tb kutis
Post on 05-Dec-2015
49 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
REFERAT DERMATO-VENEREOLOGI
Tuberkulosis Kutis: At a Glance?
PEMBIMBING :
dr. Dedianto Hidajat, Sp.KK
OLEH :
Ryan Prasdinar Pratama Putra (H1A 010 027)
Luh Ratna Oka Rastini (H1A 010 059)
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.
Referat Dermato-Venereologi yang berjudul “Tuberkulosis Kutis: At a Glance?” ini
disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin- Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis.
1. dr. Yunita Hapsari, M.Sc, Sp.KK, selaku koordinator pendidikan
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP NTB/Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram.
2. dr. Dedianto Hidajat, Sp.KK, selaku pembimbing penulisan referat ini.
3. dr. I Wayan Hendrawan, M.Biomed, Sp.KK, selaku supervisor
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan referat ini.
2
Semoga referat ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
mengenai salah satu kelainan kulit yaitu tuberkulosis kutis, khususnya bagi penulis
dan pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter.
Mataram, 22 November 2014
Penulis
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................. 4
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... 5
DAFTAR TABEL.......................................................................................... 6
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................. 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 10
2.1 Definisi.............................................................................................. 10
2.2 Epidemiologi..................................................................................... 10
2.3 Etiologi.............................................................................................. 11
2.4 Patogenesis........................................................................................ 14
2.5 Klasifikasi......................................................................................... 15
2.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Banding....................................... 16
2.7 Diagnosis........................................................................................... 24
2.8 Penatalaksanaan................................................................................ 28
2.9 Prognosis........................................................................................... 30
BAB III. KESIMPULAN............................................................................... 32
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 33
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Basil tahan asam pada pengecatan ZN......................................... 12
Gambar 2. Manifestasi klinis tuberkulosis kutis............................................ 17
5
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Interpretasi pengecatan ZN menurut IUATLD................................ 12
Tabel 2. Golongan mikobakterium atipikal................................................... 14
Tabel 3. Klasifikasi tuberkulosis kutis........................................................... 16
Tabel 4. Manifestasi klinis dan diagnosis banding tuberkulosis kutis........... 16
Tabel 5. Terapi kombinasi tuberkulosis kutis................................................ 26
Tabel 6. Dosis dan efek samping obat antituberkulosis anak........................ 29
Tabel 7. Panduan OAT anak.......................................................................... 29
6
Tuberkulosis Kutis: At a Glance?
Referat Dermato-Venereologi
Ryan Prasdinar Pratama Putra / Luh Ratna Oka Rastini
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram – Rumah Sakit Umum Provinsi NTB
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi
permasalahan di dunia hingga saat ini. Menurut laporan World Health Organization
(WHO) pada tahun 2011 diperkirakan insidens kasus TB mencapai 8,7 juta jiwa dan
990 ribu orang meninggal akibat TB.1 Pada tahun 2011, Indonesia menempati urutan
keempat setelah India, Cina, dan Afrika Selatan dengan 0,38-0,54 juta kasus TB.
WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat
TB dan terdapat 550.000 kasus TB, dengan tuberkulosis kutis yang terjadi berkisar
1% dari keseluruhan kasus TB. Skrofuloderma (84%) dan tuberkulosis verukosa kutis
(13%) merupakan bentuk paling sering ditemukan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo
(RSCM) dengan diikuti peningkatan insidensi penemuan kasus lupus vulgaris yang
dahulu tidak ditemukan.2
7
Tuberkulosis didefinisikan sebagai penyakit infeksi granulamatosa kronis
yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Umumnya jalan masuk basil
mikobakteria melalui inhalasi droplet infeksius kemudian berkembang menjadi salah
satunya tuberkulosis paru. Selain itu dikenal juga tuberkulosis ekstraparu yang
meliputi organ seperti pleura, kelenjar getah bening (KGB), abdomen, traktus
genitourinarius, tulang dan sendi, selaput otak, dan kulit.1,2
Tuberkulosis kutis terutama terdapat pada negara berkembang. Di negara
Amerika dan Eropa Utara, insidensi penyakit ini menurun dalam dekade terakhir,
sejalan dengan penurunan angka tuberkulosis paru. Invasi kulit terjadi akibat inhalasi
droplet dan jarang disebabkan oleh inokulasi langsung di kulit.3 Presentasi klinis TB
kulit berupa lesi kronis, tidak nyeri, non-patognomonik, dapat berupa papula kecil
dan eritema hingga tuberkuloma besar.4 Gambaran TB kulit bevariasi tergantung dari
rute infeksi, status imun pasien, dan ada tidaknya infeksi atau sensitisasi kuman TB
sebelumnya. Meskipun morfologi lesi sangat bervariasi, terdapat beberapa temuan
khas yaitu gambaran scrofuloform, plak anular dengan batas verukosa pada lupus
vulgaris.5 Diagnosis definitif ditegakkan berdasarkan biakan sediaan biopsi, tetapi
memiliki yield rate yang rendah dan memerlukan beberapa minggu. Terapi standar
tuberkulosis kutis ialah kombinasi beberapa obat yaitu isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, etambutol atau streptomisin (2RHZE/4RH) selama 6 bulan.3,4
Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang diterbitkan oleh
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2012, tercantum bahwa tuberkulosis
8
kutis merupakan daftar masalah dermatologi yang perlu ditangani oleh dokter.
Kompetensi tuberkulosis kutis bagi dokter umum adalah 3A (kecuali skrofuloderma),
yang berarti dokter dapat mengenali tanda klinis, mendiagnosis, menatalaksana awal
dan melakukan perujukan sampai menangai rujukan balik.6 Berkaca dari hal tersebut,
tinjauan pustaka ini dimaksudkan untuk menambah pemahaman klinis mahasiswa
tentang penyakit tuberkulosis kutis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
diagnosis, hingga penatalaksanaan awal. Setelah pemaparan tinjauan pustaka ini
diharapkan mahasiswa dapat memiliki informasi yang semakin kaya tentang
tuberkulosis kutih sehingga dalam pelayanan primer di masa yang akan datang
kompetensi yang disyaratkan dalam SKDI dapat sepenuhnya tercapai.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis kutis adalah penyakit tuberkulosis pada kulit yang disebabkan
oleh M. tuberculosis, M. bovis, dan pada keadaan tertentu oleh basil Calmette-Guerin
(BCG). 7
2.2 Epidemiologi 1,2,8
Pada tahun 1999, WHO memperkirakan adanya 8.417.000 kasus baru TB
secara global, dan menunjukkan penurunan insidensi selama hampir pertengahan
abad ke-20. Tuberkulosis kutis merupakan sebagian kecil dari keseluruhan kasus TB
(<1%-2%), namun pada negara berkembang angka tersebut menjadi signifikan. Jika
diasumsikan1% dari keseluruhan kasus TB merupakan TB kutis, maka di India dapat
dijumpai 1.847.000 kasus baru selama tahun 1999, dan dapat diperkirakan insidensi
tahunan kasus TB kutis ialah 18.000.
Hal ini berbanding terbalik dengan serial kasus yang dilaporkan dari berbagai
negara di dunia seperti : Farina (Spanyol) sekitar 11 kasus selama 14 tahun, Visser
(Afrika Selatan) sekitar 92 kasus dalam 12 tahun, Chong (Hongkong) sekitar 176
kasus dalam 10 tahun, dan Tincopa (peru) 32 kasus selama 2 tahun.
WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian
akibat TB dan terdapat 550.000 kasus TB, dengan tuberkulosis kutis yang terjadi
10
berkisar 1% dari keseluruhan kasus TB. Skrofuloderma (84%) dan tuberkulosis
verukosa kutis (13%) merupakan bentuk paling sering ditemukan di RS Dr. Cipto
Mangunkusumo (RSCM) dengan diikuti peningkatan insidensi penemuan kasus lupus
vulgaris yang dahulu tidak ditemukan.
2.3 Etiologi 9,10
a. M. tuberculosis
Kuman ini disebut juga basil dari Koch. Pada jaringan tubuh kuman berbentuk
batang halus berukuran 3 x 0,5 µm, tidak berspora dan tidak bersimpai, immotil.
Pertumbuhan secara aerob obligat, pertumbuhan lambat, suhu uptimum 37°C.
Sebagian besar antigen kuman terdapat pada dinding sel (komponen lemak) yang
dapat menimbulkan hipersensitivitas tipe lambat. Fraksi fosfatida pada kuman
menyebabkan reaksi tuberkel dengan nekrosis kaseosa pada jaringan. Pemeriksaan
bakteriologik terdiri atas :
a. Mikroskopik
Merupakan pemeriksaan yang termudah, tercepat, dan termurah. Bahan
berupa pus, jaringan kulit dan jaringan KGB. Sediaan diwarnai dengan
pengecatan salah satunya Ziehl-Neelsen. Bakteri tahan asam (BTA) positif
bila tampak gambaran batang basil tahan asam berwarna merah, bentu solid,
fragmented, atau granuler dengan susunan terpisah, seperti sapu lidi, atau
bergerombol.
11
Gambar 1. Basil tahan asam pada pengecatan Ziehl-Neelsen (ZN)10
Interpretasi hasil menurut standar International Union Against Tuberculosis
and Lung Disease (IUATLD) :
Tabel 1. Interpretasi pengecatan ZN menurut IUALTD10
Hasil : Interpretasi :
Tidak ditemukan BTA pada 100 lapang pandang negatif
1-9 BTA/100 lapang pandang hitung BTA
10-99/100 lapang pandang +
1-10/50 lapang pandang ++
>10/20 lapang pandang +++
b. Kultur
Kultur dilakukan pada media Lowenstein Jensen, pengeraman pada suhu 35-
37°C, jika positif koloni tumbuh dalam 4-6 minggu. Pada hasil kultur positif,
langsung dapat diperkirakan jenis BTA. Kuman Mycobacterium tuberculosis
tumbuh setelah 2-3 minggu dengan koloni yang timbul dari permukaan
berwarna kuning susu atau cream. Tidak semua kuman BTA yang
12
ditumbuhkan pada media tersebut adalah M. tuberculosis. Harus dapat
dilakukan identifikasi untuk membedakan spesies. Dasar dari pemeriksaan
identifikasi adalah waktu pertumbuhan, pembentukan pigmen, tes biokimia
dan suhu pertumbuhan.
c. Percobaan hewan
Hewan coba ialah marmot dengan menyuntikkan hasil homogenisasi pada
subkutis lipat paha dan diperiksa pembesaran KGB organ limfa, hai, paru-
paru dan lainnya selama 2-3 bulan setiap minggunya. Hasil negatif bila pada
pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis tidak ditemukan kuman
tuberkulosis.
d. Tes biokimiawi
Adapun macam-macam tes biokimia untuk membedakan spesies kuman
tuberkulosis yaitu tes merah netral, tes niasin, nikotinamida, arysulfatasa dan
lain-lain.
b. Mikobakterium atipikal
Mikobakteria atipikal merupakan bakteri tahan asam yang memiliki sifat
sedikit berbeda dengan M. tuberculosis yakni patogenisitasnya rendah, pada
pembiakan membentuk pigmen dan dapat tumbuh pada suhu kamar.
Golongan mikobakteria atipik menurut Runyon (1959) sebagai berikut :
13
Tabel 2. Golongan mikobakterium atipikal7
A. Tumbuh Lambat Contoh
i. Fotokromogen (warna koloni
menjadi lebih tua bila terkena
cahaya)
M. marinum, M. kansasii
ii. Skotokromogen (warna koloni
tidak dipengaruhi cahaya)
M. scrofulaceum
M. szulgai
iii. Non-kromogen (koloni kuman
tidak berwarna)
M. tuberculosis
M. avium
M. ulcerans
B. Tumbuh Cepat (iv)
(tumbuh cepat, 3-7 hari)
M. smegmatis
M. fortuitum
M. chelonaelabscessus
C. Tidak Tumbuh M. leprae
2.4 Patogenesis4,10
Tuberkulosis kutis sebagian besar disebabkan oleh M. tuberculosis dan
kadang-kadang oleh M. bovis. Infeksi kuman biasanya melalui inhalasi droplet
infeksius, meskipun dapat pula melalui ingesti atau kontak langsung. Adanya
kerusakan pada integritas kulit atau membran mukosa menyebabkan jalan yang
memudahkan masuknya kuman sehingga dapat memicu terjadinya infeksi. Sekali
bakteri tuberkulosis yang berukuran 1-5 µm dapat mencapai alveoli dan
menyebabkan infeksi primer, sebelum menyebar secara ekstrapulmoner, termasuk
kulit. TB kutis dapat terjadi melalui kontak langsung atau perkontinuitatum dari lesi
jaringan kulit di bawahnya seperti limfonodi, tulang, traktus digestivus dan paru.
14
Infeksi tersebut mencetuskan respon imun seluler melalui hipereaktivitas tipe-
lambat yang memerlukan waktu antara 2-10 minggu untuk terbentuknya imunitas
seluler spesifik dan menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan tuberkulin. Hanya
5% individu yang terinfeksi menjadi sakit TB. Sedangkan, pada 10% kasus akan
menjadi laten (TB post-primer). Pasien yang berpotensial menyebarkan kuman
tergantung dari jumlah kuman dan frekuensi batuk atau bersin. Kemungkinan untuk
terinfeksi dipengaruhi oleh status imun pejamu dan frekuensi dan durasi paparan.
Seseorang yang terinfeksi TB paru akan menyebarkan kuman ke lingkungan melalui
droplet infeksius, kondisi dengan ventilasi buruk dan lembab menyebabkan bakteri
tersuspensi di udara selama 3-5 hari sehingga menyebabkan kemungkinan dihirup
oleh orang lain besar. Transmisi TB paru penting untuk diketahui mengingat
beberapa kasus TB kutis terjadi bersamaan atau adanya riwayat TB paru, karena
jarang TB kutis terjadi secara primer. Bentuk penyebaran TB kutis dapat melalui 1)
penjalaran langsung dari organ di bawah kulit yang terinfeksi tuberkulosis
(skrofuloderma) 2) inokulasi pada kulit sekitar orifisium organ interna yang terkena
tuberkulosis (tuberkulosis kutis orifisialis) 3) secara hematogen (tuberkulosis kutis
miliaris) 4) limfogen (lupus vulgaris) 5) langsung masuk ke kulit jika terjadi
kerusakan barier (tuberkulosis verukosa kutis).
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi tuberkulosis kutis sebagai berikut : 7
15
Tabel 3. Klasifikasi tuberkulosis kutis7
Status Imunitas
Pejamu
Penyakit
Eksogen Naïve Inokulasi tuberkulosis primer
Immune Tuberkulosis verukosa kutis
Endogen Tinggi Lupus vulgaris, skrofuloderma
Rendah Tuberkulosis milier akut,
tuberkulosis orifisial,
tuberkulosis gumma
Tuberkulosis -BCG Naïve Menyerupai kompleks primer
normal, adenitis regional
perforata, lupus vulgaris pasca
vaksinasi
Tuberkulid Tidak jelas Tuberkulid :
liken skrofulosorum, tuberkulid
papulnekrotik
Tuberkulid fakultatif :
Vaskulitis nodular, eritema
nodosum
2.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Banding7,11
Tabel 4. Manifestasi klinis dan diagnosis banding tuberkulosis kutis
NO. BENTUK DESKRIPSI GAMBARAN KLINIS DD
Tuberkulosis Kutis Sejati (akibat infeksi M.tuberkulosis)
16
1. Primary
Inoculation
Tuberculous
(PIT)
Tuberculous
chancre,
Tuberculous
primary
complex
Merupakan
hasil dari
inokulasi M.
tuberculosis
ke kulit pada
individu tanpa
imunitas
alamiah/didap
at. Lesi dini
mengandung
banyak
organisme
(
multibacillary
) namun dapat
berkembang
menjadi
paucibacillary
jika imunitas
terbentuk.
Anak-anak >>
Lesi awal terjadi dalam 2-4
minggu dapat berupa papul
kecoklatan, nodul atau ulkus
indolen (chancre), dinding
bergaung, dasar granula
hemoragik sampai
pembentukan krusta.
Predileksi di wajah, tangan,
tungkai bawah (lokasi
traumatik). Penyembuhan
luka dapat menutupi lesi
aktif dibawahnya sehingga
dapat menyebabkan
pembentukan cold abscess
terbentuk sinus.
Limfadenopati regional
terjadi setelah 4-8 minggu
(tuberkulin seropositif).
Demam (+/-), paronikia yang
tidak nyeri (+/-)
Sifilis,
tularemia,
bartonellosis,
sporotrichosi
s,
Mycobacteri
oses lain
17
2. Tuberculosis
Veruccosa
Cutis (TVC)
Warty
tuberculosis
Bentuk
paucibacillary
yang
disebabkan
reinfeksi
(inokulasi)
eksogen pada
individu
dengan
imunitas
tinggi yang
pernah
tersensitisasi
sebelumnya.
terutama
terjadi pada
dewasa, anak-
anak.
Inokulasi : luka minor,
predileksi tempat trauma
seperti tungkai bawah dan
kaki, tangan.
Lesi kulit dapat berupa papul
atau pustul dengan halo
inflamasi keunguan yang
menjadi hiperkeratotik
(sering disalahartikan dengan
kutil) kemudian berkembang
menjadi plak verukosa
dengan tepi ireguler. Dapat
berbentuk bulan sabit akibat
penjalaran serpiginosa.
Limfadenopati jarang terjadi.
Kutil atau
keratosis,
lupus
vulgaris
hiperkeratoti
k,
blastomikosis
,
chromomyco
sis, sifilis
tersier
18
3. Lupus
Vulgaris
(LV)
Bentuk TB
kutis kronis,
progresif,
post-primer,
paucibacillar
y, pada
individu
dengan
imunitas
sedang dan
sensitivitas
tuberkulin
tinggi. Wanita
>>. Cara
infeksi bisa
eksogen dan
endogen
melalui
hematogen,
limfatik, atau
penularan dari
bagian tubuh
lain
Lesi awal berupa
makula/papula menjadi plak
anular, gelatinosa, kecil,
merah- kecoklatan, pada
diaskopi apple-jelly
nodule. Lesi mengalami
peninggian bentuk diskoid
dengan area atrofi. Adapun 5
bentuk LV yaitu : Plaque
form, ulcerative and
mutilating form, vegetating
form, tumor-like form,
papular and nodular form.
Predileksi pada wajah dan
ekstremitas
Sarkoidosis,
limphocytom
a, LE
diskoid,
sifilis tersier,
lepra
19
4. Scrofuloderm
a
Tuberculosis
colliquativa
cutis
Merupakan
tuberkulosis
subkutan,
sekunder
terjadi secara
perkontinuitat
um dari
jaringan
dibawahnya
yang
terinfeksi TB
(KGB, sendi,
tulang. Anak-
anak &
dewasa >>
Awalnya terbentuk
limfadenitis tuberkulosis atau
bentukan nodul biru-
kemerahan (non-inflamatori)
pada kelenjar/sendi yang
terinfeksi periadenitis
perlekatan KGB ke jaringan
sekitar pembentukan
abses dingin (perlunakan
tidak serentak, konsistensi
kenyal dan lunak) fistel
ulkus (memanjang, tidak
teratur, livid, dinding
bergaung, jaringan granulasi
tertutup pus seropurulen
krusta kekuningan atau
sikatriks bahkan skin bridge.
Predileksi : parotis,
submandibular,
supraklavikula
Limfadenitis
bakterial
non-
tuberkulosis,
infeksi M.
scrofulaceu
m,
hidradenitis
supurativa
20
5. Metastatic
Tuberculous
Abcscess
Tuberculous
gumma
Bentuk
penjalaran
hematogen
dari fokus
primer
(biasanya
paru) lesi
tunggal/multi
ple.
Umumnya
pada anak
kurang gizi,
kondisi
imunosupresi,
atau penyakit
dasar limfoma
Kelainan kulit berupa nodul
subkutan, batas tegas atau
abses. Kadang dapat
dijumpai adanya ulser
Predileksi :
ekstremitas>>badan
Gumma
sifilis,
leishmaniasis
,dermatofitos
is profunda
6. Orificial
Tuberculosis
Tuberculosis
ulcerosa cutis
et mucosae
Infeksi
tuberkulosis
pada mukosa
atau sekitar
orifisium
akibat
autoinokulasi
mikobakteria
dari
progresivitas
tuberkulosis
organ internal
Nodul kekuningan atau
kemerahan, dapat menjadi
ulkus dengan tampakan
punched-out tipikal, sirkuler,
tepi tidak rata, mukosa
Lesi sifilis
(tidak nyeri),
ulkus
aphthous,
karsinoma
sel skuamosa
21
seperti paru,
intestinal,
kadang
genitourinari.
Bentuk
multibacillar
y. Laki-laki
>>
disekitar edema. Dasar ulkus
tampak sebagai tuberkel
kekuningan multiple dan
mudah berdarah. Nyeri (+),
disfagia (+)
7. Acute Millary
Tuberculosis
Tuberculosis
cutis miliaris
disseminata
Berhubungan
dengan TB
milier,
penyebaran
hematogen,
mikobakteria
menyebar dari
fokus infeksi
di
paru/meninge
n ke kulit.
Terjadi pada
anak/status
imunokompro
mais
(HIV/campak)
. Reaksi
tuberkulin (-)
Lesi kulit berupa eritema
berbatas tegas, papul,
vesikel, pustul atau lesi
hemoragik pada pasien yang
sudah memiliki penyakit
sebelumnya.
-
Tuberkulid
22
1. Lichen
Scrofulosoru
m
Merupakan
erupsi
likenoid yang
berasal dari
penyebaran
mikobakteriu
m secara
hematogen
pada individu
yang sangat
sensitif
terhadap M.
Tuberculosis.
Lesi biasanya terbatas pada
daerah batang tubuh dan
sering terjadi pada anak-anak
dan remaja dengan
tuberkulosis aktif. Lesinya
berupa erupsi likenoid papul
yang asimtomatis dan
berkelompok. Biasanya
sewarna kulit, tapi dapat
berwarna kekuningan atau
merah kecokelatan. Bisa
terdapat skuama atau pustula
kecil.
Lichen
planus,
lichen
nitidus,
lichenoid
secondary
syphilis,
sarkoidosis
bentuk
mikropapular
2. Papulonecrot
ic tuberculid
Merupakan
erupsi papula
nekrotik yang
simetris,
tampak
bergerombol
dan sembuh
Tempat predileksinya
terletak pada bagian
Pityriasis
lichenoid et
varioliformis
acuta,
leukocytoclas
tic
necrotizing
23
dengan
membentuk
skar, yang
biasanya
terjadi pada
anak-anak dan
dewasa muda.
ekstensor ekstremitas, pantat,
dan tubuh bagian bawah.
Distribusinya simetris dan
berbentuk papul yang
berwarna pucat atau merah
samar-samar dengan depresi
pada bagian tengah dan
adanya krusta.
vasculitis,
lichen
urticatus,
prurigo,
sifilis
sekunder
*Manifestasi klinis tuberkulosis kutis
2.7 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis kutis ditegakkan berdasarkan 4 paramater yaitu 1)
anamnesis dan pemeriksaan klinis, 2) pemeriksaan histopatologis, 3) dikonfirmasi
dengan kultur M. tuberculosis, 4) atau PCR.7
Penegakkan diagnosis tuberkulosis kutis juga dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut :12
I. Kriteria absolut
Kultur ialah satu-satunya kriteria absolut yang digunakan sebagai diagnosis baku
emas tuberkulosis kutis dengan nilai positif dari kultur M. tuberculosis dari biopsi
pada media berbasis telur Lowenstein Jensen. Namun, hasil kultur baru dapat terlihat
antara 4-6 minggu. Media cair dapat mempercepat pertumbuhan dan dapat
mendeteksi pertumbuhan dalam 3 sampai 7 hari. Spesimen biopsi dapat dibiakkan
jika disimpan dalam larutan salin dan idealnya diambil sebelum OAT diberikan.
24
Biakan sampel kulit terutama diperlukan untuk diagnosis pada pasien dengan
AIDS atau imunokompromais karena manifestasi kulit dan lesi histopatologis
biasanya tidak khas. Biakan hanya positif pada 6% kasus lupus vulgaris. Di sisi lain
kejadian true positive dari kultur untuk tuberkulosis kutis relatif rendah, dan
umumnya diagnosis ditegakkan dengan kriteria relatif.
II. Kriteria relatif
Apabila hasil kultur dinyatakan negatif, maka kriteria relatif dapat digunakan
sebagai penegakkan diagnosis seperti berikut :
i. Adanya bukti atau riwayat TB aktif pada berbagai tempat
ii. Riwayat untuk TB dan tampilan klinis yang mendukung
iii. Keberadaan bakteri tahan asam (BTA) melalui pengecatan gram
iv. Adanya granuloma tuberkulosa pada pemeriksaan histologi
v. Tes Mantoux positif
vi. Respons baik pada OAT
III. Polymerase chain reaction (PCR)
Polymerase chain reaction dapat membantu menegakkan diagnosis berbagai
bentuk tuberkulosis kutis, termasuk diantaranya inokulasi tuberkulosis primer,
lupus vulgaris, dan skrofuloderma. Namun, pada beberapa kasus paucibacillary
seperti lupus vulgaris dan tuberkulosis verukosa kutis, PCR tidak selalu
menunjukkan hasil positif. Meskipun PCR tidak dapat membedakan infeksi
25
sekarang dan terdahulu, pemeriksaan ini dapat membedakan antara DNA M.
tuberculosis dan DNA mikobakteria atipikal.
DEFINISI KASUS2
Kasus baru (new case) adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT
sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan.
Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang pernah
mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih. Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut
berdasarkan hasil pengobatan terakhir sebagai berikut:
- Kasus kambuh (relaps) adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada
akhir pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis TB episode rekuren
(baik untuk kasus yang benar-benar kambuh atau episode baru yang
disebabkan reinfeksi).
- Kasus pengobatan setelah gagal (treatment after failuer) adalah pasien
yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada
akhir pengobatan.
- Kasus setelah putus obat (drop out) adalah pasien yang pernah menelan
OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2
bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir
pengobatan. (Pada revisi guideline WHO tahun 2013 klasifikasi ini
direvisi menjadi pasien dengan perjalanan pengobatan tidak dapat
26
dilacak (lost to follow up) yaitu pasien yang pernah mendapatkan OAT
dan dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan).
- Klasifikasi berikut ini baru ditambahkan pada revisi guideline WHO
tahun 2013 yaitu: kasus dengan riwayat pengobatan lainnya adalah
pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil akhir
pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan.
- Pasien pindah adalah pasien yang dipindah dari register TB (TB 03) lain
untuk melanjutkan pengobatan. (Klasifikasi ini tidak lagi terdapat dalam
revisi guideline WHO tahun 2013).
- Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya adalah
pasien yang tidak dapat dimasukkan dalam salah satu kategori di atas.
2.8 Penatalaksanaan 2,7,12,13
Tujuan pemberian terapi antituberkulosis adalah eradikasi mikobakteria viabel
yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
i) Basil ekstraseluler yang bebas membelah
ii) Basil dorman dalam sel dan jaringan kaseosa
iii) Basil dalam makrofag dan lesi inflamatif yang lambat membelah
Pada umumnya, penatalaksanaan tuberkulosis kutis serupa dengan
tuberkulosis pada organ lainnya khususnya tuberkulosis paru dengan memakai
standar regimen 2HRZE/4HR selama 6 bulan. Berikut tabel pengobatan infeksi M.
tuberculosis :
27
Tabel 5. Terapi kombinasi pada tuberkulosis kutis7
Obat Anti TB
(OAT)
Dosis Rekomendasi
Harian 3x/minggu
Dosis
(mg/kgBB)
Maksimum Dosis
(mg/kgBB)
Maksimum
(mg)
Isoniazid (H) 5 300 mg/hari 10 900
Rifampisin (R) 10 450-600
mg/hari
10 600
Pirazinamid (Z) 30 15
mg/kgBB/hari
35 -
Etambutol (E) 15 1.5-2 g/hari 30 -
Streptomisin (S)* 15 500-700
mg/hari
15 1000
Rekomendasi terapi ialah 2HRZE/4HR yang jarang menimbulkan resistensi
dibandingkan terapi alternatif 2HRZE/4H3R3.
Terapi tuberkulosis kutis (sama dengan tuberkulosis paru) dibagi menjadi 2
fase, yaitu :
a. Fase I : eradikasi basil yang cepat membelah dan merupakan fase intensif
dengan kombinasi beberapa obat selama 2 bulan
b. Fase II : langsung membunuh basil dorman dan merupakan fase lanjutan yang
tediri dari isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan.
28
Pertimbangan khusus :
- Pada tuberkulosis verukosa kutis dan lupus vulgaris tanpa bukti adanya
keterlibatan tuberkulosis internal dapat diterapi tunggal dengan isoniazid
selama 12 bulan (dosis maksimum 80-140 g) dan dapat diteruskan sampai 2
bulan pasca involusi lesi. Pada lesi kecil dapat dilakukan eksisi namun
pemberian tuberkulostatik tetap dilakukan.
- Pertimbangan intervensi bedah pada skrofuloderma karena dapat mengurangi
morbiditas dan memperpendek waktu pengobatan.
Berikut panduan dosis obat antituberkulosis pada anak :
Tabel 6. Dosis dan efek samping obat antituberkulosis anak2
Tabel 7. Panduan OAT anak2
29
Repons terapi dan pemantauan :
- Idealnya setiap anak dipantau setidaknya: tiap 2 minggu pada fase intensif
dan setiap 1 bulan pada fase lanjutan sampai terapi selesai
- Penilaian meliputi: penilaian gejala, kepatuhan minum obat, efek samping,
dan pengukuran berat badan
- Dosis obat mengikuti penambahan berat badan
- Kepatuhan minum obat dicatat menggunakan kartu pemantauan
pengobatan
- Pemantauan biakan harus dilakukan pada anak dengan BTA (+) pada
diagnosis awal, yaitu pada akhir bulan ke-2, ke-5 dan ke-6.
- Foto rontgen tidak rutin dilakukan karena perbaikan radiologis ditemukan
dalam jangka waktu yang lama, kecuali pada TB milier setelah
pengobatan 1 bulan dan efusi pleura setelah pengobatan 2 – 4 minggu.
- Anak yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi TB harus dirujuk
untuk penilaian dan terapi, anak mungkin mengalami resistensi obat,
komplikasi TB yang tidak biasa, penyebab paru lain atau masalah dengan
keteraturan (adherence) minum obat.
2.9 Prognosis
Prognosis tergantung deteksi dini dan diagnosis yang tepat dari penyakit ini.
Jika tuberkulosis menjadi generalisata atau menyerang meningen, prognosis dubia.
Mortalitas pasien dengan ko-infeksi TB-HIV/AIDS lebih besar jika dibanding pasien
30
yang tidak menderita HIV. Pada bayi dan dan anak, tuberkulosis hampir selalu
merupakan masalah serius. Tuberkulosis kutis biasanya berespon baik pada
kombinasi obat dan respon klinis terjadi dalam 4-6 minggu, dengan kasus lupus
vulgaris menunjukkan respon lebih cepat dibandingkan skrofuloderma. 7
31
BAB III
KESIMPULAN
III.1 Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang masih menjadi
permasalahan di dunia hingga saat ini, meskipun terjadi penurunan insidensi
namun tetap merupakan masalah khususnya di negara berkembang. Tuberkulosis
kutis merupakan penyakit kulit yang jarang terjadi, namun tetap harus
dipertimbangkan khususnya pada pasien dengan manifestasi kulit atipikal.
Tinjauan pustaka diatas memaparkan berbagai gambaran klinis dan penegakkan
diagnosis sehingga tercapai pengobatan yang tepat.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Global Tuberculosis Report. 2012. (Accessed on
November 7, 2014). Available at:
http://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr12_main.pdf.
2. Kementrian Kesehatan RI. Rencana Aksi Nasional: Public Private Mix
Pengendalian TB Indonesia: 2011- 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI. 2014.
3. Dwari BC, Ghosh A, Paudel R, Kishore P. A Clinicoepidemiological Study
of 50 Cases of Cutaneous Tuberculosis in a Tertiary Care Teaching
Hospital in Pokhara, Nepal. Indian J Dermatol. 2010;55(3):233-7. (Accessed
on November 20, 2014). Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/11843915/
4. Almaguer CJ, Ocampo CJ, Rendon A. Current Panorama in The Diagnosis
of Cutaneous Tuberculosis. Actas Dermosifiliogr. 2009;100(7):562-70.
(Accessed on November 10, 2014). Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/1642855/?i=5&from=/11843915/rela
ted
5. Turan E, Yurt N, Yesilova Y, Celik OI. Lupus Vulgaris Diagnosed After 37
Years: A Case of Delayed Diagnosis. Dermatol Online J. 2012;18(5):13.
(Accessed on November 7, 2014). Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/2112466/?i=2&from=/11843915/rela
ted
6. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Jakarta; KKI. 2012.p.54.
7. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, dan Jeffell DJ.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Seventh Edition, Chapter
33
184 : Tuberculosis and Infection with Atypical Mycobacteria. Newyork.
McGraw-Hill. 2008.
8. Francisco GB, Eduardo G. Cutaneous Tuberculosis. ClinDermatol. 2007; 25,
p.173-180. (Accessed on November 11, 2014). Available at :
http://www.escholarship/org/uc/item/11x463rp
9. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. Technical Guide
: Sputum Examination for Tuberculosis by Direct Microscopy in Low
Income Countries. Fifth Edition: 2000. (Accessed on November 20, 2014).
Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3047946/
10. Amylynne F, CArolin P, Jason E. Cutaneous Tuberculosis : A Practical
Case Report and Review for the Dermatologist. JClin Aesthetic
Dermatol.2009;2(10):19–27
11. Burns T, Breathnach S, Cox N, and Griffiths. Rook’s Textbook of
Dermatology. Chapter 31 : Mycobacterial Infection. Willey-Blackwell. 2010
12. Ho SC. Cutaneous Tuberculosis : Clinical features, Diagnosis, and
Management. Dermatology Clinic. 2003; 143. (Accessed on November 12,
2014). Available at : http://www.bop.gov/news/PDFs/varicella.pdf
13. Chaudhry LA, Ebtesam B-E, Al-Solaiman S. Milliary Tuberculosis with
Unusual Paradoxical Response at 3 Weeks of Antituberculous Treatment. J
Coll Physicians Surg Pak. 2012 ;22(1):43-5
34
LAMPIRAN
Tuberculosis
chancre
Tuberculosis
Veruccosa Cutis
Lupus Vulgaris
Scrofulodrema
Acute Miliary Tuberculosis
Tuberculosis
Gumma
Orificial Tubercu
losis
TRANSMISI
Kontak langsung pada kulit atau mukosa. Imunitas spesifik (-)
Inokulasi langsung pada kulit dan mukosa pada orang yang terinfeksi. Imunitas sedang
Ekstensi langsung, hematogen.limfogen dari focus tuberculosis. Reinfeksi (+)
Menyebar melalui kulit dari focus tuberkulosis (limfonodi, tulang). Dapat terjadi setelah BCG/ tuberkulin
Penyebarin hematogen melalui focus infeksi. Imunitas rendah
Penyebaran hematogen melalui focus infeksi selama fase bakteremi
Autoinokulasi dari mukosa atau kulit disekitar orifisium, infeksi aktif pada organ internal
KARAKTERISTIK
Diawali papul atau lesi yang sukar sembuh. Ulkus tidak nyeri dengan dasar granular atau hemoragik dan dapat ditutupi jaringan nekrotik
Papul, pustule dengan halo keunguan, hiperkeratotik, plak verukosa, asimptomatis
Papul kemerahan atau macula dengan permukaan halus yang dapat menjadi plak
Nodul subkutan yang berulkus menjadi sinus
Macula, papula, eritem, lesi purpurs, kadang dijumpai vesikel, nekrosis sentral
Abses subkutan, fluktuatif, yang membentuk fisula dan ulkus. Badan >>
Mengenai membran mukosa dan periorifisum. Nodul merah kekunigangan sampai ulkus
HISTOPATOLOGI
Nonspesifik : infiltrat inflamatori, grabuloma dengan perkijuan, sel
Infiltrat inflamasi akut pada epidermis, pseudoepiteium, hiperplasia, mikbakteria pada
Tuberkel dengan perkijuan, sel inflamasi nos spesifik
Jaringan granuloma, nekrosis kaseosa pada dermis atas
Nekrosis non spesifil, infiltrat nonspesifik dikelilingi makrofag dan
Pembentukan abses, nekrosis masif, pengecatan BTA banyk mikobakterium
Infiltrat inflamasi nonspesifik, tuberkel kaseosa
35
spitelioid, giant Langerhans
dermis, granulamatosa
kadang membentuk mikroabses
Lampiran 1. Transmisi, karakteristik kilnis dan histopatologis tuberkulosis kutis4
Lampiran 2. Definisi hasil pengobatan2
OBAT DOSIS DEWASA DOSIS ANAKIsoniazid 5 mg/kgBB/hari, max
300 mg15 mg/kgBB 3x/minggu, max 900 mg
10-15 mg/kgBB/hari20-30 mg/kgBB interminten
Rifampisin 10 mg/kgBB/hari, max 600 mg10 mg/kgBB
10-20 mg/kgBB/hari atau 2x/minggu
36
3x/minggu, max 600 mg
Pirazinamid
20-25 mg/kgBB/hari, max 2gr30-40 mg/kgBB 3x/minggu, max 3 gr
15-30 mg/kgBB/hari40-50 mg/kgBB 2x/minggu
Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari, max 1600 mg25-36 mg/kgBB 3x/minggu, max 2400 mg40-50 mg/kgBB/hari 2x/minggu, max 4000 mg
15 – 20 mg/kgBB/hari50 mg/kgBB 2x/minggu
OBAT EFEK SAMPING OBAT
KOMENTAR MONITORING
Isoniazid Parestesia dan/atau neuropati perifer, peningkatan level transaminase hati, mual dan muntah
Tambahkan piridoksin 25-50 mg/hari
Pemeriksaan faal hati atau hentikan pengobatan jika terjadi hepatotoksis
Minum obat saat lambung kosong atau menjelang tidur
Complete metabolic panel (CMP), faal hati setiap bulan jika pasien berusia > 35 tahun, memiliki riwayat penyakit hati atau alkohol atau penyalahgunaan obat, wanita melahirkan, pertimbangan pemeriksaan mata
Rifampisin Mual dan muntah, anoreksia, nyeri perut, diare, air kemih kemerahan, sindrom flu (demam, menggigil, malaise, sakit kepala, nyeri tulang), peningkatan level transaminase hati
Minum obat saat lambung kosong atau menjelang tidur
Berikan antipiretik, OAINS (Obat antiinflamasi non-steroid), istirahat
Pemeriksaan faal hati atau
Darah lengkap, Complete metabolic panel (CMP), faal hati jika terjadi gangguan hati 2-4 minggu
37
hentikan pengobatan jika terjadi hepatotoksis
Pirazinamid
Malaise, nyeri sendi, ruam, urtikaria, fotosensitif, mual, muntah, anoreksia, hiperurikemia, gout, peningkatan level transaminase hati
Berikan aspirin atau OAINS
Antihistamin oral, kortikosteroid topical, emolien, pelindung sinar matahari
Minum obat saat lambung kosong atau obati dengan antimual
Dapat diperiksa level asam urat dan obati dengan obat yang tepat atau hentikan pengobatan
Pemeriksaan faal hati atau hentikan pengobatan jika terjadi hepatotoksis
Complete metabolic panel (CMP) atau level asam urat secara periodik
Etambutol Gangguan penglihatan, kebutaan, sindrom flu (demam, menggigil, malaise, sakit kepala, nyeri tulang), mual, muntah, anoreksia, peningkatan level transaminase hati, ruam, pruritus
Pemeriksaan mata, jika perlu hentikan pengobatan
Antipiretik, OAINS, istirahat
Minum obat saat lambung kosong atau menjelang tidur
Pemeriksaan faal hati atau
Complete metabolic panel (CMP), darah lengkap, pemeriksaan mata secara periodik
38
hentikan pengobatan jika terjadi hepatotoksis
Antihistamin oral, kortikosteroid topical, emolien
Lampiran 3. Pengobatan tuberculosis kutis, efek samping, dan tatalaksana efek samping obat10
39
top related