tinjauan pustaka skenario 3 resin akrilik
Post on 11-Dec-2014
193 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangBasis gigi tiruan adalah bagian dari gigi tiruan yang bersandar pada
jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigi tiruan. Berbagai macam bahan telah digunakan dalam pembuatan basis gigi tiruan seperti kayu, tulang, keramik, logam, logam aloi dan beberapa jenis polimer.
Akrilik merupakan derivat dari etilen dan mengandung grup vinyl (-C=C-) dalam formula strukturalnya. Akrilik adalah salah satu bahan yang paling banyak digunakan di bidang kedokteran gigi terutama dalam bidang prostodonsia. Akrilik dipilih karena sifatnya yang cukup elastik dan cukup rigid atau keras terhadap tekanan kunyah, stabil dalam cairan mulut, biokompatibel, warna menyerupai warna gusi, mudah direstorasi bila patah tanpa mengalami distorsi, mudah dibersihkan sendiri oleh pasien, mudah dimanipulasikan dalam masa yang relatif singkat, serta harga yang cukup murah dan tahan lama.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa saja klasifikasi resin akrilik?
2. Bagaimana proses manipulasi resin akrilik?
3. Bagaimana proses polimerisasi resin akrilik?
4. Apa saja aplikasi resin akrilik dalam bidang kedokteran gigi?
1.3. Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan
klasifikasi resin akrilik.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan
proses manipulasi resin akrilik.
3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan
proses polimerisasi resin akrilik.
4. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan
aplikasi resin akrilik dalam bidang kedokteran gigi.
1
1.4. Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan klasifikasi
resin akrilik.
2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan proses
manipulasi resin akrilik.
3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan proses
polimerisasi resin akrilik.
4. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan aplikasi
resin akrilik dalam bidang kedokteran gigi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Resin Akrilik
Resin akrilik diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu resin akrilik polimerisasi
panas, polimerisasi sinar dan swapolimerisasi. Resin akrilik polimerisasi panas
adalah resin akrilik yang memerlukan energy panas untuk polimerisasi bahan-
bahan tersebut dengan menggunakan perendaman air di dalam waterbath, jenis
resin akrilik panas lain menggunakan proses polimerisasi dengan oven gelombang
mikro. Resin akrilik polimerisasi sinar adalah resin akrilik yang diaktifkan dengan
sinar yang terlihat oleh mata. Resin akrilik swapolimerisasi adalah resin akrilik
yang menggunakan energy gelombang mikro dan panas untuk melakukan proses
polimerisasi. Penggunaan energy termal menyebabkan dekomposisi benzoil
peroksida dan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk sebagai
hasil proses ini akan mengawali polimerisasi. (Phillips.2004)
2.1.1. Resin Basis Protesa Teraktivasi Dengan Panas
Bahan- bahan teraktivasi dengan panas digunakan dalam pembuatan hampir
semua basis protesa. Energi termal yang diperlukan untuk polimerisasi bahan-bahan
tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan perendaman air atau oven gelombang
mikro (microwave). Karena prevalensi dari resin-resin ini, system teraktivasi dengan
panas lebih ditekankan.(Phillips.2004)
2.1.1.1. Komposisi
Seperti dijelaskan sebelumnya, kebanyakan sistem resin
poli(metilmetakrilat) terdiri atas komponen bubuk dan cairan. Bubuk terdiri atas
butir-butir poli(metilmetakrilat) pra-polimerisasi dan sejumlah kecil
benzoilperoksida (pemulai/inisiator). (Phillips.2004)
Cairan didominasi oleh metil metakrilat tidak terpolimerisasi dengan
sejumlah kecil hidroquinon. Hidroquinon ditambahkan sebagai suatu
penghambat. Bahan tersebut mencegah polimerisasi yang tidak diharapkan, atau
‘pengerasan’ cairan selama penyimpanan. (Phillips.2004)
Suatu bahan ikatan silang juga dapat ditambahkan pada cairan. Glikol
dimetakrilat biasanya digunakan sebagai bahan ikatan silang dalam resin basis
3
protesapoli(metilmetakrilat). Glikol dimetakrilat secara kimia dan struktur serupa
dengan metil metakrilat dan karenanya dapat digabungkan ke dalam rantai
polimer yang bertumbuh. Meskipun metil metakrilat memiliki satu ikatan ganda
per molekul, glikol dimetakrilat memiliki 2 ikatan ganda per molekul. Sebagai
hasilnya, molekul glikol dimetakrilat dapat berfungsi sebagai ‘jembatan’ atau
‘bagian silang’ yang menyatukan 2 rantai polimer. Bila glikol dimetakrilat
dimasukkan dalam adukan, beberapa ikatan akan terbentuk. Polimer yang
dibentuk dengan cara ini merupakan suatu struktur menyerupai jala yang
memberikan peningkatan ketahanan terhadap deformasi. Bahan ikatan silang
digabungkan ke dalam komponen cairan pada konsentrasi sebesar 1-2% vol.
(Phillips.2004)
2.1.2. Resin Basis Protesa Teraktivasi Dengan Kimia
Perbedaan dasar antara resin yang teraktivasi dengan panas dan kimia adalah cara
benzoil peroksida terpisah untuk melepaskan radikal bebas. Semua faktor lain dalam
proses ini tetap sama, misalnya, inisiator dan reaktor.(Phillips.2004)
Seperti diperkirakan, basis protesa yang dibuat menggunakan resin teraktivasi
kimia tidaklah sesempurna seperti yang dicapai oleh resin teraktivasi panas. Ini
menunjuk kan ada monomer dalam j umlah lebih besar yang tidak bereaksi dalam
basis protesa yang dibuat melalui proses aktivasi kimia. Monomer tidak bereaksi ini
menciptakan 2 kesulitan utama. Pertama, monomer residu bertindak sebagai iritan
jaringan yang potensial sehingga membatasi biokompatibilitas basis protesa.Kedua,
bahan tersebut bertindak sebagai bahan plastis, yang menyebabkan penurunan
kekuatan transversal resin protesa.(Phillips.2004)
Dari sudut pandang fisik, resin teraktivasisecara kimia menunjukkan
pengerutan yang agak lebih sedikit dibandingkan dengan resin teraktivasi panas
karena polimerisasi yang kuran sempurna. Ini memberikan keakuratan dimensi yang
lebih besar pada resin yang teraktivasi secara kimia.(Phillips.2004)
Kestabilan warna dari resin yang teraktivasi secara kimia umumnya lebih
rendah dibandingkan dengan kestabilan warna resin yang diaktivasi dengan panas.
Sifat ini berkaitan dengan adanya amin tersier di dalam resin yang teraktivasi secara
kimia. Gugus amin tersebut rentan terhadap oksidasi dans elanjutnya terjadi perubahan
warna yang mempengaruhi penampilan resin. Perubahan warna resin-resin ini dapat
4
diminimalkan melalui penambahan bahan pembuat stabil yang mencegah oksidasi
tersebut.(Phillips.2004)
2.1.3. Resin Basis ProtesaTeraktivasi dengan Sinar
Resin basis protesa yang diaktifkan dengan sinar yang terlihat oleh mata
telah tersedia untuk keperluan kedokteran gigi selama beberapa tahun. Bahan
ini digambarkan sebagai suatu komposit yang memiliki matriks uretan
dimetakrilat, silica ukuran miko, dan monomer resin akrilik berberat molekul
tinggi. Butir – butir resin akrilik dimasukkan sebagai bahan pengisi organic.
Sinar yang terlihat oleh mata adalah activator, sementara camphoroquinone
bertindak sebagai pemula polimerisasi. Resin basis protesa komponen tunggal
dipasok dalam bentuk lembaran dan benang serta dibungkus dalam kantung
kedapc ahaya untuk mencegah polimerisasi yang tidak diinginkan.
(Phillips.2004)
2.2. Proses Manipulasi Resin Akrilik
Resin acrylic adalah resin termoplastis, merupakan persenyawaan kompon
non metalik yang dibuat secara sintetis dari bahan-bahan organic. Resin ini dapat
dibentuk selama masih dalam keadaan plastis dan mengeras apabila dipanaskan
karena tejadi reaksi polymerisasi adisi antara polymer dan monomer. Berdasarkan
polimerisasinya, resin acrylic dibedakan menjadi tiga, yaitu:
Heat Cured Acrylic (membutuhkan pemasakan pada pengolahannya
untuk membantu proses polimerisasinya).
Self Cured Acrylic (dapat berpolymerisasi sendiri pada temperatur
ruang).
Light Cured Acrylic Resin
2.2.1. Heat Cured Acrylic
Heat cured acrylic resin, komposisinya terdiri dari dua kemasan yaitu:
Polymer (Bubuk):
5
i. Polymer; poly (methyl methacrylate).Polimer, polimethyl
metacrylate, baik serbuk yang diperoleh dari polimerisasi
methyl metacrylate dalam air maupun pertikel yang tidak
teratur bentuknya yang diperolah dengan cara menggerinda
batangan polimer.
ii. Initiator Peroxide; berupa 0,2-0,5% benzoil peroxide.
iii. Pigmen; sekitar 1% tercampur dalam partikel polymer.
Cairan (Monomer):
i. Monomer: methyl methacrylate.
ii. Stabilizer; sekitar 0,006% hydroquinone untuk menccegah
polymerisasi selama penyimpanan.
iii. Terkadang terdapat bahan untuk memacu cross-link; seperti
ethylene glycol dimethacrylate.
(E. combe 1992: 270)
Manipulasi Heat Cured Acrylic Perbandingan monomer dan
polymer akan menentukan sturktur resin. Perbandingan monomer dan
polymer, biasanya 3 sampai 3,5/1 satuan volume atau 2,5/1 satuan
berat. Bila ratio terlalu tinggi, tidak semua polymer sanggup dibasahi
oleh monomer akibatnya acrylic yang digodok akan bergranula. Selain
itu juga tidak boleh terlalu rendah karena sewaktu polmerisasi
monomer murni terjadi pngerutan sekitar 21% satuan volume. Pada
adonan acrylic yang berasal dari perbandingan monomer dan polymer
yang benar, kontraksi sekitar 7%. Bila terlalu banyak monomer, maka
kontraksi yang terjadi akan lebih besar.Pencampuran polymer dan
monomer harus dilakukan dalam tempat yang terbuat dari keramik atau
gelas yang tidak tembus cahaya (mixing jar). Hal ini dimaksudkan
supaya tidak terjadi polymerisasi awal.
Bila polymer dan monomer dicampuur, akan terjadi reaksi dengan
tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap 1 : Adonan seperti pasir basah (sandy stage).
Tahap 2 : Adonan seperti Lumpur basah (mushy stage).
6
Tahap 3 : Adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lekat,
apabila ditarik akan membentuk serat (stringy stage). Butir-
butir polimer mulai larut, monomer bebas meresap ke
dalam polimer.
Tahap 4 : Adonan bersifat plastis (dough stage). Pada tahap ini sifat
lekat hilang dan adonan mudah dibentuk sesuai dengan
yang kita inginkan.
Tahap 5 : Kenyal seperti karet (rubbery stage). Pada tahap ini lebih
banyak monomer yang menguap, terutama pada
permukaannya sehingga terjadi permukaan yang kasar.
Tahap 6 : Kaku dan keras (rigid stage). Pada tahap ini adonan telah
menjadi keras dan getas pada permukaannya, sedang
keadaan bagian dalam adukan masih kenyal.Waktu dough
(waktu sampai tercapainya konsistensi liat) tergantung
pada:
1. Ukuran partikel polymer; partikel yang lebih kecil akan
lebih cepat dan lebih cepat mencapai dough.
2. Berat molekul polymer; lebih kecil berat molekul lebih
cepat terbentuk konsistensi liat.
3. Adanya Plasticizer yang bisa mempercepat terjadinya
dough.
4. Suhu; pembentukan dough dapat diperlambat dengan
menyimpan adonan dalam tempat yang dingin.
5. Perbandingan monomer dan polymer; bila ratio tinggi
maka waktu dough lebih singkat.
2.2.2. Pengisian Ruang Cetak (Mould Space) dengan Acrylic
Ruang cetak adalah rongga/ruangan yang telah disiapkan untuk
diisi dengan acrylic. Ruang tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam
dalam kuvet (pelat logam yang biasanya terbuat dari logam). Sebelum
rongga tersebut diisi dengan acrylic, lebih dulu diulasi dengan bahan
7
separator/pemisah, yang umumnya menggunakan could mould seal
(CMS). Ruang cetak diisi dengan akrilik pada waktu adonan mencapai
tahap plastis (dough stage). Pemberian separator tersebut dimaksudkan
untuk:
Mencegah merembesnya monomer ke bahan cetakan (gips) dan ber-
polimerisasi di dalam gips sehingga menghasilkan permukaan yang
kasar dan merekat dengan bahan cetakan/gips.
Mencegah air dari bahan cetakan masuk ke dalam resin acrylic.
Sewaktu melakukan pengisian ke dalam cetakan pelu diperhatikan :
Cetakan terisi penuh.
Sewaktu dipress terdapat tekanan yang cukup pada cetakan, ini dapat
dicapai dengan cara mengisikan dough sedikit lebih banyak ke dalam
cetakan. Selama polimerisasi terjadi kontraksi yang mengakibatkan
berkurangnya tekanan di dalam cetakan. Pengisian yang kurang dapat
menyebabkan terjadi shrinkage porosity.Ruang cetak diisi dengan
acrylic pada tahap adonan mencapai tahap plastis (dough). Agar merat
dan padat, maka dipelukan pengepresan dengan menggunakan alat
hydraulic bench press. Sebaiknya pengepresan dilakukan dilakukan
berulang-ulang agar rongga cetak terisi penuh dan padat.
Cara pengepresan yang benar adalah:
Adonan yang telah mencapai tahap dough dimasukkkan ke dalam
rongga cetak, kemudian kedua bagian kuvet ditutup dan diselipi kertas
selofan. Pengepresan awal dilakkukan sebesar 900psi, kelebihan
acrylic dipotong dengan pisau model. Kedua bagian kuvet
dikembalikan, diselipi kertas selofan.
Pengepresan dilakukan lagi seperti di atas, tetapi tekanan ditingkatkan
menjadi 1200 psi. Kelebihan acrylic dipotong dengan pisau model.
Kedua bagian kuvet dikembalikan tanpa diselipi kertas selofan.
8
Pengepresan terakhir dilakukan dengan tekanan 1500 psi, kemudian
kuvet diambil dan dipindahkan pada begel.Pemasakan (Curing)
Untuk menyempurnakan dan mempercepat polimerisasi, maka setelah
pengisian (packing) dan pengepresan perlu dilakukan pemasakan
(curing) di dalam oven atau boiling water (air panas). Di dalam
pemasakan harus diperhati-kan, lamanya dan kecepatan peningkatan
suhu/temperature.
2.3. Reaksi Polimerisasi
Resin gigi menjadi padat bila berpolimerisasi. Polimerisasi terjadi
melalui serangkaian reaksi kimia dimana molekul makro, atau polimer dibentuk
dari sejumlah molekul-molekul yang dikenal sebagai monomer.
Sifat polimer yang paling nyata adalah polimer iterdiri atas molekul-
molekul yang amat besar dan bahwa struktur molekuler tersebut mempunyai
konfigurasi dan perubahan bentuk yang tak terbatas. Polimer terdiri atas satu atau
beberapa unit structural sederhana, yang terbentuk atas struktur monomer
individual. Unit monomer 89tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya
sepanjang rantai polimer oleh ikatan kovalen0. Polimerisasi adalah reaksi
intermolekuler berulang yang secara yang secara fungsional mampu berlanjut
tidak terbatas. Karena senyawa kimia apapun yang memiliki berat molekul lebih
dari 5000 dianggap sebagai molekul makro, kebanyakan molekul polimer dapat
disebut sebagai molekul makro. Dalam beberapa contoh, berat molekul dari
molekul primer dapat mencapai 50 juta.
2.3.1. Polimerisasi Pertumbuhan Bertahap
Reaksi yang menimbulkan polimerisasi pertumbuhan bertahap
berlangsung dalam mekanisme yang sama seperti reaksi kimia antara 2 atau
lebih molekul-molekul sederhana. Senyawa utama bereaksi, seringkali dengan
pembentukan produk sampingan seperti air, asam halogen dan ammonia.
Pembentukan produk sampingan ini adalah alas an mengapa polimerisasi
9
pertumbuhan bertahap, seringkali disebut polimerisasi kondensasi. Struktur
monomer adalah sedemikian rupa sehingga proses tersebut dapat berulang
sendiri dan membentuk molekul makro.
Reaksi ini analog dengan reaksi dimana unit monofungsional
mengalami reaksi poliesterifikasi yang melibatkan rantai diol dan asam
dibasik. Bila air dikeluarkan begitu terbentuk,tidak tercipta suatu
keseimbangan dan tahap pertama dalam reaksi adalah pembentukan suatu
dimer yang juga bifungsi. Begitu reaksi berlanjut, rantai yang lebih panjang,
termasuk trimer dan tetramer, terbentuk melalui esterifikasi lain, semua pada
dasarnya identik dalam kecepatan dan mekanisme, sampai akhirnya reaksi
mengandung cempuran rantai polimer dari massa molar yang besar.
2.3.2. Polimerisasi Tambahan
Tidak seperti polimerisasi kondensasi, tidak ada perubahan
komposisi selama polimerisasi tambahan. Makromolekul dibentuk dari unit-
unit yang lebih kecil, atau monomer, tanpa perubahan dalam komposisi,
karena mnomer dan polimer memiliki rumus empiris yang sama. Dengan kata
lain, struktur monomer diulangi berkali-kali dalam polimer. (Phillips.2004)
Dibandingkan dengan polimerisasai kondensasi, metode tambahan
dapat menghasilkan molekul raksasa dalam ukuran yang hampir tidak terbatas.
Berawal dari pusat aktif, satu monomer ditambahkan pada suatu saat dengan
cepat membentuk rantai yang secara teoritis dapat tumbuh tanpa batas. Proses
ini sederhana tetapi tidak mudah dikendalikan. (Phillips.2004)
Syarat untuk senyawa berpolimerisasi tambahan adalah gugus
tidak jenuh yaitu ikatan ganda, etilen, C2H4, monomer paling sederhana yang
dapat berpolimerisasi tambahan, dan radikal bebas. Radikal bebas adalah atom
/ kelompok atom yang memiliki electron ganjil (tidak berpasangan). Misalnya
hydrogen. Radikal bebas mempunyai kemampuan menarik electron, karena
tidak punya elector berpasangan. (Phillips.2004)
10
2.3.2.1. Tahap-Tahap Dalam Polimerisasi Tambahan
Proses polimerisasi tambahan terjadi dalam empat tahap yaitu:
2.3.2.1.1. Induksi
Untuk memulai proses polimersasi tambahan, haruslah terdapat
radikal bebas.Radikal bebas dapat dihasilkan dengan mengaktifkan
molekul monomer dengan ultraviolet, sinar biasa dan panas.Sejumlah
substansi yang mampu menghasilkan radikal bebas merupakan inisiator
yang berpotensi untuk polimerisasi resin poli ( metil
metakrilat ).Inisiator yang paling sering digunakan adalah benzoil
peroksida yang terurai pada temperatur yang relatif rendah untuk
melepaskan dua radikal per satu molekul benzoil peroksida.Penguraian
benzoil peroksida disebut sebagai aktivasi, terjadi cukup cepat antara
50oC dan 100oC.Periode induksi atau inisiasi adalah waktu di mana
molekul-molekul inisiator menjadi berenergi atau teraktivasi,
membentuk radikal bebas yang berinteraksi dengan molekul monomer.
Simbol konvensional, C=C mewakili 2 pasang elektron.Bila
satu radikal bebas mendekati ikatan ganda, radikal tersebut dapat
berpasangan dengan 1 elektron dalam ikatan tambahan, meninggalkan
bagian lain dari pasangan bebas.Jadi, monomer itu sendiri kemudian
menjadi radikal bebas.
2.3.2.1.2. Penyebaran
Karena diperlukan hanya sedikit energi, begitu terjadi
pertumbuhan, proses terus berlanjut dengan kecepatan tertentu.Secara
teoritis, reaksi rantai harus berlanjut dengan terbentuknya panas, sampai
semua monomer telah diubah menjadi polimer.Meskipun demikian,
reaksi polimersasi tidak pernah sempurna.
2.3.2.1.3. Pengakhiran
Reaksi rantai dapat diakhiri baik dnegan penggabungan
langsung atau pertukaran atom hidrogen dari satu rantai yang tumbuh
ke yang lain.
11
2.3.2.1.4. Pengalihan rantai
Meskipun pengakhiran rantai dapat berasal dari pemindahan
rantai, prosesnya berbeda dengan reaksi pengakhiran yang telah
dijelaskan, di mana keadaan aktif diubah dari suatu radikal aktif
menjadi suatu molekul yang tidak aktif, dan tercipta molekul baru untuk
pertumbuhan selanjutnya.Sebagai contoh, molekul monomer dapat
diaktifkan dengan pertumbuhan makromolekul sedemikian rupa
sehingga terjadi pengakhiran (Kenneth, 2003).
2.3.3. Kopolimerisasi
Dalam reaksi kopolimerisasi yang telah digambarkan,
makromolekul dibentuk oleh polimerisasi dari struktur tunggal. Untuk
memenuhi sifat fisik suatu polimer, 2 atau lebih monomer yang berbeda
secara kimia, masing –masing dengan sifat yang diinginkan, dapt
dikombinasikan. Jadi polimer yang terbentu disebut kopolimer. ( Anusavice,
K.J. 2003)
Examples of co-polymer:
Combination of methacylate with styrene
Combination of ethylacrylate and metacrylate
Combination of styrene and a crylonitrile and butadiene (Soratur, S.H.
2007)
Ada 3 Macam kopolimer yang berbeda:
Pada kopolimer acak, unit monomer yang berbeda beda secara acak
didistribusikan sepanjang rantai,
·· M-M-MY-M-Y-M-M-Y-Y-M-M···
Namun, bila unit monomer yang identik terjadi dalam urutan yang
relaif panjang sepanjang rantai polimer utama,disebut kopolimer blok,
···M-M-M···M-M-Y-Y-Y···Y-Y-Y-M-M-M···
12
Dimana –M···M- dan –Y···Y- mewakili segmen panjang molekul M
dan Y. Dalam kopolimer cangkok (graft) suatu monomer dicangkok pada
‘inti’ bahan monomer kedua.
··· M-M-M-M-M···M-M-M-M···
| |
Y-Y Y-Y
Sebagai contoh, sejumlah kecil etil akrilat dapat berkopolimerisasi dengan
metal metakrilat untuk mengubah kelenturan suatu protesa. Polimer blok dan
cangkok (graf) seringkali menunjukkan peningkatan kekuatan benturan.
( Anusavice, K.J. 2003. Phillips’ Science of Dental Materials Edisi 10. W.B
Saunders Company.Philadelphia)
2.3.4. Porositas
Gaseous Porosity occurs in those area of denture, which are away
from the source of heat. For example :an the lingual surface of the lower
denture and palatal area of upper denture. Granular Porosity ,it is due to loss
of monomer. The monomer get evaporated, when dough formation.
(Soratur, S.H. 2007.Essential of Dental Materials. Jaypee Brothers Medical
Publishers.New Delhi)
Porositas juga dapat berasal dari pengadukan yang tidak tepat antara
komponen bubuk dan cairan. Porositas dapat disebabkan karena tekanan atau
tidak cukupnya bahan dalam rongga kuvet selama polimerisasi. Porositas juga
banyak dihubungkan dengan resin cair. Porus tersebut Nampak disebabkan
oleh masuknya udara selama prosedur pengadukan dan pemanasan.
2.4. Aplikasi Resin Akrilik di Bidang Kedokteran Gigi
2.4.1. Elemen gigi resin untuk aplikasi prostodontik
Kebanyakan elemen gigi tiruan resin memiliki basis dengan susunan
linier poli (metil metakrilat). Resin poli (metil metakrilat) yang digunakan
13
dalam pembuatan gigi tiruan adalah serupa dengan yang digunakan untuk
pembuatan basis protesa. Namun besarnya ikatan silang dalam elemen gigi
tiruan adalah lebih besar dibandingkan dengan basis protesa yang
terpolimerisasi.
Bagian servikal elemen gigi tiruan menunjukkan ikatan silang yang lebih
kecil. Keadaan ini mempermudah ikatan kimia dengan resin basis protesa.
Pengikatan dapat diperkuat dengan membuang permukaan ‘ridge lap’ gigi resin
yang mengkilap. Ikatan kimia antara gigi resin dan bahan protesa yang
diaktivasi dengan panas terbukti amat efektif. Namun kegagalan ikatan
mungkin terjadi bila permukaan ‘ridge lap’ tersebut terkontaminasi dengan
residu malam atau medium pemisah yang salah peletakannya.
2.4.2. Sebagai bahan restorasi
Kelebihan resin akrilik untuk bahan restorasi antara lain daya alih tinggi,
aplikasi mudah setting dengan light curing selama 10 menit, dan menghasilkan
permukaan yang sangat halus dan mengkilat.
2.4.3. Sebagai alat ortodonsi lepasan
Dipakai sebagai plat dasar alat ortodontik lepasan yang berupa lempeng
plat akrilik berbentuk melengkung megikuti permukaan palatum atau
permukaan lingual lengkung mandibular.
2.4.4. Sebagai reparasi
Bahan yang biasa digunakan adalah jenis self cured dan heat cured.
14
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Klasifikasi Resin Akrilik
Pada dasarnya, dari semua tipe resin akrilik memiliki tujuan sama dalam
awal reaksinya yakni untuk mengaktifkan radikal bebas. Radikal bebas
merupakan suatu muatan listrik netral dimana di dalamnya terkandung atom-atom
yang tidak berpasangan. Radikal ini merupakan hasil pemanasan benzoil
peroksida yang digunakan sebagai inisiator.
3.1.1. Heat Cured Acrylic (Resin Akrilik teraktivasi Panas)
Komposisi yang ada dalam resin teraktivasi panas adalah bubuk dan
cairan. Bubuk terdiri dari butir-butir poli(metil metaklirat) pra-polimerasi dan
beberapa benzoil peroksida sebagai inisiator. Sedangkan cairan terdiri dari
metil metaklirat dan sejumlah kecil hidroquinon, yang berfungsi sebagai
penghambat. Hidroquinon mencegah polimerasi yang tidak diharapkan,
ataupun pengerasan cairan selama penyimpanan. Selain itu, juga ditambahkan
bahan ikatan silang berupa glikol dimetaklirat pada komposisi cairan
Pada resin jenis ini, energy thermal diperoleh dari proses perendaman
akrilik di dalam air, selain itu juga diperoleh dari proses perebusan. Resin ini
memiliki komposisi bubuk atau powder berupa polimethyl metakrilat dengan
tambahan inisiator berupa benzoil peroksida. Disamping juga ada liquid atau
cairan berupa methyl metakrilat yang di dalamnya terkandung sedikit
kandungan hydroquinone yang ditambah dengan glikol dimetakrilat sebagai
bahan ikat silang.
Kelebihan dari heat cured acrylic adalah nilai estetis unggul dimana
warna hasil akhir akrilik sama dengan warna jaringan lunak rongga mulut.
Selain itu, resin akrilik ini tergolong mudah dimanipulasi dan harga
terjangkau. Sedangkan jika dilihat dari segi kekurangan heat cured acrylic
15
adalah daya tahan abrasi atau benturan masih tergolong rendah, fleksibilitas
juga masih rendah dan hasil akhir dari manipulasi akrilik akan terjadi
penyusutan volume.
3.1.2. Self Cured Acrylic (Resin Akrilik teriaktivasi Kimia)
Berbeda dengan heat cured acrylic, self cured acylic menggunakan
activator berupa cairan kimia. Cairan kimia yang digunakan adalah dari
golongan amin tersier biasanya adalah dietil paratuloidin. Apabila bubuk dan
cairan diaduk, amin tersier dapat menyebabkan terpisahnya benzoil peroksida.
Dan akhirnya tercipta radikal bebas dan polimerisasi dimulai. Polimerisasi
berlangsung seperti pada system aktivasi termal. Perbedaan antara resin yang
teraktivasi dengan panas dan kimia adalah pada cara benzoil peroksida
terpisah untuk melepaskan radikal bebas. Semua factor lainnya tetap sama,
misalnya inisiator dan reactor.
Jenis ini memang tidak sesempurna tipe I karena residu monomer yang
terbentuk dari proses polimerisasi dan manipulasi lebih banyak. Namun hal
tersebut dapat diatasi dengan mengatur suhu dan waktu manipulasi secara
tepat.
Kelebihan dari tipe ini adalah mudah dilepaskan dari kuvet,
fleksibilitas lebih tinggi dari tipe I, pengerutan volumeakhir tergolong rendah
karena proses polimerisasi dari tipe ini tergolong kurang sempurna. Sedang
kekurangannya adalah elastisitas dari tipe ini tergolong kurang dari tipe I,
kemudian karena digunakan bahan kimia hal tersebut dapat mengiritasi
jaringan rongga mulut, dandari segi ekonomis lebih mahal.
3.1.3. Light Cured Acrylic (Resin Akrilik teriaktivasi Cahaya)
Cahaya yang dapat digunakan sebagai activator pada resin akrilik jenis
ini adalah sinar UV dengan panjang gelombang 290-4—nm dan sinar tampak
dengan panjang gelombang 400-700 nm. Pada proses manipulasi resin akrilik
jenis ini, ditambahkan bahan inisiator berupa champorquinon.
16
Kelebihan dari resin akrilik jenis ini adalah penyusutan saat
polimerisasi rendah, hasil akhir manipulasinya dapat dibentuk dengan baik
dan resin ini dapat dimanipulasi dengan peralatan sederhana. Kekurangan dari
resin akrilik ini adalah elastisitas dari resin akrilik ini kecil dan penggunaan
sinar UV pada resin ini dapat merusak jaringan rongga mulut.
3.1.4. Microwave Cured Acrylic (Resin Akrilik teriaktivasi Kimia)
Activator pada resin akarilik ini adalah gelombang mikro dimana
gelombang ini membuat molekul bergerak secara merata dan seimbang ke
segala arah sehingga hasil akhir dari resin akrilik ini lebih sempurna dari yang
lain. Hal tersebut disebabkan karena hamper semua monomer beraksi
sehingga proses polimerisasinya sempurna.
Kelebihan dari jenis resin akrilik ini adalah waktu pemanasan yang
dibutuhkan dari resin ini lebih singkat, perubahan warna kecil, sisa monomer
lebih sedikit karena polimerisasinya lebih sempurna. Kekurangan dari resin
jenis ini yakni resin akrilik ini masih dapat menyerap air, selain itu harga
cukup mahal karena peralatan manipulasinya canggih.
3.2. Manipulasi Resin Akrilik
3.2.1. Manipulasi Heat Cured Acrylic
Perbandingan monomer dan polymer akan menentukan struktur
resin. Perbandingan monomer dan polymer, biasanya 3 sampai 3,5/1 satuan
volume atau 2,5/1 satuan berat. Bila ratio terlalu tinggi, tidak semua polymer
sanggup dibasahi oleh monomer akibatnya acrylic yang digodok akan
bergranula. Selain itu juga tidak boleh terlalu rendah karena sewaktu
polmerisasi monomer murni terjadi pngerutan sekitar 21% satuan volume.
Pada adonan acrylic yang berasal dari perbandingan monomer dan polymer
yang benar, kontraksi sekitar 7%. Bila terlalu banyak monomer, maka
kontraksi yang terjadi akan lebih besar.Pencampuran polymer dan monomer
harus dilakukan dalam tempat yang terbuat dari keramik atau gelas yang tidak
17
tembus cahaya (mixing jar). Hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi
polymerisasi awal.
Bila polymer dan monomer dicampuur, akan terjadi reaksi dengan tahap-
tahap sebagai berikut:
Tahap 1 : Adonan seperti pasir basah (sandy stage).
Tahap 2 : Adonan seperti Lumpur basah (mushy stage).
Tahap 3 : Adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lekat,
apabila ditarik akan membentuk serat (stringy stage). Butir-butir polimer
mulai larut, monomer bebas meresap ke dalam polimer.
Tahap 4 : Adonan bersifat plastis (dough stage). Pada tahap ini sifat lekat
hilang dan adonan mudah dibentuk sesuai dengan yang kita inginkan.
Tahap 5 : Kenyal seperti karet (rubbery stage). Pada tahap ini lebih
banyak monomer yang menguap, terutama pada permukaannya sehingga
terjadi permukaan yang kasar.
Tahap 6 : Kaku dan keras (rigid stage). Pada tahap ini adonan telah
menjadi keras dan getas pada permukaannya, sedang keadaan bagian
dalam adukan masih kenyal.
Waktu dough (waktu sampai tercapainya konsistensi liat) tergantung pada:
Ukuran partikel polymer; partikel yang lebih kecil akan lebih cepat
dan lebih cepat mencapai dough.
Berat molekul polymer; lebih kecil berat molekul lebih cepat
terbentuk konsistensi liat.
Adanya Plasticizer yang bisa mempercepat terjadinya dough.
Suhu, pembentukan dough dapat diperlambat dengan menyimpan
adonan dalam tempat yang dingin.
Perbandingan monomer dan polymer; bila ratio tinggi maka waktu
dough lebih singkat.
18
3.2.2. Pengisian Ruang Cetak (Mould Space) dengan Acrylic
Ruang cetak adalah rongga/ruangan yang telah disiapkan untuk diisi
dengan acrylic. Ruang tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam dalam kuvet
(pelat logam yang biasanya terbuat dari logam). Sebelum rongga tersebut diisi
dengan acrylic, lebih dulu diulasi dengan bahan separator/pemisah, yang
umumnya menggunakan could mould seal (CMS). Ruang cetak diisi dengan
akrilik pada waktu adonan mencapai tahap plastis (dough stage). Pemberian
separator tersebut dimaksudkan untuk:
Mencegah merembesnya monomer ke bahan cetakan (gips) dan ber-
polimerisasi di dalam gips sehingga menghasilkan permukaan yang
kasar dan merekat dengan bahan cetakan/gips.
Mencegah air dari bahan cetakan masuk ke dalam resin acrylic.
Sewaktu melakukan pengisian ke dalam cetakan pelu diperhatikan :
Cetakan terisi penuh.
Sewaktu dipress terdapat tekanan yang cukup pada cetakan, ini dapat
dicapai dengan cara mengisikan dough sedikit lebih banyak ke dalam
cetakan. Selama polimerisasi terjadi kontraksi yang mengakibatkan
berkurangnya tekanan di dalam cetakan. Pengisian yang kurang dapat
menyebabkan terjadi shrinkage porosity. Ruang cetak diisi dengan
acrylic pada tahap adonan mencapai tahap plastis (dough). Agar merat
dan padat, maka dipelukan pengepresan dengan menggunakan alat
hydraulic bench press. Sebaiknya pengepresan dilakukan dilakukan
berulang-ulang agar rongga cetak terisi penuh dan padat.
Cara pengepresan yang benar adalah:
Adonan yang telah mencapai tahap dough dimasukkkan ke dalam
rongga cetak, kemudian kedua bagian kuvet ditutup dan diselipi kertas
selofan. Pengepresan awal dilakkukan sebesar 900psi, kelebihan
acrylic dipotong dengan pisau model. Kedua bagian kuvet
dikembalikan, diselipi kertas selofan.
19
Pengepresan dilakukan lagi seperti di atas, tetapi tekanan ditingkatkan
menjadi 1200 psi. Kelebihan acrylic dipotong dengan pisau model.
Kedua bagian kuvet dikembalikan tanpa diselipi kertas selofan.
Pengepresan terakhir dilakukan dengan tekanan 1500 psi, kemudian
kuvet diambil dan dipindahkan pada begel.Pemasakan (Curing).
Untuk menyempurnakan dan mempercepat polimerisasi, maka
setelah pengisian (packing) dan pengepressan perlu dilakukan pemasakan
(curing) di dalam oven atau boiling water (air panas). Di dalam pemasakan
harus diperhati-kan, lamanya dan kecepatan peningkatan suhu/temperature.
Metode pemasakan dapat dilakukan dengan cara cepat atau lambat.
Ada tiga metode pemasakan resin akrilik, yaitu:
1. Kuvet dan Begel dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian diisi air
setinggi 5 cm diatas permukaan kuvet. Selanjutnya dimasak diatas nyala
api hingga mencapai temperatur 700C (dipertahankan selama 10 menit).
Kemudian temperaturnya ditingkatkan hingga 1000C (dipertahankan
selama 20 menit). Selanjutnya api dimatikan dan dibiarkan mendingin
sampai temperature ruang.
2. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet
dan beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali
(dipertahankan selama 20 menit), api dimatikan dan dibiarkan mendingin
sampai temperatur ruang.
3. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet
dan beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali. Setelah
mendidih api segera dimatikan dan dibiarkan selama 45 menit.
Kuvet dan begel yang terletak dalam water bath harus dibiarkan
dingin secara perlahan-lahan. Selama pendinginan terdapat perbedaan
kontraksi antara gips dan akrilik yang menyebabkan timbulnya stress di
dalam polimer. Pendinginan secara perlahan-lahan akan akan memberi
kesempatan terlepasnya stress oleh karena perubahan plastis. Selama
20
pengisian mould space, pengepresan dan pemasakan perlu dikontrol
perbandingan antara monomer dan polimer. Karena monomer mudah
menguap, maka berkurangnya jumlah monomer dapat menyebabkan
kurang sempurnanya polimerisasi dan terjadi porositas pada permukaan
akrilik.
Hal-hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah monomer adalah:
Perbandingan monomer dan polimer yang tidak tepat.
Penguapan monomer selama proses pengisisan rongga cetak.
Pemasakan yang terlalu panas, melebihi titik mendidih monomer
(100,30C).
Secara normal setelah pemasakan terdapat sisa monomer 0,2-
0,5%. Pemasakan pada temperature yang terlalu rendah dan dalam waktu
singkat akan menghasilkan sisa monomer yang lebih besar. Ini harus
dicegah, karena:
Monomer bebas dapat lepas dari gigi tiruan dan mengiritasi jaringan
mulut.
Sisa monomer akan bertindak sebagai plasticizer dan membuat resin
menjadi lunak dan lebih flexible.
3.2.3. Manipulasi Self Cured Acrylic
Komposisi serupa dengan bahan heat cured acrylic, kecuali bahwa
cairannya mengandung bahan aktivator seperti dimethyl-p-toluidine.
Perbandingan bahan akrilik heat cured dengan bahan akrilik self
cured sebagai berikut :
a. Berbeda dalam metode aktivasinya.
b. Komposisinya sama tapi pada bahan self cured cairannya mengandung
bahan aktivator seperti dimethyl paratoluidin.
c. Porositas bahan self cured lebih daripada bahan heat cured, meskipun
tidak mudah dilihat pada resin yang diberi pigmen. Hal ini disebabkan
21
oleh karena terlarutnya udara dalam monomer yang tidak larut dalam
polimer pada suhu kamar.
d. Secara umum bahan self cured mempunyai berat molekul yang lebih
rendah dan mengandung lebih banyak sisa monomer, yaitu sekitar 2-
5%.
e. Bahan self cured tidak sekuat heat cured; transverse strength bahan ini
kira-kira 80% dari bahan heat cured. Ini mungkin berkaitan dengan
berat molekulnya yang lebih rendah.
f. Mengenai sifat-sifat rheologinya; bahan heat cured lebih baik dari self
cured karena bahan self cured menunjukkan distorsi yang lebih besar
dalam pemakaian. Pada pengukuran creep bahan poly (polymethyl
methacrylate),polimer heat cured mempunyai deformasi awal yang
lebih kecil, juga lebih sedikit creep, dan lebih cepat kembali
dibandingkan dengan bahan self cured.
g. Stabilitas warna bahan self cured jelek, bila dipakai aktivator amina
tersier dapat terjadi penguningan setelah beberapa lama.
3.2.4. Kerusakan yang Mungkin Terjadi
Permasalahan yang sering timbul pada akrilik yang telah mengeras
adalah terjadinya crazing (retak) pada permukaannya. Hal ini disebabkan
adanya tensile stress yang menyebabkan terpisahnya molekul-molekul
primer. Retak juga dapat terjadi oleh karena pengaruh monomer yang
berkontak pada permukaan resin akrilik, terutama pada proses reparasi.
Keretakan seperti ini dapat terjadi oleh karena :
Stress mekanis oleh karena berulang-ulang dilakukan pengeringan dan
pembasahan denture yang menyebabkan kontraksi dan ekspansi secara
berganti-ganti. Dengan menggunakan bahan pengganti tin-foil untuk
lapisan cetakan maka air dapat masuk ke dalam akrilik sewaktu
22
pemasakan; selanjutnya apabila air ini hilang dari akrilik maka dapat
menyebabkan keretakan.
Stress yang timbul karena adanya perbedaan koefisien ekspansi termis
antara denture porselen atau bahan lain seperti klamer dengan landasan
denture akrilik; retak-retak dapat terjadi di sekeliling bahan tersebut.
Kerja bahan pelarut; misal pada denture yang sedang direparasi, sejumlah
monomer berkontak dengan resin dan dapat menyebabkan keretakan.
Denture dapat mengalami fraktur atau patah karena:
Impact; misal jatuh pada permukaan yang keras.
Fatigue; karena denture mengalami bending secara berulang-ulang
selama
pemakaian.
Porositas dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan pada
kekuatan dan sifat-sfat optik akrilik. Porositas yang terjadi dapat berupa
shrinkage porosity (tampak gelembung yang tidak beraturan pada permukaan
akrilik) dan gaseous porosity (berupa gelembung uniform, kecil, halus dan
biasanya terjadi pada bagian akrilik yang tebal dan jauh dari sumber panas).
Gaseous Porosity terjadi pada area dari protesa yang berada jauh
dari sumber panas. Contoh : permukaan lingual yang terletak pada bagian
paling bawah dari protesa dan palatal yang terletak pada bagian paling atas
protesa. Granular Porosity ,terjadi ketika hilangnya monomer ,karena
monomer mengalami evaporasi ,ketika fase dough.
Porositas juga dapat berasal dari pengadukan yang tidak tepat
antara komponen bubuk dan cairan. Porositas dapat disebabkan karena
tekanan atau tidak cukupnya bahan dalam rongga kuvet selama polimerisasi.
Porositas juga banyak dihubungkan dengan resin cair. Porus tersebut Nampak
disebabkan oleh masuknya udara selama prosedur pengadukan dan
pemanasan. Pengadukan , pemberian sprue, dan pemasangan jalan masuk
secara cermat dapat membantu mengurangi masuknya udara.
23
3.3. Polimerisasi
Polimerisasi merupakan reaksi intermolecular yang berulang, mampu
berlanjut, dan tidak terbatas. Molekul polimer merupakan makromolekul.
Polimerisasi yang tidak sempurna akan menghasilkan residu yang dapat
menyebabkan alergi.
Polimerisasi ada 2 macam, yaitu polimerisasi bertahap dan polimerisasi
tambahan. Polimerisasi bertahap dalam prosesnya dapat menghasilkan produk
sampingan yang dapat berupa air, asam halogen, dan ammonia. Produk
sampingan tersebut dapat mempengaruhi dimensi bahan cetak. Sedangkan
polimerisasi tambahan merupakan polimerisasi yang tidak mengalami perubahan
komposisi selama prosesnya. Syarat terjadinya polimerisasi tambahan yaitu harus
adanya gugus tidak jenuh dan ada radikal bebas I*, yang merupakan atom yang
punya electron ganjil/tidak berpasangan.
3.3.1. Polimerisasi Pertumbuhan Bertahap
Reaksi yang menimbulkan polimerisasi pertumbuhan bertahap
berlangsung dalam mekanisme yang sama seperti reaksi kimia antara 2 atau
lebih molekul-molekul sederhana. Senyawa utama bereaksi, seringkali
dengan pembentukan produk sampingan seperti air, asam halogen dan
ammonia. Pembentukan produk sampingan ini adalah alas an mengapa
polimerisasi pertumbuhan bertahap, seringkali disebut polimerisasi
kondensasi. Struktur monomer adalah sedemikian rupa sehingga proses
tersebut dapat berulang sendiri dan membentuk molekul makro.
Reaksi ini analog dengan reaksi dimana unit monofungsional mengalami
reaksi poliesterifikasi yang melibatkan rantai diol dan asam dibasik. Bila air
dikeluarkan begitu terbentuk,tidak tercipta suatu keseimbangan dan tahap
pertama dalam reaksi adalah pembentukan suatu dimer yang juga bifungsi.
Begitu reaksi berlanjut, rantai yang lebih panjang, termasuk trimer dan
tetramer, terbentuk melalui esterifikasi lain, semua pada dasarnya identik
24
dalam kecepatan dan mekanisme, sampai akhirnya reaksi mengandung
cempuran rantai polimer dari massa molar yang besar.
Sekarang, polimerisasi kondensasi terutama digunakan untuk
polimerisasi bahan cetak polisulfida dan silicon kondensasi. Namun, karena
reaksi polimerisasi ini menghasilkan produk kondensasi seperti air
(polisulfida) dan alcohol (bahan cetak silicon terpolimerisasi kondensasi),
produk sampingan ini mungkin menyerap dan mempengaruhi kestabilan
dimensi bahan cetak.
Jadi, resin terpolimerisasi tumbuh bertahap adalah bahan yang proses
polimerisasi disertai dengan penghilangan berulang dari molekul-molekul
kecil atau gugus fungsi yang berulang pada rantai polimer. Pembentukan
polimer dengan tumbuh bertahap terjadi agak lambat karena berlangsung
dengan cara bertahap dari monomer menjadi dimer menjadi trimer dan
seterusnya sampai molekul–molekul polimer besar yang mengandung banyak
molekul monomer akhirnya terbentuk.
3.3.2. Polimerisasi Tambahan
Selain polimerisasi pertumbuhan bertahap atau kondensasi ada pula
polimerisasi tambahan. Resin gigi kebanyakan terpolimerisasi dengan
polimerisasi tambahan. Berbeda dengan polimerisasi bertahap/kondensasi,
polimerisasi jenis ini tidak terjadi perubahan komposisi dalam prosesnya.
Unit-unit yang lebih kecil akan membentuk makromolekul tanpa perubahan
komposisi, hal ini dapat disebabkan karena monomer dan polimer memiliki
rumus kimia yang sama. Sehingga dalam rantai polimer, terdiri dari beberapa
monomer yang sejenis dan tersusun berulang-ulang.
Dibandingkan dengan polimerisasi kondensasi/bertahap, polimerisasi
tambahan akan menghasilkan molekul yang raksasa dalam ukuran yang
hampir tidak terbatas. Prosesnya sederhana namun tidak mudah untuk
dikendalikan. Polimerisasi tambahan berawal dari pusat aktif, dimana satu
monomer ditambahkan, hingga pada suatu saat dapat membentuk sebuah
rantai dengan cepat. Rantai ini secara teoritis dapat berkembang tanpa batas.
25
Syarat untuk senyawa berpolimerisasi tambahan antara lain adalah
adanya gugus tak jenuh, yaitu ikatan ganda, etilen, C2H4, monomer paling
sederhana yang dapat berpolimerisasi tambahan, ataupun radikal bebas.
Radikal bebas merupakan atom atau suatu kelompok ataom yang memiliki
electron ganjil / tidak berpasangan. Misalnya atom hydrogen. Karena
memiliki electron yang tidak berpasangan, maka radikal bebas ini memiliki
kemampuan menarik electron.
Proses polimerisasi tambahan diawali dengan tahap induksi, lalu
dilanjutkan dengan tahap penyebaran, pengakhiran dan pemindahan rantai
atau pengalihan rantai.Walaupun nantinya akan terbentuk suatu rantai
polimer, namun proses polimerisasi ini tidak akan pernah sempurna dan tidak
akan berhenti.
Proses polimerasi tambahan antaralain,
3.3.2.1. Induksi
Induksi merupakan tahap pembentukan monomer yang aktif dengan
pembentukan radikal bebas untuk memulai proses polimerisasi.
Pengaktifan monomer ini dengan menggunakan bantuan sinar ultraviolet,
sinar biasa dan panas.
Pada pembentukan radikal bebas ini, dibutuhkan suatu inisiator atau
zat yang akan menginisiasi, memulai atau memicu terjadinya proses
poilimerisasi.Inisiator yang digunakan contohnya benzoil peroksida pada
bentukan bubuk heat cured.Aktivasi aatau pengurain benzoil peroksida
menghasilkan dua radikal bebas yang artinya satu molekull benzoil
peroksida menghasilkan dua molekul radikal bebas.Radikal bebas adalah
muatan elektron netral yang tidak berpasangan.
Pada saat radikal bebas bertemu dengan monomer yang memiliki satu
ikatan ganda pada ataom C nya, maka radikal bebas akan mendekati rantai
ganda atom C dan berpasangan dengan satu elektron dari rantai ganda
atom C tersebut, sehingga rantai ganda pada atom C terputus dan berikatan
dengan radikal bebas. Monomer menjadi radikal bebas yang kemudian
26
akan terus berikatan dan bereaksi apabila ketemu dengan monomer lagi
hingga membentuk suatu rantai panjang yang disebut rantai polimer.
Aktivasi benzoil peroksida menghasilkan dua radikal bebas
3.3.2.2. Penyebaran
Karena diperlukan hanya sedikit energi, begitu terjadi pertumbuhan,
proses terus berlanjut dengan kecepatan tertentu. Secara teoritis, reaksi
rantai harus berlanjut dengan terbentuknya panas, sampai semua monomer
telah diubah menjadi polimer.Meskipun demikian, reaksi polimerisasi
tidak pernah sempurna. Pada reaksi penyebaran rantai, radikal bebas yang
berpasangan dengan satu elektron dari monomer kemudian akan berikatan
lagi dengan monomer lainnya hingga terjadi suatu rantai yang panjang.
27
3.3.2.3. Pengakhiran
Reaksi rantai dapat diakhiri baik dnegan penggabungan langsung atau
pertukaran atom hidrogen dari satu rantai yang tumbuh ke yang lain.Jadi,
monomer yang juga menjadi radikal bebas setelah berikatan kovalen
dengan radikal bebas akan membentuk rantai panjang yang juga bersifat
radikal bebas karena tetap memiliki satu elektron yang tidak
berpasangan.Rantai polimer ang panjang ini kemudian akan membentuk
suatu ikatan kovalen dengan rantai polimer radikal bebas lainnya hingga
terbentuklah suatu rantai panjang yang pasif dan akan aktif lagi apabila
bertemu dengan radikal bebas lagi.
28
3.3.2.4. Pemindahan rantai
Meskipun pengakhiran rantai dapat berasal dari pemindahan rantai,
prosesnya berbeda dengan reaksi pengakhiran yang telah dijelaskan,
dimana keadaan aktif diubah dari suatu radikal aktif menjadi suatu
molekul yang tidak aktif, dan tercipta molekul baru untuk pertumbuhan
selanjutnya. Sebagai contoh, molekul monomer dapat diaktifkan dengan
pertumbuhan makromolekul sedemikian rupa sehingga terjadi
pengakhiran.
3.3.3. Proses Polimerisasi Akrilik
Mekanisme polimerisasi resin akrilik adalah dengan reaksi adisi radikal
bebas. Reaksi adisi adalah reaksi pemecahan ikatan rangkap. Tahapan yang
terjadi pada polimerisasi terdiri dari tahap aktivasi, tahap inisiasi, tahap
propagasi dan tahap terminasi. Resin digunakan untuk dasar gigi tiruan, gigi
tiruan, reline dan perbaikan prostesa, gigi palsu parsial.
Kebanyakan resin akrilik berpolimerisasi melalui reaksi polimerisasi
tambahan. Pada reaksi ini, tidak terjadi perubahan komposisi tetapi
menghasilkan molekul raksasa dalam ukuran yang hampir tidak terbatas. Hal
29
ini dapat terjadi karena monomer yang merupakan penyusun rantai, rumus
empirisnya sama dengan polimernya. Proses polimerisasi jenis ini terdiri dari
4 tahap seperti yang dapat dilihat pada gambar 3 yaitu:
Aktivasi (Induksi) : Untuk memulai proses polimerisasi tambahan,
haruslah terdapat radikal bebas. Radikal bebas dapat dihasilkan dengan
mengaktifkan molekul monomer dengan sinar UV, sinar biasa, panas,
atau pengalihan energi dan komposisi lain yang bertindak sebagai radikal
bebas.
Inisiasi (Penyebaran) : Reaksi rantai harus berlanjut dengan
terbentuknya panas, sampai semua monomer telah diubah menjadi
polimer. Meskipun demikian, reaksi polimerisasi tidak pernah sempurna.
Propagasi (Pengalihan rantai) : Reaksi rantai dapat diakhiri dengan
baik dengan cara penggabungan langsung atau pertukaran atom hidrogen
dari satu rantai yang tumbuh ke rantai yang lain.
Terminasi (Pengakhiran) : Keadaan aktif diubah dari satu radikal aktif
menjadi suatu molekul tidak aktif, dan tercipta molekul baru untuk
pertumbuhan selanjutnya. Keadaan ini dapat terjadi karena terdapat dua
molekul radikal bebas yang bertemu dan membentuk ikatan kovalen.
3.3.4. Kopolimerisasi
Kopolimerisasi adalah polimer yang terdiri dari dua atau lebih unit
monomer yang berbeda sifat kimanya. Dalam reaksi kopolimerisasi yang
telah digambarkan, makromolekul dibentuk oleh polimerisasi dari struktur
tunggal. Untuk memenuhi sifat fisik suatu polimer, 2 atau lebih monomer
yang berbeda secara kimia, masing–masing dengan sifat yang diinginkan,
dapt dikombinasikan. Jadi polimer yang terbentu disebut kopolimer.
Kopolimerisasi dapat terbentu seperti contoh:
Kombinasi antara metakrilat dengan styrene
Kombinasi antara rtilakrilat dan metakrilat
Kombinasi styrene dan krilonitril serta butadine
30
Ada 3 Macam kopolimer yang berbeda berdasarkan rantai yang dibentuk,
yaitu:
Pada kopolimer acak, unit monomer yang berbeda beda secara acak
didistribusikan sepanjang rantai,
·· M-M-MY-M-Y-M-M-Y-Y-M-M···
Namun, bila unit monomer yang identik terjadi dalam urutan yang relaif
panjang sepanjang rantai polimer utama,disebut kopolimer blok,
···M-M-M···M-M-Y-Y-Y···Y-Y-Y-M-M-M···
Dimana –M···M- dan –Y···Y- mewakili segmen panjang molekul M dan
Y. Dalam kopolimer cangkok (graft) suatu monomer dicangkok pada ‘inti’
bahan monomer kedua.
··· M-M-M-M-M···M-M-M-M···
| |
Y-Y Y-Y
Kombinasi yang dibuat antara monomer yang memiliki perbedaan sifat
kimia atau kombinasi antara rantai yang berbeda akan menghasikan sifat fisik
yang diinginkan ada pada protesa yang dibuat. Sebagai contoh, sejumlah kecil
etil akrilat dapat berkopolimerisasi dengan metal metakrilat untuk mengubah
kelenturan suatu protesa. Polimer blok dan cangkok (graf) seringkali
menunjukkan peningkatan kekuatan benturan.
3.3.5. Porositas
Gaseous Porosity terjadi pada area dari protesa yang berada jauh dari
sumber panas. Contoh : permukaan lingual yang terletak pada bagian paling
bawah dari protesa dan palatal yang terletak pada bagian paling atas protesa.
Granular Porosity ,terjadi ketika hilangnya monomer ,karena monomer
mengalami evaporasi ,ketika fase dough.
Porositas juga dapat berasal dari pengadukan yang tidak tepat antara
komponen bubuk dan cairan. Porositas dapat disebabkan karena tekanan atau
tidak cukupnya bahan dalam rongga kuvet selama polimerisasi. Porositas juga
banyak dihubungkan dengan resin cair. Porus tersebut nampak disebabkan
31
oleh masuknya udara selama prosedur pengadukan dan pemanasan.
Pengadukan , pemberian sprue, dan pemasangan jalan masuk secara cermat
dapat membantu mengurangi masuknya udara.
3.4. Aplikasi Resin Akrilik di Bidang Kedokteran Gigi
Aplikasi dari resin akrilik dalam kedokteran gigi antara lain adalah sebagai
elemen gigi resin untuk aplikasi prostodontik. Kebanyakan elemen gigi tiruan
resin memiliki basis dengan susunan polimetil metakrilat. Resin ini serupa dengan
yang digunakan dalam pembuatan basis protesa. Namun, besarnya ikatan silang
dalam elemen gigi tiruan adalah lebih besar daripada ikatan silang pada basis
protesa yang terpolimerisasi. Peningkatan ini diperoleh dengan meningkatkan
jumlah ikatan silang dalam cairan basis protesa, yaitu monomer.
Bagian servikal elemen gigi tiruan sering menunjukkan ikatan silang yang
lebih kecil. Sehingga mempermudah ikatan kimia dengan resin basis protesa.
Pengikatan dapat diperkuat dengan membuang permukaan “ridge lap” resin yang
mengkilap. Sehingga akan meningkatkan pengikatan antara gigi resin dan bahan
basis protesa. Namun kegagalan ikatan dapat terjadi apabila permukaan “ridge
lap” tersebut terkontaminasi dengan malam atau medium pemisah yang salah.
Selain itu, resin akrilik dapat digunakan juga sebagai bahan restorasi yang
memiliki daya alih yang tinggi, dan mudah untuk setting jika dilakukan pada light
curing selama 10 menit, dan dapat menghasilkan permukaan yang sangat halus
dan mengkilat. Resin akrilik dapat juga digunakan sebagai reparasi. Bahan yang
biasa digunakan adalah jenis self cured dan heat cured.
Kemudian, resin akrilik dapat juga digunakan untuk alat ortodonsi lepasan,
yaitu sebagai plat ortodontik lepasan yang berupa lempengan plat akrilik
berbentuk melengkung mengikuti permukaan palatum / lingual. Jenis resin yang
biasa dipakai adalah heat curing dan cold curing (self curing).
32
Prostodonsia Orthodonsia Konservasi Gigi
Relining (penambahan
bahan protesa untuk
meningkatkan kecekatan)
Rebasing (penggantian
landasan gigi tiruan
seluruhnya)
Restorasi gigi tiruan
Sendok cetak yang
individual
Gigi tiruan dan mahkota
sementara
Reparasi gigi tiruan
Prothesa sementara untuk
kasus bibir sumbing
Untuk pembuatan
bahan plat orthodonsi
Untuk alat
orthodonsi
Bahan tanam
sementara (inlay dan
onlay)
Untuk vinir sementara
BAB IV
33
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
34
Soratur, S.H. 2007.Essential of Dental Materials. Jaypee Brothers
Medical Publishers.New Delhi
Anusavice, K.J. 2003. Phillips’ Science of Dental Materials Edisi 10. W.B
Saunders Company.Philadelphia
Powers JM, Wataha JC. Dental Materials Properties and Manipulation.
9th Ed. Missouri : Mosby Elsevier 2008
35
top related