terapi okupasi
Post on 22-Jan-2016
70 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Produksi dan Dokumentasi Keperawatan
Pendokumentasian pada Kelompok Khusus
Oleh :
D IV Keperawatan Tingkat 1
KELOMPOK 7
1) Putu Jana Yanti Putri (P07120214028)
2) Ni Nyoman Diah Vitri P. (P07120214029)
3) Ni Kadek Suliani (P07120214034)
4) Putu Lenny Omi Priyatni (P07120214035)
5) I Gusti Ayu Ari Dewi (P07120214037)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Proses dan Dokumentasi Keperawatan” dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Dalam penyelesaian makalah ini ada beberapa kesulitan yang penulis
temukan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan dan pengalaman penulis,
yang menyangkut masalah teori dalam ilmu dokumentasi. Untuk itu, pada
kesempatan yang berbahagia ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan anugrah-Nya kepada pihak
yang telah membantu penyelesaian makalah ini dan semoga makalah ini dapat
berguna untuk memberikan kontribusi dalam mata kuliah Proses dan
Dokumentasi Keperawatan. Di samping itu penulis menyadari makalah ini jauh
dari sempurna. Untuk itu,segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif penulis
terima dengan senang hati demi kesempurnaan Makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapa saja, khususnya para
mahasiswa serta seluruh pembaca.
“Om Shanti Shanti Shanti Om”
Denpasar, 9 Mei 2015
Penulis
Halaman 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I - PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
1.4 Manfaat 4
1.5 Metode penulisan 4
BAB II - PEMBAHASAN
I. DOKUMENTASI PENGKAJIAN KEPERAWATAN
II. DOKUMENTASI DIAGNOSA KEPERAWATAN
III. DOKUMENTASI INTERVENSI KEPERAWATAN
IV. DOKUMENTASI IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
V. DOKUMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
BAB III - PENUTUP
3.1 Kesimpulan 14
3.2 Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15
Halaman 2
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
II. Rumusan Masalah
III. Tujuan Penulisan
IV. Manfaat Penulisan
V. Metode Penulisan
Halaman 3
BAB II
PEMBAHASAN
I. DOKUMENTASI PADA ANAK SEKOLAH
A. Konsep Anak Usia Sekolah
1. Pengertian Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah adalah anak yang memiliki umur 6
sampai 12 tahun yang masih duduk di sekolah dasar dari kelas
1 sampai kelas 6 dan perkembangan sesuai usianya. Anak usia
sekolah adalah anak denga usia 7 sampai 15 tahun (termasuk
anak cacat) yang menjadi sasaran program wajib belajar
pendidikan 9 tahun.
2. Tahap perkembangan anak usia sekolah
a. Aspek fisik
Kecerdasan perkembangan secara pesat,berpikir makin
logis dan kritis fantasis semakin kuat sehingga sering kali
terjadi konflik sendiri, penuh dengan cita – cita.
b. Aspek sosial
Mengejar tugas – tugas sekolah bermotivasi untuk belajar,
namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati –
hati dan berhati – hati.
c. Aspek kognitif
Anak bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok
(kerja sama). Anak termotivasi dan mengerti hal – hal
sistematik
d. Peran Dan Fungsi Keluarga Bagi Anak Usia Sekolah
Tugas perkembangan dalam anak usia sekolah menurut
Duval dam Miller Carter dan Mc Goldrik dalam Friedman
(1980) :
Halaman 4
Mensosialisasikan anak - anak termasuk
meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan
hubungan dengan teman sebaya yang sehat
Mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan.
Memenuhi kebutuhan fisik anggota keluarga
B. Konsep Kebersihan diri
Kebersihan diri adalah upaya yang di lakukan untuk
menjaga tubuh atau badan agar ada selalu dalam keadaan bersih
dan sehat diantaranya : kebersihan gigi dan mulut serta tangan dan
kuku.
Yang khas pada kelompok ini adalah anak usia sekolah
mampu merawat diri sendiri, pada usia ini anak mampu melakukan
peran aktif dalam perawatan kesehatan diri mereka sendiri. Remaja
dapat diwawancarai tanpa kehadiran orang tua. Tetapi privasi dan
kerahasiaan harus tetap dipertahankan untuk menumbuhkan rasa
percaya remaja.
1. Pengkajian
Meliputi tingkat perkembangan respon terhadap perawatan,
riwayat perawatan kesehatan utama, riwayat medis dan
dukungan yang ada, kemampuan untuk memahami dan
bekerjasama, menerima tangung jawab kemampuan motorik,
kemampuan kognitif dan psikososial, riwayat diit, aktivitas
fisik, alergi.
2. Diagnose keperawatan
Risiko cedera yang berhubungan dengan pilihan gaya
hidup. Penggunaan alkohol. Perubahan pemeliharaan kesehatan
yang berhubungan dengan :
a) kurangnya nutrisi yang adekuat untuk mendukung
pertumbuhan
Halaman 5
b) melewati waktu makan.
c) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan : kurang
informasi
d) Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan : perasaan
negative tentang tubuh
3. Perencanaan
Libatkan anak dan oran tua dalam tujuan, pertimbangan
masalah keperawatan social dan psikologis yang menyertai
masalah keperawatan fisik, memperkuat system pendukung dan
melakukan aktivitas untuk meningkatkan kemampuan
penyelesaian masalah, berikan informasi sesuai dengan
perkembanangan.
4. Implementasi
Sangat individual, koreksi kesalahan informasi nutrisi, aktivitas
fisik, resiko merokok.
5. Evaluasi
Jika tidak tercapai modifikasi, konsultasi ahli, kembangkan
intervensi baru.
II. OKUPASI
A. Pengertian Okupasi
Pekerjaan atau dalam bahasa Inggris disebut occupation,
berikut ini merupakan beberapa definisi dari okupasi (pekerjaan),
yaitu :
Setiap kegiatan yang menggunakan fisik dan/atau pikiran
untuk mencapai tujuan tertent
Penggunaan tenaga dan/atau pikiran untuk mendapatkan
imbalan guna memenuhi kebutuhannya sebagai manusia.
Halaman 6
Pekerjaan dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :
Pekerjaan dalam arti umum, yaitu pekerjaan apa saja yang
mengutamakan kemampuan fisik, baik sementara atau tetap
dengan tujuan memperoleh pendapatan (upah).
Pekerjaan dalam arti tertentu, yaitu pekerjaan yang
mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, baik
sementara atau tetap dengan tujuan pengabdian.
Pekerjaan dalam arti khusus, yaitu pekerjaan bidang tertentu,
mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, bersifat
tetap, dengan tujuan memperoleh pendapatan.
Suatu pekerjaan belum tentu merupakan suatu profesi,
tetapi suatu profesi pasti merupakan suatu pekerjaan. Ciri-ciri
pekerjaan, yauti dalam melakukan pekerjaan tidak mengandalkan
keahlian dan pengetahuan khusus, pekerjaan yang dilakukan hanya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, memiliki status
yang rendah di masyarakat dan hanya bisa menghasilkan sedikit
uang. Contohnya, seperti Operator, penjaga warnet, tukang ketik
di rental, dll.
B. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan
atau kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja
atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-
tingginya, baik fisik, mental maupun sosial, dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-
gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. sasaran
atau lingkupnya : manusia pekerja dan sekitar,sifat : medis.
Higene perusahaan atau lingkungan kerja adalah
spesialisasi dalam ilmu higene beserta prakteknya yang dengan
mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit
kualitatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan
Halaman 7
melalui pengukuran yang hasinya dipergunakan untuk dasar
tindakan korektif kepada lingkungan tersebut serta bila perlu
pencegahan, agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan
terhindar dari bahaya akibat kerja serta dimungkinkan mengecap
derajat kesehatan setinggi-tingginya. Sasaran atau
lingkup : lingkungan kerja, sifat : teknik.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian
dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta
cara-cara melakukan pekerjaan.
C. PERUNDANGAN
vr (veilligheids reglement) tahun 1910
UU kecelakaan 1947-1957, tentang kompensasi
UU no 14 th 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok
mengenai tenaga kerja yang memuat :
tk berhak mendapat perlindungan atas keselamatan,
kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta
perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral
agama.
pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup
norma kesehatan dan higene persh, norma keselamatan
kerja, norma kerja dan pemberian ganti rugi, perawatan,
rehabilitasi dlm kecelakaan kerja.
UU no 1 th 1970 – ttg keselamatan kerja
isi tentang :
istilah-istilah : temp.kerja, pengurus, pengusaha, direktur,
pengawas, ahli keselamatan kerja
ruang lingkup
syarat-syarat keselamatan kerja
pengawasan, pembinaan
p2k3 (panitya pembina keselamatan dan kesehatan kerja
Halaman 8
pelaporan kecelakaan
hak dan kewajiban tk
kewajiban pengurus
pengaturan-pengaturan : ancaman hukuman, peraturan
peralatan
kewajiban pengurus :
memasang syarat keselamatan kerja, uu 1 th 1970, peraturan
pelaksana
memasang gambar-gambar keselamatan kerja, bahan-bahan
pembinaan lainnya
menyediakan secara Cuma-cuam APD untuk karyawan dan
orang lain
Gangguan Kesehatan Dan Daya Kerja
beban kerja : fisik, mental, sosial
beban tambahan akibat lingkungan kerja :
gol. fisik -gol. Fisiologi
gol. kimia -gol. Psikologis
gol. biologis
kapasitas kerja :
ketrampilan -jenis kelamin
keserasian/fittness –usia
gizi
ukuran tubuh
Faktor Fisik
faktor fisik adalah faktor didalam tempat kerja yg bersifat fisika
diantaranya adalah :
iklim kerja
kebisingan
pencahayaan
Getaran
gelombang mikro, dll
Factor Kimia
Halaman 9
Debu menyebabkan pneumoconiosis, silicosis, asbestosis
dll
Uap menyebabkan: metal fume fever, dermatitis, keracunan
gas menyebabkan keracunan misalnya H2S, Co, dll
larutan menyebabkan dermatitis, keracunan dll
awan, kabut yang dapat menyebabkan keracunan
Ergonomi
Mempermasalahkan hal-ihkwal manusia kerja dg tujuan membina
keserasian antara kesanggupan tenaga kerja dg sarana kerjanya, tata kerja
dan lingkungannya shg diperoleh efisiensi dan produktivitas kerja tinggi
dan akhirnya meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pekerja.sikap
tubuh dlm kerja :
Semua pekerjaan sebaiknya dalam sikap duduk atau duduk
– berdiri bergantian
Semua sikap tubuh yang tak alami – hindari. bila tak
mungkin usahakan beban statik diperkecil
tempat duduk harus menjamin relaksasi otot-otot, tidak ada
penekanan pada paha shg terjaga sirkulasi darah dan
sensibilitas pada paha.
Gizi Kerja
Gizi kerja adalah nutrisi (zat makanan) yang diperlukan pekerja
untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan, sehingga
kesehatan dan daya kerja menjadi setinggi-tingginya. Gizi pada
umumnya: mempelajari bagaimana memberikan makanan sebaik-
baiknya sehingga kesehatan tubuh optimal.
Dipertimbangkan dlm menyusun menu :
pola makan: kebiasaan makanan pokok
kepercayaan / agama: pantang makanan tertentu
keuangan: ekonomis tetapi tetap bergizi
daya cerna: makanan yg biasa dimakan masyarakat sekitar
praktis: mudah diselenggarakan
volume: cukup mengenyangkan
Halaman 10
variatif: jenis menu bervariasi
Faktor Yg Mempengaruhi Tenaga Kerja :
ekonomi
pengetahuan tentang gizi. Gizi
prasangka buruk terhadap bahan makanan
faddisme, yaitu kesukaan berlebihan terhadap jenis makanan
tertentu
Lingkungan kerja
tekanan panas: air 1,9 - 2,8 l, garam 0,1- 0,2 %
pengaruh kronis bahan kimia: vit c mengurangi pengaruh
racun
logam berat, larutan organik, fenol, sianida dll
parasit & mikro organisme
psikologis
kesejahteraan tinggi, tanpa perhatian gizi & olah raga
D. Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit yang disebabkan oleh:
Pekerjaan
proses kerja
alat kerja
lingkungan kerja
bahan kerja
Penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja (Permenaker&trans no.01/1981)
pneumokoniosis
bronkopulmoner
asma kerja
alveolitis alergis
penyakit oleh Be
penyakit oleh Cd
penyakit oleh P
Halaman 11
penyakit oleh Cr
penyakit oleh Mg
(Permenaker&trans no.01/1981):
penyakit oleh Pb
penyakit oleh As
penyakit oleh Hg
penyakit oleh carbon disulfida
penyakit oleh dernat halogen beracun
penyakit oleh benzena & homolog racun
penyakit oleh nitrogen & amino bezena
kebisingan, vebrasi, radiasi
Penyakit akibat kerja (Kepmenaker no. 333/1989)
ditemukan/didiagnosa saat pemeriksaan kesehatan berkala oleh:
1. pemeriksaan klinis
2. Pemeriksaan kondisi lingkungan kerja
Tujuan dan manfaat diagnosis PAK
Tujuan:
1. Dasar terapi
2. Membatasi kecacatan & mencegah kematian
3. Melindungi pekerja lain
4. Memenuhi hak pekerja
Diagnosisi PAK Berkontribusi terhadap
1. Pengendalian pajanan
2. Identifikasi pajanan baru secara dini
3. Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pekerja yang sakit
dan/atau cedera
4. Pencegahan terulang/makin berat kejadian penyakit/kecelakaan
5. Perlindungan pekerja lain
6. Pemenuhan hak kompensasi pekerja
7. Identifikasi ada hub baru pajanan vs penyakit
Halaman 12
Penyebab penyakit akibat kerja
1. Gol. Fisik
suara: tuli
radiasi:
rontgen: penyakit darah. Kelainan kulit
infra merah: katarak
ultraviolet: konjungtivitis fotoelektrik
suhu:
panas: heat stroke, heat cramps
dingin: frostbite
tekanan udara: tinggi (caisson disease)
cahaya: silau, asthenopia, myopia
2. Golongan kimia
debu: silikosis, pneumoconosis, asbestosis
uap: metal fume fever, dermatitis
gas: H2S, CO
larutan: dermatitis
awan/kabut: insektisida, racun jamur
3. Golongan biologis
Anthrax
brucella (kulit), dll
4. Golongan fisiologis (ergonomi)
konstruksi mesin / tata letak / tata ruang
sikap badan, dll
5. Golongan mental psikologis
Halaman 13
Monotoni
hubungan kerja (stress psikis), organisasi, dll
Identifikasi penyakit akibat kerja
1. Pendekatan epidemiologis (komunitas)
Untuk identifikasi hubungan kausal antara pajanan dan
penyakit: Kekuatan asosiasi, konsistensi, spesifisitas, hubungan
waktu, hubungan dosis
2. Pendekatan klinis (individu)
Untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja: diagnosis klinis,
pajanan yang dialami, hubungan pajanan dengan penyakit,
pajanan yang dialami cukup besar, peranan faktor individu,
faktor lain di luar pekerjaan, diagnosis PAK atau bukan PAK
Diagnosis (dokter perusahaan) berdasarkan:
1. Klinis
2. Laboratorium & pemeriksaan penunjang
3. Data lingkungan kerja & analisis riwayat pekerjaan
Tujuh langkah diagnosis penyakit akibat kerja
1. Tentukan diagnosis klinis
2. Tentukan pajanan yang dialami
3. Apa pajanan dapat menyebabkan penyakit tersebut?
4. Apa jumlah pajanan cukup besar
5. Apa ada faktor-faktor individu yang berpengaruh
6. Cari kemungkinan lain di luar pekerjaan
7. Penyakit akibat kerja, atau penyakit bukan akibat kerja:
a. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau penyakit
akibat kerja
b. Penyakit yang diperberat oleh pekerjaan
Dasar membuat diagnosis penyakit akibat hubungan kerja,
membedakan:
Halaman 14
1. Pajanan ditempat kerja menyebabkan penyakit
2. Pajanan ditempat kerja merupakan salah satu penyebab
bermakna bersama dengan faktor risiko lain
3. Pajanan ditempat kerja memperberat penyakit yang sudah
diderita sebelumnya
a. Diagnosis klinis
lakukanlah sesuai prosedur medis yang berlaku
bila perlu lakukan:
pemeriksaan penunjang /tambahan
rujukan informasi ke spesialis lain
b. Pajanan yang dialami
Pajanan saat ini dan pajanan sebelumnya. Lakukan
anamnesis (lebih bernilai bila ditunjang data obyektif):
deskripsi pekerjaan secara kronologis
periode waktu kerja masing-masing
apa yang diproduksi
bahan yang digunakan
cara bekerja
c. Apa ada hubungan pajanan dengan penyakit
Lakukan identifikasi pajanan
Evidence based: pajanan-penyakit
Bila tidak ada: pengalaman penelitian awal
d. Jumlah pajanan cukup
Perlu mengetahui patifisiologi penyakit & bukti
epidemiologis
Dapat dengan pengamatan kualitatif cara kerja,
proses kerja, bagaimana lingkungan kerja
Masa kerja
Pemakaian alat pelindung sesuai/tepat?
e. Faktor individu berperan
Berapa besar berperan
Halaman 15
Riwayat atopi atau alergi
Riwayat penyakit dalam keluarga
Hiegene perorangan
f. Faktor lain di luar pekerjaan
Pajanan lain yang dapat menyebabkan penyakit tetapi bukan
faktor pekerjaan, seperti rokok, pajanan di rumah, hobi
g. Menentukan diagnosis PAK
Kaji semua langkah-langkah
Bukti dan referensi tentang PAK
Ada hubungan sebab akibat pajanan-penyakit &
faktor pekerjaan faktor yang dianggap paling
bermakna terhadap terjadinya penyakit
diagnosis PAK
Langkah-langkah medis
1. Anamnesis riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan
a. Riwayat penyakit sekarang deskrispsikan keluhan dengan
perjalanan penyakit
b. Riwayat penyakit dahulu
c. Riwayat pekerjaan:
- faktor di tempat kerja
- riwayat penyakit dan gejala
- riwayat pekerjaan dari dulu sampai saat ini (jenis kerja, waktu,
lama, hasil - produksi, bahan yang dipakai, dll)
Anamnesis pekerjaan
- Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis
- Waktu
- Lamanya bekerja per hari dan masa kerja
- Apa yang diproduksi
- Bahan apa yang digunakan
- Jumlah pajanan (kuantitatif)
- Alat pelindung diri yang digunakan
- Hubungan gejala dengan waktu kerja
Halaman 16
- Pengaruh terhadap pekerjaan lain
- Menurut pekerja apa keluhan ada hubungan dengan pekerjaan
2. Pemeriksaan klinis
3. Pemeriksaan lab (darah urin, faeses)
4. Pemeriksaan rontgen untuk paru-paru
5. Pemeriksaan tempat kerja
faktor penyebab
hasil pengukuran
6. Diagnosis kerja & diagnosis differensial
7. Diagnosis okupasi: Ada hubungan diagnosis kerja dengan
pekerjaan/proses kerja/lingkungan kerja
Penatalaksanaan PAK:
a. Terapi medikamentosa:
Terhadap kasual (bila mungkin)
Pada umumnya PAK/PAHK irreversibel, sehingga terapi sering
kali hanya secara simptomatis saja
contoh: silikosis (irreversibel), terapi hanya mengatasi sesak nafas,
nyeri dada
b. Terapi okupasi:
Pindah ke bagian yang tidak terpapar
Lakukan cara kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik
Prinsip pencegahan
1. Pencegahan awal (primer)
- Penyuluhan
- perilaku K3 yang baik
- olahraga
2. Pencegahan setempat (sekunder)
- pengendalian melalui undang-undang
- pengendalian melalui administrasi/organisasi
- pengendalian secara teknis (substitusi, ventilasi, isolasi,
ventilasi, alat pelindung diri)
Halaman 17
3. Pencegahan dini (tertier)
- pemeriksaan kesehatan berkala
E. Manajerial Keperawatan Okupasi
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat
bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun
lingkungan agar diperoleh produktifitas kerja yang
optimal.Kesehatan kerja adalah semua upaya untuk menyerasikan
kapasitas kerja, beban kerja agar setiap pekerja dapat bekerja
secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun
masyarakat yang ada di sekelilingnya (Depekes, 1995; 2)
Hygiene Perusahaan dan Kesehatan kerja (Hyperkes)
adalah bagian dari usaha kesehatan masyarakat yang ditujukan
kepada masyarakat pekerja, masyarakat sekitar perusahaan dan
masyarakat umum yang menjadi konsumen dari hasil produksi
perusahaan tersebut sehingga dapat terhindar dari penyakit-
penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan pekerjaan dan
lingkungan pekerjaan, dan dapat meningkatkan derajat kesehatan.
Langkah-langkah Manajerial Keperawatan Kerja
Dalam pelaksanaan kesehatan kerja memerlukan langkah-
langkah manajerial untuk menjamin kesehatan dan
keselamatan pekerja. Langkah-langkah Usaha Kesehatan
Kerja (UKK) merupakan langkah utama dalam manajemen
keperawatan okupasi. UKK yang dapat dilakukan di
perusahaan adalah :
Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan
kecelakaan-kecelakaan akibat kerja
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tenaga kerja
Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya
produktivitas tenaga kerja
Pemberantasan kelelahan tenaga kerja
Halaman 18
Meningkatkan kegairahan serta kenikmatan kerja
Perlindungan masyarakat sekitar perusahaan dari
bahaya-bahaya pencemaran yang berasal dari
perusahaan
Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang
mungkin ditimbulkan oleh produk-produk industri
Pemeliharaan dan peningkatan higiene dan sanitasi
perusahaan seperti kebersihan, pembuangan limbah,
sumber air bersih dan sebagainya
Ruang Lingkup Upaya Kesehatan Kerja
Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya
penyerasian antara pekerja dengan pekerja dan lingkungan kerjanya baik
secara fisik maupun psikis dalam hal cara/metoda kerja, proses kerja dan
kondisi kerja yang bertujuan untuk:
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
pekerja di semua lapangan pekerjaan yang setinggi-tingginya baik
secara fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan perlindungan bagi pekerja didalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan
pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis
pekerjaannya.
Kapasitas Kerja, Beban kerja dan Lingkungan Kerja
Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga
komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan
serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja
yang baik dan optimal. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan
Halaman 19
kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima
diperlukan agar seseorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya secara
baik. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban
kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat
mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat
kerja.
Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat kimia,
dll) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan
tersebut secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menimbulkan
gangguan atau penyakit akibatnya. Gangguan kesehatan pada pekerja
dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan
maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa status kesehatan kerja dari masyarakat pekerja
dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya-bahaya kesehatan ditempat kerja dan
kingkungan kerja tetapi juga faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja,
perilaku kerja serta faktor-faktor lainnya.
Lingkungan Kerja dan Penyakit Yang Ditimbulkannya
Penyakit akibat kerja dan atau penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan dapat disebabkan oleh pemaparan terhadap lingkungan kerja.
Dewasa ini terhadap kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang
bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk
mencegahnya. Juga masih terdapat pendapat yang sesat bahwa dengan
mendiagnosis secara benar penyakit-penyakit akibat kerja yang disebabkan
oleh zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja, sudah membuat sutuasi
terkendalikan. Walaupun merupakan langkah yang penting namun hal ini
bukan memecahkan masalah yang sebenarnya. Pendekatan tersebut tetap
membiarkan lingkungan kerja yang tidak sehat tetap tidak berubah, dengan
demikian potensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak
diinginkan juga tidak berubah' Hanya dengan diagnosa" dan "pengobatan/
penyembuhan" dari lingkungan kerja, yang dalam hal ini disetarakan
berturut-turut dengan "pengenalan/evaluasi" dan "pengendalian efektif"
Halaman 20
dari bahaya-bahaya kesehatan yang ada dapat membuat lingkungan kerja
yang sebelumnya tidak sehat menjadi sehat.
Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya-
bahaya dilingkungan kerja yang diperkirakan dapat menimbulkan penyakit
akibat kerja utamanya terhadap para pekerja, ditempuh 3 langkah utama
yaitu : Pengenalan lingkungan kerja, evaluasi lingkungan kerja dan
pengendalian lingkungan dari berbagai bahaya dan resiko kerja.
Pengenalan lingkungan kerja
Pengenalan dari berbagai bahaya dan risiko kesehatan
dilingkungan kerja biasanya pada waktu survai pendahuluan dengan cara
melihat dan mengenal ("walk-through survey"), yang salah satu langkah
dasar yang pertama-tama harus dilakukan dalam upaya program kesehatan
kerja. Beberapa diantara bahaya dan resiko tersebut dapat denganmudah
dikenali, seperti masalah kebisingan disuatu tempat, bilamana sebuah
percakapan sulit untuk didengar, atau masalah panas disekitar tungku
pembakaran atau peleburan yang dengan segara dapat kita rasakan.
Beberapa hal lainnya yang tidak jelas atau sulit untuk dikenali seperti zat-
zat kimia yang berbentuk dari suatu rangkaian proses produksi tanpa
adanya tanda-tanda sebelumnya.
Untuk dapat mengenal bahaya dan resiko lingkungan kerja dengan
baik dan tepat, sebelum dilakukan survai pendahuluan perlu didapatkan
segala informasi mengenai proses dan cara kerja yang digunakan, bahan
baku dan bahan tambahan lainnya, hasil antara hasil akhir hasil sampingan
serta limbah yang dihasilkan. Kemungkinan terbentuknya zat-zat kimia
yang berbahaya secara tak terduga perlu pula dipertimbangkan. Hal-hal
lain yang harus diperhatikan pula yaitu efek-efek terhadap kesehatan dari
semua bahaya-bahaya dilingkungan kerja termasuk pula jumlah pekerja
yang potensial terpapar, sehingga langkah yang ditempuh, evaluasi serta
pengendaliannya dapat dilakukan sesuai dengan prioritas kenyataan yang
ada.
Halaman 21
Evaluasi Lingkungan kerja
Evaluasi ini akan menguatkan dugaan adanya zat/bahan yang
berbahaya dilingkungan kerja, menetapkan karakteristik-karakteristiknya
serta memberikan gambaran cakupan besar dan luasnya pemajanan.
Tingkat pemajanan dari zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja
yang terkendali selama survai pendahuluan harus ditentukan secara
kualitatif dan atau kuantitatif, melalui berbagai teknik misalnya
pengukuran kebisingan, penentuan indeks tekanan panas, pengumpulan
dan analisis dari sampel udara untuk zat-zat kimia dan partikelpartikel
(termasuk ukuran partikel) dan lain-lain. Hanya setelah didapatkan
gambaran yang lengkap dan menyeluruh dari proses pemajanan kemudian
dapat dibandingkan dengan standar kesehatan kerja yang berlaku, maka
penilaian dari bahaya atau risiko yang sebenarnya terdapat dilingkungan
kerja yang telah tercapai.
Pengendalian Lingkungan kerja
Pengendalian lingkungan kerja dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghilangkan pemajanan terhadap zat atau bahan yang berbahaya
dilingkungan kerja. kedua tahapan sebelumnya pengenalan dan
evaluasi, tidak dapat menjamin sebuah lingkungan kerja yang sehat.
Jadi hal ini hanya dapat dicapai dengan teknologi pengendalian yang
adekuat untuk mencegah efek kesehatan yang merugikan dikalangan
para pekerja. Walaupun setiap kasus mempunyai keunikan masing-
masing, terdapat prinsip-prinsip dasar teknologi pengendalian yang
dapat diterapkan, baik secara sendiri maupun dalam bentuk kombinasi,
terhadap sejumlah besar situasi tempat kerja untuk memulainya ada
beberapa pertanyaan yang perlu dikemukakan, dan jawabanya
diharapkan dapat memberi pedoman terhadap jenis teknologi
pengendalian yang paling tepat dan mungkin untuk dilaksanakan.
III. LANSIA
A. Penyakit-penyakit pada Lanjut usia
Halaman 22
1. Sistem Pernapasan
a. Emfisema
Merupakan suatu perubahan struktur paru-paru dalam
bentuk pelebaran saluran napas di ujung akhir bronkus
disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang
menimbulkan kesulitan pengeluaran udara pernapasan.
Gejala emfisema diawali dengan sesak napas, batuk yang
disertai dahak berwarna putih, badan terlihat lelah, nafsu
makan berkurang, dan berat badan pasien menurun.
b. Asma
Merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan.
Ditandai dengan 3 hal, antara lain penyempitan saluran
napas, pembengkakan, dan sekresi lendir yang berlebih di
saluran napas. Secara umum gejala asma adalah sesak
napas, batuk berdahak, dan suara napas yang
berbunyi wheezing, yang biasanya timbul pada pagi hari
menjelang waktu subuh.
c. Pneumonia
Merupakan penyakit infeksi paru. Gejala pneumonia
meliputi demam, batuk, napas pendek, berkeringat,
menggigil, dada terasa berat dan nyeri saat bernapas
(pleuritis), nyeri kepala, nyeri otot, lesu dan suhu tubuh
rendah.
d. Bronkitis
Merupakan peradangan membran mukosa yang melapisi
bronkus dan bronkiolus, yaitu jalan napas dari trakea ke
paru-paru. Bronkitis akut ditandai dengan batuk dengan
atau tanpa sputum, terdiri atas mukus yang diproduksi di
saluran napas. Sedangkan bronkitis kronis ditandai dengan
batuk produktif yang berlangsung sampai 3 bulan atau lebih
setiap tahunnya selama 2 tahun.
Halaman 23
2. Sistem Kardiovaskuler
a. Hipertensi
Merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan
tekanan darah baik secara lambat atau mendadak.
Hipertensi menetap (tekanan darah yang tinggi yang tidak
menurun) merupakan faktor risiko terjadinya stroke,
penyakit jantung koroner, gagal jantung dan gagal ginjal.
Biasanya penyakit ini tidak memperlihatkan gejala,
meskipun beberapa pasien mengatakan nyeri kepala, lesu,
pusing, pandangan kabur, muka yang terasa panas atau
telinga mendenging.
b. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Serangan jantung biasanya terjadi jika bekuan darah
menutup aliran darah di arteri coronaria, yaitu pembuluh
darah yang menyalurkan makanan ke otot jantung. Gejala
berupa rasa tertekan, rasa penuh atau nyeri yang menusuk
di dada dan berlangsung selama beberapa menit. Nyeri
tersebut juga dapat menjalar dari dada ke bahu, lengan,
punggung dan bahkan dapat juga ke gigi dan rahang.
Kadang-kadang gejala yang timbul berupa sesak napas,
berkeringat (dingin), rasa cemas, pusing, mual sampai
muntah, nyeri perut seperti terbakar, kulit dingin, pusing,
rasa ringan di kepala, dan terkadang disertai rasa lesu yang
luar biasa tanpa sebab yang jelas.
c. Gagal Jantung
Merupakan ketidakmampuan jantung memompa darah
sesuai kebutuhan fisiologis, disebabkan hipertensi yang
memengaruhi pemompaan darah yang akhirnya
menyebabkan gagal jantung atau terjadi akibat PJK.
Hipertensi dan PJK juga mengganggu curah jantung.
3. Sistem Persyarafan
Halaman 24
a. Penyakit Alzheimer
Merupakan bagian dari demensia (penurunan daya ingat
dan kemunduran fungsi intelektual lainnya) yang mencakup
fungsi berbahasa, mengingat, melihat, emosi, dan
memahami.
b. Stroke
Terjadi bila aliran darah ke otak mendadak terganggu atau
jika pembuluh darah di otak pecah sehingga darah mengalir
keluar ke jaringan otak di sekitarnya. Stroke dapat dibagi
atas 2 kategori besar, yaitu stroke iskemik (akibat
penyumbatan aliran darah) dan stroke hemoragik (akibat
pecahnya pembuluh darah).
c. Penyakit Parkinson
Merupakan suatu penyakit saraf dengan gejala utama
berupa tremor, kekakuan otot, dan postur tubuh yang tidak
stabil. Gejala utama berupa:
- Tremor atau gemetar di tangan, lengan, rahang, atau
kepala.
- Kekakuan di otot atau ekstremitas.
- Bradikinesia atau perlambatan gerakan.
- Postur tubuh yang tidak stabil atau gangguan
keseimbangan.
Pada gejala maksimal, pasien tidak dapat berjalan,
berbicara, atau bahkan melakukan suatu pekerjaan yang
sederhana. Penyakit ini bersifat menahun, tidak menular,
dan tidak diturunkan.
4. Sistem Pencernaan
a. Inkontinensia Alvi
Keadaan ketika seseorang kehilangan kontrolnya dalam
mengeluarkan tinja, yaitu pasien mengeluarkan tinja tidak
pada waktunya dan tidak dapat menahannya.
Halaman 25
b. Diare
Keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan
frekuensi BAB lebih dari 3 kali dalam sehari dengan
konsistensi feses yang cair, terkadang terdapat ampas dan
lendir.
5. Sistem Perkemihan
a. Gagal Ginjal Akut
Terjadi penurunan mendadak fungsi ginjal dalam
membuang cairan dan ampas darah ke luar tubuh. Tanda
dan gejalanya berupa penurunan jumlah pengeluaran urine,
retensi air yang dapat menimbulkan edema tungkai,
mengantuk, sesak napas, lesu, bingung, kejang atau koma
pada kasus berat, dan nyeri dada.
b. Gagal Ginjal Kronis
Terjadi penurunan fungsi ginjal yang lambat dengan
tanda/gejala yang minimal. Penyebabnya adalah diabetes
dan hipertensi. Tanda dan gejala berupa hipertensi,
penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, anemia,
mual serta muntah, lesu dan gelisah, kelelahan, nyeri kepala
tanpa sebab yang jelas, penurunan daya ingat, kram otot,
BAB berdarah, kulit kekuningan, dan rasa gatal.
c. BPH (Benign Prostat Hiperplasia/Hipertropi)
Merupakan pembesaran jinak kelenjar prostat. Terjadi oleh
karena 2 hal, yaitu penyempitan uretra yang menyebabkan
kesulitan berkemih dan retensi air kemih dalam kandung
kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih. Gejala berupa frekuensi
berkemih bertambah, berkemih pada malam hari, kesulitan
dalam hal memulai dan menghentikan berkemih, air kemih
masih tetap menetes setelah selesai berkemih, rasa nyeri
pada waktu berkemih.
Halaman 26
d. Inkontinensia Urine
Terjadinya pengeluaran urine secara spontan pada
sembarang waktu di luar kehendak. Keadaan ini umum
dijumpai pada lanjut usia. Dari segi medis, inkontinensia
mempermudah timbulnya dekubitus, infeksi saluran kemih,
gagal ginjal, dan peningkatan angka kematian.
6. Sistem Muskuloskeletal
a. Osteoartritis
Pada penyakit ini, rasa kaku biasanya timbul pada pagi hari
setelah tidur, dan sendi terasa nyeri jika digerakkan, tetapi
dapat menghilang beberapa saat setelah digerak-gerakan.
Osteoartritis terjadi akibat gesekan sendi yang merusak
tulang rawan pada lapisan terluar sendi karena penggunaan
sendi yang berulang-ulang. Penyakit ini biasanya mengenai
daerah lutut dan punggung.
b. Artritis rheumatoid (arthritis simetris)
Pada penyakit ini, kaku pada pagi hari tidak mereda setelah
1 atau 2 jam. Peradangan sendi lain dapat berupa nyeri dan
keletihan yang semakin berat. Pembengkakan sendi pada
tangan, kaki, siku, pergelangan kanan-kiri.
c. Pirai (gout)
Jenis arthritis ini menimbulkan nyeri yang cukup hebat
dengan terjadinya penumpukan asam urat di sendi-sendi.
Pertama kali mengenai ibu jari kaki sampai berwarna
kemerahan dan bengkak.
d. Artritis pada lupus
Dapat terjadi pada lupus eritematosus, yaitu penyakit
peradangan kronis jaringan ikat yang terjadi karena sistem
imunitas tubuh menyerang jaringan atau organ pasien
sendiri. Inflamasi mencakup pada sendi, kulit, ginjal, sel
darah, jantung, dan paru.
Halaman 27
e. Peradangan sendi
Keparahan penyakit ini dinilai berdasarkan derajat
ketidakmampuan pergerakan yang ditimbulkannya. Bagi
seseorang dengan fisik yang aktif, gangguan arthritis ringan
sudah dianggap sebagai suatu bencana.
f. Osteoporosis
Keadaan ini merupakan kondisi tulang yang keropos,
rapuh, atau mudah patah. Penyebabnya adalah perubahan
kadar hormon, kekurangan kalsium dan vitamin D, dan/atau
kurangnya aktivitas fisik. Osteoporosis merupakan
penyebab utama fraktur orang dewasa terutama pada kaum
perempuan.
7. Sistem Penglihatan
a. Katarak
Merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekeruhan pada
lensa mata sehingga persepsi cahaya yang memasuki mata
menjadi terganggu dan mengaburkan penglihatan
seseorang. Ditandai dengan kekeruhan lensa mata,
pembengkakan lensa yang berakhir dengan pengerutan dan
kehilangan sifat transparansinya.
8. Sistem Pendengaran
a. Presbiakusis
Merupakan istilah kedokteran untuk gangguan pendengaran
pada lanjut usia. Penyebabnya karena infeksi atau
kerusakan di telinga dalam.
9. Sistem Endokrin
a. Diabetes
Merupakan suatu keadaan kenaikan kadar gula darah yang
menetap. Tanda dan gejala yaitu peningkatan frekuensi
Halaman 28
berkemih, rasa haus, bertambahnya nafsu makan, infeksi
atau luka yang sukar sembuh, dan lesu.
10. Sistem Reproduksi
a. Disfungsi Ereksi
Disfungsi ereksi berarti kegagalan dan ketidakmampuan
mempertahankan ereksi pada 50% usaha penetrasi pada
persetubuhan. Timbul akibat gangguan vaskular,
neurogenik, endokrin, kelainan struktur penis, efek samping
obat, dan stress psikologis.
B. Terapi pada Lanjut usia
o Terapi Modalitas: untuk mengisi waktu luang bagi lanjut
usia
o Terapi Aktifitas Kelompok: untuk meningkatkan
kebersaman dan bertukar pengalaman.
o Terapi Musik: untuk meningkatkan gairah hidup.
o Terapi Berkebun: untuk melatih kesabaran.
o Terapi dengan Binatang: untuk meningkatkan kasih sayang
dan mengisi waktu luang.
o Terapi Kognitif: agar daya ingat tidak menurun.
o Life Review Terapi: meningkatkan gairah hidup dan harga
diri.
o Terapi Keagamaan: meningkatkan rasa nyaman menjelang
kematian.
C. Keperawatan Gerontik
1. Definisi Keperawatan Gerontik
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional
yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang
berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang bersifat
holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun
Halaman 29
sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Gerontik berasal dari kata gerontologi dan geriatrik.
Gerontologi adalah cabang ilmu yang membahas tentang
proses penuaan/masalah yang timbul pada orang yang berusia
lanjut. Geriatrik berkaitan dengan penyakit yang terjadi pada
orang yang berusia lanjut.
Jadi, keperawatan gerontik adalah spesialis keperawatan
lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada tiap tatanan
pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian dan
ketrampilan merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut
usia secara komprehensif.
2. Lingkup dan Tanggung Jawab Keperawatan Gerontik
Fenomena yang menjadi bidang garap keperawatan
gerontik adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia
(KDM) lanjut usia sebagai akibat proses penuaan.
a. Lingkup askep gerontik meliputi:
Pencegahan terhadap ketidakmampuan akibat
proses penuaan.
Perawatan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan akibat proses penuaan.
Pemulihan ditujukan untuk upaya mengatasi
kebutuhan akibat proses penuaan.
b. Peran dan fungsi keperawatan gerontik sebagai
berikut:
1) Sebagai care giver/pemberi asuhan langsung
Berupa bantuan kepada klien lanjut usia yang tidak
mampu memenuhi kebutuhannya sebagai akibat
proses penuaan, meliputi:
Halaman 30
- Pengkajian: upaya mengumpulkan
data/informasi yang benar tentang status
kesehatan lanjut usia.
- Menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan
analisis dari hasil pengkajian.
- Merencanakan intervensi keperawatan untuk
mengatasi kesenjangan langkah-langkah/cara
penyelesaian masalah lanjut usia baik bersifat
aktual, resiko maupun potensial.
- Melaksanakan rencana yang telah disusun.
- Mengevaluasi berdasarkan respon verbal dan
non verbal klien lanjut usia terhadap intervensi
yang dilakukan.
2) Sebagai pendidik klien lanjut usia
Membantu meningkatkan pengetahuan klien lanjut
usia untuk memahami tentang pemenuhan
kebutuhannya.
3) Sebagai motivator
Memotivasi klien lanjut usia yang kurang memiliki
kemauan untuk memenuhi kebutuhan.
4) Sebagai advokasi
Memberi advokasi terhadap klien lanjut usia dalam
pemenuhan kebutuhannya.
5) Sebagai Konselor
Memberikan konseling terhadap klien lanjut usia
agar mampu beradaptasi secara optimal terhadap
proses penuaan yang terjadi.
c. Tanggung jawab perawat gerontik, meliputi:
1) Membantu klien lanjut usia memperoleh kesehatan
secara optimal.
Halaman 31
2) Membantu klien lanjut usia untuk memelihara
kesehatannya.
3) Membantu klien lanjut usia menerima kondisinya.
4) Membantu klien lanjut usia menghadapi ajal dengan
diperlakukan secara manusiawi sampai dengan
meninggal.
3. Sifat Pelayanan Keperawatan Gerontik
Sifat pelayanan gerontik, antara lain:
a. Independent (layanan tidak tergantung pada profesi
lain/mandiri)
Artinya: asuhan keperawatan dilakukan secara mandiri oleh
profesi keperawatan membantu lanjut usia dalam
pemenuhan kebutuhan dasar lanjut usia.
b. Dependent atau kolaboratif
Artinya: saling menunjang dengan disiplin dalam mengatasi
masalah kesehatan lanjut usia.
c. Humanistik (secara manusiawi)
Artinya: didasarkan pada nilai-nilai kemanusian dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap lanjut usia.
d. Holistik (secara keseluruhan).
Lanjut usia merupakan bagian masyarakat dan keluarga,
sehingga asuhan keperawatan gerontik harus
memperhatikan aspek soSial budaya keluarga dan
masyarakat.
4. Konsep Asuhan Keperawatan pada Gerontik
a. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lanjut usia
Kegiatan asuhan keperawatan bagi lanjut usia menurut
Depkes, dimaksudkan untuk memberikan bantuan,
bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan
kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok,
Halaman 32
seperti di rumah/lingkungan keluarga, panti jompo maupun
puskesmas, yang diberikan oleh perawat.
b. Pendekatan Keperawatan Lanjut Usia
1) Pendekatan fisik
Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan
bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi,
kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan
kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya,
makanan, cara memakan obat, dan cara pindah dari
tempat tidur ke kursi atau sebaliknya.
2) Pendekatan psikis
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan
ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu
yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk
keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat
harus selalu memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar,
simpatik dan service.
Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi
terjadi karena bersama dengan semakin lanjutnya usia.
Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti
menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru
terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan,
peningkatan.
3) Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita. Jadi
pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi
perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk
sosial yang membutuhkan orang lain.
4) Pendekatan spiritual
Halaman 33
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan
kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau
agama yang dianutnya dalam kedaan sakit atau
mendeteksi kematian.
5. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia
Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara
mandiri dengan:
a. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka
yang usianya telah lanjut dengan jalan perawatan dan
pencegahan.
b. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya
hidup atau semangat hidup klien lanjut usia (life support).
c. Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita
penyakit atau gangguan baik kronis maupun akut.
d. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal
dan menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka
menjumpai kelainan tertentu.
e. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut
usia yang menderita suatu penyakit, masih dapat
mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu
suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara
maksimal).
6. Asuhan Keperawatan pada Lanjut Usia
Asuhan keperawatan yang dilakukan meliputi aspek bio-psiko-
sosio-spiritual dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan meliputi fisik, psikologis, sosial
dan spiritual untuk mendapatkan data dan mengetahui
kemampuan dan kekuatan usia lanjut.
Halaman 34
1) Fisik/Biologis
Pengkajian fisik/biologis dilakukan dengan cara
wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang diperlukan. Riwayat kesehatan usia
lanjut dikaji dengan menanyakan tentang:
- Pandangan usia lanjut tentang kesehatannya.
- Kegiatan yang mampu ia lakukan.
- Kekuatan fisik usia lanjut: kekuatan otot, sendi,
penglihatan, pendengaran.
- Kebiasaan usia lanjut merawat diri sendiri.
- Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, buang
air besar/kecil.
- Kebiasaan olahraga.
- Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat
bermakna dirasakan.
- Kebiasaan usia lanjut dalam memelihara
kesehatan dan kebiasaan minum obat.
- Masalah-masalah seksual yang dirasakan.
2) Psikologis
Pemeriksaan psikologis dilakukan saat
berkomunikasi dengan usia lanjut untuk melihat fungsi
kognitif termasuk daya ingat, proses fikir, perasaan,
orientasi terhadap realitas dan kemampuan usia lanjut
dalam penyelesaian masalahnya. Perubahan yang umum
terjadi pada usia lanjut adalah daya ingat yang
menurun, proses fikir yang menjadi lambat, dan adanya
perasaan sedih karena merasa kurang diperhatikan.
Hal yang perlu dikaji:
- Apakah usia lanjut mengenal masalah-masalah
utamanya?
- Apakah usia lanjut optimis memandang sesuatu?
Halaman 35
- Bagaimana sikap dan penerimaan terhadap
proses penuaan?
- Apakah usia lanjut merasa dirinya dibutuhkan
atau tidak?
- Bagaimana usia lanjut tersebut mengatasi
masalah atau stress?
- Apakah usia lanjut tersebut mudah untuk
menyesuaikan diri?
- Apakah usia lanjut tersebut sering mengalami
kegagalan?
- Apakah harapan usia lanjut tersebut di masa
sekarang dan masa yang akan datang?
3) Sosial-ekonomi
Penilaian sosial dilihat dari bagaimana usia lanjut
tersebut membina keakraban dengan teman sebaya
ataupun dengan lingkungannya dan bagaimana
keterlibatan usia lanjut dalam organisasi sosial. Status
ekonomi juga mempengaruhi yaitu yang terkait dengan
penghasilan yang mereka peroleh.
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
- Apa saja kesibukan usia lanjut dalam mengisi
waktu luang?
- Apa saja sumber keuangan usia lanjut tersebut?
- Dengan siapa usia lanjut tersebut tinggal?
- Kegiatan organisasi sosial apa yang diikuti oleh
usia lanjut tersebut?
- Bagaimana pandangan usia lanjut terhadap
lingkungannya?
- Berapa sering usia lanjut tersebut berhubungan
dengan orang lain di luar rumah?
- Siapa yang biasa mengunjungi usia lanjut?
Halaman 36
- Seberapa besar ketergantungan usia lanjut?
- Apakah usia lanjut dapat menyalurkan hobi atau
keinginannya dengan fasilitas yang ada?
4) Spiritual
Penilaian spiritual berkaitan dengan keyakinan
agama yang dimiliki usia lanjut dan sejauh mana
keyakinan tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Usia lanjut yang dapat menjalankan
ibadahnya dengan baik, keyakinan tersebut benar-benar
diresapi dalam kehidupan sehari-hari dan ia akan lebih
mudah menyesuaikan diri terhadap proses penuaan.
Hal yang perlu dikaji antara lain:
- Apakah usia lanjut secara teratur melakukan
ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya?
- Apakah usia lanjut secara teratur mengikuti atau
terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan?
- Bagaimana usia lanjut selalu berusaha
menyelesaikan masalah?
- Apakah usia lanjut terlihat sabar dan tawakal?
b. Diagnosa Keperawatan
1) Pengertian Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik
tentang respon individu, keluarga dan masyarakat
tentang masalah kesehatan aktual atau potensial,
dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya,
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status
kesehatan klien (Carpenito, 2000; Gordon, 1976 &
NANDA).
Halaman 37
2) Komponen Diagnosa Keperawatan
Rumusan diagosa keperawatan mengandung tiga
komponen utama, yaitu:
a) Problem (P/masalah), merupakan gambaran
keadaan klien dimana tindakan keperawatan dapat
diberikan. Tujuan: menjelaskan status kesehatan
klien atau masalah kesehatan klien secara jelas dan
sesingkat mungkin.
b) Etiologi (E/penyebab), keadaan ini menunjukkan
penyebab keadaan atau masalah kesehatan yang
memberikan arah terhadap terapi keperawatan.
Unsur-unsur dalam identifikasi etiologi:
- Patofisiologi penyakit: semua proses penyakit,
akut atau kronis yang dapat menyebabkan /
mendukung masalah.
- Situasional: personal dan lingkungan (kurang
pengetahuan, isolasi sosial, dll).
- Medikasi (berhubungan dengan program
pengobatan/perawatan): keterbatasan institusi
atau rumah sakit, sehingga tidak mampu
memberikan perawatan.
c) Sign & symptom (S/tanda & gejala) adalah ciri,
tanda atau gejala, yang merupakan informasi yang
diperlukan untuk merumuskan diagnosis
keperawatan.
Jadi rumus diagnosa keperawatan adalah : PE / PES.
3) Syarat Penyusunan Diagnosa Keperawatan
a) Perumusan harus jelas dan singkat dari respon klien
terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi.
b) Spesifik dan akurat (pasti).
Halaman 38
c) Dapat merupakan pernyataan dari penyebab.
d) Memberikan arahan pada asuhan keperawatan.
e) Dapat dilaksanakan oleh perawat.
f) Mencerminan keadaan kesehatan klien.
4) Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam
menentukan Diagnosa Keperawatan
a) Berorientasi kepada klien, keluarga dan masyarakat.
b) Bersifat aktual atau potensial.
c) Dapat diatasi dengan intervensi keperawatan.
d) Menyatakan masalah kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat, serta faktor-faktor penyebab
timbulnya masalah tersebut.
5) Langkah-Langkah Menentukan Diagnosa
Keperawatan
a) Klasifikasi dan Analisis Data
Pengelompokkan data adalah mengelompokkan
data-data klien atau keadaan tertentu dimana klien
mengalami permasalahan kesehatan atau
keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya.
Pengelmpkkan data dapat disusun berdasarkan pola
respon manusia (taksonomi NANDA) dan/atau pola
fungsi kesehatan (Gordon, 1982).
- Persepsi kesehatan: pola penatalaksanaan
kesehatan
- Nutrisi: pola metabolisme
- Pola eliminasi
- Aktivitas: pola latihan
- Tidur: pola istirahat
- Kognitif: pola perseptual
- Persepsi diri: pola konsep diri
Halaman 39
- Peran: pola hubungan
- Seksualitas: pola reproduktif
- Koping: pola toleransi stress
- Nilai: pola keyakinan
b) Mengindentifikasi masalah klien
Menentukan kelebihan klien
Apabila klien memenuhi standar kriteria
kesehatan, perawat kemudian menyimpulkan
bahwa klien memiliki kelebihan dalam hal
tertentu. Kelebihan tersebut dapat digunakan
untuk meningkatkan atau membantu
memecahkan masalah yang klien hadapi.
Menentukan masalah klien
Jika klien tidak memenuhi standar kriteria, maka
klien tersebut mengalami keterbatasan dalam
aspek kesehatannya dan memerlukan
pertolongan.
Menentukan masalah yang pernah dialami oleh
klien
Pada tahap ini, penting untuk menentukan
masalah potensial klien. Misalnya ditemukan
adanya tanda-tanda infeksi pada luka klien,
tetapi dari hasil test laboratorium, tidak
menunjukkan adanya suatu kelainan. Sesuai
dengan teori, maka akan timbul adanya infeksi.
Perawat kemudian menyimpulkan bahwa daya
tahan tubuh klien tidak mampu melawan infeksi.
Penentuan keputusan
o Tidak ada masalah, tetapi perlu peningkatan
status dan fungsi (kesejahteraan): tidak ada
indikasi respon keperawatan, meningkatnya
Halaman 40
status kesehatan dan kebiasaan, serta adanya
inisiatif promosi kesehatan untuk memastikan
ada atau tidaknya masalah yang diduga.
o Masalah kemungkinan (possible problem): pola
mengumpulkan data yang lengkap untuk
memastikan ada atau tidaknya masalah yang
diduga.
o Masalah aktual, resiko, atau sindrom: tidak
mampu merawat karena klien menolak masalah
dan pengobatan, mulai untuk mendesain
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk
mencegah, menurunkan, atau menyelesaikan
masalah.
o Masalah kolaboratif: konsultasikan dengan
tenaga kesehatan profesional yangkompeten
dan bekerja secara kolaboratif pada masalah
tersebut. Masalah kolaboratif adalah
komplikasi fisiologis yang diakibatkan dari
patofisiologi, berhubungan dengan pengobatan
dan situasi yang lain. Tugas perawat adalah
memonitor, untuk mendeteksi status klien dan
kolaboratif dengan tenaga medis guna
pengobatan yang tepat.
c) Validasi diagnosa keperawatan
Adalah menghubungkan dengan klasifikasi
gejala dan tanda-tanda yang kemudian merujuk
kepada kelengkapan dan ketepatan data. Untuk
kelengkapan dan ketepatan data, kerja sama dengan
klien sangat penting untuk saling percaya, sehingga
mendapatkan data yang tepat.
Halaman 41
Pada tahap ini, perawat memvalidasi data
yang ada secara akurat, yang dilakukan bersama
klien atau keluarga dan atau masyarakat. Validasi
tersebut dilaksanakan dengan mengajukan
pertanyaan atau pernyataan yang reflektif kepada
klien atau keluarga tentang kejelasan interpretasi
data. Begitu diagnosis keperawatan disusun, maka
harus dilakukan validasi.
d) Menyusun diagnosis keperawatan sesuai dengan
prioritasnya
Setelah perawat mengelompokkan,
mengidentifikasi, dan memvalidasi data-data yang
signifikan, maka tugas perawat pada tahap ini
adalah merumuskan suatu diagnosis
keperawatan. Diagnosa keperawatan dapat bersifat
aktual, resiko, sindrom, kemungkinan. Menyusun
diagnosis keperawatan hendaknya diurutkan
menurut kebutuhan yang berlandaskan hirarki
Maslow (kecuali untuk kasus kegawat
daruratan, menggunakan prioritas berdasarkan
“yang mengancam jiwa”) :
Diagnosa Keperawatan menurut Carpenito (2000) dapat dibedakan
menjadi 5 kategori:
o Aktual: menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data
klinik yang ditemukan.
o Resiko: menjelaskan masalah kesehatan yang nyata akan
terjadi jika tidak dilakukan intervensi (Keliat, 1990).
o Kemungkinan: menjelaskan bahwa perlu adanya data
tambahan untuk memastikan masalah keperawatan
kemungkinan. Pada keadaan ini masalah dan faktor
Halaman 42
pendukung belum ada tapi sudah ada faktor yang dapat
menimbulkan masalah (Keliat, 1990).
Diagnosa Keperawatan “Wellness” adalah keputusan klinik tentang
keadaan individu, keluarga, dan atau masyarakat dalam transisi
dari tingkat sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi.
Ada 2 kunci yang harus ada:
o sesuatu yang menyenangkan pada tingkat kesejahteraan yang
lebih tinggi.
o Adanya status dan fungsi yang efektif.
Diagnosa Keperawatan “Syndrome” adalah diagnosa yang terdiri
dari kelompok diagnosa keperawatan aktual dan resiko tinggi yang
diperkirakan akan muncul / timbul karena suatu kejadian / situasi
tertentu
Berikut ini adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul dalam
penatalaksanaan untuk menanggulangi gangguan biologis pada lanjut
usia:
1) bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum, penyempitan jalan napas.
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
alveolus.
4) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular
serebral.
5) Inkontinensia alvi/urine berhubungan dengan menurunnya fungsi
fisiologis otot-otot sfingter karena penuaan.
6) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi
ginjal.
7) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebihan karena diare.
Halaman 43
8) Nyeri akut/kronis berhubungan dengan fraktur dan spasme otot,
inflamasi dan pembengkakan.
9) Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus
(obstruksi usus).
10) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, dan
keterbatasan beban berat badan.
11) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan
untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan
energi atau ketidakseimbangan mobilitas.
12) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi/tirah
baring yang lama.
13) Risiko cidera berhubungan dengan rapuhnya tulang, kekuatan
tulang yang berkurang.
14) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal, penurunan minat dalam merawat diri, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.
15) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, fibrosistis.
16) Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis, dan
pengobatan akibat kurang mengingat, kesalahan interpretasi
informasi.
17) Ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya
pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian obat.
18) Risiko cidera berhubungan dengan kerusakan penglihatan,
kesulitan keseimbangan.
19) Nyeri berhubungan dengan trauma, inflamasi bedah.
20) Peningkatan kadar gula darah berhubungan dengan kerusakan
insulin.
21) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan perawatan luka yang
tidak adekuat.
22) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
darah ke daerah perifer.
Halaman 44
23) Gangguan pola seksual berhubungan dengan nyeri, kelemahan,
sulit mengatur posisi.
24) Ketidakberdayaan berhubungan dengan perubahan fisik dan
psikologis akibat penyakit.
25) Gangguan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan pemasukan makanan yang tidak adekuat.
26) Gangguan persepsi sensorik: pendengaran/penglihatan
berhubungan dengan hambatan penerimaan dan pengiriman
rangsangan.
27) Menarik diri dari lingkungan berhubungan dengan perasaan tidak
mampu.
28) Isolasi sosial berhubungan dengan perasaan curiga.
29) Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak.
30) Koping yang tidak adekuat berhubungan dengan ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan secara tepat.
31) Penolakan terhadap proses penuaan berhubungan dengan
ketidaksiapan menghadapi kematian.
32) Marah terhadap Tuhan berhubungan dengan kegagalan yang
dialami.
33) Perasaan tidak tenang berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan ibadah secara tepat.
Halaman 45
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Dokumentasi secara umum merupakan suatu catatan otentik atau
semua warkat asli yang dapat dijadikan dalam persoalan hokum, dan
merupakan bukti pencatatan dalam pelaporan yang dimiliki perawat
dan tim kesehatan lainnya. Dokumentasi keperawatan ini mengacu
pada nursing proses yang terdiri dari pengkajian, dignosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi.
Anak usia sekolah adalah anak yang memiliki umur 6 sampai 12
tahun yang masih duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6
dan perkembangan sesuai usianya.Kebersihan diri adalah upaya yang
di lakukan untuk menjaga tubuh atau badan agar ada selalu dalam
keadaan bersih dan sehat diantaranya : kebersihan gigi dan mulut serta
tangan dan kuku.Yang khas pada kelompok ini adalah anak usia
sekolah mampu merawat diri sendiri, pada usia ini anak mampu
melakukan peran aktif dalam perawatan kesehatan diri mereka sendiri.
Pengkajianmeliputi tingkat perkembangan respon terhadap
perawatan, riwayat perawatan kesehatan utama, riwayat medis dan
dukungan yang ada, kemampuan untuk memahami dan bekerjasama,
menerima tangung jawab kemampuan motorik, kemampuan kognitif
dan psikososial, riwayat diit, aktivitas fisik, alergi.
Diagnose keperawatan meliputi risiko cedera yang berhubungan
dengan pilihan gaya hidup. penggunaan alkohol,perubahan
pemeliharaan kesehatan yang berhubungan dengan : kurangnya nutrisi
yang adekuat untuk mendukung pertumbuhan, melewati waktu makan,
kurang pengetahuan yang berhubungan dengan : kurang informasi,
gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan : perasaan negative
tentang tubuh.
Halaman 46
Perencanaan yaitu libatkan anak dan oran tua dalam tujuan,
pertimbangan masalah keperawatan social dan psikologis yang
menyertai masalah keperawatan fisik, memperkuat system pendukung
dan melakukan aktivitas untuk meningkatkan kemampuan
penyelesaian masalah, berikan informasi sesuai dengan
perkembanangan dan implementasinya yaitu sangat individual, koreksi
kesalahan informasi nutrisi, aktivitas fisik, resiko merokok.
Pada tahap evaluasi yang dilihat : Jika tidak tercapai modifikasi,
konsultasi ahli, kembangkan intervensi baru.
Pekerjaan atau dalam bahasa Inggris disebut occupation berbeda
dengan profesi atau profession. Ciri-ciri pekerjaan : Dalam melakukan
pekerjaan tidak mengandalkan keahlian dan pengetahuan khusus,
pekerjaan yang dilakukan hanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, memiliki status yang rendah di masyarakat dan
hanya Contoh : Operator, penjaga warnet, tukang ketik di rental, dll.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan yang
lama dan menyangkut keterampilan intelektual. bisa menghasilkan
sedikit uang.
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari
suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan
tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Pudjiasti & Utomo,
2003). Salah satu masalah yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
lansia adalah demensia yang lebih dikenal dengan kepikunan. Untuk
mencegah demensia pada lansia tersebut, solusi yang dapat
ditawarkan adalah dengan melakukan tes MMSE, dimana tes ini sangat
mudah di kerjakan dan dilakukan untuk para lansia sehari-harinya.
Bio-Psiko-Sosial-Spiritual sangatlah penting untuk para lansia
karena kebutuhan mereka haruslah sangat terpenuhi dimana para lansia
secara tidak sadar suka terganggu dan butuh di motivasi oleh seorang
perawat agar kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritualnya terpenuhi.
II. SARAN
Halaman 47
Dalam melakukan dokumentasi pada kelompok khusus memerlukan
tindak lanjut berupa teknik-teknik tersendiri yang dapat membantu
perawat dalam mendokumentasikannya karena tidak sama
pendokumentasian antara kelompok anak usia sekolah, okupasi, dan
lansia. Jadi, disarankan untuk selalu memperhatikan sisi khusus dari
tata cara pendokumentasian pada kelompok khusus.
Halaman 48
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Okupasi dan Profesi. (omline). Available:
http://gurusemesta.blogspot.com/2014/03/okupasi-dan-profesi.html
(Diakses pada Sabtu, 9 Mei 2015 pukul 07.18 WITA)
Latiffah, Ummu. 2011. Makalah Okupasi. (online). Available:
http://belajarsukes.blogspot.com/2011/03/makalah-okupasi-kesehatan-
kerja.html (Diakses pada Sabtu, 9 Mei 2015 pukul 08. 26 WITA)
Olfah, Yustiana. 2015. Dokumentasi Keperawatan pada Kelompok Khusus.
(online) Available: http://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/dokumentasi-
keperawatan-pada-kelompok-khusus-43683542 (Diakses pada Sabtu, 9 Mei
2015 pukul 10.00 WITA)
Rahmawianti, Vina. 2013. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Lansia. (online)
Available: https://botolinfus.wordpress.com/2013/10/13/dokumentasi-
asuhan-keperawatan-lansia/ (Diakses pada Sabtu, 9 Mei 2015 pukul 10.45
WITA)
Wiyono, Sugeng. 2013. Dokumentasi Keperawatan pada Gerontik. (online)
Available: http://sugeng02.blogspot.com/2013/11/dokumentasi-
keperawatan-pada-gerontik.html (Diakses pada Sabtu, 9 Mei 2015 pukul
12.00 WITA)
Halaman 49
top related