(studi fenomenologis di desa galesong kota …
Post on 22-Mar-2022
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAKNA SOSIAL RITUAL APPALILI DI BUNGUNG BARANIA
(STUDI FENOMENOLOGIS DI DESA GALESONG KOTA
KECAMATAN GALESONG KABUPATEN TAKALAR)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh gelar sarjana
Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh:
Hasnita
105381104117
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSILOGI
JULI, 2021
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Teruslah Berjuang Lawan Rasa Malasmu
Sebab Jika Rasa Malas Itu Menguasai Dirimu
Niscaya Engkau Akan Selalu Berada Dalam Zona Ketidakpastian
Dan apabila engkau telah diperhadapkan pada situasi sesungguhnya
Ketahuilah, bahwa rasa penyesalan itu baru ada
Dan hidupmu akan dipenuhi oleh rasa tergesa-gesa
yang akan berakibat pada dirimu sendiri.
~Hasnita~
“bersemangatlah melakukan hal yang bermanfaat untukmu dan meminta tolonglah
pada Allah, serta janganlah engkau malas” (HR. Muslim).
Persembahan
puji syukur atas semua rahmatmu Ya Rabb, atas karuniamu skripsi ini dapat
terselesaikan.
Kupersembahkan karya ini kepada ibunda dan ayahanda tercinta sebagai bentuk
tanda bakti, hormat dan terimakasih ku yang sebesar-besarnya atas semua
perjuangan, cinta, kasih sayang dan nasehatmu. Skripsi ini hanyalah sebuah awal
dariku untuk melakukan yang terbaik bagi kalian. Berdoalah untuk ku tanpa henti
dalam setiap langkah yang ku jalani.
Untuk kedua saudaraku hanya satu yang ingin kusampaikan, terimakasih banyak
untuk semuanya.
ABSTRAK
Hasnita, 2021. Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi
Fenomenologi Di Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar).
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar.
(Dibimbing oleh Bapak H. Nurdin dan Hadisaputra)
Makna sosial merupakan pesan yang terkandung dalam setiap tindakan
yang dilakukan dengan melihat pola tingkah laku baik individu atau kelompok.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan prosesi dan makna sosial ritual
appalili di bungung barania di Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong
Kabupaten Talakar berdasarkan teori tindakan sosial Max Weber. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriftif kualitatif dengan menggunakan pendekatan
fenomenologi dengan menggunakan 10 informan dengan pengumpulan data
menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Dua pokok
permasalah yang dikaji dalam ritual appalili yaitu: prosesi ritual appalili dan
makna sosial ritual appalili.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam prosesi ritual appalili hal
pertama yang perlu diperhatikan adalah orang-orang yang terlibat yang terdiri dari
masyarakat Galesong di tiga kecamatan, waktu pelaksaan pada bulan tertentu, dan
tahapan-tahapan appalili mulai dari pelepasan rombongan yang terdiri dari barisan
kerbau, pemain gendang dan pui-pui, tubarani, bembengang, dan pakaina adat.
Romobongan dalam perjalan, tempat tujuan bungung barania sampai pada tahap
kembali ke Balla Lompoa. Makna sosial ritual appalili dapat dilihat dari prosesi
awal dimulainya acara, sampai pada acara itu selesai. Makna ini terkandung dalam
setiap tindakan yang dilakukan oleh anggota masyarakat yang secara langsung
terlibat dalam appalili maupun masyarakat yang hanya menyaksikannya. Makna
sosial dapat diperoleh suatu gambaran bahwa masyarakat di desa Galesong kota
kecamatan Galesong memaknai ritual appalili sebagai kebersamaan, menghindari
bala, berkah, dan pelestarian budaya.
Kata kunci: Ritual appalili, Makna sosial
ABSTRACT
Hasnita, 2021. The Social Meaning of Rituals Appalili in Bungung barania
(Phenomenological Study in Galesong Village, Galesong District, Takalar
Regency). Faculty of Teacher Training and Education. University of
Muhammadiyah Makassar. (Supervised by Mr. H. Nurdin and Hadisaputra)
Social meaning is the message contained in every action taken by looking
at the behavior patterns of both individuals or groups. The purpose of this study is
to describe the procession and social meaning of theritual appalili in Bungung
barania in Galesong Village, Galesong District, Talakar Regency based on Max
Weber's theory of social action. This research is a qualitative descriptive research
using a phenomenological approach using 10 informants with data collection
using interviews, observation and documentation. The two main issues studied in
the appalili ritual are: theritual procession appalili and the social meaning of
theritual appalili.
The results showed that in the appalili ritual procession, the first thing to
note is the people involved consisting of the Galesong community in three sub-
districts, the time of the implementation in a certain month, and the stages of
appalili starting from the release of the group consisting of a line of buffalo,
players drums and pui-pui, tubarani, bembengang, and traditional clothes. The
group on their way, the destination of Bungung barania arrived at the stage of
returning to Balla Lompoa. The social meaning of theritual appalili can be seen
from the procession from the beginning of the event to the end of the event. This
meaning is contained in every action taken by members of the community who are
directly involved in appalili as well as people who only witness it. Social meaning
can be obtained an illustration that the people in Galesong Village, Galesong
District City interpret theritual appalili as togetherness, avoiding reinforcements,
blessings, and cultural preservation.
Keywords: Appalili ritual, Social meaning
KATA PENGANTAR
Allah maha penyayang dan maha pengasih, demikian kata untuk mewakili
atas segala karunia dan nikmat-nya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah
pada detik waktu, denyut jantung, gerak langkah serta rasa dan rasio pada-mu,
sang Khalik, Skripsi ini adalah setitik dari sederetan berkah-mu
Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan tetapi terkadang
kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan bagaikan
fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan bagai
pelangi yang terlihat indah dari kejauhan tetapi menghilang jika di dekati.
Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi
kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala daya dan upaya telah penulis
kerahkan untuk membuat Skripsi penelitian ini selesai dengan baik dan
bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya dalam ruang lingkup Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam menyelesaikan
Skripsi penelitian ini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih
kepada kedua orang tua Syamsu dan Senga yang telah berjuang, berdoa,
mengasuh, membesarkan, mendidik, dan membiayai penulis dalam proses
pencarian ilmu. Demikian pula, penulis mengucapkan kepada bapak Drs. H.
Nurdin, M.Pd. sebagai dosen pembimbing satu (1) dan kepada bapak Hadisaputra,
S.Pd., M.Si. sebagai dosen pembimbing dua (2) pada mata kuliah skripsi yang
telah memberikan bimbingan dan arahan demi terselesaikannya skripsi penelitian
ini.Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada; bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse M.Ag, Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar, bapak Erwin Akib, M.Pd., Ph.D, Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar dan bapak
Drs. Nurdin, M.Pd ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi serta seluruh dosen
dan staf pegawai dalam lingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan
serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa
mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan
itu sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan
berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi
manfaat kepada para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis Aamiin.
Makassar, Juli 2021
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...........................................................
SURAT PERNYATAAN ..........................................................................
SURAT PERJANJIAN .............................................................................
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................
ABSTRAK BAHASA INDONESIA ........................................................
ABSTRAK BAHASA INGGRIS .............................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR TABEL .....................................................................................
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
E. Defenisi Operasional ....................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................... 10
A. Kajian Konsep ................................................................................. 10
1. Budaya....................................................................................... 10
2. Tradisi ....................................................................................... 14
3. Makna Sosial ............................................................................. 16
4. Ritual Appalili ........................................................................... 18
5. Bungung barania ....................................................................... 21
B. Kajian Teori .................................................................................... 23
1. Teori Tindakan Sosial ............................................................... 24
2. Teori Fenomenologi .................................................................. 26
C. Kerangka Pikir ................................................................................ 28
D. Penelitian Relevan ........................................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 37
A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian ..................................................... 37
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ........................................................ 38
1. Lokasi Penelitian ....................................................................... 38
2. Waktu Penelitian ....................................................................... 39
C. Fokus Penelitian ............................................................................. 40
D. Informan Penelitian ......................................................................... 41
E. Instrumen Penelitian........................................................................ 42
F. Jenis Dan Sumber Data ................................................................... 42
G. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 44
H. Teknik Analisis Data ....................................................................... 46
I. Teknik Keabsahan Data .................................................................. 47
J. Etika Penelitian ............................................................................... 51
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..................... 52
A. Sejarah Lokasi Penelitian ................................................................ 52
B. Letak geografis ................................................................................ 60
C. Keadaan sosial ................................................................................. 62
D. Keadaan pendidikan ........................................................................ 65
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 69
A. Hasil penelitian................................................................................ 69
1. Prosesi ritual appalili ................................................................ 69
2. Makna sosial ritual appalili ....................................................... 99
B. Pembahasan ..................................................................................... 107
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 118
A. Kesimpulan ..................................................................................... 118
B. Saran ................................................................................................ 119
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 121
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. 124
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Rancangan Kriteria Pemilihan Lokasi Penelitian ............................. 39
Tabel 3.2 Waktu Penelitian .............................................................................. 40
Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data............................................................... 44
Tabel 3.4 Teknik Keabsahan Data.................................................................... 48
Tabel 4.1 Daftar Nama Karaeng/ Pemangku Ad ……………………………. 55
Tabel 4.2 pendidikan di Kecamatan Galesong………………………………..66
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bungung barania Galesong Saat Kunjungan Presiden Soeharto
Gambar 4.1 Peta Wilayah Takalar
Gambar 4.2 Peta Kecamatan Galesong
Gambar 5.1 Masyarakat Yang Terlibat
Gambar 5.2 Spanduk Acara Tammu Taunna Gaukang Karaeng Galesong
Gambar 5.3 Pelepasan Rombongan Oleh Pemangku Adat
Gambar 5.4 Kerbau Pada Barisan Terdepan
Gambar 5.5 Pemain Gendang Dan Pui-Pui
Gambar 5.6 Paukan Tubarani
Gambar 5.7 Bembengang Dan Cucu Raja
Gambar 5.8 Ragam Warna Pakaian Adat
Gambar 5.9 Pinati Dan Anrong Guru
Gambar 5.10 Balla Saukang Dan Peserta Appalili
Gambar 5.11 Pengambilan Air Oleh Pemangku Adat
Gambar 5.12 Kerbau Yang Dipotong
Gambar 5.13 Berdoa Dirumah Saukang
Gambar 5.14 Appanaung Pa‟rappo
Gambar 5.15 Interaksi Masyarakat
Gambar 5.16 Peserta Ritual Appalili Dan Masyarakat Sekitar Bungung barania
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Observasi
Lampiran 2. Pedoman Studi Dokumen
Lampiran 3. Pedoman Wawancara
Lampiran 4. Lembar Persetujuan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang tumbuh dan
berkembang dari proses perjalanan sejarah yang panjang, hal ini dapat dilihat
dari keanekaragaman budaya yang ada dan berkembang di lingkungan
masyarakat. Keanekaragaman dan keseragaman tradisi yang tumbuh di
masyarakat, serta hukum adatnya masing-masing. Sebagaimana diatur dalam
undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945, pasal 18 b ayat 2
bahwa: negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan republik
indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Indonesia dengan keanekaragaman budaya dan tradisi yang masih
bertahan hingga saat ini di tengah-tengah masyarakat seiring perkembangan
zaman dan teknologi informasi. Masyarakat mempertahankan budaya dan
tradisinya untuk melestarikan budaya daerahnya masing-masing. Setiap
daerah mempunyai tradisi masing-masing, tradisi tersebut telah menjadi ciri
khas yang membedakan antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan
merupakan warisan dari nenek moyang secara turun temurun.
Berbicara budaya tradisi, selalu berkaitan dengan sejarah adat istiadat
masa lalu. Budaya tradisi sangat erat kaitannya dengan etnis jawa, minang,
bugis makassar dan lain-lain. Sehingga bisa dikatakan bahwa indonesia
1
2
memang kaya dengan keragaman budaya dan tradisi yang bisa hidup
berdampingan, yang mana jika ini dipertahankan tentu akan menjadi daya
tarik bagi indonesia dimata dunia.
Hubungan antara manusia dengan kebudayaan tidak dapat dipisahkan,
sehingga manusia disebut sebagai makhluk budaya. Manusia sebagai
makhluk sosial-budaya yang selalu diperhadapkan dengan masalah yang tidak
dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Manusia melakukan hal-hal
baru dengan mengembang pengetahuan yang dimilikinya melebihi
kelangsungan hidupnya. Pengembangan kebudayaan yang dilakukan oleh
manusia memberikan makna dalam hidupnya, sehingga mempunyai tujuan
hidup yang lebih tinggi.
Tradisi setiap daerah memiliki makna dan cerita tersendiri bagi
masyaraktnya. Dalam hal ini, masih ada tradisi yang masih bertahan di
lingkungan masyarakat seperti di wilayah Sulawesi selatan, pada daerah ini
ada berbagai macam tradisi baik dalam bentuk keyakinan maupun proses
pelaksanaannya. Tradisi yang masih melekat dan bertahan hingga saat ini di
masyarakat Sulawesi selatan cukup beragam, seperti tradisi pernikahan yang
di dalamnya terdapat ritual-ritual adat yang dilakukan selama prosesi
pernikahan, serta mengandung makna dalam setiap prosesi ritual. Selain
dalam tradisi pernikahan, terdapat tradisi pesta panen sebagai wujud rasa
syukur kepada Tuhan yang maha Esa atas berkah dan rahmatnya akan hasil
bumi yang diberikan. Serta tradisi accera kalompoang yang merupakan suatu
tradisi sakral dengan pencucian benda-benda pusaka peninggalan kerajaan
3
gowa dan tradisi mengenai upacara adat kematian yang berbeda-beda disetiap
daerah di Sulawesi Selatan. Serta masih banyak tradisi-tradisi lain yang
bertahan di masyarakat Sulawesi selatan.
Sulawesi Selatan memiliki 24 Kabupaten/Kota yang setiap daerahnya
memiliki tradisi yang berbeda-beda serta prosesi pelaksanaan ritual adat yang
berbeda pula, seperti tradisi yang ada di masyarakat Kabupaten Takalar.
Kabupaten Takalar menjadi daerah yang memiliki beragam tradisi yang
masih bertahan di masyarakat hingga saat ini serta prosesi pelaksaan yang
berbeda pula dengan daerah lain. Khususnya pada wilayah Kecamatan
Galesong yang memiliki beraneka ragam tradisi yang masih bertahan dan
dilakukan oleh masyarakat, seperti tradisi pernikahan, tradisi tolak bala atau
sering disebut oleh masyarakat sebagai “assongkobala atau appasili”, tradisi
patorani, tradisi membangun rumah, tradisi pesta panen, tradisi aqiqah yang
dalam masyarakat setempat sering menyebutnya sebagai “attompolok”, tradisi
kematian, serta tradisi upacara peringatan hari jadi tammu taunna gaukang
Karaeng Galesong.
Pelaksanaan ritual dimasyarakat pasti memiliki berbagai makna yang
terkandung dalam setiap prosesi ritual adat. Makna yang dimaksud adalah
sebuah kandungan pesan yang disampaikan dan terkandung dalam simbol-
simbol ritual yang dilakukan atau dilaksanakan. Makna yang dianggap sakral
dalam prosesi ritual masih tetap diipertahankan. Perlu adanya pemahaman
makna dalam setiap tradisi adat istiadat dan pelaksanaan ritual sehingga hal
ini menjadikan tradisi tersebut tetap lestari dan dilakukan oleh masyarakat.
4
Makna yang terkandung dalam acara ritual menjadikan masyarakat tetap
mempertahankan dan menjalankannya di tengah perubahan zaman
modernisasi ini. Seperti halnya upacara adat tammu taunna gaukang Karaeng
Galesong yang di dalamnya terdapat prosesi ritual appalili, yaitu kegiatan
yang dilakukan dengan mengelilingi kampung yang di mulai dari rumah adat
Balla Lompoa Karaeng Galesong menuju bungung barania untuk mengambil
air yang akan digunakan dalam prosesi pencucian benda pusaka.
Bungung barania merupakan sumur tua yang sudah ada sejak abad ke-
16 dan Bungung barania memiliki air yang tawar meski berada di daerah tepi
pantai Galesong sekitar kurang lebih 10 meter. Bungung barania menjadi
tempat mandi I Manindori I kare Tojeng Karaeng Galesong pada saat akan
berangkat ke jawa untuk berperang melawan Belanda, para laskar juga
dimandikan disana beserta badik, tombak dan semua senjata.
Ritual merupakan kegiatan yang dilakukan masyarakat yang berhubung
dengan kebiasaan mereka tentang adat kebudayaan daerahnya. Ritual appalili
merupakan salah satu bentuk ritual yang dilakukan masyarakat Galesong
sebagai rangkaian kegiatan dalam peringatan tammu taunna gaukang
Karaeng Galesong, ritual appalili menjadi kegitan yang harus ada dan
dilakukan.
Pemahaman akan budaya dan tradisi yang ada dimasyarakat sangat
dibutuhkan, karena hal ini menjadi tantangan terhadap eksistensi budaya
tersebut. Budaya dan tradisi yang ada di masyarakat memiliki nilai-nilai yang
terkandung serta makna dan tujuan. Oleh sebab itu diperlukan adanya
5
pemahaman dalam tradisi masyarakat, sehingga masyarakat tidak kehilangan
fungsi dan makna dari tradisi tersebut.
Pengadaan ritual appalili pada acara tammu taunna gaukang Karaeng
Galesong sebagai bentuk solidaritas masyarakat yang bersama-sama
berkumpul untuk melaksanakan ritual appalili dengan berjalan kaki bersama
dari rumah adat Balla Lompoa menuju bungung barania. Melihat masyarakat
saat ini, berjalan kaki dengan jarak yang ditempuh lebih dari 1 km sudah
jarang dilakukan dan solidaritas masyarakat sudah mengelami banyak
perubahan. Oleh sebab itu, dengan adanya ritual appalili ini menjadikan
solidaritas masyarakat terbangun kembali, sehingga hal ini menunjukkan
bahwa ada makna sosial yang terkandung di dalam pelaksanaan ritual yang
perlu generasi muda saat ini ketahui. Semakin banyaknya kebudayaan dan
tradisi yang mulai di tinggalkan saat ini disebabkan oleh kurangnya
pemahaman masyarakat akan makna yang terkandung dalam ritual yang
dilakukan.
Penelitian sebelumnya yang membahas dan mengkaji tentang ritual-
ritual adat dan tradisi yang ada di masyarakat, diantaranya: persepsi
masyarakat terhadap ritual assaukang (Ningsi, 2016), tradisi accera sapi dan
nilai-nilai islam (Hijriah, 2019), persepsi masyarakat terhadap tradisi
massempe pasca panen sebagai sarana hiburan (Nurfadilah, 2014), persepsi
mahasiswa terhadap pelaksaan rirual satu suro (Safitri, DKK: 2019), unsur-
unsur budaya islam dalam tradisi (Aswad, 2013), fungsi penyajian gendang
Makassar (Hamriyadi, 2018). Adapun penelitian yang membahas lebih
6
spesifik mengenai tradisi appalili yang dilakukan oleh Nurhalimah (2018).
Penelitian Nurhalimah lebih berfokus pada latar belakang tradisi appalili,
perkembangan dan dampak tradisi appalili. Sementera Penelitian ini lebih
berfokus pada prosesi ritual appalili dan makna sosial ritual appalili.
Melihat fenomena diatas, peneliti tertarik meneliti ritual appalili pada
upacara adat tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, terkhusus pada
prosesi ritual appalili dan makna sosial ritual appalili di bungung barania.
Dalam hal ini ritual appalili memiliki makna sosial yang harus disampaikan
dan diketahui oleh masyarakat, bukan hanya diikut sertakan tanpa memahami
makna atau pesan yang terkandung di dalamnya.
Peneliti tertarik meneliti di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar,
karena masyarakat Galesong masih mempertahankan tradisinya dan masih
terdapat banyak tradisi lain di masyarakat Galesong yang sampai saat ini
masih di lakukan, terutama pada tradisi adat tammu taunna gaukang Karaeng
Galesong yang di dalamnya terdapat prosesi ritual. Umumnya masih banyak
masyarakat Galesong masih belum mengetahui tentang makna sosial ritual
appalili. Sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Makna Sosial Ritual appalili di bungung barania (studi fenomenologis di
Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka adapun
rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana prosesi ritual appalili di bungung barania Desa Galesong
Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar?
2. Bagaimana makna sosial ritual appalili di bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu, antara lain:
1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
2. Untuk mengetahui makna sosial yang terkandung pada ritual appalili di
bungung barania Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar.
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:
1. Maanfaat teoritis
Diharapkan penilitian ini dapat menjadi sumber informasi menambah
bahan kajian untuk memahami kebudayaan dan adat yang ada di
masyarakat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada
jurusan sosiologi dan sebagai bahan acua bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat praktis
8
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para
pengamat kebudayaan atau pihak yang berhubungan dengan dunia
pendidikan untuk mengetahui kebudayaan dan adat yang
dimasyarakat.
b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengaruh terhadap
masyarakat, terkait dengan kebudayaan yang ada disekitarnya dan
memahami maknadan nilai yang terkandung dalam tradisi yang masih
bertahan.
c. Hasil penelitia ini dapat dijadikan tambahan informasi bagi para
pembaca dan bagi peneliti pribadi tentang tradisi yang ada di
masyarakat dan makna sosial yang dapat diambil.
E. Defenisi Operasional
1. Budaya, menjadi salah yang masyarakat miliki dan diwariskan kepada
generasi-generasi selanjutnya. Budaya dapat berbentuk banyak unsur baik
berupa adat istiadat, system agama dan politik, bahasa, bangunan, pakaian,
perkakas, dan karya seni.
2. Tradisi, merupakan kegiatan yang dilakukan masyarakat sebagai suatu
kebiasaan yang lahir secara turun menurun. Tradisi yang bersifat positif
akan selalu dipertahankan dan dilakukan oleh masyarakat dan tradisi yang
mereka anggap bersifat negatif akan ditinggalan, serta tradisi yang
bertahan akan perkembangan zaman tetap mereka lestarikan sampai saat
ini.
9
3. Makna, yang dimaksud adalah sebuah kandungan pesan yang disampaikan
dan terkandung dalam simbol-simbol ritual yang dilakukan atau
dilaksanakan.
4. Ritual appalili, pada prosesi adat tammu taunna gaukang Karaeng
Galesong, ritual appalili adalah bagian dari prosesi acara upacara adat
yang dilakukan dengan mengelili kampung di mulai dari rumah adat Balla
Lompoa Karaeng Galesong menuju ke bungung barania yang diiringi
musik gendang dan pui-pui, serta seekor sapi yang berada dibagian depan
barisan.
5. Bungung barania, merupakan sumur tua yang telah ada sejak abad ke-16
dan merupakan tempat mandi Imanindori Kare Tojeng Karaeng Galesong
putra pahlawan Nasional Indonesia Sultan Hasnuddin pejuang pada masa
penjajahan belanda.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian konsep
1. Budaya
Secara etimologis, kata „kebudayaan‟ berasala dari bahasa
Sanskerta “buddhayah”, bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti akal
atau budi. Eppink dalam Sulasman dan Gumilar (2013:18) berpendapat
bahwa kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,
norma sosial, ilmu pengetahauan serta keseluruhan struktur sosial, religius,
dan yang lainnya, serta segala penjelasan dari intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas dari suatu masyarakat.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama dari sekelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi,
Sulasman dan Gumilar, dalam bukunya teori-teori kebudayaan tahun 2013.
Dari pendapat sulasman dan gumilar, dapat dilihat bahwa budaya
sebagai warisan turun temurun telah menjadi bagian dari masyarakat,
karena hal ini merupakan cara hidup yang telah berkembang dan ada pada
masyarakat serta menjadi warisan yang harus di lestarikan. Seperti halnya
tradisi tammu taunna gaukang Karaeng Galesong yang setiap tahunnya
selalu diperingati oleh masyarakat Galesong, terutama keturunan dan
rumpun keluarga besar Karaeng Galesong. Karena mereka berpendapat,
jika bukan mereka yang menjaga dan melestarikan tradisi peninggalan
10
11
leluhur siapa lagi? Karena ini merupakan budaya yang perlu dilestarikan
keberadaanya.
Bertrand mengemukakan kebudayaan dalam persfektif sosiologi
pada buku “teori-teori kebudayaan” yang di tulis oleh Sulasman dan
Gumilar (2013:18), bahwa kebudayaan adalah segala pandangan hidup
yang dipelajari masyarakat dan diperoleh oleh anggota suatu masyarakat.
Termasuk dalam kebudayaan adalah segala bentuk bangunan, peralatan,
dan bentuk-bentuk fisik yang lain, serta teknik, lembaga masyarakat,
sikap, keyakinan, motivasi dan system nilai yang diberlakukan kelompok.
Dari pengertian kebudayaan yang dikemukakan oleh Bertrand
dapat di tarik sebuah pendapat bahwa dalam kebudayaan telah mencakup
berbagai macam aspek dan terdiri dari berbagai komponen. Hal ini juga
dapat dilihat bahwa kebudayaan dapat diperoleh masyarakat dengan
mempelajarinya atau di peroleh dari warisan turun temurun. Salah satu
contoh kebudayaan yaitu bangunan seperti rumah adat Balla Lompoa
Karaeng Galesong di Kecamatan Galesong yang menjadi saksi peradaban
masyarakat, serta di Balla Lompoa ini pulalah terdapat peralatan
peninggalan kerajaan Galesong masa lalu berupa benda pusaka yang di
simpan di rumah adat Balla Lompoa serta kepercayaan masyarakat
setempat dengan melakukan upacara adat tammu taunna gaukang Karaeng
Galesong yang di dalamnya terdapat ritual appalili.
Dari hal ini dapat dilihat bahwa kebudayaan yang ada dimasyarakat
masih ada dan bertahan hingga saat ini dikarenakan hal tersebut menjadi
12
bagian dari sejarah perjalanan hidup mereka. Masyarakat meyakini bahwa
apa yang mereka lakukan telah sesuai dengan ajaran tradisi yang sudah ada
sejak dahulu dan dilestarikan hingga saat ini sebagai bentuk rasa syukur
akan kehidupan yang di jalani. Sebuah tradisi dan kebudayaan masih
dipertahankan karena mereka menganggap bahwa hal tersebut memiliki
nilai dan makna yang terkandung di dalamnya.
Selanjutnya Dewantara dalam Sulasman dan Gumilar (2013:19)
mendefinisikan Kebudayaan sebagai "buah budi manusia, yaitu hasil
perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yaitu zaman dan alam
yang merupakan bukti kejayaan manusia untuk mengatasi berbagai
rintangan dan kesukaran dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai".
Jika kita cermati pendapat kebudayaan dari para ahli, maka
kebudayaan dapat diartikan sebagai sesuatu yang diwariskan dari generasi-
kegenerasi yang didalamnya mencakup banyak unsur baik system agama,
adat istiadat, bahasa, politik, pakaian, bangunan dan karya seni. Budaya
menjadi sesuatu yang selalu ada dalam masyarakat sebagaimana yang
dimaksud bahwa budaya adalah hasil karya, cipta dan rasa manusia. Oleh
sebab itu budaya tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat, yang
dalam perspektif sosiologi kebudayaan dikemukakan sebagai segala
pandangan hidup yang dipelajari dan diperoleh suatu masyarakat.
13
Kebudayaan secara umum dapat dibagi menjadi dua macam
(Sulasman dan Gumilar, 2013:271-272), yaitu kebudayaan daerah dan
kebudayaan nasional.
a. Kebudayaan daerah
Kebudayaan daerah merupakan kebudayaan dalam suatu wilayah atau
daerah yang menjadi warisan turun temurun dari generasi ke generasi
pada ruang lingkup daerah tersebut. Budaya daerah muncul saat
pendudk suatu daerah telah memiliki pola pikir dan perilaku dalam
kehidupan sosial yang sama dan menjadi kebiasaan sehingga berubah
sebagai ciri khas yang membedakan dengan masyarakat lain.
b. Kebudayaan nasional
Kebudayaan nasional merupakan gabungan budaya daerah-daerah
pada suatu Negara. Hal ini dimaksud bahwa budaya daerah yang
mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya di daerah lain pada
suatu Negara akan terus tumbuh dan berkembang sehingga menjadi
suatu kebiasaan dari Negara tersebut.
Sulawesi selatan merupakan daerah yang memiliki beragam budaya
dan tradisi peninggalan generasi dahulu dan kerajaan-kerajaan yang
sampai saat ini masih tetap di lestarikan dan dijaga sehingga menjadi ciri
khas dari daerah lain.
2. Tradisi
Tradisi dalam bahasa arab disebut A‟datun yaitu sesuatu yang
berulang-ulang atau isti‟adah yaitu adat atau istiadat yang berarti sesuatu
14
yang terulang-ulang dn diharapkanakan terulang lagi. Tradisi adalah adat
kebiasaan turun temurun yang masih dilaksanakan oleh masyarakat, yang
memberi manfaat dalam dinamika kehidupannya.
Soedarso dalam skripsi Hamriyadi (2018:9) menjelaskan bahwa
tradisi berasal dari bahasa latin „traditium‟ yang berarti sesuatu yang
diwariskan dari masa lalu. Dalam tradisi dapat dilihat bagaimana cara
masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan duniawi ataupun dalam
hal-hal yang bersifat ghoib atau kepercayaan.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (kbbi) dijelaskan bahwa arti
dari kata tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun yang masih
dijalankan oleh suatu masyarakat, menganggap dan menilai bahwa cara
sudah ada sebelumnya merupakan sesuatu yang paling baik dan benar. Hal
ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan suatu tradisi, perlu adanya
pemahaman akan makna yang terkandung di dalamnya.
Masyarakat beranggapan bahwa setiap tradisi dan adat istiada yang
mereka jalankan dan lestarikan, di dalamnya terkandung sebuah pesan atau
makna yang baik, sehingga hal inilah yang membuat masyarakat tetap
mempertahankan tradisi yang ada pada daerahnya. Tradisi menjadi contoh
yang masyarakat jadikan warisan dan ciri khas daerahnya.
Daeng dalam skripsi Hariyanti (2019:14) menjelaskan bahwa adat
istiadat serta tradisi merupakan sumber bagi pembinaan dan
pengembangan kebudayaan daerah. Adat tidak dapat dipisahkan dengan
kebudayaan karena adat merupakan bagian kebudayaan suatu bangsa,
15
sehingga adat istiadat Makassar harus dilestarikan karena merupakan jati
diri masyarakat Makassar dan juga menjadi pengembangan kebudayaan
nasional.
Masyarakat Makassar sering menyebut adat istiadat sebagai
panngadakkang yang berasal dari kata adak (adat) yang berarti norma-
norma, patokan-patokan dalam bertingkah laku pada kehihupan sehari-
hari. Norma-norma atau pola-pola tersebut harus berpatokan pada
peristiwa-peristiwa di masa lalu, Sugirah (2010:34)
Daeng dalam skripsi Hariyanti (2019:14) mengemukakan bahwa
dalam masyarakat Makassar masih berlangsung adat istiadat yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat karena dianggap memiliki nilai-nilai
luhur yang perlu dilestarikan. Adat istiadat dalam masyarakat Makassar
masih ditemukan, seperti: pernikahan, tolak bala (appassili atau
assongkobala), aqiqah, khitanan, membangun rumah, kematian, serta
upacara adat tahunan „tammu taung‟ kalompoang dan lain-lain.
Yang menjadi hal penting dalam memahami tradisi adalah sikap
atau orientasi pikiran atau benda material atau gagasan yang berasal dari
masa lalu yang dilakukan orang dimasa kini. Sikap dan orientasi ini
menempati bagian khusus dari keseluruhan warisan historis dan
mengangkatnya menjadi tradisi. Arti penting penghormatan atau
penerimaan Sesuatu yang secara sosial ditetapkan sebagai tradisi
menjelaskan betapa menariknya fenomena tradisi itu.
16
3. Makna Sosial
Makna adalah sesuatu yang dapat diartikan sebagai „arti‟
sedangkan sosial adalah masyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
(2012) makna adalah arti atau maksud pembicara atau penulis. Makna
yang dimaksud adalah sebuah bentuk kandungan pesan yang disampaikan
pembicara atau penulis kepada lawan bicara atau khalayak pembaca.
Sedangkan sosial yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dipakai
sebagai acuan dalam berinteraksi antara manusia dalam konteks
masyarakat atau komunitas, sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak
yang berisi simbol-simbol berkaitan pemahaman terhadap lingkungan dan
berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh
individu sebagai anggota suatu masyarakat.
Istilah sosial sering dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan
dengan manusia dalam masyarakat. Segala tindakan yang dilakukan oleh
manusia pasti memiliki makna atau pesan yang terkandung di dalamnya.
Hal inilah yang menjadikan tindakan-tindakan yang dilakukan manusia
dalam masyarakat memiliki maknanya tersendiri.
Makna sosial dilahirkan melalui proses sosial dan dari proses
interaksi dengan dirinya sendiri, Mead dalam Nursalam, DKK (2016:187).
Geertz dalam Endraswara (2017:167) mengatakan yang perlu ditekankan
dalam kajian religi bahwa kajian budaya bukanlah “sebuah sains
eksperimental yang mencari suatu kaidah, tetapi sebuah sains
17
interpretative yang mencari makna”. Makna harus dicari dalam fenomena
budaya.
Unsur-unsur pembentuk makna sosial yaitu memiliki ciri-ciri dari
identitas masyarakat, salah satunya adalah pola tingkah laku, yang mana
pola tingkah laku setiap individu atau kelompok mencerminkan bahwa
mereka mereka memiliki symbol atau identitas sendiri dalam bersosial
mulai dari cara berinteraksi, lifestyle, cara berpakaian, dan lain-lain.
Dapat disimpulkan bahwa suatu masyarakat memiliki ciri utama,
yang terdiri dari:
a. Berlangsung interkasi antar individu atau antar golongan
b. Terdapat suatu pola yang didasarkan pada nilai dan norma atau aturan-
aturan yang khas
c. Berlangsung dalam kurun waktu yang tak terbatas atau bisa disebut
memiliki kontinuitas waktu
d. Terdapat suatu rasa identitas yang kuat yang saling mengikat warganya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah
suatu kesatuan yang memiliki system, nilai, dan norma yang mengatur
pola tingkah laku serta interaksi didalamnya. Seperti halnya ritual appalili,
yang dilakukan oleh masyarakat Galesong pada rangkaian prosesi upacara
adat tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, masyarakat melakukan
hal tersebut karena ada sebuah system atau aturan yang meraka jalankan,
serta memiliki nilai dan norma yang harus dipatuhi sebab setiap tindakan
tersebut memiliki makna tersendiri di dalamnya.
18
4. Ritual Appalili
a. Pengertian ritual
Ritual merupakan teknik (cara/metode) membuat suatu adat
kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga
adat sosial dan agama, karena ritual merupakan agama dalam tindakan.
Ritual bisa dilakukan secara pribadi atau berkelompok, serta membentuk
disposisi pribadi dari pelaku ritual sesuai dengan adat dan budaya masing-
masing. Ritual adalah seperangkat tindakan yang coba melibatkan agama
atau magis yang diperkuat melalui tradisi.
Sebagai kata sifat, ritual adalah dari segala yang dihubungkan atau
disangkutkan dengan upacara keagamaan, seperti upacara kelahiran,
kematian, pernikahan dan juga ritual sehari-hari untuk menunjukan diri
kepada kesakralan sesuatu yang menuntut untuk diperlakukan secara
khusus.
Koentjaraningrat dalam skripsi Hamriyadi (2018:10), menjelaskan
bahwa ritual di sebut sebagai upacara atau ritus yang mempunyai nilai
keramat atau sacred value, dilakukan secara khidmad dan keramat atas
dasar suatu getaran jiwa yang bisa disebut dengan emosi keagamaan.
Sebagaimana penjelasan diatas, bahwa ritual berhubungan akan
kepercayaan seseorang terhadap sesuatu yang dianggap suci. Ritual
biasanya dilakukan dengan cara memanjatkan doa, melakukan ibadat,
sembahyan dan dalam bentuk kebangkitan. Ritual dilakukan dengan tujuan
19
dan maksud yang bervariasi, mulai dari meminta keberkahan, kesehatan,
keselamatan, jodoh, menolak bala dan lain-lain.
b. Macam macam ritual
Ritual dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1) Tindakan magis, yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan
yang bekerja karena daya-daya mistis.
2) Tindaka religius, kultur para leluhur juga bekerja dengan cara ini.
3) Ritual konstitutif, yang mengugkapkan atau mengubah hubungan
sosial dengan merujuk pada pengertian mistis, dengan cara ini
upacara upacara kehidupan menjadi khas.
4) Ritual faktitif, yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan
pemurnian dan perlindungan atau dengan cara meningkatkan
kesejahteraan materi suatu kelompok.
Dalam antropologi, upacara ritual dikenal dengan istilah ritus.
Ritus dilakukan untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, agar
mendapatkan berkah atau rezki yang banyak dari suatu pekerjaan, seperti
upacara sakral ketika akan turun kesawah, ada ritual yang untuk menolak
bahaya yang telah atau diperkirakan akan datang, ritual untuk meminta
perlindungan juga pengampunan dari dosa, ada ritual untuk mengobati
penyakit (rites of healing), ritual karena perubahan atau siklus dalam
kehidupan manusia. Ritual Seperti pernikahan, mulai dari kehamilah,
kelahiran (rites of passage cyclic rites), dan kematian.
20
c. Ritual Appalili
Ritual appalili merupakan tradisi yang sampai saat ini masih
dipertahankan oleh masyarakat Sulawesi Selatan terkhusus di masyarakat
Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Ritual appalili yang dilakukan
oleh masyarakat sebagai rangkaian kegiatan pada upacara adat tammu
taunna gaukang Karaeng Galesong.
Ritual appalili adalah ritual yang dilakukan dengan mengelilingi
kampung dengan diiringi musik gendang dan pui-pui „suling‟ menuju
bungung barania. Latif dalam tesis Nurhalimah (2018:23), mengatakan
bahwa appalili berasal dari kata palili yang berarti berkeliling.
Menurut etimologi, appalili (Makassar) / mappalili (Bugis) berasal
dari kata palili yang memiliki makna untuk menjaga tanaman padi dari
sesuatu yang akan mengganggu atau menghancurkannya. Dalam
masyarakat Galesong, appalili dilakukan untuk menghindari bala dan
sebagai bentuk rasa syukur.
Ritual appalili yang dilakukan oleh masyarakat Galesong sebagai
rangkaian prosesi upacara adat yang dimulai dari kompleks Balla Lompoa
mengelilingi kampung menuju bungung barania untuk mengambil air
yang akan digunakan dalam prosesi pencucian benda pusaka peninggalan
kerajaan Karaeng Galesong. Ritual appalili yang dilakukan oleh
masyarakat Kabupaten maros merupakan serangkaian upacara adat
Karaeng marusu yang intinya adalah turunnya alat-alat kerajaan menuju
21
sawah kerajaan yang bergelar turannua untuk membajak sawah pusaka
kerajaan marusu.
Jika dilihat dan diamati maka akan terdapat perbedaan antara
appalili yang dilakukan oleh kerajaan Galesong dengan kerajaan marusu,
yang mana meski sama-sama memiliki arti berkeliling, tetapi ritual
appalili yang dilakukan kerajaan Galesong dalam rangkaian menuju
bungung barania untuk mengambil air yang akan digunakan sebagai
pencuci benda pusaka, sedangkan yang dilakukan oleh Karaeng marusu
adalah turunnya alat-alat kerajaan (pajjekona karang marusu) menuju
sawah untuk membajak.
Ritual appalili memiliki makna tersendiri yang terkandung di
dalamnya, ada nilai bagi masyarakat sehingga masyarakat tetap
mempertahankan dan melestarikan tradisi budaya daerahnya. Hal ini
pulalah yang membuat masyarakat Galesong tetap mempertahankan tradisi
adat istiadatnya, karena makna atau pesan yang terkandung dalam setiap
tradisi budaya mereka.
5. Bungung barania
Tak banyak yang mengetahui bahwa pada tanggal 24 Oktober
1967, suatu pesta nelayan digelar di Galesong Kabupaten Takalar Provinsi
Sulawesi Selatan dan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia yang
kedua bapak Soeharto. Pada kunjungannya ke Galesong Presiden Soeharto
mengunjungi bungung barania yang bertempat di pesisir barat Galesong
tepatnya di Dusun Bayowa Desa Galesong Kota dan membaur dengan
22
ribuan nelayan yang bersuka cita dihari nelayan. Presiden Soeharto
berminat ke Galesong, sebab dikawasan pesisir Galesong inilah lahir
seorang pejuang pantang menyerah bernama I Mannindori Karaeng
Tojeng Karaeng Galesong.
I Mannindori Karaeng Tojeng Karaeng Galesong, sosok yang
disebut tak mau takluk ketika Keluarga Sombaya Sultan Hasanuddin di
Gowa telah dipaksa bertekuk lutut oleh Jenderal Jon Speelman melalui
Perjanjian Bungaya. Sebagai salah seorang panglima perang, Karaeng
Tojeng dari Galesong memilih berperang di lautan sebelum merapat di
Jawa bagian Timur.
Gambar. 2.1 bungung barania Galesong saat kunjungan presiden
Soeharto (sumber: klanews.id)
Sebelum berangkat ke Jawa untuk berperang, Karaeng Galesong
mandi di bungung barania yang diyakni bisa mendatangkan keberanian,
23
para Laskar Imanindori I Kare Tojeng Karaeng Galesong beserta semua
badik, tombak dan lain-lain juga di mandikan di bungung barania.
Bungung barania merupakan sumur tua yang sudah ada sejak abad
ke-16. Bungung barania diapik oleh dua pohon besar yang disebut
dandere dan poko‟ ramba‟. Air dari bungung barania tidak terasa asin
walaupun lokasinya sangat dekat dengan laut tetapi airnya tetap terasa
tawar, padahal jarak sumur (bungung barania) sangat dekat dengan bibir
pantai hanya sekitar 10 meter. Pada masa lampau bungung barania
dijadikan sebagai sumber mata air masyarakat pesisir kampong Boyowa
dan para nelayan yang meski berada ditepi laut.
Masyarakat yang mengunjungi bungung barania pada prosesi adat
menggunakan baju adat dan di iringi dengan alunan musik gandrang dan
pui-pui. Hal Ini dilakukan mulai dari istana Balla Lompoa Galesong
dengan berjalan kaki menuju bungung barania yang disebut sebagai
appalili. Appalili ini dilakukan dengan cara mengelili rumah adat Balla
Lompoa dengan diiringi alunan musik gendang dan seruling oleh
masyarakat menuju ke bungung barania. Bungung barania tidak hanya
dikunjungi pada saat prosesi adat Karaeng Galesong. Akan tetapi
Kompleks ini juga dikunjungi untuk acara adat yang lainnya, budaya atau
untuk melihat tempat tersebut. Jadi bungung barania sangat erat
kaitannya dengan prosesi adat Karaeng Galesong.
24
B. Kajian Teori
Jika kita cermati dari latar belakang dan kajian konsep penelitian ini,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian ini termasuk dalam
paradigma defenisi sosial. Weber (Upe, 2010:54) adalah Pelopor utama
paradigma defenisi sosial dengan analisisnya tentang tindakan sosial (sosial
action).
Teori-teori dalam paradigma defenisi sosial dan sesuai dengan
penilitian ini yaitu:
1. Teori Tindakan Sosial
Menurut Weber dan Simmel dalam Wirawan (2012:100) Manusia
selalu menjadi agen dalam konstruksi aktif dari realitas sosial, dimana
perilaku manusia dalam bertindak tergantung pada pemahaman atau
pemberian makna. Teori ini menganggap bahwa semua tindakan manusia
memiliki maksud dan tujuan, bagi Weber tindakan tersebut sebagai tindakan
sosial, sehingga perlu adanya pemahaman terhadap tindakan manusia
(prestehen) dengan melakukan interpretasi atas makna yang dilakukan orang
lain, Weber dalam Nursalam, DKK (2016:182).
Ada empat tipe tindakan sosial manusia yang dikemukakan oleh Weber
dalam Nursalam, DKK (2016:59), yaitu:
a. Tindakan rasional instrumental/ Zwerk Rational, yaitu tindakan yang
dilakukan dengan berdasarkan pada pertimbangan tujuan dan ketersediaan
alat untuk dipergunakan dalam mencapai tujuan. Contohnya untuk
melaksanakan ritual appalili, maka masyarakat akan bersama-sama
25
datang ke rumah adat Balla Lompoa mempersiapkan segala kebutuhan
yang diperlukan.
b. Tindakan rasional nilai / Werk Rational, yaitu tindakan yang bersifat
bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan atau
perhitungan, sedangkan tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan
nilai. Contohnya, masyarakat yang berpartisipasi dalam pelaksanaan ritual
appalili tidak mengharapkan adanya imbalan, akan tetapi berharap agar
kegiatan ini dapat menjadi kebersamaan dan kegiatan yang bernilai.
c. Tindakan Afektif/Tindakan yang dipengaruhi Emosi /Affectual Actian,
yaitu tindakan yang lebih didominasi oleh perasaan atau emosi tanpa
refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Contohnya, dalam
pelaksanaan ritual appalili ini terkadang ada banyak hal yang
mempengaruhi emosi atau perasaan masyarakat, mulai dari perasaan
sedih, bahagia, mengasihi dan lain sebagainya.
d. Tindakan Tradisional/Tindakan karena Kebiasaan / Traditional Action,
yaitu tindakan yang memperlihatkan perilaku tertentu dari seseorang
karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang
sadar atau perencanaan. Contohnya, pelaksaan ritual appalili yang
dilakukan secara turun temurun dari generasi-kegenerasi dan merupakan
warisan dari orang-orang terdahulu.
Dari empat tipe tindakan sosial yang dikemukakan oleh Weber, dapat
dilihat bahwa penelitian ini terkait tentang tindakan tradisonal yaitu suatu
26
tindakan yang ditentukan oleh kebiasaan atau dilakukan karena adat
kebiasaan atau tradisi secara turun-temurun.
Dasar Teori Weber tentang teori sosial ialah tindakan sosial, yaitu
tindakan yang terkait dan ditujukan kepada orang lain. Inilah yang dimaksud
sebagai tindakan penuh arti dari individu. Berdasarkan fenomena yang dikaji
tentang penjelasan kesan atau makna, maka kajian weber bertujuan untuk
menafsirkan atau memahami tindakan sosial serta hubungan sosial sampai
pada penjelasan yang kasual/sederhana. Oleh karena itu Weber menawarkan
konsep verstehen atau analisis pemahaman melalui pemaknaaan bersama
(negosiated meaning). Hal ini dikarenakan objek kajian yaitu fenomena ideal
atau spiritual (sesuatu dibalik tindakan) sehingga pemilihan subjek-subjek
tidak ada, Wirawan (2012:103-104).
Teori Tindakan sosial dan hubungannya dengan ritual appalili yaitu
dalam melaksanakan atau melakukan suatu kegiatan, ada tujuan yang ingin
dicapai oleh masyarakat serta makna atau pesan yang terkandung dalam
setiap tindakannya. Hal ini dapat dilihat dari fenomena kehidupan
masyarakat, setiap tindakan yang dilakukan memiliki arti atau makna. Untuk
memahami arti dari tindakan yang dilakukan oleh masyarakat, maka perlu
melihat fenomena yang terjadi.
2. Teori Fenomenologi
Fenomenologi adalah sesuatu yang berangkat dari pola fikir
subjektivisme, yang tidak hanya memandang sesuatu dari gejala yang tampak,
27
akan tetapi berusaha untuk menggali makna dibalik gejala tersebut, Campbell
dalam Wirawan (2012:133).
Wirawan (2012:137) mengatakan bahwa Fenomenologi hadir untuk
memahami makna subjektif manusia yang dikaitkan dengan tindakan-
tindakannya dan sebab-sebab objektif serta konsekuensi dari tindakannya
tersebut. Dalam kehidupan bermasyarakat, individu dapat memahami symbol-
simbol untuk memberi makna pada tingkah lakunya sendiri.
Schutz dalam Wirawan (2012:140), meletakkan hakikat kondisi
manusia pada pengalaman subjektif dalam bertindak dan mengambil sikap
terhadap kehidupan sehari-hari. Schutz menyatakan bahwa refleksi atas
tingkah laku adalah proses pemahaman aktual kegiatan dan pemberian
makna. Kemudian, dapat dilakukan penyeleksian terhadap unsur-unsur
pengalaman yang memungkinkan untuk melihat apakah tindakan kita adalah
sebuah tindakan yang bermakna.
Pemikiran Schutz dalam menganalisis tindakan seseorang yang umum
dalam dunia kehidupan tidak dapat terlepas dari situasi biografinya. Makna
yang terbangun dari setiap interaksi tidak lepas dari latar belakang biografis.
Proses pemaknaan membentuk relevansi dengan lingkungan untuk
menjalankan interaksi, yang mana hal ini dijadikan suatu sistem yang
membentuk tujuan dalam setiap tindakan sosial yang dilakukan individu,
Schutz dalam Nindito (2005:89).
Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dengan melihat
fenomena yang ada dilapangan, hal ini bertujuan untuk mengetahui makna
28
yang terkandung dalam kegiatan yang dilakukan. Teori Fenomenologi
memberikan gambaran bagaimana cara seseorang untuk mengetahui makna
yang terkandung dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia, seperti
halnya ritual appalili yang dilakukan oleh masyarakat sebagai adat istiadat
yang mengandung makna didalamnya, sehingga fenomenologi hadir untuk
mengetahui makna yang terkandung dalam tindakan masyarakat pada prosesi
ritual appalili.
C. Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka dapat diambil Suatu kerangka pemikiran sebagai berikut. penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana prosesi ritual appalili yang
dilakukan di bungung barania dan untuk mengetahui makna sosial ritual
appalili di bungung barania Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong
Kabupaten Takalar. Ritual biasanya dilakukan dengan cara memanjatkan doa,
melakukan ibadat, sembahyan dan dalam bentuk kebangkitan. ritual
dilakukan dengan tujuan dan maksud yang berfariasi, mulai dari meminta
keberkahan, kesehatan, keselamatan, jodoh, menolak bala dan lain-lain.
Bungung barania merupakan sumur tua yang sudah ada sejak abad ke-16,
merupakan tempat mandi I Manindori Kare Tojeng Karaeng Galesong beserta
para laskar pada saat masa penjajahan. Sumur ini memiliki air yang tawar
meskipun lokasinya berada kurang lebih 10meter dari bibir pantai. Bungung
barania juga dijadikan symbol kerajaan Karaeng Galesong dan menjadi pusat
adat kerajaan Galesong.
29
Berikut ini adalah kerangka pemikiran dari penelitian Makna Sosial
Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di Desa Galesong
Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar).
Skema kerangka pikir
PENDEKATAN FENOMENOLOGI
RITUAL APPALILI
PROSESI
RITUAL
MAKNA
SOSIAL
RITUAL
TEORI
TINDAKAN
SOSIAL
30
D. Penelitian Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ningsi tentang “persepsi masyarakat
terhadap pelaksanaan ritual assaukang di Desa Buluttana Kecematan
Tinggi Moncong Kabupaten Gowa” pada tahun 2016.
Hasil dari penelitian Ningsi adalah ritual assaukang yang
dilakuakan masyarakat pada sebuah tempat yaitu saukang dimana tempat
ini adalah sebuah pohon besar yang terdapat beberapa batu besar yang
disekelilingnya diberi pagar bambu. Kemudian berubah menjadi kata kerja
yang disebut sebagai assaukang yang memiliki arti syukuran. Acara
assaukang merupakan bentuk syukuran yang dilakukan masyarakat
Buluttana setelah panen dengan berkumpul di rumah adat untuk
melaksanakan syukuran.
Perbedaan yang cukup signifikan antara penelitian yang dilakukan
peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsi ini yaitu pada
tempat penelitian, dimana Ningsi berfokus pada pohon besar yang
berlokasi di Desa Buluttana Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten
Gowa, sedangkan peneliti berfokus pada sumur tua yang berada dekat
dengan bibir pantai di Desa Galesong Baru Kecamatan Galesong
Kabupaten Takalar. Meskipun keduanya sama-sama meneliti tentang adat
yang ada di masyarakat dan berhubungan dengan kegiatan ritual, tetapi
tetap ada perbedan diantara keduanya, yang mana penelitian Ningsi
dilakukan berhubungan tentang syukuran pasca panen yang dilaksanakan
setiap satu tahun sekali, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti
31
berhubungan dengan acara kerajaan Karaeng Galesong dan acara tammu
taunna gaukang Karaeng Galesong yang di dalam terdapat sebuah bagian
prosesi yang di sebut sebagai ritual appali menuju bungung barania serta
sebagai tempat mengambil air yang digunakan untuk mencuci benda-
benda pusaka zaman penjajahan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurfadillah tentang “Persepsi Masyarakat
Terhadap Tradisi Massempe‟ Di Desa Mattoanging Kecamatan Tellu
Siattinge Kabupaten Bone”
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Nurfadilah adalah
menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang tradisi Massempe‟
sangat bervariasi, masyarakat Desa Mattoanging Kecamatan Tellu
Siattinge Kabupaten Bone juga masih tetap merayakan tradisi Massempe‟,
karena didalamnya menyimpan berbagai nilai luhur yang sangat tinggi.
Bentuk pelaksanaannya sangat memperhatikan sistem peradatan,
menjunjung tinggi nilai- nilai musyawarah, silaturrahim, gotong royong,
keberanian (ketangkasan), religius, kedermawanan dan solidaritas yang
telah dilakukan bersama-sama semua lapisan masyarakat. Sedangkan
pelaksanaan tradisi Massempe‟ merupakan tradisi turun temurun yang
bersumber dari leluhur/nenek moyang, sebagai rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas keberhasilannya bertani selama satu tahun dan
dijadikan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat.
Perbedaan yang cukup signifikan dari penelitian ini yaitu fokus
penilitian yang diambil oleh Nurfadillah yaitu tradisi massempe yang
32
dilakukan dalam sebuah tradisi dengan melakukan masempe atau saling
tendang-menendang yang pada mulanya dilakukan oleh raja-raja. Dan
berfokus pada pelaksaan tradisi dan persepsi masyarakat terhadap tradisi
massempe. Sedangkan fokus penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu
tentang tradisi yang dilakukan oleh keturunan kerajaan Galesong yang
bertempat di bungung barania Galesong, tradisi yang berhubungan dengan
acara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong. penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui prosesi ritual appalili dan makna sosial yang
terkandung dalam tradisi appalili. Dalam penelitian ini, terdapat barisan-
barisan ritual appalili mulai dari kerbau di bagian terdepan, pemain
gendang, barisan tubarani, bembengang, sampai pada barisan-barisan
dengan pakaian tradisonal dan nasional. Ritual yang dilakukan sebagai
bentuk tolak bala/ appalili bala, ungkapan rasa syukur, ritual yang
mempersatukan semua lapisan masyarakat di Galesong, dan sebagai
bentuk pelestarian budaya yang telah ada dari zaman dahulu. Ritual yang
telah berumur 260 tahun sejak ditemukannya benda gaib tersebut dari
lautan oleh nelayan papekang.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhalimah tentang “Tradisi Appalili Di
Kassikebo Kecamatan Maros Baru Kabupaten Maros (2005-2017)”
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhalimah menunjukkan
bahwa bahwa latar belakang lahirnya tradisi apaplili ini disebabkan oleh
tiga hal, yaitu sebagai tradisi turun sawah yang telah diselenggarakan
secara turun temurun, sebagai bentuk tolak bala agar terhindar dari
33
bencana yang melanda daerah kassikebo, dan sebagai ucapan rasa syukur
karena dengan melaksanakan appalili hasil panen masyarakat menjadi
melimpah dan sudah bisa melakukan panen raya dua kali dalam setahun.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Nurhalimah dan yang
dilakukan peneliti yaitu fokus penelitian terhadap prosesi ritual appalili di
bungung barania serta untuk mengetahui makna sosial yang terkandung
dalam ritual appalili tersebut. Karena penelitian sebelumnya belum
membahas lebih jauh mengenai ritual appalili, dan lebih berfokus pada
latar belakang terbentuknya tradisi appalili, perkembangan tradisi appalili
dan dampak yang ditimbulkan dari terlaksananya tradisi appalili. Jenis
penelitian yang digunakan oleh Nurhalimah yaitu jenis penelitian sejarah
bersifat deskriftif kualitatif. Sedangkan peneliti menggunakan metode
kualitatif deskriftif dengan pendekatan fenomenologi serta teori yang
dipakai adalah teori tindakan sosial dan teori fenomenologi, hal ini
dilakukan untuk mengetahui makna dari tindakan yang dilakukan
berdasarkan fenomena yang ada.
Dalam penelitian ini, terdapat barisan-barisan ritual appalili mulai
dari kerbau di bagian terdepan, pemain gendang, barisan tubarani,
bembengang, sampai pada barisan-barisan dengan pakaian tradisonal dan
nasional. Ritual yang dilakukan sebagai bentuk tolak bala/ appalili bala,
ungkapan rasa syukur berkat adanya gaukang, ritual yang mempersatukan
semua lapisan masyarakat di Galesong, dan sebagai bentuk pelestarian
budaya yang telah ada dari zaman dahulu. Ritual yang telah berumur 260
34
tahun sejak ditemukannya benda gaib tersebut dari lautan oleh nelayan
papekang.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Ningrum, DKK tentang “Upacara Gaukan
Tu Banjeng Kabupaten Gowa (1945-2017)”
Tujuan dari penelitian Ningrum untuk mengetahui gambaran
tentang latar belakang berbentukya gaukan dalam masyarakat Sulawesi
selatan, gaukang tu bajeng pada masa awal kemerdekaan dan masa
sekarang, serta pandagan masyarakat terhadap upacara gaukang tu bajeng
Kabupaten gowa.
Kelebihan pada penelitian ini menjelaskan mengenai proses
kegiatan yang dilakukan di wilayah Balla Lompoa serta bungung barania
yang dihadiri oleh para parang banoa serta keturunan kerajaan dan
masyarakat setempat dan juga mengenai prosesi pencucian benda pusaka
serta pemotongan hewan. Adapun Kekurangan dari penelitian ini yaitu,
kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga dan merawat benda
pusaka yang ada diBalla Lompoa. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif historis dan metode penelitian sejarah, serta teori yang dipakai
dalam penelitian ini yaitu, heuristi, kritik, interpretasi dan historiografi.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum, DKK dan
yang dilakukan peneliti yaitu fokus penelitiannya adalah prosesi ritual
appalili di bungung barania serta untuk mengetahui makna apa yang
terkandung dalam ritual appalili tersebut. Karena penelitian sebelumnya
belum membahas lebih jauh mengenai ritual appalili, dan lebih berfokus
35
pada upacara gaukang. Metedo penelitian yang digunakan juga berbeda
yaitu penelitian sebelumnya merupakan penelitian sejarah, sedangkan
penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan metode kualitatif
deskriftif dengan pendekatan fenomenologi serta teori yang dipakai adalah
teori tindakan sosial dan teori fenomenologi, hal ini dilakukan untuk
mengetahui makna dari tindakan yang dilakukan berdasarkan fenomena
yang ada.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Hamriyadi tentang “Fungsi Penyajian
Gendang Makassar dalam Prosesi Pencucian Benda Pusaka pada Upacara
Adat Gaukang Di Galesong Kabupaten Takalar”
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan fungsi gendang
Makassar dan bentuk penyajian gendang Makassar dalam prosesi
pencucian benda pusaka pada upacara adat gaukang di Galesong
Kabupaten Takalar. Kelebihan dari penelitian ini yaitu menjelaskan
prosesi ritual adat tammu taunna gaukang Karaeng Galesong dan
menjelaskan bagaimana bentuk penyajian gendang dan apa fungsi dari
penyajian gendang tersebut.
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Hamriyadi bahwa fungsi
dan bentuk penyajian gendang yang dilakukan dalam prosesi adat
pencucian benda pusaka yaitu sebagai media hiburan, sarana sosial
budaya, sarana komunikasi serta sebagai sarana ritual dengan beberapa
bentuk penyajian berdasarkan unsur-unsur music tradisi dan juga
36
menjelaskan tentang bagaimana irama atau ritme dari gendang Makassar
dan tanda tempo yang dipakai serta teknik permainan yang digunakan.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Hamriyadi dan peneliti
dilakukan yaitu fokus penelitiannya adalah prosesi ritual appalili di
bungung barania serta untuk mengetahui makna apa yang terkandung
dalam ritual appalili tersebut. Karena penelitian sebelumnya belum
membahas lebih jauh mengenai ritual appalili, dan lebih berfokus pada
fungsi penyajian gendang dalam prosesi pencucian benda pusaka. Metedo
penelitian yang digunakan juga berbeda yaitu peneliti menggunakan
metode kualitatif deskriftif dengan pendekatan fenomenologi serta teori
yang dipakai adalah teori tindakan sosial dan teori fenomenologi, hal ini
dilakukan untuk mengetahui makna dari tindakan yang dilakukan
berdasarkan fenomena yang ada.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan pendekatan penelitian
Pada Penelitian ini jenis pendekatan penelitian yang digunakan
merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Alasan utama penggunaan
penelitian kualitatif budaya yaitu data yang diperoleh dilapagan biasanya
tidak terstruktur dan relative banyak, sehingga kemungkinan peneliti untuk
menyusun, memahami, mengkritisi dan mengklasisfikasikan data yang lebih
menarik dengan penelitian kualitatif, Endraswara (2017:15). Penggunaan
jenis penelitian kualitatif ini yaitu untuk mengetahui fakta yang ada
dilapangan terkait makna soaial ritual appalili di bungung barania melalui
studi fenomenologi di Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar.
Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya ada taraf deskriptif,
yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat
lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan titik kesimpulan yang
diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat
dikembalikan langsung pada data yang diperoleh. Penelitian deskriptif
bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis dan akurat fakta dan
karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu, penelitian ini
berusaha menggambarkan situasi atau kejadian.
38
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
fenomenologi. Dalam pendekatan fenomenologi ini, peneliti mendeskripsikan
prosesi ritual appalili yang dilakukan di bungung barania dan untuk
mengetahui makna dari ritual appalili tersebut dari masyarakat yang bercerita
dan terlibat langsung dalam kegiatan itu, kemudian peneliti mengumpulkan
dan menuliskan cerita dari individu-indvidu atau masyarakat tersebut.
Pendekatan fenomenologi menurut Collins dalam Wirawan
(2012:166), dikatakan bahwa pada saat itu peneliti melakukan interpretasi
terhadap makna suatu perbuatan, dan pikiran mereka tentang strukrur suatu
keadaan. Analisi terhadap kegiatan informan adalah salah satu teknik yang
sering digunakan untuk menggambarkan bagaimana manusia berfikir tentang
dirinya sendiri melalui pembicaraan yang dilakukan berdasarkan ilmu yang
dimiliki. Penelitian fenomenologi berasumsi bahwa setiap orang mengalami
suatu fenomena, dan semua subjek terdapat pengetahuan tentang pengalaman
dari kejadian tersebut.
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian, maka penulis memilih lokasi Penelitian ini
dilaksanakan di Rumah adat Balla Lompoa Galesong dan Bungung
barania Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
39
Tabel 1. Rancangan kriteria pemilihan Lokasi penelitian
Rancangan Kriteria Pemilihan Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian
Penelitian ini terkait dengan Makna Sosial
Ritual Appalili Di Bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong
Kabupaten Takalar.
Peristiwa / (Persoalan
Issu)
Dalam pelaksaan ritual appalili yang dilakukan
di bungung barania terdapat banyak masyarakat
yang belum mengetahui makna terkait pelaksaan
ritual appalili tersebut, sehingga peneliti
memiliki ketertarikan untuk menelitinya dan
ingin mengetahui makna sosial ritual appalili di
bungung barania.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini diawali dengan mengajukan judul penelitian, Setelah
judul di terima peneliti lalu melakukan survey awal terkait ritual appalili
di bungung barania Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar, setelah itu peneliti melakukan bimbingan kepada dosen,
penelitian ini dilakukan mulai dari pengusulan judul, survey pendahuluan,
penyusunan proposal, konsultasi pembimbing (dosen), pengumpulan
proposal dan seminar proposal, setelah itu dilanjutakan dengan penelitian
40
dilapangan, penyususnan hasil penelitian, bimbingan skripsi dan terakhir
sidang skripsi. Waktu penelitian ini dilakukan tahun 2021.
Tabel 2.2 waktu penelitian.
NO JENIS
KEGIATAN
BULAN I BULAN II BULAN V
I II III IV I II III IV I II III IV
1 Pengusulan
Judul
2 Penyusunan
Proposal
3 Konsultasi
Pembimbing
4 Seminar
Proposal
5 Pengurusan
Izin Penelitian
6 Penelitian
7 Bimbingan
Skripsi
8 Sidang Skripsi
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian yang akan di telaah dari penelitian ini adalah bagian-
bagian dari rumusan masalah yaitu:
1. Fokus permasalahan dari Rumusan masalah yang pertama yaitu bagaimana
prosesi ritual appalili di bungung barania, sehingga dapat dilakukan
penelitian lanjutan tentang makna ritual appalili.
2. Fokus Permasalahan dari Rumusan Masalah yang kedua adalah mengenai
makna sosial ritual appalili di bungung barania Desa Galesong Kota
41
Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui bagimana makna sosial dari prosesi ritual appalili yang
dilakukan di bungung barania.
D. Informan Penelitian
Teknik Penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Purposive Sampling. Menurut Moleong (2007:224) Teknik ini
bertujuan untuk mencari kesimpulan dari berbagai macam sumber dan
bangunannya teknik ini digunakan ketika peneliti memiliki pertimbangan-
pertimbagan. Informan adalah orang yang memberikan informasi terkait
situasi dan kondisi fenomena yang di teliti (Moleong, 2007:132). Informan
dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan orang-orang yang memiliki
kriteria pengetahuan tentang pelaksanaan ritual appalili di bungung barania
yang ada di Desa Galesong Kota Kecamatn Galesong Kabupaten Takalar dan
masyarakat yang berada disekitar wilayah bungung barania dan mengetahui
tentang makna ritual.
Kriteria informan dalam penelitian ini adalah:
1. Tokoh adat Karaeng Galesong
2. Keturunan Karaeng Galesong
3. Tokoh masyarakat dan tokoh pemuda.
4. Masyarakat Galesong
Adapun Kategori informan dalam teknik purposive sampling yaitu
42
1) Informan Kunci, adalah orang yang memahami kejadian secara garis
besar. Dalam Penelitian ini informan kuncinya adalah tokoh adat
Karaeng Galesong.
2) Informan Utama, adalah orang yang terlibat langsung terhadap
fenomena yang terjadi misalnya informan yang menjadi saksi
terjadinya ritual appalili di bungung barania. Dalam penelitian ini
informan kunci atau informan utamanya adalah keturunan Karaeng
Galesong yang melakukan ritual appalili dibungung barania.
3) Informan Pendukung adalah orang yang mengetahui potongan kecil
atau sekilas tentang kejadian. Dalam penelitian ini informan
pendukung nya adalah tokoh masyarakat di Desa Galesong Kota
4) Informan tambahan adalah orang yang memberikan informasi
tambahan terhadap fenomena yang diteliti.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah segala alat bantu yang digunakan peneliti
selama proses penelitian terkait fenomena atau kejadian sosial serta alam
yang disesuaikan dengan variable penelitian (Sugiono, 2009). Adapun
instrument penelitian ini adalah Observasi (Lembar Observasi, Kamera),
wawancara (Daftar pertanyaan, lembar hasil wawancara, Alat perekam (HP)),
dan Telaah Dokumen (Lembar catatan dokumen, gambar hasil foto (HP)).
F. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu sebagai berikut:
43
1. Data Primer
Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung dari
informan penelitian dilapangan. Data primer merupakan data asli yang di
peroleh dari informan yang terlibat langsung dengan objek akan diteliti.
Data primer adalah data yang terkait dengan tujuan penelitian yang di
peroleh dari hasil wawancara dengan informan seperti informan kunci dan
informman utama. Data tersebut dikumpulkan dari pendapat juru kunci,
pemangku adat/tokoh adat Karaeng Galesong dan keturunan Karaeng
Galesong yang ada di Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong
Kabupaten Takalar.
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari informan yang
bukan informan utama dalam penelitian ini atau bisa dikatakatan informan
pendukung. Data sekunder adalah data yang di peroleh dari reverensi atau
sumber lain yang relevan dengan penelitiaan atau kepustakaan ,dokumen
atau media lainnya terkait bencana ritual appalili yang terjadi di Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar , sumber
informasi pada data sekunder dalam penelitian ini yaitu buku yang
membahas tentang makna sosial, buku kebudayaan, buku teori ilmu sosial,
jurnal dan sumber berita seperti klanews.id yang membahas tentang
bungung barania Galesong.
44
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan informasi terkait penelitiannya dalam penelitian ini teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Observasi, adalah kegiatan yang dilakukan peneliti dengan turun langsung
kelapangan untuk mengamatiperilaku dan kegiatan aktivitas individu-
individu di lokasi penelitian (Creswell, 2019:254).
2. Wawancara, adalah interaksi yang peniliti dengan informan dengan face to
face interview (wawancara berhadap-hadapan) dengan menyediakan
pertanyaan-pertanyaan terkait penelitian (Creswell, 2019:254).
3. Dokumen-dokumen, peneliti dapat mengumpulkan dokumen yang
berkaitan dengan penelitian, seperti: Koran, majalah, laporan dan dokumen
terkait objek penelitin (Creswell, 2019:255).
4. Audio dan visual (dokumentasi), penelitian yang dilakukan dengan
mengumpulkan informasi yang didokumentasikan dalam bentuk rekaman,
gambar, suara, dan tulisan (Creswell, 2019:255).
Selanjutnya peneliti menjelaskan langkah-langkah atau cara dalam
melakukan observai, wawancara, dan dokumentasi selama proses penelitiannya
sebagai berikut
Table 3. teknik pengumpulan data
Teknik Pengumpulan Data Penjelasan
Observasi Observasi yang dilakukan peneliti adalah
observasi jenis non partisipan dimana
45
peneliti tidak terlibat langsung dengan
kegiatan informan melainkan mengamati
secara langsung apa yang terjadi
dilapangan, peneliti melakukan pengamatan
terhadap aktivitas yang dilakukan
dibungung barania, yang dilakukan peneliti
secara sistematis terkait kegiatan dan
mengamiti aktivitas masyarakat di daerah
bungung barania.
Wawancara Dalam pengumpulan data ini peneliti
menggunakan metode wawancara dengan
melakukan percakapan dengan informan
yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu
pemangku adat Karaeng Galesong, juru
kunci bungung barania, dan keturunan
Karaeng Galesong, Dengan melakukan
wawancara ini peneliti memperoleh
gambaran terkait kegiatan tradisi ritual
appalili di bungung barania. wawancara ini
dilakukan dengan pertanyaan yang telah
peneliti susun secara sistematis berkaitan
dengan objek penelitian.
46
Dokumen-dokumen Dokumen-dokumen yang digunakan oleh
peneliti untuk menghasilkan catatan-catatan
penting yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti sehingga data yang diperoleh
akan lengkap dan memiliki kevalidan data.
Data dokumen akan peneliti peroleh melelui
rumah adat Karaeng Galesong dan melalui
media internet.
Audio dan visual (dokumentasi) Peneliti melakukan pengambilan gambar
ketika sedang melakukan wawancara
dengan meminta izin terlebih dahulu kepada
informan, serta melalukan perekaman dari
proses wawancara dan membuat catatan-
catatan penting dari observasi dan
wawancara.
H. Teknik Analisis Data
Setelah memperoleh data-data hasil observasi dan wawancara langkah
selanjutnya yang dilakukan adalah bagaimana cara menganalisis data kualitatif
yang ada dilapangan berupa hasil observasi, wawancara berupa kata-kata dan
pertanyaan-pertanyaan. Teknik analisis data yang di terapkan oleh
(Kaharuddin, 2015) dimana menganalisis data hingga ketitik kejenuhan data
atau puncak hasil penelitian.
47
Teknik analisis data dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pengumpulan data, data yang ada dilapangan dikumpulkan melalaui proses
observasi, wawancara dan dokumentasi yang selanjutnya dapat dilakukan
analisis atau perbandingan terhadap data yang diperoleh.
2. Reduksi data, data yang diperoleh dilapangan secara langsung dilakukan
perincian secara sistematis setelah mengumpulkan data lalu dilakukan
reduksi terhadap laporan-laporan yang diperoleh, yaitu dengan memilih
hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian yang dilakukan.
3. Penyajian data, yaitu penyusunan informasi secara sistematis dalam bentuk
tema-tema pembahasan sehingga mudah untuk difahami makna yang
terkandung di dalamnya.
4. Pengambilan kesimpulan, data yang diperoleh pada bagian ini peneliti
membuat atau mengutarakan kesimpulan dari data-data yang telah
diperoleh.
I. Teknik keabsahan data
Teknik keabsahan data adalah proses mengtringulasikan tiga data yang
terdiri dari data observasi, wawancara, dan dokumen. Dalam setiap penelitian
diperlukan suatu kebenaran atau keabsahan data agar penelitian memenuhi
kriteria validalitas dan reabilitas. Alat yang digunakan untuk menguji
keabsahan data terdiri dari triangulasi sumber, triangulasi waktu, triangulasi
teori, dan triangulasi pakar. Keabsahan data ini termasuk dalam cross chek
karena data yang di peroleh lebih terjamin dan factual sesuai dengan fenomena
48
yang terjadi di lapangan. Untuk lebih jelasnya akan di jelskan dalam table
berikut ini:
Tabel 4. Teknik keabsahan data
Alat Keabsahan Data Penjelasan
Trianguslasi Sumber
Triangulasi Sumber yang dilakukan
peneliti dalam penelitian ini melalui
beberapa metode untuk mendapatkan
data sesuai dengan tujuan penelitian,
adapun langkah yang di gunakan
dalalm triangulasi sumber ini yaitu
melalui observasi dilapangan secara
langsung dan melakuakan wawancara
face to face dengan informan. Selain
itu, kegiatan ini lakukan untuk
mengobservasi kedaan secara
langsung bungung barania dan ritual
yang dilakukan disekitarnya, serta
mengumpulkan dokumentasi berupa
catatan dan gambar yang dilakukan
ketika sedang wawancara langsung,
dan peneliti juga memanfatkan
sumber berita terkait ritual tradisi di
49
bungung barania. metode penelitian
yang dikemukakan oleh Creswell
(2019) dengan teknik pengumpulan
data yang dilakukan melalui proses
observasi, wawancara dan
dokumentasi.
Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini
menggunakan 2 waktu, yaitu waktu
bersamaan dengan kegiatan tradisi dan
waktu yang berbeda diluar kegiatan
ritual. informan dan data yang di
butuhkan, waktu yang digunkan
secara bersamaan ketika peneliti
melakukan wawancara terhadap
masyarakat disekitar daerah bungung
barania. Dari disitulah peneliti
mengamati dan mengumpulkan data
yang dibutuhkan. sedangkan waktu
yang berbeda digunakan peneliti
ketika peneliti turun kelapangan untuk
mengobservasi tentang ritual appalili
50
di bungung barania dan kegiatan yang
sering dilakukan disana. selain itu
waktu untuk melakukan wawancara
kepada setiap informan tidaklah sama
karena peneliti harus menyesuaikan
waktu dengan informan terlebih
dahulu.
Triangulasi Teori
Triangulasi teori yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah
menyimpulkan setiap hasil dari
observasi, wawancara, dan
dokumentasi dari setiap informan
yang berbeda kemudian mengaitkan
kegiatan yang terjadi dengan makna
sosial yang terkandung didalamnya
lalu menghubungkan dengan teori
yang terkait terhadap kegiatan ritual
appalili.
Triangulasi Pakar
Trianguasi pakar yang digunakan
dalalm penelitian ini adalah
menemukan informan yang sesuai dan
mengetahui kejadian atau ritual
51
appalili yang dilakukan di bungung
barania pada juru kunci dan
keturunan Karaeng Galesong serta
pemangku adat/ tokoh adat Karaeng
Galesong yang berada disekitar
bungung barania di Desa Galesong
Kota Kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar.
J. Etika Penelitian
Etika Penelitian adalah Standar tata perilaku peneliti selama melakukan
penelitian, mulai dari proses menyusun Desain penelitian, mengumpulkan data
lapangan (melakukan wawancara, Observasi dan pengumpulkan data
dokumen) menyusun laporan penelitian hingga mempublikasikan hasil
penelitian. Adapun Etika penelitian yang di terapkan dalam penelitian ini
yaitu:
1. Mengimformasikan tujuan penelitian kepada informan
2. Meminta persetujuan dari informan untuk bersedia dimintai keterangan
3. Menjaga Kerahasiaan informan, jika informan merasa sensitif
4. Meminta izin jika ingin melakukan perekaman wawancara dan
mengaambil gambar informasi.
5. Menghargai setiap informasi yang diberikan oleh informan.
52
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Lokasi Penelitian
1. Sejarah Galesong
Kabupaten Takalar sebelumnya adalah daerah onder afdeling yang
tergabung dalam Swatantra MAKASSAR bersama-sama dengan Onder
afdeling Makassar, Gowa, Maros, Jeneponto dan Pangkajene Kepulauan.
Onder afdeling Takalar membawahi beberapa district (adat gemen chap) yaitu:
district polombangkeng, district Galesong, district Takalar, district topejawa,
district laikang dan district sanrobone. Setiap district dipimpin oleh kepala
pemerintahan yang bergelar Karaeng, kecuali district topejawa yang kepala
pemerintahan bergelar lo‟mo. Berdasarkan Website resmi kabupaten takalar,
https://takalarkab.go.id/sejarah-Takalar.
Setelah terbentuknya Kabupaten Takalar yang hari jadinya pada
tanggal 10 februari 1960, maka district yang ada di Takalar mengalami
pemekaran, seperti district polombangkeng dijadikan 2 Kecamatan yaitu
polombangkeng selatan dan polombangkeng utara, district Galesong dijadikan
2 Kecamatan yaitu Kecamatan Galesong utara dan Galesong selatan, district
topejawa, district Takalar, district laikang dan district sanrobone menjadi
Kecamatan TOTALLASA (singkatan dari topejawa, Takalar, laikang dan
sanrobone) yang kemudian berubah menjadi Kecamatan mangarabombang
dan Kecamatan mappakasunggu. Berdasarkan Website resmi kabupaten
takalar, https://takalarkab.go.id/sejarah-Takalar.
52
53
Perkembangan selanjutnya berdasarkan peraturan daerah nomor 7
tahun 2001 terbentuk lagi sebuah Kecamatan yaitu Kecamatan pattallassang
(Kecamatan ibu kota) dan terakhir dengan perda nomor 3 tahun 2007 tanggal
27 april 2007 dan perda nomor 5 tahun 2007 tanggal 27 april 2007, dua
Kecamatan baru terbentuk yaitu Kecamatan sanrobone (pemekaran dari
Kecamatan mappakasunggu) dan Kecamatan Galesong (pemekaran dari
Kecamatan Galesong utara dan Galesong selatan). Sehingga sampai sekarang
ini Kabupaten Takalar memiliki Kecamatan sebanyak 9 (Sembilan) dan 100
Desa atau kelurahan. Berdasarkan Website resmi kabupaten takalar,
https://takalarkab.go.id/sejarah-Takalar.
Kecamatan Galesong terbentuk pada tahun 2007 hasil pemekaran dari
dua Kecamatan yaitu Galesong utara dan Galesong selatan. Berdasarkan data
BPS kabupaten takalar, Kecamatan Galesong terdiri dari 14 Desa yaitu: Desa
Pa‟lalakkang, Kalukuang, Pa‟rasangang Beru, Galesong Baru, Galesong Kota,
Parangmata, Boddia, Pattinoang, Mappakalompo, Bontoloe, Kallenna
Bontongape, Bontomangape, Campagaya, dan Parambambe.
Dikecamtan Galesong terdapat rumah adat Balla Lompoa ri Galesong
yang terletak di Desa Galesong baru, Balla Barrakka (rumah berkah) yang di
dirikan oleh Prof. Dr. H. Aminuddin Salle, S.H., M.H. Karaeng Patoto yang
terletak di Desa Galesong kota serta terdapat sebuah sumur tua yang telah ada
sejak abad ke 16 yang masyarakat setempat menyebutnya sebagai bungung
barania yang terletak di dusun Bayowa Desa Galesong kota.
54
Menurut riwayat leluhur, asal mula nama Galesong dari tempat di
bagian utara atau daerah bugis yang bernama Malesong dan Bajoe. Ditempat
inilah Massakka Daeng Magassing menemukan hamparan tanah yang indah,
dan berkata “setelah kembali dari kampung ini, maka saya akan mencari
tempat yang menyerupai tanah yang indah ini dan disanalah saya nantinya
akan membangun pusat pemerintahan”. Dan diambilah tanah itu masing-
masing segenggam yang disimpang kedalam pao-paonya (terbuat dari tanah
liat). Dalam perjalanannya dia menemukan suatu tempat yang
menyerupai/mirip dengan tanah yang di ambil di Malesong dan diberilah
nama itu Galesong, dan tidak jauh dari lokasi yang pertama, dia menemukan
tanah yang diambil di Bajoe dan diberi nama yang sama untuk tempat itu.
Akan tetapi, mungkin lidah dari orang makassar maka mereka menyebutnya
bayoa. Di bayoa inilah terdapat sumur tua yang dikeramatkan dan masyarakat
setempat menyebutnya bungung barania, zulkifli mappasomba (2020:10-12)
Galesong berasal dari kata gale, gale berasal dari bahasa perancis yang
artinya perahu besar dan sossong artinya perahu kecil. Itulah yang
digabungkan antara kata gale dan sossong akhirnya menjadi Galesong. sampai
akhirnya raja gowa mengangkat sebagai panglima perangnya dengan
memberikan mahligai kerajaan yang berarti galiga di songong, yaitu mahligai
yang disanjung, Sama dengan pakaian raja gowa, (wawancara Nanda Gaala
Karaeng Madjdja, 4 juni 2021, Galesong)
Jika berbicara sejarah masa lalu kerajaan gowa, maka Galesong adalah
tempat yang menjadi pusat armada laut pasukan kerjaan gowa. Sebagaimana
55
sejarahnya, bahwa dahulu Galesong di pimpin oleh pemerintahan yang
bergelar Karaeng yang menaungi ketiga Kecamatan yang ada diGalesong
sebelum dimekarkan menjadi tiga Kecamatan. Karaeng Galesong yang ketiga
berdasarkan arsip asli dari Balla Lompoa Galesong tahun 1954, bahwa
Karaeng Bontomarannu panglima armada laut kerajaan gowa mempusatkan
armadanya di Galesong. Sampai saat ini, sudah tercatat 17 pemangku adat
Karaeng Galesong yang berkuasa dari tahun 1610-2009, dan memiliki silsilah
keturunan dari Syech Joesoef Tajul Hal Watiya Kaddasallahu Sirruhu Tuantan
Salamaka Rigowa.
Tabel 4.1. Daftar Nama Karaeng/Pemangku Adat Kerajaan Galesong
berdasarkan arsip asli tanggal 05 juli 1954
No. NAMA GELAR ASAL MASA
KUASA
KET.
1 Tidak bisa
disebut namanya
(PAMALI)
KARAENG Asli
Gowa
1610-
1636
Sepupuh
somba ke
XVI
2 Tidak bisa
disebut namanya
(PAMALI)
KARAENG Asli
Gowa
1637-
1655
Sepupuh
somba ke
XVI
3 Karaeng
Bontomarannu
Panglima
armada laut
kerajaan gowa
Keluarga
gowa
1656-
1662
Keluarga
gowa
4 I manindori kare
todjeng
Karaeng Asli gowa 1663-
1667
Anak somba
gowa
5 Daeng Karaeng
naba/ I
Patudangi dg.
Pole
Karaeng
matinrowa ri
parallakkena
Keturunan
gowa
1668-
1671
1672-
1682
Battuwa ri
Galesong
6 I pakkai dg.
Labba
Karaeng
matinrowa ri
popo
Keluarga
Galesong
1683-
1723
Battuwa ri
Galesong
7 I matturungan Karaeng Keluarga 1724- Battuwa ri
56
dg. Pasore / I
buhaseng dg.
Sitaba
matironwa ri
ta‟buncini
Galesong 1734 Galesong
8 I djakka langi
dg. Magassing
Karaeng
matinrowa ri
Galesong
Keluarga
Galesong
1735-
1755
Battuwa ri
Galesong
9 I basari dg.
Malewa
Karaeng
matirowa ri
talpa pandanga
Keluarga
Galesong
1756-
1781
Battuwa ri
Galesong
10 I bogge dg. pole Karaeng
matinrowa ri
lanna
Keluarga
Galesong
1782-
1809
Battuwa ri
Galesong
11 I donde dg. Pole Karaeng
matinrowa ri
suli
Keluarga
Galesong
1810-
1831
Battuwa ri
jamarang
12 I djoro dg.
Ladja/ I
tamanggong dg.
Lili
Karaeng
matinrowa ri
popoloe
Keluarga
Galesong
1832-
1843
Battuwa ri
popoloe
13 Djoro dg. Ladja Karaeng
matinrowa ri
soreang
Keluarga
Galesong
1844-
1847
Battuwa ri
popoloe
14 I baso dg.
Ma‟bombong
Karaeng
matinrowa ri
balla beruna
Keluarga
Galesong
1848-
1878
Galesong
15 I baoeroe dg.
Maggaoe
Regent,
matinrowa ri
bontolebang
Keluarga
Galesong
1879-
1913
Battuwa ri
bontolebang
16 I larigaoe dg.
Mangiroeroe
Regent,
matinrowa ri
Galesong
Keluarga
Galesong
1914-
1951
Galesong
17 I aba jadjid
bostan dg.
Mama‟dja
Karaeng
Galesong
Keluarga
Galesong
1952-
1962
1962-
2009
Galesong
57
Berdasarkan sejarah masa lalunya dan kearifan lokal serta kondisi
sosial masyarakat, Desa Galesong terpilih menjadi Desa pancasila dan
konstitusi Pada hari kamis tanggal 1 maret 2012 Desa Galesong Kecamatan
Galesong menjadi Desa yang terpilih sebagai Desa pancasila dan konsitusi
yang pertama dan merupakan momentum yang bersejarah bagi rakyat
Galesong, hal ini menjadi suatu kebanggan karena dari 73.000 Desa yang ada
indonesia, Galesong dijadikan sebagai contoh dan pencanangan dilakukan
oleh ketua mahkama konstitusi (MK) bapak Prof. Dr. Mahfud MD,
Aminuddin Salle, DKK (2012:192).
2. Sejarah gaukang
Gaukang Karaeng Galesong pertama kali ditemukan oleh nelayan
papekang yang lautan Galesong. nelayan ini pada awalnya mendengar suara
gendang dan pui-pui serta paroyong. Ada yang mengatakan bahwa gaukang
ini adalah sepotong bambu yang hanyut dilautan dan kadang mendekati
nelayan tersebut, ada kalanya pula gaukang ini hilang. Selama dua minggu,
nelayan ini selalu didatangi dan diperlihatkan akan kemunculan benda
tersebut. Sehingga menceritakan kepada tokoh masyarakat/ tokoh adat yang
dituakan di kampung tersebut. Maka berangkatlah ketiga tokoh adat ini
dengan menaiki perahunya menuju bagian utara pulau sanrobengi tempat
dimana papekang tersebut melihat dan mendengar gaukang tersebut. Setelah
sampai dilokasi tujuan, tiba-tiba riuh terdengar suara gendang, suara pui-pui,
dan royong lalu dalam sekejap suara itu hilang dan muncul keheningan. Saling
berpandanganlah ketiga tokoh adat ini dan dengan rahmat allah swt. tiba-tiba
58
gaukang ini ada diatas pangkuan Boe Janggo. Maka kembali ketiga tokoh ini
ke pesisir pantai dan disana sudah banyak orang yang berkumpul untuk
melihat apa yang dibawa oleh ketiga nelayan ini. Boe Janggo membawa
gaukang tersebut dengan berbungkuskan sarung yang dibawanya dan berada
dalam dekapannya. Sehingga masyarakat penasaran apa kiranya benda yang
dibawa oleh Boe Janggo, (wawancara, Husain Kahar, 9 juni 2021, Galesong
kota)
Gaukang ini dibawa kerumah Boe Janggo, mungkin karena
mendapatkan petitah dalam mimpinya bahwa setiap tahunnya gaukang ini
harus diadakan tammu taunnya, dan orang yang lebih berhak menyimpang ini
gaukang adalah pembesar-pembesar. Maka dibawalah gaukang ini ke Balla
Lompoa, diperhadapkan kepada Karaeng Galesong dan dengan legowo
Karaeng Galesong menerima dan merasa bangga mendapatkan hibah gaukang
dari ketiga tokoh adat tersebut. Maka disimpanlah gaukang ini di Balla
Lompoa Galesong dan menjadi gaukang Karaeng Galesong. ketiga tokoh ini
diperintahkan oleh Karaeng Galesong untuk tidak lepas dari gaukang tersebut,
maka ditunjuklah Boe Janggo sebagai anrong guru, Boe Sanrosebagai pinati.
Setiap tahunnya, gaukang ini diambil atau diperingati tammu taunnya/
haulnya, seperti yang dilihat hingga saat ini, (wawancara, Husain Kahar, 9 juni
2021, Galesong kota)
Gaukang Karaeng Galesong diadakan setiap bulan rajab, minggu
terakhir, hari kamis terakhir. Pelaksaan ini dilakukan sesuai awal mulai
ditemukannya gaukang tersebut (wawancara, Karaeng ngunjung, 26 juni 2021,
59
Galesong kota). Gaukang Karaeng Galesong sudah dilakukan dan berusia 260
tahun, yang berarti telah dilaksanakan sejak tahun 1761 dan jika dilihat pada
silsilah pemangku adat kerajaan Galesong, maka gaukangg ini dimulai pada
pemerintahan Karaeng Galesong yang ke sembilang yang bernama I Basari
Dg. Malewa Karaeng matinrowa ri talpa pandanga yang berkuasa dari tahun
1756-1781.
Pada perayaan tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, satu
minggu sebelum puncak pelaksanaa gaukang, masyarakat Galesong mulai
bertadangan keBalla Lompoa dengan ikhlas membawa bahan makanan baik
berupa beras, telur, pisang, ikan, serta lilin, kemenyan, daun sirih dan lain-
lain. Tiga hari sebelum hari H, orang-orang yang berkompeten mulai
berkumpul di Balla Lompoa untuk melakukan kegiatan pra pelaksana dengan
iringin musik gendang yang terdengar selama tiga hari berturut-turut, atau
disebut tunrung pabbale, (wawancara, Karaeng madjdja, 4 juni 2021,
Galesong).
Puncak pelaksanaan gaukang dilakukan pada hari kamis terakhir
dibulan rajab yang berlangsung dari pagi hari sampai malam hari. Pada pagi
hari inilah ritual appalili dilakukan. Appalili dilakukan dengan mengelilingi
kampung yang dimulai dari kompleks Balla Lompoa Galesong menuju
bungung barania yang terletak di dusun bayowa Desa Galesong kota. Sumur
tua yang menjadi saksi perjalanan Karaeng Galesong menuju tanah jawa untuk
melawan penjajah. Appalili dihadiri oleh seluruh masyarakat Galesong dari 22
kampung terdahulu, yang sekarang telah menjadi tiga Kecamatan.
60
B. Keadaan Geografis
Secara astronomis, Kabupaten Takalar terletak antara 5o30‟ – 5
o38‟
lintang selatan dan 119o22‟ – 119
o39‟ bujur timur. Luas wilayah Kabupaten
Takalar tercatat 566,51 km2, yang terdiri dari kawasan hutan seluas 8.254. Ha
(14,57%), sawah seluas 16.436,22 Ha (29,01%), perkebunan tebu PT. XXXII
seluas 5.333,45 Ha (9,41%), tambak seluas 4.233,20 Ha (7,47%) tegalan
seluas 3.639.90 Ha (6,47%), kebun campuran seluas 8.932,11 Ha (15,77%),
pekarangan seluas 1,929,90 Ha (3,41%) dan lain-lain seluas 7.892,22 Ha
(13,93%) dengan intensitas curah hujan rata-rata terbanyak pada bulan
februari yaitu sekitar 707 mm3 dan banyaknya hari hujan terjadi pada bulan
desember sebenyak 22 hari, berdasarkan data BPS kabupaten takalar tahun
2019.
Gambar 4.1 Peta wilayah Takalar
Sumber. Peta-hd.com
Berdasarkan posisi geografis, Takalar memiliki batas-batas: di sebelah
timur, berbatasan Kabupaten Gowa dan Jeneponto. Di sebelah utara,
berbatasan dengan Kabupaten Gowa. Sedangkan di sebelah barat dan selatan
di batasi oleh selat makassar dan laut plores. Jarak ibukota Kabupaten Takalar
61
dengan ibukota provinsi Sulawesi Selatan mencapai 45 km yang melalui
Kabupaten Gowa.
Topologi wilayah Kabupaten Takalar terdiri dari pantai, daratan dan
perbukitan. Dibagian barat adalah daerah pantai dan dataran rendah dengan
kemiringan 0-3 derajat sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0-25 m,
dengan batuan penyusun geomorfologi dataran di dominasi endapan alluvial,
endapan rawa pantai, batu gamping, terumbu dan tufa serta beberapa tempat
batuan lelehan basal. Kabupaten Takalar dilewati oleh 4 buah sungai, yaitu
sungai jeneberang, sungai jenetalasa, sungai pamakkulu dan sungai
jenemarrung. Pada keempat sungai tersebut telah dibuat bendungan untuk
irigasi sawah seluas 13.183 Ha.
Gambar. 4.2 peta Kecamatan Galesong
Kecamatan Galesong berbatasan di sebelah utara dengan Kecamatan
Galesong utara, sebelah timur dengan Kabupaten gowa, sebelah selatan
dengan Kecamatan Galesong selatan dan di sebelah barat berbatasan dengan
selat makassar. Wilayah Kecamatan Galesong terdiri atas pantai disebalah
barat dan daratan rendah pada bagian utara, selatan dan timur. Wilayah
62
Kecamatan Galesong terdiri dari lautan dan daratan rendah serta sebuah pulau
yang bernama pulau sanrobengi. Luas wilayah Kecamatan Galesong hanya
berkisar 25,93 km2 dengan persentase luas seluruh wilayah Kabupaten Takalar
yaitu 4,58%. Kecamatan Galesong memiliki satu bendungan yang terletak di
Desa campagaya, dan pelabuhan laut di Desa boddia.
Desa Galesong kota berbatasan dengan Desa Galesong baru di sebalah
utara, Desa parangmata di sebelah timur, Desa boddia disebelah selatan dan
selat makassar di sebalah barat. Desa Galesong kota merupakan daerah pantai
dan dataran rendah. Jarak antara Desa Galesong kota dengan kantor
Kecamatan hanya sekitar 100 m. luas daerah Desa Galesong kota yaitu 127,00
Ha. Secara geografis, bayowa merupakan wilayah pesisir pantai, yang menjadi
pemukiman masyarakat, serta terkenal dengan masyarakatnya yang pemberani
sebagai petarung maritim.
C. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk masyarakat Galesong sebesar 41.421 ribu jiwa
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,12% dengan persentase
penduduk sebesar 14% dari jumlah penduduk Kabupaten Takalar. Galesong
merupakan daerah yang memiliki karakteristik yang beragam, dimana dapat
dilihat dari berbagai jenis keadaan masyarakat dengan beragam sumber mata
pencaharian dari daratan sampai kelautan. pada sektor daratan, sebagian besar
masyarakatnya berpropesi sebagai petani/pekebun yang bercocok tanam mulai
dari padi, jagung, kacang-kacangan, sayur mayur dan buah-buahan yang
meliputi semangka, melon dan timun suri. Serta menjadi padagang, pegawai
63
pemerintahan dan swasta, pengrajin batu bata, mendirikan usaha bertoko.
Sedangkan pada sektor kelautan, masyarakat Galesong terkenal dengan
pencari telur ikan terbang atau masyarakat sering menyebutnya sebagai
patorani yang mengarungi lautan dari tanah Galesong sampai ke tanah papua
di pulau vakvak. Selain itu, masyarakat Galesong juga banyak mencari ikan
segar yang menjadi lauk pauk masyarakat sekitar, serta empang tempat
budidaya ikan bandeng dan udang, pencari teripang dan masyarakat yang
memanfaat area pesisir pantai Galesong untuk mendirikan rumah makan ikan
segar sebagai tempat mata pencaharian dan lapangan pekerjaan masyarakat
sekitar.
Berdasarkan data Desa Galesong kota (2019), jumlah kartu keluarga
sebanyak 1.136 berpenduduk sebesar 4.280 orang yang terdiri dari 1.833 jiwa
laki-laki dan 2.447 jiwa perempuan dan sebagaian besar masyarakatnya
tinggal di daerah pesisir pantai atau dekat dari lautan, menjadikan sebagian
besar masyarakatnya bekerja sebagai pencari ikan dan mendirikan rumah
makan di pesisir pantai seperti yang terdapat di dusun lanna dan dusun
boyowa, serta di dusun ta‟buncini dan dusun ballaparang masyarakatnya
bekerja sebagai petani/pekebun. Bayowa merupakan wilayah pesisir pantai,
yang menjadi pemukiman masyarakat, serta terkenal dengan masyarakatnya
yang pemberani sebagai petarung maritim.
Sebagian besar masyarakat di Desa Galesong kota berprofesi sebagai
nelayan. Hal ini dikarenakan letak geografis tempat tinggal masyarakat.
Masyarakat pemberani yang telah mengarungi lautan hingga kebenua australia
64
untuk mencari teripang. Masyrakat Galesong dimasa adalah pejuang tangga
penakluk lautan dengan berbekal pengetahuan membaca rasia bulan dan
bintang, serta arah mata angin.
Sektor kelautan adalah sektor yang menjadi pusat mata pencarian
masyarakat, sebab masyarakat di Desa Galesong kota menggantungkan
hidupnya dari lautan dan dari hasil yang diperoleh dilautan. Teripang menjadi
salah satu komoditi ekspor selain dari telur ikan torani yang dapat menambah
pendapatan perkapita masyarakat. Serta pencari ikan segar dan ikan kering.
Desa Galesong kota juga sudah meningkatkan dan mengembangkan
wilayahnya sebagai Desa wisata. Baik wisata balla barakka, serta wisata di
sektor kelautan yaitu rumah makan ikan segar yang banyak ditemukan di
daerah pesisir Bayowa sampai ke Lanna.
Rumah makan ini dapat menjadi salah satu ladang usaha yang bisa
meningkatkan pendapat masyarakat. Dengan konsep yang berbeda dengan
rumah makan di daerah lain, rumah makan yang ada di Desa Galesong kota
dibangun di atas pesisir pantai sampai lima meter ke laut. Makan diatas
hamparan lautan yang laus dan angin yang segar yang sepoi-sepoi menambah
kesan tersendiri dari rumah makan tersebut.
Desa Galesong kota memiliki karang taruna yang diberi nama karang
taruna manindori, seorang tokoh pejuang pahlawan dari tanah Galesong yang
hijrah ke jawa untuk membantu Trunajaya melawan penjajah. Pembentukana
karang taruna bertujuan untuk kepentingan sosial masyarakat di Desa
Galesong kota.
65
D. Keadaan Pendidikan
Pendidikan sebagai hal terpenting bagi kemajuan indonesia
kedepannya, karena generasi muda saat ini adalah pembawa perubahan
indonesia dimasa yang akan datang. Maka dari itu, perlu persiapan untuk
mewujudkan generasi emas indonesia melalui pendidikan yang layak dan
baik. Setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan untuk mengenyam
pendidikan sesuai yang diamanatkan dalam UUD.
Pendidikan berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat, baik
dari segi sosial, ekonomi, dan budaya. Pendidikan bukan hanya diperoleh dari
bangku sekolah formal, baik dari non formal dan informal juga dapat
diperoleh pendidikan. Orang tua dan lingkungan masyarakat dapat
berpengaruh besar dalam memperoleh pengetahuan. Sebab, ilmu terbesar
adalah pengalaman yang telah dilakukan dan disaksikan secara langsung.
Berdasarkan data badan pusat statistik (BPS) Kabupaten Takalar
(2019), pendidikan formal kecamatan Galesong sebagai berikut:
Tabel 4.2 Pendidikan di Kecamatan Galesong
Jenjang pendidikan Peserta didik Tenaga pengajar Sekolah
Tk 807 40 24
Raudhatul athfal 150 12 3
SD 3.967 198 25
MI 446 55 4
SMP 962 63 2
MTS 865 88 5
SMA 1.022 70 3
SMK 810 62 1
66
MA 491 27 3
JUMLAH 9.520 615 70
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa peserta didik yang ada
dikecamatan Galesong terbilang cukup tinggi, dengan jumlah sekolah dan
tenaga pengajar yang sudah cukup memadai. Hal ini tentunya menggambarkan
bahwa masyrakat di kecamtan Galesong cukup sadar akan pentingnya
pendidikan. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaanya disini, apakah dengan
tingginya pendidikan yang ada di Galesong dapat mempengaruhi bagaimana
kehidupan bermasyarakat warganya? Inilah yang menjadi pertanyaan, dari
jumlah peserta didik yang hampir 10.000 orang dari 70 sekolah mulai taman
kanak-kanak sampai sekolah menengah atas diajarkan tentang adat
(pangngadakkang) yang berlaku diGalesong. Ataukah peserta didiknya hanya
dibekali pengetahuan formal saja.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Husain Kahar yang menjabat
sebagai plt kepala desa Galesong kota pada tanggal 7 juli 2021, pendidikan itu
sangat berpengaruh terhadap adat dan budaya yang ada di Galesong. meskipun
hal ini tidak diperoleh dari bangku sekolah, akan tetapi diperoleh secara turun-
temurun dari tetuaah-tetuah adat yang ada diGalesong.
Jika dicermati pendapat dari husan kahar, pembelajaran mengenai
budaya dan tradisi serta segala ritual dan kegiatan yang ada dalam budaya
tersebut, ini diperoleh dari orang-orang yang menjadi pelaku dari adat dan
budaya tersebut. Dan hanya orang-orang yang ingin mempelajari dan
67
mengetahui bagaimana adat itu sebenarnya yang mencari tahu asal-usul dari
budaya tersebut.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh seorang tokoh pemuda bernama
muhammad tasryk saat melakukan wawancara pada tanggal 25 juni 2021 di
desa pa‟lalakang, merasa prihatin mengenai kaum muda yang mulai apatis
terhadap kebudayaan yang ada di Galesong. kurangnya minta dari anak-anak
generasi sekarang untuk mempelajari dan mengetahui budaya itu yang
menjadi permasalahan dan mengancam eksistensi dari budaya tersebut.
Mestinya, disinilah kita melihat bagaimana kontribusi dari pemuda ini untuk
menjaga warisan dari leluhur dan sekaligus sebagai penggerak dari budaya
tersebut. Apabila dari budaya itu ada yang menyimpang dan keluar dari ajaran
agama serta norma yang berlaku, maka dapat dicari bersama-sama bagaimana
solusi untuk tempat mempertahankan budaya itu sesuai dengan jalurnya.
Inilah sebabnya mengapa hanya orang-orang tertentu saja yang
mengetahui budaya yang ada dimasyarakat, khususnya budaya yang ada di
Galesong. sebab pembelajaran mengenai budaya yang berlaku dimasyarakat
setempat, lebih besar informasinya diperoleh dari pelaku dari budaya tersebut
yang dalam hal ini adalah tetua-tetua adat di daerah tersebut. Informasi dari
budaya ini diberikan kepada orang-orang yang benar-benar ingin
mempelajarinya atau orang-orang yang ada dalam lingkup tetuah-tetuah adat
tersebut.
Peran generasi muda, kaum pelajar dan terpelajarlah yang memiliki
peran aktif dan penting dalam mencari informasi serta kebenaran dari budaya
68
yang ada dimasyarakat tersebut. Budaya yang penyampaiannya simpang siur
dapat menyebabkan terjadinya penyalah artian dari budaya dan tradisi
tersebut. Sama halnya dengan pelaksanaan tradisi ritual appalili yang
dilakukan oleh masyarakat di kecataman Galesong, peran pemuda dibutuhkan
untuk andil dalam ritual tersebut. Selain sebagai bentuk keikutsertaan semata,
hal ini juga sebagai bentuk pelestarian dari budaya tersebut. Disinilah kita
belajar secara langsung dan dapat mempertanyakan kepada orang-orang yang
berpengaruh untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Zulkifli Mappasomba dalam
bukunya yang berjudul Karaeng Galesong warisan sejarah dan budaya, yang
mengatakan bahwa “masa lalu dari pelaku sejarah adalah pelajaran masa
depan untuk generasi berikutnya”. Titik dimana kita sebagai generasi saat ini
mempelajari dan menjadikan peristiwa dari sejarah menjadi warisan yang
memiliki nilai yang tinggi. Dari tokoh-tokoh sejaralah kita bisa menggali dan
meneladani keteladanannya di semasa hidupnya dulu.
69
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penulis menguraikan masalah sesuai yang telah dirumuskan pada bab
sebelumnya, yaitu prosesi ritual appalili di bungung barania dan makna sosial
ritual appalili di bungung barania Desa Galesong kota Kecamatan Galesong
Kabupaten Takalar.
1. Prosesi Ritual Appalili di Bungung barania
Dalam pelaksanaan ritual appalili, ada tahapan-tahapan prosesi ritual
yang dilakukan. Tahapan-tahapan ini menjelaskan dan menggambarkan
bagaimana ritual itu dimulai sampai pada ritual itu selesai. Dalam gaukang
Karaeng Galesong, ritual appalili adalah tahapan awal kegiatan yang
dilakukan keturunan Karaeng Galesong, pemangku adat, tokoh masyarakat,
beserta masyarakat Galesong dengan bersama-sama melakukan appalili yang
dimulai dari rumah adat Balla Lompoa Galesong menuju bungung barania
dengan berjalan kaki mengelilingi kampung. Pelaksanaan prosesi ritual
appalili, dilihat dari siapa saja masyarakat yang terlibat, waktu yang
digunakan dalam pelaksanaannya, sampai pada tahapan-tahapan kegiatan.
a. Masyarakat Yang Terlibat
Dalam upacara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, pada
pelaksanaan ritual appalili ada berbagai lapisan masyarakat yang ikut dan
terlibat dalam acara tersebut. Keterlibatan masyarakat dalam pelaksaan ritual
appalili memiliki bagian-bagian tersendiri dan posisis tersendiri dari ritual ini.
69
70
Gambar 5.1. masyrakat yang terlibat
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
“Yang wajib ada itu saat appalili, pertama anrong guru, pinati,
perangkat kerajaan, pemangku adat Karaeng Galesong, tokoh-
tokoh masyarakat, tokoh pemuda, pemerintah Desa yang ada di
Kecamatan Galesong (dari mangindara sampai ke aeng toa).
Serta seluruh masyarakat Galesong Galesong bisa ikut.
(wawancara, Dg. Romo, 9 juni 2021, Galesong)”
Ternyata dalam pelaksanaan ritual appalili, semua lapisan masyarakat
dapat ikut serta dan berpartisipasi dalam menyukseskan penyelenggaraan
acara tersebut. Akan tetapi, anrong guru, pinati, pemangku adat, perangkat
kerajaan wajib ada dalam pelaksaan ritual ini. Sebab orang-orang inilah yang
berperan aktif dalam pelaksaan tammu taunna gaukang Karaeng Galesong dan
prosesi ritual appalili. Sama halnya dengan melakukan kegiatan lain, pasti ada
ketua panita, pelaksana dan tuan rumah dari kegiatan yang dilaksanakan
tersebut.
Selain orang-orang yang memiliki peranan penting dari ritual yang
wajib ada tersebut, lapisan masyarakat yang terlibat dalam ritual appalili
diantaranya adalah rumpun keluarga besar Karaeng Galesong, pemerintah
daerah, pemerintah Desa, masyarakat setempat, pemerhati budaya, simpatisan
Karaeng Galesong, masyarakat dari 22 kampung dahulu di Galesong (dari
71
Mangindara di Selatan Galesong sampai Aeng Toa di Utara Galesong/ 3
Kecamatan yakni Galesong, Galesong Utara dan Galesong Selatan), tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda serta seluruh tammu undangan,
(wawancara, Nanda Gaala Karaeng Madjdja, 4 juni 2021, Galesong).
Masyarakat-masyarakat yang ikut dalam appalili ini untuk
menyemarakkan kegiatan tammu taunna gaukang dan ritual appalili, sebab
appalili adalah kegiatan yang semarak dilakukan oleh masyarakat Galesong
setiap tahunnya. Dalam acara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong,
khususnya pelaksanaan ritual appalili, masyarakat biasa yang tidak terlibat
didalamnya karena menganggap dirinya kurang pantas untuk ikut dalam acara
tersebut, Kalau kata orang makassar na allei kallena. Selain itu, mereka juga
menganggap kalau mereka tidak memiliki hak atau tidak berhak untuk terlibat
dalam acara tersebut (tena na siratang). Ida seorang masyarakat di dusun
bayowa mengatakan bahwa mengapa dirinya tidak ikut dalam ritual appalili
karena bukan keturunan Karaeng Galesong ataupun rumpun keluarga
kerajaan, diungkapnya bahwa orang-orang tertentu yang dapat ikut dari ritual
tersebut, (wawancara, 24 juni 2021, bayowa)
Ketidak ikut sertaanya dalam ritual appalili karena menganggap
dirinya bukan keturunan atau keluarga kerajaan, serta menganggap bahwa
hanya orang- orang tertentu sajalah yang dapat mengikuti acara tersebut. Hal
ini tentu berbeda dengan yang diungkapkan oleh kamaruddin selaku
masyarakat biasa yang pernah ikut, mengakatan bahwa dia disambut baik dan
ikut serta dalam prosesi appalili dari awal dimulainya acara sampai pada
72
selesainya acara itu dilakukan, (wawancara, 16 juni 2021, bontorita). Tokoh
masyrakat, tokoh pemuda dan keturunan Karaeng Galesong juga
mengukapkan bahwa semua masyarakat Galesong dapat terlibat dalam
pelaksaan ritual appalili. Karena appalili ini semarak dan banyak orang yang
mengikutinya. Dilakukannya appalili sebagai bentuk pawai adat dengan
mengelilingi kampung yang melibatkan semua unsur masyarakat, (wawancara,
Husain Kahar Dg. Romo, 9 juni 2021, Galesong).
b. Waktu Pelaksanaan Ritual Appalili
Pelaksanaan suatu kegiatan atau tardisi tertentu kadang hanya
berlangsung sekali setahun atau pada waktu-waktu tertentu saja. Pelaksanaan
ritual appalili dilakukan satu kali setiap tahunnya, pada bulan tertentu dan hari
tertentu. Pemilihan waktu tersebut dilakukan sesuai sejarah masa lalu yang
berkaitan dengan adat dan budaya di daerah itu.
Berdasarkan sejarahnya, appalili dilakukan sesuai dari sejarah
penemuan gaukang. Daeng romo mengetakan:
“Gaukang pertama kali ditemukan oleh seorang tokoh adat
sekaligus tokoh agama yang berpropesi sebagai nelayan
papekang. Yang pertama itu Boe Sanrolarigau, kemudian Boe
Janggo mallawa gau dan daengta lowa-lowa manriwa gau.
Ketiga tokoh inilah yang pertama kali dianugerahi gaukang.
Pertama-tama gaukang itu dilihat di tabbuncini, kedua jalling-
jalling cinikanna rimanjalling. Kemudian ketika dilihat
dimanjalling, maka ketiga tokoh ini mengambil perahunyadan
telah breafing dan bermusyawarah bahwa ada benda gaib
dilautan spermonde Galesong (bagian dari gugus pulau
sanrobengi). Maka berangkatlah ketiga orang ini, dan setelah
dekat dari lokasi yang dituju, mulai terdengar suara gendang,
pui-pui, a‟royong, riuh suara pada saat itu, dan tiba-tiba redup,
hening. Setelah mereka saling menatap, maka tiba-tiba benda
itu ada dalam pangkuan Boe Janggo, makanya digelar manriwa
73
gau karena na riwai anjo gauka.” (wawancara, 9 juni 2021,
Galesong)
Sebagaimana yang dijelaskan terkait siapa yang pertama kali
menemukan gaukang tersebut, ada banyak versi yang berbeda di masyrakat.
Akan tetapi ketiga tokoh itulah yang pertama kali menemukan gaukang
tersebut. Pada awalnya yang melihat gaukang itu hanya dua orang papekang
tersebut yaitu Boe Sanrolarigau dan Boe Janggo mallawa gau. Kemudian
kedua tokoh ini menceritakan kepada daengta lowa-lowa sebagai orang yang
dituakan dikampung pada saat itu. Maka ketiga tokoh ini mengambil
perahunya untuk berangkat ketempat dimana gaukang ini pertama kali di
dengar. Penjelasan lain juga dikatakan bahwa saat sampai kesana, tiba-tiba
terdengar suara gendang, suara pui-pui, dan suara orang yang a‟royong. Lalu
tiba-tiba suara itu redup dan hening, kemudian mereka saling menatap dan
tiba-tiba benda itu sudah ada dalam pangkuan daengta lowa-lowa. Ada juga
yang mengatakan bahwa benda tersebut berupa bakul yang hanyut dan
merupakan milik raja sawitto dari pinrang, Zulkifli Mappasomba (2020)
Pertanyaannya adalah Mengapa gaukang ini bisa dinamakan gaukang
Karaeng Galesong? dari pertanyaan tersebut, ditemukan jawaban bahwa
Ketiga tokoh adat ini membawa gaukang tersebut ke Balla Lompoa dan
diperhadapkan kepada Karaeng Galesong. Sebab mereka merasa bahwa yang
lebih berhak untuk menerima gaukang ini adalah pembesar-pembesar, dan
Karaeng Galesong juga merasa bangga mendapatkan hibah gaukang ini. Serta
ketiga tokoh adat ini mendapatkan perintah dari Karaeng Galesong untuk tidak
lepas dari gaukang dan tetap menjaga kelestarianya, Husain Kahar Dg. Romo
74
(wawancara, 9 juni 2021). Bersarkan waktu dari penemuan gaukang ini, yang
menjadi pelaksanaan dari kegiatan tersebut. Yang oleh masyarakat Galesong
dikenal sebagai tammu taunna/ haulnya gaukang Karaeng Galesong.
Gambar. 5.2 spanduk acara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong
Sumber. (Skripsi Hamriyadi)
Pelaksanaan tammu taunna gaukang Karaeng Galesong itu dilakukan
pada bulan rajab minggu terakhir hari kamis terakhir. Jadi di hari kamis
terakhir inilah ritual appalili dilakukan dan pada malam harinya (malam
jum‟at) inti dari acara tammu taunna gaukang Galesong dimulai dari
appanaung raki-raki ba‟da magrib dan berlanjut a‟rate juma‟ (zikir malam)
sampai pada attoana gau, (wawancara, Abdul kadir Bostan Karaeng
ngunjung, 26 juni 2021, Galesong)
Satu minggu sebelum hari H, masyarakat sudah mulai mendatangi
Balla Lompoa untuk membawa bahan makanan, baik berupa beras, pisang,
ikan, buah-buahan dan lain-lain (wawancara, Karaeng Madjdja, 4 juni 2021,
Galesong). Zulkifli mappasomba (2020:231) mengatakan bahwa sebulum
dilaksanakannya gaukang, setiap hari senin, kamis dan jum‟at banyak
75
masyarakat yang datang ke Balla Lompoa dengan membawa lilin, pisang,
gula, daun sirih serta kemeyang. Kedatangan mereka ini tanpa adanya paksaan
dari keluarga kerajaan, akan tetapi atas dasar keikhlasan dan kesadaran diri
bahwa gaukang ini adalah milik bersama.
“Tiga hari sebelum hari H, orang-orang yang kompeten
didalamnya sudah mulai berkumpul di Balla Lompoa. Selama
tiga hari berturut-turut dilakukan agganrang/ dimainkan
gendang makassar (tunrung pabballe). (wawancara, Karaeng
Madjdja, 4 juni 2021, Galesong)”
Tiga hari sebelum hari H (hari dilakukannya appalili/ inti acara),
orang-orang yang kompeten sudah mulai berkumpul di Balla Lompoa untuk
persiapan tammu taunna. Jadi selama tiga hari berturut-turut dilakukan
gendang pra pelaksana yang disebut sebagai tunrung pabbale. Jadi masyarakat
sudah mulai mendatangi Balla Lompoa satu minggu sebelum dimulainya
acara dengan membawa bahan makanan dan yang lainnya. serta tiga hari
menjelang hari H, orang-orang yang kompeten mulai berkumpul untuk
melakukan kegiatan pra pelaksana dengan diiringi gendang yang berlangsung
selama 3 hari berturut-turut.
Pelaksaan ritual appalili dilakukan setiap bulan rajab, minggu terakhir
di hari kamis terakhir di bulan rajab. Waktu ini diambil sesuai dengan hari
ditemukannya gaukang tersebut, yang setiap tahunnya diperingati sebagai
haulnya gaunkang Karaeng Galesong/ Tammu taunna gaukang Karaeng
Galesong.
76
c. Tahapan-tahapan prosesi ritual appalili
Dalam Pelaksanaan ritual appalili, terdapat beberapa proses yang
dilakukan dari dimulainya acara sampai pada selesainya acara ritual appalili
tersebut. Tahapan inilah yang menjelaskan gambaran dari perjalanan proses
dilakukannya ritual appalili. Adapun tahapan-tahapan dari ritual appalili yang
dimulai dari rumah adat Balla Lompoa Galesong sampai dibungung barania
dan kembalinya lagi ke Balla Lompoa Galesong. tahapan-tahapan tersebut
yaitu sebagai berikut:
1) Pelepasan Rombongan Barisan Appalili
Segala urusan jika dimulai selalu diambil alih terlebih dahulu oleh
seseorang yang memiliki jabatan tertinggi dari lembaga tersebut. Pada prosesi
ritual appalili, pemangku adat Karaeng Galesong atau ketua adat bertugas
untuk melepaskan rombongan barisan appalili untuk memulai perjalanan dari
Balla Lompoa ke bungung barania. Rombongan appalili dapat melakukan
perjalanan apabila sudah mendapatkan izin dari pemangku adat. Hal ini
dilakukan sesuai dengan kedudukan yang dimiliki dalam jabatan itu.
“Yang melepaskan rombongan appalili itu pemangku adat
Karaeng Galesong dan didampingi oleh komandan kodim
Takalar, didampingi oleh kapolres, bupati Takalar dan
perangkat adat Karaeng Galesong. Dilepaskan di depan tangga
untuk naik keatas rumah (palangtuka) melepaskan pawai.
(wawancara, Karaeng Ngunjung, 26/6/2021, Galesong).”
Karaeng Galesong selaku pemangku adat melepaskan rombongan
appalili dengan didampingi oleh komandan kodim, bupati Takalar dan
perangkat adat Karaeng Galesong jika ikut hadir dalam acara tersebut.
Pelepasan rombongan barisan appalili yang dilakuakan didepan tangga setelah
77
pemangku adat turun dari atas Balla Lompoa (rumah adat) untuk memberikan
izin melakukan pawai. Dalam hal ini pemangku adat adalah orang yang
memiliki peran lebih besar dalam memulai prosesi ritual appalili. Sebelum
melepaskan rombongan yang akan melakukan ritual appalili, Pemangku adat
Karaeng Galesong melakukan seremonial terlebih dahulu sebagai pembuka
dari pelaksaan ritual ritual appalili. Hal ini menandakan bahwa kegiatan yang
dilakukan akan segera dimulai atas izin dari pemangku adat, (wawancara,
Dekal, 25 juni 2021, Pa‟lalakang).
Gambar 5.3 pelepasan rombonganoleh pemangku adat
Sumber. (Facebook Balla Lompoa Galesong)
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa peranan pemangku adat
dalam dimulainya kegiatan di Balla Lompoa sangat penting, hal ini sesuai
dengan jabatan dan kedudukan yang dimilikinya. Peranan pemangku adat
dalam kesuksesan tammu taunna gaukang Karaeng Galesong/ haulnya
gaukang Karaeng Galesong sangatlah besar. Kesuksesan dari acara tersebut,
tergantung dari izin pemangku adat.
78
“Pada hari H itu (hari dilakukannya applili) semua masyarakat
dari 3 Kecamatan itu berkumpul atau sekurang-kurangnya 22
kampung (karena Galesong dulu hanya 22 kampung) mulai dari
aeng toa sampai mengindara di depan Balla Lompoa, kemudian
dilepaskan oleh ketua lembaga adat. Nah, appalili mi tawwa
(dimulailah appalili). Appalili artinya mengelilingi kampung.
(wawancara, Karaeng Madjdja, 19/6/2021, Galesong)”
Ritual appalili tidak hanya dilakukan oleh masyarakat di Kecatan
Galesong, akan tetapi sebelum dimulainya appalili semua masyarakat
Galesong dari 22 kampung atau 3 Kecamatan saat ini yang ikut dalam prosesi
appalili berkumpul didepan rumah adat Balla Lompoa dan dengan bersama-
sama memulai prosesi appalili setelah pemangku adat melepaskan rombongan
appalili, maka dimulailah appalili dari rumah adat Balla Lompoa Galesong
berjalan kaki bersama menuju bungung barania.
Dalam perjalanan menuju bungung barania, terdapat Barisan-barisan
appalili terdiri dari:
a) Kerbau
Dalam barisan appalili, terdapat seekor hewan yang menjadi simbol
dari kegiatan tersebut. Hewan yang dipilih adalah seekor kerbau dan berada
pada barisan terdepan. Pemilihan kerbau menjadi hewan yang dipakai dalam
acara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong pada prosesi ritual appalili
adalah sebagai penanda dari kegiatan ini. Ketika melakukan wawancara untuk
mencari kebenaran dari hal tersebut, seorang tokoh masyarakat (plt kepala
Desa Galesong kota) dan termasuk dalam keluarga Karaeng Galesong serta
sebagai panitia pelaksana upacara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong,
Husain Kahar Daeng Romo, mengatakan bahwa:
79
“Hal pertama yang perlu dipersiapkan dalam gaukang itu
Kerbau. Kerbau ini diarak keliling kampung atau appalili.
(wawancara, 09 juni 2021, Galesong)”
Gambar 5.4 kerbau pada barisan terdepan.
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
Pemilihan kerbau tersebut adalah hewan yang menjadi penanda
dilakukannya appalili. Karena kerbau inilah yang diarak dalam mengelilingi
kampung atau disebut sebagai appalili. appalili yang dilakukan dikecamatan
Galesong dalam lingkup keluarga kerajaan dilakukan dalam dua hal, yaitu
dalam tammu taunna gaukang Karaeng Galesong dan pada acara a‟gau-gau
(khitanan) yang terdapat kerbau dan selalu disimpan pada posisi terdepan
barisan (wawancara, Aminuddin Salle, 12 Juni 2021, Perumahan Dosen
Unhas). Hal ini menunjukkan bahwa kerbaulah yang menjadi hal utama dalam
dilakukannya ritual appalili.
Keterangan lain disampaikan oleh toko masyarakat terkait pemilihan
kerbau sebagai hewan yang perlu ada dan dipersiapkan dalam barisan appalili
yang diletakkan di barisan paling depan oleh Kasmajaya Daeng Nappa selaku
tokoh masyarakat di Galesong, mengatakan bahwa kerbau sebagai:
80
“Kerbau pada barisan paling depan dalam ritual appalili
sebagai penanda untuk memperlihatkan kepada masyarakat
bahwa tahun ini meriah karena ada kerbau. kerbau itu juga di
lihat apakah kecil atau besar. (wawancara, 09 juni 2021)”
Kerbau sebagai penanda dari acara tammu taunna gaukang Karaeng
Galesong yang menandakan bahwa upacara tersebut akan berlangsung meriah
dan besar. Sebab dengan adanya kerbau inilah ritual applili dilakukan. Selain
itu kerbau digunakan untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa ada
kerbau yang dipotong yang secara tidak langsung mengajak masyarakat
bersama-sama datang ke Balla Lompoa untuk makan bersama. (wawancara,
Dg. Nappa, 9 juni 2021)”
Ungkapan dari kasmaja Dg. Nappa sama halnya dengan yang
diungkapkan oleh Aminuddin Salle Karaeng Patoto (73 tahun), saat
melakukan wawancara dikediaman beliau di Perumahan Dosen Unhas. Saat
itu saya memanggilnya Prof. bukan gelar kebangsawanan beliau sebagai
Karaeng, Saat saya bertanya kenapa ada kerbau pada barisan ritual appalili
dan diletakkan pada posisi terdapat, maka dijawablah bahwa:
“Kerbau itu yang akan dipotong untuk menjamu tamu-tamu
yang banyak datang itu. Karena appalili itu diikuti oleh
barisan-barisan orang tua, barisan-barisan anak muda, tau
rungka, tau lolo, itu diarak diiringi gendang untuk menarik
perhatian. Kerbau itu untuk memperlihatkan bahwa ini kerbau
akan dipotong, jadi datang ramai-ramai kita makan sama-sama.
Kerbau Ini simbol persatuan. Bahwa mari kita makan bersama-
sama karena akan memotong kerbau, karena biasanya orang-
orang kampung ini berkata, hei kita akan potong kerbau yang
berarti itu pesta besar. (wawancara, Karaeng Patoto, 12 juni
2021, Makassar)”
Kerbau yang dibawa appalili dan akan dipotong setelah kembali ke
Balla Lompoa akan dipotong untuk dihidangkan kepada masyarakat yang
81
hadir dalam ritual appalili. masyarakat tersebut akan makan bersama-sama
dengan seluruh tamu undangan yang datang. Pemilihan kerbau sebagai hewan
yang ada dalam appalili dimaknai sebagai sebuah simbol persatuan dan
simbol akan diadakannya sebuah pesta besar. Selain itu, pendapat lain juga
diungkapkan oleh tokoh masyarakat bahwa kerbau juga disimbolkan sebagai
ciri dari orang Galesong yang mencirikan sebuah ketenangan dan kekuatan.
Kerbau ini sebagai simbol masyarakat Galesong yang memiliki arti
ketenangan. Kerbau yang dipilih harus kerbau yang memiliki badan yang
besar dan kekar. Kerbau itu simbol dari kekuatan karena bisa dipakai
membajak sawah. Kerbau juga pintar, apabila iya sudah jatuh di suatu lubang
maka tidak akan pernah jatuh dilubang yang sama untuk kedua kalinya.
Berbeda dengan manusia, walau pernah jatuh pada lubang tersebut tetap
kesana. Kerbau itu meskipun diam, tapi kalau sudah diganggu maka dia akan
menanduk. Sama dengan orang Galesong, meskipun tunduk tapi menanduk.
Jadi orang Galesong itu kalau ada persoalan kecil yang tidak terlalu penting
akan ditinggalkan, akan tetapi jika sudah menyangkut harga diri maka dia
tidak akan tinggal diam. (wawancara, Dg. Nappa, 09 juni 2021)”
Melihat pada bagian atas rumah adat Balla Lompoa (sambulayang)
terdapat kepala kerbau sebagai penanda. Kepala kerbau juga ada di dalam
rumah adat Balla Lompoa, ketika peneliti berkesempatan untuk naik dan
masuk ke Balla Lompoa Galesong, kepala kerbau itu ditutup kain putih.
Peneliti tidak berani memegangnya karena takut hal itu ada pantangannya
atau bagaimana, sehingga peneliti tidak mengetahui pasti apakah itu kepala
82
kerbau asli atau hanya ornamen. Jadi kerbau menjadi hewan yang sangat
penting dalam upacara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, terlebih
pada ritual appalili.
b) Gendang/ Gandrang dan Pui-Pui (Musik Tradisional)
Selain kerbau pada barisan depan, dibelakangnya terdapat pemain
gendang dan pui-pui. Dalam setiap diadakannya upacara adat tammu taunna
gaukang Karaeng Galesong, gandrang menjadi sesuatu yang wajib daan
harus ada. Gendang/ gandrang sebagai musik tradisonal asli makkasar
menjadi hal yang melengkapi setiap ritual dan tradisi yang dilakukan
masyarakat. Sebab tanpa adanya gendang dan iringi pui-pui seakan kegiatan
tersebut tidak meriah dan terasa sepi.
“Paganrang/ganrang (pemain gendang) harus ada, pa pui-pui
juga. Ini sebagai penghibur dalam memeriahkan acara.
(wawancara, Dg. Romo, 9 juni 2021, Galesong)”
Gendang dan pui-pui harus ada dalam upacara tammu taunna gaukang
Karaeng Galesong. Gendang dan pui-pui juga ikut dalam prosesi appalili
dalam memeriahkan acara pawai adat serta tidak lengkap rasanya suatu
kegiatan ritual appalili tanpa adanya gendang dan pui-pui yang mengiringi.
Dalam setiap upacara adat maupun acara pernikahan, keberadaan gendang
makassar selalu ada dan menjadi media penghibur bagi orang-orang yang ada
dalam upacara dan yang menyaksikan acara tersebut. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Karaeng Patoto bahwa Iringan gendang dan pui-pui dalam
ritual itu untuk menarik perhatian orang-orang, sehingga orang-orang banyak
yang menyaksikan. (wawancara, 12 juni 2021)”
83
Gambar 5.5 Pemain Gendang dan Pui-pui
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
Dalam menarik perhatian masyarakat banyak, Gendang dan pui-pui
dalam prosesi ritual appalili merupakan iringan musik yang dijadikan untuk
menarik perhatian banyak orang, karena dari kejauhan sudah terdengar oleh
masyarakat sehingga banyak masyarakat yang datang untuk menyaksikannya.
Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh daeng pole tentang bagaimana
cara untuk menarik perhatian masyarakat saat melakukan appalili
(wawancara, 26 Juni 2021)
Eksistensi dari kebaradaan musik tradisonal khas makassar gendang
dan pui-pui adalah suatu hal ini menunjukkan bahwa ini mesti ada, karena hal
ini sebagai media hiburan tersendiri bagi masyarakat dan pelengkap dari
prosesi ritual appalili. Sama halnya yang diungkapkan oleh orang-orang yang
pernah terlibat dalam prosesi appalili maupun upacara tammu taunna gaukang
Karaeng Galesong, mereka mengatakan bahwa gendang selalu ada dan mesti
84
ada dalam setiap acara yang dilakukan dalam upacara. Karena tidak lengkap
suatu acara tanpa adanya iringan musik gendang dan pui-pui. Gendang dan
pui-pui juga sebagai media komunikasi dalam pelaksanaan ritual appalili pada
upacara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong.
“Pemain gendang dan pui-pui itu tidak boleh sembarang
orang, akan tetapi orang-orang yang menjadi bagian dari
simpatisan Karaeng Galesong. (wawancara, Karaeng Tompo,
26 juni 2021, Galesong)”
Dari penjelasan diatas dapat di simpulka bahwa gendang sebagai
media hiburan dan pelengkap dalam upacara tammu taunna gaukang Karaeng
Galesong dan prosesi ritual appalili yang menjadi pemikat atau daya tarik dari
masyarakat sekitar untuk turut menyaksikan prosesi diadakannya ritual
appalili, serta pemain gendang dan pui-pui tidak boleh sembarang orang, akan
tetapi orang-orang yang memang menjadi bagian dari Karaeng Galesong.
Menjadi tugas besar dari penerus pemain gendang dan pui-pui untuk tetap
melestarikan musik tradisional asli khas makassar karena melihat pemain dari
alat musik ini sudah memasuki lanjut usia. Dan bagi generasi muda saat ini
untuk dapat belajar memainkan alat musik gendang dan pui-pui agar tepap
lestari. Sebagaimana pentingnya iringan musik ini dalam kegiatan upacara-
upacara adat dan kebudayaan.
c) Pasukan Tubarani (Pemberani)
Selaian itu, di barisan selanjutnya ada pasukan tubarani, barisan ini di
isi oleh kaum lekaki muda dengan memakai pakaian adat warna merah tanpa
alas kaki lengkap dengan ikat kepala yaitu patonro/ passapu dan membawa
poke (tombak).
85
“Barisan tubarani itu yang membawa tombak. Dulu tidak
sembarang orang yang bawa, tapi sekarang sudah tidak asli lagi
tubaraninya. Biasanya yang bawa sekarang cucu dari Karaeng
Galesong atau orang-orang yang sudah dibentuk atau
dipersiapkan. Tombak/poke nia‟ ruangpulo pappana irate
riBalla Lompoa niboli‟ (tombak sekitar 20 buah tersimpan di
Balla Lompoa Galesong). Iami antu nierang punna appaliliki
tawwa (itulah yang dibawa saat appalili). (wawancara,
Karaeng Ngunjung, 26 juni 2021, Galesong)”
Barisan tubarani adalah barisan yang membawa tombak yang dulunya
tidak sembarang orang yang menjadi tubarani. Sekarang barisan tubarani
sudah tidak asli atau biasanya yang menjadi barisan tubarani sekarang ini
adalah cucu keturunan Karaeng Galesong atau orang-orang yang telah
dibentuk/dipersiapkan dalam upacara tammu taunna gaukang Karaeng
Galesong nantinya. DiBalla Lompoa Galesong, terdapat sekitar 20 buah
tombak yang tersimpan diatas rumah adat tersebut yang nantinya dibawa pada
saat appalili. Karaeng ngunjung menambahkan bahwa Tubarani itu
diibaratkan sama seperti polisi, dia yang menjaga. Itumi kenapa ada tombak
dibawa supaya kalau ada orang mau mengganggu dijalan pada saat appalili
dia yang mengjaganya. (wawancara 26 juni 2021)”
Pasukan tubarani yang diibaratkan sebagai polisi untuk menjaga
rombongan barisan yang melakukan appalili. Itulah mengapa mereka
membawa tombak untuk menjaga orang-orang diperjalanan saat melakukan
appalili. Sama halnya seperti yang disampaikan oleh Karaeng Tompo yang
terlibat dalam appalili, mengatakan bahwa barisan tubarani berdiri dibelakang
pemain gendang dengan memakai pakaian adat berwarna merah lengkap
86
dengan patonro/passapu yang menjadi ikat kepala ciri khas makassar dengan
membawa tombak/poke.
Gambar 5.6 Pasukan tubarani
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
Berdasarkan pendapat dari orang-orang yang terlibat dalam ritual
appalili, dapat disimpulkan bahwa barisan tubarani yang disimbolkan sebagai
penjaga yang melindungi para rombongan saat melakukan ritual appalili
dengan membawa tombak hal ini bertujuan untuk memperlihatkan kepada
masyarakat bahwa alat perang yang dulu digunakan untuk melawan penjajah
benar-benar ada dan sampai saat ini benda tersebut disimpan dengan rapi dan
baik di Balla Lompoa yang akan turungkan dari atas rumah adat jika
dibutuhkan pada saat ritual appalili dilakukan.
d) Bembengang
Setelah barisan tubarani, dibelakangnya terdapat seorang gadis kecil
atau mereka menyebutnya sebagai anak rara (putri raja) yang diusung dalam
bembengang yang terbuat dari kayu dengan tali yang diikatkan pada bambu
dan diangkat oleh empat orang dengan menggunakan bambu.
87
Gambar 5.7 bembengang dan cucu raja
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
“Bembengang itu simbol semua, simbol-simbol bahwa
sepertinya tidak lengkap itu ritual kalau tidak ada bembengang.
Jadi bembengan itu aksesoris seperti pelengkap dari acara itu.
Biasanya itu anak atau cucu dari Karaeng Galesong yang
dinaikkan diatas bembengang itu. Itu sebagai pertanda bahwa
rakyat itu masih taat pada pemerintahan Karaeng Galesong. Itu
simbol bahwa mereka masih mau mengangkat itu. Pesannya itu
sebagai ketaatan kepada rajanya. (wawancara, Karaeng Patoto,
12 juni 2021, Makassar)”
Bembengang yang disimbolkan sebagai bentuk ketaatan dari rakyat
kepada rajanya menandakan bahwa rakyat itu masih percaya terhadap
Karaeng Galesong. Bembengang yang berisikan anak kecil keturunan
raja/Karaeng (anak rara) dengan memakai pakaian pengantin (ammakeang
buntingi) yang diangkat oleh empat orang dalam barisan ritual appalili.
Bembengang juga menjadi salah satu hal yang menarik perhatian
masyarakat Galesong, sebab meraka penasaran dengan anak kecil yang ada
didalamnya. Hal lain juga diungkapkan oleh Karaeng ngunjung, bahwa
Diatas bembengang itu selain ada anak kecil yang diangkat, diatas
bembengan juga ada pisang, daun sirih (pa‟rappo), lilin dan telur. Itulah
88
kenapa ada bembengan karena itu yang dibawa kebungung barania dan
tidak boleh diangkat tangan secara langsung, sehingga disimpan keatas
bembengan, (wawancara, 26 juni 2021).
Selain itu, pendapat lain juga disampaikan oleh Muhammad Tasryk
yang akrab disapa Dekal (24 tahun), selaku tokoh pemuda di Kecamatan
Galesong dan mengetakan Kalau yang diangkat sekarang adalah anak-anak,
sedangkan yang diangkat kalau dulu itu seorang permaisuri kerajaan.
Simbolnya untuk menghargai permaisuri karena tidak dapat diangkat
menjadi raja pada saat itu, (wawancara, 25 juni 2021).
Dapat disimpulkan bahwa Bembengan adalah tempat yang berisikan
anak kecil beserta pisang, lilin, daun sirih (pa‟rappo) beserta telur didalamnya
yang diangkat oleh empat orang dalam pawai ritual appalili menuju bungung
barania sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan.
e) Barisan Baju Adat
Masyarakat yang ikut dalam ritual appalili menggunakan pakaian adat
berupa baju bodo untuk perempuan dan jas tutup untuk laki lengkap dengan
songkok guru/songkok recca, lipa sa‟be/ sarung tenun dan pakaian yang
digunakan dengan berbagai macam warna.
“Barisan appalili itu ada baju bodo merah, baju bodo hijau dan
warna baju bodo yang lainnya. Ada juga yang pakai warna
hitam, itu biasanya anrong guru, pinati dan orang-orang yang
berkompeten dalam acara gaukang. (wawancara, Karaeng
Madjdja, 4 juni 2021, Galesong)”
89
Gambar 5.8 Warna-warni pakaian
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
Pakaian yang digunakan oleh orang orang-orang yang mengikuti ritual
appalili berbeda-beda. Jika dilihat dalam barisan appalili, warna pakaian yang
digunakan oleh masyarakat sangat beragam mulai dari warna merah, putih,
hitam, biru, hijau, kuning dan warna yang lainnya. Pakaian warna merah
biasanya dipakai oleh barisan tubarani, warna putih oleh kaum bangsawan
kerajaan, warna hitam digunakan oleh pemangku adat kerajaan beserta pinati
dan anrong guru dan lembaga adat Karaeng Galesong, serta warna lainnya
yang digunakan oleh keluarga kerajaan, tamu undangan dan masyrakat yang
terlibat dalam appalili.
Soekanto dalam Hariani (2010) mengatakan bahwa pemakain busana
tradisional hanya pada hari-hari tertentu atau saat ada upacara-upacara adat,
karena pada umumnya dianggap kurang praktis dan kurang pas jika untuk
pakaian sehari-hari. Busana tradisional atau pakaian adat dapat menunjukkan
tingkatan budaya masyarakat. Selain pakaian adat, masyarakat dan tamu
undangan yang ikut dalam ritual appalili juga ada yang menggunakan pakaian
nasional.
90
2) Perjalanan Menuju Bungung barania
Alunan musik gendang dan pui-pui selalu mengiringi prosesi
perjalanan masyrakat dalam pelaksanaan ritual appalili. Gendang dan pui-pui
tidak hanya untuk menarik perhatian banyak orang, akan tetapi juga sebagai
bentuk media komunikasi dalam upacara adat. Selain aluanan musik
tradisional gendang dan pui-pui yang pertama kali didengar oleh masyarakat
dari kejauhan, terdapat seekor hewan berupa kerbau yang berada di barisan
pertama yang juga menarik perhatian masyarakat. Dalam barisan ini, antara
kerbau dan pemain gendang dan pui-pui, terdapat anrong guru dan pinati.
“Dalam perjalanan pinati (panitia), anrong guru dan tokoh
agamanya itu selalu berdoa dan berzikir. Dalam wiridnya
mereka tidak pernah berhenti memanjatkan doa-doanya kepada
yang maha kuasa Allah SWT meminta bantuan dan
pertolongan. (wawancara, DG. Romo, 9 juni 2021, Galesong)”
Rombongan appalili tidak hanya jalan serta merta mengelilingi
kampung, akan tetapi mereka memanjatkan doa dan berzikir kepada allah swt
meminta bantuan dan pertolongan agar terhindar dari bala bencana dan bahaya
yang dapat menggagu dan masuk ke Galesong. Pemanjatan doa disepanjang
perjalanan dilakukan oleh tokoh agama dan tetuah-tetuah adat demi
keselamatan bersama warga kampung yang ada di Galesong.
Karaeng Patoto menambahkan bahwa Selama jalan itu ada doa yang
dibaca, surah ayat kursi. Jadi semestinya semua orang yang ikut appalili
berdoa kepada Allah swt dengan membaca ayat kursi itu untuk menghindari
bahaya (bala) yang ingin masuk ke Galesong. Sebagaiman kisah sahabat pada
masa rasulullah dahulu yang diceritakan bahwa Pada zaman dahulu itu,
91
sahabat mengelilingi rumahnya dengan membaca ayat kursi sebelum tidur.
Ada pencuri yang ingin mendekati rumahnya tidak bisa masuk. Besoknya dia
ditanya, kenapa rumahmu tidak bisa didekati, kemudian dijelaskanlah bahwa
sebelum tidur sahabat ini mengelilingi rumahnya sambil membaca ayat kursi.
(wawancara, 12 juni 2021)”. Selain berdoa untuk keselamatan kampung,
diperjalanan juga dipanjatkan doa-doa untuk mengingat perjuangan pahlawan
dulu saat berjuang melawan penjajah, jadi kita mendoakan mereka selama
perjalanan mengelilingi kampung yang oleh orang makassar disebut
appidalleki (berdoa), (wawancara, Karaeng madjdja, 4 juni 2021) “
Gambar 5.9 pinati dan anrong guru
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
Dalam perjalanan menuju bungung barania tokoh agama, anrong guru,
pinati dan keturunan Karaeng Galesong beserta masyarakat yang ikut dalam
prosesi appalili memanjatkan doa agar terhindar dari bala bencana yang ingin
masuk ke Galesong. Pemanjatan doa juga dilakukan untuk mendoakan para
pahlawan yang telah gugur dalam perjuangan melawan penjajah dimasa lalu.
Mendoakan mereka agaar selamat dunia dan akhirat. Akan tetapi yang
92
menjadi pertanyaannya adalah apakah semua orang yang ikut appalili
memanjatkan doa? Hal ini menjadi rahasia dari masing-masing individu.
3) Prosesi di Bungung barania
Ketika sampai di bungung barania, ada tahapan kegiatan yang
dilakukan masyarakat yang ikut dalam rombongan ritual appalili. Tahapan ini
di mulai dari mengelilingi bungung barania terlebih dahulu sebelum masuk
kedalam. Karaeng Ngunjung mengatakan bahwa:
“Sampai di bungung barania, dikelilingi dulu bungung barania
sebanyak tiga kali sebelum masuk. Ini bertujuan sebagai
bentuk penghormatan dan agar terhindar dari bala bencana dan
bahaya yang ingin masuk ketempat tersebut. (wawancara, 26
juni 2021)”
Saat sampai di bungung barania, rombongan barisan appalili tidak
langsung masuk kedalam bungung barania, akan tetapi mengelilingi bungung
barania sebanyak tiga kali terlebih dahulu. Mengelilingi bungung barania
sebanyak tiga kali sebagai bentuk penghormatan dan untuk menghindari
datangnya bala bencana dan bahaya ketempat tersebut. Setelah itu, dilakukan
pembacaan doa oleh pinati (panitia) dan paroyong yang terdiri dari dua orang
perempuan dengan membaca doa-doa khusus disetiap kata dan ucapannya.
Pinati dan paroyong berdoa diatas balla-balla saukang. Dan
prosesi pengambilan air dilakukan setelah tokoh adat/pinati
selesai memanjatkan doa diatas rumah saukang Karaeng
bayowa. Balla saukang merupakan tapak tilas tetuah kampung
yang bergelar Karaeng Bayowa yang di sakralkan oleh
penduduk sekitar sebagai lokasi pembaretan para prajurit
Karaeng Galesong dulu ketika hendak menuju medan perang,
(wawancara, Dg. Romo, 9 juni 2021, Galesong)
93
Gambar 5.10 balla saukang dan peserta appalili
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
Barang-barang yang dibawa dari Balla Lompoa yang disimpan di atas
bembengan inilah yang ada diatas balla saukang Karaeng bayowa. Isinya itu
terdiri dari pisang tiga sisir, bente, kemenyan, lilin, uang sedekah, pa‟rappo
(daun sirih utuh dan daun sirih yang telah dibentuk kalomping yang dibungkus
menggunakan daun pisang), sebagai bentuk persembahan. Pa‟rappo inilah
yang bibawa kelaut oleh anrong guru/ pinati kelaut.
Setelah pemanjatan doa diatas balla saukang, maka barulah peserta
ritual appalili untuk masuk ke bungung barania. Yang diambil di bungung
barania itu airnya. Airnya ini dibawa ke Balla Lompoa digunakan untuk
mencuci benda pusaka ada di istana Balla Lompoa Galesong. Pengambilan air
dari bungung barania diawali oleh pemangku adat dan air yang diambil inilah
yang dibawa pulang ke Balla Lompoa untuk dipergunakan pada malam
harinya di acara inti dari tammu taunna gaukang Karaeng Galesong
(wawancara, Dg. Romo, 9 juni 2021)”
94
Gambar 5.11 Pengambilan air oleh pemangku adat
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
Selain di bawa ke Balla Lompoa, air dari bungung barania juga
dimanfaatkan oleh rombongan appalili untuk meminumnya dan ada juga yang
membawanya pulang. Selain itu, ada juga yang mencuci tombak yang dibawa
serta membasuh muka mereka sebanyak tiga kali. Sebagaimana kepercayaan
masyarakat dan cerita yang beredar, bahwa air dari bungung barania ini dapat
membawa keberanian bagi orang-orang yang telah dimandikan maupun yang
meminum airnya dan membasuh muka dengan air dari sumur keramat/bertuah
tersebut.
Adapun tujuan dari mengapa bungung barania menjadi tempat yang
dituju saat prosesi ritual appalili yaitu karena tempat ini merupakan tempat
yang bersejarah dan saksi perjalanan Karaeng Galesong Imanindori Kare
Tojeng Karaeng Galesong pada saat akan pergi berperang melawan penjajah
menuju pulau jawa.
“Sebelum berangkat berperang, pasukan Imanindori Kare
Tojeng Karaeng Galesong dimandikan dibungung barania
beserta senjata dan semua barang bawaanya. Disanami itu di
95
bungung barania di upacarakan sebelum berangkat ke jawa.
(wawancara, Karaeng Ngunjung, 26 juni 2021, Galesong)”
Jadi pada jaman dulu ketika perjanjian bongaya di tanda tangani,
Karaeng Galesong adalah salah satu orang yang tidak terima dan tidak ingin
tunduk kepada Belanda, sehingga Karaeng Galesong memilih hijrah dari tanah
Galesong untuk berjuang dalam melawan belanda menuju ke pulau jawa.
Sebelum berangkat ketanah jawa, Karaeng Galesong mandi di bungung
barania, serta semua senjata yang akan digunakan dicuci disana dan semua
laskar Karaeng Galesong juga dimandikan di bungung barania. Dibungung
barania inilah dilakukan upacara ikrar perjuangan pasukan pejuang dari tanah
Galesong untuk tetap maju melawan penjajahan dan kezalamin yang terjadi di
negeri ini. Balla saukang Kareng Bayowa menjadi tapak tilas pembaretan
prajurit Karaeng Galesong saat akan berangkat berperang dulu.
Tidak lengkap rasanya tammu taunna atau haulnya gaukang Karaeng
Galesong kalau tidak kebungung barania. Karena bungung barania dan
Karaeng Galesong memiliki kemistri atau ada benang merah diantaraa
keduanya. Ada yang kurang bagi masyarakat Galesong apabila dalam
merayakan haulnya gaukang Karaeng Galesong tapi tidak mendatangi
bungung barania. (wawancara, Dg. Nappa, 9 juni 2021)”
Ketika saya bertanya kepada semua orang yang pernah ikut dalam
ritual appalili mengapa bungung barania menjadi tempat yang dituju saat
ritual appalili, mereka mengatakan bahwa bungung barania menjadi saksi
hijrahnya Karaeng Galesong ketanah jawa untuk melawan penjajah saat
terjadinya perjajian bongaya. Di bungung barania inilah Karaeng Galesong
96
beserta para laskar dan senjata yang akan digunakan dalam berperang
dimandikan dan dicuci. Itulah sebabnya kenapa setiap dilakukan ritual appalili
masyarakat menuju bungung barania, sebab ada benang merah antara
keduanya, serta tidak lengkap rasanya haulnya atau tammu taunna gaukang
Karaeng Galesong jika tidak ketempat tersebut.
Kamaruddin sebagai masyarakat biasa yang pernah ikut dalam ritual
appalili mangatakan:
“Pada saat itu saya berkesempatan menimbah air dari bungung
barania secara langsung. Saya cicipi airnya rasanya itu tawar,
tidak payau. Padahal sumur ini sangat dekat dekat laut.
(wawancara, Kamaruddin, 16 juni 2021, Bontorita)”
Dari penjelasan yang dikemukakan oleh Kamaruddin, ini
membuktikan bahwa air dari bungung barania benar-benar tawar walau sangat
dekat dengan laut. Orang-orang yang ikut dalam appalili juga dapat
mengambil dan meminum air dari sumur tersebut. Selain itu, presiden RI
kedua bapak soeharto juga pernah datang langsung ke bungung barania untuk
melihat lokasi dari tempat bersejarah lahirnya pejuang pantang menyerah
melawan penjajah bernama I Manindori Kare Tojeng Karaeng Galesong,
Karaeng Galesong yang ke empat dan merupakan putra dari Somba Gowa
pahlawan Nasional I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape
Sultan Hasanuddin.
Saat peneliti menunjungi lokasi dari bungung barania tersebut, peneliti
melihat letak dari sumur tersebut benar-benar dekat dengan lautan dan
berjarak kurang lebih 10 m. dan air dari sumur tersebut benar-benar tawar,
jernih dan segar. Ini memang menjadi suatu berkah yang allah turunkan di
97
tanah Galesong, suatu sumur yang diberkahi dengan rasa air yang segar, bersih
dan jernih walau tepat berada di bibir pantai.
4) Kembali Ke Balla Lompoa
Setelah dari bungung barania, rombongan appalili kembali ke Balla
Lompoa melalui jalan yang berbeda. Setelah sampai di Balla Lompoa mereka
tidak langsung naik kerumah, akan tetapi melakukan ritual appalili terlebih
dahulu.
“Ketika kembali dari bungung barania, rombongan itu appalili
mengelili Balla Lompoa sebanyak tiga kali. Tujuannya sama
sebagai bentuk penghormatan dan menghindari datangnya bala
bencana atau bahaya yang ini medekati tempat ini. Kalau
dibungung barania applili ki tawwa battuna mange ammpa
antamaki, ri Balla Lompoa battu paki appalili nampa ni
kalilingi tongi Balla Lompoa. (wawancara, Karaeng
Nngunjung, 26 juni 2021, Galesong)”
Rombongan appalili yang kembali dari bungung barania, ketika
sampai di Balla Lompoa, mereka mengelilingi terlebih dahulu Balla Lompoa
sebelum naik ke rumah. Mengelilingi Balla Lompoa merupakan bentuk
penghormatan dan menghindari bahaya yang ingin memasuki tempat tersebut.
Berbeda dengan di bungung barania, ketika rombongan sampai disana maka
terlebih dahulu mereka mengelilinginya sebelum masuk dan di Balla Lompoa,
rombongan menegelilinginya ketika telah sampai dari bungung barania.
Mereka tidak appalili terlebih dahulu sebelum berangkat, akan tetapi ketika
sampai dan pulang dari berkeliling kampung.
Setalah itu, dilanjutkan dengan pemotongan hewan yaitu kerbau yang
diarak dalam ritual appalili. Kerbau ini dipotong oleh pinati (panitia) setelah
mendapat izin dari pemangku adat Karaeng Galesong.
98
“Kerbau itu dipotong setelah pinati (panitia) mendapatkan izin
dari pemangku adat untuk memotongnya. (Wawancara, Dg.
Romo, 9 juni 2021, Galesong)”
Gambar 5.12 kerbau yang dipotong
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
Pinati (panitia) bertugas untuk memotong kerbau atas izin dari
pemangku adat. Kerbau yang dipotong ini yang akan dimakan oleh oleh tamu
undangan dan seluruh masyarakat yang hadir dalam upacara tammu taunna
gaukang Karaeng Galesong.
Selanjutnya acara dilanjutkan dengan hiburan seperti penampilan tari-
tarian, seni bela diri, aru serta pembacaan sejarah gaukang Karaeng Galesong.
Pada malam harinya merupakan acara inti dari tammu taunna gaukang
karraeng Galesong. Pada malam hari dilakukan kegiatan appanaung raki-raki
(menghayutkan kelaut) dan a‟rate juma‟ (zikir malam).
2. Makna Sosial Ritual Appalili
Masyarakat melakukan suatu tindakan didasri karena adanya sebuah
makna atau pesan yang terkandung dari tindakannya tersebut. Oleh sebab
itulah masyarakat bertindak dan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
99
dipahaminya. Sama halnya dengan ritual appalili, masyarakat Galesong
melakukan kegiatan tersebut setiap tahunnya karena mereka percaya bahwa
apa yang mereka lakukan bermakna bagi kehidupan mereka kedepannya.
Pelaksanaan ritual appalili pasti memili makna dan tujuan yang ingin
dicapai. Sebagaimana prosesi dilakukannya appalili, dan arti dari appalili itu
sendiri. Appalili adalah ritual adat yang dilakukan dengan mengelilingi
kampung yang dapat disebut sebagai pawai adat. Dalam pelaksanaan ritual
appalili, terdapat makna yang terkandung didalamnya yang perlu masyarakat
ketahui. Pelaksanaan ritual appalili tidak serta merta dilakukan begitu saja,
tetapi dilaksanaan dengan tujuan yang baik bagi masyarakat, khusunya
masyarakat Galesong. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa
informan dilapangan, mereka mengungkapkan makna dan tujuan dari
pelaksanaan ritual appalili.
a. Menghindari Bala Bencana/ Appalili Bala
Ritual appalili yang dilakukan masyarakat Galesong memiliki
maksud dan tujuan. Maksud dan tujuan inilah yang perlu diketahui oleh
masyarakat bahwa ritual tersebut tidak serta merta dilakukan begitu saja, akan
tetapi dilakukan untuk tujuan yang baik. Sebab terkadang banyak masyarakat
yang salah mengartikan ritual-ritual yang dilakukan saat ini. Sama halnya
dengan ritual appalili, ini dilakukan untuk maksud dan tujuan yang baik.
“Appalili itu maknanya appalili bala. Karena para tokoh adat
itu pada saat dia jalan ada yang dia baca. Jadi dia baca ayat
kursi saat mengelilingi kampung, dan juga dalam wiridnya dia
juga berdoa kepada allah swt. Agar bala bencana tidak masuk
ke Galesong. Sepanjang jalan dia terus berzikir, tokoh
100
agamanya berzikir sambil membaca ayat kursi. (wawancara,
Dg. Romo, 9 juni 2021)‟
Appalili ini bermakna untuk menghindari bala/ tolak bala (bahaya dan
bencana). Dengan membaca ayat suci Al-Quran (ayat kursi), agar bala
bencana tidak masuk ke Galesong dan masyarakat Galesong dapat terhindar
dari bahaya. Sebab toko adat dan tokoh agama selalau berdoa selama
perjalanan mengelilingi kampung dan ketika sampai kebungung barania
mereka juga dengan senantiasa selalu berdoa dan bermunajat kepada allah
untuk diberikan keselematan dan keberkahan, terhindar dari segala
marabahaya yang ingin memasuki kampung kita diGalesong ini. Terhindar
dari bala bukan hanya keluarga kerajaan atau orang-orang tertentu yang
merasakan dampak atau akibat dari kegiatan ini, tapi dimaksudkan untuk
seluruh rakyat Galesong dan wilayah Galesong. Galesong tidak sebatas
diwilayah Kecamatan Galesong saja atau di Desa Galesong kota serta
Galesong baru saja, akan tetapi seluruh masyarakat Galesong dari utara
sampai selatan. Sama halnya yang diungkapkan oleh informan lain yang
mengatakan bahwa kegiatan ini dilakukan agar kita terhindar dari bala
bencana, bahaya dan virus serta penyakit berbahaya lainnya.
Pinati dan paroyong berada diatas balla saukang yang menjadi tapak
tilas pembaretan prajurit Karaeng Galesong saat akan berjuang melawan
penjajah. Di balla saukang inilah pinati kembali memanjatkan doa-doa
bersama paroyong meminta harapan kepada allah untuk keselamatan bersama
di Galesong.
101
Gambar 5.13 Berdoa di Rumah Saukang
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
Jadi bagi masyarakat, mari bersama-sama ikut serta dalam pelaksanaan
ritual appalili, sebab kegiatan ini dilakukan untuk tujuan yang baik demi
keselamatan bersama. Mari senantiasa berdoa, meminta pertolongan kepada
Allah swt agar kampung kita selalu dalam keadaan yang baik, terhindar dari
bala bencana dan segala marabahaya.
b. Bentuk Rasa Syukur (Berkah)/barakka
Diadakannya ritual appaili sebagai bentuk rasa syukur orang-orang
Galesong berkat adanya gaukang yang diturunkan oleh allah swt.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Daeng. Romo bahwa:
“Masyarakat Galesong pada hari itu dia gembira, berbahagia berkat
adanya rahmat Allah Swt. yang turun di Galesong berupa gaukang.
Kenapa disebut rahmat Allah, karena setelah gaukang itu ada di
Galesong beberapa bulan kedepan juga orang-orang Galesong
dianugerahi dengan ikan torani yang menghasilkan telur ikan terbang.
Telur ikan terbang ini sekarang menjadi komoditi ekspor yang bisa
meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat. (wawancara, 9 juni
2021)”
102
Masyarakat Galesong bergembira berkat adanya gaukang (benda gaib)
yang diturunkan oleh Allah swt di tanah Galesong sebagai rahmat bagi
masyarkat. Sebab setelah adanya gaukang ini orang-orang Galesong
dianugerahi ikan torani yang menghasilkan telur ikan terbang. Telur ikan
terbang ini bagaikan emas bagi orang Galesong, karena telur ikan terbang
yang mahal dan menjadi komoditi ekspor yang meningkatkan pendapat
masyrakat. Sehingga masyarakat bersyukur akan rahmat tersebut dan setiap
tahunnya memperingati haulnya/ tammu taunna gaukang Karaeng Galesong
ini dengan melakukan appalili.
Gambar 5.14 Appanaung Pa‟rappo
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
Dalam ritual appalili ini, seorang pinati/ anrong guru meletakkan
pa‟rappo kelautan dengan tujuan agar nelayan yang pergi melaut mencari ikan
dan telur ikan torani (patorani) diberikan rahmat dan berkah dari Allah SWT.
Agar diberikan rezki sesuai pekerjaan yang mereka geluti dilaut. Appanaung
103
pa‟rappo ini juga dilakukan sebagai simbol yang dipergunakan untuk
berkomunikasi dengan alam gaib demi keselamatan nelayan yang mencari
ikan dilautan, yang bertujuan agar nelayan tidak diganggu oleh buaya itulah
sebabnya ada telur yang diberikan atau apapun itu yang mengancam
keselamatan para pelaut.
Dalam hal ini masyarakat berharap agar kegiatan yang mereka lakukan
dilautan selalu dilindungi oleh allah agar mereka dapat memperoleh
keberkahan dari laut baik berupa ikan segar maupun telur ikan torani. Agar
mampu menunjang kehidupan mereka dan memenuhi kebutuhan dalam
keluarga mereka. Dan jika dilihat-lihat, masyarakat yang memiliki kapal
pencari ikan torani memiliki kehidupan sosial menengah keatas, atau dalam
stratifikasi sosial dimasyarakat tersebut dalam kelas menengah atas.
c. Kebersamaan/ Persatuan
Terjalinnya sebuah kerbersamaan dan silaturahmi antara keluarga dan
warga masyarakat dapat dilakukan melalui banyak hal, salah satunya dengan
adanya sebuah kegiatan atau acara. Seperti halnya ritual appalili yang
dilakukan dalam acara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, acara ini
dihadiri oleh banyak orang dan dari berbagai kalangan. Ritual applili
dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat di Galesong, mulai dari
utaraGalesong sampai keselatan. Hal inilah yang menjadikan masyarakat
dapat berkumpul dan saling bersilaturahmi dengan sesama, menjalin kembali
tali persaudaraan yang telah jauh karena kesibukan dan jarak yang berbeda.
“Ritual untuk mempermaklumkan kepada khalayak ramai bahwa akan
ada pesta. Untuk mengajak masyarakat bahwa ayo datang karena ada
104
pesta besar. Makanya kerbau itu di arak” (wawancara, Karaeng Patoto,
12 juni 2021, Makassar)
Diadakannya ritual appalili untuk memperlihatkan kepada masyarakat
bahwa akan dilakukan sebuah pesta besar. Itulah sebabnya ada kerbau yang
ikut diarak dalam pelaksanaan ritual appalili dan diletakkan pada barisan
paling depan. Kerbau yang disimbolkan sebagai persatuan, sebab kerbau inilah
yang nantinya akan dipotong setalah kembali dari berkeliling kampung dan
nantinya akan dimakan bersama-sama oleh masyarakat yang hadir pada acara
tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan lainnya, bahwa
kerbau inilah yang akan dipotong kita kita makan bersama. Sebagaimana yang
dilihat bahwa badan kerbau ini besar dan memiliki daging yang banyak.
Gambar 5.15 interaksi masyarakat
Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)
Kerbau diperoleh dari orang-orang yang menebus hajat. Sebagai
ungkapan rasa syukur sehingga membawa kerbau untuk dimakan bersama-
sama dengan masyarakat Galesong lainnya. Menjalin kembali rasa
persaudaraan melalui silaturahmi yang terjalin dari pertemuan mereka di
rumah adat Balla Lompoa dan dengan bersama-sama melakukan ritual
105
appalili. Kebersamaan yang kembali terjalin karena kesibukan selama ini
dalam pekerjaan masing-masing.
Dengan dilaksanakannya gaukang Karaeng Galesong, ritual appalili
dapat menumbuhkan solidaritas masyarakat, karena kebersamaan dan interaksi
sosial antara masyarakat yang terjalin di ritual appalili dan menumbuhkan rasa
gotong royong yang mulai terlupakan.
d. Melestarikan Budaya Lokal
Mulainya terlupakan budaya dan tradisi yang ada di masyarakat saat
ini menjadi hal yang memprihatinkan. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya
pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat saat ini dan generasi muda untuk
mempelajari tradisi dan budaya yang ada. Pelestarian budaya lokal dilakukan
sebagai bentuk penguatan budaya yang ada untuk tetap dapat di kenal
masyarakat luas yang menjadi ciri dari daerah tersebut. Kearifan lokal yang
ada dimasyarakat menjadi pengerat dan penguat suatu bangsa.
Pemakaian baju adat berupa jas tutup lengkap dengan songkok guru
dan lipa sa‟be serta baju bodo dan sarung tenun serta ikat kepala khas
makassar yaitu passapu/ patonro adalah bentuk pelestarian dari budaya lokal.
Selain itu, iringin musik gendang dan pui-pui juga menjadi kearifan lokal dari
masyarakat makassar. Hal ini semua diperlihatkan kepada masyarakat sekitar
bahwa inilah warisan budaya kita dan perlu tetap lestari sampai anak cucu kita
kelak.
106
Gambar 5.16 peserta ritual appalili dan masyarakat sekitar bungung
barania. (Sumber. Dokumen pribadi Kamaruddin)
Antusiasme dari anak-anak adalah hal yang patut disyukuri, sebab
generasi muda saat ini sebagai penerus dari budaya dan tradisi yang ada
dimasyarakat. Dengan anak-anak melihat tahapan-tahapan kegiatan, ini sudah
menjadi pelajaran tersendiri baginya dalam mengenali budayanya. Hal yang
perlu dilakukan selanjutnya oleh orang-orang tua adalah mengajak anak-anak
tersebut dan memperkenalkan kepada mereka akan hal-hal yang dilakukan.
Dilaksanakannya ritual appalili sebagai bentuk dari melestarikan
budaya yang telah ada. Suatu kebiasaan dari orang-orang terdahulu yang
hingga saat ini masih tetap lestari dan dilakukan oleh masyarakat Galesong.
Pelaksanaan appalili dengan mengelilingi kampung sebagai salah satu bentuk
untuk memperlihatkan dan mengenalkan kepada masyarakat bahwa adat
budaya di Galesong masih ada. Dari sinilah kita melihat bagaimana antusias
masyarakat untuk melihat dan menyaksikan budaya yang ada dan kita miliki
di Galesong. Kuatnya suatu wilayah karena ada tradisi dan budaya yang
107
mempersatukan mereka. Oleh sebab itu perlu adanya generasi-generasi
penerus untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya tersebut. Saksi dari
bertahannya budaya dan adat di Galesong yaitu rumah adat balla lompo
dengan segala kegiatan yang berlangsung didalamnya serta bungung barania
sumur tua yang hingga saat ini masih ada dan menjadi saksi perjuangan dan
perjalanan Karaeng Galesong. sumur tua yang dikeramatkan karena lokasinya
yang berdekatan dengan laut serta memiliki air yang tawar, jernih dan segar.
B. PEMBAHASAN
1. Prosesi Ritual Appalili Di Bungung barania
Setiap ritual pasti memiliki tahapan-tahapan dalam pelaksanaanya,
seperti halnya dengan pelaksanaan ritual appalili. Dalam pelaksanaan ritual
appalili ada tahapan prosesi yang dilakukan oleh masyarakat Galesong, dan
hanya sebagian masyarakat yang pernah terlibat yang mengetahui tahapan-
tahapan dari ritual appalili. Hal ini dapat dimengerti karena tidak semua
masyarakat ikut dalam ritual appalili dan orang-orang yang terlibat juga
banyak tamu undangan yang tidak mengetahui tahapan-tahapan dan persiapan
dari ritual appalili.
Oleh sebab itu, sebelum masuk pada tahapan prosesi ritual appalili hal
pertama yang menjadi perhatian adalah siapa saja orang-orang yang terlibat
didalanya dan orang-orang yang terlibat ini mulai dari pemangku ada, tetuah-
tetuah adat, anrong guru, pinati, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan seluruh
masyarakat Galesong raya serta pemerintahan yang ada di Kecamatan
Galesong khususnya dan pemerintahan di Kabupaten Takalar umunya.
108
Pelaksanaan ritual appalili dilakukan pada bulan rajab, hari kamis di minggu
terakhir. Adapun tahapan ini dimulainya appalili yaitu pelempesan
rombongan yang teridiri dari kerbau di posisi terdepan, pemain gendang,
pinati dan anrong guru, barisan tubarani, bembengang dan dibelakangnya
terdapat semua peserta baik yang berpakaian adat maupun pakaian nasional.
Ritual ini dimulai dari Balla Lompoa Galesong menuju bungung barania yang
terletak dipesisir pantai Galesong.
Penelitian yang membahas kegiatan mengenai gaukang yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Ningrum, DKK (2018) yang berjudul upacara
gaukang tu bajeng, dalam penelitian ini tidak dijelaskan secara terperinci
tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan dalam gaukang tu bajeng. Penelitian
ini hanya membahas awal mula dilakukannya gaukang dan tujuan dari
dilakukannya gaukang tu bajeng. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti dalam upacara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, membahas
secara umum mengenai sejarah dari ditemukannya gaukang, waktu
pelaksanaan ritual appalili, orang-orang yang terlibat, tahapan-tahapan dalam
ritual sampai pada pakaian yang digunakan dalam ritual appalili. Persamaan
diantara penilitian ini adalah tujuan dari dilakukannya acara gaukang, yaitu
sebagai bentuk pelestarian budaya masa lalu yang telah ada sejak ratusan
tuhan. Adapun penelitian lain yang membahas terkait ritual appalili yaitu
penelitian yang dilakukan oleh nurhalimah (2018) tentang tradisi appalili di
kassikebo kecamatan maros baru kabupaten maros. Penelitian ini lebih
berfokus pada latar belakang terbentuknya appalili, sedangkan penelitian yang
109
dilakukan peneliti fokus pada prosesi ritual appalili dan tahapan-tahapan dari
ritual applili. Persamaan dari penelitian ini sama-sama membahas mengenai
appalili, yaitu kegiatan berkeliling kampung dengan berjalan kaki.
Sementara itu, sebagaimana teori weber tentang tindakan sosial yang
membahas mengenai perilaku manusia dalam bertindak tergantung pada
pemahamnya atau makna yang diberikan. Teori ini menganggap bahwa semua
tindakan manusia memiliki maksud dan tujuan. Dalam prosesi ritual appalili
tahapan-tahapan yang dilakukan oleh masyarakat Galesong berdasarkan
pemahaman dan pemaknaan yang mereka berikan kepada kegiatan tersebut.
Sebagaimana dilihat bahwa dalam ritual appalili, bukan hanya keturunan dari
kareng Galesong yang terlibat didalamnya. Akan tetapi seluruh lapisan
masyarakat ikut andil demi kesuksesan dari acara tersebut. Hal ini dilihat dari
tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang ikut appalili. pemangku adat
bertindak dalam memberikan izin untuk dimulainya acara, kesuksesan dari
acara tergantung dari perintah dan tindakan yang diambil oleh pemangku adat,
yang mana hal ini sesuai dengan jabatan yang dimilikinya dan tindakan yang
dilakukan dalam acara tersebut. Selain itu, tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh peserta appalili juga memiliki tujuan tersendiri. Misalnya tindakan yang
dilakukan oleh pinati dan anrong guru selama prosesi ritual yang berdoa
kepada Allah disepanjang perjalanannya. Kemudian tindakan yang dilakukan
oleh pemain gendang dan pui-pui untuk menarik perhatian banyak orang.
Serta pasukan tubarani dan bembengang yang menjadi pelengkap dari ritual
appalili. dan pemakaian baju adat untuk memperlihatkan kepada masyarakat
110
bahwa inilah kearifan lokal daerah kita, pakaian adat ini simbol bahwa kita
adalah masyarakat yang berbudaya.
Sebagaimana pandangan Weber tentang tindakan sosial, yang
dikemukakan oleh kurniawan (2020:54-55) bahwa tindakan sosial individu
pada dasarnya digerakkan oleh makna sosial. Sehingga tindakan sosial ini
adalah tindakan yang didalamnya memuat makna sosial. Makna sosial
dianggap suatu aktivitas atau interkasi yang berarti. Sama halnya dengan
pelaksanaan ritual appalili yang dilakukan oleh masyarakat Galesong bahwa
apa yang dilakukannya adalah suatu aktivitas dan interksi sosial yang berarti
bagi masyarakat. Berkumpul bersama di rumah adat balla lompo untuk
melakukan ritual appalili mengelilingi kampung dan menjalin interaksi
dengan sesama peserta ritual/ pawai adat dengan masyarakat sekitar yang turut
hadir dalam menyaksikkan acara tersebut.
Hal menunjukkan bagaimana masyarakat bertindak demi kepentingan
bersama dalam mencapai suatu aktivitas yang bermakna terhadap masyarakat
luas. Tindakan sosial yang dilakukan oleh masyarakat penuh warna,
sebagaimana tindakan ini dilakukan untuk mencapai suatu kebahagiaan.
Bertindak untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa kegiatan ritual
appalili ini dilakukan untuk tujuan bersama. Melihat dari peran masing-
masing masyarakat yang terlibat sesuai makna dan pemahaman yang
dimilikinya.
Dilakukannya ritual appalili menjadi pro-kontra dimasyarakat. Hal ini
karena masyarakat yang tidak terlibat dalam ritual dan hanya melihat dari luar
111
kegiatan tersebut beranggapan bahwa ritual appalili ini sesuatu yang
melenceng dari ajaran agama. Akan tetapi bagi orang-orang yang terlibat
didalamnya beranggapan bahwa ini adalah budaya kita, suatau kearifan lokal
dan tradisi turun temurun yang sudah ada sejak 260 tahun yang lalu. Tentu hal
ini menjadi perhatian dari banyak pihak, sebab dari pihak lembaga adat dan
pemerhati budaya selalu ingin mempertahankan budaya dan tradisi yang sudah
ada sejak masa lalu sebagai warisan dari leluhur. Oleh sebab itu, perlu
diberikan pemahaman kepada masyarakat tentang yang mana kegiatan budaya
dan yang mana kegaitan agama. Sehingga agama dan budaya dapat saling
berjalan beriringan tanpa adanya diskriminasi dari kedua hal ini dengan
menempatkan kedua hal tersebut sesuai posisinya.
Tindakan masyarakat dalam mempertahankan budaya dan tradisi yang
sudah ada, karena adanya nilai dalam budaya tersebut yang menjadi bagian
dari kehidupannya. Budaya yang dimiliki inilah yang menjadi pembeda antara
masyarakat di desa Galesong dengan daerah lain yang ada di kabupaten
takalar dan luar kabupaten takalar.
Mungkin didaerah lain banyak kegiatan yang sama dengan kegiatan
yang dilakukan masyarakat dalam mengelilingi kampungnya. Akan tetapi
melihat dari perbedaan letak geografis serta tahapan-tahapan yang
berlangsung, serta barang bawaan dan persiapan yang dilakukan juga berbeda.
Kemudian, adanya perbedaan dari tujuan dilakukkannya kegiatan tersebut juga
menjadi perhatian banyak orang. Selain itu, masyarakat yang terlibat juga
salah satu faktor yang membedakan dari ritual yang dilakukan.
112
2. Mankna Sosial Riual Appalili di Bungung barania
Setiap tindakan yang dilakukan masyarakat baik individu ataupun
kelompok memiliki makna/pesan tersendiri. Sama halnya dilakukannya
upacara adat dimasyarakat karena adanya makna yang mendasari acara
tersebut. Masyarakat Galesong memiliki kebiasaan yang setiap tahunnya
meraka lakukan untuk memperingati gaukang/ panji kebesaran yang ada
tersimpan dengan baik di Balla Lompoa Galesong. kegiatan ini dinamakan
tammu taunna gaukang Karaeng Galesong / haulnya Karaeng Galesong, yang
didalamnya terdapat ritual appalili.
Pelaksaan ritual appalili dalam upacara tammu taunna gaukang
Karaeng Galesong mengandung makna sosial dalam pelaksanaanyan. Makna
sosial dari ritual appalili terdiri dari menghindari bala bencana/ appalili bala
yang dilakukan masyarakat Galesong saat mengelili kampung dengan berdoa
dan bermunajat kepada Allah SWT. Agar Galesong terhindar dari bala
bencana yang ingin masuk ke Galesong. ritual appalili juga disebut sebagai
bentuk untuk mengingat perjuangan pahlawan terdahulu dengan membaca
doa/ appidalleki yang dilakukan sepanjang perjalanan. Kemudian, ritual
appalili juga sebagai bentuk rasa syukur atas berkah yang diturunkan oleh
Allah swt. Berupa gaukang di Galesong, yang mana hal ini suatu kebahagiaan
tersendiri bagi masyarakat Galesong berkat adanya gaukang mereka dirahmati
telur ikan torani. Pelaksanaan ritual appalili juga bermakna untuk menjalin
silaturahmi dengan masyarakat lainnya sehingga menumbuhkan rasa
kebersamaan lewat interaksi yang dilakukan dan saling bergotong royong
113
menyukseskan acara dan solidaritas diantara masyarakat tetap terjaga. Selain
itu, pelaksanaan ritual appalili merupakan bentuk melestarikan budaya lokal
yang dimiliki masyrakat. Hal ini karena semakin berkembangnya ilmu
teknologi dan komunikasi, banyak budaya-budaya yang ada diamsyarakat
mulai terlupakan.
Salah satu penelitian yang membahas tentang ritual dimasyarakat yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Ningsi (2016) terhadap pelaksanaan ritual
assaukang. Ritual assaukang ini sebuah bentuk syukuran yang dilakukan
masyarakat Buluttana setelah panen dengan berkumpul di rumah adat untuk
melaksanakan syukuran. Penelitian ini mengandung persamaan dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu suatu bentuk rasa syukur atas
rahmat Allah SWT. Kemudian masyarakat berkumpul yang berarti terjalin
kebersamaan antar masyarakat. Adapun perbedaan dari penelitian ini yaitu
pertama mengenai lokasi penelitian, kedua tujuan dari ritual yang berbeda
mana mulai dari penelitian ini ditujukan sebagai bentuk tolak bala dan
memanjatkan doa untuk mengingat pahlawan dahulu, serta penelitian ini
sebagai bentuk dari melestarikan budaya lokal yang ada dimasyarakat.
Ritual appalili adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat sebagai
bentuk kebiasaan dari adat dan kebudayaan yang ada di Galesong. Pengadaan
ritual appalili di Galesong sebagai bentuk solidaritas dimasyarakat untuk
mencapai tujuan bersama dalam keselamatan dari marabahaya yang ingin
mendekati kampung. Ritual appalili dilakukan oleh masyarakat Galesong
114
karena sudah menjadi bagian dari hidup mereka. Hal ini sesuai dengan
pemahaman mereka terkait makna dari ritual itu.
Kurniawan (2020: 54) Dalam teori weber tentang tindakan sosial,
mengatakan bahwa tindakan sosial seorang individu digerakkan oleh adanya
makna sosial dan makna sosial ini dibentuk oleh otoritas/legitimasi yang
berlaku ditengah-tengah masyarakat. Dari asumsi teori ini, dapat dilihat bahwa
tindakan sosial yang dilakukan oleh setiap individu yang terlibat dalam ritual
appalili digerakkan dari adanya makna sosial ritual tersebut. Sebagaimana
yang dilihat bahwa masyarakat yang terlibat dalam ritual appalili memiliki
pemehaman dan makna sosial yang mereka pahami. Misalanya dilakukannya
ritual appalili sebagai bentuk appalili bala/ menghindari bala, ini adalah satu
tujuan yang masyarakat baik individu/kelompok terkait pemahaman mereka
dalam ritual appalili.
Dalam teori weber, terdapat empat tipe tindakan sosial manusia yang
diantaranya tindakan tradisional/ tindakan karena kebiasaan/ traditional action
yaitu suatu tindakan yang ditentukan oleh kebiasaan atau dilakukannya karena
adat kebiasaan yang diperoleh secara turun-temurun. Tentu hal ini sama
dengan kegiatan yang ritual appalili yang dilakukan oleh masyarakat yang
sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu dan dilakukan karena kebiasaan
orang-orang terdahulu dan diteruskan hingga saat ini karena masyarakat
menganggap bahwa kebiasaan ini mempunya makna/pesan yang melandasi
dan sesuatu yang harus dipertahankan.
115
Masyarakat yang terlibat dalam ritual appalili beranggapan bahwa
tindakan yang mereka lakukan adalah sesuatu yang bermakna. Makna dari
dilakukannya ritual ini sebagai bentuk terhindar dari bala, sehingga tindakan
sosial mereka bertujuan untuk kebaikan bersama. Kebaikan ini bukan hanya
satu dua orang yang merasakannya, akan tetapi dirasakan oleh semua
masyarakat yang ada di Galesong, karena jika daerah ini terhindar dari bala
bencana berdampak terhadap semua orang juga bagi kondisi ekonomi. Dari
tindakan tradisonal inilah masyarakat Galesong memperoleh berkah/barakka.
Berkah ini cukup dirasakan oleh masyarakat yang berpropesi sebagai nelayan
diwilayah Galesong karena dianugerahi dengan telur ikan torani yang menjadi
komoditi ekspor dan menambah pendapatan masyarakat.
Melihat fenomena yang ada dilapangan, kecamatan Galesong
merupakan salah satu penghasil telur ikan torani. Telur ikan ini mempunya
nilai jual yang tinggi dipasaran karena mencapai harga ratusan ribu
perkilonya. Dalam dilakukannya ritual appalili, ada yang dilakukan
masyarakat dengan membawa daun sirih dan telur kelautan yang disebut
appadongko pa‟rappo, yang mana kegiatan ini bertuan untuk berkomunikasi
dengan alam gaib agar nelayan yang pergi melaut tidak diganggu oleh hal-hal
gaib dan selamat sampai tujuan dan telur itu untuk menghindar dari gangguan
buaya.
Berdasarkan fenomena tersebut, dapat dilihat bahwa masyarakat
Galesong percaya akan keberadaan makhluk gaib yang hidup berdampingan
dengan kita. Salah satu cara yang dilakukan agar terhindar dari makhluk gaib
116
itu dengan melakukan komunikasi melalui perantara pa‟rappo tersebut. Dalam
hal ini, tindakan-tindakan yang dilakukan masyarakat atas dasar kepercayaan.
Sehingga sampai saat ini adat dan tradisi itu masih dipertahankan oleh
masyarakat Galesong. walaupun tidak semua percaya akan hal ini, akan tetapi
masih ada masyarakat yang percaya dan tetap mempertahankannya sebagai
bentuk kearifan lokal yang dimilikinya. Kebudayaan yang sudah mengakar
dalam diri masing-masing individu dan menjadi kebiasaan yang dilakukan
setia tahunnya. Dari kebiasaan ini menumbuhkan rasa persaudaraan, setiap
tahunnya mereka berkumpul bersama-sama di Balla Lompoa Galesong untuk
melakukan tradisi yang sudah ada sejak dahulu dan interaksi diantara
masyarakat ini tetap terjaga sehingga solidaritas diantara mereka tetap
terbangun.
Kegiatan tammu taunna gaukang Karaeng Galesong tidak hanya
dihadiri oleh satu/ dua orang saja, tetapi dihadiri oleh tiga kecamatan yang ada
diGalesong dan orang-orang inilah yang turut serta dalam melakukan appalili.
selain itu, pejabat pemerintahan juga diundang untuk menghadiri tradisi
tersebut dan memperkenalkan kepada khalayak ramai bahwa budaya yang ada
dimasyarakat Galesong masih ada dan lestari hingga saat ini.
Berdasarkan hal diatas, pemertahanan/ pelestarian budaya dan tradisi
yang ada selalu digaungkan oleh masyarakat Galesong. Perkembangan ilmu
teknologi dan komunikasi tidak menjadi penghalang dari tradisi/ kebiasaan itu
tetap dilaksanakan, akan tetapi perkembangan ilmu teknologi dan komunikasi
sebagai salah satu wadah yang digunakan oleh masyarakat Galesong untuk
118
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan pemebahasan Tentang Makna Sosial
Ritual Appalili di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di Desa Galesong
Kota, Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar), maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1. Prosesi ritual appalili melibatkan masyarakat dari tiga Kecamatan di
Galesong atau 22 kampung dulu. Waktu pelaksanaan ritual appalili pada
bulan rajab, hari kamis diminggu terakhir. Dalam ritual appalili, ada
tahapan-tahapaan yang dilakukan selama prosesi yang dimulai dari Balla
Lompoa Galesong sampai ke bungung barania di pesisir pantai Galesong.
Tahapan ini dimulai dari pelepasan rombongan appalili yang terdiri dari
kerbau, pemain musik trasdisional, pasukan tubarani, bembengang dan
barisan pakaian adat. Sepanjang perjalanan, dipanjatkan doa serta iringan
musik tradisional dan ketika sampai ke bungung barania mengambil air
dan kembali lagi ke Balla Lompoa.
2. Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa makna sosial
dilakukannya ritual appalili dibungung barania sebagai salah bentuk
menghidari bencana/ appalili bala yang dilakukan dengan berdoa. Selain
itu ritual ini juga sebagai bentuk rasa syukur atas berkah yang diturunkan
oleh Allah SWT. Kemudian dengan adanya ritual ini menumbuhkan rasa
persaudaraan dan kebersamaan diantara masyarakat. Ritual ini juga
118
119
bermakna sebagai pelestarian budaya lokal yaang ada dimasyarakat agar
tidak terlupakan dengan perkembangan zaman dan teknologi komunikasi.
B. Saran Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, maka penulis bermaksud
untuk memberikan saran:
1. Saran bagi tempat penelitian
Masyarakaat di kecamatan Galesong memiliki budaya dan tradisi yang
hingga saat ini masih tetap dijalankan dan hanya sebagian masyarakat
yang memahami tentang budaya dan tradisi tersebut. Oleh sebab itu perlu
menjadi perhatian bagi pemerintah setempat dan masyarakat sekitar untuk
bersama-sama mempertahankan tradisi ini, sebab ini menjadi ciri khas
daerah kita yang tidak dimiliki daerah lain. Mari kita kembangkan bersama
dengan melibatkan generasi muda dan memberikan edukasi terkait budaya
yang kita miliki.
2. Saran bagi pembaca
Penelitian ini tidak hanya akan dibaca oleh orang-orang dilingkup
universitas muhammadiyah makassar, akan tetapi dari berbagai daerah.
Sehingga penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan
pengetahuan tentang makna sosial ritual appalili di bungung barania, serta
menjadi salah satu sumber informasi terkait kebudayaan yang ada
dimasyarakat Galesong. peneliti berharap apabila terdapat sesuatu yang
kurang sesuai dengan keinginan pembaca, maka dapat diberitahukan
120
kepada penulis hal tersebut sehingga dapat kita cari bersama jalan keluar
dari permaslahan itu.
3. Saran bagi peneliti selanjutnya
Ada beberapa saran yang ingin diberikan peneliti kepada peneliti
selanjutnya terkait makna sosial ritual appalili di bungung barania,
diantanya:
a. Diharapakan untuk peneliti selanutnya dapat mengkaji lebih banyak
referensi terkait tradisi yang ada di masyarakat, khususnya masyarakat
Galesong jika ingin meneliti di Galesong tentang kebudayaan dan
tradisi masyarakat.
b. Peneliti selanjutnya diharapakan dapat melakukan persiapan sebaik
mungkin agar penelitian dapat berjalan dengan baik dan data-data yang
dikumpulkan sesuai dengan yang diharapkan.
c. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih dalam
acara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, mulai dari awal
persiapan sampai pada acara inti dari kegiatan itu. Karena penelitian
ini hanya membahas salah satu rangkaian acara dari tammu taunna
gaukang Karaeng Galesong.
121
DAFTAR PUSTAKA
BPS Kabupaten Takalar. 2019. Kabupaten Takalar Dalam Angka Badan Pusat
Ststistika Kabupaten Takalar Regency in Figures 2019. Takalar; BPS
Kabupaten Takalar
Creswell, John W. 2019. Research Design Pendekatan Metode Kualitatif,
Kuantitatif, dan Campuran edisi ke 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Endraswara, Suwardi. 2017. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta;
Gajah Mada University Press.
Hariana. 2010. Tinjauan pakaian adat sulawesi selatan (studi komparatif baju
bodo suku bugis-makassar-mandar). Buletin sibermas, vol 4 (04). 76-95.
Hariyanti. 2019. Analisis Makna Simbolik Seserahan (Erang-Erang) Pada
Pernikahan Adat Makassar Di Galesong Kabupaten Takalar. Skripsi.
Fakultas Bahasa Dan Sastra. Universitas Negeri Makassar.
Hamriyadi. 2018. Fungsi Penyajian Gendang Makassar Dalam Prosesi
Pencucian Benda Pusaka Pada Upacara Adat Gaukang Di Galesong
Kabupaten Takalar. Skripsi. Fakultas Seni Dan Desain. Universitas Negeri
Makassar. .http://eprints.unm.ac.id. Diakses 31 Januari 2021
Jalil, Abdul. 2020. Akkaddo Bulo Jejak Sejarah Dan Eksistensi Budaya Lokal
Pada Perayaan Pesta Panen. Takalar; Pt. Media Patorani
Jumriadi, DKK. 2020. Sejarah Lokal Takalar Dalam Persfektif Pelajar. Gowa;
Pustaka Taman Ilmu
Kaharuddin. 2020. “Kualitatif: Ciri Dan Karakter Sebagai Metodologi”. Jurnal
Pendidikan, Vol IX (01).1-8
Klanews ID. 2018. Galesong raya, Hikayat Bungung barania dan Balla‟
Barakka‟. Berita online. Jakarta selatan. klanews.id. maritime. Budaya
Kurniawan, Kevin Nobel. 2020. Kisah Sosiologi Pemikiran Yang Mengubah
Dunia Dan Relasi Manusia. Jakarta; Yayasan Pustaka Obor
Mappasomba, Zulkifli. 2020. Karaeng Galesong warisan sejarah dan budaya.
Sukabumi; Haura Publishing
Martono, Nanang. 2012. sosiologi perubahan sosial prespektif klasik, modern,
posmodern, dan poskolonial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Moleong, Lexy J. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
122
Ningsi, Fitri. 2016. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Ritual
Assaukang di Desa Buluttana Kecematan Tinggi Moncong Kabupaten
Gowa. Skripsi. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. UIN Alauddin.
Makassar. Repository.uin-alauddin.ac.id. Diakses 31 Januari 2021
Ningrum, DKK. 2018. Upacara Gaukang Tu Bajeng Kabupaten Gowa 1945-
2017.jurnal pemikiran pendidikan dan penelitian kesejarahan, Vol 5 (1).
101-110.
Nurfadillah. 2014. Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Massempe‟ Di Desa
Mattoanging Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone. Skripsi.
Fakultas dakwah dan komunikasi. UIN Alauddin. Makassar.
Repository.uin-alauddin.ac.id. Diakses 31 Januari 2021
Nurhalimah. 2018. Tradisi appalili di kassikebo Kecamatan maros baru
Kabupaten maros (2005-2017). Tesis. Program Pascasarjana. Universitas
Negeri Makassar. http://eprints.unm.ac.id. Diakases 17 februari 2021.
Nursalam, DKK. 2016. Teori sosiologi klasik, modern, postmodern, saintifik,
hermeneutik, kritis, evaluatif dan integratif. Yogyakarta; Writing
Revolution
Nursalam dan Suardi. 2016. Sosiologi Pengantar Masyarakat Indonesia.
Yogyakarta: Writing Revolution.
Nindito, Stefanus. 2005. Fenomenologi Alfred Schutz: Studi Tentang Konstruksi
Makna dan Realitas dalam Ilmu Sosial. Jurnal ilmu komunikasi. Vol 2 (1).
79-94
Pendidikan Sosiologi FKIP Unismuh Makassar. 2019. Panduan Penelitian
Proposal dan Skripsi. Makassar
Salle, Aminuddin, DKK. 2012. Galesong Desa Pancasila Dan Konstitus, Sejarah,
Budaya Dan Kepemimpinan. Makassar; ASPublishing
Sulasman dan Gumilar. 2018. Teori-Teori Kebudayaan Dari Teori Hingga
Alikasi. Bandung; CV PUSTAKA SETIA.
Suardi dan Syarifuddin. 2015. Sistem Sosial Budaya Suatu Tinjauan Masyarakat
Indonesia. Makassar
Tim Pustaka Phoenix. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Barat: PT.
Media Pustaka Phoenix
Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran dalam sosiologi dari filosofi positivistik ke
postpositivistik. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada
Wahid, Sugirah. 2007. Manusia Makassar. Makassar; Pustaka Refleksi
123
Wirawan.2012. Teori-teori sosial dalam tiga paradigma (fakta sosial, defenisi
sosial, dan perilaku sosial. Jakarta; PRENADAMEDIA GRUP
https://SulselProv.go.id/Pages/des_kab/18. Diakses 5 juni 2021
https://Takalarkab.go.id/sejarah-Takalar/. Diakses 5 juni 2021
124
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
PEDOMAN OBSERVASI
A. Permasalahan
Bagaimana memperoleh informasi mengenai makna sosial ritual appalili
di bungung barania desa Galesong kota kecamatan Galesong kabupaten
takalar.
B. Tujuan
Untuk memperoleh informasi tentang makna sosial ritual appalili di
bungung barania desa Galesong kota kecamatan Galesong kabupaten takalar
C. Aspek yang diamati
1. Balla lompoa karaeng Galesong dan bungung barania
2. Masyarakat yang terlibat dalam ritual appalili
3. Tahapan-tahapan ritual appalili
4. Barisan-barisan ritual appalili
5. Kegiatan yang dilakukan selama ritual appalili
6. Lingkungan sekitar tempat dilakukannya ritual appalili
125
Hasil Observasi
Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)
No Hari/Tanggal Tempat/ Kegiatan
yang diamati
Deskripsi (Apa yang dilihat dan
didengar)
1 Sabtu/ 05 juni
2021
Balla Lompoa Karaeng
Galesong
Balla Lompoa Karaeng Galesong
adalah rumah adat yang menjadi
tempat berkumpulnya masyarakat
yang akan melakukan ritual
appalili dalam acara tammu
taunna gaukang karaeng Galesong
2 Sabtu/ 19 juni
2021
Bungung barania
Bungung barania adalah sumur
tua yang berada dipesisir pantai
Galesong, jaraknya sangat dekat
dengan lautan serta memiliki air
yang tawar, jernih dan bersih
3 Kamis/
03 juni 2021
Upacara adat tammu
taunna gaukang
Karaeng Galesong
Upacara adat tammu taunna
gaukang karaeng Galesong adalah
upacara yang dilakukan setiap
tahunnya pada akhir bulan rajab di
hari kamis terakhir minggu
terakhir. Dalam upacara ini
terdapat ritual yang dinamakan
ritual appalili. ritual appalili
adalah ritual mengelilingi
kampung yang dimulai dari rumah
adat balla lompoa Galesong
menuju bungung barania
4 Kamis/
03 juni 2021
Masyarakat yang
terlibat dalam ritual
appalili
Dalam pelaksanaan ritual appalili,
terdapat sejumlah masyarakat
yang terlibat mulai dari pemangku
126
adat, tokoh masyarakat,
masyarakat Galesong dari 3
kecamatan, pemerhati budaya,
pemerintah desa sampai
kabupaten
5 Kamis/
03 juni 2021
Pelaksaan prosesi ritual
appalili di bungung
barania
Ritual appalili di bungung
barania dimulai dari mengelilingi
bungung barania sebanyak tiga
kali, lalu memanjatkan doa di atas
rumah saukang/balla saukang.
Setelah itu, barulah peserta
appalili masuk ke bungung
barania untuk mengambil air
yang akan dipergukan di balla
lompoa.
127
Lampiran 2
Pedoman Studi Dokumen
No Nama Dokumen Sumber
(Diperoleh dari
mana)
Deskripsi Singkat Isi
Dokumen
1 Sejarah Gaukang Karaeng
Galesong
Rumah adat
Balla Lompoa
2
Bungung barania
Rumah adat
Balla Lompoa
3 Daftar nama pemangku adat
Karaeng Galesong
Rumah adat
Balla Lompoa
4
Profil Kecamatan Galesong
Dari tata usaha
Kecamatan
5
Desa-Desa di Kecamatan
Galesong
Dari tata usaha
Kecamatan
6 Profil Galesong baru Dari tata usaha
Desa
128
Hasil Studi Dokumen
No Nama Dokumen Sumber
(Diperoleh
dari mana)
Deskripsi Singkat Isi Dokumen
1 Sejarah Gaukang
Karaeng Galesong
Informan
penelitian
(Husain Kahar
Dg. Romo dan
Karaeng
Ngunjung)
gaukang karaeng Galesong pertama
kali ditemukan oleh nelayan
papekang dengan diperdengarkan
bunyi suara gendang, pui-pui dan
a‟royong. Gaukang ini semacam
benda misterius yang ditemukan
dilaut Galesong dan diserahkan
kepada karaeng Galesong dan inilah
yang setiap tahunnya diperingati
sebagai haulnya gaukang karaeng
Galesong/ tammu taunna gaaukang
karaeng Galesong.
2 Bungung barania Informan
penelitian
(Nanda Gaala
Karaeng
Madjdja)
Bungung barania adalah sumur tua
yang berada dipesisir pantai
Galesong, jaraknya sangat dekat
dengan lautan serta memiliki air
yang tawar, jernih dan bersih.
Sumur ini menjadi saksi hijrahnya
karaeng Galesong imanindori kare
tojeng karaeng Galesong menuju
tanah jawa untuk melawan
penjajah.
3 Daftar nama
pemangku adat
Karaeng Galesong
Rumah adat
Balla Lompoa
pemangku adat karaeng Galesong
terdiri atas 17 orang, mulai dari
sepupu sombaya gowa sampai
karaeng Galesong yang terakhir
yaitu I Aba Jadjid Bostan Dg.
Mama‟dja
129
4
Profil Kecamatan
Galesong
Dari tata usaha
Kecamatan
kecamatan Galesong terdiri dari 14
desa yang memiliki letak geografis
dataran rendah dan pesisir.
Kebanyakan masyarakatnya
berpenghasilan sebagai petani dan
nelayan.
5
Desa-Desa di
Kecamatan
Galesong
Dari tata usaha
Kecamatan
Desa Pa‟lalakang, Desa Galesong
Baru, Galesong Kota, Boddia,
Parangmata, Kalukuang,
Pattinoang, Bontoloe, Parambambe,
Bontomangape, Kalenna
Bontomangape, Pa‟rasangang Beru,
Campagaya, dan Desa
Mappakalompo
6 Profil Galesong
kota
Dari tata usaha
Desa
Desa Galesong kota merupakan
desa ibukota kecamatan Galesong
yang terdiri dari 5 dengan luas
wilayah 127,00 Ha. Dengan jumlah
penduduk sebanyak 4.280 jiwa.
130
Lampiran 3
Lembar Pedoman Wawancara
A. Permasalahan
Bagaimana memperoleh informasi mengenai Makna Sosial Ritual Appalili Di
Bungung barania di Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar
B. Tujuan
Untuk memperoleh informasi mengenai makna sosial ritual appalili
dibungung barania desa Galesong kota kecamatan Galesong kabupaten
takalar
C. Pertanyaan Wawancara
1. Dalam upacara adat gaukang kareng Galesong, hal apa saja yang harus
dipersiapkan?
2. Dalam pelaksanaan ritual appalili, hal apa saja yang perlu di persiapkan
dan harus ada dalam ritual appalili?
3. Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?
4. Apakah semua masyarakat Galesong dapat terlibat dalam pelaksanaan
ritual applili, atau hanya dari kalangan keturunan Karaeng Galesong?
5. Bungung barania sebagai tempat tujuan dari ritual applili, apakah
memiliki sejarah kaitan yang erat dengan Balla Lompoa Galesong?
6. Bagaimna bentuk-bentuk persiapan dalam pelaksanaan ritual appalili di
bungung barania, hal apa saja perlu perlu ada dalam pelaksaan ritual
tersebut?
7. Bagaimana tahapan prosesi ritual appalili di bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar?
8. Apa makna sosial ritual appalili di bungung barania Desa Galesong Kota
Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar?
Kutipan Wawancara Tokoh Adat Karaeng Galesong
131
Nama Informan : Nanda Gaala Karaeng Madjdja
Umur : 75 tahun
Hari/Tanggal : Jum‟at / 4 juni 2021
Waktu : 16.00
Lokasi : Galesong
Keterangan : P = Pertanyaan
J = Jawaban
No. P/J Petikan Wawancara
1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?
J Gaukang karaeng Galesong ini berawal dari ditemukannya benda gaib
oleh nelayan dilautan
2 P Dalam upacara adat gaukang kareng Galesong, hal apa saja yang harus
dipersiapkan?
J Persiapan dalam upacara tammu taunna gaukang karaeng Galesong itu
sudah dimulai dari satu minggu dengan masyarakat mulai datang ke
balla lompoa membawa makanan seperti beras, pisang
3 P Apa itu ritual appalili?
J Ritual appalili itu artinya mengelilingi kampung. Dalam mengelilingi
ada doa khusus yang dibaca, atau disebut appidalleki
4 P Kapan pelaksanaan ritual appalili?
J Appalili dilaksanakan pada hari kamis terakhir di bulan rajab
5 P Siapa saja yang terlibat dalam ritual appalili?
J Dalam ritual appalili itu ada pemangku adat, tokoh adat, keluarga
kerajaan, pemerhati budaya, tokoh pemuda dan pemerintah daerah dari
22 kampung dulu di Galesong beserta masyarakatnya
6 P Apakah semua masyarakat bisa ikut dalam ritual appalili?
J Iya, semua masyarakat bisa ikut dalam appalili. seharusnya, begitu
mereka mendengar akan dilakukan acara di balla lompoa, mestinya
mereka data
7 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam ritual appalili?
132
J Appalili itu dimulai dari balla lompoa, kemudian keluar belok kiri
menuju bungung barania sampai dibungung barania itu kita ambil
airnya lalu dibawa kembali keballa lompoa
8 P Apa-apa saja barisan dalam appalili?
J Barisan dalam appalili itu, pertama kerbau, gendang, tubarani,
bemebngang, pakaian baju adat merah, baju adat hijau, baju adat
warna yang lainnya, sampai pakaian nasional
9 P Apa makna dilakukannya ritual appalili?
J Maknanya ini appalili untuk berdoa dan mempersatukan masyarakat.
Berdoa untuk mengenang pahlawan kita dulu yang telah berjuang
melawan penajajah dan mempersatukan karena ini diikuti oleh
masyarakat dari 22 kampung dahulu diGalesong sebelum terbagi
menjadi 3 kecamatan.
133
Kutipan Wawancara Lembaga Adat Karaeng Galesong
Nama Informan : Prof. Dr. H. Aminuddin Salle, S.H., M.H . Karaeng Patoto
Umur : 73 tahun
Hari/Tanggal : Sabtu / 12 juni 2021
Waktu : 13.00
Lokasi : Perumahan Dosen Unhas
Keterangan : P = Pertanyaan
J = Jawaban
No. P/J Petikan Wawancara
1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?
J Gaukang karaeng Galesong ini berawal dari temuan benda gaib yang
oleh masyarakat setempat disebut nelayan papekang
2 P Apa yang anda ketahui mengenai ritual appalili?
J Appalili itu artinya appalili bala. Melakukan ritual appalili itu untuk
mempermaklumkan kepada khalayak ramai
3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?
J Appalili itu dilakukan pada bulan rajab bertepatan dengan hari kamis
di minggu terakhir
4 P Siapa saja yang terlibat dalam appalili?
J Semua masyarakat dapat terlibat dalam ritual appalili untuk
menyemarakkan kegiatan ini
5 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam appalili?
J Appalili itu dimulai dari pelepasan rombongang yang dilakukan
pemangku adat, lalu melakukan perjalanan menuju bungung barania
untuk mengambil air lalu kembali lagi ke balla lompoa
6 P Apa saja barisan-barisan dalam appalili?
J Barisan appalili itu dimulai dari kerbau, gendang, tubarani,
bembengang dan masyarakat yang ikut appalili dengan menggunakan
pakaian adat
7 P Kenapa kerbau terletak dibarisan depan?
134
J Kerbau ini sebagai penanda bahwa akan ada acara besar. Kerbau juga
sebagai simbol persatuan, yang secara tidak langsung mengajak
masyarakat untuk ikut turut serta hadir karena ada kerbau yang akan
dipotong untuk dimakan bersama-sama
8 P Apa makna dari bembengang?
J Bembengang ini semacam aksesoris atau pelengkap dalam ritual
appalili yang terdiri dari putri/cucu raja yang diangkat oleh empat
orang. Bembengang ini simbol ketaatan rakyat kepada rajanya
9 P Mengapa bungung barania sebagai tempat yang dituju dalam appalili?
J Berdasarkan cerita orang dulu dan cerita yang tersebar di masyarakat,
konon katanya air dari sumur ini dapat membawa keberanian. Orang-
orang yang meminum air dari bungung barania ini katanya dapat
mendatangkan keberanian dan urat-urat malu/ketakutan itu putus yang
muncul hanya urat keberanian. Akan tetapi saya tidak tau pasti
kebenaran dari cerita ini karena saya takut musyrik.
10 P Bagaimana makna pelaksanaan ritual appalili?
J Appalili bermakna untuk mempersatukan dan menghindara bala/
appalili bala sama halnya juga assongka bala. Mempersatukan karena
banyak masyarakat yang hadir dan menghindari karena sepanjang
perjalanan itu dipanjatkan doa-doa untuk keselamatan bersama.
135
Kutipan Wawancara Tokoh Adat Karaeng Galesong
Nama Informan : Mappainga Karaeng Tompo
Umur : 74 tahun
Hari/Tanggal : Sabtu/ 26 juni 2021
Waktu : 16.00
Lokasi : Galesong
Keterangan : P = Pertanyaan
J = Jawaban
No. P/J Petikan Wawancara
1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?
J Gaukang karaeng Galesong pertamana ni buntuluki oleh nelayan
dilaut
2 P Apa yang anda ketahui mengenai ritual appalili?
J Appalili itu kegiatan yang dilakukan dengan berkeliling kampung pada
upacara tammu taunna gaukang karaeng Galesong
3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?
J Appalili ini dilakukan dibulan rajab di minggu terakhir
4 P Siapa saja yang terlibat dalam ritual appalili?
J Yang paling penting itu keluarga kerajaan, pemangku adat, tokoh adat,
dan masyarakat sekitar dan ada juga pemerintah setempat
5 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam appalili?
J Appalili ini dimulai dari balla lompoa Galesong menuju bungung
barania dengan berjalan kaki mengelilingi kampung
6 P Apa saja Barisan-barisan dalam ritual appalili?
J Barisan appalili itu terdiri dari kerbau, pemain gendang, tubarani,
bembengang dan masyarakat
7 P Mengapa appalili harus ke bungung barania?
J Karena bungung barania adalah tempat bersejarah karaeng Galesong
saat akan berangkat kejawa untuk berperang
8 P Apa yang di ambil dari bungung barania?
J Yang diambil itu airnya
9 P Ketika dari bungung barania apa yang dilakukan selanjutnya?
J Rombongan kembali ke balla lompoa.
136
Kutipan Wawancara Keturunan Karaeng Galesong
Nama Informan : ABD. Kadir Bostan Karaeng Ngunjung
Hari/Tanggal : Sabtu/ 26 juni 2021
Waktu : 19.00
Lokasi : Galesong
Keterangan : P = Pertanyaan
J = Jawaban
No. P/J Petikan Wawancara
1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?
J Gaukang karaeng Galesong ini berawal dari temuan benda gaib yang
oleh masyarakat setempat disebut nelayan papekang
2 P Apa yang anda ketahui mengenai ritual appalili?
J Appalili itu artinya appalili bala. Melakukan ritual appalili itu untuk
mempermaklumkan kepada khalayak ramai
3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?
J Appalili itu dilakukan pada bulan rajab bertepatan dengan hari kamis
di minggu terakhir.
4 P Siapa saja yang terlibat dalam appalili?
J Semua masyarakat dapat terlibat dalam ritual appalili untuk
menyemarakkan kegiatan ini
5 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam appalili?
J Appalili itu dimulai dari pelepasan rombongang yang dilakukan
pemangku adat, lalu melakukan perjalanan menuju bungung barania
untuk mengambil air lalu kembali lagi ke balla lompoa
6 P Apa saja barisan-barisan dalam appalili?
J Barisan appalili itu dimulai dari kerbau, gendang, tubarani,
bembengang dan masyarakat yang ikut appalili dengan menggunakan
pakaian adat
7 P Kenapa kerbau terletak dibarisan depan?
J Kerbau ini sebagai penanda bahwa akan ada acara besar. Kerbau juga
137
sebagai simbol persatuan, yang secara tidak langsung mengajak
masyarakat untuk ikut turut serta hadir karena ada kerbau yang akan
dipotong untuk dimakan bersama-sama. Kerbau diperoleh dari orang-
orang yang ingin menebus hajat.
8 P Apa makna dari bembengang?
J Bembengang adalah pelengkap dalam ritual appalili yang terdiri dari
putri/cucu raja yang diangkat oleh empat orang, beserta pisang, lilin,
telur dan pa‟rappo didalamnya.
9 P Mengapa bungung barania sebagai tempat yang dituju dalam appalili?
J Dulu ketika karaeng Galesong akan berangkat berperang, di bungung
barania itu melakukan upacara dan ikrar para pejuang. Orang-orang
yang meminum air dari bungung barania ini katanya dapat
mendatangkan keberanian dan urat-urat malu/ketakutan itu putus yang
muncul hanya urat keberanian. Akan tetapi saya tidak tau pasti
kebenaran dari cerita ini karena saya takut musyrik.
10 P Bagaimana makna pelaksanaan ritual appalili?
J Appalili bermakna untuk mempersatukan dan menghindara bala/
appalili bala sama halnya juga assongka bala. Mempersatukan karena
banyak masyarakat yang hadir dan menghindari karena sepanjang
perjalanan itu dipanjatkan doa-doa untuk keselamatan bersama.
138
Kutipan Wawancara Keluarga Karaeng Galesong
Nama Informan : Husain Kahar Dg. Romo
Hari/Tanggal : Rabu/ 9 juni 2021
Waktu : 19.30
Lokasi : Galesong
Keterangan : P = Pertanyaan
J = Jawaban
No. P/J Petikan Wawancara
1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?
J Gaukang karaeng Galesong ini berawal dari temuan benda gaib yang
oleh masyarakat setempat disebut nelayan papekang
2 P Apa yang anda ketahui mengenai ritual appalili?
J Appalili itu artinya appalili bala. Melakukan ritual appalili itu untuk
mempermaklumkan kepada khalayak ramai atau semacam pawai adat
3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?
J Appalili itu dilakukan pada bulan rajab bertepatan dengan hari kamis
di minggu terakhir. Ini sesuai dengan waktu ditemukannya gaukang.
4 P Siapa saja yang terlibat dalam appalili?
J Semua masyarakat dapat terlibat dalam ritual appalili untuk
menyemarakkan kegiatan ini, dan yang perlu dan wajib ada itu,
pertama anrong guru, pinati, paroyong, tokoh ada, tokoh agama,
pemuda dan pemerintahan beserta semua tamu undangan.
5 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam appalili?
J Appalili itu dimulai dari pelepasan rombongang yang dilakukan
pemangku adat, lalu melakukan perjalanan menuju bungung barania
untuk mengambil air lalu kembali lagi ke balla lompoa
6 P Apa saja barisan-barisan dalam appalili?
J Barisan appalili itu dimulai dari kerbau, gendang, tubarani,
bembengang dan masyarakat yang ikut appalili dengan menggunakan
pakaian adat
139
7 P Kenapa kerbau terletak dibarisan depan?
J Kerbau ini sebagai penanda bahwa akan ada acara besar. Kerbau juga
sebagai simbol persatuan, yang secara tidak langsung mengajak
masyarakat untuk ikut turut serta hadir karena ada kerbau yang akan
dipotong untuk dimakan bersama-sama. Kerbau juga sebagai simbol
kekuatan dan ketenganan yang menggambarkan orang-orang
Galesong.
8 P Apa makna dari bembengang?
J Bembengang itu pelengkap dalam ritual appalili yang didalamnya
adalah putri/cucu raja yang diangkat oleh empat orang.
9 P Mengapa bungung barania sebagai tempat yang dituju dalam appalili?
J Karena ada kemistri atau ada benang merahnya antara bungung
barania dengan karaeng Galesong. jadi dulu seblum karaeng Galesong
berangkat untuk berperang, dia mandi dulu disana beserta semua
pasukan dan barang bawaanya. Orang-orang yang meminum air dari
bungung barania ini katanya dapat mendatangkan keberanian dan
urat-urat malu/ketakutan itu putus yang muncul hanya urat keberanian.
Keberanian melawan kezaliman dan ketertindasan
10 P Bagaimana makna pelaksanaan ritual appalili?
J Appalili bermakna untuk mempersatukan dan menghindara bala/
appalili bala serta sebagai bentuk rasa syuku masyarakat Galesong dan
secara tidak langsung ini merupakan upaya untuk mempertahankan
budaya dan tradisi yang ada diGalesong. Mempersatukan karena
banyak masyarakat yang hadir dan menghindari karena sepanjang
perjalanan itu dipanjatkan doa-doa untuk keselamatan bersama, berkah
karena adanya gaukang masyarakat diberkahi telur ikan torani dan ini
memperlihatkan kepada masyarakat bahwa budaya kita masih ada.
140
Kutipan Wawancara Keluarga Karaeng Galesong
Nama Informan : ABD. Damin Dg. Pole
Hari/Tanggal : Sabtu/26 juni 2021
Waktu : 10.00
Lokasi : Galesong
Keterangan : P = Pertanyaan
J = Jawaban
No. P/J Petikan Wawancara
1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?
J Gaukang karaeng Galesong pertamana ni buntuluki oleh nelayan
dilaut
2 P Apa yang anda ketahui mengenai ritual appalili?
J Appalili itu kegiatan yang dilakukan dengan berkeliling kampung pada
upacara tammu taunna gaukang karaeng Galesong
3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?
J Appalili ini dilakukan dibulan rajab di minggu terakhir
4 P Siapa saja yang terlibat dalam ritual appalili?
J Yang paling penting itu keluarga kerajaan, pemangku adat, tokoh adat,
dan masyarakat sekitar dan ada juga pemerintah setempat
5 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam appalili?
J Appalili ini dimulai dari balla lompoa Galesong menuju bungung
barania dengan berjalan kaki mengelilingi kampung
6 P Apa saja Barisan-barisan dalam ritual appalili?
J Barisan appalili itu terdiri dari kerbau, pemain gendang, tubarani,
bembengang dan masyarakat
7 P Mengapa appalili harus ke bungung barania?
J Karena bungung barania adalah tempat bersejarah karaeng Galesong
saat akan berangkat kejawa untuk berperang
8 P Apa yang di ambil dari bungung barania?
J Yang diambil itu airnya
9 P Ketika dari bungung barania apa yang dilakukan selanjutnya?
J Rombongan kembali ke balla lompoa.
141
Kutipan Wawancara Tokoh Masyarakat Galesong
Nama Informan : Kasmajaya Dg. Nappa
Hari/Tanggal : Rabu/ 9 juni 2021
Waktu : 20.00
Lokasi : Galesong
Keterangan : P = Pertanyaan
J = Jawaban
No. P/J Petikan Wawancara
1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?
J Gaukang karaeng Galesong ini berawal dari ditemukannya benda gaib
oleh nelayan dilautan
2 P Apa yang anda ketahui tentang ritual appalili?
J Appalili adalah ritual yang dilakukan setiap tahun dengan berkeliling
kampung sebagai bentuk appalili bala/menghindari bala
3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?
J Appalili dilakukan pada bulan rajab dimunggu terakhir hari kamis
terakhir. Jadi kalau tidak ada kamis di minggu terakhir, maka
dilakukan diminggu sebelumnya
4 P Siapa saja yang terlibat dalam ritual appalili?
J Semua masyarakat dapat terlibat dalam ritual appalili di Galesong, na
appalili ini terdiri dari anrong guru, pinati, pemangku adat, lembaga
adat, masyarakat sekitar, serta pemerintah setempat
5 P Barisan-barisan dalam ritual appalili?
J Appalili itu pertama adalah kerbau sebagai penanda, gendang sebagai
penghibur, barisan tubarani, bembengang yang diatasnya putri raja.
Dan masyarakat semua dengan memaki pakaian adat
6 P Bagaimana tahapan-tahapan dari ritual appalili?
J Appalili dimulai dari balla lompoa menuju kebungung barania untuk
mengambil air yang akan dipergunakan dalam acara inti
142
7 P Mengapa bungung barania sebagai tempat yang dituju dalaam
appalili?
J Karena ada benang merahnya. Jadi dulu itu disana mandi karaeg
Galesong waktu berangkat kejawa melawan belanda. Istimewanya
juga bungung barania karena airnya tawar dan konon katanya bisa
membawa keberanian
8 P Apa yang dilakukan setelah kembali dari bungung barania?
J Kita kembali ke balla lompoa, dilanjutkan dengan acara selanjutnya
dan kerbau yang dibawa appalili itu dipotong untuk dimakan bersama-
sama
9 P Apa makna sosial dari ritual appalili?
J Appalili adalah salah satu cara mempersaatukan masyarakat Galesong,
selain sebagai bentuk tolak bala dan bentuk pelestarian budaya.
143
Kutipan Wawancara Tokoh Pemuda Galesong
Nama Informan : Muhammad Tasryk/ Dekal
Umur : 24 tahun
Hari/Tanggal : Jum‟at / 25 juni 2021
Waktu : 20.00
Lokasi : Pa‟lalakang
Keterangan : P = Pertanyaan
J = Jawaban
No. P/J Petikan Wawancara
1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?
J Gaukang karaeng Galesong ini berawal dari ditemukannya benda gaib
oleh nelayan dilautan
2 P Apa yang anda ketahui tentang ritual appalili?
J Appalili itu adalah kegiatan yang dilakukan dengan mengelilingi
kampung atau semacam pawai adat yang dimulai dari balla lompoa
sampai ke bungung barania
3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?
J Appalili itu dilakukan pada bulan rajab, minggu terakhir, hari kamis
terakhir
4 P Siapa saja yang terlibat dalam ritual appalili?
J Appalili itu ada anrong guru, pinati, pemangku adat, tokoh masyraakat,
tokoh pemuda, pemerintah setempat dan tamu undangan
5 P Apa saja barisan-barisan dalam ritual appalili?
J Dalam appalili itu pertama ada kerbau, pemain gendang, barisan
tubarani, bembengang, dan barisan pakaian adat
6 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam ritual appalili?
J Appalili dimulai dari pelepasan yang dilakukan oleh pemangku adat,
lalu mulai berjalan keluar dari balla lompoa belok kiri, lalu kiri lagi di
perempatan, dan belok kiri lagi sampai pada bungung barania
7 P Ketika sampai dibungung barania apa yang dilakukan?
J Dibungung barania itu mengambil air yang akan digunakan di balla
lompoa oleh pemangku adat
8 P Ketika selesai dari bungung barania, apa yang dilakukan selanjutnya?
J Kita kembali ke balla lompoa dan ketika sampai disana, kerbau yang
dibawa itu yang dipotong
9 P Apa makna sosial dari ritual appalili ini?
J Ritual appalili ini sebagai salah satu cara mempersatukan masyarakat
Galesong, dan bentuk dari melestarikan budaya yang ada dimasyarakat
144
Kutipan Wawancara Masyarakat Biasa
Nama Informan : Kamaruddin
Umur : 28 tahun
Hari/Tanggal : Rabu/ 16 juni 2021
Waktu : 20.30
Lokasi : Bontorita
Keterangan : P = Pertanyaan
J = Jawaban
No. P/J Petikan Wawancara
1 P Apa yang ketahui tentang tammu taunna gaukang karaeng Galesong?
J Gaukang karaeng Galesong ini salah satu acara ulang tahun yang
dilakukan untuk memperingati karaeng Galesong yang telah berjuang
melawan penjajah.
2 P Apa yang anda ketahui tentang appalili?
J Appalili adalah suatu ritual yang dilakukan dengan mengelilingi
kampung dari rumah adat balla lompoa menuju bungung barania
3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?
J Appalili itu dilakukan bulan rajab bertepatan hari kamis
4 P Apa anda mengetahui barisan-barisan appalili?
J Appalili itu terdiri dari kerbau, gendang, barisan tubarani yang
membawa tombak, bembengang yang ada anak kecil diatasnya, dan
barisan pakaian adat lengkap dengan baju bodo dan lipa sa‟be
5 P Kalau sampai dibungung barania apa yang dilakukan?
J Kalau yang saya lihat itu, ada rumah-rumah disamping bungung
barania yang na tempati berdoa baru massukki di bungung barania
6 P Apa yang diambil dari bungung barania?
J Airnya di ambil dibawa keballa lompoa
7 P Apakah anda pernah terlibat langsung?
J Iya, saya pernah terlibat langsung
8 P Apa anda pernah mencoba air dari bungung barania?
J Iya pernah, airnya itu tawar, tdk payau dan segar dan pada itu juga
saya berkesempatan menimba airnya secara langsung
9 P Kembali dari bungung barania apa yang dilakukan?
J Kalau sampai mi di balla lompoa, itu kerbau dipotong.
145
Kutipan Wawancara Masyarakat Biasa
Nama Informan : Nurwahidah Suri
Umur : 23 tahun
Hari/Tanggal : Kamis / 24 juni 2021
Waktu : 16.00
Lokasi : Galesong
Keterangan : P = Pertanyaan
J = Jawaban
No. P/J Petikan Wawancara
1 P Apa yang anda ketahui tentang gaukang karaeng Galesong?
J Gaukang karaeng Galesong itu upacara hari ulang tahunnya karaeng
Galesong
2 P Apa yang anda ketahui tentang appalili?
J Appalili itu mengelilingi kampung dari balla lompoa sampai ke
bungung barania
3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?
J Biasanya itu hari kamis
4 P Apa yang anda saksikan dalam ritual appalili?
J Kalau appalili itu ada banyak orang, ada kerbau, itu juga anak kecil
dibembengi sama ada yang bawa kayak tombak
5 P Kalau di bungung barania apayang biasa di lakukan rombongan
appalili?
J Kalau sampai itu dibungung barania toh, na kelilingi dlu bungung
barania.
6 P Apakah anda pernah ikut appalili?
J Tidak pernah ka saya ikut
7 P Mengapa anda tidak terlibat dalam appalili?
J Karena bukanka keturunnya karaaeng Galesong, na ikut itu dari
keturunnan karaeng
146
Lampiran 4
Lembar Persetujuan
(Informed Consent)
Judul Penelitian:
Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di
Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)
Nama & Lembaga Peneliti:
Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas
Muhammadiyah Makassar
Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,
penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan
ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.
Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan
selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.
Kerahasiaan
Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti
bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada
penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama
informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan
dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Biaya dan Imbalan Keikutsertaan
Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber
dalam penelitian ini.
Pertanyaan
Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan
dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:
hasnita98@gmail.com
148
Lembar Persetujuan
(Informed Consent)
Judul Penelitian:
Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di
Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)
Nama & Lembaga Peneliti:
Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas
Muhammadiyah Makassar
Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,
penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan
ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.
Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan
selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.
Kerahasiaan
Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti
bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada
penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama
informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan
dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Biaya dan Imbalan Keikutsertaan
Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber
dalam penelitian ini.
Pertanyaan
Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan
dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:
hasnita98@gmail.com
150
Lembar Persetujuan
(Informed Consent)
Judul Penelitian:
Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di
Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)
Nama & Lembaga Peneliti:
Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas
Muhammadiyah Makassar
Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,
penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan
ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.
Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan
selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.
Kerahasiaan
Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti
bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada
penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama
informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan
dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Biaya dan Imbalan Keikutsertaan
Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber
dalam penelitian ini.
Pertanyaan
Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan
dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:
hasnita98@gmail.com
152
Lembar Persetujuan
(Informed Consent)
Judul Penelitian:
Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di
Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)
Nama & Lembaga Peneliti:
Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas
Muhammadiyah Makassar
Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,
penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan
ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.
Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan
selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.
Kerahasiaan
Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti
bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada
penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama
informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan
dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Biaya dan Imbalan Keikutsertaan
Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber
dalam penelitian ini.
Pertanyaan
Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan
dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:
hasnita98@gmail.com
154
Lembar Persetujuan
(Informed Consent)
Judul Penelitian:
Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di
Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)
Nama & Lembaga Peneliti:
Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas
Muhammadiyah Makassar
Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,
penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan
ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.
Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan
selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.
Kerahasiaan
Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti
bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada
penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama
informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan
dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Biaya dan Imbalan Keikutsertaan
Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber
dalam penelitian ini.
Pertanyaan
Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan
dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:
hasnita98@gmail.com
156
Lembar Persetujuan
(Informed Consent)
Judul Penelitian:
Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di
Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)
Nama & Lembaga Peneliti:
Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas
Muhammadiyah Makassar
Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,
penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan
ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.
Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan
selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.
Kerahasiaan
Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti
bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada
penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama
informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan
dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Biaya dan Imbalan Keikutsertaan
Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber
dalam penelitian ini.
Pertanyaan
Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan
dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:
hasnita98@gmail.com
158
Lembar Persetujuan
(Informed Consent)
Judul Penelitian:
Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di
Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)
Nama & Lembaga Peneliti:
Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas
Muhammadiyah Makassar
Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,
penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan
ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.
Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan
selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.
Kerahasiaan
Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti
bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada
penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama
informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan
dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Biaya dan Imbalan Keikutsertaan
Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber
dalam penelitian ini.
Pertanyaan
Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan
dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:
hasnita98@gmail.com
160
Lembar Persetujuan
(Informed Consent)
Judul Penelitian:
Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di
Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)
Nama & Lembaga Peneliti:
Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas
Muhammadiyah Makassar
Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,
penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan
ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.
Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan
selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.
Kerahasiaan
Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti
bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada
penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama
informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan
dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Biaya dan Imbalan Keikutsertaan
Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber
dalam penelitian ini.
Pertanyaan
Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan
dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:
hasnita98@gmail.com
162
Lembar Persetujuan
(Informed Consent)
Judul Penelitian:
Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di
Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)
Nama & Lembaga Peneliti:
Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas
Muhammadiyah Makassar
Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,
penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan
ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa
Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.
Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan
selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.
Kerahasiaan
Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti
bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada
penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama
informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan
dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Biaya dan Imbalan Keikutsertaan
Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber
dalam penelitian ini.
Pertanyaan
Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan
dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:
hasnita98@gmail.com
164
Lampiran 5
Dokumentasi
Rumah Adat Balla Lompoa Galesong Foto Pemangku Adat
Bungung barania Pemangku adat karaeng Galesong
166
Prof. Dr. H. Aminuddin salle, S.H., M.H ABD. Kadir Bostan
Karaeng Patoto Karaeng Ngunjung
ABD. Damin Dg. Pole Mappainga Karaeng Tompo
190
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Hasnita, penulis dilahirkan di Batetanaya Desa
Bontomangape Kecamatan Galesong Kabaupaten Takalar
pada tanggal 06 Agustus 1998 dan merupakan anak kedua
dari tiga bersaudara yang merupakan buah kasih sayang dari
pasangan Ayahanda Syamsu dan Ibunda Senga. Putri kedua
dan akrab dipanggil Nita dalam keluarga, telah menempuh jenjang pendidikan
Sekolah Dasar di SD No. 73 Bontorita 1 tahun 2004 dan menyelesaikan
pendidikan ditahun 2010, kemudian melanjutkan sekolah ditahun yang sama di
SMP Negeri 1 Galesong Selatan dan menamatkan pendidikan pada tahun 2013,
setelah itu melanjutkan pendidikan ditahun yang sama di SMK Negeri 1 Galesong
Selatan dan tamat ditahun 2016. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke
jenjang perguruan tinggi pada tahun 2017 di Universitas Muhammadiyah
Makassar pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
top related