tindak pidana pembunuhan dalam bentuk pokok …
Post on 16-Oct-2021
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG)
BERDSARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP),
KONSEP KUHP NASIONAL DAN HUKUM PIDANA ISLAM
JURNAL KARYA ILMIAH
Disusun dan Diajukan dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH:
BENNI ISKANDAR
NIM: 100200402
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
LEMBAR PENGESAHAN
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG)
BERDSARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP),
KONSEP KUHP NASIONAL DAN HUKUM PIDANA ISLAM
JURNAL KARYA ILMIAH
Disusun dan Diajukan dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
BENNI ISKANDAR
100200402
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Pidana
Dr. Muhammad Hamdan, S.H.,M.H
NIP.195703261986011001
Editor
Edi yunara, S.H., M.Hum
NIP. 196012221986031003
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA DALAM BENTUK POKOK
(DOODSLAG) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PIDANA (KUHP), KONSEP KUHP NASIONAL DAN HUKUM PIDANA
ISLAM.
ABSTRAKSI
Benni Iskandar1
Edi Yunara2
M. Eka Putra3
Seiring dengan perkembangan zaman, maka semakin kompleks pula tingkat
kejahataan yang terjadi di muka bumi ini. Banyak pemberitaan melaui media
elektronik dan media cetak mengenai tindak pidana pembunuhan di Indonesia,
membuat kehidupan sosial didalam masyarakat terganggu, karena pembunuhan
adalah suatu perbuatan yang asosial dalam masyarakat. Sehingga perlu kiranya untuk
dikaji mengenai pengaturan tindak pidana pembunuhan berdasarkan KUHP dengan
kajian hukum pidana Islam. Pembahasan ini secara khusus tertuju pada sanksi tindak
pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok yang diatur dalam pasal 338 KUHP.
Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini yaitu, pertama mengenai
pengaturan tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan
KUHP, kedua mengenai pengaturan tindak pidana pembunuhan berdasarkan hukum
pidana Islam dan yang ketiga mengenai perbandingan tindak pidana pembunuhan
biasa dalam bentuk pokok berdasarkan KUHP dan hukum pidana Islam. Penelitian ini
dilakukan secara yuridis normatif, yaitu menitikberatkan pada data sekunder dengan
spesifikasi deskriptif analitis.
Pembunuhan pokok yang dianut dalam KUHP dengan hukum pidana Islam
memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun persamaannya antara lain, yaitu sama-
sama menjadikan tindak pembunuhan biasa dalam bentuk pokok sebagai
pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dan subyek hukum pembunuhan adalah
manusia, serta yang dijadikan objek pembunuhan juga manusia. Sedangkan
perbedaannya, yang pertama yaitu mengenai sumber hukum pidana, sumber hukum
pidana Indoensia bersumber dari KUHP dan hukum adat. Adapun hukum pidana
Islam bersumber dari Al-Qur‟an, Hadits dan Ijtihad para ulama. Kedua, yaitu
mengenai sanksi hukuman, dalam KUHP tindak pidana pembunhan sengaja hanya
menerapkan pidana penjara sebagai hukuman pokok, sedangkan dalam hukum pidana
Islam menerapkan Hukuman pokok hukuman pengganti dan hukuman pelengkap.
Kata kunci : Pembunuhan Biasa, Tindak Pidana, Hukum Pidana Islam.
1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2 Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. 3 Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gustav Radbruch mengemukakan bahwa hukum memiliki tiga aspek, yakni
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.4 Aspek keadilan menunjuk pada
kesamaan hak didepan hukum (equality before of the law). Aspek kemanfaatan,
menunjuk pada tujuan keadilan, yaitu memajukan kebaikan dalam hidup manusia,
oleh karena itu aspek ini menunjukkan isi hukum tersebut. Sedangkan kepastian
menunjuk pada jaminan bahwa hukum (yang berisi keadilan dari norma-norma yang
memajukan kebaikan), benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati. Dapat
dikatakan bahwa dua aspek yang disebut pertama merupakan kerangka ideal dari
hukum. Sedangkan aspek ketiga (kepastian) merupakan kerangka operasional
hukum.5 Jadi, antara satu aspek dengan aspek lainnya harus saling mendukung satu
sama lain.
Perlu kiranya untuk melihat konsep yang ada pada hukum Islam dalam
menanggulangi kejahatan. Islam mengajarkan agar menjaga 5 (lima) hal yang
essensial dalam kehidupan manusia, baik itu perorangan maupun kehidupan
kelompok. Jaminan keselamatan atas 5 (lima hal) tersebut dijadikan sebagai 5 (lima)
hal tujuan syari‟at Islam (maqasid asy-syari‟ah al-khams),6 yang dimaksud dengan 5
(lima) tujuan tersebut adalah memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara harta,
memelihara akal, dan memelihara keturunan. Memelihara jiwa termasuk salah satu
tujuan syari‟at Islam, hal tersebut di maksudkan bahwa, menghormati jiwa atau darah
manusia merupakan tujuan yang penting dalam hukum Islam, karena darah manusia
di yaumil akhir nanti adalah hal yang pertama kali ditanyakan oleh Allah swt.
terhadap manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya.
Banyaknya pemberitaan di media massa, baik itu media cetak maupun media
elektronik mengenai maraknya tindak pidana pembunuhan yang terjadi di Indonesia.
Hal ini menandai, bahwa hukum yang ada sekarang tidak mampu memberikan
ancaman (efek jera) bagi para pelaku pembunuhan. Sebagai contoh, yaitu tingkat
pembunuhan yang terjadi di Surabaya, berdasarkan data statistik pada tahun 2012,7
4 Bernard L. Tanya dkk., Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,
(Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hal. 171.
5 Ibid.
6 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Asy Syaamil Press dan Grafika),
hal. 130. 7
http://beritajatim.com/hukum kriminal/157256/Setahun, 1.357 Kasus Pembunuhan di Jawa
Timur.html, diakses pada hari selasa,04 Maret 2014, pukul 23.10 Wib.
jumlah pembunuhan di Surabaya meningkat tajam dibandingkan dengan data statistik
pada tahun 2011. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakapolda Jawa
Timur Brigjen Pol. Moechgiarto, saat konferensi pers di Mapolda Jawa Timur, Jl. A.
Yani Surabaya menyebutkan bahwa, “telah terjadi 1.357 kasus pembunuhan pada
tahun 2012. Jika dibandingkan dengan tahun 2011 hanya tercatat 69 kasus
pembunuhan yang terjadi. Meskipun ada peningkatan, Polda Jawa Timur hanya
mampu mengungkap dan menyelesaikan 898 kasus atau 62,17%.”8
Menilik tindak pidana pembunuhan yang terjadi di negara Arab Saudi, pada
tahun 2012 ada 49 orang yang dihukum mati, sebagaimana yang di beritakan oleh
kantor berita Saudi Press Agency (SPA) dan dilansir oleh AFP.9 Jika dibandingkan
dengan tahun 2011, AFP melansir terjadi 76 kasus pembunuhan dan pelakunya telah
di hukum pancung. Namun, data yang dimiliki oleh organisasi HAM, Amnesty
International sedikit berbeda. Amnesty International mencatat, otoritas Saudi telah
mengeksekusi mati 79 orang sepanjang tahun 2011 lalu. Berdasarkan data tersebut
dapat diketahui bahwa, ada penurunan tindak pidana pembunuhan yang terjadi di
Arab Saudi.
Membandingkan tingkat pembunuhan yang terjadi antara negara Indonesia
dengan negara Arab Saudi, maka dapat dilihat bahwa tingkat pembunuhan di
Indonesia lebih cenderung dilakukan dari pada di Arab Saudi. Padahal, jika melihat
sampel perbandingan yang diambil, hanya pada satu kabupaten saja dari bagian
Indonesia yang dijadikan contoh, yaitu pada Provinsi Jawa Timur, sedangkan pada
Arab Saudi sampel perbandingan diambil secara keseluruhan pada negara tersebut.
Dapat dibayangkan, bahwa bagaimana seandainya jika yang diperbandingkan adalah
tingkat pembunuhan yang ada di Indonesia dengan tingkat pembunuhan yang ada di
Arab Saudi. Mungkin akan terdapat jutaan kasus pembunuhan yang terjadi di
Indonesia.
Tindak pidana pembunuhan di dalam syari‟at Islam diatur dalam kitabun
jinayah, yaitu hukum yang mengatur mengenai tindak pidana pembunuhan. Jinayah
adalah setiap tindakan yang dapat menghilangkan nyawa sepeti membunuh atau
mengancam keselamatan seperti menggugurkan kandungan dan memotong anggota
8 Ibid..
9 http://news.detik.com/read/2012/08/28/190627/2001447/1148/arab - saudi-hukum -pancung-
seorang-pria-terkait-kasus-pembunuhan, diakses pada hari Kamis, 06 Maret 2014, pukul 10.23 Wib
tubuh.10
Pelarangan mengenai tindak pidana pembunuhan ini diatur dalam Al-
Qur‟an, Hadits dan Ijthad para ulama yang di dasari oleh Al-Qur‟an dan Hadits.
Adapun contoh larangan pembunuhan dalam Al-Qur‟an yaitu sebagai berikut:
“dan jangalah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara
zalim, sesungguhnya kami telah memberi kuasa kepada ahli warisnya, tetapi
janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia
adalah orang yang mendapat pertolongan.” (Al-Israa‟: 33).
Pembunuhan dalam tindak pidana Islam, terkhusus dalam pembunuhan yang
dilakukan dengan sengaja terbagi dalam beberapa bagian, sama halnya dengan
pembunuhan sengaja yang diatur dalam Bab XIX Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), yang terdiri dari pasal 338 sampai dengan pasal 350 KUHP.
Walaupun memiliki kesamaan mengenai pembunuhan yang diatur dalam hukum
pidana Islam dengan KUHP, tetapi ada hal yang membedakan pembunuhan tersebut,
seperti dalam pembunuhan sengaja dalam hukum pidana Islam berlaku qishash atau
diyat, sedangkan dalam KUHP (misalnya pasal 338 KUHP) lebih mengutamakan
pidana penjara bagi pelaku pembunuhan, yang memberikan kesempatan bagi para
pelaku pembunuhan untuk dibina ke arah yang lurus, guna dapat kembali ke tengah-
tengah masyarakat.
II. PERMASALAHAN
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa pokok permasalahan
yang dapat dirumuskan, diantaranya:
1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk
Pokok (Doodslag) Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)?
2. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk
Pokok (Doodslag) Berdasarkan Hukum Pidana Islam?
3. Bagaimana Perbandingan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk
Pokok (Doodslag) Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dengan Hukum Pidana Islam?
10 Wahbah Zauhaili, Fiqh Imam Syafi‟i “Al-Fiqhu Asy-Syafi‟i Al-Muyassar” Jilid 3, Edisi
Indonesia, (Jakarta Timur : Almahira, 2010), hal. 151.
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
skripsi ini antara lain:
1. Untuk mengetahui perbandingan hukum yang digunakan mengenai tindak
pidana pembunuhan antara hukum positif Indonesia dengan Hukum pidana
Islam;
2. Untuk memahami bahwa dari perbandingan kedua hukum tersebut, kita dapat
melihat, memperhatikan dan menilai hukum manakah yang lebih efektif
dalam menangani tindak pidana pembunuhan;
3. Untuk memberikan masukan terhadap hukum positif Indenesia, terkhusus
dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pembunuhan.
III. METODE PENELITIAN
A. Spesifikasi Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai
peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan
permasalahan dalam skripsi (law in book). Penelitian hukum normatif ini disebut juga
dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) atau hukum dikonsepkan sebagai
kaedah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap
pantas.11
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang
bersifat deskriptif analitis. Menurut Whitney, metode deskriftif adalah pencarian fakta
dengan interprestasi yang tepat.12
Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan
secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Deskriptif
analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam
konteks teori-teori dan pelaksanaannya, serta menganalisis fakta secara cermat
tentang penggunaan peraturan perundang-undangan.
B. Sumber Data
Penelitian hukum yang normatif menggunakan data sekunder, yang terdiri atas
(1) bahan hukum primer, (2) bahan hukum sekunder, serta (3) bahan hukum tertier.13
11 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2006), hal. 118. 12
Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Citra, 1999) hal, 21. 13
Muslam Abdurrahman, Sosiologi penelitian hukum Hukum, (Malang, UMM Press,2009)
hal. 27.
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas.14
Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan dan
peraturan hukum lainnya;
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukuim yang terdiri atas buku-buku teks
(text books) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de herseendee
leer),15
semua publiksai tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-
dokumen resmi,16
termasuk skripsi, tesis desertasi hukum dan jurnal-jurnal
hukum;17
c. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kacmus hukum, encyclopedia, dan lain-lain;18
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi
pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel yang berkaitan dengan objek
penelitian, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.
Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:
a. melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang
relevan dengan objek penelitian;
b. melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak
maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-
undangan.;
c. mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan;
d. menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah
yang menjadi objek penelitian.
D. Pendekatan (Approach)
Hasil suatu penelitian hukum normatif agar lebih baik nilainya atau lebih
tepatnya penelaahan dalam penelitian ini, perlu melakukan pendekatan dalam setiap
14
Peter Mahmud Marzuki, Peneliian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), halm 141. 15
Johny Ibrahim, Teori dan Metode Peneltian Hukum Normatif, (Malang: Banyu Media
Publishing, 2005) hal. 241-242. 16
Peter Mahmud Marzuki Loc. Cit. 17
Ibid, hal. 155. 18
Johny Ibrahim, Loc. Cit.
analisisnya.19
Pendekatan ini akan dapat menentukan nilai dari hasil penelitian
tersebut. Jika suatu penelitian melakukan pendekatan yang salah, maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan akan memiliki bobot yang rendah
dikarenakan penelitian yang dilakukan tidak akurat sehingga penelitian tersebut
sering dipertanyakan kebenarannya.
Dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan antara lain sebagai berikut ini:
a) Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)
Hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-
undangan sebagai dasar awal melakukan analisis.20
Pendekatan Perundang-
undangan (Statute Approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-
undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani.;21
b) Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)
Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan peraturan perundang-
undangan Indonesia dengan suatu atau beberapa peraturan perundang-
undangan negara-negara lain.22
Penelitian ini memperbandingkan antara
peraturan tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan
KUHP dengan tindak pidana Islam.
E. Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diinterpretasikan.23
Data sekunder yang telah disusun secara
sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.
Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan,
sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang
berhubungan dengan topik skripsi ini.
19
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hal. 184.
20
Ibid, hal. 185. 21
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hal. 93.
22 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op.Cit., hal. 188.
23 Masri Singarimbun dan Sofian Efensi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia, 2008), hal. 263.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan
KUHP
1. Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok (Doodslag)
a. Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok Berdasarkan KUHP
Pembunuhan dalam KUHP yang berlaku pada saat ini diatur dalam Bab IX
mengenai kejahatan terhadap nyawa, terdiri dari pasal 338 sampai dengan pasal 350
KUHP, adapaun jenis dari delik tersebut adalah sebagai berikut:
a) Pembunuhan Biasa dalam bentuk Pokok yang diatur dalam pasal 338;
b) Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh tindak pidana lain
yang diatur dalam pasal 339;
c) Pembunuhan berencana yang diatur didalam pasal 340;
d) Pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibunya pada saat atau beberapa
waktu setelah anak dilahirkan diatur dalam pasal 341;
e) Pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibunya dengan rencana pada saat
atau beberapa waktu setelah anak dilahirkan diatur dalam pasal 342;
f) Pembunuhan atas permintaan korban sendiri daitur dalam pasal 344;
g) Pemberian bantuan untuk melakukan bunuh diri diatur dalam pasal 345;
h) Pengguguran kandungan yang diatur didalam pasal 346-348;
i) Pengguguran yang dibantu oleh bidan, dokter atau juru obat diatur dalam
pasal 349.
Tindak pidana pembunuhan dalam bentuk pokok ataupun yang oleh
pembentuk undang-undang telah disebut dengan doodslag, yang diatur dalam pasal
338 KUHP. Sesuai dengan rumusannya yang terdapat dalam bahasa Belanda
ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 338 KUHP itu berbunyi:
Hij die opzettelijk een ander van het leven berooft , wordt, als schuldig aan
doodslag, gestraft met gevangenisstraft van ten hoogste vijftien jaren.24
Atinya:
Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
perbedaan antara pembunuhan dalam bentuk pokok dengan pembunuhan tidak
dalam bentuk pokok yaitu adanya unsur lain (di luar unsur yang terdapat dalam pasal
338 KUHP) dalam melakukan tindak pidana pembunuhan, sehingga pembunuhan
tersebut tidak dikategorikan dalam pembunuhan pokok.
24 Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh
dan Kesehatan Edisi Kedua, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal. 27-28.
b. Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok Berdasarkan Konsep
KUHP Nasional
Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodsalg) yang diatur dalam bab XII
dicantumkan dalam pasal 580 ayat (1) berdasarkan Konsep KUHP nasional (RUU
KUHP tahun 2012) yang menerapkan sanksi atau hukuman maksimum dan
minimum terhadap pelaku pembunuhan. Adapun pembunuhan sengaja berdasarkan
konsep KUHP nasional yaitu sebagai berikut:
1) Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodslag) yang diatur dalam pasal
580 ayat (1);
2) Pembunuhan yang dilakukan diikuti, didahului atau disertai diatur dalam pasal
580 ayat (2);
3) Pembunuhan yang dilakukan dengan rencana diatir dalam pasal 581;
4) Seorang ibu yang merampas nyawa anaknya diatur dalam pasal 582;
5) Pembunuhan yang dilakukan atas permintaan korban diatur dalam pasal 583;
6) Pembunuhan yang dilakukan oleh dokter diatur dalam pasal 584;
7) Pembantuan dalam pembunuhan daitur dalam pasal 585;
8) Pengguguran kandungan diatur dalam pasal 586-588.
2. Tujuan Tindak Pidana Pembunuhan
a. Tujuan Tindak Pidana Pembunuhan Berdasarkan KUHP
A. Fuad Usfa dan Tongat mengemukakan fungsi atau tujuan hukum pidana
menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagai berikut:25
1) Fungsi umum
Fungsi umum dari hukum pidana ini berkaitan dengan fungsi hukum pada
umumnya. Oleh karena hukum pidana merupakan bagian dari hukum pada
umumnya, maka fungsi hukum pidana (secara umum) juga sama dengan
fungsi hukum pada umumnya, yaitu mengatur hidup kemasyarakatan atau
menyelenggarakan tata dalam masyarakat. Hukum hanya memperhatikan
perbuatan yang “sozialrelevant,” artinya hukum hanya mengatur segala
sesuatu yang bersangkut paut dengan masyarakat. Hukum pidana pada
dasarnya tidak mengatur sikap bathin seseorang yang bersangkutan dengan
tata susila. Sangat mungkin ada perbuatan yang secara kesusilaan sangat
tercela, tetapi hukum pidana atau negara tidak turun tangan atau campur
didalam hukum atau hukum yang benar-benar hidup dalam masyarakat.
2) Fungsi yang Khusus
25 A. Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, (Malang: UMM Press, 2004), hal. 5-6.
Fungsi khusus dari hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum
terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi yang berupa
pidana yang sifatnya tampil tajam bila dibandingkan dengan sanksi yang
terdapat pada cabang hukum yang lain. Kepentingan hukum ini baik berupa
kepentingan hukum seseorang, suatu badan atau suatu masyarakat
b. Tujuan Tindak Pidana Pembunuhan Berdasarkan Konsep KUHP
Nasional
Berdasarkan konsep KUHP nasional, tujuan pemidanaan pada dasarnya sama
dengan yang berlaku dengan KUHP yang masih berlaku pada saat ini. Didalam
naskah akademik konsep KUHP nasional menyebutkan bahwa,
“Sesuai dengan politik hukum pidana maka tujuan pemidanaan harus
diarahkan kepada perlindungan masyarakat dari kejahatan serta keseimbangan
dan keselarasan hidup dalam masyarakat dengan memperhatikan kepentingan
kepentingan masyarakat/ negara, korban dan pelaku”.
Dengan demikian, ada dua tujuan yang ingin dicapai oleh hukum pidana dan
pidana yaitu “perlindungan masyarakat” dan “kesejahteraan masyarakat”. Kedua
tujuan tersebut sebagai batu landasan (“a cornerstone”) dari hukum pidana26
dan
pembaharuan hukum pidana.
Beritik tolak dari tujuan nasional “perlindungan masyarakat” (social defence),
maka tujuan penegakan hukum pidana adalah:27
1) Perlindungan masyarakat dari perbuatan anti sosial yang merugikan dan
membahayakan masyarakat, maka tujuan pemidanaan adalah mencegah dan
menanggulangi kejahatan.
2) Perlindungan masyarakat dari sifat berbahayanya seseorang, maka
pidana/pemidanaan dalam hukum pidana bertujuan memperbaiki pelaku
kejahatan atau berusaha merubah dan mempengaruhi tingkah lakunya agar
kembali patuh pada hukum dan menjadi warga masyarakat yang baik dan
berguna.
3) Perlindungan masyarakat dari penyalahgunaan sanksi atau reaksi dari penegak
hukum maupun dari warga masyarakat pada umumnya, maka tujuan pidana
dirumuskan untuk mencegah terjadinya perlakuan atau tindakan sewenang-
wenang di luar hukum.
4) Perlindungan masyarakat dari gangguan keseimbangan atau keselarasan
berbagai kepentingan dan nilai akibat dari adanya kejahatan, maka penegakan
hukum pidana harus dapat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh
26
Barda Nawawi Arief, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan, (Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2009) hal. 45. 27
Ibid, 45-46.
tindak pidana, dapat memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa
damai dalam masyarakat.
3. Unsur-Unsur Pembunuhan dalam KUHP
Menurut Adami Chazawi, Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat
dibedakan atau dikelompokkan atas 2 (dua) dasar, yaitu:28
a) Atas dasar unsur kesalahannya
Atas dasar kesalahannya dibedakan pula menjadi 2 (dua) bagian, adapun 2
(dua) bagian tersebut yaitu:
1) Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus
midrijiven), adalah kejahatan yang dimuat dalam Bab XIX KUHP, pasal
338 sampai dengan pasal 350 KUHP, kejahatan ini biasanya dilakukan
dengan adanya niat, perncanaan dan adanya waktu yang cukup untuk
melakukan pembunuhan;
2) Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan tidak sengaja (culpose
midrijen), dimuat dalam Bab XXI (khusus pasal 359), biasannya
kejahatan ini dilakukan tidak diiringi dengan niat, perencanaan, dan
waktu yang cukup memadai dalam melakukan suatu perbuatan.
b) Atas dasar obyeknya (nyawa).
Kejahatan terhadap nayawa atas dasar objeknya (kepentingan hukum yang
dilindungi), maka kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam
3 (tiga) macam, yakni:
1) Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, di muat dalam pasal
338, 339, 340, 344, dan 345;
2) Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah
dilahirkan, dimuat dalam pasal :341, 342, dan 343;
3) Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu
(janin), dimuat dalam pasal 346, 347, 348 dan 349.
Tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam Bab XIX, merupakan tindak
pembunuhan yang dilakukan dengan keengajaan, sehingga setiap perbuatan
yang dilakukan harus memenuhi unsur kesengajaan yang terdapat dalam diri
4. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok
a. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok
Berdasarkan KUHP
28 Adami Chazawi, kejahatan terhadap tubuh dan nyawa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2010), hal. 55.
Menurut Sudarto dalam Abul Khair dan Mohammad Eka Putra, pemidanaan
itu kerap kali sinonim dengan kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata
hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan
tentang hukumnya (berechten).29
Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim
dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.
Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence conditionally
atau voorwadelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum bersyarat atau
pidana bersyarat.30
Pasal 338 telah menyebutkan bahwa, hukuman atas tindak pidana
pembunuhan biasa dalam bentuk pokok yang dilakukan adalah dipidana paling lama
15 tahun penjara. Dalam rumusan pasal 338 tidak dikenal adanya sanksi pidana lain
selain tindak pidana pokok yaitu pidana penjara atau pidana sementara waktu.
Sehingga jelaslah hukuman yang diancamkan bagi pelaku pembunuhan dalam bentuk
pokok.
b. Sanski Tindak Pidana Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok
Berdasarkan Konsep KUHP Hukum Nasional
hukuman atau penerapan sanksi terhadap pelaku pembunuhan yang melanggar
delik 580 ayat (1) dalam konsep KUHP nasional mengenai pembunuhan pokok
(doodslag) diancam dengan dengan hukuman pidana paling singkat selama 3 (tiga)
tahun dan paling lama selama 15 (lima belas) tahun. Artinya bahwa didalam konsep
KUHP nasional telah menerapkan hukuman pidana minimum dan maksimum
terhadap pelaku pembunuhan yang melanggar delik tersebut. Hal inilah yang menjadi
pembeda antara KUHP yang berasal dari Belanda yang masih kita anut sekarang
dengan konsep KUHP yang akan kita anut pada masa mendatang.
Konsep KUHP nasional hanya menjatuhkan pidana pokok yaitu pidana
penjara sebagai hukuman bagi para pelaku yang telah melanggar pasal 580 ayat (1)
yang secara sah telah dinyatakan kesalahannya didalam persidangan. Tidak ada
hukuman tambahan bagi pelaku pembunuhan pokok (doodslag) hanya hukuman
pokoh sajalah yang ditujukan bagi pelaku pembunuhan pokok.
29
Abul Khair dan Moh. Eka Putra, Pemidanaan, Medan: USU Press, 2011), hal. 7.
30
Ibid.
B. Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan
Hukum Pidana Islam
1. Jenis Tindak Pidana Pembunuhan Berdasarkan Hukum Pidana Islam
Hukum pidana Islam tidak mengkategorikan pembunuhan berdasarkan
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku pembunuhan, tetapi pembunuhan dibedakan
dengan niat perbuatan yang dilakukan, yaitu bedasarkan kesengajaan, atau ketidak
sengajaan. Ada 3 (tiga) jenis pembunuhan berdsarkan hukum pidana Islam, yaitu:
a) Pembunuhan sengaja (Al-„amd)
Pembunuhan sengaja (Al-„amd) yaitu tindak pidana pembunuhan terencana
yang menggunakan alat yang dapat mematikan, baik berupa benda tumpul
seperti kayu atau batu maupun benda tajam seperti pisau dan sejenisnya.31
Hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja terdiri dari hukuman pokok, yaitu
qishash, hukuman pengganti yaitu diyat dan ta‟zir, dan hukuman tambahahan
yaitu penghapusan hak waris dan hak wasiat.
b) Pembunuhan Pembunuhan Karena Kesalahan/Tidak Sengaja (khata‟u)
Pembunuhan tidak sengaja (khata‟u) yaitu pelaku tidak terencana melakukan
pembunuhan. Misalnya dia melempari sesuatu seperti tembok, hewan, atau
pohon, lalu lemparan itu mengenai orang atau dia terjatuh di tempat yang
tinggi dan menimpa orang dibawahnya hingga tewas. Menurut Ahmad Wardi
Muslich, hukuman untuk pembunuhan karena kesalahan sama dengan
pembunuhan semi sengaja, yaitu hukuman pokok yang terdiri dari diyat dan
kifarat serta hukuman tambahan yang berupa penghapusan hak waris dan
wasiat.32
c) Pembunuhan Semi Sengaja (Syibh „amd)
pembunuhan semi sengaja (Syibh „amd) atau sengaja tapi keliru, yaitu
berencana melakukan pembunuhan dengan alat yang tidak mematikan.
Misalnya memukul seseorang dengan tongkat yang ringan atau cambuk dan
sebagainya yang tidak mematikan, lalu dia tewas. Pembunuhan semi sengaja
dalam hukum Islam diancam dengan beberapa hukuman, sebagian hukuman
pokok dan penggganti, dan sebagian lagi hukuman tambahan.
31 Wahbah Zuhaili, Op.Cit., hal. 154.
32 Ibid, hal. 175.
2. Tujuan dan Manfaat Pengaturan Tindak PidanaPembunuhan Dalam
Hukum Pidana Islam
a. Tujuan Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Hukum Islam
Pembuat hukum tidak menyusun ketentuan-ketentuan hukum dari syariah
tanpa tujuan apa-apa, melainkan disana dapat ditemukan suatu tujuan hukum yang
sangat luas. Luasnya tujuan hukum pidana Islam, tidak saja ditujukan untuk umat
Islam semata, tetapi tujuan pengaturan hukum Islam adalah untuk memberikan suatu
aturan bagi seluruh alam, karena Islam adalah agama “rahmatan lil „alamin,” yaitu
rahmat bagi seluruh alam. Sehingga dengan jelasnya tujuan dari hukum pidana Islam,
maka akan memberikan manfaat pula bagi seluruh alam.
Para ahli hukum Islam mengklasifikasi tujuan-tujuan dari syariah yaitu
sebagai berikut:33
a) Tujuan pertama
Menjamin keamanan dari kebutuhan-kebutuhan hidup merupakan tujuan
utama dan tujuan syariah. Ini merupakan hal-hal dimana kehidupan
manusia sangat tergantung sehingga tidak dapat dipisahkan. Apabila
kebutuhan-kebutuhan ini tidak terjamin, maka akan terjadi kekacauan dan
ketidaktertiban di mana-mana. Kelima kebutuhan hidup yang primer ini
(daruriyat) dalam kepustakaan hukum Islam disebut dengan istilah al
maqasid al syari‟aj al khamsah (tujuan-tujuan syariah), antara lain yaitu:
1) Hifzh al din (memelihara agama);
2) Hifzh al nafsi (memelihara jiwa);
3) Hifzh al mal (memelihara harta);
4) Hifzh al nashli (memelhara keturunan);
5) Hifzh al aqli (memeliahara pikiran).
b) Tujuan kedua
Tujuan berikutnya adalah menjamin keperluan-keperluan hidup (keperluan
sekunder) atau disebut hajiyyat. Ini mencakup hal-hal yang penting bagi
ketentuan itu dari berbagai fasilitas untuk penduduk dan memudahkan
kerja keras dan beban tanggung jawab mereka. Ketiadaan fasilitas-fasilitas
tersebut mungkin tidak menyebabkan kekacauan dan ketidak tertiban,
akan tetapi dapat menambah kesulitan-kesulitan bagi masyarakat. Dengan
kata lain, keperluan-keperluan ini terdiri dari hal-hal menyingkirkan
kesulitan-kesulitan dari masyarakat dan membuat hidup mudah bagi
mereka.
c) Tujuan ketiga
33
Topo Santoso, Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam (Jakarat: Gema Insani. 2003),
130-131.
Tujuan ketiga dari perundang-undangan Islam adalah membuat perbaikan-
perbaikan, yaitu menjadikan hal-hal yang dapat mengisi kehidupan sosial
dan menjadikan manusia mampu berbuat dan urusan-urusan hidup secara
lebih baik (keperluan lebih baik) atau tahsinat. Ketiadaan perbaikan tidak
membawa kekacauan dan anarki sebagaimana dalam ketiadaan kebutuhan-
kebutuhan hidup.
Ketiga tujuan yang telah diuraikan diatas merupakan tujuan tindak pidana
Islam secara umum, sehingga dapat dijadikan sebagai tujuan dari tindak pidana
pembunuhan. Terlebih dalam tujuan pertama, yang membahas al maqasid al syari‟aj
al khamsah yang salah satu dari tujuan tersebut adalah Hifzh al nafsi (memelihara
jiwa), hal ini merupakan salah satu dari tujuan tindak pidana pembunuhan
berdasarkan hukum pidana Islam.
b. Manfaat Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Hukum Islam
Hukum pidana Islam dalam menilai dari manfaat dibentuknya pengaturan
mengenai tindak pidana pembunuhan tidak terlepas dari penerapan sanksi hukuman
kepada pelaku pembunuhan. Menurut jumhur ulama, penerapan hukum pidana Islam
memiliki beberapa manfaat, baik itu bagi pelaku pembunuhan, keluarga yang
ditinggalkan maupun bagi masyarakat luas yaitu:34
a) Mewujudkan keadilan dan menolong yang terzhalimi dengan memberikan
kemudahan bagi wali korban untuk membalas pelaku seperti yang dilakukannya
kepada korban. Hal ini telah dijelaskan Allah Azza wa Jalla berfirman dalam
surah Al-Israa‟ ayat 33.
b) Menjadi sarana taubat dan pensucian dari dosa yang telah dilanggarnya, karena
qishash menjadi kaffarah (penghapus) dosa pelakunya, Hal ini dijelaskan
Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam dalam sabdanya:
Kalian harus berbai'at kepadaku untuk tidak berbuat syirik, tidak mencuri dan
tidak berzina, tidak membunuh anak kalian, tidak melakukan kedustaan dan
berbuat durhaka dalam hal yang ma`ruf. Barangsiapa di antara kalian
menunaikannya maka pahalanya ada pada Allah dan siapa yang melanggar
sebagiannya lalu dihukum di dunia, maka hukuman itu sebagai penghapus
baginya dan siapa yang melanggarnya lalu Allah tutupi; maka urusannya
diserahkan kepada Allah. Bila Ia kehendaki maka mengadzabnya dan bila Ia
menghendaki maka mengampuninya'. (Muttafaqun 'alaihi).
34 Kholid syamsudi , http://almanhaj.or.id/content/3121/slash/0/qishash/, diakses pada hari
Rabu, 26 Maret 2014, Pukul 23.11 wib.
c) Hukuman yang dinamakan qishash (yang kenyataannya adalah hukuman mati),
pada hakikatnya adalah jaminan keberlangsungan hidup bagi manusia. Karena
apabila seseorang mengetahui, bahwa ia akan dibunuh secara qishash (dihukum
mati) jika melakukan pembunuhan terhadap orang lain, ia akan menahan diri
dari melakukan pembunuhan. Ia menahan diri untuk tidak bergegas/bersegera
melakukannya. Ia juga akan menahan diri agar tidak terjatuh dalam perbuatan
tersebut. Hal ini diibaratkan seperti pemberian jaminan kelangsungan hidup
bagi jiwa manusia. Jika seseorang sedang marah kemudian berkeinginan untuk
melakukan pembunuhan, ia ingat/sadar bahwa membunuh seseorang akan
mengakibatkan dirinya juga akan dibunuh. Dengan demikian, ia menjadi takut.
Akhirnya, keinginan membunuh ia tinggalkan. Dengan ini pula, menjadi
hiduplah orang yang sebelumnya ingin dia bunuh. Hidup pulalah dirinya,
karena ia tidak jadi membunuh sehingga qishash pun tidak berlaku padanya.
Oleh karena itu, pembunuhan terhadap seorang yang membunuh jiwa (sebagai
bentuk balasan yang setimpal) menjadi sebab berlangsungnya kehidupan bagi
banyak jiwa, hal ini sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah swt. Dan
dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu. (QS. Al-Baqarah:
179)
3. Unsur Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam
Setiap tindak pidana mempunyai unsur-unsur umum dan unsur khusus,
adapaun unsur umum yang harus dipenuhi terdiri dari 3 (tiga), yaitu sebagai
berikut:35
a) Harus ada nash yang melarang perbuatan (tindak pidana) dan mengancamkan
hukuman terhadapnya. Inilah yang dalan hukum istiah hukum konvensional
dinamakan unsur formal (arrukn asy-syar‟i);
b) Melakukan perbuatan yang membentuk tindak pidana, baik perbuatan
maupun sikap berbuat. Inilah yang dalam istilah hukum konvensional
dinamakan unsur hukum material (arrukn al-maddi); dan
c) Pelaku harus orang yang mukallaf, artinya dia bertanggung jawab atas tindak
pidananya. Inilah yang dalam hukum konvensional masa kini dinamakan
hukum moral.
Adapun unsur-unsur khusus yang terdapat dalam pembunuhan sengaja antara
lain:36
35
Abdul Qadir Audah., Esniklopedia Hukum Pidana Islam Jilid I“ At tasyri al-Jina‟i al –
Islamy Muqaranan bi Qaunil Wad‟iy,” (Bogor: PT. Kharisma Ilmu, Tahun -), hal. 129.
a) Yang dibunuh adalah manusia yang diharamkan oleh Allah swt. darahnya
(ma‟sum ad-dam) atau terpelihara darahnya;
b) Perbuatan kejahatan itu membawa kepada kematian seseorang;
c) Bertujuan untuk menghilangkan nyawa seseorang.
4. Sanksi Pembunuhan Berdasarkan Hukum Pidana Islam
Ulama fikih mengemukakan bahwa ada beberapa bentuk hukuman yang
dikenakan kepada pelaku pembunuhan dengan sengaja, yaitu hukuman asli, hukuman
pengganti dan hukuman tambahan.37
a) Hukuman Asli
Hukuman asli dari tindak pidana adalah qishash, yang dimaksud dengan
qishash adalah memberikan perlakuan yang sama dengan kepada pelaku
pidana sebagaimana ia melakukannya (terhadap korban). Hukuman Asli ini
biasanya dikenakan terhadap pembunuhan dengan sengaja. Selain dari pada
itu hukuman asli tidak diterapkan pada jenis pembunuhan lain.
b) Hukuman Pengganti
Menurut ulama fikih, apabila hukuman qishash gugur, disebabkan hal-hal
yang mengugurkan hukuman qishash diatas, maka ada dua hukuman
penggganti lain, yaitu hukuman diyat dan hukuman ta‟zir. Hukuman ta‟zir,
menurut para ulama mazhab Maliki, dan diatas kehendak hakim menurut
jumhur ulama. Artinya jika qishash gugur, hukuman pengantinya menurut
ulama mazhab Maliki adalah hukuman ta‟zir. Menurut jumhur ulama
hukuman ta‟zir hanya boleh dikenakan apabila menurut pandangan hakim hal
itu perlu diperlukan, karenanyaa hukuman pengganti tidak berstatus sebagai
hukuman pengganti.38
c) Hukuman Pelengkap
Hukuman pelengkap adalah hukuman yang melengkapi hukuman sebelumnya,
yaitu hukuman Asli dan hukuman PenggantiHukuman pelengkap dalam
pembunuhan sengaja, menurut kesepakatan para ulama fikih adalah :39
1) Terhalang hak warisnya; dan
2) Terhalang mendapatkan wasiat korban.
36 Abdul Aziz Dahlan, Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam Jilid IV, (Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2006), hal 1380-1381.
37 Ibid, hal. 1381.
38 Ibid, hal. 1384.
39
Ibid, hal. 1385.
C. Perbandingan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok
(Doodslag) Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Dengan Hukum Pidana Islam
1. Pelaku Pembunuhan
dapat diketahui mengenai persamaan dan perbedaan pelaku pembunuhan yang
di anut berdasakan KUHP dan konsep KUHP nasional dengan hukum pidana Islam.
Adapun persamaan pelaku pembunuhan dalam KUHP dengan hukum pidana Islam
yaitu manusia. Didalam KUHP maupun hukum pidana Islam menjadikan manusia
(naturlijk person) sebagai subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawabannya
dalam melakukan suatu tindak pidana. Sedangkan perbedaan mengenai pelaku
pembunuhan antara KUHP dengan hukum pidana Islam yaitu, sama sekali tidak
memiliki perbedaan.
2. Sumber Hukum
Sumber hukum pidana Indonesia, yaitu KUHPdan konsep KUHP nasional
didasarkan dari hasil pemikiran (ratio) manusia yang dibuat secara tertulis yang
kemudian diundangkan kedalam sebuah lembaran negara agar berlaku dan mengikat
secara umum, selain itu sumber hukum pidana Indonesia juga bersumber dari hukum
adat, dimana hukum adat tersebut berisi hukum pidana salah satunya. Sedangkan
Hukum pidana Islam bersumber dari Al-Qur‟an, Hadits, dan Ijtihad para ulama.
Hukum pidana Islam pada umumnya langsung bersumber dari Allah swt. yang
disampaikan kapada utusan-Nya Nabi Muhammad saw. Persamaan kedua sumber
hukum tersebut yaitu kedua sumber hukum tersebut telah dituliskan kedalam sebuah
buku yang dijadikan suatu pedoman bagi suatu bangsa yang menganut sumber hukum
tersebut.
3. Unsur Kesengajaan
Adapun persamaan unsur sengaja yang terdapat antara KUHP dengan hukum
pidana Islam antara lain sebagai berikut;
a. Nyawa atau kematian
Berdasarkan uraian diatas adalah yang dihilangkan adalah nyawa korban
(manusia). KUHP menjadikan nyawa manusia sebagai objek dari
perbuatan pelaku pembunuhan. Begitu juga dengan hukum pidana Islam,
yang menjadikan nyawa manusia sebagai obyek dari pembunuhan;
b. Perbuatan tersebut adalah perbuatan terlarang
Dapat simpulkan bahwa antara KUHP dan hukum pidana Islam memiliki
kesamaan mengenai tindak pidana pembunuhan yang berdasarkan pasal
338 KUHP, bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut adalah benar-benar
perbuatan yang terlarang;
c. Adanya kehendak atau tujuan untuk membunuh
Adanya kehendak ataupun tujuan pelaku untuk melakukan pembunuhan
jelas terdapat dalam KUHP dan hukum pidana Islam, dimana pelaku
pembunuhan memiliki niat untuk melakukan pembunuhan.
Adapaun perbedaan antara KUHP, konsep KUHP nasional dengan hukum
pidana islam menegeni unsure kesengajaan dalam pembunuhan yaitu:
a. Alat yang digunakan
KUHP tidak menjelaskan secara detail mengenai dengan alat apa yang
digunakan dalam menghilangkan nyawa orang lain (membunuh), KUHP
hanya mengancam setiap orang yang melakukan pembunuhan dengan
sengaja, sama halnya dengan konsep KUHP nasional yang tidak
menjelaskan secara detail mengenai penggunaan alat yang digunakan
dalam melakukan pebunuhan. Sedangkan dalam hukum pidana Islam,
dijelaskan bahwa yang dapat dikategorikan sebagai pembunuhan sengaja
adalah apabila pembunuhan tersebut dilakukan dengan cara dicekik,
dibakar, dipukul sampai mati atau dengan menggunakan alat-alat yang
secara umum dapat menyebabkan kematian;
b. Perbuatan
Bahwa dalam KUHP, setiap perbuatan dijadikan sebagai unsur-unsur yang
mengarah terhadap delik, misalnya jika suatu pembunuhan dilakukan
dengan rencana (memiliki rentang waktu yang lama dengan terjadinyaa
delik), maka pembunuhan tersebut tidak dikategorikan pembunuhan biasa
seperti yang disebutkan dalam pasal 338 KUHP, melainkan telah
memenuhi unsur tindak pidana pembunuhan sebagaimana diuraikan dalam
pasal 340 KUHP, begitu juga dengan konsep KUHP nasional bahwa
anatar pembunuhan yang diatur didalam pasal 580 dengan pasal 589 atau
pasal lainnya memiliki hukuman yang berbeda hal ini dikarenan delik
setiap pasal berbeda. Sedangkan dalam hukum pidana Islam, setiap
perbuatan yang dilakukan dengan adanya niat, rencana atau dengan
menggunakan alat yang dapat menimbulkan kematian, maka semua hal
tersebut dianggap sebagai pembunuhan sengaja;
c. Ancaman sanksi
Ancaman sanksi yang dimuat dalam KUHP, khususnya dalam pasal 338
KUHP hanya dikenakan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, hal ini
berbeda dengan pembunuhan sengaja lainnya, seperti pasal 339, dan 340
memiliki ancaman pidana yang berbeda. Dalam konsep KUHP nasional
telah menerapkan hukuman maksimum (lima tahun) dan hukuman
minimum (tiga tahun) terhadap pelaku pembunuhan. Sedangkan dalam
hukum pidana Islam, setiap pembunuhan sengaja diancam dengan
hukuman qishash sebagai hukumann pokok dan diyat sebagai hukuman
pengganti.
4. Sanksi Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok
Memperhatikan pembahasan mengenai penerapan sanksi antara KUHP dan
konsep KUHP nasional dengan hukum pidana Islam dalam menangani tindak pidana
pembunuhan biasa dalam bentuk pokok, ditemukan adanya persamaan hukuman
dalam menangani tindak pidana permbunuhan biasa dalam bentuk pokok yaitu sama-
sama mengenakan hukuman pokok terhadap pelaku pembunuhan, disamping itu,
adanya persamaan yang terdapat antara konsep KUHP nasional dengan hukum Islam,
yaitu adanya pemaafan dari keluarga korban terhadap pelaku pembunuhan.
Sedangkan perbedaan yang terdapat dalam penerapan hukuman atau
sanksinya, yaitu KUHP hanya memberikan ancaman hukuman pokok bagi pelaku
tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok yaitu paling lama lima belas
tahun penjara dan dalam konsep KUHP nasional sudah menerapkan hukuman
minimum dan maksimum serta pemberatan hukuman bagi pelaku pembunuhan yang
melakukan pembunuhan terhadap keluarganya, sedangkan dalam tindak pidana Islam
menerapkan hukuman yang terdiri dari hukuman asli, yaitu qishash, hukuman
pengganti yaitu diyat dan ta‟zir, dan hukuman pelengkap, disamping itu.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam tulisan ini, penulis
mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembunuhan sengaja diatur dalam Bab XIX KUHP tentang kejahatan terhadap
nyawa. Adapun tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam Bab XIX
tersebut adalah: pembunuhan biasa dalam bentuk pokok pembunuhan yang
diikuti, disertai atau didahului tindak pidana lain, pembunuhan berencana,
pembunuhan bayi oleh ibunya, pembunuhan bayi dengan rencana, pembunuhan
atas permintaan korban, mendorong orang lain untuk bunuh diri, pengguguran
kandungan. Sama halnya dengan yang diatur pada Bab XII mengenai kejahatan
terhadap nyawa jenis-jenis tindak pidananya meliputi: pembunuhan pokok,
pembunuhan yang disertai, didahului atau diikuti oleh tindak pidana lain,
pembunuhan bernecana, pembunuhan bayi oleh ibunyan, pembunuhan oleh
dokter, permintaan pembunuhan, pembantuan pembunuhan dan pengguguran
kandungan.
2. Tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok dalam hukum pidana
Islam adalah tindak pidana yang dikategorikan kedalam tindak pidana
pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja sama halnya dengan pembunhan
biasa yang terdapat dalam konsep KUHP nasional. Dasar hukum tindak pidana
pembunuhan dalam tindak pidana Islam diperoleh dari Al-Qur‟an. Hadits, dan
Ijtihad para ulama. Unsur-unsur khusus dalam tindak pidana pembunuhan
terdiri dari tiga bagian pula yaitu, yang diibunuh adalah manusia yang
diharamkan oleh Allah swt. untuk membunuhnya, perbuatan itu membawa
kematian, dan bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Sanksi
pembunuhan sengaja dalam hukum pidana Islam ada 2 (dua) yaitu, jarimah
qishash dan jarimah diyat.
3. Pembunuhan tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok yang diatur
dalam pasdal 338 KUHP dan Pembunhan berdasarkan pasal 580 ayat (1)
konsep KUHP nasional dibandingkan dengan pembunuhan sengaja menurut
kajian hukum pidana Islam dilihat dari beberapa segi, dapat disimpulkan
sebagai berikut dibawah ini:
a. Pelaku pembunuhan
Ada persamaan Pelaku pembunuhan dalam KUHP, konsep KUHP
nasional dengan hukum pidana Islam yaitu pelaku pembunuhan terdiri dari
manusia, sedangkan perbedaannya tidak ada.
b. Sumber hukum
Sumber hukum tindak pidana pembunuhan dalam KUHP berasal dari
hukum pidana barat, yang dikodifikasi menjadi hukum nasional. KUHP
merupakan sumber hukum yang berasal dari pemikiran manusia dan
konsep KUHP hukum nasional berasal dari sumber hukum formil, materiil
dan hukum yang hiudp didalam masyarkat. Sedangkan sumber hukum
pembunuhan dalam hukum pidana Islam bersumber dari Al-Qur‟an,
Hadits, dan Ijtihad par ulama. Sumber hukum pidana Islam pada
umumnya berasal langsung dari Allah swt.
c. Unsur kesengajaan dalam KUHP, konsep KUHP nasional dengan hukum
pidana Islam
Adapun unsur kesengajaan dalam KUHP dan konsep KUHP nasional
meliputi, telah willens atau menghendaki melakukan tindakan yang
bersangkutan dan telah wetens atau mengetahui bahwa tindakannya itu
bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Sedangkan dalam
hukum pidana Islam yaitu yang dibunuh adalah manusia yang di
haramkan oleh Allah untuk membunuhnya, Perbuatan itu membawa
kematian, dan bertujuan untuk menghilagkan nyawa orang lain.
d. Sanksi hukuman tindak pidana pembunuhan
Sanksi hukuman yang diterapkan antara KUHP, konsep KUHP nasional
dengan hukum pidana Islam memliki persamaan, yaitu sama-sama
menerapkan hukuman pokok terhadap pelaku pembunuhan, sedangkan
perbedaannya yaitu hukuman pokok dalam KUHP hanya terdiri dari
pidana penjara atau pidana sementara waktu sedangkan dalam hukum
pidana Islam, tidak saja menerapakan hukuman pokok, tetapi juga
menerapkan hukuman pengganti dan hukuman pelengkap.
B. SARAN
Berdasarkan pemaparan dan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka
terdapat beberapa hal yang disarankan, yaitu:
1. Mengingat bahwa banyaknya pembunuhan yang terjadi di Indonesia, khususnya
pembunuhan yang dilakukan dengaan sengaja, maka perlu kiranya untuk
mengkaji kembali hukum positif Indonesia, apakah hukum yang kita terapkan
dalam kasus pembunuhan sudah tepat dan dapat memberikan efek jera pada
pelaku pembunuhan sengaja. Karena setiap tahunnya jumlah pembunuhan di
Indonesia terus meningkat;
2. Perlunya diterapkan konsep diyat yang dianut oleh hukum pidana Islam ke
dalam KUHP, karena setelah di kaji melalui tulisan ini, dalam penerapan
hukum diyat dalam hukum pidana Islam memakai konsep diversi dan
restorative justice system.
3. Setelah memperbandingkan antara KUHP dengan hukum pidan Islam, sangat
jelas terlihat kelemahan-kelemahan KUHP dalam menghukum terpidana
pembunuhan. Oleh karena itu, untuk melakukan pembenahan KUHP baru
nantinya, harus melibatkan beberapa ahli hukum pidana Islam dalam
merancang dan menyusun naskah KUHP selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Abdurrahman, Muslam , 2009, Sosiologi penelitian hukum Hukum, Malang, UMM
Press.
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:
Rajawali Pers.
Aziz Dahlan, Abdul, 2006, Ensiklopedia Hukum Islam Jilid IV, Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve.
Az- Zuhaili, Wahbah , 2011, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani.
Chazawi, Adami, 2010, kejahatan terhadap tubuh dan nyawa, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Fajar dan Yulianto Achmad, Mukti, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
Dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Ibrahim, Johny, 2005, Teori dan Metode Peneltian Hukum Normatif, Malang:
Banyu Media Publishing.
Khair dan Mohammad Eka Putra, Abul, 2011, Pemidanaan, Medan: USU Press
L. Tanya dkk , Bernard, 2010, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang
dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing.
Lamintang dan Theo Lamintang, P.A.F, 2012, Delik-Delik Khusus Kejahatan
Terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan Edisi Kedua, Jakarta: Sinar
Grafika.
Mahmud Marzuki, Peter, 2010 Peneliian Hukum, Jakarta: Kencana.
Nawawi Arief, Barda, 2009, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan, Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Poernomo, Bambang 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia.
R.M, Suharto, 1996 Hukum Pidana Materiil: Unsur-Unsur Objektif Sebagai Dasar
Dakwaan, Jakarta: Sinar Grafika.
Santoso, Topo, 2003, Membumikan Hukum Pidana Islam, jakarta: gema insani.
Soejono dan Abdurrahman, 1999, Metode Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Citra.
Usfa dan Tongat, A, 2004, Pengantar Hukum Pidana, Malang: UMM Press.
Wardi Muslich , Ahmad, 2005, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika.
Zuhaili, Wahbah , 2010, Fiqh Imam Syafi’i “Al-Fiqhu Asy-Syafi’i Al-Muyassar”
Jilid 3, Edisi Indonesia, Jakarta Timur : Almahira, 2010.
B. UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Konsep Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional.
Naskah Akademik Konsep Undang-Undang Hukum (KUHP) Nasional.
C. INTERNET
Berita Jawa Timur, http://beritajatim.com/hukum kriminal/157256/Setahun, 1.357
Kasus Pembunuhan di Jawa Timur.html. xBersama Dakwah,
http://www.bersamadakwah.com/2011/11/hadits-31-dua-muslim-yang-
saling.html.
Detik.com, http://news.detik.com/read/2012/08/28/190627/2001447/1148/arab saudi
- hukum -pancung-seorang-pria-terkait-kasus-pembunuhan.
Kholid Syamsudi, http://almanhaj.or.id/content/3121/slash/0/qishash/.
Tempo,http://www.tempo.co/read/news/2014/03/17/058563071/MassMengamuk-di-
Pengadilan-Sampangi-Polisi-Luka.
Wikipedia Indonesia, http://id.wikipedia. org/wiki/ Hukum _di_ Indonesia #Hukum_
pidana_Indonesia.
.
top related