tesis (gabung)
Post on 12-Aug-2015
63 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA DENGAN CITA-CITA SISWA SD NEGERI 02, DESA SUKARAJA,
RAJAPOLAH, TASIKMALAYA
KARYA ILMIAH
Untuk Memenuhi Persyaratan Naik ke Kelas 12
Disusun oleh:
Adinda Rizky Herdianti
Bagas Wisnu Wardhana
Chalida Dashaputri
Dinda Adhalia Royhan
Ilham Indra Susatyo
Jocelyne Golda Tiur
Nabila Zinnuroin
Prianza Rafi
Ratih Ayuningtyas
Siti Aisyah
XI IPS
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 8 JAKARTA
2011 − 2012
HUBUNGAN LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA DENGAN CITA-CITA SISWA SD NEGERI 02, DESA SUKARAJA,
RAJAPOLAH, TASIKMALAYA1
Oleh
Kelompok 39 TeSIS 20112
ABSTRAKSI
Manusia pasti melewati proses perkembangan. Manusia, sebagaimana halnya makhluk hidup yang berpikir dan bersosialisasi, juga mengalami proses tersebut. Salah satu fase yang sangat penting dalam proses perkembangan adalah saat manusia dalam usia sekolah. Pada fase itu, manusia mulai mengenal lebih luas lingkungannya dan terus mengembangkan pola pikirnya. Lingkungan itu dapat memengaruhi anak dalam menentukan cita-cita. Tentunya, hal itu dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, keluarga,kelompok pertemanan, dan teknologi. Pada kesempatan kali ini, peneliti memfokuskan penelitian pada siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah, yang menampung cukup banyak anak usia sekolah di Desa Sukaraja.
Metode yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah metodologi penelitian kuantitatif dan menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data. Penghitungan skor kuesioner menggunakan skala Likert. Untuk menghitung korelasi antara lingkungan sosial budaya dengan cita-cita, peneliti mengadopsi rumus Pearson Product Moment.
Setelah melakukan pengkajian dan penghitungan data, ditemukan bahwa korelasi antara lingkungan sosial budaya dengan cita-cita siswa sebesar 0,999. Hal itu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara dua hal tersebut.
1Penelitian ini dipresentasikan pada TeSIS 2011
2.Adinda Rizky Herdianti, Bagas Wisnu Wardhana,
Karya Ilmiah ini telah dibaca dan disetujui oleh:
Pembimbing Materi Pembimbing Teknis
Yuli Katarina, S.Pd Waridin, S.Pd, M.Hum
NIP. 197507152008012032171823 NIP. 197304152000121001
Mengetahui,
Kepala SMAN 8 Jakarta Wali Kelas XI IPS
Hj. Wieke Salehani, M.Pd Cut Meurah Regariana, S.Pd
NIP. 195512051979032002 NIP.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya
sehingga penulis dapat meyelesaikan karya tulis yang berjudul Hubungan
Lingkungan Sosial Budaya dengan Cita-cita Siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja,
Rajapolah.
Dalam kesempatan ini tim penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan karya tulis ini, yaitu:
1. Dra. Hj. Wieke Salehani, M. Pd., selaku Kepala Sekolah SMAN 8 Jakarta
2. Dewan guru SMAN 8 Jakarta, selaku panitia Tesis 2011
3. Firdaningsih, S. Sos, selaku Tutor Kelompok 39
4. Yuli Katarina, S. Pd., selaku Pembimbing Materi
5. Drs. Waridin, S. Hum, selaku Pembimbing Teknis
6. Orang tua asuh di Desa Sukaraja, Rajapolah
7. Warga Desa Sukaraja, Rajapolah atas kerja sama dalam pelaksaan Tesis
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak mengandung
kekurangan, oleh karena itu, tim penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan
dalam penulisan karya tulis ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk memperbaiki karya ilmiah ini.
Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Jakarta, 10 Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia mengalami proses tumbuh dan berkembang, mulai dari
pertama ia dilahirkan sampai menutup usianya. Dalam proses tumbuh, sel-sel
bertambah banyak sehingga memengaruhi ukuran organisme. Sedangkan proses
berkembang adalah proses manusia menuju kedewasaan yang bersifat kualitatif.
Dalam proses berkembang manusia, terdapat fase-fase hidup, salah satunya fase
sekolah dasar.
Saat memasuki lingkungan sekolah, individu diajarkan untuk berpikir secara
logis dan nyata melalui pendidikan. Hal ini akan memperluas pengetahuan individu
tentang berbagai macam konsep yang sudah ditanamkan sejak kecil. Salah satu hal
yang dipengaruhi adalah pola pikir individu tentang cita-cita.
Cita-cita selama ini dianggap sebagai suatu harapan yang ingin digapai oleh
individu. Oleh karena itu, untuk menetapkan keinginan yang akan diraih selanjutnya,
individu akan melihat lingkungan sekitarnya. Setelah proses melihat dan mengamati,
individu akan mencerna keadaan yang terjadi di lingkungannya lalu menetapkan cita-
cita sesuai dengan yang telah dia dapatkan dari proses sebelumnya. Lingkungan
sekitar individu ini sangat dipengaruhi oleh peran keluarga dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pelaku sosialisasi primer. Pada masa ini, keluarga menanamkan
nilai-nilai yang telah dianut kepada individu dan. nilai-nilai ini akan terus tertanam
dalam diri individu. Setelah melewati masa sosialisasi primer, individu akan
memasuki usia sekolah dasar. Di dalam lingkungan sekolah, individu mulai bertemu
dengan teman sebayanya dan secara tidak langsung membentuk kelompok
pertemanan. Di sinilah terjadi sosialisasi sekunder dengan teman sepermainan sebagai
pelakunya. Sosialisasi sekunder memengaruhi pola pikir yang sudah ditanamkan
keluarga karena dalam fase ini, individu mulai melihat individu lain yang memiliki
nilai-nilai dan cita-cita yang berbeda. Pengaruh teman sebaya dan pendidikan
akhirnya membentuk pola pikir baru dan perubahan cita-cita sangat mungkin terjadi.
Selain itu, peneliti melihat bahwa Desa Sukaraja sudah mulai tersentuh
internet, terbukti dari munculnya warung internet di salah satu lokasi yang berdekatan
dengan SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah. Hal ini menunjukkan bahwa arus
informasi dapat masuk melalui saluran lain selain televisi. Tentunya, penggunaan
internet ikut memengaruhi pengetahuan individu tentang dunia di luar Desa Sukaraja.
Dalam penelitian ini, peneliti menyadari keistimewaan lingkungan Desa
Sukaraja. Peneliti menemukan bahwa Desa Sukaraja terkenal akan kerajinan
tangannya. Kerajinan tangan Desa Sukaraja sangat menarik sehingga tidak sedikit
wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut untuk singgah dan melihat-lihat
kerajinan tangan tersebut. Bahkan kerajinan tangan ini sampai diekspor ke
mancanegara. Karena hal ini, secara tidak langsung muncul suatu “instruksi” untuk
melestarikan kebudayaan ini di Desa Sukaraja. Anak-anak di Sukarajalah yang akan
menjalankan instruksi tersebut.
Karena hal itulah peneliti ingin mengetahui sejauh mana hubungan
lingkungan sosial budaya, dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja,
Rajapolah.
1.2 Batasan Masalah
Masalah dibatasi pada hubungan lingkungan sosial budaya terhadap cita-cita
siswa SDN 02 Desa Sukaraja. Lingkungan sosial budaya dibatasi pada organisasi
sosial, penggunaan teknologi, dan tingkat ketertarikan terhadap pekerjaan yang
menjadi mayoritas di Desa Sukaraja. Sedangkan untuk cita-cita dibatasi oleh tingkat
keinginan untuk melebihi pekerjaan orang tua, usaha untuk meraih cita-cita,
kesungguhan dalam usaha meraih cita-cita, dan kesiapan untuk meraih cita-cita.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Adakah hubungan lingkungan sosial budaya dengan
cita-cita siswa SD Negeri 02, Sukaraja, Rajapolah?”
1.4 Hipotesis
Peneliti menggunakan dua pernyataan, yaitu:
Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara lingkungan sosial budaya dengan
cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah.
Ha: Ada hubungan yang signifikan antara lingkungan sosial dengan cita-cita siswa
SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah.
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk syarat kenaikan ke kelas 12 dan mengetahui
hubungan lingkungan sosial budaya terhadap cita-cita siswa SDN 02 Desa Sukaraja,
Rajapolah, Tasikmalaya.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi untuk masyarakat
pada umumnya, penduduk Desa Sukaraja, dan pemerintah setempat mengenai
korelasi antara lingkungan sosial budaya dan cita-cita siswa SDN 02 Desa Sukaraja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Lingkungan Sosial Budaya
Belum ada definisi tentang lingkungan sosial budaya yang disepakati oleh
para ahli sosial, karena perbedaan wawasan masing-masing dalam memandang
konsep lingkungan sosial budaya. Untuk itu digunakan definisi kerja lingkungan
sosial budaya, yaitu lingkungan antar manusia yang meliputi: pola-pola hubungan
sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku dalam suatu lingkungan spasial
(ruang); yang ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan pola-pola hubungan
sosial tersebut (termasuk perilaku manusia di dalamnya); dan oleh tingkat rasa
integrasi mereka yang berada di dalamnya.
Oleh karena itu, lingkungan sosial budaya terdiri dari pola interaksi antara
budaya, teknologi dan organisasi sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan
perilakunya yang terdapat dalam lingkungan spasial tertentu.
Dalam hal ini, peneliti memfokuskan organisasi sosial pada lingkungan
sekolah dan instansi pendidikan yaitu sekolah dasar di Desa Sukaraja. Hal ini
dilandasi pendapat, Bachtiar Rifai (172-173), yang mengatakan bahwa sekolah
berfungsi untuk perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian. Selain itu,
sekolah berfungsi untuk proses transmisi kultural yang meliputi dua hal, yaitu
transmisi pengetahuan dan keterampilan dan transmisi sikap, nilai, dan norma.
1.1.2 Pendidikan
Menurut M.J. Langeveld (1999), pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh,
perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan
anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas
hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan
oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya)
dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.
1.1.3 Siswa
Aminuddin Rasyad (2000 : 105) mengemukakan bahwa, “Peserta didik
(siswa) adalah seseorang atau sekelompok orang yang bertindak sebagai pelaku
pencari, penerima dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkannya untuk mencapai
tujuan”. Dalam hal ini yang dimaksud peserta didik/siswa adalah orang yang mencari,
menerima, dan menyimpan apa yang disampaikan oleh pendidik.
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada siswa kelas empat
dan enam sekolah dasar, yang kisaran usianya 9-12 tahun, karena pola pikir yang
lebih luas. Hal ini didukung oleh teori perkembangan kognitif oleh Jean Piaget (1983)
yang mengatakan bahwa pada usia 7-11 tahun atau tahapan operasional konkret,
individu telah melepaskan egosentrisnya dan berpikir dengan logika yang memadai.
Setelah melewati tahapan operasional konkret, individu akan masuk ke tahapan
operasional formal, yang dialami oleh individu dengan umur 11 tahun ke atas. Pada
tahapan operasional formal, individu memperoleh kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
1.1.4 Cita-cita
Cita-cita adalah keinginan dan/atau tujuan sempurna yang ada di dalam
pikiran individu untuk dicapai. (KBBI II)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian di mulai pada tanggal 13 Oktober 2011 dan berakhir pada bulan
Desember yang bertempat di Desa Sukaraja, Sukaruas, Kecamatan Rajapolah.
3.2 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel Penelitian adalah setiap hal dalam suatu penelitian yang datanya
ingin diperoleh. Dinamakan variabel karena nilai dari data tersebut beragam ( Hasan
Mustafa ). Penelitian ini terdiri dari dua variabel, variabel pertama yaitu lingkungan
sosial budaya, dan variabel kedua yaitu cita – cita siswa sekolah dasar kelas empat
sampai kelas enam SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah.
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian kuantitatif yang
sering digunakan dalam penelitian ranah ilmu sosial maupun alam. Metode ini
menggunakan aspek pengukuran, penghitungan, rumus, dan data numerik. Hal ini
cocok dengan keinginan peneliti untuk mendapatkan data yang objektif dan konkret.
3.4 Teknik Pengambilan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi adalah sesuatu hal yang dijadikan sebagai unit analisis penelitian
populasi bisa berupa kumpulan manusia atau benda ( Hasan Mustafa ). Target
populasi peneliti untuk meneliti tentang hubungan lingkungan sosial budaya terhadap
cita – cita anak yaitu siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah contoh, representan atau wakil dari suatu populasi yang cukup
besar jumlahnya atau satu bagian dari keseluruhan yang dipilih dan representatif
sifatnya. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil data siswa kelas empat sampai
dengan enam SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Sukaruas, Rajapolah sebagai sampel
3.5 Penghitungan Sampel
Winarno Surakhmad (1980:100) mengemukakan bahwa populasi di bawah
100 maka sampel yang baik minimal 50% dari ukuran populasi, sedangkan bila
populasi 100 sampai dengan 1000, maka sampel yang baik adalah 15% dari ukuran
populasi. Dalam penelitian kali ini, sampel yang diambil berjumlah 51 siswa SD
Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah dengan rincian sebagai berikut:
1. Siswa kelas empat berjumlah 17 orang
2. Siswa kelas lima berjumlah 21 orang
3. Siswa kelas enam berjumlah 13 orang
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena-
fenomena alam maupun sosial yang diamati. Peneliti menggunakan kuesioner sebagai
instrumen penelitian untuk mengukur indikator lingkungan sosial budaya dan cita-
cita.
Indikator yang digunakan untuk mengukur lingkungan sosial budaya yaitu:
1. Penggunaan internet
2. Ketertarikan terhadap pekerjaan di lingkungan sekitar
3. Organisasi sosial
Indikator yang digunakan untuk mengukur cita-cita yaitu:
1. Keinginan untuk melebihi orang tua
2. Usaha dalam meraih cita-cita
3. Kesungguhan dalam meraih cita-cita
4. Memiliki kesiapan yang terus menerus
3.7 Teknik Pengambilan Data
3.7.1 Kuesioner
Peneliti menggunakan teknik pengambilan data dengan menggunakan
kuesioner karena sederhana. Selain itu, karena objek penelitian adalah siswa kelas
empat sampai kelas enam sekolah dasar maka pengisian kuesioner didampingi oleh
para peneliti agar mendapatkan data yang valid dan dapat berinteraksi langsung.
3.8 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data membantu peneliti untuk menafsirkan data yang sudah
didapat untuk kemudian dihitung. Sehubungan dengan kuesioner sebagai teknik
pengambilan data, maka peneliti menggunakan skala Likert untuk menghitung skor
pada kuesioner.
Tabel 1.1. Skala Likert
Pernyataan Positif Pernyataan Negatif
SS S N TS STS SS S N TS STS
5 4 3 2 1 1 2 3 4 5
Keterangan:
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
N : Netral
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Langkah yang dilakukan setelah menghitung skor adalah memasukkan angka
ke rumus Pearson Product Moment (PPM) yang lazim digunakan untuk mengetahui
korelasi antara dua variabel.
Keterangan:
r = korelasi rasio
x, y = variabel
Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1< r
< + 1). Apabilah nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak
ada korelasi dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan
dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r sebagai berikut.
Tabel 1.2. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,80 – 1,000 Sangat Kuat0,60 – 0,799 Kuat0,40 – 0,599 Cukup0,20 – 0,399 Rendah0,00 – 0,199 Sangat Rendah
Selanjutnya, untuk mengetahui besarnya sumbangan variabel X terhadap
variabel Y, digunakan rumus berikut:
KP = r2 x 100%
Keterangan: KP = Nilai koefisien determinan
r = Nilai koefisien r
Untuk menguji signifikansi, digunakan rumus thitung sebagai berikut:
r=r √n−2
√1−r2
Jika thitung ≥ ttabel, Ho ditolak, artinya signifikan
thitung ≤ ttabel, Ho diterima, artinya tidak signifikan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Langkah pertama dalam penghitungan adalah menyusun data yang didapatkan
dari kuesioner lalu menghitung skor data tiap responden sesuai dengan skala Likert.
Setelah proses penghitungan skor, didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 1.3. Tabel Hasil Penghitungan Data
Peneliti mengelompokkan hasil menjadi kelas empat, lima, dan enam.
Tabel X menunjukkan skor variabel lingkungan sosial budaya dan tabel Y
menunjukkan skor variabel cita-cita.
Selanjutnya, data dapat dimasukkan ke dalam rumus PPM, seperti berikut:
No Kelas X Y X.X Y.Y XY1 4 416 572 173056 327184 2379522 5 345 449 119025 201601 1549053 6 307 384 94249 147456 117888
Jumlah 1068140
5 386330 676241 510745
r = 3 (510.745 )−(1.068)(1.405)
√ {3 (386.330 )−1.140.624 } {3 (676.241 )−1.974 .025
r = 31.695
31.695,16474
r = 0,999
Korelasi antara lingkungan sosial budaya dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa
Sukaraja, Rajapolah adalah sebesar 0,999. Berdasarkan hasil ini, maka hubungan
antara kedua variabel dapat dikategorikan sangat kuat.
Setelah nilai r didapat, sumbangan variabel X terhadap variabel Y dapat
dihitung melalui rumus:
KP = r2 x 100%
KP = 0,9992 x 100%
KP = 99,8%
Untuk menguji signifikansi hubungan, digunakan rumus thitung :
r=r √n−2
√1−r2
r = 0,999√3−2
√1−0,9992
r = 21,165
Untuk mengetahui ttabel, digunakan α = 0,05 dan n = 3, sehingga diketahui nilai t tabel
sebesar 12,706.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penghitungan pada subbab sebelumnya, ditemukan bahwa
korelasi antara lingkungan sosial budaya dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa
Sukaraja, Rajapolah termasuk dalam kategori sangat kuat. Sedangkan sumbangan
lingkungan sosial budaya kepada cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja,
Rajapolah sebesar 99,8%. Kedua hasil itu menandakan bahwa lingkungan sosial
budaya sangat berperan dalam penentuan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa
Sukaraja, Rajapolah karena hubungannya yang sangat kuat dan faktor lain di luar
lingkungan sosial budaya hanya mendapat porsi sebesar 0,2%.
Untuk menguji hipotesis pada Bab II, maka perlu dilakukan uji signifikansi
dengan terlebih dahulu menghitung nilai thitung. Setelah melakukan penghitungan, hasil
menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel atau 21,165 > 12,706. Merujuk pada nilai itu,
maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan antara lingkungan sosial
budaya dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah.
BAB V
KESIMPULAN dan SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penghitungan hasil penelitian, diketahui bahwa ada hubungan
yang signifikan antara lingkungan sosial budaya, dalam penelitian kali ini diwakilkan
oleh organisasi sosial, teknologi, dan pekerjaan yang menjadi mayoritas di
lingkungan sekitar, dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah.
Hal ini dibuktikan oleh nilai r yang besarnya 0,999, kategori sangat kuat. Besarnya
sumbangan yang diberikan variabel X, yaitu lingkungan sosial budaya, kepada
variabel Y, yaitu cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah sebesar
99,8%. Selain itu, melalui penghitungan dengan rumus thitung, ditemukan besar thitung >
ttabel atau 21,165 > 12,706. Terbukti bahwa ada hubungan yang signifikan antara
lingkungan sosial budaya dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja,
Rajapolah.
5.2 Saran
Secara keseluruhan, pelaksaan TeSIS 2011 sudah baik. Namun, masih
terdapat kekurangan-kekurangan seperti kurangnya waktu yang diberikan oleh panitia
kepada peserta untuk melaksanakan penelitian di Desa Sukaraja. Selain itu, penelitian
yang dilaksanakan setelah ujian tengah semester dirasa terlalu terburu-buru sehingga
persiapan kurang matang.
Kondisi lingkungan di Desa Sukaraja sudah mengalami modernisasi yang
terlihat dari cara berperilaku warga terhadap sesama dan teknologi yang telah masuk
ke dalam lingkungan desa tersebut. Masyarakat di Desa Sukaraja menerima
kedatangan siswa SMA Negeri 8 Jakarta dalam rangka melakukan penelitian dengan
keakraban yang membuat siswa SMA Negeri 8 Jakarta merasa nyaman dalam
melakukan observasi ini. Masyarakat setempat ikut serta dalam mendukung
keberhasilan karya ilmiah ini dengan menerima siswa/i yang ingin mewawancarai
atau melakukan penelitian yang berkaitan dengan lingkungan mereka. Sikap dan
timbal balik yang seperti ini tentunya sangat menentukan hasil yang valid dari suatu
penelitian.
Cita-cita anak sekolah di Desa Sukaraja masih berkeras menjadi seperti orang
tua mereka. Tidak sedikit juga yang berkeinginan berbeda dengan orang tuanya dan
ingin memperoleh profesi yang dalam bentuk tingkatan lebih tinggi dari orang tua.
Cita-cita yang tinggi berdampak baik bagi anak-anak tersebut untuk memotivasi
memajukan keadaan lingkungan tempat tinggalnya sehingga lebih baik. Namun,
dengan keterbatasan pengetahuan, masih perlu diberikan wawasan lebih bagi anak-
anak yang tidak memiliki cita-cita yang cukup, karena dapat berdampak negatif bagi
hubungan sosial dengan sekitar.
LAMPIRAN
Gambar 1
Gambar 2
top related