strategi pengembangan agroindustri komoditi unggulan...
Post on 06-Feb-2018
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
6. KOMODITAS DAN AGROINDUSTRI UNGGULAN DI KABUPATEN ACEH BARAT
6.1. Analisis Komoditi Agroindustri Unggulan di Kabupaten Aceh Barat
Sektor pertanian merupakan sektor strategis yang perlu dikembangkan di
Kabupaten Aceh Barat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang
bergantung hidup pada sektor tersebut, besarnya potensi lahan yang dapat
dikembangkan dan besarnya sumbangan terhadap PDRB pada Kabupaten Aceh
Barat. Untuk pengembangan sektor pertanian itu perlu dipilih subsektor pertanian
yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dilihat dari sisi potensi dalam
meningkatkan pendapatan masyarakat dan pembentukan PDRB.
Subsektor perkebunan merupakan subsektor pertanian yang berpotensi
dikembangkan di Kabupaten Aceh Barat. Besarnya potensi subsektor perkebunan
untuk dikembangkan dapat dilihat dari besarnya alokasi lahan yang tersedia untuk
perkebunan dan besarnya potensi pembentukan nilai tambah dengan
pengembangan industri hilir perkebunan. Pengembangan subsektor perkebunan
dimulai dengan memilih komoditi perkebunan yang unggul untuk dikembang di
Kabupaten Aceh Barat. Pemilihan komoditi unggulan dilakukan dengan
menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Dalam analisis LQ, komoditi
dikelompokan dalam dua kategori, yaitu komoditi basis apabila komoditi tersebut
memiliki nilai LQ>1 dan komoditi non basis apabila memiliki nilai LQ<1. Suatu
komoditi dikategorikan sebagai komoditi unggulan apabila komoditi itu menjadi
komiditi basis pada daerah tersebut.
Hasil analisis LQ yang disajikan pada Tabel 6.1 menunjukkan komoditi karet
dan kelapa hibrida merupakan komoditi basis di Kabupaten Aceh Barat. Komoditi
basis tersebut selanjutnya merupakan komoditi unggulan yang mempunyai
prospek untuk dikembangkan. Dari kedua komoditi basis tersebut, komoditi karet
memiliki prospek lebih tinggi untuk pengembangan industri hilirnya. Selain
analisis LQ penetapan komoditi unggulan Kabupaten Aceh Barat juga diperkuat
dengan analisis menggunakan pendapat responden menggunakan metode
60
perbandingan eksponensial (MPE) berdasarkan kriteria-kriteria yang telah
ditentukan.
Tabel 6.1. Nilai LQ untuk berbagai komoditi perkebunan
No Komoditas Nilai LQ Luas Area Produksi
1 Sawit 1,434 0,8042 Karet 3,291 4,1873 Kakao 0,291 0,1334 Kelapa 0,515 0,5125 Kelapa Hibrida 1,278 2,2836 Kopi 0,164 0,1587 Cengkeh 0,056 0,0278 Pala 0,143 0,0729 Nilam 0,888 0,63310 Kemiri 0,013 0,00311 Lada 0,316 0,42212 Tebu 0,213 0,01413 Pinang 0,297 0,18014 Kapok Randu 1,050 0,34115 Tembakau 0,000 0,00016 Mete 0,287 0,000
Penentuan urutan prioritas tingkat kepentingan kriteria digunakan metode
perbandingan berpasangan dan penetapan komoditi unggulan dilakukan dengan
metode MPE melalui pendapat responden, yaitu pendapat dari Bappeda
Kabupaten Aceh Barat, Dinas Perindustrian Kabupaten Aceh Barat, Dinas
Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, praktisi dan masyarakat setempat. Langkah
awal yang dilakukan untuk memperoleh nilai pembobotan kriteria pemilihan
alternatif adalah menentukan tingkat kepentingan (rangking) untuk tiap kriteria.
Komoditi unggulan yang akan dipilih merupakan komoditi yang memiliki potensi
untuk dikembangkan di Kabupaten Aceh Barat. Selain itu juga didukung oleh
kebijakan pemerintah daerah terhadap program pengembangan komoditi unggulan
Kabupaten Aceh Barat yang tertuang dalam rencana pembangunan daerah seperti
yang disajikan pada Lampiran 3. Komoditi unggulan yang akan dipilih terdiri dari
komoditi karet, sawit, kakoa, nilam dan jernang. Hasil penentuan tingkat
kepentingan masing-masing kriteria disajikan pada Tabel 6.2 (metode penghitungan
disajikan pada Lampiran 4).
61
Tabel 6.2. Tingkat kepentingan kriteria penentuan komoditi unggulan
Kriteria Tingkat kepentingan
A. Kesesuaian komoditi terhadap topografi daerah 9 B. Luasan lahan dan potensi ketersedian lahan untuk pengembangannya 12 C. Dukungan/kebiasaan masyarakat dalam membudidayakan 7 D. Dukungan dan penguasaan teknologi tepat guna budidaya intensif dan
pengolahan pascapanen 8 E. Kontribusi komoditi terhadap perekonomian daerah 11 F. Kebutuhan biaya investasi untuk pengembangannya (modal kerja) 4 G. Nilai ekonomis dan nilai tambah (added-value) produk olahannya. 2 H. Kuantitas dan kontinuitas permintaan pasar 1 I. Minat investor yang tinggi terhadap komoditi yang ada 3 J. Ketersediaan infrastruktur pendukung pengembangan komoditi yang ada 6 K. Keberadaan industri pengolahan berbasis komoditi yang ada 5 L. Peraturan dan kebijakan pemerintah yang mendukung
10
Berdasarkan data responden tersebut, kemudian dilakukan pembobotan untuk
masing–masing kriteria yang merupakan gabungan dari semua responden. Bobot
untuk masing–masing kriteria secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Nilai kriteria alternatif komoditi unggulan Kabupaten Aceh Barat
Kriteria Nilai kriteria alternatif komoditi unggulan Karet Kelapa sawit Kakao Jernang Nilam
A 8,8 7,9 7 6,4 6,9 B 8,9 6,6 8 6,5 7,4 C 9,1 6,6 7 4,9 7,0 D 6,1 4,7 7,5 4,1 5,7 E 8,4 7,8 7,5 5,7 6,6 F 7,1 5,8 7 5,3 5,9 G 7,9 7,5 7 6,9 7,6 H 8,6 8,1 7,5 6,6 6,9 I 7,9 8,4 6,5 5,4 6,1 J 7,1 6,7 3 4,4 6,4 K 5,4 5,7 7,5 2,9 7,0 L 8,4 8,2 8 5,4 6,4
62
Analisis menggunakan MPE dimulai dengan mengindentifikasikan berbagai
aspek pendukung pengembangan komoditi unggulan di Kabupaten Aceh Barat
seperti uraian berikut :
(1) Kesesuaian komoditi terhadap topografi daerah Kesesuaian komoditi terhadap topografi daerah menggambarkan faktor daya
dukung alam terhadap komoditi yang akan dikembangkan. Selain akan
mempermudah dan dapat meminimalisasi biaya di sektor budidaya, topografi
yang sesuai juga mempunyai peran penting dalam optimalisasi produktivitas
tanaman.
Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi pada daerah
rendah sampai dengan ketinggian 200 m dpl, suhu optimal 28oC dengan kondisi
topografi maksimum 40o. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada ketinggian
ideal berkisar antara 0-500 m dpl dengan kondisi topografi sebaiknya tidak lebih
dari 15o. Untuk tanaman kakao dapat tumbuh sampai ketinggian tempat
maksimum 1200 m dpl, ketinggian tempat optimum adalah 1-600 m dpl dengan
kondisi topografi kemiringan lereng maksimum 40o.
Wilayah Kabupaten Aceh Barat sebagian besar merupakan wilayah dataran berada
pada ketinggian 0 - 500 meter dpl, sedangkan dataran yang berada pada
ketinggian di atas 500 meter dpl hanya terdapat pada daerah–daerah tertentu
dengan luasan yang relatif kecil. Berdasarkan tingkat kelerengannya, sebagian
besar wilayah Kabupaten Aceh Barat merupakan lahan datar dengan kelerengan
(0 – 8%) dan datar bergelombang (8–25%). Dilihat dari kondisi topografi
Kabupaten Aceh Barat dapat disimpulkan wilayah Kabupaten Aceh Barat sangat
cocok untuk dibudidayakan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, dan
kakao.
(2) Luasan lahan dan potensi ketersedian lahan untuk pengembangannya Salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan agroindustri adalah
ketersedian bahan baku secara kontinu. Kontinuitas bahan baku industri yang
63
berbasis agro sangat dipengaruhi oleh luasan lahan budidaya dan potensi
ketersedian lahan untuk pengembangannya. Ketersediaan lahan untuk
pengembangan agroindustri harus disesuaikan dengan tata guna lahan yang telah
ada, sehingga tidak menimbulkan konflik kepentingan di masa yang akan datang.
Ketersediaan lahan untuk tanaman pangan dan kawasan hutan lindung dengan
flasma nutfahnya merupakan bagian penting yang harus tetap mendapat perhatian
dari semua pihak.
Dalam arahan pemanfaatan ruang atau penggunaan lahan di Kabupaten Aceh
Barat luas lahan yang dialokasikan untuk perkebunan seluas 49.224 ha atau 16,81
persen. Hingga tahun 2006 lahan perkebunan yang telah diusahakan seluas
25.043 ha, masih terdapat 24.181 ha lagi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan perkebunan.
Berdasarkan arahan penggunaan lahan pertanian yang disampaikan oleh Badan
Penelitian Tanah Departemen Pertanian (Gambar 6.1) dapat dilihat luas lahan
yang cocok untuk dibudidayakan sesuai dengan karakteristik lahan yang ada di
Kabupaten Aceh Barat. Dilihat dari karakteristik lahan, tanaman karet sesuai
untuk dibudidayakan pada 35,7 persen lahan yang ada, kelapa sawit 24,0 persen,
dan kakao 6,6 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tanaman karet
merupakan komoditi yang paling tinggi kesesuaiannya untuk dibudidayakan pada
lahan yang ada di Aceh Barat.
64
Gambar 6.1. Peta arahan penggunaan lahan pertanian, Kabupaten Aceh Barat
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
65
(3) Dukungan/kebiasaan masyarakat dalam membudidayakan Kriteria ini memiliki peran penting, terutama untuk komoditi yang berbasis
pertanian rakyat. Dukungan kebiasaan masyarakat dalam membudidayakan
komoditi unggulan akan memudahkan menjaga kontinuitas pasokan bahan baku
dan perluasan skala produksi serta dapat meminimalisasi biaya pra budidaya.
Dengan demikian kegiatan penyuluhan atau bimbingan masyarakat dapat
difokuskan pada upaya perbaikan mutu tanaman melalui intensifikasi pertanian
dan penggunaan teknologi tepat guna dalam proses pengolahannya.
Secara umum, sebagian besar masyarakat di wilayah Kabupaten Aceh Barat
menggantungkan hidupnya pada sektor perkebunan. Jumlah tenaga kerja yang
terlibat pada sektor perkebunan mencapai 85 % dari total seluruh keluarga yang
ada di Aceh Barat, yaitu sekitar 26.359 keluarga. Komoditi yang paling dominan
diusahakan masyarakat adalah tanaman karet dan sawit. Secara rinci keterlibatan
masyarakat Kabupaten Aceh Barat dalam pengembangan sektor perkebunan per
komoditi dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Keterlibatan masyarakat Kab. Aceh Barat dalam pengembangan
komoditi perkebunan
No Komoditi Jumlah Petani (KK)) Persentase 1 Karet 12,474 47% 2 Kelapa sawit 4,273 16% 3 Kakao 1,251 5% 4 Nilam 803 3% 5 Lainnya 7,558 29% Total 26,359 100%
Sumber : Dinas kehutanan dan perkebunan Aceh Barat (2007)
(4) Dukungan dan penguasaan teknologi tepat guna budidaya intensif dan pengolahan pascapanen
Dukungan dan penguasaan teknologi tepat guna memiliki peranan penting dalam
penentuan komoditi unggulan. Adanya kegiatan research and development yang
dilakukan oleh lembaga penelitian terhadap komoditi pertanian unggulan dan
teknik budidaya tepat guna mempunyai peranan penting dalam peningkatan
produktivitas tanaman dalam kegiatan budidaya. Dukungan dan penguasaan
66
teknologi pengolahan pasca panen akan mempengaruhi keunggulan suatu
komoditas sebagai produk antara maupun produk akhir yang dapat diterima pasar.
Berkaitan dengan aspek teknologi budidaya, masyarakat Kabupaten Aceh Barat
lebih berpengalaman dalam membudidaya karet dibandingkan dengan komoditi
perkebunan lainnya mengingat tanaman ini sudah cukup lama dikenal dalam
masyarakat. Masyarakat Aceh Barat lebih mengusai teknologi pasca panen karet
walaupun masih relatif sederhana, yaitu terbatas pada kegiatan remilling. Salah
satu teknologi tepat guna yang dikuasai masarakat Aceh Barat adalah penyadapan
karet dan pengolahan awal lateks menjadi cup/lump-slab, sit angin dan sleb
(Gambar 6.2).
Gambar 6.2. Teknologi pengolahan pasca panen komoditi karetn di Aceh Barat (5) Kontribusi komoditi terhadap perekonomian daerah
Untuk mengetahui berapa besar kontribusi suatu komoditi terhadap perekonomian
daerah dapat dilihat dari kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja dan
peningkatan pendapatan masyarakat. Hal yang paling mudah untuk melihat
Sleb tipis produksi Sleb tebal di pabrik
Lateks
Sit angin
Penggumpalan Lump-slab
67
kontribusi komoditi dalam perekonomian dapat dilihat dari penyerapan komoditi
terhadap tenaga kerja.
Berdasarkan data tahun 2007 komoditi karet mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 12.474 kk, kelapa sawit sebanyak 4,273 kk, dan kakao sebanyak 1,251
kk. Berdasarakan besar penyerapan tenaga kerja tersebut tersebut terihat bahwa
komoditi karet, sawit dan kakao merupakan komoditi perkebunan yang
memberikan kontribusi besar dalam perekomian Kabupaten Aceh Barat.
(6) Kebutuhan biaya untuk pengembangannya (modal kerja)
Kebutuhan biaya investasi pengembangan komoditas unggulan dapat
dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu kebutuhan biaya investasi di bagian hulu
(budidaya) dan investasi di bagian hilir (industri pengolahan). Investasi untuk
industri pengolahan relatif lebih besar dibandingkan dengan pengembangan
budidaya. Pengembangan budidaya komoditi berbasis perkebunan rakyat lebih
mudah dilakukan dan tidak memerlukan investasi dalam jumlah besar.
Pengembangan perkebunan dengan sistem inti-plasma merupakan salah satu
langkah tepat dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri berbasis pertanian.
Kebutuhan investasi komoditi karet lebih rendah dibandingkan dengan kelapa
sawit dan kakao. Untuk luasan yang sama (1 ha), pengembangan komoditi karet
membutuhkan biaya sekitar Rp 9-10 juta (SI- Imuk Bank Indonesia, 2007).
Kelapa sawit sekitar Rp. 22 juta per ha dan kakao sekitar Rp. 10–20 juta/ha
(www.indoagri.com). Selain lebih mudah dalam perawatan, budidaya tanaman
karet juga tidak memerlukan penanganan khusus seperti halnya kelapa sawit dan
kakao, karena produk yang diambil adalah getahnya. Kelapa sawit dan kakao
menghasilkan buah, sehingga memerlukan pemeliharaan intensif agar proses
pertumbuhan buahnya optimal.
(7) Nilai ekonomis dan nilai tambah (added-value) produk olahannya
Komoditi unggulan harus memiliki nilai ekonomis tinggi dalam arti mampu
memberikan keuntungan maksimal jika dikembangkan dan memiliki nilai tambah
68
tinggi (high added value) jika diolah menjadi produk turunannya. Upaya untuk
meningkatkan nilai ekonomis dan nilai tambah (added value) komoditi unggulan
merupakan salah satu tujuan utama pengembangan agroindustri. Pada umumnya
komoditi pertanian bersifat mudah rusak (perishiable) dan voluminus (kamba).
Hal ini menyebabkan nilai ekonomisnya menjadi rendah karena memerlukan
biaya penanganan yang tinggi. Oleh karena itu upaya peningkatan nilai tambah
melalui pengembangan agroindustri merupakan unit yang terintegrasi dalam
pengembangan komoditi unggulan.
Nilai tambah yang tinggi dapat diketahui dengan banyaknya produk hilir yang
dapat diolah dari produk primer yang ada. Dibandingkan dengan komoditi kakao
dan karet, kelapa sawit memiliki produk turunan yang paling banyak, yaitu
mencapai 60 lebih produk turunan dari komoditi kelapa sawit.
(8) Kuantitas dan kontinuitas permintaan pasar
Permintaan pasar merupakan kriteria penting dalam menentukan komoditi
unggulan suatu daerah. Komoditi unggulan yang memiliki pangsa pasar yang jelas
lebih mudah dikembangkan dibanding komoditi yang belum memiliki kejelasan
pasar. Kuantitas dan kontinuitas permintaan pasar sangat diperlukan dalam
menentukan kapasitas produksi dan program pengembangannya di masa yang
akan datang. Semakin menipisnya cadangan sumberdaya alam tak terbarukan
(unrenewable resource) dan meningkatnya kesadaran dari masyarakat dunia untuk
kembali ke produk alami (back to nature) serta berbagai isu lingkungan (global
warming) yang timbul akibat eksploitasi sumberdaya alam secara terus–menerus
memberikan harapan baru terbukanya pasar potensial bagi produk–produk
berbasis komoditi unggulan daerah, diantaranya komoditi karet, kelapa sawit dan
kakao.
Untuk melihat gambaran kuantititas dan kontinuitas permintaan pasar khususnya
komoditi karet dapat dilihat dari pertumbuhan konsumsi karet dunia yang
disajikan pada Tabel 6.5. Pada Tabel ini terlihat bahwa pertumbuhan permintaan
karet alam dunia setiap tahunnya meningkat sebesar 3,4 persen. Peningkatan
69
konsumsi karet alam ini mengindikasikan bahwa kuantititas dan kontinuitas
permintaan pasar karet alam tetap ada.
Tabel 6.5. Pertumbuhan konsumsi karet alam dunia
Negara Konsumsi (000 ton) Pertumbuhan
pertahun (%) 2003 2004 2005 2006 China 1.525 2.000 2.150 2.400 12,0 USA 1.079 1.144 1.159 1.003 1,1 India 784 815 857 874 2,7 Malaysia 421 403 387 383 (2,2) Korea 333 352 370 364 2,3 Indonesia 132 191 246 351 39,0 Lain-lain 3.759 3.810 3.913 3.849 0,6 Dunia 8.033 8.715 9.082 9.224 3,4 Sumber: International Rubber Study Group (2007)
(9) Minat investor yang tinggi terhadap komoditi yang ada
Minat investor yang tinggi terhadap suatu komoditi menunjukkan prospek
pengembangannya di masa yang akan datang. Selain dapat memberikan
keuntungan secara ekonomi, faktor lingkungan baik lingkungan fisik maupun
sosial merupakan salah satu pertimbangan bagi para investor dalam menanamkan
investasinya. Perubahan trend pasar produk-produk pertanian akibat gejolak harga
minyak bumi telah memberikan peluang berkembangnya sektor pertanian,
perkebunan dan perikanan. Komoditi karet, kelapa sawit dan kakao merupakan
komoditas unggulan Indonesia dan memiliki kontribusi cukup signifikan dalam
perolehan devisa negara. Berdasarkan fenomena tersebut, kalangan investor sudah
mulai menanamkan investasinya di bidang perkebunan dan industri
pengolahannya. Secara umum pembangunan di wilayah Kabupaten Aceh Barat
masih terfokus pada perbaikan infrastruktur akibat gempa bumi dan gelombang
tsunami.
Keberadaan NGO lokal, maupun INGO asing di Aceh Barat dapat dimanfaatkan
dalam pengembangan komoditi unggulan. INGO dapat bekerjasama dengan
pihak lokal dalam melanjutkan program yang tersisa dan melakukan monitoring
melalui laporan kemajuan (progress report) dan kunjungan berkala. Pada program
revitalisasi tanaman karet di Aceh Barat, diharapkan keterlibatan INGO trust fund
atau soft loan dalam bentuk technical assistance. Dengan demikian peluang bagi
70
para investor untuk berinvestasi dalam pengembangan komoditi unggulan
semakin besar.
(10) Ketersediaan infrastruktur pendukung pengembangan komoditi yang ada
Ketersediaan infrastruktur pendukung yang dimaksud adalah infrastruktur
perhubungan, penerangan dan telekomunikasi. Infrastruktur pendukung
merupakan salah satu poin penting dalam usaha pengembangan komoditi
pertanian. Pada umumnya komoditi pertanian bersifat kamba (bulky) dan mudah
rusak, sehingga ketersediaan sarana transportasi menjadi faktor kritis dalam
penanganan bahan baku. Ketersedian infrastruktur, telekomunikasi dan listrik
juga mempunyai peran penting, terutama jika komoditi tersebut diolah menjadi
produk olahan yang melibatkan peralatan/mesin industri.
Pada umumnya infrastruktur pendukung pengembangan komoditi karet sudah
cukup tersedia dan terus ditingkatkan. Bencana alam gelombang tsunami di Aceh
menyebabkan kerusakan infrastruktur pendukung yang ada. Oleh karena itu
kegiatan pembangunan beberapa tahun terakhir lebih terfokus pada perbaikan
infrastruktur pendukung seperti jalan raya, jembatan dan pelabuhan yang rusak
akibat tsunami. Dalam upaya peningkatan prasarana transportasi darat, pemerintah
Kabupaten Aceh Barat dan donatur dari berbagai negara terus berupaya
membangun jalan-jalan baru dan memperbaiki kondisi jalan yang ada. Total
panjang jalan di Kabupaten Aceh Barat adalah 680,65 km dengan kondisi 183,40
km (26,94 %) dalam keadaan rusak dan 345,30 (49,27%) dalam keadaan rusak
berat.
Sebagian besar jalan di Kabupaten Aceh Barat masih menggunakan jenis lapisan
lapen yaitu 92 ruas jalan dengan panjang 236,2 Km, dari total 306 ruas jalan
hanya 22 ruas jalan yang menggunakan lapisan hotmix dengan panjang jalan 30,5
Km, sedangkan sisanya masih kerikil dan tanah. Selain transportasi darat, di Aceh
Barat juga terdapat transportasi laut, yaitu pelabuhan barang dengan kapasitas
2.500 ton yang dapat digunakan untuk pengangkutan barang hasil komoditi
perkebunan seperti karet dan CPO kelapa sawit.
71
(11) Keberadaan industri pengolahan berbasis komoditi yang ada
Sampai saat ini belum terdapat industri pengolahan menjadi produk turunan untuk
komoditi karet, sawit dan kakao di Kabupaten Aceh Barat. Komoditi tersebut
diperdagangkan masih dalam bentuk bahan mentah atau bahan setengah jadi,
sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat kecil. Keberadaan industri
pengolahan sangat penting dalam pengembangan komoditi unggulan, terutama
dalam menjaga stabilitas harga, baik bahan baku, maupun produk turunannya.
Keberadaan industri pengolahan berbasis komoditi yang ada harus dijadikan
agenda pembangunan dalam mengembangkan komoditi unggulan.
Sampai saat ini belum ada industri pengolahan berbasis komoditi unggulan di
Kabupaten Aceh Barat. Walaupun ada usaha berbasis karet di Wilayah Aceh
Barat, usaha tersebut hanya terbatas pada kegiatan remilling, yaitu perbaikan mutu
bokar sesuai dengan spesifikasi mutu industri pengolahan karet. Sebaran pelaku
usaha berbasis karet di seluruh Indonesia dapat dilihat pada Gambar 6.3.
Sumber : Deperin (2007)
Gambar 6.3. Sebaran pelaku usaha berbasis karet di tiap daerah
Untuk komoditi karet, sebagian besar hasil komoditi karet (bokar) dijual ke indutri
pengolahan karet yang ada di Medan melalui pedagang perantara. Kondisi
72
tersebut menyebabkan nilai tambah yang diperoleh sangat rendah serta rentan
terhadap perubahan harga, karena tidak memiliki posisi tawar yang baik. Sebagian
petani telah membentuk kelompok pemasaran bokar dengan pabrik karet yang ada
di Medan dengan harga yang telah disepakati bersama. Sistem ini dapat
memberikan keuntungan lebih baik, walaupun pembayarannya dilakukan setelah 1
minggu dari penyerahan karet ke pabrik. Oleh karena itu industri pengolahan karet
merupakan bagian penting dalam pengembangan komoditi unggulan karet.
Diharapkan dengan adanya kegiatan pengembangan komoditi unggulan karet,
industri pengolahannya akan segera terwujud.
(12) Peraturan dan kebijakan pemerintah yang mendukung
Pemerintah sebagai penyelenggara pembangunan memiliki peran penting dalam
memacu dan menjadi fasilitator pembangunan industri. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara memberikan jaminan keamanan investasi dalam perkembangan
industri berbasis komoditi pertanian. Oleh karena itu pemerintah melalui
kebijakan-kebijakannya dituntut untuk dapat memberikan respon positif terhadap
kebutuhan regulasi bagi para investor yang akan menanamkan modalnya dalam
bidangan agroindustri.
Pemerintah Kabupaten Aceh Barat memberikan perhatian cukup serius terhadap
pengembangan komoditi perkebunan. Salah satu bentuk nyata dukungan
kebijakan pemerintah adalah program yang tertuang dalam Peraturan Bupati Aceh
Barat untuk meningkatkan pendapatan penduduk melalui revitalisasi perkebunan
karet. Program revitalisasi tanaman karet ini adalah program yang telah dirancang
di Bappeda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bappeda telah melakukan
survey potensi per wilayah di masing-masing kabupaten dan menyarankan kepada
kabupaten-kabupaten agar fokus di komoditi tertentu, sehingga tercipta
spesialisasi wilayah. Pengembangan komoditi perkebunan Kabupaten Aceh Barat
dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Program tersebut difokuskan
pada kegiatan revitalisasi, peremajaan dan perluasan tanaman karet, kelapa sawit
dan kakao.
Penentuan urutan prioritas tingkat kepentingan kriteria digunakan metode
perbandingan berpasangan dan penetapan agroindustrii unggulan dilakukan
73
dengan metode MPE melalui pendapat responden, yaitu pendapat dari Bappeda
Kabupaten Aceh Barat, Dinas Perindustrian Kabupaten Aceh Barat, Dinas
Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, praktisi, peneliti, akademisi dan masyarakat
setempat. Langkah awal yang dilakukan untuk memperoleh nilai pembobotan
kriteria pemilihan alternatif adalah menentukan tingkat kepentingan (rangking)
untuk tiap kriteria.
Selanjutnya berdasarkan nilai tingkat kepentingan dan nilai kriteria alternatifnya
dilakukan analisis komoditi unggulan menggunakan metode perbandingan
eksponensial (MPE). Matrik analisis penentuan komoditi unggulan di Kabupaten
Aceh Barat disajikan pada Tabel 6.6.
Tabel 6.6. Matriks keputusan komoditi unggulan Kabupaten Aceh Barat
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode perbandingan eksponensial
(MPE), maka diperoleh urutan prioritas keputusan komoditi unggulan Kabupaten
Aceh Barat berturut-turut adalah karet, kelapa sawit, kakao, nilam dan jernang.
Dari hasil tersebut dapat ditetapkan komoditi karet sebagai komoditi agroindustri
unggulan di Kabupaten Aceh Barat. Hasil analisis ini memperkuat hasil analisis
LQ yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga tidak diragukan lagi bahwa
komoditi karet merupakan komoditi agroindustri unggulan di Aceh Barat.
Kriteria Alternatif komoditi unggulan
Karet Kelapa sawit Kakao Jernang Nilam
A 5.958 3.952 2.401 1.633 2.304
B 9 7 8 7 7
C 584.106 80.530 117.649 13.131 117.649
D 8.747 2.329 23.730 1.220 6.093
E 71 61 56 33 43
F 44.214.471 7.264.619 40.353.607 3.220.573 8.112.830
G 7.045.489.050 4.223.513.603 1.977.326.743 1.576.068.797 4.687.660.227
H 157.267.333.911 84.980.990.339 31.676.352.024 7.383.443.476 10.807.328.894
I 896.698.606 1.809.421.374 134.627.433 22.225.706 68.062.657
J 884.199 615.175 2.187 33.408 453.734
K 754.196 1.136.830 10.011.292 5.411 5.764.801
L 584 554 512 160 266
Nilai keputusan 165.255.973.909 91.023.029.373 33.838.817.643 8.985.013.554 15.577.509.505
Urutan prioritas keputusan I II III V IV
74
6.2. Analisis Pengembangan Agroindustri Unggulan Berbasis Karet
Komoditi karet sebagai komoditi unggulan Kabupaten Aceh Barat memiliki peran
penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan komoditi
karet secara terintegrasi antara sektor hulu dan hilir dapat dijadikan komoditi
unggulan dalam perekonomian Kabupaten Aceh Barat di masa yang akan datang.
Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam pencapaian kemajuan ekonomi
daerah berbasis komoditi unggulan diperlukan proses pengolahan yang dapat
memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan.
Produk utama dari tanaman karet adalah getah atau lateks yang dipasarkan dalam
bentuk bahan mentah ke industri pengolahan karet dengan harga rendah.
Agroindustri sebagai industri berbasis pertanian merupakan salah satu opsi dalam
meningkatkan pengembangan komoditi pertanian. Berdasarkan outputnya,
industri pengolahan dapat dikelompokan menjadi industri intermediet dan industri
final. Sebagian besar industri karet yang ada di Indonesia termasuk ke dalam
industri intermediet, yaitu menghasilkan produk yang akan digunakan industri
lain. Beberapa produk olahan karet tersebut antara lain lateks pekat, karet sheet
dan crumb rubber.
6.2.1. Lateks pekat Produk lateks pekat dapat dibuat dengan menggunakan metode sentrifugasi,
pendadihan, penguapan, atau elektrodekantasi. Metode pembuatan lateks pekat
yang sering digunakan secara komersial adalah metode sentrifugasi dan
pendadihan. Pemekatan lateks dengan cara sentrifugasi dilakukan menggunakan
sentrifuge berkecepatan 6000-7000 rpm. Adanya putaran sentrifuge menimbulkan
gaya sentripetal dan gaya sentrifugal yang jauh lebih besar daripada percepatan
gaya berat dan gerak brown, sehingga terjadi pemisahan partikel karet dengan
serum. Lateks pekat mengandung karet kering mencapai 60 %, sedangkan lateks
skimnya masih mengandung karet kering antara 3-8 % dengan rapat jenis sekitar
1,02 g/cm3.
Pemekatan lateks dengan metode pendadihan dilakukan dengan menambahkan
bahan pendadih seperti natrium atau amonium alginat, gum tragacant, methyl
75
cellulosa, carboxy methylcellulosa, fenilhidrazin, hidroksiamin sulfat dan tepung
iles-iles. Bahan pendadih menyebabkan partikel-partikel karet akan membentuk
rantai-rantai menjadi butiran yang garis tengahnya lebih besar. Perbedaan rapat
jenis antara butir karet dan serum menyebabkan partikel karet yang mempunyai
rapat jenis lebih kecil dari serum akan bergerak ke atas untuk membentuk lapisan,
sedang yang di bawah adalah serum. Diagram alir proses pengolahan lateks
pekat/lateks alam cair dapat dilihat pada Gambar 6.4.
Gambar 6.4. Diagram alir proses pengolahan lateks alam cair
6.2.2. Karet sheet
Karet sheet merupakan produk karet yang dikeringkan dengan metode
pengasapan. Getah karet disaring dan dimasukkan ke dalam loyang ukuran 2-3
liter. Selanjutnya, ditambahkan air dan cuka kemudian diaduk sampai mengental.
Setelah beku, karet ditipiskan dengan gulungan kayu hingga berbentuk lembaran,
kemudian lembaran karet dimasukkan ke dalam ruang pengasapan. Diagram alir
proses pengolahan karet sheet dapat dilihat pada Gambar 6.5.
Lateks kebun
Stabilisasi, 24 jam 28 oC
Depolimerisasi
Penggumpalan
Pencucian
Pengeringan 60 0C
Lateks pekat Liquid Natural Rubber
KOH Fenilhidrain, hidroksilamin sulfat, air sulung
76
Gambar 6.5. Diagram alir proses pengolahan karet sheet
6.2.3. Crumb rubber
Proses pengolahan crumb rubber pada prinsipnya adalah proses pembersihan
bahan olah karet yang dilanjutkan dengan proses pengeringan. Permbersihan
dilakukan melalui proses pengecilan ukuran, sehingga kontak permukaan karet
menjadi lebih luas. Ukuran partikel karet juga menentukan waktu pengeringannya.
Setelah dikeringkan, karet dikempa sehingga dihasilkan bongkahan karet kering.
Bongkahan karet kering selanjutnya dibungkus dalam plastik polietilen.
Bahan baku industri crumb rubber dapat berasal dari lateks kebun, koagulum atau
sisa potongan karet sheet dan crepe. Bahan baku yang paling dominan adalah
koagulum (lump dan slab). Pengolahan crumb rubber bertujuan untuk
meningkatkan mutu bahan olah karet dengan berbagai mutu menjadi produk yang
lebih seragam mutunya. Diagram alir proses produksi crumb rubber dapat dilihat
pada Gambar 6.6.
Lateks kebun
Diencerkan
Koagulasi
Penggilingan
Pengasapan dan pengeringan 5 hari
Sortasi
Ribbed Smoked Sheet
Asam format
Na-bisulfit
77
Penentuan agroindustri unggulan berbasis karet di Kabupaten Aceh Barat
didasarkan pada asumsi-asumsi kiteria yang berperan terhadap pengembangan
agroindustri karet. Adapun gambaran deskriptif terhadap kriteria yang telah
ditentukan seperti uraian berikut :
Gambar 6.6. Diagram alir proses produksi crumb rubber
Perendaman dan pencucian 24 jam
Pencucian
Pemotongan
Penggilingan
Peremahan
Crumb Rubber
Air
Lump & koagulum sisa pengolahan sheet
& crops
Penyimpanan , minimal 7 hari
Gulungan lembaran kompo
Pengepresan
Pengeringan
Perendaman dalam asam fosfat 0,1 %
78
(1) Kuantitas dan kontinuitas bahan baku
Kriteria ini memiliki peran penting dalam pengembangan agroindustri karet.
Industri berbasis komoditi pertanian memiliki kerentanan terhadap pasokan bahan
baku. Berdasarkan levelnya, industri berbasis hasil pertanian dapat di kelompokan
menjadi beberapa level. Semakin level suatu industri (industri hilir), maka
pasokan bahan baku untuk industri pertanian cenderung menyerupai industri
manufaktur, yaitu tidak terlalu dipengaruhi oleh pasokan bahan baku. Pada level
rendah, dimana pasokan bahan baku utama adalah produk pertanian secara
langsung, proses produksi suatu industri sangat dipengaruhi oleh kuantitas dan
kontinuitas bahan baku.
Penjadwalan masa panen, penanganan pasca panen, pengangkutan dan hal–hal
lain yang berkaitan dengan usaha mempertahankan mutu bahan baku merupakan
kendala utama bagi pihak industri pertanian. Kendala kuantitas dan kontinuitas
bahan baku bagi industri pertanian berkaitan erat dengan karakteristik komoditi
pertanian yang mudah rusak (perishable) dan kamba (bulky), sehingga
membutuhkan penanganan khusus sebelum diolah menjadi produk turunannya.
Berkaitan dengan komoditi karet, sebagian besar pasokan bahan baku industri
pengolahan karet berasal dari perkebunan rakyat (80 %) dengan mutu yang
beragam. Hal ini menyebabkan pihak industri harus bersikap bijak dalam
penetapan harga dasar karet rakyat, sehingga proses produksi tetap optimal
walaupun mutu bahan baku tidak standar.
Kebutuhan bahan baku industri pengolahan ditentukan oleh kapasitas industri
yang akan dikembangkan. Bahan baku produk karet pekat berasal dari lateks
kebun yang dipekatkan, sedangkan bahan baku untuk industri karet sheet dan
crumb rubber berasal dari lateks kebun yang telah digumpalkan (cup lump).
Selain dapat meningkatkan nilai tambah, pengolahan karet menjadi crumb rubber
juga dapat mengolah karet berkualitas rendah menjadi komoditi yang memiliki
nilai jual tinggi sesuai grade mutunya.
Potensi pengembangan agroindustri berbasis karet Kabupaten Aceh Barat sangat
besar, terutama jika ditunjang dengan program intensifikasi perkebunan. Pasokan
79
bahan karet olahan rakyat untuk industri pengolahan karet di wilayah Aceh Barat
mencapai 11.650 ton per tahun dengan luas lahan mencapai 16.207 ha. Produksi
karet rakyat Kabupaten Aceh Barat merupakan produksi terbesar di Provinsi
NAD. Luas area dan produksi karet per ha di Propinsi NAD dapat dilihat pada
Tabel 6.7. Kebijakan revitalisasi perkebunan karet melalui perbaikan teknik
budidaya dan penyadapan, penggunaan bibit unggul, perluasan dan peremajaan
tanaman karet diharapkan dapat meningkatkan produktivitas perkebunan karet
hingga mencapai 1.200-1.600 kg/ha (saat ini produktivitas karet rakyat rata-rata
hanya 700-800 kg/ha). Suplai bahan baku karet untuk industri crumb rubber juga
dapat menggunakan karet dari kabupaten lain di Provinsi NAD.
Tabel 6.7. Luas areal dan produksi karet tiap kabupaten di Propinsi NAD
Kabupaten Areal (ha) Produksi (Tons)
Aceh Utara 6.980 3.840
Aceh Timur 14.198 10.517
Aceh Tamiang 10.423 7.210
Aceh Tenggara 1.982 1.312
Aceh Jaya 6.312 4.230
Aceh Barat 16.207 11.650
Nagan Raya 6.314 4.261
Aceh Singkil 5.912 4.675
Lainnya 4.136 824
Total 72.464 48.519 Sumber : Haris (2007)
(2) Jenis produk turunan yang dihasilkan
Kriteria ini berkaitan dengan kegunaan produk yang dihasilkan. Semakin tinggi
ragam produk turunan yang dapat dihasilkan, maka semakin tinggi potensi produk
tersebut untuk dikembangkan. Jenis produk turunan yang dihasilkan juga
berkaitan dengan besarnya pangsa pasar dari produk agroindustri berbasis karet
yang akan dikembangkan.
80
Produk turunan industri crumb rubber dan karet sheet lebih luas dibandingkan
industri lateks pekat. Crumb rubber dan karet sheet pada umumnya digunakan
untuk produk moulded and extruded, pengikat, penghubung, selang, pipa, segel
cairan dan pack, penyekat, hard rubber product, industrial sheting and linings,
produk seluler dan reinforced fabrics. Sedangkan lateks pekat terbatas hanya pada
industri balon, karet busa, dan sarung tangan. Detail produk turunan karet dapat
dilihat pada Gambar 6.7.
Keterangan :
Gambar 6.7. Produk turunan karet (Haris, 2007)
(3) Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kondisi sosial budaya masyarakat menggambarkan tingkat penerimaan
masyarakat terhadap keberadaan industri yang akan dikembangkan. Lingkungan
Jenis produk latek pekat
Jenis produk crumb rubber
Jenis produk karet sheet
Pohon Karet Hevea
Lateks
Koagulum Lapangan
Ribbed Smoked Sheets (RSS)
Pale Crepes
Lateks Dadih
SIR 3CV, SIR 3L, SIR 3WF
Thick Blanket Crepes (Ambers)
Lateks Pekat
SIR 10, SIR 20
Estate Brown Crepes (Compo)
Thin Brown Crepes
Flat Bark Crepes
• Karet busa • Sarung tangan medis • Karet untuk peralatan
medis • Sarung tangan untuk
industri • Sarung tangan untuk
rumah tangga • Kondom • Benang karet • Balon • dll
• Ban dan ban dalam • Alas kaki • Komponen karet untuk
otomotif • Komponen karet untuk
barang elektronik • Produk karet untuk
industri • Selang dan pipa karet • Karet penggunaan umum
81
sosial budaya masyarakat yang mendukung pengembangan industri berbasis karet
akan menjadi salah satu poin penting kelangsungan industri di masa yang akan
datang.
Perkebunan karet telah menjadi sumber penghasilan sebagian besar penduduk di
wilayah Kabupaten Aceh Barat. Jumlah keluarga yang memiliki mata
pencaharian sebagai petani karet mencapai 12.474 keluarga atau mencapai 40
persen dari seluruh keluarga yang ada di Kabupaten Aceh Barat. Pada umumnya
masyarakat di wilayah Aceh Barat memperoleh penghasilan dari penjualan
koagulum lateks (cup lump). Hasil penjualan tersebut digunakan untuk memenuhi
keperluan hidup sehari-hari. Para petani tidak memiliki harga tawar dalam
transaksi karet lump. Harga sepenuhnya ditentukan para pedagang sesuai kriteria
mutu yang telah ditetapkan. Selanjutnya bahan olah karet tersebut dibawa ke
tempat penggilingan (remilling) sebelum dibawa ke pabrik pengolahan karet.
Panjangnya rantai tataniaga karet, menyebabkan pendapatan petani karet relatif
kecil, walaupun terjadi peningkatan harga produk karet di pasar dunia.
Berdasarkan kondisi tersebut adanya pengembangan industri pengolahan karet
rakyat di wilayah Aceh Barat akan memberikan dampak terhadap tata kehidupan
sosial budaya masyarakat. Pengembangan industri crumb rubber di wilayah Aceh
Barat akan mendapat dukungan penuh dari masyarakat, selama mampu
memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan kesejahteraan mereka.
(4) Peluang pasar dan pemasaran
Kriteria ini menunjukan prospek agroindustri yang akan dikembangkan pada masa
yang akan datang. Pada umumnya peluang pasar untuk produk olahan karet sangat
potensial. Meningkatnya harga minyak bumi menyebabkan terjadinya kenaikan
harga produk turunannya, termasuk karet sintesis. Kondisi tersebut merupakan
salah satu peluang dalam pengembangan komoditas karet. International Rubber
Study Grup (IRSG) dalam studi Rubber Eco-Project (2005) memperkirakan akan
terjadi kekurangan pasokan karet alam dalam dua dekade ke depan. Oleh karena
itu dalam kurun waktu 2006-2025, diperkirakan harga karet alam akan stabil
82
sekitar US $ 2.00/kg. Hal ini menunjukkan peluang pasar dan potensi pemasaran
komoditi karet masih terbuka.
Peluang pasar dan pemasaran produk agroindustri karet sangat prospektif,
terutama dengan adanya gejolak harga minyak bumi dunia sebagai bahan baku
utama karet sintetik. Crumb rubber memiliki peluang pasar dan pemasaran yang
lebih luas dibandingkan dengan karet sheet dan lateks pekat.
Salah satu industri turunan karet yang berkembang pesat adalah industri ban.
Bahan baku utama industri tersebut adalah karet remah (crumb rubber).
Pemanfaatan karet alam di luar industri ban kendaraan masih relatif kecil, yakni
kurang dari 30 persen. Selain itu industri karet di luar ban umumnya dalam skala
kecil atau menengah. Sementara itu industri berbasis lateks pada saat ini
nampaknya belum berkembang karena banyak menghadapi kendala. Kendala
utama adalah rendahnya daya saing produk-produk industri lateks Indonesia bila
dibandingkan dengan produsen lain, terutama Malaysia. Sebagai contoh
kontribusi Indonesia dalam memproduksi sarung tangan karet ASEAN hanya
mencapai 10 persen, yaitu 12 miliar pasang dari 120 miliar pasang. Produksi
terbesar masih dikuasai Malaysia (66 %) dan Thailand (25 %). Oleh karena itu
industri crumb rubber mendominasi industri pengolahan karet di Indonesia.
Pada saat ini jumlah sarana pengolahan karet berbasis lateks di Indonesia
mencapai 23 unit dengan kapasitas sebesar 144.520 ton/tahun, dan pengolahan
crumb rubber swasta di luar PTPN sebanyak 75 unit dengan kapasitas 1.957.400
ton/tahun. Sebagian besar produk karet Indonesia diolah menjadi karet remah
(crumb rubber) dengan kodifikasi "Standard Indonesian Rubber" (SIR).
Permintaan produk karet diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan gaya hidup dan standar hidup manusia. Karet merupakan kebutuhan
yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas
manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti
ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal
karet.
83
(5) Nilai tambah produk
Agroindustri adalah industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan
bakunya. Dengan demikian agroindustri meliputi industri pengolahan, industri
peralatan dan mesin pertanian serta industri jasa pertanian. Salah tujuan utama
agroindustri adalah meningkatkan nilai tambah produk pertanian melalui kegiatan
pengolahan atau transformasi hasil pertanian. Keselarasan dan keterpaduan antara
input (investasi modal dan manajemen) dan output akan menjamin pembentukan
nilai tambah secara wajar dan bekesinambungan.
Pada umumnya semakin tinggi dan komplek proses produksi yang digunakan,
maka semakin tinggi penambahan nilai tambah produk tersebut. Indusri crumb
rubber, karet sheet dan lateks pekat berada pada level industri yang sama, yaitu
menghasilkan produk setengah jadi. Nilai tambah produk juga dapat dilihat pada
tingginya pemanfaatan produk yang bersangkutan. Uraian nilai tambah produk
olahan karet dapat dilihat pada Tabel 6.8.
Tabel 6.8. Uraian nilai tambah produk olahan karet
Uraian Crumb rubber Karet sheet Latek pekat Penggunaan Industri otomotif, rumah tangga dan untuk barang
industri berupa mouled and extruded, pengikat/penghubung, selang, pipa, segel cairan dan pack, penyekat, hard rubber product, industrial sheting and linings, produk seluler dan reinforced fabrics.
Pembuatan balon, sarung tangan dan busa
Nilai tambah Rp. 19.000 – 24.000 Rp. 19.000-20.000 Bahan baku Lateks dan lump sisa
pengolahan karet sheet Lateks kebun
Sumber : Deprin (2007) (diolah)
(6) Teknologi produksi yang ada
Kriteria teknologi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek ketersediaan teknologi
pengolahannya dan aspek operasionalnya. Teknologi produksi untuk komoditas
karet yang akan dikembangkan sudah dapat dipenuhi, baik teknologi
pengolahannya maupun operasionalnya.
Teknologi pengolahan lateks pekat merupakan teknologi paling sederhana dalam
pengolahan karet alam, sehingga dapat dibuat dalam skala kecil dengan
84
menggunakan peralatan sederhana. Walaupun demikian, industri ini tidak
berkembang pesat, karena kecilnya pangsa pasar dan tingginya tingkat kesulitan
dalam penanganan bahan. Industri berbasis lateks juga kurang berkembang di
Indonesia karena tidak dapat bersaing dengan produk negara lain, terutama
Malaysia dan Thailand. Pengolahan crumb rubber merupakan pengolahan karet
paling komplek dibandingkan lateks pekat dan karet sheet. Pengolahan crumb
rubber juga dapat memperbaiki mutu karet menjadi produk yang lebih bermutu
dan memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Kompleksitas proses produksi crumb
rubber juga sangat penting dalam pengembangan sumberdaya manusia, terutama
dalam penyediaan lapangan pekerjaan.
(7) Penyerapan tenaga kerja
Salah satu input yang diperlukan dalam kegiatan agroindustri adalah tenaga kerja.
Kemampuan menyerapan tenaga kerja dari suatu industri merupakan bentuk nyata
peran serta industri tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penyerapan tenaga kerja industri berbasis produk pertanian terdiri dari tenaga
kerja langsung (staf/karyawan/buruh pabrik) dan tenaga kerja tidak langsung
(petani/plasma/buruh tani dan lain–lain).
Berdasarkan kriteria penyerapan tenaga kerja, industri crumb rubber dapat
menyerap lebih banyak tenaga kerja dibandingkan dengan industri intermediet
lainnya yang berbasis karet. Industri crumb rubber merupakan industri skala besar
dan termasuk industri pada karya. Penyerapan tenaga kerja meliputi tenaga
operasioal pabrik, staf/karyawan tetap dan para petani karet dan pedagang
pengumpul bokar sebagai salah satu mitra industri. Pengembangan agroindustri
berbasis karet juga akan menjadi stimulan berkembangnya bidang-bidang usaha
lain, seperti jasa rumah makan, penginapan, transportasi dan jenis usaha lain yang
bersifat padat karya.
(8) Dampak ekonomi terhadap pembangunan daerah
Kegiatan industri pengolahan memiliki peran penting dalam pembangunan daerah.
Selain berbasis pada sumberdaya alam (komoditi unggulan daerah) yang bersifat
85
renewable, industri pertanian (agroindustri) memiliki keunggulan komparatif,
yaitu bersifat forward linkages /multiplier effect. Efek ke depan yaitu
pengembangan agroindustri akan turut meningkatkan pengembangan bidang lain,
seperti transportasi, sosial, pendidikan dan lain–lain. Efek ke belakang yaitu
pengembangan agroindustri dapat meningkatan nilai tambah produk pertanian
(added value) dan pengembangan bidang lain yang berkaitan dengan pengadaan
bahan baku.
Agroindustri memiliki peran penting dalam pembangunan daerah. Wilayah Aceh
Barat memiliki berbagai komoditi unggulan termasuk karet. Pada umumnya
komoditi tersebut langsung dijual tanpa proses pengolahan terlebih dahulu. Hal
ini menyebabkan kontribusi komoditas unggulan sangat kecil terhadap
pembangunan daerah. Berdasarkan fakta tersebut keberadaan industri crumb
rubber di wilayah Aceh Barat akan memiliki dampak positif terhadap
pembangunan daerah, baik pembangunan fisik, sumberdaya manusia, ekonomi
maupun sosial. Sektor pajak, retribusi dan lain-lain sebagai salah satu sumber
pendapatan daerah juga akan meningkat dengan adanya pengembangan industri
pengolahan karet tersebut.
Industri crumb rubber memiliki dampak ekonomi yang lebih besar dibandingkan
dengan industri karet sheet dan lateks pekat karena dapat memberikan nilai
tambah yang lebih tinggi, menyerap tenaga kerja lebih banyak dan memiliki
potensi pasar yang lebih luas.
(9) Dampak lingkungan
Seiring dengan perubahan zaman, kesadaran masyarakat dunia terhadap
pentingnya kelestarian lingkungan semakin meningkat. Hal ini menyebabkan
munculnya berbagai isu lingkungan seperti efek rumah kaca, pemanasan global
dan lain–lain. Industri merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan besar
dalam kerusakan lingkungan. Beberapa negara maju bahkan telah menerapkan
peraturan yang ketat mengenai masalah lingkungan dengan melakukan seleksi
ketat terhadap produk-produk impor yang merusak lingkungan.
86
Produk samping atau limbah merupakan konsekuensi logis dari kegiatan industri,
termasuk industri pengolahan karet. Berdasarkan bentuknya, jenis limbah industri
dapat dibedakan ke dalam limbah padat, cair dan gas. Semua jenis limbah dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan jika tidak ditangani secara tepat. Industri
karet sheet dan lateks pekat berpotensi dalam menghasilkan limbah cair berupa
serum hasil sisa pemisahan lateks. Pada umumnya industri lateks pekat dan karet
sheet termasuk industri dalam skala rumah tangga, sehingga tidak mempunyai
sarana IPAL yang memadai. Limbah cair yang dihasilkan dibuang ke lingkungan
tanpa pengolahan yang berarti, sehingga dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan.
Industri crumb rubber merupakan industri yang paling mapan dibandingkan
industri karet sheet dan lateks pekat. Hal ini menyebabkan pengembangan industri
tersebut harus mempertimbangkan semua aspek secara rinci dan terintegrasi,
termasuk aspek lingkungan. Pada umumnya industri crumb rubber termasuk
dalam industri skala menengah dan besar, sehingga sarana IPAL merupakan salah
satu prasyarat dalam proses perizinannya. Limbah utama yang dihasilkan industri
crumb rubber terdiri dari limbah padat dan cair. Limbah padat terdiri dari sisa
kotoran yang berasal dari bokar yang tidak bersih atau berkualits rendah. Limbah
tersebut pada umumnya terdiri dari padatan kayu, tanah, kerikil dan lain-lain,
sehingga dapat dikembalikan ke lingkungan dalam bentuk pupuk kompos.
Industri crumb rubber memerlukan air dalam jumlah banyak untuk proses
pencucian. Proses tersebut menghasilkan limbah air cucian yang mengandung
padatan, koagulum dan lost product. Limbah cair yang dihasilkan relatif tidak
berbahaya, sehingga dengan teknologi pengolahan limbah yang sesuai dapat
dikembalikan ke lingkungan atau dipakai ulang (reused) dalam proses pencucian
selanjutnya. Dengan demikian beban pencemaran lingkungan industri crumb
rubber lebih kecil dibandingkan industri pengolahan karet lainnya.
(10) Infrastruktur pendukung
Pengembangan agroindustri membutuhkan infrastruktur pendukung, baik dalam
kegiatan pengadaan bahan baku, proses produksi maupun pemasaran produk yang
87
dihasilkannya. Karakteristik komoditi pertanian yang mudah rusak dan voluminus
serta tersebarnya lokasi perkebunan memerlukan infrastruktur pendukung yang
memadai, sehingga kerusakan bahan dapat diminimalisasi selama pengangkutan.
Ketersediaan sumber energi dan sarana telekomunikasi juga sangat diperlukan
dalam pengembangan industri berbasis pertanian.
Infrastruktur yang diperlukan dalam pengembangan industri crumb rubber
meliputi infrastruktur transportasi, telekomunikasi dan sumber energi. Secara
umum infrastruktur pendukung pengembangan agroindustri berbasis karet di
wilayah Aceh Barat masih dalam tahap pembangunan. Pasca tahap rehabilitasi
dan rekontruksi, ketersedian sarana transportasi merupakan faktor yang sangat
penting dalam membangun suatu wilayah. Infrastruktur utama di wilayah
Kabupaten Aceh Barat untuk menjangkau wilayah-wilayah di seluruh kecamatan
adalah perhubungan darat (jalan raya), yang masih banyak terjadi kerusakan
akibat musibah gempa dan tsunami yang melanda Provinsi Aceh dan Nias.
Walaupun demikian perkembangan transportasi darat di Wilayah Kabupaten Aceh
Barat dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam upaya peningkatan prasarana
transportasi darat, pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan donatur dari berbagai
negara terus berupaya membangun jalan-jalan baru dan memperbaiki kondisi jalan
yang ada.
(11) Investor/Modal investasi
Besarnya investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan industri berbasis
komoditas karet ditentukan oleh kapasitas produksi dan tingkat penggunan
teknologi pengolahannya. Sedangkan minat investor untuk menamkan
investasinya ditentukan oleh margin dan prospek industri di masa yang akan
datang. Sesuai dengan prinsip ekonomi, usaha yang memiliki margin tinggi
dengan nilai investasi yang wajar akan memiliki rangking investasi yang tinggi.
Investasi industri crumb rubber ditentukan oleh kapasitas produksi industri yang
akan dikembangkan. Kegiatan investasi lebih terfokus pada pengadaan mesin dan
peralatan produksi, lahan dan bangunan pabrik dan beberapa biaya lain yang
berkaitan dengan proses produksi, sedangkan suplai bahan baku dapat dipenuhi
88
dari perkebunan rakyat dengan melakukan kerjasama (contract farming) dengan
petani karet. Hal ini dapat berlaku karena bahan baku industri crumb rubber dapat
berupa lateks kebun atau koagulum (cup dan lump), sedangkan kebutuhan bahan
baku industri karet sheet dan lateks pekat harus berupa lateks segar. Pada
umumnya lateks segar yang telah disadap mudah mengalami kerusakan jika tidak
segera diolah. Pengolahan lateks menjadi lump karet merupakan teknologi
sederhana yang paling banyak digunakan oleh para petani karet di Kabupaten
Aceh Barat. Selain memerlukan penanganan khusus, lokasi perkebunan rakyat
yang tersebar juga menjadi kendala dalam pengumpulan bahan baku lateks segar.
Oleh karena itu modal investasi pengembangan industri karet sheet dan lateks
pekat harus disertai dengan investasi di sektor perkebunan karet (plantation).
(12) Kebijakan pemerintah/pemda
Pemerintah memiliki peran penting dalam pengembangan agroindustri. Kepastian
dan jaminan hukum bagi para investor merupakan agenda utama bagi pemerintah
yang harus segera dibenahi untuk meningkatkan minat para investor. Kemudahan
dan transparansi dalam pengurusan perizinan di berbagai lembaga pemerintahan
akan memacu pengembangan agroindustri unggulan. Pemerintah daerah melalui
dinas–dinas terkait harus mampu menjadi fasilitator pengembangan agroindustri
yang tangguh dan dapat bersaing di tingkat nasional maupun internasional.
Pemerintah mempunyai peran penting dalam pengembangan agroindustri berbasis
karet. Pada umumnya kapasitas terpasang industri crumb rubber yang ada saat ini
di Indonesia berada di atas kapasitas real. Kondisi tersebut dapat menimbulkan
persaingan tidak sehat di antara para pelaku usaha dalam memperoleh bahan baku.
Sampai saat ini belum ada kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
pengembangan agroindustri pengolahan karet di Kabupaten Aceh Barat.
Kebijakan pemerintah Kabupaten Aceh Barat baru pada tahap pengembangan
perkebunan karet. Kebijakan tersebut merupakan langkah awal pemerintah
Kabupaten Aceh Barat dalam mengembangkan komoditi karet. Berdasarkan
uraian tersebut prospek pembangunan industri crumb rubber cukup cerah, karena
kesesuaian kebijakan pemerintah dalam pengembangan perkebunan karet rakyat.
89
Di masa yang akan datang, pemerintah juga diharapkan dapat merumuskan
kebijakan yang membatasi penjualan bokar ke wilayah lain, sehingga kebutuhan
bahan baku industri crumb rubber yang ada di Wilayah Aceh Barat terpenuhi.
Penentuan urutan prioritas tingkat kepentingan kriteria digunakan metode
perbandingan berpasangan dan penetapan agroindustri unggulan dilakukan dengan
metode MPE melalui pendapat responden, yaitu pendapat dari Bappeda
Kabupaten Aceh Barat, Dinas Perindustrian Kabupaten Aceh Barat, Dinas
Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, praktisi, peneliti, akademisi dan masyarakat
setempat. Langkah awal yang dilakukan untuk memperoleh nilai pembobotan
kriteria pemilihan alternatif adalah menentukan tingkat kepentingan (rangking)
untuk tiap kriteria.
Berdasarkan kriteria pemilihan agroindustri berbasis karet, selanjutnya dilakukan
perbandingan antar pilihan kriteria dengan mengunakan metode MPE, sehingga
dapat diketahui kriteria yang dominan dalam penentuan industri berbasis karet di
wilayah Aceh Barat. Hasil perbandingan antar kriteria penentuan komoditi
agroindustri unggulan di wilayah Aceh Barat dapat dilihat pada Tabel 6.9 (metode
penghitungan disajikan pada Lampiran 5).
Tabel 6.9. Tingkat kepentingan kriteria penentuan agroindustri komoditi karet
Kriteria Tingkat kepentingan
A. Kuantitas dan kontinuitas bahan baku 7 B. Macam produk turunan yang dihasilkan 12 C. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat 6 D. Peluang pasar dan pemasaran 1 E. Nilai tambah produk 10 F. Teknologi produksi yang ada 11 G. Penyerapan tenaga kerja 9 H. Dampak ekonomi terhadap pembangunan daerah 8 I. Dampak lingkungan 4 J. Infrastruktur pendukung 3 K. Investor/Modal investasi 2 L. Kebijakan pemerintah/pemda 5
Setelah dilakukan perbandingan antar kriteria pengambilan keputusan, tahap
selanjutnya adalah pembobotan untuk masing-masing kriteria yang merupakan
90
gabungan dari semua responden. Bobot untuk masing-masing kriteria secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.10.
Tabel 6.10. Nilai kriteria alternatif agroindustri berbasis karet unggulan Kab.
Aceh Barat
Kriteria
Nilai alternatif kriteria agroindustri berbasis karet Latek pekat (dadih) Karet Sheet Crumb Rubber
A 7,3 7,0 6,9 B 4,3 5,8 7,5 C 6,7 4,7 6,6 D 5,8 7,4 8,5 E 4,6 6,2 8,2 F 4,5 4,1 6,0 G 6,5 5,4 5,6 H 5,3 6,2 7,3 I 5,3 4,9 5,4 J 4,8 5,5 6,5 K 5,5 5,7 5,8 L 5,7 6,0 6,8
Penentuan agroindustri unggulan dilakukan untuk menentukan nilai tingkat
kepentingan kriteria alternatif keputusan dan nilai kriteria komoditi unggulan
Kabupaten Aceh Barat. Metode analisis komoditi unggulan yang digunakan
adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Hasil perbandingan antar
kriteria keputusan dan pembobotan oleh responden, kemudian dianalisis dengan
metode MPE, sehingga dihasilkan kriteria prioritas komoditi unggulan di
Kabupaten Aceh Barat.
Berdasarkan matriks keputusan menggunakan metode MPE diperoleh nilai urutan
prioritas agroindustri berbasis karet adalah sebagai berikut: crumb rubber
(142.651.945.325), karet sheet (27.923.947.249) dan lateks pekat (1.703.964.090).
Detail matrik analisis penentuan komoditi unggulan di Kabupaten Aceh Barat
disajikan pada Tabel 6.11. Matrik analisis keputusan agroindustri berbasis karet
Kabupaten Aceh Barat menunjukkan industri crumb rubber sebagai agroindustri
yang menjadi prioritas utama di Kabupaten Aceh Barat.
91
Tabel 6.11. Matriks keputusan agroindustri berbasis karet Kabupaten Aceh Barat
Kriteria Agroindustri Prioritasa Berbasis Karet Latek pekat Karet Sheet Crumb Rubber
A 155.528 117.649 109.492B 4 6 8C 585.277 48.200 535.946D 1.552.392.470 27.701.617.428 142.241.757.136E 96 235 545F 20 17 36G 1.785 861 972H 4.315 8.918 21.208I 3.491.311 1.678.947 4.014.107J 6.957.728 25.329.516 134.627.433K 139.312.339 193.465.858 266.124.423L 1.063.216 1.679.616 4.754.018
Nilai Keputusan 1.703.964.090 27.923.947.249 142.651.945.325Urutan prioritas III Il I
6.3. Kelayakan Finansial Agroindustri Berbasis Karet
Analisis kelayakan investasi merupakan salah satu alat untuk menentukan
kalayakan suatu usaha di masa yang akan datang. Oleh karena itu sebelum
melakukan investasi pengembangan agroindustri unggulan berbasis karet di
Kabupaten Aceh Barat perlu dilakukan studi kelayakan finansial untuk
mendapatkan gambaran apakah investasi yang akan dilakukan layak atau tidak.
Beberapa asumsi yang dijadikan dasar perhitungan dalam penyusunan kelayakan
usaha crumb rubber di Kabupaten Aceh Barat disajikan pada Tabel 6.12.
Tabel 6.12. Asumsi perhitungan kelayakan usaha crumb rubber:
No Asumsi Nilai 1 Harga bahan baku Rp. 9.000-10.000 / Kg 2 Harga jual produk Rp. 18.200-20.000 /Kg 3 Umur ekonomis usaha 15 tahun 4 Kapasitas pabrik 40 ton/hari 5 Rendemen produk 80 % 6 Loss produksi 5 % / Kg bahan baku 7 Kenaikan harga 5 % /tahun 8 Dana pinjaman 70%9 Dana sendiri 30 %10 Df 16 %
92
Berdasarkan hasil analisis finansial, perkiraan kebutuhan investasi pengembangan
industri crumb rubber di Kabupaten Aceh Barat dengan kapasitas 40 ton per hari
adalah Rp. 33.100.186.000,- yang terdiri dari biaya investasi Rp. 22.831.186.000,-
dan modal kerja Rp. 10.269.000.000,-. Detail perkiraan biaya investasi dan modal
kerja disajikan pada Tabel 6.13.
Tabel 6.13. Perkiraan biaya investasi dan modal kerja
No Uraian Nilai (000 IDR) 1. Project Cost
Lahan 240.000
Preliminaris 1.202.500
Jalan dan Parit 114.735
Main process building 2.740.686
Bangunan pendukung 374.386
Drying sheld 1.727.302
Pallet store 624.222
Efluent treatment 221.500
Mesin Proses 5.777.720
Pembangkit 1.559.500
Listrik dan kelengkapan 1.909.190
Water Treatment 805.275
Quality Equipment 227.674
Sytem Pemadam kebakaran 178.478
Peralatan Laboratorium 277.695
Bangunan perkantoran dan perumahan 1.283.900
Kendaraan dan alat berat 1.050.273
Biaya perizinan dll 216.608 Total investasi 20.531.642
2 IDC 2.299.544
Total Project Cost 22.831.186
3 Modal Kerja 10.269.000
TOTAL 33.100.186
Proyeksi modal kerja dihitung berdasarkan kebutuhan sebagai berikut :
a. Account receiveble/piutang usaha selama 45 hari
b. Inventory/persediaan produk dan persediaan bahan baku selama 10 hari
c. Acount payable/hutang usaha selama 45 hari
93
Komponen biaya produksi meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel
terdiri dari biaya bahan baku, dan utilitas. Biaya tetap meliputi biaya tenaga kerja
tetap, biaya pemeliharaan peralatan, bangunan, corp overhead dan administrasi,
biaya asuransi, marketing cost, laboratorium, biaya angsuran dan depresiasi.
Besarnya biaya operasional dari tahun ke 1 sampai tahun ke 5 dapat dilihat pada
Tabel 6.14.
Tabel 6.14. Kebutuhan biaya operasional
Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5Variabel cost Raw Material 90.000.000 113.400.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 Utilities Cost 6.096.000 7.315.200 8.128.000 8.128.000 8.128.000 Total Variable Cost (‘000 IDR) 96.096.000 120.715.200 134.128.000 134.128.000 134.128.000 Fixed cost Tenaga Kerja 2.674.000 2.807.700 2.948.085 3.095.489 3.250.264 Repair & Maintenance 1.439.317 1.511.283 1.586.847 1.666.189 1.749.499 Corp Overhead & Adm 267.400 280.770 294.809 309.549 325.026 Biaya Asuransi 390.926 390.926 390.926 390.926 390.926 Marketing Cost 3.112.200 3.734.640 4.149.600 4.149.600 4.149.600 Laboratorium 75.000 78.750 82.688 86.822 91.163 Depresiasi 1.258.169 1.258.169 1.258.169 1.258.169 1.258.169 Beban bunga 3.689.463 2.334.449 1.355.964 822.470 288.976 Total Fixed Cost (‘000 IDR) 12.906.475 12.396.686 12.067.087 11.779.214 11.503.623 Total Production Cost (‘000 IDR) 109.002.475 133.111.886 146.195.087 145.907.214 145.631.623 Harga Pokok Produksi per Kg 15.936 16.217 16.030 15.999 15.968
Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa proyek dapat menghasilkan laba
pada tahun pertama sebesar Rp 16,01 milyar, pada tahun ke dua sebesar Rp 16,11
milyar dan pada tahun ke tiga sebesar Rp 16,19 milyar. Proyeksi margin laba yang
diperoleh adalah margin laba kotor rata-rata sebesar 15%, sedangkan margin laba
bersih rata-rata sebesar 10 %. Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net
income industri crumb rubber dapat dilihat pada Lampiran 6.
Analisis kelayakan finansial proyek dinilai dengan menggunakan konsep nilai
uang yang didapatkan dari proyek (future value) pada nilai uang bersih saat kini
(Net Present Value, NPV) dengan menggunakan tingkat faktor terdiskon tertentu.
Nilai NPV pada tingkat persentase faktor terdiskon tertentu yang memberikan
94
nilai nol (0) dinamakan Internal Rate of Return (IRR). Nilai IRR yang lebih besar
dari tingkat suku bunga (discount factor) dan nilai NPV yang lebih besar dari nol
merupakan indikasi bahwa proyek tersebut layak dijalankan.
Kriteria investasi untuk industri crumb rubber dengan kapasitas 40 ton/hari dan
tingkat suku bunga 16% dan perhitungan project life time selama 15 tahun
diperoleh NPV (Net Present Value) positif sebesar 28,5 milyar atau lebih besar
dari biaya proyek, IRR (Internal Rate of Return) lebih besar dari 16% yaitu
29,85%, Pay Back Period (PBP) pada tahun ke 4,2 (termasuk 2 tahun masa
konstruksi), Net B/C lebih besar dari 1 yaitu 2,00, rata-rata Return on Investment
(ROI) sebesar 57,44 % dan rata-rata Return on Equity (ROE) sebesar 212,91%.
Kriteria kelayakan investasi crumb rubber dapat dilihat pada Tabel 6.15.
Tabel 6.15. Kriteria kelayakan industri crumb rubber
Uraian Nilai Satuan Project Cost 22.831.186 IDR x 1000 IRR 29,85 % NPV 28.506.959 IDR x 1000 ROI 57,44 % ROE 212,91 % PBP 4,2 Year (inc 2 year IDC) Net B/C 2,00
Selanjutnya dari hasil analisis finansial dilakukan analisis sensitivitas untuk
melihat seberapa jauh proyek dapat dilaksanakan mengikuti perubahan harga
bahan baku (koagulum) maupun harga jual produk crumb rubber (SIR). Kenaikan
harga beli bahan baku sebesar 5% tanpa diikuti oleh penurunan harga jual crumb
rubber dan sebaliknya, serta kenaikan harga beli bahan baku dan penurunan harga
jual crumb rubber di bawah 2,5 % masih menunjukkan kelayakan pada proyek
pengembangan industri crumb rubber. Kriteria kelayakan pada kenaikan harga
bahan baku dan penurunan harga jual disajikan pada Tabel 6.16.
95
Tabel 6.16. Analisis sensitivitas kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual crumb rubber
Perubahan Variabel Basic Perubahan ¤ kenaikan harga beli koagulum
karet 0% 5% 0% 2.5% ¤ penurunan harga jual crumb
rubber 0% 0% 5% 2.5% Perubahan BEP, IRR dan NPV IRR 29.85% 19.09% 16.13% 17.63%NPV 28.506.959 6.103.862 243.358 3.173.610 PBP 4.13 6.13 7.10 6.58 NetB/C 2.00 1.20 1.01 1.10 Average BEP 59.399.545 74.950.189 76.244.670 75.550.127
top related