summary of manajerial accounting
Post on 11-Aug-2015
50 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH KEEFEKTIFAN PENGENDALIAN INTERNAL,
PERSEPSI KESESUAIAN KOMPENSASI,
MORALITAS MANAJEMEN TERHADAP PERILAKU TIDAK ETIS
DAN KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI
I. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap
perilaku tidak etis?
2. Apakah keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi?
3. Apakah sistem kompensasi berpengaruh negatif terhadap perilaku tidak
etis?
4. Apakah sistem kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi?
5. Apakah moralitas manajemen berpengaruh negatif terhadap perilaku tidak
etis?
6. Apakah moralitas manajemen berpengaruh negatif terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi?
II. Hipotesis Penelitian
Pengendalian internal merupakan suatu cara untuk mengarahkan,
mengawasi, dan mengukur sumber daya organisasi. Pengendalian internal
yang efektif dapat mengurangi adanya suatu perilaku tidak etis. Pengendalian
internal yang efektif dapat membuat peluang untuk melakukan suatu perilaku
tidak etis menjadi tertutup. Oleh karena itu, perilaku tidak etis dapat dicegah
dengan sistem pengendalian internal yang baik dan efektif.
III. Landasan Teori
1. Teori Atribusi
Teori atribusi dikembangkan oleh Kelley (1967), kemudian Green serta
Mitchell (1979). Mereka berpandangan bahwa perilaku kepemimpinan
disebabkan oleh atribut penyebab. Jadi teori kepemimpinan atribut
Page 1
menjelaskan mengapa perilaku kepemimpinan terjadi. Teori atribusi
dikembangkan dengan beberapa pendapat berikut:
a) Teori Kepemimpinan Karismatik
Teori atribusi ikut menjelaskan kepemimpinan karismatik. Para
pengikut membuat atribut pada pemimpin yang heroik atau yang
memiliki kemampuan yang luar biasa yang mereka amati dan dapati.
b) Teori Kepemimpinan Transaksional
Para pemimpin transaksional, adalah pemimpin yang membimbing
atau mendorong bawahan mereka mengarah pada tujuan yang telah
diletakkan, dengan cara menjelaskan peranan dan tugas yang
dipersyaratkan.
c) Teori Kepemimpinan Transformasional
Terdapat juga para pemimpin yang transformasional. Teori ini melihat
pemimpin yang menyediakan pertimbangan individual dan stimulasi
intelektual serta mereka yang memiliki karisma (Waworuntu, 2003).
2. Teori Perkembangan Moral
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral
seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang
diungkapkan Kohlberg (1969) . Teori ini berpandangan bahwa penalaran
moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam
perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti pekembangan dari
keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget
(1958), yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui
tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg (1969) memperluas pandangan
dasar ini dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada
prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut
selama kehidupan.
IV.Variabel
A. Variabel Dependen
1. Kecenderungan Kecurangan Akuntansi
IAI (2001) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai salah saji
yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan salah
saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva
(seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan)
berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan
Page 2
keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
2. Perilaku tidak etis
Perilaku tidak etis diukur dengan instrumen yang
dikembangkan oleh Robinson (1995), dan Tang et al., (2003) dan
diukur dengan tiga item pertanyaan. Karena pada penyalahgunaan
sumber daya organisasi sudah termasuk dalam item pada
kecenderungan kecurangan akuntansi. Skala Likert 1 – 5 digunakan
untuk mengukur respons dari responden. Nilai yang ditunjukan
semakin tinggi maka perilaku semakin etis.
B. Variabel independen
1. Keefektifan Pengendalian Internal
Sistem pengendalian internal merupakan proses yang dijalankan untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian keandalan
laporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum, dan efektivitas dan
efisiensi operasi (Mulyadi dan Puradiredja, 1998). Instrumen yang
digunakan untuk mengukur keefektifan pengendalian internal terdiri
dari lima item pertanyaan yang dikembangkan oleh Wilopo (2006) dari
IAI (2001) perihal pengendalian internal. Respons dari responden
diukur dengan skala Likert 1 – 5, semakin tinggi nilai yang ditunjukan
maka pengendalian internal semakin efektif.
2. Kesesuaian Kompensasi
Menurut Mangkuprawira (2004), dalam Shopiadewi (2006), sistem
kompensasi adalah sistem penghargaan financial (upah pembayaran)
dirancang agar mampu menarik perhatian, mempertahankan, dan
mendorong karyawan agar bekerja dengan produktif. Kesesuaian
kompensasi diukur dengan instrumen yang dikembangkan oleh Wilopo
(2006) dari Gibson, (1997: 182 – 185) perihal reward serta terdiri dari
enam item pertanyaan. Respons dari responden diukur dengan skala
Likert 1 – 5, semakin tinggi nilai yang ditunjukan maka semakin tidak
sesuai kompensasi yang didapat.
3. Moralitas Manajemen
Moral management is not coincident with profit or value
maximization because of the cost of addressing the externality or the
corporate redistribution (Baron, 2006). Dengan kata lain, moralitas
Page 3
manajemen merupakan tindakan manajemen untuk melakukan hal
yang benar dan tidak berkaitan dengan keuntungan atau nilai.
Pengukuran moralitas manajemen berasal dari model pengukuran
moral yang dikembangkan oleh Kohlberg (1969) dan Rest (1979)
dalam bentuk instrumen Defining Issues Test. Instrumen ini berbentuk
kasus dilema etika. Moralitas manajemen diukur melalui 6 (enam) butir
instrumen yang mengukur tinggi rendahnya moralitas manajemen
melalui kasus dilema etika akuntansi. Hasil pengukuran atas dilema
etika akuntansi ini merupakan cerminan moralitas manajemen
organisasi. Dalam penelitian ini variabel moralitas manajemen
merupakan observed variabel. Nilai yang ditunjukan pada kuesioner
menunjukan semakin tinggi nilai moral manajemen semakin tinggi.
V. Kesimpulan
Perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi ternyata
dipengaruhi oleh keefektifan pengendalian internal, kesesuaian Kompensasi,
dan moralitas Manajemen. Ketika pengendalian internal manajemen kurang
baik dan selalu ingin menerima kompensasi atas kinerja yang dilakukan maka
tentunya hal ini akan meningkatkan kecurangan akuntansi yang berasal dari
kurangnya moralitas manejeman.
Page 4
KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI MEDIASI
HUBUNGAN PROFESIONALISME DENGAN INTENSI KELUAR
(STUDI EMPIRIS PADA INTERNAL AUDITOR PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA)
I. Rumusan Masalah
1. Apakah kepuasan kerja yang tinggi memberikan pengaruh terhadap komitmen organisasi
dan sebaliknya apakah komitmen organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
2. Apakah dimensi profesionalisme mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja dan
komitmen organisasi Internal Auditor.
3. Apakah hubungan profesionalisme dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi
berpengaruh tidak langsung terhadap intensi keluar
II. Hipotesis Penelitian
Setelah melalui proses analisis konfirmatori faktor dan analisis terhadap full model dari SEM
keseluruhan model dapat diterima dengan baik.Berdasarkan hasil analisis terhadap indeks
goodness- of- fit, model ini telah memenuhi kriteria yang disyaratkan Langkah selanjutnya
adalah menguji hipotesis-hipotesis penelitian yang diajukan berdasarkan hasil analisis statistik
yang didapat dari output program AMOS.
III. Landasan Teori
Konsep Profesionalisme
Konsep profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall (1968) banyak digunakan oleh
para peneliti untuk mengukur profesionalisme dari profesi internal auditor yang tercermin dari
sikap dan perilaku. Hall (1968) menjelaskan bahwa ada hubungan timbal balik antara sikap
dan perilaku, yaitu perilaku profesionalisme adalah refleksi dari sikap profesionalisme dan
demikian sebaliknya. Konsep profesionalisme Hall banyak digunakan oleh para diantaranya
Morrow dan Goetz (1988) menguji profesionalisme para akuntan publik, Goetz, Morrow dan
Me Elroy (1991) untuk mengukur profesionalisme para akuntan publik yang ditambah dengan
variabel yang dikembangkan, serta Kalbers dan Fogarty (1995) yang menggunakan pandangan
profesionalisme yang lebih kompleks daripada ketiga tersebut. an tersebut menunjukkan bukti
empiris hubungan variabel antesenden (pengalaman) internal auditor dengan profesionalisme,
juga dengan variabel konsekuensiya. Sedangkan di Indonesia an Kalbers dan Fogarty di
replikasi oleh Winowo (1996) dan Rahmawati (1997), Sumardi (2001). Serta Yohanes Sri
Guntur (2001) yang mengunakan sampel internal auditor dengan menggunakan instrumen
profesionalisme di lingkungan internal auditor perusahaan manufaktur, dari Hall (1968).
Page 5
Lima konsep profesionalisme dari Hall (1968) adalah sebagai berikut :
1) Afiliasi komunitas (community affiliation) yaitu menggunakan ikatan profesi sebagai
acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal
sumber ide utama pekerjaan. Malalui ikatan profesi ini para profesional membangun
kesadaran profesi.
2) Kebutuhan untuk mandiri (Autonomy demand) merupakan suatu pandangan bahwa
seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari
pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi). Setiap adanya campur
tangan (intervensi) yang datang dari luar, dianggap sebagai hambatan terhadap
kemandirian secara profesional. Banyak yang menginginkan pekerjaan yang memberikan
hak-hak istimewa untuk membuat keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat.
Rasa kemandirian dapat berasal dari kebebasan melakukan apa yang terbaik menurut
karyawan yang bersangkutan dalam situasi khusus. Dalam pekerjaan yang terstruktur
dan dikendalikan oleh manajemen secara ketat, akan sulit menciptakan tugas yang
menimbulkan rasa kemandirian dalam tugas.
3) Keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation) dimaksud bawah
yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi,
bukan “orang luar” yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan
mereka.
4) Dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi profesional dengan
menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap
melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik berkurang. Sikap ini merupakan
ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefiniskan
sebagai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama
yang diharapkan ari pekerjaan adalah kepuasan rohani dan setelah itu baru materi.
5) Kewajiban sosial (social obligation) merupakan pandangan tentang pentingnya profesi
serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional karena adanya
pekerjaan tersebut.
IV.Variabel
1. Kepuasan Kerja.
Kepuasan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu sikap umum seorang
individu terhadap pekerjaannya (Robins, 1996). Dalam model kepuasan kerja dimaksud
adalah kepuasan kerja secara intrinsik. Kepuasan kerja dipandang sebagai perasaan
menikmati, tantangan dan kepuasan yang diperoleh seseorang dari kesuksesan
pemenuhan tugas pekerjaannya (Ferguson, 1997). Kepuasan kerja diukur dengan
Page 6
menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Brayfield dan Rothe (1951) dan
dipergunakan juga oleh LP. Kalbers dan TJ. Fogarty (1995).
2. Komitmen Organisasi.
Komitmen organisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah 1).Sebuah kepercayaan
dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai dari organisasi dan atau profesi, 2)
Sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi dan atau profesi, 3)
sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan
organisasi dan atau profesi (Aranya dkk, 1981). Komitmen organisasi diukur dengan
menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen (1984) dan juga
dipergunakan oleh LP. Kalbers dan TJ. Fogarty (1995).
3. Profesionalisme
Profesionalisme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dedikasi, kewajiban sosial,
kebutuhan akan otonomi pribadi, self-regulation, dan afiliasi komunitas (Hall, 1968).
Profesionalisme diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Hall
(1968) dan juga dipakai oleh Kalbers dan Fogarty (1995) dalam penelitiannya.
4. Intensi keluar
Intensi keluar atau intensi keluar merupakan variabel yang paling berhubungan dan lebih
banyak menjelaskan perilaku turnover. Dalam penelitian ini intensi keluar di ukur dengan
menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Lum et al (1998), terdiri 3 item
pertanyaan yang menujukkan niat untuk meninggalkan pekerjaan, niat untuk mencari
serta pernyataan tentang alaternatif kesempatan pekerjaan lain, dengan memilih skala 1
sampai dengan 5. Skala kecil menunjukkan rendahnya niat untuk meninggalkan
organisasi dan sebaliknya skala tinggi menggambarkan kuatnya niat untuk keluar dari
organisasi tempat kerja
5. Kesimpulan
Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi dan sebaliknya
komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja semuannya menghasilkan
temuan yang positif dan signifikan. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa temuan penelitian
ini dapat menjawab temuan-temuan penelitian yang masih inkonklusif misalnya Gregson (1992)
melaporkan bahwa kepuasan kerja adalah pertanda awal terhadap komitmen, sedangkan
Bateman dan Strasser (1984) melaporkan komitmen menjadi pertanda awal terhadap
kepuasan kerja.William dan Hazer (1986) melaporkan timbal balik yang mungkin antara
kepuasan kerja dan komitmen organisasi, tetapi tidak dapat diuji untuk model identifikasi
masalah. Curry et al (1986) melaporkan bahwa tidak ada pendukung untuk keterkaitan sebab
akibat atau komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja, maupun kepuasan kerja terhadap
komitmen organisasi. Mathieu (1991) menyatakan bahwa hasil-hasil dari studinya tidak dapat
Page 7
mendukung suatu hubungan sebab akibat yang mana satu konsep adalah preseden bagi yang
lain, meski terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.
I. RUMUSAN MASALAH
Apakah ada pengaruh ketidakpastian lingkungan yang dipersepsikan top manajer dan strategi
kompetitif yang diterapkan perusahaan terhadap hubungan sistem kontrol akuntansi dengan
kinerja perusahaan (apakah ada hubungan negatif antara kinerja perusahaan dengan nilai
residual dari sistem kontrol akuntansi dan ketidakpastian lingkungan yang dipersepsikan /
strategi kompetitif ?
Page 8
II. HIPOTESIS PENELITIAN
Penelitian Mak (1989) menghipotesiskan bahwa deviasi (residual) sistem kontrol akuntansi dan
ketidakpastian lingkungan yang dipersepsikan berhubungan (korelasi) negatif terhadap kinerja
perusahaan. Hal tersebut menunjukkan dugaan bahwa ada pengaruh positif ketidakpastian
lingkungan yang dipersepsikan terhadap hubungan sistem kontrol akuntansi dengan kinerja
perusahaan sebagaimana yang dihipotesiskan oleh Sim dan Teoh (1999). Penelitian
Govindarajan dan Gupta (1985) dalam Smith (1997) menguji hipotesis yang menyatakan
bahwa strategi kompetitif berpengaruh positif terhadap hubungan sistem kontrol akuntansi
dengan kinerja perusahaan. Dalam logika analisis residual maka dapat diartikan bahwa adanya
hubungan negatif antara kinerja perusahaan dengan residual sistem kontrol akuntansi dan
strategi kompetitif
III. LANDASAN TEORI
1. Teori Kontinjensi
Sistem kontrol berhubungan erat dengan sistem informasi akuntansi dalam hal penyediaan informasi yang dibutuhkan manajer untuk mengambil keputusan kontrol perusahaan (Binberg dan Shield,1989; Merchant, 1981). Caillout dan Lapeyre (1992) menegaskan bahwa sistem informasi menyediakan data penting tentang aktivitas perusahaan untuk manajer pada semua level. Manajer dapat menggunakan informasi untuk membuat kebijakan rasional dan tepat dalam proses pengambilan keputusan. Sistem kontrol yang menggunakan informasi akuntansi kemudian disebut Simons (1987) sebagai sistem kontrol berbasis akuntansi atau sistem kontrol akuntansi.
2. Ketidakpastian Lingkungan yang Dipersepsikan, Sistem Kontrol Akuntansi, dan Kinerja Perusahaan Miliken (1987) menjelaskan bahwa ketidakpastian lingkungan terdiri dari tiga tipe (effect uncertainty, response uncertainty, dan stated uncertainty). Effect uncertainty adalah ketidak mampuan memprediksi pengaruh lingkungan di masa akan datang terhadap organisasi. Response uncertainty adalah ketidak mampuan memprediksi konsekwensi dari pilihan-pilihan keputusan untuk merespon lingkungan. Stated uncertainty merupakan suatu hal selalu dihubungkan dengan ketidakpastian lingkungan yang dipersepsikan (perceived environmental uncertainty). Walaupun stated uncertainty menggambarkan ketidakpastian lingkungan yang dirasakan, namun operasionalisasi ketidakpastian lingkungan yang dipersepsikan meliputi pengukuran tipe-tipe ketidakpastian lingkungan secara menyeluruh sehingga memberikan hasil-hasil riset yang informatif (Gerloff et al 1991).
3. Strategi Kompetitif, Sistem Kontrol Akuntansi, dan Kinerja Perusahaan Penelitian ini menggunakan strategi kompetitif sebagai variabel kontinjensi sebagaimana yang direkomendasikan oleh Fisher (1998) dan Anthony dan Govindarajan (1998). Anthony dan Govindarajan (1998) menjelaskan bahwa sistem kontrol merupakan alat untuk mengimplementasikan strategi sedangkan strategi adalah rencana untuk pencapaian tujuan organisasi. Porter (1987) menyebutkan dua bentuk strategi yang diterapkan perusahaan, yaitu strategi korporat dan strategi unit bisnis. Strategi korporat fokus pada dua pertanyaan yang berbeda; bisnis apa yang akan dikelola perusahaan dan bagaimana mengelola sekumpulan unit bisnis. Sedangkan strategi kompetitif, fokus pada penciptaan keunggulan kompetitif pada masing-masing unit bisnis perusahaan yang berkompetisi dalam suatu industri. Perusahaan–perusahaan berkompetisi dalam pasar industrinya dengan menggunakan keunggulan produk-produk yang diciptakan masing-masing unit
Page 9
bisnis yang dimiliki perusahaan bukan pada level korporat (Anthony dan Govindarajan, 1998).
IV. Variabel 1. Sistem kontrol akuntansi
Sistem kontrol akuntansi (SKA) adalah sistem kontrol formal yang digunakan perusahaan untuk melakukan aktivitas dalam rangka pencapaian kinerja perusahaan. Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Simons (1987) dengan 33 item pertanyaan. Responden diminta mengukur penggunaan 10 dimensi sistem kontrol akuntansi yang diterapkan perusahaan. Jawaban yang mendekati 1 menunjukkan responden menilai perusahaan kurang menggunakan secara intensif sistem kontrol akuntansi sedangkan jika jawaban responden mendekati 7 maka responden menilai perusahan menggunakan sistem kontrol akuntansi lebih intensif.
2. Strategi kompetitif Strategi kompetitif (Strat) adalah strategi bisnis yang digunakan perusahaan untuk bersaing dalam industrinya. Variabel ini diukur dengan instrumen yang dikembangkan Govindarajan dan Fisher (1990) berdasarkan konsep tipologi strategi kompetitif Porter (Cost leadership - Differentiation). Salah satu keunggulan instrumen ini dibandingkan dengan instrumen strategi kompetitif lainnya adalah tersedianya instrumen untuk uji validitas konstruk, sehingga dapat menghasilkan data yang valid pengukurannya Instrumen terdiri pilihan dua tipe strategi kompetitif (Cost leadership (A) atau Differentiation (B)) yang diterapkan perusahaan
V. Kesimpulan1. Hasil penelitian ini menemukan bahwa ketidakpastian lingkungan yang dipersepsikan dan
strategi kompetitif tidak berpengaruh positif terhadap hubungan sistem kontrol akuntansi dengan kinerja perusahaan. Walaupun temuan ini menolak hipotesis penelitian namun karakteristik data dimana kecenderungan responden mengidentifikasi perusahaannya menggunakan strategi differentiation dan berada dalam lingkungan yang ketidakpastiannya tinggi maka hal ini menunjukkan dukungan terhadap teori yang dipaparkan Mak (1989) ; Miles dan Snow (1978); Porter (1980).
2. Mak (1989) ; Miles dan Snow (1978); Porter (1980) menyimpulkan bahwa perusahaan yang menerapkan strategi differentiation dan berada dalam ketidakpastian lingkungan yang tinggi akan kurang intensif (tidak sesuai ) menggunakan sistem kontrol akuntansi untuk mengendalikan kinerja perusahaannya. Perusahaan-perusahaan yang menerapkan strategi differentiation memfokuskan pada pengembangan produk untuk memenuhi selera konsumen, pelayanan purna jual,dan perluasan pangsa pasar lebih mengutamakan kinerja non finansial sehingga membutuhkan sistem kontrol yang lebih adaptif dengan selera konsumen dan kompetisi di pasar produknya (Smith, 1997). Sistem kontrol akuntansi yang bersifat formal tidak cukup untuk meningkatkan kinerja perusahaan differentiation karena sistem kontrol akuntansi tersebut hanya untuk mengatasi masalah-masalah perusahaan yang telah terencana sedangkan lingkungan yang dihadapi tidak dapat diprediksi.
Page 10
top related