struktur komunitas foraminifera bentik di …digilib.unila.ac.id/25198/3/skripsi tanpa bab...
Post on 15-May-2018
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STRUKTUR KOMUNITAS FORAMINIFERA BENTIKDI PASIR TIMBUL DAN GOSONG SUSUTAN, TELUK LAMPUNG
(Skripsi)
OlehAmalia Kurnia Putri
JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG2016
STRUKTUR KOMUNITAS FORAMINIFERA BENTIKDI PASIR TIMBUL DAN GOSONG SUSUTAN, TELUK LAMPUNG
Oleh
Amalia Kurnia Putri
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan pada 18 September sampai 21 Oktober 2016 diLaboratorium Petrologi dan Mineralogi Pusat Penelitian dan Pengembangan GeologiKelautan (P3GL) Bandung. Sampel yang digunakan berasal dari Pasir Timbul danGosong Susutan, Teluk Lampung. Sampel sedimen berjumlah 16 set yang diambilpada 4 titik stasiun dan 2 kali pengambilan yaitu disekitar tepian dan pada kedalaman5m. Identifikasi menggunakan buku acuan Barker (1960) dan Loebich dan Tappan(1994), ada 4 bangsa yang ditemukan, yaitu Rotaliida, Textulariida, Miliolida, danLagenida. 36 jenis berhasil diidentifikasi dengan Amphistegina lessonii yang palingmelimpah sebagai foraminifera penciri terumbu karang. Analisis data menggunakanPAST version 2.09 diketahui kisaran nilai indeks keanekaragaman 0,57-2,12, nilaiindeks keseragaman 0,24-0,65, dan nilai indeks dominansi 0,28-0,76. Strukturkomunitas terbaik berada pada stasiun B1PT. FORAM Index (FI) digunakan sebagaibioindikator kualitas perairan terhadap terumbu karang, nilai FI yang tinggimenunjukkan lokasi tersebut baik dan cocok untuk pertumbuhan terumbu karang,6,56 untuk nilai terendah dan 9,02 untuk nilai tertinggi.
Kata kunci : struktur komunitas, FORAM Index, foraminifera bentik, Teluk Lampung
STRUKTUR KOMUNITAS FORAMINIFERA BENTIK DI PASIR TIMBULDAN GOSONG SUSUTAN, TELUK LAMPUNG
Oleh
Amalia Kurnia Putri
Skripsi
Sebagai Salah Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA SAINS
Pada
Jurusan BiologiFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 01 Januari
1995. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara, puteri dari Bapak Slamet dan Ibu Sri
Hariyati.
Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh penulis
diawali dari Taman Kanak-kanak Ar-Russyidah I tahun 1999-2000, kemudian
dilanjutkan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Sukamenanti tahun 2000-2006.
Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama
Negeri (SMPN) 10 Bandar Lampung tahun 2006-2009, dan melanjutkan ke
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 7 Bandar Lampung tahun 2009-2012.
Tahun 2012 penulis mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) di Universitas Lampung kemudian terdaftar sebagai mahasiswa
Jurusan Biologi Fakultas MIPA. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam
organisasi Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) sebagai anggota Bidang
Ekspedisi (2012-2014).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2015 di Pekon
Bumi Ratu, Kecamatan Pesisir Barat. Selain itu penulis melakukan Kerja Praktik
(KP) di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) Bandung
pada tahun 2016 dengan judul “Struktur Komunitas Foraminifera Bentik dalam
Sedimen Bawah Dasar Laut Sebelah Utara Pulau Karimata, Kalimantan Barat di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL)”
Ku persembahkan skripsi ini kepada
kedua orangtuaku
dan orang-orang yang menyayangiku
MOTTO
“Allah tidak membebani seseorang itu melainkansesuai dengan kesanggupannya”
-Q.S Al-Baqarah:286)-
Man Jadda wa Jada“barang siapa yang bersungguh-sungguh maka ia
akan berhasil”
“Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yangmelewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku,
dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akanpernah melewatkanku”
-Umar bin Khattab-
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya yang selalu memberikan
kesehatan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Struktur Komunitas Foraminifera Bentik di Pasir Timbul dan
Gosong Susutan, Teluk Lampung“ ini disusun sebagai persyaratan kelulusan di
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Lampung.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan masukan dari
berbagai pihak, untuk itu penulis dalam kesempatan ini ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, kasih sayang,
kesabaran, dukungan, dan semangat tiada henti dalam melaksanakan dan
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Endang Linirin Widiastuti, Ph.D., selaku Pembimbing I yang dengan sabar
telah memberikan bimbingan dan saran selama proses pembuatan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Kresna Tri Dewi, M.Sc., selaku Pembimbing II atas izin, pengarahan,
kesabaran, saran dan bimbinganselama pelaksanaan dan penyelesaian skripsi.
4. Ibu Dra. Sri Murwani, M.Sc., selaku Pembahas atas segala masukan dan saran
dalam pembuatan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Elly L. Rustiati, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik.
6. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Lampung.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta staf karyawan FMIPA Biologi Universitas
Lampung.
8. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) yang
telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk melaksanakan penelitian ini
9. Mba Nunung, Mba Dwi, Lia, Sayu, Nisa, Marli, Kadek, Apri atas bantuan,
kebaikan, semangat, serta hiburannya selama ini.
10. Teman-teman angkatan 2012 atas kebersamaan dan keceriaannya.
11. Suci Dwining Tyas; Siti Nena Sefililaisya, STR. Keb; Shelyn Melinda, Amd.
KL; Utari Eka Putri, Amd. Keb; semoga kita bisa sama-sama terus ya!!
12. Teman-teman Klub Selam Anemon atas segala bantuannya selama ini.
13. Keluarga KKN Bumi Ratu Adel, Kak Rahma mbul, Kak Eli, Kak Tiara, Mba
Desi, Angga, dan Putra.
14. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga Allah membalas kasih sayang kepada semua pihak yang telah membantu
penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam
penyusunan tulisan ini dan jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan
semoga tulisan yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 22 Desember 2016
Penulis,
Amalia Kurnia Putri
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang .......................................................................................... 1B. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4C. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4D. Kerangka Pikir .......................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKAA. Foraminifera.............................................................................................. 6B. Morfologi .................................................................................................. 7
1. Dinding .................................................................................................. 72. Cangkang .............................................................................................. 83. Kamar .................................................................................................. 94. Septa dan Sutura ................................................................................... 105. Apertur ................................................................................................ 106. Omamentasi ......................................................................................... 11
C. Habitat ...................................................................................................... 12D. Reproduksi ................................................................................................ 13E. Kondisi Umum Lokasi .............................................................................. 13
III. METODE KERJAA. Waktu dan Tempat ................................................................................... 15B. Alat dan Bahan.......................................................................................... 16C. Metode Kerja............................................................................................. 17
1. Penetapan Stasiun Pengamatan ............................................................ 172. Pencucian Sampel................................................................................. 183. Tahap Persiapan.................................................................................... 184. Penjentikan (Picking) ........................................................................... 185. Pengumpulan Koleksi........................................................................... 19
halaman
6. Dokumentasi......................................................................................... 197. Identifikasi dan Perhitungan................................................................. 20
D. Analisis Data ............................................................................................. 211. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener(H’).................................... 212. Indeks Dominansi ................................................................................. 213. Indeks Keseragaman............................................................................. 22
E. FORAM Index........................................................................................... 23
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN1. Pembagian Foraminifera Berdasarkan Bangsa ......................................... 27
a. Bangsa Miliolida .................................................................................. 27b. Bangsa Rotaliida................................................................................... 27c. Bangsa Textulariida.............................................................................. 28d. Bangsa Lagenida................................................................................... 29
2. Pembagian Foraminifera Berdasarkan Kelompok Fungsional ................. 29a. Pembagian Foraminifera Berdasarkan Kelompok Fungsional ............. 29
1. Marga Calcarina ........................................................................... 292. Marga Amphistegina...................................................................... 313. Marga Peneroplis .......................................................................... 334. Marga Heterostegina ..................................................................... 345. Marga Amphisorus......................................................................... 35
b. Kelompok Oportunis ............................................................................ 351. Marga Elphidium ........................................................................... 352. Marga Ammonia ............................................................................ 36
c. Kelompok Heterotrofik......................................................................... 371. Marga Quinqueloculina................................................................. 372. Marga Textularia ........................................................................... 383. Marga Eponides ............................................................................. 384. Marga Spiroloculina ...................................................................... 395. Marga Sporadotrema ..................................................................... 406. Marga Hauerina ............................................................................ 407. Marga Triloculina.......................................................................... 408. Marga Planulina ............................................................................ 419. Marga Discorbis ............................................................................ 4110. Marga Astrononion ...................................................................... 4211. Marga Lenticulina ......................................................................... 42
3. Analisis Statistik PAST (PAleontological STatisctics) ............................ 43
halaman
a. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)................................... 43b. Indeks Dominansi ................................................................................. 45c. Indeks Keseragaman (E)....................................................................... 47
4. FORAM Index .......................................................................................... 48
V. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan ................................................................................................... 54B. Saran.......................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
Tabel 1. Klasifikasi Foraminifera yang ditemukan di Pasir Timbul danGosong Susutan, Teluk Lampung .......................................................... 26
Tabel 2. Jumlah individu foraminifera dari masing-masing lokasi...................... 27
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
Gambar 1. Ordo foraminifera (Loeblich dan Tappan, 1988) ............................... 6
Gambar 2. Sebagian bentuk cangkang foraminifera (Loeblich dan Tappan,1988) .................................................................................................. 9
Gambar 3. Tipe apertur pada foraminifera (Loeblich dan Tappan, 1988) ........... 10
Gambar 4. Peta Pasir Timbul dan Gosong Susutan ............................................. 16
Gambar 5. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon (H’) foraminifera diPasir Timbul dan Gosong Susutan ..................................................... 44
Gambar 6. Nilai Indeks Dominansi di Pasir Timbul dan Gosong Susutan .......... 47
Gambar 7. Nilai Indeks Keseragaman di Pasir Timbul dan GosongSusutan ............................................................................................... 48
Gambar 8. 16 set sampel penelitian ..................................................................... 68
Gambar 9. Kuas kecil dan kuas besar .................................................................. 68
Gambar 10. Wadah pengamatan mikrofosil (picking tray)................................... 68
Gambar 11. Saringan............................................................................................. 69
Gambar 12. Assemblage slide ............................................................................... 69
Gambar 13. Mikroskop binokuler ......................................................................... 69
Gambar 14. Lampu euromax fiber optic ............................................................... 70
Gambar 15. Mikroskop Nikon MSZ-1500............................................................ 70
Gambar 16. Tragacanth gum ................................................................................ 70
Gambar 17. Air...................................................................................................... 71
halaman
Gambar 18. Jenis-jenis Foraminifera yang ditemukan di Pasir Timbul danGosong Susutan, Teluk Lampung..................................................... 72
Gambar 19. Foraminifera dalam partikel sedimen................................................ 73
Gambar 20. Ostracoda dalam partikel sedimen .................................................... 74
Gambar 21. 1. Mineral, 2. gigi ikan, 3. cangkang moluska, dan 4. partikel dalam
sedimen di Pasir Timbul dan Gosong Susutan, Teluk Lampung ...... 74
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki letak strategis yang diapit oleh Benua Asia dan Australia
serta Samudera Pasifik dan Hindia tentu memiliki potensi sumber daya alam
yang tinggi. Lautan Indonesia termasuk dalam wilayah Marine Mega
Biodiversity di dunia, memiliki 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut, dan
950 spesies biota yang berasosiasi dengan ekosistim terumbu karang (Siregar,
2015). Di dunia persebaran terumbu karang 60% ditemukan di Samudera Hindia
dan Laut Merah, 25% di Samudera Pasifik, dan 15% di Karibia. Sebanyak 14%
wilayah terumbu karang yang ada di dunia atau 75.000km2 terhampar di
Indonesia, 480 jenis terumbu karang yang telah teridentifikasi dan 60% berada di
kawasan timur Indonesia (Arini, 2013).
Perairan laut Indonesia lebih luas dari daratan sebagai habitat berbagai biota laut
baik yang berukuran besar (makro) maupun kecil (mikro). Dari semua
organisme yang ada ketika mati ada yang hancur terurai dan ada pula yang
terawetkan menjadi fosil. Fosil yang berukuran mikroskopis dipelajari dalam
ilmu khusus cabang dari Paleontologi yaitu Mikropaleontologi.
Mikropaleontologi adalah ilmu yang mempelajari fosil organisme berukuran
mikro (mikrofosil) yang pengamatannya menggunakan mikroskop. Mikrofosil
2
antara lain adalah skelet radiolaria, conodonta, bryozoa, cangkang ostracoda, dan
tentu saja foraminifera di dalamnya. Foraminifera merupakan organisme bersel
satu dengan satu atau lebih kamar yang terpisah oleh sekat dan ditembus banyak
lubang halus. Dalam penelitian mikropaleontologi, foraminifera merupakan
mikrofosil yang sangat penting dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini
karena jumlahnya yang melimpah dan beranekaragam, sensitif terhadap
perubahan lingkungan, fosil terawetkan dengan baik, dan cara preparasinya yang
cukup mudah. Oleh karena itu foraminifera berperan dalam penentu umur lapisan
batuan sedimen serta sebagai penunjuk lingkungan pengendapan
(Pringgoprawiro dan Kapid, 2000). Dalam beberapa dekade terakhir,
foraminifera banyak digunakan oleh berbagai ahli terkait dengan biologi,
lingkungan, paleoklimat dan lain-lain. Mereka menggunakan cangkang
foraminifera yang terawetkan dalam sedimen laut.
Sedimen laut merupakan akumulasi proses fisika, biologi, dan kimia yang berasal
dari daratan dan lautan itu sendiri. Material sedimen selanjutnya menjadi
partikel merupakan hasil transportasi material endapan melalui proses fisika dan
pengendapan. Partikel yang berkembang menjadi padat pada lingkungan
pengandapan sebagian adalah hasil dari sekresi biologi atau presipitasi kimia.
Material hasil sekresi biologi tersusun dari kalsium karbonat dan silikat yang
sebagian berasal dari terumbu karang, foraminifera, moluska, ostracoda, dan
trilobites yang telah mati dalam bentuk cangkang. Cangkang organisme inilah
yang kemudian terakumulasi di dasar laut dan menjadi bagian dari sedimen laut
3
(Rifardi, 2012).
Cangkang foraminifera yang terdiri dari kalsium karbonat berfungsi melindungi
bagian dalam tubuh dari predasi dan perubahan lingkungan yang diakibatkan
oleh proses kimia (Irlani, 2013). Perubahan lingkungan dapat menyebabkan
cangkang foraminifera rusak yang ditandai dengan perubahan warna. Kerusakan
cangkang juga dapat disebabkan oleh aktivitas bakteri sehingga hanya bersisa
sekat atau suturanya saja (Dewi dan Darlan, 2008). Foraminifera hidup di
berbagai lingkungan perairan laut mulai dari perairan di sekitar pantai, pulau-
pulau kecil hingga laut dalam (abisal).
Gugusan pulau-pulau kecil banyak tersebar di Provinsi Lampung yang terletak di
ujung selatan Pulau Sumatera. Di antara pulau-pulau kecil terdapat dua wilayah
daratan kecil yang muncul di atas permukaan laut, yaitu Pasir Timbul dan
Gosong Susutan yang terletak di Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten
Pesawaran, Provinsi Lampung. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui struktur komunitas foraminifera bentik di lokasi ini.
4
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keanekaragaman dan struktur komunitas foraminifera di
Pasir Timbul dan Gosong Susutan.
2. Untuk mengetahui perbedaan struktur komunitas lingkungan foraminifera di
Pasir Timbul dan Gosong Susutan.
C. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi
mengenai struktur komunitas dan keragaman foraminifera serta perbedaan
lingkungan yang terjadi antara Pasir Timbul dan Gosong Susutan.
D. Kerangka Pikir
Pada studi mikropaleontologi, foraminifera menjadi salah satu objek yang dipilih
karena fase hidupnya yang singkat dengan reproduksi yang cepat, kemampuan
adaptasi yang tinggi, dan fosilnya yang terawetkan dengan baik. Fase hidup
yang singkat dan reproduksi yang cepat membuatnya melimpah di dasar perairan.
Kemampuan adaptasinya yang baik menjadikan foraminifera tersebar hampir di
seluruh bagian perairan muka bumi ini. Fosil yang terawetkan dengan baik
menjadikannya menarik untuk diamati.
Perairan Teluk Lampung di antara gugusan pulau-pulau kecilnya terdapat dua
daratan unik yang muncul di atas permukaan air laut, yaitu Pasir Timbul dan
Gosong Susutan. Pasir Timbul termasuk daerah wisata yang sudah cukup
5
banyak dikunjungi wisata dalam 5 tahun terakhir di wilayah Lampung,
sedangkan Gosong Susutan cenderung belum banyak orang yang memanfaatkan
lokasi wisata ini. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan lingkungan yang terjadi terhadap kelimpahan foraminifera yang
berada di dua tempat berbeda.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Foraminifera
Foraminifera berasal dari kata latin foramen yang berarti lubang kecil dan ferre
yang berarti mengangkut. Protista ini disebut demikian karena cangkang yang
berpori-pori (Campbell dkk., 2008). Foraminifera merupakan organisme bersel
tunggal yang hidup secara akuatik, terutama di perairan laut.
Klasifikasi foraminifera menurut Pringgoprawiro dan Kapid (2000) adalah
sebagai berikut:
Kerajaan : Protista
Filum : Protozoa
Kelas : Sarcodina
Ordo : Foraminifera
Gambar 1. Sub ordo foraminifera (Loeblich dan Tappan, 1988)
7
Foraminifera termasuk dalam organisme yang tingkat adaptasinya baik, karena
keberadaannya diketahui ada sejak zaman kambrium melalui fosil batuan laut
berumur 550 juta tahun yang lalu (Rifardi, 2008).
Berdasarkan habitatnya foraminifera terbagi menjadi foraminifera plangtonik dan
foraminifera bentik (Nurruhwati dkk., 2012). Akumulasi foraminifera plangtonik
akan semakin tinggi apabila perairan semakin dalam, sedangkan perairan dangkal
dicirikan dengan tingginya keanekaragaman foraminifera bentik. Sebaran
foraminifera bentik di perairan laut disebabkan oleh kedalaman, material
sedimen, dan musim serta kemampuan beradaptasi tinggi yang dapat bertahan
pada segala macam tipe perairan (Natsir dkk., 2011).
B. Morfologi
Secara morfologi ukuran foraminifera sangat beragam, mulai kurang dari 1 mm
hingga mencapai 19 mm (Widianingsih, 2012). Morfologi foraminifera sendiri
dapat dilihat dari bentuk dinding, cangkang, kamar, septa dan sutura, apertur, dan
ornamentasinya.
Berikut adalah uraian dari morfologi foraminifera:
1. Dinding
Dinding merupakan bagian yang melindungi foraminifera dengan zat
penyusun dan struktur yang beragam, terdapat empat macam dinding pada
foraminifera menurut Pringgoprawiro dan Kapid (2000), yaitu:
8
i. Dinding kitin atau lektin adalah dinding yang bahan utama
penyusunnya zat organik serupa zat tanduk dengan bentuk yang
fleksibel. Jarang ditemukan keberadaannya, golongan Allogromidae
yang ditemukan sebagai fosil.
ii. Dinding aglutinin atau arenaceous merupakan dinding yang tersusun
dari material asing dan merekat satu sama lain. Material asing
penyusun aglutinin terdiri dari berbagai material seperti mika, spong-
spikulae, cangkang organisme, dan lumpur. Sedangkan pada dinding
arenaceous hanya terdiri dari butiran pasir saja.
iii. Dinding silikaan terdiri dari material yang dihasilkan oleh organisme
itu sendiri. Beberapa foraminifera berdinding silikaan adalah
Ammodiscidae, Hyperramminidae, Silicimidae, dan beberapa dari
Miliolidae.
iv. Dinding gampingan merupakan dinding yang paling banyak
ditemukan, terdapat empat macam dinding gampingan yaitu dinding
porselen pada Miliolidae dan Peneroplidae, dinding hyalin antara lain
pada Nodosaridae dan Globigerinidae, dinding gampingan granular
seperti pada Spirillina, dan dinding gampingan yang kompleks pada
foraminifera besar.
2. Cangkang
Cangkang foraminifera termasuk dalam partikel biogenik yang penemuannya
terdapat diantara partikel non biogenik seperti mineral dan fragmen batuan
(Natsir dkk., 2011). Cangkang foraminifera tersusun dari kalsium karbonat
9
yang berasal dari dirinya sendiri ataupun zat-zat yang berada di sekitarnya.
Cangkang foraminifera dapat rusak, berubah warna, serta berlubang akibat
dari perubahan lingkungan biologis, kimia, maupun fisika. Cangkang yang
tersusun pada foraminifera terdiri dari satu kamar, ada pula yang terdiri dari
banyak kamar.
Gambar 2. Sebagian bentuk cangkang foraminifera (Loeblich dan Tappan,1988)
3. Kamar
Kamar adalah bagian dalam foraminifera yang merupakan tempat
protoplasma, terdapat pula protoculum sebagai kamar utama dari cangkang
foraminifera. Pada cangkang foraminifera ada yang terdiri dari satu kamar
yang disebut monotalamus, dan banyak kamar atau politalamus.
10
4. Septa dan Sutura
Septa adalah bagian dari kamar berupa sekat-sekat sebagai pemisah antar
kamar, sedangkan sutura adalah sebuah bidang berupa garis halus yang
memisahkan dua kamar yang saling berdekatan (Boltovskoy dan Right,
1976).
5. Apertur
Apertur adalah lubang utama yang biasanya ada pada kamar terakhir,
berfungsi sebagai mulut untuk memasukkan makanan dan jalan keluar
protoplasma pada foraminifera.
Gambar 3. Tipe apertur pada foraminifera (Loeblich dan Tappan, 1988)
11
6. Ornamentasi
Ornamentasi atau yang biasa disebut hiasan adalah salah satu bentuk adaptasi
foraminifera terhadap lingkungannya.
Ada 12 macam bentuk ornamentasi yang dijelaskan oleh Pringgiprawiro dan
Kapid (2000), yaitu:
i. Keel adalah bagian periferi cangkang foraminifera yang dilapisi
selaput tipis, terdapat pada Globorotalia.
ii. Costae adalah garis-garis sutura yang lebih halus menghubungkan
galengan vertical, terdapat pada Bulimina.
iii. Spines adalah kamar-kamar yang bagian pada bagian tepi terdapat
duri-duri menonjol, terdapat pada Asterorotalia.
iv. Bridged sutures adalah bagian septa yang terputus-putus yang
membentuk sutura, terdapat pada Elphidium.
v. Limbate sutures adalah kumpulan pori-pori halus yang terbentuk dari
garis-garis sutura.
vi. Umbilical plug adalah bulatan yang menonjol atau cekung ke dalam
yang ada pada bagian pusat cangkang.
vii. Umbilicus adalah kamar pertama yang terdapat pada bagian pusat
cangkang.
viii. Reticulate adalah tempelan material-material asing yang menyusun
bentuk dinding cangkang.
ix. Punctuate adalah pori-pori bulat kasar yang ada pada bagian
permukaan luar cangkang.
12
x. Cancellate adalah permukaan luar cangkang yang memiliki pori pori
kasar dengan bentuk yang tidak selalu bulat.
xi. Pustolase adalah hiasan bulatan-bulatan lonjong yang ada pada
bagian permukaan luar cangkan.
xii. Smooth adalah cangkang yang permukaannya halus tanpa hiasan.
C. Habitat
Tingkat adaptasi yang tinggi menyebabkan habitat foraminifera tersebar di
berbagai macam perairan, mulai dari perairan tawar, perairan payau hingga
perairan laut.
Habitat yang paling tinggi merupakan daerah perairan laut karena adanya
terumbu karang yang juga tersusun dari kalsium karbonat. Faktor cahaya dan
suhu hangat juga mendukung kelangsungan hidup foraminifera. Simbiosis antara
zooxanthellae dan terumbu karang menyebabkan besarnya ukuran foraminifera
yang ada di perairan laut (Irlani, 2013).
Foraminifera merupakan organisme yang hidup pada ekosistem terumbu karang,
proses kalsifikasi terumbu karang dapat meningkat 20 sampai 40 kali karena
adanya foraminifera bentik (Nybakken dan Bertness, 2006 dalam Toruan, 2013).
Lingkungan yang kurang mendukung mengakibatkan penurunan kelimpahan
terumbu karang seperti di Kepulauan Seribu sebagai dampak pencemaran dan
eksploitasi dari wilayah Jakarta dan Banten (Toruan, 2013).
13
D. Reproduksi
Reproduksi foraminifera dapat berlangsung dua cara, yaitu aseksual dan seksual.
Aseksual dimulai dengan inti protoplasma pada individu dewasa yang membelah
menjadi nuklei-nuklei lalu keluar meninggalkan cangkang membawa sebagian
protoplasma, inti-inti protolasma ini membentuk cangkang baru dengan
protoculum yang besar dan cangkang yang relatif kecil (megalosfer).
Seksual dimulai dengan megalosfer kembali membentuk inti-inti kecil (nukleoli)
yang jumlahnya semakin banyak saat dewasa yang akhirnya pecah lalu keluar
melalui apertur membawa protoplasma dan terbentuk flagel sebagai alat gerak,
inti flagel inilah yang sebagai gamet jantan dan betina, gamet secara alami
mencari pasangan lawan jenisnya untuk berkonjugasi dan membentuk individu
baru dengan protoculum kecil dan cangkang relatif besar (mikrosfer), mikrosfer
membelah kembali pada tahap aseksual dan begitu seterusnya hingga menjadi
siklus yang sama.
E. Kondisi Umum Lokasi
Provinsi Lampung memiliki 2 teluk besar, yaitu Teluk Semangka dan Teluk
Lampung. Teluk Semangka terletak di sebelah barat Provinsi Lampung dan
merupakan batas paparan benua yang ditandai garis batimetri 200m menjorok ke
laut dengan kedalaman antara 60-360m. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa
perairan Samudera Hindia mempengaruhi perairan Teluk Semangka.
Teluk Lampung merupakan daerah yang digunakan sebagai wilayah perikanan,
budidaya, pariwisata, pelayaran, pelabuhan, pemukiman, dan perdagangan.
14
Kondisi perairan di Teluk Lampung dipengaruhi oleh perairan yang ada di Selat
Sunda. Wilayah perairan Teluk Lampung cenderung stabil, kecepatan arus
dipengaruhi oleh angin yang ditentukan oleh kekuatan angin yang berhembus,
relatif tidak terlalu besar sekitar 5cm/s, tetapi pada Juni-Agustus kecepatan arus
permukaan cukup kuat antara 30-72 cm/s. Pasang surut yang terjadi di Teluk
Lampung adaleh tipe campuran dengan dominasi ganda (Pariwono, 1999).
Pasir Timbul dan Gosong susutan termasuk wilayah perairan Teluk Lampung,
yang terletak di Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran. Lokasi Pasir
Timbul letaknya cenderung berdekatan dengan Pantai Sari Ringgung yang
menjadi akses masuknya serta telah dikelola menjadi kawasan wisata, di
dekatnya pun terdapat banyak keramba jaring apung yang dijadikan sebagai
tempat budidaya beragam jenis ikan.
Gosong Susutan merupakan bagian dari Teluk Lampung yang mempunyai
keunikan tersendiri, karena daratan kecil yang timbul di atas permukaan laut ini
terdapat terumbu karang dan ikan karang pada kedalaman 20m di lokasi perairan
sekelilingnya (Rais, 2015).
15
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 18 September sampai 21 Oktober 2016.
Pengambilan sampel dilakukan pada 01 Agustus 2016 di Pasir Timbul dan
Gosong Susutan, Lampung.
Gambar 5. Peta Pasir Timbul dan Gosong Susutan
16
Pengamatan dilaksanakan di Laboratorium Mineralogi dan Mikropaleontologi,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Badan
Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementrian
Energi dan Sumber Daya Mineral yang berlokasi di Jalan Dr. Junjunan No. 236,
Bandung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah alat selam dasar dan
SCUBA untuk membantu aktivitas penelitian di bawah air, depth meter untuk
mengukur kedalaman, kamera bawah air untuk dokumentasi penelitian, kompas
untuk mengetahui arah, dan plastik sebagai tempat penyimpanan sampel sedimen
yang mengandung foraminifera.
Alat-Alat yang digunakan dalam penelitian di laboratorium adalah:
mikroskop binokuler perbesaran 50X sebagai alat bantu pengamatan
foraminifera yang dilengkapi dengan lampu euromex fiber optic sebagai
sumber cahaya dalam pengamatan,
wadah pengamatan mikrofosil (picking tray) sebagai tempat meletakkan
sebaran sampel sedimen hasil cucian,
assemblage slide sebagai tempat foraminifera hasil penjentikan, kuas kecil
berfungsi untuk menjentik spesimen foraminifera dari partikel sedimen dan
kuas besar berfungsi untuk memindahkan sampel sedimen,
17
mikroskop Nikon MSZ-1500 untuk mengambil gambar/ foto foraminifera
dengan perangkat lunak NIS element AR 2,30 yang berfungsi untuk
mendokumentasikan berbagai spesimen termasuk foraminifera bentik,
tragacanth gum (lem) yang berfungsi untuk menempelkan spesimen pada
assemblage slide,
air yang berfungsi untuk membantu proses penjentikan.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah 16 sampel sedimen dari Pasir Timbul
dan Gosong Susutan, Lampung.
C. Metode Kerja
Metode penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu pengambilan data primer
dan pengamatan laboratorium. Data primer berupa sampel sedimen yang diambil
secara langsung di lapangan (Pasir Timbul dan Gosong Susutan, Teluk
Lampung) dan melakukan penyelaman secara horizontal pada kedalaman 5m di
masing-masing lokasi
1. Penetapan Stasiun Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel 4 arah mata angin
menggunakan kompas di setiap masing-masing lokasi, yaitu Utara, Selatan,
Timur, dan Barat.
Cara Kerja
Contoh foraminifera diambil pada 2 lokasi dari 4 stasiun pada permukaan
dan kedalaman 5m dengan menggunakan plastik.
18
Masing-masing sampel diberi kertas label.
2. Pencucian Sampel
Mencuci sampel sedimen dalam ayakan berukuran 0.063 mm dengan bantuan
air mengalir dan kemudian dikeringkan dalam oven.
3. Tahap Persiapan
Menyiapkan assemblage slide yang dipoles tipis dengan lem Tragacanth gum
dan pemberian label pada assemblage slide. Pemberian label berupa nomor
sampel, tanggal, dan nama lokasi.
4. Penjentikan (Picking)
Mengambil satu persatu spesimen foraminifera dari partikel sedimen dan
material lain dan memindahkan ke assemblage slide yang telah disiapkan.
Adapun proses dari penjentikan adalah sebagai berikut:
i. Menyiapkan sampel sedimen hasil cucian.
ii. Meletakkan sampel sedimen pada wadah mikrofosil sedikit demi
sedikit.
iii. Mengamati sampel di bawah miroskop binokuler.
iv. Mengambil satu persatu spesimen foraminifera menggunakan kuas
kecil yang telah dicelupkan ke air. Pencelupan berguna sebagai alat
perekat foraminifera pada kuas.
v. Meletakkan foraminifera yang menempel pada kuas ke assemblage
slide. Semua proses dilakukan di bawah mikroskop binokuler.
vi. Memindahkan foraminifera pada assemblage slide yang dilakukan
terus menerus sebanyak 300 spesimen.
19
5. Pengumpulan Koleksi
Koleksi adalah memisahkan foraminifera hasil penjentikan ke assemblage
slide baru untuk memudahkan dalam proses determinasi.
Adapun proses dari koleksi adalah sebagai berikut:
i. Menyiapkan assemblage slide hasil penjentikan.
ii. Menyiapkan assemblage slide baru yang dioleskan dengan lem dan
diberi label koleksi serta waktu koleksi.
iii. Memilih foraminifera hasil penjentikan dan dipindahkan ke
assemblage slide baru dengan bantuan mikroskop. Spesimen yang
dipilih merupakan karakteristik dan bentuk terbaik
iv. Melakukan semua pemindahan pada setiap spesimen foraminifera
yang terbaik.
v. Mengisi petak sebanyak 3 spesimen yang sama dan terbaik yang
dilakukan berurutan.
vi. Mencatat nomor sampel pada specimen yang tertera pada assemblage
slide hasil penjentikan.
6. Dokumentasi
Dokumentasi untuk mendapatkan gambar foraminifera sebagai bukti
spesimen tertentu dari foraminifera yang digunakan untuk penelitian ini. Cara
nya dengan menyiapkan assemblage slide hasil koleksi dan diatur posisinya
untuk mempermudah pemotretan.
Adapun proses dari dokumentasi adalah sebagai berikut:
20
i. Menyiapkan mikroskop Nikon MSZ-1500 yang telah terhubung
dengan komputer dan perangkat lunak NIS element AR 2,30.
ii. Meletakkan assemblage slide hasil koleksi di bawah mikroskop.
iii. Mengatur sudut foto sesuai aperture di atas dan perbesaran gambar
serta ketajaman tampilan sehingga menghasilkan foto yang bagus.
iv. Menyimpan gambar yang tertampil pada komputer.
7. Identifikasi dan perhitungan
Identifikasi untuk mengetahui spesies hasil koleksi dengan mengamati ciri-
ciri morfologi berdasarkan bentuk struktur cangkang, bentuk dan jumlah
kamar, serta ornamen cangkang. Menggunakan buku acuan Barker (1960)
dan Loebich dan Tappan (1994).
Adapun proses dari identifikasi adalah sebagai berikut:
i. Menyiapkan assemblage slide hasil koleksi.
ii. Mengamati struktur tubuh foraminifera di bawah mikroskop
binokuler.
iii. Mengindentifikasi menggunakan buku acuan Barker (1960) dan
Loebich dan Tappan (1994).
iv. Menghitung jumlah spesies yang ditemukan dari setiap specimen
hasil penjentikan.
Cara lain dalam mengidentifikasi adalah menggunakan foto hasil
dokumentasi foraminifera untuk jenis foraminifer tertentu dengan melihat
bentuk cangkang, jumlah kamar, perputaran kamar, bentuk apertura, jenis
21
dinding cangkang, yang jumlah septa dan sutura yang sama pada bagian
ventral dan dorsal.
D. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak PAST version
2.09 dari Hammer dkk., (2011).
1. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner (H’)
Berdasarkan formulasi menurut Shannon-Wienner:
H’ = - Σ pi ln pi
pi =
Keterangan :H’ = Indeks keanekaragaman
ni = Jumlah jenis ke-iN = Jumlah total individu
H’ < 1 = Keanekaragaman rendah1 < H’ < 3 = Keanekaragaman sedangH’ > 3 = Keanekaragaman tinggi
2. Indeks Dominansi (D’)
Formulasi ini digunakan untuk mengetahui nilai dominan dari kelimpahan
pada setiap titik sampel yang digunakan.
D =( )
22
Keterangan:D = Indeks Dominansi
S = Jumlah Total Spesies
N = Jumlah Total Individu
0 <D’≤ 0,30 = Nilai Dominansi rendah
0,31 <D’≤ 0,60= Nilai Dominansi sedang
0,61<D≤ 1,0 = Nilai Dominansi Tinggi
3. Indeks Keseragaman (E’)
Digunakan untuk mengukur meratanya kelimpahan jenis dalam suatu
komunitas.
E’ =’ = ’
Keterangan:
E’ = Indeks Keseragaman
H’ = Indeks Shannon-Wienner (Indeks keanekaragaman).
H’ max = Nilai Kemungkinan Maksimum Indeks Shannon-
Wienner(logs)
S = Jumlah total jenis
E’ ≤ 0,4 = Keseragaman kecil, komunitas tertekan
0,4 <E’ ≤ 0,6 = keseragaman sedang, komunitas labil
0,6<E’≤ 1.0 = keseragaman tinggi, komunitas stabil
E. FORAM Index
23
Foraminifera in Reef Assessment an Monitoring (FORAM) Index dirancang
untuk pendugaan dasar dan pengamatan dalam jangka waktu beberapa tahun
yang berguna untuk mendeteksi perubahan lingkungan yang terjadi (Hallock,
2012).
Formulasi FORAM Indeks menurut Hallock dkk., (2003)
FI = (10xPs) + Po + (2xPh)
Keterangan:
FI = FORAM Indeks
Ps = Ns/T
Ns = Jumlah foraminifera yang bersimbiosis dengan alga dan terumbu
karang; Amphistegina, Heterostegina, Alveolinella, Borelis, Sorites,
Amphisorus, Marginophora.
Po = No/T
No = Jumlah foramifera oportunis; Ammonia, Elphidium, beberapa marga
dari Suku Trochaminidae, Lituolidae, Bolivinidae, Buliminidae.
Ph = Nh/T
Nh = Jumlah foraminifera heterotrofik; beberapa marga dari Miliolida,
Rotaliida, Textulariida dan lain-lain.
T = Total keseluruhan individu
54
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pasir Timbul dan Gosong
Susutan Teluk Lampung, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Terdapat 36 jenis foraminifera dari 21 marga yang termasuk ke dalam 17
suku dan 4 bangsa. Marga yang dominan adalah Amphistegina.
2. Keanekaragaman di Pasir Timbul berkisar antara 0,77-2,12 (rendah sampai
sedang), dominansi berkisar antara 0,28-0,70 (rendah sampai tinggi),
keseragaman berkisar antara 0,30-0,65 (rendah sampai tinggi). Sedangkan
di Gosong Susutan keanekaragaman berkisar antara 0,57-1,75 (rendah
sampai sedang), dominansi berkisar antara 0,39-0,76 (rendah sampai
tinggi), keseragaman berkisar antara 0,24-0,55 (rendah sampai sedang).
3. Perairan di Pasir Timbul dan Gosong Susutan dicirikan dengan
Amphistegina lessonii yang melimpah di semua lokasi pengambilan sampel,
menunjukkan bahwa terumbu karang pada lokasi penelitian dalam keadaan
baik.
4. Struktur komunitas terbaik berada pada lokasi bagian barat Pasir Timbul
kedalaman 5m dengan nilai keanekaragaman 2,12; dominansi 0,63; dan
keseragaman 0,63.
55
5. FORAM Index terendah berada pada lokasi utara kedalaman 5m Pasir
Timbul 6,56 dan tertinggi pada lokasi utara bagian permukaan Gosong
Susutan 9,02; menunjukkan bahwa kualitas perairan yang lebih baik berada
pada Gosong Susutan.
B. Saran
Diharapkan adanya penelitian berkelanjutan yang bekerja sama dengan Dinas
terkait agar lokasi pariwisata tetap memperhatikan kondisi lingkungan untuk
kehidupan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arini, D. I. D. 2013. Potensi Terumbu Karang Indonesia“Tantangan dan UpayaKonservasinya”. Info Bpk Manado Vol.3 No.2.
Aulia, K. N., H. Kasmara, T. S. Irawan, dan S. M. Natsir. 2012. Kondisi PerairanTerumbu Karang Dengan Foraminifera Bentik Sebagai Bioindikatorberdasarkan Foram Index Di Kepulauan Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hlm. 335-345.
Barbosa, C. F., B. P. Ferreira, J. C. S. Seoane, P. O. Silva, A. L. B. Gaspar, R. C.Cordeiro, dan A. S. Gomes. 2012. Foraminifer-Based Coral Reef HealthAssessment For Southwestern Atlantic Offshore Archipelagos, Brazil. Journalof Foraminiferal Research, v. 42, no. 2, p. 169–183.
Barker, R. W. 1960. Taxonomic Notes. Society of Economic Paleontologist andMineralogist, Oklahoma, United States of America.
Bhalla, S.N. dan P. Dev. 1989. Taxonomic Comments Ondiscorbis Lamarck 1804(Foraminiferida). Proc. Indian Natn. Sci. Acad., 55. A. No. 1:Pp. 116-119.
Boltovskoy, E. dan R. Wright. 1976. Recent Foraminifera. W. Junk b.v. Publishers-The Hague. Buenos Aires.
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. A. Urry, M. L. Cain, S. A. Wasserman, P. V.Minorsky, dan R. B. Jackson. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Erlangga.Jakarta.
Dewi, K. T. dan Y. Darlan. 2008. Partikel Mikroskopis Dasar Laut Nusantara. PusatPenelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL). Bandung.
Dewi, K. T., L. Arifin, A. Yuningsih, dan Y. Permanawati. 2012. Meiofauna(Foraminifera) dalam Sedimen dan Keterkaitannya dengan Pantai Pasir PutihSenggigi serta Kondisi Perairan Lombok Barat. Jurnal Ilmu dan TeknologiKelautan Tropis, Vol. 4, No. 1, Hlm. 47-54.
Eder, W., A. Briguglio, J. Hohenegger. 2014. Growth of Heterostegina depressaunder Natural and Laboratory Conditions. University of Vienna, Austria.
Fajemila, O. T., M. R. Langer, dan J. H. Lipps. 2015. Spatial Patterns in theDistribution, Diversity and Abundance of Benthic Foraminifera around Moorea(Society Archipelago, French Polynesia). PLOS ONE | DOI:10.1371.
Gitaputri, K., H. Kasmara, T. S. Irawan, dan S. M. Natsir. 2013. ForaminiferaBentonik sebagai Bioindikator Kondisi Perairan Terumbu Karang BerdasarkanForam Index di Gugusan Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. JurnalIlmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 5, No. 1, Hlm. 26-35.
Gustiantini. L., K. T. Dewi, dan E. Usman. 2005. Foraminifera di Perairan SekitarBakauheni, Lampung (Selat Sunda Bagian Utara). Jurnal Geologi Kelautan,vol. 3, no. 1: 10 – 18.
Hallock, P., B. H. Lidz, E. M. Cockey-Burkhard, dan K. B. Donnelly. 2003.Foraminifera As Bioindicators In Coral Reef Assessment And Monitoring: TheForam Index. Environmental Monitoring and Assessment 81: 221–238.
Hallock, P. 2012. The FoRAM Index revisited: uses, challenges, and limitations.Proceedings of the 12th International Coral Reef Symposium, Cairns, Australia.
Hammer. Ɵ., D.A.T Harper, dan P.D Ryan. 2011. PAST: Paleontological Statisticssoftware for education and data analysis. Paleontologia Electronica 4(1) : 9 pp.
Insafitri. 2010. Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Bivalvia di AreaBuangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. Jurnal Kelautan, Volume 3.
Irlani, M. 2013. StrukturKomunitas Foraminifera Bentik di SelatKarimata,LembarPeta 1314. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Irlani, M., E. L. Widastuti, K. T. Dewi, dan G. N. Susanto. 2013. Struktur KomunitasForaminifera Bentik di Selat Karimata (Lembar Peta 1314). Prosiding SemirataFMIPA Universitas Lampung.
Loebich, A. R. dan H. Tappan. 1994. Foraminifera Of The Sahul Shelf and TimorSea. Department Of Earth and Space Sciences.University of California. LosAngeles.
Natsir, S. M., dan M. Subkhan. 2011. The Distribution Of Benthic Foraminifera InCoral Reefs Community And Seagrass Bad Of Belitung Islands Based OnForam Index. Journal of Coastal Development . Volume 15, Number 1.
Natsir, S. M., A. Firman, I. Riyantini, dan I. Nurruhwati. 2015. Struktur KomunitasForaminifera pada Sedimen Permukaan dan Korelasinya Terhadap Kondisi
Lingkungan Perairan Lepas Pantai Balikpapan, Selat Makassar. Jurnal Ilmudan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Hlm. 671-680.
Nurdin, J. dan Afrizal. 2013. Kepadatan Dan Keanekaragaman Foraminifera diPerairan Laut Teluk Bayur Padang Sumatera Barat. Prosiding Semirata FMIPAUniversitas Lampung.
Nurruhwati, I., R. Kaswadji, D.G. Bengen, dan V. Isnaniawardhani. 2012.Kelimpahan Foraminifera Bentik Resen Pada Sedimen Permukaan Di PerairanTeluk Jakarta. Jurnal Akuatika (3): 11-18. Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan, Universitas Padjadjaran. Bandung.
Pariwono, J. I. 1999. Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung. BAPPENAS.Jakarta.
Pringgoprawiro, H. dan R. Kapid. 2000. Foraminifera: Pengenalan Mikrofosil danAplikasi Biostratigrafi. ITB. Bandung.
Rahadian, A. P. 2012. Struktur Komunitas Foraminifera Di Sekitar Perairan PulauKelapa dan Pulau Harapan Kepulauan Seribu. Institut Pertanian Bogor. JawaBarat.
Rais, F. 2015. Kemelimpahan Jenis Plankton Dan Keanekaragaman TerumbuKarang Di Gosong Susutan Teluk Lampung.Universitas Lampung. BandarLampung.
Renema, W. dan S. R. Troelstra. 2001. Larger foraminifera distribution on amesotrophic carbonate shelf in SW Sulawesi (Indonesia). Palaeogeography,Palaeoclimatology, Palaeoecology 175 (2001) 125-146.
Rifardi. 2012. Ekologi Sedimen Laut Modern. Unri Press. Pekanbaru.
Siregar, Y. I. 2015. Menggali Potensi Sumberdaya Laut Indonesia. Universitas Riau.
Sejrup, H. P., J. Nagy, dan J. Brigham-Grette. 1989. Foraminiferal stratigraphy andamino acid geochronology of Quatemary sediments in the Norwegian Channel,northern North Sea. Norsk Geologisk Tidsskrift, Vol. 69, pp. 111-124.
Supriadi, A. Romadhon, dan A. Farid. 2015. Struktur Komunitas Mangrove di DesaMartajasah Kabupaten Bangkalan. Jurnal Kelautan. Volume 8, No. 1.
Toruan, L. N. L. 2011. Pendugaan Kualitas Ekosistem Terumbu Karang diKepulauan Seribu dengan Menggunakan Proporsi Foraminifera BentikSebagai Bioindikator. Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat.
Toruan, L. N. L., D. Soedharma, dan K. T. Dewi. 2013. Komposisi Dan DistribusiForaminifera Bentik Di Ekosistem Terumbu Karang Pada Kepulauan Seribu.Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 5, No. 1, Hlm. 1-16.
Uthickea, S. dan C. Altenrathb. 2010. Water column nutrients control growth and C :N ratios of symbiont-bearing benthic foraminifera on the Great Barrier Reef,Australia. Limnol. Oceanogr., 55(4).
Widianingsih, M. 2012. Keanekaragaman Foraminifera Bentik dalam SedimenDasar Perairan pada Kedalaman yang Berbeda di Teluk Balikpapan, PropinsiKalimantan Timur. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Zohary, T., Z. Reiss, dan L. Hottinger. 1980. Population dynamics ofAmphisorushemprichii (Foraminifera) in the Gulf of Elat (Aqaba), Red Sea. Eclogae geol.Helv. I Vol. 73/3 Pages 1071-1094.
top related