stres oksidatif menurunkan jumlah sel otot polos …
Post on 16-Oct-2021
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STRES OKSIDATIF MENURUNKAN JUMLAH SEL OTOT POLOS KORPUS KAVERNOSUM PENIS TIKUS
I NYOMAN GEDE WARDANA
BAGIAN ANATOMI FK UNUDUNIVERSITAS UDAYANA
LAPORAN PENELITIAN
STRES OKSIDATIF MENURUNKAN JUMLAH SEL OTOT POLOS KORPUS KAVERNOSUM PENIS TIKUS
I NYOMAN GEDE WARDANA
BAGIAN ANATOMI FK UNUD UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
STRES OKSIDATIF MENURUNKAN JUMLAH SEL OTOT POLOS KORPUS KAVERNOSUM PENIS TIKUS
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapa Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas karunia
dan rahmat-Nya lah penelitian yang berjudul “Stres Oksidatif Menurunkan Jumlah Sel Otot
Polos Korpus Kavernousm Penis Tikus” dapat penulis selesaikan dalam rangkamelaksanakan
Tri Dharma perguruan tinggi di Universitas Udayana
Dengan sepenuh hati penulis sampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada
1. Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M. Repro., PA (K) yang telah memberikan
banyak sekali masukan dan bimbingan selama pelaksanaan penelitian ini
2. Pak Yulianto laboran di Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada yang banyak
sekali membantu, memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam hal pemeriksaan
MDA, SOD, pemeliharaan tikus, nekropsi, pengambilan darah, dan pengambilan
organ selama penelitian dikerjakan di Yogya
3. Mbak Arik dan keluarga di Yogya yang banyak membantu dan menjaga tikus peneliti
selama penelitian di Yogya
4. Pak Bambang Supriyadi laboran di Bagian Histologi FKH UGM yang membantu
penulis dalam hal pembuatan preparat untuk pemeriksaan histopatologi
5. Drh. Ketut Eli Supartika, M.Sc di BBV yang juga turut membimbing serta membantu
penulis membaca sediaan histopatologis
6. Tidak lupa semua teman-teman di Bagian Anatomi yang selalu memberikan dorongan
dan masukan selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Ilmu Biomedik
Universitas Udayana
Penulis juga sangat berterima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu dalam
penelitian ini, semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melimpahkan berkat dan
rahmat-Nya kepada mereka semua.
Denpasar, Desember 2015
Penulis
ii
ABSTRAK
STRES OKSIDATIF MENURUNKAN JUMLAH SEL OTOT POLOS KORPUS
KAVERNOSUM PENIS TIKUS
Saat ini banyak sekali peneliti yang tertarik mencari peranan stres oksidatif dalam
patofisiologi terjadinya disfungsi ereksi. Stres oksidatif adalah kondisi terjadinya ketidak
seimbangan antara pro-oksidan dengan kemampuan antioksidan untuk meredam terbentuknya
spesies oksigen reaktif. Stres oksidatif telah diketahui mempunyai peranan penting pada
patofisiologi infertilitas pada pria dan wanita. Akan tetapi pengaruhnya terhadap integritas
jaringan erektil penis masih belum diketahui secara jelas, khususnya terhadap jumlah sel otot
polos korpus kavernosum penis. Lainnya halnya dengan testosteron telah diketahui sangat
penting dalam menjaga integritas jaringan penis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kondisi stres oksiditif
terhadap jumlah sel korpus kavernosum penis tikus
Penelitian ini memakai racangan randomized control group post-test only. Hewan
coba yang digunakan sampel dalam penelitian ini adalah tikus jantan strain Sprague Dawley
(SD) berusia 3 bulan dengan berat 250-300 gram dan dalam kondisi sehat yang diperoleh dari
kandang hewan coba di Pusat Studi Pangan dan Gizi Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada-Yogyakarta. Sebanyak 30 ekor tikus jantan strain SD dibagi menjadi 3
kelompok dan setiap kelompoknya terdiri atas 10 ekor mencit. Dua kelompok diberi stres
overcrowding 4 jam/hari selama 3 dan 6 minggu. Sampel darah diambil pada kantus sinus
orbitalis medialis untuk diperiksa kadar MDA dan SOD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres oksidatif menyebabkan menurunnya
jumlah sel otot polos korpus kavernosum. Rerata jumlah sel otot polos sebelum diberikan
stres adalah 20, setelah 3 minggu diberikan stres 14,20 (P < 0,05). Rerata jumlah sel otot
polos setelah minggu ke 6 adalah 7,8. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemberian stres
oksidatif menurunkan jumlah sel otot polos korpus kavernosum penis tikus.
Kata kunci: stres oksidatif, stres psikososial, testosteron, MDA, SOD, sel otot polos korpus
kavernosum.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………........... i
ABSTRAK ...…………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………. iii
PENDAHULUAN …………………………………………………......... 1
METODE PENELITIAN ………………………………………................. 2
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………... 5
KESIMPULAN …………………………………….............................. 10
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 11
1
PENDAHULUAN
Stres oksidatif adalah kondisi dimana sistem pertahanan antioksidan tidak adekuat
untuk menginaktifkan senyawa oksigen dan nitrogen reaktif yang dihasilkan tubuh baik itu
karena produksinya yang berlebih, menurunnya sistem pertahanan antioksidan, atau
keduanya. Stres oksidatif mempunyai peranan penting pada penyakit yang bersifat akut dan
kronis dan proses penuaan normal. Radikal bebas diperlukan bagi kelangsungan beberapa
proses fisiologis dalam tubuh, namun radikal bebas yang berlebihan dapat membahaykan
tubuh karena menyebabkan terjadinya kerusakan pada asam-basa nukleus, lemak, dan protein
yang mempengaruhi kondisi kesehatan sel dan viabilitasnya atau menginduksi terjadinya
berbagai macam respon seluler melalui pembentukan senyawa reaktif sekunder dan akhirnya
kematian sel oleh karena nekrosis atau apoptosis (Dalle-Donne et al., 2006).
Dalam keadaan normal tubuh mampu meredam efek radikal bebas melalui sistem
antioksidan baik yang enzimatis maupun non-enzimatis. Dan apabila radikal bebas yang
terbentuk berlebih dan inadekuat dinonaktifkan oleh sistem pertahanan antioksidan maka
akan terjadi stres oksidatif (Dalle-Donne et al., 2006). Kadar radikal hidroksil dan
peroksinitrit yang berlebih dapat merusak membran sel dan lipoprotein melalui proses yang
dinamakan peroksidasi lipid. Reaksi ini akan membentuk MDA (malondialdehid) yang
bersifat sitotoksik dan mutagenik. Protein juga dapat dirusak oleh SOR dan SNR yang dapat
menyebabkan hilangnya aktivitas enzim. Stres oksidatif yang merusak DNA dapat
menyebabkan terjadinya mutasi (Pham-Huy, 2008).
Stres oksidatif menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati yang ditandai dengan
peningkatan kadar enzim alanin transaminase (ALT) dan penurunan kadar enzim aspartat
transaminase (AST) serta terjadinya steatosis pada sel-sel hati yang diberikan karbon
tetraklorida dengan dosis 0,1 dan 1,0 ml/kg berat badan. Dosis tersebut juga menimbulkan
2
kerusakan pada ginjal yang ditandai dengan adanya peningkatan serum kreatinin (Panjaitan et
al., 2007).
Radikal bebas juga sangat berperan penting dalam terjadinya disfungsi ereksi pada
pria. Interaksi antara nitrit oksida (NO) dengan senyawa oksigen reaktif merupakan salah satu
mekanisme penting dalam patofisiologis disfungsi ereksi. Nitrit oksida akan berinteraksi
dengan superoksida untuk membentuk peroksinitrit yang telah dilaporkan berperan penting
dalam terjadinya aterogenesis (Agarwal et al., 2006).
Integritas dan jumlah sel otot polos korpus kavernosum sangat penting dalam fisiologi
ereksi, ini ditunjukkan oleh penelitian Traish et al., 2003. Dengan melakukan kastrasi pada
kelinci didapatkan menurunnya tekanan intrakavernosus, perubahan pada keseimbangan
jumlah jaringan ikat dengan jumlah otot polos korpus kavernosum, penurunan konsentrasi
NO, adanya akumulasi sel lemak pada regio subtunikal korpus kavernosum dan akhirnya
menyebabkan terjadinya disfungsi veno-oklusi dan disfungsi ereksi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stres oksidatif terhadap integritas
jaringan penis khususnya jumlah sel otot polos korpus kavernosum
METODE PENELITIAN
Pemberian stres oksidatif. Untuk menimbulkan stres oksidatif hewan coba diberikan stres
overcrowding dengan cara 5 ekor hewan coba dimasukkan ke dalam kandang dengan ukuran
20x10x12 cm selama 4 jam/hari selama 3 dan 6 minggu.
Jumlah sampel. Jumlah sampel dari tiap kelompok perlakuan akan dihitung menggunakan
rumus federer. Kelompok perlakuan berjumlah dua (kelompok 3 minggu dan 6 minggu)
dengan satu kelompok kontrol. Rumus federer: (n-1) (t-1) ≥ 15 ; dengan t=jumlah kelompok
(3) dan n = jumlah sampel.
(n-1) (3-1) ≥ 15 n ≥ 8,5
3
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 9
untuk setiap kelompok percobaan. Oleh karena pemberian perlakuan adalah 5 ekor hewan
coba dalam 1 kandang maka sampel dibulatkan menjadi 10.
Rancangan Penelitian dan Hewan Coba
Penelitian ini memakai racangan randomized control group post-test only. Hewan
coba yang digunakan sampel dalam penelitian ini adalah tikus jantan strain Sprague Dawley
(SD) berusia 3 bulan dengan berat 250-300 gram dan dalam kondisi sehat yang diperoleh dari
kandang hewan coba di Pusat Studi Pangan dan Gizi Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada-Yogyakarta. Sebanyak 30 ekor tikus jantan strain SD dibagi menjadi 3
kelompok dan setiap kelompoknya terdiri atas 10 ekor mencit. Dua kelompok diberi stres
overcrowding 4 jam/hari selama 3 dan 6 minggu. Sampel darah diambil pada kantus sinus
orbitalis medialis untuk diperiksa kadar MDA dan SOD.
Pemeriksaan Kadar Malondialdehid
Pemeriksaan kadar MDA dan SOD dikerjakan di Laboratorium Pusat Studi Pangan
dan Gizi Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta. Pemeriksaan kadar
MDA mengikuti metode yang dijabarkan oleh Wuryastuti (1996). Darah dimasukkan ke
dalam tabung yang mengandung EDTA 1 mg/ml darah, kemudian disentrifuse 4000 rpm
selama 15 menit untuk mendapatkan plasma. Plasma ini kemudian digunakan untuk
memeriksa kadar MDA dan SOD.
Dipersiapkan dua buah tabung 13 ml polypropilen. Satu buah untuk standar
sedangkan sisanya untuk sampel plasma. Masing-masing tabung ditambahkan 750 µl H3PO4,
dan 250 µl TBA (Thiobarbituric acid). Kemudian untuk satu tabung dimasukkan sampel
plasma sebanyak 50 µl, sedangkan tabung yang lagi satu dimasukkan 50 µl larutan standar
(1,1,3,3, Tetraethoxypropane).
4
Masing-masing tabung ditambahkan 450 µl H2O dan dikocok ke dalam vortex. Kedua
tabung dipanaskan dengan suhu 100° C selama 60 menit, kemudian didinginkan dalam ice
bath selama ± 10 menit (sampai timbul warna merah muda). Kemudian sampel dipersiapkan
untuk pemeriksaan dalam column Sep-Pak C18.
Pertama ke dalam column Sep-Pak C18 dimasukkan methanol sebanyak 4 ml lalu
dibuang. Setelah itu ditambahkan 5 ml H2O dan dibuang. Sampel/standar kemudian
dimasukkan dan juga dibuang, di dinding akan terlihat warna merah muda. Setelah itu
dimasukkan kembali 4 ml methanol dan ditampung ke dalam tabung dan dibaca dalam
spektrofotometer dengan panjang gelombang 532 nm. Satuannya yang didapat adalah
mmol/l.
Pemeriksaan Kadar Superoksid Dismutase
Untuk pemeriksaan kadar antioksidan SOD dilakukan berdasarkan buku manual dari
Randox laboratories, 2006. Dipersiapkan dua buah tabung, satu digunakan untuk standar
sedangkan yang lagi satu digunakan untuk pemeriksaan sampel plasma. Ke dalam tabung
sampel dimasukkan 0,05 ml sampel plasma, sedangkan ke dalam tabung standar dimasukkan
0,05 ml larutan standar. Kedua tabung dimasukkan 1,7 ml larutan mixed substrate. Kedua
larutan dalam tabung dikocok dengan mesin vortex. Terakhir ditambahkan larutan xanthine
oxidase 0,25 ml ke dalam masing-masing tabung dan dikocok dengan mesin vortex. Setelah
30 detik pertama absorbansi campuran dibaca (A1) dalam spektrofotometer dan tiga menit
berikutnya (A2).
Kadar SOD dihitung dengan rumus:
Jumlah Sel Otot Polos Korpus Kavernosum. Hewan coba dari masing-masing kelompok
dikorbankan untuk diambil organ penisnya kemudian difiksasi dengan formalin buffer 10%
A2 – A1 3
5
dan selanjutnya dikirim ke Laboratorium Patologi untuk diwarnai dengan pewarnaan
Trichrome Light Green (Gomori, 1950). Dari hasil pewarnaan Trichrome Light Green otot
polos akan berwarna merah sedangkan jaringan ikan akan berwarna hijau. Jumlah sel otot
polos korpus kavernosum adalah rerata jumlah sel otot polos yang terdapat diantara dua sinus
kavernosum (trabekel) yang diperiksa pada 5 lapangan pandang dengan menggunakan
pembesaran 40x.
Analisis Data. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan
menggunakan uji One-Way Anova dengan menggunakan program SPSS ver 17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar MDA dan SOD
Malondialdehid (MDA) adalah senyawa dialdehid yang merupakan produk akhir
peroksidasi lipid di dalam tubuh. Konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses
oksidasi dalam membran sel. Radikal bebas dan peroksidasi lipid merupakan produk yang
hidupnya sangat singkat dan sulit diperiksa secara langsung. Sedangkan MDA lebih stabil
dan merupakan produk degradasi peroksidasi lipid yang memiliki waktu hidup yang lebih
lama (Aricioglu et al., 1993). Dari hasil yang ditunjukkan pada grafik 1 dan 2 dapat dilihat
bahwa semakin lama diberikan stres overcrowding rerata kadar MDA semakin meningkat
secara signifikan (P<0,05). Sedangkan rerata kadar antioksidan SOD menurun secara
signifikan (P<0,05). Adanya peningkatan rerata kadar MDA dan disertai dengan menurunnya
kadar antioksidan SOD menandakan bahwa hewan coba sudah mengalami stres oksidatif
(Dalle-Donne et al., 2006).
Enzim superoksida dismutase berperan penting dalam terjadinya disfungsi ereksi.
Interaksi antara NO dengan senyawa oksigen reaktif merupakan salah satu mekanisme
penting dalam patofisiologis disfungsi ereksi. Nitrit oksida akan berinteraksi dengan
superoksida untuk membentuk peroksinitrit yang telah dilaporkan berperan penting dalam
6
terjadinya aterogenesis. Peroksinitrit kemudian berinteraksi dengan tirosil yang
mengakibatkan tidak aktifnya enzim superoksida dismutase sehingga pembuangan
superoksida akan berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan pembentukan
peroksinitrit dan menurunnya konsentrasi NO. Peroksinitrit menyebabkan relaksasi otot polos
korpus kavernosum kurang poten dibandingkan dengan NO. Relaksasi otot polos korpus
kavernosum berlangsung singkat dibandingkan dengan NO. Selain itu, kembalinya tegangan
jaringan oleh peroksinitrit berlangsung lambat dibandingkan dengan NO. Mekanisme inilah
yang mendasari terjadinya relaksasi yang tidak efektif pada jaringan kavernosus yang
akhirnya menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Peroksinitrit dan superoksida dilaporkan
juga menyebabkan terjadinya apoptosis di endotel yang akhirnya juga akan menyebabkan
berkurangnya produksi NO. Berkurangnya kadar NO merupakan dasar terjadinya disfungsi
ereksi (Agarwal et al., 2006).
Grafik. 1. Rerata Kadar MDA (mmol/L) pada Setiap Kelompok Perlakuan
3,93
15,71
26,14
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
Kontrol Stres 3 Minggu Stres 6 Minggu
Kad
ar M
DA
(m
mol
/L)
Kelompok Perlakuan
7
Grafik 2. Rerata Kadar SOD (µ/grHb) pada Setiap Kelompok Perlakuan
Jumlah Sel Otot Polos Korpus Kavernosum
Dari hasil analisis statistik didapatkan jumlah sel otot polos dari masing-masing
kelompok berbeda secara signifikan (P<0,05) sedangkan dari hasil pemeriksaan
histopatologis didapatkan jumlah sel otot terlihat berkurang jika stres diberikan semakin lama
(Gambar 1). Endotel dari sinus kavernosum juga terlihat mengalami disintegritas (tanda
panah). Ada beberapa penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara stres oksidatif
dengan integritas struktur dari jaringan penis
Grafik 3. Rerata Jumlah Sel Otot Polos Korpus Kavernosum Penis (CCSM) pada Setiap
Kelompok Perlakuan.
767,79
592,53
354,63
0,00
200,00
400,00
600,00
800,00
1000,00
Kontrol Stres 3 Minggu Stres 6 Minggu
Kad
ar S
OD
(µ
/grH
b)
Kelompok Perlakuan
20,20
14,20
7,90
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Kontrol Stres 3 Minggu Stres 6 Minggu
Jum
lah
CC
SM
Kelompok Perlakuan
8
(Wink et al., 1998) dalam penelitiannya mendapatkan adanya hubungan antara
radikal bebas terhadap sel otot polos korpus kavernosum. Produksi NO (nitrit oksida) yang
berlebih sebagai akibat adanya proses inflamasi seperti penyakit peyroni, trauma penis, dan
priapismus menyebabkan efek sitotoksik pada sel otot polos korpus kavernosum. Sementara
itu penelitian yang dilakukan Evliyaoglu et al., 1997 dengan mengkondisikan tikus
mengalami veno oklusif priapismus menunjukkan peningkatan kadar lipid peroksidasi pada
jaringan korpus kavernosum.
Gambar 1. A. Penampang melintang korpus kavernosum tikus sebelum stres (10x). (VDP:
Vena Dorsalis Penis; CS: Korpus Spongiosum; CC: Korpus Kavernosum; SC: Sinus
Kavernosum; URT: Uretra). B. Penampang melintang korpus kavernosum penis yang
A B
C
9
diberikan stres 3 minggu. C. Penampang melintang korpus kavernosum penis yang diberikan
stres 6 minggu. Pewarnaan dilakukan menggunakan Trichrome Light Green
Gambar 2. Rerata Jumlah Sel Otot Polos Korpus Kavernosum pada masing-masing
Kelompok Perlakuan
Leungwattanakij et al., 2003 menemukan adanya fibrosis pada korpus kavernosum
setelah dilakukan neurotomi yang ditandai dengan peningkatan ekspresi β1 mRNA, HIF-1α,
TGF-β1, dan ekspresi protein kolagen tipe III dengan pemeriksaan imunohistokimia.
KESIMPULAN
Stres oksidatif yang diberikan dengan cara crowding pada penelitian ini menurunkan
jumlah sel otot polos korpus kavernosum tikus galur SD. Mekanisme bagaimana jumlah sel
otot polos korpus kavernousm penis menurun masih belum jelas, apakah akibat langsung dari
A B
C
10
radikal bebas yang dihasilkan selama stres atau karena akibat penurunan pada jumlah hormon
testosteron. Sebagaimana diketahui hormon testosteron juga berperan penting dalam menjaga
makro struktur dari penis. Perlu penelitian lagi mengenai bagaimana kadar hormon
testosteron selama stress crowding ini diberikan
11
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, A., Nandipati, K.C., Sharma, R.K., Zippe, C.D., Raina, R. 2006. Role of Oxidative
Stress in the Pathophysiological Mechanism of Erectile Dysfunction. Journal of
Andrology. 27 (3): 335: 347.
Aricioglu, A., Aykol, S., Yenikaya, E., Baykaner, K., Serdar-Alp, M., and Turkozkan, N.
1993. Investigation of Serum and Tissue Lipid Peroxidation and Serum Ascorbic Acid,
and Iron Levels in Human Brain Tumour. Turkish Neurosurgery 3: 150-153.
Dalle-Donne. I., Rossi, R., Colombo, R., Giustarini, D., and Milzani, A. 2006. Biomarkers of
Oxidative Damage in Human Disease. Clinical Chemistry. 52 (4): 601-623.
Evliyaoglu, Y., Kayrin, L., and Kaya, B. 1997. Effect of Pentoxifylline on Veno-occlusive
Priapism-Induced Corporeal Tissule Lipid Peroxidation in Rat Mode. Urol Res. 25: 143-
147.
Leungwattanakij, S. Bivalacqua, T.J., Usta, M.F., Yang, D.Y., Hyun, J.S., Champion, H.C.,
Abdel-Mageed, A.B., and Hellstrom, W.J.G. 2003. Cavernous Neurotomy Causes
Hypoxia and Fibrosis in Rat Corpus Cavernosum. J Androl. 24: 239-245.
Panjaitan RGP., Handharyani E., Chairul., Masriani., Zakiah Z., Manalu Wasmen. Pengaruh
Pemberian Karbon Tetraklorida terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus. MAKARA,
Kesehatan, Vol. 11. (1). Juni 2007. P11-16.
Pham-Huy, L.A.P, He, H., and Pham-Huy, C. 2008. Free Radicals, Antioxidants in Disease
and Health. Int J Biomed Sci. 4: 89-96.
Traish, A.M., Goldstein, I., Kim, N.N. 2007. Testosterone and Erectile Function: From Basic
Reasearch to a New Clinical Paradigm for Managing Men with Androgen Insufficiency
and Erectile Dysfunction. Eur Urol. 52: 54-70.
Wink, D.A., Feelisch, M., Fukuto, J., Chistodoulou, D., Jourd'Heuil, D., Grisham, M.B.,
Vodovotz, Y., Cook, J.A., Krishna, M., DeGraff, W.G., Kim, S., Gamson, J., Mitchell,
J.B. 1998. The Cytotoxicity of Nitroxyl: Possible Implications for the
Pathophysiological Role of NO. Arch Biochem Biophys. 351: 66-74.
top related