uji daya hambat serbuk cacing tanah (lumbricus rubellus ... · ayuk mira kak sandy, terima kasih...
Post on 28-Oct-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
UJI DAYA HAMBAT SERBUK CACING TANAH (Lumbricus
rubellus) TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan
Pendidikan Diploma III Kesehatan
OLEH:
DWI AGUSTIN
NIM : PO.71.39.0.15.009
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN FARMASI
2018
2
UJI DAYA HAMBAT SERBUK CACING TANAH (Lumbricus
rubellus) TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan
Pendidikan Diploma III Kesehatan
OLEH:
DWI AGUSTIN
NIM : PO.71.39.0.15.009
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN FARMASI
2018
3
4
5
Halaman Persembahan
Alhamdulillahirobbil’alamin kuhaturkan atas terselesaikannya KTI ini
bersama dengan segala kekurangannya. KTI ini kupersembahkan untuk :
Allah SWT yang selalu menunjukkan jalan keluar disaat aku kehilangan arah,
terima kasih atas nikmat-Mu yang berlimpah, serta atas segala kemudahan dan
kekuatan yang Engkau berikan selama ini.
Kedua orang tua; mamak Yusmanidar dan Aba Haidir, terima kasih yang
tak terhingga atas dukungan, materi yang tak terhitung jumlahnya, doa yang
tak hentinya, kesabaran atas segala kelalaian yang kulakukan, tenaga dan
pikiran yang selalu tercurah padaku, serta segala pembelajaran hidup luar biasa
yang kudapatkan selama ini.
Ayuk mira kak sandy, terima kasih yang selalu mendukungku,
menyemangatiku disaat aku jatuh dan terimakasih untuk segala nasihat yang
kamu berikan.
Okta Yulanda Saputra, Terima kasih selalu menjadi semangat dan selalu ada
saat dibutuhkan ataupun tidak dibutuhkan.
Ibu Dra. Ratnaningsih Dewi Astuti, Apt., M.Kes selaku Ketua Jurusan
Farmasi, terima kasih banyak atas segala arahan, ilmu, nasihat, dan kesabaran
selama 3 tahun ini.
Bapak Muhammad Nizar, S.Pd., MM. selaku pembimbing dalam penyelesaian
Karya Tulis Ilmiah ini, terima kasih banyak atas bimbingan, pengarahan,
waktu, dan motivasi yang bapak berikan.
Bapak dan Ibu dosen beserta para staff yang telah memberikan ilmu dan
bantuan selama 3 tahun ini.
Kepada Mam Lilis Maryanti, S.Pd Selaku pembimbing akademik saya
ucapkan terimaksih atas segala nasihat mam kepada saya.
Teman kecilku ; Rohmawati, ira, Fitri, cik eka, Adek eli dan Adek suci Terima
kasih yang tak terhingga atas kebersamaan, bantuan, pengorbanan,
kesenangan,kesedihan, kekonyolan, lelucon aneh, nasihat dan segala yang telah
kuterima selama ini.
Sahabat-sahabat terbaikku; Desti, tata yang selalu memberikan semangat, doa,
dan kegembiraan yang tiada habisnya. Terima kasih selama beberapa tahun ini.
Sumber info; Ayuk Bunga Terima kasih atas arahan dan saran Ayuk.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Terima kasih semua.
Teman-teman satu angkatan Reg 3A dan 3B.
Almamaterku Poltekkes Kemenkes Palembang.
6
BIODATA
Nama : DWI AGUSTIN
Tempat Tanggal Lahir : Lubuk lancang, 19 Agustus 1997
Agama : Islam
Alamat : Lubuk lancang
No. Telp/Email : 081271589996// Dwiiagustin97@gmail.com
Nama Orang Tua
Ayah : Haidir
Ibu : Yusmanidar
Anak Ke : 2 dari dua bersaudara
Jumlah Saudara : 1
Nama Saudara :1. Nova Miranti
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 2 Lubuk lancang (2003-2009)
2. SMP Negeri 1 Suak Tapeh (2009-2012)
3. SMA Negeri 1 Banyuasin III (2012-2015)
7
ABSTRAK
Penyakit tifus merupakan salah satu penyakit sistemik akut yang endemik
di Indonesia. Tifus disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang ditularkan
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Salah satu usaha yang dapat
dilakukan untuk mengatasi permasalahan dengan mencari obat tradisional dari
bahan-bahan alami (hewan), salah satunya dengan menggunakan cacing tanah
(Lumbricus rubellus). Secara empiris cacing Lumbricus rubellus telah digunakan
sebagai obat tifus.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kemampuan daya
hambat serbuk cacing tanah Lumbricus rubellus pada konsentrasi 10%, 20%,
30%,40%, dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi. Jenis
penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium. Penelitian dilakukan
menggunakan metode Kirby-Bauer cakram. Cacing Lumbricus rubellus diperoleh
dari peternak cacing tanah yaitu bapak Hasanudin Firmansyah di Jl. Lapang II
No.8 cikole Lembang Bandung 40291. Biakan murni Salmonella typhi didapatkan
dari Balai Besar Laboratorium Kesehatan Palembang. Pengambilan data
dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat yang terbentuk pada sekeliling
paper disc yang telah ditanamkan pengenceran serbuk cacing tanah dengan
konsentrasi yang telah ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serbuk
cacing tanah (Lumbricus rubellus) dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Salmonella typhi. Diameter zona hambat yang dihasilkan paling besar adalah pada
konsentrasi 40% dengan lebar 50mm. Hal ini dapat disimpulkan bahwacacing
tanah (Lumbricus rubellus) dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk penyakit
tifus.
Kata Kunci: Serbuk cacing tanah, daya hambat, Lumbricus rubellus,
Salmonella typhi
8
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “UJI DAYA HAMBAT
SERBUK CACING TANAH (Lumbricus rubellus) TERHADAP BAKTERI
Salmonella typhi sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka menyenyelesaikan
program pendidikan Diploma III Kesehatan di Politeknik Kementrian Kesehatan
Palembang.Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Ratnaningsih DA, Apt.,M.Kes. selaku Ketua Jurusan Farmasi
Poltekkes Kemenkes Palembang.
2. Bapak Muhammad Nizar, S.Pd., MM. selaku pembimbing dalam
penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini yang telah banyak memberikan
bimbingan, pengarahan, dan motivasi hingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
selesai.
3. Bapak dan ibu dosen pengajar serta staf Poltekkes Kemenkes Palembang.
4. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa.
5. Teman-teman seangkatan yang telah memberikan bantuan serta semangat
dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Semua pihak yang membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari akan keterbatasan, kemampuan, pengetahuan, dan
pengalaman yang dimiliki. Sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih
banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi perbaikan.
Palembang, Feb 2018
Peneliti
9
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL..........................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ........................................................................ 1
2. Rumusan Masalah ................................................................... 4
3. Tujuan Penelitian .................................................................... 5
4. Manfaat Penelitian .................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Cacing Tanah ( Lumbricus rubellus) ............................................... 7
B.Typus ................................................................................................. 13
C. Bakteri .............................................................................................. 18
D. Salmonella Typhi ............................................................................. 22
E. Media Pertumbuhan Bakteri ............................................................. 26
F. Uji Aktivitas Antibakteri................................................................... 30
G. Uji Daya Hambat Antibakteri .......................................................... 31
H. Baku pembanding ............................................................................. 34
I. Kerangka Teori .................................................................................. 36
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 37
B. Waktu dan Tempat penelitian ........................................................... 37
C. Objek Penelitian ............................................................................... 37
D. Alat dan Bahan ................................................................................. 37
E. Prosedur Kerja .................................................................................. 38
F. Variabel Penelitian ............................................................................ 41
10
G. Definisi Operasional ......................................................................... 41
H. Kerangka Operasional ..................................................................... 44
I. Cara pengolahan Dan Analisis Data ................................................. 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Penelitian ................................................................................. 46
B.Pembahasan ...................................................................................... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan ....................................................................................... 50
B.Saran ................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 51
LAMPIRAN .................................................................................................... 55
BIODATA…………………………………………………………………... 61
11
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kategori Diameter Zona Hambat……………………..………. 31
2. Zona Hambat Bakteri…………………………..………………46
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Cacing Tanah (lumbricus rubellus)………………………..........7
2. Bakteri Salmonella typhi…………………………...………….. 22
3. Kloramfenikol…………………………………………………..35
4. Sampel serbuk cacing tanah………………………………...….55
5. Alat untuk sterilisasi……………………………………………56
6. Salmonella typhi………………………………………… ..56
7. Disk Antibiotik……………………………………………...….56
8. Biological Safety Cabinet………………………………..….… 56
9. Aqua steril untuk pengenceran sampel……………………...….57
10. Pengenceran Sampel…………………………………………..57
11. Zona hambat serbuk cacing tanah dengan konsentrasi 10%,
20%, 30%, 40%.........................................................................57
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Perhitungan pengenceran……………………………….……………. 54
2. Sampel serbuk cacing tanah(Lumbricusrubellus)…….………………..55
3. Surat izin penelitian di BBLK…………………..……………………..58
4. Surat hasil penelitian……………………...…………………………....59
5. Surat telah selesai melakukan penelitian di BBLK…...……………… .60
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah serius dalam dunia
kesehatan. Peyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen
(Darmadi,2008). Salah satu mikroba patogen yang ada di kehidupan manusia
yaitu bakteri Salmonella typhi. Bakteri Salmonella typhi ini menjadi salah satu
penyebab penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia yaitu demam
tifoid (Pelczar, 1988).
Penyakit tifoid termasuk penyakit sistemik akut atau disebut typhoid
feveratau typus abdominalis dibidang kedokteran. Tifoid merupakan penyakit
yang menyerang bagian usus halus pada tubuh manusia (Braunwald, 2005).
Penularan tifoid melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri
Salmonella typhi(Zulkoni, 2010). Salah satu gejala tifoid yang timbul berupa
demam selama satu minggu, disertai gangguan pada saluran pencernaan
(Rampengan, 2007).
Obat-obat ini pertama yang digunakan dalam pengobatan demam tifoid
adalah Kloramfenikol, Tiamfenikol, ampisilin/amoksisilin. Kloramfenikol masih
merupakan pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid karena efektif dalam
penyembuhan, murah, mudah didapat, dan dapat diberikan secara oral (Reska
Perdana, Tri Setyawati, 2016)
15
Obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat Indonesia tidak hanya
dari tanaman obat, tetapi juga berasal dari hewan.Hewan-hewan yang dipercaya
memiliki khasiat sebagai obat meliputi hewan laut dan hewan darat.Salah satu
hewan darat yang dipercaya masyarakat memiliki banyak manfaat bagi kehidupan
adalah cacing tanah (M Sari, 2014).Cacing tanah tersebar di seluruh permukaan
bumi dan mudah dikembangbiakan dengan keunggulan seperti penambahan berat
badan cepat, produksi telur yang banyak, dan tidak terlalu sensitive terhadap
lingkungan (Ciptanto, 2011).
Cacing tanah termasuk dalam kelas Oligochaeta yang mempunyai banyak
suku (famili).Terdapat 4 spesies cacing tanah yang sudah dibudidayakan dan
diproduksi secara komersial, yaitu Lumbricus rubellus, Eisenia foetida, Pheretima
asiatica, dan Eudrilus eugeuniae (Palungkun, 1999).Cacing tanah sangat dikenal
di masyarakat terutama masyarakat pedesaan yang hampir setiap hari
menemukannya di kebun, tegalan atau sawah. Kehadiran cacing tanah di bumi
telah memberi manfaat yang begitu besar, seperti sebagai penghancur dan pendaur
ulang limbah bahan organik, menyuburkan lahan pertanian, sebagai pupuk
organik, dan lain-lain(Ciptanto, 2011).Pengobatan tradisional Tiongkok banyak
menggunakan cacing tanah dalam ramuan untuk menyembuhkan berbagai
penyakit.Cacing tanah mampu mengobati berbagai infeksi saluran pencernaan
seperti tifus, demam, diare, serta gangguan perut lainnya seperti maag.Bisa juga
untuk mengobati penyakit infeksi saluran pernapasan seperti batuk, asma,
influenza dan TBC (Indriati, 2012).
16
Beberapa tempat di Indonesia seperti Jawa Barat, Lampung dan
Palembang cacing tanah sudah dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional. Salah
satu jenis cacing tanah yang sering digunakan adalah Lumbricus rubellusyang
mengandung protein cukup tinggi yaitu 64-76% berat kering, selain itu juga
mengandung banyakjenis asam amino. Dalam ekstrak cacing tanah terdapat zat
antipurin, antipiretik, antidota, vitamin dan beberapa enzimmisalnyalumbrokinase,
peroksidase, katalase dan selulose yang berkhasiat untuk pengobatan
(Priosoeryanto, 2001). Komposisi asam amino dalam cacing tanah adalah: arginin,
sistin, glisin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenionin, fenilalanin, serin,
treonin, tirosin, dan valin. Selain kandungan protein, kandungan gizi lainnya yang
terdapat dalam tubuh cacing tanah antara lain lemak 7-10%, kalsium 0,55%,
fosfor 1%, dan serat kasar 1,08% (Palungkun, 1999). Senyawa antibakteri yang
dimiliki oleh Lumbricus rubellus dikenal dengan nama Lumbricin yang memiliki
kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Grampositif dan Gram negatif
(Arslan, 2008 ; Cho et al., 1998).
Serbuk cacing tanah (LumricusRubellus) mampu menghambat
pertumbuhan bakteri baik Gram positif maupun Gram negative. Dikarenakan
serbuk cacing tanah (Lumricus Rubellus) mengandung bahan aktif antibakteri
lumbricin(Cho et al, 1998). Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan (Dian
Laila, 2010) “uji in vitro jenis tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan
variasi suhu pengolahan terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri Salmonella
typhi hal ini dikarenakan tubuh cacing tanah mengandung zat-zat antimikroba
diantaranya lysozyme, agglutinin, lytic factor dan lumbricin.
17
Melihat banyak peneliti para ahli yang mengungkapkan bahwa cacing
tanah (Lumbricus rubellus) memiliki banyak sekali manfaat salah satunya dapat
menyembuhkan penyakit tipes sehingga peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “ Uji daya hambat serbuk cacing tanah (Lumbricus Rubellus)
terhadap bakteri Salmonella typhi.
Perbedaan penelitian saya dan Dian Laila 2010, Dian Laila uji In Vitro
jenis tepung cacing tanah, dimana terdapat 2 jenis cacing tanah yaitu Lumbricus
Rubellus dan Pheretima Aspergillum, sedangkan punya saya hanya cacing
Lumbricus Rubellus, penenelitian Dian Laila ini dengan beberapa variasi suhu
pengelolahannya, sedangkan saya tidak pakai suhu dalam pengelolahannya, jenis
penelitian ini berbeda dengan penelitian saya, dimana penelitian Dian Laila
merupakan penelitian ekperimental dengan menggunakan rancangan RAL
(Rancangan Acak Lengkap) dengan 2 faktor, dan di analisis Varians (Two one
way anova), sedangkan penelitian yang saya lakukan hanya menguji daya hambat.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah serbuk cacing tanah Lumbricus Rubellusdapat menghambat
bakteriSalmonella Typhi ?
2. Berapakah konsentrasi serbuk cacing tanah dapat menghambat
pertumbuhanbakteri Salmonella Typhi?
3. Bagaimanakah kekuatan daya hambat serbuk cacing tanah dengan
Kloramfenikol sebagai kontrol positif ?
18
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serbuk cacing tanah(Lumbricus
rubellus) dapat menghambat pertumbuhan bakteriSalmonella typhi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui daya hambat serbuk cacing tanah Lumbricus rubellus
terhadap bakteri Salmonella typhi .
b. Untuk mengetahui pada konsentrasi berapa daya hambatserbuk cacing tanah
Lumbricus rubellus yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Salmonella typhi .
c. Untuk membandingkan kekuatan daya hambat serbuk cacing tanah dengan
kontrol positif.
D. Manfaat Penelitian
1. Peneliti dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai
kemampuan cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai penghambat
pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.
2. Memberikan informasi tentang hasil ilmiah daya zona hambat serbuk cacing
tanah terhadap bakteri Salmonella typhi.
19
3. Memberikan informasi tentang konsentrasi serbuk cacing tanah (Lumbricus
rubellus) terhadap bakteri Salmonella typhi yang efektif untuk digunakan.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
Cacing tanah Lumbricus rubellus sering disebut cacing ekor kuning.Warna
tubuhnya agak terang dengan panjang cacing dewasa 10-14cm. Cacing tanah yang
berasal dari Eropa ini merupakan jenis cacing tanah yang paling banyak
dibudidayakan di berbagai daerah.Lumbricus rubellus paling mudah ditemui dan
banyak dibudidayakan diberbagai daerah (Abdul Aziz Adam Maulida 2015)
1. Klasifikasi
Cacing tanah Lumbricus rubellus diklasifikasikan sebagai berikut (Ciptanto,
2011):
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Class : Clitellata
Sub Class : Oligochaeta
Ordo : Haplotaxida
Family : Lumbricidae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus rubellus
21
Gambar II.1
Cacing Tanah (Lumricus rubellus)
Sumber: (Wikipedia)
2. Nama Daerah
Cacing tanah Lumbricus rubellus dikenal oleh masyarakat dengan nama
cacing Eropa,hal ini dikarenakan Lumbricus rubellus berasal dari Eropa
(Ciptanto, 2011). Cacing ini juga dikenal dengan sebutan cacing merah atau
cacing Lumbricus (Pangkulun, 2008). Selain itu cacing Lumbricus rubellus
disebut juga dengan Red earthworm, Red Wiggler, (European) earthworm,
Driftworm, Gardenworm, red marsh worm (Nurul, 2010).
3. Morfologi
Cacing tanah Lumbricus rubellus tergolong dalam kelompok hewan
avertebrata (tidak bertulang belakang) yang termasuk ke dalam filum Annelida
sehingga disebut hewan lunak. Seluruh tubuh cacing ini tersusun atas segmen-
segmen yang berbentuk cincin (annulus), memiliki rongga tubuh sejati (selom)
dan tidak memiliki kerangka luar. Disetiap segmen terdapat rambut yang
22
relative keras berukuran pendek yang disebut seta. Bentuk tubuhnya simetris
bilateral dan tubuh dilapisi kutikula tipis (Pangkulun, 2008).
Cacing tanah jenis Lumbricus rubellus mempunyai bentuk tubuh bagian
atas (dorsal) membulat dan bagian bawah (ventral) pipih, pada tubuhnya
terdapat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis mempermudah
pergerakannya. Cincin atau segmen berjumlah 90 –195 ruas dan klitelium
terletak pada segmen 27 –32, jumlah segmen pada klitelium berjumlah 6 –7
segmen. Dibagian akhir tubuhnya terdapat anus untuk mengeluarkan sisa-sisa
makanan dan tanah yang dimakannya.Lubang kelamin jantan terletak pada
segmen ke-14, sedang lubang kelamin betina terletak pada segmen ke-13.
Ukuran tubuh Lumbricus rubellusrelatif kecil dengan panjang 4 –7 cm. Warna
tubuh terutama bagian punggung berwarna cokelat cerah sampai kemerahan,
perut berwarna krem dan ekor berwarna kekuningan. Tubuh semi transparan
dan elastis (Ciptanto, 2011). Tidak memiliki alat gerak dan tidak memiliki
mata (Ristek, 2009).
4. Habitat
Lumbricus rubellus hidup di tanah yang mengandung bahan organik dalam
jumlah besar.Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun-daun
gugur), kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Kondisi tanah yang
dibutuhkan Lumbricus rubellus agar dapat tumbuh dengan baik yaitu tanah
yang sedikit asam sampai netral atau pH sekitar 6 -7,2. Pada kondisi ini, bakteri
dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan
23
pembusukan atau fermentasi. Kelembapan yang optimal untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakan cacing tanah Lumbricus rubellus adalah antara 15-30%.
Suhu lingkungan yang dibutuhkan adalah sekitar 15-250C, suhu yang lebih
tinggi dari 250C masih baik asal ada naungan yang cukup dan kelembapan
optimal, (Ristek, 2009).
5. Kandungan Bahan Kimia
Kandungan gizi yang dimiliki oleh Lumbricus rubellus cukup tinggi,
terutama kandungan proteinnya yang mencapai 64-76% dan dinyatakan lebih
tinggi dari sumber protein lainnya,misalnya daging (65%) dan kacang kedelai
(45%). Hal ini menjadi salah satu alasandi Jepang, Hongaria, Thailand,
Filipina, dan Amerika Serikat cacing ini dimanfaatkan sebagai bahan makanan
manusia selain digunakan untuk ramuan obat dan bahan kosmetik (Sajuthi dkk,
2003).
Protein yang terkandung dalam tubuh cacing Lumbricus rubellus terdiri dari
sembilan macam asam amino dan empat macam asam amino non-esensial.
Sembilan macam asam amino esensial tersebut meliputi arginin, histidin,
leusin, isoleusin, valin, metionin, fenilalanin, lisin, dan treonin.Sedangkan
empat macam asam amino non-esensial ialah sistein, glisin, serin, dan tirosin
(Pangkulun, 2008). Dalam ekstrak cacing tanah juga terdapat zat antipurin,
antiperik, antidota, vitamin, dan beberapa enzim misalnya lumbrokinase,
peroksidase, katalase, dan selulosa (Priosoeryanto, 2001). Selain itu kandungan
gizi lainya yang terdapat dalam tubuh cacing tanah Lumbricus rubellus antara
24
lain lemak 7-10%, kalsium 0,55%, fosfor 1%, dan serat kasar 1,08%, 17%
karbohidrat serta mengandung auksin yang merupakan zat perangsang tumbuh
untuk tanaman (Pangkulun, 2008).
Senyawa aktif yang terkandung dalam Lumbricus rubellus adalah lumbricin
yang merupakan golongan peptide antimikrobia spektrum luas yang dapat
menghambat bakteri gram positif maupun negatif (broad spectrum). Selain itu
senyawa peptida seperti Caelomocyter (bagian sel darah putih) yang
didalamnya terdapat lysozyme juga berperan dalam aktivitas fagositosis serta
berfungsi untuk meningkatkan immunitas (Cho dkk, 1998 dalam Julendra
2007).
Mekanisme kerja lumbricin yaitu dengan menyebabkan perubahan
mekanisme permeabilitas membran sehingga sel mengalami lisis (Damayanti,
2009). Peptida antimikrobia Lumbricin bermuatan positif (Cho dkk, 1998) dan
peptida bermuatan positif diketahui dapat secara langsung mempengaruhi
sintesis makromolekul karena kerusakan depolarisasi dinding sel (Hancock dan
Rozek, 2002).
Tepung Cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang akan digunakan dalam
penelitian ini dilarutkan dalam air (Purwaningroom, 2010) karena bahan aktif
yang terkandung dalam tepung cacing tanah ialah Lumbricin, merupakan asam
amino yang kaya akan prolin yang bersifat larut dalam air (Gold
Biotechnology, 2009).
25
6. Pemanfaatan
Kehadiran cacing tanah di bumi memberi manfaat begitu besar bagi
kehidupan manusia. Salah satu jenis cacing tanah yang banyak dimanfaatkan
oleh kehidupan masyarakat yaitu Lumbricus rubellus. Lumbricus rubellus
dipercaya mampu mengobati penyakit infeksi saluran pencernaan seperti typus.
Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan cara cacing dicuci bersih terlebih
dahulu lalu dikeringkan setelah kering ditumbuk menjadi serbuk, dan
dimasukkan kedalam kapsul. Cara pengobatan tradisional ini dianggap lebih
murah dan lebih praktis dalam penyajiannya.
Manfaat lain dari Lumbricus rubellus adalah sebagai berikut:
a. Penghancur dan pendaur ulang limbah bahan organik, sehingga
memperbaiki aerasi dan struktur tanah (Abdul Aziz Adam Maulida, 2015)
b. Menyuburkan lahan pertanian
c. Keberadaan cacing tanah akan meningkatkan populasi mikroba yang
menguntungkan tanaman.
d. Kotorannya bisa dijadikan sebagai pupuk organic
e. Bahan baku berkualitas untuk pakan unggas ternak, ikan, dan
burung kicau
f. Banyak digunakan untuk industry farmasi dan kosmetik
g. Makanan sumber protein
26
B. Typus
1. Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typus Abdominalis atau Typhoid
fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang terdapat pada
saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau
lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan atau tanpa gangguan
kesadaran.
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna
dan gangguan kesadaran (Mansjoer, 1999)
Demam tifoid adalah penyakit sistmik yang disebabkan oleh bakteri
salmonella typhi (S. typhi) yang masuk kedalam tubuh manusia. Dan
merupakan kelompok penyakit yang menular dan dapat menyerang banyak
orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Rasmilah, 2010). Demam tifoid
adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan
gangguan kesadaran (Widodo,2007). Dari pendapat diatas maka disimpulkan
demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri
salmonella typhi yang masuk ke dalam tubuh manusia (saluran pencernaan)
dengan ditandai oleh demam insidious yang lama, sakit kepala, badan lemah,
anoreksia, bradikardi relatif, serta sponemegali dan juga merupakan kelompok
penyakit yang mudah menular serta menyerang banyak orang sehingga dapat
menimbulkan wabah.
27
2. Epidemiologi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di daerah tropis
dan sub tropis terutam di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak
memadai dengan standar hygiene dan sanitasi rendah. Demam tifoid
disebabkan oleh salmonella typhi yang dapat bertahan hiduip lama di
lingkungan yang kering dan beku. Organisme juga mampu bertahan hidup
lama selama 1 minggu dan dapat bertahan serta berkembang biak dalam susu,
daging, telur, atau produknya tanpa merubah warna dan bentuknya. Manusia
merupakan satu–satunya sumber penularan alami salmonella typhi, melalui
kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita demam
tifoid atau carir kronis. Bisa tertular dari ibu yang mengalami bakteriemia
kepada bayi dalam kandungan (Inawati, 2011).
Sumber penularan biasanya tidak dapat di temukan. Ada dua sumber
penularan salmonella typhi: pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering
carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus
mengeskresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih salam lebih dari satu
tahun. Insidensi penyakit demam tifoid bervarisai dari tempat satu ke tempat
yang lain dan dari waktu ke waktu, tersebar hampir di seluruh dunia
(Handini,2009).
Sumber infeksi dari demam tifoid adalah makan dan minuman yang
terkontaminasi oleh salmonella typhi diantaranya adalah :
28
a. Air yang terkontaminasi dengan tinja sering mengakibatkan edemik yang
ekplosif.
b. Susu dan hasil susu lainnya (es krim, keju, kustard) kontaminasi dengan
tinja atau pasteurisasi yang tidak atau pengepakan yang tidak tepat.
c. Kerang-kerang akibat dari air yang terkontaminasi.
d. Telur yang dibuat bubuk atau dibekukan dari unggas yang terinfeksi atau
terkontaminasi selama pemprosesan.
e. Daging dan hasil daging dari binatang terinfeksi.
f. Obat–obatan rekreasi dan obat lainnya.
g. Zat warna binatang (misalnya karmin) dipakai pada obat–obatan, makanan
atau kosmetika.
h. Binatang piaraan rumah, misalnya kucing, anjing dan kura–kura.
3. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela (bergerak
dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam
bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan
pemanasan (suhu 600C) selama 15 –20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinisasi (Rahayu E., 2013).Salmonella typhi adalah bakteri batang gram
negatif yang menyebabkan demam tifoid.Salmonella typhi merupakan salah
satu penyebab infeksi tersering di daerah tropis, khususnya di tempat-tempat
dengan higiene yang buruk (Brook, 2001).
29
4. Patogenesis
Salmonella typhi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas
humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel
epitel dan selanjutnya ke lamina propia .
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar
getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang
terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang
mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala
dan sakit perut (Sudoyo A.W, 2010).
5. Gejala
Gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu
30
tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi
hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,
penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu
tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu
ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa
membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi,
akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen.Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah
(Sudoyo, A. W., 2010).
6. Pengobatan
Farmakologi, Salmonella typhi yang resist-en terhadap banyak antibiotik
(kelompok MDR) dapat mengurangi pilihan antibiotik yang akan diberikan.
Terdapat 2 kategori resistensi antibio-tik yaitu resisten terhadap antibiotik
kelompok, ampicillin, dan trimethoprim-sulfamethoxazole (kelompok MDR)
31
dan resisten terhadap antibiotik fluroquinolone. Nalidixic acid resistant
Salmonella typhi (NARST ) merupa-kan petanda berkurangnya sensitivitas
terhadap fluoroquinolone
Non Farmakologi, menjaga kebersihan, menjaga pola makan, banyak
istirahat, memperbanyak minum air putih.
C. Bakteri
1. Definisi Bakteri
Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki
selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetic
berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak
ada membrane inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa
disebut nukleoi. Pada DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun
atas akson saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung
menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler ( Jawetz, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri (Koes Irianto,2006):
a. Sumber energi, yang diperlukan untuk reaksi–reaksi sintesis yang
membutuhkan energi dalam pertumbuhan dan restorasi, pemeliharaan
keseimbangan cairan, gerak dan sebagainya.
b. Sumber karbon
c. Sumber nitrogen, sebagian besar untuk sintesis protein dan asam-asam
nukleat.
32
d. Sumber garam-garam anorganik, khususnya folat dan sulfat sebagai anion ;
dan potasium,sodium magnesium, kalsium, besi, mangan sebagai kation.
e. Bakteri-bakteri tertentu membutuhkan faktor-faktor tumbuh tambahan,
disebut juga vitamin bakteri, dalam jumlah sedikit untuk sintesis metabolik
esensial.
2. Klasifikasi Bakteri
Untuk memahami beberapa kelompok organisme, diperlukan klasifikasi.
Tes biokimia, pewarnaan gram, merupakan kriteria yang efektif untuk
klasifikasi. Hasil pewarnaan mencerminkan perbedaan dasar dan kompleks
pada sel bakteri (struktur dinding sel), sehingga dapat membagi bakteri
menjadi 2 kelompok, yaitu bakteri Gram-positifdan bakteri Gram-negatif.
a. Bakteri Gram-negatif
Bakteri Gram Negatif Berbentuk Batang (Enterobacteriacea). Bakteri
gram negative berbentuk batang habitatnya adalah usus manusia dan
binatang. Enterobacteriaceae meliputi Escherichia, Shigella, Salmonella,
Enterobacter, Klebsiella, Serratia, Proteus). Beberapa organisme seperti
Escherichia coli merupakan flora normal dan dapat menyebabkan penyakit,
sedangkan yang lain seperti salmonella dan shigella merupakan patogen
yang umum bagi manusia.
Pseudomonas, Acinobacter dan Bakteri Gram Negatif Lain.
Pseudomonas aeruginosa bersifat invasif dan toksigenik, mengakibatkan
33
infeksi pada pasien dengan penurunan daya tahan tubuh dan merupakan
patogen nosokomial yang penting.
Vibrio Campylobacter, Helicobacter, dan Bakteri lain yang berhubungan.
Mikroorganisme ini merupakan spesies berbentuk batang Gram-negatif
yang tersebar luas di alam. Vibrio ditemukan didaerah perairan dan
permukaan air. Aeromonas banyak ditemukan di air segar dan terkadang
pada hewan berdarah dingin.
Haemophilus, Bordetella dan Brucella Gram negatif Hemophilis
influenza tipe b merupakan patogen bagi manusia yang penting.
Yersinia, Franscisella dan Pasteurella. Berbentuk batang pendek Gram-
negatif yang pleomorfik. Organisme ini bersifat katalase positif, oksidase
positif, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif (Jawetz, 2004).
b. Bakteri Gram-positif
Bakteri gram positif pembentuk spora : Spesies Bacillusdan Clostridium.
Kedua spesies ini terdapat dimana-mana, membentuk spora, sehingga dapat
hidup di lingkungan selama bertahun-tahun.Spesies Basillusbersifat aerob,
sedangkan Clostridium bersifat anaerob obligat.
Bakteri Gram-positif Tidak Membentuk Spora: Spesies
Corynebacterium, Listeria, Propionibacterium, Actinomycetes. Beberapa
anggota genus Corynebacteriumdan kelompok Propionibacterium
merupakan flora normal pada kulit dan selaput lender manusia .
34
Staphylococcus Berbentuk bulat, biasanya tersusun bergerombol yang
tidak teratur seperti anggur. Beberapa spesies merupakan anggota flora
normal pada kulit dan selaput lendir, yang lain menyebabkan supurasi dan
bahkan septikemia fatal. Staphylococcus yang patogen sering
menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan berbagai
enzim ekstraseluler. Tipe Staphylococcus yang berkaitan dengan medis
adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidisdan
Staphylococcus saprophyticus.
Streptococcus Merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat yang
mempunyai pasangan atau rantai pada pertumbuhannya. Beberapa
streptococcus merupakan flora normal manusia tetapi lainnya bisa bersifat
patogen pada manusia. Ada 20 spesies diantaranya ; Streptococcus
pyogenes, Streptococcus agalactiae,dan jenis Enterococcus (Jawetz,2004).
D. Salmonella Typhi
1. Klasifikasi
Salmonella typhi Bakteri Salmonella typhi diklasifikasikan sebagai berikut
(Adiwina, 2015):
a. Phylum : Eubacteria
b. Class: Prateobacteria
c. Ordo : Eubacteriales
d. Family : Enterobacteriaceae
e. Genus : Salmonella
35
f. Spesies : Salmonella typhi
Gambar II.2
Bakteri Salmonella
2. Morfologi dan fisiologi
Salmonella merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, bersifat motil
dan patogenik (Hawley 2003). Salmonella typhi bergerak dengan flagella
peritrik, tidak bersimpai, tidak memiliki fimbria, dan tidak membentuk spora,
serta memiliki kapsul (Radji, 2010). Dinding selnya terdiri atas murein,
lipoprotein, fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida (LPS) dan tersusun
sebagai lapisan-lapisan (Dzen,2003). Salmonella typhi memiliki diameter 0,5-
0,8 μm dan panjang 1-3 μm. Besar koloni dalam media pembenihan rata-rata 2-
4 mm. Dalam pembenihan agar Salmonella-Shigella, agar Endo, dan agar
MacConkey, koloni Salmonella berbentuk bulat, kecil dan tidak berwarna,
sedangkan pada media Wilson-Blair agar, koloni Salmonella berwarna hitam
(Radji, 2010).
36
Salmonella thypi tumbuh pada suasana aerob dan anaerob fakultatif, pada
suhu 15 -410C. Suhu pertumbuhan optimum 37,50C dengan pH media 6-8.
Salmonella typhimemiliki gerak positif, dapat tumbuh dengan cepat pada
pembenihan biasa, tidak meragi laktosa, sukrosa, membentuk asam,
memberikan hasil positif pada reaksi fermentasi manitol dan sorbitol, dan
memberikan hasil negatif pada reaksi fermentasi sukrosa dan laktosa.
Salmonella thypi tidak tumbuh pada larutan KCN, hanya sedikit membentuk
gas H2S, dan tidak membentuk gas pada fermentasi glukosa. Salmonella akan
mati pada suhu 560C dan pada keadaan kering, sedangkan di dalam air
Salmonella dapat bertahan selama 4 minggu. Bakteri ini dapat hidup subur
dalam media yang mengandung garam empedu berkonsentrasi tinggi dan tahan
terhadap brilliant green, natrium tetrationat, dan natrium deoksikolat. Senyawa-
senyawa ini menghambat pertumbuhan bakteri coliform sehingga dapat
digunakan untuk mengisolasi bakteri Salmonella dari tinja dalam media (Radji,
2010).
3. Patogenesis
Patogenitas merupakan kemampuan suatu organisme untuk menyebabkan
penyakit. Proses infeksi terjadi ketika mikroorganisme menyerang hospes,
yang berarti mikroorganisme masuk ke dalam jaringan tubuh dan berkembang
biak. Respon hospes terhadap infeksi dapat berupa terganggunya fungsi tubuh,
yang disebut dengan penyakit infeksi. Kemampuan suatu mikroorganisme
patogen menimbulkan penyakit infeksi tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat
mikroorganisme, tetapi juga oleh kemampuan hospes menahan infeksi.
37
Kemampuan mikroorganisme untuk meningkatkan patogenitas sangat
bergantung pada aktor virulensi mikroorganisme itu. Faktor virulensi
mikroorganisme adalah daya invasi dan toksigenitas (Radji, 2010).
Infeksi Salmonella thypi ke dalam tubuh dapat memberikan efek sistemik
yang disebabkan oleh pengaruh toxin yang virulen. Toxin tersebut dapat
diterima oleh reseptor sel yang berbahan dasar glycoprotein. Penularan bakteri
Salmonella typhi dapat melalui jari tangan atau kuku. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan sebelum
makan maka bakteri Salmonella typhi dapat masuk ke tubuh orang sehat
melalui mulut (Zulkoni, 2010).
Salmonelosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Salmonella yang masuk
ke dalam tubuh melalui makan dan minuman yang terkontaminasi (Radji,
2010). Bakteri Salmonella masuk bersama makanan atau minuman. Infeksi
parah biasanya terjadi pada anak-anak dan penderita yang memiliki sistem
pertahanan tubuh yang lemah. Setelah 12 -72 jam seseorang yang terinfeksi
akan mengalami gejala demam, diare, yang sangat parah sehingga harus
dirawat di rumah sakit, Gejala ini berlangsung selama 7 hari.
Virulensi Salmonella disebabkan oleh:
a. Kemampuan menginvasi sel-sel epitel inang
b. Mempunyai antigen permukaan yang terdiri dari atas simpai
lipopolisakarida
c. Kemampuan melakukan replikasi interseluler
38
d. Menghasilkan beberapa toksin spesifik
e. kemampuan berkolonisasi pada ileum dan kolon
f. Kemampuan menginvasi lapisan epitel intestin dan berkembang dalam sel-
sel limfoid (Radji, 2010).
Salmonella yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae merupakan
bakteri patogen bagi manusia dan hewan. Infeksi Salmonella terjadi pada
saluran cerna dan terkadang menyebar lewat peredaran darah ke seluruh organ
tubuh. Infeksi Salmonella pada manusia bervariasi, yaitu dapat berupa infeksi
yang dapat sembuh sendiri (gastroenteritis), tetapi dapat juga menjadi kasus
yang serius apabila terjadi penyebaran sistemik (demam enterik) (Radji, 2010).
Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Dalam masyarakat penyakit ini
dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut
Typhoid fever atau Thypus abdominalis karena berhubungan dengan usus
didalam perut (Zulkoni, 2010). Seseorang bisa menjadi sakit demam tifoid bila
menelan bakteri ini,sebanyak 50% orang dewasa menjadi sakit bila menelan
sebanyak 107 bakteri. Dosis dibawah 105 tidak menimbulkan penyakit (Syahru
rachman, 1994). Mekanisme demam didahului oleh pelekatan atau penempelan
Salmonella, biasanya melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi,
pada protein reseptor yang ada dipermukaan sel epitel usus. Setelah terjadi
proses fagositosis atau pinositosis bakteri oleh sel inang, bakteri akan berkoloni
dan bermultiplikasi, selanjutnya terjadi invasi bakteri pada lapisan epitel
intestin. Bakteri akan berkembang biak secara intraseluler dan masuk ke dalam
39
kelenjar getah bening, kemudian masuk ke dalam peredaran darah dan
menyebar ke dalam organ-organ tubuh (Radji, 2010).
Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit tifoid
banyak ditemukan di negara berkembang di mana kebersihan pribadi dan
sanitasi lingkungannya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung
lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat. Diperkirakan
terdapat 800 penderita per 100.000 penduduk Indonesia setiap tahun yang
ditemukan sepanjang tahun (Widoyono, 2011).
E. Media pertumbuhan bakteri
1. Definisi Media
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara (nutrient)
yang berguna untuk membiakkan mikroba. Dengan mempergunakan
bermacam-macam media dapat dilakukan isolasi, perbanyakan, pengujian sifat-
sifat fisiologis dan perhitungan jumlah mikroba (Sutedjo,1996). Medium
adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran nutrisi atau zat-zat hara (nutrien)
yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba (Susanti, 2012)
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari
campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa
molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan
media pertumbuhan dapat dilakukan isolasi mikroorganisme menjadi kultur
murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya sesuai
40
kebutuhan bakteri. Oleh karena bakteri yang berbeda memerlukan kebutuhan
akan nutrisi yang berbeda pula , sehingga dikembangkan berbagai macam
media pertumbuhan untuk digunakan dalam diagnosa mikrobiologi. Media
pertumbuhan bakteri atau media kultur bakteri adalah cairan atau gel yang di
design untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme dan sel. Terdapat dua
jenis utama media pertumbuhan yaitu media yang digunakan untuk kultur
pertumbuhan sel tumbuhan atau binatang dan jenis yang kedua yaitu kultur
mikrobiologi yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme seperti
bakteri dan jamur (Madigan, 2005).
Dapat disimpulkan media adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran
nutrisi (nutrient) yang dipakai untuk menumbuhkan mikroba (Sutedjo, 1996).
Supaya mikroba dapat tumbuh baik dalam suatu media, maka medium tersebut
harus memenuhi syarat-syarat antara lain:
a. Harus mengandung semua zat hara yang mudah digunakan oleh mikroba
b. Harus mempunyai tekanan osmosa, tegangan permukaan dan pH yang
sesuai dengan kebutuhan mikroba yang ditumbuhkan.
c. Harus mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba
d. Harus berada dalam keadaan steril sebelum digunakan, agar mikroba yang
diinginkan dapat tumbuh baik (Sutedjo,1996).
Media digunakan untuk membiakkan bakteri terdapat dalam bentuk padat
(solid medium), semi padat (semi splid medium), dan cair (liquid medium).
Sebelum digunakan media biakkan yang telah disiapkan harus disterilkan
41
terlebih dahulu yang berguna untuk membunuh semua mikroorganisme hidup
yang terdapat dalam biakkan, karena bila media biakkan tidak disterilkan maka
mikroorganisme pencemar akan tumbuh dan menyebabkan kekeruhan media
(Novera 2010).
2. Klasifikasi Media
a. Penggolongan media berdasarkan sifat fisik(konsistensi)
Medium padat yaitu media yang mengandung agar 15% sehingga setelah
dingin media menjadi padat.
Medium setengah padat yaitu media yang mengandung agar 0,3-0,4%
sehingga menjadi sedikit kenyal, tidak padat, tidak begitu cair. Media
semisolid dibuat dengan tujuan supaya pertumbuhan mikroba dapat
menyebar ke seluruh media tetapi tidak mengalami percampuran sempurna
jika tergoyang. Misalnya bakteri yang tumbuh pada media NfB (Nitrogen
free Bromthymol Blue) semisolid akan membentuk cincin hijau kebiruan di
bawah permukaan media, jika media ini cair maka cincin ini dapat dengan
mudah hancur. Semisolid juga bertujuan untuk mencegah/menekan difusi
oksigen, misalnya pada media Nitrate Broth, kondisi anaerob atau sedikit
oksigen meningkatkan metabolisme nitrat tetapi bakteri ini juga diharuskan
tumbuh merata diseluruh media.
Medium cair yaitu media yang tidak mengandung agar, contohnya adalah
NB (Nutrient Broth), LB(Lactose Broth), TSB (Trypticase Soy Broth)
42
b. Penggolongan media berdasarkan fungsinya
Media diperkaya Yaitu media yang ditambahi zat-zat tertentu misalnya
serum darah ekstrak tanaman dan lain sebagainya, sehinggan dapat
digunakan untuk menumbuhkan mikroba yang bersifat heterotrof.
Media selektif yaitu media yang ditambahi zat kimia tertentu untuk
mencegah pertumbuhan mikroba lain (bersifat selektif).
Media diferensial yaitu media yang ditambahi zat kimia (bahan) tertentu
yang menyebabkan suatu mikroba membentuk pertumbuhan atau
mengadakan perubahan tertentu sehingga dapat dibedakan tipe-tipenya.
Misalnya media daerah agar dapat digunakan untuk membedakan bakteri
homolitik (pemecah darah) dan bakteri non hemolitik.
Media penguji yaitu media dengan susunan tertentu yang digunakan
untuk pengujian vitamin. Vitamin asam-asam amino, antibiotika dan lain
sebagainya.
Media untuk perhitungan jumlah mikroba Yaitu media spesifik yang
digunakan untuk menghitung jumlah mikroba dalam suatu bahan.
Media khusus Yaitu media untuk menentukan tipe pertumbuhan mikroba
dan kemampuannya untuk mengadakan perubahan-perubahan kimia tertentu
(Sutedjo,1996).
43
c. Penggolongan media berdasarkan susunan kimia:
Media anorganik, yaitu media yang tersusun dari bahan-bahan anorganik
Media organik, yaituamedia yang tersusun dari bahan-bahan organik
Media sintetik (media buatan), yaitu media yang susunan kimianya
diketahui dengan pasti.Media ini umumnya digunakan untuk mempelajari
kebutuhan makanan suatu mikroba.
Media non sintetik, yaitu media yang susunan kimianya tidak dapat
ditentukan dengan pasti. Media ini umumnya digunakan untuk
menumbuhkan dan mempelajari taksonomi mikroba (Sutedjo, 1996).
d. Berdasarkan bentuk dan wadahnya, medium agar dapat dibagi
menjadi:
Medium agar miring, menggunakan tabung reaksi yang dimiringkan sekitar
300º
Medium tegak, menggunakan tabung reaksi yang ditegakkan.
Medium petri dish (Abedon, 2006)
F. Uji Aktivitas Antibakteri
Menurut depkes (2000) zat antimikroba diartikan sebagai obat pembasmi
mikroba khususnya yang merugikan manusia. Zat anti mikroba terdiri dari
antijamur dan antibakteri.
Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan
44
mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,
membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah
pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistyo, 1971).
Antimikrobia meliputi golongan antibakteri, antimikotik, dan antiviral
(Ganiswarna, 1995).
Zona hambat/zona bening yang terbentuk dari masing-masing paper disc
diukur menggunakan penggaris atau jangka sorong dengan satuan mm sebagai
data penelitian. Zona bening tersebut merupakan daerah difusi ekstrak yang
menunjukkan daerah hambatan pertumbuhan bakteri (Yudha, 2013). Menurut
Davis dan Stout (1971), kemampuan suatu zat dalam menghambat pertumbuhan
bakteri memiliki beberapa kriteria seperti dalam tabel berikut:
Tabel II.1
Kriteria Kekuatan Antibakteri Berdasarkan Diameter Zona Hambat
Diameter (mm) Kriteria Hambat
>20 Sangat Kuat
10 –20 Kuat
5 –9 Sedang
< 5 Lemah
45
G. Uji Daya Hambat Antibakteri
1. Metode Difusi
a. Cara Kirby Bauer
Metode difusi disk (tes Kirby Bauer) dilakukan untuk menentukan
aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba
diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan
berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya
hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada
permukaan media agar (Pratiwi, 2008).
b. E-Test
Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory
concentration) atau KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung
agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan
permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan
dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar
agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada
media agar.
c. Ditch-plate technique
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan
pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan
46
petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji ( maksimum 6
macam ) digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba.
d. Cup-plate technique
Metode ini serupa dengan mitode disc diffusion, dimana dibuat sumur
pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada
sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.
e. Gradient-plate technique
Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara
teoretis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan
uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang kedalam cawan petri dan
diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dihitung
diatasnya.
Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba
berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6
macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil
diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme
maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil
goresan.
2. Metode Dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair dan dilusi padat:
a. Metode dilusi cair
47
Metode ini mengukur KHM (Kadar Hambat Minimum) dan KBM (Kadar
Bakterisidal Minimum). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri
pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan
mikroba uji (Pratiwi, 2008).
b. Metode dilusi padat
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media
padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen
antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba
uji (Pratiwi, 2008)
H. Baku Pembanding
1. Kloramfenikol
Baku pembanding yang digunakan. Kloramfenikol 2,2-dichloro-N-[1,3-
dihydroxy-1-(4-nitrophenyl)propan-2-yl]acetamide, Kloramfenikol merupakan
antibiotik yang ditemukan pada tahun 1947[
dari kultur Streptomyces
venezuelaeyang tidak diproduksi secara sintetik. Kloramfenikol merupakan
antibakteri pertama yang berspektrum luas, Kloramfenikol mempunyai
spektrum antimikroba yang luas. Daya kerjanya bakteriostatik terhadap bakteri
intraseluler maupun ekstraselulair. Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis
protein bakteri. Obat dengan mudah masuk ke dalam sel melalui proses difusi
terfasilitas.
48
Obat mengikat secara reversibel unit ribosom 50S, sehingga mencegah
ikatan asam amino yang mengandung ujung aminoasil t-RNA dengan salah
satu tempat berikatannya di ribosom. Pembenkan ikatan peptida dihambat
selama obat berikatan dengan ribosom. Kloramfenikol juga dapat menghambat
sintesis protein mitokondria sel mamalia disebabkan ribosom mitokondria
mirip dengan ribosom bakteri.
Gambar II.3
Rumus bangun Kloramfenikol
Sumber: (Wikipedia)
Kloramfenikol dan metabolitnya diekskresi melalui urin dengan cara filtrasi
glomerulus dan sekresi. Dalam waktu 24 jam 75-90% dosis oral diekskresi
dalam bentuk metabolit dan 5-10% dalam bentuk asal. Waktu paruh pada orang
dewasa kira-kira 4 jam. Pada pasien yang mengalami gangguan hati waktu
paruh lebih panjang menjadi 5-6 jam karena metabolismenya terlambat.Pada
pasien gagal ginjal waktu paruh koramfenikol tidak berubah tetapi
metabolitnya mengalami akumulasi.
49
I. Kerangka Teori
Tipes Serbuk Cacing Tanah
(Lumbricus Rubellus)
Lumbricin
Golongan peptide
antimikroba spectrum luas
yang dapat menghambat
bakteri gram positif maupun
negatif
Menyebabkan perubahan
mekanisme permeabilitas
membrane sehingga sel
mengalami lisis
Bakteri
Salmonella Typhi
Pertumbuhan Bakteri
terhambat/mati
50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif yang
dilakukan dilaboratorium dengan menentukan diameter daya hambat serbuk
cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap bakteri Salmonella typhi.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Maret-Mei 2018 dilaksanakan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK)
Kota Palembang.
C. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah serbuk cacing tanah ( Lumbricus Rubellus) yang
diperoleh dari bapak Ruslan di OKU Timur Kec. Batu Mas.
D. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
a. Timbangan
b. Anak timbangan
c. Gelas ukur
d. Beker gelas
e. Dry heat oven
f. Lampu spiritus
51
g. Vial
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Serbuk cacing tanah (Lumbricus rubellus)
b. Media Muller Hiton Agar (MHA)
c. Biakan bakteri Salmonella typhi
d. Kloramfenikol
e. Kertas cakram
f. Aquadest
E. Prosedur Kerja
1. Persiapan Sampel
Pada penelitian ini digunakan sampel Serbuk cacing tanah. Serbuk cacing
tanah Lumbricus rubellus yang diperoleh dari peternak cacing oleh bapak
Ruslan di Rt 02 Rw 01, Kecamatan Batu Mas OKU Timur. Kemudian dibuat
larutan dengan beberapa konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% (b/v),
(Darmavanti dkk,2009: Julendra dan sofvan. 2007). Dimana %b/v menyatakan
jumlah gram zat dalam 100ml larutan. Sebagai pelarut dapat digunakan air
(Departemen Kesehatan, 1995). Dibuat larutan induk 50%, Ditimbang 50gr
serbuk cacing tanah lalu serbuk yang sudah ditimbang dimasukkan dalam
beaker glass, lalu ad aquadest 100 ml. Pengenceran Larutan Konsentrasi 10%
dibuat dengan melarutkan 1 ml diambil dari pengenceran induk 50% serbuk
cacing tanah lalu ad 10ml aquadest. Konsentrasi 20% dibuat dengan
52
melarutkan 2 ml diambil dari pengenceran induk 50%serbuk cacing tanah lalu
ad 10ml aquadest . Konsentrasi 30% dibuat dengan melarutkan 3 ml diambil
dari pengenceran induk 50% serbuk cacing tanah lalu ad 10ml aquadest.
Konsentrasi 40% dibuat dengan melarutkan 4ml diambil dari pengenceran
induk 50% serbuk cacing tanah lalu ad 10ml aquadest. Sampel yang telah
dibuat berbagai konsentrasi dimasukkan kedalam vial yang telah disterilkan
dan sudah diberi tanda. Lalu sampel siap diuji di BBLK Palembang.
2. Sterilisasi Alat dan Bahan
Sebelum pengerjaan seluruh alat dan bahan yang digunakan harus disterilkan
terlebih dahulu dengan cara:
a. Alat-alat seperti cawan petri, gelas ukur, tabung reaksi, dan pipet tetes di
sterilkan dalam Dry heat Oven pada suhu 160o C selama 2 jam.
b. Alat-alat logam seperti pinset atau jarum ose disterilkan dengan cara
membakar ujungnya pada lampu spiritus.
c. Untuk medium, disc dan aquadest disterilkan dalam autoclave pada suhu
121o C selama 15 menit.
3. Penyiapan kertas cakram
a. Pembuatan cakram
Cakram dibuat dengan cara membulatkan tiga lapisan kertas saring
Whatman dengan pelubang kertas yang berdiameter 6 mm dan direkatkan,
kemudian disterilkan pada suhu 121o C selama 2 jam sebelum digunakan.
53
b. Penyiapan Cakram
Kertas cakram yang telah disterilkan dicelupkan kedalam masing-masing
pengenceran yang akan diuji dengan berbagai konsentrasi, control positif
kloramfenikol dan aquadest sebagai control negative. Kemudian dengan
bantuan pinset, kertas cakram diambil dan diletakkan dalam cawan petri.
Biarkan kering pada suhu kamar. Cakram yang belum digunakan disimpan
dilemari pendingin.
4. Pembuatan Media Muller Hinton Agar (MHA)
Bahan-bahan yang terdiri dari beef infusion, bactocamino acid, starch, dan
bacto dilarutkan dalam 1 liter aquadest, ukur pH sampai 7,4 kemudian sterilkan
dengan autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit, lalu masukkan kedalam
cawan petri steril dengan ketebalan 3-4 mm, kemudian sterilkan kembali
dengan autoclave selama 15 menit.
5. Pembuatan suspensi Salmonella Typhi
Ambil kira-kira 150ml dari media Muller Hinton Agar (MHA) yang telah
dibuat dan dipanaskan pada 37oC-40
oC, kemudian tambahkan biakan murni
bakteri sebanyak 3-5 koloni kedalam media tersebut.
6. Uji aktivitas Antibakteri serbuk cacing tanah(L.rubellus)
Media Muller Hinton Agar (MHA) dituangkan kedalam cawan petri
masing-masing 10ml dan biarkan memadat sebagai lapisan dasar.Setelah itu
suspense bakteri Salmonella typhi ditorehkan pada media Muller Hinton Agar
(MHA) dan biarkan mengering.Masing-masing kertas cakram dicelupkan
54
kedalam pengenceran serbuk cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang telah
dibuat berbagai konsentrasi dan dikeringkan. Sebagai control positif digunakan
kloramfenikol dan sebagai control negative digunakan cakram yang
dicelupkan kedalam aquadest, masing-masing cakram dimasukkan ke media
yang terdapat bakteri. Kemudian diinkubasi pada suhu 35oC-37
oC selama 24-
28 jam, setelah itu dilakukan pengamatan dan pengukuran terhadap diameter
zona hambat bakteri S.typhi dengan menggunakan jangka sorong.
F. Variabel
Adanya daya hambat serbuk cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap
bakteri Salmonella typhi yang ditunjukkan dengan adanya diameter zona hambat
pada media bakteri.
G. Definisi Operasional
1. Sediaan serbuk cacing tanah (Lumbricus Rubellus)
a. Definisi
Konsentrasi serbuk cacing tanah (lumbricus rubellus) yang dibuat dengan
berbagai konsentrasi dalam % berat per volume (gram atau militer) akan
menunjukkan daya hambat yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri.
b. Alat ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, gelas
ukur, beker gelas.
55
c. Cara ukur
Membandingkan berat serbuk cacing tanah (lumbricus rubellus) terhadap
jumlah pelarut yang dibuat dengan pengenceran dari konsentrasi 10% b/v,
20% b/v, 30% b/v, 40% b/v.
d. Hasil ukur
Disajikan dalam bentuk % b/v
2. Diameter Zona Hambat
a. Definisi
Diameter zona hambat yang terbentuk yaitu adanya ukuran daerah
hambatan yang ditandai dengan terbentuknya zona atau daerah yang jernih
pada media pertumbuhan bakteri di cawan petri, yang dapat diukur dengan
satuan militer.
b. Alat ukur
Untuk mengukur diameter zona hambat yang terbentuk dengan
menggunakan jangka sorong.
c. Cara ukur
Self assessment berdasarkan kategori kekuatan antibakteri.
d. Hasil ukur
Kategori zona hambat:
1) Jika zona hambatnya >20 mm maka kategori kekuyatannya sangat kuat
2) Jika zona hambatnya 10-20 mm maka kategori kekuatannya kuat
3) Jika zona hambatnya 5-10 mm maka kategori kekuatannya sedang
4) Jika zona hambatnya > 5 mm maka kategori kekuatannya sangat lemah
56
H. Kerangka Operasional
nbhhsen
BAB IV
Sampel Uji
Serbuk Cacing Tanah
(Lumbricus rubellus)
Pengenceran
Konsentrasi
10%
Konsentrasi
20%
Konsentrasi
30%
Konsentrasi
40%
Uji daya hambat serbuk
cacing tanah (Lumbricus
rubellus) terhadap bakteri
Salmonella typhi
Kontrol Positif
Kloramfenikol
Kontrol Negatif
Aquadest
Suspensi Bakteri
Salmonella Typhi
Media Mueller
Hinton Agar
(MHA)
Swab bakteri
dengan metode
Difusi
Diameter zona hambat serbuk
cacing tananh (Lumbricus
rubellus)
Keterangan :
: menuju
: menghasilkan
57
I. Cara Pengolahan Dan Analisis Data
Cara pengolahan dan analisis data pada penelitian ini yaitu dengan menyajikan
data dalam bentuk tabel. Data diperoleh dari pengukuran diameter zona hambat
serbuk cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap bakteri Salmonella typhi yang
dibandingkan dengan control positif .
58
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil pengukuran daerah hambat serbuk cacing tanah Lumbricus rubellus
terhadap bakteri Salmonella typhidapat dilihat pada tabel.
Tabel Pengukuran diameter daerah hambat serbuk cacing tanah Lumbricus
rubellus terhadap bakteri Salmonella typhi:
Tabel IV.1
Zona Hambat Bakteri
No. Konsentrasi
Diameter Daerah Hambat (mm) Rata-rata
P1 P2
1. 10% 44 mm 44 mm 44 mm
2. 20% 44 mm 45 mm 45 mm
3. 30% 47 mm 46 mm 47 mm
4. 40% 50 mm 48 mm 49 mm
Kontrol positif (Kloramfenikol) : 20 mm
Kontrol Negatif (Aquadest) : 0 mm
59
B. Pembahasan
Penelitian saya menggunakan serbuk cacing tanah yang diperoleh dari peternak
cacing bapak Ruslan di OKU Timur, Kecamatan Batu Mas. Kemudian Tahap
pembuatan pengenceran serbuk cacing tanah dibuat larutan induk 50%, Ditimbang
50gr serbuk cacing tanah lalu serbuk yang sudah ditimbang dimasukkan dalam
beaker glass, lalu ad aquadest 50ml. Pengenceran Larutan Konsentrasi 10% dibuat
dengan melarutkan 1 ml diambil dari pengenceran induk 50% serbuk cacing tanah
lalu ad 10ml aquadest. Konsentrasi 20% dibuat dengan melarutkan 2 ml diambil
dari pengenceran induk 50% serbuk cacing tanah lalu ad 10ml aquadest .
Konsentrasi 30% dibuat dengan melarutkan 3 ml diambil dari pengenceran induk
50% serbuk cacing tanah lalu ad 10ml aquadest. Konsentrasi 40% dibuat dengan
melarutkan 4ml diambil dari pengenceran induk 50% serbuk cacing tanah lalu ad
10ml aquadest.
Penelitian yang telah dilakukan yaitu untuk mengetahui daya hambat serbuk
cacing tanah Lumbricus rubellus terhadap bakteri Salmonella typhi. Berdasarkan
hasil pengamatan dan pengukuran, hasil menunjukkan bahwa serbuk cacing tanah
Lumbricus rubellus memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri Salmonella typhi yang baik dan cukup efektif. Hal ini ditandai dengan
terbentuknya zona bening disekitar paper disc yang ditanamkan pada media kultur
pada uji daya hambat. Seperti yang dinyatakan oleh yudha (2013) zona bening
tersebut merupakan daerah difusi sample yang menunjukkan daerah hambatan
pertumbuhan bakteri. Besar diameter zona hambat yang terbentuk dapat
menunjukkan kekuatan antibakteri dari ekstrak yang digunakan. Pada penelitian
60
dian laila 2010 menyatakan bahwa tidak terdapat berbedaan yang nyata pada
interaksi perlakuan jenis tepung cacing dan variasi suhu pengolahan. Jenis tepung
cacing menunjukkan bahwa spesies lumbricus rubellus lebih baik dan berbeda
nyata dalam menghasilkan zona hambat dibandingjan pheretima aspergillum.
Pada uji suhu pengolahan didapatkan hasil yang berbeda nyata yaitu pada suhu
pengolahan 50oC yang terbaik.
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
serbuk cacing tanah Lumbricus rubellus pada konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%,
memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi yang
dikategorikan sangat kuat, Karena hasil zona hambat >20. Namun apabila
dilakukan perbandingan dengan antibiotik sebagai control positif seperti
kloramfenikol pada bakteri Salmonella typhi, serbuk cacing tanah terbukti efektif
menghambat bakteri salmonella typhi. Sedangkan control positif Kloramfenikol
mampu menghambat pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi, yang dikategorikan
Kuat, karena hasil zona hambat 20. Semakin tinggi konsentrasi semakin besar
diameter zona hambat yang dibentuk oleh serbuk cacing tanah Lumbricus rubellus
terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.
B. Saran
Penulis menyarankan agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
serbuk cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai obat tradisional yang dapat
digunakan untuk pengobatan penyakit lain, dengan metode yang berbeda.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Adam Maulida, Budidaya Cacing Tanah Unggul ala adam Cacing,
Jakarta: agromedia pustaka, 2015
Adiwina, W., 2015, Bakteri Salmonella, Morfologi dan Klasifikasi, Dalam
http://www.wiraternak.com/2015/07/bakteri-salmonella-morfologi
dan.html. Diakses pada tanggal 9 januari 2018.
Cho, J.H.; Park, C.B., Yoon, Y.G., dan Kim, S.C., 1998, Lumbricin I, A Novel
Prolinrich Antimikrobial Peptide from the Earthworm:
Purification,cDNa Cloning and Molecular Characterization,
Biochim Biophys acta. 1408(1)
Ciptanto dan Ulfah. (2011). Mendulung Emas hitam melalui budidaya cacing
tanah. Yogyakarta: Penerbit lily publisher. Halaman 12-18.
Damayanti, 2009, Pemanfaatan Tepung Cacing (Lumbricus Rubellus) sebagai
Agensia Anti-pollorum dalam imbuhan pakan Ayam boiler, Jurnal
Fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada: Yogyakarta. Dalam
https://scholar.google.co.id/citations?user=Snoy0JMAAAAJ&hl=n
Davis, W. W. dan T. R. Stout. 1971. Disc plate methods of microbilogical
antibioticassay. Microbiology 22: 659-665.
Dzen, S.M., dkk, 2003, Bakteriologi Medik. Ed. 1, Bayumedia Publishing:
Malang
Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan terapi. EGC Kedokteran. Jakarta.
Hancock, R.E.W., Rozek A., 2002, Mini review role of membranes in the
activities In the activities of antimicrobial cationic peptides, FEMS
Microbiol.Harbone, J.B., 1984, Metode fitokimia, terjemahan K,
Padmawinata & I.Soediro, ITB: Bandung.
63
Hendy, 2015, Demam tifoid(tipus), Dalam
http://hendyhealth.wordpress.com/2015/04/14/demam-tifoid-tipus/,
diakses pada tanggal 9 januari 2018.
Jawetz. 2004. Mikrobiologi kedokteran, Ed 23, Penerbit buku kedokteran EGC,
Jakarta, page 904-908.
Koes Irianto. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 2.
Jakarta.
Madigan, M.T., Martinko, J.M., 2005. Brock Biology of microorganism 11th
ed.,
Prentice Hall, New Jersey.
Nurul, D.B., 2010, Efek Terapi Kombinasi Klorokuin Dan Serbuk Lumbricus
Rubellus Terhadap ekspresi Gen Icam-1 Pada Mencit Swiss Yang
Diinfeksi plasmodium berghei anka, skripsi, Universitas Sebelas
Maret: Surakarta.
Palungkun, R. 2008. Sukses Berternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Penebar
Swadaya: Jakarta.
Pratiwi,S.T.,2008.Mikrobiologi farmasi. Erlangga, Jakarta: 150-
171.Priosoeryanto, B.P.P., dkk., 2001, Aktifitas Antibakteri dan
Efek TerapeutikEkstrak Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Secara
Invitro dan Invivo Pada Mencit Berdasarkan Gambaran Patologi
Anatomi dan Histopatologi. Jurnal Balai Penelitian Veteriner
(BALITVET): Bogor.
Radji, M., 2010, Buku ajar Mikrobiologi panduan Mahasiswa farmasi dan
Kedokteran, EGC: Jakarta.
Rasmilah (2010). Hubungan pencegahan demam tifoid terhadap kebersihan
Lingkungan. Jurnal fakultas kesehatan masyarakat universitas
Sumatera utara, 11(2), 45-47.
64
Ristek,2009,BudidayaCacing Tanah. Dalam artikel
http://www.smallcrab.com/kesehatan/25healthy/91-budidaya-
cacing tanah, Diakses pada 9 januari 2018.
Sajuthi, D., Suradikusumah, E., Santoso, M.A., 2003, efek antipiretik Ekstrak
Cacing tanah, Dalam
http://www.kompas.com/kompascetak/0305/29/ilpeng/336450.htm
Diakses pada 9 januari 2018.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar Ilmu
Penyakit dalam jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
Sulistyo, 1971. Farmakologi dan Terapi. EKG. Yogyakarta.
Sutedjo, M. 1996. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Gramedia
Syahrurachman, A., 1994, Buku ajar mikrobiologi kedokteran, Binarupa Aksara:
Jakarta.
Widoyono, 2011, penyakit Tropis, Erlangga: Jakarta.
Zulkoni, A., 2010, parasitologi, Nuha Medika: Yogyakarta.
65
Lampiran 1. Pengenceran serbuk cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan
pengenceran Induk 50%.
A. Larutan induk 50% b/v
Maka: Ditimbang 50gr serbuk cacing lalu ditambahkan air ad 100ml.
Diencerkan :
1. Konsentrasi 10% dibuat ad 10ml
C1.V1=C2.V2
100% V1 = 10% x 10ml
100% V1 = 100% ml
V = 100/100
= 1ml
Ambil 1 ml ad 10ml
2. Konsentrasi 20% dibuat ad 10ml
C1.V1=C2.V2
100%V1 = 20% x 10ml
100%V1 = 200% ml
V1 = 200/100
= 2ml
Ambil 2 ml ad 10ml
3. Konsentrasi 30% dibuat 10ml
C1,V1=C2.V2
100%V1 = 30% x 10 ml
100%V1 = 300% ml
V1 = 300/100
66
= 3ml
Ambil 3 ml ad 10 ml
4. Konsentrasi 40% dibuat 10ml
C1.V1=C2.V2
100%V1 = 40% x 10 ml
100%V1 = 400% ml
V1 = 400/100
V1 = 4ml
Ambil 4 ml ad 10 ml
Lampiran 2. Sampel serbuk cacing tanah (Lumbricus rubellus)
67
Lampiran 3. Gambar Hasil Penelitian
Gambar 1. Alat untuk Sterilisasi Gambar 2. Biakan Salmonella typhi
Gambar 3. Disk Antibiotik Gambar 4. Biological Safety Cabinet
68
Gambar 5. Aquadest steril untuk Gambar 6. Pengenceran sampel
pengenceran sampel
Gambar 7. Zona hambat serbuk cacing dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%
69
70
71
72
top related