sihab, kata
minkum pada ayat 104 surat Ali Imran menyatakan bahwa ada ulama yang
memahami dalam artian sebagaian dengan demikian perintah dakwah
yang dipesankan oleh ayat itu tidak tertuju kepada setiap orang. Bagi yang
memahaminya demikian, maka ayat ini buat mereka yang mengandung
dua macam perintah. Perintah pertama kepada seluruh umat islam untuk
membentuk dan menyiapkan suaru kelompok khusus yang bertugas
melaksanakan dakwah kepada kebaikan dan ma’ruf serta mencegah
kemungkaran. Perintah pertama dalam hal ini bisa jadi suatu lembaga
kemasyarakatan yang tugasnya adalah untuk melaksanakan dakwah.16
Asmuni menambahkan srategi dakwah yang dikutib oleh Ahmad
Anas dalam bukunya yang berjudul Paradigma Dakwah Kontemporer,
Aplikasi dan Praktisi Dakwah sebagai Solusi Problematikan
Kekinian, usaha dakwah harus memperhatikan beberapa hal, antara lain:
a. Asas filosofi, yaitu asas yang membicarakan tentang hal-hal yang erat
hubungannya dengan tujuan yang hendak dicapai dalam proses
dakwah;
b. Asas psikologi, yaitu asas yang membahas tentang masalah yang erat
hubungannya dengan kejiwaan manusia. Seorang da’i adalah manusia,
15
Departemen Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahan, h. 64
16M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal 173-174
begitu juga sasaran dakwah yang memiliki karakter kejiwaan yang unik,
sehingga ketika terdapat hal-hal yang masih asing pada diri mad’u tidak
diasumsikan sebagai pemberontakan atau distorsi terhadap ajakan;
c. Asas sosiologi, yaitu asas yang membahas masalah-masalah yang
berkaitan dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah, misalnya politik
masyarakat setempat, mayoritas agama di daerah setempat, filosofi
sasaran dakwah dan sosio-kultur, yang sepenuhnya diarahkan pada
persaudaraan yang kokoh, sehingga tidak ada sekat diantara elemen
dakwah, baik kepada objek (mad‟u) maupun kepada sesama subjek
(pelaku dakwah).Dalam mencoba memahami keberagamaan
masyarakat, antara konsepsi psikologi, sosiologi dan religiusitas
hendaknya tidak dipisahkan secara ketat, sebab jika terjadi akan
menghasilkan kesimpulan yang fatal.
d. Asas kemampuan dan keahlian (achievement and profesional), yaitu
azas yang lebih menekankan pada kemampuan dan profesionalisme
subjek dakwah dalam menjalankan misinya. Latar belakang subjek
dakwah akan dijadikan ukuran kepercayaan mad‟u;
e. Asas efektifitas dan efisiensi, yaitu asas yang menekankan usaha
melaksanakan kegiatan dengan semaksimal mungkin sesuai dengan
planning yang telah ditetapkan sebelumnya.17
17
Ahmad Anas, Paradigma Dakwah Kontemporer, Aplikasi dan Praktisi Dakwah
sebagai Solusi Problematikan Kekinian, (Cet. I; Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2006),
h. 184.
Seluruh asas yang dijelaskan di atas termuat dalam metode dakwah
yang harus dipahami oleh pelaku dakwah. Dimana Istilah metode atau
methodos (Yunani) diartikan sebagai rangkaian, sistematisasi dan rujukan
tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang matang, pasti dan
logis.18
a. Subjek Dakwah
Subjek dakwah adalah pelaksana dakwah yang beragama Islam,
baik laki-laki maupun perempuan bagi mereka yang memiliki kemampuan
untuk mengajak dan memberikan materi dakwah kepada orang lain.
Kewajiban ini seperti yang telah di gariskan oleh Allah swt., dalam QS.
Ali-Imran (3): 110:
Terjemahnya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”19
Subjek dakwah seperti yang diisyaratkan dalam surat Ali
Imran di atas paling tidak memiliki; sikap simpatik dan berperilaku
keteladanan serta memiliki kepribadian yang mengesankan. Hamzah
Yakub dalam bukunya Publistik Islam,Teknik Dakwah dan Lidership;
menjelaskan bahwa seorang subjek dakwah paling tidak memiliki:
1) Pemahaman Al-Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai pedoman
dakwah
18
Onong Uchjana Efendi, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,(Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003), h. 56.
19Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 65
2) Memiliki pengetahuan tentang pendidikan ajaran Islam, (Tafsir,
Hadits dan Sejarah Kebudayaan Islam)
3) Memiliki pengetahuan yang menjadi alat kelengkapan dakwah
(metode, psikologi, antropologi, sosiologi)
4) Memahami bahasa objek dakwah (disamping retorika dan
kemampuan menjelaskan materi)
5) Penyantun dan lapangdada
6) Berani kepada siapapun dalam menyatakan dan mempertahankan
kebenaran
7) Memberi contoh dalam setiap kebajikan sehingga dapat singkron
antara perkataan dan perbuatan
8) Berakhlak mulia (tidak sombong, jujur, tawađđu, rendah hati, murah
senyum)
9) Memiliki ketahanan mental yang kuat disamping optimis
keberhasilan yang akan tercapai
10) Berdakwah karena Allah tanpa mengharapkan imbalan dan upah
sedikitpun
11) Mencintai tugas kewajiban dan tidak gampang meninggalkan tugas
sebagai penyeruh dakwah.”20
20
Hamzah Yakub, Publisistik Islam, Teknik Dakwah dan Lidership, (Cet. II;
Bandung: CV. Diponegoro, 1981), h. 37-39.
Oleh karena itu, seorang pelaku dakwah (da‟i) yang menjadi simbol
moral harus memiliki kompetensi seperti di atas agar memudahkan
efektifitas komunikasi dakwah.
b. Objek Dakwah
Objek dakwah adalah setiap orang yang dapat dijadikan
sasaran pesan dakwah. Dakwah tidak hanya dilakukan pada masyarakat
awam, namun kegiatan dakwah disampaikan kepada seluruh manusia dan
umat Islam pada khususnya yang diawali dari diri sendiri („ibda‟ū bi nafsiy)
sebagai langkah awal selanjutnya keluarga dan siapa saja yang menjadi
sasaran komunikasi dapat dikatakan sebagai objek dakwah dengan
kapasitas dan tipologi yang berbeda-beda. Imam Al-Gazali membagi umat
manusia yang menjadi objek dakwah ke dalam 3 golongan:21
1) Kaum awam, dengan daya akalnya yang sederhana memiliki cara
berfikir yang sederhana sekali, sehingga mereka memiliki cara
berfikir yang sederhana pula. Mereka memiliki sifat yang lekas
percaya dan penurut, sehingga golongan ini harus dihadapi
dengan sikap memberi nasehat dan petunjuk (al-maw „izah);
2) Kaum pilihan (Ial-khawwas), yakni kaum yang memiliki daya akal
yang kuat dan mendalam. Kemampuan nalar dan keilmuan
mereka cukup memadai bahkan sudah mengerti ajaran Islam,
sehingga mereka harus didekati dengan sikap menjelaskan
hikmah-hikmah, dan
21
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam,(Cet. IX; Jakarta: Bulan
Bintang, 1995), h. 45-46
3) Kaum yang suka melawan dan bahkan menjadi musuh dan
penengkar (ahl al-jadal), sehingga pendekatan yang digunakan
pada golongan ini adalah dengancara Al-Mujādala.
Sedangkan M. Arifin membagi masyarakat yang menjadi objek
(sasaran) dakwah, yaitu dilihat dari berbagai segi:22
1) Sosiologis, berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar
dan kecil serta masyarakat dari daerah marginal di kota besar
2) Struktur kelembagaan, berupa masyarakat, pemerintah dan
keluarga,
3) Sosia cultural berupa golongan priyayi, abangan dalam
masyarakat di Jawa
4) Tingkat usia, berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua
5) Okupasional (profesi atau pekerjaan), berupa golongan petani,
pedagang,seniman, buruh, pegawai negeri (administrator)
6) Tingkat hidup sosial ekonomi, berupa golongan orang kaya,
menengah dan miskin.
7) Jenis kelamin (sex), berupa golongan wanita dan pria.
8) Khusus berupa golongan mayarakat tuna susila, tuna wisma, tuna
rungu, tuna karya, nara pidana dan sebagainya.
c. Tujuan Dakwah
Kegiatan manusia yang berhasil adalah kegiatan yang
mempunyai planning (perencanan) yang matang dan kegiatan yang
22
M. Arifin, Psikologi Dakwah, Suatu Pengantar Studi,(Cet. 6; Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2004), h. 3-4
mempunyai tujuan, dengan cara dan metode tersendiri dalam
pencapaiannya. Dakwah adalah merupakan salah satu bentuk kegiatan
manusia, harus direncanakan sebelumya serta menentukan sasaran dan
tujuan yang ingin dicapai, sehingga kegiatan yang dilakukan dapat
terorganisir dengan baik dan mencapai sasaran. Seluruh rangkaian dan
acuan yang telah diorganisir secara baik dalam pelaksanaan dakwah
tersebut haruslah dipenuhi demi mendapatkan hasil yang maksimum dan
memuaskan. Di antara unsur yang terpenting dalam dakwah adalah
menentukan tujuan sasaran dakwah. Tujuan dakwah terbagi dalam dua
bagian yaitu:
1) Tujuan dakwah secara umum (major objective) yaitu sesuatu yang
hendak dicapai dalam suatu aktivitas dakwah. Tujuan umum
dakwah sebagaimana yang telah disinggung pada definisi dakwah
di atas yaitu:“Mangajak umat manusia (meliputi orang mukmin
maupun orang kafir atau musyrik) kepada jalan yang benar dan di
ridhoi Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan kehidupan di akhirat.”23
2) Tujuan dakwah secara khusus (minor objective) yaitu perumusan
tujuan sebagai perincian dari pada tujuan umum dakwah yakni
sebagai berikut:
a) Mangajak umat manusia yang sudah memeluk Islam untuk selalu
meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
23
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, h. 51
b) Membina mantal agama Islam bagi kaum yang masih muallaf dan
c) Mendidik dan mengajarkan kepada anak-anak agar tidak
menyimpang dari fitrahnya.24
3. Pentingnya Strategi Dakwah
Pentingnya strategi dakwah adalah untuk mencapai tujuan,
sedangkan pentingnya suatu tujuan adalah untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan. Fokus perhatian dari ahli dakwah memang penting untuk
ditujukan kepada strategi dakwah, karena berhasil tidaknya kegiatan
dakwah secara efektif banyak ditentukan oleh strategi dakwah itu sendiri.
Dengan demikian strategi dakwah, baik secara makro maupun mikro
mempunyai fungsi ganda, yaitu:
a. Menyebarluaskan pesan-pesan dakwah yang bersifat informatif,
persuasif dan instruktif secara sistematik kepada sasaran dakwah untuk
memperoleh hasil yang optimal.
b. Menjembatani "Cultur Gap" akibat kemudahan diperolehnya dan
kemudahan dioperasionalkannya media yang begitu ampuh, yang jika
dibiarkan akan merusak nilai-nilai dan norma-norma agama maupun
budaya. Bahasan ini sifatnya sederhana saja, meskipun demikian
diharapkan dapat menggugah perhatian para ahli dakwah dan para
calon pendakwah yang sedang atau akan bergerak dalam kegiatan
dakwah secara makro, untuk memperdalaminya.Jika kita sudah tau dan
memahami sifat-sifat mad'u, dan tahu pula efek apa yang kita kehendaki
24
Gafi Ashari, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas,
1993), h. 87
dari mereka, memilih cara mana yang kita ambil untuk berdakwah
sangatlah penting, karena ini ada kitannya dengan media yang harus kita
gunakan. Cara bagaimana kita menyampaikan pesan dakwah tersebut,
kita biasa mengambil salah satu dari dua tatanan di bawah ini :25
1) Dakwah secara tatap muka (face to face)
a) Dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku
(behavior change) dari mad'u.
b) Sewaktu menyampaikan memerlukan umpan balik langsung (immediate
feedback).
c) Dapat saling melihat secara langsung dan bisa mengetahui apakah
mad'u memperhatikan kita dan mengerti apa yang kita sampaikan,
sehingga umpan balik tetap menyenangkan kita.
d) Kelemahannya mad'u yang dapat diubah tingkah lakunya relative,
sejauh bisa berdialog dengannya.
2) Dakwah melalui media.
a) Pada umumnya banyak digunakan untuk dakwah informatife.
b) Tidak begitu ampuh untuk mengubah tingkah laku.
c) Kelemahannya tidak persuasive.
d) Kelebihannya dapat mencapai mad'u dalam jumlah yang besar.
25
Asbaniyah, Pengertian Strategi Dakwah, (online)
(http://md2011-asbaniyah.blogspot.co.id), diakses tanggal 03 Juli 2016.
4. Metode Dakwah
Ada beberapa metode dakwah yang biasa digunakan oleh subjek
dakwah:
a. Metode Dakwah Qur’an
Dalam kegiatan dakwah, subjek dakwah harus mampu mencari
metode yang sesuai untuk digunakan, sehingga tujuan dakwah dapat
tercapai. Metode umum dari dakwah qur’ani adalah memahami dan
menguasai tafsir secara etimologi, sehingga dengan metode kajian
pelaku dakwah dapat mengetahui keistimewaan dari ayat-ayat Al-Qur’an
yang menjadi pedoman dakwah. 26 Seperti yang digambarkan dalam
Q.S.Al-Nahl (16) : 125:
Terjemahnya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”27
Pada ayat di atas, terdapat tiga thariq (metode) dakwah yang secara
tegas yang diberikan oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. dan
pelaku dakwah lainnya, yaitu: bi al-hikmah, maw„izah al hasanah dan
mujādalah.28
1) Bi al-Hikmah
26
Muhammad Husain Fatahullah, Metodologi Dakwah dalam Al-Qur‟an,(Cet. I;
Jakarta: Lentera, 1997), h. 39.
27Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 282.
28Moh. Ali Aziz, Ilmu, h. 157.
Dakwah bi al-hikmah adalah pendapat atau uraian yang benar
dan memuat alasan-alasan atau dalil-dalil yang dapat menampakan
kebenaran dan menghilangkan keraguan. Konseptualisasi hikmah
merupakan perpaduan antara ilmu dan amal yang melahirkan pola
kebijakan dalam menyikapi orang lain dengan menghilangkan segala
bentuk yang mengganggu. Sedang sifat al-hikmah itu hadir dari
keterpaduan Al-Kibrah (Pengetahuan), Al-Mirā‟ (Latihan) dan At-Tajribāh
(Pengalaman). Jika ketiganya bersemayam dalam diri maka
akanterbentuk jiwa yang bijaksana.Menurut Ibnu Rusyd, dakwah
bilhikmah adalah dakwah dengan pendekatan substansi yang mengarah
pada falsafah dengan nasehat yang baik, retorika yang efektif dan
populer.29
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dakwah
dengan hikmah pada intinya merupakan penyeruan atau pengajakan
dengan cara bijak, filosofis, argumentatif, adil, penuh kesabaran dan
ketabahan. Hal ini dimaksudkan agar pelaku dakwah memperhatikan
situasi dengan menggunakan pola relevan dan realistis sesuai tantangan
dan kebutuhan.
Adapun pendapat Syekh Muhammad Abduh memberikan definisi
al-hikmah adalah ilmu yang menggerakkan kemauan untuk melakukan
suatu perbuatan yang bermanfaat.
29
Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat, (Jakarta:
Paramadina,1999), h. 100.
2) Maw‟izah Al-hasanah
Dakwah maw‟izah al-hasanah adalah metode dialog atau pidato
yang digunakan oleh komunikator, dimana objek dakwah dapat
memahami dan menganggap bahwa pesan yang disampaikan adalah
sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupannya. Konsep maw‟izat sering
diartikan sebagai tutur-kata yang dan nasihat yang baik, sehingga
dakwah yang ditempuh dengan menggunakan metode ini orientasinya
lebih pada menjawab kebutuhan objek dakwah yang mendesak. Dengan
demikian dakwah al-maw‟izat al-hasanah jauh dari sikap egois, agitasi
emosional atau apologi. Cara dakwah ini lebih spesifik ditujukan kepada
kelompok mad‟u yang kurang mampu menganalisa maksud materi.30
3) Mujādalah
Dakwah mujādalah adalah cara berdiskusi dan berdebat dengan
lemah lembut dan halus serta menggunakan berbagai upaya yang
mudah, sehingga dapat membendung hal-hal yang negatif dari objek
dakwah. Konsep tersebut merupakan kerangka upaya kreatif dan adaptif
dari pelaku dakwah dalam menjalankan misi dakwahnya. Metode inilah
yang di isyaratkan oleh Allah dalam QS. Al-Nahl ayat 125, akan
tantangan zaman yang kelak dihadapi oleh para pelaku dakwah, dimana
bukan hanya dengan orang kafir atau orang yang tidak mau
mendengarkan seruan ajaran Islam sebagai bentuk ketidak pahaman
dan reaksioner dari mad‟u, namun tantangan ini juga datang dari sesama
30
Muhammad Husain Fatahullah, h. 41-42.
pelaku dakwah, sehingga Al-Qur’an mengajak kepada umat manusia
terutama pelaku dakwah untuk selalu berdiskusi dengan baik dalam
memecahkan masalah.
Hal yang wajar jika manusia menginginkan kemenangan dalam
pertunjukan demi mempertahankan kebesaran dan kehormatan, lebih
lagi ketika sampai pada kebenaran. Kadang-kadang metode tersebut
dalam Al-Qur’an diisyaratkan sebagai perintah berjihad demi agama
Allah, karena misi dakwah bukan karena beban namun merupakan
kewajiban yang harus terwujudkan.31Dalam metode ini ada watak dan
suasana yang khas, yakni bersifat terbuka dan transparan, konfrontatif
dan reaksionis, namun pelaku dakwah harus tetap berpegang teguh
pada karakteristik dakwah itu sendiri. Berdebat dan berdiskusi, bukan
mempertahankan kesalahan karena menjaga reputasi dan integritas
namun berdebat mencari solusi terbaik.
b. Metode Dakwah Rasulullah
Ada beberapa fase yang dilalui oleh Rasulullah dalam
menjalankan risalahnya. Dilihat dari langkah-langkah dan sudut pandang
pengembangan dan pembangunan masyarakat, terdapat 3 posisi penting
peran Rasulullah saw :
1) Rasulullah sebagai peneliti masyarakat. Posisi dan peran tersebut
dilakukan ketika menjadi seorang pedagang sehingga beliau
31
Muhammad Ali Hasyim, Kepribadian dan Dakwah Rasulullah dalam
Kesaksian Al-Qur‟an,(Cet. I; Yogyakarta, Mutiara Pustaka, 2004), h. 75.
dapat mengetahui karakter masyarakat dari berbagai
bangsa-bangsa.
2) Rasul sebagai pendidik umat yang sistem pembinaan dan
pendidikannya adalah sistem kaderisasi, yakni pembinaan mental
sahabat dan keluarganya dengan penanaman aqidah yang benar.
3) Rasulullah sebagai negarawan dan pembangun masyarakat, hal
ini tercermin dengan keberhasilan Rasul membangun Madinah.
Pada masa awal perkembangan Islam, masyarakat Islam
menampilkan diri sebagai masyarakat alternatif, karakter paling
terpenting yang ditampilkan oleh umat Islam saat itu adalah
kedamaian dan kasih sayang.32
B. Kesadaran Beragama
1. Pengertian
Secara bahasa, kesadaran berasal dari kata dasar “sadar” yang
mempunyai arti: insaf, yakin, merasa, tahu dan mengerti. Kesadaran
berarti: keadaan tahu, mengerti dan merasa atau pun keinsafan.
Arti kesadaran yang dimaksud adalah keadaan tahu, ingat dan
merasa ataupun keinsafan atas dirinya sendiri kepada keadaan yang
sebenarnya. Kata beragama berasal dari kata dasar “agama”. Agama
berarti kepercayaan kepada Tuhan (dewa dan sebagainya) dengan ajaran
kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.
32
Abdul Rani Usman, Metode Dakwah Kontemporer, (online)
(http://dakwah-arraniry.com), diakses tanggal 03 Agustus 2016.
itu, misalnya Islam, Kristen, Budha dan lain-lain, sedangkan kata
beragama berarti memeluk (menjalankan) agama; beribadat; taat kepada
agama, hidupnya menurut agama.33
Menurut Harun Nasution sebagaimana yang dikutip oleh Jalaludin
bahwa pengertian agama berasal dari kata; al-diin, religi (relegere,
religare). Kata agama terdiri dari; a (tidak) dang am (pergi), agama
mengandung arti tidak pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun temurun.34
Kesadaran beragama meliputi rasa keagamaan, pengalaman
ke-Tuhanan, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan, yang
terorganisasi dalam sikap mental dan kepribadian. Karena agama
melibatkan seluruh fungsi jiwa dan raga manusia, maka kesadaran
beragama pun mencakup aspek-aspek afektif, konatif, kognitif dan motorik.
Aspek afektif dan konatif terlihat di dalam pengalaman ke-Tuhanan, rasa
keagamaan dan kerinduan kepada Tuhan. Aspek kognitif terlihat pada
keimanan dan kepercayaan sedangkan aspek motorik terlihat pada
perbuatan dan gerakan tingkah laku keagamaan.35
Berdasarkan pengertian diatas, kesadaran beragama yang
dimaksud adalah segala perilaku yang dikerjakan oleh seseorang dalam
bentuk menekuni, mengingat, merasa, dan melaksanakan ajaran-ajaran
agama (mencakup aspek afektif, konatif, kognitif, dan motorik) untuk
33
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1990 ), h. 765
34Jalaludin, Psikologi Agama, (Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998),
h.12
35Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005),
h. 37
mengabdikan diri kepada Tuhan (Allah) dengan disertai perasaan jiwa
yang tulus dan ikhlas, sehingga apa yang dilakukannya sebagai perilaku
keagamaan dan salah satu pemenuhan atas kebutuhan rohaniahnya.
2. Indikator Sikap Keagamaan
Sikap keagamaan adalah suatu keadaan diri seseorang dimana
setiap melakukan atas aktivitasnya selalu berkaitan dengan agamanya.
Dalam hal ini pula dirinya sebagai hamba yang mempercayai Tuhannya
berusaha agar dapat merealisasikan atau mempraktekkan setiap ajaran
agamanya atas dasar iman yang ada dalam batinnya.
Sikap keagamaan dapat diartikan sebagai suatu kesiapan bertindak
dengan cara tertentu yang berkaitan dengan masalah agama. Misalnya
berlaku baik kepada setiap orang, menghayati nilai-nilai agama yang
dicerminkan dalam tingkah laku dan perbuatan, dan melaksanakan
kewajiban terhadap agama.Untuk dapat menilai apakah seseorang
mempunyai sikap keagamaan atau tidak, dapat dilihat dari lima dimensi,
yaitu :36
a. Dimensi keyakinan (ideologis) yang disejajarkan dengan akidah.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat keyakinan seorang
muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap
ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam Islam,
dimensi ini menyangkut keyakinan tentang Allah, para Malaikat,
Nabi/Rosul, Kitab-kitab Allah, surga dan neraka dan lain-lain. Contoh:
36
Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam akan
Problem Psikologi, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 77
Apakah mereka percaya pada Allah, para Malaikat, Nabi/Rosul, Kitab-kitab
Allah, surga dan neraka, dan lain-lain.
b. Dimensi peribadatan/praktek agama (ritualistik) yang disejajarkan
dengan syariah.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat kepatuhan seorang
muslim dalam mengerjakan kegiatan ritual sebagaimana diperintahkan dan
dianjurkan oleh agamanya, dalam Islam dimensi peribadatan menyangkut
pelaksanaan shalat, zakat, membaca al-Qur’an, berdoa dan lain-lain.
Contoh: apakah mereka shalat, puasa, zakat, membaca al-Qur’an, berdoa
dan lain-lain.
c. Dimensi penghayatan (eksperiensal)
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat seorang muslim
dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman
religius, dalam Islam dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab
dengan Allah, perasaan doa-doa terkabul, perasaan bersyukur pada Allah
dan lain-lain. Contoh: Apakah mereka memiliki perasaan dekat atau akrab
dengan Allah dan lain-lain.37
d. Dimensi pengetahuan
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengetahuan dan
pemahaman seorang muslim terhadap ajaran-ajarannya, terutama
mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya, dalam Islam dimensi ini
mneyangkut pengetahuan tentang isi al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang
37
Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam akan
Problem Psikologi, h. 77
harus diimani dan dilaksanakan (rukun Iman dan rukun Islam),
hukum-hukum Islam dan sebagainya. Contoh: Apakah mereka mengikuti
pengajian, kegiatan-kegiatan keagamaan, membaca buku-buku
keagamaan dan lain-lain.
e. Dimensi pengamalan (konsekuensional) yang disejajarkan dengan
akhlak
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengamalan
seorang muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya yaitu
bagaimana seorang manusia berinteraksi dengan alam dan manusia lain.
Dalam Islam, dimensi ini meliputi suka menolong, bekerjasama,
menegakkan keadilan, berlaku jujur, bersikap sopan santun, memaafkan,
tidak mencuri dan lain-lain.
Secara umum cerminan sikap keagamaan dinyatakan dalam tiga
hal, yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Akidah merupakan pondasi utama
yang akan menentukan sikap seseorang dengan keimanan yang tertanam
dalam dirinya. Obyek keimanan yang tidak akan berubah dan tidak akan
pernah hilang adalah keimanan yang ditentukan oleh agama. Akhlak itu
sendiri merupakan tingkah laku manusia atau sikap hidup manusia dengan
pergaulan hidup, sedangkan syariah merupakan peraturan-peraturan yang
diciptakan Allah atau pokok-pokok supaya manusia berpegang teguh
kepadanya di dalam hubungannya dengan Tuhannya dan kehidupannya.38
38
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.
42-43
Dengan demikian, untuk menjadikan manusia memiliki sikap
keagamaan yang sesuai dengan ajaran agama Islam, mereka memerlukan
bimbingan dan pengembangan. Untuk dapat mengetahui bentuk sikap
keagamaan seseorang maka dapat dilihat dari seberapa jauh keterkaitan
komponen kognisi, afeksi, dan konasi seseorang dengan
masalah-masalah yang menyangkut agama. Karena bagaimanapun juga
hal tersebut tidak ditentukan oleh hubungan sesaat melainkan hubungan
proses, sebab sikap dibentuk melalui hasil belajar dari interaksi dan
pengalaman.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran beragama
Setiap individu yang lahir ke dunia memiliki suatu hereditas tertentu.
Ini berarti karakteritik individu diperoleh melalui pewarisan atau
pemindahan cairan cairan “germinal” dari kedua orang tuanya. Adapun
pertumbuhan dan perkembangan individu ini tidak bisa lepas dari
lingkungannya, baik lingkungan fisik, psikologis, maupun lingkungan
sosial. 39 Dengan demikian dapat diartikan bahwa faktor yang
mempengaruhi kesadaran beragama atau pun kepribadian pada diri
seseorang secara garis besar berasal dari dua faktor, yaitu: faktor internal
(dari dalam atau pembawaan) dan faktor eksternal (dari luar atau
lingkungan).
39
Dalyono M, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), h. 120
a. Faktor dari dalam (internal)
Faktor internal adalah faktor dari dalam diri seseorang, yaitu segala
sesuatu yang dibawanya sejak lahir (fitrah), fitrah dari segala dosa serta
fitrah untuk beragama. Fitrah di sini adalah kemampuan dasar yang suci
pada setiap orang yang lahir, yaitu beragama atau kepercayaan adanya
Tuhan. Fitrah akan berlangsung lurus atau sebaliknya, tergantung pada
pengaruh dan usaha orang tua dan lingkungan yang mendidiknya.40
Selain faktor di atas, terdapat juga faktor motivasi beragama yang
ikut mendorong terbentuknya kesadaran beragama. Motivasi sendiri
diartikan oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, motivasi (motivation)
sebagai keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan dan daya yang
sejenis yang mengarahkan perilaku. Motif beragama timbul sebagai
realisasi dari potensi manusia sebagai makhluk rohaniah. Motivasi
kehidupan beragama pada mulanya berasal dari dorongan biologis, seperti
rasa lapar, rasa haus dan kebutuhan jasmaniah lainnya. Motivasi
beragama juga dapat berasal dari kebutuhan psikologis seperti kebutuhan
rasa kasih sayang, pengembangan diri, kekuasaan, rasa ingin tahu dan
kebutuhan psikologis lainnya.
Jika kesadaran beragama merupakan suatu kebutuhan seseorang
yang harus dipenuhi, maka mereka akan terdorong untuk menentukan
arah dan tujuannya demi memenuhi kebutuhan tersebut melalui pencarian
pengalaman keagamaan dan pelaksanaan ajaran agama. Derajat
40
M. Thalib, Analisa Wanita dalam Bimbingan Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996),
h. 196
kekuatan motif beragama dipengaruhi oleh pemuasan yang diberikan oleh
kehidupan beragama, semakin besar derajat kepuasan yang diberikan
oleh agama maka motif beragama pun semakin kuat dan otonom,
sehingga motivasi beragama tersebut merupakan motif yang berdiri
sendiri dan secara konsisten serta dinamis mampu mendorong manusia
untuk bertingkah laku keagamaan.41
b. Faktor dari luar (eksternal)
1) Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam
kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai
manusia sosial di dalam berhubungan dengan kelompoknya. Kelompok
yang ada di dalam keluarga merupakan kelompok primer yang termasuk
ikut serta dalam pembentukan norma-norma sosial pada diri seseorang.
Pengalaman-pengalaman interaksi sosial dalam keluarga juga ikut
menentukan cara-cara bertingkah laku terhadap orang lain dalam
pergaulan sosial di luar keluarganya, termasuk menentukan perilaku
keagamaannya, bagaimana mereka dapat mengenal Tuhan dan
melaksanakan ajaran-ajaran agama.
2) Lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat adalah situasi atau kondisi interaksi sosial
dan sosio-kultural yang secara potensial berpengaruh terhadap
perkembangan fitrah beragama atau kesadaran beragama individu.
41
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama: Kepribadian Muslim Pancasila (Cet. III;
Bandung: Sinar Baru Algensido, 1995 ), h. 52
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang berpengaruh dalam
meningkatkan kesadaran dalam beragama.42
C. Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren.
Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab yang
berarti rumah, penginapan, atau hotel. Akan tetapi didalam pesantren
Indonesia, khususnya pulau jawa, lebih mirip dengan pemondokan
dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana.
Sedangakan istilah pesantren secara etimologis asalnya pe-santi-an
yang berarti tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari
seorang kyai atau Syaikh di pondok pesantren.43 Pondok pesantren
juga berarti suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam
yang ada pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan
dengan cara nonklasikal, tetapi dengan sistem bandongan dan sorogan.
Dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab
yang tertulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama besar sejak abad
pertengahan, sedang para santri bisanya tinggal dalam pondok atau
asrama dalam pesantren tersebut. Pondok pesantren merupakan
42
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama: Kepribadian Muslim Pancasila, h. 52
43Komaruddin Hidayat, Dari Pesantren Untuk Dunia, (Jakarta : PPIM), Cet-2, 2017
lembaga pendidikan yang membahas dan mengkaji pendidikan
keagamaan terutama agama Islam.44
Keberadaan pesantren telah lama tumbuh dan berkembang di
masyarakat, dengan pengajaran yang modern dalam mengembangkan
kualitas pendidikannya untuk menjadikan santriwan dan santriwati yang
sesuai dengan tujuan pendidikan dalam pesantren itu sendiri.
Pengertian atau ta’rif pondok pesantren tidak dapat diberikan batasan
yang tegas, melainkan mengandung pengertian yang memenuhi ciri-ciri
yang memberikan pengertian pondok pesantren setidaknya ada 5 ciri yang
berada dalam lembaga suatu pondok Kyai, Santri, Pengajian, Asrama, dan
masjid dengan akivitasnya, Sehingga bila dirangkumkan semua
unsur-unsur tersebut, dapatlah dibuat suatu pengertian pondok pesantren
yang bebas.45
2. Tipologi Pondok Pesantren
Secara garis besar pondok pesantren dapat di bagi menjadi
empat kategori diantaranya yaitu:
a. Pesantren Salafiyah
Pesantren salafiyah yang tetap mempertahankan pengajaran
kitab-kitab islami klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Sistem
madrasah diterapkan untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai
44
Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, (Jakarta : Puslitbang Kehidupan
Beragama, Cet 1, 2005), h. 103
45M. Sulthon Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta : Diva Pustaka,
Cet ke-2, 2004), h. 90
dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama tanpa mengenalkan
pengajaran pengetahuan umum.46
b. Pesantren Khalafiyah
Pondok pesantren khalafiyah yang telah memasukkan pelajaran
umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkannya, atau
membuka tipe sekolah-sekolah umum dalam lingkungan pesantren.47
Hasbullah menyebutkan dalam hal penyelenggaraan sistem
pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren sekarang ini, dapat
digolongkan menjadi tiga bentuk yaitu:
1) Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama
islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut
diberikan dengan cara non klasik (sistem bandungan dan
sorogon), dimana seorang kiai mengajar santri-santri
berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa arab oleh
ulama-ulama besar sejak abad pertengahan sedang para santri
biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren
tersebut.
2) Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama
islam yang paling dasar sama dengan pondok pesantren di atas,
tetapi para santrinya tidak disediakan pondokkan dikompleks
46
Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai
dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, ( Jakarta: LP3ES, 2011), h. 49
47Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai
dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, ( Jakarta: LP3ES, 2011), h. 49
pesantren, namun tinggal tersebar disekitar penjuru desa
sekeliling pesantren tersebut yang mana mereka disebut santri
kalong. Di mana cara dan metode pendidikan dan pengajaran
agama islam diberikan dengan system weton yaitu para santri
dating berduyun-duyun pada waktu tertentu.
3) Pondok pesantren dewasa ini merupakanlembaga gabungan
antara system pondok dan pesantren yang memberikan
pendidikan dan pengajaran agama islam dengan system
bandungan, sorogan ataupun wetona dengan para santri
disediakan pondokan atau pun merupakan santri kalong yang
dalam istilah pendidikan.48 Pondok pesantren modern memenuhi
kriteria pendidikan non formal serta menyelenggarakan juga
pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah
umum dalam berbaga bentuk tingkatan dan aneka kejuruan
menurut kebutuhan masyarakat masing-masing.49
c. Pondok Pesantren Campuran
Pondok Pesantren campuran dalam arti kombinasi antara pesantren
salafiyah dan modern. Pondok pesantren salafiyah berarti mengkaji
kitab-kitab kuning, sedangkan pesantren modern sistem pembelajarannya
menggunakan kelas dan berjenjang.
48
M. Sulthon Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta : Diva Pustaka,
Cet ke-2, 2004), h. 90
49 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, h. 42
Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa tipe atau karasteristik
pondok pesantren ada tiga yaitu pertama pesantren tradisional atau
salafiyah dimana pondok pesantren menyelenggarakan pembelajaran
secara tradisional yaitu dengan metode sorogan, wetona, dan lainnya.
Kedua, Pondok pesantren klasik atau khalafiyah yaitu pondok pesantren
yang mana menyelenggarakan pendidikan secara formal atau madrasah
dengan pendidikan modern. Ketiga, pesantren campuran yaitu pondok
pesantren yang menyelenggarakan sistem pondok pesantren sekaligus
sistim sekilah atau madrasah.
3. Unsur-Unsur Pondok Pesantren
a. Pondok atau Asrama
Zamakhsyari Zhafier menegaskan bahwa pondok pesantren yang
merupakan asrama bagi para santri, merupakan ciri khas tradisi pesantren
yang membedakan dengan sistem pendidikan tradisiaonal di masjid-masjid
yang berkembang di kebanyakan wilayah di negara-negara lain.50
b. Masjid
Masjid yang juga merupakan unsur dari pesantren mempunyai dua
fungsi selain merupakan tempat sholat berjamaah juga merupakan tempat
belajar. Sejak zaman Rasulullah SAW, masjid merupakn tempat belajar
bagi kaum muslimin, terlebih lagi pada pesantren-pesantren tradisional
50
Zamakhsyari Zhafier, Tradisi Pesantren, (Jakarta:1984), h. 45
yang belum terdapat kelas-kelas untuk belajar, masjid merupakan tempat
yang paling penting untuk belajar.51
c. Santri
Santri adalah murid yang mempelajari agama dari seorang kyai atau
syaikh di pondok pesantren. Pada umumnya mereka tinggal disuatu
komplek bangunan yang terdiri dari rumah kyai, bale-bale, aula dan masjid.
Istilah santri hanya ada di pesantren sebagai pengejawantahan adanya
peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang
kyai yang memimpin sebuah pesantren, oleh karena itu santri pada
dasarnya berkaitan erat dengan keberadaan kyai dan pesantren. Santri
terbagi menjadi dua:52
1) Santri Mukim
Santri mukim adalah para santri datang dari tempat yang jauh
sehingga ia tinggal dan menetap di pondok (asrama) pesantren. Santri
yang mukim ini biasanya memang yang datang dari luar daerah sekitar
dimana pondok pesantren tersebut, jadi santri tersebut dinamakan dengan
santri yang mukim atau santri yang tinggal di pondok pesantren.
2) Santri Kalong
Santri Kalong adalah santri yang berasal dari wilayah sekitar
pesantren sehingga mereka tidak memerlukan untuk tinggal dan menetap
di pondok pesantren mereka bolak balik dari rumahnya masing-masing.
51
Zamakhsyari Zhafier, Tradisi Pesantren, (Jakarta:1984), h. 56
52Aminudin Rasyad dan Baihaki, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta:
Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), h. 59
Santri kalong pada dasarnya adalah seorang murid yang berasal dari desa
sekitar pondok pesantren yang pola belajarnya tidak dengan menetap
dalam pondok pesantren, melainkan semata-mata belajar dan secara
langsung pulang kerumah setelah belajar di pesantren.
d. Kyai
Gelar Kyai diberikan oleh masyarakat kepada orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan mendalam tentang agama islam dan
memiliki pondok pesantren serta mengajarkan kitab-kitab klasik pada
santri. Gelar ini sebenarnya merupakan wujud penghormatan masyarakat
terhadap kedudukan sebagai pengajar ilmu-ilmu agama, bahkan di daerah
tertentu seperti Jawa Timur kedudukan kyai lebih kuat dari pada pejabat
pemerintah.
Kyai merupakan tokoh atau figur utama pada sebuah pesantren.
Peran kyai selain mengajar di pesantren, mereka juga merupakan tempat
masyarakat bertanya tentang agama. Pesantren merupakan lembaga
pendidikan tertua di nusantaraini karena sistem pendidikan serupa ini
sudah dikenal sebelum datangnya islam kebudayaan negeri ini, yaitu pada
masa Hindu Budha, dan pesantren juga merupakan kebudayaan islam asli
Indonesia.53
4. Kepemimpinan Pondok Pesantren
Pada prinsipnya, setiap pengelolaan suatu lembaga pendidikan
masyarakat adanya tipe pemimpin dan kepemimpinan yang khas. Dalam
53
M. Dawam Raharjo, Pergaulan Dunia Pesantren, (Jakarta: PPPM, 1985), h. 3
pesantren kepemimpinan dilaksanakan didalam kelompok kebijakan yang
melibatkan semua pihak, di dalam tim program, di dalam organisasi guru,
orang tua dan santri. Kepemimpinan yang membaur ini menjadi faktor
pendukungaktivitas sehari-hari di lingkungan pondok pesantren.
Lembaga pendidikan pesantren dikenal sebagai lembaga
pendidikan yang menganut sistem terbuka sehingga amat fleksibel dalam
mengakomodasi harapan-harapan masyarakat dengan cara-cara yang
khas dan unik. Namun karena kelembagaan pesantren semakin hari terus
berubah, antara lain menyelenggarakan sistem persekolahan
didalamnya, maka dengan sendirinya lembaga ini selayaknya
melaksanakan fungsi-fungsi layanannya secara sistematik pula.54
Kepemimpinan pondok pesantren mempunyai beragam
kepemimpinan. Secara umum kepemimpinan di Pondok pesantren yaitu:
a. Kepemimpinan Otoriter, hal ini menunjukan bahwa semua kebijakan
yang ada di pesantren adalah kebijakan kyai.
b. Kepemimpinan berwibawa, bahwa seorang kyai mempunyai
kharismatik di lingkungan pondok pesantren. Pra santri mempunyai
rasa takut kepada seorang kyai, karena kyai dianggap satu-satunya
figur yang harus dihormati dan dilaksanakan perintahnya.
c. Kepemimpinan demokratis, dimana seorang kyai minta pendapat dan
saran para santri yang dianggap sebagai pengurus pondok pesantren
Darul Arqam untuk bersama-sama mengembangkan pondok
54
M. Sulthon Masyud, Dkk, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva
Pustaka, 2003), h. 92
pesantren tersebut agar lebih maju. Jadi semua kebijakan di
pesantren tersebut tidak semuanya dari kyai tetapi pengurus pondok
juga mempunyai andil.
d. Kepemimpinan Delegatif, dimana seorang kyai menyerahkan
kebijakan pondok pesantren kepada pengurus karena keadaan
seorang kyai sibuk dalam beraktifitass di luar pondok pesantren.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan penulis adalah metode
penelitian kualitatif. Secara hitoris, implementasi penelitian kualitatif
bermula dari pengamatan .55 Menurut Bogdan dan Taylor (1993 : 30),
metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif kulitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati. Menurut ked uanya, pendekatan ini diarahkan pada
latar dan individu secara menyeluruh (holistik).56
Berdasarkan penelitian yang dipilih, maka dapat diketahui bahwa
data-data dalam penelitian dihimpun berdasarkan hasil observasi dan
interview secara langsung. Adapun data-data yang digali dalam
penelitian lapangan ini adalah bagaimana kesadaran beragama santri dan
data tentang strategi dakwah Pondok Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja dalam meningkatkan kesadaran
beragama santri.
B. Lokasi dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan,
Adapun lokasi penelitiannya di pondok pesantren pembangunan
55
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2016), h. 21
56Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian, h. 22
Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja. Peneliti akan meneliti
kesadaran beragama santri dan kegiatan pondok pesantren pembangunan
Muhammadiyah dalam meningkatkan kesadaran beragama santri. Adapun
santri yang dimaksud oleh peneliti yaitu santriyah ( sebutan santri putri di
pondok ini).
C. Fokus Penelitian
Fokus dan deskripsi fokus dalam penelitian adalah pemusatan fokus
kepada intisari penelitian yang akan dilakukan. Fokus peneliti adalah garis
terbesar dalam penelitian yang akan dilakukan agar peneliti lebih terarah.
Penelitian yang akan fokus kepada kesadaran beragama santri dan strategi
dakwah pondok pesantren pembangunan Muhammadiyah Mengkendek
Tana Toraja dalam meningkatkan kesadaran beragama santri.
D. Deskripsi Penelitian
Selanjutnya, untuk menyamakan pemahaman terhadap fokus
penelitian ini, maka fokus penelitian tersebut, dideskripsikan sebagai
berikut:
1. Strategi dakwah merupakan suatu taktik yang di aplikasikan
secara struktural dalam upaya mencapai tujuan yang diinginkan,
yang sesuai ajaran Islam.
2. Kesadaran beragama merupakan sesuatu yang terasa, dapat diuji
melalui intropeksi dan keterdekatan dengan sesuatu yang lebih
tinggi dari segalanya, yaitu Tuhan.kesadaran beragama yang
dimaksud adalah segala perilaku yang dikerjakan oleh seseorang
dalam bentuk menekuni, mengingat, merasa, dan melaksanakan
ajaran-ajaran agama.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif yang dimaksud
adalah alat atau bahan yang dipakai untuk menunjang penelitian lapangan.
Oleh karena itu, penelitian melakukan pengamatan langsung terhadap
kondisi di lapangan, berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Melakukan wawancara para responden dan informan dengan
dibantu alat perekam, kamera, serta alat tulis menulis berupa buku dan
pulpen. Dalam hal ini mewawancarai santri dan pembina pondok pesantren
dan santri. Kemudian dokumentasi, mempelajari dan menggali data
yang ada.
F. Sumber Data
Sumber data penelitian terdiri dari dua sumber, yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder.
1. Sumber primer/ Informan Primer adalah seorang yang dianggap
paling tahu atau lebih tahu tentang fokus penelitian ini. Sehingga
mereka dijadikan informan yang utama atau primer dalam
mengumpulkan data, Adapun yang menjadi informan utama yang
dalam penelitian ini adalah santri (putri) dan pembina pondok
pesantren pembangunan Muhammadiyah Mengkendek Tana
Toraja.
2. Sumber sekunder/ Informan pelengkap adalah orang-orang yang
diharapkan dapat memberikan informasi tentang focus penelitian
guna melengkapi informasi dari informan kunci.
G. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang diperoleh dalam penelitian ini,
maka peneliti menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
1. Metode Observasi
Teknik observasi yang penulis gunakan adalah metode observasi
langsung dan tidak langsung. Adapun teknik atau cara yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah awalnya peneliti mengamati
kegiatan santri pondok pesantren pembangunan Muhammadiyah
Mengkendek Tana Toraja dan membuat catatan-catatan pada masalah
yang akan diamati. Metode ini berguna untuk mengetahui situasi dan
kondisi yang ada.
2. Metode wawancara (interview)
Pengertian wawancara adalah suatu metode pengumpulan data
yang berupa pertemuan dua orang atau lebih secara langsung untuk
bertukar informasi dan ide dengan tanya jawab secara lisan sehingga
dapat dibangun makna dalam suatu topik tertentu (Prastowo, 2010: 145).57
Interview ini ditujukan kepada pembina pondok pesantren pembangunan
Muhammadiyah Mengkendek Tana toraja untuk mengetahui strategi
dakwah dalam meningkatkan kesadaran beragama santri.
57
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian, h. 212
3. Metode Dokumentasi
Telaah dokumen adalah cara pengumpulan informasi yang
didapatkan dari dokumen, yakni peninggalan tertulis, arsip-arsip,akta
ijasah, rapor, peraturan perundang-undangan, buku harian, surat-surat
pribadi, catatan biografi, dan lain-lain yang memiliki keterkaitan dengan
masalah yang diteliti (Pohan, 2007: 74).58 Metode ini untuk memperoleh
data atau informasi tentang jumlah pengurus pondok pesantren, sarana
dan prasarana, serta untuk mengungkapkan data-data yang telah
ditentukan dalam interview untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan
ketidak sesuaian informasi.
H. Teknik Analisis Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif yaitu
penulis mengolah data yang selanjutnya diinterprestasikan dalam bentuk
konsep yang dapat mendukung pembahasan dalam mengelola data
tersebut penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1. Metode deduktif
Metode ini penulis menganalisis data dari yang umum ke khusus.
2. Metode Induktif
Yakni menganalisis data dari yang bersifat khusus kemudian ditarik
kesimpulan yang bersifat umum.
58
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian, h. 226
3. Metode Komparatif
Yakni setiap data yang diperoleh baik umum maupun yang bersifat
khusus, selanjutnya dibandingkan kemudian ditarik satu kesimpulan. 59
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode komparatif dalam
menganalisis data yang diperoleh dengan membandingkan data umum
maupun yang khusus kemudian ditarik kesimpulan.
59
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, h. 42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Pondok Pesantren
1. Latar Belakang
Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
merupakan satu-satunya Pondok Pesantren yang ada di daerah Tana
Toraja, didirikan pada tahun 1990 di area seluas ± 10.000 m2. Awalnya
merupakan bantuan dari pemerintah Quwait melalui Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yang kemudian diamanahkan kepada Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil musyawarah dan
berbagai pertimbangan, akhirnya dipilih Kabupaten Tana Toraja sebagai
lokasi pembangunan Islamic Centre. Hal ini pun sedikit mengalami
hambatan karena sulitnya mendapatkan lokasi sesuai prasyarat pemberi
bantuan. Beberapa bulan kemudian didapatkan lokasi yang merupakan
hibah dari salah seorang tokoh Muhammadiyah Tana Toraja, tepatnya di
Kecamatan Mengkendek, bagian Selatan Kabupaten Tana Toraja (± 12 Km
dari Kota Makale).
Ide dasar pembangunan Islamic Centre ini adalah sebagai pusat
kegiatan Umat Islam Tana Toraja, yang meliputi bidang pendidikan, bidang
keagamaan, ekonomi dan kesehatan. Sebagai tahap awal, direncanakan
pembangunan lembaga pendidikan, dalam hal ini Pondok Pesantren
Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja. Sayangnya, keadaan politik
yang terjadi di Quwait pada tahun 1991 menyebabkan rencana
pembangunan Islamic Centre tersebut terhenti sampai sekarangdan yang
sempat terealisasi adalah lembaga pendidikan Pondok Pesantren
Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja.
Seperti halnya lembaga-lembaga pendidikan lainnya, sejak
berdirinya Pondok Pesantren ini mengalami pasang surut. Apalagi sejak 1
tahun berdirinya, tepatnya tahun 1991 keadaan politik di Quwait yang tidak
stabil menyebabkan seluruh bantuan terhenti. Praktis sejak saat itu
sumber-sumber keuangan dan biaya operasional sekolah tidak menentu
dan bersifat insidentil.
2. Konteks sosial keagamaan
TanaTora jadi kenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata kedua
dari Bali. Selain itu hampir 80% penduduknya adalah beragama non
Muslim, sisanya adalah penganut Animisme. Jumlah penduduk muslim
pada saat itu tidak lebih dari 5%. Sekarang jumlah ummat Islam meningkat
sampai sekitar 18%. Itupun sebagian besar bukanlah penduduk asli tetapi
lebih banyak pendatang dari berbagai daerah; Bugis, Makassar dan
Enrekang serta Luwu dan Jawa. Kebanyakan dari mereka adalah
pedagang dan PNS yang ditempatkan di wilayah ini. Daerah ini juga dikenal
kental dengan budaya dan adat istiadat. Sehingga upacara adat khususnya
terkait dengan pesta kematian menjadi tontonan yang cukup menarik
parawisatawan untuk datang ke daerah ini.
Nuansa religius juga berjalan seiring dengan upacara-upacara
tersebut. Tidak hanya berlaku di tempat-tempat ibadah mereka tetapi hal ini
juga berlangsung di ruang publik, sekolah bahkan kantor-kantor pemerintah
sekalipun. Sisi positifnya; tidak ada konflik, tidak ada intimidasi dan semua
kelompok agama berbaur dalam setiap event budaya, tidak terkecuali kaum
muslimin.
3. Tujuan Pendirian
Perdebatan panjang sempat terjadi diantara para pendiri tentang
tujuan pendirian lembaga pesantren, diantara sekian banyak agenda
pembangunan dan pengembangan Islamic Centre pada saat itu. Alhasil,
mereka sepakat dengan kondisi keummatan yang sangat membutuhkan
tenaga da’i / da’iyah yang menjadi sesuatu yang langkah pada saat itu.
Kondisi ummat Islam Tana Toraja sangat membutuhkan bimbingan,
tuntunan dan pencerahan agama inilah yang menjadi landasan kuat
pendirian lembaga pondok pesantren. Sehingga tujuan awal pendirian
Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja adalah
menyiapkan tenaga da’I atau muballigh yang handal yang siap dikirim ke
setiap pelosok daerah untuk berdakwah.
4. Kekhasan Pondok Pesantren
Motto: “Islami, Unggul, Berkemajuan dan Mencerahkan“:
a. Tahfidz Qur’an
b. Pidato dan Ceramah
c. Bidang IT
d. Kondisi Khusus :
Sebagian besar santri berasal dari daerah pelosok. Berdasarkan
survey internal tujuan utama orang tua memasukkan anaknya ke pesantren
ini hanya 2 hal, agar bisa shalat dengan benar dan bisa membaca Al
Qur’an, karena kondisi lingkungan sosial mereka di mana mereka belum
bisa mengajar anak-anak mereka mengaji dan belum tahu bagaimana
shalat dengan benar. Bahkan terdapat sebagian santri yang orang tuanya
ataupun saudaranya masih non Muslim atau pun Animisme.
5. Kelembagaan Pondok Pesantren
a. Pendidikan Formal:
1) Madrasah Tsanawiyah (1990)
2) SMP (1997)
3) Madrasah Aliyah (1993)
4) SMK (2012)
5) MI (2017)
b. Usaha Ekonomi:
1) Koperasi Pondok Pesantren (1998)
2) Kantin (2012)
c. Organisasi Kesiswaan
1) Ikatan Pelajar Muhammadiyah (1996)
2) Kepanduan Hizbul Watahan (1997)
3) Pramuka (2000)
d. Organisasi Sosial Keagamaan:
1) Tapak Suci Putera Muhammadiyah (1994)
6. Sarana dan Prasarana
a. Luas Tanah : 10.500.000 m²
b. Luas Bangunan : 5.000.000 m²
c. Masjid :1 lokal semi permanen (Putera
danPutri)
d. Gedung Aula Pertemuan : -
e. Perpustakaan Utama dan : 1 Lokal
Pendukung
f. Kantin dan Warung Santri : 1 Lokasi (Putera dan Putri)
g. Guest Home/Ruang Menginap Tamu : -
h. Gedung Sekolah : 12 lokal
i. Lapangan Bola : -
j. Lapangan Volly : -
k. Kantor Administrasi : 1 lokal
dan Tata Usaha
l. Kantor Guru/Asatid : 1 Lokal (Putera dan Putri)
m. Laboratorium Multimedia : 1 lokal
n. Gedung Pusat Bahasa Asing : -
o. Kamar Mandi dan Toilet : 5 lokal (semi permanen)
7. Pertumbuhan jumlah santri dan alumni terakhir
Seiring dengan semakin meningkatnya populasi ummat Islam di
daerah Tana Toraja, jumlah santri Pondok Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja setiap tahunnya juga mengalami peningkatan.
Saat ini, jumlah santri secara keseluruhan adalah 344 orang. Jumlah alumni
dalam setiap tahunnya juga semakin banyak dan tersebar di berbagai PTN
maupun PTS di berbagai wilayah Sulawesi Selatan. Untuk pendidikan
formal, saat ini terdapat 4 (empat) unit tingkatan sekolah; MI/SD, SMP,
Madrasah Aliyah dan SMK. Untuk Pendidikan Informal terdapat Madrasah
Diniyah; Tingkat Ula dan Wustha, dengan jumlah santri secara keselurahan
sekitar 350 orang. Jumlah tenaga pengajar sebanyak 46 orang.Guru DPK
Kemendikbud sebanyak 1 orang, dan 2 orang DPK dari Kemenag.
8. Hambatan dan Tantangan
Tana Toraja adalah salah satu daerah dengan minoritas muslim,
sehingga pergerakan dakwah Islam di sini sangat minim termasuk sumber
daya manusia. Hal ini menjadi sebuah hambatan bagi kami di saat kami
ingin berkomunikasi dengan masyarakat setempat. Dengan didirikannya
pondok di sini bisa menjadi salah satu jalan dakwah terkhusus bagi kaum
remaja. Namun, kenakalan remaja tidak lepas dari keadaan lingkungan
sekitar sehingga sangat mempengaruhi perilaku dan pemahaman agama
mereka. Banyak dari keluarga mereka masih memeluk agama kristen dan
adapun yang murtad. Ini menjadi tantangan terbesar bagi kami di sini.60
B. Kesadaran Beragama Santri
Kesadaran beragama yang dimaksud adalah segala perilaku yang
dikerjakan oleh seseorang dalam bentuk menekuni, mengingat, merasa,
dan melaksanakan ajaran-ajaran agama (mencakup aspek afektif, konatif,
60
Baktiar Anshar, S.S., Tata Usaha Pondok Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja.
kognitif, dan motorik) untuk mengabdikan diri kepada Tuhan (Allah)
dengan disertai perasaan jiwa yang tulus dan ikhlas, sehingga apa yang
dilakukannya sebagai perilaku keagamaan dan salah satu pemenuhan
atas kebutuhan rohaniahnya.
Kesadaran beragama meliputi rasa keagamaan, pengalaman
ke-Tuhanan, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan, yang
terorganisasi dalam sikap mental dan kepribadian. Sikap keagamaan
dapat diartikan sebagai suatu kesiapan bertindak dengan cara tertentu
yang berkaitan dengan masalah agama. Misalnya berlaku baik kepada
setiap orang, menghayati nilai-nilai agama yang dicerminkan dalam
tingkah laku dan perbuatan, dan melaksanakan kewajiban terhadap
agama. Dengan demikian untuk melihat tingkatan kesadaran beragama
santri dapat di lihat dari sikap keagamaan seseorang. Untuk dapat menilai
apakah seseorang mempunyai sikap keagamaan atau tidak, dapat dilihat
dari lima dimensi, yaitu :
1. Dimensi keyakinan (ideologis) yang disejajarkan dengan akidah.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat keyakinan seorang
muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap
ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam Islam,
dimensi ini menyangkut keyakinan tentang Allah, para Malaikat,
Nabi/Rosul, Kitab-kitab Allah, surga dan neraka dan lain-lain. Contoh:
Apakah mereka percaya pada Allah, para Malaikat, Nabi/Rosul, Kitab-kitab
Allah, surga dan neraka, dan lain-lain. Dalam hal meyakini akan adanya
Allah, Rosul dan lain sebagainya, para santri meyakini sepenuhnya ,baik
rukun Iman maupun Islam dan hal-hal yang telah dijelaskan dalam alquran
ataupun hadist.
2. Dimensi peribadatan/praktek agama (ritualistik) yang disejajarkan
dengan syariah.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat kepatuhan seorang
muslim dalam mengerjakan kegiatan ritual sebagaimana diperintahkan dan
dianjurkan oleh agamanya, dalam Islam dimensi peribadatan menyangkut
pelaksanaan shalat, zakat, membaca al-Qur’an, berdoa dan lain-lain.
Contoh: apakah mereka shalat, puasa, zakat, membaca al-Qur’an, berdoa
dan lain-lain. Beberapa santri mulai menunaikan shalat, puasa,membaca
alquran saat mereka masuk pesantren dan sebagian dari mereka telah
menunaikan ibadah yang di perintahkan sebelum masuk pesantren.
3. Dimensi penghayatan (eksperiensal)
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat seorang muslim
dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman
religius, dalam Islam dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab
dengan Allah, perasaan doa-doa terkabul, perasaan bersyukur pada Allah
dan lain-lain. Contoh: Apakah mereka memiliki perasaan dekat atau akrab
dengan Allah dan lain-lain.
Dalam pengalaman religius santri, belum ada yang mengalami
pengalaman spiritual sebab banyak dari mereka yang baru mempelajari
agama Islam dan melaksanakan tuntunan ibadah sehingga untuk dimensi
ini belum ada yang mencapainya.
4. Dimensi pengetahuan
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengetahuan dan
pemahaman seorang muslim terhadap ajaran-ajarannya, terutama
mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya, dalam Islam dimensi ini
mneyangkut pengetahuan tentang isi al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang
harus diimani dan dilaksanakan (rukun Iman dan rukun Islam),
hukum-hukum Islam dan sebagainya. Contoh: Apakah mereka mengikuti
pengajian, kegiatan-kegiatan keagamaan, membaca buku-buku
keagamaan dan lain-lain.
Dengan berada dipesantren ini, santri mengikuti banyak kegiatan
keagamaan yang sebelumnya belum di dapatkan di luar. Beberapa dari
mereka mulai menambah pengetahuan agamanya dengan membaca buku
dan bertanya kepada pembina jika ada hal yang mereka tidak pahami atau
tidak tahu sama sekali, misalnya dalam hal mandi wajib.
5. Dimensi pengamalan (konsekuensional) yang disejajarkan dengan
akhlak
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengamalan seorang
muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya yaitu
bagaimana seorang manusia berinteraksi dengan alam dan manusia lain.
Dalam Islam, dimensi ini meliputi suka menolong, bekerjasama,
menegakkan keadilan, berlaku jujur, bersikap sopan santun, memaafkan,
tidak mencuri dan lain-lain.
Dalam akhlak, masih banyak santri yang kurang sopan kepada guru
atau orang yang lebih tua darinya, baik dalam berbicara maupun dalam
tindakan selain itu banyak kejadian pencurian diasrama dan pelakunya
adalah santri itu sendiri namun tidak sedikit juga yang mulai menyadari
kesalahannya dan berusaha merubah dirinya menjadi lebih baik lagi.
C. Strategi Dakwah Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah
dalam Meningkatkan Kesadaran Beragama santri
Pondok pesantren di Tana Toraja ini merupakan pesantren pertama
yang dibangun di wilayah tersebut sehingga menjadi daya tarik umat
muslim khususnya orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di
sekolah Islam.
Dengan dibangunnya pondok pesantren ini menjadi strategi dakwah yang tepat dalam meningkatkan kesadaran beragama dikalangan anak muda.61
Pondok pesantren telah membuat aturan dalam asrama untuk
mendidik santriyah (sebutan santri putri) yang tinggal di asrama. Perlu
diketahui, santri di pesantren ini tidak semua tinggal asrama, mereka yang
tidak tinggal di asrama disebut santri pp. Dilarang bagi santri pp masuk
dalam asrama tanpa izin dari pembina asrama, hal ini dilakukan agar anak
asrama tidak tidak terpengaruh dengan mereka yang pp, Sebelumnya
61
Sudirman, (53 thn), Pengawas PAI TK SMA, Wawancara, 16 Februaru 2019
santri pp di perbolehkan untuk mengunjungi temannya di asrama namun
izin tersebut di manfaatkan oleh beberapa santri di asrama membawa
handphone kemudian menitipkannya kepada temannya yang pp. Santri
disini tidak diperkenankan membawa handphone dan diperbolehkan
membawa laptop/notebook. Demikian aturan tersebut dibuat untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Melihat jumlah santriyah yang ingin tinggal asrama cukup banyak
sehingga asrama yang disediakan belum bisa menampung semuanya,
akhirnya rumah para guru yang letaknya cukup dekat dari pesantren
dijadikan asrama sehingga dapat menampung semuanya, hal itu juga
terjadi di santri putra, karena jumlah santri putra lebih banyak sehingga
terdapat dua rumah guru yang digunakan sedangkan di santriyah (sebutan
santri putri) satu rumah.
Kewajiban utama setiap santri yang berasrama adalah menunaikan sholat tepat pada waktunya. Karena asrama mereka berbeda sehingga masing-masing asrama memiliki kegiatan yang berbeda. Namun dalam urusan sholat, baik yang tinggal di asrama pondok maupun rumah para guru diwajibkan untuk sholat berjamaah di mushollah.62
Ibu darma adalah salah satu guru yang rumahnya di jadikan asrama
untuk santriyah dan secara tidak langsung beliau adalah musyrifah
diasrama tersebut, mengatakan bahwa padadasarnya semua kegiatan
yang dilaksanakan di pesantrenmengarah kepada meningkatkan
kesadaran beragama bagi parasantri. Hal ini juga diperkuat olehibu surni
62
Sudirman, (53 thn), Pengawas PAI TK SMA.16 Februaru 2019
selaku Musyrifah pondok, beliau menambahkan bahwa hal tersebut bisa
dilihat dari sholat berjamaah setiap harinya.
Strategi dakwah sebagai metode, siasat, taktik, yang dipergunakan
dalam (aktivitas) kegiatan dakwah. Proses strategi dakwah pondok
pesantren pembangunan Muhammadiyah Mengkendek tana Toraja
meliputi tahapan-tahapan berikut:
1. Perumusan
Pada tahap ini adalah proses merancang dan menyeleksi berbagai
strategi yang akhirnya menuntun pada pencapaian misi dan tujuan
organisasi. Adapun Visi Misi pondok pesantren pembangunan
Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja sebagai berikut :
V i s i
Menjadi pusat pendidikan Islam berkemajuan, unggul dan
mencerahkan
Misi
a. Menanamkan nilai-nilai Islam dan akhlaqul qarimah sebagai landasan
hidup dan memahami makna kehidupan.
b. Mengembangkan potensi, kapasitas dan integritas santri agar menjadi
insan yang dapat mengelola kehidupan secara arif, cerdas kreatif dan
inovatif berbasis akhlaqul karimah.
c. Memperkokoh ukhuwah Islamiyah serta menjalin komunikasi aktif
dengan berbagai pihak dalam rangka pengelolaan dan peningkatan
SDM.
d. Memberikan andil positif dan peran strategis dalam pengembangan
dakwah amal ma’ruf nahi munkar yang mencerahkan.
e. Menjadi wahana menyiapkan kader ummat, kader bangsa dan kader
persyarikatan dalam rangka melangsungkan dan menyempurnakan
amal usaha Muhammadiyah.
Untuk melaksanakan Visi Misi tersebut maka dirumuskanlah strategi
dakwah sebagai berikut :
a. Membuat tata tertib asrama untuk mengajarkan santri dalam disiplin
waktu.
b. Membuat kegiatan asrama agar mengembangkan potensi santri dan
menambah pemahaman agama mereka.
c. Mengadakan Rapat rutin setiap bulannya untuk mengevaluasi
perkembangan santri di asrama.
2. Implementasi
Implementasi strategi disebut juga sebagai tindakan dalam strategi,
karena implementasi berarti mobilitas untuk mengubah strategi yang
dirumuskan menjadi suatu tindakan, maka dibutuhkan disiplin, motivasi,
dan kerja keras. Adapun tindakan dalam strategi pondok pesantren
pembangunan Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja adalah dengan
program kerja yang telah dirumuskan :
a. Ibadah
Santriyah wajib ke mesjid lima menit sebelum adzan di
kumandangkan baik yang sholat maupun yang berhalangan (Haid). Aturan
tersebut bertujuan agar santriyah terbiasa mengerjakan shalat tepat pada
waktunyayaitu pada awal waktu, mengerjakannya dengan carayang
terbaik yaitu dengan berjamaahserta lebih bisa fokus dalam melaksanakan
sholat, tidak terburu-buru dan tidak mengganggu jamaah yang sedang
sholat saat terlambat. Seperti yang di kemukakan oleh ketua asrama
santriyah (sebutan untuk santri putri) :
Peraturan ini dibuat agar santri bisa fokus dalam melaksanakan sholat dan tidak mengganggu teman-temannya saat sholat. Selain itu, mendidik mereka agar disiplin dalam melaksanakan sholat.63
Walaupun aturan ini telah dibuat namun masih banyak santriyah
yang tidak melaksanakan aturan tersebut. Bahkan beberapa dari mereka
tidak menunaikan sholat di mesjid. Selama penulis menjadi pembina di
sana, penulis beberapa kali mendapati santriyah yang tidak ke mesjid pada
waktu sholat tiba, mereka bersembunyi di tempat tidur dengan di kelilingi
oleh selimut dan pakaian agar nampak seperti tumpukan pakaian dan
sama sekali tidak menunaikan sholat. Penulis pernah mengumpulkan
beberapa santriyah yang sering tidak ke mesjid dan sering telat saat waktu
sholat tiba, alasannya pun sama yaitu malas.
Malas kak, klu sampai di mushollah bingung mau ngapain, mending baring-baring dulu sambil nunggu azan atau iqamah.64 Tidak tau kak, kenapa kayak malas pergi sholat, jangankan sholat, kalau sudah dengar adzan langsung ngantuk.65 Ketua asrama pernah mengatakan ini kepada saya Santriyah di sini harus sering di tegur,
63
Surniwati Patiku,(41 thn), Guru dan Ketua asrama Santriyah, wawancara, 5
Desember 2018.
64Zulyatri, (14 thn), Santriyah, wawancara, 10 Desember 2018
65Julia Mangnga Pakiding, (16 thn), santriyah, Wawancara, 5 Februari 2019
karena kalau tidak ditegur, mereka tidak melakukan apa-apa, walaupun aturan sudah ada dan ditempel di asrama, harus tetap di ingatkan, ditegur atau dimarahi,anak-anak di sini bandel-bandel semua.66
Santriyah juga wajib untuk melaksanakan shalat fardhu secara
berjamaah di mushollah dan mengikuti kegiatan kemasjidan. Kegiatan
kemasjidan biasanya di isi dengan materi ringan mengenai adab dimesjid
yang disampaikan oleh ustadz yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan kegiatan kemasjidan. Dalam kegiatannya, anak-anak cukup
merespond dengan baik walaupun masih ada yang ribut selama kegiatan
dimulai.
Pembawaan ustadz yang lembut dan jiwa orang tuanya sangat
nampak sehingga khususnya para santriyah sangat menghargai dan
tenang mendengarkannya. Dalam kesehariannya, penulis sempat beberap
kali bertemu dengan beliau. Beliau memang sangat lembut dan sangat
perhatian kepada santrinya. Selalu memanggil dengan sebutan “nak”
membuat para santriyah seakan sedang berbicara dengan ayahnya
sendiri, seperti yang di katakan oleh beberapa santriyah
Di sini kami memmanggilnya abah sedangkan istrinya kami manggilnya ummi. Abah orangnya lembut makanya banyak yang suka sama abah. Kalau istrinya lumayan galak kalau ngomong tapi sebenarnya ummi baik. 67 Santriyah juga di wajibkan tadarrus delapan menit sebelum sholat berjamaah baik yang sholat maupun yang berhalangan (haid). Seperti yang dikatakan ketua asrama bahwa santri di sini harus sering diingatkan. Jika tidak diingatkan atau tidak ada pembina yang mengontrolnya untuk tadarrus mereka
66
Surniwati Patiku, (41 thn), Guru dan Ketua asrama Santriyah.
67Marfuah, (18 thn), Santriyah, wawancara, 10 Desember 2018
hanya baring, sibuk bercengkrama dengan teman-temannya, keluar masuk mushollah tidak jelas arah tujuannya kemana.
Santriyah diwajibkan untuk melaksanakan shalat sunnah rawatib,
wajib mengikuti kegiatan ibadah yang telah ditetapkan oleh pondok dan
dilarang pulang sebelum dipersilahkan. Dalam pelaksanaan shalat rawatib,
jika mereka ditegur dan dikontrol oleh pembina mereka melaksanakannya
namun jika tidak, hanya beberapa yang menjalankannya. Hal ini dilakukan
agar waktu mereka di mushollah di manfaatkan ke dalam hal yang positif.
Kegiatan ibadah yang di maksud di sini adalah kegiatan yang
dilakukan oleh santri setelah sholat fardhu yaitu diawali dengan
pembukaan dari mc dengan tujuan melatih para santri untuk tampil
berbicara di depan umum khususnya sebagai MC kemudian membaca
satu ayat alqur’an beserta terjemahannya, kegiatan ini dilakukan untuk
melatih para santri untuk mengaji setiap harinya dan mengetahui arti ayat
yang di baca. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan hadist,untuk
menambah hafalan hadist dan wawasan mereka tentang hadist, Setelah
itu kultum, diharapkan agar santri di pondok pesantren ini berani berbicara
di depan umum kemudian mufrodat, untuk menambah kosa kata mereka
dalam bahasa arab maupun bahasa inggris.68 Setiap santri telah memiliki
tugas dan jadwal masing-masing, tanpa ada perintah mereka akan
melaksanakan tugasnya masing-masing dan tidak segan-segan menegur
68
Danial, (23 thn), Pembina Asrama Putra, Wawancara, 10 Desember 2018
temannya yang bertugas bahkan menggantikan posisi teman yang
bertugas agar kegiatan tetap berjalan.
Setelah melaksanakan sholat magrib secara berjamaah selain
kegiatan yang di sebutkan di atas, waktu magrib di isi dengan
mendengarkan materi yang di sampaikan oleh para ustadz dan jika ustadz
yang bersangkutan tidak hadir maka di isi dengan mengaji bersama yang
di ambil alih oleh anggota IPM (Ikatan pelajar Muhammadiyah) atau
bahkan tidak ada yang memantau mereka sehingga mereka keluyuran
diluar mushollah sambil menunggu waktu isya, ada juga yang
memanfaatkannya untuk mengerjakan tugas, ada juga yang yang mengaji
dan menghafal al qur’an.
Dalam urusan mengaji, masih banyak santri yang belum tau
mengaji, hal ini diungkapkan langsung oleh pimpinan pondok yang
mengatakan :
Yang perlu kalian ketahui mengenai santri di sini, kebanyakan dari mereka berasal dari kaum dhuafa, masih banyak dari mereka yang belum tau mengaji bahkan belum mengenal huruf hijaiyah. Yang tau mengaji pun tajwidnya masih berantakan.Mengapa seperti itu, dengan didirikannya pondok ini, kita bisa membantu mereka dari yang tidak mampu bersekolah mereka bisa bersekolah, dari yang tidak tau mengaji mereka bisa mengaji. Kalau bukan kita lagi yang membantu mereka anak muda siapa lagi. Jadi pahami keadaan pondok di sini, pondok ini berbeda dengan pondok-pondok yang lain seperti yang ada diluar sana. 69 Penulis juga menemukan satu santriyah yang berasal dari keluarga muallaf, penulis sempat mengajarnya mengaji dengan metode dirosah, dan respondnya dia lebih mudah belajar dengan dirosah di banding dengan iqro.70
69
Zainal Muttaqien, (62 thn), Direktur Pesantren, Wawancara, 28 November 2018.
70Yuana Jessica Sarunggaga, (17 thn), Santriwati, Wawancara, Tanggal 20 Desember
2018
b. Pergaulan dan Busana
Santriyah tidak boleh berdekatan atau berdua-duaan dengan yang
bukan mahramnya, santriyah wajib menundukkan pandangan dari yang
bukan mahramnya, harus mengontrol suaranya dan dilarang menjalin
hubungan (pacaran). Dalam berbusana,diwajibkan kepada santriyah
untuk berbusana muslimah sesuai dengan syariat Islam, tidak ketat dan
tidak tranpsparan, tidak diperkenankan memakai celana panjang jeans,
dan sejenisnya, celana pendek dan sejenisnya, santriyah tidak
diperkenankan menyisipkan baju kedalam rok atau celana. Demikian
aturan yang dibuat oleh pondok pesantren ini namun sangat banyak
ditemukan santri yang melanggar aturan tersebut. Saat di sekolah akan
banyak kita temukan pergaulan santri yang tidak menunjukkan dirinya
sebagai santri. Pergaulan mereka seperti yang sering kita lihat di
sekolah-sekolah pada umumnya. Gaya berpakaiannya pun demikian,
masih sedikit yang menggunakan jilbab yang berukuran besar,
kebanyakan mereka menggunakan jilbab segitiga dengan model yang
tidak menutupi dada sehingga mengundang syahwat. Hal ini tidak lepas
dari teman-teman mereka yang pp dan kurangnya pengawasan dari guru.
Mengenai kasus pacaran, sangat banyak ditemukan santri yang
pacaran bahkan berdua-duaan di tempat yang sepi. Perlu diketahui bahwa
lokasi pesantren merupakan daerah pegunungan terlebih pesantren tidak
memiliki pagar sehingga para santri sangat mudah untuk bolos sekolah
dan mencari tempat berduaan dengan mahramnya. Penulis menemukan
informasi dari beberapa santriyah dan ada juga yang jujur kepada penulis
bahwa mereka pacaran. Kondisi emosional yang susah dikendalikan oleh
diri sendiri sehingga mereka mudah terjebak dalam hal tersebut.
Meskipun para guru dan pembina telah berusaha melakukan
tindakan tersebut namun masih banyak yang berulah lagi. Dalam urusan
suara, setiap harinya penulis mendengar percakapan para santriyah
hingga teriakan histeris yang bukan hal baru lagi bagi penulis. Suara
mereka begitu lantang, hampir dalam setiap percakapan, suara mereka
melengking, meskipun pembahasan yang dibicarakan bisa dikatakan
dengan nada suara pelan. Pembina pun sering menegur mereka namun
suara pembina lebih melengking lagi dibanding santriyahnya.
c. Sopan santun dan Kebersihan
Taat dan patuh kepada kepala pondok serta pengurus asrama,
senantiasa berakhlakul karimah, menghormati kepada yang lebih tua dan
menghargai yang lebih muda, menyapa dengan sopan kepada siapapun
dan menjaga kebersihan dan kerapihan asrama dan sekitarnya termasuk
kamar masing-masing. Karena kondisi tempat jemuran hanya satu
sehingga jika hujan mereka menggantung pakaiannya di dalam kamar
sehingga terlihat cukup berantakan. Cuaca selama penulis berada disana
hujan sehingga penulis melihat langsung keadaan kamar mereka terlebih
penulis sebagai pembina disana sehingga perlu mengontrol keadaan
kamar mereka.
Dalam menyapa para pembina, mereka cukup sopan namun dalam
urusan saling menghargai sering terjadi kesalahpahaman. Santriyah yang
berasrama mencakup semua tingkatan, SMP dan SMA sehingga terdapat
perlakuan senioritas dan junior yang berakibat saling membenci satu sama
lain seperti yang di ungkapkan oleh salah satu santriyah
Kak ada senior yang tidak saya suka, tidak pernah senyum sama kami, tatapnnya selalu sinis, kalau disapa tidak dibalas, kalau kami lakukan kesalahan dimarahi tapi kalau dia sama teman-temannya kalau ditegurki mereka yang marah, padahal dia juga sering ribut di mushollah biasa juga tidak pergi sholat, kalau kami melapor ke pembina mereka marah, bukan hanya saya kak banyak temanku juga yang tidak suka, bukan hanya dia tapi ada juga beberapa teman-temannya juga begitu.71
Dalam kebersihan asrama dan sekitarnya cukup bersih namun akan
sangat banyak ditemukan sampah di dalam kamar mandi dan sekitarnya.
Kondisi kamar mandi sangat sederhana, terdapat bak mandi namun tidak
ada kerang air sehingga bak mandi tersebut tidak dapat di gunakan dan
santriyah jadikan tempat sampah untuk membuang bungkusan shampo
dan sabunnya, bahkan penulis berapa kali menemukan pembungkus
pembalut.
Sedikit memberikan gambaran mengenai kamar mandi, karena
baknya tidak bisa digunakan sehingga jika ada keperluan kami
menggunakan ember/baskom dan timba pribadi. Di depan kamar mandi
terdapat beberapa kerang untuk mengambil air kemudian kami
71
Wahyuni, (14 thn), santriwati, Wawancara, Tanggal 20 Desember 2018
mengangkatnya ke kamar mandi. Dan seperti itulah kondisi kamar mandi di
sana.
Terdapat beberapa santriyah yang masuk dalam program tahfidz
pesantren. Setiap subuh diwajibkan kepada anak tahfidz untuk menyetor
hafalannya kepada musyrif yang bertanggung jawab. Waktu subuh adalah
waktu yang baik dalam menghafal sehingga membiasakan mereka untuk
mengawali harinya dengan al-quran.Selama penulis berada disana,
penulis diberikan amanah untuk mengontrol mereka sehingga penulis
mengetahui kemampuan dan kekurangan mereka.72
Ketua musyrif tahfidz yang bernama ustadz Danial yang merupakan
lulusan dari al-Birr Unismuh makassar meminta bantuan kepada penulis
agar mengontrol sementara santriyah tahfidz dan beliau mengontrol santri
putra tahfidz untuk mengurangi sedikit bebannya. Kemudian memberikan
sepenuhnya tanggung jawab kepada penulis untuk menentukan waktu
penyetoran mereka dan telah disepakati setelah sholat subuh santri tahfidz
wajib mengontrol hafalannya. Sistem penyetoran,wajib menyetor satu
halaman perhari, jika hari ini mereka menyetor hafalan baru maka
besoknya mereka harus mengulang atau murojaah hafalan kemarin
kemudian hafalan baru disetor.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dilihat bahwa tata tertib dan
kegiatan yang dilakukan di pondok pesantren mendidik para santri untuk
lebih mengenal agamanya dan mendekatkan mereka kepada aktivitas
72
Hasil Observasi Lapangan, Tanggal 20 Desember 2018
yang mengarah mendekatkan santri kepada Yang Maha Kuasa sehingga
segala aktivitasnya tidak lepas dari tuntunan ajaran Islam. Akhir tahun
2018 pesantren mengadakan pengkaderan untuk melatih mental dan
menambah wawasan mereka serta mengadakan porseni yang berupa
perlombaan bidang olahraga dan lomba keagamaan seperti lomba tahfidz,
tajwid serta ceramah dengan tujuan melatih pengetahuan dan kemampuan
santri.
Untuk mengawal berjalannya kegiatan sesuai yang sudah
direncanakan, para musyrif pesantren menggunakan berbagaimacam
strategi:73
1. Memberikan contoh yang baik Para Musyrifdituntut untuk dapat
memberikan teladan atau contoh yang baik bagi santri-santrinya.
Sebaik-baik pendidik adalah yang mampu menjadi teladan.
Ketikasantri melihat para Musyrif mempunyai akhlak yang baik, dan
ibadahnya yang baik maka mereka akan lebih mudah menjalankan
apapun yang diajarkan kepada mereka. Contoh teladan di sini
diantaranya para Musyrif harus bangun terlebih dahulu sebelum
mengajak santrinya bangun untuk shalat subuh. Mereka harus
sudah mengerjakan shalat fardhu dengan baik sebelum melarang
santrinya untuk tidak bolong dalam shalat fardhu. Mereka harus
berpakaian yang sopan sebelum mengajak santri untuk selalu
berpakaian sopan dan islami, dan lain sebagainya.
73Sudirman, (53 thn), Pengawas PAI TK SMA, Wawancara, 27 November 2018
2. Pendisiplinan waktu. Inti dari keberhasilan setiap kegiatan di
pesantren adalah kedisiplinan waktu. Para pembina mengontrol
kegiatan santri yang diasrama, jika tiba waktu sholat maka seluruh
santri telah berada di mushollah, bagi yang telat akan di kenakan
sanksi.
3. Evaluasi Harian. Setiap sore para Musyrif akan mengecek ibadah
yang mereka kerjakan pada tiap harinya satu persatu. Ini
bermaksud agar diketahui kualitas dan kuantitas dalam
mengerjakan ibadah,agar santri yang sudah baik ibadahnya bisa
ditiru oleh teman lainnya yang masih kurang berkualitas dan juga
agar dapat menjadi motivasi setiap santri dalam mengerjakan
ibadah. Berikut contoh lembar evaluasi yang digunakan di
pesantren:
Membuat peraturan yang jelas.Fungsi peraturan adalah untuk
mengatur agar kegiatan dapat berjalan dengan baik. Tanpa ada peraturan
sudah dipastikan sebuah lembaga akan hancur. Begitu pula di pesantren
inisudah ada peraturan yang jelas yang wajib ditaati oleh setiap santri.
Berikut bunyi peraturan yang sudah berjalan dipesantren:
Ketentuan Umum: Memberikan sangsi bagi yang melanggar Setiap
santri yang melanggar peraturan atauketentuan-ketentuan yang sudah
ditetapkan oleh pesantren maupun Musyrif, maka Musyrif berhak untuk
memberikan sangsi kepada mereka yang melanggar. Berikut bunyi sangsi
yang sudah diterapkan di pesantren:
Bagi santri yang melakukan pelanggaran terhadap tata tertib akan
dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran. Tingkatan sanksi
adalah:
1. Mengahafal surah
2. Membersihkan kamar mandi dan wilayah sekitar pondok
pesantren
3. Menghafal bacaan sholat dan doa harian beserta artinya74
Jika para musyrifah sibuk, ketua asrama memberikan amanah
kepada penulis untuk mengontrol para santriyah yang dihukum. Adapun
hukuman santriyah yang sering penulis dapatkan adalah menghafal
surah atau bacaan surah-surah pendek dan doa-doa sholat beserta
artinya.
Adapun respond dari santriyah selama berada di asrama sebagai
berikut :
Kak sebelum masuk pondok, jangankan sholat tepat waktu, sholat saya masih bolong-bolong, tapi alhamdulillah setelah masuk pondok sholat saya tepat waktu dan itu terbawa sampai di rumah.75 Kalau taat aturan hidup di asrama enak tidak ada beban, segala aktivitas semua terasa ringan termasuk sholat.76 Kalau saya sih lumayan nyaman di sini, banyak teman-teman, kemudian di ajar mandiri. Tapi suka rindu sama keluarga di rumah.77
Adapun beberapa santriyah yang merasa tidak betah lagi berada di
asrama karena alasan yang berbeda-beda
74
Surniwati Patiku, (41 thn), Guru dan Ketua asrama Santriyah.
75Julia Mangnga Pakiding, (16 thn), Santriyah, Wawancara, 5 Februari 2019
76Risna, (17 thn), Santriyah, wawancara, 12 Desember 2018
77Refi, (17 thn), Santriyah, Wawancara, 10 Februari 2019
Kak saya merasa selama sekolah di pesantren ini baru masuk asrama, bukannya saya menjadi orang yang lebih baik malah sikapku kayak anak umum, tidak ada alim-alimnya.78 Kak sepertinya saya tidak akan lanjut di sini karena orang tua sudah tidak mampu mau biayai pembayaran asramaku. Kalau saya sendiri lumayan enak saya rasa di sini walaupun memang ada banyak hal yang tidak saya suka juga disini.heh...79
Dari berbagai macam respon dari responden yang penulis
wawancara, hampir semua santriyah merespon dengan baik dan merasa
senang sekolah dan tinggal di pesantren tersebut. Banyak santriyah
merasakan ketenangan berada di pesantren ini. Para orang tua khususnya
yang tinggal di daerah tersebut sangat senang dengan adanya pesantren
ini. Mereka berbondong-bondong memasukkan anaknya agar mereka
pintar mengaji tidak seperti orang tuanya dan rajin menunaikan sholat.
Seperti yang katakan oleh salah satu wali santri
Anak-anak saya, saya sekolahkan di pondok pesantren, selain jaraknya tidak jauh dari rumah, supaya mereka juga belajar mengaji di sana karena saya juga belum tahu mengaji, saya belajar mengaji waktu SD itupun saya sekolah di sekolah umum jadi saya juga belajar agama kristen jadi mengajinya juga ya begitu tapi sudah ikut pengajian tiap pekan jadi diajar mengaji sama ustadz.80
Adapun salah satu respond masyarakat di sana yang mengatakan
Karena lingkungannya minoritas jadi dengan adanya pondok pesantren ini bisa mendidik anak-anak muda terlebih masyarakat di sini khususnya orang tua mereka masih banyak yang belum tahu mengaji. Biasa juga kalau waktunya sholat fardhu kemuadian tidak ada yang muadzin di mesjid ini, santri dari pondok yang adzan.81
78
Zulyatri, (14 thn), Santriyah, wawancara, 10 Desember 2018
79Musdalifah, (14 thn), Santriyah, Wawancara, 27 Januari 2019
80Nurmiati, (48 thn), Ibu Rumah Tangga, Wawancara,25 Januari 2019.
81Haja Syamsiar, (58 thn), Guru SD, Wawancara, 24 Januari 2019.
3. Evaluasi
Evalusi strategi adalah proses dimana manager membandingkan
antara hasil-hasil yang diperoleh dengan tingkat pencapaian tujuan.
Tahap akhir dalam strategi adalah mengevaluasi strategi yang telah
dirumuskan sebelumnya.
Dari beberapa respon santriyah seperti malas ibadah,
membangkang atau susah menerima nasehat, terdapat beberapa faktor
penyebabnya, yaitu, pertama, mereka telah terkontaminasi dengan
pergaulan bebas sebelum masuk ke pondok sehingga mereka masih
dalam keadaan terkekang sehingga butuh pembinaan yang intens. Kedua,
lingkungan keluarga yang minim pemahaman agama, baik dalam urusan
sholat, mengaji dan urusan agama lainnya. Ketiga, kurangnya kedekatan
antara pembina dan santri sehingga setiap ada permasalahan di
selesaikan dengan emosi sehingga banyak santri khususnya santriyah
saat di tegur mereka memberontak dan saat di nasehati mereka tidak
menghormati pembinanya. Keempat, adanya pengaruh Jin, namun tidak
ada pembina yang mahir meruqyah.
Kelengkapan yang sempurna yang dapat mengarahkan seseorang
mencapai tingkat kesadaran agama adalah dengan terpenuhinya semua
dimensi-dimensi keagamaan meliputi dimensi keyakinan, dimensi
peribadatan atau prakatek agama, dimensi pengalaman, dimensi
pengamalan, dan dimensi pengetahuan agama. Berdasarkan Aturan dan
kegiatan yang dibuat oleh pondok pesantren serta respond dari santriyah
Pertama, dimensi keyakinan. Pesantren Muhammadiyah Tana
Toraja telah menanamkan akidah kepada para santrinya dengan
mengajarkan pelajaran-pelajaran agama Islam di sekolah dan kajian rutin
yang dilakukan di asrama setiap selesai menunaikan sholat magrib secara
berjamaah.
Kedua, dimensi praktek agama atau peribadatan. Dalam
persoalan ibadah dapat dilihat dari aturan yang telah dibuat oleh asrama
pesantren tersebut dengan mewajibkan para santri untuk menunaikan
sholat tepat waktu dan berjamaah. Mengaji bersama satu ayat setiap
setelah menunaikan sholat fardhu serta melakukan sholat rawatib.
Ketiga, dimensi penghayatan. Berdasarkan aturan yang telah
dibuat, seperti sholat berjamaah tepat waktu, mengaji serta mengikuti
kajian. Para santri merasa hidupnya lebih terarah dan munculnya
keinginan untuk mengubah diri menjadi pribadi yang lebih baik dan
timbulnya rasa takut akan dosa jika ingin melakukan hal yang buruk atau
munculnya rasa bersalah dan berusaha untuk memperbaiki kesalahannya.
Keempat, dimensi Pengetahuan. Selain belajar agama di sekolah
saat pagi hingga siang, para santri juga memiliki kegiatan kajian setiap
ba’da magrib di mushollah serta kegiatan ibadah setiap selesai
menunaikan sholat fardhu, seperti pembacaan hadist dan kultum.
Kelima, dimensi pengamalan. Memiliki aturan dalam segi akhlak,
sehingga santri dididik dalam membentuk perilaku mereka sesuai dengan
ilmu yang telah diajarkan. Adanya saling tegur menegur jika melihat teman
melakukan kesalahan dan hal itu yang sangat nampak di pesantren ini
bahkan tidak segan-segan mereka menegur satu sama lain dengan
mengeluarkan hadist yang telah diajarkan.
Dengan demikian aturan dan kegiatan yang telah dibuat oleh
pondok pesantren tersebut telah meliputi lima dimensi kesadaran
beragama. Dari kegiatan ibadah dan materi-materi kajian keagamaan yang
di lakukan oleh pesantren ini telah melahirkan beberapa Da’i muda yang
dalam setiap kesempatan mereka di terjunkan langsung dalam mengisi
pengajian yang dilakukan oleh Muhammadiyah baik itu sebagai Mc,
mengaji maupun mengisi materi. Sehingga selain meningkatkan SDM di
daerah tersebut, mereka dapat menjadi contoh bagi teman-temannya.
Setiap Muhammadiyah melakukan pengajian rutin kami berusaha mengikutkan santri dan santriyah yang menurut kami sudah mampu untuk menjadi pengisi kegiatan, baik itu pembawa acara, mengaji maupun pengisi materi. Hal ini dilakukan untuk melatih kemampuan mereka, membuka pikiran mereka dengan melihat keadaan masyarakat langsung sehingga hal itu dapat memicu kesadaran mereka mengenai dakwah.82
Kegiatan pondok pesantren pembangunan Muhammadiyah
merupakan kegiatan dakwah keagamaan sebagai saran membina aqidah,
ibadah dan akhlak santri. Pesantren pembangunan Muhammadiyah
merupakan wadah dalam pengembangan generasi muda dalam
melahirkan da’i muda sehingga meningkatkan SDM di Tana Toraja
khususnya di wilayah Mengkendek.
82
Sudirman, (53 thn), Pengawas PAI TK SMA, Wawancara, 16 Februaru 2019.
Para Pembina dan pengurus yang dimiliki oleh pesantren
pembangunan Muhammadiyah sangatlah berpengaruh dalam rangka
menyukseskan segala kegiatan dakwah yang berjalan di pesantren
tersebut. Sehingga pengalaman dan pengetahuan para pembina dan
pengurus itu baik dalam ilmu bidang agama maupun ilmu umum sangat
diperlukan. Selaku pendidik sebagai pemberi contoh tauladan yang baik
kepada siswanya sehingga metode yang digunakan melalui perbuatan.
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan tentunya akan selalu
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat menghambat dan dapat
mendukung kegiatan tersebut baik dilihat dari intern maupun ektern, begitu
juga dengan kegiatan dakwah yang dilakukan oleh pondok pesantren
pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja.
Adapun faktor pendukung kegiatan dakwah pondok pesantren
pembangunan Muhammadiyah yaitu :
Faktor intern antara lain : Pertama, Pesantren tersebut di bangun oleh
Muhammadiyah yang merupakan organisasi besar dan solid. Sehingga
dari pimpinan pondok dan wakil direktur berasal dari kader Muhammadiyah
yang berpengalaman dan profesional.Kedua,Fasilitas yang cukup
memadai walaupun belum sempurna.Kemudian faktor ekstern yaitu,
Pesantren tersebut merupakan pesantren pertama yang ada di Tana
Toraja sehingga memiliki jumlah santri yang cukup banyak.
Adapun faktor penghambat kegiatan dakwah pondok pesantren
pembangunan Muhammadiyah yaitu :
Faktor intern antara lain : Pertama, Minimnya dana sehingga mesjid
pesantren sampai sekarang masih dalam proses pembangunan. Kedua,
Hanya memiliki satu dapur sehingga mereka makan bersama di
dalam.Ketiga, Kondisi kamar mandi santriyah yang kurang memadai, tidak
memiliki kerang air di dalamnya dan kondisi lampu yang rusak bahkan
tidak ada.Keempat, Kurangnya pengajar agama islam. Kelima,Tidak
memiliki guru BK dan pembina yang mahir di bidang ruqyah. Keenam,
Pemahaman pembina dalam agama dan mendidik masih sangat kurang
dapat dilihat dari cara menegur mereka, menegur santri yang melanggar di
depan orang banyak dan membuat mereka malu. Dan hal ini menjadi salah
satu penyebab terkadang mereka membangkang. Faktor Eksternnya yaitu
: Pertama, Berada dalam lingkungan minoritas. Kedua, Banyak dari
keluarga santri masih memeluk agama kristen dan adapun yang murtad.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesadaran beragama pada umumnya meliputi aqidah, akhlak dan
syariah. Pondok pesantren pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
merupakan pesantren pertama yang ada di Tana Toraja yang merupakan
wilayah dengan minoritas muslim. Dengan didirikannya pondok ini dapat
menjadi wadah dalam membangun dan membina generasi muda dan
menambah jumlah SDM dalam mengembangkan Islam di wilayah tersebut.
Aturan dan kegiatan yang dibuat dalam asrama telah meliputi lima dimensi
dalam meningkatkan keasadaran beragama santri, dari penanaman
akidah, pembinaan akhlah, ibadah, pengetahuan dan lainnya. Respon
santri cukup bagus dan dapat dilihat dari perubahan sikap mereka
walaupun belum sempurna. Dalam Pelaksanaannya masih banyak yang
perlu di perbaiki khususnya dalam pemahaman ajaran agama dan
psikologi seorang pembina.
B. Saran
Kelemahan dakwah di Tana Toraja khususnya di pesantren
pembangunan Muhammadiyah adalah kurang SDM sehingga penulis
memohon kepada pihak amcf untuk mengirimkan beberapa dai atau
daiyah dalam membina santri dan masyarakat di sana. Kemudian
kondisi pesantren yang membutuhkan dana bantuan khususnya dalam
pembangunan mesjid, diharapkan pihak amcf dapat membantu. Para
pembina sebagai pelaku dai di pesantren untuk lebih dekat dengan
santri sehingga jika ada permasalahan mereka terbuka dengan kalian
dan sama-sama menemukan solusi. Selama penulis berada di sana dan
menjadi pendengar mereka, ada keinginan untuk mengubah diri atau
membenahi diri lebih baik namun kurangnya dorongan dari pembina.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, A. (1978). Dakwah Islam dan Perubahan Social. Yogyakarta:
PLPAN.
Ahyadi, A. A. (2005). Psikologi Agama. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Amin, S. M. (2009). Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah.
Anas, A. (2006). Paradigma Dakwah Kontemporer, Aplikasi dan Prkatisi
Dakwah Sebagai Solusi Problematika Kekinian. Semarang: Pustaka
Rizki Putra.
Anshari, H. (1993). Pemahaman dan Pengalaman Dakwah. Surabaya:
Al-Ikhlas.
Arifin, M. (2004). Psikologi Dakwah, Suatu Pengantar Studi. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Ashari, G. (1993). Pemahaman dan Pengalaman Dakwah. Surabaya:
Al-Ikhlas.
Aziz, M. A. (2004). Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana.
Baihaki, A. R. (1986). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
David, F. R. (2002). Manajemen Strategi Konsep. Jakarta: Prenhallindo.
Dhofir, Z. (2011). Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai
dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta: LP#ES.
Efendi, O. U. (2003). Ilmu, Teoru dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.
Effendi, F. d. (2006). Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana.
Fatahullah, M. H. (1997). Metodologi Dalam Al-Qur'an . Jakarta: Lentera.
Hari, P. S. (1996). Manajemen Strategi : sebuah konsep pengantar.
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Hidayat, K. (2017). Dari Pesantren Untuk Dunia. Jakarta: PPIM.
Hisyam, M. A. (2004). Kepribadian dan Dakwah Rosulullah Dalam
Kesaksian AL-Qur'an. Yogyakarta: Mutiara Pustaka.
Ilahi, M. d. (2006). Manajemen Dakwah. Jakarta.
Jalaluddin. (1998). Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Lubis, R. (2005). Cetak Biru Peran Agama. Jakarta: Puslitbang.
M, D. (1997). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
M. Sulthon Masyhud, D. (2003). Manajemen Pondok Pesantren . Jakarta:
Diva Pustaka.
M. Yunan Yusuf, d. (2003). Metode Dakwah. Jakarta: Kencana.
Madjid, N. (1999). Cendekiawan dan Religiutas Masyarakat. Jakarta:
Paramadina.
Malikah, M. (1997). Manhaj Dakwah Yusuf Qordhawi Harmoni Antara
Kelembutan dan Ketegasan. Jakarta: Pustaka Al-Kauthsar.
Nasutiom, H. (1995). Filsafat dan Mistisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
Prsatowo, A. (2016). Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif
Rancangan Penelitian. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Raharjo, M. D. (1985). Pergaulan Dunia Pesantren. Jakarta: PPPM.
Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur'an. Jakarta: Lentera Hati.
Sholeh, R. (2010). Manajemen Dakwah Islam. Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah.
suroso, D. A. (2005). Psikologi Islam : Solusi Islam akan Problem Psikologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syukir, A. (2002). Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya:
Al-Ikhlas.
Thalib, M. (1996). Analisa Wanita dalam Bimbingan Islam. Surabaya:
Al-Ikhlas.
Yakub, H. (1981). Publisistik Islam, Taknik Dakwah dan Lidership.
Bandung: CV. Diponegoro.
Zuhairini. (1995). Filsafat Pendidikan Islam. Jakrta: Bumi Aksara.
LAMPIRAN
SUSUNAN PENGASUH
PONDOK PESANTREN PEMBANGUNAN MUHAMMADIYAH TANA TORAJA
MASA JABATAN 2016 – 2019
Direktur (Mudier) : Drs. K. H. A. Zainal Muttaqien, M.Pd.
Wakil Direktur I : Sudirman, S.Pd., M.Pd.
Wakil Direktur II : M. Husni Tamrin, S.Pd., M.Pd., Kons.
Wakil Direktur III : Makmur, S.Pd
Tata Usaha : Baktiar Anshar, S.S.
Bendahara : Habil, S.Psi.
Wakil Bendahara : Fatimah, S.Hut.
Koord. Bidang Kurikulum : Sudarman, S.Pd.I., M.Pd.I.
Koord. Bidang Litbang : Yuliaty Pandung, S.Pd., M.Pd.
Koord. Humas & Kerjasama : Drs. M. Yasim
Koord. Bidang Ekonomi : Muh. Prinding, SE
Koord. Bidang Logistik : Muslimin, S.Pd.I.
Bidang Sosial : Darmawati P., S.Pd.I., M.Pd.I.
Kepala Asrama Putra : Arwin P., S.Pd.I.
Kepala Asrama Putri : Surniwati P, S.Hum
Gambar 1.1
Pertemuan Pimpinan Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
Gambar 1.2
Wakil dikrektur 1
Gambar 1.3
Kegiatan setelah Sholat Maghrib (Penulis Menggantikan Pemateri Yang Tidak Hadir)
Gambar 1.4
Ibu Nur haja Syamsiar
Gambar 1.5
Ibu Nurmiati
RIWAYAT HIDUP
Fatmawaty, lahir pada tanggal 08 Agustus 1997 di Ujung
Pandang, dan bertempat tinggal di jalan Swadaya 4
Sungguminasa Gowa . Penulis merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara, dari Ayahanda Januari dan Ibunda
Hawang. Adapun motto dari penulis yaitu:
Jadilah diri sendiri, manusia diciptakan dengan kreativitas yang berbeda
maka gunakanlah kreativitasmu dalam mengubah setiap langkah dalam
hidupmu. Jika tanganmu telah mampu menggunakan pena maka berani
lah membuat goresan diatas kertas hingga goresan itu tak nampak namun
tetap dapat kau rasakan.
Penulis memulai pendidikan di SD Inpres Cambaya. Setelah itu
penulis masuk di Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin, kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di SMAIT Al-Fityan School Gowa dan tamat pada
tahun 2015. Pada tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan ke
Universitas Muhammadiyah Makassar(Unismuh) Fakultas Agama Islam
(FAI) Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), program Strata satu
(S1) hingga tahun 2019.
Pengalaman Organisasi, SMP masuk Osis yang di sebut OSPSH
sebagai anggota Bagian Kebersihan, SMA masuk Osis juga sebagai
anggota bidang minat dan bakat dan aktif juga di organisasi luar sekolah
Yaitu IKRAM Gowa dengan jabatan yang sama di Osis. Kuliah masuk
organisasi jurusan (organisasi internal kampus) periode pertama sebagai
anggota bidang minat bakat dan periode kedua sebagai bendahara umum.
Hobi makan, berimajinasi, badminton dan olahraga lainnya.
top related