tanaman singkong
Post on 10-Aug-2015
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN PADA BERBAGAI
LEVEL PENAMBAHAN KULIT SINGKONG DALAM RANSUM
SKRIPSI
MUHAMMAD ALWI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
MUHAMMAD ALWI. D14053147. 2009. Bobot Potong, Bobot Karkas dan Non Karkas Domba Ekor Tipis Jantan pada Berbagai Level Penambahan Kulit Singkong dalam Ransum. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Ir. Maman Duldjaman, MS.
Penggemukan domba membutuhkan pakan yang berkualitas dan murah. Kulit singkong dapat menjadi bahan pakan alternatif karena mudah didapat dan terjamin ketersediaannya, serta mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi, juga merupakan wujud pemanfaatan potensi bahan pakan lokal. Keberhasilan usaha penggemukan domba dapat dinilai terutama dari bobot potong dan produksi karkas, karena karkas merupakan produk utama usaha peternakan ternak potong. Selain karkas, masih ada bagian non karkas yang juga dapat dimakan. Produksi karkas maupun non karkas dapat menggambarkan keberhasilan penggemukan domba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bobot potong, bobot karkas dan non karkas domba ekor tipis jantan pada penambahan berbagai level kulit singkong dalam ransum selama dua bulan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2009 di kandang penggemukan domba, laboratorium lapang Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan ternak domba ekor tipis sebanyak 12 ekor dengan bobot badan rata-rata 19,06 ± 1,46 kg. Perlakuan terdiri dari empat taraf, yaitu P1 (0% kulit singkong (KS) + 100 Brachiaria humidicola (BH)) sebagai kontrol, P2 (20% KS + 80% BH), P3 (40% KS + 60% BH) dan P3 (60% KS + 40% BH), dilakukan selama dua bulan. Peubah yang diamati adalah bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas, bobot non karkas dan persentase karkas. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Data yang diperoleh diuji asumsi, kemudian dilanjutkan dengan analisis ragam, hasil yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kulit singkong dalam ransum tidak berpengaruh terhadap bobot potong, bobot kosong, bobot karkas dan bobot non karkas, tetapi memberi pengaruh pada persentase karkas dan komponen bobot non karkas, yaitu hati dan empedu ternak domba yang digunakan. Persentase karkas meningkat hingga 8,11% pada penambahan 60% kulit singkong dalam ransum dibandingkan dengan tanpa penambahan kulit singkong. Komponen non karkas hati dan empedu meningkat hingga 26,05% pada penambahan 40% kulit singkong dibandingkan dengan tanpa penambahan kulit singkong dalam ransum.
Kata-kata kunci: domba ekor tipis, kulit singkong, karkas dan non karkas
ABSTRACT
Slaughter Weight, Carcass Weight and Non Carcass Weight of Male Thin Tail Sheep on Variety Levels the Addition of Cassava Hull in Feed
Alwi, M., S. Rahayu, and M. Duldjaman
The experiment was conducted to evaluate the influence of levels Brachiaria humidicola grass and cassava hull on slaughter weight, carcass and non carcass weight of male thin tail sheep. Twelve yearling male thin tail sheep with initial body weight 19,06 ± 1,46 kg were treated as followed P0= 100% Brachiaria humidicola grass, P1=20% cassava hull + 80% Brachiaria humidicola grass, P2= 40% cassava hull + 60% Brachiaria humidicola grass, dan P3= 60% cassava hull + 40% Brachiaria humidicola grass. Data gathered on slaughter weight, empty weight, carcass weight, non carcass weight and carcass percentage, were analyzed using Anova for Complete Randomized Design, followed by Duncan’s test. Result of the study showed that the addition of cassava hull did not influence of slaughter weight, empty weight, carcass weight and non carcass weight (P>0,05), but influences significantly carcass percentage (P<0,05). The average carcass percentage of P0, P1, P2, P3 were 36,46%; 38,41%; 43,23%; 44,54% respectively. It can be concluded that the addition of cassava hull until 60% increased carcass percentage of thin tail sheep, but did not increased slaughter weight, empty weight, carcass weight and non carcass weight of male local sheep. Keywords: local sheep, cassava hull, B. humidicola, carcass and non carcass
BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN PADA BERBAGAI
LEVEL PENAMBAHAN KULIT SINGKONG DALAM RANSUM
MUHAMMAD ALWI
D14053147
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN PADA BERBAGAI
LEVEL PENAMBAHAN KULIT SINGKONG DALAM RANSUM
Oleh
MUHAMMAD ALWI
D14053147
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 31 Agustus 2009
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Sri Rahayu, MSi. Ir. Maman Duldjaman, MS.
Dekan Ketua Departemen Fakultas Peternakan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Institut Pertanian Bogor Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MScAgr. Prof. Dr. Ir. Cece S umantri, M.AgrSc.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Februari 1986 di Kota Tarakan,
Kalimantan Timur. Penulis adalah anak ketiga dari 11 bersaudara dari pasangan
Bapak Rustam dan Ibu Hafsa.
Penulis menyelesaikan pendidikan TK pada tahun 1993 di TK Daarussalaam,
Karungan, Tarakan. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN
016 Karungan, Tarakan. Pendidikan lanjutan tingkat menengah pertama diselesaikan
pada tahun 2002 di MTs. Al-Fatah, Karungan, Tarakan. Pendidikan tingkat lanjutan
menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMA Luqman al-Hakim, Surabaya.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi dan kegiatan
kemahasiswaan yaitu FAMM Al-An’am 2006/2007, UKM Sepak Bola IPB 2005-
2009, dan UKM Voli IPB 2006/2007. Penulis juga berperan aktif dalam kepanitiaan
berbagai kegiatan selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, baik
tingkat fakultas maupun tingkat universitas.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Segala puja, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas
limpahan nikmat dan karunia-Nya yang tak terhitung dan tak ternilai jumlahnya.
Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW, juga kepada para sahabat, tabi’in, ulama, dan juga kepada pengikutnya hingga
akhir zaman nanti.
Skripsi dengan judul “Bobot Potong, Bobot Karkas Dan Non Karkas
Domba Ekor Tipis Jantan Pada Berbagai Level Penambahan Kulit Singkong
Dalam Ransum” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bobot potong, bobot karkas dan non karkas domba ekor
tipis jantan pada penambahan berbagai level kulit singkong dalam ransum selama
dua bulan. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi
bagi kalangan akademisi dan praktisi untuk meningkatkan kemampuan dan
produktifitas sesuai bidang masing-masing.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, masih banyak
terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalamnya, oleh karena itu Penulis
mengharapkan saran dan masukan sebagai bahan perbaikan. Tak lupa ucapan terima
kasih Penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah turut membantu proses
penyusunan skripsi ini, dari awal hingga akhir. Semoga Allah SWT membalasnya
dengan yang lebih baik. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak,
terutama bagi dunia pendidikan dan peternakan. Semoga Allah SWT memberikan
ilmu yang berkah dan bermanfaat, amin.
Bogor, September 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN............................................................................................. i
ABSTRACT................................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP..................................................................................... v
KATA PENGANTAR................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xi
PENDAHULUAN...................................................................................... 1
Latar Belakang................................................................................ 1 Perumusan Masalah......................................................................... 2
Tujuan.............................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4
Domba (Ovis aries).......................................................................... 4 Klasifikasi Domba........................................................................... 4 Domba Lokal Indonesia.................................................................. 4
Domba Ekor Tipis............................................................... 5 Penggemukan Domba..................................................................... 5
Hijauan Makanan Ternak................................................................ 6 Kulit Singkong................................................................................ 7
Bobot Potong................................................................................... 9 Bobot Karkas................................................................................... 9 Bobot Karkas................................................................................... 10
METODE................................................................................................... 11
Lokasi dan Waktu.......................................................................... 11 Materi............................................................................................. 11
Ternak................................................................................. 11 Kandang dan Peralatan....................................................... 11 Pakan dan Minum............................................................... 12
Rancangan...................................................................................... 12 Peubah................................................................................. 12
Prosedur.......................................................................................... 13 Persiapan.............................................................................. 13 Pemeliharaan........................................................................ 13
Pelaksanaan Penelitian........................................................ 14 Akhir Penelitian….............................................................. 14
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 16
Keadaan Umum Penelitian............................................................. 16 Kondisi Lingkungan........................................................... 16
Kondisi Ternak…............................................................... 17 Nutrisi Pakan...................................................................... 18
Bobot Potong, Bobot Tubuh Kosong, Bobot Karkas, Persentase Karkas dan Bobot Non Karkas………........................ 21
Bobot Potong..................................................................... 22 Bobot Tubuh Kosong......................................................... 23 Bobot Karkas..................................................................... 24 Persentase Karkas.............................................................. 26
Bob Non Karkas................................................................ 27
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 30
UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 32
LAMPIRAN................................................................................................ 35
DAFTAR TABEL
Nomor
1. Kandungan Nutrisi Kulit Singkong Bagian Dalam........................
2. Rataan Suhu dan Kelembaban Lingkungan Penelitian…………..
3. Parameter Iklim Daerah Darmaga dan Sekitarnya Tahun 2009....
4. Kandungan Nutrien B. humidicola dan Kulit Singkong…………
5. Kandungan Zat Makanan dalam Ransum………………………..
6. Rataan Bobot Potong, Kosong, Karkas dan Persentase Karkas....
7. Rataan Bobot Non Karkas dan Komponen Non Karkas...............
Halaman
8
17
17
19
19
21
27
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1. Contoh Domba yang Digunakan…………………………………..
2. Bahan Pakan: (a) Rumput B. humidicola dan (b) Kulit Singkong...
3. Bentuk Kandang: (a) Tampak Luar dan (b) Tampak Dalam………
4. Grafik Rataan Bobot Bobot Potong.................................................
5. Grafik Rataan Bobot Tubuh Kosong................................................
6. Grafik Rataan Bobot Karkas............................................................
7. Grafik Rataan Persentase Karkas.....................................................
8. Grafik Rataan Bobot Total Non Karkas...........................................
Halaman
11
12
16
22
24
25
26
28
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1. Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Selama Penggemukan...
2. Perhitungan Total Digestible Nutrient (TDN) …………………….
3. Nilai Konversi Pakan Domba Selama Pemeliharaan........................
4. Data Income Over Feed Cost Selama Pemeliharaan……………….
5. Konsumsi Pakan Domba Selama Penggemukan...............................
6. Konsumsi Bahan Kering………………………………..………….
7. Konsumsi Protein Kasar………………………………...………….
8. Konsumsi Serat Kasar…………………………………...…………
9. Konsumsi Total Digestible Nutrient (TDN)…………………...…..
10. Analisis Ragam Bobot Karkas……………………………………..
11. Analisis Ragam Bobot Tubuh Kosong……………………………..
12. Analisis Ragam Bobot Potong……………………………………..
13. Analisis Ragam Persentase Karkas………………………………...
14. Analisis Ragam Bobot Non Karkas………………………………..
15. Analisis Ragam Hati dan Empdu…………………………………..
16. Analisis Ragam Jantung……………………………………………
17. Analisis Ragam Paru-paru dan Trakea……………………………..
18. Analisis Ragam Saluran Pencernaan……………………………….
19. Analisis Ragam Limpa……………………………………………..
20. Analisis Ragam Ginjal……………………………………………..
21. Analisis Ragam Lemak Saluran Pencernaan……………………….
22. Analisis Ragam Lemak Ginjal……………………………………..
23. Analisis Ragam Darah……………………………………………...
24. Analisis Ragam Alat Reproduksi…………………………………..
25. Analisis Ragam Testis……………………………………………...
26. Analisis Ragam Kepala…………………………………………….
27. Analisis Ragam Kulit………………………………………………
28. Analisis Ragam Kaki………………………………………………
Halaman
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
45
45
45
45
45
45
46
46
46
46
46
46
46
47
47
47
47
47
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan populasi penduduk, tingkat kesejahteraan dan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya protein hewani menyebabkan meningkatnya
permintaan sumber protein hewani. Berdasarkan data statistik, konsumsi daging total
perkapita pertahun adalah 4,13 kg pada tahun 2006 dan meningkat 24% pada tahun
2007 menjadi 5,13 kg perkapita. Konsumsi daging domba dan kambing sebanyak
6,5% dari konsumsi daging total, yaitu 0,26 kg perkapita pertahun pada tahun 2006
dan meningkat menjadi 0,27 kg perkapita pada tahun 2007 (Statistik Peternakan,
2008).
Domba merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut berperan dalam
pemenuhan kebutuhan daging yang dapat dikembangkan sebagai produk unggulan di
sektor peternakan. Terdapat beberapa aspek yang menjadi keunggulan ternak domba,
yaitu: ternak domba dapat berkembang biak dengan cepat, mudah menyesuaikan diri
terhadap lingkungan, dan daging domba relatif digemari oleh masyarakat luas.
Ternak domba harus ditingkatkan produktivitasnya agar dapat memenuhi permintaan
daging yang semakin meningkat. Penggemukan domba merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan produktivitas ternak domba, dan diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan daging yang terus meningkat.
Pengembangan usaha penggemukan domba harus didukung oleh ketersediaan
pakan ternak yang cukup. Pakan berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup akan
mempercepat laju pertumbuhan ternak domba dan meningkatkan pertambahan bobot
hidup sehingga mempengaruhi bobot potong dan produksi karkasnya. Pemberian
pakan hijauan sebagai pakan tunggal belum mencukupi kebutuhan nutrisi untuk
mencapai produksi yang optimal, sehingga perlu ditambahkan konsentrat. Pakan
yang selama ini umum digunakan untuk ternak ruminansia terdiri atas hijauan dan
konsentrat.
Adanya beberapa kendala dalam penyediaan hijauan dan semakin mahalnya
harga konsentrat menuntut adanya informasi mengenai bahan pakan alternatif yang
dapat digunakan sebagai pengganti hijauan dan konsentrat dengan harga murah,
mudah didapat, tidak tergantung pada musim, dan mempunyai kandungan nutrisi
yang cukup. Kulit singkong dapat menjadi bahan pakan alternatif karena mudah
2
didapat dan terjamin ketersediaannya, serta mempunyai kandungan gizi yang cukup
tinggi, yaitu protein kasar (PK) sebesar 10,05% dan TDN 82,42% (Hasil Analisis
Lab. Nutrisi Pakan Ternak, 2009). Kandungan nutrisi yang cukup baik diharapkan
dapat meningkatkan produksi ternak yang diberi bahan pakan kulit singkong.
Pemanfaatan limbah kulit singkong juga merupakan wujud pendayagunaan potensi
bahan pakan lokal.
Keberhasilan usaha penggemukan domba dapat dinilai terutama dari produksi
karkas, karena karkas merupakan bagian terbesar yang dapat dimakan (edible
portion). Selain karkas, masih ada bagian non karkas yang juga dapat dimakan.
Produksi edible portion, baik dari karkas maupun non karkas, dapat menggambarkan
keberhasilan penggemukan domba karena menunjukkan produktivitas seekor ternak
domba secara keseluruhan yang bernilai ekonomi tinggi (Lestari et al., 2005). Bobot
karkas dan persentase karkas merupakan indikator terbaik untuk mengukur tingkat
produktivitas ternak karena memiliki nilai jual paling tinggi. Produktivitas domba
juga dapat diukur melalui pertambahan bobot badan maupun bobot potong yang
dihasilkan.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah :
1. Terjadi peningkatan konsumsi daging nasional setiap tahunnya, tetapi tidak
diikuti dengan peningkatan produksi daging yang seimbang.
2. Variasi pakan ternak domba yang bersumber dari bahan pakan lokal belum
banyak dikembangkan sehingga perlu diketahui bahan pakan lokal yang baik
untuk dijadikan sumber pakan bagi ternak domba.
3. Kulit singkong merupakan bahan pakan alternatif yang murah dan mudah
didapatkan, serta selalu tersedia sepanjang musim, tetapi belum banyak data
ilmiah mengenai pengaruh pemberian kulit singkong sebagai pakan terhadap
bobot potong, bobot karkas, dan bobot non karkas ternak domba ekor tipis.
4. Bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas domba merupakan indikator
untuk mengetahui produktivitas ternak domba sehingga perlu diketahui pengaruh
penambahan kulit singkong dalam ransum terhadap bobot potong, bobot karkas
dan bobot non karkas ternak domba ekor tipis.
3
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bobot potong, bobot karkas dan
non karkas domba ekor tipis jantan pada penambahan level 0%, 20%, 40% dan 60%
kulit singkong dalam ransum selama dua bulan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Domba (Ovis aries)
Klasifikasi Domba
Domba diklasifikasikan menurut Blakely dan Bade (1992) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Family : Bovidae
Genus : Ovis
Spesies : Ovis aries
Domba yang ada di Indonesia untuk saat ini diperkirakan asal-usulnya berasal
dari pedagang-pedagang yang melakukan aktivitas membeli rempah-rempah di
Indonesia pada zaman dahulu. Pedagang tersebut pada umumnya berasal dari Asia
Barat Daya, dan domba yang ada tersebut umumnya bangsa ekor gemuk.
Domba Lokal Indonesia
Ternak domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang banyak
dipelihara oleh masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan dan umumnya
berupa domba-domba lokal. Domba lokal tersebut merupakan domba asli Indonesia
yang mempunyai tingkat daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak
sepanjang tahun. Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, warna bulu
yang seragam, ekor kecil dan tidak terlalu panjang. Menurut Sumoprastowo (1987),
domba lokal mempunyai perdagingan sedikit dan disebut juga domba kampung atau
domba negeri.
Jenis domba yang terdapat di Indonesia menurut Iniguez et al. (1991)
berjumlah tiga jenis yaitu Jawa ekor tipis, Jawa ekor gemuk, dan Sumatera ekor tipis.
Inounu dan Diwyanto (1996) mengemukakan bahwa terdapat dua tipe domba yang
paling menonjol di Indonesia yaitu domba ekor tipis (DET) dan domba ekor gemuk
(DEG) dengan perbedaan galur dari masing-masing tipe. Menurut Subandriyo dan
Djajanegara (1996) bahwa domba lokal terdiri atas dua bagian, yaitu: domba ekor
5
tipis dan domba ekor gemuk. Asal-usul domba ini tidak diketehui secara pasti,
namun diduga DET berasal dari India dan DEG berasal dari Asia Barat (Williamson
dan Payne, 1993).
Domba Ekor Tipis
Domba ekor tipis merupakan ternak domba yang paling banyak populasinya
dan paling luas penyebarannya. Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia
dan sering dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung (Sumoprastowo,
1987). Menurut Gatenby (1991) penyebaran domba ekor tipis jumlah tertinggi di
Asia Tenggara adalah terpusat di Jawa Barat. Domba ekor tipis menurut Subandriyo
dan Djajanegara (1996) mempunyai karakteristik reproduksi yang spesifik, yang
dipengaruhi oleh gen prolifikasi (FecJF) dan dapat beranak sepanjang tahun.
Penggemukan Domba
Penggemukan saat ini telah banyak dilakukan oleh peternak maupun
pedagang dengan prinsip memberikan perlakuan selama pertumbuhan untuk
memperoleh nilai tambah yang lebih besar, dalam bentuk pertambahan bobot badan
(Suharya dan Setiadi, 1992). Istilah penggemukkan berasal dari kata fattening yang
berarti pembentukan lemak, dan istilah tersebut dewasa ini tidak sesuai lagi karena
sistem produksi dan selera konsumen yang berubah. Hewan yang dipotong semakin
muda, maka dagingnya semakin empuk. Penggemukan yang dimaksud adalah
penggemukan yang tidak berlebih-lebihan tetapi penggemukan seperlunya saja
sesuai dengan tujuan penggemukan. Tujuan program penggemukan adalah untuk
memperbaiki kualitas karkas dengan cara mendefosit lemak seperlunya saja. Bila
ternak yang digunakan belum dewasa, maka program tersebut sifatnya adalah
bersifat membesarkan sambil menggemukan atau memperbaiki kualitas karkas
(Parakkasi, 1999).
Usaha penggemukan domba sangat digemari oleh petani sebagai usaha ternak
komersial karena dinilai lebih ekonomis, relatif cepat, rendah modal, serta lebih
praktis. Bakalan yang dipilih adalah domba bakalan yang kurus dan sehat serta
berkerangka besar. Penentuan kapan suatu program penggemukan akan diakhiri
karena sudah mencapai titik optimum merupakan sesuatu yang tidak mudah sehingga
perlu penelitian mendalam (Klosterman, 1972). Penggemukan dapat dilakukan
6
dengan berbagai macam pakan sesuai dengan keinginan peternaknya. Pakan yang
digunakan selama penggemukan akan sangat berpengaruh terhadap pertambahan
bobot badan harian yang dihasilkan. Selain faktor pakan, ada faktor lain yang juga
berpengaruh yaitu bangsa dan jenis kelamin domba serta manajemen pemeliharaan
dan kondisi lingkungan (Soeparno, 1994).
Hijauan Makanan Ternak
Hijauan merupakan sumber pakan yang sangat penting bagi ruminansia.
Hijauan mengandung hampir semua zat yang dibutuhkan oleh ternak selain sebagai
bulk (pengenyang) (Parakkasi, 1999). Menurut Mulyono (1999) pakan hijauan
mengandung zat gizi yang dapat menentukan pertumbuhan, reproduksi dan
kesehatan ternak. Pakan hijauan segar yang baik adalah bila komposisinya diatur
antara yang mengandung protein rendah dan protein tinggi. Hijauan merupakan
sumber serat kasar yang tinggi bagi ruminan. Hijauan yang dimaksud biasanya
berupa rumput-rumputan. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi kimia
rumput adalah jenis rumput, kesuburan tanah, tempat rumput ditanam, iklim yang
menentukan tinggi rendahnya intensitas hujan dan sinar matahari yang tinggi
pengaruhnya terhadap intensitas asimilasi CO2, ketinggian tempat, air dalam tanah
dan umur rumput. Apabila hijauan yang diberikan gizinya kurang baik akan
mempengaruhi pertumbuhan ternak (Rismunandar, 1986).
Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput asli Afrika Selatan,
kemudian menyebar ke daerah Fiji dan Papua New Guinea, terkenal dengan nama
Koronivia grass. Rumput ini merupakan rumput berumur panjang yang berkembang
secara vegetatif dengan stolon. Stolon tumbuh pada jarak 1-2 m dan cepat menyebar
sehingga bila ditanam di lapang segera membentuk hamparan. Rumput ini memiliki
tangkai daun lincolate, 3-4 raceme dengan panjang spikelet 3,5-4 mm (Skerman dan
Rivers, 1990). Menurut Jayadi (1991), rumput B. humidicola dapat ditanam secara
vegetatif dengan pols, stolon atau biji. Rumput ini mempunyai toleransi pada daerah
dengan drainase kurang baik dan lebih tahan terhadap tekanan pengembalaan berat.
Komposisi zat makanan rumput Brachiaria humidicola muda berdasarkan
persentase dari bahan kering mengandung protein kasar (PK) 5,1%; serat kasar (SK)
37,4%; abu 9,8% dan BETN sebesar 46,1%, sedangkan yang sudah berbunga atau
7
dewasa mengandung protein kasar 7,6%; serat kasar 35,5%; abu 14,7% dan BETN
sebesar 39,9% (Gohl, 1975).
Kulit Singkong
Tanaman singkong (Manihot esculenta Crantz) termasuk ke dalam kingdom
Plantae, divisi Spermathophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo
Euphorbialis, famili Euphorbiacea, genus Manihot dan spesies Manihot esculenta
Crantz. Umbi yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk fungsinya
sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan. Umbi ini biasanya memiliki bentuk
memanjang, daging umbi mengandung zat pati dan tiap tanaman dapat menghasilkan
5-10 umbi (Rukmana, 1997).
Menurut Grace (1977), singkong merupakan tanaman tipikal daerah tropis.
Tanaman ini memerlukan tanah yang gembur dengan pH kurang lebih lima. Suhu
optimum pertumbuhan sekitar 25-27oC, bila suhu turun menjadi 15oC pertumbuhan
akan terhenti dan pada suhu 8-10oC tanaman ini akan mati. Selanjutnya dikatakan
singkong tumbuh baik pada ketinggian kurang dari 150 meter di atas permukaan laut,
meskipun ada beberapa varietas yang dapat tumbuh pada ketinggian 1500 meter atau
lebih di atas permukaan laut. Curah hujan yang diperlukan rata-rata 500-5000 mm
per tahun.
Kelebihan tanaman singkong dibandingkan dengan tanaman sumber
karbohidrat lainnya, yaitu: (1) dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, (2)
daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, (3) masa panennya tidak diburu waktu
sehingga bisa dijadikan lumbung hidup, yakni dibiarkan di tempatnya untuk
beberapa minggu, dan (4) daun serta umbinya dapat diolah menjadi aneka makanan
baik sebagai makanan utama maupun selingan (Lingga, 1989).
Singkong terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan paling luar disebut lapisan
epidermis berwarna coklat dan tipis. Lapisan kedua disebut lapisan dermis yang agak
tebal (2-3 mm) tapi masih dapat dikupas secara keseluruhan dari daging umbi.
Lapisan ketiga adalah daging umbi (Djaeni, 1987). Produksi tanaman singkong di
Indonesia secara keseluruhan mencapai 16.723.257 ton dan Jawa Timur merupakan
daerah yang paling banyak memproduksi singkong yaitu sebesar 4.019.393 ton
(Badan Pusat Statistik, 2002). Persentase jumlah limbah kulit bagian luar sebesar
0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam 8-15% (Grace,
8
1977). Berdasarkan hal di atas bila dikonversi jumlah kulit bagian dalam yang dapat
dimanfaatkan sebesar 2.508.489 ton dari produksi singkong di Indonesia. Kandungan
nutrisi kulit singkong bagian dalam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Kulit Singkong Bagian Dalam
Bahan Bahan Kering (%) Bahan Kering 86,50 Protein Kasar 10,64 Serat Kasar 9,48 Lemak Kasar 5,24 Abu 3,21 BETN 71,43 TDN 79,87
Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB (2004) Berdasarkan perhitungan dari persamaan regresi berganda untuk menduga TDN dari
komposisi proksimat (Sutardi, 1980), yaitu sebagai berikut : % TDN = 22,822 – 1,440 SK – 2,875 L + 0,655 BETA–N + 0,863 P + 0,020 SK2 –
0,078 L2 + 0,018 (SK)(BETA-N) + 0,045 (L)(BETA-N) – 0,085 (L)(P) + 0,020 (L2)(P)
Singkong sebagai bahan makanan mempunyai beberapa kelemahan, antara
lain: palatabilitas rendah dan adanya kandungan asam prusik (HCN) sehingga
merupakan faktor pembatas dalam pemakaiannya baik untuk ternak maupun manusia
(Ciptadi, 1977). Kandungan HCN yang normal pada singkong sebesar 15-400 ppm
HCN per kg berat segar dan manusia tidak dapat mengkonsumsi lebih dari 1 mg
HCN per kg bobot badan per hari (Balagopalan et al., 1988). Berdasarkan kandungan
HCN, singkong digolongkan ke dalam empat jenis, yaitu: (1) jenis yang tidak
beracun, mengandung HCN lebih kecil dari 50 mg per kg umbi segar yang telah
diparut, (2) jenis yang sedikit beracun, mengandung HCN 50-80 mg per kg umbi
segar yang telah diparut, (3) jenis beracun, mengandung HCN 80-100 mg kg umbi
segar yang telah diparut, dan (4) jenis yang sangat beracun, mempunyai kandungan
HCN yang lebih besar dari 100 mg per kg umbi segar yang telah diparut (Muchtadi
dan Sugiyono, 1989).
Menurut Vough dan Cassel (1990), keracunan HCN berlangsung beberapa
saat setelah dibebaskan dari ikatan glikosida. HCN dalam tubuh ternak berikatan
dengan hemoglobin membentuk sianoglobin, yang mencegah oksigen diangkut,
menyebabkan jaringan tubuh ternak tidak mendapatkan oksigen. Ternak yang
keracunan sianida akan mengalami peningkatan laju respirasi dan denyut nadi,
9
terengah-engah, kejang otot, gelisah, menggigil, mengeluarkan busa dari mulut,
mulut berwarna biru, dan kejang-kejang. Kematian dapat terjadi akibat kelumpuhan
organ pernafasan.
Bobot Potong
Bobot potong adalah bobot tubuh ternak sebelum dipotong (Sugana dan
Duldjaman, 1983). Salah satu yang dapat mempengaruhi bobot potong adalah jenis
kelamin (Natasasmita et al., 1979). Menurut Sugana dan Duldjaman (1983), bobot
potong domba jantan lebih tinggi dibandingkan bobot potong domba betina, hal ini
disebabkan domba jantan lebih efisien dalam mengubah zat nutrisi pakan menjadi
bobot tubuh dibandingkan ternak domba betina. Lebih lanjut, Yurmiati (1991)
menjelaskan bahwa secara umum bobot potong dipengaruhi oleh umur, semakin
bertambahnya umur ternak, maka semakin besar bobot badannya.
Soeparno (1994) menyatakan bahwa bobot potong yang semakin meningkat
menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan
bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar. Lestari et al., (2005)
menyatakan, pemberian ransum berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup akan
meningkatkan pertambahan bobot tubuh sehingga menghasilkan bobot potong yang
tinggi sehingga bobot karkas yang dihasilkan juga tinggi.
Menurut Hasnudi (2004), dengan pakan konsentrat kualitas tinggi (pakan
komersial) pertambahan bobot hidup domba lokal adalah 100 g/ekor/hari dan
konversi pakan sebesar 9,4. Menurut Sunarlim dan Usmiati (2006), bobot potong
ternak domba lokal jantan pada umur dua tahun adalah 25,8 kg sedangkan bobot
potong betina adalah 25,13 kg. Menurut Purbowati et al. (2005), bobot potong
domba lokal jantan umur sembilan bulan adalah 25,2 kg.
Bobot Karkas
Bobot karkas adalah bobot bagian tubuh setelah dikurangi bobot darah,
kepala, kaki, kulit, saluran pencernaan, intestin, kantong urin, jantung, trakea, paru-
paru, ginjal, limpa, hati dan jaringan lemak yang melekat pada bagian tubuh tersebut
(Lawrie, 2003). Seoparno (1994) menjelaskan bahwa karkas adalah berat semua
bagian tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi dari carpus dan tarsus
sampai kebawah kulit. Karkas domba dapat dibedakan berdasarkan berat, umur
10
domba, jenis kelamin dan tingkat perlemakan (Gatenby, 1991). Dijelaskan lebih
lanjut oleh Devendra (1983) bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas,
bobot dan kondisi ternak, bangsa, proporsi bagian – bagian non karkas, ransum,
umur, jenis kelamin dan pengebirian.
Pemberian makanan dalam jumlah yang rendah tidak akan mampu
memberikan pertambahan bobot badan dan pertumbuhan karkas secara optimal
sesuai dengan potensi genetik yang ada pada masing-masing ternak seperti kecepatan
tumbuh, persentase karkas yang tinggi, hanya mungkin dapat terealisasi apabila
ternak tersebut dapat memperoleh makanan yang cukup (Padang dan Irmawaty,
2007). Soeparno (1994) menjelaskan bahwa bobot potong yang semakin meningkat
menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan
bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar.
Menurut Sunarlim dan Usmiati (2006), bobot karkas domba lokal jantan pada
umur dua tahun adalah 12,53 kg dan persentase karkasnya adalah 44,18%, sedangkan
ternak betina memiliki bobot karkas 11,7 kg dan persentase karkasnya 43,01%.
Menurut Purbowati et al. (2005), bobot karkas domba lokal jantan pada umur
sembilan bulan adalah 11,03 kg dan persentase karkasnya adalah 43,62%.
Bobot Non Karkas
Bobot non karkas dapat ditentukan dengan mengurangkan bobot hidup
dengan bobot karkas. Bobot non karkas terdiri dari bobot darah, kulit, kepala, empat
kaki bagian bawah mulai carpus dan tarsus, isi rongga dada dan isi rongga perut
(Lawrie, 2003). Menurut Devendra (1983) persentase bobot organ internal (perut,
usus, hati, paru-paru, jantung, pankreas, limpa, ginjal, oesophagus dan kantong
kemih) pada kambing kacang antara 32 – 33 % dari bobot potong. Persentase bobot
organ eksternal (kepala, empat kaki bagian bawah, ekor, kulit, kelenjar usus, penis
dan scrotum) adalah 20 – 24 %, sedangkan persentase bobot darah lebih kurang 4 %.
Menurut Soeparno (1994), konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen,
retikulum, omasum, usus besar, usus kecil, dan total alat pencernaan, tetapi
menurunkan berat kepala, kaki dan limpa. Perlakuan nutrisional termasuk spesies
pastura mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap berat nonkarkas internal seperti
hati, paru-paru, jantung dan ginjal, sedangkan berat komponen nonkarkas eksternal,
terutama kepala dan kaki, tidak terpengaruh.
11
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada tanggal 2 Mei
hingga 4 April 2009. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi
Ternak Ruminansia Kecil, kandang penggemukan Blok B, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Materi
Ternak
Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba jantan lokal yang berumur kurang
dari satu tahun dengan bobot badan awal rata-rata 19,06 ± 1,46 kg. Domba diperoleh
dari pasar hewan Pasir Hayam Cianjur. Domba-domba ini kemudian dipelihara
sesuai perlakuan yang diberikan selama dua bulan.
Gambar 1. Contoh Domba yang Digunakan
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kandang individu
dengan ukuran 120 x 80 x 120 cm. Kandang terbuat dari bahan besi dan bagian
alasnya terbuat dari kayu. Peralatan yang digunakan antara lain tempat pakan yang
terbuat dari kayu, tempat air minum dari ember plastik kapasitas tiga liter, timbangan
pegas untuk domba dengan merk “THREE GOATS” kapasitas 50 kg, gantungan ban
bekas untuk menimbang domba, timbangan duduk untuk pakan merk "FIVE
GOATS” kapasitas 5 kg, timbangan digital merk ”WATSON” kapasitas 5 kg untuk
menimbang bagian non karkas, keranjang rumput, label, tali, dan peralatan untuk
pemotongan dan penguraian komponen karkas serta non karkas.
Pakan dan Minum
Pakan yang digunakan adalah rumput
dari padang pastura kompleks kandang B
sedangkan kulit singkong
tangga keripik singkong
Ciampea, dari home industri
Kabupaten Bogor. Air minum diperoleh dari air PDAM.
(a).
Gambar 2. (a) Kulit Singkong dan (b) Rumput
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
perlakuan penambahan kulit singkong
dan 20% kulit singkong),
rumput dan 60% kulit singkong),
dilakukan selama dua bulan.
adalah sebagai berikut:
Yijk = Nilai Pengamatan dari Perlakuan ke
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh Presentase Ransum level ke
εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke
i = Perlakuan ke-i
j = Ulangan ke-j
Peubah
Peubah yang diamati adalah:
1. Bobot potong: yaitu bobot tubuh
Pakan yang digunakan adalah rumput Brachiaria humidicola
kompleks kandang B laboratorium lapang ruminansia kecil
kulit singkong yang digunakan diperoleh dari tiga lokasi industri rumah
keripik singkong, yaitu dari kompleks Pesantren Darul Fallah, Kecamatan
home industri Leuwilliang dan dari home industri Dramaga,
Air minum diperoleh dari air PDAM.
(b).
(a) Kulit Singkong dan (b) Rumput B. humidicola
Rancangan
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
penambahan kulit singkong, yaitu: P0 (100% rumput), P1 (80% rumput
dan 20% kulit singkong), P2 (60% rumput dan 40% kulit singkong) dan P3 (40%
% kulit singkong), tiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan
dilakukan selama dua bulan. Model rancangan menurut Steel dan Torrie (1995)
Y ijk = µ + αi + εij
= Nilai Pengamatan dari Perlakuan ke-i ulangan ke-j
Pengaruh Presentase Ransum level ke-i (P0, P1 , P2 , P3 )
= Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
g diamati adalah:
: yaitu bobot tubuh ditimbang sesaat sebelum pemotongan.
12
Brachiaria humidicola yang diperoleh
laboratorium lapang ruminansia kecil,
tiga lokasi industri rumah
dari kompleks Pesantren Darul Fallah, Kecamatan
dari home industri Dramaga,
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
P0 (100% rumput), P1 (80% rumput
P2 (60% rumput dan 40% kulit singkong) dan P3 (40%
tiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan
Steel dan Torrie (1995)
sebelum pemotongan.
13
2. Bobot tubuh kosong: yaitu bobot potong setelah dipisahkan dari bobot isi
saluran pencernaan dan empedu.
3. Bobot karkas: yaitu bagian dari tubuh ternak setelah dipisahkan dari darah,
kepala, keempat kaki bagian bawah, kulit, paru-paru, tenggorokan, saluran
pencernaan, saluran urine, jantung, limpa, hati dan jaringan-jaringan lemak
yang melekat pada bagian-bagian tersebut.
4. Bobot non karkas: yaitu bagian dari tubuh ternak setelah dikurangi bobot
karkas.
5. Persentase karkas: yaitu, potongBobot
karkasBobot x 100%
Data yang diperolah diuji dengan uji asumsi, yaitu uji kenormalan,
keaditifan, kehomogenan dan kebebasan galat, kemudian data dianalisis dengan
analisis ragam. Hasil yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.
Prosedur
Persiapan
Bahan, peralatan dan kandang dipersiapkan seminggu sebelum penelitian.
Domba jantan sebanyak 12 ekor dipilih berdasarkan keseragaman bobot badan dan
yang berumur kurang dari satu tahun. Domba tersebut dimasukkan ke dalam kandang
individu secara acak. Kulit singkong diperoleh dengan cara singkong dibersihkan
terlebih dahulu dari tanah kemudian kulit singkong dikupas. Setelah dikupas, kulit
singkong dicuci dan dibersihkan dari kulit paling luar sehingga diperoleh kulit
singkong bagian dalam yang berwarna putih. Kulit singkong kemudian dilayukan
selama sehari untuk mengurangi kadar HCN dan memperpanjang masa simpan.
Adaptasi pakan dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian selama tiga minggu dan
diberi perawatan intensif, yaitu dengan pembersihan bulu, pemberian obat cacing,
vitamin B kompleks dan antibiotik.
Pemeliharaan
Ternak domba diberi pakan tiga kali sehari, yaitu pada pagi hari (06.00-07.00
WIB), siang hari (12.00-13.00 WIB) dan sore hari (16.00-17.00 WIB). Pemberian
kulit singkong diberikan dalam wadah plastik berupa ember sedangkan rumput
diberikan dalam bentuk segar. Pemberian kulit singkong didahulukan daripada
14
rumput karena domba lebih menyukai rumput. Sisa pakan ditimbang keesokan
harinya pada pagi hari. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum. Pakan
diberikan berdasarkan kebutuhan total bahan kering, yaitu 4% dari bobot badan.
Penggemukan domba dalam penelitian ini dilakukan selama dua bulan. Penimbangan
ternak domba dilakukan dengan cara menggantung ternak dengan ban bekas yang
dimodifikasi untuk menahan ternak pada perutnya. Penimbangan domba dilakukan
setiap satu minggu sekali.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), sebagai
perlakuan adalah pemberian berbagai level hijauan dan kulit singkong dalam pakan.
Domba sebanyak 12 ekor dibagi secara acak ke dalam empat perlakuan pemberian
pakan P0 (100% rumput dan 0% kulit singkong selama dua bulan), P1 (80% rumput
dan 20% kulit singkong selama dua bulan), P2 (60% rumput dan 40% kulit singkong
selama dua bulan) dan P3 (40% rumput dan 60% kulit singkong selama dua bulan)
dan tiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Pemeliharaan dilakukan selama dua
bulan, mulai tanggal 2 Mei hingga 4 April 2009. Air minum diberikan secara ad
libitum menggunakan ember kapasitas tiga liter. Hijauan dan kulit singkong
diberikan dalam bentuk segar, sementara kulit singkong diberikan dalam bentuk
cacahan. Setiap hari dilakukan pemberian pakan, pembersihan kandang dan alat,
serta pemeriksaan kesehatan ternak.
Akhir Penelitian
Setelah dua bulan penggemukan, domba kemudian dipotong. Sebelum
dilakukan pemotongan, terlebih dahulu dilakukan pemuasaan selama 16 jam, setelah
pemuasaan, dilakukan penimbangan untuk memperoleh bobot potong ternak.
Pemotongan dilakukan dengan cara memotong pada bagian atas leher dekat rahang
bawah, sampai semua pembuluh darah, trachea, dan oesophagus terpotong. Darah
ditampung untuk ditimbang bobotnya. Ujung oesophagus diikat agar isi rumen tidak
menetes keluar. Sebelum dikuliti, kepala dan kaki bagian bawah dipisahkan dari
tubuh domba. Kepala dipotong pada sendi occipito atlantis. Kepala dan kaki masing-
masing ditimbang sebagai bobot kepala dan kaki.
15
Domba lalu digantung pada tendon achiles kaki bagian belakang, lalu diikat
dan dikuliti, kemudian kulit ditimbang sebagai bobot kulit. Selanjutnya isi rongga
perut dan rongga dada (saluran pencernaan, hati, jantung, limpa, ginjal dan paru-
paru) dikeluarkan, lalu ditimbang bobot setiap organ tersebut, kemudian karkas
ditimbang dan diperoleh bobot karkas panas.
Saluran percernaan sebelum ditimbang dipisahkan dari lemak yang melekat
pada bagian-bagian tersebut. Setelah saluran pencernaan dibersihkan, bobot semua
bagian isi rongga perut dan rongga dada (saluran pencernaan, hati, jantung, limpa,
ginjal dan paru-paru), darah tertampung, kaki, kepala dan kulit dijumlahkan sehingga
diperoleh bobot non karkas.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Kondisi Lingkungan
Tempat yang digunakan untuk penelitian berada di Laboratorium Lapang
bagian Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang
berlokasi di kecamatan Darmaga dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut dan
berada pada 06.33’12,9” LS dan 106.44’59,4” BT. Penelitian dilakukan di kandang
penggemukan. Kandang terdiri atas tiga blok dengan kapasitas tampung 15 ekor per
blok. Kandang individu yang digunakan untuk penelitian terletak di blok bagian
pinggir. Tipe kandang yang digunakan merupakan tipe dinding tertutup dan tipe atap
gravitasi (gable type).
(a). (b).
Gambar 3. Bentuk Kandang; (a) Tampak Luar dan (b) Tampak Dalam
Berdasarkan pengukuran suhu rata-rata kandang pada waktu pagi, siang dan
sore hari fluktuatif. Kelembaban di kandang pun menunjukkan nilai yang fluktuatif.
Suhu dan kelembaban yang fluktuatif selama penelitian berpengaruh terhadap
pertumbuhan domba. Suhu rata-rata dalam kandang adalah 29.330 C dan di luar
kandang 300 C. Kelembaban di dalam kandang lebih tinggi dibanding kelembaban di
luar kandang, baik untuk pagi, siang, maupun sore hari, yaitu rata-rata 76% di dalam
kandang, dan di luar kandang 69%. Hal ini disebabkan karena terjadi penguapan
amonia dan uap air dari kotoran yang tertimbun di bawah kandang dan kurangnya
sirkulasi udara, baik di dalam kandang maupun di bawah kandang sehingga terjadi
akumulasi uap air yang terjebak di dalam kandang akibat dari kontruksi kandang
yang kurang tepat. Akibat banyaknya uap air tersebut menyebabkan kelembaban
dalam kandang meningkat. Menurut Yousef (1985), suhu dan kelembaban udara
17
yang optimum bagi ternak untuk berproduksi di daerah tropis adalah 40C – 240C
dengan kelembaban udara dibawah 75%.
Tabel 2. Rataan Suhu dan Kelembaban Lingkungan Penelitian
Tempat Waktu Temperatur (°C) Kelembaban (%)
Dalam Kandang Pagi 26 ± 0.35 88 ± 2.61
Siang 33 ± 0.60 63 ± 2.68
Sore 29 ± 1.33 77 ± 5.21
Luar Kandang Pagi 28 ± 0.42 74 ± 5.40
Siang 33 ± 0.85 59 ± 2.25 Sore 29 ± 1.35 74 ± 6.30
Hujan masih sering terjadi selama penelitian berlangsung. Curah hujan sangat
fluktuatif setiap minggunya. Curah hujan mengalami penurunan pada bulan April
dan meningkat di bulan Mei 2009. Curah hujan rata-rata pada bulan Maret adalah
261,1 mm/m2 dan berkurang pada bulan April menjadi 259,9 mm/m2, tetapi
mengalami peningkatan pada bulan Mei menjadi 570,6 mm/m2. Kecepatan angin
pada bulan Maret rata-rata 2,02 km/jam, berkurang menjadi 1,7 km/jam pada bulan
April dan 1,5 km/jam pada bulan Mei.
Tabel 3. Parameter Iklim Daerah Darmaga dan Sekitarnya Tahun 2009
Parameter Bulan Maret April Mei CH Total/bulan (mm/m2) 261,10 259,90 570,60
CH Rataan/hari (mm/m2) 24 20 27
CH Min (mm/m2) 40,50 0,00 0,00
CH Max (mm/m2) 0,00 62,2 115,10
Kelembaban Lingkungan (%) 82 82 85
Kelembaban Kandang (%) 75,78 76,83 77,33
Suhu Lingkungan (0C) 25,00 26,20 26,10
Suhu Kandang (0C) 28,75 29,29 28,33
Kecepatan Angin Total (Km/jam) 62,50 50,10 47,60
Kecepatan Angin Rataan (Km/jam) 2,02 1,70 1,50
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Dramaga, 2009. Keterangan : CH : Curah Hujan
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga-Bogor, 2009 Waktu Pengukuran : setiap hari diukur pada pukul 07.00; 13.00 dan 18.00
Kondisi Ternak
Keadaan ternak pada awal penelitian dalam kondisi sehat. Rata-rata bobot
badan awal ternak adalah 19,06±1.46 kg, dan bobot badan akhir setelah
pemeliharaan dua bulan adalah 21,31±2,14 kg. Ternak mengalami peningkatan
18
bobot badan selama pemeliharaan, hal ini berkaitan dengan pertambahan bobot
badan harian dan konversi ransum ternak. Menurut Hermawan (2009), pertambahan
bobot badan harian domba pada masing-masing perlakuan adalah P0 21,51 g/ekor,
P1 15,32 g/ekor, P2 50,54 g/ekor dan P3 37,1 g/ekor, hasil analisis ragam
menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Konversi ransum yang diberikan pada
masing-masing perlakuan adalah P0 24,57, P1 37,43, P2 12,47, dan P3 16,06, dan
juga berbeda nyata. Menurut Hasnudi (2005), ternak domba lokal jantan yang
mengkonsumsi pakan komersial memiliki pertambahan bobot badan harian sebesar
100 gram/ekor/hari.
Gangguan kesehatan yang terjadi selama penelitian adalah penyakit radang
sekitar bibir (keropeng/orf) dan penyakit mata. Berdasarkan pengamatan selama
penelitian, penyakit orf pada ternak ditandai dengan bintik-bintik pada sekitar bibir
yang kemudian membesar dan menyebabkan ternak sukar makan dan kondisinya
menurun. Penyakit orf menimpa sebagian ternak pada minggu pertama dan kedua
penelitian yaitu satu ekor pada P0, dua ekor pada P1, dua ekor pada P2 dan satu ekor
pada P3. Hal ini dimungkinkan karena rumput B. humidicola yang agak tajam
sehingga dapat melukai bibir ternak. Penyembuhan dilakukan dengan membersihkan
bagian bibir yang terkena radang atau keropeng dengan cara dikompres
menggunakan air hangat kemudian diberikan antibiotik yang dioleskan pada mulut
yang terkena keropeng.
Penyakit mata ditandai dengan keluarnya cairan mata dan mata berwarna
merah. Cairan tersebut menjadi putih kotor dan menutupi bagian mata sehingga
ternak tidak dapat melihat sempurna. Pengobatan dilakukan dengan pemberian
Erlamycetin salep sampai penyakit yang diderita hilang. Gejala lain yang diderita
oleh ternak pada saat penelitian yaitu mencret yang dimungkinkan penyebabnya
adalah pemberian rumput yang masih basah dan diduga terdapat larva cacing pita
yang ikut masuk dalam saluran pencernaan.
Nutrisi Ransum
Berdasarkan hasil analisis sampel bahan pakan yang digunakan selama
penelitian, kandungan nutrisi yang terdapat pada kulit singkong secara umum lebih
tinggi dibandingkan dengan kandungan nutrisi rumput Brachiaria humidicola (BH).
Kandungan protein kulit singkong lebih tinggi 1,11% dibandingkan kandungan
19
protein rumput Brachiaria humidicola, yaitu sebesar 10,05 pada kulit singkong dan
8,94% pada rumput BH. Demikian juga kandungan BK, TDN dan BETN pada kulit
singkong lebih tinggi pada kulit singkong. Kandungan Nutrien Rumput Brachiaria
humidicola dan Kulit singkong (dalam bahan segar dan bahan kering) yang
digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Nutrien Rumput Brachiaria humidicola dan Kulit Singkong (dalam Bahan Segar dan Bahan Kering) yang digunakan Selama Penelitian
Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. 2009. Keterangan : BK : Bahan Kering BETN : Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen PK : Protein Kasar TDN : Total Digestible Nutrient SK : Serat Kasar Ge : Gross Energy LK : Lemak Kasar
Ransum yang digunakan pada penelitian ini merupakan campuran berbagai
level kulit singkong dan rumput B. humidicola. Perbedaan level bahan pakan yang
digunakan menyebabkan kandungan nutrisi yang terdapat dalam ransum juga
berbeda pada masing-masing perlakuan. Kandungan BK meningkat 1,56%, PK
0,22%, TDN 7,71% dan BETN pada semua taraf perlakuan. Kandungan abu
berkurang 0,92%, SK 3,84% dan LK 0,32% pada semua taraf perlakuan. Persentase
kandungan nutrisi pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Zat Makanan dalam Ransum
Komposisi Zat Makanan
Perlakuan P0 P1 P2 P3
----------------------% Bahan Segar---------------------- Bahan Kering (BK) 17,22 18,78 20,33 21,89 Abu 7,65 6,73 5,81 4,89 Protein Kasar (PK) 8,94 9,16 9,38 9,61 Serat Kasar (SK) 27,28 23,84 20,41 16,97 Lemak Kasar (LK) 2,34 2,02 1,70 1,37 BETN 53,79 58,25 62,71 67,16 TDN 43,88 51,59 59,10 67,00
Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong
P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong
Jenis sampel BK ABU PK SK LK BETN TDN GE -------------------------------------- % ----------------------------------------
Rumput 17,22 1,31 1,53 4,67 0,40 9,21 - 100 7,65 8,94 27,28 2,34 53,79 43,88 Klt. Singkong 25,00 0,74 2,51 2,52 0,19 19,04 - 3552
100 3,05 10,05 10,10 0,73 76,08 82,42 922
20
Sudaryanto (1989) mengatakan bahwa limbah ubi kayu termasuk salah satu
bahan pakan ternak yang mempunyai energi Total Digestible Nutrients (TDN) tinggi,
dan kandungan nutrisi tersedia dalam jumlah memadai. Singkong sebagai bahan
makanan mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: palatabilitas rendah dan
adanya kandungan asam prusik (HCN) sehingga merupakan faktor pembatas dalam
pemakainnya, baik untuk ternak maupun manusia (Ciptadi, 1977). Menurut Vough
dan Cassel (1990), tanaman ada yang memproduksi cyanogenic glicosida selama
tahap pertumbuhan. Senyawa-senyawa glycosida mengandung karbohidrat (gula)
dan residu non karbohidrat pada molekul yang sama. Senyawa ini lalu dipecah
menjadi gula glukosa dan residu non karbohidrat oleh proses hidrolisis (penambahan
air) sebagai hasil reaksi enzimatis. Dekomposisi cyanogenic pada tanaman
melepaskan cyanida dari ikatan kimia tersebut. Senyawa cyanida kemudian menjadi
toksik hydrocianic acid, biasa disebut prussik acid dan disingkat HCN.
Hasil analisa kandungan HCN kulit singkong menunjukkan nilai HCN dalam
kulit singkong yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 440 mg/kg bahan
segar. Kandungan HCN dalam kulit singkong yang cukup tinggi ini ternyata masih
dapat diterima oleh ternak domba. Hal ini dapat dilihat dari tingginya konsumsi
domba terhadap kulit singkong. Dosis letal HCN untuk domba menurut Sudaryanto
(1987) berkisar dari 2,5-4,5 mg/kg bobot badan, tetapi jika domba merumput dapat
tahan pada 15-20 mg/kg bobot badan/hari. Menurut Stanton dan Whittier (1992),
umumnya hijauan yang mengandung 200 ppm HCN berbahaya bagi ternak,
sedangkan menurut Vough dan Cassel (1990) kandungan 0-25 mg/100 gram bahan
kering merupakan level aman bagi ternak jika merumput, 50-75 mg/100 gram level
berbahaya, dan 100 mg/100 gram atau lebih sangat berbahaya. Data di atas
menunjukkan bahwa kulit singkong yang digunakan dalam penelitian memiliki
kandungan HCN yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan batas ambang
kemampuan domba menerima HCN tersebut, terutama pada P3 karena persentase
kulit singkong yang digunakan adalah yang paling tinggi.
Menurut Bahri (1987), biasanya senyawa sianida masuk melalui mulut
bersama makanan. Ion sianida dalam saluran pencernaan mudah diserap dan
didistribusikan ke dalam darah, hati, ginjal, otak dan organ lainnya. Kadar sianida
tertinggi dalam hati diperlihatkan pada pemberian sianida melalui mulut.
21
Bobot Potong, Bobot Tubuh Kosong, Bobot Karkas Persentase Karkas dan Bobot Non Karkas
Bobot potong adalah bobot tubuh ternak sesaat sebelum dipotong (Sugana
dan Duldjaman, 1983). Peningkatan bobot potong merupakan akibat dari
pertumbuhan ternak. Bobot tubuh kosong adalah bobot potong setelah dikurangi
dengan bobot isi saluran pencernaan dan empedu. Meiaro (2008) yang menyatakan
bahwa bobot potong pada domba lokal memiliki korelasi positif dengan bobot tubuh
kosong. Bobot karkas adalah bobot bagian tubuh yang tertinggal setelah darah,
kepala, kaki, kulit, saluran pencernaan, intestin, kantong urin, jantung, trakea, paru-
paru, ginjal, limpa, hati dan jaringan lemak (yang melekat pada bagian tubuh
tersebut) diambil (Lawrie, 2003).
Bobot non karkas diperoleh dari bobot komponen non karkas. Komponen non
karkas menurut Lawrie (2003) adalah darah, kepala, kaki, kulit, saluran pencernaan,
intestin, kantong urin, jantung, trakea, paru-paru, ginjal, limpa, hati dan jaringan
lemak (yang melekat pada bagian tubuh tersebut). Hasil analisis ragam peubah-
peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Bobot Potong, Bobot Tubuh Kosong, Bobot Karkas, Persentase Karkas dan Bobot Non Karkas
Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong selama 2 bulan P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong selama 2 bulan P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong selama 2 bulan P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong selama 2 bulan
Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan berbagai level kulit singkong
dalam ransum tidak berpengaruh terhadap peubah bobot potong, bobot tubuh kosong
dan bobot karkas, tetapi berpengaruh pada persentase karkas. Rataan bobot potong,
bobot tubuh kosong dan bobot karkas adalah 19,83, 15,71 dan 8,07 kg. Rataan bobot
potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas dan persentase karkas dapat dilihat pada
Tabel 6.
Parameter
Perlakuan Rata-rata P0 P1 P2 P3
Bobot Potong (kg) 19,57±2,87 19,70±2,17 20,20±2,67 19,83±1,11 19,83±2,21
Bobot Kosong (kg) 14,07±1,08 15,20±1,05 16,81±2,01 16,75±0,68 15,71±1,21
Bobot Karkas (kg) 7,13±0,83 7,57±0,67 8,73±0,61 8,83±0,78 8,07±0,72
Persentase Karkas (%) 36,57±1,19a 38,48±0,98ab 43,50±3,16bc 44,68±5,18c -
Bobot non karkas (kg) 6.93±0.28 7.63±0.39 8.07±1.55 7.92±0.21 7.64±0.61
22
Bobot Potong
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan kulit singkong
dalam ransum tidak berpengaruh terhadap bobot potong domba (P>0,05). Adapun
rataan bobot potong yaitu 19,83 kg, selisih antara bobot badan awal dengan bobot
potong adalah 0,77 kg. Rataan bobot akhir adalah 21,31 kg. Hal ini berarti
menunjukkan bahwa rata-rata terjadi penurunan bobot badan ternak sebesar 1,48 kg
setelah ternak dipuasakan selama 16 jam. Penurunan bobot badan ternak setelah
dipuasakan diakibatkan oleh berkurangnya isi saluran pencernaan selama proses
pemuasaan yang keluar dalam bentuk feses dan juga telah diserap oleh tubuh ternak,
tetapi tidak diimbangi dengan adanya konsumsi ransum, walaupun tetap
mengkonsumsi air minum.
Menurut Soeparno (2005), pertumbuhan dapat diukur dengan menghitung
selisih bobot badan awal dengan bobot badan akhir setelah proses pemeliharaan, lalu
dibagi dengan lama pemeliharaan. Hasnudi (2005) menyatakan bahwa pola
pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen (pengelolaan) yang dipakai,
tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim, dan potensi pertumbuhan
dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis (hybrid vigour), pakan dan jenis kelamin.
Soeparno (1994) menyatakan bahwa konsumsi protein dan energi yang tinggi
akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat. Lestari et al., (2005)
menyatakan, pemberian ransum berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup akan
meningkatkan pertambahan bobot hidup sehingga menghasilkan bobot potong yang
tinggi, sehingga bobot karkas yang dihasilkan juga tinggi. Kandungan nutrisi pakan
yang digunakan tidak jauh berbeda seperti yang terdapat pada Tabel 4., demikian
juga dengan kandungan protein dan energi pada masing-masing ransum yang
digunakan. Hal ini menyebabkan bobot potong yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Berikut adalah grafik rataan bobot potong.
Gambar 4. Rataan Bobot Potong pada Masing-masing Perlakuan
19.5719.7
20.2
19.83
19
19.5
20
20.5
P0 P1 P2 P3
Bobot Potong (kg)
23
Bobot potong juga dipengaruhi oleh tingkat konsumsi ransum. Parakkasi
(1999) menyatakan bahwa konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk
menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat
konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar zat makanan dalam pakan untuk
memenuhi hidup pokok dan produksi. Konsumsi bahan kering (BK) yang memenuhi
kebutuhan hidup dan kebutuhan untuk berproduksi bagi ternak akan meningkatkan
bobot potong ternak.
Penyusunan ransum yang diberikan pada penelitian ini berdasarkan acuan
NRC (1985), yaitu domba dengan bobot tubuh 10 hingga 20 kg membutuhkan bahan
kering sebesar 0,5-1 kg per hari atau 4-5% dari bobot badan. Konsumsi bahan kering
P0, P1, P2, dan P3 masing-masing sebesar 503,71; 527,11; 608,60 dan 577,08
g/ekor/hari (Hermawan, 2009). Konsumsi (BK) total P0, P1, P2, dan P3 belum
memenuhi kebutuhan domba berdasar NRC (1985). Konsumsi bahan kering pada
semua perlakuan yang rendah disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan kering
dari rumput (17,22%) maupun kulit singkong (25%).
Bobot Tubuh Kosong
Penambahan kulit singkong dalam ransum tidak berpengaruh terhadap bobot
tubuh kosong domba (P>0,05). Rataan bobot tubuh kosong adalah 15,71 kg, dapat
dilihat pada Tabel 5. Bobot tubuh kosong dipengaruhi oleh bobot isi saluran
pencernaan. Semakin tinggi bobot isi saluran pencernaan, maka bobot tubuh kosong
akan semakin rendah.
Persentase bobot isi saluran pencernaan berkurang dengan penambahan level
kulit singkong dalam ransum seperti tampak pada Grafik 2. Hal ini dapat diakibatkan
oleh kandungan TDN dalam ransum yang meningkat dengan peningkatan level
penambahan kulit singkong. TDN yang tinggi menyebabkan nilai nutrisi ransum
yang diserap oleh tubuh ternak juga tinggi, sehingga bagian ransum yang tersisa di
dalam saluran pencernaan menjadi rendah. Ada kecenderungan bobot tubuh kosong
meningkat dengan peningkatan bobot potong. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Meiaro (2008) yang menyatakan bahwa bobot potong pada domba lokal memiliki
korelasi positif dengan bobot tubuh kosong. Bobot potong yang semakin tinggi,
maka bobot tubuh kosong juga akan semakin tinggi. Berikut grafik rataan bobot
tubuh kosong.
24
Gambar 5. Rataan Bobot Tubuh Kosong pada Masing-masing Perlakuan
Bobot Karkas
Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan kulit singkong dalam ransum
tidak berpengaruh terhadap bobot karkas (P>0,05), rataan bobot karkas dapat dilihat
pada Tabel 5. Salah satu faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi produksi
ternak terutama kuantitas dan kualitas pakan yang dikonsumsi dan oleh produk akhir
dari proses fermentasi rumen dan mikroorganisme rumen itu sendiri. Jumlah
makanan dan mutu makanan yang baik tidak dapat merubah tubuh ternak yang
secara genetis bertubuh kecil, tetapi pemberian makanan dalam jumlah yang rendah
tidak akan mampu memberikan pertambahan bobot badan dan pertumbuhan karkas
secara optimal sesuai dengan potensi genetik yang ada pada masing-masing ternak,
seperti kecepatan tumbuh, persentase karkas yang tinggi, hanya mungkin dapat
terealisasi apabila ternak tersebut dapat memperoleh makanan yang cukup (Padang
dan Irmawaty, 2007).
Karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam bobot dan persentase
karkas. Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot
potong dikalikan 100%. Menurut Soeparno (2005), faktor genetik dan lingkungan
mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat,
dan komposisi kimia karkas. Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori,
yaitu faktor fisiologis dan nutrisi. Umur, berat hidup dan kadar laju pertumbuhan
juga dapat mempengaruhi komposisi karkas.
Menurut Lestari (2005), bobot daging karkas yang semakin meningkat
disebabkan oleh konsumsi protein pakan yang juga semakin meningkat. Konsumsi
protein yang tinggi mengakibatkan deposisi protein juga semakin tinggi. Deposisi
14.07
15.2
16.81 16.75
12
13
14
15
16
17
18
P0 P1 P2 P3
Bobot Tubuh Kosong (kg)
25
protein dalam tubuh menentukan produksi dan pertumbuhan ternak, yaitu semakin
tinggi deposisi protein maka produksi dan pertumbuhan ternak juga semakin baik.
Protein sebagai nutrisi utama pembentuk jaringan otot, relatif sama kandungannya
dalam ransum yang digunakan pada masing-masing level penambahan kulit
singkong. Berikut grafik rataan bobot karkas.
Gambar 6. Rataan Bobot Karkas pada Masing-masing Perlakuan
Tampak pada Gambar 3., bobot karkas cenderung meningkat dengan
peningkatan bobot potong dan peningkatan level penambahan kulit singkong dalam
ransum, walaupun hasil analisis sidik ragam tidak nyata. Hal ini mengindikasikan
bahwa bobot karkas berkorelasi positif dengan bobot potong, sesuai dengan
pernyataan Soeparno (1994) bahwa bobot potong yang semakin meningkat
menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan
bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar. Menurut Speedy (1980),
bertambahnya umur ternak sejalan dengan pertambahan bobot hidupnya, maka bobot
karkas akan bertambah.
Karkas merupakan bagian terpenting dari ternak potong dan mendapat
perhatian khusus karena produksi daging dan nilai ekonomis ternak ditentukan oleh
komposisi dan produksi karkasnya (Purbowati et al., 2005). Penggunaan pakan yang
dapat menghasilkan bobot karkas yang tinggi diharapkan dapat diaplikasikan pada
proses penggemukan ternak domba, agar dapat memproduksi daging secara optimal.
Terdapat kecenderungan bahwa karkas yang memiliki kandungan lemak yang terlalu
tinggi kurang disukai oleh konsumen sehingga perlu penggunaan pakan yang dapat
meningkatkan bobot karkas dengan kandungan lemak yang tidak berlebih, dan
memiliki kualitas organoleptik daging yang baik.
7.137.57
8.73 8.83
0
2
4
6
8
10
P0 P1 P2 P3
Bobot Karkas (kg)
26
Persentase Karkas
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan kulit singkong
dalam ransum berpengaruh nyata terhadap persentase karkas domba (P<0,05).
Rataan persentase karkas tertinggi pada P3, yaitu 44,68% dapat dilihat pada Tabel 5.
Berikut grafik rataan persentase karkas.
Gambar 7. Rataan Persentase Karkas pada Masing-masing Perlakuan
Persentase karkas pada penelitian ini meningkat dengan peningkatan level
penambahan kulit singkong dalam ransum hingga level 60%. Persentase karkas pada
P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 36,57; 38,48; 43,5 dan 44,68%. Hal ini dapat
diakibatkan oleh bobot karkas yang cenderung meningkat sedangkan bobot potong
cenderung konstan sehingga hasil pembagian antara bobot karkas dengan bobot
potong menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi. Devendra (1983)
menyatakan bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot dan
kondisi ternak, bangsa, proporsi bagian–bagian non karkas, ransum, umur, jenis
kelamin dan pengebirian. Perubahan bobot karkas disebabkan oleh perubahan
komposisi karkas yang terdiri dari otot, lemak, dan tulang. Karkas daging ternak
berubah komposisinya sesuai dengan genetik, kandungan nutrisi pakan, dan
pengaruh lingkungan (Aberle et al., 2001). Perubahan komposisi kimia karkas akan
berpengaruh pada bobot karkas, dan bobot karkas berakibat pada persentase karkas.
Kaitan antara kandungan nutrisi ransum dan jumlah ransum yang dikonsumsi
adalah bahwa ransum yang mengandung energi tinggi cenderung meningkatkan
komposisi lemak pada karkas dibandingkan dengan ransum yang berenergi rendah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1999) bahwa pembatasan konsumsi
energi akan menurunkan perlemakan, walau pertumbuhan tulang dan jaringan urat
daging mungkin masih dapat berlangsung. Hal ini juga diungkapkan oleh Soeparno
36.57 38.4843.5 44.68
0
10
20
30
40
50
P0 P1 P2 P3
Persentase Karkas (kg)
27
(1994) bahwa karkas yang berasal dari ternak-ternak domba atau sapi, babi dan ayam
yang diberi pakan berenergi tinggi mengandung lemak lebih banyak daripada yang
diberi pakan berenergi rendah. Ransum yang digunakan pada penelitian ini
kandungan energinya (dinyatakan dalam TDN) belum mencukupi kebutuhan
minimal seekor ternak domba menurut NRC, namun berbeda nyata jumlahnya pada
tiap perlakuan, sehingga hal ini dapat menjadi salah satu faktor penyebab perbedaan
persentase karkas. Rataan konsumsi TDN untuk masing-masing P0, P1, P2 dan P3
sebesar 221,03; 294,88; 381,86 dan 400,81 g/ekor/hari (Hermawan, 2009).
Bobot Non Karkas
Komponen non karkas menurut Lawrie (2003) adalah darah, kepala, kaki,
kulit, saluran pencernaan, intestin, kantong urin, jantung, trakea, paru-paru, ginjal,
limpa, hati dan jaringan lemak (yang melekat pada bagian tubuh tersebut). Rataan
bobot komponen non karkas dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 7. Rataan Bobot Komponen Non Karkas
Uraian Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Rata-rata Organ Internal (gram)
Hati+empedu 261±27a 270±10a 329±23b 288±19a -
Limpa 36±4 30±7 37±11 38±7 35±7
Paru-paru+trachea 239±39 233±24 268±42 236±20 244±32 Jantung 88±29 95±17 101±29 98±24 96±22
Saluran Pencernaan 1.320±226 1.337±25 1.781±405 1.329±184 1.442±295 Lemak Abdomen 543±86 587±218 777±468 617±64 631±243 Ginjal 48±11 53±9 52±11 51±5 51±8 Lemak Ginjal 95±14 99±37 161±94 146±54 125±58
Organ Ekternal (gram)
Darah tertampung 669±59 723±28 740±87 660±53 698±63 Alat Kelamin 29±2 39±2 38±10 37±6 36±7
Testis 222±49 233±31 256±42 253±84 241±50 Kepala 1.430±178 1.419±46 1607±67 1624±223 1.520±161
Kulit 1.880±103 1.507±139 1.606±232 1.581±175 1.469±229
Kaki 513±71 504±39 498±65 559±14 519±51
Total Non Karkas (kg) 6.93±0.28 7.63±0.39 8.07±1.55 7.92±0.21 7.64±0.61
Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong selama 2 bulan P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong selama 2 bulan P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong selama 2 bulan P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong selama 2 bulan
28
Hasil analisis sidik ragam bobot non karkas menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh penambahan kulit singkong dalam ransum terhadap total bobot non karkas
(P>0,05). Hal ini dapat diakibatkan karena bobot komponen-komponen non karkas
juga tidak berbeda nyata, kecuali pada bobot hati dan empedu (P<0,05). Bobot non
karkas pada penelitian ini cenderung konstan. Tidak adanya perbedaan yang nyata
pada bobot non karkas dipengaruhi oleh kandungan nutrisi pakan yang diberikan.
Menurut Soeparno (1994), pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat komponen
non karkas. Domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi tinggi
mempunyai jantung, paru-paru dan ginjal yang lebih berat daripada domba yang
mengkonsumsi pakan berenergi rendah. Bobot non karkas yang konstan pada saat
persentase karkas meningkat merupakan sumber keuntungan pada penggemukan
domba, hal ini karena dengan bobot non karkas kurang bernilai tambah dibandingkan
dengan bobot karkas. Berikut grafik rataan bobot non karkas pada masing-masing
perlakuan:
Grafik 8. Rataan Bobot Non Karkas Total pada Masing-masing Perlakuan
Komponen non karkas hati dan empedu berbeda nyata (P<0,05) pada
penelitian ini. Rataan bobot hati dan empedu dapat dilihat pada Tabel 7. dengan
rataan tertinggi pada P2 (329 gram). Terdapat kecenderungan bobot hati dan empedu
meningkat dengan peningkatan level penambahan kulit singkong dalam ransum yang
digunakan, kecuali pada P3 bobot hati dan empedu berkurang namun tetap lebih
tinggi dibandingkan dengan P0 dan P1. Kenaikan bobot hati dan empedu diduga
sebagai efek dari adanya HCN dalam ransum yang berasal dari kulit singkong.
Menurut Bahri (1987), senyawa sianida masuk melalui mulut bersama makanan. Ion
sianida dalam saluran pencernaan mudah diserap dan didistribusikan ke dalam darah,
6.93
7.63
8.077.92
6
6.5
7
7.5
8
8.5
P0 P1 P2 P3
Bobot Non Karkas Total (kg)
29
hati, ginjal, otak dan organ lainnya. Kadar sianida tertinggi dalam hati diperlihatkan
pada pemberian sianida melalui mulut. Terdapat akumulasi sianida (HCN) pada
organ hati yang diduga menyebabkan terjadi peningkatan bobot hati dan empedu.
Menurut Soeparno (1994), konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati,
rumen, retikulum, omasum, usus besar, usus kecil, dan total alat pencernaan, tetapi
menurunkan berat kepala, kaki dan limpa. Seoparno (1994) menjelaskan lebih lanjut
bahwa perlakuan nutrisional termasuk spesies pastura mempunyai pengaruh yang
berbeda terhadap berat nonkarkas internal seperti hati, paru-paru, jantung dan ginjal,
sedangkan berat komponen nonkarkas eksternal, terutama kepala dan kaki, tidak
terpengaruh.
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kulit
singkong dalam ransum ternak domba ekor tipis selama dua bulan pemeliharaan
meningkatkan persentase karkas dan komponen non karkas hati dan empedu, tetapi
tidak berpengaruh terhadap bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas dan
bobot non karkas. Penambahan kulit singkong dalam ransum meningkatkan
persentase karkas hingga 8,11%, yaitu pada penambahan 60% kulit singkong dalam
ransum dibandingkan dengan tanpa penamban kulit singkong. Komponen non karkas
hati dan empedu meningkat hingga 26% pada penambahan 40% kulit singkong
dalam ransum dibandingkan dengan tanpa panambahan kulit singkong.
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penambahan kulit singkong
pada ransum dalam bentuk pelet, agar persentase bahan pakan yang dikonsumsi tetap
sesuai dengan perlakuan. Perlu juga diteliti pengaruh kulit singkong yang telah diberi
perlakuan untuk pengurangan kadar HCN yang terkandung di dalamnya terhadap
bobot potong, bobot karkas dan non karkas domba ekor tipis. Selanjutnya disarankan
menggunakan materi ternak yang memiliki recording, genetik dan latar belakang
yang seragam. Hal ini akan meningkatkan keakuratan hasil penelitian. Penelitian
lebih lanjut terhadap kadar HCN pada hati dan empedu ternak dan serta dampaknya
terhadap performa ternak domba juga penting untuk dilakukan.
31
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Robbul’izzati Allah SWT, atas limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis juga
ingin mengucapkan terima kasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada:
1. My mother dan father (Ibu Hafsa dan Bpk. Rustam) yang selalu memberi
dukungan berupa kasih sayang, doa, motivasi, dan materi. Semoga Allah SWT
selalu merahmati dan memberi hidayah-Nya kepada Mama dan Bapak.
2. Ibu Ir. Sri Rahayu, MSi. dan Bapak Ir. Maman Duldjaman, MS., selaku dosen
pembimbing skripsi. Ibu Dr. Ir. Rarah RA. Maheswari, DEA. selaku dosen
pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingannya selama ini, semoga
Allah SWT mencatatnya sebagai amal sholeh.
3. Bapak Dr. Ir. M. Yamin, MAgr.Sc. dan Bapak Ir. Abdul Djamil H., MS. selaku
dosen penguji sidang. Terima kasih masukan dan sarannya untuk perbaikan
penulisan skripsi ini.
4. Kakak (Fajrin dan Fadli) dan adik-adikku tercinta (Almi, Aqsha, Afni, Adlia,
Abdin, Afdal, Abror, dan Dina), semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.
5. Teman-teman satu penelitian. M.U., Ewa, Aish, Panji, Mulya, Rudy dan Aidil.
Semoga perjuangan dan kebersamaan kita mendapat ridho Allah SWT.
6. Teman-teman IPTP ‘42 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Pahit manis
perjuangan, telah kita lalui bersama, semoga Allah SWT meridhoi pertemuan
dan perpisahan kita. Teruskan perjuangan!
7. Teman-teman penghuni dan mantan penghuni Pondok Assalam yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini.
8. Saudari Awlia Rahman yang telah membantu penulis dalam proses pengeditan
skripsi ini. Semoga Allah SWT membalasnya dengan yang lebih baik.
9. Semua pihak telah memberikan bantuan dalam proses penulisan skripsi ini.
Semoga dicatat sebagai amal baik di sisi Allah SWT, amin.
Bogor, September 2009
Penulis
32
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, E. D., J. C. Forrest, D. E. Gerrard dan E. W. Mills. 2001. Principles of Meat Science. Fourth Edition. Kendall/Hunt publishing Company.United States.
Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Pertanian. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.
Bahri, S. 1987. Peningkatan daya tahan kambing terhadap racun sianida. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Balagopalan C., G. Padmaja, S. K. Nanda dan S. N. Moorthy. 1988. Cassava in Food, Feed and Industry. CRC Press, Florida.
Blakely, J. dan D. H. Bade. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ciptadi, W. 1977. Umbi Ketela Pohon Sebagai Bahan Industri. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Devendra, C. 1983. Goats; Husbandry dan Potential in Malaysia. Manistery of Agriculture Malaysia, Kuala Lumpur.
Djaeni, A. 1987. Imu Gizi. Jilid 2. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
Gatenby, R. M. 1991. The Tropical Agriculturalist Sheep. 1st Edition. Mc Millan Education Ltd. London and Basingtone.
Gohl, B. O. 1975. Tropical Feeds, Feeds Information, Summaries, and Nutritive Value. Dalam: Skerman, P. J. and F. Rivers (Eds). Tropical Grasses. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Grace, M. R. 1977. Cassava Processing. Food and Agriculture Organization of the United Nation, Rome.
Hasnudi. 2004. Kajian tumbuh kembang karkas dan komponennya serta penampilan domba sungei putih dan lokal sumatera yang menggunakan pakan limbah kelapa sawit. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hermawan, M.U., 2009. Performa produksi domba ekor tipis jantan pada berbagai level substitusi kulit singkong terhadap rumput dalam ransum. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Iniguez, L., M. Sanhez dan S. P. Ginting. 1991. Productivity of Sumatran sheep in a system integrated with rubber plantation. Small Ruminant Research. (5) : 303-307.
Inounu, I. dan K. Diwyanto. 1996. Pengembangan ternak domba di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. XV (3) : 61-68.
Jayadi, S. 1991. Pengenalan jenis tanaman pakan. Makalah Pelatihan Hijauan Makanan Ternak (Kalimantan II). Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Terjemahan: Parakkasi, A. Universitas Indonesia, Jakarta.
33
Lestari, C.M., S. Dartosukarno dan I. Puspita. 2005. Edible portion domba lokal jantan yang diberi pakan dedak padi dan rumput gajah. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang
Lingga, P. 1989. Bertanam Ubi-ubian. Penerbit Swadaya, Jakarta
Meiaro, A. 2008. Bobot potong, bobot karkas dan non karkas domba lokal yang digemukkan dengan pemberian ransum komplit dan hijauan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muchtadi, R. T. dan Sugiono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mulyono. 1999. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Cetakan 2. Penebar Swadaya, Jakarta.
Natasasmita, A., N. Sugana, dan M. Duldjaman. 1979. Pengaruh penggunaan pejantan Suffolk terhadap prestasi produksi domba priangan betina dan prospeknya bagi pengembangan peternakan rakyat. Prosiding LPP. Bogor. 246-252.
National Research Council. 1985. Nutrient Requirement of Sheep. 6th Revised Edition. National Academy Press, Washington.
Padang dan Irmawaty. 2007. Pengaruh jenis kelamin dan lama makan terhadap bobot dan persentase karkas kambing Kacang. http://stppgowa.ac.id/download/ Vol_3_No_1_2007/PadangIrmawaty.pdf [17 Mei 2009].
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Purbowati, E., C.I. Sutrisno, E. Baliarti, S.P.S. Budhi dan W. Lestariana. 2005. Tumbuh kembang karkas dan komponen karkas domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/ semnas/pro05-70.pdf. [17 Mei 2009].
Rismunandar. 1986. Mendayagunakan Tanaman Rumput. Sinar Baru, Bandung.
Rukmana, R. H. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit Kanisius, Jakarta.
Skerman, P. J. and F. Rivers. 1990. Tropical Grasses. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Stanton, T.L. dan J. Whittier . 1992. Prussic Acid Poisoning no.1.612. Colorado State University. Colorado. http://www.ext.colostate.edu/pubs/livestk/01612 .pdf [14 Juni 2009].
Statistik Peternakan, 2008. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta..
34
Subandriyo dan A. Djajanegara. 1996. Potensi produktivitas ternak domba di Indonesia. Prosiding. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Departemen Pertanian, Bogor.
Sudaryanto, B. 1989. Biomas Ubi Kayu sebagai Pakan Ternak. Pengkajian Pengembangan Teknologi Pra dan Pasca Panen Ubi Kayu. Prosiding Seminar Nasional UPT-EPG, Lampung.
Sugana, N. dan M. Duldjaman. 1983. Konformasi dan komposisi tubuh ternak domba yang digemukan dengan bahan sisa hasil ikutan. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suharya, E. dan R. Setiadi. 1992. Pembinaan produksi ternak domba dan kambing di Jawa Barat. Prosiding Sarasehan Usaha Ternak Domba dan Kambing Menyongsong Era PJPT II. Ikatan Sarjana Ilmu-Ilmu Peternakan Indonesia (ISPI) Cabang Bogor dan Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) Cabang Bogor, Bogor.
Sumoprastowo, R. M. 1987. Beternak Domba Pedaging dan Wool. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Sunarlim, R. dan S. Usmiati. 2006. Profil karkas ternak domba dan kambing. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
Vough, L.R. dan E. K. Cassel .1990. Prussic Acid Poisoning of Livestock: Causes and Prevention. South Dakota State University. South Dakota. http://extension.umd.edu/publications/PDFs/FS427.pdf. [14 Juni 2009].
Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Yousef, M. K. 1985. Stress Physiology in Livestock. Volume I. CRC Press. Inc.. Boca Raton . Florida
Yurmiati, H. 1991. Pengaruh pakan, umur potong dan jenis kelamin terhadap bobot hidup, karkas dan sifat dasar kulit kelinci “Rex”. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
35
LAMPIRAN
36
Lampiran 1. Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Selama Penggemukan
Ulangan P0 P1 P2 P3 ----------------------------- g/ekor/hari --------------------------------
1 20.97 -9.68 48.39 46.77 2 16.13 11.29 66.13 37.10
3 27.42 19.35 37.10 27.42
Total 64.52 30.65 151.61 111.29
Rataan/ekor 21.51 ± 5.66 15.32 ±5.70 50.54 ± 14.64 37.10 ± 9.68
Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong selama 2 bulan P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong selama 2 bulan P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong selama 2 bulan P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong selama 2 bulan
37
Lampiran 2. Perhitungan Total Digestible Nutrient (TDN) Pakan Rumput Brachiaria humidicola dan Kulit Singkong
Pakan Persamaan dan Hasil Rumput Brachiaria humidicola
% TDN = -26,685 + 1,334 (SK) + 6,598 (LK) + 1,423 (BetN) + 0,967 (PK) – 0,002 (SK)2 – 0,670 (LK)2 – 0,024 (SK)(BetN) – 0,055 (LK)(BetN) – 0,146 (LK)(PK) + 0,039 (LK)2 (PK)
% TDN = -26,685 + 1,334 (27,28) + 6,598 (2,34) + 1,423 (53,79) + 0,967 (8,94) – 0,002 (27,28)2 – 0,670 (2,34)2 – 0,024 (27,28)(53,79) – 0,055 (2,34)(53,79) – 0,146 (2,34)(8,94) + 0,039 (2,34)2 (8,94)
= 43,88% Kulit Singkong % TDN = 22,822 – 1,440 SK – 2,875 L + 0,655 BETA–N +
0,863 P + 0,020 SK2 – 0,078 L2 + 0,018 (SK)(BETA-N) + 0,045 (L)(BETA-N) – 0,085 (L)(P) + 0,020 (L2)(P)
% TDN = 22,822 – 1,440(10.10) – 2,875 (0,73) + 0,655 (76,08) + 0,863 (10,05) + 0,020 (10,10)2 – 0,078 (0,73)2 + 0,018 (10,10)(76,08) + 0,045 (0,73)(76,08) – 0,085 (0,73)(10,05) + 0,020 (0,73)2 (10,05)
= 82,42% Sumber : Hartadi et al., (1990) Keterangan : SK = Serat Kasar LK = Lemak Kasar PK = Protein Kasar BetN = Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen TDN = Total Digestible Nutrient
38
Lampiran 3. Nilai Konversi Pakan Domba Selama Pemeliharaan
Ulangan P0 P1 P2 P3 1 22.71 -51.32 12.95 14.06 2 32.17 45.14 10.05 14.27 3 18.82 29.71 14.41 19.84
Total 73.70 74.85 37.41 48.18 Rataan/ekor 24.57±6.86 37.43±10.91 12.47±2.21 16.06±3.28
Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong selama 2 bulan P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong selama 2 bulan P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong selama 2 bulan P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong selama 2 bulan
39
Lampiran 4. Data Income Over Feed Cost Selama Pemeliharaan
Ulangan P0 P1 P2 P3 --------------------------------- Rupiah/ekor ------------------------------------ 1 39,052.56 -11,324.80 97,847.20 99,130.48 2 33,119.12 29,314.56 130,143.20 80,613.52 3 52,021.04 41,695.20 75,547.68 61,486.16
Total 124,192.72 71,009.76 303,538.08 241,230.16
Rataan 41,397.57± 9,666.69
35,504.88± 8,754.43
101,179.36± 27,449.87
80,410.05± 18,822.98
Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong selama 2 bulan P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong selama 2 bulan P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong selama 2 bulan P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong selama 2 bulan
40
Lampiran 5. Konsumsi Pakan Domba Selama Penggemukan
P0 P1 P2 P3 Ulangan Rumput Rumput Kulit Rumput Kulit Rumput Kulit Singkong Singkong Singkong ------------------------------------------------------------------ gram/ekor/hari --------------------------------------------------------------------
1 2765.72 1955.61 639.41 1637.55 1378.08 1269.28 1756.65 2 3013.05 2013.78 651.61 1944.65 1320.08 981.69 1441.36 3 2996.61 2339.48 688.71 1831.02 876.41 1131.26 1397.29
Total 8775.37 6308.88 1979.73 5413.21 3574.57 3382.23 4595.30 Rataan 2925.12±138.29 2102.96±206.89 659.91±25.68 1804.40±155.27 1191.52±274.44 1127.41±143.83 1531.77±196.00
Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong selama 2 bulan P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong selama 2 bulan P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong selama 2 bulan P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong selama 2 bulan
41
Lampiran 6. Konsumsi Bahan Kering
P0 P1 P2 P3
Ulangan Rumput Total Rumput Kulit Total Rumput Kulit Total Rumput Kulit Total
Singkong Singkong Singkong
----------------------------------------------------------------- gram/ekor/hari -------------------------------------------------------------------
1 476.26 476.26 336.76 159.85 496.61 281.99 344.52 626.51 218.57 439.16 657.73
2 518.85 518.85 346.77 162.90 509.67 334.87 330.02 664.89 169.05 360.34 529.39
3 516.02 516.02 402.86 172.18 575.04 315.30 219.10 534.40 194.80 349.32 544.13
Total 1511.12 1511.12 1086.39 494.93 1581.32 932.16 893.64 1825.80 582.42 1148.83 1731.25
Rataan 503.71± 23.81
503.71± 23.81
362.13± 35.63
164.98± 6.42
527.11± 42.02
310.72± 26.74
297.88± 68.61
608.60± 67.06
194.14± 24.77
382.94± 49.00
577.08± 70.23
Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong selama 2 bulan P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong selama 2 bulan P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong selama 2 bulan P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong selama 2 bulan
42
Lampiran 7. Konsumsi Protein Kasar
P0 P1 P2 P3
Ulangan Rumput Kulit Total Rumput Kulit Total Rumput Kulit Total Rumput Kulit Total
Singkong Singkong Singkong Singkong
-------------------------------------------------------------------- gram/ekor/hari --------------------------------------------------------------------
1 42.58 0.00 42.58 30.11 16.07 46.17 25.21 34.62 59.83 19.54 44.14 63.68
2 46.38 0.00 46.38 31.00 16.37 47.37 29.94 33.17 63.10 15.11 36.21 51.33
3 46.13 0.00 46.13 36.02 17.30 53.32 28.19 22.02 50.21 17.42 35.11 52.52
Total 135.09 0.00 135.09 97.12 49.74 146.86 83.33 89.81 173.15 52.07 115.46 167.53
Rataan/ekor 45.03±
2.13 0.00 45.03±
2.13 32.37±
3.19 16.58±
0.65 48.95±
3.83 27.78±
2.39 29.94±
6.90 57.72±
6.70 17.36±
2.21 38.49±
4.92 55.84±
6.81 Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong selama 2 bulan P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong selama 2 bulan P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong selama 2 bulan P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong selama 2 bulan
43
Lampiran 8. Konsumsi Serat Kasar
P0 P1 P2 P3
Ulangan Rumput Kulit Total Rumput Kulit Total Rumput Kulit Total Rumput Kulit Total
Singkong Singkong Singkong Singkong
------------------------------------------------------------------ gram/ekor/hari ---------------------------------------------------------------
1 129.92 0.00 129.92 91.87 16.15 108.01 76.93 34.80 111.72 59.63 44.36 103.98
2 141.54 0.00 141.54 94.60 16.45 111.05 91.35 33.33 124.68 46.12 36.39 82.51
3 140.77 0.00 140.77 109.90 17.39 127.29 86.01 22.13 108.14 53.14 35.28 88.42
Total 412.23 0.00 412.23 296.37 49.99 346.35 254.29 90.26 344.55 158.88 116.03 274.92 Rataan/ekor 137.41±
6.50 0.00 137.41±
6.50
98.79± 9.72
16.66± 0.65
115.45± 10.36
84.76± 7.29
30.09± 6.93
114.85± 8.70
52.96± 6.76
38.68± 4.95
91.64± 11.09
Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong selama 2 bulan P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong selama 2 bulan P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong selama 2 bulan P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong selama 2 bulan
44
Lampiran 9. Konsumsi Total Digestible Nutrient (TDN)
P0 P1 P2 P3
Ulangan Rumput Kulit Total Rumput Kulit Total Rumput Kulit Total Rumput Kulit Total
Singkong Singkong Singkong Singkong
---------------------------------------------------------------------- gram/ekor/hari -----------------------------------------------------------------
1 208.98 0.00 208.98 147.77 131.75 279.52 123.74 283.95 407.69 95.91 361.96 457.87
2 227.67 0.00 227.67 152.16 134.26 286.43 146.94 272.00 418.94 74.18 296.99 371.17
3 226.43 0.00 226.43 176.77 141.91 318.68 138.35 180.58 318.94 85.48 287.91 373.39
Total 663.08 0.00 663.08 476.71 407.92 884.63 409.03 736.54 1145.57 255.57 946.86 1202.43
Rataan 221.03± 10.45 0.00
221.03± 10.45
158.90± 15.63
135.97± 5.29
294.88± 20.90
136.34± 11.73
245.51± 56.55
381.86± 54.78
85.19± 10.87
315.62± 40.39
400.81 ±49.43
Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong selama 2 bulan P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong selama 2 bulan P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong selama 2 bulan P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong selama 2 bulan
45
Lampiran 10. Analisis Ragam Bobot Karkas
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 6460000 2153333 4,08 0,050 Galat 8 4226667 528333 Total 11 10686667
Lampiran 11. Analisis Ragam Bobot Tubuh Kosong
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 15759230 5253077 3,06 0,091 Galat 8 13729795 1716224 Total 11 29489025
Lampiran 12. Analisis Ragam Bobot Potong
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 669167 223056 0,04 0,988 Galat 8 42493333 5311667 Total 11 43162500
Lampiran 13. Analisis Ragam Persentase Karkas
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 136,812 45,604 4,66 0,036*
Galat 8 78,283 9,785 Total 11 215,095
Lampiran 14. Analisis Ragam Bobot Non Karkas
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 2294230 764743 1,14 0,389 Galat 8 5361328 670166 Total 11 7655558
Lampiran 15. Analisis Ragam Hati dan Empdu
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 8208.7 2736.2 6.47 0.016*
Galat 8 3383.3 422.9 Total 11 11592.0
Lampiran 16. Analisis Ragam Jantung
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 267,7 89,2 0,14 0,931 Galat 8 4981,3 622,7 Total 11 5249,0
46
Lampiran 17. Analisis Ragam Paru-paru dan Trakea
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 2348 783 0,73 0,565 Galat 8 8632 1079 Total 11 10980
Lampiran 18. Analisis Ragam Saluran Pencernaan
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 460781 153594 2,46 0,137 Galat 8 498755 62344 Total 11 959536
Lampiran 19. Analisis Ragam Limpa
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 129,67 43,22 0,75 0,551 Galat 8 460,00 57,50 Total 11 589,67
Lampiran 20. Analisis Ragam Ginjal
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 42,25 14,08 0,16 0,919 Galat 8 692,67 86,58 Total 11 734,92
Lampiran 21. Analisis Ragam Lemak Saluran Pencernaan
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 42,25 31075 0,45 0,726 Galat 8 555267 69408 Total 11 648492
Lampiran 22. Analisis Ragam Lemak Ginjal
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 9867 3289 0,99 0,443 Galat 8 26473 3309 Total 11 36340
Lampiran 23. Analisis Ragam Darah
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 14030 4677 1,29 0,344 Galat 8 29099 3637 Total 11 43130
47
Lampiran 24. Analisis Ragam Alat Reproduksi
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 200,67 66,89 1,81 0,224 Galat 8 296,00 37,00 Total 11 496,67
Lampiran 25. Analisis Ragam Testis
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 2459 820 0,27 0,847 Galat 8 24555 3069 Total 11 27014
Lampiran 26. Analisis Ragam Kepala
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 110260 36753 1,67 0,249 Galat 8 175926 21991 Total 11 286186
Lampiran 27. Analisis Ragam Kulit
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 348882 116294 4,07 0,050 Galat 8 228517 28565 Total 11 577399
Lampiran 28. Analisis Ragam Kaki
SK db JK KT F-hitung P Perlakuan 3 6794 2265 0,82 0,518 Galat 8 22097 276 Total 11 28891
Keterangan: - *) berbeda nyata (p<0,05)
- SK = Sumber Keragaman - db = Derajat Bebas - JK = Jumlah Kuadrat - KT = Kuadrat Tengah
top related