study recovery n-asetil glukosamina dengan …digilib.unila.ac.id/23112/2/skripsi tanpa bab...
Post on 04-May-2019
255 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STUDY RECOVERY N-ASETIL GLUKOSAMINA DENGAN
METODE EKSTRAKSI PELARUT
(Skripsi)
Oleh
EDI SURYADI
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRAK
STUDY RECOVERY N-ASETIL GLUKOSAMIN DENGAN METODE
EKSTRAKSI PELARUT
Oleh
EDI SURYADI
Pada penelitian ini, telah dilakukan recovery N-asetil glukosamin dengan
menggunakan metode ekstraksi pelarut. Sampel N-asetilglukosamin yang digunakan
pada penelitian ini adalah N-asetilglukosamin standar (WAKO, Jepang). Dilakukan uji
kelarutan untuk mendapakan pelarut yang optimum pada rekristalisasi N-
asetilglukosamin menggunakan pelarut metanol, etanol, n-propanol, isopropanol, dan
butanol. Kristal dapat terbentuk hanya pada pelarut etanol, n-propanol, dan
isopropanol. Rendemen rata-rata rekristalisasi N-asetilglukosamin tertinggi diperoleh
pada pelarut isopropanol yaitu 96,78 %, sedangkan yang paling rendah pada pelarut
etanol yaitu 32,14 %. Melalui thermogravimetric analysis, menunjukkan bahwa
persentase dekomposisi hasil dari rekristalisasi dan N-asetilglukosamin standar tidak
jauh berbeda. Melalui SEM, menunjukkan bahwa morfologi kristal N-asetilglukosamin
dari pelarut n-propanol dan isopropanol berbentuk batang dengan ukuran yang lebih
kecil dan seragam dibandingkan dengan N-asetilglukosamin standar dan kristal N-
asetilglukosamin dari pelarut etanol. Hasil XRD menunjukkan bahwa puncak yang
dihasilkan pada rekristalisasi N-asetilglukosamin sesuai dengan puncak N-
asetilglukosamin dari kartu standar PCPDFWIN No. 36-1523.
Kata Kunci : Kristal, Rekristalisasi, N-asetilglukosamin, SEM, TGA, XRD.
ABSTRACT
STUDY RECOVERY N-ACETYLGLUCOSAMINE WITH SOLVENT
EXTRACTION METHOD
By
EDI SURYADI
The research recovery of N-acetyl glucosamine has been done by using the solvents
extraction method. Standard N-acetylglucosamine (WAKO, Japan) is used in this
research as the standard samples. The solubility of N-acetylglucosamine standard has
been tested to know optimum solvent on recrystallization of N-acetylglucosamine used
methanol, ethanol, n-propanol, isopropanol, and buthanol. Crystals can be formed only
on ethanol, n-propanol, and isopropanol. The highest recrystallization N-
acetylglucosamin average yields is obtained at isopropanol solvent that was 96,78 %,
while the lowest at etanol solvent that was 32,14 %. The result of thermogravimetric
analysis shown that decomposition percentage from result of recrystallization and
standard N-acetylglucosamine is similar. The morphology appearance of crystal N-
acetylglucosamine from SEM used n-propanol and isopropanol solvent has rod shape
with smaller size than standard N-acetylglucosamine and crystal N-acetylglucosamine
used etanol solvent. XRD difractogram showed that the peaks from recrystallization
N-acetylglucosamine is accordance with the peaks of N-acetylglucosamine from
standard card PCPDFWIN No. 36-1523.
Keywords : Crystal, Recrystallization , N-acetylglucosamine, SEM, TGA, XRD.
STUDY RECOVERY N-ASETIL GLUKOSAMINA DENGAN
METODE EKSTRAKSI PELARUT
Oleh
EDI SURYADI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
Judul Skripsi
Nama
Nomor Pokok Mahasiswa
Jurusan
Fakultas
STUDY RECOVERY N.ASETILGLUKOSAMII{ DENGAN METODEEKSTRAKSI PELARUT
Edi Suryadi
121 ?01 i017
Kimia
Matematika dan llmu Pengetahuan Alam
}IEI{YETTIJTTI
. Kornisi Pernbimbing
Prof. Hendri, M.S.NiP 19 021 198703 1001
2" Ketlia Jnrusan Kiinia
,^i \\
YAntli Sefiawan, Ph.DNrP 1 9580 922198811 1 001
Ilr. Eng SrriPt6-n-wi Yut'ono, M'WNIP iq740?u520000j1001'/
D
].i:'::.:.-,.j]i..'..i.]i.1,i]:::i.....:.;.l.i:....'.'i).l.:-.i'.1i':.:.j:..'...:.:..i.i.::.
::,,;jff.:
l
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjar Kertahayu pada tanggal 05
Agustus 1993, sebagai anak keempat dari empat bersaudara,
putra dari Darka dan Suryanah.
Jenjang pendidikan diawali dari Sekolah Dasar di SD Negeri 2
Banjar Kertahayu diselesaikan pada tahun 2006. Sekolah
Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Way Pengubuan
diselesaikan pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1
Terbanggi Besar diselesaikan pada tahun 2012. Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai
Mahasiswa Jurusan Kimia Fmipa Unila melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tertulis.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Sains Dasar
untuk mahasiswa jurusan Biologi FMIPA Unila, asisten praktikum Kimia Dasar
untuk mahasiswa jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Unila, asisten praktikum
untuk mahasiswa Jurusan Kimia Fmipa Unila. Penulis juga aktif di Himpunan
Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Unila sebagai anggota Kader Muda HIMAKI
(KAMI) kepengurusan 2012/2013, anggota Bidang Sosial Masyarakat kepengurusan
2013/2014. Selain itu, penulis juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA
Unila sebagai kepala departemen Hubungan Luar dan Pengabdian
Masyarakat kepengurusan 2014/2015. Pada tahun 2014 Penulis melakukan kerja
praktik di UPT. Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas
Lampung. Pada tahun 2016 Penulis melakukan penelitian di UPT. Laboratorium
Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung.
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu (QS. AL-Baqarah : 45)
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka
apabila kamu telah selesai (urusan dunia), bersungguh-
sungguhlah (dalam beribadah). Dan hanya kepada Tuhanmulah
kamu berharap.” (Q.S. Al-Insyirah: 5-8)
Allah selalu membantu kepada hamba, selama hamba itu
membantu kepada saudaranya (HR.Muslim)
Teruslah berjalan untuk meraih impian tanpa memperdulikan
dari mana kita berasal karena kita punya segudang harapan
untuk masa depan. (Edi Suryadi)
SANWACANA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan ini.
skripsi yang berjudul : “STUDY RECOVERY N-ASETIL GLUKOSAMIN
DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT” adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains pada jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Kedua orang tua saya Darka dan Suryanah untuk setiap nasihat, dukungan,
perhatian, dan terutama doa yang tak pernah berhenti untuk diberikan kepada
penulis. Dan juga untuk kakak-kakakku Asep Darmawan, Titin Listinawati
dan Maman suryaman yang telah memberikan dukungan, nasihat, baik secara
langsung maupun tidak langsung serta doa selama penyelesaian studi penulis.
2. Andi Setiawa, Ph.D. selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan
bimbingan, arahan, pengetahuan dan wawasan selama penulisan skripsi ini.
3. Prof. Dr. John Hendri, M.S. selaku Pembimbing Pembantu yang telah
memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, serta arahan selama penyelesaian
skripsi ini.
4. Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono selaku Pembahas yang telah memberikan
saran, kritik, dan arahan demi terselainya skripsi ini.
5. Dr. Rudy T. M. Situmeang, M. Sc. selaku Pembimbing Akademik atas
bimbingannya selama ini kepada penulis.
6. Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono selaku ketua jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
7. Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8. Seluruh dosen dan staf administrasi di Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
9. Seluruh staf di Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi
Universitas Lampung untuk setiap saran, kritik, serta bantuannya selama
penulis menyelesaikan penelitian ini.
10. Tim penelitian Arya, Dela, dan Sofian untuk setiap saran, masukkan, kritik
dan kebersamaan yang telah kita jalani dari praktik kerja lapangan sampai
pada penelitian ini. Terima kasih dan semoga kita semua dapat meraih impian
yang kita inginkan kedepannya.
11. Tim Andi research: Arya, Dewi, Dela, Erlita, Intan, Maul, Ruwai, Sofian, dan
Tri untuk masukkan dan kebersamaannya yang telah terjalin. Terus semangat
dalam mencapai tujuan.
12. Teman-teman kimia 12, Adi Setiawan, Aditian Sulung S, Agus Ardiansyah,
Ajeng Wulandari, Ana Maria K, Apri Welda, Arif Nur Hidayat, Arya
Rifansyah, Atma Istanami, Ayu Imani, Ayu Setianungrum, Deborah Jovita,
Derry Vardella, Dewi Aniatul Fatimah, Diani Iska M, Dwi Anggraini, Edi
Suryadi, Eka Hurwaningsih, Elsa Zulha, Erlita Aisah, Febita Glysenda, Feby
Rinaldo Pratama K, Fenti Visiamah, Ferdinand Haryanto S, Fifi Adriyanthi,
Indah Wahyu P, Indri Yani Saney, Intan Mailani, Ismi Khomsiah, Jean
Pitaloka, Khoirul Anwar, Maria Ulfa, Meta Fosfi B, Muhamad Rizal R, Murni
Fitria, S.Si., Nila Amalin N, Putri Ramadhona, Radius Uly Artha, Riandra
Pratama Usman, Rifki Husnul Khuluk, Rizal Rio S, Rizki Putriyana, Ruliana
Juni Anita, Ruwaidah Muliana, Siti Aisah, Siti Nur Halimah, Sukamto, S.Si.,
Susy Isnaini Hasanah, Suwarda Dua Imatu Dela, Syathira Assegaf, Tazkiya
Nurul, Tiand Reno, Tiara Dewi Astuti, Tiurma Debora S, Tri Marital, Ulfatun
Nurun, Wiwin Esty Sawita, Yepi Triapriani, Yunsi’U Nasy’Ah, dan ZubaidI..
Terima kasih atas keluarga serta kebersamaannya selama penulis menempuh
pendidikan di Universitas Lampung.
13. Seluruh keluarga besar jurusan kimia angkatan 2010, 2011, 2013, 2014, dan
2015 atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.
14. Pimpinan Kabinet “SIAP” BEM FMIPA Unila periode 2014/2015 atas
kebersamaan dan kekeluargaan yang terjalin selama ini.
15. Teman-teman KKN Desa Toto Mulyo, Kabupaten Tulang Bawang Barat,
Duwi Hariyanto, S.Si., Hanifah Hanum, Rahma Ayu Kinanti, Ratna Dwi
Fitriana, Restilla Valeria, dan Ryan Ramadhan, S.H. Terima kasih untuk
kebersamaannya selama 60 hari.
16. Tri Marital sebagai sahabat karib dan tetangga kamar di Asrama Pulau Biru
yang selalu memberikan kritik dan saran terhadap penulis selama perkuliahan
hingga terselesainya penelitian ini.
17. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menjalani kuliah, pkl,
penelitian, hingga penulisan skripsi ini namun tidak dapat dituliskan satu-
persatu.
Semoga Tuhan selalu memberikan dan membalas segala kebaikan yang telah kalian
berikan kepada penulis. Mohon maaf apabila masih terdapat kekurangan pada
penulisan skripsi ini.
Bandar Lampung, Juni 2016.
Penulis
Edi Suryadi
Kupersembahkan karyaku ini sebagai tanda terima kasih, pengabdian serta
anugrahku.
Kepada
ALLAH SWT. Atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan, pkl, penelitian dan bahkan sampai karya ini selesai.
Kedua Orang Tuaku yang selalu menjadi sumber semangat, motivasi,
inspirasi utama dalam menjalani hidup, terimakasih atas doa, kasih sayang
dan perhatian yang selama ini kau berikan secara tulus tanpa mengharapkan
imbalan. Tanpa mereka aku bukan apa-apa.
Kakak-kakakku yang selalu memberi semangat serta mendukung selama
menyelesaikan perkuliahan ini.
Guru-guruku yang senantiasa memberikan dukungan dan bimbingannya
kepadaku
Sahabat dan Teman-teman yang selalu bersama-sama berjuang menggapai
impian.
Serta Almamater Tercinta
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
C. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. N-asetilglukosamina ......................................................................... 4
B. Kristal ............................................................................................... 6
1. Struktur Kristal ..................................................................... 7
C. Rekristalisasi ..................................................................................... 10
D. Kosntanta Kesetimbangan (Ksp) ...................................................... 12
1. Kelarutan ............................................................................... 12
2. Hasil Kali Kelarutan ............................................................. 13 3. Hubungan Antara Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ........ 14
E. AFM (Atomic Force Microscopy) .................................................... 15
F. SEM (Scanning Electron Microscopy) .............................................. 15
G. TG/DTA (Thermogravimetric-Differential Thermal Analysis) ........ 17
H. XRD (X-Ray Diffraction) .................................................................. 18
ii
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat ........................................................................... 21
B. Alat dan Bahan .................................................................................. 21
C. Prosedur Penelitian .......................................................................... 22
1. Preparasi Rekristalisasi N-asetilglukosamina ............................ 22
2. Karakterisasi N-asetilglukosamina ........................................... 22
a. Karakterisasi dengan AFM ................................................. 22 b. Karakterisasi dengan SEM ................................................. 22
c. Karakterisasi dengan TG/DTA ........................................... 23
d. Karakterisasi dengan XRD .................................................. 23
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Preparasi Rekristalisasi N-asetilglukosamin ………………………. 24 1. Seleksi Pelarut Rekristalisasi N-asetilglukosamin ..................... 24 2. Rekristalisasi .............................................................................. 25
B. Karakterisasi N-asetilglukosamin ..................................................... 28 1. Karakterisasi N-asetilglukosamin dengan AFM ........................ 28
2. Karakterisasi N-asetilglukosamin dengan SEM ........................ 29 3. Karakterisasi N-asetilglukosamin dengan TGA ........................ 31
4. Karakterisasi N-asetilglukosamin dengan XRD ........................ 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 35
B. Saran ................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 37
LAMPIRAN ................................................................................................... 40
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tujuh sistem kristal dan empat belas kisi Bravais ..................................... 9
2. Rendemen rata-rata N-asetilglukosamin setelah rekristalisasi pada
masing-masing jenis pelarut yang berbeda ................................................ 28
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktrur N-asetilglukosamina .................................................................... 4
2. (a) susunan atom kristal, (b) susunan atom amorf ...................................... 7
3. Sumbu dan sudut antar sumbu kristal ......................................................... 8
4. Tujuh sistem kristal dengan empat belas kisi Bravais ................................ 9
5. Proses perubahan nukleasi atau inti kristal menjadi pertumbuhan kristal
(a) N-asetilglukosamin dengan pelarut etanol dan akuades,
(b) N-asetilglukosamin dengan pelarut propanol dan akuades, dan
(c) N-asetilglukosamin dengan pelarut isopropanol dan akuades ............... 27
6. Hasil karakterisasi AFM (a) N-asetilglukosamin standar, (b) kristal
N-asetilglukosamin dengan pelarut etanol, (c) kristal N-asetilglukosamin
dengan pelarut n-propanol, (d) kristal N-asetilglukosamin dengan pelarut
isopropanol ................................................................................................. 29
7. Hasil karakterisasi SEM (a) N-asetilglukosamin standar, (b) kristal
N-asetilglukosamin dengan pelarut etanol, (c) kristal N-asetilglukosamin
dengan pelarut n-propanol, (d) kristal N-asetilglukosamin dengan pelarut
isopropanol ................................................................................................. 30
8. Termogram TGA kristal N-asetilglukosamin ............................................. 31
9. Perbandingan difraktogram XRD N-asetilglukosamin (a) kristal N-
asetilglukosamin, (b) kartu standar PCPDFWIN No. 36-1523 .................. 33
10. Skema prosedur penelitian ......................................................................... 41
v
11. Termogram N-asetilglukosamin standar .................................................... 44
12. Termogram N-asetilglukosamin dengan pelarut etanol ............................. 44
13. Termogram N-asetilglukosamin dengan pelarut n-propanol ...................... 45
14. Termogram N-asetilglukosamin dengan pelarut isopropanol .................... 45
15. Kartu standar PCPDFWIN No. 36-1523 .................................................... 46
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
N-asetil-D-glukosamina merupakan struktur monomer dari polimer kitin bersifat
larut sehingga lebih mudah diaplikasikan dalam bidang farmasi dan pangan
fungsional. Seiring dengan bertambahnya faktor usia, maka tubuh kita pun untuk
mensintesis glukosamina maupun N-asetilglukosamina menurun sehingga dapat
menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang terjadi, seperti yang sering
dihadapi pada fase ini adalah masalah tulang dan sendi, seperti osteoarthritis dan
osteophorosis. sehingga menyebabkan penyakit osteoartritis. Osteoartritis ini
dapat menyebabkan radang sendi yang bersifat kronis dan progresif disertai
kerusakan tulang rawan sendi berupa integrasi (pecah) dan perlunakan pada
permukaan sendi dengan pertumbuhan tulang rawan sendi ditepi tulang (Rasjad,
2003).
Selain itu N-asetilglukosamin dapat juga digunakan sebagai penetrant kulit yang
baik serta mampu mengurangi hiperpigmentasi pada wajah. Kombinasi antara 2%
N-asetilglukosamin dengan 4% niacinamida dapat meningkatkan penampilan
2
hiperpigmentasi pada wajah (Donald et al., 2007). Di negara maju seperti Jepang,
N-asetil-D- glukosamina telah diaplikasikan dalam bidang industri
pangan/minuman (Aiba, 2009). Menurut (Chen et al., 2010) yang menyatakan
bahwa N-asetilglukosamin telah menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun
terakhir karena dapat digunakan untuk aktivitas terapeutik dalam osteoarthritis.
Secara khusus, permintaan N-asetilglukosamin dalam industri makanan kesehatan
tumbuh cepat.
Oleh karena itu, dengan banyaknya kebutuhan N-asetilglukosamin yang
digunakan didalam industri maupun kehidupan sehari-hari, maka perlu adanya
peningkatan kemurnian dari N-asetilglukosamin, sehingga dapat digunakan
dengan baik. Dalam recovery N-asetilglukosamina diperlukan pelarut-pelarut
yang tidak dapat melarutkan serta tidak bereaksi dengan N-asetilglukosamina, hal
ini karena proses pemisahan N-asetilglukosamina akan terdistribusikan diantara
dua pelarut yang tidak saling bercampur satu sama lain.
Dalam penelitian ini, akan dilakukan recovery N-asetilglukosamina dengan
menggunakan metode ekstraksi pelarut yang didasarkan pada kepolaran. Untuk
mengetahui N-asetilglukosamin yang telah direkristalisasi baik struktur kristal,
morfologi maupun kemurniannya dapat dilakukan karakterisasi dengan SEM,
TG/DTA dan XRD. Rekristalisasi N-asetilglukosamin ini sebagai langkah
alternative tanpa proses freezedry untuk mengefesiensikan energi yang
diperlukan pada pembentukan kristal N-asetilglukosamin.
3
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan recovery N-asetilglukosamina dengan menggunakan metode
ekstraksi pelarut metanol, etanol, n-propanol, isopropanol, dan butanol.
2. Melakukan karakterisasi SEM, TG/DTA, dan XRD dari N-asetil
glukosamin yang ditelah direkristalisasi.
3. Mengefesiensikan energi yang digunakan pada pembentukan kristal N-
asetilglukosamin dari proses freezedry.
C. Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang morfologi,
struktur kristal, maupun kemurnian dari recovery N-asetilglukosamin dan dapat
juga diperoleh bahwa energi yang diperlukan pada pembentukan kristal N-
asetilglukosamin lebih efisien dibandingkan menggunakan freezedry.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. N-asetilglukosamina
N-asetil-D-glukosamina atau 2 -( asetilamino )-2 -deoksi-D-glukopiranosa
merupakan struktur monomer dari polimer kitin, berbentuk kristal berwarna putih,
bersifat larut dalam air dan berasa manis. Karena sifatnya yang mudah larut dalam
air maka senyawa ini lebih mudah diaplikasikan dalam bidang farmasi dan pangan
fungsional (Aiba, 2009).
N-asetilglukosamina (GlcNAc) merupakan monomer dari kitin yang memiliki
rumus molekul C8H15NO6 yang berisi campuran murni 6.9 % nitrogen dengan
struktur kimia yang sama dengan selulosa yang diganti oleh suatu unit asetil amino
(CH3COONH2) (Pasaribu, 2004). Struktur kimia GlcNAc dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Struktur N-asetilglukosamina.
5
GlcNAc memiliki fungsi sebagai bioregulator dan mendapat perhatian besar
dalam osteoarthritis dan digunakan sebagai pengganti gula (Sashiwa et al., 2002).
Senyawa GlcNAc pada umumnya dihasilkan melalui hidrolisis asam (HCl) dari
kitin. Produksi GlcNAc yang paling baik dari hidrolisis β kitin. GlcNAc yang
dihasilkan dari kitin harus melalui dua tahap, awalnya kitin dipecah secara
perlahan oleh endokitinase menjadi oligosakarida, selanjutnya oligosakarida
dipecah secara cepat oleh eksokitinase menjadi GlcNAc (Sashiwa et al., 2003).
Selain itu, monosakarida ini dapat dimanfaatkan untuk kecantikan kulit,
meningkatkan daya ingat, dan mengontrol fungsi usus dengan memacu
perkembangan Bifidobakterium yang menguntungkan bagi tubuh manusia (Aiba,
2009). Di alam, GlcNAc dimanfaatkan mikroorganisme sebagai sumber karbon
dan nitrogen. N-asetilglukosamina juga dimanfaatkan sebagai antibiotik dan
pengawet (Yurnaliza, 2002).
Senyawa D-glukosamina dan N-asetil-D-glukosamina banyak digunakan untuk
terapi berbagai penyakit seperti osteoarthritis, gastritis, alergi makanan, divertiku
litis, inflammatory bowel disease dan digunakan sebagai prebiotik. Di negara maju
seperti Jepang, N-asetil-D-glukosamina telah diaplikasikan dalam industri
pangan/minuman. GlcNac ditambahkan dalam produk seperti yoghurt dan teh
hijau dengan dosis 0.5- 1.6 gram perhari (Aiba, 2009). Jika dibandingkan dengan
D-glukosamina, N-asetil-D glukosamina lebih disukai karena bersifat lebih stabil
dan rasanya manis sehingga lebih dapat diterima jika diaplikasikan melalui oral.
Kedua senyawa tersebut biasanya disintesa secara kimiawi dengan cara
6
menghidrolisis kitin menggunakan asam kuat (HCI) pada suhu tinggi. Metode ini
kurang disukai karena sulit untuk dikontrol, produknya rendah dan limbahnya
dapat menimbulkan efek pencemaran terhadap lingkungan. Alternatif untuk
mengatasi hal tersebut diantaranya adalah hidrolisis kitin secara enzimatis dengan
memanfaatkan aktivitas kitinase (Orikoshi et al., 2005).
B. Kristal
Kristal terbentuk dari komposisi atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul
zat padat yang memiliki susunan berulang dan jarak yang teratur
dalam tiga dimensi. Pada hubungan lokal yang teratur, suatu kristal harus
memiliki rentang yang panjang pada koordinasi atom-atom atau ion dalam
pola tiga dimensi sehingga menghasilkan rentang yang panjang sebagai
karakteristik dari bentuk kristal tersebut. Ditinjau dari struktur atom penyusunnya,
bahan padat dibedakan menjadi tiga yaitu kristal tunggal (monocrystal), polikristal
(polycrystal), dan amorf (Smallman, 2000). Pada kristal tunggal, atom atau
penyusunnya mempunyai struktur yang tetap karena atom-atom atau molekul-
molekul penyusunnya tersusun secara teratur dalam pola tiga dimensi dan pola-
pola ini berulang secara periodik dalam rentang yang panjang tak berhingga.
Polikristal dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari kristal-kristal tunggal
yang memiliki ukuran sangat kecil dan saling menumpuk yang membentuk
benda padat. Struktur amorf menyerupai pola hampir sama dengan kristal,
7
akan tetapi pola susunan atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul yang dimiliki
tidak teratur dengan jangka yang pendek. Amorf terbentuk karena proses
pendinginan yang terlalu cepat sehingga atom-atom tidak dapat dengan tepat
menempati lokasi kisinya. Bahan seperti gelas, nonkristalin ataupun vitrus yaitu
memiliki struktur yang identik dengan amorf . Susunan dua-dimensional
simetris dari dua jenis atom yang berbeda antara kristal dan amorf ditunjukan
pada Gambar 2.
Gambar 2. (a). Susunan atom kristal, (b). Susunan atom amorf (Smallman,
1999).
1. Struktur Kristal
Susunan khas atom-atom dalam kristal disebut struktur kristal. Struktur kristal
dibangun oleh sel satuan (unit cell) yang merupakan sekumpulan atom yang
tersusun secara khusus, secara periodik berulang dalam tiga dimensi dalam
suatu kisi kristal (crystal lattice). Geometri kristal dalam ruang dimensi tiga
yang merupakan karakteristik kristal memiliki pola yang berbeda-beda. Suatu
kristal yang terdiri dari jutaan atom dapat dinyatakan dengan ukuran, bentuk,
8
dan susunan sel satuan yang berulang dengan pola pengulangan yang menjadi
ciri khas dari suatu kristal.
Gambar 3. Sumbu dan sudut antar sumbu kristal (Edi, 2000).
Sumbu-sumbu a, b, dan c adalah sumbu-sumbu yang dikaitkan
dengan parameter kisi kristal. Untuk α, β, dan γ merupakan sudut antara
sumbu-sumbu referensi kristal. Menurut anggapan Bravais (1848),
berdasarkan kisi bidang dan kisi ruang kristal mempunyai 14 kisi dan
berdasarkan perbandingan sumbu-sumbu kristal dan hubungan sudut satu
dengan sudut yang lain, kristal dikelompokkan menjadi 7 sistem kristal
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.
9
Tabel 1. Tujuh sistem kristal dan empat belas kisi Bravais (Vlack, 2004).
Sistem Kristal Parameter Kisi Kisi Bravais Simbol
Kubik a = b = c
α = β = γ = 90°
Simpel
Pusat Badan
Pusat Muka
P
I
C
Monoklinik a ≠ b ≠ c
a = β = 90° ≠ γ
Simpel
Pusat Dasar
P
C
Triklinik a ≠ b ≠ c
a ≠ β ≠ γ ≠ 90°
Simpel P
Tetragonal a = b ≠ c
α = β = γ = 90°
Simpel
Pusat Badan
P
I
Orthorombik a ≠ b ≠ c
α = β = γ = 90°
Simpel
Pusat Dasar
Pusat Badan
Pusat Muka
P
C
I
F
Trigonal /
Rhombohedral
a = b = c
a = β = γ ≠ 90° <
120°
Simpel P
Hexagonal/
Rombus
a = b ≠ c
a = β = 90°, γ =
120°
Simpel P
Gambar 4. Tujuh sistem kristal dengan empat belas kisi Bravais. (Vlack,
2004).
10
C. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting dalam melakukan
pemurnian untuk komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi
yaitu sebagai berikut:
1. Memilih pelarut.
2. Melarutkan zat terlarut.
3. Menghilangkan warna larutan.
4. Memindahkan zat padat.
5. Mengkristalkan larutan.
6. Mengumpulkan, dan mencuci kristal.
7. Mengeringkan produknya (Willamson, 1999).
Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya
dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut berdasarkan kepolaran. Prinsip
kristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan
kelarutan zat pencampur atau pengotornya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu
sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara
menjenuhkannya (Svehla, 1979).
Kristalisasi adalah pembentukan partikel padatan didalam sebuah fasa yang
homogen. Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses pelarutan. Mula-mula
molekul zat terlarut membentuk agregat dengan molekul pelarut, lalu terjadi kisi-
11
kisi diantara molekul zat terlarut yang terus tumbuh membentuk kristal yang lebih
besar diantara molekul pelarutnya, sambil melepaskan energi. Kristalisasi zat akan
menghasilkan kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan sifat kristal
senyawanya. Pembentukan Kristal ini akan mencapai kondisi optimum bila berada
dalam kesetimbangan.
Dalam mengkristalisasi suatu senyawa harus memilih pelarut yang sesuai dengan
kepolaran senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan ke dalam pelarut
yang memiliki kepolaran yang sama, kemudian dipanaskan sampai semua
senyawanya larut sempurna. Apabila pada temperatur kamar senyawa tersebut
telah larut sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan.
Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut
sempurna pada keadaan suhu kamar. Salah satu faktor keberhasilan proses
kristalisasi dan rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut (Svehla, 1979).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut yang sesuai adalah
sebagai berikut:
1. Pelarut tidak hanya bereaksi dengan zat yang akan dilarutkan.
2. Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak
melarutkan zat pengotornya.
3. Titik didih pelarut harus rendah, hal ini untuk mempermudah pengeringan
kristal yang terbentuk.
12
4. Titik didih harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar
zat tersebut tidak terurai (Svehla, 1979).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan dapat didasarkan pada dua
faktor yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Bila
laju pembentukan inti tinggi, maka kristal yang akan diperoleh semakin banyak
tetapi tidak satupun dari inti yang akan tumbuh menjadi besar, jadi terbentuk
endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti didasarkan
pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, maka
makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru serta laju pembentukan
inti akan semakin banyak (Svehla, 1979).
D. Konstanta Kesetimbangan (Ksp)
1. Kelarutan
Kelarutan suatu zat yaitu banyaknya zat yang dapat larut maksimal dalam
sejumlah volume tertentu air. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan
antara lain jenis zat terlarut, jenis pelarut, suhu, pH, dan volume. Satuan
kelarutan Adalah mol/L. Jika padatan AgCl kita larutkan ke dalam air,
molekul-molekul AgCl memisahkan diri permukaan padatan maka akan ada
dua proses yang berlawanan arah (proses bolak-balik), yaitu proses pelarutan
padatan AgCl dan proses pembentukan ulang padatan AgCl. Mula-mula, laju
13
pelarutan padatan AgCl sangat cepat dibandingkan dengan laju pembentukan
ulang padatan tersebut. Makin lama, konsentrasi AgCl yang terlarut
meningkat dengan teratur dan laju pembentukan ulang padatan juga
meningkat. Pada saat laju pelarutan padatan AgCl sama dengan pembentukan
ulang padatan, maka proses yang berlawanan arah tersebut kita katakan
berada dalam kesetimbangan. Pada kondisi kesetimbangan ini, larutan AgCl
tepat jenuh. Jumlah AgCl yang dapat larut sampai dengan tercapai kondisi
tepat jenuh dinamakan kelarutan AgCl. Secara umum, kelarutan suatu zat
dalam air adalah batas maksimal dari jumlah suatu zat yang dapat larut dalam
sejumlah tertentu air. (Chang, 2005).
2. Hasil Kali Kelarutan
Hasil kali kelarutan suatu senyawa adalah hasil kali konsentrasi molar dari
ion-ion penyusunnya, dimana masing-masing dipangkatkan dengan koefisien
stoikiometrinya didalam persamaan kesetimbangan (Chang, 2005). Rumus
tetapan kesetimbangan yang menggambarkan kesetimbangan antara senyawa
ion yang sedikit larut dengan ion-ionnya dalam larutan berair dinamakan
tetapan hasil kali kelarutan, disingkat Ksp. (Petrucci, 1987).
Secara umum :
Ksp AxBy = [ Ay+]x [Bx-]y
14
3. Hubungan Antara Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
Jika bentuk umum suatu zat yang sedikit larut dalam air adalah AxBy,
maka persamaan kesetimbangan larutan tersebut adalah sebagai berikut :
AxBy xAy+ + yBx-
Persamaan tetapan hasil kali kelarutan dari AxBy adalah sebagai berikut :
Ksp = [ Ay+]x [Bx-]y
Bila kelarutan zat AxBy adalah s secara stokiometri [Ay+] yang terbentuk
adalah xs dan [Bx-] yang terbentuk adalah ys, maka persamaan Ksp menjadi
Ksp = (xs)x × (ys)y
Sehingga
dengan x dan y adalah koefisien dari ion-ion. ( Chang, 2005).
Walaupun AgCl merupakan zat yang sukar larut, campuran Ag+ (dari AgNO3)
dan Cl- (dari HCl) tidak selalu menghasilkan endapan putih AgCl Hasil yang
mungkin terjadi dari percampuran tersebut adalah :
(1) larutan tak jenuh : bila [Ag+ ] [Cl- ] < Ksp.AgCl
(2) tepat jenuh : bila [Ag+ ] [Cl- ] = Ksp.AgCl
(3) larutan lewat jenuh : bila [Ag+ ] [Cl- ] > Ksp.AgCl.
Secara umum : Campuran Ay+ dengan Bx- → AxBy akan :
(1) membentuk endapan jika [Ay+]x [Bx-]y > Ksp-nya
15
(2) tepat jenuh jika [Ay+]x [Bx-]y = Ksp-nya
(3) belum membentuk endapan jika [Ay+]x [Bx-]y < Ksp-nya ( Kasmadi, 2008).
E. AFM (Atomic Force Microscopy)
Atomic Force Microscopy (AFM) merupakan mikroskop yang dapat digunakan
untuk mengetahui morfologi serta ukuran suatu sampel dalam skala atom. AFM
hanya memindai pada permukaan sampel sehingga AFM hanya melakukan
pengukuran antara tip dan permukaan sampel.
Prinsip dasar AFM adalah interaksi gaya antara tip dengan suatu permukaan.
Prinsip kerja dari AFM yaitu tip digeser ketika berhubungan dengan permukaan
sampel. Tip ini akan menyesuaikan bentuk permukaan sampel, jika terdapat
permukaan yang timbul, maka tip akan membelok ke atas. Besarnya pembelokan
tersebut akan diukur oleh photodetector berdasarkan pada sinar laser yang
dipantulkan oleh permukaan cantilever dan diubah menjadi gambar oleh software
sehingga akan dihasilkan topografi sampel secara tiga dimensi (Kittel, 2005).
F. SEM (Scanning Electron Microscopy)
Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan mikroskop yang menggunakan
pancaran sinar yang timbul akibat eksitasi elektron untuk melihat partikel
berukuran mikron. SEM dapat menunjukkan gambar spesimen lebih jelas dan
16
memiliki tingkat resolusi yang lebih tinggi. Prinsip dasar dari SEM ialah
berdasarkan atas sebuah peristiwa interaksi antara sinar elektron dengan spesimen
padatan. Sedangkan prinsip kerja SEM adalah deteksi elektron yang dihamburkan
oleh suatu sampel padatan ketika ditembak oleh berkas elektron berenergi tinggi
secara terus-menerus. Analisis tersebut dipercepat di dalam electromagnetic coil
yang dihubungkan dengan cathode ray tube (CRT) sehingga dihasilkan suatu
informasi mengenai keadaan permukaan suatu sampel senyawa. Gambar atau foto
yang dihasilkan oleh SEM memiliki penampilan tiga dimensi serta berguna dalam
menentukan struktur permukaan dari sebuah sampel.
Sebuah filamen (electron gun) pada scanning electron microscopy digunakan
untuk membangkitkan sinar elektron pada sebuah vakum yang dihasilkan dalam
sebuah kamar dimana sampel disimpan untuk dianalisis. Sinar tersebut diarahkan
dengan akurat oleh lensa kondensor elektromagnetik, difokuskan oleh lensa
objektif, dan dipindai melewati permukaan sampel oleh gulungan pendeteksi
elektromagnetik.
Metode penggambaran yang utama ialah dengan mengumpulkan elektron sekunder
yang dilepaskan oleh sampel. Elektron sekunder dideteksi oleh sebuah material
kilau yang menghasilkan kilat cahaya dari elektron-elektron. Selanjutnya, kilat
cahaya dideteksi dan diperkuat oleh sebuah photomultiplier tube. Dengan
menghubungkan posisi pemindaian sampel dengan sinyal yang dihasilkan, maka
dihasilkan gambar atau foto berwarna hitam putih (Ayyad, 2011). Dalam
penelitian ini, karakterisasi SEM dilakukan untuk dapat mengetahui morfologi dari
17
N-asetilglukosamina yang telah direkristalisasi sehingga dapat dibandingkan
dengan N-asetil glukosamina yang standar.
G. TG/DTA (Thermogravimetric / Differential Thermal Analysis)
Thermogravimetric Analysis (TGA) merupakan suatu teknik analisis untuk
menentukan stabilitas termal suatu material dan fraksi komponen volatile dengan
menghitung perubahan berat yang dihubungkan dengan perubahan temperatur.
Seperti analisis ketepatan yang tinggi pada tiga pengukuran antara lain: berat,
temperatur, dan perubahan temperatur. Suatu kurva hilangnya berat dapat
digunakan untuk mengetahui titik hilangnya berat (Steven, 2001).
Thermogravimetri adalah teknik untuk mengukur perubahan berat dari suatu
senyawa sebagai fungsi dari temperatur ataupun waktu. TGA biasanya dapat
digunakan dalam pengujian untuk menentukan karakteristik material, penurunan
temperatur, kandungan material yang diserap, komponen anorganik dan organik
didalam material, dekomposisi bahan yang mudah meledak dan residu bahan
pelarut.
Differential Thermal Analysis (DTA) merupakan suatu teknik analisis termal
dimana perubahan material diukur sebagai fungsi temperatur. Kegunaan DTA ini
untuk mempelajari sifat termal dan perubahan fasa akibat perubahan entalpi dari
suatu material. Kurva DTA dapat digunakan sebagai finger print material yang
dapat digunakan untuk analisis kualitatif. Kelebihan dari metode ini antara lain:
18
dapat digunakan pada temperatur tinggi, bentuk dan volume sampel yang fleksibel,
serta dapat menentukan temperatur reaksi dan temperatur transisi sampel (Steven,
2001).
Prinsip analisis DTA adalah pengukuran pada perbedaan temperatur yang terjadi
antara material sampel dan pembanding sebagai hasil dari reaksi dekomposisi.
Sampel adalah material yang akan dianalisis, sedangkan material referensi adalah
material dengan substansi yang diketahui dan tidak efektif secara termal. Dengan
menggunakan DTA, material akan dipanaskan pada temperatur tinggi dan
mengalami reaksi dekomposisi. Dekomposisi material akan diamati dalam bentuk
kurva DTA sebagai fungsi temperatur yang diplot terhadap waktu. Reaksi
dekomposisi dipengaruhi oleh efek spesi lain, rasio ukuran dan volume, serta
komposisi material.
H. XRD (X-Ray Diffraction)
Teknik X-Ray Diffraction (XRD) berperan penting dalam proses analisis padatan
kristalin. XRD adalah metode karakterisasi yang digunakan untuk mengetahui ciri
utama kristal, seperti parameter kisi dan tipe struktur. Selain itu, juga
dimanfaatkan untuk mengetahui rincian lain seperti susunan berbagai jenis atom
dalam kristal, kehadiran cacat, orientasi, dan cacat kristal (Smallman, 2000). Sinar
X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,05 sampai
0,25 nm (0,5 sampai 2,5 Å) yang mendekati jarak antar atom kristal (Smith, 1990).
Sinar-X dapat terjadi apabila suatu logam yang telah ditargetkan ditumbuki oleh
19
seberkas elektron yang mempunyai energi yang tinggi, elektron–elektron tersebut
akan mengalami pengurangan kecepatan dengan cepat dan energi kinetik elektron
yang menumbuk sebagian besar diubah menjadi panas dan kurang dari 1% diubah
menjadi sinar-X (Cullity, 1978). Sinar-X ini akan menghasilkan sinar dalam
beberapa arah, ada yang menguatkan atau berinterferensi konstruktif serta tidak
sefasa dan saling meniadakan atau berinterferensi destruktif (Beiser, 1995).
Karakterisasi difraktometri sinar X digunakan untuk mengetahui struktur kristal,
identifikasi fase kristal serta mengetahui perubahan bentuk kristal. Difaksi
merupakan fenomena penghamburan. Saat sinar-X bertemu dengan padatan
kristal, maka sinar akan berhamburan ke semua arah. Pada beberapa arah ini, sinar
hambur berada dalam fase dan menguatkan yang lainnya untuk membentuk sinar
difraksi. Prinsip karakterisasi XRD adalah difraksi panjang gelombang sinar-X
yang tersebar setelah bertumbukan dengan atom kristal. Hasil tumbukan
menyebabkan puncak-puncak yang dapat digunakan untuk menentukan parameter
spesifik kristal (Suryanarayana, 1998). Teknik difraksi sinar-X dapat digunakan
untuk analisis struktur kristal, karena setiap unsur atau senyawa mempunyai pola
yang sudah tertentu. Apabila dalam analisis ini pola difraksi unsur diketahui maka
unsur tersebut dapat ditentukan (Smallaman, 2000). Padatan dapat berupa kristal
atau non-kristal. Keadaan kristal dikarakterisasi dengan kisi-kisi orde sempurna
dan keadaan non-kristal dikarakterisasi dengan kisi-kisi yang tidak beraturan
(Swarbrick, 2007). Struktur kristal suatu material dapat diketahui dengan
melakukan percobaan difraksi sinar-X. Apabila sinar-X jatuh pada kisi kristal,
20
sinar tersebut akan didifraksikan artinya sinar yang mempunyai fasa yang sama
akan saling menguatkan dan yang mempunyai fasa berlawanan akan saling
menghilangkan (Cullity, 1978).
21
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Maret
2016, dengan tahapan kegiatan yaitu : preparasi N-asetilglukosamin dengan
ekstraksi pelarut, dan karakterisasinya N-asetilglukosamin dengan menggunakan
X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Atomic
Force Microscopy (AFM), Scanning Electron Microscopy (SEM),
Thermogravimetric / Differential Thermal Analysis (TG/DTA) yang dilakukan di
UPT. Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium,
neraca analitik, AFM, SEM Zeiss EVO series, SII TG/DTA 7300, dan XRD.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah N-asetilglukosamin standar
dari Wako, metanol, etanol, propanol, isopropanol, butanol, dan akuades.
22
C. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Rekristalisasi N-asetilglukosamina
N-asetilglukosamin standar ditimbang sebanyak 100 mg, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 1 mL akuades, kemudian
secara perlahan ditambahkan pelarut dengan variasi yang berbeda pada tiap
tabung reaksi seperti metanol, etanol, n-propanol, isopropanol, dan butanol
dengan sambil diaduk hingga terbentuk nukleasi. Didiamkan hingga
terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk dikeringkan dengan menggunakan
oven pada suhu 80 ˚C selama 2 jam.
2. Karakterisasi N-asetilglukosamin
a. Karakterisasi dengan AFM
Karakterisasi N-asetilglukosamin standar dengan N-asetilglukosamin
hasil dari rekristalisasi menggunakan Atomic Force Microscopy (AFM)
untuk mengetahui perubahan bentuk kristal yang dihasilkan.
b. Karakterisasi dengan SEM
Karakterisasi N-asetilglukosamin hasil rekristalisasi diuji menggunakan
Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui perubahan dan
23
karakteristik morfologi pada N-asetilglukosamin sehingga dapat
ditampilkan dalam tampilan Gambar 3 dimensi.
c. Karakterisasi dengan TG/DTA
Recovery N-asetilglukosamin yang dihasilkan kemudian diuji
dekomposisi material sebagai fungsi temperatur berdasarkan perubahan
entalpi material menggunakan alat TG/DTA. Sampel ditimbang sekitar
7 mg dan dimasukan dalam thermocouple yang terbuat dari platina.
Thermocouple berisi sampel dan material reference kemudian
ditempatkan dalam furnace. Analisis dilakukan pada temperatur 40-
600˚C dengan laju pemanasan 10˚C/menit.
d. Karakterisasi dengan XRD
Karakterisasi dengan XRD dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu
sintering terhadap struktur kristalografi sampel N-asetilglukosamin,
apakah sampel bersifat amorf atau kristalin.
35
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kristal N-asetilglukosamin dapat terbentuk hanya pada pelarut etanol, n-
propanol, dan isopropanol.
2. Rendemen rata-rata kristal N-asetilglukosamin yang paling tinggi 96,78%
diperoleh dengan pelarut isopropanol, sedangkan yang paling rendah
sebesar 32,14% pada pelarut etanol.
3. Melalui hasil analisis SEM, N-asetilglukosamin standar dan kristal N-
asetilglukosamin dari pelarut etanol berbentuk seperti batang dengan
ukuran besar dan tidak seragam, sedangkan kristal N-asetilglukosamin
dari pelarut n-propanol dan isopropanol berbentuk seperti batang dengan
ukuran lebih kecil dan bentuknya seragam.
4. Berdasarkan hasil termogram TGA menunjukkan bahwa hasil
rekristalisasi N-asetilglukosamin baik dengan pelarut etanol, n-propanol
36
maupun isopropanol tidak jauh berbeda dengan termogram TGA N-
asetilglukosamin yang standar.
5. Hasil difraktogram XRD menunjukkan bahwa pada N-asetilglukosamin
hasil rekristalisasi terdapat tiga puncak yaitu pada daerah 2θ = 10.1471̊,
27.6735˚, dan 30.7955˚ hal ini sesuai dengan kartu standar PCPDFWIN
No. 36-1523.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan :
1. Perlu dilakukan variasi temperatur pada proses rekristalisasi.
2. Perlu dilakukan proses pembentukan inti kristal dengan menggunakan
metode yang berbeda.
37
DAFTAR PUSTAKA
Aiba S, Sashiwa H, Yamano N, Ishikawa K. 2009. Production of N-acetyi-D-
glucosamine from chitin using crude enzyme derived from Trichoderma viride
and Aeromyces hydrophila. H-2330. AIST. Jepang.
Ayyad, O. D. 2011. Novel Strategies The Synthesis of Metal Nanoparticle and
Nanostructure (Tesis).Universitas de Barcelona. Barcelona.
Beiser, A. 1995. Konsep Fisika Modern. Erlangga. Jakarta.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Edisi ketiga Jilid 2.
Erlangga. Jakarta.
Chen, JK., Shen, CR., Liu, CL. 2010. N-acetylglucosamine: production and
applications. Mar Drugs, 8:2493.
Cullity, B.D. 1978. Elements X-Ray Diffraction. Addition-Wesley Publishing
Company. USA.
Donald, L., Larry, R., Patricia, S., Kukizo, Miyamoto., Tomohiro, Hakozaki., Jim,
Li., and Gary, R. 2007. Reduction in the appearance of facial
hyperpigmentation by topical N-acetyl glucosamine. Blackwell Publishing.
Journal of Cosmetic Dermatology, 6, 20–26.
Edi Istiyono. 2000. Fisika Zat Padat. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Kasmadi, Gatot. L. 2008. Kimia Dasar II. UPT Unnes Press. Semarang.
Kittel, C. 2005. Introduction to Solid State Physics. 8th Edition. John Wiley & Sons.
Inc. Hal. 185.
Leuber, Ingo H. 2010. Precision Crystallization Theory and Practice of Controling
Crystal Size, P30-37. CRC Press Taylor & Francis Group 6000 Broken Sound
Parkway NW, Suite 300. Boca Raton, FL 33487-2742
38
McCabe, W.L., Smith, Inc., 1976. Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd
edition, Tokyo: Mc Graw-Hill Book Company, Kogakusha, Ltd.
Orikoshi H, Nakayama S, Miyamoto K, Hanato C, Yasuda M, lnamori Y, and
Tsujibo H. 2005.Roles of Four Chitinases (ChiA, ChiB, ChiC, and ChiD)
Chitin Degradation System of Marine Bacterium Alteromonas sp. Strain 0-7.
Applied and Environmental Microbiology, 71 (4):1811-1815.
Pasaribu N. 2004. Berbagai Ragam Pemanfaatan Polimer.
http://library.usu.ac.id/download/ft/tki.mia-nurhaida.pdf. Diakses pada 12
Oktober 2013.
Petrucci,R.H. 1987. Kimia Dasar-Prinsip dan Terapan Modern. Terjemahan Suminar
Achmadi. Erlangga. Jakarta.
Rasjad C. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Trauma, 12th Edition. Bintang
Lamupatue. Makasar: 321- 428.
Sashiwa, H., Fujishima, S., Yamano, N., Kawasaki, N., Nakayama., Muraki, E.,
Hiraga, K., Oda, K., and Aiba, S. 2002. Production of N-acetyi-D-
glucosamine from Chitin by Crude Enzymes from Aeromonas hydrophila H-
2330. Carbohydrate Research, 337:761-763.
Sashiwa, H., Fujishima S., Yamato N., Kawasaki N., Nakayama A., Muraki E.,
Hiraga K., Oga K., and Aiba S. 2003. Production of N-acetyl-D-glucosamine
from α Chitin by Crude Enzymes from Aeromonas hydrophyla H-2330.
Carbohydrate Research. 337: 761-763.
Smallman R. E. 1991. Metalurgi Fisik Modern. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Smallman, R.E. dan Bishop, R.J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa
Material. Erlangga. Jakarta.
Smith, W.F. 1990. Material Science and Enginering. University of Central Florida.
Stevens, M.P. 200I. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Pradnya
Paramita. Jakarta. 33-35 hal.
Suryanarayana, C. & Norton, M.G. 1998. X-Ray Diffraction. Plenum Press. New
York.
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro.
PT Kalman Media Pustaka. Jakarta.
39
Swarbrick, J. 2007. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology 3rd edition volume 6.
Pharmaceutech Inc. USA.
Vlack, L. H. 2004. Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material. Erlangga. Jakarta.
Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. Houghton
Mifflin Company. USA.
Yurnaliza. (2002). Senyawa khitin dan kajian aktivitas enzim mikrobial
pendegradasinya. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
top related