teoris sister callista roy
Post on 30-Jan-2016
122 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SEJARAH
Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of Carondelet. Roy dilahirkan
pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles California. Roy menerima Bachelor of Art Nursing
pada tahun 1963 dari Mount Saint Marys College dan Magister Saint in Pediatric Nursing pada
tahun 1966 di University of California Los Angeles.
Roy memulai pekerjaa dengan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1964 ketika dia
lulus dari University of California Los Angeles. Dalam Sebuah seminar dengan Dorrothy E.
Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan sebuah model konsep keperawatan. Konsep
adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka konsepnya yang sesuai dengan keperawatan.
Dimulai dengan pendekatan teori sistem. Roy menambahkan kerja adaptasi dari Helsen (1964)
seorang ahli fisiologis – psikologis. Untuk memulai membangun pengertian konsepnya. Helsen
mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai tercapainya derajat
adaptasi yang di butuhkan individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus
yaitu : focal stimuli, konsektual stimuli dan residual stimuli.
Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan terhadap
manusia sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep-konsep tersebut, Roy juga mengadaptasi
nilai “ Humanisme” dalam model konseptualnya berasal dari konsep A.H. Maslow untuk
menggali keyakinan dan nilai dari manusia. Menurut Roy humanisme dalam keperawatan adalah
keyakinan, terhadap kemampuan koping manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan.
Sebagai model yang berkembang, Roy menggambarkan kerja dari ahli-ahli lain dari ahli-ahli lain
di area adaptasi seperti Dohrenwend (1961), Lazarus (1966), Mechanic ( 1970) dan Selye (1978).
Setelah beberapa tahun, model ini berkembang menjadi sebagai suatu kerangka kerja pendidikan
keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun 1970, model adaptasi keperawatan
diimplementasikan sebagai dasar kurikulum sarjana muda keperawatan di Mount Saint Mary’s
College. Sejak saat itu lebih dari 1500 staf pengajar dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk
mengklarifikasi, menyaring, dan memperluas model. Penggunaan model praktek juga memegang
peranan penting untuk klarifikasi lebih lanjut dan penyaringan model.
Sebuah studi penelitian pada tahun 1971 dan survey penelitian pada tahun 1976-1977
menunjukkan beberapa penegasan sementara dari model adaptasi. Perkembangan model adaptasi
keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang Roy dan profesionalismenya. Secara filosofi Roy
mempercayai kemampuan bawaan, tujuan,, dan nilai kemanusiaan, pengalaman klinisnya telah
membantu perkembangan kepercayaannya itu dalam keselarasan dari tubuh manausia dan spirit.
Keyakinan filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya yang baru pada model adaptasi keperawatan.
Sumber Teori
Dimulai dengan pendekatan teori sistem Roy menambahkan kerja adaptasi dari
Harry Helson ( 1964 ) seorang ahli fisiologis-psikologis. Untuk memulai membangun pengertian
konsepnya Harry Helson mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari datangnya stimulus
sampai tercapainya derajat adaptasi yang dibutuhkan individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh
dorongan tiga jenis stimulus yaitu :
1. Focal stimuli : Individu segera menghadap
2. Konsektual stimuli : semua kehadiran stimuli yang menyumbangkan efek
Dari focal stimuli.
3. Residual stimuli : faktor lingkungan mengakibatkan tercemarnya keadaan.
Teori Helson dikembangkan dari penyesuaian tingkat zona yang mana menentukan
stimulus akan mendatangkan respon hal yang positif maupun negatif. Sesuai dengan teori
Helson, adaptasi adalah proses yang berdampak positif terhadap perubahan lingkungan.
Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan terhadap manusia
sebagai sistem yang adaptif. Dengan teori adaptif Helson Roy mengembangkan dan memperluas
model dengan konsep dan teori dari Dohrenwed,R.S. Latarus, N.Malaznik, D.Mechanic dan
H.Selye. Roy memberi kredit spesial ke Driever penulis, Subdivisi garis besar dari kejujuran
sendiri dan Martinez serta Sarto, identitas keduanya umum dan stimuli sangat mempengaruhi
mode. Teman sekerja lain konsepnya juga rumit yaitu M.Poush dan J.Van Landingham dalam
keadaan saling bergantung dan B. Randa untuk fungsi aturan mode.
Setelah mengembangkan teorinya Roy mengembangkan model sebagai suatu kerangka
kerja pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Sejak itu lebih dari 1500 staf
pengajar dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk mengklasifikasi, menyaring dan memperluas
model. Penggunaan model praktek juga memegang peranan penting untuk penyaringan model.
Perkembangan model keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang Roy dan profesionalismenya.
Roy mempercayai kemampuan bawaan, tujuan dan nilai kemanusiaan. Pengalaman klinisnya
membantu perkembangan kepercayaan dari tubuh manusia dan spiritnya.
TEORI
Konsep adaptasi Roy.
Definisi dan Konsep Mayor yang membangun kerangka konseptual model adaptasi roy
adalah:
1. Sistem adalah kesatuan dari beberapa unit yang saling berhubungan dan membentuk satu
kesatuan yang utuh dengan ditandai adanya input, control, proses, output, dan umpan balik.
2. Derajat adaptasi adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus fokal, konstektual dan
residual dengan standar individual, sehingga manusia dapat berespon adaptif sendiri.
3. Problem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak adekuat terhadap penurunan atau
peningkatan kebutuhan.
4. Stimulus fokal adalah derajat perubahan atau stimulus yang secara langsung mengharuskan
manusia berespon adaptif. Stimulus fokal adalah presipitasi perubahan tingkah laku.
5. Stimulus konstektual adalah seluruh stimulus lain yang menyertai dan memberikan
konstribusi terhadap perubahan tingkah laku yang disebabkan atau dirangsang oleh stimulus
fokal.
6. Stimulus residual adalah seluruh factor yang mungkin memberikan konstribusi terhadap
perubahan tingkah laku, akan tetapi belum dapat di validasi.
7. Regulator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon otomatik melalui neural,
cemikal, dan proses endokrin.
8. Kognator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon melalui proses yang
kompleks dari persepsi informasi, mengambil, keputusan dan belajar.
9. Model efektor adaptif adalah kognator yaitu ; Fisiologikal, fungsi pean, interdependensi dan
konsep diri.
10. Respon adaptif adalah respon yang meningkatkan intergritas manusia dalam mencapai tujuan
manusia untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan reproduksi.
11. Fisiologis adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan bagaimana proses
adaptasi dilakukan untuk pengaturan cairan dan elektrolit, aktivits dan istirahat, eliminasi,
nutrisi, sirkulasi dan pengaturan terhadap suhu, sensasi, dan proses endokrin.
12. Konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan yang dianut individu dalam satu waktu
berbentuk : persepsi, partisipasi, terhadap reaksi orang lain dan tingkah laku langsung.
Termasuk pandangan terhadap fisiknya (body image dan sensasi diri) Kepribadian yang
menghasilkan konsistensi diri, ideal diri, atau harapan diri, moral dan etika pribadi.
13. Penampilan peran adalah penampilan fungsi peran yang berhubungan dengan tugasnya di
lingkungan social.
14. Interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain yang penting dan sebagai
support sistem. Di dalam model ini termasuk bagaimana cara memelihara integritas fisik
dengan pemeliharaan dan pengaruh belajar.
Model Konseptual Adaptasi roy, ada empat elemen penting yang termasuk dalam
model adaptasi keperawatan adalah manusia, Lingkungan; kesehatan; keperawatan. Unsur
keperawatan terdiri dari dua bagian yaitu tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan, juga
termasuk dalam elemen penting pada konsep adaptasi.
1. Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai
sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistic sebagai satu kesatuan yang
mempunyai input, control, output, dan proses umpan balik. Proses control adalah
mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara adaptasi. Lebih spesifik
manusia di definisikan sabagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan
regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara adaptasi yaitu : fungsi
fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang
hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan
lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam istilah
karakteristik sistem, Jadi manusia dilihat sebagai satu kesatuan yang saling
berhubungan antar unit fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional
untuk beberapa tujuan. Sebagai suatu sistem manusia juga dapat digambarkan dengan
istilah input, proses control dan umpan balik serta output.
Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan menerima
masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input
atau stimulus termasuk variable satandar yang berlawanan yang umpan baliknya
dapat dibandingkan. Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai
tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi
dengan usaha-usaha yang biasanya dilakukan.
Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping
yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator.
Regulator dan kognator adalah digambarkan sebagai aksi dalam hubunganya terhadap
empat efektor cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
interdependensi.
a) Model Fungsi Fisiologi.
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya.
Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus
dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua
bagian, model fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan
dan fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian
yaitu :
1) Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya,
yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam
Roy 1991).
2) Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk
mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan
mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy
1991).
3) Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal
dan ginjal. ( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
4) Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik
dan istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi
fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-
komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991).
5) Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk
proses imunitas dan struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku)
dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma
dan perubahan suhu. (Sato, 1984 dalam Roy 1991).
6) The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa
dan bau memungkinkan seseorang berinteraksi dengan
lingkungan . Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam
pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).
7) Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di
dalamnya termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler,
ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem
fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly,
1984, dalam Roy 1991).
8) Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis
merupakan bagian integral dari regulator koping mekanisme
seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan
mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi
kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh
(Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).
9) Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai
dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi
fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan
dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping
mekanisme ( Howard & Valentine dalam Roy,1991).
b) Model Konsep Diri
Model konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan
penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia.
Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis
antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri
menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the
personal self.
1) The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya
berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya.
Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan,
seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan
seksualitas.
2) The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal
diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas,
hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam
area ini.
c) Model fungsi peran
Mode fungsi peran mengenal pola – pola interaksi sosial seseorang
dalam hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran
primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat
memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya
d) Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang
dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan
menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling menghargai.
Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan
kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan
ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain.
Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan
tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan
antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima.
Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah respon
inefektif. Respon-respon yang adaptif itu mempertahankan atau
meningkatkan integritas, sedangkan respon yang tidak efektif atau
maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui proses umpan balik respon-
respon memberikan lebih lanjut masukan (input) pada manusia sebagai
suatu sisem.
Subsistem regulator dan kognator adalah mekanisme adaptasi atau
koping dengan perubahan lingkungan, dan diperlihatkan melalui
perubahan biologis, psikologis, dan social. Subsistem regulator adalah
gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistem saraf,
kimia tubuh dan organ endokrin serta subsistem kognator adalah
gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan kognitif dan emosi,
termasuk didalamnya persepsi, proses informasi, pembelajaran, dan
membuat alasan dan emosional, yang termasuk didalamnya
mempertahankan untuk mencari bantuan.
2. Lingkungan
Lingkungan digambarkan sebagai dunia di dalam dan di luar manusia.
Lingkungan merupakan masukan (input) bagi manusia sebagai sistem yang adaptif
sama halnya lingkungan sebagai stimulus eksternal dan internal. Lebih lanjut stimulus
itu dikoelompokkan menjadi tiga jenis stimulus yaitu : fokal, konstektual, dan
residual. Lebih luas lagi lingkungan didefinisikan sebagai segala kondisi, keadaan
disekitar dan mempengaruhi keadaan, perkembangan dan perilaku manusia sebagai
individu ata kelompok.
3. Kesehatan.
Menurut Roy, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi
manusia secara utuh dan terintegrasi secara keseluruhan. Integritas atau keutuhan
manusia menyatakan secara tidak langsung bahwa kkesehatan atau kondisi tidak
terganggu mengacu kelengkapan atau kesatuan dan kemungkinan tertinggi dari
pemenuhan potensi manusia. Jadi Integritas adalah sehat, sebaliknya kondisi yang
tidak ada integritas kurang sehat. Definisi kesehatan ini lebih dari tidak adanya sakit
tapi termasuk penekanan pada kondisi sehat sejahtera.
Dalam model adaptasi keperawatan, konsep sehat dihubungkan dengan konsep
adaptasi. Adaptasi yang bebas energi dari koping yang inefektif dan mengizinkan
manusia berespon terhadap stimulus yang lain. Pembebasan energi ini dapat
meningkatkan penyembuhan dan mempertinggi kesehatan. Hal ini adalah
pembebasan energi yang menghubungkan konsep adaptasi dan kesehatan.
Adaptasi adalah komponen pusat dalam model keperawatan. Didalamnya
menggambarkan manusia sebagai sistem adaptif. Adaptasi dipertimbangkan baik
proses koping terhadap stressor dan produk akhir dari koping. Proses adaptasi
termasuk fungsi holistic untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan itu
meningkatkan integritas. Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dan
lingkungan terdiri dari dua proses. Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan
pperubahan dalam lingkungan internal dan eksternal yan gmembutuhkan sebuah
respon. Perubahan – perubahan itu adalah stressor atau stimulus fokal dan ditengahi
oleh factor-faktor konstektual dan residual. Bagian-bagian stressor menghasilkan
interaksi yang biasanya disebut stress. Bagian kedua adalah mekanisme koping yang
merangsang untuk menghasilkan respon adaptif dan inefektif.
Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam istilah
kondisi yang meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi : kelangsungan
hidup, pertumbuhan, reproduksi dan penguasaan yang disebut integritas. Kondisi
akhir ini adalah kondisi keseimbangan dinamik equilibrium yang meliputi
peningkatan dan penurunan respon-respon. Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi
oleh adaptasi, sehingga dinamik equilibrium manusia berada pada tingkat yang lebih
tinggi. Jarak yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan suksesnya manusia
sebagai sistem adaptif. Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada tingkat-tingkat yang
lebih tinggi pada keadaan sejahtera atau sehat. Adaptasi kemudian disebut sebagai
suatu fungsi dari stimuli yang masuk dan tingkatan adaptasi.
4. Keperawatan
Roy (1983) menggambarkan keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktek.
Sebagai ilmu, keperawatan mengobservasi, mengklasifikasikan dan menghubungkan
proses yang secara positif berpengaruh pada status kesehatan. Sebagai disiplin,
praktek, keperawatan menggunakan pendekatan pengetahuan untukmenyediakan
pelayanan pada orang-orang. Lebih spesifik dia mendefinisikan keperawatan sebagai
ilmu da praktek dari peningkatan adaptasi untuk meningkatkan kesehatan sebagai
tujuan untuk mempengaruhi kesehatan secara positif. Keperawatan meningkatkan
adaptasi individu dan kelompok dalam situasi yang berkaitan dengan kesehatan, Jadi
model adaptasi keperawatan menggambarkan lebih spesifik perkembangan ilmu
keperawatan dan praktek keperawatan yang berdasarkan ilmu keperawatan tersebut.
Dalam model tersebut, keperawatan terdiri dari tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan.
Keperawatan adalah berhubungan dengan manusia sebagai satu kesatuan yang
berinteraksi dengan perubahan lingkungan dan tanggapan terhadap stimulus internal
dan eksternal yang mempengaruhi adaptasi. Ketika stressor yang tidak biasa atau
koping mekanisme yang lemah membuat upaya manusia yang biasa menjadi koping
yang tidak efektif, manusia memerlukan seorang perawat. Ini tidak harus,
bagaimanapun diinterpretasikan umtuk memberi arti bahwa aktivitas keperawatan
tidak hanya diberikan ketika manusia itu sakit. Roy menyetujui, pendekatan holistic
keperawatan dilihat sebagai proses untuk mempertahankan keadaan baik dan tingkat
fungsi yang lebih tinggi.
Keperawatan terdiri dari dua yaitu : tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan. Tujuan keperawatan adalah mempertinggi interaksi manusia dengan
lingkungan. Jadi peningkatan adaptasi dalam tiap empat cara adaptasi yaitu :
1) fungsi fisiologis
2) konsep diri
3) fungsi peran
4) interdependensi.
Dorongan terhadap peningkatan integritas adaptasi dan berkontribusi terhadap
kesehatan manusia, kualitas hidup dan kematian dengan damai. Tujuan keperawatan
diraih ketika stimulus fokal berada dalam suatu area dengan tingkatan adaptasi
manusia. Ketika stimulus fokal tersebut berada pada area tersebut dimana manusia
dapat membuat suatu penyesuaian diri atau respon efektif. Adaptasi membebaskan
energi dari upaya koping yang tidak efektif dan memnugkinkan individu untuk
merespon stimulus yang lain. Kondisi tersebut dapat mencapai peningkatan
penyembuhan dan kesehatan. Jadi peranan penting adaptasi sangat ditekankan pada
konsep ini.
Tujuan dari adaptasi adalah membantu perkembangan aktivitas keperawatan yang
digunakan pada proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan ,
tujuan, intervensi dan evaluasi. Adaptasi model keperawatan menetapkan “data apa
yang dikumpulkan, bagaimana mengidentifikasi masalah dan tujuan utama.
Pendekatan apa yang dipakai dan bagaiman mengevaluasi efektifitas proses
keperawatan”.
Unit analisis dari pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan
lingkungan. Proses pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan
lingkungan. Proses pengkajian termasuk dalam dua tingkat pengkajian Tingkat
pertama mengumpulkan data tentang perilaku manusia, dalam tiap empat cara
penyesuaian diri. Data-data tersebut dikumpulkan dari data observasi penilaian
respond an komuniokasi dengan individu. Dari data tersebut perawat membuat
keputusan sementara tentang apakah perilaku dapat menyesuaikan diri atau tidak
efektif. Tingkat kedua pengkajian adalah mengumpulkan data tentang fokal,
konstektual dan residual stimuli. Selama tingkat pengkajian ini perawat
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada
pengkajian tingkat pertama. Keterlibatan ini penting untuk menetapkan faktor-faktor
utama yang mempengaruhi perilaku.
APLIKASI
Proses Keperawatan Menurut Callista Roy
1. Pengkajian
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1) Tahap I : Pengkajian Perilaku.
Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data dan
memutuskan klien adptif dan maladaptive. Termasuk dalam model ini adalah
kebutuhan dasar manusia apakah dapat dipengaruhi oleh kekurangan atau kelebihan.
Misalnya terlalu sedikit oksigen, terlalu tinggi gula darah atau terlalu banyak
ketergantungan. Perawat menggunkan wawancara, observsi dan pengukuran untuk
mengkaji perilaku klien sekarang dan setiap mode. Berdasarkan pengkajian ini
perawat menganalisis apakah perilaku ini adaptif, maladaptive atau potensial
maladaptive.
2) Tahap II: Pengkajian faktor – faktor yang berpengaruh
Pada tahap ini termasuk pengkajan stimuli yang signifikan terhadap perubahan
perilaku seseorang yaitu stimuli focal, kontekstual dan residual.
a) Identifikasi stimuli focal.
Stimuli focal merupakan perubahan penilaku yang dapat
diobserasi. Perawat dapat melakukan pengkaian dengan menggunakan
pengkajian perilaku yaitu : Keterampilan melakukan observasi, melakukan
pengukuran dan interview.
b) Identifikasi stimuli kontekstual
Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya
perilaku atau presipitasi oleh stimulus focal. Sebagal contoh anak yang di
rawat dirumah sakit mempunyai peran perilaku yang inefektif yaitu tidak
belajar. Focal stimulus yang dapat dildentifikasi adalah adanya fakta
bahwa anak kehlangan skedul sekolah. Stimulus kontekstual yang dapat
diidentiflkasi adalah secara internal faktor anak menderita sakit dan faktor
eksternalnya adalah anak terisolasi. Stimulasi kontekstual dapat
diidentifikasi oleh perawat melalul observasi, pengukuran, interview dan
validasi.
Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual yang
mempengaruhi mode adaptif adalah genetic, sex, tahap perkembangan,
obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi, interdependensi, pola
interaksi sosial, koping mekanisme, stress emosi dan fisik religi, dan
lingkungan fisik.
c) Identifikasi stimuli residual.
Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu.
Helson dalam Roy, 1989 menjelaskan bahwa beberapa faktor dari
pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan saat ini.
Sikap, budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan
memberikan efek pada situasi sekarang.
2. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai suatu
hasil dari proses pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang mampunya
adaptasi. Diagnosa keperawatan dirumuskan dengan mengobservasi tingkah laku
kilen terhadap pengaruh lingkungan. Menurut Roy (1991) ada 3 metode dalam
membuat diagnosa keperawatan
a. Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan
berhubungan dengan 4 mode adaptif . dalam mengaplikasikan diagnosa ini,
diagnosa pada kasus Tn. Smith adalah “hypoxia”.
b. Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi dari perilaku yang
tampak dan berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan menggunakan metode
diagnosa ini maka diagnosanya adalah “nyeri dada disebabkan oleh
kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan cuaca lingkungan
yang panas”.
c. Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan
dengan stimulus yang sama, yaitu berhubungan Misalnya jika seorang petani
mengalami nyeri dada, dimana ia bekerja di luar pada cuaca yang panas. Pada
kasus ini, diagnosa yang sesuai adalah “kegagalan peran berhubungan dengan
keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang panas”
3. Penentuan Tujuan
Roy (1984) menyampaikan bahwa secara urnum tujuan pada intervensi
keprawatan adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan
mengubah perilaku inefektif menjadi adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan
jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang yang akan dicapai
meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekeuasaan. Tujuan jangka pendek meliputi
tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan manipulasi terhadap
stimulus focal, konteksual dan residual.
4. Intervensi
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau memanipulasi
stimulus fokal, kontekstual dan residual, juga difokuskan pada koping individu atau
zona adaptasi, sehingga seluruh rangsang sesuai dengan kemampuan indMdu untuk
beradaptasi. Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus menuju perilaku
adaptif. Hal ini menekankan kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab selama
pengkajian tahap II.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan
sehubungan dengan tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah laku pasien
setelah diimplementasi. Intervensi keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku pasien
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Kelebihan dan Kelemahan Teori Callista Roy
Roy mampu mengembangkan dan menggabungkan beberapa teori sehingga dapat
mengembangkan model perpaduannya. Yang hingga kini masih menjadi pegangan bagi para
perawat. Keeksistensiannya tentu memiliki sifat kuat atau memiliki kelebihan dalam penerapan
konsepnya dibanding dengan konsep lainnya. Kelebihan dari teori dan model konseptualnya
adalah terletak pada teori praktek dan model adaptasi yang dikemukakan oleh Roy perawat bisa
mengkaji respon perilaku pasien terhadap stimulus yaitu mode fungsi fisiologis, konsep diri,
mode fungsi peran dan mode interdependensi. selain itu perawat juga bisa mengkaji stressor
yang dihadapi oleh pasien yaitu stimulus fokal, konektual dan residual, sehingga diagnosis yang
dilakukan oleh perawat bisa lebih lengkap dan akurat.
Dengan penerapan dari teory adaptasi Roy perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
dapat mengetahui dan lebih memahami individu, tentang hal-hal yang menyebabkan stress pada
individu, proses mekanisme koping dan effektor sebagai upaya individu untuk mengatasi stress.
Sedangkan kelemahan dari model adaptasi Roy ini adalah terletak pada sasarannya. Model
adaptasi Roy ini hanya berfokus pada proses adaptasi pasien dan bagaimana pemecahan masalah
pasien dengan menggunakan proses keperawatan dan tidak menjelaskan bagaimana sikap dan
perilaku cara merawat ( caring ) pada pasien. Sehingga seorang perawat yang tidak mempunyai
perilaku caring ini akan menjadi sterssor bagi para pasiennya.
CONTOH KASUS DAN APLIKASI TEORI CALLISTA ROY DALAM ASUHAN
KEPERAWATAN
Klien Ny.A, usia 21 th bertempat tinggal di Jl. Hos Cokroaminoto No. 31 Simpang
Kawat, klien masuk rumah sakit tanggal 13 April 2008, dirawat baru pertama kalinya dengan
keluhan sering mendengar suara mantan suaminya, klien merasa pusing stress karena
ditinggalkan oleh suaminya, klien mengurung diri dalam kamar dalam waktu yang lama dan
sering duduk sendirian. Keluarga merasa tidak mampu untuk merawatnya dan akhirnya dibawa
ke RSJ dengan alasan mau diajak jalan-jalan. Dari hasil observasi didapat data tentang klien
yaitu rambut kurang rapi, baju diganti 1x sehari, klien mengatakan sering mendengar suara
ejekan. Jika mendengar suara ejekan-ejekan itu, klien merasa tidak tenang dan resah. Klien
tampak tidak tenang dan kadang gelisah.
A. pengkajian Identitas Klien
Nama : Ny. A
Agama : Islam
Umur : 21 tahun
Status : Menikah
Jenis Kelamin : Perempuan
Ruang : Teta
Tgl. Masuk RS : 13 Maret 2015
Medis : Kehilangan
Alamat : Jl. Hos Cokroaminoto No. 31 Simpang Kawat
B. Pengkajian Kebiasaan (Assesment of Behaviour)
Menurut Roy, pengkajian tahap pertama berdasarkan 4 mode adaptasi
Model fisiologis : tekanan darah, heart rate, respiratory rate, suhu
Model konsep diri : citra tubuh, identitas diri, ideal diri, harga diri
Model fungsi peran : klien mengalami perubahan fungsi peran
Model interdependen (kemandirian) : segala kebutuhan klien dipenuhi oleh ayah dan
kakaknya
C. Pengkajian factor-faktor yang berpengaruh (Assesment of Influencing Factors)
Menurut Roy, pegkajian tahap kedua adalah mengkaji stimulus yang ada pada klien,
diantaranya adalah :
1. stimulus fokal : perubahan konsep diri karena berduka
2. stimulus kontekstual
Internal : alam perasaan klien
Eksternal : lingkungan keluarga klien
3. stimulus residual : klien bisa berbagi cerita tentang pengalaman masa lalunya
D. Diagnosis keperawatan (Nursing Diagnosis)
1. berduka berhubungan dengan depresi kehilangan, kematian suami
2. depresi kehilangan : kematian suami berhubungan dengan koping individu tidak efektif
3. tidak efektifnya penatalaksanaan terapeutik berbuhungan dengan koping keluarga tidak
efektif
4. deficit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya motivasi
E. Penentuan tujuan (Goal Setting)
1. bina dan tingkatkan hubungan saling percaya
2. identifikasi kemungkinan factor yang menghambat proses berduka
3. kurangi atau hilangkan factor penghambat proses berduka
4. beri dukungan terhadap respon kehilangan klien
5. tingkatkan rasa kebersamaan antar anggota keluarga
F. Intervensi (Intervention)
1. sapa klien dengan ramah baik verbal, maupun non verbal, perkenalkan diri dengan
sopan, tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai.
2. bersama klien mendiskusikan hubungan klien dengan orang atau objek yang pergi atau
hilang – menggali pola hubungan klien dengan orang yang berarti
3. bersama klien mengidentifikasi cara mengatasi perasaan berduka dimasa lalu, menilai
cara efektif dan tidak efektif
4. menjelaskan kepada klien atau keluarga bahwa sikap menghargai, marah, depresi dan
menerima adalah wajar dalam menghadapi kehilangan
5. menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti, mendorong klien agar mau
menggali perasaannya bersama anggota keluarga klien
6. terapi medic : CPZ 100mg 3x1. THP 2mg 3x1. Ledomer 2mg 3x1
G. Evaluasi
1. perawatan diri dan personal hygiene klien sudah teratasi
2. masalah klien mengenai berduka tentang kehilangan suami telah teratasi
3. klien sudah mampu mengatasi emosi diri
4. perbaikan koping individu masih dilanjutkan
5. perbaikan koping keluarga direvisi
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa terhadap model adaptasi Roy, maka kelompok menganalisa bahwa
model keperawatan roy lebih menekankan pada manusia secara holistik yang memiliki
mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Konsep ini juga
menekankan pentingnya individu untuk mempertahankan perilaku secara adaptif dan mampu
merubah perilaku yang maladaptif agar dapat meningkatkan kesehatannya.
Model konseptual Roy berisi 4 elemen yaitu manusia, lingkungan, kesehatan, dan
keperawatan. Manusia dipandang sebagai sitem adaptasi kehidupan yang perilakunya dapat
diklasifikasikan menjadi respon yang adaptif atau respon yang inefektif. Lingkungan terdiri
stimulus internal dan eksternal. Kesehatan adalah proses menjadi terintegrasi dan dapat mencapai
tujuan untuk hidup, pertumbuhan, reproduksi, penguasaan. Tujuan keperawatan adalah
meningkatkan respon adaptasi yang berhubungan dengan adaptasi mode, menggunakan
informasi tentang tingkat adaptasi manusia dan stimulus fokal, kontekstual, dan residual.
Setelah penulis melakukan analisis SWOT pada konseptual calista Roy, penulis menyimpulkan
bahwa konseptual ini dapat digunakan di Indonesia dengan mempertahankan keuntungan,
memanfaatkan kesempatan, memperbaiki kelemahan serta menekan ancaman yang ada.
SARAN
Secara umum, pembaca diharapkan mampu menelaah dan mempelajari setiap konsep dan
model keperawatan yang sudah berkembang dan mampu membandingkan teori dan model
praktik yang sesuai dengan ilmu keperawatan itu sendiri sehingga tidak bertentangan dengan
etika, norma dan budaya.
Secara khusus, perawat harus mampu meningkatkan respon adaptif pasien pada situasi
sehat atau sakit . Perawat dapat mengambil tindakan untuk memanipulasi stimuli fokal,
kontextual maupun residual stimuli dengan melakukan analisa sehingga stimuli berada pada
daerah adaptasi. Perawat harus mampu bertindak untuk mempersiapkan pasien mengantisipasi
perubahan melalui penguatan regulator, cognator dan mekanisme koping yang lain.
Pada situasi sehat, perawat berperan untuk membantu pasien agar tetap mampu
mempertahankan kondisinya sehingga integritasnya akan tetap terjaga. Misalnya melalui
tindakan promotif perawat dapat mengajarkan bagaimana meningkatkan respon adaptif.
Pada situasi sakit, pasien diajarkan meningkatkan respon adaptifnya akibat adanya
perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Misalnya, seseorang yang mengalami
kecacatan akibat amputasi karena kecelakaan. Perawat perlu mempersiapkan pasien untuk
menghadapi realita. Dimana pasien harus mampu berespon secara adaptif terhadap perubahan
yang terjadi didalam dirinya. Kehilangan salah satu anggota badan bukanlah keadaan yang
mudah untuk diterima. Jika perawat dapat berperan secara maksimal, maka pasien dapat bertahan
dengan melaksanakan fungsi perannya secara optimal.
top related