universitas gunadarma fakultas...
Post on 09-Mar-2019
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS PSIKOLOGI
CITRA DIRI PADA PENDERITA SYRINGOMA
Disusun oleh :
Nama : Sorta Marisi Margaretha Nababan
NPM : 10507232
Jurusan : Psikologi
Dosen Pembimbing : Mahargyantari Purwani Dewi, Msi
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat
Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Depok
2011
Citra Diri Pada Penderita Syringoma
Sorta Marisi Margaretha Nababan
10507232
Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
ABSTRAKSI
Kulit terutama pada bagian wajah, sangat menjadi perhatian ketika seesorang menjalin komunikasi sosial dengan orang lain. Kekurangan pada kulit wajah terkadang membuat seseorang menjadi tidak percaya diri. Syringoma adalah tumor saluran keringat yang biasanya terdapat di sekitar kelopak mata dan pipi. Penderita Syringoma sering khawatir karena berpengaruh pada kecantikan wajah. Citra diri adalah cara seseorang individu memandang dirinya sendiri. Termasuk juga caranya memandang diri secara fisik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana citra diri pada penderita Syringoma dan faktor – faktor yang berperan di dalam citra diri penderita Syringoma. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan pengertian lebih mengenai citra diri pada penderita Syringoma. Pada penelitian ini, penulis menggunakkan penelitian yang berbentuk studi kasus. Teknik wawancara yang dipakai adalah wawancara terstruktur. Subjek penelitian ini adalah seorang wanita yang memiliki penyakit Syringoma. Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa subjek memiliki citra diri yang positif. Hal ini disimpulkan dari kepercayaan diri, ketegasan, kejujuran, produktifitas, dan sikap optimis subjek sehari – hari. Selain itu, faktor – faktor yang berperan penting dalam citra diri subjek adalah keluarga, tetangga, lingkungan tempat subjek beraktivitas, dan juga self-talk positif yang sering dilakukan subjek.
Kata kunci : Citra Diri, Syringoma, Wanita.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kulit merupakan cermin
kesehatan seseorang. Kulit bisa
menjadi petunjuk terhadap apa
yang terjadi di dalam tubuh
seseorang. Pucat, sehat, segar,
berjerawat, bercahaya, semuanya
ini adalah ungkapan yang umum
untuk menggambarkan kesehatan
melalui penglihatan pada kulit.
Jika seseorang berada di dalam
suatu tekanan, kulitnya akan
terlihat pucat dan letih (Scrivner,
2004). Kulit menutupi dan
melindungi permukaan
tubuh.Selain sebagai indera
peraba, kulit juga membantu
mengatur suhu dan
mengendalikan hilangnya air dari
tubuh. Kulit sedemikian erat
berhubungan dengan mekanisma
psikis seseorang, sehingga dapat
menjadi cermin emosinya.
Penyakit kulit atau gangguan pada
kulit dapat disebabkan oleh
banyak hal.
Keadaan fisik seseorang
meliputi kesehatan kulit wajah,
kesehatan di dalam tubuhnya, dan
banyak aspek lainnya. Tetapi yang
menjadi perhatian di sini adalah,
mengenai kesehatan kulit wajah
yang berpengaruh pada perasaan
dan pikiran seseorang. Kulit,
terutama pada bagian wajah,
sangat menjadi titik perhatian
ketika seseorang menjalin
komunikasi sosial dengan orang
lain. Tidak jarang, kekurangan
pada kulit wajah, mulai dari
bentuk jerawat, tompel, parutan
luka, hingga keropeng terkadang
membuat seseorang menjadi tidak
percaya diri.
Citra diri adalah cara
seorang individu memandang
dirinya sendiri. Termasuk juga
caranya memandang diri secara
fisik atau pendapatnya mengenai
siapa dan apadirinya, dan apa
yang dia ketahui tentang dirinya.
Citra diri terbentuk ketika
seseorang mencerna umpan balik
yang diterimanya dari sekeliling
(Lama & Cutler, 2004). Banyak
manusia menginginkan dan
mengupayakan agar ia memiliki
citra diri yang baik serta mampu
bertahan dan berkembang di
antara manusia lainnya
(Dwikomentari, 2005).
Di zaman sekarang ini,
begitu banyak iklan dan tayangan
komersial televisi yang
menonjolkan kecantikan. Hal ini
membuat pandangan sosial bahwa
kecantikan cenderung dilihat
sebagai yang superior. Maka,
kekurangan sepertinya sesuatu
yang harus dihilangkan agar dapat
diterima di mana saja dengan
mudah. Hal kebohongan ini
menjamur hingga kepada semua
masyarakat, terutama kalangan
wanita, di mana kecantikan wajah
sering diidentikkan dengan modal
utama pergaulan sosial.
Kulit wajah berpengaruh
kuat pada kesan pertama (first
impression) seseorang terhadap
lawan bicaranya. Kulit wajah
tidak jarang juga disebut sebagai
modal utama dalam pergaulan dan
mempengaruhi rasa percaya diri
seseorang. Kekurangan –
kekurangan yang terdapat di kulit
wajah, sedikit banyak
mempengaruhi bagaimana orang
memandang dirinya sendiri, yaitu
citra dirinya. Terdapat beberapa
kasus kelainan maupun
kekurangan di kulit wajah, seperti
jerawat parah, tompel, bekas
cacar, dan juga syringoma.
Syringoma adalah tumor
saluran keringat tidak berbahaya
biasanya ada di sekitar kelopak
mata atau di pipi tetapi juga dapat
ditemukan di aksila, vulva, dan
penis, berukuran 1 - 3 mm, kulit
bundar - papula berwarna atau
kuning, tidak ada pengobatan
yang diperlukan tetapi bisa
dihapus untuk alasan kosmetik
menggunakan terapi laser (Wiles
dkk, 2011). Syringoma tidak
menunjukkan gejala. Penderita
sering khawatir karena
berpengaruh pada kecantikan
wajah (Frankel, 2006). Syringoma
adalah tumor jinak yang berasal
dari struktur saluran keringat.
Lebih sering terlihat pada wanita,
biasanya muncul pada masa
remaja, meskipun mereka dapat
muncul pada usia berapapun.
Syringoma itu jinak, berbentuk
lesi yang tetap, dan biasanya
pengobatannya dikhususkan untuk
alasan kecantikan (Katowitz,
2002).
Dalam kasus penderita
dengan penyakit kelainan kulit
wajah seperti Syringoma,
diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai apakah penyakit
Syringoma ini berpengaruh atau
tidak pada nilai diri si penderita.
Nilai diri di sini berarti cermin
seseorang mengenai dirinya
sendiri (Covey, 2008). Nilai diri
inilah yang menjadi titik awal
suatu citra diri.
Berdasarkan informasi
yang telah diperoleh tersebut dan
oleh karena alasan – alasan yang
telah diuraikan sebelumnya, maka
penulis tertarik untuk meneliti
tentang gambaran citra diri pada
penderita syringoma.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah citra diri pada
penderita syringoma?
2. Faktor – faktor apa yang berperan
penting dalam citra diri seorang
penderita syringoma?
3. Bagaimana proses pemebentukan
citra diri pada penderita
syringoma ?
C. Tujuan Penelitian
Penulis melakukan penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui
bagaimana Penderita Syringoma
berpikir tentang citra dirinya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapatkan
dari penelitian ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan dan
sumbangan pemikiran yang lebih
luas lagi bagi perkembangan Ilmu
Psikologi, khususnya bidang
Psikologi Klinis dan Psikologi
Sosial.
2. Manfaat Praktis
Memberikan pengertian lebih
mengenai gambaran citra diri dan
bagaimana hal itu mempengaruhi
pikiran dan perasaan seseorang,
guna membantu Individu yang
mempunyai penyakit ini
memperbaiki citra dirinya ke arah
yang positif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Citra Diri
1. Pengertian Citra Diri
Citra merupakan kesan atau
impresi seseorang terhadap
sesuatu. Citra merupakan persepsi
yang terbentuk dalam benak
manusia. Citra diri adalah
imajinasi yang dimiliki seseorang
atas dirinya sendiri, imajinasi
tersebut seperti rekaman video
seseorang mengenai dirinya
sendiri (Leo, 2006). Profesor
Hembing(dalam Sutoyo, 2000)
mengatakan citra diri akan
menentukan apa jadinya
seseorang nanti. Jika citra diri
adalah citra diri inferioritas,
kekurangcakapan, dan kegagalan,
citra diri itu dapat diubah. Ketika
citra diri itu diubah, orang itupun
akan berubah. Penemuan yang
terbesar, adalah bahwa manusia
dapat mengubah hidup mereka
dengan mengubah sikap mental
dan pikiran mereka. Citra diri
merupakan gambaran seseorang
mengenai dirinya sendiri,
identitasnya, kemampuannya, dan
keberhargaannya.
Berdasarkan pengertian -
pengertian yang telah dijelaskan
di atas, maka ditarik sebuah
kesimpulan bahwa citra diri
adalah gambaran mental
seseorang mengenai dirinya
sendiri yang secara keseluruhan
mempengaruhi keyakinannya
mengenai dirinya sendiri.
2. Karakteristik Citra Diri
Citra diri seseorang berpengaruh
pada kehidupan sehari–
hari.Kehidupan seseorang saat ini
berada di sekitar citra dirinya
sendiri. Citra diri seseorang
memainkan peranan terbesar di
dalam kehidupan orang tersebut.
Jika setiap manusia dikendalikan
oleh gambar mental yang
dikembangkan mengenai dirinya
sendiri, maka ia dapat mengambil
langkah - langkah untuk
mewujudkan gambaran itu
menurut cara yang sesehat
mungkin (Holden, 2005).
Di samping itu, citra diri
merupakan mekanisme otomatis
dari gambaran mental seseorang.
Jika citra dirinya sehat maka ia
dapat mencapai kebahagiaan
sebaliknya jika citra dirinya buruk
maka ia akan terlihat sebagai
orang yang tidak percaya diri dan
tidak mampu. Citra diri atau
gambaran yang dimiliki seseorang
haruslah realistis. Citra terletak
pada akar dari sebagian besar
perangai (Darmaputera, 2005).
Sebelumnya, sudah
dibahas terlebih dahulu mengenai
faktor – faktor pembentukan citra
diri yang membuat seseorang
memiliki citra diri yang negatif
maupun citra diri yang positif.
Dan sekarang peneliti hendak
menguraikan, berdasarkan teori –
teori, ciri – ciri orang dengan citra
diri yang negatif maupun citra diri
yang positif, seperti dibawah ini:
a. Orang dengan Citra Diri Positif
Individu yang memiliki
citra diri yang positif merasa
dirinya berharga di mata orang
lain. Seperti citra tentang
kejujuran, ketegasan, wibawa, dan
sikap adil. Citra diri yang positif
ditandai dengan kepercayaan diri
individu bahwa mereka memiliki
lebih banyak kualitas positif bila
dibandingkan dengan kualitas
negatif dari dirinya sendiri Orang
yang memiliki citra diri positif
mudah untuk mencapai tujuan
yang diinginkannya, simpati
orang lain selalu tertuju padanya,
dan citra dirinya itu memicu
antusias hidupnya
(Mangkuprawira, 2008).
b. Orang dengan Citra Diri
Negatif
Kandani (2010)
menguraikan orang dengan citra
diri yang buruk, yaitu: minder
(tidak percaya diri), sombong
(takut gagal, takut tertolak,
pembuktian diri), rasa tidak aman
(ingin menjadi orang lain), merasa
tidak mampu (menyerah pada
situasi ataupun keadaan), mudah
tersinggung.
Selanjutnya Maxwell (2007)
menjelaskan citra diri yang
negatif pada seseorang akan
menghambat orang tersebut untuk
berhasil.
Citra yang dimiliki
seseorang atas dirinya sendiri
mempengaruhi perilakunya. Jika
seseorang melihat dirinya sendiri
sebagai seseorang yang buruk
sekali, maka itulah yang akan
terjadi. Dan jika citra diri
seseorang itu sebagai orang
rendahan, orang lainpun akan
memperlakukan dia sebagai orang
rendahan (Suprajitno, 2009).
3. Faktor – faktor yang berperan
dalam pembentukan Citra
Diri
Citra diri terbentuk dari sejak
masa kecil dimana pengalaman
hidup di masa lalu dan juga
penilaian mengenai masa lalu
tersebut membuat suatu gambaran
mental tentang diri di masa
sekarang. Citra diri seseorang
terbentuk dari perjalanan
pengalaman masa lalu,
keberhasilan dan kegagalan,
pengetahuan yang dimiliki, dan
penilaian orang lain secara
objektif.
Leo (2006) mengemukakan
tiga faktor yang berperan dalam
pembentukan citra diri seseorang,
antara lain:
1) Orang Tua
Kata–kata yang dianggap
seseorang anak dari orang tuanya
dapat dianggap sebagai suatu
kebenaran. Anak itu percaya pada
apa yang dia masukkan ke dalam
imajinasinya. Misalkan ayahnya
berkata ia seorang anak bodoh,
anak itu dapat memasukkan
informasi tersebut ke dalam
gambaran mentalnya sebagai
suatu kebenaran dan akhirnya
berpikir bahwa ia adalah seorang
anak yang bodoh.
2) Lingkungan sekitar
Suatu lingkungan mempunyai
nilai–nilai budaya yang dapat
dimasukkan ke dalam imajinasi
seseorang. Baik itu nilai yang
buruk atau yang bagus. Seperti
kulit hitam itu jelek dan kulit
putih itu cantik. Orang kulit hitam
yang mendengar ini akan merasa
dirinya jelek dan berpikir bahwa
temannya yang berkulit putih
cantik adanya. Sehingga muncul
citra diri yang negatif terhadap
dirinya sendiri.
3) Diri Sendiri
Hal ini berhubungan dengan
self talk (pembicaraan dengan diri
sendiri). Pada saat seseorang
sedang mengalami tekanan–
tekanan, self talk akan muncul.
Apa yang akan dikatakan kepada
diri sendiri akan membuat gambar
diri yang dapat menipu atau
mendukung diri orang tersebut.
Dari sinilah dapat muncul
kepercayaan yang benar ataupun
kepercayaan yang salah di dalam
diri.
B. Syringoma
1. Definisi Syringoma
Tumor jinak kulit adalah
benjolan pada kulit yang bersifat
jinak, tidak berhubungan dengan
keganasan kulit. Karena sifatnya
jinak, tumor jinak kulit tidak
membutuhkan terapi. Namun bila
secara kosmetis mengganggu
penampilan, disarankan
mendatangi dokter spesialis kulit
untuk menghilangkan tumor jinak
kulit tersebut. Umumnya dokter
akan melakukan tindakan berupa
bedah listrik atau bedah laser.
Jenis tumor jinak antara lain
serperti Syringoma, yaitu tumor
kelenjar keringat yang biasanya
terdapat di kulit wajah.
Syringoma berasal dari
kata yunani “Syrinx” yang berarti
pipa. Syringoma adalah tumor
kulit jinak yang berasal dari sel –
sel yang berhubungan dengan
kelenjar keringat. Syringoma
biasanya lebih rentan pada
perempuan dan memang memiliki
dasar genetika dalam beberapa
kasus. Syringoma biasanya
berbentuk benjolan–benjolan kecil
berwarna sama dengan kulit
wajah dan bisa berada di kelopak
mata, sekitar mata, lengan, perut
bagian bawah, dan vulva (Elsayed
& Assaf, 2009).
Syringoma adalah tumor
kecil jinak saluran keringat yang
muncul terutama pada wanita dan
sering turun termurun. Umumnya
pertama muncul sekitar pubertas.
Sering ditemukan dalam kelopak
mata tetapi juga ada kemungkinan
timbul di tempat lain di kulit
wajah (Goodheart, 2011).
Syringoma adalah jenis tumor
jinak yang terkadang mirip
dengan komedo atau jerawat.
Karakteristik khasnya berupa
papul–papul multipel di bawah
mata atau daerah kulit yang
banyak mengeluarkan keringat.
Penyakit syringoma ini tidak
terlalu berbahaya tetapi secara
kosmetik mungkin mengganggu
penampilan.
Syringoma adalah tumor
jinak yang berasal dari struktur
saluran keringat. Lebih sering
terlihat pada wanita, biasanya
muncul pada masa remaja,
meskipun mereka dapat muncul
pada usia berapapun. Syringoma
itu jinak, berbentuk lesi yang
tetap, dan biasanya
pengobatannya dikhususkan untuk
alasan kecantikan (Katowitz,
2002).
Berdasarkan pengertian
yang telah diuraikan diatas maka
dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa syringoma adalah suatu
penyakit tumor jinak yang
disebabkan oleh kelenjar keringat
yang terdapat di wajah dan bagian
tubuh lainnya dan secara kosmetik
dapat menganggu penampilan.
2. Penyebab Syringoma
Tumor kulit pada wajah
biasanya disebabkan karena
paparan sinar matahari yang
berlangsung lama. Penyebab lain
tumor kulit adalah pemakaian
bahan kimia yang tidak aman bagi
kulit, seperti arsen, berilium,
kadmium, mercury, plumbum dan
berbagai jenis logam berat lainnya
(Megasari, 2008).
Hormon steroid dikaitkan
dengan regulasi dari pertumbuhan
kulit. Hormon ini mempunyai
pengaruh atas efek biologis kulit
melalui interaksi dengan reseptor
afinitas-tinggi. Disimpulkan
bahwa hormon dapat menjadi
penyebab dari Syringoma (Fathy
dkk, 2005). Syringoma
disebabkan oleh kelenjar keringat
yang sangat produktif. Biasanya
muncul setelah pubertas dan
diyakini berkaitan dengan
genetika (Burgess, 2009).
3. Fisiologi Treatment
Syringoma
Diketahui, bahwa begitu
banyak rumah–rumah aesthetic
yang ada di zaman canggih seperti
ini. Mereka dilengkapi dengan
begitu banyak alat peralatan laser
maupun jenisnya yang
menawarkan perbaikan
kecantikan terutama dikalangan
wanita. Tetapi pergi ke rumah
sakit dan mencari dokter spesialis
kulit tetap option yang terbaik dan
teraman. Dari berbagai macam
medikasi yang ditawarkan, mulai
dari kasus yang paling ringan
hingga yang paling berat, mulai
dari jenis salep pelembut kulit
hingga mesin laser, peneliti
menguraikan dua perawatan /
pengobatan yang paling sering
diberikan kepada penderita
syringoma, yaitu sinar laser C02
dan teknik cauter.
Pengobatan Syringoma
bervariasi macamnya tergantung
pada sejauh mana area yang
terkena dan jenis kulit pasien. Ada
dua metode dasar yang digunakan
dan menawarkan jaringan parut
yang minimal ketika syringoma
dihapus. Pertama, Laser CO2,
prosedur invansif minimal yang
memerlukan anastesi lokal, tapi
ada kesempatan bagi jaringan
parut permanen. Kedua adalah
dengan Electrocautery, metode
yang lebih tepat digunakan untuk
mengobati syringoma. Diberikan
zat Lidocain sebelum perawatan
dilakukan kemudian jarum
Electrocautery dimasukkan ke
dalam syringomas untuk
membakar tumor. Setelah itu,
keropeng – keropeng (scabs) kecil
akan terbentuk di atas area
syringoma tersebut tetapi relatif
cepat sembuh (Burgess, 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang
digunakan dalam penulisan ini
adalah pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman yang
mendalam tentang masalah–
masalah manusia dan sosial,
bukan mendeskripsikan
bagaimana subjek memperoleh
makna dari lingkungan
sekelilingnya dan bagaimana
makna tersebut mempengaruhi
perilaku mereka. Penelitian
dilakukan dalam setting yang
alamiah bukan hasil perlakuan
(treatment) atau manipulasi
variabel yang dibutuhkan.Maka,
untuk mendapatkan pemahaman
yang mendalam tentang suatu
fenomena yang dialami subjek,
peneliti memilih metode kualitatif
(Dennzin & Lincoln, dalam
Basuki, 2006).
Lebih lanjut Silverman
(2000) mendeskripsikan bahwa
metode kualitatif sesuai
digunakan pada masalah–masalah
yang betujuan untuk
mengeksplorasi kehidupan
seseorang atau tingkah laku
seseorang dalam kehidupannya
sehari–hari, dengan menggunakan
metode kualitatif juga diperoleh
pemahaman yang mendalam
tentang berbagai gejala–gejala
sosial yang terjadi di dalam
masyarakat.
B. Subjek Penelitian
Sarantakos (dalam
Poerwandari, 2001) mengatakan
bahwa prosedur penentuan subjek
atau sumber data dalam penelitian
kualitatif umumnya menampilkan
karakteristik sebagai berikut, yaitu
diarahkan tidak dalam jumlah
sampel yang besar, melainkan
pada kasus–kasus tipikal sesuai
kekhususan masalah
penelitian,dapat berubah baik
dalam hal jumlah maupun
karakteristik sampelnya, sesuai
dengan konteks pemahaman
konseptual yang berkembang
dalam penelitian, tidak diarahkan
pada keterwakilan melainkan pada
kecocokan konteks.
Subjek Penelitan yang
akan ditelusuri oleh peneliti
adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik Subjek
Kriteria Subjek dalam
penelitian ini adalah seorang
wanita yang menderita syringoma
di wajahnya.
2. Jumlah Subjek
Penelitian kualitatif cenderung
dilakukan dengan jumlah sedikit
karna penelitian ini berfokus pada
kedalaman dan proses. Adapun
pada penelitian ini, subjek yang
akan diteliti berjumlah 1 (satu)
orang.
C. Tahap – Tahap Penelitian
Tahap persiapan dan
pelaksanaan yang dilakukan
dalam penelitian ini meliputi :
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pertama, peneliti membuat
pedoman wawancara yang
disusun berdasarkan dari strategi
yang relevan dengan masalah.
Pedoman wawancara ini terdiri
dari beberapa pertanyaan
mendasar yang nantinya akan
berkembang dalam wawancara.
Pedoman wawancara yang telah
di susun kemudian ditunjukkan
kepada dosen pembimbing
penelitian untuk mendapatkan
masukan dan koreksi isi pedoman
wawancara.
Kedua, peneliti
mempersiapkan semua alat–alat
yang dibutuhkan untuk
wawancara dan observasi,
termasuk diantaranya pedoman
wawancara, pedoman observasi,
video recording, dan alat tulis.
Kemudian, peneliti akan
menghubungi subjek penelitian
dan mengatur jadwal untuk
bertemu di waktu luang yang dia
sediakan untuk wawancara.
2. Tahap Pelaksanaan
Penelitian
Tahap ini merupakan
tahap yang paling penting dari
penelitian, yaitu peneliti akan
melakukan metode pengambilan
data dengan wawancara.
Wawancara dilaksanakan di
tempat dan waktu yang sudah
ditentukan dan disetujui bersama,
baik oleh subjek penelitian
maupun peneliti. Setelah itu,
peneliti memberikan pertanyaan
yang terdapat di dalam pedoman
wawancara dengan bahasa yang
lugas dan mudah
dipahami.Peneliti berharap bahwa
data yang telah diperoleh dari
wawancara merupakan informasi
yang dapat mendukung penelitian
ini.
D. Teknik Pengumpulan
Data
1. Wawancara
a. Pengertian Wawancara
Kartono (dalam Basuki,
2006) menjelaskan bahwa
wawancara adalah suatu
percakapan yang diarahkan pada
suatu masalah tertentu, ini
merupakan proses tanya jawab
lisan, dimana dua orang atau lebih
berhadap–hadapan secara fisik.
Menurut Moleong (2005),
wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua
pihak, yaitu interviewer yang
mengajukan pertanyaan dan
terwawancara interviewee yang
memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. Peneliti
menggunakkan metode
wawancara semi terstruktur,
dimana pewawancara
menggunakkan daftar pertanyaan
sebagai penuntun selama proses
wawancara tetapi memberikan
pertanyaan tersebut secara acak
kepada subjek penelitian.
2. Observasi
Menurut Narbuko & Achmadi
(2003), observasi adalah teknik
pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengamati dan
mencatat secara sistematik tentang
gejala yang diselidiki.
E. Alat Bantu Pengumpul
Data
Dalam penelitian ini, alat
bantu pengumpul data yang
digunakan sebagai alat bantu
penelitian adalah:
1. Pedoman Wawancara
Berupa lembaran kertas yang
berisi daftar pertanyaan yang akan
diajukan kepada subjek. Pedoman
wawancara dibuat untuk
mempermudah peneliti dalam
menanyakan data dan informasi
dari subjek. Pedoman ini sebagai
acuan pertanyaan-pertanyaan
penelitian yang akan ditanyakan
kepada subjek.
2. Alat Perekam
Alat perekam berguna
sebagai alat bantu pada saat
wawancara, agar penulis dapat
benar – benar berkonsentrasi pada
proses pengambilan data tanpa
harus berhenti untuk mencatat
jawaban – jawaban dari
responden. Dalam mengumpulkan
data, alat perekam baru dapat
digunakan setelah penulis
memperoleh ijin dari subjek untuk
menggunakan alat tersebut pada
saat proses wawancara
berlangsung.
3. Alat Tulis
Alat tulis yang digunakan
adalah buku dan pulpen. Tujuan
penggunaan alat tulis ini adalah
untuk mencatat semua data atau
informasi di dalam suatu
penelitian baik ketika wawancara
maupun observasi.
F. Keakuratan Penelitian
Keakuratan data merupakan
bagian penting yang terdiri dari
konsep validitas dan reliabilitas.
1. Keabsahan (validitas).
2. Keajegan (reliabilitas)
G. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data
merupakan bagian yang penting
dalam sebuah penelitian karena
(Boyatzis dalam Poerwandari,
2001) mengatakan bahwa analisis
penelitian kualitatif memerlukan
kemampuan dan kompetensi
tertentu, kemampuan mengenal
pola (pattern recognition), yaitu
kemampuan melihat pola dalam
informasi yang terkesan acak dan
tidak beraturan.
Poerwandari (2001)
memberikan tahapan analisis data
meliputi:
1. Organisasi data
2. Koding dan analisis
3. Analisis Tematik
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Orang dengan Citra Diri
yang Positif
1. Percaya diri
Subjek melihat dirinya
sebagai individu yang santai dan
tenang sebelum penyakit
syringoma ada di wajahnya.
2. Ketegasan
Setelah penyakit
syringoma timbul, subjek tetap
merasa bahwa dirinya adalah
individu yang santai dan tidak
mau dipusingkan dengan pikiran –
pikirannya.
3. Kejujuran
Subjek jujur terhadap
keadaan yang dimilikinya. Subjek
memiliki perasaan tidak enak
dengan kehadiran penyakitnya.
Walaupun begitu, subjek dapat
menerima keadaannya tersebut.
4. Produktif
Subjek adalah individu
yang rajin dan pekerja keras. Hal
ini selaras dengan pendapat dari
orang – orang dekat subjek yang
mengatakan bahwa subjek
merupakan seseorang yang
kreatif, pintar mencari nafkah,
pintar memasak, dan pintar
berdagang.
5. Optimis
Subjek merasa optimis
dengan pengobatan
syringomanya. Jika suatu saat
syringomanya timbul kembali di
wajah, subjek tinggal pergi
berkonsultasi dengan dokter lagi.
Hal ini terungkap dari jawaban
subjek,
B. Faktor – faktor yang
berperan penting dalam Citra
Diri seorang Penderita
Syringoma
1. Peran orang tua subjek
Ketika subjek masih kecil
penyakit syringomanya belum
ada, penyakit tersebut muncul saat
subjek sudah beranjak dewasa.
Jadi, belum ada tanggapan dari
orangtua. Sedangkan lingkungan
sosial tempat subjek
menghabiskan aktivitasnya sehari
– hari, menanggapi kehadiran
penyakit tersebut dengan respon
yang biasa.
2. Peran lingkungan sekitar
tempat subjek tinggal
Orang – orang terdekat
subjek beranggapan bahwa subjek
merupakan individu yang santai
dan tidak pernah memusingkan
permasalahan yang terjadi di
dalam hidupnya.
3. Peran self talk yang
dilakukan subjek
Subjek sering mengatakan
hal – hal yang positif kepada
dirinya.
4. Penilaian subjek terhadap
pengalaman
Subjek merasa tidak
terlalu nyaman dengan kehadiran
penyakitnya. Walau penyakit
syringoma tidak membuat subjek
menjadi kurang percaya diri,
namun subjek tetap merasa ada
sesuatu yang kurang dengan
adanya penyakit syringoma di
wajahnya.
C. Pembahasan
1. Gambaran Citra Diri
Subjek
Subjek memiliki ciri – ciri
Orang dengan Citra Diri yang
Positif. Hal ini terungkap dari
gambaran diri subjek yang
merupakan individu yang optimis,
rajin, pekerja keras, dan gigih.
Subjek menilai dirinya sebagai
individu yang tidak ambil pusing,
subjek memandang dirinya secara
keseluruhan sebagai individu yang
rajin juga pekerja keras, walau
subjek memiliki penyakit
syringoma, subjek tidak
dikhawatirkan dengan keadaan
dirinya setelah penyakit
syringoma itu ada. Disamping itu,
kelebihan – kelebihan yang
dimiliki subjek membantu subjek
untuk berpikir lebih baik lagi
mengenai dirinya dan subjek
merasa optimis dengan
pengobatan syringomanya.
Hal ini sesuai dengan
teori yang dikemukakan oleh
Mangkuprawira (2008) yaitu
bahwa individu yang memiliki
citra diri yang positif merasa
dirinya berharga di mata orang
lain. Seperti citra tentang
kejujuran, ketegasan, wibawa, dan
sikap adil. Citra diri yang positif
ditandai dengan kepercayaan diri
individu bahwa mereka memiliki
lebih banyak kualitas positif bila
dibandingkan dengan kualitas
negatif dari dirinya sendiri. Citra
dirinya itu memicu antusias
hidupnya. Faisal (2010) juga
sependapat bahwa orang dengan
citra diri positif termotivasi untuk
meraih prestasi yang tinggi, lebih
bertanggung jawab, berani
menghadapi resiko, lebih disiplin
dengan rencana - rencananya,
apalagi yang sudah dinyatakan
kepada orang lain, lebih percaya
diri, dan lebih produktif (Faisal,
2010).
2. Faktor – Faktor yang
berperan penting dalam Citra
Diri Subjek
Faktor – faktor yang
berperan penting dalam citra diri
subjek adalah yaitu keluarga,
tetangga, maupun lingkungan
tempat subjek berjualan,
menanggapi penyakitnya dengan
baik dengan tidak merasa aneh
atau risih dengan penyakit subjek,
subjek merasa penyakitnya
memang tidak berbahaya, namun
lebih baik dihilangkan agar
wajahnya lebih enak dilihat,
subjek menerima dirinya apa
adanya setelah memiliki penyakit
syringoma, subjek tidak terlalu
nyaman dengan kehadiran
penyakitnya karena ingin
wajahnya tidak terdapat
kekurangan, subjek belum pernah
mengalami hal yang tidak
menyenangkan di lingkungan
sosial karena penyakitnya, dan
subjek memilih anaknya yang
paling tua sebagai tempat
bercerita ketika ia sedih juga
subjek termotivasi dengan
dukungan dan semangat yang
diberikan kepadanya.
Uraian diatas
mengenai subjek juga sesuai
dengan pernyataan dari Holden
(2005), yaitu citra diri terbentuk
dari penilaian yang dibuat oleh
diri sendiri maupun oleh orang –
orang lain. Citra diri terbentuk
dari informasi, pengalaman,
umpan balik, dan tanggapan yang
dibuat oleh individu itu sendiri.
Perkataan yang positif terhadap
diri sendiri, dukungan dari
keluarga maupun orang – orang
terdekat serta lingkungan sekitar,
merupakan faktor – faktor yang
membangun citra diri subjek
sehingga subjek tenang dan
berpikiran positif dalam
menanggapi penyakitnya tersebut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti maka
dapat dijawab pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah citra diri
pada penderita syringoma ?
Berdasarkan hasil
wawancara dengan subjek dan
significant other yang telah
dilakukan oleh peneliti, maka
gambaran citra diri pada penderita
syringoma adalah dapat
dikemukakan sebagai berikut,
subjek memiliki citra diri yang
positif, hal ini diketahui dari
jawaban subjek yang memandang
dirinya tetap sama walaupun
penyakit itu ada di wajahnya.
Subjek berusaha untuk tidak
merisaukan penyakitnya dan
mencoba pengobatan yang terbaik
yang bisa subjek dapatkan untuk
kesembuhan syringomanya.
Walau setelah pengobatan yang
pertama yang subjek dapatkan di
Rs. Malaka, syringomanya timbul
kembali, subjek tidak merasa
gelisah atau kesal, sebaliknya
subjek tetap optimis dan mencari
pengobatan yang terbaik di tempat
lain. Hal ini juga didukung oleh
jawaban significant other yang
mengatakan bahwa subjek tidak
mengkhawatirkan tentang
penyakitnya, memang ada sedikit
merasa risih, tetapi subjek merasa
penyakitnya dapat sembuh jika
mendapatkan perawatan yang
benar. Subjek melihat citra diri itu
sebagai gambaran mengenai diri
sendiri, subjek menilai dirinya
sebagai individu tidak ambil
pusing, dan subjek memandang
dirinya secara keseluruhan
sebagai individu yang rajin juga
pekerja keras, serta subjek
menjadi lebih percaya diri dan
bahagia setelah dioperasi.
2. Faktor – faktor apa saja
yang berperan penting dalam
citra diri seorang penderita
syringoma ?
Berdasarkan hasil
wawancara dengan subjek dan
significant other, maka faktor –
faktor yang berperan penting
dalam citra diri seorang penderita
syringoma adalah perkataan –
perkataan positif yang dikatakan
subjek kepada dirinya (self – talk),
pendapat lingkungan sekitar
terhadap subjek setelah menderita
syringoma, ini mencakup keluarga
besar subjek seperti orang tua,
suami, anak – anak, kakak,
ataupun adik subjek, juga
lingkungan tempat subjek
berdagang dan berbisnis sehari –
harinya. Perkataan yang positif
terhadap diri sendiri, dukungan
dari keluarga maupun orang –
orang terdekat serta lingkungan
sekitar, merupakan faktor – faktor
yang membangun citra diri subjek
sehingga subjek tenang dan
berpikiran positif dalam
menanggapi penyakitnya tersebut.
B. Saran
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, maka
peneliti mencoba memberikan
saran, yaitu sebagai berikut :
1. Saran untuk subjek dan
keluarga.
a. Subjek
Subjek diharapkan untuk
terus optimis akan pengobatan
syringomanya, selalu melihat hal
yang positif di dalam dirinya
sehingga subjek dapat fokus
kepada kelebihan dirinya
dibandingkan kekurangannya dan
tetap merasa percaya diri.
b. Keluarga Subjek
Keluarga subjek
diharapkan untuk tetap setia
memberi dukungan maupun
dorongan kepada subjek, baik di
dalam proses perawatan ataupun
jika penyakit syringoma itu timbul
kembali. Hal ini dapat
membangun semangat dan
optimisme subjek.
2. Saran bagi masyarakat.
Peneliti ingin berbagi
saran kepada masyarakat sekitar
yang mungkin memiliki saudara,
tetangga, kerabat, ataupun teman
dengan penyakit syringoma untuk
memperlakukan individu seperti
orang pada umumnya agar
individu tersebut tidak merasa
dibedakan dari orang di sekitarnya
karna memiliki syringoma.
3. Saran untuk penelitian
selanjutnya.
Bagi penelitian
selanjutnya yang tertarik untuk
meneliti gambaran citra diri
terutama untuk penderita
syringoma, peneliti menyarankan
agar lebih lagi menggali aspek –
aspek yang terdapat pada citra diri
yang mungkin belum secara
lengkap dapat disajikan oleh
peneliti di dalam penelitian ini
serta meneliti subjek penelitian
pasien penderita syringoma
dengan jenis kelamin laki – laki
sehingga akan lebih banyak lagi
informasi – informasi berguna
yang dapat diperoleh untuk
penelitian – penelitian
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Atwater, E. & Duffy, K. G. (1999). Psychology for living : Adjustment, Growth, and Behavior today. USA: Prentice-Hall Books, Inc.
Avram, M. R., Tsao, S., Tannous, Z., & Avram, M. (2007). Color atlas of cosmetic dermatology.New York : McGraw – Hill.
Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif untuk Ilmu – Ilmu Kemanusiaan dan Budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Burgess, E. (2009). How to treat
Syringoma.http://www.eho
w.com. 17 Maret 2010.
Covey, S. (2001). The 7 Habits of
Highly Effective Teens.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Darmaputera, E. (2005). Menjadi pribadi yang dikehendaki Tuhan. Jakarta : Gunung Mulia.
Dwikomentari, D. (2005). Manajemen solusi dan spiritual dalam Iman – Islam – Ihsan. Jakarta : Pustaka Zahra.
Elfiky, I. (2009). Terapi Berpikir
Positif. Jakarta : Penerbit
Zaman.
Elsayed, M., & Assaf, M. (2009). Familial Eruptive Syringoma. Egyptian Dermatology Online Journal, 5 (1), 1 – 2.
Faisal, A. (2010). Menang melawan diri sendiri. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Fathy, H., Aziz, A. M. A,, Elhanbly, S., El-Hawary, A. K., & Amin, M. M. (2005). Is Syringoma hormonally dependent?. J Egypt wom Dermatil Soc. 2 (1) 2 – 3.
Frankel, D. H. (2006). Field guide to clinical dermatology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Goodheart, H. P. (2011). Goodheart’s same-site differential diagnosis : A rapid method of diagnosing and treating common skin disorders. Philadelpiha : Lippincott Williams & Wilkins.
Holden, R. (2005). Success Intelligence.
Bandung : Penerbit Mizan.
Lama, D., & Cutler, H. C. (2004). Seni Hidup Bahagia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
MacGregor, S. (2000). Piece of mind : Mengaktifkan kekuatan pikiran bawah sadar untuk mencapai tujuan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mangkuprawira, S. (2008). Citra Diri 2. http://ronawajah.wordpress.com/2008/04/21/citra-diri-2/. 12 Maret 2010.
Medical Dictionary.(1999). Syringoma.
http://medterms.com/.17 Maret
2010.
Moleong, L. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Narbuko, C. & Achmadi, A. (2003). Metodologi Penilitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Nopijaf.(2009). Sibling rivalry pada anak kembar yang berbeda jenis kelamin. Skripsi. (tidak diterbitkan). Depok : Universitas Gunadarma.
Nugroho, G., & Intan, N. (2009). Who Is God?. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Grhatama.
Kandani, H. (2010). The achiever : Pencapaian sukses anda berawal di sini. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Katowitz, J. A. (2002). Pediatric Oculoplastic surgery. New York : Springer – Verlag.
Komsiah, S. (2009). Definisi Citra dan Kompetensi PR. http://pksm.mercubuana.ac.id/new/learning. 16 April 2010.
Leo, E. (2006). Kesembuhan
Emosional. Jakarta: Metanoia
Publishing.
Lieberman, D. J. (2005). Agar siapa saja mau melakukan apa saja
untuk anda. Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta.
Maxwell, J. C. (2007). Winning with
people. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Megasari, A. (2008). Tumor Kulit Jinak.
http://arniamegasari.blogspot.com
/. 16 April 2010.
Pearce, E. (1995). Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengetahuan dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Rizkiana, U. (2008). Penerimaan diri terhadap penyakit pada penderita kanker darah.Penelitian Ilmiah. (tidak diterbitkan). Depok: Universitas Gunadarma.
Scrivner, J. (2004). Cantik, sehat, dan bugar dengan program detox. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Shields, J. A., & Shields, C. L. (2008).Eyelid, Conjunctival, and Orbital tumors : An atlas and textbook. Philadelphia : Lipincott Williams & Wilkins.
Silverman, D. (2000). Doing qualitative research.A practical handbook. London: Sage Publication.
Suprajitno, A. (2009). Transformation code – The best in you. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Sutoyo, A. (2000). Kiat sukses Prof.
Hembing. Jakarta: Prestasi Insan Indonesia.
Wiles, M. R, Williams, J., & Ahmad, K. A. (2011) Essentials of dermatology for chiropractros. MA : Jones and Bartlett Publishers.
Wikipedia.(2010). Syringoma.
http//:en.wikipedia.org. 12 Maret 2010.
top related