struktur permodalan koperasi syariah: analisis …
Post on 17-Oct-2021
20 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STRUKTUR PERMODALAN KOPERASI SYARIAH: ANALISISPENGGUNAAN ZAKAT, INFAK, SEDEKAH SEBAGAI MODAL
KOPERASI SYARIAH
Azis Miftach Qomarudin dan Yeni Salma Barlinti
Program Sarjana Ilmu Hukum, Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
Abstrak
Modal koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi. Selain modaltersebut, modal koperasi syariah juga dapat berasal dari hibah, modal penyertaan, sumber lainyang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturanperundang-undangan, serta modal pinjaman yang berasal dari Anggota; Koperasi lainnyadan/atau Anggotanya; Bank dan lembaga keuangan lainnya; Penerbitan obligasi dan surathutang lainnya; dan/atau Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Diadakan pula analisismengenai kemungkinan penggunaan zakat, infak, dan sedekah sebagai modal koperasisyariah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang bertumpupada data sekunder. Untuk melengkapi dan menunjang data sekunder tersebut, penulis jugamenambahkan serangkaian wawancara dengan narasumber yang berkaitan denganpermasalahan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwatidak ada perbedaan mendasar antara struktur dan komposisi permodalan koperasikonvensional dan koperasi syariah. Terkait dengan penggunaan zakat, infak, dan sedekahsebagai modal koperasi syariah, hal itu dapat dilakukan. UU Pengelolaan Zakat mengaturbahwa zakat didistribusikan dengan syariat Islam. Menurut ajaran Islam, zakat dapatdidayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatankualitas umat. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan apabila kebutuhan dasarmustahik telah terpenuhi. Apabila dana zakat, infak, dan sedekah digunakan sebagai modalkoperasi syariah, maka dana tersebut masuk dalam modal koperasi syariah sebagai komponen“sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuanperaturan perundang-undangan”. Infak dan sedekah juga dapat dimasukkan sebagaikomponen “hibah” dalam struktur permodalan koperasi syariah.
Kata Kunci : Infak; Koperasi Syariah; Modal; Sedekah; Zakat
Abstract
Sharia cooperation capital consists of Primary Deposit and Cooperation Capital Certificate.Sharia cooperation capital also from grant, participation capital, other legitimate sources thatdo not conflict with Basic Budget and/or legislation provision, and loans capital get frommembers; other cooperation and/or other members; banks and other financial institutions;issuance of bonds and other debt securities; and/or Government and Local Government. Therewas also an analysis of the possibilities use of zakat, infaq, and charity as the capital of sharia
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
2
cooperation. The method used in this research is juridical normative, which is based onsecondary data. To support and complement the secondary data, the Author also added aseries of interviews with relating sources to the issues in this research. Based on these results,it is concluded that there is no fundamental differences between the structure of capital forconventional cooperation and sharia cooperation. Associated with the use of zakat, infaq, andcharity as sharia cooperation capital, it can be done. Zakat Management Act set that zakatmust be distributed based on Islamic Law. According to Islamic Doctrine, zakat can beutilized for productive activities in order to poor handling and improving the quality ofpeople. Zakat utilization for productive activities can be done if mustahik basic needs arefulfilled. If zakat, infaq, and charity are used as capital of sharia cooperation, the funds get inthe capital of sharia cooperation as a component of “other legitimate sources that do notconflict with Basic Budget and/or legislation provision”. Infaq and charity may also includeas “grant” within the structure of sharia cooperation.
Key Word : Capital; Charity; Infaq; Sharia Cooperation; Zakat.
1. Pendahuluan
Koperasi lahir dalam era kejayaan kapitalisme. Jika kapitalisme berpijak pada paham
tentang pentingnya peranan modal dalam kegiatan ekonomi, maka koperasi lebih
mengutamakan peranan manusia dalam memupuk modal. Dengan demikian, perbedaannya
terletak pada penekanan faktor-faktor produksi dalam kegiatan ekonomi; koperasi pada
manusianya sedangkan kapitalisme pada kekuatan modal. Dalam hal ini bukanlah berarti
bahwa yang satu tidak memerlukan faktor produksi seperti yang ditekankan oleh yang
lainnya; di dalam kapitalisme, manusia perannya diperlukan sebagai salah satu faktor
produksi sedang di dalam koperasi modal diperlukan untuk menjalankan usahanya
dikumpulkan oleh manusia-manusia yang menjadi anggotanya.
Koperasi-koperasi yang didirikan di dalam negara-negara yang menganut paham
kapitalis justru memperoleh dan menemukan fungsinya sebagai suatu badan usaha yang
melakukan usaha perbaikan tingkat kehidupan ekonomi dari orang-orang yang berasal dari
kelompok pekerja atau orang-orang yang jatuh miskin akibat dari pelaksanaan sistem
kapitalisme. Mereka akhirnya menyadari bahwa untuk dapat menaikkan tingkat hidupnya
haruslah bekerjasama satu dengan yang lain dalam suatu wadah yang diorganisir dan
mempunyai program yang teratur dan dikelola bersama-sama secara demokratis. Dengan
demikian, dalam berkoperasi, ada unsur-unsur yang dapat dipenuhi secara bersama-sama,
yaitu kebersamaan dalam menjalankan usaha dalam rangka meningkatkan kemampuan
ekonomi para anggotanya.1
1Andjar Pachta W., Myra Rosana Bachtiar, dan Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia,(Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 14.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
3
Tujuan usaha koperasi adalah untuk memenuhi kebutuhan anggotanya atau bermotif
pelayanan kepada para anggotanya. Koperasi mewujudkan demokrasi ekonomi melalui
kebersamaan, kekeluargaan, keterbukaan, kebertanggung-jawaban, dan demokrasi. Koperasi
memiliki kedudukan yang strategis, yaitu :
a. Koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat.
b. Koperasi sebagai lembaga ekonomi yang berwatak sosial
c. Koperasi sebagai salah satu soko guru perekonomian nasional, memajukan kesejahteran
anggota pada khusunya, dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan
makmur.
Anggota koperasi memiliki peran yang menentukan dalam proses manajemen dan
pengambilan keputusan organisasi maupun jalannya usaha koperasi. Anggota berkedudukan
sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pengguna jasa dari perusahaan koperasi. Anggota
berpartisipasi aktif dalam memupuk modal, pemanfaatan pelayanan, menanggung resiko, dan
terlibat aktif dalam pengambilan keputusan. Partisipasi anggota dan manajemen koperasi
menjadi pilar keberhasilan koperasi. Setiap anggota koperasi memiliki hak suara yang sama,
satu anggota satu suara.
Nilai-nilai koperasi dapat dibedakan antara nilai-nilai etis dengan nilai-nilai
fundamental. Nilai etis koperasi bertitik-tolak pada nilai-nilai yang diperkenalkan oleh para
perintis koperasi, yaitu kejujuran dan keterbukaan. Sedangkan nilai-nilai fundamental
koperasi lebih bersifat universal, artinya berawal dari semangat untuk memperbaiki nasib
penghidupan sendiri berdasarkan prinsip tolong-menolong. Nilai-nilai fundamental ini antara
lain menolong diri sendiri (self help), tanggung jawab sendiri (self-responsibility), demokrasi
(democracy), persamaan (equality), keadilan (equity), dan solidaritas (solidarity).
Menurut Mohammad Hatta, koperasi membawa semangat baru, yaitu menolong diri
sendiri (self-help). Dalam koperasi, setiap individu dapat mengoptimalkan kemampuan
pribadi yang diintegerasikan dalam konteks kebersamaan (individualitas dalam kolektivitas).
Rasa percaya diri yang tumbuh karena adanya kebersamaan akan menyadarkan setiap
individu bahwa mereka akan menghadapi berbagai kesulitan ekonomi yang relatif sama.
Mereka akhirnya yakin bahwa semua kesulitan ekonomi akan dapat diatasi dengan usaha
bersama. Usaha bersama ini tentu akan terus berjalan secara harmonis jika setiap individu
mampu memelihara kejujuran dan keterbukaan.2
2Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil DanMenengah Republik Indonesia, Buku Saku Koperasi: Apa Itu Koperasi, (Jakarta: Deputi Bidang Pengembangan
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
4
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian memberikan definisi
mengenai koperasi dalam Pasal 1, yaitu koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan. Secara garis besar, undang-undang ini menegaskan bahwa pemberian status
badan hukum koperasi, pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan pembinaan koperasi
merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah. Namun demikian, dinyatakan (dalam
penjelasan umum undang-undang ini), bahwa hal itu tidak berarti pemerintah mencampuri
urusan internal dari organisasi koperasi dan tetap memperhatikan prinsip kemandirian
koperasi.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian juga memberikan
kesempatan bagi koperasi untuk memperkuat permodalan melalui pengerahan modal
penyertaan baik dari anggota, maupun dari bukan anggota. Dengan kemungkinan ini, koperasi
dapat menghimpun dana untuk pengembangan usahanya. Sejalan dengan itu, dalam undang-
undang ini ditanamkan pemikiran ke arah pengembangan pengelolaan koperasi secara
profesional.3
Dalam perkembangan koperasi selanjutnya, timbulah pemikiran-pemikiran yang
memunculkan ide untuk dapat membentuk koperasi dengan pengelolaan secara islami dan
sesuai dengan syariah. Secara teologis, keberadaan koperasi yang berasaskan islami dan
sesuai syariah (koperasi syariah) didasarkan pada Al-Qur’an surah Al-Maidah Ayat 2, yang
menganjurkan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan dan melarang sebaliknya.
Koperasi syariah mengandung dua unsur di dalamnya, yakni ta’aurun (tolong-menolong) dan
syirkah (kerja sama). Dengan demikian, koperasi syariah biasa disebut syirkatu at-tauniyyah,
yaitu suatu bentuk kerja sama tolong-menolong antar sesama anggota untuk meningkatkan
kesejahteraan bersama.
Dari segi legalitas, koperasi syariah belum tercantum dalam UU No 25/1992 tentang
Perkoperasian. Untuk sementara, keberadaan koperasi syariah saat ini didasarkan pada
Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia No.
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Kemudian, selanjutnya diterbitkan
instrumen pedoman standar operasional manajemen KJKS/UJKS Koperasi, pedoman
Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia, 2010), hal.4-5.
3Andjar Pachta W., Myra Rosana Bachtiar, dan Nadia Maulisa Benemay, op.cit., hal. 72-73.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
5
penilaian kesehatan KJKS/UJKS koperasi, dan pedoman pengawasan KJKS/ UJKS koperasi.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau biasa disebut KJKS adalah koperasi yang bergerak
dibidang pembiayaan, investasi, dan simpanan dengan pola syariah. Sementara, Unit Jasa
Keuangan Syariah (UJKS) Koperasi adalah unit usaha dalam koperasi (konvensional) yang
kegiatannya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan dengan pola syariah.
UJKS koperasi biasa juga dianggap sebagai koperasi konvensional yang menawarkan produk
dan layanan dengan pola syariah.4
Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, maka Indonesia
memiliki potensi zakat, infak, dan sedekah yang besar. Menurut Ketua Umum Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) Prof. Dr.KH.Didin Hafidhuddin, M.Sc., berdasarkan riset Baznas
dan Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM) IPB tahun 2011 menunjukkan bahwa potensi zakat
nasional mencapai angka 3,4 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan
persentase ini, maka potensi zakat di Indonesia setiap tahunnya tidak kurang dari Rp 217
triliun.5 Potensi tersebut dapat dikembangkan di bidang perekonomian untuk keperluan
kesejahteraan dan pengembangan ekonomi ummat. Selama ini, zakat, infak, dan sedekah yang
besar tersebut hanya disalurkan kepada golongan-golongan tertentu dan cenderung tidak
merata. Terutama, pemberian zakat, infak, dan sedekah tersebut bersifat pasif dan tidak
memiliki kesinambungan penghasilan bagi penerima zakat, infak, dan sedekah sehingga
pemberiannya yang bersifat konsumtif dan cenderung tidak bertahan lama. Berangkat dari
pemikiran tersebut, maka Penulis berusaha mengangkat tema mengenai koperasi syariah,
dimana koperasi yang pada dasarnya adalah badan usaha yang merupakan gerakan rakyat dan
berdasarkan asas kekeluargaan dapat secara nyata memberikan keutungan yang lebih merata
dan berkesinambungan kepada para anggotanya. Disamping itu, koperasi syariah dapat
berfungsi untuk kegiatan sektor ril atau serba usaha membantu kebutuhan sehari-hari
anggotanya.6 Koperasi syariah merupakan koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di
bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola dan nilai-nilai syariah. Oleh karena
melihat potensi pengembangan koperasi syariah melalui zakat, infak, dan sedekah yang sangat
4AM Rama (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengurus PusatIkatan Ahli Ekonomi Islam). Denyut Koperasi Syariah. Berita media pada website resmi Kementerian Koperasidan Usaha Mikro Kecil dan Menengah.http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=948:denyut-koperasi-syariah&catid=54:bind-berita-kementerian&Itemid=98. Diakses pada 25 Agustus 2012.
5Badan Amil Zakat Nasional, Program Perbankan Syariah Peduli (iB Peduli),http://www.baznas.or.id/ib-peduli/, Diakses pada 16 September 2012.
6BMT Berbadan Hukum Koperasi Jasa Keuangan Syariah, www.koperasisyariah.com. Diakses pada 14September 2012.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
6
besar tersebut, maka Penulis dalam karya tulis ini mengajukan penelitian tentang
“STRUKTUR PERMODALAN KOPERASI SYARIAH: ANALISIS PENGGUNAAN
ZAKAT, INFAK, DAN SEDEKAH SEBAGAI MODAL KOPERASI SYARIAH”.
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai struktur
permodalan koperasi syariah dan kemungkinan penerapan penggunaan zakat, infak, dan
sedekah sebagai modal koperasi syariah ditinjau dari peraturan perundang-undangan. Tujuan
penelitian ini yaitu koperasi sebagai gerakan ekonomi kerakyatan merupakan organisasi
ekonomi rakyat yang berwatak sosial, dimana dalam mencapai tujuannya tersebut senantiasa
memperhatikan kondisi masyarakat di sekitarnya. Koperasi Indonesia merupakan
perkumpulan orang-orang dan bukan perkumpulan modal. Orang-orang itu secara bersama-
sama melakukan gotong-royong berdasarkan prinsip persamaan, bekerja untuk memajukan
kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat.7 Konsep dan tujuan
koperasi tersebut memiliki kemiripan dengan yang dianut oleh Islam melalui pengumpulan,
penyaluran, serta pendayagunaan zakat, infak, dan sedekah. Zakat, infak, dan sedekah
merupakan salah satu instrumen untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat dalam
pandangan ekonomi Islam. Zakat, infak, dan sedekah mampu menjembatani kesenjangan
ekonomi antara si kaya dan si miskin sehingga akan mampu mewujudkan keadilan sosial
yang pada gilirannya kondusif bagi perkembangan iklim usaha.8 Penggunaan dana zakat,
infak, dan sedekah secara profesional akan memungkinkan si miskin mampu mandiri dalam
sebuah lingkungan sosio-ekonomi yang menggalakkan industri kecil-mikro dan kemudian
akan berdampak mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan sosial-ekonomi.9
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan apabila kemiripan antara konsep
serta tujuan koperasi dan konsep serta tujuan zakat, infak, dan sedekah tersebut disatukan
demi tujuan yang sama yaitu kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
2. Metode Penelitian
7G. Kartasapoetra, et.al., Koperasi Indonesia: Yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, (Jakarta:Rineka Cipta, 1991), hal. 3.
8Aries Musnandar (dosen luar biasa FEB Universitas Brawijaya, Mhs MPI PPs UIN Maliki Malang),Potensi Zakat untuk Kesejahteraan Rakyat di Indonesia, http://www.zisindosat.com/potensi-zakat-untuk-kesejahteraan-rakyat-di-indonesia/, diakses pada 4 Oktober 2012.
9Jaringan Muzaki Indonesia, Zakat Sarana Kesejahteraan Umat,http://muzzakinetwork.wordpress.com/2012/01/19/zakat-sarana-kesejahteraan-umat/, diakses pada 4 Oktober2012.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
7
Penelitian ini merupakan penelitian hukum, karena membahas mengenai tinjauan
hukum dalam permodalan koperasi syariah khususnya terkait kemungkinan penggunaan
zakat, infak, dan sedekah sebagai modal koperasi syariah.10 Penelitian ini berbentuk yuridis
normatif, yaitu penelitian atas hukum yang dikonsepsikan dan dikembangkan dalam kajian-
kajian hukum. Dari sudut sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian eksploratoris11, karena
penelitian ini dilakukan untuk memperoleh keterangan, penjelasan, dan data mengenai
kemungkinan penggunaan zakat, infak, dan sedekah sebagai modal koperasi syariah.
Pengetahuan tentang struktur permodalan koperasi syariah masih minim, terlebih bila
dikaitkan dengan kemungkinan penggunaan zakat, infak, dan sedekah sebagai modal koperasi
syariah. Penulis berusaha untuk menggali lebih dalam mengenai struktur permodalan koperasi
syariah, termasuk analisis di dalamnya yaitu mengenai kemungkinan zakat, infak, dan
sedekah menjadi bagian dari struktur permodalan koperasi syariah sehingga penelitian ini
diharapkan mampu menjelaskan mengenai struktur permodalan koperasi syariah sekaligus
menjabarkan penerapan zakat, infak, dan sedekah bila dipergunakan dalam struktur
permodalan koperasi syariah. Fokus utama penelitian ini adalah mengenai kemungkinan
penggunaan zakat, infak, dan sedekah sebagai modal koperasi syariah. Sebagai penelitian
hukum normatif, penelitian ini merujuk pada data sekunder, yang meliputi:
a. Bahan hukum primer, meliputi Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat,
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 Tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi,
Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah, Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 581 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
10Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, danpemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu denganmenganalisanya. Selain itu, diadakan pula pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum untuk kemudianmengusahakan pemecahan atas permasalahan tersebut. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1982), hal. 43.
11Penelitian eksploratoris adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh keterangan,penjelasan, dan data mengenai hal-hal yang belum diketahui, sehingga penelitian ini dapat disebut juga sebagaipenelitian penjelajahan yang bersifat dasar. Penelitian tersebut dilakukan bila seorang peneliti tidak atau belummempunyai gambaran sama sekali tentang hal-hal yang akan diteliti. Jikalau ada sedikit gambaran, makagambaran tersebutlah yang kemudian akan diteliti. Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek,(Jakarta: Sinar Grafika, 2002), Hal. 8.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
8
Tentang Pengelolaan Zakat, dan juga peraturan-peraturan lain yang merupakan hukum
positif atau hukum yang berlaku dalam lingkup hukum koperasi syariah.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang berasal dari buku-buku, jurnal, makalah, skripsi, tesis,
dan artikel yang berhubungan dengan hukum koperasi dan hukum Islam terkait zakat,
infak, dan sedekah.12
c. Bahan hukum tersier, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Untuk melengkapi dan menunjang data sekunder tersebut, Penulis juga menambahkan
serangkaian wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan permasalahan dalam
penelitian ini. Wawancara yang mendalam dilakukan dengan pihak yang mengerti
permasalahan yang dibahas dalam penelitian, terutama prakteknya di lapangan, yaitu Bapak
Sinardi selaku Ketua Koperasi syariah Ar-Risalah.
3. Pembahasan
Struktur Permodalan Koperasi Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012
Tentang Perkoperasian. Pada 29 Oktober 2012, Dewan Perwakilan Rakyat bersama
Presiden Republik Indonesia mensahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355), yang mencabut Undang-Undang
Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992. Dalam undang-undang tersebut, terdapat beberapa
perubahan mendasar terkait struktur permodalan dalam koperasi, termasuk koperasi syariah.
Dalam Bab VII Pasal 66, diatur bahwa modal koperasi terdiri dari Setoran Pokok13 dan
Sertifikat Modal Koperasi14 sebagai modal awal. Setoran Pokok dan dan Sertifikat Modal
Koperasi sebagai modal awal koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya. Selain modal
tersebut, modal koperasi juga dapat berasal dari hibah, modal penyertaan, sumber lain yang
sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-
undangan, dan modal pinjaman yang berasal dari:
a. Anggota;
b. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya;
12Sri Mamudji, et.al., op.cit., hal. 31.
13Setoran Pokok adalah sejumlah uang, yang wajib dibayar oleh seseorang atau badan hukum Koperasipada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan keanggotaan pada suatu Koperasi. Undang-UndangPerkoperasian, Nomor 17 Tahun 2012, LN No. 212 Tahun 2012, TLN No. 5355, Pasal 1 butir 8.
14Sertifikat Modal Koperasi adalah bukti penyertaan Anggota Koperasi dalam modal Koperasi.Undang-Undang Perkoperasian, Nomor 17 Tahun 2012, LN No. 212 Tahun 2012, TLN No. 5355, Pasal 1 butir9.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
9
c. Bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau
e. Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pengertian hibah menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian adalah pemberian uang dan/atau barang kepada Koperasi dengan sukarela
tanpa imbalan jasa, sebagai modal usaha. Modal penyertaan menurut undang-undang tersebut
adalah penyetoran modal pada Koperasi berupa uang dan/atau barang yang dapat dinilai
dengan uang yang disetorkan oleh perorangan dan/atau badan hukum untuk menambah dan
memperkuat permodalan Koperasi guna meningkatkan kegiatan usahanya. Modal penyertaan
dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan usaha Koperasi yang produktif dan prospektif, baik
usaha yang diselenggarakan sendiri oleh Koperasi maupun dengan cara kerjasama usaha
secara kemitraan dengan pihak lain.
Kemungkinan Penerapan Penggunaan Zakat, Infak, Dan Sedekah Sebagai Modal
Koperasi Syariah Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan. Zakat dapat disalurkan
dengan bersifat konsumtif, yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi penerima zakat,
dan dapat pula bersifat produktif, yaitu untuk menambah modal usaha bagi penerima zakat.
Adapun penyaluran zakat secara produktif sebagaimana pernah terjadi di masa Rasulullah
SAW, bahwa Rasulullah SAW telah memberikan zakatnya kepada mustahik, lalu
menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi. Dalam kaitannya dengan
pemberian zakat yang bersifat produktif, terdapat pendapat yang dikemukakan oleh Yusuf al-
Qardhawi dalam buku Fiqh Zakat, bahwa pemerintah Islam diperbolehkan membangun
pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat, untuk kemudian kepemilikan dan
keuntungannya diberikan bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan
hidup mereka sepanjang masa.15 Apabila zakat diberikan kepada perusahaan yang dikelola
secara kolektif, maka fakir miskin yang mampu bekerja menurut keahlian (keterampilan)
masing-masing, harus diikutsertakan. Dengan demikian, jaminan (biaya) kebutuhan hidupnya
sehari-hari dapat diambil dari usaha bersama itu. Apabila usaha bersama itu berhasil
(mendapatkan laba), maka mereka pula yang akan menikmati bersama hasilnya itu.16
Di Indonesia, seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa payung hukum bagi
keberadaan koperasi syariah adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian. Dimana peraturan yang lebih spesifik mengatur hal tersebut adalah Keputusan
15Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hal. 133-134.16M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2003, hal. 42.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
10
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor:
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa
Keuangan Syariah. Kemudian peraturan yang mengatur mengenai pengumpulan dan
penyaluran zakat adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Berdasarkan UU tersebut, lembaga yang diamanatkan oleh negara untuk melakukan
pengelolaan zakat secara nasional adalah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Unit
Pengumpul Zakat (UPZ) adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk
membantu pengumpulan zakat. Kemudian ada pula lembaga yang dibentuk masyarakat yang
memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang
disebut Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Pasal 25 UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mengatur bahwa zakat
wajib didistribusikan dengan syariat Islam. Tidak ada pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini
(sepenuhnya diserahkan kepada aturan ajaran agama Islam). Pendistribusian zakat tersebut
dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan,
dan kewilayahan.17 Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka
penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Pendayagunaan zakat untuk usaha
produktif dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.18 Hal ini berarti
bahwa, Pemerintah memperbolehkan dana zakat dipergunakan untuk usaha produktif, dengan
mendahulukan kebutuhan dasar bagi mustahik (terpenuhi).
Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga diberikan tugas dan wewenang oleh
Pemerintah untuk menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya
dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang
diikrarkan oleh pemberi.19 Sama seperti zakat, pendistribusian dan pendayagunaan dana infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya diserahkan sepenuhnya sesuai ajaran agama
Islam.
Menurut cendekiawan muslim Adiwarman Azwar Karim, untuk menjawab boleh
tidaknya penggunaan dana zakat untuk pemanfaatan/pendayagunaan secara produktif, seperti
pembangunan berbagai fasilitas, pemberian modal, dan mengembangkan layanan, lembaga
amil perlu kembali kepada Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60. Dalam ayat itu, delapan
17Undang-Undang Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011, op.cit., Pasal 26.
18Ibid., Pasal 27.
19Ibid., Pasal 28.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
11
golongan penerima zakat terbagi dalam dua golongan besar. Pertama, empat penerima zakat
yang harus menerima dana zakat langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Diantara mereka adalah fakir dan miskin. Kedua, empat penerima zakat yang alokasi dana
zakatnya, dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan fasilitas. Adiwarman
menyebutkan bahwa pembagian dua golongan besar itu dijelaskan dalam berbagai kitab tafsir
Al-Qur’an. Diantaranya adalah tafsir Jalalain, Qurtubi, dan Ibnu Katsir. Berbagai kitab itu
menjelaskan pendapat berbagai ulama besar terkait penggunaan dana zakat. Mereka
berpendapat, empat penerima zakat pertama harus mendapatkan dana zakat langsung.
Sedangkan, empat penerima lainnya bisa mendapat dana zakat secara tidak langsung.20
Berdasarkan pendapat ulama itu, maka penyaluran zakat bagi empat golongan pertama
harus dilakukan secara langsung21. Tidak boleh zakat yang disalurkan kepada mereka
berbentuk pinjaman bergulir, gedung, atau berbagai fasilitas lainnya. Meski demikian,
pengelola zakat tetap bisa menggunakan dana zakat untuk membangun atau mengembangkan
berbagai fasilitas layanan bagi mustahik. Namun, sumber dana untuk membiayai berbagai
fasilitas tersebut tidak bisa diambil dari empat golongan pertama. Sumber dana harus diambil
dari jatah amil. Sebab, amil punya bagian (jatah) untuk kegiatan operasionalnya.22
Sedangkan menurut Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, M.Sc., lembaga zakat perlu
memikirkan agar mustahik tidak menerima dana zakat putus dan berhenti sampai disitu saja,
tetapi dipikirkan bagaimana jika fakir miskin sakit, bagaimana nasib fakir miskin yang tidak
bisa sekolah, bagaimana fakir miskin yang memiliki kemampuan, keterampilan, dan kemauan
tetapi tidak punya modal?. Semua harus dipikirkan. Oleh karena itu, menurut beliau, selama
tujuannya untuk kepentingan fakir miskin, misalnya untuk penyediaan fasilitas pengobatan,
pendidikan, modal usaha, dan pembelian aset tanah itu hukumnya boleh.23
Terkait dengan kemungkinan penggunaan dana zakat, infak, dan sedekah sebagai
modal koperasi syariah, seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa pengaturan
mengenai aspek permodalan koperasi syariah memiliki kesamaan dengan koperasi
konvensional. Sehingga, ketentuannya mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 25
20Noor Aflah, Arsitektur Zakat Indonesia, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2009), hal. 132-133.
21Bentuk langsungnya dapat berupa makanan kebutuhan pokok, seperti saat pemberian zakat fitrah, atauuang yang diberikan sebagai zakat bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup.
22Noor Aflah, op.cit., hal. 133-134.
23Ibid., hal. 135.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
12
Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor: 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah, juga tidak mengatur secara
jelas dan spesifik mengenai sumber permodalan koperasi syariah. Hanya dipersyaratkan
mengenai besaran modal disetor sebesar Rp. 15 Juta yang dapat berupa simpanan pokok,
simpanan wajib dan dapat ditambah dengan hibah modal penyertaan dan simpanan pokok
khusus.24 Tidak diatur mengenai sumber-sumber permodalan lainnya. Padahal, seperti yang
telah diketahui, bahwa modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.25
Modal sendiri meliputi simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah.26
Kemudian modal pinjaman dapat berasal dari anggota, koperasi lainnya dan/atau anggotanya,
bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, dan
sumber lain yang sah.27 Apabila dana zakat, infak, dan sedekah digunakan sebagai modal
koperasi syariah, maka dana tersebut masuk dalam modal koperasi syariah sebagai komponen
“sumber lain yang sah”. Bila merujuk pada ketentuan mengenai permodalan dalam UU
Perkoperasian Nomor 17 Tahun 2012, maka zakat, infak, dan sedekah dapat masuk ke dalam
modal koperasi sebagai komponen “sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan
Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan”. Sebenarnya, infak dan
sedekah juga dapat masuk kedalam struktur permodalan koperasi syariah sebagai komponen
“hibah”28, tetapi zakat tidak dapat digolongkan sebagai hibah. Karena, zakat memiliki syarat-
syarat dalam pengelolaan maupun penyalurannya, sedangkan infak dan sedekah dapat
diberikan secara leluasa dan kapan saja tanpa ada persyaratan yang mengaturnya. Berdasarkan
UU tersebut, Zakat, infak, dan sedekah tidak dapat digolongkan sebagai setoran pokok dan
sertifikat modal koperasi, karena Setoran Pokok adalah sejumlah uang, yang wajib dibayar
oleh seseorang atau badan hukum Koperasi pada saat yang bersangkutan mengajukan
24Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor:91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah,Pasal 21.
25Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992, op.cit., Pasal 41 ayat 1.
26Ibid., Pasal 41 ayat 2.
27Ibid., Pasal 41 ayat 3.
28Hibah adalah pemberian uang dan/atau barang kepada Koperasi dengan sukarela tanpa imbalan jasa,sebagai modal usaha. Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, Nomor 17 Tahun 2012, LN. No. 212, TLN.No. 5355, Pasal 1 butir 10.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
13
permohonan keanggotaan pada suatu Koperasi29, sedangkan Sertifikat Modal Koperasi adalah
bukti penyertaan Anggota Koperasi dalam modal Koperasi.30 Zakat, infak, dan sedekah juga
tidak dapat dimasukkan sebagai komponen modal penyertaan, karena Modal Penyertaan
adalah penyetoran modal pada Koperasi berupa uang dan/atau barang yang dapat dinilai
dengan uang yang disetorkan oleh perorangan dan/atau badan hukum untuk menambah dan
memperkuat permodalan Koperasi guna meningkatkan kegiatan usahanya.31 Serta modal
koperasi juga tidak dapat digolongkan sebagai pinjaman, karena tidak memerlukan
pengembalian kepada muzakki. Koperasi syariah dapat mempergunakan dana zakat, infak, dan
sedekah sebagai salah satu komponen modalnya, dengan syarat:
a. Dana zakat, infak, dan sedekah baru dapat dipergunakan sebagai modal apabila
dipastikan bahwa kebutuhan dasar bagi mustahik sudah terpenuhi.
b. Koperasi syariah harus merangkap sebagai baitul maal, karena dana zakat, infak, dan
sedekah yang digunakan adalah bagian (jatah) amil.
c. Fakir, miskin, atau mustahik lainnya yang mampu bekerja menurut keahlian
(keterampilan) masing-masing, harus diikutsertakan (di rekrut) dalam struktur
organisasi/pengurus koperasi syariah, sebagai upaya pemberdayaan dan kesinambungan
penghasilan bagi fakir dan miskin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
d. Koperasi syariah haruslah bertujuan manfaat bagi mustahik di sekitar wilayahnya
maupun di luar wilayah operasional koperasi syariah tersebut.
e. Memberi tahu muzakki mengenai pemanfaatan dan pendayagunaan dananya, ketika
muzakki memberikan dana zakat, infak, dan sedekahnya.
Dalam perkembangannya, di tahun 2003, pengelolaan dana zakat untuk dijadikan
modal usaha yang digunakan oleh fakir dan miskin (mustahik), banyak menimbulkan
pertanyaan di kalangan oleh umat Islam Indonesia. Hal inilah yang kemudian mendorong
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa-nya, untuk menetapkan fatwa tentang
status pengelolaan dana zakat tersebut, untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam dan pihak-
pihak yang memerlukannya. MUI menetapkan Fatwa Nomor 4 Tahun 2003 Tentang
Penggunaan Dana Zakat Untuk Istitsmar (Investasi). Isi fatwa tersebut, yaitu:32
29Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, Nomor 17 Tahun 2012, LN. No. 212, TLN. No. 5355,Pasal 1 butir 8.
30Ibid., Pasal 1 butir 9.
31Ibid., Pasal 1 butir 11.
32Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hal.199-203.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
14
a. Zakat mal harus dikeluarkan sesegera mungkin (fauriyah), baik dari muzakki kepada amil
maupun dari amil kepada mustahiq.
b. Penyaluran (tauzi’/distribusi) zakat mal dari amil kepada mustahiq, walaupun pada
dasarnya harus fauriyah, dapat di-ta’khir-kan apabila mustahiq-nya belum ada atau ada
kemaslahatan yang lebih besar.
c. Maslahat ditentukan oleh Pemerintah dengan berpegang pada aturan-aturan
kemaslahatan, sehingga maslahat tersebut merupakan maslahat syar’iyah.
d. Zakat yang di-ta’khir-kan boleh diinvestasikan (istitsmar) dengan syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Harus disalurkan pada usaha yang dibenarkan oleh syariah dan peraturan yang
berlaku (althuruq al-masyru’ah).
2. Diinvestasikan pada bidang-bidang usaha yang diyakini akan memberikan
keuntungan atas dasar studi kelayakan.
3. Dibina dan diawasi oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi.
4. Dilakukan oleh institusi/lembaga yang professional dan dapat dipercaya (amanah).
5. Izin investasi (istitsmar) harus diperoleh dari Pemerintah dan Pemerintah harus
menggantinya apabila terjadi kerugian atau pailit.
6. Tidak ada fakir miskin yang kelaparan atau memerlukan biaya yang tidak bisa
ditunda pada saat harta zakat itu diinvestasikan.
7. Pembagian zakat yang di-ta’khir-kan karena diinvestasikan harus dibatasi waktunya.
Dengan mengadopsi fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 Tentang Penggunaan Dana
Zakat Untuk Istitsmar (Investasi) tersebut, maka dapatlah ditambahkan beberapa persyaratan
tambahan, agar koperasi syariah dapat mempergunakan dana zakat, infak, dan sedekah
sebagai salah satu komponen modalnya, yaitu:
a. Koperasi syariah bergerak di bidang usaha yang dibenarkan oleh syariah dan peraturan
yang berlaku (althuruq al-masyru’ah).
b. Dana zakat, infak, dan sedekah diinvestasikan kepada koperasi syariah yang memiliki
bidang-bidang usaha yang diyakini akan memberikan keuntungan atas dasar studi
kelayakan.
c. Koperasi syariah mulai pembentukan sampai operasionalnya dibina dan diawasi oleh
pihak-pihak yang memiliki kompetensi terkait koperasi syariah.
d. Koperasi syariah haruslah profesional dan dapat dipercaya (amanah).
e. Tidak ada fakir miskin yang kelaparan atau memerlukan biaya yang tidak bisa ditunda
pada saat harta zakat itu diinvestasikan sebagai modal koperasi syariah.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
15
Muncul menjadi pertanyaan dan perdebatan kemudian adalah apakah status koperasi
syariah saat menerima zakat?. Apakah koperasi syariah digolongkan sebagai amil zakat atau
golongan penerima zakat yang lain?. Karena syariat Islam (Q.S. A-Taubah Ayat 60) mengatur
secara baku mengenai golongan-golongan penerima zakat, yaitu: fakir, miskin, amil zakat,
mualaf, riqab, garim, fi-sabilillah, dan ibnu sabil. Diluar kedelapan golongan tersebut,
diharamkan untuk menerima zakat. Di Indonesia, lembaga yang ditunjuk sah oleh Pemerintah
untuk pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat adalah BAZNAS (Badan
Amil Zakat Nasional), LAZ (Lembaga Amil Zakat), dan UPZ (Unit Pengumpulan Zakat).
Bentuk lembaga yang ideal untuk koperasi syariah adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ),
karena pengertian LAZ menurut UU Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011 adalah
lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Agar koperasi syariah dapat menjadi sebuah LAZ,
dibutuhkan izin Menteri Agama Republik Indonesia33. Izin tersebut baru diberikan apabila
koperasi syariah memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:
a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan,
dakwah, dan sosial;
b. Berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. Mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. Memiliki pengawas syariat;
e. Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan
kegiatannya;
f. Bersifat nirlaba;
g. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat;
h. Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.34
Selain itu, dalam peraturan pelaksanaan UU Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun
2011, yaitu Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, dalam Pasal
21 diatur mengenai pengukuhan lembaga amil zakat. Dalam Pasal 22, diatur bahwa
pengukuhan sebagai Lembaga Amil Zakat, dilakukan setelah memenuhi persyaratan tertentu.
Dengan memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 22, maka secara sah koperasi syariah
akan mendapat status sebagai Amil Zakat. Sah menurut peraturan perundang-undangan,
33Indonesia, Undang-Undang Pengelolaan Zakat, op.cit., Ps. 18 ayat 1.
34Ibid., Ps. 18 ayat 2.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
16
berarti sah pula menurut syariat Islam, karena dengan diperolehnya status sebagai Amil Zakat,
maka Koperasi Syariah termasuk menjadi golongan penerima zakat dan berhak menerima
bagian dari zakat yang dikumpulkan, dikelola, dan didayagunakannya. Sehingga selain
memiliki kewajiban untuk mengelola, menyalurkan, dan mendayagunakan zakat untuk tujuan
produktif, koperasi syariah berhak atas “gaji” dari kewajibannya tersebut. “gaji” atau bagian
untuk koperasi syariah inilah yang kemudian dapat dimasukkan untuk modal koperasi syariah
sebagai komponen “sumber lain yang sah” yang telah dijelaskan sebelumnya diatas.
Penggunaan zakat, infak, dan sedekah sebagai modal koperasi syariah, sekaligus status
koperasi syariah sebagai Amil Zakat menuntut profesionalisme para pengurus koperasi
syariah. Diluar ada tidaknya pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah melalui
Kementerian Koperasi dan UKM, pengurus koperasi syariah dibebani dengan tanggung jawab
moral terkait dengan penggunaan, pengelolaan, dan penyaluran dana ummat. Selain tanggung
jawab moral terhadap diri sendiri dan masyarakat, dana ummat sebagai amanah wajib zakat
tersebut juga dilekatkan dengan ajaran agama Islam yang mengganjar prilaku baik dengan
pahala dan prilaku buruk dengan dosa. Jadi, sebelum menjadi pengurus atau pengelola
koperasi syariah, hendaknya mereka dibekali dengan landasan mental, akidah, dan akhlak
Islami yang kuat.35
4. Kesimpulan
Kesimpulan. Struktur permodalan koperasi syariah berasal dari sumber yang dibenarkan
syara’ yang terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal.
Selain modal tersebut, modal koperasi syariah juga dapat berasal dari hibah, modal
penyertaan, sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan, serta modal pinjaman yang berasal dari Anggota;
Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya; Bank dan lembaga keuangan lainnya; Penerbitan
obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Modal awal
disetorkan minimal sebesar lima belas juta rupiah (Rp. 15 Juta), dimana setoran tersebut
dilakukan dalam bentuk deposito pada bank syariah yang disetorkan atas nama Menteri c.q.
Ketua Koperasi yang bersangkutan, yang dapat dicairkan sebagai modal awal Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJKS) atas dasar persetujuan pencairan oleh Menteri atau Pejabat, yang
dilaksanakan bersamaan dengan pengesahan dan atau perubahan anggaran dasar koperasi.
35Hasil wawancara yang dilakukan oleh Penulis dengan narasumber, yaitu Bapak Sinardi selaku KetuaKoperasi Syariah Ar-Risalah. Dilaksanakan di ruang Koperasi Syariah Ar-Risalah Jl. Raya Bogor KM. 26 No.10, Ciracas, Jakarta Timur, Pada hari Sabtu, 15 Desember 2012. Pukul 10:00 WIB.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
17
a. Pasal 25 UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mengatur bahwa zakat
wajib didistribusikan dengan syariat Islam. Tidak ada pengaturan lebih lanjut mengenai
hal ini (sepenuhnya diserahkan kepada aturan ajaran agama Islam). Pendistribusian zakat
tersebut dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip
pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha
produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik
telah terpenuhi. Hal ini berarti bahwa, Pemerintah memperbolehkan dana zakat
dipergunakan untuk usaha produktif, dengan mendahulukan kebutuhan dasar bagi
mustahik (terpenuhi). Pengaturan tersebut berlaku pula bagi pendayagunaan infak dan
sedekah. Terkait dengan penggunaan zakat, infak, dan sedekah untuk modal koperasi
syariah, pasal 21 Kepmenkopukm Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Koperasi Jasa Keuangan Syariah hanya mempersyaratkan mengenai besaran modal
disetor sebesar Rp. 15 Juta, yang dapat berupa simpanan pokok, simpanan wajib, dan
dapat ditambah dengan hibah modal penyertaan dan simpanan pokok khusus. Tidak
diatur mengenai sumber-sumber permodalan lainnya. Padahal, dalam Pasal 66 UU
Perkoperasian Tahun 2012, modal koperasi terdiri dari setoran pokok, sertifikat modal
koperasi, hibah, modal penyertaan, modal pinjaman, dan sumber lain yang sah yang tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila dana zakat, infak, dan sedekah digunakan sebagai modal koperasi syariah, maka
dana tersebut masuk ke dalam modal koperasi syariah sebagai komponen “sumber lain
yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan”. Infak dan sedekah juga dapat dimasukkan sebagai komponen
“hibah” dalam struktur permodalan koperasi syariah.
Saran
a. Modal koperasi syariah rentan dimasuki oleh uang (modal) yang berasal dari praktek-
praktek yang diharamkan oleh agama Islam (misalnya hasil korupsi dan mencuri).
Diperlukan aturan yang jelas bahwa sumber-sumber (asal muasal) modal koperasi syariah
haruslah dibenarkan oleh syariat Islam. Hal ini merupakan dampak dari belum adanya
undang-undang yang mengatur mengenai koperasi syariah. Selama ini, payung hukum
koperasi syariah adalah UU Perkoperasian (konvensional) dan Keputusan Menteri,
sehingga pengembangan koperasi syariah terkesan dianaktirikan. Pemerintah diharapkan
dapat menerbitkan payung hukum baru yang lebih kuat dan mengakomodasi bagi
kepentingan pengembangan koperasi syariah.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
18
b. Agar koperasi syariah dapat sah secara hukum nasional dan hukum Islam, maka
hendaknya koperasi syariah oleh Pemerintah ditetapkan juga sebagai salah satu bentuk
Lembaga Amil Zakat (LAZ). Karena, hukum Islam mengijinkan kepentingan masyarakat
atau kesejahteraan bersama melalui prinsip istislah atau al mashlaha. Ini berarti, ekonomi
Islam harus memberi prioritas pada kesejahteraan bersama yang merupakan kepentingan
masyarakat. Jika menyoroti fungsi koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi untuk
mempertinggi kesejahteraan anggota pada khususnya, kesejahteraan rakyat pada
umumnya, dan alat pendemokrasian ekonomi, maka prinsip istislah dipenuhi oleh
koperasi syariah. Disamping itu, diperlukan terobosan program kerja bagi Pemerintah
untuk mengubah dan memberikan pemahaman terhadap koperasi syariah mengenai
potensi-potensi apa saja yang dapat dikembangkan dari zakat, infak, dan sedekah
tersebut. Pemerintah dapat memberikan penyuluhan secara berkala maupun
pendampingan langsung terhadap koperasi syariah, mulai dari praktek penghimpunan,
pengelolaan, dan penyaluran zakat, infak, dan sedekah ke arah yang lebih produktif.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Aflah, Noor. Arsitektur Zakat Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2009.
Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi Dan UsahaKecil Dan Menengah Republik Indonesia. Buku Saku Koperasi: Apa Itu Koperasi.Jakarta: Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian KoperasiDan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia, 2010.
Hafidhuddin, Didin. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani, 2002.
Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan. Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2003.
Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975. Jakarta: Penerbit Erlangga,2011.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,1982.
Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika, 2002.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
19
W. Pachta, Andjar, Myra Rosana Bachtiar, dan Nadia Maulisa Benemay. Hukum KoperasiIndonesia. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
ARTIKEL
INTERNET
Badan Amil Zakat Nasional. Program Perbankan Syariah Peduli (iB Peduli),http://www.baznas.or.id/ib-peduli/. Diakses pada 16 September 2012.
BMT Berbadan Hukum Koperasi Jasa Keuangan Syariah. www.koperasisyariah.com.Diakses pada 14 September 2012.
Rama, AM (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, PengurusPusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam). Denyut Koperasi Syariah. Berita media padawebsite resmi Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah.http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=948:denyut-koperasi-syariah&catid=54:bind -berita-kementerian&Itemid=98. Diakses pada 25 Agustus 2012.
PERATURAN
Indonesia. Undang-Undang Perkoperasian. No. 25 Tahun 1992. LN No. 116 Tahun 1992.TLN No. 3502.
_______. Undang-Undang Perkoperasian. No. 17 Tahun 2012. LN No. 212 Tahun 2012.
TLN No. 5355.
_______. Undang-Undang Pengelolaan Zakat. No. 23 Tahun 2011. LN No. 115 Tahun 2011.TLN No. 5255.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Keputusan Menteri Negara KoperasiDan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Tentang Petunjuk PelaksanaanKegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004.
Struktur Permodalan ..., Azis Miftach Qomarudin, FH UI, 2013
top related