uji aktivitas nanokatalis ni cu fe o untuk konversi ...digilib.unila.ac.id/33829/3/skripsi tanpa bab...
Post on 11-Mar-2020
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UJI AKTIVITAS NANOKATALIS Ni0,65Cu0,35Fe2O4 UNTUK KONVERSINANOSELULOSA KULIT PISANG KEPOK ( Musa paradisiaca L.)MENJADI GULA ALKOHOL DI BAWAH IRRADIASI SINAR UV
(Skripsi)
Oleh
Erwin Simarmata
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
UJI AKTIVITAS NANOKATALIS Ni0,65Cu0,35Fe2O4 UNTUK KONVERSINANOSELULOSA KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiaca L.)MENJADI GULA ALKOHOL DI BAWAH IRRADIASI SINAR UV
Oleh
Erwin Simarmata
Pada penelitian ini, katalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 telah dipreparasi menggunakanmetode sol-gel dan pektin sebagai agen pengemulsi, dilanjutkan dengan kalsinasipada temperatur 600 °C. Katalis ini digunakan untuk uji konversi selulosamenjadi gula alkohol menggunakan sinar UV serta aliran gas H2 10 ml/menitdengan waktu konversi 15, 30, 45, dan 60 menit. Analisis keasaman denganmetode gravimetri, menunjukkan bahwa katalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 memilikikeasaman 1,34 mmol piridin/gram. Berdasarkan metode Fourier Transform InfraRed (FTIR) situs asam Lewis lebih dominan. Hasil analisis difraksi sinar-X(XRD) katalis terdiri dari beberapa fasa kristal yakni fasa NiFe2O4, CuFe2O4,CuO, dan NiO. Hasil analisis morfologi katalis dengan metode TransmissionElectron Microscop (TEM) menunjukkan morfologi permukaan yang heterogen.Hasil analisis energi senjang dengan metode Diffuse Reflectance Spectroscopy(DRS) menunjukkan nilai energi senjang sebesar 1,5 eV. Uji Fehlingmengindikasikan bahwa hasil terbaik diperoleh menggunakan aliran gas H2 10ml/menit dengan waktu konversi 60 menit. Analisis menggunakan HighPerformance Liquid Chromatography (HPLC) menunjukkan bahwa katalisNi0,65Cu0,35Fe2O4 hanya mampu mengkonversi nanoselulosa menjadi gulareduksi.
Kata Kunci : nanoselulosa, nanokatalis, gula alkohol.
ABSTRACT
ACTIVITY TEST NANOCATALYST Ni0.65Cu0,35Fe2O4 FOR THECONVERTION OF KEPOK BANANA SKIN NANOCELLULOSE
(Musa paradisiaca L.) INTO SUGAR ALCOHOL UNDER UV RAYSIRRADIATION
By
Erwin Simarmata
On this research, catalyst of Ni0.65Cu0,35Fe2O4 had been prepared with using sol-gel method and pectin as an emulsifying agent, followed by calcination attemperature 600 °C. The catalyst is used for converting nanocellulose into sugaralcohols under UV rays with the exposure time of 15, 30, 45, and 60 minutes.Analysis of acidity with gravimetric method, showed that the catalystNi0.65Cu0,35Fe2O4 have the acidity 1,34 mmol piridin/gram. Method based onFourier Transform Infra Red (FTIR) lewis acid site is more dominant. The resultsof the analysis of the X-ray difraction (XRD) catalyst consists of several crystalphase i.e. phase NiFe2O4, CuFe2O4, CuO, and NiO. The results of catalystmorphology analysis with transmission electron microscope (TEM) methodshowed heterogeneous surface morphology. The results of the analysis of gapenergy using the Diffuse Reflectance Spectroscopy (DRS) method show the valueof the gap energy of 1,5 eV. The fehling test indicated that the best results wereobtained using a 10 mL H2 gas flow per minute with a convertion time of 60minutes. Analysis using high performance liquid chromatography (HPLC)showed that the Ni0.65Cu0,35Fe2O4 catalyst was only able to convert nanocelluloseinto reducing sugar.
Keywords : nanocelulose, nanocatalyst, sugar alcholol.
UJI AKTIVITAS NANOKATALIS NI0,65CU0,35Fe2O4 UNTUK KONVERSI
NANOSELULOSA KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiaca L.)
MENJADI GULA ALKOHOL DI BAWAH IRRADIASI SINAR UV
Oleh
Erwin Simarmata
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mujimulyo pada tanggal 23
Desember 1995 sebagai anak kelima dari enam
bersaudara, yang merupakan buah hati dari pasangan
Bapak E.Simarmata dan Ibu R.br.Manik. Jenjang
pendidikan diawali dari Sekolah Dasar di SD Negeri 1
Tanjung Sari dan diselesaikan pada tahun 2008.
Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Natar dan diselesaikan pada tahun
2011. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Natar dan diselesaikan pada
tahun 2014. Pada tahun 2014, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia
Fisik pada tahun 2018. Selain itu, penulis juga aktif sebagai anggota Biro
Penerbitan (BP) di Organisasi Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) Fakultas
MIPA. Penulis juga aktif dalam Persekutuan Okuimene Mahasiswa MIPA
(POMMIPA) , Sebagai anggota di Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen Universitas
Lampung.
MOTTO
Tuailah selagi dapat menuai
( erwin simarmata)
Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akanmemperoleh harta yang berharga( Amsal 12:27 )
Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan adaditangan Tuhan ( Amsal 21:31 )
Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, Iasendiri akan diberi minum ( Amsal 11:25 )
Jika anda ingin menjadi pemenang? Bertandinglah ( 1 Timotius 6: 12 )
Jika anda ingin menuai? Menaburlah ( Mazmur 126:6 )
Jika anda ingin sukses? Bekerjalah ( Pengkotbah 9: 10 )
PERSEMBAHAN
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus, dengan
ketulusan hati aku persembahkan karya ini kepada:
Kedua orang tuaku, Bapak E.Simarmata dan Ibu R.br.Manik
yang telah berjuang untuk mendidik dan membesarkanku,
yang selalu mengasihi, mendukung dan mendoakan
Keberhasilanku
Abang, kakak, dan adikku tersayang Edi Yanto Simarmata ,
Edward Simarmata , Erikson Simarmata , Rosmala Wati
Simarmata, dan Ratih Intan Sari Simarmata dan seluruh
keluarga besar yang selalu mendukung dan mendoakan
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini,
Sahabat dan teman-teman yang selalu menemani dan
memberikan semangat
Almamater tercinta kimia FMIPA UNILA
SANWACANA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala Kasih Karunia-NYA yang tercurah, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul ” Uji Aktivitas Nanokatalis Ni0,65Cu03,5Fe2O4 Untuk
Konversi Nanoselulosa Kulit Pisang Kepok ( Musa Paradisiaca L. ) Menjadi
Gula Alkohol di Bawah Irradiasi Sinar UV”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Lampung. Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas
dari kesulitan dan kendala, namun puji TUHAN karena kuasaNya itu semua dapat
penulis lalui dan juga bantuan serta dorongan semangat dari orang-orang terkasih
di sekitar penulis. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih
setulus-tulusnya kepada:
1. Kedua orang tua, Bapak E.Simarmata dan Ibu R.br.Manik yang selalu
memberikan semangat dan dukungan moral maupun materi, yang telah
berjuang dan berkorban dengan berpeluh keringat demi penulis, dan tidak
henti-hentinya mendoakan keberhasilan penulis.
2. Bapak Dr. Rudy T.M. Situmeang, M.Sc., selaku pembimbing utama yang
telah membimbing, memberikan banyak ilmu pengetahuan, nasihat, arahan,
saran dan kritik yang sangat berarti bagi penulis selama penelitian hingga
selesainya penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D., selaku pembimbing kedua yang
telah memberikan banyak ilmu pengetahuan, gagasan, arahan, bimbingan,
saran, dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D., selaku Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan selama masa
kuliah.
5. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku pembahas atas semua
saran, kritik, nasihat serta motivasi bagi penulis.
6. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
7. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8. Seluruh dosen dan staf administrasi di Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung yang telah memberikan
banyak ilmu pengetahuan dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
9. Abangku tersayang Edi Yanto Simarmata , Edward Simarmata, Erikson
Simarmata dan Kakakku tersayang Rosmala Wati Simarmata , serta adikku
tersayang Ratih Intan Sari Simarmata atas segala doa, semangat, dan canda
tawa untuk penulis.
10. Kedua nenek yang selalu memberi doa dan motivasi, Tulang , Inang Tulang,
Bapauda , Inanguda, Amangboru , Inangboru , Kakak Ipar , Keponakan, dan
Adek-adek sepupu yang selalu mendukung, menasehati dan mendoakan.
11. Sahabat-sahabat terbaikku Rosmaida Sinurat , Raju Sidabalok , Mian
Siringo-ringo, dan Kelvin Panjaitan atas bantuan, motivasi, dan
persaudaraannya hingga saat ini.
12. Teman-teman seperjuangan dan sebimbingan Lilian Elisabeth , Matthew
Maranatha Tamba , Meliana Sari Simarmata , Ilhan Imanudin , V. Ari
Viggi, Renaldi Arlento , dan Sola Gratia br. Ginting.
13. Teman-teman di Laboratorium Anorganik-Fisik, Polimer, Organik,
Biokimia, dan Analitik atas segala bantuan, motivasi, semangat, canda tawa
yang selalu teman-teman hadirkan bagi penulis mulai dari PKL, penelitian
sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.
14. Adik-adik 2015 anak bimbingan Pak Rudy terimakasih atas segala bantuan
dan semangatnya.
15. Rekan-rekan dan keluargaku Kimia Angkatan 2014 yang telah memotivasi
dan memberikan dukungan.
16. Teman-teman KKN Desa Penengahan Lampung Selatan Meliana (sekaligus
teman satu bimbingan dengan Pak Wasinton) atas segala bantuan selama
penulis menyusun karya ini, astrid, Ria, dan Alfan untuk semua
kebersamaan dan canda tawa untuk penulis.
17. Seseorang yang telah Tuhan sediakan bagiku, yang akan menjadi
pendampingku nanti.
18. Seluruh keluarga besar Jurusan Kimia
19. Almamater tercinta, Universitas Lampung
20. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
Semoga Tuhan memberkati kita semua. Akhir kata, penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga
skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan menjadi manfaat bagi kita semua
serta dapat memberikan saran yang membangun bagi penulis untuk lebih baik
lagi.
Bandar Lampung, 9 Oktober 2018
Erwin Simarmata
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
C. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 5
A. Nanopartikel ................................................................................................. 5
B. Nanokomposit .............................................................................................. 7
C. Katalis .......................................................................................................... 8
D. Nanokatalis................................................................................................. 11
E. Metode Preparasi Katalis ........................................................................... 12
F. Pektin ......................................................................................................... 15
G. Kulit Pisang................................................................................................ 18
H. Selulosa ...................................................................................................... 19
I. Nanoselulosa .............................................................................................. 21
J. Sinar UV .................................................................................................... 23
K. Spinel Ferrite.............................................................................................. 24
L. Gula Alkohol.............................................................................................. 26
1. Sorbitol dan Mannitol ......................................................................... 27
2. Xylitol ................................................................................................. 29
M. Karakterisasi Katalis .................................................................................. 30
ii
1. Penentuan Keasaman Katalis.............................................................. 30
2. Analisis Energi Band-Gap Nanokatalis Menggunakan DRS ............. 34
3. Penentuan Fasa Kristalin Katalis ........................................................ 36
4. Penentuan Morfologi Kristalin Katalis ............................................... 37
III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 40
A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 40
B. Alat dan Bahan........................................................................................... 40
C. Prosedur Penelitian..................................................................................... 41
1. Preparasi Nanokatalis Ni0,65Cu0,35 Fe2O4............................................ 41
2. Karakterisasi Nanokatalis ................................................................... 42
3. Preparasi Nanoselulosa Kulit Pisang Kepok ( Musa paradisiaca L.) 45
4. Uji Aktivitas Katalis dengan Reaksi Fotokatalitik ............................. 46
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 49
A. Preparasi Nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 .................................................... 49
B. Karakterisasi Nanokatalis........................................................................... 53
1. Analisis Fasa Kristalin Katalis Menggunakan XRD .......................... 53
2. Analisis Keasaman Katalis Menggunakan FTIR................................ 56
3. Analisis Morfologi Katalis Menggunakan TEM ................................ 58
4. Analisis Energi Band-Gap Katalis Menggunakan DRS..................... 60
C. Preparasi Nanoselulosa Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)......... 62
D. Uji Aktivitas Katalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 Melalui Reaksi Fotokatalitik ....... 66
V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 72
A. SIMPULAN ............................................................................................... 72
B. SARAN ...................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Puncak-puncak representatif difraktogram katalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 ..... 54
Tabel 2. Puncak-puncak representatif dari masing-masing difraktogram acuan
pada katalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 ................................................................. 54
Tabel 3. Persentase nanoselulosa terkonversi ....................................................... 66
Table 4. Konsentrasi glukosa pada sampel hasil konversi .................................... 69
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Siklus Katalis ....................................................................................................... 8
2. (a) Struktur α-galakturonat, (b) Struktur metilasi α-galakturonat, .................... 16
3. Struktur Selulosa ............................................................................................... 19
4. Spektrum LC konversi selulosa ........................................................................ 20
5. Mekanisme Hidrolisis Asam............................................................................. 23
6. Struktur Kristal Spinel Ferrite........................................................................... 26
7. Konversi Selulosa Menjadi Poliol..................................................................... 27
8. Konversi Selulosa Menjadi Sorbitol dan Mannitol........................................... 28
9. Konversi Xylitol................................................................................................ 30
10. Reaksi Piridin Pada Situs Asam Bronsted-Lowry .......................................... 33
11. Reaksi Piridin Pada Situs Asam Lewis ........................................................... 33
12. Spektra IR dari katalis: (a) NiFe2O4, (b) Co3O4, dan (c) Co3O4/NiFe2O4....... 34
13. Instrumen DRS................................................................................................ 35
14. Difraktogram Katalis NiFe2O4 (Tanda * fasa kristalin NiFe2O4 ;Tanda # fasa
kristalin NiO ; Tanda o fasa kristalin Fe3O4).................................................. 37
15. Skema Alat Transmission Electron Microscope............................................. 39
16. Proses konversi selulosa dengan irradiasi sinar UV ....................................... 47
17. Preparasi Nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4, (a) Penambahan larutan logam-logam
nitrat, (b) Larutan homogen setelah penambahan larutan logam-logam nitrat,
(c) Gel coklat setelah pemanasan................................................................... 50
18. Padatan serbuk kering Ni0,65Cu0,35Fe2O4,setelah proses frezee dry................. 51
19. Profil suhu kalsinasi ........................................................................................ 52
20. Serbuk kering katalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 setelah proses kalsinasi .................... 53
v
21. Difaktogram nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4, adalah CuFe2O4 , adalah
NiFe2O4, adalah CuO, adalah NiO........................................................... 55
22. Spektrum Inframerah dari Nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 .............................. 57
23. Mikrograf hasil analisis TEM katalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 pada skala................ 59
24. Spektrum reflektan dan absorban dari nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4............. 61
25. Nilai energi-senjang nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 ........................................ 62
26. Preparasi nanoselulosa kulit pisang a). Bubuk kulit pisang kepok b). Selulosa
hasil bleaching c). Suspensi nanoselulosa hasil hidrolisis d). Nanoselulosa
hasil freeze dry ............................................................................................... 64
27. Difaktogram XRD Nanoselulosa (a) referensi, (b) kulit pisang ..................... 65
28. Analisis gula pereduksi dengan pereaksi Fehling ........................................... 67
29. Analisis gula pereduksi dengan pereaksi DNS ............................................... 68
30. Kurva standar glukosa..................................................................................... 69
31. Kromatogram HPLC dengan waktu konversi 60 menit.................................. 70
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini biomassa telah banyak menarik perhatian para peneliti dikarenakan
sifatnya yang ramah lingkungan dan sumber energi terbaharukan (Arhamsyah,
2010) . Biomassa umumnya memiliki nilai ekonomis rendah dan dapat diperoleh
dari bahan organik atau hasil limbah yang telah diambil produk primernya. Di
Indonesia keberadaan biomassa sangatlah berlimpah, salah satu yang sering
dimanfaatkan ialah selulosa . Beberapa sumber selulosa adalah kayu, serat daun,
bambu, sekam padi,kulit buah coklat dan tandan kosong kelapa sawit. Selulosa
merupakan produk polimer alam yang berasal dari reaksi fotosintesis CO2 dan
H2O. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam atau
enzim. Meskipun hidrolisis selulosa menjadi gula alkohol masih mengalami
kendala , tetapi banyak peneliti telah memfokuskan peningkatan hidrolisis
selulosa menjadi gula alkohol (Fukuoka and Dhepe, 2006 ; Suri dkk,2013; Atmaji
dkk,2013).
Selulosa dapat dikonversi menjadi gula alkohol dengan bantuan katalis. Beberapa
peneliti telah menggunakan metode irradiasi sinar UV untuk mengkonversi
senyawa karbohidrat ( Kawai dan Sakata, 1980) mendekomposisi sukrosa dengan
2
katalis RuO2/TiO2/Pt ( 10:100:5, g/g) menjadi H2 dan CO2 dengan waktu reaksi
selama 18 jam pada temperatur ruang. Peneliti lain katalis TiO2 yang didukung
oleh zeolit tipe Y mampu mengoksidasi glukosa menjadi GUA (glucaric acid )
dan GA (gluconic acid) 68% (Colmenares dan Magdziarz, 2013). Selanjutnya,
Puttipat et al., 2014 melakukan konversi fruktosa dan xylosa menjadi asam
organik. Penelitian terbaru dilakukan oleh sekelompok peneliti Inggris, dimana
nanoselulosa dikonversi menjadi bahan bakar hidrogen dengan hasil konversi
sebesar 90% menggunakan katalis TiO2 dan TiO2(Pt) dan irradiasi sinar UV
(Zhang et al., 2016).
Nanoselulosa merupakan jenis selulosa yang ditandai dengan adanya peningkatan
kristalinitas, luas permukaan, peningkatan dispersi, dan biodegradasi (Habibi et
al., 2010 ; Iriani dkk., 2015). Konversi nanoselulosa menjadi gula alkohol
menggunakan katalis logam transisi telah dilakukan sebelumnya dan memberikan
hasil yang cukup besar serta efektif dengan penggunaan katalis
Ni4.63Cu1Al1.82Fe0.79 menghasilkan sorbitol 68.07% (Liu et al., 2014) dan katalis
CuO/CeO2-ZrO2 menghasilkan sorbitol 99,081% (Dar et al., 2015).
Fotokatalitis memerlukan bantuan cahaya dan katalis (semikonduktor) untuk
melangsungkan atau mempercepat transformasi kimia, sumber cahaya yang
digunakan bisa sinar tampak atau lampu UV. Proses fotokatalitis oleh cahaya
tampak atau UV akan menghasilkan radikal hidroksil yang sangat aktif dan
mampu mengoksidasi berbagai bahan organik menjadi H2O dan CO2
( Wahyuni et al.,2017).
3
Berdasarkan penjelasan diatas, maka pada penelitian ini akan dilakukan preparasi
nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 menggunakan metode sol-gel menggunakan
pengemulsi pektin dan freeze dry. Selanjutnya, katalis akan dikarakterisasi untuk
mengukur jumlah keasaman dan jenis situs asamnya menggunakan metode
gravimetri dan Fourier Transform Infra Red (FTIR), menentukan fasa kristalin
katalis menggunakan difraksi sinar-X (XRD), menentukan morfologi katalis
dengan Transmission Electron Microscopy (TEM), UV-Vis diffuse reflectance
spectrum (DRS). Menurut peneliti sebelumnya disarankan agar dapat
menghasilkan sorbitol, manitol dan xylitol dari nanoselulosa limbah kulit pisang
kepok dengan rendemen tinggi melalui uji katalitik maka harus diperhatikan
waktu konversi (Mawarti,2017), aliran gas H2 yang optimal (Lindawati,2017), dan
rasio antara nanoselulosa dengan katalis (Susanti,2017). Hasil konversi akan diuji
katalitis dengan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mempelajari cara membuat nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 dengan metode sol-
gel.
2. Mengkarakterisasi nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 menggunakan metode
gravimetri, FTIR, XRD, DRS dan TEM.
3. Menguji aktivitas nanokatalis Ni0,65Cu03,5Fe2O4 dengan irradiasi sinar UV
terhadap konversi selulosa menjadi gula alkohol.
4. Menganalisis hasil konversi menggunakan metode KCKT.
4
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi terkini mengenai
preparasi nanokatalis Ni0,65Fe2Cu0,35O4 dengan metode sol-gel serta aktivitas
nanokatalis Ni0,65Fe2Cu0,35O4 dalam mengkonversi nanoselulosa menjadi gula
alkohol.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nanopartikel
Nanopartikel dapat terdiri dari bahan konstituen tunggal atau gabungan dari
beberapa bahan. Nanopartikel di alam sebagai contoh adalah biji bauksit sering
ditemukan dengan bahan aglomerasi dengan berbagai komposisi, sedangkan
komposisi bahan murni tunggal dapat dengan mudah disintesis dengan berbagai
metode. Berdasarkan sifat kimia dan elektromagnetik, nanopartikel dapat tersebar
seperti aerosol, suspensi/koloid, atau dalam keadaan menggumpal. Sebagai
contoh, nanopartikel magnetik cenderung mengelompok, membentuk sebuah
aglomerat, kecuali permukaan mereka dilapisi dengan bahan non-magnetik, dan
dalam keadaan menggumpal, nanopartikel dapat berperilaku sebagai partikel yang
lebih besar, tergantung pada ukuran aglomerat tersebut (Buzea, et al., 2007).
Sediaan nanopartikel dapat dibuat dengan berbagai metode, hingga saat ini ada
beberapa metode pembuatan nanopartikel yang sering digunakan yaitu metode
presipitasi, penggilingan (milling methods), salting out, fluida superkritis,
polimerisasi monomer, polimer hidrofilik, dan dispersi pembentukan polimer
(Soppimath, et al., 2001; Mansouri, et al., 2011). Meningkatnya kebutuhan
industri akan ukuran partikel yang semakin kecil menyebabkan nanopartikel
mengalami kemajuan pesat. Material nanopartikel secara luas telah banyak
6
menarik perhatian para peneliti. Hal ini dikarenakan material nanopartikel
memiliki ukuran partikel yang sangat kecil dan sifat permukaannya dapat dengan
mudah diatur dan diubah sesuai pemanfaatannya. Pemanfaatan material
nanopartikel kini tidak hanya di bidang farmasi maupun bioteknologi (Jahanshahi
dan Babaei, 2008), namun juga memiliki peran penting dalam bidang material
konduktor, fotonik, elektronik, sensor, serta berbagai teknologi lain dalam
penanganan pencemaran lingkungan. Suatu material dapat dinyatakan sebagai
nanopartikel apabila mempunyai rentang ukuran dari 1 hingga 100 nm (Sietsma et
al., 2007).
Abdullah (2008) menjelaskan bahwa terdapat dua poin utama yang menjadikan
material nanopartikel lebih unggul dibandingkan dengan material besarnya (bulk).
Pertama, ukuran yang sangat kecil, menyebabkan material nanopartikel memiliki
angka perbandingan yang besar antara luas permukaan dan volumenya. Sehingga
bersifat lebih reaktif, karena hanya atom-atom di permukaan saja yang akan saling
bersentuhan langsung dengan material lain. Kedua, perubahan sifat, seperti
kekuatan mekanik, transparansi, konduktifitas listrik dan magnetisasi pada
material nanopartikel yang berkaitan dengan fenomena kuantum akibat pengaruh
keterbatasan ruang gerak. Perbandingan jumlah atom yang menempati luas
permukaan dan volume berkaitan dengan perubahan sifat seperti titik leleh, titik
didih dan reaktivitas kimia dari material nanopartikel tersebut.
Sintesis material nanopartikel dengan atom logam melalui reaksi kimia harus
dilengkapi dengan penggunaan senyawa organik yang akan membentuk susunan
teratur pada permukaan logam tersebut. Bagian senyawa organik yang bersifat
7
hidrofobik akan langsung teradsorpsi pada permukaan nanopartikel logam dan
bagian yang bersifat hidrofilik akan berada pada bulk larutan. Senyawa organik
tersebut (surfaktan dan polimer) dapat mengontrol kecepatan reduksi dan agregasi
yang terjadi pada nanopartikel logam (Hanke, 2001).
Dalam bidang katalis telah banyak peneliti yang mampu menghasilkan
nanokatalis dengan berbagai metode seperti metode hidrotermal (Ohara et al.,
2004), metode simple heating (Abdullah dkk, 2008), metode combustion, metode
sintesis koloid (Soderlind, 2008), metode kopresipitasi (Kanade et al., 2006) dan
metode sol-gel (Ismunandar, 2006).
B. Nanokomposit
Nanokomposit dapat dibuat dengan menyisipkan nanopartikel (nanofiller) ke
dalam sebuah material makrokospik (matriks). Pencampuran nanopartikel ke
dalam matriks penyusun merupakan bagian perkembangan dunia nanoteknologi.
Nanokomposit merupakan material padat multi fasa, dimana setiap fasa memiliki
satu, dua, atau tiga dimensi yang kurang dari 100 nm, atau struktur padat dengan
dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar bentuk penyusun
struktur yang berbeda (Chitraningrum, 2008).
Partikel-partikel yang berukukuran nano memiliki luas permukaan interaksi yang
besar. Semakin banyak partikel yang berinteraksi, semakin kuat pula material.
Inilah yang membuat ikatan antar partikel semakin kuat sehingga sifat mekanik
material bertambah. Namun, penambahan partikel-partikel nano tidak selamanya
8
akan meningkatkan sifat mekaniknya. Ada batas tertentu dimana saat dilakukan
penambahan, kekuatan material justru semakin berkurang. Namun pada
umumnya, material nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat mekanik, listrik,
optik, elektrokimia, katalis, dan struktur dibandingkan dengan material
penyusunnya (Hadiyawarman et al., 2008). Dengan mendesain partikel nano
dalam komposit memungkinkan untuk meningkatkan sifat katalis dari fotokatalis.
C. Katalis
Menurut Berzelius laju reaksi kimia dapat meningkat apabila ditambahkan
Katalis, tetapi tanpa terkonsumsi selama reaksi . Katalis dapat membentuk ikatan
dengan reaktan, sehingga meningkatkan kemudahan reaktan bereaksi membentuk
produk kemudian terlepas dari katalis. Suatu reaksi terkatalisis digambarkan
sebagai suatu siklus peristiwa dimana katalis berpatisipasi dalam reaksi dan
kembali ke bentuk semula pada akhir siklus (Chorkendroff and
Niemantsverdriet,2003).
Gambar 1 Siklus Katalis
9
Dari Gambar di atas, siklus diawali dengan pengikatan molekul-molekul A dan B
(reaktan) pada katalis. Kemudian A dan B bereaksi membentuk kompleks yang
selanjutnya membentuk produk P, yang juga terikat pada katalis. Pada tahap akhir,
P terpisah dari katalis sehingga siklus kembali ke bentuk semula. Secara umum,
katalis dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu katalis homogen dan katalis
heterogen. Untuk katalis homogen, katalis dan reaktan berada dalam fase yang
sama, sedangkan untuk katalis heterogen, katalis dan reaktan berada pada fase
yang berbeda. Untuk tujuan praktis, penggunaan katalis heterogen saat ini lebih
disukai dibandingkan dengan katalis homogen (Chorkendroff and
Niemantsverdriet, 2003) . Saat ini, proses katalitik heterogen dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu reaksi reduksi-oksidasi (redoks), dan reaksi asam-basa.
Reaksi redoks meliputi reaksi dimana katalis mempengaruhi pemecahan ikatan
secara homolitik pada molekul-molekul reaktan menghasilkan elektron tak
berpasangan, dan kemudian membentuk ikatan secara homolitik dengan katalis
melibatkan elektron dari katalis. Reaksi asam-basa meliputi reaksi dimana reaktan
membentuk ikatan heterolitik dengan katalis melalui penggunaan pasangan
elektron bebas dari katalis atau reaktan (Li, 2005).
Katalis pada umumnya memiliki sifat sebagai berikut :
1. Selektivitas
Katalis harus memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk yang
diinginkan. Selektivitas diperlukan dalam pemilihan setiap material yang
akan digunakan. Hal ini dikarenakan dalam suatu proses reaksi, terdapat zat
yang berperan dalam meningkatkan laju reaksi, namun juga dapat menjadi
penghambat pada proses lainnya. Katalis dikatakan memiliki selektivitas yang
10
baik, jika katalis mampu secara efektif meningkatkan jumlah produk yang
diinginkan.
2. Aktivitas
Katalis harus memiliki kemampuan untuk dapat aktif bereaksi. Keaktifan
tersebut dapat dibuktikan dari hasil kerja katalis dalam mengubah bahan baku
menjadi produk baru yang diinginkan. Katalis dikatakan memiliki aktivitas
yang baik, jika katalis mampu menuju kesetimbangan dengan waktu yang
sangat singkat.
3. Waktu Hidup
Katalis harus memiliki kemampuan untuk bertahan pada level yang cukup
sesuai kinerja katalis yang diinginkan. Masa hidup katalis dipengaruhi oleh
aktivitas dari katalis.
4. Stabilitas
Katalis harus memiliki kemampuan untuk dapat menghadapi racun atau zat
lain yang mungkin dapat merusak kinerja dari katalis itu sendiri. Stabilitas
katalis dalam reaksi akan berpengaruh pada produk yang dihasilkan.
5. Regenerasi
Katalis harus memiliki sifat mudah diregenerasi. Sifat ini akan memberi
kemudahan dalam meminimumkan setiap gangguan yang terjadi saat
bereaksi.
6. Kekuatan mekanik
Katalis harus memiliki kemampuan untuk dapat digunakan dalam kondisi
apapun, meskipun dalam tekanan dan temperatur tinggi (Clark, 2001).
11
Katalis heterogen terdapat 2 komponen penyusun, yaitu penyangga dan situs aktif
(dopan). Fungsi utama dari penyangga adalah mampu menyediakan luas
permukaan yang besar (memadai) yang bertujuan memperluas kontak langsung
antara situs aktif dan reaktan sehingga menghindari penggumpalan dan dapat
meningkatkan sifat katalitiknya. Penyangga sebaiknya merupakan senyawa
pembawa reaktan yang inert terhadap reaksi yang tidak diinginkan, seperti
alumina, silika dan karbon aktif. Situs aktif umumnya adalah oksida dari logam-
logam transisi deret pertama, seperti: Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu, dan Zn yang
memiliki orbital d yang masih kekurangan elektron sehingga dapat menangkap
elektron dari reaktan dan membentuk ikatan yang kuat.
D. Nanokatalis
Nanokatalis memiliki peran mempercepat suatu reaksi tanpa ikut serta dalam hasil
reaksi. Nanokatalis saat ini dikembangkan sebagai katalis dalam mempercepat
reaksi kimia karena keunggulannya mengkatalisis suatu reaksi yang lebih cepat
dari katalis biasa. (Latununuwe dkk., 2008). Keunggulan nanokatalis ini
disebabkan oleh permukaan yang luas dan rasio-rasio atom yang tersebar secara
merata pada permukaannya. Sifat ini menguntungkan untuk transfer massa di
dalam pori-pori dan juga menyumbangkan antar muka yang besar untuk reaksi-
reaksi adsorpsi dan katalitik (Widegren et al., 2003).
12
E. Metode Preparasi Katalis
Metode preparasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
karakteristik suatu katalis. Pemilihan metode preparasi yang tepat akan
menunjukkan hasil karakteristik katalis yang diharapkan memiliki aktivitas,
selektivitas dan stabilitas yang maksimal. Banyak metode yang telah
dikembangkan untuk sintesis nanokatalis, berbagai metode dari pembuatan
nanokatalis spinel ferrite seperti microemulsions( Giannakas et al.,2004 ), metode
keramik dengan pembakaran, koopresipitasi( Kianpour et al., 2016), metode
aerosol( Haris dkk,2014 ), reverse micelles( Giannakas et al.,2006 ), metode
poliol, metode sonokimia, metode hidrotermal( Gedikli et al.,2015), sol-gel
( Hasnidawati, 2016 ), laser ablation( Sun et al.,2004 ), dan polymeric precursor
( Souza et al., 2010 ) . Dari beberapa metode sintesis tersebut, dalam penelitian ini
digunakan metode sol-gel untuk mendapatkan nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4.
Metode sol-gel ini dipilih karena secara luas telah digunakan dalam sintesis katalis
berpendukung logam TiCl4( Zhang et al.,2001). Selain itu metode ini memiliki
banyak keunggulan seperti dispersi yang tinggi dari spesi aktif yang tersebar
secara homogen pada permukaan katalis, tekstur porinya memberikan kemudahan
difusi dari reaktan untuk masuk ke dalam situs aktif (Lecloux and Pirard, 1998),
luas permukaan yang besar,peningkatan stabilitas termal, serta kemudahannya
dalam memasukkan satu atau dua logam aktif sekaligus dalam prekursor katalis
(Lambert and Gonzalez, 1998).
Dalam penelitian ini, preparasi katalis dilakukan dengan tiga tahap, yakni proses
sol-gel, pengeringan precursor katalis dengan metode freeze drying, dan kalsinasi
13
katalis untuk mengaktifkan katalis. Metode sol-gel merupakan salah satu metode
yang paling sukses dalam mempreparasi material oksida logam berukuran nano.
Sol adalah suspensi koloid yang fasa terdispersinya berbentuk padat dan fasa
pendispersinya berbentuk cairan. Suspensi dari partikel padat atau molekul-
molekul koloid dalam larutan, dibuat dengan metal alkoksi dan dihidrolisis
dengan air, menghasilkan partikel padatan metal hidroksida dalam larutan, dan
reaksinya adalah reaksi hidrolisis.
Gel (gelation) adalah jaringan partikel atau molekul, baik padatan dan cairan,
dimana polimer yang terjadi di dalam larutan digunakan sebagai tempat
pertumbuhan zat anorganik. Pertumbuhan zat anorganik terjadi di gel dengan
energi ikat rendah. Reaksinya adalah reaksi kondensasi, baik alkohol atau air,
yang menghasilkan oxygen bridge (jembatan oksigen) untuk mendapatkan oksida
logam (Paveena et al., 2010).
Proses sol gel bisa didefinisikan sebagai proses pembentukan senyawa anorganik
melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah, dalam proses tersebut
terjadi perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) membentuk fasa cair kontinyu
(gel). Metode sol gel merupakan metode yang paling banyak dilakukan. Hal ini
disebabkan karena beberapa keunggulannya, antara lain: proses berlangsung pada
temperatur rendah, prosesnya relatif lebih mudah, bisa diaplikasikan dalam segala
kondisi (versatile), menghasilkan produk dengan kemurnian dan kehomogenan
yang tinggi jika parameternya divariasikan. Dimana dapat dilakukan kontrol
terhadap ukuran dan distribusi pori dengan mengubah rasio molar air/prekursor,
14
tipe katalis atau prekursor, suhu gelasi, pengeringan, dan proses stabilisasi
(Zawrah et al., 2009).
Pengeringan beku (freeze drying) adalah salah satu metode pengeringan yang
mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan,
khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas. Dalam katalis,
metode ini digunakan untuk menghilangkan air hidrat dalam rongga bahan katalis
tanpa merusak struktur jaringan bahan tersebut (Labconco, 1996).
Keunggulan pengeringan menggunakan alat freeze dryer dibandingkan metoda
lainnya, antara lain adalah :
a) Dapat mempertahankan stabilitas produk dan struktur bahan (menghindari
pengkerutan bentuk, perubahan aroma, warna, dan unsur organoleptik
lain).
b) Dapat meningkatkan daya rehidrasi (hasil pengeringan sangat berongga
sehingga daya rehidrasi sangat tinggi dan dapat kembali ke sifat fisiologis,
organoleptik dan bentuk fisik yang hampir sama dengan sebelum
pengeringan).
c) Hasilnya homogen, murni, dengan ukuran partikel dapat diproduksi
kembali serta memiliki aktivitas yang seragam (Bermejo et al., 1997).
Freeze Dryer merupakan suatu alat pengeringan yang termasuk ke dalam
pengantar pengeringan atau pengeringan tak langsung (conduction dryer/ indirect
dryer) karena proses perpindahan terjadi secara tidak langsung yaitu antara bahan
yang akan dikeringkan (bahan basah) dan media pemanas terdapat dinding
pembatas sehingga air dalam bahan basah / lembab yang menguap tidak terbawa
15
bersama media pemanas. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan panas terjadi
secara hantaran (konduksi), sehingga disebut juga pengantar pengeringan atau
pengeringan tak langsung (Conduction Dryer/ Indirect Dryer) (Liapis et al.,
1994).
Kalsinasi merupakan proses pemanasan suatu zat padat pada suhu tinggi dibawah
titik lelehnya yang dilakukan secara bertahap dengan laju dan kenaikan suhu
yang konstan. Kalsinasi dibutuhkan pada zat padat seperti katalis untuk dapat
mengubah ukuran kristal menjadi lebih kecil. Perubahan ini terjadi karena atom-
atom karbon, hidrogen dan oksigen dapat teruapkan menjadi air dan karbon
dioksida.
Peristiwa yang terjadi pada proses kalsinasi yaitu:
1. Dekomposisi komponen prekursor pada pembentukan spesi oksida.
Prosespertama terjadi pelepasan air bebas (H2O) dan terikat (OH) yang
berlangsung pada suhu diantara 100о C dan 300o C.
2. Pelepasan gas CO2 berlangsung pada suhu sekitar 600o C, akan terjadi
pengurangan berat secara berarti dan terjadi reaksi antara oksida yang
terbentuk dengan penyangga.
F. Pektin
Pektin merupakan suatu polimer dari polisakarida yang memiliki bobot molekul
tinggi dan terkandung dalam lamella tengah dinding sel pada tumbuhan darat.
Polisakarida ini tersusun atas monomer-monomer α-D-galakturonat yang
16
membentuk rantai lurus dan saling terikat satu sama lain oleh ikatan α – 1,4 –
glikosidik (Sriamornsak, 1998). Struktur pektin ditunjukan dalam Gambar 2 :
Gambar 2. (a) Struktur α-galakturonat, (b) Struktur metilasi α-galakturonat,
(c) Struktur pektin
Pada umumnya larutan pektin bersifat asam. Hal ini dikarenakan adanya gugus
karboksil pada rantai panjang struktur pektin. Namun, sebagian dari gugus
karboksil tersebut secara alami juga termetoksilasi menjadi gugus metoksil
(Yujaroen et al., 2008). Senyawa pektin terdiri atas asam pektat, asam pektirat dan
protopektin. Kandungan metoksi pada pektin mempengaruhi kelarutannya. Pektin
dengan kadar metoksi tinggi (7-9%) akan mudah larut di dalam air sedangkan
pektin dengan kadar metoksi rendah (3-6%) mudah larut di dalam alkali dan asam
oksalat. Pektin tidak larut di dalam alkohol dan aseton. Kadar metoksi
merupakan jumlah metanol di dalam 100 mol asam galakturonat. Kadar metoksi
berperan dalam menentukan sifat fungsional dan mempengaruhi struktur serta
tekstur dari gel pektin (Erika, 2013)
17
Buah-buahan dan sayuran merupakan sumber paling utama dalam isolasi senyawa
pektin, seperti pada kulit apel pomace kering (10-15%), kulit jeruk (20-30%)
( Hindarso dkk,2004 ), bunga matahari (15-25%), kulit buah coklat
(8-11%)(Edahwati dkk,2013 ), buah pisang (22,4%)( Hanum dkk,2012 ), terong
(±11%), dan bayam (11,58%). Isolasi pektin paling sederhana dapat dilakukan
dengan cara ekstraksi. Dalam proses ekstraksi, pektin akan mengalami perubahan
senyawa yang disebabkan oleh proses hidrolisis (Farobie, 2006).
Faktor yang menentukan kualitas pektin adalah kadar asam galakturonat.
Semakin tinggi nilai kadar asam galakturonat, maka pektin semakin berkualitas
baik. Untuk memperoleh kadar asam galakturonat yang tinggi dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan waktu ekstraksi. Sehingga laju reaksi hidrolisis
protopektin menjadi asam galakturonat juga semakin meningkat. Sedangkan pada
kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin juga akan cenderung
terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat . Faktor lain adalah kadar metoksil
yang terkandung (Goycoolea dan Adriana, 2003). Kadar metoksil menyatakan
besarnya Derajat esterifikasi pada pektin (Degree of Esterification/ DE), yang
menunjukkan persentase gugus karbonil yang telah teresterifikasi dengan metanol
pada asam galakturonat. Kadar asam galakturonat dan kadar metoksil pada pektin
memiliki peranan penting dalam menentukan sifat kelarutan pektin dan
mempengaruhi kemampuan mengel dari pektin itu sendiri (Constenla and Lozano,
2006).
Saat ini pemanfaatan pektin cukup luas, baik dalam bidang industri pangan
maupun non-pangan. Pektin yang digunakan pada produk non pangan antara lain
18
dalam bidang farmasi untuk obat diare sebagai adsorbent dalam usus, untuk
menurunkan kadar kolesterol darah dan juga digunakan untuk menyembuhan luka
sebagai pembekuan darah (Akhmalludin, 2005). Pektin dapat pula digunakan
sebagai bahan pengental lateks dalam industri karet, dapat juga meningkatkan
kualitas warna, stabilitas, kekentalan dan konsistensi produk karet yang
dihasilkan. Dalam industri kertas dan textile, pektin digunakan sebagai bahan
pengisi, karena dapat memberi bentuk lapisan yang baik. Sedangkan dalam
industri produk pangan, secara meluas pektin digunakan sebagai bahan penstabil
dan bahan pembentuk gel (pengental dalam makanan) pada pembuatan saus, sari
buah, jeli, selai berdasarkan kadar metoksil yang dimiliki.
G. Kulit Pisang
Menurut data Balai Besar Litbang Industri Selulosa 2015, kulit pisang memiliki
kandungan selulosa yang tinggi . Limbah kulit pisang mengandung serat yang
sangat halus dibandingkan serat dari kayu dengan kandungan selulosa yang tinggi
(60-65%), hemiselulosa 6-8%, dan lignin 5-10%. Kayu lunak hanya mengandung
selulosa 41%, hemiselulosa 24%, dan lignin 27,8%. Kandungan lignin pada kulit
pisang hanya 5-10% sehingga dalam proses pemisahan selulosa dari lignin lebih
mudah dibandingkan dengan sumber serat lain. Akan tetapi, kulit pisang tidak
hanya terdiri dari selulosa saja melainkan ada juga senyawa-senyawa lain yang
terkandung di dalamnya sehingga mendapatkan selulosa dari kulit pisang tidak
mudah , melainkan melalui proses yang panjang.
19
H. Selulosa
Selulosa merupakan polisakarida yang tersusun atas molekul-molekul β-D-
glukosa, membentuk rantai lurus dan saling terikat satu sama lain oleh ikatan β –
1,4 – glikosidik juga mempunyai massa molekul relatif tinggi yang setara dengan
5.000 unit glukosa. Keberadaan selulosa tidak pernah terlepas dari polisakarida
biomassa karbohidrat lainnya, seperti hemiselulosa dan lignin (Frieder, 2002).
Struktur selulosa ditunjukkan dalam Gambar 3 :
Gambar 3. Struktur Selulosa
Pada umumnya selulosa banyak terdapat pada kayu dan dinding sel tanaman
bisa mencapai 40-50% (Fukuoka and Dhepe, 2008). Selulosa dapat diisolasi
dari dinding sel tanaman, bahan berkayu, rambut biji, kulit pohon, tanaman
laut dan lain-lain. Serat kapas mengandung 95% selulosa, sedangkan kayu 40-
50% selulosa. Jumlah selulosa dalam serat bervariasi menurut sumbernya dan
biasanya berkaitan dengan bahan-bahan seperti air, lilin, pektin, protein, lignin
dan substansi-substansi mineral (Bhimte dan Tayade, 2007). Hidrolisis
sempurna dari selulosa akan menghasilkan monosakarida yaitu glukosa,
sedangkan hidrolisis yang tidak sempurna akan menghasilkan oligosakarida
dari selulosa yaitu selobiosa. Namun, proses hidrolisis yang sempurna sangat
sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan keberadaan hemiselulosa dan lignin
20
dapat menghambat proses hidrolisis. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi gula
reduksi (glukosa, fruktosa, selbiosa) dengan menggunakan media air dan
dibantu dengan katalis asam atau enzim (Huber et al., 2006), degradasi dengan
supercritical water, depolimerisasi dalam cairan ionik (Rinaldi et al., 2010),
dan pirolisis suhu tinggi dengan atau tanpa katalis (Carlson et al., 2008).
Hasil hidrolisis selulosa dapat dikonversi menjadi gula alkohol (sorbitol,
mannitol, xylitol) serta glukosa anhidrat. Hasil konversi ini dapat dipergunakan
lebih lanjut sebagai produksi bahan kimia atau bahan produksi biofuel karena
memiliki banyak manfaat lainnya (Hansen et al., 2006). Konversi dipengaruhi
oleh berbagai faktor lain seperti indeks kristalinitas, tingkat polimerisasi, dan
fraksi gugus ujung yang terikat dengan substrat. Hal ini dikarenakan struktur
kristal yang dimiliki selulosa sebagai hasil ikatan jaringan hidrogen yang luas,
mampu membuat selulosa tahan terhadap reaksi enzimatik. Jika struktur kristal
yang dimiliki selulosa semakin kristalin, maka katalis akan semakin sulit untuk
berinteraksi dengan situs inti kristal pada selulosa (Zang et al., 2010). Spektrum
LC dari konversi selulosa menjadi gula alkohol ditunjukkan pada gambar 4 :
Gambar 4. Spektrum LC konversi selulosa
21
Penelitian lain tentang konversi selulosa menjadi gula alkohol dapat dilihat pada
tabel berikut :
(Jie et al, 2013)
I. Nanoselulosa
Nanoselulosa merupakan jenis selulosa yang ditandai dengan adanya peningkatan
kristalinitas, aspek rasio, luas permukaan, dan peningkatan kemampuan dispersi
serta biodegradasi. Adanya kemampuan ini, partikel nanoselulosa dapat
digunakan sebagai filler penguat polimer, aditif untuk produk-produk
biodegredable, penguat membran, pengental untuk dispersi, dan media pembawa
obat serta implan (Ioelovich, 2012).
Konversi nanoselulosa menjadi gula alkohol menggunakan katalis logam transisi
telah dilakukan sebelumnya dan memberikan hasil yang cukup besar serta efektif
dengan penggunaan katalis Ni4.63Cu1Al1.82Fe0.79 (pada 488 K; 3 jam; 4 MPa)
menghasilkan sorbitol 68.07% (Liu et al., 2014) dan katalis CuO/CeO2-ZrO2(pada
245˚C, 4 jam) menghasilkan sorbitol 99,081% (Dar et al., 2015). Hasil konversi
nanoselulosa dengan katalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4 menjadi gula alkohol menghasilkan
sorbitol 1,1% pada waktu konversi 30 menit, 1% pada waktu konversi 45 menit,
22
4,6% pada waktu konversi 60 menit (Susanti, 2017). Hasil konversi peneliti
lainnya menghasilkan persentase sorbitol 1,96% pada waktu konversi 30 menit,
mannitol 1,27% pada waktu 45 menit, dan sorbitol 2,47% pada waktu 60 menit.
Saat ini banyak penelitian tentang nanoselulosa yang merujuk pada sintesis dari α-
selulosa yang terdiri dari empat tahap yaitu hidrolisis asam menggunakan asam
kuat, sentrifuse, ultrasonikasi dan freeze drying yang telah dilakukan oleh Arup
Mandal, (2011). Pada tahap hidrolisis asam, α-selulosa ditambah H2SO4 dan
dibantu oleh proses pemanasan selama 5 jam dengan suhu 50оC sambil diaduk.
Menurut Teixera et al., (2009) proses sintesis nanoselulosa dari selulosa memiliki
empat tahapan yaitu hidrolisis asam, sentrifuse, dialisis dan ultrasonikasi. pada
saat hidrolisis menggunakan asam kuat yaitu H2SO4 dengan konsentrasi 6,5 M dan
dibantu dengan pemanasan dengan suhu 60оC selama 40 menit. Lalu larutan hasil
hidrolisis asam ditambah aquades, hal ini bertujuan untuk menghentikan reaksi
berlebih yang terjadi saat proses hidrolisis asam. Proses hidrolisis asam bertujuan
untuk menghilangkan bagian amorf dari rantai selulosa sehingga isolasi kristal
selulosa dapat dilakukan (Isdin, 2010). Daerah amorf memiliki densitas lebih
rendah dibandingkan daerah kristalin, sehingga ketika selulosa diberikan
perlakuan dengan menggunakan asam kuat maka daerah amorf akan putus dan
melepaskan daerah kristalin (Peng, 2011). Berikut mekanisme hidrolisis asam
dapat dilihat pada Gambar 5.
23
Gambar 5. Mekanisme Hidrolisis Asam
J. Sinar UV
Ultra Violet (UV) adalah bagian dari gelombang elektromagnetik. Radiasi ultra
violet adalah radiasi elektromagnetik terhadap panjang gelombang yang lebih
pendek dari sinar tampak, dan lebih panjang dari sinar X, berkisar antara 400-10
nm (Masschelein, 2002). Belakangan ini aplikasi radiasi sinar UV berkembang
pesat dalam dunia industri pangan, dan minuman, dikarenakan semakin murahnya
harga lampu UV dan mudah diperoleh, bahkan sudah tersedia unit skala rumah
tangga khususnya untuk pengolahan air minum.
Sinar Ultra Violet dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu UV-A dengan panjang
gelombang 400-300 nm, UV-B dengan panjang gelombang 315-280 nm dan UV-
C dengan panjang gelombang 280-100 nm. Seluruh jenis panjang gelombang
sinar UV ini disebut gelombang actinic, juga dikenal sebagai gelombang kimia,
bertentangan dengan frekuensi gelombang thermic yang lebih tinggi. Actenic
melibatkan gelombang energi yang dapat memprovokasi langsung perubahan
kimia dalam radiasi molekul. Dua mekanisme dasar yang terjadi yaitu difusi
24
(penyebaran) dan penyerapan. Difusi lebih banyak berkaitan dengan panjang
gelombang pendek. Penyerapan oleh nitrogen dan oksigen akan menghilangkan
semua vakum ultra violet. Ketika oksigen menyerap panjang gelombang dibawah
200 nm menghasilkan ozon, sedangkan ozon sendiri mengalami penyerapan
dalam fotolisis dengan kisaran panjang gelombang 220-300 nm (Masschelein,
2002).
K. Spinel Ferrite
Ferrite adalah senyawa kimia dalam bentuk serbuk atau keramik yang memiliki
sifat ferimagnetik yang dibentuk oleh iron oxide sebagai komponen utamanya.
Berdasarkan struktur kristalnya ferrite diklasifikasikan menjadi: hexagonal
(MeFe12O13), garnet (Me3Fe3O12), spinel (MeFe2O4), dengan Me dapat diganti
satu atau lebih metal transisi bivalen seperti Mn, Fe, Co, Ni, Cu, dan Zn
(Mohallem, 2012).
Spinel ferrite merupakan struktur kristal yang tersusun dari dua substruktur, yaitu
struktur tetrahedral dan struktur oktahedral. Di antara material spinel ferrite,
Cobalt Ferrite (CoFe2O4) adalah material spinel ferrite yang paling menarik
karena mempunyai anisotropy magnetocrystalin cubic tinggi, merupakan hard
magnetik dengan koersivitas tinggi, dan magnetisasi saturasi yang sedang (Zhao,
2007). CoFe2O4 memiliki struktur spinel inverse. Nanopartikel CoFe2O4 adalah
material magnetik multifungsional penting yang tidak hanya untuk sifat
kemagnetannya tetapi juga untuk aplikasi biomedis dan katalis, yang bergantung
25
pada tekstur dan karakteristik morfologinya. Nanopartikel CoFe2O4 memiliki
sifat fisika dan kestabilan kimia yang baik, yang telah digunakan pada produksi
magnet permanen, perekaman (magnetic recording) seperti sebagai audio dan
videotape serta cakram perekaman digital dengan kerapatan tinggi (high-density
digital recording disks), fluida magnetik (magnetic fluids), dan katalis (Mohallem,
2012).
Spinel ferite adalah material magnetik yang sangat penting, karena sifat magnetik,
elektrik dan kestabilan termal dari material tersebut sangat menarik. Salah satu
jenis struktur kristal adalah Spinel .Spinel merupakan salah satu jenis struktur
kristal yang memiliki dua sub struktur, yaitu struktur tetrahedral (bagian A) dan
struktur oktahedral (bagian B). Pembentukan kedua sub struktur spinel tersebut
secara umum dipengaruhi oleh besarnya jari-jari, konfigurasi elektron ion-ion
logam, serta energi statik dari kisi kristal.
Spinel ferite pada umunnya memiliki rumus AB2O4 dimana A adalah kation-
kation bervalensi 2 seperti Fe, Ni, Mo,dan lain-lain yang menempati posisi
tetrahedral dalam struktu kristalnya dan B adalah kation-kation bervalensi 3
seperti Fe, Mn, Cr dan lain-lain yang menempati posisi oktahedral dalam struktur
kristalnya, serta terdistribusi pada lattice fcc yang terbentuk oleh ion O
(Kasapoglu et al., 2007 ; Almeida et al., 2008 ; Iftimie et al., 2006). Gambar 6
berikut adalah struktur kristal spinel ferrite
26
Gambar 6. Struktur Kristal Spinel Ferrite
Ferrite dapat digolongkan menjadi tiga kelas yaitu normal, terbalik dan campuran
spinel. Beberapa ferite mengandung komposisi dua atau lebih ion divalen (Ni2+,
Mn2+, Zn2+, Cu2+ dan lain-lain). Spinel ferite ini secara teknologi penting dan telah
banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti media perekam magnetik,
pemindai magnetik resonansi (MRI), katalis, sistem pembawa obat dan zat
pewarna. Spinel ferite telah banyak digunakan sebagai katalis adalah nikel ferite
(NiFe2O4). Nikel ferite ini memiliki struktur spinel terbalik (inverse) yang mana
setengah dari ion Fe mengisi pada posisi tetrahedral (posisi A) dan sisanya
menempati posisi pada oktahedral (posisi B) hal ini dapat dituliskan dengan
rumus (Fe3+1.0)[Ni2+
1.0Fe3+1.0]O
2-4 (Kasapoglu et al., 2007 ; Maensiri et al.,
2007).
L. Gula Alkohol
Gula alkohol atau poliol merupakan monosakarida atau disakarida yang gugus
karbonilnya dapat tereduksi membentuk gugus hidroksil. Gula alkohol terdapat di
27
alam, tetapi lebih banyak merupakan produk hidrogenasi dari mono-disakarida,
contohnya sorbitol dari glukosa, maltitol dari maltosa. Secara kimia disebut
sebagai gula alkohol karena bagian strukturnya mirip dengan alkohol dan rasanya
menyerupai gula tebu. Rasa manis yang dimiliki menjadikan gula alkohol sebagai
pemanis yang rendah kalori, sehingga sering digunakan sebagai pemanis untuk
penderita diabetes karena tidak menaikkan kadar glukosa darah. Bentuk gula
alkohol diantaranya yaitu sorbitol, mannitol, xylitol, erythritol, maltitol, laksitol,
palatinit, dan lain-lain.
Selulosa dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi gula alkohol, namun
sebelumnya diubah terlebih dahulu menjadi glukosa. Sejumlah besar gugus
hidroksil pada selulosa memungkinkan selulosa untuk dikonversi menjadi poliol
lainnya (Fukuoka et al., 2011). Reaksi konversi selulosa menjadi poliol
ditunjukkan dalam Gambar 7
Gambar 7. Konversi Selulosa Menjadi Poliol
(Matveeva et al., 2016)
1. Sorbitol dan Mannitol
Sorbitol dan mannitol adalah gula alkohol terdiri dari enam rantai karbon dengan
rumus kimia C6H14O6 dan berat molekul sebesar 182,17 g/mol. Sorbitol dan
28
mannitol memiliki sifat tidak reaktif dan tidak higroskopis, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai eksipien pada produksi tablet kunyah dan granulasi serbuk.
Produksi sorbitol dan mannitol umumnya dilakukan dengan bahan baku selulosa
,fruktosa, sukrosa, glukosa atau sirup glukosa-fruktosa. Dari hasil konversi
tersebut untuk mendapat serbuk sorbitol dan mannitol murni dapat dilakukan
pemisahan dengan proses kristalisasi fraksional. Dalam proses ini, mannitol akan
mengalami pengkristalan terlebih dahulu daripada sorbitol berdasarkan perbedaan
sifat kelarutannya. Kelarutan sorbitol adalah 235 g/100 g air dan manitol 22 g/100
g air (Suro, 2012). Reaksi konversi selulosa menjadi sorbitol dan mannitol
ditunjukkan dalam Gambar 8 :
Gambar 8. Konversi Selulosa Menjadi Sorbitol dan Mannitol
Tahapan proses konversi selulosa menjadi sorbitol dan mannitol. Pada tahap awal
selulosa akan terlebih dahulu mengalami hidrolisis menjadi monomer-monomer
glukosa yang kemudian mengalami reaksi hidrogenasi dengan bantuan katalis
asam dan tekanan tinggi sampai keadaan superacid dibawah kondisi kritis dalam
waktu serta temperatur yang tinggi. Sedangkan pada kondisi dan temperatur yang
lebih ekstrim lagi (400 oC) dapat dihasilkan gas seperti CO, CO2, CH4 dan H2
(Osada et al., 2004)
29
2. Xylitol
Xylitol merupakan gula alkohol yang terdiri dari lima rantai karbon yang banyak
terdapat di alam khususnya pada buah-buahan dan sayuran, dengan rumus kimia
C5H12O5 dan berat molekul sebesar 152,15 g/mol.Senyawa ini merupakan gula
tereduksi yang memiliki kelarutan 169 g/ 100 g air dengan pH 5-7, dimana
kemanisannya sama dengan sukrosa bahkan lebih manis dibandingkan gula
alkohol lainnya. Hal ini menyebabkan xylitol sering digunakan sebagai pengganti
gula dalam industri pengolahan makanan seperti pada produk industri coklat,
permen, es krim, selai, jus juga pada produksi roti dan minuman. Xylitol adalah
pemanis alami yang jumlah kalorinya tiga kali lebih kecil dibandingkan sukrosa
atau sekitar 36% dari sukrosa. Polialkohol ini diproduksi melalui reduksi D-xilosa
yang merupakan derivat dari hemiselulosa . Xylitol secara alami terdapat dalam
buah-buahan dan sayur-sayuran seperti beri, gandum, selada dan kembang kol.
Xylitol dapat juga diperoleh melalui fermentasi D-xylosa yang diekstrak dari
hemiselulosa yang diperoleh dari tongkol jagung, bagas (ampas tebu), daun-
daunan, sorgum, jagung dan lain-lain. Dalam industri gula alkohol jenis ini
diproduksi melalui reaksi hidrogenasi xylosa yang dibantu oleh katalis logam
dengan dialiri gas hidrogen pada temperatur dan tekanan tinggi (Chandel et a.,
2012). Sama halnya dengan sorbitol dan mannitol, xylitol juga dapat dikonversi
dari bahan lignoselulosa khususnya hemiselulosa atau xilan. Melalui proses
hidrolisis xilan akan membentuk xilosa dan arbinosa yang kemudian dapat
dihidrogenasi menjadi xylitol. Reaksi konversi dapat dilihat pada Gambar 9
30
Gambar 9. Konversi Xylitol
Pada penelitian ini nanoselulosa yang akan dikonversi diharapkan menjadi gula
alkohol (manitol, sorbitol, maupun xylitol) dengan reaksi katalitik menggunakan
katalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 dengan penambahan aliran gas hidrogen.
M. Karakterisasi Katalis
Karakterisasi dalam bidang katalis merupakan hal yang sangat penting . Beberapa
metode yang memberikan kemudahan dalam menyelidiki sifat-sifat katalis seperti
difraksi, spektroskopi, dan mikroskopi. (Chorkendorf and Niemantsverdriet,
2003).
1. Penentuan Keasaman Katalis
Analisis keasaman katalis dilakukan dengan metode gravimetri dan dilanjutkan
dengan menggunakan instrumentasi Fourier Transform Infra Red (FTIR).
a. Gravimetri
Aktivitas katalis dipengaruhi oleh besarnya keasaman dari katalis tersebut.
Semakin banyak jumlah situs asam suatu katalis, maka situs aktif yang
terkandung dalam katalis juga semakin banyak. Sehingga aktivitas
31
katalitik katalis juga semakin meningkat. Situs asam katalis dapat
ditentukan berdasarkan kekuatan asam Lewis, sebagai akseptor pasangan
elektron dan asam Brønsted – Lowry, sebagai donor proton (Burch et al.,
2002). Penentuan jumlah situs asam dalam katalis dapat dilakukan dengan
menggunakan metode gravimetri dengan cara menghitung jumlah basa
yang teradsorpsi secara kimia (kemisorpsi) dalam fase gas (ASTM, 2005).
Basa yang dapat digunakan sebagai adsorbat adalah amoniak, piridin,
piperidin, quinolin, trimetil amin, dan pirol.
Berikut merupakan cara mengukur keasaman atau menghitung banyaknya
jumlah mol basa yang teradsorpsi pada permukaan katalis menggunakan
piridin sebagai basa adsorban (Rodiansono et al., 2007)
Dimana, w1 = Berat wadah kosong
w2 = Berat wadah + katalis
w3 = Berat wadah + katalis yang telah mengadsorpsi piridin
BM = Bobot molekul piridin.
b. Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Penentuan jenis situs asam pada katalis dilakukan menggunakan Fourier
Transform Infra Red (FTIR). Katalis yang telah dibiarkan mengadsorpsi
basa adsorban kemudian dianalisis untuk diidentifikasi keberadaan situs
asamnya melalui puncak serapan. FTIR merupakan suatu metode analisis
yang mengamati interaksi antar atom-atom dalam molekul berdasarkan
32
perubahan vibrasi-vibrasi yang terbentuk pada saat sampel teradsorpsi
dengan energi khusus dan dilewati oleh sinar inframerah (Ayyad, 2011).
Sinar inframerah ini berada pada jangkauan panjang gelombang 2,5 – 25
µm atau jangkauan frekuensi 2000 – 400 cm-1. Hal ini karena di daerah
jangkauan antara 2000 – 400 cm-1 adalah daerah khusus yang berguna
untuk identifkasi gugus fungsional.
Prinsip dasar dari analisis FTIR adalah penyerapan radiasi elektromagnetik
oleh gugus-gugus fungsi tertentu dengan energi vibrasi dalam bentuk
spektrum. Besarnya bilangan gelombang yang akan muncul bergantung
pada kekuatan ikatan dan massa atom yang melakukan ikatan kimia. Saat
sampel dilewati sinar inframerah, maka sejumlah frekuensi akan diserap
dan sebagian lainnya ditransmisikan, selanjutnya diterjemahkan kedalam
sebuah kurva spektrum inframerah. Hal yang perlu diperhatikan dalam
menginterpretasi kurva serapan inframerah adalah bilangan gelombang,
bentuk kurva serapan (sempit tajam atau melebar) dan intensitas serapan
(kuat, sedang, atau lemah). Dimana hubungan antara persen absorbansi
dengan frekuensi dapat menghasilkan sebuah spektrum inframerah
(Kosela, 2010).
Struktur fasa kristalin berhubungan dengan tingkat keasaman suatu katalis.
Katalis yang memiliki tingkat keasaman yang tinggi akan cenderung
memiliki struktur fasa kristalin yang relatif lebih berongga dan pori-pori
permukaan relatif dapat memperbesar kesempatan situs aktif untuk
berkontak langsung dengan basa adsorbat. Pada hasil analisis FTIR,
33
adsorpsi molekul piridin dapat terjadi pada situs-situs asam dipermukaan
katalis. Pada situs asam Brønsted-Lowry, piridin akan berinteraksi dengan
situs asam melalui ikatan hidrogen membentuk ion piridinium dan ditandai
dengan puncak hasil serapan pada bilangan gelombang 1537,26 cm-1,
sedangkan pada situs asam Lewis, piridin akan berinteraksi secara
koordinasi dengan situs aktif (logam transisi) yang akan bertindak sebagai
spesies asam Lewis dengan menerima pasangan elektron dari piridin dan
ditandai dengan puncak hasil serapan pada bilangan gelombang 1634,95
cm-1 (Parry, 1963). Reaksi antara piridin dengan situs-situs asam dapat
dilihat pada Gambar 10 dan 11.
Gambar 10. Reaksi Piridin Pada Situs Asam Bronsted-Lowry
Gambar 11. Reaksi Piridin Pada Situs Asam Lewis
Pada Gambar di atas hasil puncak serapan katalis menunjukkan bahwa
situs asam Brønsted-Lowry lebih dominan daripada situs asam Lewisnya
(Fransisca, 2011). Spektra IR dari katalis: NiFe2O4,Co3O4,dan
Co3O4/NiFe2O4 ditunjukkan pada Gambar 12 :
34
Gambar 12. Spektra IR dari katalis: (a) NiFe2O4, (b) Co3O4, dan (c)
Co3O4/NiFe2O4
Pada penelitian ini nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 akan diuji keasaman
dengan metode gravimetri untuk mengetahui ukuran keasaman dan
selanjutnya serapan basa yang terikat pada katalis saat gravimetri akan
diidentifikasi menggunakan FTIR untuk mengetahui jenis situs asam yang
terbetuk, yang akan terlihat jelas dari spektrum inframerah yang diperoleh.
2. Analisis Energi Band-Gap Nanokatalis Menggunakan DRS
Diffuse Reflectance Spectroscopy (DRS) merupakan instrument yang
digunakan untuk menentukan nilai celah energi atau band-gap suatu
material semikonduktor berukuran nano. Pengukuran nilai band-gap suatu
material dibutuhkan untuk mengetahui sifat fisik material padat tersebut.
Band-gap (Eg) merupakan perbedaan energi antara pita valensi berenergi
rendah yang terisi penuh oleh elektron dan pita konduksi yang berenergi
tinggi yang kosong. Band-gap berkaitan dengan sifat konduktivitas
elektrik suatu material, yang biasa ditemukan pada material
semikonduktor. Berikut gambar skema instrumen DRS :
35
Gambar 13. Instrumen DRS
Dalam penentuan nilai energi band-gap dari suatu material, dibutuhkan
persamaan Tauc. Nilai band-gap dapat ditentukan dengan persamaan
berikut:
(hνα)1/n = A(hν - Eg)
Keterangan:
h = konstanta Planck's
ν = Frekuensi vibrasi
α = Koefisien absorpsi
Eg = band gap
A = konstanta proposi
Nilai eksponen n bergantung pada jenis transisi yang terjadi.
Untuk transisi langsung terijinkan, n = 1/2
Untuk transisi langsung terlarang, n = 3/2
Untuk transisi tak langsung terijinkan, n = 2
Untuk transisi tak langsung terlarang, n = 3
Spektra hasil analisis DRS dikonversikan ke fungsi Kubelka-Munk.
Dimana, sumbu vertikal merupakan nilai dari F(R∞), yang mana setara
36
dengan koefisien absorpsi. α dalam persamaan Tauc disubtistusikan
dengan F(R∞). Sehingga didapat persamaan:
(hνF(R∞))2 = A(hν-Eg)
Selanjutnya dari perhitungan yang didapatkan dari persamaan Kubelka-
Munk diplotkan ke dalam grafik (hνF(R∞))2 ~ hν. Dimana nilai hν pada
sumbu x dan sumbu y nilai (hνF(R∞))2. Dari kurva yang ada pada grafik
dapat ditentukan garis tangen yang memotong nilai hv dan pada titik itulah
merupakan nilai band-gap (Eg) (Tatarchuk et al., 2017).
3. Penentuan Fasa Kristalin Katalis
Analisis struktur kristal katalis dilakukan menggunakan instrumentasi
difraksi sinar-X (X-ray Difraction/XRD). XRD merupakan salah satu
metode karakterisasi untuk mengidentifikasi fasa suatu material juga untuk
menentukan sifat kristal atau kristalinitas dari suatu material dengan cara
menentukan parameter kisi. Metode karakterisasi ini adalah metode yang
penggunaannya paling sering digunakan hingga saat ini. Hal ini
dikarenakan penggunaan metode ini juga cukup mendasar untuk pengukur
besaran partikel suatu material (Leofanti et al., 1997).
37
Difaktogram katalis ditunjukkan pada Gambar 14 :
Gambar 14. Difraktogram Katalis NiFe2O4 (Tanda * fasa kristalin NiFe2O4 ;
Tanda # fasa kristalin NiO ; Tanda o fasa kristalin Fe3O4)
Difraktogram suatu katalis ditunjukkan pada Gambar 14. Dilihat dari
difraktogram di atas fasa kristalin yang terlihat jelas muncul yaitu fasa
kristalin NiFe2O4 karena pada fasa tersebut muncul 3 puncak difraktogram
dengan intensitas tertinggi. Sedangkan pada fasa kristalin Fe3O4, dan NiO
puncak yang muncul kurang mendukung keberadaan fasa tersebut (Fransisca,
2011).
4. Penentuan Morfologi Kristalin Katalis
Analisis morfologi kristalin katalis dilakukan menggunakan instrumentasi
Transmission Electron Microscopy (TEM). TEM merupakan salah satu
dari banyak alat nanoteknologi yang sangat penting untuk menggambarkan
bentuk, struktur, serta distribusi pori padatan dari material nano dengan
resolusi sub-nanometer (High-Resolution TEM). Pada teknik ini sebuah
spesimen tipis digambarkan oleh sebuah sinar elektron, yang mana
38
diradiasikan melalui sampel dengan ketebalan yang seragam. Tipe
tegangan dalam pengoperasian TEM biasanya sekitar 80-200 KV. Sumber
elektron yang diemisikan bersumber dari sebuah thermionic [filament
tungsten (W) atau lanthanum hexaboride (LaB6)]. Celah cahaya dan area
spesimen yang disinari dikontrol oleh serangkaian lensa kondensor. Fungsi
dari lensa objektif adalah untuk menggambarkan maupun membentuk pola
difraksi dari sebuah spesimen. Pola difraksi elektron berfungsi untuk
mengidentifikasi struktur kristalografi dari sebuah material. Biasanya
dalam hal karakterisasi nanopartikel, untuk mengidentifikasi ukuran dan
distribusi nanporatikel dapat digunakan mode penggambaran, sedangkan
untuk mengetahui struktur kristalin dapat digunakan mode difraksi.
Distribusi intensitas elektron dibalik spesimen diperbesar dengan tiga atau
empat lensa bertingkat dan digambarkan pada lensa fluorescent. Gambar
yang dihasilkan ditangkap diatas pelat fotografi atau kamera CCD.
Kapasitas analisis pada TEM telah ditingkatkan dengan integrasi dengan
beberapa teknik yang unggul pada instrument. Teknik ini termasuk
spektroskopi, seperti analisis energy dispersive X-rays (EDX) dan electron
energy loss spectroscopy (EELS) (Ayyad, 2011).
Analisis TEM juga dapat melihat perbesaran dengan resolusi tinggi hingga
diatas perbesaran 500000 kali. Analisis ini dapat melihat perbesaran
sampai kristal ataupun kolom atom suatu molekul sehingga penglihatan
perbesaran dapat dilakukan secara tembus gambar. Karakterisasi TEM
dapat meningkatkan penggambaran sehingga jika terjadi penumpukan
pada perbesaran sampel tetap dapat dilihat ukuran dan bentuknya
39
(Harahap, 2012). Skema alat Transmission Electron Microscope
ditunjukkan pada Gambar 15 :
Gambar 15. Skema Alat Transmission Electron Microscope
40
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari Bulan Februari 2018 sampai dengan Bulan Juni 2018.
Preparasi nanoselulosa dan nanokatalis, analisis keasaman secara gravimetri, serta
uji aktivitas katalitik katalis akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-
Fisik FMIPA Universitas Lampung. Analisis struktur kristal (XRD) dan analisis
situs asam (FTIR) dilakukan di Laboratorium BATAN, Serpong. Analisis
morfologi katalis (TEM) dilakukan di Laboratorium Anorganik, UGM. Analisis
energy band-gap katalis DRS dilakukan di Laboratorium FMIPA UI. Serta
analisis hasil uji aktivitas katalis (HPLC) dilakukan di PT. SIG, Bogor.
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas
laboratorium, blender, sentrifus, termometer, neraca analitik, heating magnetic
stirrer, desikator, freeze-dryer, mortar agate, ultrasonikasi, furnace, oven, lampu
UV, Fourier Transform Infra Red (FTIR), Diffuse Reflectances Spectroscopy
(DRS), Transmission Electron Microscopy (TEM), dan X-ray Difraction (XRD).
41
Bahan-bahan yang akan digunakan adalah limbah kulit pisang kepok (Musa
paradisiaca L.), NaOH, NaClO2, akuabides, buffer asetat, HNO3, Cu(NO3)2.3H2O
(Merck, 99%), Fe(NO3)3.9H2O (Merck, 99%), Ni(NO3)2.6H2O (Merck, 99%),
pektin, NH3 (Merck, 99%), piridin, selulosa (Merck, 99%), gas Hidrogen (BOC
99,99%), dan akuades.
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu preparasi nanokatalis
Ni0,65Cu0,35Fe2O4 , preparasi nanoselulosa dari limbah kulit pisang kepok, dan uji
aktivitas katalitis katalis.
1. Preparasi Nanokatalis Ni0,65Cu0,35 Fe2O4
Pembuatan nanokatalis Ni0,65Cu0,35 Fe2O4 dilakukan dengan cara
melarutkan 8 gram pektin dalam 400 mL akuades menggunakan heating
magnetic stirrer pada suhu ruang sampai diperoleh larutan yang homogen
selama kurang lebih dua jam. Kemudian larutan amonia pekat
ditambahkan ke dalam larutan pektin sebanyak 50 mL hingga pH-nya 11.
Kemudian ke dalam larutan pektin tersebut ditambahkan secara bersamaan
dan perlahan nikel nitrat 1,6009 gram dalam 138,2 mL akuades, tembaga
nitrat 0,7162 gram dalam 61,8 mL akuades dan larutan fero nitrat 6,843
gram dalam 400 mL akuades sambil diaduk menggunakan heating
magnetic stirrer sampai diperoleh larutan yang homogen. Volume
campuran larutan mencapai 1000 mL (Noviyanthi, 2015).
42
Selanjutnya campuran logam dan pektin yang telah homogen dipanaskan
pada suhu 100oC sampai terbentuk gel Ni0,65Cu0,35 Fe2O4. Lalu gel
Ni0,65Cu0,35 Fe2O4 di frezee drying untuk menghilangkan kandungan air
yang ada tanpa merusak jaringan yang telah terbentuk dari bahan tersebut
selama 24 jam. Kemudian hasil serbuk nanokomposit di gerus sampai
halus dan selanjutnya di kalsinasi pada suhu 600 oC selama 11 jam dan
dibiarkan dingin dalam furnace sampai suhu kamar. Proses kalsinasi
dilakukan secara bertahap, pertama suhu furnace diatur sehingga suhunya
menjadi 30 oC. Selanjutnya diatur agar suhu furnace meningkat sebanyak
dua derajat permenit, ketika suhu furnace 200 oC maka suhu furnace
dipertahankan selama 2 jam. Setelah itu, suhu kembali dinaikkan hingga
400 oC dan suhu dipertahankan selama dua jam. Terakhir suhu dinaikkan
kembali hingga mencapai 600 oC dan suhu ini dipertahankan selama dua
jam. Kemudian furnace dimatikan dan dibiarkan dingin tanpa
mengeluarkan sampel dari dalam furnace. Setelah itu, bubuk katalis
Ni0,65Cu0,35Fe2O4 yang diperoleh di gerus kembali sampai halus
menggunakan mortar agate kemudian ditimbang untuk dilanjutkan ke
tahap karakterisasi katalis (Noviyanthi, 2015).
2. Karakterisasi Nanokatalis
A. Analisis Fasa Kristalin Katalis Menggunakan XRD
Analisis struktur katalis dan nanoselulosa dilakukan menggunakan
instrumentasi X-ray Difraction (XRD). Analisa XRD untuk mengetahui
struktur kristal menggunakan program Match (Nugroho, 2011). Sejumlah
sampel katalis ditempatkan dalam wadah sampel dan dianalisis. Berkas
43
sinar-X yang ditembakkan ke sampel dengan menggunakan radiasi CuKα
(1,5410 Å), tabung sinar-X dioperasikan pada 40 kV dan 200 mA akan
dipantulkan dengan membentuk sudut difraksi (2θ) dalam rentang 10 –
80o, dengan step size 0,02o/menit sebagai dasar pembentuk dari grafik
difraktogram. Puncak-puncak yang terdapat pada difraktogram kemudian
diidentifikasi menggunakan metode Search Match dengan standar file data
sebagai acuan yang diterbitkan JCPDF dalam PCPDFwin 1997 dengan
mengambil 3 - 4 puncak dengan intensitas tertinggi (Drbohlavova et al.,
2009). Ukuran kristal dari katalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 dihitung menggunakan
persamaan Scherrer (Cullity, 1978).=dimana:
D= ukuran partikel (nm)
k= konstanta (0,94)
λ= 1,5425 Åβ = , × FWHMθ= lebar puncak
B. Analisis Keasaman Katalis Menggunakan FTIR
Penentuan situs asam nanokatalis secara kuantitatif dalam penelitian ini
dilakukan dengan metode gravimetri dan secara kualitatif dilakukan
dengan FTIR melalui kemisorpsi basa piridin. Metode gravimetri
dilakukan dengan cara, wadah kosong ditimbang kemudian diisi
dengan 0,10 gram katalis dan dimasukkan ke dalam desikator yang
44
sebelumnya telah divakum selama kurang lebih 1 jam dan dimasukkan
piridin sebanyak 5 mL. Selanjutnya, katalis tersebut dimasukkan ke
dalam desikator tersebut dan ditutup rapat kemudian didiamkan selama
24 jam. Setelah itu, wadah yang berisi katalis dikeluarkan dan
didiamkan di tempat terbuka selama 2 jam. Selanjutnya sampel
ditimbang kembali dan jumlah situs asam dari katalis ditentukan
menggunakan persamaan berikut
Keasaman = ( )( ) × 1000dimana:
w1 = Berat wadah kosong
w2 = Berat wadah + sampel katalis
w3 = Berat wadah + sampel katalis yang telah mengadsorpsi piridin
BM = Bobot molekul piridin
Adsorpsi kimia molekul basa piridin oleh katalis dapat terjadi pada situs-
situs asam yang terdapat pada permukaan katalis, baik situs asam
Brӧnsted-Lowry maupun situs asam Lewis. Pertambahan berat bahan
katalis merupakan banyaknya basa yang teradsorpsi pada bahan katalis.
Selanjutnya, penentuan situs asam Brønsted-Lowry dan situs asam Lewis
dari bahan katalis. Jenis situs asam pada katalis ditentukan menggunakan
Fourier Transform Infra Red (FTIR) dari katalis yang telah mengadsorpsi
basa adsorbat ( Seddigi, 2003), dan dilakukan pada rentang bilangan
gelombang 4000-400 cm-1 (Pary,1963; Ryczkowski, 2001). Daerah
45
serapan IR padatan dibawah 1000 cm-1 selalu menunjukan ion dalam
bentuk kisi kristal (Brabers et.al., 1969)
C. Analisis Morfologi Katalis Menggunakan TEM
Penentuan morfologi katalis Ni0,65Cu0,35 Fe2O4 dilakukan menggunakan
instrumentasi (TEM). Sampel katalis dipersiapkan sampai ketebalan 20
µm. Selanjutnya sampel ditembak dengan ion Argon sampai berlubang
dan berkas yang menembus sampel akan dibaca oleh detektor kemudian
data diolah menjadi gambar (Bendersky and Gayle, 2001).
D. Analisis Energi Band-Gap katalis Menggunakan DRS
Spektrum DRS UV-vis direkam menggunakan spektrofotometer Shimadzu
UV-3600 yang diintegrasikan dengan tabung dengan diameter 15 cm.
BaSO4 digunakan sebagai referensi. Semua sampel yang telah
mengandung BaSO4 (1:50) digunakan untuk perhitungan (Tatarchuk et al.,
2017). Sampel yang digunakan untuk pengukuran berupa bubuk dengan
ukuran dibawah 100 mesh.
3. Preparasi Nanoselulosa Kulit Pisang Kepok ( Musa paradisiaca L.)
Kulit pisang kepok diblender dalam akuades, disaring, dan padatan
dikeringkan dalam oven pada suhu 50 oC selama 48 jam. Kemudian
dihaluskan kembali menggunakan dry-blender dan diayak hingga ukuran
mikron tertentu. Selanjutnya sebanyak 50 gram bubuk yang dihasilkan
dimasukkan ke dalam labu bundar, ditambahkan larutan NaOH 4%, dan
direfluks pada suhu 100-120 oC selama 2 jam. Kemudian hasil refluks
disaring dan dicuci dengan akuades beberapa kali untuk memisahkan
46
lignin dan hemiselulosa. Setelah itu, dilakukan proses bleaching dengan
cara memasukkan 60 gram bubuk selulosa ke dalam labu bundar dan
ditambahkan 400 mL larutan NaClO2 1,7%, buffer asetat, dan akuades,
lalu direfluks pada suhu 110-130 oC selama 4 jam. Selanjutnya,
didinginkan dan dicuci dengan akuades hingga diperoleh padatan putih
selulosa. Selulosa yang didapat dikeringkan menggunakan freeze-dryer
pada suhu -39 oC selama 24 jam (Zain et al., 2014; Shankar and Rhim,
2016).
Nanoselulosa kulit pisang kepok dibuat dengan cara memasukkan 10 gram
sampel selulosa ke dalam labu bundar 1L, ditambahkan 200 mL larutan
HNO3 35%, disonokasi selama 4 jam, dan direfluks selama 5 jam dengan
suhu 60 oC sambil diaduk. Selanjutnya ditambahkan 200 ml akuabides dan
didinginkan. Kemudian disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan
3500 rpm dan dilakukan pencucian hingga pH cairan mendekati 7. Lalu,
suspense koloid diultrasonikasi selama 60 menit dalam ice-bath dan
dihilangkan pelarut yang tersisa dengan freeze-dryer. Nanoselulosa yang
didapat disimpan pada suhu 4 oC sebelum digunakan (Zain et al., 2014;
Shankar and Rhim, 2016).
4. Uji Aktivitas Katalis dengan Reaksi Fotokatalitik
A. Konversi Nanoselulosa
Uji aktivitas nanofotokatalis Ni0,65Cu0,35 Fe2O4 dilakukan melalui konversi
polisakarida selulosa menjadi gula alkohol. Sebanyak 0,5 gram
naoselulosa dicampurkan ke dalam 100 mL aquades. Kemudian ke dalam
larutan selulosa ditambahkan nanokatalis Ni0,65Cu0,35 Fe2O4 sebanyak 0,1
47
gram dan dialiri gas hidrogen dengan laju 10mL/menit. Setelah itu
dipasangkan lampu UV 125 W, dimana posisi lampu sinar UV berada di
atas permukaan sampel dengan jarak 10-15 cm ke permukaan reaktor
(Manurung et al., 2015). Waktu proses irradiasi sinar UV pada konversi
selulosa divariasi, yaitu 20 menit,40 menit, dan 60 menit dimana pada
setiap variabel waktu diambil 10 mL sebagai sampel yang akan dianalisis
dengan alat instrument Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Gambar 16. Proses konversi selulosa dengan irradiasi sinar UV
Keterangan:
1. Tabung gas H2
2. Selang penghantar gas H2
3. Ruang gelap tempat irradiasi sinar UV
4. Lampu UV
5. Wadah berisis larutan selulosa dan nanofotokatalis
6. Pengaduk
48
B. Penentuan Kadar Glukosa Dari Hasil Konversi
Sampel hasil konversi nanoselulosa dimasukkan sebanyak 1 ml kedalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml reagen DNS. Tabung reaksi
ditutup dengan alumunium foil dan dipanaskan dalam waterbatch pada
suhu 100 oC selama 10 menit. Setelah dingin, serapannya diukur
menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada λ 540 nm.
C. Analisis Hasil Konversi Menggunakan HPLC
Hasil konversi nanoselulosa dianalisis menggunakan instrumen HPLC
untuk mengetahui adanya kandungan gula alkohol, seperti sorbitol,
manitol, dan xylitol, dari aktivitas katalitik nanofotokatalis pada
nanoselulosa. Pada instrument HPLC, fasa gerak yang digunakan
merupakan campuran asetonitril dan akuabides, kolom yang digunakan
adalah kolom Carbohydrate High Performance (4,6 x 250 mm), dan
detektor indeks refraksi. Laju alir yang digunakan adalah 10 mL/ menit.
72
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa :
1. Penelitian ini mampu menghasilkan katalis dengan ukuran partikel skala nano
dengan metode sol gel-freezedry menggunakan pektin sebagai agen
pengemulsi.
2. Hasil analisis difraksi sinar-X (XRD) menunjukan terbentuknya struktur
katalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 dengan fasa kristalin NiFe2O4 (44-1485), CuFe2O4
(25-0283) , serta NiO dan CuO sebagai produk samping.
3. Katalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 memiliki jumlah situs asam sebesar 1,34 mmol
piridin/g dengan menunjukkan situs asam lewis yang lebih dominan.
4. Hasil analisis TEM (Transmission Electron Microscope) menunjukkan bahwa
nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 memiliki morfologi permukaan berbentuk kotak
yang menunjukkan adanya struktur spinel ferrit dan morfologi yang seragam
dan marata.
5. Hasil analisis DRS (Diffuse Reflectance Spectroscopy) menunjukkan bahwa
nanokatalis Ni0,65Cu0,35Fe2O4 memiliki nilai energi senjang sebesar 1,5 eV.
73
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka pada penelitian selanjutnya
disarankan untuk :
1. Preparasi nanoselulosa diperlukan pengembangan metode pemisahan
suspensi antara nanoselulosa dengan pelarutnya (akuabides) sehingga
dapat diperoleh jumlah nanoselulosa yang optimal.
2. Melakukan uji katalitik pada waktu yang lebih bervariasi dan lama (t > 60
menit) untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal dalam mengonversi
selulosa
74
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., Yudistira, V, Nirmin dan Khairurrijal. 2008. Sintesis Nanomaterial.Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi. 1: 33-36.
Akmalludin dan Kurniawan, A. 2005. Pembuatan Pektin dari Kulit Coklat denganCara Ekstraksi. Skripsi. Fakultas Teknik Kimia, Universitas Diponogoro.Semarang. 56.
Almeida, J. M. A., Meneses C.T, A., de Menezes A.S., Jardim R.F, and SasakiJ.M . 2008. Synthesis and Characterization of NiMn2O4 NanoparticlesUsing Gelatin as Organic Precursor. Journal of Magnetism and MagneticMaterials. 320: 304 - 307.
Anna, R., Suhandar, J., dan Suharmadi. 2013. Uji Fungsi Freeze DryerRadiofarmaka. Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka- BATAN. 73.
Arhamsyah. 2010. Pemanfaatan Biomassa Kayu Sebagai Sumber EnergiTerbarukan. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan. 2: 42- 48.
Arup, M. 2011. Isolation of nanocellulose from waste sugarcane bagasse (SCB)and its characterization. Carbohydrate Polymers. 86: 1291-1299.
ASTM D4824-03. 2005. Test Method For Determination of Catalyst Acidity byAmmonia Chemisoription. Manual Book of ASTM. 2: 1-3.
Atmaji R., Zulfikar M., dan Didi D A. 2013. Konversi Kulit Pisang MenjadiGlukosa Menggunakan Katalis Arang Aktif Tersulfonasi. Jurnal TeknologiKimia dan Industri. 2: 117-124.
Ayyad, O. D. 2011 . Novel Strategies The Synthesis of Metal Nanoparticle andNanostructure. Thesis. Facultat de Qumica. Univesitat de Barcelona. 30: 45 -47.
Bayliss, P. 1976. X-ray Diffraction Powder Data. Department of Geology,University of Calgary. 50: 335.
75
Bendersky, L. A. and Gayle F.W. 2001. Electron Diffraction Using TransmissionElectron Microscopy. Journal of Research of the National Institute ofStandards and Technology. 106: 997-1012.
Bermejo, E., Dantas, T., Lacour, C. and Quarton, M. 1997. Mechanism ofFormation of Nanocrystalline Hematite Prepared by Freeze-Drying.Material Research Bulletin. 30: 645-652.
Bhimte, N. A and Tayade P. T. 2007. Evaluation of Microcrystalline CellulosePrepared from Sisal Fibers as A Tablet Excipieint: A Technical Note.AAPS Pharmaceutica Science and technologi. 8: E1- E7.
Brabers, VAM. 1969. Infrared spectra of Cubic and Tetragonal ManganeseFerrites. Physical Status Solidi. 33: 563-572.
Burch, R., J. P. Breen and Meunier F. C. 2002. A Review Of The SelectiveReduction Of NOX With Hydrocarbons Under Lean-Burn Conditions WithNon-Zeolitic Oxide And Platinum Group Metal Catalysts. AppliedCatalysis. 39: 283 - 303.
Borah, R., Borah, K. J., and Dutta, P. 2011. Synthesis, Characterization andApplication of Poly(4-vinylpyridine)-Supported Brønsted Acid as ReusableCatalyst for Acetylation Reaction. Bulletin of the Korean Chemical Society.32: 225.
Campanati, M., Fornasari G, and Vaccari A. 2003. Fundamentals in thePreparation of Heterogeneous Catalyst. Catalyst Today. 77: 299-314.
Carlson, T ., Vispute T., and Huber, G. 2008. Green Gasoline by Catalytic FastPyrolysis of Solid Biomass Derived Compounds. Chemical SustainableChemistry. 1: 37-40.
Casbeer, E., Sharma K. V., and Li X. Z. 2012. Synthesis and PhotocatalyticActivity of Ferrites under Visible Light: A review. Separation andPurification Technology. 87: 1-4.
Chandel, A.K., and Silvério da Silva, S. 2012. D-Xylitol: FermentativeProduction, Application and Commercialization. Springer Science andBusiness Media. 85-99.
Chantarasupawong, P., Philip R, Endo T, and Thomas J. 2012. Enhanced OpticalLimiting in Nanosized Mixed Zinc Ferrites. Applied Physics Letters. 100:6994-6999.
Chavan, S. M., Babrekar M. K, More S. S, and Jadhav K. M. 2010. Structural andOptical Properties of Nanocrystalline Ni-Zn Ferrite Thin Fimls. Journal ofAlloys and Compounds. 507: 21-25.
76
Chitraningrum, N. 2008. Sifat Mekanik dan Termal pada Bahan NanokompositEpoxy-clay Tapanuli. Skripsi. Departemen Fisika. FMIPA. UI. Depok. 87.
Chorkendorf, I and Niemantsverdriet, J. W. 2003. Concept of Modern Catalysisand Kinetics. Willey-VCH GmbH and Co. Weinheim. 123-134.
Clark, J. H. 2001. Catalysis for Green Chemistry. Pure and Applied Chemistry.73: 103-111.
Cullity, B. D. 1978. Elements of X-Ray Diffraction. Addison-Wesley PublishingCompany, Inc. New Jersey, USA. 84.
Colmenares, J. C., and Magdziarz, A. 2013. Room Temperature VersatileConversion of Biomass-Derived Compounds by Mean of Supported TiO2
Photocatalysts. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical. 366: 156-162.
Constenla, D. and Lozano J. E. 2006. Kinetic model of pectin demethylation.Latin American Applied Research. 33: 91 - 96.
Darmawan, A. 2005. Sintesis Lempung Terpilar Titania. Jurusan KimiaAnorganik MIPA UNDIP. Semarang. 64.
Djayasinga, R. and Situmeang R. 2015. Preparation and Characterization ofNanosize Spinel Ni0.9Fe2Cu0.1O4 using Pectin as Binding Agent.Proceedings of the International Conference Science and Science EducationFaculty of Science and Mathematics Satya Wacana Christian University.48-55.
Drbohlavova, J., Hrdy, R., Adam, R., Kizek, Schneeweiss, O and Hubalek, J.2009. Preparation and Properties of Various Magnetic Nanoparticles.Sensors. 9: 2352-2362.
Edahwati, L., Susilowati., dan Tutuk. H. 2013. Produksi Pektin dari Kulit BuahCoklat ( Theobroma cacao ). Jurnal Universitas Pembangunan NasionalVeteran. 3: 42-52.
Erika, C. 2013. Ekstraksi Pektin dari Kulit Kakao (Theobroma cacao l.)menggunakan Amonium Oksalat. Jurnal Teknologi dan Industri PertanianIndonesia. 5: 1-5.
Farobie, O. 2006. Pembuatan dan Pencirian Pektin Asetat. IPB. Bogor. 65.
Faungnawakij, K., Shimoda, N., Fukunaga, T., Kikuchi, R, and Eguchi, K. 2009.Crystal Structure and Surface Species of CuFe2O4 Spinel Catalysts in SteamReforming of Dimethyl Ether. Applied Catalysis B. 92: 341-350.
77
Fransisca, N. 2011. Konversi Glukosa dengan Katalis Co3O4/NiFe2O4 yangDipreparasi melelui Sol-gel. Skripsi. Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam, Universitas Lampung. Bandar Lampung. 56-75.
Frenzer, G and Maier, W. F. 2006. Amorphorous Pourous Mixed Oxides Sol-Gel Ways to a Highly Versatile Class of Materials and Catalysts. AnnualReview of Materials Research. 36: 281-331.
Frone Adriana N., Denis M. Panaitescu, Dan Donescu, Catalin I. Spatar,Constantin Radovinci, Roxana Trusca, and Raluca Somoghi. 2011.Preparation and Characterization of PVA Composites with CelluloseNanofibers Obtained By Ultrasonication. Romania. 45: 487-512.
Fukuoka, A and Dhepe, P. L. 2006. Catalytic Conversion of Cellulose into SugarAlcohols. Angewandte Chemistry. 45: 5161-5163.
Fukuoka, A., H. Kobayashi,Y., Ito, T., Komanoya,Y., Hosaka, P. L., Dhepe,K., Kasai and Hara, K. 2011. Synthesis of sugar alcohols by hydrolytichydrogenation of cellulose over supported metal catalysts. GreenChemistry. 13: 326-33.
Giannakas, A. E., Ladavos, A. K., and Pomonis, P. J. 2004 . Preparation,Characterization and Investigation of Catalytic Activity for NO+COReaction of LaMnO3 and LaFeO3 Perovckites Prepared Via MicroemulsionMethod. Applied Catalysis B: Environmental. 49: 147-158.
Giannakas, A. E., Ladavos, A. K., and Pomonis, P. J. 2006. Characterization andCatalytic Investigation of NO + CO Reaction On Perovskites of TheGeneral Formula LaxM1-xFeO3 ( M = Sr and/or Ce ) Prepared Via A ReverseMicelles Microemulsion Route. Applied Catalysis A: General. 309: 254-262.
Gedikli, U., Misirlioglu, Z., Pinar, A.B., and Muammer, C. 2015. Synthesis ofMCM-41 by Hydrotermal and Sonochemical Methods and Characterization.Journal of The Turkish Chemical Society. 2: 3.
Goycoolea, F.M., and Adriana, C. 2003. Pectins from Opuntia Spp, A ShortReview. Journal of The Profesional Association for Cactus Development.7: 17-29.
Habibi Y., Lucia L. A.,and Rojas O. J. 2010. Cellulose Nanocrystals: Chemistry,Self-Assembly, and Applications. Chemical review. 6: 3479-3500.
Hanke, L. D. 2001. Hanbook of Analytical Methods for Materials Evaluationand Engineering. Plymouth. 4: 35-38.
Hansen, T. S., Boisen, A., Woodley, J. M., Pedersen, S., and Riisager, A. 2006.Production of HMF from Aqueous Fructose. Microwave Study. 233-245.
78
Hanum, F., Martha, A. T., dan Irza, M. D. K. 2012. Eksrtaksi Pektin Dari KulitBuah Pisang Kepok ( Musa paradisiaca ). Jurnal Teknik Kimia USU.Medan. 3: 45-67.
Harahap, Y. 2012. Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel Kitosan denganVariasi Asam. Skripsi. Fakultas Teknik Kimia.Universitas Indonesia.Jakarta. 56-68.
Haris, A., Didik, S. W., dan Rahmad, N. 2014 . Sintesis dan KarakterisasiNanopartikel Fotokatalis TiO2 dengan Doping Tembaga dan Sulfur SertaAplikasinya Pada Degradasi Senyawa Fenol. Jurnal Sains. 22: 35-50.
Hindarso, H., Laurentia, E., dan Sandy, B. 2004. Proses Ekstraksi Pektin dariAmpas Buah Apel dan Kulit Jeruk. Jurnal Teknik Kimia . Unika WidyaMandala Surabaya. 2: 35-40.
Huber, G. W., Iborra, S., and Corma, A. 2006. Synthesis of Transportation Fuelsfrom Biomass Chemistry Catalysts and Engineering. Chemical SustainableChemistry. 106: 4044-4098.
Iftimie, N., Rezlescu, E., Popa, D. P., and Rezlescu, N. 2006. Gas Sensitivity ofNanocrystalline Nickel Ferrite. Journal of Optoelectronics and AdvancedMaterials. 8: 1016-1018.
Ioelovich, M. 2012. Optimal Conditions for Isolation of Nanocrystalline CelluloseParticles. Nanoscience and Nanotechnology. 2: 9-13.
Iriani E S., Kendri W., Titi C S.,dan Asep W P. 2015. Sintesis Nanoselulosa DariSerat Nanas Dan Aplikasinya Sebagai Nanofiller Pada Film BerbasisPolivinil Alkohol. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. 12: 11-19.
Ismunandar. 2006. Padatan Oksida Logam: Struktur, Sintesis dan Sifat-Sifatnya.Penerbit ITB. Bandung. Indonesia. 47-56.
Isdin, O. 2010. Nanoscience in nature: cellulose nanocrystals. SmallUndergraduate Research Grants. 3: 8-12.
Jackson, Jhon K., Kevin Letchford., Benjamin Z Wasserman, Lucy Ye, WadoodY Harmad, and Helen M Burt. 2011. The use of Nanocrystslline Cellulosefor The Binding and Controlled Release of Drugs. International JournalNanomedicine. 8: 321-330.
Jahanshahi and Babaei. 2008. Protein Nanoparticle: A Unique System as DrugDelivery Vehicles. Journal of Biotechnology. 7: 4926-4934.
Jie, X.U., Jiping M. A., Weiqiang Y. U., Xiuquan J. I. A., and Fang L.U. 2013.Advances in Selective Catalytic Transformation of Polyols to Value AddedChemicals. Chinese Journal of Catalysis. 34: 492-507.
79
Kanade, K. G., Kale, B. B., Aiyer, R. C., and Das, B. K. 2005. Effect ofsolvents on the synthesis of nano-size zinc oxide and its properties.Materials Research Bulletin. 41: 590-600.
Kasapoglu, N., Baykal, A., Toprak M.S., Koseoglu, Y., and Bayrakdar, H. 2007.Synthesis and Characterization of NiFe2O4 Nano-Octahedrons by EDTA-Assisted Hydrothermal Method. Turkish Journal of Chemistry. 31: 659-666.
Kawai, T., and Sakata, T. 1980. Conversion of Carbohydrate into Hydrogen Fuelby A Photocatalytic Proces. Nature. 286: 474–476.
Kianpour, G., Soofivand, F., Badiei, M., Salavati-Niasari, M., and Hamadanian,M. 2016. Facile Synthesis and Characterization of Nickel MolybdateNanorods as an Effective Photocatalyst by Co-precipitation Method.Journal of Materials Science: Materials in Electronics. 10: 10244-10251.
Kim K. D., Kim, S. S., Choa, Y., and Kim, H. T. 2007. Formation and SurfaceModification of Fe3O4 Nanoparticles by Co-precipitation and Sol-gelMethod. Journal of Industrial and Engineering Chemistry. 13: 1337–1141.
Kirk, R. E. and Othmer, D. F. 1980. Encyclopedia of Chemical Technology. JohnWiley and Sons, New York. 9: 40-45.
Kosela, S. 2010. Cara Mudah dan Sederhana Penentuan Struktur MolekulBerdasarkan Spektra Data (NMR, Mass, IR, UV). Penerbit Lembaga FE UI.Jakarta. Indonesia. 87-99.
Labconco. 1996. Manual Book of Freeze Dry. USA. 74-88.
Lambert C. K., and Gonzalez R. D. 1998. The importance of measuring the metalcontent of supported metal catalysts prepared by the sol gel method. AppliedCatalysis A: General. 172: 233-239.
Latununuwe, A., Setiawan, A., Lubis, P., Yulkifli, W. T., dan Sukirno. 2008.Penumbuhan Nanokatalis Co-Fe dengan Metode Sputtering (online).http://file.upi.edu. diakses pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 9.09 WIB.
Lecloux A. J., and Pirard. J. P. 1998. High-Temperature Catalysts Through Sol–Gel Synthesis. Journal of Non-Crystalline Solids. 225: 146-52.
Liapis, A.I., and Bruttini, R. 1994. A Theory for the Primary and SecondaryDrying Stages of the Freeze-drying of Pharmaceutical Crystalline andAmorphous Solutes: Comparison between Experimental Data and Theory.International Journal of Heat and Mass Transfer. 48: 1675–1687.
Li, Z. 2005. Novel Solid Basa Catalyst for Michael Additions: Synthesis,Characterization and Application. Dissertation. Mathematisch-Narurwissenschaftlichen Fakultät I. Humboldt-Universität.Berlin. 78: 81-84.
80
Lindawati. 2017. Uji Aktivitas Nanofotokatalis LaCr0,98Mo0,02O3 yang DiiradiasiSinar UV Untuk Konversi Nanoselulosa Menjadi Gula Alkohol. Skripsi.Universitas Lampung. Lampung. 64.
Maensiri, S., Masingboon, B.C., Bonochom., and Seraphin, S. 2007. A SimpleRoute to Synthesize Nickel Ferrite (NiFe2O4) Nanoparticles Using EggWhite. Journal Scripta Materialia. 56: 797-800.
Maiti, G. C., Kundu, M. L., Ghosh, S. K., and Banerjee, B. K. 1973. CyrstalliteSize Measurements and Phase Transformation of Fe2O3, Cr2O3 and Fe2O3 -Cr2O3 System by X-Ray Difraction Method. Physical Research Wing.Fertilizer Corporation of India Limited. 41: 496-505
Manurung, P., Situmeang, R., Ginting, E., and Pardede, I. 2015. Synthesis andCharacterization of Titania-Rice Husk Silica Composites as Photocatalyst.Indonesian Journal of Chemistry. 15: 38-40.
Matveeva, V.G., Manaenkov, O.V., Filatova, A.E., Kislitza, O.V., Doluda, YU.,Rebrov, E. V., E. M., Sulman, Sidorov, A. L., and Torozova, A. S. 2016.Conversion of cellulose with the use of catalysts based on hypercrosslinkedpolystyrene. School of Engineering. University of Warwick. 12: 133-140.
Muchtadi, D. 1992, Bahan Kuliah Enzim dalam Industri Pangan.Yogyakarta. 87-98.
Morales, E. A., S’anchez M. E., and Pal, U. 2007. Use of Diffuse ReflectanceSpectroscopy for Optical Characterization of Un-Supported Nanostructures.Revista Mexicana de F’Isica S. 53: 18-22.
Noviyanti, E. D. 2015. Preparasi dan Karakterisasi Nanokatalis Ni0,7Cu0,3Fe2O4
untuk Uji Katalitik pada Konversi Selulosa Menjadi Gula Alkohol. Skripsi.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.Bandar Lampung. 23-55.
Ohara, S. Y., Mousavand, T., Umetsu, M., Takami, S., Adschiri, T., and Kuroki.2004. Solid State Ionics, 172: 261-264.
Osada, M., Sato, T., and Minowa, T. 2004. Catalytic Gasification of WoodBiomassa in Subcritical and Supercritical Water. Combustion Science andTechnology, 178: 542.
Parry, E. P. 1963. An infrared study of pyridine adsorbed on acidic solidscharacterization of surface acidity. Journal of Catalyst. 99: 371-379.
Paveena., Tachan, A.Z., and Boutbara, M. 2010. The Effect of SubstrateTemperature on Structural and Physical Properties of UltrasonicallySprayed Cds Film.Materials Chemistry and Physics. 94: 290-305.
81
Puttipat, N., Payormhorm, J., Chiarakorn, S., Laosiripojana, N., and Chuangchote,S. 2014. Conversion of Sugar to Organic acids Using TiO2 PhotocatalystsSynthesizied by Hydrothermal Process. 3rd International Conference onEnvironmental Energy and Biotechnology. 70: 119-122.
Putz, H., Schon, J.C., and Jansen, M. 2001. Combined Method for ab InitioStructure Solution from Powder diffraction Data. Journal of AppliedCrystallography. 32: 864-870.
Peng, B. L., Dhar, N., Liu H.L., and Tam, K.C. 2011. Chemistry Applications ofNanocrystalline Cellulose and Its derivate : A Nanotechnology Perspective.61: 5050-5052.
Rinaldi R., Meine N., Stein J., Palkovits, R., and Schüth, F. 2010. Which Controlsthe Depolymerization of Cellulose in Ionic Liquids: The Solid Acid Catalystor Cellulose. Chemical Sustainable Chemistry. 3: 266–276.
Ridley, B.L., O’Neill, M. A., and Mohnen, D. 2001.Pectins: Structure,Biosynthesis and Oligogalacturonide-Related Signaling. Phytochemical. 57:929-967.
Rodiansono, W., Trisunaryanti., and Triyono. 2007. Pembuatan, Karakterisasi danUji Aktifitas Katalis NiMo/Z dan NiMo/Z-Nb2O5 pada ReaksiHidrorengkah Fraksi Sampah Plastik menjadi Fraksi Bensin. Berkala MIPA.17: 44-54.
Ryczkowski, J. 2001. IR spectroscopy in catalysis. Catalysis Today. 68: 263-381.
Shankar, S., and Rhim J. W. 2016. Preparation of Nanocellulose from Micro-crystalline Cellulose: The Effect on the Performance and Properties ofAgar-Based Composite Films. Carbohydrate Polymers. 135 : 18-26.
Sietsma, J. R. A., Meeldijk, J. D., den Breejen, J. P., Versluijs-Helder, M.,Dillen, P. E., de Jongh, and de Jong, K. P . 2007. The Preparation ofSupported NiO and Co3O4 Nanoparticles by the Nitric Oxide ControlledThermal Decomposition of Nitrates. Chemistry International. 24: 4547 -4549.
Suri, A., Yuniarti, Y.,dan Rumondang, B. 2013. Pengaruh Lama FermentasiTerhadap Kadar Bioetanol Dari Fermentasi Glukosa Hasil HidrolisisSelulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jack ) DenganHCl 30% Menggunakan Ragi Roti. Jurnal Saintia Kimia. 1: 20-34.
Susanti, R. 2017. Uji Aktivitas Katalis Nanokomposit Ni0,5Cu0,5Fe2O4 DalamMengkonversi Nanoselulosa Menjadi Gula Alkohol yang Diiradiasi SinarUV. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 69.
82
Seddigi, Z. S. 2003. Acidic Properties of HZSM-5 using Acetonylacetone, TPDAmmonia, and FTIR of Adsorbed Pyridine. The Arabian Journal forScience and Engineering. 27: 149-156.
Segal, L., Creely, J. J., Martin, A. E., and Conrad, C. M. 1959. An empiricalMethod for estimating the Degree of Crystalinity of Native Cellulose Usingthe X-ray Diffractometer. Textile Research Journal. 34: 786-794.
Soderlind, F. 2008. Colloidal Synthesis of Metal Oxide Nanocrystals and ThinFilms. Dissertation. Linkoping. Sweden. Linkoping University. 99-105.
Stoltze, P. 2000. Introduction to Heterogeneous Catalysis.Department ofChemistry and Applied Engineering Science. Aalborg University. 2: 6-7.
Tatarchuk, A., Bououdina, M., Macyk, W., Shyichuk, O., Paliychuk, N., Yaremiy,I., Al-Najar, B., and Michal Pacia. 2017. Structural, Optical, and MagneticProperties of Zn-Doped CoFe2O4 Nanoparticles. Nanoscale Research Letter.12 : 141.
Teixeira, D. M. E., Daniel P., Antônio A.S. C., Elisângela C., Mohamed N. B.,and Alain D. 2009. Cassava bagasse cellulose nanofibrils reinforcedthermoplastic cassava starch. Journal of Carbohydrate Polymers. 88: 422-431.
Wahyuni S., Setyani A., Priatmoko S., Wibowo EAP., and Amin N. 2017.Synthesis and Characterization of TNTs/Polyaniline Composite asPhotocatalyst Degradation of Rhodamin B by Visible Light.International Conference on Natural Resources and Life Sciences. 5:41-50.
Widegren, J. A., Finke, R. G., and Mol, J. 2003. Preparation of amultifunctional core-shell nanocatalyst and its characterization byHRTEM. Catalysis A: Chemical. 191: 187.
Wu, R. L., Wang, X. L., Li, F., and Wang, Y. Z. 2009. Green CompositeFilms Prepared from Cellulose, Strach, and lignin in Room-Temperature Ionic Liuid. Bioresource Technology. 100: 2569-2574.
Wu, Y., and Wang, X. 2011. Preparation and Characterization of Single-Phase α-Fe2O3 Nano-powders by Pechini Sol–gel Method. MaterialsLetters. 65: 2062-2065.
Yujaroen P, Supjaroenkul, U., and Rungrodnimitchai S. 2008. Extraction ofPectin From Sugar Palm Meat. Thammasat International Journal ofScience and Technology (13th Special Edition). 8: 44-47.
83
Zain, N. F. M., Yusop, S. M, and Ahmad, I. 2014. Preparation andCharacterization of Cellulose and Nanocellulose From Pomelo (Citrusgrandis) Albedo. Journal of Nutrition and Food Science. 5 : 334-337.
Zawrah, M.F., El-Kheshen, A. A., and Abd-El-All, H. 2009. Facile and EconomicSynthesis of Silica Nanoparticel, Journal of Ovonic Research. 5: 129-133.
Zhang, T., Ding N. L., Wang Q., Zheng. M. Y. 2010. Selective Transformation ofCellulose into Sorbitol by Using a Bifunctional Nickel Phosphide Catalyst.Chemistry and Sustainability. 3: 818-821.
Zhang, G., Ni, C., Huang, X., Welgamage, A., Lawton, L. A., Robertson, P. K. J.,and Irvine, J. T. S. 2016.Simultaneous Cellulose Conversion and HydrogenProduction Assisted by Cellulose Decomposition Under UV-lightPhotocatalysis. Chemical Communications. 52: 1673-1676.
Zhao, F., Zhang C., Liang G., Cheng H., He L., Li W., Li X., and Yu Y. 2007.The Hydrogenation/Dehydrogenation Activity of Supported Ni Catalystsand Their Effect on Hexitols Selectivity in Hydrolytic Hydrogenation ofCellulose. Journal of Catalysis. 309: 468-476.
top related