teori
Post on 26-Oct-2015
36 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Saponifikasi
Saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan
mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang menghasilkan
gliserol dan garam karboksilat (sejenis sabun). Sabun merupakan garam (natrium)
yang mempunyai rangkaian karbon yang panjang. Reaksi dibawah ini merupakan
reaksi saponifikasi tripalmitin / trigliserida.
Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi tripalmitin
Selain dari reaksi di atas sabun juga bisa dihasilkan dari reaksi netralisasi
Fatty Acid (FA), namun di sini hanya didapat sabun tanpa adanya Gliserin
(Glycerol), karena saat proses pembuatan Fatty Acid, glycerol sudah dipisahkan
tersendiri.
Gambar 2.2 Reaksi saponifikasi Asam lemak
Selain dari minyak atau lemak dan NaOH pada pembuatan sabun
dipergunakan bahan-bahan tambahan sebagai berikut:
a. Cairan pengisi seperti tepung tapioka, gapleh dan lain-lain.
b. Zat pewarna
c. Parfum, agar baunya wangi.
d. Zat pemutih, misal natrium sulfat
2.2 Sabun
2.2.1 Sejarah Sabun
Produk sabun sebenarnya tidak pernah ditemukan, tetapi secara
berkesinambungan dapat dikembangkan dari campuran alkali kuat dan bahan
berlemak (fatty material). Sekitar tahun 1800, sabun dipercaya sebagai hasil
campuran mekanis untuk memperoleh sabun kasar dan sabun lunak telah
dikembangkan pada abad pertama melalui suatu proses. Bahan mentah yang
tersedia dalam perang dunia I membuat jerman mengembangkan sabun sintesis
dan deterjen (detergent). Proses ini dilaksanakan dengan mengkomposisi reaksi
sulfonasi naftalena yang mengandung rantai alkil pendek yang merupakan zat
pembasah (wetting agent).
2.2.2 Pengertian Sabun
Saat ini, telah ditemukan berbagai macam jenis dari daun-daun, akar,
kacang-kacangan atau biji-bijian yang bisa digunakan untuk membentuk sabun
yang mudah larut dan membawa kotoran dari pakaian. Untuk sekarang, kita
memakai dasar material yang disebut sebagai saponin yang mengandung
pentasiklis triterpena asam karboksilat, seperti asam oleonat atau asam ursolat, zat
kimia berkombinasi dengan molekul gula. Asam ini juga terlihat dalam keadaan
tanpa kombinasi. Saponin lebih dikenal sebagai “sabun”.
Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan
minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai
dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12
yang diberikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan
gliserol menghasilkan gliserol dan sabun yang disebut dengan saponifikasi.
Setiap minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak yang berbeda-
beda. Perbedaan tersebut menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat
yang berbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan
tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh
mengahasilkan sabun yang tak larut pada suhu kamar.
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau
lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat
hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu
mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada
larutan, surfaktan akan menggerombol membentuk misel setelah melewati
konsentrasi tertentu yang disebut Konsentrasi Kritik Misel (KKM).
Untuk kualitas sabun, salah satunya ditentukan oleh pengotor yang terdapat
pada lemak atau minyak yang dipakai. Pengotor itu antara lain berupa hasil
samping hidrilis minyak atau lemak, protein, partikulat, vitamin, pigmen, senyawa
fosfat dan sterol. Selain itu, hasil degradasi minyak selama penyimpanan akan
mempengaruhi bau dan warna sabun. Salah satu kelemahan sabun adalah pada air
keras sabun akan mengendap sebagai lard. Air keras adalah air yang mengandung
ion dari Mg, Ca dan Fe.
Namun kelemahan ini bisa diatasi dengan menambahkan ion fosfat atau
karbonat sehingga ion-ion ini akan mengikat Ca dan Mg pembentuk garam. Untuk
memperoleh sabun yang berfungsi khusus, perlu ditambahkan zat aditif, antara
lain: asam lemak bebas, gliserol, pewarna, aroma, pengkelat dan antioksidan,
penghalus, serta aditif kulit (skin aditif).
2.3 Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawa organik yang penting bagi
kehidupan makhluk hidup.Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok
yang termasuk golongan lipida. Salah satu sifat yang khas dan mencirikan
golongan lipida adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya ether,
benzene, chloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air.
Kelompok lipida dapat dibedakan berdasarkan polaritasnya atau berdasarkan
struktur kimia tertentu, yaitu sebagai berikut:
a. Kelompok Trigliserida ( lemak,minyak,asam lemak dan lain-lain ).
b. Kelomok turunan asam lemak ( lilin,aldehid asam lemak dan lain-lain ).
c. Fosfolipida dan serebrosida ( termasuk glikolipida ).
d. Sterol-sterol dan steroida.
e. Karotenoida.
f. Kelompok lipida lain.
Trigliserida merupakan kelompok lipida yang paling banyak dalam jaringan
hewan dan tumbuhan. Trigliserida dalam tubuh manusia bervariasi jumlahnya
tergantung dari tingkat kegemukan seseorang dan dapat mencapai beberapa
kilogram. Fosfolipida, glikolipida, sterol dan steroida terdapat dalam jaringan
hewan dan tumbuhan dalam jumlah yang lebih sedikit dari pada trigliserida.
Dalam tubuh manusia, kelompok ini hanya merupakan beberapa persen saja dari
bahan lipida seluruhnya. Karotenoida dalam tubuh manusia lebih sedikit lagi
jumlahnya, biasanya dalam seluruh tubuh manusia hanya terdapat kurang dari 1
gram. Dalam jaringan tanaman, karotenoida terdapat dalam jumlah lebih banyak.
Secara Dentitif, lipida diartikan sebagai semua bahan organik yang dapat
larut dalam pelarut organik yang mempunyai kecenderungan nonpolar. Lemak
dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar
dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu
molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak.
Gambar 2.3 Reaksi kimia asam lemak dengan gliserol
Secara umum lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu
ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida yang
dalam suhu ruang berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak ada batasan yang jelas
untuk membedakan minyak dan lemak.
2.3.1 Reaksi pada minyak atau lemak
Reaksi pada minyak atau lemak adalah sebagai berikut :
1. Esterifikasi
Proses Esterifikasi bertujuan untuk asam-asam lemak bebas dari trigliserida,
menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi
kimia yang disebut interifikasi atau penukaran estar yang didasarkan pada
prinsip trans-esterifikasi Fiedel-Craft.
2. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol, proses ini dibantu adanya asam, alkali, uap air,
panas, dan eznim lipolitik seperti lipase. Reaksi hidrolisis mengakibatkan
kerusakan lemak dan minyak yaitu “hydrolytic rancidity” yaitu terjadi flavor
dan rasa tengik pada lemak atau minyak. Hal ini terjadi karena terdapat
sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut.
Gambar 2.4 Reaksi hidrolisa pada trigliserida
3. Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada
trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang mengandung
gliserol dipisahkan dan kemudian gliserol dipulihkan dengan penyulingan.
4. Enzimatis
Enzim yang dapat menguraikan lemak atau minyak dan akan menyebabkan
minyak tersebut menjadi tengik, ketengikan itu disebut “Enzimatic
rancidity” Lipase yang bekerja memecah lemak menjadi gliserol dan asam
lemak serta menyebabkan minyak berwarna gelap. Enzim peroksida
membantu proses oksidasi minyak sehingga menghasilkan keton.
Gambar 2.5 Reaksi Enzimatis
5. Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik kepada minyak atau lemak “Oxidative rancidity”.
6. Hidrogenasi
Proses Hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai dari
karbon asam lemak pada lemak atau minyak. Setelah proses Hidrogenasi
selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan penyaringan.
Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada
derajat kejenuhan.
2.3.2 Sifat Fisika pada minyak atau lemak
Sifat fisika lemak dan minyak meliputi:
1. Bau amis (fish flavor) yang disebabkan oleh terbentuknya trimetil- amin
dari lecitin
2. Bobot jenis dari lemak dan minyak biasanya ditentukan pada temperatur
kamar
3. Indeks bias dari lemak dan minyak dipakai pada pengenalan unsur kimia
dan untuk pengujian kemurnian minyak.
4. Minyak atau lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (Coaster
oil), sedikit larut dalam alkohol dan larut sempurna dalam dietil eter,
karbon disulfide dan pelarut halogen.
5. Titik didih asam lemak semakin meningkat dengan bertambahnya
panjang rantai karbon.
6. Rasa pada lemak dan minyak selain terdapat secara alami juga terjadi
karena asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil penguraian
pada kerusakan minyak atau lemak
7. Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran lemak
atau minyak dengan pelarut lemak
8. Titik lunak dari lemak atau minyak ditetapkan untuk mengidentifikasikan
minyak atau lemak
9. Shot Melting point adalah temperatur pertama saat terjadi tetesan pertama
dari minyak/lemak.
10. Slipping point digunakan untuk pengenalan minyak atau lemak alam
serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya.
Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alam penting yang dapat
dipelajari secara lebih dalam dan relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan
senyawa makro nutrien lain. Kemudahan tersebut diakibatkan oleh:
1. Molekul lemak relatif lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan
karbohidrat atau protein.
2. Molekul lemak dapat disintesis di laboratorium menurut kebutuhan.
Analisis lemak dan minyak yang umum dilakukan, dapat digolongkan
dalam tiga kelompok tujuan berikut:
1. Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak yang terdapat dalam
bahan makanan atau pertanian.
2. Penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan
dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan
misalnya penjernihan, penghilangan bau, penghilangan warna dan
sebagainya.
3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat
minyak tertentu.
2.3.3 Penentuan Kadar Lemak
Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar lemak dalam
suatu bahan. Sebagai senyawa hidrokarbon, lemak dan minyak pada umumya
tidak larut air tatapi dalam pelarut organik.
Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida,
sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen lain. Karena itu hasil analisanya
disebut lemak kasar (crude fat).
Ada dua cara penentuan kadar lemak berdasarkan jenis bahan:
1. Bahan Kering
Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dilakukan terputus-putus atau
berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus dilakukan dengan soklet.
Sedangkan secara berkesinambungan dengan alat goldfish.
2. Bahan Cair
Penentuan kadar lemak dari bahan cair dapat menggunakan botol Babcock atau
dengan Mojoinner.
Jenis Minyak dan lemak dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan sifat-
sifatnya. Pengujian sifat-sifat minyak tersebut salah satunya adalah penentuan
angka penyabunan dan penentuan angka asam.
Angka penyabunan dapat diartikan sebagai banyaknya (mg) KOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram asam lemak atau minyak. Angka
penyabunan sendiri dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak
secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti
mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai angka penyabunan yang
besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka
penyabunan relatif kecil.
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH atau NaOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram
minyak atau lemak.Angka asam besar menunjukan asam lemak bebas yang besar
yang berasal dari hidrolisis minyak atupun karena proses pengolahan yang kurang
baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya.
2.4 Karakteritik Bahan
2.4.1 Etanol
Temperatur penyalaan : 363 °C
Kelarutan di dalam air : (20 °C) tercampur sepenuhnya
Titik leleh : -114.5 °C
Massa molar : 46.07 g/mol
Densitas : 0.790 - 0.793 g/cm3 (20 °C)
Angka pH : 7.0 (10 g/l, H2O, 20 °C)
Titik didih : 78.3 °C (1013 hPa)
Tekanan uap : 59 hPa (20 °C)
Batasan ledakan : 3.5 - 15 %(V)
Titik nyala : 12 °C
Indeks Refraktif : 1.36
2.4.2 NaOH
Titik leleh : 318 oC
Titik didih : 1390 oC
Densitas : 2,1 g/cm3
Massa molar : 39,9971 g/mol
Kelarutan dalam air : 111 g/100 ml (20 °C)
2.4.3 NaCl
Titik lebur : 801 oC (1074 K)
Titik didih : 1465 °C (1738 K)
Massa molar : 54.88 g/mol
Densitas : 2.16 g/cm3
Kelarutan dalam air : 35.9 g/100 mL (25 °C)
2.4.4 Kalium Sulfat
Berat rumus : 174,27 u
Titik lebur : 1342 K (1069 °C)
Titik didih : 1962 K (1689 °C)
Kepadatan : 2,66 ×103 kg/m3
Struktur kristal : orthorhombik
Kelarutan dalam air : 11,1 g dalam 100 g air pada 20 °C
2.4.5 Phenolpthalein
Kelarutan di dalam air : 3.36 mg/l (20 °C)
Titik leleh : 263.7 °C
Massa molar : 318.32 g/mol
Densitas : 1.296 g/cm3 (20 °C)
Bulk density : 350 - 450 kg/m3
Tekanan uap : < - 0.00001 Pa (50 °C)
2.5 Proses Pembuatan Sabun
2.5.1 Saponifikasi Lemak Netral
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan
tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalis dengan sendirinya
pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses
emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.
Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk
memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave,
yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi.
Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur
campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke
separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali
yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci di
kolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan)
dari sabun. Separator sentrifusi memisahkan sisa – sisa larutan alkali dari sabun.
Sabun murni (60 – 63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer
untuk menghasilkan sabun dalam bentuk butiran (78 – 82 % TFM) yang siap
untuk diproses menjadi produk akhir.
2.5.2 Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni)
yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada
sabun dikurangi dari 30 –35% pada sabun murni menjadi 8 – 18% pada sabun
butiran atau lempengan. Jenis – jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal
hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan
sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun
murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang
mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dipanaskan terlebih dahulu
disemprotkan di atas dinding ruang vakum melalui mulut pipa yang berputar.
Lapisan tipis sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada
dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di
plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer
dengan multi sistem, yang merupakan versi pengembangan dari dryer sistem
tunggal, memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih
efisien daripada dryer sistem tunggal.
2.5.3 Netralisasi Asam Lemak
Reaksi asam basa antara asam-asam lemak dengan alkali untuk
menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida
dengan alkali.
RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih
dahulu menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan – reaktan tersebut
mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan
sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut
disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian proses netralisasi
ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun
murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk menghasilkan
sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun batangan.
2.5.4 Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan
dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya ke dalam mixer (amalgamator).
Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk digiling untuk mengolah
campuran tersebut menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut
kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata
pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan terpisah yang dicetak
melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan
bentuk yang diinginkan.
2.6 Surfaktan
Surfaktan adalah senyawa yang molekul-molekulnya mempunyai dua ujung
yang berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung satu (biasa disebut kepala)
yang suka air dan ujung satunya (yang disebut ekor) yang tidak suka air.
Keberadaan kedua gugus dalam struktur surfaktan biasa diistilahkan “kepala” dan
“ekor”. Gugus polar biasa disebut kepala dan ekornya adalah gugus non polar.
Filosofinya karena gugus non polarnya berupa rantai panjang sehingga biasa
diibaratkan ekor. Sedangkan gugus polarnya hanya gugus karboksilat sehingga
diibaratkan kepala.
Gambar 2.6 Bentuk Surfaktan
Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar berdasarkan
kelarutannya, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut
dalam air.
1. Surfaktan yang larut dalam minyak
Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai
panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.
2. Surfaktan yang larut dalam air
Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa,
zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-
lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang
bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak
terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan
positif bergantung pada pH-nya.
Berdasarkan muatannya terdapat empat kategori surfaktan, yaitu:
a. Surfaktan Anionik
Surfaktan anionik merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion negatif atau
anion. Contohnya adalah Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), Linier Alkyl
Benzene Sulfonate (LAS), Alpha Olein Sulfonate (AOS).
b. Surfaktan Kationik
Surfaktan kationik merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion positif
atau kation. Contohnya adalah garam amonium.
c. Surfaktan Non ionik
Surfaktan non ionik merupakan surfaktan yang tidak membentuk ion negatif
maupun positif sehingga bersifat netral. Contohnya adalah Nonyl Phenol
Polyethoxyle.
d. Amfoter
Surfaktan amfoter merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion positif
maupun negatif. Contohnya adalah Acyl Ethylenediamines.
Berdasarkan struktur kimianya, surfaktan dapat dibagi sebagai berikut:
a. Sabun, contohnya adalah Na-laurat, Na-palmitat, Na-stearat, Na-oleat, dsb.
b. Minyak-minyak yang disulfatkan/disulfonkan, contohnya adalah minyak jarak
yang disulfatkan (TRO).
c. Parafin atau olefin yang disulfurkan, contohnya adalah senyawa sulfochlorida
yang disabunkan, olefin yang disulfatkan .
d. Aralkil sulfonat, contohnya adalah alkil benzo sulfonat, naftalin sulfonat
seperti 1-iso propil natalin 2-sulfonat-Na , dsb.
e. Alkil sulfat, contohnya adalah Alkil sulfat primer/ dari alkil alkohol primer
seperti asam malonat anhidrat + alkohol dengan Na-bisulfit , Alkil sulfat
sekunder/ dari alkil alkohol sekunder.
f. Kondensat asam lemak, contohnya adalah kondensat dengan gugus amino,
kondensat mengandung gugus oksi , kondensat dengan gugus inti aromatik .
g. Persenyawaan polietilenaoksida (poliglikoeter), contohnya adalah Alkil amin
poliglikol eter, Dispersol E.
Surfaktan memiliki beberapa sifat, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sebagai larutan koloid
Pada konsentrasi tinggi partikel koloid akan saling menggumpal, gumpalan ini
disebut misel atau agregat baik berbentuk sferik (daya hantar listriknya tinggi)
atau lamelar (daya hantar listriknya kecil disebut juga koloid netral) dan ada
dalam kesetimbangan dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi larutan).
Kesetimbangan ini akan mencapai konsentrasi kritik misel.
2. Adsorpsi
Apabila larutan mempunyai tegangan permukaan lebih kecil daripada pelarut
murni, zat terlarut akan terkonsentrasi pada permukaan dan terjadi adsorpsi
positif. Sebaliknya adsorpsi negatif menunjukkan bahwa molekul-molekul zat
terlarut lebih banyak terdapat dalam rongga larutan daripada di permukaan.
Hubungan antara derajat penyerapan dan penurunan tegangan permukaan
dinyatakan dalam persamaan Gibbs.
3. Kelarutan dan daya melarutkan
Partikel-partikel tunggal dari surfaktan relatif tidak larut, sedangkan misel
mempunyai kelarutan tinggi. Makin panjang rantai hidrokarbonnya, makin
tinggi temperatur kritik larutan.
4. Pembasahan
Perubahan dalam tegangan permukaan yang menyertai proses pembasahan
dinyatakan oleh Hukum Dupre.
5. Daya Busa
Busa ialah dispersi gas dalam cairan dan zat aktif permukaan memperkecil
tegangan antarmuka, sehingga busa akan stabil, jadi surfaktan mempunyai daya
busa.
6. Daya Emulsi
Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan yang lain, yang tidak
saling melarutkan. Surfaktan akan menurunkan tegangan antarmuka, sehingga
terjadi emulsi yang stabil. Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit
kasar, hilangnya kelembaban alami yang ada pada permukan kulit dan
meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil pengujian memperlihatkan
bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan bahan
kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’ pada
kulit.
2.7 Perbedaan Sabun Dan Detergen
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang
karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah
meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu
permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah
dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, detergen sintetik telah
menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci.
Gambar 2.7 deterjen
Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam
lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan
alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu
proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa,
menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang
digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari
arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak
zaitun.
Beda sabun dan deterjen yaitu deterjen tidak terbuat dari garam karboksilat
sementara sabun terbuat dari garam karboksilat. Deterjen terbuat dari bahan-bahan
yang sukar diuraikan mikroorganisme sementara sabun dapat diuraikan mikro-
organisme.
2.8 Macam-Macam Sabun
Ada beberapa macam sabun, di antaranya:
1. Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun kalium. Bahan dasarnya adalah
campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1.
2. Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak
jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan
sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alcohol
3. Sabun Kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar
parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik dan bebas
dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah
tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan sulfur.
4. Sabun Chip
Pembuatan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen dalam
menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan
beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan
berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau
menghancurkan sabun yang berbentuk batangan.
5. Sabun Bubuk untuk mencuci
Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk
mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodium
metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.
2.9 Sifat sabun
Sifat-sifat sabun meliputi:
1. Sabun Membersihkan
Sabun memiliki sifat yang unik, yaitu pada strukturnya dimana
kedua ujung dari strukturnya memiliki sifat yang berbeda. Pada salah
satu ujungnya terdiri dari rantai hidrokarbon asam lemak yang bersifat
lipofilik (tertarik pada atau larut lemak dan minyak) atau basa yang
disebut ujung nonpolar sedangkan pada ujung lainnya yang merupakan
ion karboksilat bersifat hidrofilik (tertarik pada atau larut dalam air) atau
ujung polar. Adanya ujung polar dan non polar pada sabun membuat
sabun mersifat membersihkan kotoran yang bersifat polar ataupun non
polar.
Non polar : CH3(CH2)16
Polar : COONa+
2. Sabun menghasilkan buih atau busa.
Busa adalah suatu koloid di mana gas terdispersi dalam air, ketika
sabun dilarutkan di dalam air,maka akan terbentuk busa. Namun
peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah.Ketika air sabun
ditambahkan beberapa tetes kalium sulfat (CaSO4) terbentuk endapan dan
busa menghilang. Menghilangnya busa karena sabun tidak dapat bereaksi
pada air sadah (air yang mengandung logam seperti Ca, Mg, dan
lainnya). Ca pada CaSO4 bereaksi dengan sabun membentuk endapan
sesuai reaksi sebagai berikut:
Ca2+(aq) + 2RCOONa(aq) Ca(RCOO)2(s) + 2Na+
(aq)
Dengan terbentuknya endapan, dan hilangnya busa maka fungsi
sabun untuk membersihkan kotoran atau noda menjadi kurang efektif.
3. Sabun bersifat basa
Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga
akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air
bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + NaOH
top related