tesis implementasi model supervisi klinis dalam...
Post on 09-Jun-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
TESIS
IMPLEMENTASI MODEL SUPERVISI KLINIS
DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN
KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PAI
(Studi Kasus Atas Pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY)
oleh
SUJIYATI, S.Ag.
NIM : M214021
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan
untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan Islam
PROGRAM BEASISWA KUALIFIKASI S2 GURU PAI/ PENGAWAS PAI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2016
vi
ABSTRAK
Sujiyati, 2016. Implementasi Model Supervisi Klinis dalam Meningkatkan Kompetensi
Pedagogik dan Kompetensi Profesional Guru PAI, Studi kasus atas pelaksanaan
Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY. Tesis. Konsentrasi Supervisi
Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
Kata Kunci: Supervisi Klinis, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan
implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan
kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi dan
solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi
pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui sejauh mana
implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan
kompetensi profesional guru PAI.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Kementrian Agama Kabupaten
Gunungkidul terletak di Jl.Brigjen.Katamso,No 13, Wonosari, Gunungkidul Yogyakarta
Kode Pos,55813. Di SMPN 1 Karangmojo dan SMPN 3 Karangmojo Gunungkidul.
Untuk memperjelas isi tesis ini peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:(1)
Bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan
kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI ? (2) Bagaimanakah
hambatan dan solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan
kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI? (3) Sejauh mana
implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan
kompetensi profesional guru PAI?
Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan jenis penelitian
kualitatif, dengan pendekatan fenomenologis dan deskreptif naturalistik, teknik
pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedang teknik
analisa data dengan teknik Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan implementasi model
supervisi klinis sudah cukup baik, terbukti tindakan riil yang dilakukan pengawas secara
sistematis dan terprogram, sudah melaksanakan siklus pendahuluan, observasi dan siklus
balikan dengan baik; 2) hambatan yang dihadapi antara lain jumlah pengawas tidak
seimbang dengan jumlah guru dan sekolah, asumsi guru, letak geografis, sarana
prasarana, waktu, biaya, dan kebijakan pemerintah. Upaya tindak lanjut yang dilakukan
pengawas dengan membangun pola hubungan kolega, menciptakan sistim kolaborasi
dengan kepala sekolah dan guru, memperbaiki asumsi guru, penyusunan jadwal secara
sistimatis, memanfaatkan sarana prasarana dengan baik (3) implementasi model
supervisi klinis benar-benar dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi
Profesional guru PAI, terlihat dari beberapa fakta perubahan pada guru semakin kreatif
menyusun perencanaan dan pelaksanaan serta laporan mengajar berbasis ICT.
vii
ABSTRACT
Sujiyati, 2016. Implementasi Model Supervisi Klinis dalam Meningkatkan Kompetensi
Pedagogik dan Kompetensi Profesional Guru PAI, Studi kasus atas
pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY. Tesis.
Konsentrasi Supervisi Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Agama
Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Kata Kunci: Supervisi Klinis, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan
implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan
kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi dan
solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi
pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui sejauh mana
implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan
kompetensi profesional guru PAI.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Kementrian Agama Kabupaten
Gunungkidul terletak di Jl.Brigjen.Katamso,No 13, Wonosari, Gunungkidul Yogyakarta
Kode Pos,55813. Di SMPN 1 Karangmojo dan SMPN 3 Karangmojo Gunungkidul.
Untuk memperjelas isi tesis ini peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:(1)
Bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan
kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI ? (2) Bagaimanakah
hambatan dan solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan
kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI? (3) Sejauh mana
implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan
kompetensi profesional guru PAI?
Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan jenis penelitian
kualitatif, dengan pendekatan fenomenologis dan deskreptif naturalistik, teknik
pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedang teknik
analisa data dengan teknik Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan implementasi model
supervisi klinis sudah cukup baik, terbukti tindakan riil yang dilakukan pengawas secara
sistimatis dan terprogram, sudah melaksanakan siklus pendahuluan, observasi dan
siklus balikan dengan baik; 2) hambatan yang dihadapi antara lain jumlah pengawas
tidak seimbang dengan jumlah guru dan sekolah, asumsi guru, letak geografis, sarana
prasarana, waktu, biaya, dan kebijakan pemerintah. Upaya tindak lanjut yang dilakukan
pengawas dengan membangun pola hubungan kolega, menciptakan sistim kolaborasi
dengan kepala sekolah dan guru, memperbaiki asumsi guru, penyusunan jadwal secara
sistimatis, memanfaatkan sarana prasarana dengan baik (3) implementasi model
supervisi klinis benar-benar dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi
Profesional guru PAI, terlihat dari beberapa fakta perubahan pada guru semakin kreatif
menyusun perencanaan dan pelaksanaan serta laporan mengajar berbasis ICT.
viii
MOTTO
� ��� �� ���� هللا �� �� ج �� ط� ا��
“Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah”
(HR.Turmudzi)
ix
PRAKATA
�ا��� ����� �� ��ه, ا���� � ا��ي أ��ل �آ�� ����� و��� � �! "# $ أ#� ���. وا�)�ة وا�&�م �
Alhamdulillah rasa syukur kita panjatkan kehadirat Allâh Subhânahu Wata'âla, yang
telah melimpahkan rahmat taufik dan hidayah sehingga pada kesempatan ini penulis dapat
menyelesaikan tugas penyusunan tesis ini. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang.
Tesis ini ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar
Magister Pendidikan Islam Program Beasiswa Supervisi Pendidikan Islam pada Program Pasca
Sarjana IAIN Salatiga. Penulis menyadari bahwa penyusunan Tesis ini tentu masih jauh dari
kesempurnaan dan tidak akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan, arahan, serta dorongan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, pada kesempatan ini perkenankanlah
penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Dr. H. Amin Haedari, M.Pd. selaku Direktur PAI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementrian Agama RI, beserta jajaranya yang telah memberikan bantuan beasiswa S2 supervisi
PAI.
2. Bapak Dr. H. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. selaku Direktur Program Pascasarjana IAIN Salatiga
yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian, sekaligus sebagai Dosen
Pembimbing I yang dengan tulus memberikan bimbingan, dorongan, pengarahan dan pencerahan
kepada penulis.
3. Bapak Dr. H. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga beserta staf, Bapak/Ibu Dosen
dan karyawan, yang telah membantu kelancaran selama belajar di kampus Pascasarjana IAIN
Salatiga.
4. Bapak Prof. Dr. H. Muh.Zuhri, MA., Dr.Winarno, M.Pd., Dr.Imam Sutomo, M.Ag.selaku Dosen
penguji tesis yang telah memberikan pencerahan.
5. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Gunungkidul beserta jajarannya yang
telah memberikan ijin, rekomendasi, dan memberikan kesempatan untuk belajar.
x
6. Ibu Hj.Badingah, S.Sos. selaku Bupati Gunungkidul beserta jajarannya yang telah memberikan surat
tugas belajar dan kesempatan belajar.
7. Kepala BKD Kabupaten Gunungkidul beserta jajarannya yang telah memberikan ijin sekaligus
surat tugas belajar.
8. Bapak Drs. H. Bardan, M.Pd. selaku kasi Pakis Kanwil Kementrian Agama DIY, dan Bapak H.
Supriyanto, S.Ag. M.Si. selaku Kasi Pais Kementrian Agama Kabupaten Gunungkidul yang telah
memberikan kesempatan untuk belajar melalui program beasiswa.
9. Bapak H. Sumitro, S.Ag. MA. dan bapak Drs.Rubino,MA. selaku pengawas pembimbing di
Kabupaten Gunungkidul.
10. Bapak/Ibu Pengawas baik Dinas Pendidikan maupun Pengawas Kementrian Agama Kabupaten
Gunungkidul yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi, dokumen data
pelaksanaan supervisi dan memberikan banyak masukan kepada penulis dalam pengumpulan data
penelitian.
11. Bapak/Ibu Kepala Sekolah dan Guru PAI se Kabupaten Gunungkidul yang telah membantu
kelancaran selama penelitian dan selama belajar.
12. Keluarga besar Bapak Muhammad Nur ‘Adhiman suami tercinta, ananda Istiqomah Nur Achsani
dan Imroatul Azizah Alhabibah Nur Achsani putri tercinta, yang telah memberikan dukungan baik
moral maupun material.
13. Serta rekan-rekan Mahasiswa Pascasarjana seperjuangan yang telah memberikan bantuan yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga semua amal kebaikan yang telah diberikan kepada penulis akan mendapatkan
balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Jazâkumullâhu khaira atas dukungan berupa
motivasi dan do'anya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengatahuan,
khususnya bagi para pengawas dan calon pengawas PAI untuk mengkaji lebih dalam mengenai
masalah yang berhubungan dengan peranan supervisi klinis dalam rangka meningkatkan
kompetensi guru.
Salatiga, 1 Juni 2016
Penulis
Sujiyati, S.Ag
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…..…………………………………………………........ i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………..... ii
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………… iii
ABSTRAK……………………………………………………………………..... iv
ABSTRACT…………………………………………………………………….. v
MOTTO…………………………………………………………………………. vi
PRAKATA…………...………………………………………………………….. vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………. xi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….. xii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………… ..................... 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………......……. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………….. 5
C. Signifikansi penulisan……………………………………………….….… 6
1. Tujuan Penulisan………………………………………….………..…. 6
2. Manfaat Penulisan……………………………………………….….… 6
D. Kajian Pustaka………………………………………………………….…. 8
E. Metodologi penelitian…………………………………………………..…. 13
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian…………………………………….. 13
2. Kehadiran Peneliti……………………………………………………. 14
3. Lokasi penelitian……………………………………………………… 15
4. Data dan Sumber Data……………………………………………….. 15
5. Teknik Pengumpulan data……………………………………………. 16
6. Uji Validitas Data/ Pengecekan keabsahan data……………………… 21
7. Analisis……………………………………………………………… 23
F. Sistematika Penulisan…………………………………………………..….. 26
BAB II KAJIAN TEORI………………………………………………………………… 28
A. Supervisi Klinis…………………………………………………………….. 29
1. Definisi Supervisi Klinis………………………………………………. 29
xii
2. Siklus Dalam Pelaksanaan Supervisi Klinis…………………………… 31
3. Karakteristik Supervisi Klinis…………………………………………. 42
4. Tujuan Supervisi Klinis………………………………………………... 47
5. Fungsi Supervisi Klinis………………………………………………… 50
6. Prinsip Supervisi Klinis………………………………………………... 50
B. Kompetensi Pedagogik…………………………………………………….. 53
C. Kompetensi Profesional……………………………………………………. 56
BAB III DATA HASIL PENELITIAN……………………………………………….. 59
A. Profil Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul…………………….... 59
B. Pelaksanaan Implementasi Model Supervisi Klinis………………………… 60
1. Dasar Pelaksanaan……………………………………………………… 60
2. Visi Misi Pokjawas PAI dan Madrasah Kabupaten Gunungkidul…….. 60
3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Implementasi Model Supervisi Klinis.. 61
4. Format Instrumen Pelaksanaan Supervisi Klinis………………………. 80
C. Hambatan dan Solusinya…………………………………………………… 88
D. Tindak Lanjut Kegiatan Kepengawasan…………………………………… 102
BAB IV PENINGKATAN KOMPETENSI GURU PAI…………………………….. 113
A. Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru PAI……………………………. 113
1. Mengenal karakteristik peserta didik………………………………….. 115
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran…………...... 117
3. Pengembangan kurikulum…………………………………………….. 119
4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik………………………………... 120
5. Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik……………..... 122
6. Komunikasi dengan peserta didik……………………………………... 123
7. Penilaian dan Evaluasi…………………………………………………. 135
B. Peningkatan Kompetensi Profesional Guru PAI…………………………… 127
1. Penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuwan……… 129
2. Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif……………… 131
BAB V PENUTUP………………………………………………………………………. 139
A. Kesimpulan…………………………………………………………………. 139
B. Saran………………………………………………………………………... 141
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Susunan Organisasi Kemenag Gunungkidul................................ 59
Gambar 3.2. Susunan Pengurus Pokjawas Kemenag Gunungkidul………... 110
Gambar 3.3. Pembagian Tugas Wilayah Kepengawasan…………………….. 111
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Pedoman Wawancara…………………………………………..... 146
Lampiran 2. Data Hasil Wawancara…………………………………………... 115
Lampiran 3. Data Hasil Observasi…………………………………………….... 172
Lampiran 4. Data Dokumen Pengawas.……………………………………...... 179
Lampiran 5. Jurnal Pelaksanaan Supervisi Klinis…………………………… 185
Lampiran 6. Instrumen Pelaksanaan Supervisi………………………………. 192
Lampiran 7. Surat Permohonan Ijin Penelitian……………………………… 114
Lampiran 8. Surat Rekomendasi Penelitian………………………………….. 118
Lampiran 9. Foto Pelaksanaan Siklus Supervisi Klinis………………………. 119
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan amanat Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 01/III/PB/2011 dan Nomor: 6
Tahun 2011 Tanggal: 24 Maret 2011, BAB II tentang kedudukan, tugas pokok,
rumpun jabatan, beban kerja, dan bidang pengawasan pasal 5 menjelaskan
bahwa:
“(1) Beban kerja Pengawas Sekolah adalah 37,5 (tiga puluh tujuh setengah) jam
perminggu di dalamnya termasuk pelaksanaan pembinaan, pemantauan,
penilaian, dan pembimbingan di sekolah binaan. (2) Sasaran pengawasan bagi
setiap Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
berikut: a. untuk taman kanak-kanak/raudathul athfal dan sekolah
dasar/madrasah ibtidaiyah paling sedikit 10 satuan pendidikan dan/atau 60
(enam puluh) Guru; b. untuk sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah
dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan paling sedikit 7 satuan pendidikan dan/atau
40 (empat puluh) Guru mata pelajaran/kelompok mata pelajaran; c. untuk
sekolah luar biasa paling sedikit 5 satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh)
Guru; dan d. untuk pengawas bimbingan dan konseling paling sedikit 40 (empat
puluh) Guru bimbingan dan konseling.”1
Rekapitulasi pengawas Pendidikan Agama Islam di Kabupaten
Gunungkidul tahun ajaran 2015/2016 menunjukkan bahwa jumlah pengawas
Pendidikan Agama Islam semua jenjang sebanyak 15 orang, jumlah sekolah
1Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara
Nomor : 01/III/PB/2011 dan Nomor : 6 Tahun 2011 Tanggal : 24 Maret 2011, BAB II tentang
kedudukan, tugas pokok, rumpun jabatan, beban kerja, dan bidang pengawasan Pasal 5, 2011, 5.
2
1135, jumlah Guru Pendidikan Agama Islam 1258 orang yang tersebar di 18
kecamatan, walaupun jumlah Pengawas PAI tidak seimbang dengan jumlah
sekolah dan guru PAI, namun dapat diupayakan supervisi klinis dapat
terlaksana, dengan menciptakan pola hubungan colega antara pengawas,
kepala sekolah dan guru senior, melalui pendidikan dan pelatihan, seminar,
diskusi maupun lokakarya tentang supervisi klinis.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2007, Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, pada kompetensi
akademik menyebutkan tugas pengawas adalah “membimbing guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan
atau di lapangan) untuk tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang
relevan di sekolah menengah yang sejenis.”2
Fenomena menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan
kenyataan dalam pelaksanaan supervisi, kurang konsisten antara pandangan
normatif teori supervisi secara ilmiah dengan pandangan deskriptif kenyataan
yang terjadi di sekolah, yang menimbulkan kegelisahan peneliti, permasalahan
lain supervisi masih cenderung mengarah pada inspeksi, disebabkan adanya
kendala secara struktur sebutan supervisi adalah pengawas bukan supervisor,
menyebabkan paradigma pemikiran mengarah ke inspeksi. Kendala lainnya
ruang lingkup dari pekerjaan pengawas lebih menekankan pada aspek
2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.12 tahun 2007, tentang
Standar Pengawas Sekolah / Madrasah.
3
administratif, latar budaya kultural menjadikan guru dan pengawas tidak terbuka
dalam proses supervisi, pengawas sebaiknya mengkombinasikan tanggung
jawab perbaikan pengajaran dilihat dari aspek profesional dan tanggung jawab
administrasi guru karena bantuan pengajaran merupakan pembinaan profesional,
sedangkan pendekatan administrasi merupakan bagian dari birokrasi saja.
Guru selaku obyek supervisi, disibukkan dengan tuntutan administratif,
sementara tugas utamanya sebagai pendidik sekaligus “transfer of knowledge”
pada siswa mendapatkan porsi yang kecil. Akhirnya guru menganggap bahwa
supervisi sama dengan evaluasi dan inspeksi yang selalu mencari kesalahan saja,
supervisi berangkat dari kepentingan pengawas, dan bukan kepentingan guru,
sehingga hubungan antara supervisor dan guru terkesan antara atasan dan
bawahan, secara psikologis guru merasa tertekan, tidak memiliki kesempatan
untuk menunjukkan keunggulan dan kehebatannya.
Berdasarkan latar belakang tersebut strategi yang dapat dilakukan
melalui model supervisi klinis, karena supervisi klinis merupakan bagian dari
supervisi pengajaran, prosedur pelaksanaannya supervisi klinis ditekankan untuk
mencari sebab akibat atas kelemahan yang terjadi didalam proses belajar
mengajar, cara memberikan obatnya dilakukan setelah supervisor mengadakan
observasi secara langsung terhadap perilaku mengajar guru di kelas, kemudian
diskusi balikan secara terbuka segera setelah guru selesai mengajar dengan
4
harapan agar kelemahan yang dilakukan guru selama mengajar dapat segera
diketahui dan bagaimana usaha untuk memperbaikinya segera teratasi.
Supervisi Klinis merupakan bentuk supervisi yang difokuskan pada
peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam
perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang
penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan
dengan cara yang rasional. Supervisi klinis merupakan proses membantu guru-
guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan
tingkah laku mengajar yang ideal, supervisi klinis merupakan supervisi edukatif
model kontemporer dengan pendekatan klinis, bersifat kolaboratif, memperbaiki
pembelajaran melalui perbaikan perilaku guru, maka supervisi klinis sangat
penting untuk diteliti lebih mendalam.
Dengan demikian peneliti akan menyajikan beberapa hal yang berkaitan
dengan supervisi klinis, agar guru dan pengawas memiliki pemahaman tentang
siklus supervisi klinis, hambatan dan solusinya, serta mengetahui sejauh mana
implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik
dan kompetensi profesional guru PAI khususnya di kabupaten Gunungkidul
Daerah Istimewa Yogyakarta.
5
B. Rumusan Masalah.
Masalah yang berhubungan dengan supervisi klinis dapat diidentifikasi antara
lain: pelaksanaan supervisi kurang sistimatis, kegiatan supervisi sering tidak ada
tindak lanjutnya, belum optimal kontribusi pengawas pada implementasi
supervisi klinis, banyak fokus pada supervisi menejerial dan administrasi
sehingga belum secara langsung membantu mengatasi kesulitan guru dalam
mengajar, belum semua pengawas sanggup melaksanakan supervisi klinis karena
keterbatasan waktu dan tenaga, serta biaya, belum tercipta pola hubungan yang
harmonis antara pengawas dan guru sebagai kollega, sehingga banyak guru yang
takut untuk disupervisi.
Mengingat banyaknya masalah yang berkenaan dengan supervisi klinis,
maka penulisan tesis ini dibatasi pada masalah implementasi model supervisi
klinis dalam hubungannya dengan upaya peningkatan kompetensi pedagogik
dan kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama Islam di Kabupaten
Gunungkidul DIY.
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut dapat di
rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru
Pendidikan Agama Islam ?
6
2. Bagaimanakah hambatan dan solusinya dalam implementasi model
supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan
kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama Islam?
3. Sejauhmana implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru Pendidikan
Agama Islam?
C. Signifikansi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a) Untuk mengetahui siklus implementasi model supervisi klinis dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru
Pendidikan Agama Islam.
b) Untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi dan solusinya dalam
implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi
pedagogik dan kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama Islam.
c) Untuk mengetahui sejauh mana implementasi model supervisi klinis
dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional
Guru Pendidikan Agama Islam.
2. Manfaat Penelitian
a) Manfaat secara teoretis
Menambah wawasan lebih luas dalam lingkungan akademis
(academic significance), yang dapat memberikan informasi dan
7
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah referensi pustaka
yang dimiliki, tentang implementasi model supervisi klinis.
Memberikan tolok ukur bagi penelitian dan intelektual
pendidikan Indonesia, baik bagi penulis, pembaca yang budiman
maupun peneliti lain, sehingga kegiatan penelitian dapat dilakukan
secara berkesinambungan oleh generasi berikutnya.
b) Manfaat secara praktis
Bagi Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Kantor Kementerian
Agama, sebagai umpan balik atas pembinaan yang telah dilakukan
terhadap guru dalam peningkatan kompetensinya, dan sebagai masukan
untuk membuat kebijakan dalam bidang supervisi pendidikan
khususnya supervisi klinis, agar tugas kepengawasan dapat lebih
efektif dan efisien.
Bagi Pengawas Dinas Pendidikan dan Pengawas Kemenag
Kabupaten Gunungkidul diharapkan dapat menemukan unsur-unsur
yang berhubungan dengan supervisi klinis dan kompetensi guru,
sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kinerja
dan kualitas guru dalam melaksanakan tugasnya, dan dapat dijadikan
masukan bagi pengembangan sumber daya manusia oleh para praktisi
pendidikan.
Bagi Kepala Sekolah sebagai evaluasi terhadap kegiatan
supervisi klinis yang telah dilaksanakan dan sebagai masukan untuk
8
dijadikan acuan agar dapat meningkatkan pelaksanaan supervisi klinis
secara sistimatis dan terprogram di masa yang akan datang.
Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang
luas dan mendalam tentang implementasi model supervisi klinis dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru
Pendidikan Agama Islam.
Bagi khalayak masyarakat dan pemerhati dunia pendidikan
diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta dapat menjadi
guide (pedoman) dalam mengemban amanah di bidang pendidikan.
D. Kajian Pustaka
Untuk mempertajam penelitian ini, maka penulis melakukan tinjauan pustaka
atas penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti
terdahulu yang relevan dengan judul penelitian yang akan diangkat dalam tesis
ini, diantaranya sebagai berikut:
Indah dalam penelitiannya yang berjudul Manajemen lesson study sebagai
teknik supervisi kolegial di SMP, menggunakan pendekatan kualitatif dan
rancangan studi multi situs. Hasilnya menunjukkan bahwa: ”supervisi kolegial
dilakukan pada tahapan lesson study yaitu plan (merencanakan pembelajaran),
do (melaksanakan dan mengobservasi pembelajaran) dan see (diskusi refleksi
9
pembelajaran), dan manajemen LSBS terlaksana dengan baik sehingga teknik
supervisi kolegial dapat dilaksanakan dengan baik.”3
M. Syafi’i dalam penelitiannya yang berjudul Kontribusi supervisi
pengawas PAI dalam meningkatkan kompetensi profesional Guru PAI SMK Kota
Salatiga, dengan metode wawancara, observasi, dan studi dokumentasi,
ditemukan faktor pendukung adanya program supervisi yang disusun pengawas
dan motivasi pengawas terhadap guru Pendidikan Agama Islam dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan dan kompetensi Guru Pendidikan Agama
Islam dukungan dari semua pihak, pengawas bersertifikat pengawas Pendidikan
Agama Islam, berijazah S2. Adapun faktor penghambatnya dari aspek
pengawasnya adalah “beban kerja yang cukup besar karena selain melaksanakan
supervisi akademik juga harus melaksanakan supervisi manajerial, dari
gurunya, perasaan guru kurang nyaman bila disupervisi, kurang lengkap
administrasi, kurangnya motivasi dalam pengembangan profesi, sehingga
berdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran di kelas.”4
Sugeng Riyadi, dalam penelitiannya yang berjudul Supervisi akademik
pengawas Kemenag dalam meningkatkan kompetensi guru bahasa arab di Kabupaten
Ponorogo, dengan pendekatan kualitatif, secara teoretis sesuai dengan ciri-ciri
3 Indah Yudiani, “Manajemen Lesson Study Sebagai Teknik Supervisi Kolegial Di SMP”,
Jurnal Pendidikan Humaniora (JPH) 2, no. 2 (2015): 164–75. 4 M. Syafi’i, “Kontribusi Supervisi Pengawas PAI Dalam Meningkatkan Kompetensi
Profesional Guru PAI SMK Kota Salatiga”, Tesis tidak di publikasikan, PPS IAIN Salatiga:
2014/2015.
10
supervisi yang bersifat ilmiah, sistimatis, dan obyektif dan menggunakan
instrumen, teknik yang dikembangkan cukup bervariatif namun ada kendala
yang belum teratasi yaitu “ketersediaan tenaga pengawas sangat kurang untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan jumlah sekolah maupun guru, upaya tindak
lanjutnya belum optimal kontribusi pengawas dalam melaksanakan
pembinaan.”5
Hasil penelitian Chui Mi and Lili Ng. yang berjudul pelaksanaan supervisi
klinis Kepala Sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dalam mengelola pembelajaran
pada SMA Negeri 2 Sambas, dengan penelitian kualitatif, data dikumpulkan
melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi serta
dianalisis melalui reduksi data, penyajian data, kesimpulannya bahwa kinerja
guru dalam mengelola pembelajaran belum maksimal, persepsi guru terhadap
pelaksanaan supervisi klinis mendapat tanggapan positif dari semua guru, upaya
yang dilakukan dalam mengatasi masalah supervisi klinis dengan melaksanakan
In House, memberikan pengarahan dan motivasi pada guru, tukar informasi,
memberdayakan guru senior dalam membimbing penyusunan RPP, adapun
hambatan-hambatan dalam melaksanakan supervisi klinis bisa berasal dari guru
dan kepala sekolah, faktor-faktor yang mendukung kompetensi kepala sekolah
dalam melaksanakan supervisi klinis meliputi “pendidikan dan pelatihan,
seminar, diskusi maupun lokakarya tentang supervisi klinis, pertemuan-
5 Sugeng Riyadi, Supervisi Akademik Pengawas Kemenag Dalam Meningkatkan
Kompetensi Guru Bahasa Arab di Kabupaten Ponorogo, Yogyakarta: Tesis tidak dipublikasikan,
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
11
pertemuan rutin dalam MKKS, studi banding ke daerah yang sudah
melaksanakan supervisi klinis.”6
Ali Susin dalam penelitiannya yang berjudul implementasi supervisi
akademik terhadap proses pembelajaran, menyimpulkan bahwa “pelaksanaan
supervisi dalam seluruh mata pelajaran belum berjalan optimal.”7 hal ini terbukti
dari persentase yang diperoleh sebesar 45,27%. Secara pelaksanaan supervisi
yang meyangkut aspek pengelolaan pembelajaran berada dalam kategori cukup
yaitu 56,37%. Pelaksanaan supervisi yang menyangkut aspek peningkatan
kemampuan akademik guru dalam pembelajaran berada dalam kategori cukup
yaitu 41%. Pelaksanaan supervisi yang menyangkut aspek pengembangan
profesi sebagai guru mata pelajaran oleh supervisor berada dalam kategori
kurang yaitu 35,97%.
Kinerja guru dapat dilihat melalui pelaksanaan supervisi klinis, yang
dilaksanakan oleh kepala sekolah, karena kepala sekolah memiliki peran
penting, selain melaksanakan supervisi klinis, kepala sekolah hendaknya
memiliki motivasi, sebagaimana hasil penelitian dari Laili Kurniati, yang
berjudul Pengaruh supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja guru
SMK Negeri 1 Purbalingga, menyimpulkan bahwa: “pelaksanaan supervisi klinis
oleh kepala sekolah sangat baik, hasil perhitungan motivasi kerja kepala sekolah
6 Chui Mi and Lili Ng., “Pelaksanaan Supervisi Klinis Kepala Sekolah Untuk Meningkatkan
Kinerja Guru Dalam Mengelola Pembelajaran Pada SMA Negeri 2 Sambas”, Jurnal Visi Ilmu
Pendidikan (J-VIP) 7, no. 1 (April 5, 2012), 339. 7 Ali Susin, “Implementasi Supervisi Akademik”, Penelitian-Pendidikan 15 (2008), 103
12
sangat baik, dan memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
mengajar, pelaksanaan supervisi klinis dan motivasi kerja kepala sekolah secara
bersama-sama memberikan pengaruh positif terhadap kinerja mengajar.”8
Hasil penelitian Sari yang berjudul Model supervisi akademik berbasis
kemitraan, melalui pendekatan kuantitatif dengan analisis SEM (Structural
Equation Model), bahwa kompetensi pengawas dan komunikasi pengawas tidak
berpengaruh langsung terhadap supervisi akademik. Komitmen pengawas dan
hubungan kemitraan berpengaruh langsung terhadap keefektifan supervisi
akademik. Komitmen pengawas dan hubungan kemitraan berfungsi sebagai
variabel intervening dari kompetensi pengawas dan komunikasi pengawas
terhadap keefektifan supervisi akademik. Kesimpulannya bahwa “supervisi
akademik akan terlaksana dengan efektif jika didukung oleh komitmen yang
tinggi dari pengawas dan hubungan kemitraan yang baik antara pengawas dan
guru.”9
Munculnya pengaruh yang positif dan signifikan efektifitas supervisi
pendidikan, bantuan supervisor, kemampuan supervisor secara bersama-sama
terhadap kinerja guru ditururkan oleh Isdarmoko,dalam penelitiannya yang
berjudul Pengaruh pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pada SMU di
Kabupaten Bantul, dengan pendekatan fenomenologis diharapkan pengawas selalu
8 Laeli Kurniati, “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Guru SMK Negeri 1 Purbalingga” Tesis tidak dipublikasikan, (Universitas Negeri Semarang, 2007). 9 Istianah Qudsi Falkhi Taqqiya, Heri Yanto, dkk., “Model Supervisi Akademik Berbasis
Kemitraan”, Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah Dan Kepengawasan 1, no. 2 (2014), 178.
13
meningkatkan efektifitas pelaksanaan supervisi khususnya dalam frekuensi
kunjungan dan tindak lanjut hasil pelaksanaan supervisi, serta “meningkatkan
kemampuan sejalan dengan tuntutan kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang pendidikan, serta disesuaikan dengan
kebutuhan yang diharapkan oleh para guru yang memerlukan bantuannya.”10
Sejauh pengamatan penulis, tesis yang membahas tentang implementasi
model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan
kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam, belum pernah dilakukan.
Maka perbedaan tesis penulis dengan tesis yang lainnya bahwa tesis yang ada
pada kajian pustaka kebanyakan membahas tentang supervisi akademik, dan
supervisi manajerial, sedangkan tesis penulis lebih spesifik membahas tentang
supervisi klinis, sehingga penulis terinspirasi pentingnya melakukan penelitian
yang berkaitan dengan implementasi model supervisi klinis dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru
Pendidikan Agama Islam di kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa
Yogyakarta, dengan demikian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan
keasliannya.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
10
Isdarmoko, Pengaruh Pelaksanaan Supervisi Terhadap Kinerja Guru Pada SMU di
Kabupaten Bantul, Yogyakarta: Tesis tidak dipublikasikan, Pascasarjana UNY, 2003.
14
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) yaitu
“penelitian yang ditujukan untuk mempelajari secara intensif latar belakang
keadaan sekarang dan interaksi sosial, individu, lembaga dan masyarakat.”11
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam tesis ini adalah penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis.”12
Penelitian
kualitatif penulis gunakan untuk menjelaskan data-data yang didapat dari
hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang diperoleh dari lapangan.
Sedangkan pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan
fenomenologis dan deskriptif naturalistik.
2. Kehadiran peneliti
Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari peran serta
pengamat atau peneliti, sebab peranan penelitian yang menentukan
keseluruhan skenarionya. Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti bertindak
sebagai instrumen kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data yang
mana informan mengetahui bahwa peneliti melakukan penelitian agar
mempermudah dalam melakukan pengumpulan data, adapun instrumen yang
lain hanya sebagai penunjang.
11
Husaini Usman dan Purnama Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi
Aksara, 2000, 5. 12
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009, 89.
15
3. Lokasi penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di lingkungan Kantor Kementrian Agama
Kabupaten Gunungkidul terletak di Jalan Brigjen. Katamso, No 13,
Wonosari,Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Kode Pos,55813.
4. Data dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu: Sumber data
primer dari Pokja Pengawas, Pengurus MGMP Pendidikan Agama Islam,
Guru Pendidikan Agama Islam, dan dari mana saja yang penulis anggap bisa
memberikan data yang sesuai dengan indikator yang diharapkan.
Sebagaimana dijelaskan bahwa “sumber data dalam penelitian adalah sumber
dari mana data tersebut diperoleh.”13
Sumber data sekunder terdiri dari dokumen-dokumen, arsip, surat-
surat dan data yang dianggap relevan dan mendukung penelitian. Data
bersifat kualitatif tekstual. Penentuan data diperoleh dengan cara menerapkan
sampel di mana penulis akan menggunakan “purpose sampling yaitu semua
sampel yang dipilih dianggap mempunyai potensi untuk memberikan
13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi II,
Jakarta: Rineka Cipta, 1993, 102.
16
kontribusi bagi penggalian jawaban- jawaban atas masalah-masalah
penelitian.”14
5. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi, wawancara, observasi,
dan dokumentasi, sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti
maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek tersebut
berlangsung, dan disamping itu untuk melengkapi data, diperlukan
dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh subyek atau tentang
subyek).
a) Teknik wawancara
Wawancara merupakan “suatu pengumpulan data yang dilakukan
dengan proses tanya jawab secara sistimatis dan berdasar pada tujuan
penelitian.”15
Menurut Moleong berpendapat bahwa:
“Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud
digunakan wawancara adalah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,
kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-
lain, merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami
masa yang lalu, memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah
diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang, memverifikasi,
mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik
manusia maupun bukan manusia, memverifikasi, mengubah, dan
14
Raihani, Kepemimpinan Sekolah Transformatif, Yogyakarta: LkiS, 2011, Cetakan II.,
83. 15
Sutrisno Hadi, Metodologi Risearch Jilid I, Yogyakarta: Andi Offset, 2000, 193.
17
memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai
pengecekan anggota.”16
Dalam wawancara setidaknya terdapat dua jenis wawancara,
yakni: wawancara mendalam (in-depth interview), di mana peneliti
menggali informasi secara mendalam dengan cara terlibat langsung
dengan kehidupan informan dan bertanya jawab secara bebas tanpa
pedoman pertanyaan yang disiapkan sebelumnya sehingga suasanannya
hidup, dan dilakukan berkali-kali, wawancara terarah (guided interview)
dimana peneliti menanyakan kepada informan hal-hal yang telah
disiapkan sebelumnya. Wawancara ini memiliki kelemahan yaitu suasana
tidak hidup, karena peneliti terikat dengan pertanyaan yang telah
disiapkan sebelumnya, sering terjadi si peneliti lebih memperhatikan
daftar pertanyaan yang diajukan daripada bertatap muka dengan
informan, sehingga suasana terasa kaku, dan dalam praktek sering juga
terjadi jawaban informan tidak jelas atau kurang memuaskan.
Jika ini terjadi maka peneliti bisa mengajukan pertanyaan lagi
yang lebih spesifik. Selain kurang jelas, sering ditemui informan
memberikan jawaban” kurang tahu”, jika terjadi jawaban ini maka
peneliti harus berhati-hati dan tidak berpindah ke pertanyaan lain sebab,
kalimat “Tidak Tahu” mengandung beberapa arti, yaitu: informan
memang tidak mengerti pertanyaan peneliti, sehingga untuk menghindari
16
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2007, 135.
18
jawaban “tidak mengerti” dia menjawab “ tidak tahu”, informan
sebenarnya sedang berfikir memberikan jawaban, tetapi karena suasana
tidak nyaman dia menjawab”tidak tahu”, pertanyaannya bersifat
personal yang mengganggu privasi informan, sehingga jawaban “tidak
tahu” dianggap lebih aman, informan memang betul-betul tidak tahu
jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Karena itu “jawaban “tidak tahu”
merupakan jawaban sebagai data penelitian yang benar dan sungguh
yang perlu dipertanggung jawabkan oleh peneliti.”17
Wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian adalah
“indepth interviewing ( wawancara mendalam) atau biasa juga disebut
wawancara tidak terstruktur.”18
Maksudnya peneliti mengajukan
beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus
permasalahan, sehingga dengan wawancara mendalam ini data-data bisa
terkumpul semaksimal mungkin.
Hasil wawancara dari tiap-tiap informan tersebut ditulis lengkap
dengan kode-kode dalam transkrip wawancara. Juga menggunakan jenis
wawancara terarah di mana peneliti melakukan wawancara dengan
informan melalui pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan, penulis
17
Singarimbun, Masri dan Sofian effendi (ed), Metode penelitian Survai, Jakarta: LP3S,
1989, 198-199. 18
H.B.Sutopo, Metodologi Penulisan Kualitatif, Surakarta: Universitas Sebelas Maret,
2006, 68.
19
hanya menyiapkan pertanyaan secara garis besar kemudian penulis
mengembangkan pertanyaan tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan.
b) Teknik observasi
Observasi adalah “pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistimatis
mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian
dilakukan pencatatan.”19
Sanafiah faisal mengklasifikasikan observasi
menjadi observasi berpartisipatif (participan observation), observasi
yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation and covert
observation), dan observasi tak terstruktur (unstructured observation),
dalam penelitian ini menggunakan “teknik observasi partisipatif, dimana
pengamat bertindak sebagai partisipan.”20
Hasil observasi dalam penelitian ini, dicatat dalam catatan
lapangan, sebagai alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif.
Dalam penelitian kualitatif peneliti mengandalkan pengamatan dan
wawancara dalam pengumpulan data di lapangan. “Pada waktu
dilapangan membuat “catatan” setelah pulang sampai dirumah atau
tempat tinggal barulah menyusun “catatan lapangan.”21
Adapun beberapa jenis atau bentuk observasi, yaitu:
19
Joko Subagyo, Metode Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, 63. 20
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005, 64. 21
Lexy J. Moleong, Metodologi …, 153-154.
20
“(1) observasi partisipasi adalah metode pengumpulan data yang
digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
pengindraan dimana peneliti terlibat dalam keseharian informan; (2)
observasi tidak tersruktur adalah pengamatan yang dilakukan tanpa
menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan
pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan;
(3) observasi kelompok adalah pengamatan yang dilakukan oleh
sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi
obyek penelitian.”22
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi tidak
terstruktur sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya
berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan. Dalam hal ini data
yang diobservasi adalah mengenai pelaksanaan supervisi klinis, aspek
yang disupervisi, instrumen supervisi, dan teknik supervisi yang
dilakukan oleh pengawas dalam meningkatkan kompetensi profesional
dan pedagogik guru Pendidikan Agama Islam.
c) Dokumentasi
Dokumentasi adalah ”metode dengan mencari data mengenai hal-hal atau
variabel-variabel yang berupa catatan, traskrip, buku, surat kabar,
majalah dan sebagainya.”23
Dokumentasi merupakan “catatan peristiwa
yang sudah berlalu. Dalam penelitian kualitatif, teknik ini merupakan alat
22
Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial
Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Medi Group, 2007, 115-117. 23
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta, 1998, 236.
21
pengumpulan data yang utama karena pembuktian hipotesisnya diajukan
secara logis dan rasional.”24
Teknik dokumentasi sengaja digunakan dalam penelitian ini
sebab: sumber ini selalu tersedia dan murah, terutama ditinjau dari
waktu, merupakan sumber informasi yang stabil, baik keakuratannya
dalam merefleksikan situasi yang terjadi dimasa lampau, dan dianalisis
kembali tanpa mengalami perubahan, rekaman dan dokumen merupakan
sumber informasi yang kaya, secara kontektual relevan dan mendasar
dalam konteknya, sumber ini merupakan pernyataan legal yang dapat
memenuhi akuntabilitas, hasil pengumpulan data melalui cara
dokumentasi ini, dicatat dalam format transkrip dokumentasi.
6. Uji Validitas Data/ Pengecekan keabsahan data
Keabsahan data merupakan “konsep penting yang diperbaharui dari konsep
keaslian (validitas) dan keandalan(reliabilitas).”25
Derajat kepercayaan
keabsahan data (credebilitas data) dapat diadakan pengecekan dengan teknik
pengamatan yang tekun, dan triangulasi.
Ketekunan peneliti yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang
sedang dicari. Ketekunan ini dilaksanakan peneliti dengan cara: (a)
24
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, 158-181. 25
Lexy J. Moleong, Metodologi …, 112.
22
mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara kesinambungan
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi; (b) menelaahnya secara rinci
sampai pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah
satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah difahami dengan cara yang biasa.
Teknik Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Maka dari itu peneliti
menggunakan “beberapa macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan yang diantaranya adalah sumber, metode,
penyidik, dan teori.”26
Triangulasi adalah “penggunaan berbagai metode dan
sumber daya dalam pengumpulan data untuk menganalisis suatu fenomena
yang saling berkaitan dari perspektif yang berbeda.”27
Triangulasi yang digunakan ada dua yaitu: (a) Triangulasi metode,
dimana penulis akan melakukannya dengan membandingkan informasi atau
data dengan cara yang berbeda, yaitu dengan metode observasi, wawancara
dan dokumentasi; (b) triangulasi sumber data yaitu menggali kebenaran
informan tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.
Penulis akan mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.
26
Sugiyono, Memahami Penelitian…, 82-83. 27
Zainal arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011, 164.
23
Dalam penelitian ini peneliti mengecek ulang data hasil wawancara
dengan pengawas, dan guru Pendidikan Agama Islam tentang implementasi
model supervisi dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi
profesional Guru PAI, kemudian penulis menyesuaikannya dengan dokumen
berbentuk instrumen yang ada.
7. Analisis Data
Dalam analisis data kualitatif deskriptif, “data ini dilakukan dengan cara
menyusun dan mengelompokkannya, sehingga memberikan gambaran nyata
terhadap responden.”28
Teknik analisis data merupakan proses mengatur
urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori, dan satuan
uraian dasar. Teknik analisis data dalam penelitian ini mengunakan analisis
data kualitatif mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman, dengan
tiga jenis kegiatan yaitu: “reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat
sebelumnya, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang
sejajar.”29
Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sampai
28
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan : Kompetensi dan Prakteknya, Jakarta:
Bumi Aksara, 2005, 86. 29
Mathew B. Miles A. Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif, terj. Tjetjep Rohendi
Rohidi, Jakarta: UI Press, 1992, 19.
24
tuntas. Aktifitas dalam analisis data meliputi: “data reduction
(merangkum,memilih dan memilah data), data display (penyajian data), dan
data conclusion drawing/verification (penarikan kesimpulan dan
verifikasi).”30
a) Data Reduksi (reduction Data)
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data”kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Mereduksi data dalam
konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal
yang penting, membuat kategori. Dengan demikian “data yang telah
direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya
jika diperlukan.”31
b) Penyajian data (display data)
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Mendisplay data atau menyajikan data kedalam
pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik,
30
Sugiyono, Metode Penulisan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2006, 246. 31
Sugiyono, Metode Penulisan …, 246.
25
network dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh
data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku
yang selanjutnya akan di displaykan pada laporan akhir penelitian.
c) Conclusion Drawing/ Verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan data verifikasi. Menurut Miles dan Huberman langkah-
langkah analisis ditunjukkan pada gambar sebagai berikut:
Gambar model analisis interaktif (interactive model)32
Keterangan :
1) Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksi
32
Sugiyono, Metode Penulisan…, 247.
Penyajian Data Pengumpulan Data
Reduksi Data Penarikan
Kesimpulan/verifika
26
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah penelitian untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya.
2) Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data untuk menyajikan data kedalam pola yang dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, grafik,matrik, network dan chart. Bila pola-pola yang
ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut
sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan di displaykan pada
laporan akhir penelitian.
3) Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif ini adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi
F. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran umum tesis ini penulis akan mendeskrepsikan
dalam sistimatika pembahasan, hal ini penulis lakukan untuk mempermudah
pembahasan persoalan didalamnya agar pembaca dapat lebih mudah memahami
dan mengerti secara utuh, oleh karena itu penulis akan menguraikan masing-
masing bab sehingga dapat dilihat rangkaian pembahasan secara sistimatis. Hasil
penelitian ini akan dijabarkan dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang memuat tentang latar belakang sebagai
pengantar untuk menjelaskan kelayakan, urgensi permasalahan, dan arah
penelitian, identifikasi, batasan masalah dan rumusan, signifikansi penelitian,
mencakup tujuan penelitian dan manfaat penelitian secara teoritis maupun praktis,
27
kajian pustaka yang mencakup penelitian terdahulu, metode penelitian, dan
sistematika laporan penelitian.
Bab II mengemukakan landasan teoritis yang diperlukan untuk menyoroti
dan sekaligus sebagai bahan analisis atas kondisi lapangan, dalam bab ini memuat
definisi supervisi klinis, siklus dalam pelaksanaan supervisi klinis, karakteristik
supervisi klinis, tujuan supervisi klinis, fungsi supervisi klinis, prinsip supervisi
klinis, pelaporan supervisi klinis, kelemahan dan kelebihan supervisi klinis,
kompetensi pedagogik, serta kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama
Islam.
Bab III menguraikan deskrepsi data penelitian tentang gambaran umum
keadaan dilapangan yang akan diteliti menyajikan, data lapangan baik sebagai
hasil pengamatan, wawancara, perekaman, dan pencatatan.
Bab IV mengemukakan analisis atas data lapangan, didasarkan pada teori
yang ada, menguraikan tentang implementasi model supervisi klinis dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru PAI di
Kabupaten Gunungkidul DIY.
Bab V merupakan bagian akhir dan penutup yang menyajikan kesimpulan
dari serangkaian hasil penelitian yang tegas dan kritis sesuai dengan permasalahan
penelitian, disertai pemikiran atau saran-saran terkait dengan hasil penelitian
sebagai bahan masukan bagi para supervisor dan bagi peneliti selanjutnya.
28
BAB II
KAJIAN TEORI
SUPERVISI KLINIS, KOMPETENSI PEDAGOGIK
DAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
Untuk memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang masalah yang
berkaitan dengan pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI, berikut
penulis sajikan secara berturut-turut kerangka teori tentang supervisi klinis,
kompetensi pedagogik, dan kompetensi profesional.
Pengembangan model supervisi ada empat:
”a) model supervisi konvensional/ tradisional yaitu supervisi dengan mengadakan
inspeksi untuk mencari dan menemukan kesalahan; b) model supervisi ilmiah yaitu
supervisi dilaksanakan secara berencana dan kontinu, sistimatis, menggunakan
prosedur dan teknik tertentu, menggunakan instrumen pengumpulan data dari
keadaan yang riil; c) model supervisi artistik yaitu bekerja untuk orang lain, bekerja
dengan orang lain dan bekerja melalui orang lain, dan d) model supervisi klinis.”33
Untuk mempertajam wawasan dari keempat model tersebut, penulis akan
membahas supervisi klinis secara rinci sebagai berikut:
33
Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, Malang: Cetakan ketiga,
1979, 34.
28
29
A. Supervisi Klinis
1. Definisi Supervisi Klinis
Sebelum membahas supervisi klinis perlu diketahui secara umum tentang
supervisi. Sergiovanni dalam Pidarta menjelaskan bahwa: “supervisi lebih bersifat
proses daripada peranan, supervisi adalah suatu proses yang digunakan oleh
personalia sekolah yang bertanggung jawab terhadap aspek-aspek tujuan
sekolah dan yang bergantung secara langsung kepada para personalia yang lain,
untuk menolong mereka menyelesaikan tujuan sekolah itu.”34
Boardman dalam Sahertian mendefinisikan supervisi adalah
“suatu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secara kontinu
pertumbuhan guru-guru disekolah baik secara individual maupun kolektif agar
lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran
dengan demikian mereka dapat menstimulir dan membimbing pertumbuhan tiap
murid secara kontinu, serta mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam
masyarakat demokrasi modern.”35
Mc. Nerney, dalam Sahertian menjelaskan supervisi adalah “prosedur
memberi arah, serta mengadakan penilaian secara kritis terhadap proses
pengajaran, menurutnya tugas supervisi merupakan suatu proses penilaian secara
terus menerus. Ia menambahkan bahwa tujuan akhir dari supervisi harus memberi
pelayanan yang lebih baik kepada semua murid.”36
34
Made Pidarta, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, Cetakan
Pertama, 1992, 2. 35
Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik…, 19. 36
Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik…, 20.
30
Kimball Wiles. dalam sahertian menuturkan supervisi adalah “bantuan
dalam perkembangan dari belajar mengajar yang baik, menurutnya fungsi dasar
supervisi ialah memperbaiki situasi belajar mengajar, situasi belajar mengajar
dapat menjadi baik bergantung kapada pelaksanaannya sehingga lebih
mengutamakan faktor manusia, apabila manusia memiliki kecakapan dasar maka
akan diharapkan dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang baik.”37
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa supervisi merupakan suatu proses
pemberian bantuan kepada guru untuk meningkatkan kualitas pengajaran agar
sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bantuan
yang diberikan berupa layanan dan dorongan diarahkan untuk pembinaan
kemandirian, agar dapat berkembang sesuai dengan tuntutan profesinya.
Selanjutnya secara spesifik supervisi klinis diadopsi dari istilah kedokteran
dengan asumsi dan harapan agar keakraban yang terjadi antara dokter dengan
pasien dapat pula diterapkan dalam pelaksanaan supervisi yaitu terjadi keakraban
dan pola komunikasi yang baik antara pengawas dan guru, “supervisi klinis bukan
ditujukan kepada guru yang sakit atau mengalami masalah dalam pembelajaran,
melainkan semua guru bisa diterapkan untuk membina mereka.”38
Richard Weller yang dikutip oleh Acheson dan Gall dalam Jasmani,
memberikan definisi supervisi klinis adalah “supervisi yang difokuskan pada
37
Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik…, 21 38
Abd. Kadim Masaong, Supervisi…, 55.
31
perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap
perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap
penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi
yang rasional.”39
2. Siklus dalam pelaksanaan supervisi klinis
Beberapa tokoh berbeda pendapat tentang siklus supervisi klinis. Binti
Maunah, menegaskan bahwa: ”prosedur pelaksanaan supervisi klinis berlangsung
dalam suatu proses yang berbentuk siklus dengan tiga tahap yaitu: tahap
pertemuan awal, tahap observasi kelas, dan tahap pertemuan akhir.”40
Terjadinya
variasi dalam pengembangan tahap supervisi klinis disebabkan oleh tekanan
secara ekplisit dalam beberapa kegiatan yang terdapat pada tahapan tertentu.
“Prosedur supervisi klinis disebut siklus, karena ketiga tahapan itu merupakan
suatu proses yang berkelanjutan atau kontinu dimana pada tahap akhir pada
umumnya dibicarakan bahan masukan (in-put) untuk tahap awal pada siklus
berikutnya.”41
a) Siklus pertemuan awal
Pertemuan awal dilaksanakan sebelum mengajar, guru tidak perlu takut
akan dimarahi dan dinilai berbicara kurang sopan oleh supervisornya. Guru dapat
39
Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru Dalam Peningkatan
Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, Yogyakarta: Arruzz Media, 2013, 90. 40
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 81. 41
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 82.
32
mengajukan rencana latihannya, cara dan alat untuk mengobservasi
penampilanya, pertemuan tersebut diharapkan memperoleh kesepakatan antara
guru dan supervisor. Secara rinci inti dalam pertemuan awal ada lima tahap:
“1) menciptakan suasana intim dan terbuka antara supervisor dan guru sebelum
maksud yang sesungguhnya dibicarakan; 2) membicarakan rencana pelajaran
yang telah dibuat oleh guru, yang mencakup tujuan, bahan, kegiatan belajar
mengajar serta evaluasinya; 3) mengidentifikasi komponen ketrampilan beserta
indikatornya yang akan dicapai oleh guru dalam kegiatan mengajar; 4)
mengembangkan instrumen observasi yang akan digunakan, merekam data dalam
penampilan guru sesuai dengan persetujuan dan kesepakatan ketrampilan beserta
indikatornya; 5) mendiskusikan berama instrumen tersebut termasuk cara
penggunannya, data yang akan dijaring, hasil diskusi merupakan kontrak antara
guru dan supervisor dan sekaligus menjadi saran dalam tahap berikutnya.”42
Dalam mengembangkan dan menyusun instrumen observasi supervisor
dan guru perlu membuat kesepakatan tentang kriterianya yaitu: “sasaran observasi
harus jelas berdasarkan kontrak tentang jenis ketrampilan yang akan diamati yang
berupa fakta (bukan opini atau interpretasi) yang telah ditentukan; cara
penggunaan instrumen harus jelas dan dapat dikelola oleh supervisor bila perlu;
skor, skala, frekuensi dan persentase; ketepatan dalam menginterpretasikan data
yang telah direkam yang serasi dengan target yang ingin dicapai oleh guru;
disepakati bersama antara supervisor dan guru.”43
b) Siklus observasi.
Dalam siklus ini guru mengajar dengan menerapkan komponen
ketrampilan yang disepakati pada pertemuan awal, sementara supervisor
42
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 83. 43
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 83-84.
33
mengadakan observasi dengan menggunakan alat perekam yang telah disepakati
bersama. Hal yang diobservasi adalah “segala sesuatu yang tercantum dalam buku
kontrak yang telah disetujui bersama dalam pertemuan awal.”44
Selanjutnya
fungsi utama observasi adalah “untuk menangkap apa yang terjadi selama
pelajaran berlangsung secara lengkap agar supervisor dan guru dapat dengan
tepat mengingat kembali pelajaran dengan tujuan agar analisis dapat dibuat
secara obyektif.”45
Dalam melaksanakan observasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
“1) kelengkapan catatan, usahakan mencatat sebanyak mungkin apa yang
dikatakan dan apa yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, hasilnya akan
merupakan “bukti” bagi supervisor dan guru untuk diketengahkan apabila nanti
bersama-sama menganalisis apa yang terjadi selama pelajaran. semakin spesifik
apa yang digambarkan semakin berarti analisis supervisor; 2) fokus, karena tidak
mungkin untuk mencatat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas maka supervisor
harus memilih aspek-aspek ketrampilan yang perlu dicatat dengan kesepakatan
bersama; 3) mencatat komentar, walaupun proes mencatat harus dilakukan secara
obyektif, namun supervisor sering ingin mencatat komentar-komentar supaya
tidak lupa, dengan cara memisahkan komentar dari catatan observasi atau dengan
menggunakan tanda kurung; 4) pola, hal ini sangan bermanfaat untuk mencatat
pola perilaku tertentu dari guru yang akan digunakan dalam pertemua akhir/
44
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 85. 45
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 85.
34
balikan; 5) membuat guru tidak merasa gelisah, pada permulaan melatih suatu
ketrampilan mengajar sering membingungkan guru, apabila seseorang berada
dibelakang kelas sambil mengamati dn membuat catatan mengenai dirinya. untuk
menghilangkan perasaan gelisah dalam pertemuan pendahuluan supervisor harus
menjelaskan tentang apa yang akan dicatatnya, itulah sebabnya perlu dibuat
kesepakatan tentang apa yang akan diobservasikan.”46
c) Siklus pertemuan balikan.
Berbeda dengan pertemuan awal yang bisa dilakukan beberapa waktu
sebelumnya, “pertemuan akhir harus segera dilangsungkan sesudah kegiatan
mengajar selesai, dengan tujuan untuk menjaga agar segala sesuatu yang terjadi
masih segar dalam ingatan baik supervisor maupun guru.”47
Pertemuan akhir ini
merupakan diskusi umpan balik antara supervisor dan guru dengan suasana
akrab, terbuka, bebas dari suasana menilai dan mengadili. Supervisor menyajikan
data sedemikian rupa sehingga dapat menemukan kelemahan dan kelebihan
sendiri. Secara rinci langkah –langkah pertemuan akhir adalah:
“a) memberi penguatan serta menanyakan perasaan guru/calon guru tentang apa
yang dialaminya dalam mengajar secara umum, hal ini untuk menciptakan
suasana santai, agar guru tidak merasa diadili; b) mereviu tujuan pelajaran; c)
mereviu target ketrampilan serta perhatian utama guru dalam mengajar; d)
menanyakan perasaan guru tentang jalannya pelajaran berdasarkan tujuan dan
target yang telah direviu, dimulai dari hal-hal yang dianggap baik, kemudian
diikuti dari hal-hal yang dianggap kurang berhasil; e) menunjukkan data hasil
observasi yang telah dianalisis an diinterpretasikan oleh supervisor sebelum
46
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 85-86. 47
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 87.
35
pertemuan akhir dimulai, kemudian memberikan waktu pada guru untuk
menganalisis data dan menginterpretasikannya dan akhirnya hasil observasi
didiskusikan bersama; f) menanyakan kembali perasaan guru setelah
mendiskusikan dan interpretasi data hasil observasi, meminta guru untuk
menganalisis hasil pelajaran yang telah dicapai oleh siswa yang diajarnya; g)
menanyakan perasaan guru tentang proses dan hasil pelajaran tersebut; h)
menyimpulkan hasil pencapaian dalam mengajar dengan membandingkan antara
kontrak yang bersumber pada keinginan dan target yang telah mereka susun
dengan apa yang sebenarnya mereka capai; i) menentukan secara bersama-sama
rencana mengajar yang akan datang baik berupa dorongan untuk meningkatkan
hal-hal yang belum dikuasai dalam kegiatan yang baru lalu, maupun ketrampilan
yang masih perlu disempurnakan.”48
Menurut Masaong “episode supervisi klinis terdiri dari tiga tahapan atau
tiga episode yaitu: episode pertemuan awal, episode observasi di kelas, dan
episode pertemuan balikan.”49
a) Episode pertemuan awal
Supervisor dan guru menciptakan suasana yang akrab untuk menghindari
beban psikologis, target episode ini terjadi kesepakatan atau kontrak yang
berkaitan dengan pembinaan guru.
Adapun langkah-langkahnya adalah:
“1) supervisor menyampaikan report kepada guru dalam suasana kolegialistis
sehingga guru mau terbuka terhadap masalah yang dihadapi; 2) supervisor dan
guru bersama-sama membahas rencana pembelajaran; 3) supervisor dan guru
mengkaji dan mengenali ketrampilan mengajar agar guru memilih yang akan
disepakati; 4) supervisor dan guru mengembangkan instrumen yang akan dipakai
sebagai penduan untuk mengobservasi penampilan guru.”50
b) Episode observasi kelas
48Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 87-88.
49 Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 56.
50 Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 56
36
Pengawas dan guru memasuki ruang kelas dengan penuh keakraban
bahwa: “1) guru memberikan penjelasan kepada siswa maksud kedatangan
supervisor; 2) supervisor mengobservasi penampilan guru dengan
mempergunakan format observasi yang telah disepakati; 3) selama pengamatan
pengawas hanya memfokuskan pada kontrak dengan guru, jika ada hal-hal yang
penting diluar dari kontrak pengawas dapat membuat catatan untuk pembinaan
selanjutnya atau didiskusikan; 4) setelah pembelajaran selesai, guru bersama-sama
dengan supervisor menuju ruangan khusus untuk tindak lanjut.”51
c) Episode pertemuan balikan
Dalam siklus ini meliputi kegiatan yang dilakukan antara pengawas
dengan guru antara lain: “1) supervisor memberikan penguatan pada guru tentang
proses belajar yang baru dilaksanakan; 2) supervisor dan guru memperjelas
kontrak yang dilakukan mulai dari tujuan sampai pelaksanaan evaluasi; 3)
supervisor menunjukkan hasil observasi berdasarkan format yang disepakati; 4)
supervisor menanyakan pada guru tentang perasaannya dengan hasil observasi
tersebut; 5) supervisor meminta pendapat guru tentang penilaian dirinya sendiri;
6) supervisor dan guru membuat kesimpulan dan penilaian bersama; 7) supervisor
dan guru membuat kontrak pembinaan berikutnya.”52
51
Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 57 52
Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 57
37
Sahertian, menjelaskan bahwa: ”langkah-langkah dalam supervisi klinis
melalui tiga tahap pelaksanaan yaitu pertemuan awal, observasi, dan pertemuan
akhir.”53
Jasmani dan Syaiful Mustofa, juga menegaskan “tahapan pelaksanaan
supervisi klinis dalam bentuk siklus dimulai dengan kegiatan pertemuan awal
(perencanaan), tahap mengamati (observasi), dan analisis atau umpan balik.”54
Pada semua tahapan ini supervisor dan guru berusaha memahami dan mengerti
mengenai pengamatan dan perekaman data adalah untuk perbaikan pengajaran
yang dilakukan oleh guru.
Hal ini senada dengan Makawimbang dalam Jasmani mengemukakan
bahwa “tahapan operasional model supervisi klinis dilakukan melalui suatu
siklus-siklus yang terdiri dari tiga siklus perencanaan, observasi dan diskusi
balikan.”55
Setelah mencermati tahap demi tahap, siklus implementasi model
supervisi klinis tersebut, sangat baik dan mudah untuk dilaksanakan, jika
supervisor dan guru sama-sama memiliki keinginan untuk memperbaiki mutu
pembelajaran, dan guru memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesi yang
melekat pada dirinya, apalagi jika supervisor dan guru memiliki komitmen yang
53
Piet A. Sahertian, Konsep Dasar …, 40. 54
Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan …, 90. 55
Jasmani Asf, Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan…, 61.
38
tinggi dalam melaksanakan supervisi pendidikan, tentu hasilnya jauh lebih baik
dari sebelumnya.
Syaiful Sagala berpendapat yang berbeda: “ada empat tahapan
pelaksanaan supervisi klinis dalam bentuk siklus dimulai dengan kegiatan pra-
observasi atau pertemuan awal pra siklus dan dilanjutkan pada siklus pertama,
mengamati (observasi) guru atau siklus kedua, dan sesudah pengamatan (post
observasi) melakukan umpan balik siklus ketiga.”56
Pada semua tahapan ini
supervisor dan guru berusaha memahami dan mengerti mengenai pengamatan dan
perekaman data adalah untuk perbaikan pengajaran yang dilakukan oleh guru.
a) Pra Siklus
Tahap-tahap pelaksanaan supervisi klinis pada tahap pra siklus dimulai
dari guru merasa butuh bantuan untuk meningkatkan kualitas mengajar,
kebutuhan ini muncul, karena guru butuh pelayanan dari supervisor agar guru
mengetahui, memahami kelebihan dan kelemahan dibidang ketrampilan mengajar
untuk selanjutnya berusaha meningkatkannya kearah yang lebih baik lagi.
Pada tahap ini supervisor meyakinkan guru bahwa melalui bantuan
supervisor guru akan dapat mengetahui kelebihan, kelemahan dan atau
kekurangan dalam hal: mempersiapkan rencana kegiatan pembelajaran,
membelajarkan peserta didik mencapai kompetensi yang ditentukan dalam silabus
56
Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran…, 203.
39
dan RPP dengan menampilkan keterampilan mengajar yang sesuai dengan materi
pelajaran, dan secara terus menerus memperbaiki keterampilan mengajar dan/atau
mengembangkan diri dalam menggunakan model dan strategi pembelajaran.”57
b) Siklus Pertama
Kegiatan siklus pertama ini adalah guru dengan supervisor bersama sama
melakukan review dokumen pembelajaran dengan cara memeriksa dokumen
kurikulum yang terdiri dari standar isi, silabus dan rencana pembelajaran. Dari
hasil review tersebut, selanjutnya supervisor menjelaskan hal-hal yang penting
untuk diperbaiki, secara bersama-sama pula antara guru dengan supervisor
“memperbaiki dokumen kurikulum sampai memenuhi persyaratan baik dilihat
dari substansi maupun mekanisme pembelajaran dan dokumen tersebut siap untuk
digunakan dalam kegiatan mengajar.”58
c) Siklus kedua observasi
Pada siklus ini guru melatih tingkah laku mengajar berdasarkan komponen
keterampilan yang telah disepakati dalam pertemuan pendahuluan antara
supervisor dengan guru, maka dilanjutkan dengan kegiatan observasi dikelas.
Guru mengajar dan supervisor mengamati guru sesuai kontrak yang disepakati
bersama.
57
Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran…, 203-204. 58
Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran…, 204.
40
Dalam kegiatan observasi ini supervisor mencatat dan merekam dengan
cermat berbagai data dan informasi penting perihal guru mengajar dan mencatat
tingkah laku siswa di kelas serta interaksi antara guru dan siswa dengan cara
menggunakan lembar observasi atau merekam dengan handycam jika peralatan
tersedia atau dengan cara lainnya yang memungkinkan untuk kegiatan observasi
aktivitas mengajar guru.
d) Siklus ketiga refleksi
Pertemuan setelah pengamatan merupakan bagian penting dari perilaku
post observasi, pertemuan balikan dalam bentuk refleksi yang dilakukan
bersama supervisor dengan guru dilakukan dengan cara menciptakan suasana
santai dan akrab dalam suasana keikhlasan dan obyektif dari kedua belah pihak,
dengan penuh antusias, kejujuran dan keikhlasan supervisor menanyakan perasaan
guru yang diobservasi secara keseluruhan.supervisor hanya mengiyakan saja apa
yang diungkapkan guru sambil memikirkan solusi yang paling sesuai dengan
problem mengajar yang dirasakan oleh guru.
Setelah analisis data dalam kegiatan refleksi para supervisor dan guru bisa
mendapatkan:
“a) perbandingan perilaku guru dan siswa; b) mengidentifikasi perbedaan-
perbedaan perilaku siswa dan guru; c) menyelesaikan perbedaan keputusan antara
guru dan siswa; d) membandingkan penggunaan isi, bahan-bahan, peralatan,
ruang, fisik dan lingkungan sosial sesuai dengan penggunaan identifikasi dan
merencakanan masa depan mereka; dan e) membandingkan hasil belajar yang
41
diharapkan dengan hasil belajar yang nyata dalam konteks yang sesuai situasi
seperti yang diuraikan dalam pengamatan.”59
Sri Banun Muslim berpartisipasi dalam membahas tentang tahapan
supervisi klinis, menurutnya ada tiga tahapan yaitu: “tahap pertemuan awal, tahap
observasi mengajar, dan tahap pertemuan balikan.”60
Adapun penjelasan dari masing-masing tahap sangat perlu untuk dipelajari
agar berhasil dengan baik, sebagai berikut:
a) Tahap pertemuan awal
Supervisor bersama-sama guru membicarakan aspek-aspek yang akan
diamati dan ditingkatkan, termasuk alat dan cara mengobservasi penampilan
mengajarnya, tahap ini diakhiri dengan penetapan kontrak atau kesepakatan
mengenai aspek-aspek yang akan diperbaiki dan ditingkatkan antara supervisor
dengan guru.
b) Tahap observasi mengajar
Tahap observasi mengajar adalah tugas supervisor untuk mencatat atau
merekam berbagai kejadian selama berlangsungnya proses belajar mengajar,
sesuai dengan apa yang telah disepakati atau diminta guru untuk direkam,
supervisor juga dapat mengamati tingkah laku siswa dan interaksinya dengan
guru.
59
Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran…, 220. 60
Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan…, 99.
42
c) Tahap pertemuan balikan
Suasana pertemuan balikan diciptakan seakrab mungkin, terbuka, bebas
dari suasana menilai atau mengadili, supervisor harus mampu menyajikan data
sedemikian rupa sehingga guru dapat menemukan kelebihan dan kekurangannnya
sendiri, diakhir pertemuan guru diharapkan menyadari seberapa jauh kontrak yang
telah dibuat dapat tercapai, kemudian supervisor memotivasi guru untuk
memikirkan dan merencanakan hal-hal yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan
pada pertemuan berikutnya.
3. Karakteristik Supervisi Klinis
Bagaimana pelaksanaan supervisi klinis agar menjadi lebih jelas,
supervisor perlu memahami benar-benar karakteristik supervisi klinis secara
umum menurut Jasmani memiliki sepuluh karakteristik sebagai berikut:
“a) bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; b) diberikan kepada
guru berupa bantuan, bukan perintah sehingga inisiatif berada ditangan guru; c)
aspek yang disupervisi berdasarkan usulan guru, yang dikaji bersama kepala
sekolah sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan; d) instrumen dan metode
observasi dikembangkan bersama oleh guru dan kepala sekolah secara
kolaboratif daripada memberikan pengarahan; e) umpan balik diberikan segera
setelah pengamatan; f) diskusi dilakukan terhadap hasil analisis dan data hasil
pengamatan dengan mendahulukan penafsiran guru; g) kegiatan supervisi
dilakukan secara tatapmuka, dalam suasana bebas dan terbuka; h) kepala sekolah
atau supervisor lebih banyak mendengarkan, dan menjawab pertanyaan guru
daripada memberikan pengarahan; i) kegiatan supervisi klinis sedikitnya
mencakup tiga tahap, yaitu pertemuan awal. pengamatan, dan pertemuan umpan
balik; j) adanya penguatan terhadap perubahan perilaku yang positif sebagai hasil
pembinaan, dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan.”61
61
Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan …, 90.
43
Binti Maunah, dalam rangka membedakan supervisi klinis dengan
supervisi yang lain mengemukakan ciri-cirinya yaitu: “a) pembimbingan yang
diberikan supervisor kepada guru atau calon guru bersifat bantuan, bukan
perintah atau instruksi; b) jenis ketrampilan yang akan disupervisikan diusulkan
oleh guru, diadakan kesepakatan melalui pengkajian bersama; c) meskipun
ketrampilan mengajar bisa dipergunakan secara integratif oleh guru, namun dalam
pelaksanaannya dapat dilakukan secara terisolasi agar mudah dikontrol dan
diobservasi; d) instrumen observasi dikembangkan bersama antara guru dengan
supervisor sesuai dengan kontrak yang telah disepakati bersama; e) umpan balik
kegiatan mengajar guru diberikan dengan segera dan obyektif; f) guru diminta
untuk menganalisis penampilannya walaupun supervisor telah menganalisis dan
menginterpretasi data yang direkam melalui instrumen; g) supervisor lebih banyak
mendengarkan dan bertanya daripada memerintahkan atau mengarahkan; h)
supervisi berlangsung dalam suasana intim dan bersifat terbuka antara supervisor
dan guru; i) supervisi berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan,
observasi, dan umpan balik; j) supervisi klinis dapat dipergunakan untuk
pembentukan dan peningkatan serta perbaikan ketrampilan mengajar, dipihak
lain supervisi klinis juga dipakai dalam kontek pendidikan pra-jabatan maupun
pendidikan dalam jabatan.”62
62
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 78-79.
44
Karakteristik supervisi klinis Piet A. Sahertian, menjelaskan antara lain
ada delapan: yaitu: “a) bantuan yang diberikan bukan bersifat instruksi atau
memerintah, tetapi tercipta hubungan manusiawi, sehingga guru-guru merasa
aman, dengan timbulnya rasa aman diharapkan adanya kesediaan untuk menerima
perbaikan; b) apa yang akan disupervisi itu timbul dari harapan dan dorongan dari
guru sendiri karena dia memang membutuhkan bantuan itu; c) satuan tingkah laku
mengajar yang dimiliki guru merupakan satuan yang terintegrasi. harus dianalisis
sehingga terlihat kemampuan apa, ketrampilan apa, yang spesifik yang harus
diperbaiki; d) suasana dalam pemberian supervisi adalah suasana yang penuh
kehangatan, kedekatan dan keterbukaan;
Selanjutnya e) supervisi yang diberikan tidak saja pada ketrampilan
mengajar tapi juga mengenai aspek-aspek kepribadian guru, misalnya motivasi
terhadap gairah mengajar; f) instrumen yang digunakan untuk observasi disusun
atas dara kesepakatan antara supervisor dan guru; g) balikan yang diberikan harus
secepat mungkin dan sifatnya obyektif; h) dalam percakapan balikan seharusnya
datang dari pihak guru dulu, bukan dari superisor.”63
La Sulo dalam Purwanto dalam Sahertian mengemukakan ciri-ciri
supervisi klinis ditinjau dari segi pelaksanaannya sebagai berikut:
“a) bimbingan supervisor kepada guru bersifat bantuan, bukan perintah atau
instruksi; b) jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru,
disepakati melalui pengkajian bersama antara guru dan supervisor; c)sasaran
63
Piet A. Sahertian, Konsep Dasar…, 39.
45
supervisi hanya pada beberapa keterampilan tertentu, d) instrumen dikembangkan
dan disepakatibersama antara guru dan supervisor; e) balikan diberikan dengan
segera dan secara objektif; f) dalam diskusi atau pertemuan balikan, guru diminta
terlebih dahullu untuk mengevaluasi penampilannya; g) supervisor lebih banyak
bertanya dan mendengarkan dari pada memerintah atau mengarahkan;
h) supervisi berlangsung dalam suasana intim dan terbuka; i) supervisi
berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan, observasi dan diskusi atau
pertemuan balikan; j) supervisi dapat dipergunakan untuk pembentukan atau
peningkatan dan perbaikan keterampilan mengajar, di pihak lain dipakai dalam
konteks pendidikan prajabatan maupun dalam jabatan (preservice dan inservice
education).”64
Karakteristik supervisi klinis oleh Jasmani: “a) bantuan yang diberikan
bukan bersifat instruksi atau memerintah; b) harapan dan dorongan supervisi
timbul dari guru itu sendiri; c) guru memiliki satuan tingkah laku mengajar yang
terintegrasi; d) suasana dalam pemberian supervisi penuh kehangatan, kedekatan
dan keterbukaan; e) supervisi yang diberikan bukan saja pada ketrampilan
mengajar saja, melainkan juga mengenai aspek kepribadian guru; f) instrumen
yang digunakan untuk observasi disusun atas dasar kesepakatan antara guru
dengan supervisor; g) balikan yang diberikan harus secepat mungkin dan bersifat
obyektif; h) dalam percakapan balikan seharusnya datang dari pihak guru terlebih
dahulu bukan dari supervisor.”65
Karakteristik mendasar supervisi klinis menurut kajian Acheson dan Gall
dalam Syaiful Sagala, dapat ditegaskan bahwa “karakteristik supervisi klinis
adalah untuk memperbaiki cara mengajar, ketrampilan intelektual, dan
64
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, Cetakan ke duapuluh dua, 2014, 91. 65
Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan…, 98.
46
bertingkah laku yang spesifik, pembuatan dan pengujian hipotesis pembelajaran
berdasarkan bukti-bukti hasil observasi yang dilakukan melalui tahapan siklus.”66
Adapun karakteristik secara lengkap menurut sagala adalah : “a) dalam
meningkatkan kualitas ketrampilan intelektual dan perilaku mengajar guru secara
specifik; b) supervisi harus bertanggungjawab membantu para guru untuk
mengembangkan ketrampilan, menganalisis proses pembelajaran berdasarkan
data yang benar dan sistimatis, trampil dalam menguji cobakan, mengadaptasi,
dan memodifikasi kurikulum, dan agar semakin trampil dalam menggunakan
teknik-teknik mengajar, guru harus berlatih berulang-ulang; c) supervisi
menekankan apa dan bagaimana guru mengajar untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran, bukan untuk merubah kepribadian guru;
Selanjutnya d) perencanaan dan analisis berpusat pada pembuatan dan
pengujian hipotesis pembelajaran berdasarkan bukti-bukti hasil observasi; e)
konferensi berkaitan dengan sejumlah isu-isu penting mengenai pembelajaran
yang relevan bagi guru mendorong untuk berubah; f) konferensi sebagai umpan
balik menitikberatkan pada analisis konstruktif dan penguatan terhadap pola-pola
yang berhasil daripada menyalahkan pola-pola yang gagal; g) observasi itu
didasarkan pada bukti, bukan pada pertimbangan nilai yang substansial atau nilai
keputusan yang tidak benar; h) siklus perencanaan, analisis dan pengamatan
secara berkelanjutan dan bersifat kumulatif.
66
Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran …, 197
47
Karakteristik selengkapnya yaitu a) supervisi merupakan proses memberi
dan menerima yang dinamis di mana supervisor dan guru adalah kolega yang
meneliti untuk menemukan pemahaman yang saling mengerti bidang pendidikan;
b) proses supervisi pada dasarnya berpusat pada analisis pembelajaran; c) guru
secara individual memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk menganalisis
dan menilai isu-isu, meningkatkan kualitas pengajaran, dan mengembangkan gaya
mengajar personal guru; d) proses supervisi dapat diterima, dianalisis, dan
dikembangkan lebih banyak sama dengan keadaan pengajaran yang dapat
dilakukannya; dan e) seorang supervisor meemiliki kebebasan dan tanggung
jawab untuk menganalisis kegiatan supervisinya dalam hal yang sama dengan
analisis evaluasi guru tentang pembelajarannya.”67
4. Tujuan Supervisi Klinis
Supervisi klinis bertujuan untuk menjamin kualitas pelayanan belajar
secara berkelanjutan dan konsisten. Selain itu supervisi klinis bertujuan “untuk
memperbaiki performance guru dalam proses pembelajaran dan membantu siswa
dalam mengatasi masalah-masalah pembelajaran secara efektif.”68
.
Berliner dan Tilmnoff dalam sagala dan masaong, menyatakan supervisi
klinis bertujuan untuk mengefektifkan proses pembelajaran guru di kelas dengan
upaya:
67
Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran …, 197. 68
Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 55.
48
“a) memberikan reaksi secara konstruktif terhadap emosi dan perbuatan siswa; b)
aktif mendengarkan apa yang dikatakan, dibaca, dan dilaksanakan siswa; c)
memberikan arahan dan peringatan kepada siswa dengan terus mengawasinya; d)
tampil dengan percaya diri dala menyajikan materi; e) mengikuti perkembangan
siswa secara teratur dan mempertimbangkan langkah-langkah perbaikannya; f)
menampilkan ekspresi positif, kebahagiaan, perasaan dan emosi yang positif; g)
mendukung siswa untuk berani bertanggung jawab atas kelas mereka sendiri; dan
h) menyiapkan siswa untuk belajar dengan baik.”69
Maunah menuturkan tujuan supervisi “memperkembangkan situasi belajar
dan mengajar yang lebih baik, usaha perbaikan belajar dan mengajar ditujukan
kepada pencapian tujuan akhir dari pendidikan yaitu pembentukan pribadi anak
secara maksimal.”70
Situasi belajar mengajar di sekolah-sekolah yang ada
sekarang ini menggambarkan suatu keadaan yang sangat kompleks. Kompleksnya
keadaan yang ada ini adalah akibat faktor-faktor obyektif yang saling
mempengaruhi sehingga mengakibatkan penurunan hasil belajar, oleh karena itu
perlu adanya penyelesaian yang dilakukan untuk mengembalikan semangat dan
situasi belajar mengajar yang lebih baik.
Tujuan supervisi klinis yaitu: “membantu guru-guru agar lebih mudah
mangadakan penyesuaian terhadap masyarakat dan cara-cara menggunakan
sumber-sumber masyarakat dan seterusnya, membina guru-guru dalam membina
reaksi mental atau moral kerja guru-guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan
jabatan mereka.”71
69
Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 56. 70
Binti Maunah, Supervisi…, 26. 71
Piet A. Sahertian, Konsep Dasar…, 25.
49
Anderson dan Gall, Syaiful Sagala dalam Masaong menyatakan tujuan
supervisi klinis adalah “pembelajaran yang efektif dengan menyediakan umpan
balik, dapat memecahkan permasalahan, membantu guru mengembangkan
kemampuan dan strategi pengajaran, mengevaluasi guru, dan membantu guru
untuk berprilaku yang baik sebagai upaya pengembangan profesioanal para
guru.”72
Syaiful Mustofa menyimpulkan bahwa tujuan supervisi klinis adalah
“untuk mengadakan perubahan terhadap perilaku, cara dan mutu mengajar guru
secara sistimatis, dengan melalui siklus yang sistimatik, dalam perencanaan,
pengamatan serta analisis yang interaktif dan cermat tentang penampilan mengajar
nyata serta mengadakan perubahan yang rasional, sehingga lebih interaktif,
demokratik, dan teacher centered.”73
5. Fungsi Supervisi Klinis
Fungsi utama dari supervisi adalah ditujukan kepada perbaikan
pengajaran. Baik Franseth Jane maupun Ayer dalam Encyclopedia of
Educationnal Research dalam Piet A. Sahertian, mengemukakan bahwa: “fungsi
72
Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 56. 73
Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan…, 98.
50
utama supervisi ialah membina program pengajaran yang ada sebaik-baiknya
sehingga selalu ada usaha perbaikan.”74
Fungsi supervisi menurut Swearingen dalam Binti Maunah ada delapan
sebagai berikut:
“mengkoordinir semua usaha sekolah, memperlengkapi kepala sekolah,
memperluas pengalaman guru-guru, menstimulir usaha-usaha yang kreatif,
memberikan fasilitas dan penlaian yang terus menerus, menganalisis situasi
belajar mengajar, memberikan pengetahuan dan skill kepada setiap anggota staff,
mengintegrasikan tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan
mengajar guru-guru.”75
6. Prinsip Supervisi Klinis
Seorang supervisor sebaiknya juga harus memperhatikan prinsip-prinsip
supervisi klinis, Piet. A. Sahertian, menjelaskan prinsip supervisi klinis antara
lain: “a) supervisi klinis yang dilaksanakan harus berdasarkan inisiatif dari para
guru terlebih dahulu, perilaku supervisor harus sedeminian taktis sehingga guru-
guru terdorong untuk berusaha meminta bantuan dari supervisor; b) ciptakan
hubungan yang manusiawi yang bersifat interktif dan rasa kesejawatan; c)
ciptakan suasana bebas dimana setiap orang bebas mengemukakan apa yang
dialaminya, supervisor berusaha untuk apa yang diharapkan guru; d) obyek kajian
adalah kebuthan profesional guru yang riil yang sungguh-sungguh mereka alami;
74
Piet A. Sahertian, Konsep Dasar…, 21. 75
Binti Maunah, Supervisi…, 29-30.
51
e) perhatian dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat untuk
diperbaiki.”76
Menurut binti maunah prinsip umum yang harus menjiwai keputusan
supervisor yaitu: “a) terpusat pada guru atau calon guru ketimbang supervisor,
yang menekankan prakarsa dan tanggungjawab dalam meningkatkan ketrampilan
mengajar dan menganalisis serta mencari cara meningkatkan ketrampilan
mengajar disesuaikan dengan kebutuhan guru; b) hubungan guru dengan
supervisor lebih interaktif ketimbang direktif. menekankan bahwa guru dan
supervisor sederajat dan saling membantu dalam meningkatkan kemampuan dan
sikap profesionalnya; c) demokratik ketimbang otoritatif, yang menekankan kedua
belah pihak harus bersifat terbuka, bebas mengemukakan pendapat, untuk
mencapai kesepakatan.
Selanjutnya d) sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru
yang berkenaan dengan penampilan guru secara actual didalam kelas; e) umpan
balik dari proses belajar mengajar diberikan dengan segera dan hasil penilaian
harus sesuai dengan kontrak yang disepakati bersama; f) supervisi yang diberikan
bersifat bantuan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan mngajar dan
sikap profesional; g) pusat perhatian pada waktu berlangsung supervisi dalam
kegiatan belajar mengajar hanya pada beberapa ketrampilan mengajar saja.”77
76
Piet A. Sahertian, Konsep Dasar…, 39 77
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 79-81.
52
Menurut jasmani dan Syaiful Mustofa, prinsip-prinsip model supervisi
klinis ada lima yaitu:
“pelaksanaan supervisi harus berdasarkan inisiatif dari guru lebih dahulu,
menciptakan hubungan manusiawi yang bersifat interaktif dan rasa kesejawatan,
menciptakan suasana bebas untuk mengemukakan apa yang dialami, obyek
kajiannya adalah kebutuhan profesional guru yang riil dan dialami, perhatian
dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat untuk
diperbaiki.”78
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ternyata prinsip
umum supervisi klinis harus menjiwai seluruh tahapan kegiatan supervisi klinis,
prinsip tersebut harus tercermin sebagai wawasan supervisor yang harus menjadi
landasan dari setiap keputusan dan perbuatannya dalam membantu guru atau
calon guru.
Dalam setiap kegiatan sekurang-kurangnya meliputi tiga unsur yaitu:
“jenis atau isi kegiatan, cara yang digunakan, orang yang melakukan.”79
Yang
semuanya didukung dengan waktu, sarana, atau peralatan, selain itu juga perlu
memperhatikan bahwa supervisi merupakan suatu kegiatan yang bersifat membina
dan memberikan bantuan sehingga “alam” yang tercipta didalamnya harus
mendukung terjadinya kegiatan yang betul-betul mampu mencapai tujuan yang
diinginkan.
B. Kompetensi Pedagogik
78
Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan …, 98. 79
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 89.
53
Kompetensi guru adalah: ”kemampuan seorang guru untuk menunjukkan
secara bertanggung jawab tugas-tugasnya dengan tepat.”80
Kompetensi guru
merupakan kombinasi kompleks dari pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan nilai-
nilai yang ditunjukkan oleh guru-guru dalam konteks kinerja tugas yang diberikan
kepadanya. Mulyasa, mengemukakan bahwa: “kompetensi merupakan perilaku
yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi
yang diharapkan”.81
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005,
bahwa: “kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.”82
Amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru, menyebutkan bahwa: “Standar Kompetensi guru dikembangkan secara
utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian,
80
Suparlan, Menjadi guru Efektif, Yogyakarta: Hikayat, 2008, 92. 81
Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007, 25. 82
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005, bab VI Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan, pasal 28 ayat 3 tentang kompetensi pendidik.
54
sosial, dan profesional.”83
Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam
kinerja guru.
Dalam PP No 19 tahun 2005 pasal 28 ayat 3 butir a menjelaskan bahwa:
“Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.”84
Kompetensi pedagogik yaitu “kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran
peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi pemahaman wawasan dan
landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan
kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.”85
Kompetensi pedagogik merupakan kompetensi khas, yang membedakan
guru dengan profesi lainnya, kompetensi pedagogik memiliki tujuh aspek
kemampuan, yaitu: mengenal karakteristik anak didik, menguasai teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran, mampu mengembangan kurikulum, kegiatan
pembelajaran yang mendidik, memahami dan mengembangkan potensi peserta
didik, komunikasi dengan peserta didik, penilaian dan evaluasi pembelajaran.
Kompetensi pedagogik meliputi kemampuan intelektual seperti
penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan
83
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007
Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 84
Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 pasal 28 ayat 3 butir a 85
Mulyasa, Standar Kompetensi …, 175.
55
mengenai belajar dan tingkah laku individu, pegetahuan tentang bimbingan
penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara
menilai hasil belajar, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan
umum lainnya.
Secara rinci setiap sub kompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial
sebagai berikut: “1) memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator
esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip
perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-
prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik. 2)
merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk
kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan
kependidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi
pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin
dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan
strategi yang dipilih.
Selanjutnya 3) melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial:
menata latar (setting) pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang
kondusif. 4) merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki
indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan
hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis
hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan
56
belajar (mastery learning), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk
perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
Selengkapnya 5) mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik
untuk pengembangan berbagai potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik
untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
C. Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional diambil dari makna etimologis “kompeten yang
berarti cakap (mengetahui), berwenang.”86
Dan “profesional yang berarti
memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.”87
Oemar menjelaskan
bahwa: ”Kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari kompetensi yang
harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun.”88
Kompetensi profesional adalah ”guru harus memiliki pengetahuan yang
luas serta dalam tentang bidang studi yang akan diajarkan, serta penguasaan
metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih
86
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2002, 584. 87
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar…, 297. 88
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: Bumi
Aksara, 2002, 34.
57
metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar
mengajar.”89
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata
pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta
penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya.
Setiap sub kompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai
berikut: 1) menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi
memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum
sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau
koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran
terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. 2)
menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai
langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan/materi bidang studi.
Kompetensi profesional yang harus dikembangkan guru dengan belajar
dan tindakan reflektif. Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru
dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
konsep, struktur, metode keilmuan/teknologi yang koheren dengan materi ajar,
89
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran secara Manusiawi, Jakarta: Rineka Cipta,
1990, 239.
58
materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, hubungan konsep antar pelajaran
terkait, penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari,
kompetensi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan
nilai dan budaya nasional.
59
BAB III
DATA HASIL PENELITIAN
PELAKSANAAN IMPLEMENTASI MODEL SUPERVISI
KLINIS, HAMBATAN DAN SOLUSI
A. Profil Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul
Visi adalah: “gambaran tentang masa depan (future) yang realistik dan ingin
diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Visi adalah pernyataan yang diucapkan
atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang
menjangkau masa yang akan datang.”90
Sedangkan Misi adalah “pernyataan
mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang
berkepentingan di masa datang.”91
Pernyataan misi mencerminkan tentang
penjelasan produk atau pelayanan yang ditawarkan.
Misi merupakan tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi. Jadi misi
merupakan penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan
rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi. Dengan kata
lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan
dalam visi dengan berbagai indikatornya.
90
Akdon, Strategic Management for Educational Management, Bandung: Alfabeta, 2006,
94. 91
Akdon, Strategic…, 97.
65
60
Visi misi Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul adalah:
“VISI: Terwujudnya Masyarakat Gunungkidul yang Agamis, Rukun, Sejahtera
dan Berbudaya, MISI: 1) Meningkatkan pelayanan keagamaan pada
masyarakat, 2) Meningkatkan penyelenggaraan dan pelayanan ibadah haji dan
umrah, 3) Meningkatkan kepedulian masyarakat dalam membayar dan
mengelola zakat dan wakaf, 4) Meningkatkan kualitas pendidikan madrasah dan
pendidikan keagamaan pada sekolah umum, 5) Meningkatkan pelayanan pada
pondok pesantren dan madrasah diniyah, 6) Meningkatkan pembinaan
kehidupan keagamaan pada masyarakat, 7) Meningkatkan kerukunan dan
kerjasama antar umat beragama.”92
Gambar 3.1
Bagan susunan organisasi Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul
berdasarkan PMA No 13 tahun 2012 sebagai berikut: 93
92
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016 pukul 08.00
WIB, di ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 93
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016 pukul 08.00
WIB, di ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
Kelompok Jabatan
Fungsional
Kemenag
Gunungkidul
Subbag.Tata
Usaha
Penyl.
Ibadah
Haji dan
Umroh
Seksi
Bimas
Islam
Penyeleng
gara
syariah
Seksi
Pendidikan
Madrasah
Seksi PAIS Seksi
Madin.
Dan
Pontren
61
B. Pelaksanaan Implementasi Model Supervisi Klinis.
1. Dasar Pelaksanaan
Dasar hukum melaksanakan tugas pengawas sebagaimana dijelaskan dalam
PMA No. 2 tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI pada
Sekolah Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 menjelaskan bahwa:
“Pengawas Madrasah adalah Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam
jabatan fungsional pengawas satuan pendidikan yang tugas, tanggungjawab, dan
wewenangnya melakukan pengawasan akademik dan manajerial pada
Madrasah. Pengawas Pendidikan Agama Islam yang selanjutnya disebut
Pengawas PAI pada Sekolah adalah Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat
dalam jabatan fungsional pengawas Pendidikan Agama Islam yang tugas,
tanggungjawab, dan wewenangnya melakukan pengawasan penyelenggaraan
Pendidikan Agama Islam pada Sekolah. Kelompok Kerja Pengawas yang
selanjutnya disebut Pokjawas adalah wadah kegiatan pembinaan profesi untuk
meningkatkan hubungan kerjasama secara koordinatif dan fungsional antar
pengawas di lingkungan Kementerian Agama.”94
2. Visi Misi Pokjawas PAI dan Madrasah Kabupaten Gunungkidul
Pengawas PAI dan Madrasah tergabung dalam satu wadah yang dinamakan
Pokjawas, maka visi misinya juga sama yaitu:
Visi: “Terwujudnya Pengawas yang Profesional, Kompetitif dan Berakhlakul
Karimah”. Sedangkan Misinya: “1)Mengkoordinasikan kegiatan pengembangan
profesional pengawas PAI dan Madrasah, 2) Mengatur pembagian tugas
pengawas PAI dan Madrasah secara merata di seluruh wilayah kepengawasan,
3) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan pengawas PAI dan Madrasah, 4)
Mendorong pengawas PAI dan Madrasah agar aktif dan kreatif dalam tupoksi,
dapat memberikan pelayanan yang prima serta mengindahkan kode etik
pengawas, 5) Menghimpun dan melaporkan hasil kegiatan pengawasan
akademik dan manajerial kepada atasan dan mitra kerja pengawas.”95
94
PMA No.2 tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI pada Sekolah,
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1. 95
Hasil transkrip dokumentasi diambil, pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016 pukul 08.00
WIB, di ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
62
3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Implementasi Model Supervisi Klinis.
Data mengenai pelaksanaan supervisi akademik dengan model supervisi klinis
yang dilakukan oleh Pengawas PAI di Kabupaten Gunungkidul diperoleh dari
hasil wawancara mendalam terhadap para informan, terutama informan yang
terlibat secara langsung dengan supervisor dalam melaksanakan supervisi klinis.
Selain itu data juga diperoleh dari hasil observasi secara langsung dilapangan
atau di sekolah dan studi dokumentasi/arsip yang ada di kantor pengawas
Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. Dari keseluruhan informasi yang
peneliti terima dari informan mengenai data hasil penelitian ini, dapat disimak
pada paparan berikut ini. Kegiatan kepengawasan dilaksanakan dengan melalui
beberapa tahap: .
a. Tahap persiapan
Sebelum menyusun program rencana strategi, rencana operasional dan
visi misi serta tujuan, Mamad, menegaskan bahwa: “idealnya pengawas
harus mencari data tentang guru yang ada di lingkup wilayah tugasnya,
dengan cara mengumpulkan guru, kepala sekolah, kemudian duduk bersama
untuk membicarakan sebenarnya apa yang mereka inginkan, permasalahan
apa yang mereka keluh kesahkan, semua di catat oleh pengawas sebagai
bahan pertimbangan dalam menyusun program kepengawasan.”96
96
Hasil Wawancara dengan Drs. Mamad, MM. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten
Gunungkidul.
63
Supervisi merupakan aktivitas menentukan kondisi/syarat-syarat yang
esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan seperti
penuturan Syamsul bahwa: “supervisor harus pandai meneliti, mencari, dan
menentukan syarat-syarat mana saja yang diperlukan bagi kemajuan sekolah
sehingga tujuan-tujuan pendidikan di sekolah itu semaksimal mungkin dapat
tercapai, karena supervisi merupakan salah satu upaya pembinaan guru agar
dapat meningkatkan kualitas mengajarnya dengan melalui langkah-langkah
pendahuluan, pelaksanaan dan evaluasi, serta penampilan mengajar yang
nyata untuk mengadakan perubahan dengan cara yang rasional dalam usaha
meningkatkan hasil belajar siswa.”97
b. Tahap penyusunan program.
Dalam penyusunan program kepengawasan sebaiknya melibatkan
guru dan kepala sekolah terutama terkait dengan jadwal kunjungan kesekolah
disesuaikan dengan kalender akademik.
Supervisi harus diprogramkan secara matang dengan memperhatikan
kondisi yang ada dan disusun secara sistimatis agar dapat memberikan
perubahan yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi guru, maka
dalam tahap ini pengawas menyusun: “program tahunan, program semester,
rencana strategi dan rencana operasional baik untuk jangka pendek, jangka
97
Hasil Wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag. M.Pd. Pengawas PAI Kabupaten
Gunungkidul, pada hari kamis tanggal 25 Februari 2016 di Ruang Pengawas Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Gunungkidul.
64
menengah dan jangka panjang, penyusunan visi misi dan tujuan dengan
mempertimbangkan kebutuhan guru.”98
c. Tahap sosialisasi
Tahap ini Mamad, menuturkan lebih lanjut “pengawas mensosialisasikan visi
misi tujuan dan program kepengawasan kepada guru-guru melalui forum
KKG, MGMP, dan kepala sekolah masing-masing, kemudian memperhatikan
latar belakang masalah yang dihadapi para guru diberbagai penjuru sekolah,
dan memberitahukan bahwa pengawas akan melakukan supervisi informal,
kapan saja datang kesekolah, maka guru harus selalu siap segala sesuatu baik
mental maupun fisiknya, baik administrasi maupun kegiatan pembelajaran di
kelas.”99
d. Tahap pelaksanaan
Sebelum melaksanakan tugas kepengawasan, terlebih dahulu “pengawas
membuat klasifikasi masalah yang dihadapi guru dan kepala sekolah
diwilayah binaan masing-masing, kemudian menentukan jenis supervisi apa
yang cocok untuk membantu mengatasi permasalahan guru di lapangan, maka
98
Hasil Wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag. M.Pd. Pengawas PAI Kabupaten
Gunungkidul, pada hari kamis tanggal 25 Februari 2016 di Ruang Pengawas Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Gunungkidul. 99
Hasil Wawancara dengan Drs. Mamad, MM. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten
Gunungkidul.
65
pengawas sebaiknya mengetahui karakter masing-masing guru agar dapat
memberikan pelayanan, dan bimbingan sesuai harapan guru.”100
Menurut pendapat Ngatemin “pengawas harus menguasai pendekatan,
metode dan teknik kepengawasan yang sesuai dengan permasalahan yang
terjadi di lapangan dengan memperhatikan empat hal yang paling
fondamental yaitu tujuan yang akan dicapai, materi yang harus dikuasai, latar
belakang peserta didik, serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam
mengatasi permasalahan guru.”101
Sumitro menambahkan, pengawas harus memahami dan menguasai
teori kebutuhan maupun motivasi agar bisa menjadi orang yang arif, piawai,
bijaksana dalam menyikapi segala permasalahan yang sangat komplek.”102
Pengawas yang efektif, mampu memanfaatkan berbagai peluang
untuk terlibat dalam kehidupan pembelajaran guru, sebuah kombinasi tujuan
supervisi formal dan informal akan membantu membangun budaya yang
mendukung jalan ini menuju pengembangan dan pertumbuhan profesional.
Idealnya semua itu dilakukan oleh pengawas agar memperoleh hasil
100
Hasil Wawancara dengan Drs. H. Sukarmin, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,
pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul. 101
Hasil Wawancara dengan Drs. H. Ngatemin, MA. Pengawas Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Kamis tanggal 24 Maret 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten
Gunungkidul. 102
Hasil Wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,
pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul.
66
maksimal, membuat guru enjoy menghadapi supervisi dan merasa senang
bertemu dengan pengawas. Pada tahap pelaksanaan implementasi supervisi
klinis secara sistematis perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Pra Siklus
Sebelum memasuki siklus pengawas mempersiapkan instrumen dan sarana
yang dibutuhkan selama kegiatan supervisi, kemudian memberitahukan
kepada guru yang akan disupervisi melalui media WhatsApp, SMS, Telepon,
Face book atau sarana lain yang bisa memberikan informasi secara efektif
terhadap guru, agar mempersiapkan diri sesuai dengan jadwal mengajar di
sekolah.
Dengan demikian pengawas sebaiknya memiliki fasilitas HP modern
yang dapat membantu dalam melaksanakan tugas kepengawasan,
mempermudah komunikasi, dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
yang selalu berkembang terkait dengan ilmu kepengawasan serta mampu
memanfaatkan secara maksimal sebagai sarana penunjang dalam
melaksanakan tugasnya.
Sumitro menegaskan bahwa: “supervisi akademik sangat efektif
dilaksanakan melalui model supervisi klinis secara berkesinambungan,
67
dimana pelaksanaannya melalui tiga siklus yaitu siklus pendahuluan, siklus
observasi di kelas dan siklus pasca observasi atau siklus balikan.”103
2) Siklus pertama pendahuluan
Menurut Sumitro, “dalam siklus pendahuluan pengawas dan guru
bertemu secara langsung, dan benar-benar dapat menciptakan suasana akrab,
selanjutnya membahas persiapan mengajar yang telah disusun oleh guru
berupa RPP, kemudian membuat kesepakatan mengenai aspek ketrampilan
yang akan diamati serta metode dan media yang sesuai dengan materi yang
akan diterangkan, dan membuat kesepakatan bentuk instrumen yang akan
digunakan dalam observasi.”104
3) Siklus kedua observasi
Siklus observasi “pengawas dan guru bersama-sama menuju ke kelas
kemudian menempatkan posisi masing-masing, guru melaksanakan kegiatan
belajar mengajar mulai dari pendahuluan inti dan penutup, sedang supervisor
merekam, mengamati, dan membuat dokumentasi tentang proses yang terjadi
dikelas, pengamatan difokuskan pada aspek yang telah disepakati bersama,
menggunakan instrumen observasi, dan membuat catatan-catatan pentig baik
103
Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,
pada hari sabtu, tanggal 5 Maret 2016, Pukul 07.30 WIB di Ruang Kepala Sekolah SMPN 3
Karangmojo Kabupaten Gunungkidul sebelum melaksanakan supervisi klinis sambil menunggu bel
jam ke 3-4 berbunyi. 104
Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,
pada hari sabtu, tanggal 5 Maret 2016, Pukul 07.30 WIB di Ruang Kepala Sekolah SMPN 3
Karangmojo Kabupaten Gunungkidul sebelum melaksanakan supervisi klinis sambil menunggu bel
jam ke 3-4 berbunyi.
68
perilaku guru maupun siswa, dan tidak mengganngu proses pembelajaran,
demikian pendapat Sumitro.”105
Dalam observasi ini pengawas dapat menggunakan bantuan instrumen
yang berkaitan dengan aspek yang akan diamati dan sudah disepakati
bersama antara guru dengan pengawas, jika terjadi hal-hal yang tidak
tercantum dalam instrumen maka pengawas dapat mencatat di buku, atau
merekam dengan alat tertentu sebagai bahan masukan saat diskusi balikan,
tidak mengganggu aktifitas guru dan murid selama proses berlangsung.
4) Siklus ketiga diskusi balikan
Sumitro, menjelaskan “siklus ini dilaksanakan segera setelah selesai
observasi, pengawas menanyakan kepada guru mengenai proses
pembelajaran yang baru saja berlangsung, memberi kesempatan untuk
menceritakan, kemudian pengawas menunjukkan data hasil observasi untuk
dicermati dan dianalisis, kemudian mendiskusikan secara terbuka, tentang
aspek yang telah disepakati sebelumnya, setelah itu pengawas membantu
untuk mengatasi kelemahan dan kekurangannya serta memberi solusi tindak
lanjutnya.”106
105
Hasil wawancara dan pengamatan secara langsung pelaksanaan supervisi klinis antara H.
Sumitro, S.Ag.MA. dengan Hastuti Fitriyani, S.Ag di SMPN 3 Karangmojo pada hari sabtu tanggal 5
Maret 2016 di ruang kepala sekolah dan ruang kelas 8 A jam ke 3-4. 106
Hasil wawancara dan pengamatan secara langsung setelah pelaksanaan supervisi klinis
antara H. Sumitro, S.Ag.MA. dengan Hastuti Fitriyani, S.Ag di SMPN 3 Karangmojo pada hari sabtu
tanggal 5 Maret 2016 di ruang kepala sekolah.
69
Pengawas harus memberi penguatan terhadap penampilan guru dan
hindarkan kata-kata yang menyinggung perasaan jangan sekali-kali
menyalahkan guru, diarahkan agar guru menyadari akan kekurangannya
sendiri tanpa harus diberitahu pengawas, memberikan motivasi moral bahwa
guru itu menghadapi kesulitan apapun pasti mampu memperbiki
kekurangannya asal mau belajar dan berusaha keras, serta menentukan tindak
lanjut supervisi yang akan datang.
Hastuti Fitriyani setelah di supervisi menceritakan bahwa: “dirinya
sedikit merasa grogi, dan merasa penampilannya kurang maksimal, karena
ditunggui oleh Pengawas rasanya luar biasa, beberapa hari telah
mempersiapkan diri bahkan sampai tidak bisa tidur, namum saya sudah
berusaha mengikuti alur siklus pendahuluan, siklus observasi dan siklus
balikan, walaupun hasilnya mungkin belum maksimal tapi selalu berharap
bantuan Bapak pengawas bersedia membina agar dapat mengembangkan
potensi untuk berkembang menjadi yang lebih baik.”107
Siklus supervisi klinis telah sukses dilaksanakan bersama antara guru
dengan pengawas, pada hari sabtu tanggal 5 Maret 2016 bahwa: “siklus
pendahuluan berlangsung di ruang kepala sekolah, sudah sesuai dengan petunjuk,
pengawas dan guru berdiskusi tentang perencanaan baik berupa materi, metode,
107
Hasil Wawancara dengan Hastuti Fitriyani, S.Ag. Guru Agama di SMPN 3 Karangmojo
Gunungkidul pada hari sabtu tanggal 5 Maret 2016 di ruang kepala sekolah sesaat setelah diskusi
balikan dengan pengawas.
70
media maupun ketrampilan yang akan diamati semua disepakati bersama antara
guru dengan pengawas.”108
Siklus ke dua “observasi berlangsung di ruang kelas 8A pada jam ke 3-4,
pelajaran berlangsung kondusif, siswa terlihat antusias dan suasana hidup dan
menyenangkan karena guru menggunakan media yang sangat menarik perhatian
dan mampu menguasai kelas, sehingga terjadi komunikatif antara guru, siswa
dengan media yang digunakan pada saat itu, bahkan tak terasa waktu telah habis
murid-murid berebut untuk berjabat tangan dengan guru maupun supervisor yang
mengamati di kelas tersebut.”109
Siklus ketiga “diskusi balikan di ruang kepala sekolah, dalam siklus ketiga
sudah terlihat komunikatif dan saling terbuka antara guru dengan pengawas segala
kesulitan dan kelemahan yang dirasakan selama pembelajaran di kelas bisa
diperbaiki sehingga pada kunjungan supervisi yang akan datang akan semakin
meningkat profesionalnya.”110
Tahap kegiatan supervisi secara umum meliputi: tahap penyusunan program
kerja dengan mempertimbangkan hasil pengawasan tahun sebelumnya, dan
berpedoman pada program kerja yang telah disusun, maka dilaksanakan kegiatan
108
Hasil wawancara dan pengamatan secara langsung pelaksanaan supervisi klinis antara H.
Sumitro, S.Ag.MA. dengan Hastuti Fitriyani, S.Ag di SMPN 3 Karangmojo pada hari sabtu tanggal 5
Maret 2016 di ruang kepala sekolah dan ruang kelas 8 A jam ke 3-4. 109
Hasil wawancara dan pengamatan secara langsung pelaksanaan supervisi klinis antara H.
Sumitro, S.Ag.MA. dengan Hastuti Fitriyani, S.Ag di SMPN 3 Karangmojo pada hari sabtu tanggal 5
Maret 2016 di ruang kepala sekolah dan ruang kelas 8 A jam ke 3-4. 110
Hasil wawancara dan pengamatan secara langsung pelaksanaan supervisi klinis antara H.
Sumitro, S.Ag.MA. dengan Hastuti Fitriyani, S.Ag di SMPN 3 Karangmojo pada hari sabtu tanggal 5
Maret 2016 di ruang kepala sekolah dan ruang kelas 8 A jam ke 3-4.
71
inti kepengawasan untuk melakukan pendataan, pembinaan, pembimbingan,
pendampingan, penilaian, pemantauan pada setiap komponen sistim pendidikan di
sekolah binaannya.
Pada tahap selanjutnya diadakan pengolahan dan analisis hasil penilaian dan
pemantauan untuk melangkah pada evaluasi hasil pengawasan dari setiap sekolah
binaannya. Berdasarkan hasil analisis data tersebut maka disusunlah laporan hasil
kepengawasan yang mendeskrepsikan sejauhmana tingkat keberhasilan tugas
pengawas dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional guru di
sekolah binaannya. Selanjutnya diadakan tindak lanjut yang diperoleh berdasarkan
hasil evaluasi komprehensif terhadap seluruh kegiatan kepengawasan dalam satu
pereode tertentu sehingga dapat lebih meningkatkan kualitas kepengawasan di
tahun yang akan datang.”111
Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh pengawas dengan metode dan teknik
yang berbeda antara sekolah satu dengan lainnya disesuaikan dengan situasi
sekolah dan guru binaan masing-masing.
Kegiatan pengawas dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
pengawas sekolah meliputi: “pelaksanaan analisis kebutuhan pengembangan
sekolah, penyusunan program kerja sekolah, penilaian kinerja kepala sekolah,
guru, dan tenaga kependidikan lainnya, pembinaan kepala sekolah, guru, dan
tenaga kependidikan lainnya, pemantauan kegiatan sekolah serta sumber daya
111
Hasil Wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,
pada hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 09.15 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Gunungkidul.
72
pendidikan baik dari unsur kepemimpinan, sarana prasarana, biaya, dan
lingkungan sekolah, pengolahan dan analisis data hasil pemantauan dan
pembinaan, evaluasi proses dan hasil pengawasan, penyusunan laporan hasil
pengawasan, penyusunan rencana perbaikan mutu, serta tindak lanjut hasil
pengawasan untuk merencanakan kepengawasan masa berikutnya.”112
Seluruh
kegiatan tersebut disusun secara sistimatis dan dilaksanakan dalam suatu siklus
secara pereodik yang merupakan rangkaian tugas kepengawasan agar dapat
meningkatkan kompetensi pedagogik guru.
Kegiatan kepengawasan yang dilakukan pengawas merujuk pada unsur-
unsur khusus mencakup: “a) adanya hubungan tatap muka antara pengawas dan
guru dalam proses supervisi; b) terfokus pada tingkah laku guru yang sebenarnya
didalam kelas; c) adanya observasi secara cermat oleh pengawas; d) deskripsi
pada observasi secara rinci sesuai dengan kesepakatan guru dan pengawas; e)
pengawas dan guru bersama-sama menilai penampilan guru yang sebenarnya; f)
fokus observasi sesuai dengan permintaan kebutuhan guru.”113
Hal ini dapat
diketahui dari hasil penelitian dokumen administrasi pengawas.
Menurut Rubino “salah satu kompetensi pengawas adalah kompetensi
supervisi akademik, dimana supervisi akademik terkait langsung dengan tugas
112
Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul. 113
Hasil transkrip dokumentasi diambil bersama Drs.Rubino, MA. pada hari Kamis tanggal 25
Februari 2016 pukul 08.00 WIB, di ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten
Gunungkidul.
73
pembinaan guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas dan
merupakan bagian dari indikator kompetensi pedagogik, maka salah satu model
supervisi akademik yang paling tepat menggunakan model supervisi klinis, yang
mencakup beberapa siklus yaitu siklus pendahuluan, observasi kelas dan diskusi
balikan.”114
Semua ini tidak dimiliki model supervisi lainnya, oleh karena itu
betapa pentingnya supervisi klinis dapat di implementasikan di sekolah oleh
pengawas secara maksimal.
Rubino menegaskan “pengawas mampu menciptakan pola hubungan yang
harmonis dengan guru, karena tugas pokok supervisor membantu guru dalam
memperbaiki proses pembelajaran, mengetahui permasalahan apa yang dialami
guru, apa tujuannya, bagaimana karakteristik materinya, bagaimanakah karakter
gurunya, adakah sarana dan prasarana.”115
Hal ini penting karena pengawas
merupakan gurunya guru, seyogyanya intelektual akademiknya harus lebih
matang, lebih luas dan dalam daripada guru yang dibina, diusahakan serba bisa
menjawab dan mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kompetensi guru
secara maksimal.
Khoiri Khomsah, memberi penjelasan bahwa: “Pengawas sangat perlu
melaksanakan observasi secara kontinu tentang kondisi-kondisi nyata di kelas, di
114
Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul. 115
Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul.
74
ruangan guru, di ruang tata usaha dan pada pertemuan-pertemuan staf pengajar,
dengan maksud untuk memberikan bantuan pemecahan atas kesulitan-kesulitan
yang dialami guru dan pegawai serta melakukan perbaikan-perbaikan baik
langsung maupun tidak langsung mengenai kekurangannya melalui kunjungan
atau monitoring berkala di wilayah binaan masing-masing pengawas.”116
Betapa pentingnya meluangkan waktu untuk berkunjung ke sekolah dan
bertemu secara langsung dengan guru, dalam pertemuan banyak menggali
informasi penting dari guru, sehingga diharapkan mampu memberikan bimbingan
dan pembinaan sesuai dengan tingkat kesulitan guru.
Menurut Sukarmin, akhlakul karimah harus tercermin dalam setiap pribadi
pengawas, sehingga mampu ”nguwongke uwong” artinya mampu menghormati
dan menempatkan orang lain sesuai dengan kedudukannya, berbicara dengan
orang lain sesuai dengan kadar akalnya, memiliki sifat rendah hati tidak boleh
keminter, tidak menggurui, tidak sombong kepada siapapun, tetap tawadhu’
dihadapan siapapun, selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan siapapun,
menjadi orang yang ketika berada dibawah harus mampu menunjukkan
kemampuan yang lebih dihadapan pimpinan maupun teman kerjanya, tetapi jika
sudah diatas tidak boleh sombong, bersikap sopan, ramah, supel, lemah lembut,
116
Hasil Wawancara dengan Hj. Khoiri Khomsah, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten
Gunungkidul, pada Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 13.21 WIB di Ruang Pengawas Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
75
dan mampu “ngemong” siapapun dalam suasana apapun dan dimanapun,
begitulah sebaiknya perilaku yang harus dicerminkan oleh setiap pengawas.”117
Prinsip-prinsip supervisi pendidikan, sangat penting untuk diperhatikan
pengawas agar dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional Guru
PAI, serta menjadikan dirinya sebagai pengawas profesional yang PIAWAI dan
unggul karakternya. Sebagaimana Firman Allah:
����� �� �� �☺���� ������������� ����� �!"#� $ %'( )*+� ,��
�-� .� /01� 23+415 6 .6'8�9: , %�( ���;�*+� ,�� <1= 1>�?����
1>@A� �?B1*@C� , % (
Artinya:”(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku Hikmah dan
masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, Dan Jadikanlah aku
buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) Kemudian, Dan Jadikanlah
aku Termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh
kenikmatan.”(QS.Asy Syu’araa: 83-85).”118
Rubino, mengemukakan bahwa: “Pengawas perlu menguasai teori tentang
kepemimpinan (leadership), karena tugas utama pengawas adalah memimpin dan
membina guru baik langsung maupun tidak langsung, pemimpin yang baik harus
dapat menciptakan pola hubungan yang harmonis dengan orang yang dipimpin,
maka kewibawaan harus ada dalam setiap pribadi pengawas.”119
117
Hasil Wawancara dengan Drs. H. Sukarmin, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,
pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul 118
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT Tanjung Mas,2007,
579. 119
Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul.
76
Dengan demikian pengawas dapat memberikan pembinaan terhadap guru
dengan gaya dan teknik yang bervariasi sesuai dengan karakter guru yang
dihadapi, sehingga apa yang disampaikan kepada guru betul-betul bermanfaat
bagi peningkatan kompetensi pedagogik maupun profesional guru PAI.
Supervisi klinis merupakan bagian dari supervisi akademik, demikian
menurut Syamsul Anwar, menjelaskan lebih lanjut “dalam supervisi klinis
prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan untuk mencari sebab akibat atas
kelemahan yang terjadi didalam proses belajar mengajar, dan kemudian secara
langsung pula diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau
kekurangan tersebut, pengawas ibarat seorang dokter yang akan mengobati
pasiennya.”120
Jadi diagnosa awal dari guru sangat diperlukan bagi pengawas,
agar dapat memilih teknik dan pendekatan yang sesuai dengan permasalahan guru
dan harus segera ditangani.
Rubino menambahkan bahwa: “dalam supervisi klinis cara memberikan
bimbingan dilakukan dengan melalui tiga siklus yaitu siklus pendahuluan, siklus
pengamatan atau observasi secara langsung terhadap cara mengajar guru di dalam
kelas, kemudian siklus diskusi balikan/ umpan balik antara supervisor dengan
guru yang bersangkutan, diskusi balikan dilakukan segera setelah guru selesai
mengajar dengan harapan agar kelemahan yang dilakukan guru selama mengajar
120
Hasil Wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag. M.Pd. Pengawas PAI Kabupaten
Gunungkidul, pada hari kamis tanggal 25 Februari 2016 di Ruang Pengawas Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Gunungkidul.
77
dapat segera diketahui dan bagaimana usaha untuk memperbaikinya segera
teratasi sehingga dalam pengajaran berikutnya akan semakin baik kualitasnya.”121
Diskusi balikan harus dilakukan langsung pada hari yang sama tidak boleh
menunda di lain waktu karena antara tiga siklus merupakan satu kesatuan saling
berkaitan, tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya.
Syamsul Anwar menjelaskan realitas yang terjadi bahwa: “sebenarnya
pengawas itu sudah melaksanakan supervisi klinis sejak dulu, hanya saja mereka
tidak mengetahui kalau yang dilakukan itu supervisi klinis, karena sudah
membimbing guru sejak dari awal dalam menyusun silabus, RPP prota, promes,
juga sudah menunggui guru di kelas, dan sudah memberikan umpan balik setelah
selesai dikelas, hanya saja kita tidak menyebutnya bahwa itu supervisi klinis, dan
tidak menjelaskan apa yang kita lakukan itu adalah langkah atau siklus dalam
supervisi klinis.”122
Istilah supervisi klinis belum familier dikalangan para pengawas, walaupun
sebenarnya sudah melaksanakan siklus tetapi kalimat yang sering digunakan
dengan istilah supervisi akademik bukan supervisi klinis, maka dengan adanya
penelitian ini untuk memberikan nuansa baru dikalangan pengawas agar kedepan
121
Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul. 122
Hasil Wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag. M.Pd. Pengawas PAI Kabupaten
Gunungkidul, pada hari kamis tanggal 25 Februari 2016 di Ruang Pengawas Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Gunungkidul.
78
lebih mengoptimalkan kegiatan supervisi akademik dengan implementasi model
supervisi klinis.
Cogan mengidentifikasi delapan tahapan dalam siklus supervisi yaitu:
Pertama “membutuhkan pembentukan hubungan guru dengan pengawas.
untuk keberhasilannya terletak pada keseluruhan konsep supervisi klinis.”123
Guru merupakan sasaran evaluasi secara umum, dan jenis intens supervisi yang
ditentukan oleh Cogan dapat menjadi lebih mengkhawatirkan. Selanjutnya,
keberhasilan supervisi klinis mengharuskan guru berbagi tanggung jawab dengan
pengawas untuk semua langkah dan kegiatan. Pengawas memiliki dua tugas pada
tahap pertama membangun hubungan berdasarkan saling percaya dan saling
dukung, dan melatih guru dalam peran pengawas bersama. Cogan percaya bahwa
kedua tugas harus sangat baik sebelum pengawas memasuki kelas untuk
mengamati guru ketika mengajar. Tahap pertama menetapkan hubungan rekanan
yang dianggap penting oleh Cogan.
Kedua, “memerlukan perencanaan intensif pelajaran dan unit dengan
guru.”124
Dalam Tahap kedua guru dan pengawas merencanakan bersama-sama,
pelajaran, serangkaian pelajaran, atau unit. Perencanaan meliputi perkiraan tujuan
atau hasil, konsep pokok bahasan, strategi pengajaran, bahan yang akan
digunakan, konteks belajar, masalah yang diantisipasi, dan ketentuan untuk
umpan balik dan evaluasi.
123
Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision a Redefinition, New York:
McGraw-hill,inc.1993, 228-229. 124
Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229.
79
Ketiga, “memerlukan perencanaan strategi observasi kelas oleh guru dan
pengawas.”125
Guru dan pengawas bersama-sama merencanakan dan
mendiskusikan jenis dan jumlah informasi yang akan dikumpulkan selama
periode observasi dan metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan
informasi ini.
Keempat, “guru memerlukan pengawas untuk mengamati instruksi dalam
kelas.”126
Cogan menekankan bahwa setelah pembentukan hati-hati hubungan
supervisi dan perencanaan berikutnya dari kedua pelajaran atau unit dan strategi
observasi di mana observasi diambil.
Kelima,“membutuhkan analisis yang cermat dari proses belajar-
mengajar.”127
Sebagai pengawas bersama guru menganalisis peristiwa kelas.
Mereka mungkin bekerja secara terpisah pada awalnya atau bersama-sama dari
awal. Hasil dari analisis adalah identifikasi pola perilaku guru yang ada dari waktu
ke waktu dan insiden kritis yang terjadi tampaknya mempengaruhi kegiatan kelas,
dan deskripsi perilaku guru yang luas dan bukti perilaku tersebut. Hal ini diyakini
bahwa guru telah membentuk pola mengajar yang gigih yang dibuktikan dan
dapat diidentifikasi sebagai pola setelah beberapa observasi yang
didokumentasikan dan analisis secara saksama.
125
Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229. 126
Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229. 127
Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229.
80
Keenam, “membutuhkan perencanaan strategi konferensi.”128
Pengawas
mempersiapkan konferensi dengan menetapkan tujuan tentatif dan merencanakan
proses tentatif, tetapi dengan cara yang tidak memprogram jalannya konferensi
terlalu banyak. Mereka juga merencanakan pengaturan fisik dan mengatur bahan,
kaset, atau alat bantu lainnya. Sebaiknya konferensi tidak terburu-buru dan tepat
waktu sekolah.
Ketujuh, “konferensi merupakan kesempatan dan pengaturan bagi guru dan
pengawas untuk bertukar informasi tentang apa yang dimaksudkan dalam
pelajaran atau unit yang diberikan dan apa yang sebenarnya terjadi.”129
Keberhasilan konferensi tergantung pada sejauh mana proses supervisi klinis
dipandang sebagai formatif, evaluasi terfokus dimaksudkan untuk membantu
dalam memahami dan meningkatkan praktik profesional.
Kedelapan, “membutuhkan dimulainya kembali perencanaan.”130
Sebuah
hasil umum dari tujuh tahapan pertama supervisi klinis adalah kesepakatan
tentang jenis perubahan yang dicari dalam tingkah laku guru di kelas. Karena
kesepakatan ini terwujud, tahap kedelapan dimulai. Guru dan pengawas mulai
merencanakan pelajaran berikutnya atau unit dan target, pendekatan, dan teknik
baru yang akan dicoba.”131
128
Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229. 129
Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229. 130
Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229. 131
Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision…, 228-229.
81
4. Format Instrumen Pelaksanaan Supervisi Klinis
Format instrumen supervisi akademik dengan model supervisi klinis perlu
disusun dalam rangka: “membantu para pengawas dalam melaksanakan supervisi
secara terprogram, terarah dan berkesinambungan, dengan bantuan format
instrumen diharapkan pengawas dapat melaksanakan supervisi akademik dengan
model supervisi klinis yang mencakup siklus pendahuluan/ perencanaan, siklus
observasi dan siklus diskusi balikan yang segera dilaksanakan setelah selesai
observasi agar kelemahan yang terjadi dapat segera memperoleh solusinya, demi
memperbaiki ketrampilan mengajar guru dimasa yang akan datang.”132
Jenis-jenis format instrumen supervisi yang digunakan pengawas dalam
melaksanakan tugas kepengawasan antara lain:
a. Format instrumen pemantauan administrasi guru profesional
Bagian paling atas berisi “identitas nama Guru, NIP guru, lulus
sertifikasi pendidik tahun, beban mengajar perminggu, mengajar di kelas,
mata pelajaran, satuan pendidikan yang harus diisi sesuai dengan identitas
masing-masing guru, kemudian perangkat administrasi guru, mencakup di
dalamnya SK pembagian tugas, jadwal mengajar, buku kemajuan kelas,
analisis dan pemetaan SK/KI dan KD, silabus, kalender pendidikan, program
132
Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul.
82
tahunan, program semester, RPP, pelaksanaan harian, presensi siswa, catatan
hambatan belajar, daftar buku pegangan guru dan siswa/ referensi.”133
Selanjutnya “analisis KKM, kisi-kisi soal harian, bank soal, buku
informasi penilaian, analisis butir soal, analisis hasil ulangan harian, program
dan pelaksanaan perbaikan, program dan pelaksanaan pengayaan, buku
laporan dan pengembalian hasil ulangan, buku ulangan harian, daftar nilai,
laporan penilaian akhlak mulia dan budi pekerti, buku tugas terstruktur, buku
tugas mandiri tidak terstruktur, target pencapaian kurikulum, buku kegiatan
ekstra kurikuler, buku bimbingan dan konseling, buku supervisi kelas, dan
buku catatan prestasi siswa.”134
Bagian akhir di lengkapi “presensi, buku jurnal kemajuan kelas, beban
kerja SKBK/SKMT minimal 24 jam, sesuai dengan rumpun mata pelajaran,
tugas tambahan meliputi program kerja, agenda harian, pelaksanaan kegiatan,
laporan pelaksanaan kegiatan, analisis pelaksanaan kegiatan, tindak lanjut.”135
Aspek yang diamati dicatat dalam lembar instrumen pemantauan
administrasi guru dengan cara membubuhkan tanda centang (V) pada kolom
yang tersedia dengan skala 1-4, kemudian jumlah skor dikalikan seratus
133
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 09.37
WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 134
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 09.37
WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 135
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30
WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
83
dibagi jumlah skor maksimal maka akan ditemukan nilai rata-rata yang
diperoleh guru sesuai dengan kondisi nyata yang diamati pengawas.
b. Format instrumen penilaian perencanaan KBM
Instrumen ini diisi oleh pengawas merupakan format panduan
wawancara pra observasi yang berisi sejumlah daftar pertanyaan diskusi di
awal, untuk merencanakan program serta aspek ketrampilan yang akan
diamati didiskusikan bersama antara guru dengan pengawas sesuai
kesepakatan
Penilaian perencanaan KBM mencakup: “aspek program (menyusun
program tahunan dan menyusun program semester), aspek silabus dan sistim
penilaian (rumusan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional,
ketepatan indikator dengan penilaian, ketepatan materi pokok dengan jam
pelajaran), aspek RPP (ketepatan tujuan pembelajaran dengan penilaian,
rumusan langkah-langkah pembelajaran, kesesuaian metode dengan kegiatan
pembelajaran, ketepatan materi pokok dengan alokasi jam).”136
Selanjutnya “aspek penilaian (menyusun kisi-kisi penilaian, menyusun
instrumen penilaian butir soal dan kunci jawaban), analisis hasil penilaian
(menyusun buku atau lembar penilaian, mempunyai buku lembar analisis
136
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30
WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul .
84
hasil penilaian, mencatat perkembangan siswa dalam ketuntasan menerima
materi pelajaran).”137
Ditambahkan “aspek program tindak lanjut (menyususn program
remedial, menyususn program pengayaan), program bimbingan kegiatan
exstra kurikuler (memiliki program bimbingan kegiatan ekstra kurikuler
tertentu, melaksanakan program bimbingan kegiatan ekstra kurikuler tertentu,
melakukan pencatatan perkembangan siswa dalam kegiatan ekstra
kurikuler).”138
Penilaian perencanaan KBM diisi dengan menggunakan pedoman
kriteria nilai 0-4 dengan ketentuan nilai nol jika tidak ada dokumen, nilai satu
jika keadaan dokumen ada tapi kurang baik, nilai dua berarti cukup baik, nilai
3 berarti baik, dan nilai 4 yang berarti sangat baik semua yang ditanyakan
pengawas ada bukti fisiknya. Kemudian cara penilaian dengan menjumlahkan
skor perolehan skor yang diperoleh dikalikan seratus dibagi total skor
maksimal sehingga ditemukan nilai akhir.
137
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30
WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 138
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30
WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
85
c. Format instrumen supervisi KBM
Pada bagian awal berisi “identitas nama sekolah/madrasah, nama guru,
NIP/Golongan, mata pelajaran, kelas, semester, beban mengajar perminggu,
mengajar jam ke, diruang apa.”139
Selanjutnya pada rubrik pertama berisi “rencana pelaksanaan
pembelajaran (kejelasan perumusan tujuan pembelajaran tidak menimbulkan
penafsiran ganda dan mengandung perilaku hasil belajar, pemilihan materi
ajar sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik), ketuntasan
pengorganisasian materi ajar, sistimatika materi dan kesesuaian dengan
alokasi waktu, pemilihan sumber/media pembelajaran sesuai dengan tujuan
materi dan karakteristik peserta didik, kejelasan skenario pembelajaran
dimana setiap langkahtercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada
setiap tatap muka, kerincian skenario pembelajaran dimana setiap
langkahtercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada setiap tatap muka,
kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran, kelengkapan instrumen baik
berupa soal, kunci jawaban, pedoman penilaian dan penskoran).”140
Rubrik kedua pada instrumen supervisi KBM adalah: “pelaksanaan
pembelajaran meliputi pra pembelajaran (memeriksa kesiapan siswa,
melakukan kegiatan appersepsi), kegiatan inti pembelajaran, yang didalamnya
139
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30
WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 140
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30
WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
86
mencakup, penguasaan materi pembelajaran (menunjukkan penguasaan
materi pembelajaran, mengaitkan materi dengan pengetahuan yang relevan,
menyampaikan materi dengan jelas dan sesuai dengan herarki belajar,
mengaitkan materi dengan realitas kehidupan).”141
Pendekatan/ strategi pembelajaran “(melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan kompetensi yang akan dicapai, melaksanakan pembelajaran secara
runtut, menguasai kelas, melaksanakan pembelajaran yang bersifat
kontekstual, melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya
kebiasaan positif, melaksanakan pembelajaran sesuai waktu yang
direncanakan).”142
Pemanfaatan sumber/media pembelajaran “(menggunakan media secara
efektif dan efisien, menghasilkan media secara efektif dan efisien,melibatkan
siswa dalam pemanfaatan media), serta pembelajaran yang memicu dan
memelihara ketertiban siswa (menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam
pembelajaran, menunjukkan sikap terbuka terhadap respon siswa,
menumbuhkan keceriaan dan antusiasme siswa), penilaian proses dan hasil
belajar (memantau kemajuan belajar secara proses, melakukan penilaian akhir
sesuai dengan kompetensi/tujuan yang akan dicapai), penggunaan bahasa
141
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30
WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 142
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30
WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
87
(menggunakan bahasa lisan dan tulisan secara baik, jelas, dan benar,
menyampaikan pesan yang sesuai).”143
Pada bagian penutup guru melakukan refleksi/ membuat rangkuman
dengan melibatkan siswa, melaksanakan tindak lanjut dengan memberi
arahan, atau kegiatan, atau tugas sebagai bagian remidi/pengayaan).”144
Instrumen supervisi kegiatan belajar mengajar dalam supervisi klinis
disebut siklus observasi dikelas, dimana pengawas dapat memantau
keseluruhan proses kegiatan belajar mengajar dikelas mulai pembukaan, inti
dan penutup, melalui instrumen penilaian dengan memberikan lingkaran pada
angka yang dikehendaki sesuai dengan kemampuan guru yang diamati,
pilihan skor satu sama dengan sangat tidak baik, skor dua tidak baik, skor tiga
kurang baik, skor empat baik, dan skor lima sangat baik, kemudian jumlah
skor perolehan kali seratus dibagi skor maksimal diperoleh nilai. Sebaiknya
pengawas menambahkan kesimpulan dan saran-saran untuk guru yang
diamati sebagai perbaikan kegiatan yang akan datang.
d. Format instrumen penilaian aspek kepribadian guru PAI
Pada bagian pertama identitas berisi nama guru yang akan dinilai, nama
sekolah dan alamat sekolah, kemudian dalam tabel berisi beberapa aspek
antara lain:
143
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30
WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 144
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30
WIB WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
88
“a) tanggungjawab (memiliki tanggung jawab terhadap tugas yang
diembannya, kemampuan mencari informasi dan pengetahuan teknologi yang
mendukung tugas yang diembannya); b) disiplin kerja (datang kesekolah tepat
pada waktunya, melaksanakan tugas mengajar sesuai dengan jam pelajaran
yang telah ditentukan); c) komunikasi (kemampuan menjelaskan materi
pelajaran sehingga mudah difahami, kemampuan menyampaikan pendapat
secara tertulis, kemampuan menyampaikan pendapat secara lesan); d)
mendengar orang lain (kemampuan menghargai pendapat orang lain termasuk
siswa, kemampuan menerima kritik dan saran orang lain); e) kerja sama
(kemampuan bekerja sama dengan teman sejawat, kemampuan bekerja sama
dengan kepala sekolah); f) sopan santun dan susila ( kesopanan dalam
bertingkah laku dan berpakaian); g) stabilitas emosi (kemampuan
mengendalikan diri, prakarsa, motivasi diri, sifat inovasi).”145
Instrumen tersebut diperlukan untuk mengetahui aspek kepribadian
guru dengan memberikan tanda centang pada kolom yang tersedia, kriteria
nilai satu kurang sekali, nilai dua kurang, nilai tiga cukup, nilai empat baik,
dan nilai lima baik sekali. Kemudian skor yang diperoleh dikalikan seratus
dibagi jumlah skor maximal, ditemukan nilai akhir kepribadian guru.
Demikianlah sekilas tentang instrumen yang sangat membantu
pelaksanaan implementasi model supervisi klinis, dengan beberapa lembar
instrumen yang akan dijelaskan pada lampiran, agar pengawas lebih
maksimal dalam melaksanakan tugas kepengawasan dan memiliki dokumen
autentik suatu saat akan bermanfaat bagi guru maupun pengawas dalam
mengembangkan karier ke jenjang yang lebih tinggi.
Namun tidak menutup kemungkinan masih ditemukan kejadian diluar
perencanaan dalam instrumen yang disepakati, maka perlu bantuan catatan
khusus, yang menurut pengawas sangat penting untuk ditindak lanjuti demi
145
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30
WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
89
kesuksesan dalam membina guru untuk meningkatkan kompetensi pedagogik
dan profesionalnya.
C. Hambatan dan Solusi
Hambatan yang dialami pengawas dalam melaksanakan tugas sangat
berbeda-beda antara satu dengan lainnya, tergantung kondisi sekolah masing-
masing maupun kualitas guru yang menjadi tanggung jawabnya, oleh karena itu
hambatan pelaksanaan implementasi supervisi klinis dapat dikategorikan menjadi
dua yaitu:
1) Aspek struktur birokrasi
Menurut Khoiri Khomsah “aspek struktur birokrasi pendidikan di
Indonesia secara legal jabatan pengawas bukan supervisor, sehingga
mengindikasikan paradigma berfikir tentang pendidikan yang masih dekat
dengan era inspeksi, lingkup jabatan pengawas lebih menekankan pada
pengawasan administrasi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan guru,
asumsi yang digunakan apabila administrasinya baik maka proses
pembelajaran disekolah juga baik, padahal kenyataanya tidak demikian.”146
Khoiri Khomsah menambahkan bahwa: “ratio jumlah pengawas
dengan jumlah guru dan sekolah yang harus dibina sangat tidak ideal,
persyaratan kompetensi, pola rekrutmen, seleksi, evaluasi dan promosi
146
Hasil Wawancara dengan Hj. Khoiri Khomsah, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten
Gunungkidul, pada Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 13.21 WIB di Ruang Pengawas Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul..
90
terhadap jabatan pengawas juga belum mencerminkan perhatian yang besar
terhadap pentingnya implementasi supervisi klinis sebagai ruh pendidikan,
yang dapat mengamati secara langsung interaksi belajar mengajar di
kelas.”147
2) Aspek kultural
Menurut Khoiri khomsah bahwa: “para pengambil kebijakan tentang
pendidikan belum berfikir secara optimal tentang pengembangan budaya
mutu dari proses pendidikan, apabila dicermati mutu pendidikan yang
diharapkan pelanggan ekternal yaitu orang tua wali murid maupun pelanggan
internal dari siswa itu sendiri sebenarnya terletak pada kualitas proses interaksi
guru dan siswa dalam proses belajar mengajar di dalam kelas dengan melalui
supervisi klinis, ini belum menjadi komitmen dan perhatian para pengambil
kebijakan apalagi pelaksana di lapangan.”148
Demikian juga menurut Syamsul Anwar bahwa: “nilai budaya interaksi
sosial yang kurang positif dibawa dalam interaksi fungsional fan profesional
antara pengawas, kepala sekolah dan guru, sehingga budaya “ewuh pakewuh”
147
Hasil Wawancara dengan Hj. Khoiri Khomsah, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten
Gunungkidul, pada Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 13.21 WIB di Ruang Pengawas Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.. 148
Hasil Wawancara dengan Hj. Khoiri Khomsah, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten
Gunungkidul, pada Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 13.21 WIB di Ruang Pengawas Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
91
menjadikan pengawas atau kepala sekolah tidak mau masuk terlalu jauh pada
wilayah guru.”149
Selanjutnya Sukarmin melengkapi adanya budaya paternalistik,
“budaya ini menjadikan guru tidak terbuka dan membangun hubungan
profesional yang akrab dengan kepala sekolah dan pengawas, karena guru
menganggap beliau sebagai atasan sebaliknya pengawas dan kepala sekolah
menganggap guru sebagai bawahan, inilah salah satu kendala yang berat yang
dirasakan oleh semua pihak karena belum tercipta pola hubungan sebagai
kolega yang baik.”150
Selain dua aspek tersebut, perlu kita perhatikan secara cermat dari
pengawas, guru, sarana prasarana, waktu yang tersedia, serta letak geografis yang
semuanya sangat mempengaruhi berhasil tidaknya pelaksanaan implementasi
model supervisi klinis:
1. Hambatan Pengawas
Drs.Rubino menjelaskan bahwa: “jumlah pengawas sangat terbatas
dibandingkan dengan jumlah guru dan jumlah sekolah yang menjadi tanggung
jawabnya, rekapitlasi pengawas Pendidikan Agama Islam di Kabupaten
Gunungkidul tahun ajaran 2015/2016 menunjukkan bahwa jumlah pengawas
149
Hasil Wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag. M.Pd. Pengawas PAI Kabupaten
Gunungkidul, pada hari kamis tanggal 25 Februari 2016 di Ruang Pengawas Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Gunungkidul. 150
Hasil Wawancara dengan Drs. H. Sukarmin, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,
pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul
92
Pendidikan Agama Islam semua jenjang sebanyak 15 orang, jumlah sekolah
1135, jumlah Guru Pendidikan Agama Islam 1258 orang yang tersebar di 18
kecamatan, sistim rekrutmen dan penempatan pengawas belum didasarkan pada
kebutuhan dan latar belakang guru yang disupervisi .”151
Solusi yang diberikan Rubino: “walaupun jumlah Pengawas PAI tidak
seimbang dengan jumlah sekolah dan guru PAI, namun tetap dapat diupayakan
supervisi klinis dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan aturan siklus yang
ada yaitu dengan menciptakan pola hubungan collega antara pengawas, kepala
sekolah dan guru senior, melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, diskusi
maupun lokakarya tentang supervisi klinis, sehingga suatu saat dibutuhkan
membantu pengawas dalam kegiatan supevisi akan siap melaksanakannya.”152
Sumitro menjelaskan bahwa: “implementasi supervisi klinis sudah
dilaksanakan oleh pengawas, bekerja sama dengan kepala sekolah dan guru
senior secara kontinu, dan berkesinambungan mulai dari siklus pendahuluan,
siklus observasi dan siklus diskusi balikan sampai pada kegiatan tindak
lanjutnya.”153
151
Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul. 152
Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul. 153
Hasil wawancara dengan H.Sumitro, S.Ag.MA. di SMPN 1 Karangmojo pada hari jum’at
tanggal 11 Maret 2016 di ruang kepala sekolah bersamaan dengan kunjungan sekolah dan
pelaksanaan implementasi supervisi klinis bersama guru PAI Tugiran S.Pd.I di dampingi Ibu Suhartati,
M.Pd Kepala Sekolah SMPN 1 Karangmojo Gunungkidul.
93
Syamsul Anwar menjelaskan bahwa: “belum semua pengawas
melaksanakan supervisi klinis terutama bagi pengawas TK/SD kebanyakan masih
menggunakan model supervisi tradisional, karena belum semua pengawas
menguasai wawasan pengetahuan tentang supervisi klinis, dan belum menyadari
sepenuhnya akan tugas pokok dan fungsinya bagi pengembangan dan peningkatan
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru.”154
Meskipun demikian pengawas harus tetap berusaha untuk mendalami
supervisi klinis untuk mengantisipasi suatu saat mutasi tugas kepengawasan dari
TK/SD ke jenjang sekolah menengah sudah harus disiapkan sejak dini.
2. Hambatan Guru
Permasalahan apa yang dihadapi guru dan bagaimana solusinya menurut
Ngatemin dapat dilihat dari beberapa masalahnya yaitu: “jika masalah motivasi
dan komitmen guru, bisa dihadirkan motivator untuk memotivasi agar guru
memiliki semangat yang luar biasa, jika masalahnya tentang wawasan dan
penguasaan materi pelajaran maka perlu dihadirkan Dosen yang sesuai dengan
mata pelajarannya.”155
Dipertegas oleh Ngatemin, bahwa: “jika masalah ketrampilan dalam
manajemen pembelajaran di kelas, bisa dihadirkan guru teladan untuk
154
Hasil Wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag. M.Pd. Pengawas PAI Kabupaten
Gunungkidul, pada hari kamis tanggal 25 Februari 2016 jam 10.00- selesai WIB di Ruang Pengawas
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.. 155
Hasil Wawancara dengan Drs. H. Ngatemin, MA. Pengawas Kabupaten Gunungkidul,
pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2016, Pukul 10.20 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Gunungkidul.
94
melaksanakan demontrasi mengajar atau peer teaching dihadapan semua guru,
dan jika masalah keahlian pelaksanaan bisa diadakan bimtek, workshop, diklat
serta kegiatan-kegiatan lain, agar pelaksanaan implementasi model supervisi
klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional guru PAI.”156
Oleh karena itu pengawas harus memahami kebutuhan dan kelemahan guru
agar bantuan pembinaan yang diberikan sesuai harapan guru, maka teknik yang
paling tepat melalui supervisi klinis, karena dengan supervisi klinis dapat
menciptakan pola hubungan kolega bersama antara guru dengan pengawas.
Guru enggan untuk disupervisi karena guru kurang memahami peran dan
manfaat supervisi bagi pengembangan kompetensi pedagogik dan profesional,
sehingga kegiatan supervisi membuat suasana kerja menjadi kurang nyaman,
kesadaran terhadap kebutuhan untuk disupervisi belum tumbuh dalam diri guru,
hal ini terjadi karena adanya kemungkinan persepsi guru terhadap kegiatan
supervisi.
Supervisi dianggap sama dengan inspeksi, yakni “kegiatan untuk mencari
kesalahan-kesalahan guru, sehingga seringkali guru merasa bahwa supervisor baik
dari kepala sekolah/pengawas cenderung bersikap otoriter, guru merasa tertekan
dan terancam, maka sedapat mungkin menghindari kegiatan supervisi, agar tidak
156
Hasil Wawancara dengan Drs. H. Ngatemin, MA. Pengawas Kabupaten Gunungkidul,
pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2016, Pukul 10.20 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Gunungkidul.
95
kecewa, khawatir adanya perilaku kurang simpatik dari kepala sekolah/pengawas,
sehingga guru kemudian akan merasa tertekan dan dipermalukan.”157
Munculnya persepsi diatas biasanya dari perasaan guru yang belum
menyadari akan pentingnya disupervisi, perlu diketahui bersama bahwa semakin
sering dikunjungi pengawas untuk disupervisi seharusnya merasa senang karena
kelemahan yang dialami dan kesulitannya akan segera dapat diatasi dengan
bantuan pengawas.
Apabila di usahakan dengan sungguh-sungguh akan melahirkan guru yang
hebat dan dapat berprestasi, maka wahai para guru jauhkan persepsi yang tidak
baik terhadap pengawas, ciptakan hubungan kolega yang baik dengan pengawas
betapa pentingnya pembinaan dan bantuan yang diberikan pengawas hanya demi
meningkatkan kompetensi dan profesional guru.
Guru selaku obyek supervisi, seringkali terbelakang, tidak kompeten, dan
terkesan tidak berperform baik pada saat KBM ini disebabkan karena,
“seringkali guru terjebak dalam rutinitas tugas sehari-hari, dan terlena, tidak
termotivsi untuk mengembangkan diri, iklim kerja yang kurang menggairahkan,
monoton, sehingga guru merasa puas dengan apa yang sudah dilakukan selama
157
Hasil Wawancara dengan H. Fuad Ihsanuddin Nugroho, S.Ag. MA. Guru Agama di SMPN 1
Wonosari dan sekaligus Ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Gunungkidul DIY pada hari Kamis 24
Maret 2016, bersamaan dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP, di lantai dasar Masjid Al Ikhlas
kota Wonosari
96
ini, dan tidak termotivasi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam kegiatan
pembelajaran.”158
Dari penampilan guru terkadang merasa kurang yakin/ kurang percaya diri
akan kemampuan, dan pada kelengkapan administrasi belum ada buku khusus
supervisi kelas, dan buku bimbingan siswa, untuk mencatat siswa yang
bermasalah, siswa berprestasi, dan beberapa peristiwa penting yang perlu
didokumentasi dan membutuhkan umpan balik, semua perlu bukti fisik
pembinaan agar dapat membantu siswa untuk mengembangkan potensi yang
dimilikinya, dan sebagai bentuk laporan kepada wali murid maupun
pimpinan/kepala sekolah,
Hal ini sudah diinformasikan kepada guru yang bersangkutan bersedia untuk
melengkapi kekurangannya dan akan diusahakan pada kunjungan supervisi
berikutnya sudah lebih lengkap, dan persiapannya lebih matang, maka antara
guru dengan pengawas harus dapat menciptakan pola hubungan kollega demi
kesuksesan pelaksanaan program kepengawasan.
3. Letak geografis
Hambatan yang dialami oleh pengawas berbeda-beda menurut Sukarmin,
menjelaskan bahwa: “ditinjau dari segi geografis wilayah gunungkidul sangat
unik, dengan keindahan panorama yang luar biasa namun belum semua jalan
158
Hasil wawancara dengan Dra. Hj. Eni Wahtuti, Bendahara MGMP PAI SMP dan guru
Agama di SMPN 1 Paliyan Gunungkidul di lantai dasar Masjid Al Ikhlas kota Wonosari, bersamaan
dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP.
97
menuju sekolah tersebut baik, masih ada jalan yang bergelombang karena
pengaruh muatan berat, selain itu jarak tempuh menuju ke sekolah binaan sangat
jauh, medannya cukup sulit untuk sampai ke sekolah, penuh rintangan jalan licin,
bebatuan, berbukit-bukit, berkelok-kelok sehingga di musim hujan sangat rawan
kecelakaan.”159
Rubino memberikan solusi yaitu: “untuk mengatasi hal tersebut maka
perencanaan program harus disusun secara matang disesuaikan dengan kelender
pendidikan, komunikasi dan pemantauan terhadap guru harus selalu terjaga,
pelaksanaan supervisi sesuai program yang telah direncanakan, pembinaan,
bimbingan dan pendampingan dilakukan secara rutin, perlu ada persiapan dari
guru dan pengawas, ada kesepakatan antara pengawas dengan sekolah atau guru,
sehingga implementasi program dapat berhasil dan hasilnya dapat dipertanggung
jawabkan”.160
4. Sarana prasarana
Hambatan yang dirasakan paling berat oleh Khoiri Khomsah: “keterbatasan
fasilitas, sarana prasarana di sekolah binaan, belum seluruh sekolah memiliki
jaringan listrik, maka menjadikan kendala dalam segala aktifitas, solusi yang di
laksanakan dengan memanfaatkan prinsip alam takambang jadi guru, justru
159
Hasil Wawancara dengan Drs. H. Sukarmin, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,
pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, Pukul 11.10 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Gunungkidul. 160
Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul.
98
wilayah ini harus menjadi perhatian khusus dari pengawas maupun pemerintah
agar masyarakat tetap dapat memperoleh pelayanan pendidikan.”161
Meskipun rintangan banyak menghadang baik jarak tempuh maupun medan
perjalanan, namun tidak mematahkan semangat pengawas dalam melaksanakan
tugas, justru jarak tempuh yang sulit insya Allah pahalanya semakin banyak, dan
saat kunjungan kesekolah sekalian diniati ibadah dan refressing melihat
pemandangan indahnya panorama Gunungkidul yang dapat mempesona para
wisatawan dari berbagai manca negara demikian pernyataan tegas dari Khoiri
Khomsah.”162
Dari segi sarana prasarana, sekolah belum seluruh kelas dilengkapi dengan
LCD, oleh karena itu guru harus lebih inovatif menyiapkan media alamiah
maupun alat peraga buatan yang dapat menunjang proses belajar mengajar lebih
menarik perhatian.
5. Hambatan Waktu
Dari segi waktu untuk melaksanakan supervisi klinis sesuai jadwal pelajaran
Pendidikan Agama Islam tiga jam di kelas, waktu yang tersedia harus bisa
mencakup ketiga siklus pendahuluan, observasi dan diskusi balikan, nah pada
diskusi umpan balik inilah guru harus meninggalkan kelas beberapa waktu, maka
161
Hasil Wawancara dengan Hj. Khoiri Khomsah, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten
Gunungkidul, pada Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 13.21 WIB di Ruang Pengawas Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 162
Hasil Wawancara dengan Hj. Khoiri Khomsah, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten
Gunungkidul, pada Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 13.21 WIB di Ruang Pengawas Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
99
untuk mengantisipasi agar kelas tetap kondusif guru harus kreatif menyiapkan
tugas mandiri yang dapat memberi kesibukan dan keasikan siswa mengerjakan
tanpa merasa terbebani.
Ngatemin menjelaskan bahwa: “kendala dalam melaksanakan supervisi
akademik melalui model klinis, terbatasnya waktu, padahal tugas pengawas tidak
hanya melaksanakan supervisi akan tetapi jadwal yang telah disusun adakalanya
terganggu dengan kegiatan kedinasan lain seperti rapat dinas, menghadiri
diklat/workshop, menjadi yuri MTQ dan cabang lomba lainnya baik ditingkat
kabupaten maupun propinsi sehingga harus mengurangi waktu berkunjung
kesekolah, itulah salah satu hambatan yang terkadang membuat dilematis harus
mendahulukan yang mana.”163
Solusi Ngatemin “untuk mengatasi hal tersebut perlu bekerja sama dengan
kepala sekolah agar membantu pelaksanaan kepengawasan, minimal mendukung
dan memotivasi guru agar mempersiapkan diri menyusun RPP yang baik, serta
persiapan siklus pendahuluan dengan baik, sewaktu-waktu pengawas datang
tinggal di konsultasikan.”164
6. Hambatan di sekolah
163
. Hasil Wawancara dengan Drs. H. Ngatemin, MA. Pengawas Kabupaten Gunungkidul,
pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2016, Pukul 10.20 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Gunungkidul. 164
Hasil Wawancara dengan Drs. H. Ngatemin, MA. Pengawas Kabupaten Gunungkidul, pada
hari Kamis tanggal 24 Maret 2016, Pukul 10.20 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul..
100
Hambatan yang sering terjadi di sekolah yaitu: “lingkungan kerja yang
kurang kompetitif, ketika ada salah satu guru yang tidak rajin dibiarkan tanpa ada
teguran dari atasan, lama kelamaan akan mudah mempengaruhi kinerja guru
lainnya.”165
Kondisi lain yang sangat fondamental bahwa “insentif dan jaminan kerja
guru kurang menarik/ kurang menantang, guru dituntut untuk bekerja keras tetapi
kesejahteraan kurang diperhatikan, hal ini juga akan mempengaruhi guru tidak
bersemangat untuk bekerja, sehingga untuk menambah penghasilan sambil
membuka usaha sampingan yang terkadang menyita waktu bertugas di
sekolah.”166
Pendapat lain mengatakan “pengaruh pimpinan yang sering kurang memberi
motivasi, selalu menganggap salah kepada guru, bahkan guru sangat disibukkan
dengan tuntutan kegiatan administratif yang menyebabkan jenuh, sehingga
menjadi apatis.”167
Guru kurang profesional menurut Fuad, karena terjebak rutinitas disekolah
“guru lebih mementingkan tugas membuat administrasi, sementara tugas
utamanya sebagai pendidik sekaligus “transfer of knowledge” pada siswa
165
Hasil wawancara dengan Dra. Hj. Eni Wahtuti, Bendahara MGMP PAI SMP dan guru
Agama di SMPN 1 Paliyan Gunungkidul di lantai dasar Masjid Al Ikhlas kota Wonosari, bersamaan
dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP. 166
Hasil wawancara dengan Dra. Hj. Eni Wahtuti, Bendahara MGMP PAI SMP dan guru
Agama di SMPN 1 Paliyan Gunungkidul di lantai dasar Masjid Al Ikhlas kota Wonosari, bersamaan
dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP. 167
Hasil Wawancara dengan H. Fuad Ihsanuddin Nugroho, S.Ag. MA. Guru Agama di SMPN 1
Wonosari dan sekaligus Ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Gunungkidul DIY pada hari Kamis 24
Maret 2016, bersamaan dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP, di lantai dasar Masjid Al Ikhlas
kota Wonosari.
101
mendapatkan porsi yang kecil, sehingga energi guru lebih banyak terserap untuk
menyelesaikan beban tugas yang lain, akibatnya ketika observasi dilakukan, guru
menjadi gugup, karena kurangnya persiapan.”168
Idealnya apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab guru dilaksanakan
sedikit demi sedikit tetapi kontinu, apa yang dilaksanakan berusaha untuk di catat
sehingga suatu saat ada kunjungan semua yang dibutuhkan telah siap, salah satu
prinsip penting yang harus dimulai dari sekarang adalah jangan suka menunda
pekerjaan, apa yang bisa dilakukan hari ini, harus dikerjakan, jika ditunda besok
kita tidak mengetahui apakah besok bisa melaksanakannya atau malah semakin
sibuk dengan datangnya tugas yang baru yang lebih penting dari itu.
Menurut Eni Wahtuti bahwa munculnya beberapa masalah dalam kegiatan
supervisi dikarenakan: “guru menganggap supervisi sama dengan evaluasi yang
hanya sekedar mencari-cari kesalahan saja, dalam hal ini guru akan merasa
kecewa atau segan apabila akan dievaluasi, karena akan terlihat kelemahannya
oleh orang lain (supervisor).”169
Menurut Eny, guru berasumsi bahwa supervisi selalu berangkat dari
kepentingan pengawas/kepala sekolah, dan bukan kepentingan guru, sehingga
hubungan menjadi kurang menyenangkan, dalam proses supervisi, hubungan
168
Hasil Wawancara dengan H. Fuad Ihsanuddin Nugroho, S.Ag. MA. Guru Agama di SMPN 1
Wonosari dan sekaligus Ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Gunungkidul DIY pada hari Kamis 24
Maret 2016, bersamaan dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP, di lantai dasar Masjid Al Ikhlas
kota Wonosari 169
Hasil wawancara dengan Dra. Hj. Eni Wahtuti, Bendahara MGMP PAI SMP dan guru
Agama di SMPN 1 Paliyan Gunungkidul di lantai dasar Masjid Al Ikhlas kota Wonosari, bersamaan
dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP
102
antara supervisor dan guru adalah hubungan atasan dan bawahan, sehingga
secara psikologis guru merasa tertekan, dan supervisor ada pada pihak yang
menang.”170
Demikian juga Fuad, berkomentar bahwa “kondisi kepala sekolah yang
kurang memberikan motivasi, pendekatan yang dilakukan oleh kepala sekolah
sebagai supervisor terhadap guru dalam menjalankan tugas supervisi biasanya
bersifat otoriter, sehingga guru tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan
keunggulannya, sasaran supervisi lebih dititik beratkan pada kegiatan
administratif, seperti teknik membuat persiapan, RPP, penyediaan media
pembelajaran yang digunakan, serta berbagai sarana-prasarana penunjang KBM,
bukan pada peningkatan kualitas mengajar guru.”171
7. Hambatan Kebijakan pemerintah
Fuad menuturkan reformasi pendidikan belum mengubah secara signifikan
teknik dan pendekatan supervisi, sehingga supervisor lebih sering mencari
kesalahan obyek supervisi (guru) dari pada memberikan solusi demi terwujudnya
peningkatan kualitas pembelajaran.”172
Maka Mahasiswa calon pengawas kedepan
170
Hasil wawancara dengan Dra. Hj. Eni Wahtuti, Bendahara MGMP PAI SMP dan guru
Agama di SMPN 1 Paliyan Gunungkidul di lantai dasar Masjid Al Ikhlas kota Wonosari, bersamaan
dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP. 171
Hasil Wawancara dengan H. Fuad Ihsanuddin Nugroho, S.Ag. MA. Guru Agama di SMPN 1
Wonosari dan sekaligus Ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Gunungkidul DIY pada hari Kamis 24
Maret 2016, bersamaan dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP, di lantai dasar Masjid Al Ikhlas
kota Wonosari 172
Hasil Wawancara dengan H. Fuad Ihsanuddin Nugroho, S.Ag. MA. Guru Agama di SMPN 1
Wonosari dan sekaligus Ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Gunungkidul DIY pada hari Kamis 24
103
harus dapat membawa pencerahan bagi masa depan pengawas dan guru di
seluruh Indonesia yang unggul karakternya dan profesional dalam segala bidang.
D. Tindak Lanjut Kegiatan Kepengawasan
Tindak lanjut merupakan bagian terakhir dari kegiatan kepengawasan
setelah observasi di dalam kelas, karena tindak lanjut merupakan eksekusi dan
rekomendasi yang disampaikan oleh pengawas atau kepala sekolah terhadap guru,
dengan suasana terbuka saling menghargai pendapat dan menerima kritik dan
saran demi kesempurnaan dan perbaikan ketrampilan mengajarnya.
Tindak lanjut laporan hasil pelaksanaan implementasi model supervisi klinis
dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional ditujukan kepada
pimpinan dan kepada orang yang disupervisi. Kepada atasan atau pimpinan,
laporan hasil supervisi dimaksudkan untuk memberikan laporan mengenai
temuan-temuan yang diperoleh dari kegiatan supervisi dan selanjutnya dijadikan
bahan untuk melakukan pembinaan kompetensi pedagogik dan profesional bagi
orang yang disupervisi.
Laporan untuk pihak yang disupervisi dimaksudkan sebagai balikan dalam
upaya menyadarkan posisi kinerja dan meningkatkan kompetensi pedagogik dan
profesionalnya. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan dalam laporan supervisi
untuk pihak yang disupervisi perlu memperhatikan aspek-aspek psikologis,
Maret 2016, bersamaan dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP, di lantai dasar Masjid Al Ikhlas
kota Wonosari.
104
fisiologis, latar belakang pendidikan, masa kerja dan aspek lainnya yang
berhubungan dengan harga diri pihak yang disupervisi.
Secara garis besar ada tiga alternatif tindak lanjut yang diberikan pengawas
atau kepala sekolah kepada guru antara lain:
a) “Penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang telah memenuhi
standar, pendidik perlu penguatan atas kompetensi yang telah dicapainya,
karena penguatan merupakan bentuk pembenaran, legalisasi, dan pengakuan
atas kompetensi yang dicapainya, hal ini diperlukan bukan saja sebagai
motivasi atas keberhasilannya, tetapi juga merupakan suatu kepuasan individu
dan profesional atas kerja kerasnya, penguatan seperti ini sangat jarang
bahkan hampir tidak ada, penguatan seperti ini sangat ditekankan dalam
Permen diknas Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses;
b) Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada guru yang belum
memenuhi standar, teguran dapat diberikan secara lesan maupun tulisan,
idealnya untuk memenuhi persyaratan administrasi teguran seyogyanya
disampaikan secara tertulis sehingga memiliki bukti otentik karena dapat
dipertanggung jawabkan dan merupakan dokumentasi, jika teguran itu
berhasil memberikan motivasi pendidik, maka dokumentasi akan lebih
bermakna positif baik bagi yang menegur maupun yang di tegur, tetapi jika
teguran tidak dapat memotivasi pendidik, maka dapat dilanjutkan pada
teguran berikutnya, maka teguran yang baik adalah yang dapat membawa
105
perubahan orang yang ditegur, dan tidak merasa dilecehkan dan tidak
tersinggung;
c) Merekomendasikan agar pendidik diberi kesempatan untuk mengikuti
pelatihan atau penataran lebih lanjut, rekomendasi itu tidak hanya bermakna
bagi pendidik, tetapi juga bermakna bagi institusi tempat pendidik bertugas
untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional guru.”173
Hubungan antara guru dengan supervisor, menurut Tugiran tentu saja
dibutuhkan: “kerjasama, pengertian, serta pengembangan hubungan kerja yang
baik dalam lingkungan sekolah (antara guru, kepala sekolah, dan pengawas), agar
masing-masing komponen, baik yang menjadi obyek supervisi maupun supervisor
dapat menjalankan tugas pokok fungsi dan perannya secara optimal tanpa
menimbulkan tekanan terutama terhadap guru sebagai obyek supervisi.”174
Hubungan pengawas dengan guru yang optimal adalah “hubungan rekan
dan kolaboratif bahkan jika pengawas memiliki peran yang menyiratkan
hubungan atasan bawahan, pengawas harus bekerja ke arah satu hubungan yang
benar-benar kolaboratif, tidak ada jawaban final tentang cara terbaik untuk
mengajar, tidak ada satu individu yang tahu semua yang ada untuk mengetahui
173
Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. di SMPN 1 Karangmojo pada hari jum’at
tanggal 11 Maret 2016 di ruang kepala sekolah bersamaan dengan kunjungan sekolah dan
pelaksanaan implementasi supervisi klinis bersama guru PAI Tugiran S.Pd.I di dampingi Ibu Suhartati,
M.Pd Kepala Sekolah SMPN 1 Karangmojo Gunungkidul. 174
Hasil wawancara dengan Tugiran, S.PdI. guru Agama di SMPN 1 Karangmojo Gunungkidul
usai disupervisi klinis pada hari jum’at tanggal 11 Maret 2016 di ruang kepala sekolah.
106
tentang pengajaran dan pembelajaran, guru lebih terbuka untuk umpan balik dari
pengawas yang memanifestasikan semangat kolaboratif pemecahan masalah.”175
Pendapat Tugiran sesuai dengan Allan A. Glatthorn bahwa: “Spirit of
collaborative problem solving, Let’s work together to see how we can solve the
problem we have identified” (semangant kolaboratif dalam pemecahan masalah
dan mari kita bekerja sama untuk melihat bagaimana kita bisa memecahkan
masalah yang telah kita identifikasi).”176
Idealnya pengawas dan guru harus mengadopsi perspektif luas yang peka
terhadap pengaruh multifaset yang mempengaruhi pengajaran, pengawasan
terbaik tidak terobsesi dengan keterampilan, dalam mencoba untuk memahami
transaksi pengajaran pembelajaran, pengawas dan guru peka terhadap interaksi
organisasi, sistem dukungan pembelajaran, peserta didik, dan beberapa aspek guru
sebagai seorang profesional, melalui pendekatan pemecahan masalah di mana
keterampilan tertentu perlu dikembangkan, tetapi mereka tidak mulai dengan
asumsi yang belum teruji.
Supervisi merupakan pengajaran yang sarat nilai ( supervision is a value), di
mana tindakan etis merupakan syarat dasar pengawas berjuang setiap hari dengan
masalah-masalah nilai, haruskah saya membantu guru atau bersantai di kantor
dengan rekan-rekan saya? haruskah saya membedakan secara terbuka dengan
inspektur atau menjaga ketenangan saya? haruskah saya melaporkan masalah-
175
Hasil wawancara dengan Tugiran, S.PdI. guru Agama di SMPN 1 Karangmojo Gunungkidul
pada hari jum’at tanggal 11 Maret 2016 di ruang kepala sekolah. 176
Allan A.Glatthorn, Supervisory Leadership…,161.
107
masalah saya kepada kepala sekolah baru atau menyimpannya untuk diri sendiri?
Haruskah saya jujur dengan guru tentang kesalahan yang saya lihat atau saya
harus mengabaikannya untuk saat ini? Haruskah saya menerapkan kurikulum
yang tidak saya percaya atau mencoba untuk menumbangkan itu? Itu semua
merupakan dilema etika yang diakui bukan keputusan mudah. Pengawas terbaik
sensitif terhadap dimensi etis dari peran, membutuhkan waktu untuk
merefleksikan masalah sebelum bertindak, dan alasan semua tindakan dalam nilai-
nilai inti keadilan dan integritas.
Guru perlu mengubah persepsinya tentang konsep supervisi yaitu: supervisi
merupakan proses pemberian bantuan dan pembinaan kepada guru untuk
memperbaiki proses belajar mengajar di kelas, sifat hubungan dalam kegiatan
supervisi adalah kemitraan (kolegial), kegiatan supervisi dapat menjadi ajang
pemecahan masalah bersama-sama, supervisi sebagai kebutuhan bersama dalam
usaha memperbaiki pendidikan, semua komponen baik guru sebagai obyek
supervisi maupun kepala sekolah/pengawas sebagai supervisor harus berpikir
positif terhadap kegiatan supervisi.
Jadi persepsi guru terhadap kegiatan supervisi yang semestinya diperbaiki,
agar supervisi yang dilakukan akan memberikan hasil positif, tanpa ada guru
yang merasa tertekan, karena supervisor/kepala sekolah/pengawas melakukan
tugas supervisinya dengan prinsip kemitraan, memberikan feedback, saran dan
masukan pada guru secara personal (tidak melibatkan guru lain, apalagi
mengkritik didepan guru lain) serta memberikan solusi bagi permasalahan yang
108
muncul dalam proses KBM melalui diskusi dan tukar pendapat dengan guru yang
bersangkutan untuk menentukan alternatif solusi yang dapat dipilih.
Kepala sekolah/pengawas sebagai supervisor pun harus memperbaharui
persepsi mereka tentang kegiatan supervisi bahwa: orientasi kerja supervisi
pendidikan diubah dari ‘menggurui’ menjadi memberi bantuan dan melakukan
pembinaan dengan hubungan sebagai mitra (kolega), supervisor menguasai
konsep dan teori supervisi pendidikan sebagai landasan bertindak, disamping
pemahaman terhadap tugasnya, supervisor mampu memberikan bantuan sesuai
dengan kebutuhan guru.
Supervisor (kepala sekolah/pengawas) hendaklah memiliki pengetahuan
dalam bidang pendidikan yang luas, memiliki intuisi yang baik agar dapat
membantu guru dalam berbagai masalah pendidikan, bersikap ramah dan luwes
serta memiliki sikap humoris yang cukup (sehingga hubungan antara guru dan
supervisor tidak kaku/canggung, yang pada gilirannya akan membuat guru merasa
nyaman untuk berdiskusi/berkonsultasi), bersikap sabar kepada semua guru
dengan berbagai karakter dan kondisi psikososial yang bervariasi. Bilamanana
seluruh komponen yang terkait dalam kegiatan supervisi ini senantiasa berpikir
positif, maka tujuan utama dari supervisi pendidikan sebagaimana yang dimaksud
dalam definisi supervisi pendidikan oleh para pakar akan terwujud.
Komitmen dari seluruh komponen untuk mentaati etos kerja. Allah SWT
memberikan pembelajaran yang bermakna berkaitan dengan etos kerja ini, melalui
Firman Nya dalam Qs At-Taubah:105:
109
()*�� E,F*�☺+� , G�H98/0�; IJ , K$LMN��O⌧Q R��*JFST����
.�F�C1=�S☺�� ,�� E �V�WB�HLXT�� YN� � �? �!.� ���Z.��� ,
�[4!>-\]� ,�� $LM�^ �_.`�Z�; ☺ $ aLbCLc .�F*�☺*� %e� (
Artinya:”Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-
Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan (QS At Taubah:105).”177
Ayat di atas mengandung makna, bahwa setiap muslim ketika bekerja tidak
perlu harus selalu diawasi oleh atasan, karena Allah Maha Mengetahui, Maha
Melihat segala sesuatu yang dilakukan oleh makhluk Nya. Kesadaran senantiasa
berada dibawah pengawasan Allah ini membuat setiap muslim akan melakukan
yang terbaik sebagai wujud tanggung jawabnya terhadap Sang Khaliq atas pilihan
hidup yang diambil.
Dengan demikian guru maupun pengawas akan melakukan tugas dan
kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, baik tugas administrasi maupun
tugas sebagai pendidik sehingga seorang guru tidak perlu menunggu disupervisi
dulu, baru menunjukkan performa optimalnya. Demikian pula dengan supervisor
(kepala sekolah/pengawas/guru senior) akan berusaha penuh menjalankan tugas
supervisinya dengan baik, bukan mencari-cari kesalahan guru, namun ditujukan
untuk memperbaiki pendidikan dan memberikan pembinaan secara penuh kepada
guru agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, memperbaiki
177
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT Tanjung Mas, 2007,
298.
110
kekurangannya, serta mencari solusi bagi permasalahan yang timbul di
masyarakat secara komplek.
Dari uraian diatas diketahui bahwa siklus supervisi klinis, tampak seolah-
olah siklus tersebut menjelaskan bahwa di mana banyak pengawas telah
melakukan bersama, tetapi tinjauan singkat dari dasar asumsi untuk supervisi
klinis, pengawas bekerja dengan guru selama siklus, yang membantu mereka
untuk memahami dan meningkatkan profesional mereka dan membantu untuk
belajar lebih banyak tentang keterampilan analisis kelas yang diperlukan dalam
supervisi, sementara observasi kelas tradisional cenderung sporadis dan
memerlukan sedikit investasi waktu, sedangkan supervisi klinis meminta bahwa
pengawas memberikan dua hingga tiga jam seminggu untuk setiap guru.
Pengawas dapat dengan lebih baik mengelola waktu mereka dengan
melibatkan hanya bagian dari fakultas pada satu waktu-mungkin sepertiga selama
tiga bulan rotasi. Karena guru sendiri kompeten dalam supervisi klinis dan
menganggap peningkatan tanggung jawab untuk semua fase, mereka harus
berpartisipasi dalam pengawasan klinis sebagai bentuk pengawasan rekan, tidak
ada aturan yang keras dan cepat yang mengecualikan guru dari mengasumsi peran
sebagai pengawas klinis, supervisi rekan dan supervisi klinis cukup kompatibe.
111
Gambar 3.2
LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Nomor : Tahun 2016
TENTANG
SUSUNAN PENGURUS KELOMPOK KERJA PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DAN PENGAWAS MADRASAH
KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN GUNUNGKIDUL
PERIODE : 2016 – 2020
No JABATAN DALAM POKJAWAS N A M A
1. Pembina Kepala Kantor Kementerian Agama
Kab. Gunungkidul
2. Ketua Drs. RUBINO, M.A.
Wakil Ketua Drs. FAIZUZ SA’BANI, M.A .
3. Sekretaris KARMANTO, S.Ag.
Wakil Sekretaris FAQIH SOMADI, M.S.I
4. Bendahara Hj. INDRA SUSILANINGSIH, M.Pd.I
Wakil Bendahara Dra. Hj. SITI MARFU’AH, M.S.I.
5. Koordinator Pengawas TK/SD Drs. NGAWETNO
6. Koordinator Pengawas RA/MI PURWATA, M.S.I.
7. Koordinator Pengawas
SMP/SMA/SMK
Drs.H. RIDARNO, M.A.
8. Koordinator MTs Drs. SUGENG WIBOWO, M.Pd.I
9. Koordinator MA Drs. ISYADI, M.A.
10. Seksi Program dan Evaluasi 1. WAGIRAN, M.S.I
2. SUMITRO, M.A
11. Seksi Peningkatan Kompetensi 1. Hj. KHOIRI KHOMSAH., M.A.
2.SRI RAHMIYATI, M.Pd.
12. Seksi kesejahteraan dan Humas 1. PONIMAN, S.Ag.
2. Dra. Hj. SITI SUWAIBAH
112
Gambar 3.3
TUGAS WILAYAH PENGAWASAN
PENGAWAS MADRASAH
TAHUN 2015/2016
NO NAMA PENGAWAS JUMLAH WILAYAH PENGAWASAN
RA MI MTs MA
1 Drs. Sugeng Wibowo, M.Pd.I - - 7 1
2 Sugiyo, M.Pd.I - - 8 -
3 Drs. H.Ngatemin,MA - - 8 -
4 Drs.H. Faizuz Sa’bani, MA - - 7 1
5 Drs. Isyadi - - 1 7
6 Purwata,MSI 3 11 - -
7 Hj. Indra Susilaningsih,M.Pd.I 5 10 - -
8 Karmanto, S.Ag 9 4 - -
9 Misbah,MSI 9 4 - -
10 Sri Rahmiyati, S.Pd, M.Pd 8 5 - -
11 M.Jamhari, S.Pd.I 9 4 - -
12 H. Poniman, S.Ag 8 6 - -
13 Iskandar, S.Ag 8 5 - -
14 H.Salabi, MSI 5 7 - -
15 Sumarwan, S.Ag 10 4 - -
16 Wagiran, MSI 1 11 - -
17 H.Mahmud Ali, S.Ag 8 5 - -
18 Sihyu Darini, HW, S.Pd 10 3 - -
JUMLAH 93 79 31 9
113
BAB IV
PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK
DAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PAI
A. Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru PAI
Data mengenai peningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional
guru PAI, diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap para informan,
terutama informan yang terlibat secara langsung dengan supervisor dalam
melaksanakan supervisi akademik dan terlibat langsung dengan guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Selain itu data juga diperoleh
dari hasil observasi dilapangan/ di beberapa sekolah dan studi dokumentasi yang
ada di kantor Pengawas Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
Kompetensi supervisi akademik adalah kemampuan pengawas sekolah
dalam melaksanakan pengawasan akademik. Pengawasan akademik menilai dan
membina guru dalam rangka mempertinggi kualitas proses pembelajaran yang
dilaksanakannya agar berdampak terhadap kualitas hasil belajar siswa.
Pelaksanaan supervisi akademik di kabupaten Gunungkidul diarahkan
melalui implementasi model supervisi klinis. Maksudnya agar pengawas dapat
meningkatkan kinerja pendidik melalui pengembangan kompetensi pedagogik,
113
114
profesional, sosial, dan kepribadian. Pembinaan secara spesifik yang diberikan
pengawas bertujuan: “untuk memenuhi seluruh indikator yang tertera dalam
instrumen penilaian kinerja guru, dengan target minimal guru dapat memenuhi
kriteria hasil penilaian baik pada sejumlah indikator.”178
Guru profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi yang
harus dimiliki guru antara lain: “kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan
kepribadian.”179
Menjadi guru profesional bukan hal yang mudah, uraian ini
diharapkan dapat membantu guru memahami kompetensi guru profesional. Untuk
mempertajam wawasan, secara spesifik pembahasan ini difokuskan pada
peningkatan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI.
Kompetensi pedagogik merupakan suatu kemampuan dalam mengelola
pembelajaran peserta didik. Kompetensi pedagogik mengandung beberapa aspek
penting antara lain: “pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
pemahaman tentang peserta didik; pengembangan kurikulum atau silabus;
perancangan pembelajaran; pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis; evaluasi hasil belajar; dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.”180
178
Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag, MA. pada hari kamis 24 Februari 2016, di
ruang pengawas Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 179
Hasil wawancara dengan H.Sumitro, S.Ag.MA. pada hari kamis 24 Februari 2016, di ruang
pengawas Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 180
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru: melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori
dan Praktek, Jakarta: Kencana, 2011, 3.
115
Kompetensi pedagogik guru dikembangkan melalui beberapa indikator.
Indikator yang menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan pembelajaran
antara lain: “menguasai karakteristik peserta didik; menguasai teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik; pengembangan kurikulum; kegiatan
pembelajaran yang mendidik; pengembangan potensi peserta didik; komunikasi
dengan peserta didik; serta penilaian dan evaluasi.”181
Untuk memperdalam
pengetahuan tentang kompetensi tersebut, perlu di uraikan lebih lanjut indikator
kompetensi pedagogik sebagai berikut:
1. Mengenal karakteristik peserta didik
Kompetensi pedagogik guru ditinjau dari indikator mengenal karakteristik
peserta didik. Temuan dari hasil observasi dan wawancara menunjukkan
bahwa: “sebagian guru kurang memperhatikan peserta didik yang memiliki
kelainan fisik/cacat, sehingga dapat menimbulkan penyimpangan perilaku
yang merugikan peserta didik lainnya.”182
Indikator kedua adalah strategi yang dilaksanakan melalui
implementasi supervisi klinis. Pada siklus pendahuluan: “pengawas
memberikan pembinaan kepada guru terkait dengan perencanaan
pembelajaran dan ketrampilannya; pada siklus observasi guru diarahkan
181
Hasil transkrip dokumentasi di ruang pengawas diambil pada hari kamis 24 Februari
2016, di ruang Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 182
Hasil observasi langsung penampilan Tugiran, S.PdI. guru PAI SMPN 1 Karangmojo dan
wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA., pada hari Jum’at tanggal 11 Maret 2016 jam ke 2,3,4 di
kelas 7E
116
agar mampu mengidentifikasi karakteristik belajar setiap peserta didik, dan
memastikan bahwa semua peserta didik mendapatkan kesempatan untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran; kemudian guru mengatur
kelas dan memberikan kesempatan belajar yang sama pada semua peserta
didik dengan kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda.”183
Setelah proses pelaksanaan, supervisi klinis terbukti dapat
memberikan dampak positip bagi kemajuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Dampak perubahannya antara lain: a) guru mampu mengetahui
penyebab penyimpangan perilaku peserta didik dan mampu mencegah agar
perilaku tersebut tidak merugikan peserta didik lainnya; b) guru
mengembangkan potensi dan mengatasi kekurangan peserta didik; c) guru
memperhatikan peserta didik dengan kelemahan fisik tertentu agar dapat
mengikuti aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik tidak
termarjinalkan.
Supervisi klinis juga banyak memberikan manfaat bagi perkembangan
guru. Manfaat tersebut dapat dirasakan guru ketika mencatat dan
menggunakan informasi tentang karakteristik peserta didik. Informasi sangat
penting untuk di dokumentasikan agar guru mengetahui karakteristik peserta
didik dari aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, moral, dan latar belakang
183
Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. pada saat supervisi klinis, hari Jum’at
tanggal 11 Maret 2016 Pukul 08.12 sampai selesai. di SMPN 1 Karangmojo Gunungkidul
117
sosial budaya. Keseluruhan aspek tersebut sangat mendukung keberhasilan
proses pembelajaran.
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran.
Kompetensi pedagogik guru ditinjau dari indikator menguasai teori belajar
dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Temuan dari hasil
pengamatan menunjukkan bahwa “guru kurang inovatif dalam memilih
pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran sehingga proses
pembelajaran kurang menarik perhatian peserta didik.”184
Pengawas berupaya mengatasi problem tersebut melalui model
supervisi klinis. Pada siklus pendahuluan, pengawas memberikan pembinaan
agar guru sebelum mengajar memperhatikan langkah-langkah agar proses
pembelajaran lebih menarik perhatian. Langkah yang dimaksud antara lain:
“a) menetapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran yang mendidik secara kreatif sesuai dengan standar
kompetensi; b) memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik; c) memotivasi peserta didik untuk belajar; d)
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai materi
184
Hasil pengamatan langsung penampilan Hastuti Fitriyani, S.Ag. guru PAI SMPN 3
Karangmojo, pada hari Sabtu tanggal 5 Maret 2016 jam ke 2,3,4, di Ruang kelas 8 A dan wawancara
dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. pada saat supervisi klinis di SMPN 3 Karangmojo.
118
pembelajaran sesuai dengan usia dan kemampuan belajarnya; e) mengatur
proses pembelajaran dan aktivitas yang bervariasi.”185
Guru perlu memastikan tingkat pemahaman peserta didik terhadap
materi pembelajaran. Guru menyesuaikan aktivitas pembelajaran berikutnya
berdasarkan tingkat pemahaman peserta didik. Guru berusaha untuk
menjelaskan alasan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan, baik yang sesuai
dengan rencana maupun tidak, terkait keberhasilan pembelajaran, dan
menggunakan berbagai teknik untuk memotivasi kemajuan belajar peserta
didik.”186
Hasil perubahannya adalah guru mampu menguasai teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Hal ini dapat dilihat pada
kondisi riil antara lain: guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang
saling terkait satu sama lain; guru memperhatikan tujuan pembelajaran
maupun proses belajar peserta didik; guru memperhatikan respon peserta
didik yang belum memahami materi pembelajaran yang diajarkan dan
digunakan untuk memperbaiki rancangan pembelajaran berikutnya.
Dengan demikian, guru perlu memberikan penguatan dan motivasi
kepada peserta didik. Peserta didik diharapkan mampu mengimplementasikan
185
Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. pengawas PAI Gunungkidul, pada saat
supervisi klinis di SMPN 3 Karangmojo pada hari Sabtu tanggal 5 Maret 2016 . 186
Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. pengawas PAI Gunungkidul, pada saat
supervisi klinis di SMPN 3 Karangmojo pada hari Sabtu tanggal 5 Maret 2016 .
119
pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Tugas guru memantau kegiatan
harian, melalui buku tugas praktek harian yang ditanda tangani orang tua,
kemudian dilaporkan setiap ada jam pelajaran Pendidikan Agama Islam.
3. Pengembangan kurikulum
Kompetensi pedagogik dapat dilihat dari indikator pengembangan kurikulum.
Hasil wawancara mendapatkan temuan bahwa: “sebagian guru dalam
menyusun RPP masih copy paste milik orang lain, padahal RPP tersebut tidak
sesuai dengan kondisi sekolahnya dan tidak sesuai dengan media yang
digunakan.”187
Mengapa hal ini terjadi? Salah satu penyebabnya karena
belum ada supervisi klinis sehingga tidak ada pertemuan awal antara guru
dengan pengawas untuk membicarakan perencanaan pembelajaran termasuk
di dalamnya RPP.
Program paling tepat untuk mengatasi masalah ini adalah melalui
supervisi klinis. Siklus pendahuluan sangat efektif untuk mendiskusikan
rencana pelajaran, di dalamnya mencakup tujuan, bahan, dan kegiatan belajar
mengajar. Siklus ini dapat membekali guru, agar mampu menyusun silabus
sesuai dengan tujuan kurikulum, dan merancang RPP sesuai dengan silabus
187
Hasil wawancara dengan Drs.H.Ngatemin,MA. pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2016 di
ruang pengawas Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul, pukul 14.00-selesai.
120
untuk membahas materi ajar tertentu, agar peserta didik mencapai kompetensi
dasar yang telah ditetapkan.”188
Guru benar-benar mampu mengembangkan kurikulum setelah melalui
implementasi supervisi klinis. Guru mengembangkan kurikulum dengan cara
mengikuti urutan materi pembelajaran; memperhatikan tujuan pembelajaran;
memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran;
memilih materi pembelajaran yang tepat dan mutakhir; sesuai dengan usia
dan tingkat kemampuan belajar peserta didik dan dapat dilaksanakan di kelas;
sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik; serta mampu
menyusun RPP sesuai dengan silabus dan budaya lokal masing-masing.
Tugas utama guru adalah mengajar dan mendidik. Pendidikan
dilaksanakan secara formal maupun non formal. Guru selalu dihadapkan
dengan peserta didik yang memerlukan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
utama. Semua itu untuk mempersiapkan kehidupan generasi muda dimasa
yang akan datang, menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin canggih.
4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik
Kompetensi pedagogik ditinjau dari indikator kegiatan pembelajaran yang
mendidik. Hasil wawancara menemukan bahwa “sebagian guru belum
188
Hasil wawancara dengan Drs.H.Ngatemin,MA. pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2016 di
ruang pengawas Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul, pukul 14.00-selesai.
121
optimal dalam mengelola kelas, pembelajaran kurang mendidik karena guru
sibuk dengan kegiatannya sendiri.”189
Pengawas berupaya mengatasi masalah tersebut melalui supervisi
klinis, dapat dilihat sebagai berikut: “Pada siklus observasi, diarahkan agar
guru mampu melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah
disusun secara lengkap; membantu proses belajar peserta didik bukan untuk
menguji; mengkomunikasikan informasi baru sesuai dengan usia dan tingkat
kemampuan belajar peserta didik; menyikapi kesalahan yang dilakukan
peserta didik sebagai tahapan proses pembelajaran, bukan semata-mata
kesalahan yang harus dikoreksi.”190
Setelah proses supervisi, guru benar-benar mampu melaksanakan
kegiatan belajar yang mendidik. Kemampuan yang ditunjukkan guru antara
lain: mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai isi kurikulum dan
mengkaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik; serta
melakukan aktivitas pembelajaran yang bervariasi dengan waktu yang cukup.
Selain itu guru dapat mengelola kelas dengan efektif tanpa
mendominasi atau sibuk dengan kegiatannya sendiri. Peserta didik
menggunakan waktu secara produktif; guru menyesuaikan aktivitas
189
Hasil wawancara dengan Drs.Rubino,MA. ketua Pokjawas Kabupaten Gunungkidul pada
hari kamis tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas. 190
Hasil wawancara dengan Drs.Rubino,MA. ketua Pokjawas Kabupaten Gunungkidul pada
hari kamis tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.
122
pembelajaran yang dirancang dengan kondisi kelas dan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya; selalu berinteraksi dengan
peserta didik.
Guru memiliki kemampuan mengatur pelaksanaan aktivitas
pembelajaran secara sistimatis. Guru menambah informasi baru setelah
mengevaluasi pemahaman peserta didik terhadap materi sebelumnya. Guru
menggunakan alat bantu mengajar dan audio-visual termasuk TIK untuk
meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
5. Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik.
Kompetensi pedagogik dilihat dari sudut pandang memahami dan
mengembangkan potensi peserta didik. Temuan dari penelitian ini
memperlihatkan: “sebagian kecil guru kurang memunculkan daya kreativitas
dan kemampuan berfikir kritis, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
kurang memperhatikan bakat, minat, dan potensi yang dimiliki peserta didik
sehingga tidak dapat mendorong peserta didik untuk belajar sesuai dengan
kecakapan yang dimiliki.”191
Upaya untuk meminimalkan problem tersebut adalah melalui
supervisi klinis. Pada siklus kedua, guru diarahkan agar mampu menganalisis
hasil belajar. Analisis didasarkan pada bentuk penilaian terhadap setiap
191
Hasil wawancara dengan Drs.Sukarmin,MA. pengawas PAI Gunungkidul pada hari kamis
tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.
123
peserta didik, untuk mengetahui tingkat kemajuan masing-masing. Selain itu
guru diharapkan mampu merancang aktivitas pembelajaran yang mendorong
peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecakapan dan pola belajar masing-
masing. Kegiatan tersebut akan dapat memunculkan daya kreativitas dan
kemampuan berfikir kritis.”192
Supervisi klinis merupakan strategi agar guru lebih aktif dan kreatif.
Guru berusaha membantu proses pembelajaran, dengan memberikan
perhatian kepada setiap individu, kemudian mengidentifikasi bakat, minat,
potensi, dan kesulitan belajar masing-masing peserta didik. Selain itu guru
memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik sesuai dengan cara
belajar masing-masing, dan memusatkan perhatian dalam interaksi dengan
peserta didik serta mendorong agar menggunakan informasi yang
disampaikan.
6. Komunikasi dengan peserta didik
Kompetensi pedagogik ditinjau dari indikator komunikasi dengan peserta
didik. Hasil wawancara menemukan permasalahan bahwa: “komunikasi
antara guru dengan peserta didik dalam proses pembelajaran sering kurang
efektif, terutama dalam menanggapi komentar atau pertanyaan. Guru kurang
192
Hasil wawancara dengan Drs.Sukarmin,MA. pengawas PAI Gunungkidul pada hari kamis
tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.
124
memberi kesempatan peserta didik lain untuk memberi tanggapan, tetapi
langsung dijawab guru sendiri.”193
Pengawas berupaya mengatasi masalah tersebut melalui supervisi
klinis. Pada siklus pendahuluan pengawas memberikan pembinaan agar guru
memperhatikan pentingnya komunikasi. Beberapa hal kaitannya dengan
komunikasi antara lain: guru harus berkomunikasi dengan peserta didik;
menggunakan pertanyaan untuk mengetahui pemahaman dan menjaga
partisipasi peserta didik; memberikan pertanyaan terbuka yang menuntut
peserta didik untuk menjawab dengan ide dan pengetahuan mereka;
mendengarkan semua pertanyaan dan tanggapan, tanpa menginterupsi,
kecuali diperlukan untuk mengklarifikasi pertanyaan tersebut.”194
Perkembangan dan perubahan guru terjadi setelah melalui proses
supervisi klinis. Perubahan yang terjadi pada guru antara lain: guru mampu
menanggapi pertanyaan peserta didik secara tepat, benar, dan mutakhir sesuai
tujuan dan isi kurikulum; guru mampu menyajikan kegiatan pembelajaran
yang dapat menumbuhkan kerja sama yang baik antar peserta didik; guru
mampu mendengarkan dan memberikan perhatian terhadap semua jawaban
peserta didik benar maupun salah, untuk mengukur tingkat pemahaman
193
Hasil wawancara dengan Drs. Mamad, MM. pengawas PAI Gunungkidul pada hari kamis
tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas. 194
Hasil wawancara dengan Drs. Mamad, MM. pengawas PAI Gunungkidul pada hari kamis
tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.
125
peserta didik; guru memberikan perhatian terhadap pertanyaan peserta didik
dan meresponnya secara lengkap dan relevan.
Proses supervisi klinis telah membawa dampak positif bagi guru,
dimana guru mampu berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
dengan peserta didik dan bersikap antusias dan positif, selain itu guru
mampu memberikan respon yang lengkap dan relevan kepada komentar atau
pertanyaan peserta didik.
7. Penilaian dan Evaluasi
Kompetensi pedagogik dapat ditinjau dari indikator penilaian. Hasil
wawancara menemukan permasalahan bahwa: “sebagian guru belum optimal
dalam menganalisis hasil penilaian. Hal ini penting untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahan masing-masing peserta didik.”195
Strategi untuk mengatasi masalah ini dilakukan melalui implementasi
supervisi klinis. Pada siklus kedua dan ketiga pengawas menjelaskan
beberapa langkah yang harus dikuasai guru dalam melaksanakan penilaian
antara lain: “a) guru harus menyusun alat penilaian sesuai dengan tujuan
pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang tertulis dalam RPP; b) guru
melaksanakan penilaian dengan berbagai teknik dan jenis penilaian; c) guru
mengumumkan hasil penilaian serta implikasinya kepada peserta didik,
195
Hasil wawancara dengan Khoiri Khomsah S.Ag.MA. pengawas PAI Gunungkidul pada hari
kamis tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.
126
tentang tingkat pemahaman materi pembelajaran yang telah dipelajari dan
akan dipelajari.”196
Setelah pengawas berjuang hasilnya memberikan wawasan baru bagi
guru. Hal ini terlihat dari kegiatan penilaian yang dilaksanaka antara lain:
guru mampu menganalisis hasil penilaian untuk mengidentifikasi kompetensi
dasar yang sulit; setelah diidentifikasi akan dapat diketahui kekuatan dan
kelemahan masing-masing peserta didik; kelemahan digunakan untuk
keperluan remidial dan pengayaan; memanfaatkan masukan dari peserta didik
dan merefleksikannya untuk meningkatkan pembelajaran selanjutnya.
Keberhasilan pelaksanaan penilaian dapat dibuktikan melalui catatan,
jurnal pembelajaran, rancangan pembelajaran, dan materi tambahan, sehingga
guru mampu memanfaatkan hasil penilaian sebagai bahan penyusunan
rancangan pembelajaran selanjutnya. Penilaian perlu diprogramkan dengan
matang, setelah menyusun program penilaian disosialisasikan kepada peserta
didik, baru dilaksanakan sesuai jadwal yang direncanakan dalam matrik
program semester.
Penilaian minimal mencakup tiga aspek yaitu: “1) penilaian aspek
sikap spiritual dan sikap sosial dengan melalui observasi, penilaian diri,
penilaian antar teman dan jurnal guru; 2) penilaian ketrampilan melalui
196
Hasil wawancara dengan Khoiri Khomsah S.Ag.MA. pengawas PAI Gunungkidul pada hari
kamis tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.
127
praktek, portopolio, dan proyek; 3) penilaian aspek pengetahuan melalui
ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.”197
Pelaksanaan supervisi klinis memberikan perubahan sehingga guru
mampu melaksanakan penilaian dan evaluasi. Penilaian proses dan hasil
belajar harus dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi atas efektifitas
proses dan hasil belajar dapat dijadikan sebagai informasi untuk merancang
program remedial dan pengayaan.
Implikasi hasil penelitian dan analisis tersebut menunjukkan bahwa
implementasi model supervisi klinis benar-benar mampu meningkatkan
kompetensi pedagogik guru PAI, hal ini dapat diketahui dari temuan kondisi
riil sebelumnya, diupayakan melalui proses beberapa siklus, akhirnya
memperoleh keberhasilan banyak peningkatan pada kompetensi guru,
didukung beberapa fakta yang dilakukan guru dalam proses implementasi.
B. Peningkatan Kompetensi Profesional Guru PAI
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara
luas dan dalam. Profesional mempunyai makna yang mengacu pada sebutan
orang yang memiliki profesi, tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan
unjuk kerja sesuai dengan profesinya. Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan,
197
Hasil Dokumentasi penilaian kurikulum 2013 di SMPN 1 Semin Gunungkidul pada hari
sabtu 16 April 2016 jam 08.00- selesai.
128
posisi, profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang
pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal dan sistimatis.
Profesional telah mendapatkan pengakuan baik secara formal maupun
informal. Lebih lanjut Ngatemin menjelaskan bahwa: “profesional secara formal
diberikan oleh suatu lembaga yang mempunyai kewenangan organisasi profesi.
Sedang pengakuan secara informal diberikan masyarakat luas dan para pengguna
jasa suatu profesi.”198
Guru profesional adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara
formal maupun informal berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik yang
berkaitan dengan jabatan maupun latar belakang pendidikan formalnya.
“Pengakuan diberikan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta, sertifikat, baik
yang menyangkut kualifikasi maupun kompetensi. Sebutan guru profesional juga
dapat mengacu pada pengakuan terhadap kompetensi penampilan, unjuk kerja
seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru.”199
Guru merupakan orang yang spesial, kumpulan orang-orang yang pintar
di bidangnya masing-masing dan dewasa dalam bersikap. Guru harus pandai
mengajarkan pengetahuan dan kedewasaan kepada peserta didik, karena guru
198
Hasil wawancara dengan Drs.H.Ngatemin MA. pada hari Rabu tanggal 6 April 2016 di
ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul jam 12.30-selesai. 199
Hasil wawancara dengan Drs.H.Ngatemin MA. pada hari Rabu tanggal 6 April 2016 di
ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul jam 12.30-selesai.
129
sebagai jembatan lahirnya anak-anak yang cerdas dan dewasa dimasa yang akan
datang.
Kompetensi profesional yang harus dikuasai guru, antara lain ada dua
indikator yaitu: “penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuwan
yang mendukung mata pelajaran yang diampu; dan mengembangkan
keprofesionalan melalui tindakan yang reflektif, mengembangkan karya inovatif
untuk perbaikan mutu pembelajaran.”200
Untuk mempertajam wawasan
mengenai kompetensi profesional perlu diuraikan sebagai berikut:
1. Penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuwan yang
mendukung mata pelajaran yang di ampu.
Kompetensi profesional ditinjau dari indikator penguasaan materi, struktur,
konsep, dan pola pikir keilmuwan yang mendukung mata pelajaran yang di
ampu. Hasil wawancara menjelaskan, “sebagian guru menganggap bahwa
semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama.”201
Strategi yang
ditempuh adalah supervisi klinis. Pada siklus pendahuluan, observasi maupun
siklus balikan, guru mampu menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir
keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Guru mampu
merancang materi dalam kegiatan pembelajaran, dan penyajian materi baru
200
Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari kamis 24 Februari 2016, di ruang
pengawas Kantor Kementerian Agama kabupaten Gunungkidul. 201
Hasil wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag.M.Pd. pengawas PAI Gunungkidul pada
hari kamis tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.
130
serta memberikan respon terhadap peserta didik melalui informasi pelajaran
yang tepat dan mutakhir.
Bagaimana mata pelajaran tersebut disajikan dalam kurikulum, guru
menyesuaikan aktivitas untuk membantu peserta didik agar menguasai aspek-
aspek penting dari suatu pelajaran. Guru harus berusaha secara kontinu
meningkatkan minat dan perhatian peserta didik terhadap pelajaran.
Pengetahuan ini ditampilkan sesuai dengan usia dan tingkat pembelajaran
masing-masing.
Supervisi klinis memberikan hasil positif dalam aspek penguasaan
materi. Hasil dilihat dari peningkatan kinerja guru antara lain: “a) guru
mampu melakukan pemetaan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk
mengidentifikasi materi pembelajaran yang dianggap sulit; b) guru
melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta memperkirakan
alokasi waktu yang diperlukan; c) guru menyertakan informasi yang tepat dan
mutakhir dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; d) guru
menyusun materi, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang berisi
informasi yang tepat dan mutakhir; e) guru membantu peserta didik untuk
memahami konsep materi pembelajaran yang di ajarkan.”202
202
Hasil wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag.M.Pd. pengawas PAI Gunungkidul pada
hari kamis tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.
131
2. Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif.
Kompetensi profesional dapat dilihat dari sudut pandang
pengembangan keprofesian melalui tindakan reflektif. Hasil wawancara
menjelaskan bahwa: “masih banyak guru yang belum bisa melakukan
penelitian, baik penelitian tindakan kelas maupun penelitian lapangan.”203
Strategi dilakukan untuk mengatasi ini adalah melalui proses supervisi
klinis. Guru didorong agar mampu mengembangkan keprofesian melalui
tindakan reflektif, minimal guru dapat melakukan refleksi terhadap
kinerjanya sendiri secara terus menerus dan memanfaatkan hasil refleksi
untuk meningkatkan keprofesionalan. Guru didorong agar melakukan
penelitian tindakan kelas dan mengikuti perkembangan keprofesionalan
melalui belajar dari berbagai sumber serta memanfaatkan teknologi
informasi untuk berkomunikasi dan pengembangan keprofesionalan.
Supervisi klinis telah memberikan hasil yang positif bagi guru. Hasil
tersebut dapat dilihat dari perkembangan guru yang semakin meningkat
antara lain: “a) guru mampu melakukan evaluasi secara spesifik, lengkap, dan
didukung dengan contoh pengalaman diri sendiri; b) guru memiliki jurnal
pembelajaran, catatan masukan dari teman sejawat atau hasil penilaian proses
pembelajaran sebagai bukti yang menggambarkan kinerjanya; c) guru mampu
203
Hasil wawancara dengan Drs.H.Ridarno,MA. pengawas PAI Gunungkidul pada hari kamis
tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.
132
memanfaatkan bukti gambaran kinerjanya untuk mengembangkan
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dalam program pengembangan
keprofesionalan berkelanjutan.”204
Guru memiliki kemampuan dalam mengaplikasikan pengalaman dan
pengembangan keprofesionalan berkelanjutan. Aplikasi dalam perencanaan,
pelaksanaan, serta penilaian dan tindak lanjutnya; guru mampu melakukan
penelitian, mengembangkan karya inovasi, mengikuti kegiatan ilmiah baik
seminar maupun konferensi dan aktif dalam melaksanakan pengembangan
keprofesionalan berkelanjutan.
Berdasarkan konsep tersebut diketahui bahwa kompetensi profesional
guru PAI akan tercermin dalam penampilan guru, yang ditandai dengan
keahlian baik dalam materi maupun metode, yang diperoleh melalui suatu
proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu.
Guru profesional adalah guru yang memiliki pengetahuan serta
mampu mengembangkan profesinya sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan anak didik. Dengan demikian seorang guru/pendidik profesional
adalah seorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang profesional, yang mampu mengembangkan profesinya sebagai guru
profesional.
204
Hasil wawancara dengan Drs.H.Ridarno,MA. pengawas PAI Gunungkidul pada hari kamis
tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.
133
Hasil pelaksanaan kepengawasan secara umum dapat di ukur dengan
pemenuhan beberapa standar. Standar pendidikan mencakup: “standar kompetensi
lulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian yang di dukung dengan
pemenuhan indikator yang terkait secara sistimatis dengan standar pendidik.”205
Pelaksanaan kepengawasan dikatakan berhasil jika dapat memenuhi standar
kompetensi lulusan. Standar kompetensi lulusan mencakup beberapa hal antara
lain: “analisis kontek kebutuhan mutu lulusan; menentukan indikator mutu lulusan
tingkat satuan pendidikan; merumuskan indikator mutu lulusan setiap mata
pelajaran; dan instrumen penjaminan mutu standar kompetensi lulusan.”206
Pemenuhan standar isi/ kurikulum. Standar isi yang harus dipenuhi antara
lain: “penetapan kalender pendidikan; perbaikan analisis konteks; mutu silabus
dan RPP; penetapan KKM; pelaksanaan yang memenuhi standar proses; evaluasi
pembelajaran yang memenuhi standar penilaian; pengelolaan dokumen
penjaminan mutu; serta pengelolaan sistim informasi akademik.”207
Berdasarkan hasil analisis rencana tindak lanjut kegiatan kepengawasan
diarahkan dalam berbagai kegiatan yang dirumuskan menggunakan data hasil
analisis kegiatan. Misalnya: “relevansi kurikulum dengan kebutuhan hidup siswa;
pemenuhan dokumen KTSP/K13 sesuai dengan pedoman pengembangan;
205
Transkrip dokumentasi kepengawasan di kantor Pengawas Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul. 206
Hasil wawancara dengan H. Sumitro,S.Ag.MA. pada hari Kamis tanggal 7 April 2016 jam
13.00- selesai, di ruang pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 207
Hasil wawancara dengan H. Sumitro,S.Ag.MA. pada hari Kamis tanggal 7 April 2016 jam
13.00- selesai, di ruang pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
134
pemenuhan prinsip-prinsip pengembangan KTSP; mengembangkan perencanaan
pembelajaran berbasis teknologi; serta instrumen penjaminan mutu
pembelajaran”.208
Pemenuhan standar proses. Standar proses berhubungan dengan tugas guru
dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Standar proses meliputi: “guru dapat
melaksanakan kegiatan pembelajaran; dapat mencapai tujuan yang diharapkan
dalam standar kompetensi lulusan; pembelajaran yang efektif dikembangkan
dengan melakukan pengawasan sesuai dengan kebutuhan sekolah dan guru;
Pengawasan dilakukan dengan cara mengembangkan dokumen perencanaan
pembelajaran, kesesuaian dokumen dengan implementasi, acuan kegiatan
pembelajaran, pengembangan kecakapan belajar, dan orientasi pengembangan
kompetensi.”209
Pemenuhan standar penilaian. Standar penilaian dapat dilihat dari beberapa
kegiatan guru yaitu: “guru mengembangkan strategi penilaian yang menantang
dan menumbuhkan kompetensi terbaik siswa sesuai dengan standar kompetensi
lulusan; dan instrumen dikembangkan berdasarkan tiap indikator yang ditetapkan
dalam RPP.”210
208
Transkrip dokumentasi kepengawasan di kantor Pengawas Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul. 209
Transkrip dokumentasi kepengawasan di kantor Pengawas Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul. 210
Transkrip dokumentasi kepengawasan di kantor Pengawas Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul.
135
Kegiatan supervisi bertujuan antara lain: “untuk menjawab tantangan
mewujudkan kondisi yang diharapkan dengan menggunakan silabus dan RPP
sebagai acuan penilaian; mengembangkan instrumen penilaian yang membangun
daya inovasi siswa; mengembangkan sistim informasi tentang kompetensi siswa
sesuai standar kompetensi lulusan; pengembangan pengetahuan, ketrampilan,
sikap dan karakter yang sesuai dengan standar kompetensi lulusan; serta memiliki
data penilaian hasil belajar.”211
Guru memiliki beban yang berat dan semakin menantang, karena tugas guru
akan semakin kompleks dengan perkembangan IPTEK. Kepada seluruh guru
sudah saatnya untuk meningkatkan kompetensi, sejalan dengan semakin
meningkatnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru, terutama setelah
ada tunjangan sertifikasi guru, penghargaan ini harus diimbangi dengan
peningkatan kompetensi dan pengembangan profesi.
Pengawas dalam menjalankan tugasnya memiliki peranan yang sangat
penting dalam membina dan membimbing guru-guru. Maka pengawas harus
memberikan layanan dan bantuan dalam rangka meningkatkan kompetensi
pedagogik maupun profesional, baik secara individual maupun kelompok, baik
langsung ke sekolah maupun melalui forum MGMP.
Fuad Ihsanudin Nugroho menuturkan bahwa: “atas perjuangan para
pengawas yang gigih dalam membina dan membimbing guru, baik melalui
211
Transkrip dokumentasi kepengawasan di kantor Pengawas Kementerian Agama
Kabupaten Gunungkidul.
136
kunjungan sekolah secara langsung maupun melalui forum MGMP PAI,
membuahkan hasil yang luar biasa, guru agama lancar dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas berbasis ICT dan menggunakan metode dan media yang
bervariatif.”212
Sasaran pelaksanaan supervisi klinis harus diarahkan pada upaya
peningkatan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru. Dengan
supervisi klinis guru akan mendapat bantuan secara langsung dari pengawas untuk
memperbaiki ketrampilan/penampilan mengajar. Dengan demikian profesional
guru maupun pengawas harus saling berkontribusi, keduanya harus menguasai
kurikulum sebagai jaminan bahwa layanan belajar dan manajemen sekolah
dilaksanakan dengan baik dan berkualitas.
Pengawas bertanggung jawab dalam membina kemampuan profesional
guru. Mutu pembelajaran harus ditingkatkan, kemampuan pengawas harus searah
dengan kebutuhan manajemen di sekolah, tuntutan pengembangan kurikulum,
pemenuhan kebutuhan masyarakat, serta perkembangan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni.
Sekolah ditempatkan sebagai pusat kebudayaan. Eksistensi tenaga pendidik
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mutlak diperlukan.
Hal ini hanya bisa dilakukan apabila guru, kepala sekolah maupun pengawas
212
Hasil Wawancara dengan H Fuad Ihsanudin Nugroho, S.Ag.MA selaku ketua MGMP PAI
SMP di Kabupaten Gunungkidul.
137
memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai sesuai dengan standar yang
telah ditentukan.
Tugas pokok supervisor adalah membantu guru dalam menyelesaikan
masalah pendidikan dan pengajaran. Supervisor harus menciptakan hubungan
yang harmonis dengan guru, dibutuhkan kerjasama, pengertian, serta
pengembangan hubungan kerja yang baik dalam lingkungan sekolah, agar
masing-masing komponen dapat menjalankan tugas pokok fungsi dan perannya
secara optimal tanpa menimbulkan tekanan.
Tujuan akhir supervisi klinis, untuk memperbaiki perilaku guru dalam
proses belajar mengajar dengan intensif. Fokus kegiatan pada penampilan guru
secara nyata di kelas, termasuk guru sebagai partisipan aktif dalam supervisi.
Seorang pengawas/supervisor yang baik, hendaknya memiliki pribadi yang baik,
memiliki pembawaan kecerdasan yang tinggi, pandangan yang luas mengenai
proses pendidikan, kepribadian yang menyenangkan dan kecakapan melaksanakan
human relition yang baik.
Pelaksanaan implementasi model supervisi klinis merupakan salah satu
model yang cocok untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional
guru PAI. Supervisi klinis dilaksanakan melalui beberapa siklus, yang menuntut
kerja sama yang baik antara guru dengan pengawas, saling terbuka untuk
menerima kritik dan saran, saling menghargai, dilaksanakan berdasarkan
kesepakatan bersama.
138
Implikasi dari hasil penelitian dan analisis tersebut, merupakan bukti otentik
bahwa implementasi model supervisi klinis benar-benar mampu meningkatkan
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI. Hal ini diketahui
dari kondisi riil beberapa temuan yang muncul pada saat penelitian, kemudian
diupayakan strategi melalui proses beberapa siklus, dan akhirnya menunjukkan
perubahan adanya peningkatan kompetensi guru kearah yang lebih baik, didukung
beberapa fakta yang dilaksanakan guru semakin meningkat etos kerja dan
kompetensinya.
Demikianlah hasil penelitian dan analisis tentang peningkatan kompetensi
pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI melalui supervisi klinis. Tentu
masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan pengetahuan penulis, untuk
itu kami berharap agar semua pihak berkenan memberikan kritik, saran, masukan
dan pencerahan demi perbaikan dan kesempurnaan dalam penulisan tesis ini. Atas
kerjasamanya diucapkan banyak terima kasih.
139
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam bab-bab terdahulu,
dan hasil analisis yang dilakukan peneliti, tentang implementasi model
supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi
profesional guru PAI oleh Pengawas di Kabupaten Gunungkidul, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan implementasi model supervisi klinis sudah cukup baik. Hal
ini terbukti adanya tindakan riil yang dilakukan pengawas secara
sistematis dan terprogram. Pengawas sudah melaksanakan supervisi klinis,
melalui beberapa siklus, antara lain: a) Pada siklus pendahuluan, telah
nampak guru dan pengawas akrab mendiskusikan rencana pelajaran,
mengidentifikasi komponen ketrampilan, mengembangkan instrumen
observasi yang akan digunakan dengan kesepakatan bersama; b) pada
siklus observasi, guru mengajar dengan menerapkan komponen
ketrampilan yang disepakat, sementara pengawas melaksanakan observasi
dengan menggunakan alat instrumen yang telah disepakati; c) pada siklus
diskusi balikan, supervisor dan guru terlihat akrab, saling terbuka, bebas
139
140
dari menilai dan mengadili, supervisor memberikan penguatan pada guru,
sehingga supervisor dan guru membuat kontrak pembinaan berikutnya.
2. Hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan kepengawasan di kabupaten
gunungkidul antara lain: a) jumlah pengawas tidak seimbang dengan
jumlah guru maupun sekolah binaan, namun supervisi klinis tetap dapat
diupayakan dengan menciptakan pola hubungan kolega/sejawat antara
pengawas, kepala sekolah dan guru senior; b) letak geografis yang berliku-
liku, hutan-hutan sepi, jalan licin di musim hujan sering menjadi
penghambat menuju ke sekolah binaan, terutama bagi ibu-ibu pengawas;
c) walaupun banyak rintangan, pengawas tetap berusaha melaksanakan
program supervisi, sesuai jadwal yang telah direncanakan dan
memanfaatkan waktu secara efektif.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa supervisi klinis benar-benar dapat
meningkatan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa fakta perubahan pada guru antara lain:
a) guru menyusun perangkat pembelajaran menggunakan program
komputer; b) guru mengajar menggunakan LCD; b) guru semakin kreatif
dan inovatif dalam memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan
materi yang diajarkan; c) banyaknya guru yang melanjutkan pendidikan ke
jenjang S2; d) guru PAI banyak yang berprestasi melalui program lomba
guru berprestasi baik di lingkungan dinas pendidikan maupun kementerian
agama; e) guru PAI banyak yang menjadi instruktur nasional (IN).
141
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, analisis, dan kesimpulan, maka peneliti
memberikan beberapa saran sebagai berikut:
Bagi pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan dan Kementerian
Agama Kabupaten Gunungkidul, untuk memberikan perhatian khusus kepada
supervisor, melalui kegiatan workshop, diklat dan sebagainya yang dapat
menambah wawasan bagi supervisor. Jika terjadi regulasi kebijakan yang
terkait dengan pendidikan, pengawas dan kepala sekolah idealnya
mendapatkan kesempatan diklat lebih awal. Pemerintah hendaknya
memberikan fasilitas sarana prasarana bagi supervisor yang bertugas di
daerah 3T (Terpencil, Terdalam, Tertinggal).
Bagi Pengawas, mereka harus tetap berperan aktif sebagai mitra guru
dalam meningkatkan mutu pembelajaran, sebagai inovator dan pelopor dalam
mengembangkan inovasi pembelajaran, sebagai konsultan pendidikan di
sekolah, sebagai konselor bagi guru dan tenaga kependidikan, serta sebagai
motivator bagi peningkatan kinerja guru. Pengawas harus meningkatkan
pemahaman wawasan tentang supervisi klinis, agar siklusnya dapat
dilaksanakan secara sistimatis.
Bagi Kepala sekolah, mereka harus memiliki tanggung jawab
melaksanakan tugas supervisi di sekolah masing-masing, untuk membantu
142
pengawas yang jumlahnya sangat terbatas. Kepala sekolah harus menjalin
kerja sama dengan supervisor dan guru serta pihak lain, agar programnya
terlaksana dan mencapai prestasi yang terbaik.
Bagi Guru, mereka harus menghilangkan persepsi yang kurang baik
terhadap program supervisi. Guru harus merasa senang dan bahagia saat
disupervisi, merupakan penghormatan bagi guru yang sering disupervisi
biasanya lebih lengkap administrasinya. Guru harus merasa butuh bantuan
pengawas untuk memperbaiki kinerjanya, kehadiran pengawas dapat
menambah motivasi kerja, memberikan hasil bagi perkembangan karier guru.
Penelitian ini baru terbatas pada implementasi model supervisi klinis
dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional guru PAI,
dengan demikian penulis memberikan rekomendasi kepada pengawas kepala
sekolah maupun guru perlunya diadakan penelitian lebih lanjut, tentang
manajemen strategi supervisi klinis dalam rangka meningkatkan
profesionalisme pengawas PAI yang unggul dan berkarakter, dan pemerintah
baik kementerian pendidikan maupun kementerian agama agar dapat
memfasilitasi suksesnya program supervisi klinis tersebut demi meningkatkan
kinerja dan etos kerja pengawas di masa yang akan datang.
143
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek Edisi
Revisi II, Jakarta: Rineka Cipta,1993.
Asf, Jasmani, M.Ag, Syaiful Mustofa, M.Pd.,M.A, Supervisi Pendidikan
Terobosan baru Dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan
Guru, Yogyakarta: Arruzz Media, 2013.
Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Medi Group, 2007.
Chui Mi and Lili Ng, “Pelaksanaan Supervisi Klinis Kepala Sekolah Untuk
Meningkatkan Kinerja Guru Dalam Mengelola Pembelajaran Pada
SMA Negeri 2 Sambas,” Jurnal Visi Ilmu Pendidikan (J-VIP) 7, no. 1
(April 5, 2012),
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jvip/article/view/339.
Glatthorn, Allan A. Supervisory Leadership, Introduction to Intructional
Supervision, USAmerica: Harper Collins Publishers, 1990.
Isdarmoko, Pengaruh Pelaksanaan Supervisi Terhadap Kinerja Guru Pada
SMU di Kabupaten Bantul, Yogyakarta: Tesis Pascasarjana UNY,
2003.
Kurniati , Laeli and others, “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah Dan Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK Negeri 1 Purbalingga”,
Universitas Negeri Semarang, 2007.
Mack, Timothy, Ph.D. Instructional Supervision: A Descriptive Study Focusing
On The Observation And Evaluation Of Teachers In Cyberschools
,Pennsylvania December, 2010.
Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Masaong, Abd.Kadim M.Pd. Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan
Kapasitas Guru Memberdayakan Pengawas sebagai Gurunya Guru,
Bandung: AlFabeta,2013.
Maunah, Binti M.Pd.I, Supervisi Pendidikan Islam Teori dan Praktek,
Tulungagung: Teras, 2009.
144
Moleong, Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000.
Muslim , Sri Banun, M.Pd. Supervisi Pendidikan Meningkatkan kualitas
Profesionalisme Guru,Mataram: Alfabeta, 2010.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005,bab VI
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, pasal 28 ayat 3 tentang
kompetensi pendidik.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005.
Pidarta, Made,Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,
2009.
Purwanto , M.Ngalim.MP.Administrasi dan Supervisi Pendidikan,Bandung: PT
Remaja Rosdakarya,Cetakan ke duapuluh dua,2014.
Raihani, Kepemimpinan Sekolah Transformatif, Yogyakarta: LkiS, 2011.
Riduwan, M.B.,Metode dan teknik Menyusun Proposal Penelitian, Bandung:
Al Fabeta, 2012.
Sagala, Syaiful, M.Pd.Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan,
Bandung: Alfabeta, 2012.
Sahertian , Piet A., Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka
Cipta,2010.
Sergiovanni, Thomas J. dan Robert J.Starratt, Supervision a Redefinition, New
York: McGraw-hill,inc.1993.
Singarimbun, Masri dan Sofian effendi (ed.), Metode penelitian Survai,
Jakarta: LP3S, 1989.
Subagyo , P.Joko, Metode Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta,2004.
Sudin , Ali, “Implementasi Supervisi Akademik,” Penelitian-Pendidikan 15 ,
2008, http://jurnal.upi.edu/penelitian-
pendidikan/view/103/implementasi-supervisi-akademik.
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005.
145
Sutopo, Metodologi Penulisan Kualitatif, Surakarta: Universitas Sebelas
Maret,2006.
Syafi’i, Muh., Kontribusi Supervisi pengawas PAI Dalam Meningkatkan
Kompetensi Profesional Guru PAI SMK Kota Salatiga, Salatiga: Tesis
PPS IAIN Salatiga, 2014/2015.
Taqqiya , Istianah Qudsi Falkhi, Heri Yanto, and others, “Model Supervisi
Akademik Berbasis Kemitraan,” Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah
Dan Kepengawasan 1, no. 2 (2014), http://i-
rpp.com/index.php/jptsk/article/view/178.
Umar , Agus Baya, “Hubungan Supervisi Akademik Kepala Sekolah Dengan
Kompetensi Profesional Guru Pendidikan Agama Islam,” accessed
January 6, 2016,
http://digilib.uinsuka.ac.id/6237/1/BAB%20I,IV,%20DAFTAR%20P
USTAKA.pdf.
UU RI Nomor 2 tahun 1989, tentang Sistim Pendidikan Nasional.
UU RI Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistim Pendidikan Nasional
Yudiani,, Indah “Manajemen Lesson Study Sebagai Teknik Supervisi Kolegial
Di SMP,” Jurnal Pendidikan Humaniora (JPH) 2, no. 2 (2015): 164–
75.
Zepeda , Sally J.,Instructional Supervision Applying Tools and Concepts, Eye
on Education,1956.
146
BIODATA PENULIS
Nama : SUJIYATI, S. Ag
Golongan Darah : A
NIP : 19700726 200701 2 007
TTL : Gunungkidul, 26 Juli 1970
Alamat : Ngentak RT03/RW10 Kalurahan Candirejo, Kecamatan
Semin, Kabupaten Gunungkidul DIY
Tempat Tugas : SMPN 1 Semin Gunungkidul
Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri Candirejo II Semin GK
2. MTs. Sangen Krajan Weru Sukoharjo Jawa Tengah
3. PGAN Klaten Jawa Tengah
4. S1.IAIN Walisongo Salatiga Fakultas Tarbiyah Jurusan
Pendidikan Agama Islam angkatan tahun 1991.
Riwayat Mengajar : 1. SMPN 1 Semin Gunungkidul sejak tahun 1996-
sekarang
2. SMPN 3 Semin Gunungkidul tahun 1996-2002
3. SMK Semin Gunungkidul tahun 1996-2007
Prestasi : 1. Beasiswa Supersemar di PGAN Klaten tahun 1990
2. Beasiswa di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Salatiga.
3. Guru Teladan di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah
Raga Kab. Gunungkidul tahun 2010
4. Guru berprestasi di Kemenag Propinsi DIY tahun
2014
5. Beasiswa S2 Supervisi PAI IAIN Salatiga
Organisasi 1. Pengurus MGMP PAI SMP Propinsi DIY
2. Pengurus PGRI
top related