universitas indonesia alat ukur kualitas hidup ditinjau dari aspek kesehatan gigi...
Post on 21-Jan-2021
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ALAT UKUR KUALITAS HIDUP DITINJAU DARI ASPEK
KESEHATAN GIGI DAN MULUT LANSIA DI INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis dalam Ilmu Prostodonsia
ASTARI LARASATI
1006785616
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS
DEPARTEMEN PROSTODONSIA
JAKARTA
MEI 2014
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Spesialis Prostodonsia pada
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh
karena itu saya ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. DR. drg. Lindawati S. Kusdhany, Sp. Pros (K) sebagai pembimbing
pertama yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran serta memberikan
ide, motivasi, wawasan pengetahuan dan bimbingan, sehingga penulisan
tesis ini selesai.
2. drg. Farisza Gita, Sp. Pros (K) sebagai pembimbing kedua dan sebagai
Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia yang
telah dengan sabar dan penuh pengertian memberikan semangat, dukungan
moril, bimbingan dan masukan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini
dan menyelesaikan tugas akademik lainnya semasa pendidikan.
3. drg. Muslita Indrasari, M.Kes, Sp.Pros (K) sebagai Kepala Departemen
Prostodonsia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengikuti pendidikan spesialis dibagian Prostodonsia..
4. drg. Henni Koesmaningati, Sp. Pros (K) sebagai Sekretaris Departemen
Prostodonsia dan Ketua Penguji Tesis, drg. Sitti Fardaniah, Sp. Pros (K),
DR. drg. Ratna Sari Dewi, Sp. Pros sebagai tim penguji yang telah
memberikan arahan, saran dan asupan yang membangun sehingga tesis ini
menjadi lebih baik.
5. Seluruh staf pengajar Departemen Prostodonsia yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu yang telah dengan sabar memberikan bekal ilmu,
bimbingan dan arahan selama saya menjadi peserta program pendidikan
dokter gigi spesialis Prostodonsia.
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
v
6. Kelompok Lansia di Posbindu Kecamatan Sukmajaya Depok dan Desa
Cicantayan Sukabumi, yang telah bersedia meluangkan waktu menjadi
subjek penelitian dalam penulisan tesis ini.
7. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia beserta segenap
jajarannya yang telah memberikan saya kesempatan mengikuti Program
Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia FKG UI.
8. Seluruh staf perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
atas bantuan dan kerjasamanya dalam menyediakan fasilitas selama
penulisan tesis ini.
9. Seluruh teman-teman PPDGS Prostodonsia, khususnya angkatan 2010
Pinta, David, Syahrial, Mbak Henny, Mbak Anggi, Mas Dony, Siwan, Ami
atas dukungan, kerjasama, perhatian dan suka duka selama masa
pendidikan.
10. Seluruh anggota staf dan klinik prostodonsia, Pak Suroto, atas nasihat,
bimbingan dan bantuannya, Mas Jarot, Mbak Titin, Mas Fadil dan semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan selama
saya menjalani pendidikan
11. Papa, mama, Mas Gito, Mita, Mbak Wike dan papa-mama mertua atas doa
dan restu yang selalu mengiringi saya.
12. drg. Chaidar Masulili, Sp. Pros (K) atas segala nasihat, doa dan
bimbingannya.
13. Prabowo Nursusilo dan Aisha Farzana Ayunindya, suami dan anakku yang
selalu mendukung, memberikan semangat serta menjadi sumber inspirasi
dan motivasi bagi saya.
14. Sahabat-sahabat, Terti, Nurul, Deasy, Hazlina yang selalu menemani saya.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Jakarta, 20 Mei 2014
Astari Larasati
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
vii
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Astari Larasati Program studi : Prostodonsia Judul : Alat Ukur Kualitas Hidup Ditinjau Dari Aspek Kesehatan Gigi Dan Mulut Lansia Di Indonesia Latar belakang: Keadaan mulut yang buruk berdampak pada kualitas hidup lansia. Studi sebelumnya telah mendapatkan alat ukur kualitas hidup namun subjek yang digunakan adalah pasien geriatri. Oleh karena itu diperlukan alat ukur yang baru yang dapat digunakan pada lansia yang sehat. Tujuan: Mendapatkan alat ukur kualitas hidup lansia yang baru ditinjau dari aspek kesehatan gigi dan mulut, menganalisis hubungan antara kualitas hidup dengan kesehatan gigi dan mulut dan mengetahui faktor yang paling mempengaruhi kualitas hidup lansia. Metode: Cross-sectional pada 101 lansia. Pencatatan data sosiodemografis dan pemeriksaan intraoral. Wawancara untuk pengisian kuesioner kualitas hidup lansia dengan alat ukur yang telah divalidasi. Hasil: Uji validitas dan reliabilitas menunjukkan hasil yang baik. Hasil uji chi-square untuk variabel sosiodemografik, OHI-S berhubungan bermakna dengan penghasilan (p=0.01) dan pendidikan (p=0.004) dan DMF-T berhubungan bermakna dengan usia (p=0.04). Faktor risiko yang masuk ke dalam model multivariat adalah variabel usia (p<0.250), variabel penghasilan (p=0.006), variabel skor OHI-S (p=0.001) dan variabel skor DMF-T (p=0.004). Faktor yang paling berkontribusi pada kualitas hidup adalah skor DMF-T (p=0,006; OR=3,328), diikuti skor OHI-S (p=0,009; OR= 3,289), dan tingkat ekonomi (p=0,005; OR=3,318). Kesimpulan: Diperoleh alat ukur kualitas hidup yang valid dan reliabel. Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup lansia antara lain DMF-T, OHI-S dan tingkat ekonomi. Kata kunci: Alat ukur kualitas hidup, lansia, status kesehatan gigi dan mulut, faktor sosiodemografis.
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
viii
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Astari Larasati Program study : Prosthodontics Title : Oral Health Related Quality of Life Index for The Elderly in
Indonesia Background:. Poor oral health can impact elderly's quality of life. Previous study has already create a new Oral Health related Quality of Life but the index was mainly use for geriatric patients, therefore the new OHRQoL index was needed for healthy elderly. Objective: to get a new oral health related quality of life (OHRQoL) index for elderly, to analyze the correlation between eldery quality of life and their oral health conditions and to determine factors that contribute the most in their quality of life. Methods: Cross-sectional study was performed towards 101 elderly. Their demographic data was collected, intra oral examination was performed. OHRQoL status was measured using a new index that combines several index and already tested its validity and reliability in a personal interview. Result: the new OHRQoL index had a good validity and reliability.Chi-square test showed, OHI-S score was strongly associated with income (p=0.01) and education (p=0.004) and DMF-T score was strongly associated with age (p=0.04). OHI-S (p=0.001), age (p<0.025), income (p=0.006) and DMF-T score (p=0.004) are risk factors that were incorporated into multivariate model. From the final multivariate model, DMF-T score (p=0,006; OR=3,328), contributed most to OHRQoL, followed by OHI-S score (p=0,009; OR= 3,289), and income (p=0,005; OR=3,318) Conclusion: The new OHRQoL index is valid and realiable to measure the elderly OHRQoL. DMF-T score is the factor that contribute the most in elderly OHRQoL followed with OHI-S score and income. Keywords: OHRQoL index, elderly, oral health status, sosiodemographic factors.
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
ix
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................. vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ......................................................................................................... viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR GRAFIK .............................................................................................. xiii BAB 1 PENDAHULUAN ................................... Error! Bookmark not defined.
1. 1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1. 2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1. 3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 4
1.3.1 Pertanyaan Umum ............................................................................. 4
1.3.2 Pertanyaan khusus ............................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.4.1 Tujuan umum .................................................................................... 4
1.4.2 Tujuan khusus ................................................................................... 4
1. 5 Originalitas Penelitian .............................................................................. 5
1. 6 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6 2.1 Gerodontologi-Geriatri ............................................................................. 6
2.2 Kesehatan Gigi dan Mulut Lansia .......................................................... 10
2.3 Oral Hygiene (Kebersihan Mulut) 20,21................................................... 13
2.4 Kualitas Hidup ........................................................................................ 15
II.4 Kerangka Teori ........................................ Error! Bookmark not defined.
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS .......................................... 21 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 21
3.2 Hipotesis Penelitian ................................................................................ 21
3.2.1 Hipotesis mayor I ............................................................................ 21
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
x
Universitas Indonesia
Hipotesis mayor II ......................................................................................... 21
3.2.2 Hipotesis minor ............................................................................... 21
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ......................................... 22
BAB 4 METODE PENELITIAN ....................................................................... 25 4.1 Desain Penelitian .................................................................................... 25
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 25
4.3 Besar Sampel Penelitian ......................................................................... 25
4.4 Alat dan Bahan ....................................................................................... 26
4.5 Analisis data ........................................................................................... 26
4.6 Alur penelitian ........................................................................................ 27
BAB 5 HASIL .................................................................................................... 28 BAB 6 PEMBAHASAN ..................................................................................... 37 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 48
7.1. Kesimpulan ............................................................................................. 48
7.2. Saran ....................................................................................................... 48
7.2.1. Untuk pengembangan ilmu dan pelayanan di bidang prostodonsia . 48
7.2.2. Untuk pelayanan ............................................................................... 48
7.2.3. Untuk Masyarakat ............................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49 DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... 1
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kondisi gigi pada lansia. Atrisi (kiri), abfraksi dan resesi (kanan) ................. 7 Gambar 2.2 Kondisi pulpa pada dewasa muda (A), kondisi pulpa pada lansia (B) ............ 7 Gambar 2.3 Kondisi sendi temporomandibula pada lansia. ................................................ 9 Gambar 2.4 Permukaan gigi yang diperiksa ..................................................................... 14 Gambar 2.5 Skor untuk DI-S ............................................................................................ 14
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
xii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Kriteria Pemeriksaan Debris Indeks dan Simplified Calculus Index ... 14 Tabel 2. 2 Instrumen pengukuran / alat ukur OHRQOL ....................................... 17 Tabel 3. 1 Definisi operasional variabel ............................................................... 22 Tabel 5. 1 Distribusi Subjek Berdasarkan Status Sosiodemografik, Gigi Tiruan dan Kehilangan Gigi ............................................................................................. 29 Tabel 5. 2 Hasil Validasi Kuesioner Kualitas Hidup ............................................ 31 Tabel 5. 3 Distribusi Frekuensi Skor OHI-S, DMF-T dan Kualitas Hidup .......... 33 Tabel 5. 4 Hubungan OHI-S dengan Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Penghasilan ........................................................................................................... 33 Tabel 5. 5 Hubungan DMF-T dengan Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Penghasilan ........................................................................................................... 34 Tabel 5. 6 Hubungan Kualitas Hidup dengan Berbagai Faktor ............................ 35 Tabel 5. 7 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Lansia ................. 36
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5. 1 Titik potong kualitas hidup ............................................................................. 32
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia,
maka populasi penduduk lanjut usia pun akan mengalami peningkatan. Menurut
WHO, di kawasan Asia Tenggara populasi Lansia sebesar 8% atau sekitar 142
juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi Lansia meningkat 3 kali lipat
dari tahun ini.1 Pada tahun 2000 jumlah Lansia sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total
polulasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah Lansia 24,000,000 (9,77%) dari total
populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia mencapai 28,800,000
(11,34%) dari total populasi. 1 Indonesia sendiri pada tahun 2020 diperkirakan
jumlah Lansia sekitar 80.000.000. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai negara
yang menempati urutan ke-4 terbanyak berpopulasi lanjut usia setelah Cina, India
dan Amerika.1 Data USA-Bureau of the Census, bahkan Indonesia diperkirakan
akan mengalami penambahan kelompok lanjut usia terbesar seluruh dunia, antara
tahun 1990 – 2025, yaitu sebesar 414%.2 Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi di
forum The 30rd Health Ministers Meeting di Daerah Istimewa Yogyakarta,
mengatakan bahwa ada tren peningkatan jumlah lansia atau usia di atas 60 tahun
di kawasan Asia Tenggara. Jumlahnya diperkirakan mencapai kira-kira 142 juta
orang. Diperkirakan jumlah lansia akan meningkat menjadi dua kali lipat di tahun
2025 dan tiga kali lipat di tahun 2050. 2 Menurut Direktur Bina Pelayanan
Kesehatan Jiwa Kemenkes RI dr. Eka Viora, Angka Harapan Hidup (AHH) secara
keseluruhan pada tahun 2011 berjumlah 70,76 tahun, untuk perempuan angka
harapan hidupnya lebih tinggi sekitar 73.38, sedangkan laki-laki lebih rendah dari
perempuan yaitu 68.26.1
Lanjut usia merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap berbagai
masalah kesehatan termasuk masalah kesehatan gigi. Karies gigi, kehilangan gigi
dan penyakit periodontal merupakan masalah yang sering ditemukan dan menjadi
masalah utama kesehatan gigi dan mulut.3 Indikator untuk menilai karies gigi
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
2
Universitas Indonesia
yang utama digunakan adalah indeks DMF-T yang menunjukkan banyaknya
kerusakan gigi yang dialami seseorang baik karena gigi berlubang, kehilangan
gigi atau tambalan pada gigi.3 Berdasarkan laporan SKRT 2001, prevalensi
kelompok usia lanjut 65 tahun keatas dengan DMF-T lebih dari 0% adalah sebesar
96.7% dengan angka rata-rata Missing yang paling tinggi dibanding kelompok
usia lain.3 Hal ini masih sangat jauh dari target pencapaian gigi sehat tahun 2010
WHO (World Health Organization) yang memiliki indikator pencapaian target
penduduk dari kelompok usia 65 – 74 tahun adalah hanya 5% yang tidak bergigi
dan 75% memiliki minimal 20 gigi yang berfungsi.4 Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, proporsi penduduk usia 65 tahun keatas
dengan fungsi gigi normal hanya 41.2% sedangkan proporsi kehilangan gigi
sebesar 17.6% dan yang memakai gigi tiruan hanya 14.5%. 5 Kelompok lanjut usia
harus dapat dibedakan dengan kelompok geriatri. Kelompok lanjut usia tidak
sama dengan pasien geriatri. Batasan lanjut usia menurut WHO (World Health
Organization) kantor Asia Selatan dan Tenggara masih 60 tahun keatas sedangkan
pasien geriatri adalah pasien usia lanjut dengan minimal 4 penyakit dan disertai
masalah biopsikososial.6
Kesehatan gigi dan mulut memegang peranan penting dalam medapatkan
kesehatan umum dan kualitas hidup lansia.3 Keadaan mulut yang buruk, seperti
banyaknya gigi yang berlubang atau kehilangan gigi dapat mengganggu fungsi
dan aktivitas sistem stomatognatik sehingga akan berdampak pada kualitas hidup
lansia.3 Menurut penelitian Rahardjo dkk, terjadi gangguan kualitas hidup akibat
menurunnya fungsi kunyah dan penelanan pada pasien dengan kehilangan gigi
yang tidak diganti gigi tiruan. Penurunan fungsi ini kemudian dikompensasi
dengan cara memperlama waktu mengunyah, memilih makanan tertentu,
mengkonsumsi makanan halus, serta timbulnya keluhan kurang nafsu makan.
Diasumsikan karena gigi hilang maka kualitas hidup turun sehingga pasien
memerlukan gigi tiruan.6 Berdasarkan penelitian oleh Shinta tentang hubungan
pemakaian gigi tiruan dengan kualitas hidup pasien lanjut usia, dapat dilihat
bahwa terdapat signifikansi antara pemakaian gigi tiruan dengan kualitas hidup
pasien lanjut usia.
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
3
Universitas Indonesia
Kualitas hidup menurut World Health Organization (WHO) adalah
persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang sesuai dengan tempat
hidup orang tersebut serta berkaitan dengan tujuan, harapan, standar dan
kepedulian selama hidupnya.7 Kualitas hidup pada lansia dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor salah satunya adalah status kesehatan gigi dan mulut. Studi di
negara maju menunjukkan bahwa gangguan pada gigi mulut merupakan kelainan
bersifat kronik yang sering dijumpai pada kelompok lanjut usia seperti karies gigi,
kehilangan gigi dan penyakit periodontal.8 Gigi dan mulut merupakan bagian dari
sistem stomatognatik dan memiliki peranan yang penting bagi setiap individu.
Gigi dan mulut berperan dalam fungsi pengunyahan agar makanan dapat diserap
dengan baik oleh tubuh juga dalam fungsi estetik dan fungsi bicara.
Di Indonesia, telah terdapat beberapa penelitian mengenai hubungan
antara kesehatan gigi dan mulut dengan kualitas hidup, salah satunya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Nina Ariani tahun 2006 dan dari penelitian
tersebut telah diperoleh alat ukur kualitas hidup yang telah divalidasi namun
penelitian tersebut dilakukan pada pasien geriatri yang memang telah mengalami
keterbatasan akibat kondisi kesehatan umumnya yang kurang baik sehingga
kesehatan gigi dan mulut bukan menjadi prioritas utama mereka. Pada penelitian
yang akan dilakukan kali ini digabungkan beberapa indeks yang digunakan untuk
mengukur hubungan kualitas hidup ditinjau dari aspek kesehatan gigi dan mulut
sehingga diharapkan bisa diperoleh alat ukur yang baru. Fokus pada penelitian ini
adalah mendapatkan alat ukur kualitas hidup dihubungkan dengan kesehatan gigi
dan mulut yang akan dilakukan pada kelompok lanjut usia di masyarakat.
1. 2 Rumusan Masalah
Salah satu faktor yang dianggap mempengaruhi kualitas hidup pada
kelompok lanjut usia adalah kesehatan gigi dan mulut. Pada penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Ariani 2006 telah diperoleh alat ukur kualitas hidup dan
hubungannya dengan kesehatan gigi dan mulut pada pasien geriatri, namun
terdapat keterbatasan alat ukur tersebut diantaranya dimensi alat ukur yang hanya
sedikit dan lebih diperuntukkan untuk pasien geriatri bukan lansia pada umumnya.
Keterbatasan alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur hubungan antara
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
4
Universitas Indonesia
kesehatan gigi dan mulut dengan kualitas hidup pada kelompok lanjut usia
membuat peneliti merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. 3 Pertanyaan Penelitian
1.3.1 Pertanyaan Umum Apakah dapat diperoleh alat ukur yang dapat digunakan untuk
menentukan kualitas hidup dari aspek kesehatan gigi dan mulut pada lansia di
Indonesia?
1.3.2 Pertanyaan khusus 1. Bagaimana gambaran status OHI-S lansia di Indonesia?
2. Bagaimana status gigi tiruan lansia di Indonesia?
3. Bagaimana gambarn status DMF-T lansia di Indonesia?
4. Bagaimana kualitas hidup lansia di Indonesia ditinjau dari aspek kesehatan
gigi dan mulut?
5. Adakah hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut dengan latar
belakang sosiodemografik (usia, jenis kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi)
lansia di Indonesia?
6. Adakah hubungan antara status sosiodemografik (usia, jenis kelamin,
pendidikan, tingkat ekonomi) dengan kualitas hidup lansia di Indonesia?
7. Faktor apakah yang paling berpengaruh dalam menentukan kualitas hidup lansia
di Indonesia?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum Memperoleh alat ukur baru untuk menentukan kualitas hidup dari aspek
kesehatan gigi dan mulut pada lansia di Indonesia.
1.4.2 Tujuan khusus 1. Memperoleh informasi mengenai status OHI-S lansia di Indonesia.
2. Memperoleh informasi mengenai status gigi tiruan lansia di Indonesia.
3. Memperoleh informasi mengenai status DMF-T lansia di Indonesia.
4. Menganalisis kualitas hidup lansia di Indonesia ditinjau dari aspek kesehatan
gigi dan mulut.
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
5
Universitas Indonesia
5. Menganalisa hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut dengan latar
belakang sosiodemografik ( usia, jenis kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi)
lansia di Indonesia.
6. Menganalisa hubungan antara status sosiodemografik (usia, jenis kelamin,
pendidikan, tingkat ekonomi) dengan kualitas hidup lansia di Indonesia
7. Menganalisa faktor yang paling berkontribusi dalam menentukan kualitas
hidup kelompok lanjut usia.
1. 5 Originalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan
alat ukur kualitas hidup yang lengkap dan spesifik bagi lansia yang sehat,
menggabungkan beberapa alat ukur yang ada dan sebagai penyempurnaan alat
ukur yang sudah ada sehingga dapat digunakan pada lansia di Indonesia dan
berpotensi mendapatkan HAKI.
1. 6 Manfaat Penelitian
1. Peneliti
Memperoleh pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian
bidang kedokteran gigi pada umumnya dan prostodonsia pada khususnya
2. Pengembangan ilmu pengetahuan
- Penelitian ini akan memperluas khasanah bidang Prostodonsia mengenai
kualitas hidup kelompok lanjut usia. Kesehatan gigi dan mulut merupakan
bagian dari kualitas hidup manusia secara utuh.
- Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan alat ukur kualitas hidup
lansia yang bisa dipergunakan oleh dokter gigi di indonesia
3. Masyarakat
Masyarakat menyadari pentingnya kesehatan gigi dan mulut dan peran
pemakaian gigi tiruan dalam meningkatkan kualitas hidup sehingga
kebutuhan masyarakat akan gigi tiruan meningkat dan kualitas hidup
meningkat.
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
6
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gerodontologi-Geriatri
Gerontologi berasal dari kata gerontos (usia lanjut) dan logos (ilmu) yang
kemudian diartikan sebagai ilmu yang mempelajari proses penuaan dari aspek
sosial, demografi, psikologis, ekonomi dan medis. Geriatri berasal dari kata
gerontos (usia lanjut) dan iatros (penyakit), jadi geriatri adalah ilmu yang
mempelajari proses menua yang disertai dengan penyakit dan gangguan yang
bersifat multi patologis dan minimal disertai 4 jenis penyakit.9 Sedangkan
gerodontologi adalah ilmu yang mempelajari proses penuaan seluruh komponen
gigi dan mulut yang mencakup sistem stomatognati. Gerodontologi dapat
dikaitkan dengan beberapa aspek gerontologi meliputi aspek bio-psiko-sosial serta
tidak lepas dari aspek geriatri.9,10 Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan
bahwa pasien lanjut usia tidak sama dengan pasien geriatri. Batasan lanjut usia
menurut WHO (World Health Organization) kantor Asia Selatan dan Tenggara
masih 60 tahun keatas sedangkan pasien geriatri adalah pasien usia lanjut dengan
beberapa penyakit dan masalah biopsikososial.6,9,10
Proses menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua bukan
merupakan proses biologis saja karena manusia juga dipengaruhi oleh lingkungan
sosial.6,9 Proses menua ditandai dengan kemunduran fisik berupa mengendurnya
kulit, rambut yang memutih, gigi yang goyang dan lepas, penurunan fungsi
pendengaran dan penglihatan, gerakan yang melambat dan mudah lelah,
kemunduran daya ingat dan beberapa perubahan faali yang terjadi pada
tubuh.9,11,12
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Perubahan sebagai akibat dari proses menua juga terjadi pada sistem
stomatognatik. Sistem stomatognatik adalah kesatuan sistem yang berada pada rongga
mulut dan berfungsi dalam oklusi pengunyahan, bicara, pergerakan dan sebagainya.
Sistem stomatognatik terdiri dari gigi geligi, sendi temporomandibula, jaringan
periodontal, ligamen, membran mukosa, tulang alveolar, kelenjar saliva, sistem
persarafan, sistem pembuluh darah, otot-otot mastikasi dan lain sebagainya.6,11,12
Perubahan pada gigi akibat proses menua berupa warna gigi yang lebih gelap
karena email yang menipis, sementum yang menebal, terbentuknya secondary
dentin,dan permukaan gigi geligi yang mulai tampak aus akibat atrisi, erosi ataupun
abrasi. Ruang pulpa pada pasien lanjut usia juga mengalami penyempitan, sehingga
terkadang menyulitkan saat akan dilakukan perawatan saluran akar. Menipisnya
lapisan email dapat disebabkan oleh atrisi, erosi atau abrasi. Hal ini akan berlanjut
dengan tereksposnya dentin yang menyebabkan terbentuknya dentin sekunder yang
dalam jangka waktu lama menyebabkan gigi kurang sensitif akan tetapi lebih rapuh
sehingga lebih beresiko terhadap terjadinya karies dan fraktur.13
Gambar 2.1 Kondisi Gigi pada Lansia. Atrisi (kiri), abfraksi dan resesi (kanan)13
Gambar 2.2 Kondisi Pulpa pada Dewasa muda (A). Kondisi Pulpa pada Lansia (B)13
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
8
Universitas Indonesia
Pada jaringan periodontal, perubahan ditandai dengan terjadinya deposisi
sementum dan resesi gingiva. Seiring dengan bertambahnya usia, perlekatan gigi
didaerah leher gigi akan terlihat turun kedaerah apeks sehingga gigi terlihat
memanjang.6,13
Pola umum kehilangan massa tulang juga dialami oleh tulang mandibula.
Kecepatan resorbsi tulang dipengaruhi oleh faktor nutrisi, kesehatan umum, fungsi,
jumlah gigi yang hilang, dan sebagainya. Adanya osteoporosis mandibula perlu
diperhatikan karena resorbsi yang berlebihan akan menyebabkan foramen mentale
terletak dekat dengan puncak tulang alveolar yang dapat menimbulkan rasa sakit
akibat trauma ringan sehingga merupakan faktor risiko kegagalan pemakaian gigi
tiruan.10,11,13 Kusdhany menyatakan faktor risiko terjadinya osteoporosis mandibula
adalah lama menopause, usia, Indeks Massa Tubuh, pajanan matahari, aktivitas, pil
KB, kalsium, serta densitas tulang mandibula dan dapat diperhitungkan dengan
mengisi kuesioner postur P.6,10,11
Pada pasien usia lanjut juga terjadi atropi membran mukosa. Penipisan
epitelium ditandai dengan gambaran klinis yang tampak pada mukosa antara lain
mukosa tampak mengkilap, licin ( tidak ada stipling), mudah mengalami iritasi dan
pembengkakan , dapat timbul rasa sakit dan fissure, perdarahan bila terkena trauma
serta elastisitas berkurang. Di daerah palatum terjadi keratinisasi dan gusi berkurang,
juga keratinisasi pada daerah pipi dan bibir, vermillion border dari bibir menyempit
dan sering terlihat lesi pada sudut mulut akibat intervensi jamur candida dengan gejala
seperti kekurangan vitamin B berupa luka pada sudut mulut.6,10,11,13
Sekresi saliva akan menurun selama proses menua seiring pertambahan usia.
Aliran saliva akan berkurang, kadang-kadang hal ini diperberat dengan adanya
penyakit tertentu atau pemakaian obat yang lama pada pasien radioterapi. Keluhan
mulut kering sering terjadi pada usia lanjut disebabkan karena perubahan atau
degenerasi fungsi kelenjar saliva. Keadaan ini dapat disebabkan oleh penggunaan
obat-obatan, rokok, radiasi daerah kepala dan leher, depresi mental, penyakit
autoimun, dan diperparah oleh penyakit sistemik seperti hipertensi. Komposisi saliva
berubah yaitu terjadi peningkatan jumlah total kalsium dan protein sehingga terjadi
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
9
Universitas Indonesia
penurunan aliran saliva. Berkurangnya volume saliva karena proses penuaan secara
fisiologis tidak menimbulkan gangguan. Bila penurunan saliva terjadi secara patologis
yang dikenal dengan xerostomia, maka akan terjadi atropi mukosa serta merupakan
faktor risiko karies. Keluhan mulut kering ini berhubungan erat dengan usia dan
gender perempuan. 6,10,11,13
Pada sendi temporomandibula juga terjadi perubahan degeneratif berupa
permukaan artikularis yang lebih mendatar dan ditandai dengan pengurangan ukuran
dari kondilus mandibula karena pergerakan sendi temporomandibula. Kondisi oklusal
tidak terlalu mempengaruhi terjadinya kelainan sendi temporomandibula pada pasien
lanjut usia, namun individu dengan jumlah gigi lebih sedikit memiliki lebih banyak
tanda dan gejala kelainan sendi temporomandibula dibandingkan individu dengan sisa
gigi lebih banyak. 6,10,11,13
Gambar 2.3 Kondisi Sendi Temporomandibula pada Lansia.13 Permukaan sendi TMJ menjadi licin akibat proses degeneratif, kondilus mandibula mengecil sehingga pergerakan sendi menjadi lebih lemah. Selain itu aktifitas proprioseptif pada otot menurun yang menyebabkan pengaturan gerakan pada sendi temporomandibular
Masalah yang sering timbul pada gigi tiruan adalah gigi tiruan longgar, tidak
higienis, gigi tiruan cekat rusak, serta elemen gigi tiruan lepas. Akibat dari masalah ini
adalah terjadinya stomatitis, mukosa menjadi flabby, mukosa hiperplasi, ulkus
traumatik, dan angular cheilitis. Mukosa hiperplasi dan ulkus traumatik lebih banyak
ditemukan pada pemakai gigi tiruan penuh dibandingkan pemakai gigi tiruan sebagian
lepas. Masalah-masalah ini lebih sering timbul pada individu dengan tingkat
pendidikan rendah, pengkonsumsi alkohol dan rokok, dan jarang berkunjung ke dokter
gigi.2,6,9
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
10
Universitas Indonesia
2.2 Kesehatan Gigi dan Mulut Lansia
Status kesehatan termasuk kesehatan mulut merupakan dampak interaksi antara
4 faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan dan faktor
keturunan. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut
penduduk di negara berkembang adalah perilaku. Perilaku kesehatan gigi dan mulut
terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan untuk kesehatan gigi dan mulut. Perilaku
pasien sangat mempengaruhi keberhasilan perawatan kesehatan gigi dan mulut,
terutama cara pandangnya terhadap perawatan dan pemakaian gigi tiruan. Faktor yang
berperan dalam perilaku kesehatan gigi dapat dibedakan atas faktor yang ada di dalam
dan di luar individu. Faktor yang ada di dalam individu meliputi usia, tingkat
pendidikan, pengetahuan, dan sikap. Ada pun faktor di luar individu yang berpengaruh
antara lain faktor status ekonomi keluarga, pekerjaan, dan pendidikan kesehatan gigi
yang diterima keluarga serta tersedianya fasilitas kesehatan gigi.14 Kiyak dan Miller
(1982) mengatakan bahwa kelompok Lansia mempunyai sikap yang negatif terhadap
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta mempunyai status kesehatan gigi dan
mulut yang buruk.15 Hal ini diakibatkan karena mereka menganggap bahwa keadaan
kesehatan mulutnya yang buruk adalah hal yang wajar atau alamiah disebabkan oleh
usianya yang lanjut. Evans (1984) mengatakan bahwa manula kebanyakan bersikap
negatif dalam pemeliharaan kesehatan mulutnya, yang akan mengakibatkan lebih
buruknya status kesehatan mulut mereka. Lansia juga cenderung kurang
memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi dibandingkan kelompok usia lainnya. Gilbert
& Duncan (1993) menemukan adanya hubungan antara perilaku lansia terhadap
kesehatan gigi dan mulutnya dengan akibat hilangnya gigi.16
Menurut Green (1980) ada tiga faktor utama yang berhubungan dengan
perilaku seseorang yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong.
Faktor predisposisi dalam kesehatan gigi antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai yang berkaitan dengan kesehatan gigi, usia, tingkat pendidikan,
pekerjaan, dan status ekonomi keluarga.14 Tingkat pendidikan seseorang, berkaitan
erat dengan kemudahan menangkap informasi yang diperlukan, baik melalui media
cetak, radio, televisi, maupun informasi langsung yang diberikan orang lain yang
berkepentingan, seperti petugas kesehatan gigi. Faktor pendukung kesehatan gigi
antara lain tersedianya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan gigi serta dukungan
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
11
Universitas Indonesia
dari pembuat kebijakan kesehatan gigi.14 Faktor pendorong dalam kesehatan gigi
antara lain adalah sikap dan penampilan petugas pelayan kesehatan gigi dalam
menjalankan tugasnya. Apabila dari ketiga faktor itu ada yang tidak terpenuhi maka
perilaku yang terbentuk tidak akan sebagaimana yang diharapkan.14 Kondisi tidak
bergigi memiliki prevalensi tinggi pada Lansia dan berhubungan erat dengan status
sosio ekonomi.
Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa individu dari kelas sosial rendah
dan individu dengan tingkat pendidikan rendah atau tidak berpendidikan sama sekali
cenderung untuk tidak bergigi.14,15 Menurut tipe daerah, pada Riskesdas 2007,
prevalensi gigi dan mulut, serta persentase penduduk yang mengalami kehilangan
seluruh gigi asli sedikit lebih tinggi di pedesaan dibandingkan dengan di perkotaan,
sedangkan menerima perawatan atau pengobatan gigi di pedesaan lebih rendah
dibanding perkotaan dan terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pengeluaran
semakin tinggi tingkat penggunaan gigi tiruan.17 Untuk pemenuhan kebutuhan akan
gigi tiruan, faktor-faktor yang berpengaruh antara lain karakteristik demografis selain
jenis kelamin, struktur sosial, faktor kemampuan, keadaan fisik, persepsi responden
terhadap harga pembuatan gigi tiruan, jarak dari rumah ke tempat pelayanan terdekat
dan adanya rasa takut terhadap prosedur pembuatan maupun pemasangan gigi tiruan.18
Penelitian oleh Kamso et al. mengemukakan bahwa hanya sekitar 10 %
responden yang melakukan pemeriksaan giginya dalam waktu 1 tahun terakhir. Dari
data ini disimpulkan bahwa motivasi untuk merawat gigi masih rendah, yang antara
lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan, terbatasnya sarana kesehatan gigi
terlebih di daerah, serta biaya perawatan yang relatif mahal, terutama bila menyangkut
penggantian gigi.16 Survei mengenai gigi tiruan Lansia menunjukkan bahwa sebagian
besar dari Lansia tak bergigi dengan usia lebih dari 65 tahun memakai gigi tiruan yang
telah berusia lebih dari 10 tahun, dan akibatnya telah terjadi perubahan-perubahan
mukosa pada sekitar 44% dan 63% dari kasus. Kebutuhan perawatan, didasarkan atas
penilaian klinis, menunjukkan bahwa 40% dari gigi tiruan yang telah berusia 5 tahun
serta 80 % dari yang telah berusia 10 tahun harus diganti.19 Kebutuhan akan gigi
tiruan dibagi menjadi 3, yaitu :
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
12
Universitas Indonesia
1. Kebutuhan normatif adalah kebutuhan menurut pandangan ahli atau
profesional;
2. Kebutuhan yang dirasakan adalah keinginan subjektif pasien;
3. Kebutuhan nyata adalah bila kebutuhan yang dirasakan” diaktifkan melalui
pasien mencari perawatan.
Penelitian menunjukkan bahwa 70-85% dari gigi tiruan orang Lansia
memerlukan perhatian dan bahwa kebutuhan semacam ini jauh melebihi kebutuhan
nyata. Lansia cenderung menganggap bahwa perawatan hanya diperlukan jika ada rasa
nyeri, sukar mengunyah, penampilan yang terganggu, atau karena gigi tiruan yang
lama patah atau hilang. Meskipun demikian, kebutuhan yang dirasakan, mungkin tidak
diaktifkan karena berbagai macam alasan termasuk hal-hal berikut: 19
1. Masalah kesehatan gigi dinilai rendah dalam daftar prioritas dibandingkan
dengan masalah-masalah yang lain.
2. Kelambanan di pihak pasien
3. Pengabaian pelayanan yang tersedia
4. Rasa takut akan pelayanan yang mungkin akan diberikan. Perlu diingat bahwa
sejumlah besar pasien tak bergigi zaman ini mempunyai pengalaman
perawatan gigi dalam masa yang kurang canggih ketika nyeri merupakan
gejala yang paling sering menyerta.
5. Ketidakmampuan pergi ke klinik karena kesehatan buruk atau kesulitan
transportasi.
6. Perasaan bahwa tidak ada satu pun yang dapat dikerjakan dan bahwa masalah
gigi hanyalah salah satu gangguan di usia lanjut
7. Masalah dana Pengetahuan kesehatan gigi yang diperoleh melalui proses
pendidikan kesehatan gigi yang terencana dan terarah akan lebih mempercepat
proses perubahan perilaku kesehatan seseorang atau sekelompok masyarakat.
Di tahun 1995, sebagai respon dari meningkatnya populasi kelompok lanjut
usia, WHO (World Health Organization) melancarkan program tentang proses menua
yang sehat. Program ini diharapkan dapat meningkatkan perawatan kesehatan bagi
kelompok lanjut usia. Pada tahun 2002, WHO mengeluarkan dokumen berjudul Active
Ageing – A Policy Framework yang berisi pendekatan yang perlu dilakukan untuk
mencapai kondisi menua secara sehat. Tiga pilar utama dalam kerangka kebijakan
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
13
Universitas Indonesia
tersebut antara lain, yaitu kesehatan, partisipasi sosial, dan keamanan. Kesehatan gigi
dan mulut merupakan komponen penting dan termasuk dalam pilar kesehatan.6,7
Pada umumnya kesehatan gigi dan mulut yang buruk pada usia lanjut terutama
terlihat dengan tingginya tingkat kehilangan gigi, karies gigi, tingginya prevalensi
penyakit periodontal, xerostomia, dan lesi prakanker/kanker mulut. Lebih lanjut lagi,
kesehatan umum dan kesehatan gigi dan mulut ternyata berhubungan, terutama karena
adanya faktor risiko yang sama. Pengukuran prevalensi karies dilakukan dengan
indeks DMF-T dari WHO yang mengkalkulasikan gigi dengan lesi karies
(D=decayed), sudah dirawat dengan restorasi (F=filled), dan pencabutan
(M=missing).6 Skor DMF-T didapat dengan menjumlahkan besaran D, M, dan F.
Indeks ini dapat digunakan untuk mengukur kejadian penyakit dan perawatan yang
dilakukan dan dapat menjawab pertanyaan berapa gigi yang mengalami karies (karies
awal tidak termasuk), berapa gigi yang telah dicabut, dan berapa gigi yang telah
ditambal atau dibuatkan mahkota tiruan. Bila pada sebuah gigi terdapat karies dan
restorasi, maka status gigi tersebut adalah D (decayed).6
2.3 Oral Hygiene (Kebersihan Mulut) 20,21
Oral hygiene adalah kondisi rongga mulut yang bersih, bebas dari plak dan
sisa-sisa makanan.20,21 Tujuan pemeliharaan oral hygiene adalah untuk menyingkirkan
atau mencegah timbulnya plak gigi dan sisa-sisa makanan yang melekat di gigi.
Kebersihan mulut merupakan faktor dasar kesehatan gigi dan mulut. Kebersihan mulut
yang buruk atau adanya penumpukan plak berhubungan dengan prevalensi yang tinggi
dan keparahan penyakit periodontal.22,23 Tingkat pendidikan yang rendah, tidak
kontrol ke dokter gigi, sedikit gigi yang tersisa, dan merokok secara teratur
berpengaruh pada penyakit periodontal usia lanjut. Pemeriksaan tingkat kebersihan
mulut dapat diukur dengan menggunakan indeks kebersihan mulut (Simplified Oral
Hygiene Index/ OHIS) dari Greene dan Vermillion (1964). Simplified Oral Hygiene
Index (OHIS) dikembangkan dari debris indeks (DI-S) dan simplified calculus index
(CI-S).20,21 Pemeriksaan dilakukan pada permukaan fasial dan lingual. Debris indeks
adalah skor dari endapan lunak (plak gigi) yang terjadi karena adanya sisa makanan
yang melekat pada gigi. Simplified calculus index adalah skor dari endapan keras
(karang gigi) terjadi karena debris yang mengalami pengapuran yang melekat pada
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
14
Universitas Indonesia
gigi. Alat yang digunakan untuk memeriksa OHIS adalah kaca mulut dan sonde
berbentuk sabit, tanpa menggunakan zat pewarna.20,21
Gambar 2.4 Permukaan Gigi yang Diperiksa.20
Gambar 2.5 Skor untuk DI-S.20
Tabel 2. 1 Kriteria Pemeriksaan Debris Indeks dan Simplified Calculus Index20
Nilai Debris Indeks Simplified Calculus Index 0 Tidak terdapat plak atau
pewarnaan ekstrinsik pada permukaan mahkota gigi
Tidak terdapat kalkulus atau karang gigi
1 Plak menutupi mahkota gigi seluas 1/3 atau <1/3 bagian atau ada pewarnaan gigi
Ada kalkulus supragingiva pada �1/3 gingiva permukaan gigi
2 Plak menutupi >1/3 tetapi <2/3 mahkota permukaan gigi
Ada kalkulus >1/3 tetapi <2/3 gingival permukaan gigi atau ada kalkulus sub-
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
15
Universitas Indonesia
gingiva di satu tempat disekitar leher gigi
3 Plak menutupi >2/3 bagian mahkota permukaan gigi
Ada kalkulus ≥2/3 gingival permukaan gigi atau terdapat kalkulus subgingiva melingkari leher gigi
Skor DI-S dan CI-S didapat dari jumlah skor permukaan bukal dan lingual dibagi
jumlah permukaan yang diperiksa. OHI-S didapat dari penjumlahan skor DI-S dan CI-
S. 20,21 Kesehatan gigi dan mulut yang buruk dapat meningkatkan risiko terganggunya
kesehatan umum dan kemampuan mengunyah yang berkurang akan mempengaruhi
asupan nutrisi. Penyakit sistemik dan atau efek samping perawatan penyakit dapat pula
meningkatkan risiko penyakit mulut, xerostomia, dan berubahnya indra pengecap dan
penciuman. Banyaknya jenis obat yang diminum oleh pasien lanjut usia
mempengaruhi kesehatan mulut dan perawatan kesehatan mulut mereka.12,24
2.4 Kualitas Hidup
Kualitas hidup merupakan suatu istilah yang telah umum digunakan dalam
berbagai disiplin ilmu. Kualitas hidup dapat didefinisikan sebagai kepuasan atau
ketidakpuasan yang dirasakan oleh seseorang terhadap suatu area atau kondisi dalam
kehidupan yang penting baginya yang berkaitan dengan taraf kesejahteraan. 8,12,24
Menurut WHO, kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai posisinya dalam
kehidupan dalam lingkup budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dalam
hubungan dengan tujuan, harapan, dan standar yang mereka anut. Kualitas hidup
menurut WHO dalam lingkup kesehatan, merupakan keadaan lengkap dari kondisi
fisik, mental dan sosial dari seseorang tanpa adanya penyakit.25 Hal ini memberikan
perspektif baru dalam bidang kedokteran gigi berupa tujuan utama dari perawatan gigi
tidak hanya terbebasnya gigi dan mulut dari karies dan penyakit periodontal atau
kanker rongga mulut tetapi juga kondisi kesehatan secara mental dan sosial.25,26
Berdasarkan kebijakan dasar untuk program kesehatan gigi-mulut WHO,
kesehatan gigi-mulut merupakan faktor penentu kualitas hidup. Beberapa penelitian
oleh McGrath dan Bedi (1999), Pedersen (2003), dan Yamamoto (2005) juga
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
16
Universitas Indonesia
menyatakan bahwa kesehatan gigi-mulut mempengaruhi kualitas hidup.27 Salah satu
faktor penting yang merupakan parameter kesehatan gigi dan mulut adalah kehilangan
gigi. Faktor ini telah dikaitkan dengan kesulitan makan, rasa sakit, stress dan isolasi
sosial.27 Dalam hubungannya dengan kesehatan mulut, kualitas hidup berhubungan
dengan tidak adanya penyakit di rongga mulut, tidak adanya gejala yang berhubungan
dengan penyakit mulut, tidak terganggunya fungsi mengunyah, emosional atau psikis,
fungsi sosial, dan rasa puas terhadap kesehatannya. Pengukuran kualitas hidup
didasarkan pada nilai subjektif individu.11,16
Kesehatan mulut yang dihubungkan dengan kualitas hidup lansia biasa disebut
sebagai Oral Health-Related Quality of Life (OHRQOL), istilah ini digunakan untuk
mewakili persepsi baru mengenai kesehatan dalam kedokteran gigi. Telah banyak
penelitian yang melihat adanya hubungan antara kesehatan rongga mulut terhadap
kualitas hidup, sehingga diperoleh beberapa unsur yang mempengaruhi OHRQOL ini
antara lain, faktor fungsional berupa kemampuan mastikasi dan fonetik, faktor
psikologi yang lebih dipusatkan pada penampilan seseorang dan penghargaan terhadap
diri sendiri, faktor sosial seperti hubungan antara sesama manusia, pengalaman
terhadap rasa sakit atau ketidaknyamanan yang bersifat akut dan kronis.6,28,29
Dalam ilmu kedokteran gigi, indikator epidemiologi seperti indeks DMF-T
digunakan untuk menganalisis jumlah karies, restorasi dan kehilangan gigi dalam
rongga mulut pasien, sedangkan indeks CPITN digunakan untuk memeriksa penyakit
periodontal. Sejak tahun 1990 awal diketahui adanya pertumbuhan aspek sosial dan
psikologi yang mempengaruhi keadaan rongga mulut seseorang dalam hubungannya
dengan kehidupan sehari – hari yang dijalaninya. Dampak pada kualitas hidup ini
dapat diukur dengan menggunakan beberapa cara yang sudah banyak berkembang
tanpa meninggalkan komponen – komponen utama OHRQOL.30
Istilah OH-RQoL memunculkan pengenalan bahwa pengukuran klinis dari
kondisi kesehatan gigi-mulut perlu dilengkapi dengan data mengenai pengalaman dan
apa yg menjadi kekhawatiran pasien. Berbagai metode dikembangkan dan digunakan
untuk mengukur status kesehatan mulut yang berkaitan dengan kualitas hidup
(OHRQoL).6,31,32,33 Pengukuran kualitas hidup didasarkan pada nilai subjektif
individu. Metode yang tersedia saat ini antara lain : Sociodental scale, RAND Dental
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
17
Universitas Indonesia
Health Index, Sickness Impact Profile, Geriatric Oral Health Assessment Index,
Dental Impact Profile, Oral Health Impact Profile, Subjective Oral Health Status
Indicators, Oral Health Quality of Life Inventory, Dental Impact on Daily Living, Oral
Health Related Ouality of Life, Oral Impacts on Daily Performance (tabel 2.2.).6,31,32,33
Tabel 2. 2 Instrumen pengukuran / alat ukur OHRQOL 6,31,32,33
No Instrumen pengukuran Komponen Nilai
1. Sociodental Scale/14 Mengunyah, berbicara, tersenyum, tertawa, rasa sakit, penampilan.
2. RAND Dental Health Index/3 Rasa sakit, khawatir, percakapan, 3. Sickness Impact Profile 7
subskala = total 73 pertanyaan Istirahat, pekerjaan rumah, interaksi sosial, makan, penampilan, rasa sakit, khawatir, kesadaran diri
4. Oral Health Impact Profile / OHIP (Slade dan Spencer, 1994) Terdiri dari 42 pertanyaan
Keterbatasan fungsi, sakit fisik, ketidaknyamanan psikologis, ketidakmampuan fisik, kesulitan psikologis, kesulitan dalam bersosialisasi, ketidakmampuan bersosialisasi.
Skala Likert 0 : never 1 : almost never 2 : sometimes 3 : often 4 : very often
5. Oral Health Impact Profile Short Form / OHIP-14 (Slade, 1997) Terdiri dari 14 pertanyaan
Keterbatasan fungsi, sakit fisik, ketidaknyamanan psikologis, ketidakmampuan fisik, kesulitan psikologis, kesulitan dalam bersosialisasi, ketidakmampuan bersosialisasi.
Skala Likert 0 : never 1 : almost never 2 : sometimes 3 : often 4 : very often
6. Dental Impacts on Daily Living / DIDL (Leao dan Sheihan, 1996) Terdiri dari 36 pertanyaan
Kenyamanan, penampilan dan rasa sakit
+1 : positive impact 0 : no impact -1 : negative impact
7. Oral Impacts on daily Living / OIDP (Adulyanon dan Sheihan, 1997)
Pola makan, pengadaan makanan, kejelasan dalam pengucapan beberapa kata, tidur dan relaksasi, kemampuan menunjukkan gigi geliginya tanpa ada rasa malu, pemeliharaan tingkat emosi yang stabil, keinginan untuk bekerja dan menghadiri acara sosial.
Dari 1 (tidak ada efek dalam 6 bulan terakhir) sampai 5 (sering terjadi dalam 6 bulan terakhir)
8. General Oral Health Assessment Iindex / GOHAI (Atchison dan Dolan, 1990) Terdiri dari 12 pertanyaan
Pengaruh kesehatan mulut dan gangguan rongga mulut terhadap kualitas hidup seseorang
Dari 0 sampai 5 Skala Likert
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
18
Universitas Indonesia
Dari berbagai metode pengukuran, Oral Health Impact Profile (OHIP-49) merupakan
salah satu indeks yang sering digunakan dan memiliki reliabilitas dan validitas tinggi
serta sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.6,12, 34,35 OHIP berisi empat puluh
sembilan pertanyaan dan dikembangkan di Australia berdasarkan model kesehatan
mulut Locker. OHIP-49 mengukur 7 dimensi dan berupa 5 skala Likert (0 = tidak
pernah, 1 = jarang, 2 = terkadang, 3 = sering, 4 = sangat sering ) Ketujuh dimensi
tersebut adalah keterbatasan fungsi, nyeri, ketidaknyamanan psikologis,
ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikologis, ketidakmampuan sosial dan
kecacatan. Frekuensi pengaruh dikalkulasi dengan menjumlahkan respons negatif
yang dilaporkan dari 49 pertanyaan.11 Keuntungan utama pengukuran ini adalah
pernyataan-pernyataan yang digunakan diambil dari kelompok subjek yang
representatif dan bukan merupakan hasil sekelompok peneliti kedokteran gigi. Hal ini
memperbesar kemungkinan alat ukur ini mampu merefleksikan konsekuensi sosial
kelainan rongga mulut yang dianggap penting oleh subjek. Indeks ini dianggap yang
terbaik untuk mengukur kesehatan mulut.6,11
GOHAI (General Oral Health Assessment Index) merupakan suatu alat ukur
untuk mengetahui dampak penyakit gigi terhadap kualitas hidup, dalam bentuk skor
atau nilai yang berskala ordinal atau interval.24 GOHAI terdiri dari 12 pertanyaan
dengan respon yang dibuat dalam bentuk skala Likert. Ke-12 butir yang terdapat
dalam GOHAI dikembangkan untuk mengukur ketiga dimensi kualitas hidup dari
aspek kesehatan gigi dan mulut, yaitu (1) Fungsi fisik, termasuk makan, bicara,
menelan (2) fungsi psikososial, termasuk kekhawatiran terhadap kesehatan gigi dan
mulut, kesadaran tentang kesehatan gigi dan mulut dan penghindaran kontak sosial
karena kondisi gigi mulut, (3) rasa sakit dan ketidaknyamanan termasuk penggunaan
obat-obatan untuk mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan yang dihasilkan dari
gigi mulut.24 GOHAI banyak digunakan untuk mengukur kualitas hidup dalam aspek
kesehatan gigi pada kelompok lanjut usia.24
Dalam pengembangannya untuk kondisi klinis, indeks ini telah dipersingkat
menjadi OHIP 14 yang terdiri dari empat belas pertanyaan dan telah teruji validitasnya
baik dalam versi Inggris maupun Cina. Hanya terdapat lima pertanyaan yang sama
pada OHIP-14 versi Inggris dan Cina, namun validitas dan reliabilitas kedua OHIP-14
ini dapat dibandingkan dengan OHIP versi panjang. Bila OHIP-14 dibandingkan
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
19
Universitas Indonesia
dengan General Oral Health Assessment Index (GOHAI) ternyata OHIP-14 mungkin
lebih baik dalam mendeteksi dampak psikososial sementara GOHAI lebih dapat
menunjukkan dampak disfungsi dan nyeri. Dalam mengukur kesehatan gigi dan mulut
usia lanjut, ternyata GOHAI lebih berhasil dibandingkan OHIP-14 dalam mendeteksi
pengaruh kelainan gigi mulut pada usia lanjut. Hal ini disebabkan karena dampak yang
tercantum dalam OHIP-14 bersifat ekstrim sehingga hanya sedikit individu dalam
populasi yang mengalaminya.33,34
Di Indonesia telah dilakukan beberapa penelitian mengenai OHIP (Oral Health
Impact Profile) dengan menggunakan alat ukur kuesioner yang dikembangkan dari
komponen utama OHIP, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Ariani et al.5
Komponen pertama berupa keterbatasan fungsi dalam rongga mulut dalam hal
kesulitan mengunyah makanan; rasa sakit atau nyeri fisik berupa sakit dan ngilu pada
gigi serta rasa sakit saat mengunyah makanan; rasa ketidaknyamanan secara psikologis
mengenai kekhawatiran karena masalah gigi, merasa penampilan kurang memuaskan
dan tegang karena kondisi di dalam rongga mulutnya; ketidakmampuan fisik yang
memberikan kesulitan saat makan hingga sampai harus berhenti dan menghindari
makanan tertentu karena masalah ini; ketidakmampuan secara psikologis yang
meyebabkan seseorang tidak dapat berkonsentrasi karena masalah di dalam mulutnya.6
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
20
Universitas Indonesia
2.4 Kerangka Teori
Status kesehatan gigi dan mulut lansia:
DMF-T
Oral Hygiene Index
Pemakaian gigi tiruan
Proses Menua
Faktor sosiodemografi:
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Tingkat Ekonomi
Instrumen pengukuran kesehatan gigi dan mulut-kualitas hidup
Oral Health Impact Profile 49 / OHIP49
Oral Health Impact Profile Short Form / OHIP-14
Dental Impacts on Daily Living / DIDL
Oral Impacts on daily Living / OIDP
General Oral Health Assessment Iindex / GOHAI
KUALITAS
HIDUP
Populasi Lansia
1,2,3,4,5
6,14,15,16,18
6,9,10, 11, 13
2,5,8,9,10,20,21
6,9,10,15,18, 39, 40,42,43
6,24,31,32,33,34,35
2,5,8,9,10,20,21
32,33,34,35,37,40,43,44
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
21
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Variabel independen Variabel dependen
Variabel confounding 3.2 Hipotesis Penelitian
3.2.1 Hipotesis mayor I Diperolehnya alat ukur yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas
hidup dari aspek kesehatan gigi dan mulut pada lansia di Indonesia.
Hipotesis mayor II Status kesehatan gigi dan mulut mempengaruhi kualitas hidup lansia.
3.2.2 Hipotesis minor
1. Terdapat hubungan antara kualitas hidup dengan kesehatan gigi dan mulut
lansia di Indonesia.
Kualitas hidup:
Keterbatasan fungsi.
Nyeri fisik.
Ketidaknyamanan secara psikologis.
Ketidakmampuan fisik
Ketidakmampuan secara psikologis
Status sosiodemografik:
Usia
Jenis kelamin
Pendidikan
Tingkat ekonomi
Status kesehatan gigi dan mulut (termasuk gigi
tiruan):
OHI-S
DMF-T
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
22
Universitas Indonesia
2. Terdapat hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut dengan usia
lansia di Indonesia.
3. Terdapat hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut dengan jenis
kelamin lansia di Indonesia.
4. Terdapat hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut dengan
pendidikan lansia di Indonesia.
5. Terdapat hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut dengan tingkat
ekonomi lansia di Indonesia.
6. Terdapat hubungan antara kualitas hidup dengan usia lansia di Indonesia.
7. Terdapat hubungan antara kualitas hidup dengan jenis kelamin lansia di
Indonesia.
8. Terdapat hubungan antara kualitas hidup dengan pendidikan lansia di
Indonesia.
9. Terdapat hubungan antara kualitas hidup dengan tingkat ekonomi lansia di
Indonesia.
10. Diperoleh faktor yang paling berkontribusi dalam menentukan kualitas
hidup lansia di Indonesia.
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Tabel 3. 1 Definisi operasional variabel
Variabel dependen Definisi Operasional Cara
Pengukuran Skala Pengukuran
Kualitas hidup Respon terhadap gejala yang dialami akibat kehilangan gigi dan kondisi mulut lainnya berdasarkan seringnya mengalami gejala
Skala Likert 0 : Tidak pernah 1 : Jarang 2 : Kadang-kadang 3 : Sering 4 : Sangat sering Kemudian dicari titik potongnya dan didapat: Skor 0-30 : kualitas hidup baik ≥ 31 : kualitas hidup buruk
Interval
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
23
Universitas Indonesia
Dimensi keterbatasan fungsi
Gejala yang dialami yaitu pernah mengalami kesulitan mengunyah makanan, berbicara, memotong atau menggigit makanan
Ordinal
Dimensi nyeri Gejala yang dialami yaitu sakit gigi, sakit pada gusi, tidak nyaman saat makan
Ordinal
Ketidaknyamanan secara psikologis
Gejala yang dialami yaitu khawatir karena masalah gigi, merasa penampilan tidak memuaskan, terganggu oleh warna/susunan giginya.
Ordinal
Ketidakmampuan fisik
Gejala yang dialami yaitu mengalami kesulitan saat bicara, menghindari makan, tidak dapat makan, kesulitan menelan
Ordinal
Ketidakmampuan psikologis
Gejala yang dialami yaitu merasa malu dan tidak percaya diri, menghabiskan biaya besar untuk kesehatan gigi dan mulut dan merasa hidupnya kurang memuaskan
Ordinal
Variabel Independen
Definisi Operasional Cara
Pengukuran Skala
Pengukuran Status kesehatan gigi dan mulut
Skor DMF-T DMF-T adalah jumlah D (decayed), M (missing), dan F (filled). Gigi termasuk D (decayed) bila terdapat lesi karies pada mahkota atau akar gigi, lesi baik pada pit dan fissure maupun permukaan halus gigi, memiliki dasar lunak, email menggaung, atau dinding yang lunak. Gigi yang sudah ditambal namun terdapat pula karies, tambalan sementara, dan sisa akar karena karies juga dimasukkan ke dalam golongan D. Gigi diberi kode M (missing) apabila gigi sudah dicabut karena karies. Gigi diberi kode F (filled) bila gigi sudah ditambal dan tidak ada karies.
Pemeriksaan dilakukan dengan kaca mulut dan sonde Setelahnya. Skor ditotal dan dijadikan kategorikal sengan pedoman titik potong yang sudah ada. Skor DMF-T 0-16 : Baik6 Skor DMF-T > 16 : Buruk6
Kategorikal Ordinal
Kebersihan gigi dan mulut
Kebersihan mulut dinyatakan dalam indeks OHI-S (Simplified Oral Hygiene Index) yang
Pemeriksaan dilakukan dengan kaca mulut dan sonde20,21
Kategorikal Ordinal
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
24
Universitas Indonesia
merupakan penjumlahan dari skor DI-S (debris index) dan CI-S (calculus index) dengan skor minimum 0 dan maksimum 6.
Skor OHI-S20,21 0-1.2 : Baik 1.3-3 : Sedang Diatas 3 : Buruk
Variabel confounding
Definisi Operasional Cara
PengukuranSkala
PengukuranStatus sosiodemografik
Usia Usia kronologis, Diukur dari ulang tahun terakhir
71 tahun keatas: 16 60-70 tahun: 26
Numerik,saat analisis menjadi ordinal
Jenis kelamin Laki-laki atau perempuan Perempuan: 1 Laki-laki: 2
Nominal
Pendidikan Ditentukan berdasarkan jumlah tahun mengikuti pendidikan formal.
Tidak tamat SD: 1 Tamat SD: 2 Tamat SMP: 3 Tamat SMA: 4 Diploma: 5 Sarjana: 6
Ordinal
Tingkat Ekonomi Ditentukan berdasarkan penghasilan per bulan subjek penelitian, kemudian dikelompokkan berdasarkan UMR tahun 2012 sesuai wilayah dilakukan penelitian.
Berdasarkan UMR kota Depok 2012 dan UMR Sukabumi 2013.36,37 > 1.400.000 : 1 0-1.400.000 : 2
Numerik, saat analisis menjadi ordinal
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
25
Universitas Indonesia
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi potong-lintang.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat : Posbindu Lansia Kecamatan Sukmajaya-Depok
dan Desa Cicantayan Sukabumi
Waktu : November 2012 dan Mei 2013
4.3 Besar Sampel Penelitian
Subjek diambil secara convenience dari kelompok lanjut usia di
masyarakat menggunakan rumus:
n = Z2 1-α/2 P(1 – P) / d2
Keterangan:
• Z 1-α/2 : 1,96 pada α 0,05
• P: Proporsi prevalensi kejadian = 0,55
• Q: 1-P
• d: Presisi mutlak = 0.1
didapat besar sampel 96 subjek, dilakukan pembulatan jumlah sampel penelitian
sebesar 100 subjek yang harus memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
KRITERIA INKLUSI:
Bersedia berpartisipasi dalam penelitian
Berusia 60 tahun keatas
Kesehatan umum baik, mengidap kurang dari 4 penyakit sistemik
KRITERIA EKSKLUSI:
Mengalami demensia parah
Tidak mampu berkomunikasi
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
26
Universitas Indonesia
4.4 Alat dan Bahan
Kaca mulut
Sonde
Sarung tangan
Masker
Lembar isian data penelitian
Status rekam medis
Indeks DMF-T
Indeks OHIS
Alat ukur berupa kuesioner yang merupakan gabungan dari beberapa
indeks dan telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
4.5 Analisis data
Pertama, dilakukan uji validitas alat ukur yang akan digunakan. Analisis
data secara univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran umum populasi
sampel. Selanjutnya data akan diolah secara kategorikal, karenanya variabel
kontinu akan ditentukan titik potongnya kemudian digunakan uji Chi Square
untuk mengetahui hubungan antara faktor sosiodemografik dengan status
kesehatan gigi dan mulut. Pengujian hubungan kualitas hidup dengan berbagai
faktor risiko dilakukan menggunakan regresi logistik dan ditentukan variabel
mana saja yang masuk ke dalam model multivariat. Selanjutnya dilakukan regresi
logistik untuk mengetahui faktor risiko apa yang paling berkontribusi dalam
menentukan kualitas hidup subjek.
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
27
Universitas Indonesia
4.6 Alur penelitian
Penjelasan kepada subjek penelitian
Informed Consent
Pengambilan informasi kesehatan umum
Pemeriksaan Intra Oral (OHI-S & DMF-T)
Pengisian kuesioner kualitas hidup
Analisis data
Hasil
4.7 Etik penelitian
Pada penelitian ini diperlukan ethical clearance karena subjek
penelitian adalah manusia. Pengambilan data bersifat data primer, terjadi
kontak langsung dengan subjek. Ketidaknyamanan mungkin dirasakan saat
dilakukan berbagai pemeriksaan, yaitu pemeriksaan klinis berupa pemeriksaan
kebersihan mulut serta pengisian kuesioner yang membutuhkan waktu 15 – 30
menit. Ketidaknyamanan yang akan dirasakan telah disampaikan sebelumnya
dengan sejelas-jelasnya kepada subjek penelitian sebelum pengisian informed
consent. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian drg. Rr. Asyurati Asia,
M.Kes yang berjudul “Indeks Prediksi Kehilangan Gigi pada Lanjut Usia
Berdasarkan Analisis Faktor-Faktor Risiko” dan telah mendapat persetujuan
etik dari FKG UI di Jakarta pada tanggal 11 Januari 2013 (Nomor : 6/Ethical
Clearance/FKGUI/I/2013
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
28 Universitas Indonesia
BAB 5
HASIL
Jumlah subjek penelitian total sebanyak 130 orang yang diambil dari 2
tempat yaitu posbindu lansia di Kecamatan Sukmajaya Depok dan Desa
Cicantayan Sukabumi. Seluruh subjek penelitian diperiksa kondisi intra oralnya
dalam penelitian ini untuk mendapatkan nilai OHI-S dan DMF-T, setelah selesai
dilakukan pemeriksaan klinis kemudian wawancara dengan subjek penelitian
untuk pengisian kuesioner kualitas hidup. Dari total subjek yang ada, terpilih 101
orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Seluruh data yang terkumpul
dari hasil pemeriksaan dan wawancara kemudian diolah dengan menggunakan
software SPSS 17 . Distribusi data berdasarkan status sosiodemografik, tingkat
penghasilan, kehilangan gigi dan pemakaian gigi tiruan ditampilkan pada tabel 5.1
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
29
Universitas Indonesia
Tabel 5. 1 Distribusi Subjek Berdasarkan Status Sosiodemografik, Gigi Tiruan dan Kehilangan Gigi
Variabel Jumlah % I. Sosiodemografik - - - - II. III. IV.
Usia a. 60 - 70 tahun b. > 70 tahun Jenis kelamin a. Perempuan b. Laki-laki Pendidikan a. Tidak tamat SD b. Tamat SD c. Tamat SMP d. Tamat SMA e. Diploma f. Sarjana Tempat tinggal a. Kota b. Desa Penghasilan a. 0 - 1.400.000 b. Diatas 1.400.000 Gigi tiruan a. Memakai gigi tiruan b. Tidak memakai gigi tiruan Kehilangan gigi a. 0-12 b. > 12
63 38
83 18
30 15 18 30 7 1
65 36
45 56
24 77
45 56
62,4 37,6
82,2 17,8
29,7 14,9 17,8 29,7 6,9 1
64,4 35,6
44,6 55,4
23,8 76,2
44,5 55,4
Dari 101 subjek penelitian, 83 orang (82,2%) diantaranya adalah wanita
dan 18 orang (17,8%) adalah pria. Tingkat pendidikan diukur berdasarkan
kelulusan tiap jenjang. Hal yang paling mencolok dari tingkat pendidikan adalah
hanya terdapat 1 (1%) orang dari total 101 subjek yang lulus sarjana dan 7 (6,9%)
orang yang lulus diploma. Tingkat penghasilan pada penelitian ini dibagi menjadi
2 kategori yaitu subjek dengan penghasilan 0-1.400.000 dan diatas 1.400.000.
Sebanyak 65 orang subjek penelitian tinggal di kota (64,4%) dan 36 subjek
penelitian berada di desa (35,6%). Untuk kasus kehilangan gigi, terdapat 45 orang
(44,5%) subjek kehilangan gigi 0-12 gigi dan 56 (55,4%) subjek dengan
kehilangan gigi diatas 12 gigi. Namun, dari data kehilangan gigi tersebut, hanya
24 orang subjek yang memakai gigi tiruan dan 77 orang tidak memakai gigi
tiruan. 24 subjek penelitian memakai gigi tiruan lepas dari bahan akrilik. 2 dari
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
30
Universitas Indonesia
24 orang subjek penelitian mengaku membuat gigi tiruannya di tukang gigi dan
sisanya mengaku membuat di dokter gigi. Lama pemakaian gigi tiruan bervariasi
mulai dari 1 tahun sampai diatas 15 tahun. Terdapat 77 subjek penelitian yang
tidak memakai gigi tiruan walaupun dari hasil pemeriksaan klinis mereka
memerlukan gigi tiruan.
. Kuesioner yang digunakan untuk memprediksi kualitas hidup lansia
pada penelitian ini awalnya terdiri dari 5 dimensi dan total 57 pertanyaan.
Kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner tersebut. Hasil uji
validitas dapat dilihat pada tabel 5.2. Pada akhirnya, diperoleh 5 dimensi dan total
23 pertanyaan pada kuesioner kualitas hidup setelah dilakukan uji validitas dan
reliabilitas. Kekuatan korelasi dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam
empat kategori yaitu, r = 0,00-0,25 tidak ada hubungan atau hubungan lemah, r =
0,26-0,50 hubungan sedang, r = 0,51-0,75 hubungan kuat dan r = 0,76-1,00
hubungan kuat/sempurna.38,39 Pada dimensi keterbatasan fungsi, pertanyaan yang
dikeluarkan antara lain tampak ada yang salah dengan gigi anda, merasa nafas
berbau, pengecapan terganggu, merasa ada makanan yang menyangkut, dan mulut
kering. Pada dimensi nyeri, pertanyaan yang dikeluarkan yaitu merasa pencernaan
terganggu, merasa rahang sakit, sakit kepala, gigi ngilu, sariawan, sakit saat buka
mulut, gigi terasa sensitif. Pada dimensi ketidaknyamanan psikologis pertanyaan
yang dikeluarkan antara lain tentang rasa khawatir karena masalah pada gigi,
merasa peka diri karena masalah pada gigi , merasa mengasihani diri karena
masalah gigi dan merasa tegang karena masalah gigi. Pada dimensi
ketidakmampuan fisik, hanya satu pertanyaan yang dikeluarkan yaitu tidak dapat
menyikat gigi karena masalah pada gigi. Dan pada dimensi ketidakmampuan
psikologis pertanyaan yang dikeluarkan antara lain mengenai tidur terganggu,
emosi terganggu, sulit bersantai, tidak mau keluar rumah, kurang toleran terhadap
orang lain, mudah tersinggung dan kesehatan umum yang memburuk akibat
masalah pada gigi. Reliabilitas kuesioner dinilai dengan menggunakan koefisien
alpha Chronbach's. Nilai koefisien alpha chronbach's lebih dari 0,8 menunjukkan
konsistensi internal baik, 0,4-0,6 konsistensi internal cukup dan kurang dari 0,4
menunjukkan konsistensi internal yang buruk.38,39 Kuesioner ini memiliki nilai
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
31
Universitas Indonesia
chronbach's alpha = 0,826. Hasil validasi kuesioner ditampilkan pada tabel 5.2
dibawah.
Tabel 5. 2 Hasil Validasi Kuesioner Kualitas Hidup
No Variabel
Korelasi (r) antara item terhadap
total
I. Dimensi keterbatasan fungsi
Merasa bermasalah dengan gigi setahun terakhir
0,570
Kesulitan saat mengunyah makanan
0,645
Kesulitan dalam berbicara 0,559
Penampilan terganggu 0,516
Kesulitan menggigit atau memotong makanan dengan gigi depan
0,573
Kesulitan mengunyah dengan gigi belakang
0,596
II. Dimensi nyeri Mengalami rasa sangat sakit di mulut
0,495
Mengalami sakit gigi
0,614
Mengalami sakit gusi 0,523
Tidak nyaman saat makan 0,542
III. Dimensi ketidaknyamanan psikologis Terganggu dengan warna gigi Terganggu dengan posisi atau susunan gigi
0,519 0,616
IV. Dimensi ketidakmampuan fisik Merasa perkataan tidak jelas
0,446
Merasa orang lain salah mengerti kata yang diucapkan
0,508
Merasa makanan yang dimakan hambar
0,515
Menghindari makan 0,511
Tidak nyaman makan dihadapan orang lain
0,598
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
32
Universitas Indonesia
Tidak dapat makan 0,501
Kesulitan menelan 0,476
V. Dimensi ketidakmampuan psikologis Merasa malu karena masalah gigi
0,582
Merasa tidak percaya diri karena masalah gigi
0,699
Menghabiskan banyak biaya karena masalah gigi
0,595
Hidup secara keseluruhan kurang memuaskan karena masalah gigi
0,523
Selanjutnya adalah menentukan titik potong kualitas hidup dengan
prosedur ROC dan didapatkan titik potong untuk kualitas hidup pada titik 17 yaitu
skor 31 dengan sensitivitas 77,8% dan spesifisitas 69,6% dan daerah ROC 0,707
(grafik 5.1).
Grafik 5. 1 Titik potong kualitas hidup
Status kualitas hidup subjek penelitian berdasarkan cut-off yang diperoleh
40 orang (39,6%) subjek penelitian memiliki kualitas hidup baik dan 61 orang
(60,4%) subjek penelitian memiliki kualitas hidup buruk. Setelah didapat titik
potong tersebut, dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara
faktor sosiodemografik dengan status kesehatan gigi dan mulut menggunakan uji
Chi Square. Untuk keperluan analisis, dilakukan pengkategorian kembali pada
variabel OHI-S yaitu dengan menggabungkan subjek penelitian dengan OHI-S
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
33
Universitas Indonesia
baik dan sedang menjadi 1 kelompok dan 1 kelompok lagi adalah subjek
penelitian dengan OH buruk. Ini dikarenakan dari data kasar yang diperoleh,
jumlah subjek penelitian yang memiliki OH baik sangat kecil (9 orang). Distribusi
skor OHIS-S, skor DMF-T dan kualitas hidup tersaji pada tabel 5.3 dibawah ini.
Tabel 5. 3 Distribusi Frekuensi Skor OHI-S, DMF-T dan Kualitas Hidup
Variabel Jumlah % OHI-S a. 0-3 b. > 3
39 62
38,6 61,4
DMF-T a. 0-16 b. > 16
50 51
49,5 50,5
Kualitas Hidup a. Baik b. Buruk
40 61
39,6 60,4
Variabel DMF-T, dan OHIS menentukan status kesehatan gigi dan mulut
oleh karena itu dilakukan uji hubungan antara tiga variabel tersebut dengan
variabel sosiodemografik usia, pendidikan, jenis kelamin, tingkat ekonomi yang
disajikan dalam tabel 5.4 berikut.
Tabel 5. 4 Hubungan OHI-S dengan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Tingkat Ekonomi
Variabel Skor OHI-S
0-3 %
Skor OHI-S >3
% P
Usia a. 60-70 tahun b. diatas 70 tahun
29 10
28,7 9,9
34 28
33,6 27,7
0,9
Jenis kelamin a. Perempuan b. Laki-laki
38 4
37,6 3,9
48 14
47,5 13,8
0,115
Pendidikan a. Tidak tamat SD b. Tamat SD c. Tamat SMP d. Tamat SMA e. Diploma, Sarjana
3 6 10 17 3
2,9 5,9 9,9
16,8 2,9
27 9 8 13 5
26,7 8,9 7,9 12,8 4,9
0,004*
Tingkat ekonomi a. 0 - 1.400.000 b. Diatas 1.400.000
44 27
43,5 26,7
12 18
11,8 17,8
0.01*
Keterangan:
Menggunakan uji chi-square
*Bermakna (p<0.05)
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
34
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 5.4, OHI-S tidak memiliki hubungan yang bermakna
dengan usia dan jenis kelamin namun OHI-S memiliki hubungan yang bermakna
dengan tingkat ekonomi (p=0,01) dan pendidikan (p=0,004)
Tabel 5. 5 Hubungan DMF-T dengan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Tingkat Ekonomi
Variabel DMF-T 0-16 % DMF-T > 16 % P
Usia a. 60-70 tahun b. diatas 70 tahun
25 13
37,6 24,7
38 25
24,7 12,8
0,04*
Jenis kelamin a. Perempuan b. Laki-laki
44 7
43,5 6,9
39 11
38,6 10,8
0,17
Pendidikan a. Tidak tamat SD b. Tamat SD c. Tamat SMP d. Tamat SMA e. Diploma, Sarjana
13 6 10 17 5
12,8 5,9 9,9 16,8 4,9
17 9 8 13 3
16,8 8,9 7,9 12,8 2,9
0,06
Tingkat ekonomi a. 0 - 1.400.000 b. Diatas 1.400.000
28 22
27,7 21,7
28 23
27,7 22,7
0,912
Keterangan:
Menggunakan uji chi-square
*Bermakna (p<0.05)
Berdasarkan tabel 5.5, DMF-T memiliki hubungan bermakna dengan usia
dan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pendidikan, jenis kelamin
dan tingkat ekonomi.
Untuk mengetahui hubungan tiap faktor risiko dengan kualitas hidup akan
dilakukan analisis bivariat. Untuk variabel usia, DMF-T, OHI-S digunakan titik
potong yang telah ada, yaitu untuk usia: 0-70 tahun dan diatas 70 tahun, DMF-T:
0-16 dan diatas 16, OHIS 0 – 1,2 (baik); 1,3 – 3,0 (sedang); dan diatas 3 (buruk).
Hasil dari analisis ini akan menentukan variabel apa saja yang berhubungan
dengan kualitas hidup dan nantinya akan dianalisis lebih lanjut ke analisis
multivariat dengan regresi logistik untuk mengetahui kekuatan hubungannya.
Hasil analisis bivariat hubungan tiap faktor risiko dengan kualitas hidup disajikan
dalam tabel 5.6 dibawah ini
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
35
Universitas Indonesia
Tabel 5. 6 Hubungan Kualitas Hidup dengan Berbagai Faktor
Variabel Kualitas
hidup baik %
Kualitas hidup buruk
% P
Usia a. 60-70 tahun b. > 70 tahun
23 38
22.7 37.6
15 25
14.8 24.7
0.193*
Jenis kelamin a. Perempuan b. Laki-laki
50 11
49.5 10.8
33 7
32.6 6.9
0.945
Pendidikan a. Tidak tamat SD b. Tamat SD c. Tamat SMP d. Tamat SMA e. Diploma, Sarjana
20 6 12 17 6
19.8 5.9 11.8 16.8 5.9
10 9 6 13 2
9.9 8.9 5.9 12.8 1.9
0.999
Tingkat ekonomi a. 0-1.400.000 b. > 1.400.000
20 36
19.8 35.6
25 20
24.7 19.8
0.006+
OHI-S a. 0-3 b. >3
38 16
37.6 15.8
24 23
23.7 22.7
0.001+
DMF-T a. 0-16 b. >16
34 23
33.6 22.7
17 27
16.8 26.7
0.004+
Gigi Tiruan a. Memakai GT b. Tidak memakai GT
8 32
7.9 31.6
16 45
22.7 44.5
0.633
Keterangan: Menggunakan uji chi-square *masuk model multivariat (p<0.250) +bermakna (p<0.05) dan masuk model multivariat
Berdasarkan tabel 5.6, skor OHI-S, skor DMF-T dan tingkat ekonomi
memiliki hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup (p<0.05) , variabel usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pemakaian gigi tiruan memiliki hubungan
yang tidak bermakna dengan kualitas hidup. Selain itu, dapat disimpulkan variabel
yang masuk ke analisis multivariat adalah variabel usia (p<0.250), variabel tingkat
ekonomi (p=0.006), variabel skor OHI-S (p=0.001) dan variabel skor DMF-T
(p=0.004).
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Tabel 5. 7 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Lansia
Variabel Koefisien OR P CI
Kualitas hidup - OHI-S 1.19 3.29 0.009 1.313-5.200
Kualitas hidup - DMF-T 1.20 3.32 0.006 1.763-4.382
Kualitas hidup - tingkat ekonomi 1.14 3.12 0.005 1.557-3.310
Konstanta -2.75
Tabel 5.7 menunjukkan hasil dari model multivariat dengan regresi
logistik. Hasil terbaik seperti pada tabel 5.7 diperoleh jika variabel usia
dikeluarkan. Hubungan paling bermakna adalah kualitas hidup dengan skor DMF-
T (p=0.006), rasio odds 3.328 dan confidence interval 1.763-4.382. Dari
pengamatan nilai rasio odds dapat dinyatakan bahwa subjek dengan DMF-T 0-16
memiliki potensi tidak terjadinya kualitas hidup buruk sebesar 3,3 kali lebih besar
daripada subjek dengan nilai DMF-T diatas 16. subjek dengan skor OHI-S 0-3
memiliki potensi tidak terjadinya kualitas hidup buruk sebesar 3,2 kali lebih besar
daripada subjek dengan skor OHI-S diatas 3. Subjek dengan tingkat ekonomi
diatas 1.400.000 memiliki potensi tidak terjadinya kualitas hidup buruk sebesar
3,1 kali lebih besar daripada subjek penghasilan kurang dari 1.400.000. Dapat
disimpulkan bahwa skor DMF-T merupakan faktor risiko yang paling
mempengaruhi kualitas hidup lansia selain OHI-S dan tingkat ekonomi.
Dari tabel 5.7 yang berupa model akhir analisis multivariat dapat dibuat
persamaan regresi logistik sebagai berikut :
y = konstanta + a1x1 + a2x2+a3x3
y(tidak terjadinya kualitas hidup buruk) = -2,753 + 1,203(DMF-T) + 1,187(skor
OHI-S) +1.136(tingkat ekonomi)
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
37
Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain potong lintang
yang bertujuan untuk mendapatkan alat ukur kualitas hidup ditinjau dari aspek
kesehatan gigi dan mulut lansia yang baru dan menganalisis hubungan antara
kualitas hidup lansia dengan status kesehatan gigi dan mulut dan faktor
sosiodemografik (usia, jenis kelamin, pendidikan dan tingkat ekonomi). Pada
penelitian dengan desain potong lintang pengukuran berbagai variabel hanya
dilakukan satu kali. Kelebihan desain ini adalah dapat dipakai untuk meneliti
beberapa variabel sekaligus, dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian lanjutan
yang bersifat lebih konklusif, dapat menggunakan subjek dari masyarakat umum,
relatif mudah, murah dan hasilnya cepat diperoleh. Kekurangannya adalah tidak
dapat ditentukan variabel penyebab dan variabel akibat serta dibutuhkan jumlah
subjek yang besar.38,39
Kemungkinan terjadinya bias kelelahan pada subjek telah diminimalisir
pada penelitian ini dengan cara membagi kedatangan para lansia dalam beberapa
sesi sehingga para lansia tidak terlalu lama menunggu dan lelah. Selain itu, bias
yang terjadi akibat kendala bahasa saat pengambilan data di Desa Cicantayan juga
dapat diminimalisir dengan cara meminta bantuan kepada caregiver untuk
menterjemahkan masing-masing pertanyaan kepada lansia dan sehari sebelum
pengambilan data dilakukan kalibrasi kuesioner dengan para caregiver. Bias yang
diakibatkan oleh operator pada penelitian ini diminimalisir dengan cara membagi
membedakan operator yang melakukan pemeriksaan intraoral dengan operator
yang melakukan wawancara pengisian kuesioner.
6.2 Kualitas Data dan Besar Sampel
Prosedur menjaga kualitas data pada penelitian ini dilakukan dengan
beberapa cara yaitu wawancara, pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan gigi
oleh operator yang mengerti cara melakukan pemeriksaan, mengikuti prosedur
yang benar dan menggunakan alat-alat yang sesuai dengan standar. Sebelumnya
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
38
Universitas Indonesia
telah dilakukan kalibrasi pada seluruh operator yang tergabung dalam penelitian ini untuk mendapatkan kesamaan persepsi. Pada penelitian ini awalnya didapat 131 subjek, kemudian akhirnya
mengerucut menjadi 101 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Subjek yang tidak masuk sebagian besar karena usia yang dibawah 60
tahun dan lansia tersebut memiliki lebih dari atau sama dengan 4 penyakit
sistemik berdasarkan data kesehatan umumnya. Untuk komposisi usia, lansia
dengan usia 60-70 tahun memiliki jumlah hampir 2 kali dari lansia yang berusia
diatas 70 tahun yaitu sebanyak 63 orang.
6.3 Gambaran Status Gigi Tiruan pada Lansia
Dari 101 lansia yang masuk sebagai subjek penelitian, 65 orang
diantaranya tinggal di kota dan 36 orang lansia tinggal di desa. Komposisi subjek
ini ternyata berpengaruh diantaranya terhadap penggunaan gigi tiruan pada kasus
kehilangan gigi. Menurut data penelitian, hanya 24 orang lansia yang memakai
gigi tiruan dan semua adalah lansia yang bertempat tinggal di kota sedangkan 77
orang lansia lainnya tidak memakai gigi tiruan. Gigi tiruan yang digunakan
seluruhnya merupakan gigi tiruan lepas akrilik. Hal ini menunjukkan bahwa
pengobatan atau perawatan gigi lansia di desa lebih rendah dibandingkan dengan
di perkotaan. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah tingkat
pengetahuan para lansia mengenai kesehatan gigi dan mulut, tingkat sosial
ekonomi, karakteristik demografis selain jenis kelamin, struktur sosial, faktor
kemampuan, keadaan fisik, persepsi responden terhadap harga pembuatan gigi
tiruan, jarak dari rumah ke tempat pelayanan terdekat dan adanya rasa takut
terhadap prosedur pembuatan maupun pemasangan gigi tiruan.18 Dari 24 lansia di
perkotaan yang memakai gigi tiruan, 2 diantaranya mengaku bahwa gigi tiruannya
dibuat oleh tukang gigi. Alasan para lansia tersebut membuat gigi di tukang gigi
adalah karena mereka merasa biaya pembuatan lebih murah dan prosesnya lebih
cepat. 77 orang lansia tidak memakai gigi tiruan walaupun mengalami kehilangan
gigi, alasan mereka berkaitan dengan biaya pembuatan gigi tiruan yang tinggi,
rasa ketidaknyamanan dengan gigi tiruan yang baru dan malas untuk pergi ke
dokter gigi karena mereka tidak merasakan ada masalah yang serius dan
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
39
Universitas Indonesia
membutuhkan penanganan segera. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan
gigi tiruan masih sangat tinggi, namun permintaan akan gigi tiruan masih sangat
minim. ”Kebutuhan yang dirasakan” oleh subjek mungkin tidak diaktifkan karena
berbagai macam alasan antara lain: prioritas masalah lain dibandingkan masalah
kesehatan gigi, rasa takut, ketidakmampuan pergi ke klinik karena kesehatan yang
buruk atau kesulitan transportasi, merasa bahwa kehilangan gigi adalah hal wajar
di usia lanjut dan tidak diperlukan perawatan, dan masalah ekonomi. Selain itu,
tingginya jumlah subjek yang memakai gigi tiruan lepasan akrilik, meunjukkan
bahwa gigi tiruan lepas masih menjadi pilihan perawatan utama untuk
menggantikan kehilangan gigi karena biayanya yang lebih ekonomis bila
dibandingkan pilihan perawatan lain berupa pembuatan gigi tiruan cekat atau
implan.
6.4 Alat Ukur Berupa Kuesioner Kualitas Hidup Ditinjau dari Askpek Kesehatan Gigi dan Mulut Lansia
Untuk memprediksi kualitas hidup lansia, digunakan alat ukur berupa
kuesioner kualitas hidup lansia. Pada penelitian ini, digabungkan beberapa indeks
yang biasa digunakan untuk mengukur kualitas hidup lansia dengan harapan
diperoleh alat ukur yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik. Pada uji
validitas dan reliabilitas kuesioner, dari total 57 pertanyaan kuesioner, diperoleh
sebanyak 23 pertanyaan yang menunjukkan korelasi yang baik, sehingga
kuesioner akhir yang digunakan sebagai alat ukur kualitas hidup terdiri dari 5
dimensi dengan total 23 pertanyaan. Penelitian ini berhasil mendapatkan alat ukur
yang lebih detil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ariani, 2006
yang juga bertujuan mendapatkan alat ukur kualitas hidup lansia. Tiap dimensi
dari kuesioner ini terdiri dari beberapa pertanyaan yang spesifik mewakili
dimensinya. Seperti contohnya pada dimensi keterbatasan fungsi, kuesioner ini
merinci apabila subjek pernah mengalami kesulitan mengunyah dengan gigi depan
atau gigi belakang, kesulitan berbicara ataupun merasa bermasalah dengan
giginya dalam setahun terakhir, sedangkan pada kuesioner hasil penelitian Ariani,
2006 dimensi keterbatasan fungsi hanya terdiri dari pertanyaan kesulitan
mengunyah saja. Begitu pula pada dimensi ketidaknyamanan psikologis, pada
kuesioner ini item pertanyaan bersifat lebih spesifik mengenai penyebab
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
40
Universitas Indonesia
terjadinya ketidaknyamanan psikologis seperti terganggu dengan warna gigi
ataupun dengan posisi atau susunan gigi sedangkan pada kuesioner penelitian
Ariani, 2006 Penelitian yang dilakukan oleh Ariani, 2006 terdiri dari 5 dimensi
dengan total 10 pertanyaan. Perbedaan mendasar lainnya antara penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ariani, 2006 adalah subjek
dan tempat tempat pengambilan data. Subjek pada penelitian ini merupakan
pasien lansia berusia 60 tahun keatas yang sehat atau memiliki kurang dari 4
penyakit dan dengan kondisi umum yang baik. Sedangkan pada penelitian
sebelumnya, subjek penelitian merupakan pasien geriatri dengan kondisi fisik
yang sudah terbatas dan tidak sehat yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Cipto Mangunkusumo sehingga kondisi kesehatan gigi dan mulut sudah
bukan menjadi prioritas utama mereka lagi.
Terdapat beberapa alat ukur yang telah dipakai diluar negeri untuk
memprediksi kualitas hidup lansia dihubungkan dengan kesehatan gigi dan mulut.
Alat ukur tersebut tentunya telah melalui uji validitas dan reliabilitas. Sebagai
contoh adalah OHIP-14 yang telah divalidasi untuk digunakan di Kroasia dengan
skor koefisien korelasi inter-item 0,63-0,95 dan chronbach's alpha 0,60-0,97.42
Selain itu, OHIP-49 juga merupakan alat ukur yang telah banyak dipergunakan.
OHIP-49 memiliki validitas dan reliabilitas yang baik dengan skor koefisien
korelasi inter-item 0,60-0,80 dan chronbach's alpha 0.93.35 Untuk hasil dari uji
validitas dan reliabilitas, nilai kekuatan korelasi dua variabel secara kualitatif
berkisar dari r = 0.51-0.75 yang berarti memiliki hubungan kuat antara item
terhadap total, sedangkan hasil dari uji reliabilitas dilihat dari koefisien
chronbach's alpha, pada kuesioner ini sebesar 0.826 yang artinya kuesioner ini
memiliki konsistensi internal yang baik. Untuk mengisi kuesioner ini dilakukan
wawancara pada masing-masing lansia. Waktu yang dibutuhkan untuk wawancara
tiap lansia berkisar 15-25 menit. Lamanya pengisian kuesioner dikhawatirkan
menyebabkan subjek menjadi jenuh dan menjawab seadanya. Ini merupakan
kelemahan dari kuesioner ini. Pada lansia perkotaan, proses wawancara untuk
pengisian kuesioner dapat lebih mudah dan lebih cepat dilakukan karena pada
umumnya lansia tersebut memiliki pendidikan dan tingkat ekonomi yang baik.
Terdapat kendala saat wawancara untuk pengisian kuesioner pada lansia di desa
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
41
Universitas Indonesia
yaitu sebagian besar lansia tidak dapat berbahasa indonesia. Hal ini diatasi dengan
melakukan wawancara yang diperantarai oleh care-giver para lansia tersebut.
Masalah teratasi, namun waktu yang dibutuhkan untuk melakukan wawancara
menjadi lebih lama.
Terdapat beberapa pertanyaan yang dikeluarkan atau tidak bisa digunakan
pada kuesioner ini setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Hal ini
disebabkan karena kalimat pada pertanyaan tersebut kurang dapat dimengerti oleh
para lansia dan juga tidak ada lansia yang menjawab pertanyaan tersebut.
Beberapa contoh pertanyaan yang dikeluarkan adalah seperti pernahkah para
lansia merasa peka diri karena masalah giginya, merasa mengasihani dirinya
karena masalah gigi, merasa kehadiran orang lain mengganggu karena masalah
gigi.
Penggunaan kuesioner memberikan keuntungan karena pertanyaan yang
diajukan pada subjek dapat lengkap, sistematis dan seragam untuk semua subjek.
Tetapi apabila pengisiannya dibantu oleh pewawancara seperti yang dilakukan
dalam penelitian ini maka kelemahannya terletak pada perbedaan pewawancara
dalam menggali jawaban pertanyaan dan adanya kemungkinan pewawancara
mengarahkan jawaban subjek karena ia sudah mengetahui keadaan subjek
tersebut. Selain itu, pada saat wawancara pengisian kuesioner kualitas hidup oleh
para lansia di desa, dibantu oleh caregiver yang bertugas menjadi penterjemah
antara pewawancara dan lansia. Kesalahan penerjamahan atau penyampaian
maksut kalimat kuesioner mungkin saja terjadi. Hal ini diantisipasi dengan
melakukan pelatihan pewawancara dan para caregiver terlebih dahulu juga
6.5 Hubungan OHI-S dan DMF-T dengan Faktor Sosiodemografik (Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Tingkat Ekonomi)
Dari hasil penelitian, diperoleh data 39 (38.6%) lansia memiliki skor OHI-
S 0-3 dan sebanyak 62 (61.4%) orang lansia memiliki skor OHI-S diatas 3. Hasil
tersebut menunujukkan bahwa para lansia kurang memperhatikan kebersihan
mulut mereka. Penelitian yang dilakukan Ariani pada tahun 2006 mendapatkan
rerata skor OHI-S lansia sebesar 3.198. Skor ini termasuk kategori buruk yang
menunjukkan rendahnya tingkat kebersihan mulut Lansia dengan ciri-ciri
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
42
Universitas Indonesia
banyaknya plak, debris, dan kalkulus.20,21 Seperti dalam penelitian lainnya,7 hal
ini menunjukkan bahwa kebersihan mulut merupakan masalah pada lansia yang
mungkin meningkatkan risiko terjadinya kelainan periodontal. Tingginya skor
OHI-S pada lansia bisa diakibatkan karena para lansia belum merasakan gangguan
atau keterbatasan untuk berfungsi sehingga mereka tidak merasa penting untuk
menjaga kebersihan gigi dan mulutnya.
Untuk skor DMF-T, sebanyak 50 (49.5%) orang lansia memiliki skor
DMF-T 0-16 dan 51 (50.5%) orang lansia memiliki skor DMF-T lebih dari 16
dengan kondisi lansia yang mengalami kehilangan gigi 0-12 (masuk dalam
kategori baik) sebanyak 45 orang dan kehilangan gigi lebih dari 12 (kategori
buruk) sebanyak 56 orang. Dari hasil tersebut, kemungkinan tingginya skor DMF-
T lansia adalah karena tingginya kehilangan gigi pada lansia tersebut. Setelah
dilakukan wawancara, diketahui bahwa para lansia cenderung memilih perawatan
pencabutan gigi daripada penambalan atau perawatan saluran akar jika dirasakan
ada gigi yang sakit. Para lansia menganggap penambalan dan perawatan saluran
akar terlalu memakan banyak waktu, kunjungan dan biaya. Penelitian yang
dilakukan Yuliana, menyimpulkan populasi yang mengalami kehilangan gigi
adalah 214 subjek dari total 236 subjek atau sekitar 90,67 %. Subjek dengan
kehilangan gigi lebih dari 12 (sisa gigi kurang dari 20) adalah sebanyak 54 orang
(22,88 %), dengan rata-rata kehilangan gigi terbanyak (11,47) terdapat pada
kelompok Lansia (≥ 55 tahun), dan kehilangan gigi meningkat sejalan dengan
peningkatan usia.33 Tingginya persentase lansia yang tak bergigi ini sesuai dengan
laporan prevalensi dan karies gigi Decay Missing Filling Teeth (DMF-T)
RISKESDAS 2007 di mana angka rata-rata missing (kehilangan gigi) tertinggi
terdapat pada kelompok usia Lansia.5,6,33 Sisa gigi 20 merupakan batas indikator
gigi fungsional. Jumlah subjek dengan sisa gigi fungsional kurang dari 20 ini
masih jauh di atas target WHO pada tahun 2010 (5%).5,6,33 Beberapa penelitian
telah melaporkan bahwa jumlah kehilangan gigi dianggap sebagai prediktor
negatif penggunaan pelayanan kesehatan gigi. Di antara orang berusia dewasa,
kehilangan gigi dianggap sebagai satu dari indikator yang paling penting dari
pelayanan dan kondisi gigi-mulut.6,33 Penelitian-penelitian internasional
menunjukkan bahwa jika diberikan perhatian yang adekuat terhadap individu
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
43
Universitas Indonesia
lansia, didapatkan jumlah gigi asli yang meningkat dan skor DMF-T yang lebih
rendah. 5,6,33
Analisis berikutnya mengenai hubungan antara skor OHI-S dan skor
DMF-T dengan faktor sosiodemografik seperti usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan dan penghasilan. Menurut hasil penelitian ini, OHI-S tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan usia dan jenis kelamin namun OHI-S memiliki
hubungan yang bermakna dengan penghasilan (p=0.01) dan pendidikan
(p=0.004). Hal ini membuktikan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka kemampuan orang tersebut dalam menangkap informasi yang
diperlukan, baik melalui media cetak, radio, televisi, maupun informasi langsung
yang diberikan orang lain yang berkepentingan, seperti petugas kesehatan gigi
semakin baik. Sehingga secara tidak langsung mereka akan menyadari pentingnya
menjaga kebersihan gigi dan mulut dan berupaya untuk menjaga kebersihan gigi
dan mulutnya. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliana dan juga
penelitian Ariani, skor OHI-S pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana tidak
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan subjek penelitian. Hal ini membenarkan
pengaruh faktor lain terhadap perilaku kesehatan gigi seseorang yang akan
mempengaruhi status kesehatan gigi-mulutnya.6,33 Berdasarkan penelitian
terdahulu juga menyatakan bahwa Lansia memiliki sikap yang buruk terhadap
kesehatan gigi dan juga kurang menggunakan jasa pelayanan kesehatan gigi-
mulut.6,33 OHI-S tidak memiliki hubungan bermakna dengan usia, pendidikan dan
jenis kelamin. Hal ini disebabkan karena terdapat faktor lain yang lebih berperan
pada pemeliharaan kebersihan mulut. Pada umumnya, para lansia berpendapat
bahwa fungsi utama gigi adalah untuk mengunyah dan menunjang penampilan.
Selama fungsi tersebut tidak terganggu maka tidak dirasakan pentingnya
pemeliharaan kebersihan mulut yang berdampak pada skor OHI-S lansia. DMF-T
sebagai komponen kesehatan gigi dan mulut memiliki hubungan bermakna
dengan usia (p=0,04) karena proses terjadinya karies hingga akhirnya
mengakibatkan diekstrasinya gigi memerlukan komponen waktu dalam hal ini
usia. Penelitian-penelitian lain yang dilakukan Ariani juga menunjukkan hasil
yang sama. Penelitian Yuliani menyimpulkan bahwa kehilangan gigi terjadi
sejalan dengan peningkatan usia.33
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
44
Universitas Indonesia
6.5 Kualitas Hidup Lansia
Faktor-faktor yang diamati pada penelitian ini yang mempengaruhi
kualitas hidup diantaranya adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
penghasilan, OHI-S dan DMF-T. Langkah pertama dalam melakukan analisis
adalah dengan mencari titik potong kualitas hidup. Titik potong merupakan batas
antara kondisi yang normal dan abnormal.40 Dengan prosedur ROC diperoleh titik
potong kualitas hidup pada skor 31 dengan sensitivitas 77.8% dan spesifisitas
69.6%. Titik potong dengan nilai sensitivitas tinggi menunjukkan tingginya
kemampuan alat ukur untuk mendeteksi kelainan, sehingga tidak ada yang
terlewatkan dalam penyaringan kualitas hidup. Berdasarkan titik potong yang
diperoleh, maka pada penelitian ini terdapat 40 (39.6%) orang yang kualitas
hidupnya baik dan 61 (60.4%) orang dengan kualitas hidupnya buruk. Dari hasil
kuesioner kualitas hidup pada penelitian ini, diketahui bahwa skor OHI-S, skor
DMF-T dan penghasilan memiliki hubungan bermakna dengan kualitas hidup.
Skor OHI-S dan skor DMF-T pada penelitian ini mewakili status kesehatan gigi
dan mulut lansia. Penelitian oleh McGrath dan Bedi melaporkan kondisi
kesehatan gigi dan mulut yang mempengaruhi kualitas hidup adalah efeknya pada
saat makan dan rasa nyaman.39,41 Hal ini sesuai dengan penelitian Rahardjo, dkk
yang menyatakan bahwa kehilangan gigi yang tidak diganti gigi tiruan terdapat
penurunan kualitas hidup akibat menurunnya fungsi pengunyahan dan penelanan. 39,41 Penelitian oleh Atchinson dan Dolan juga menyatakan adanya hubungan
kehilangan gigi dengan penurunan kualitas hidup.32 Variabel lain dalam penelitian
ini seperti usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin memiliki korelasi yang
lemah dan tidak bermakna dengan kualitas hidup . Usia tidak berpengaruh
terhadap kualitas hidup lansia, mungkin karena pada penelitian ini subjek
penelitian yang digunakan adalah memang para lansia dengan usia 60 tahun
keatas, sehingga usia menjadi tidak signifikan lagi. Tidak berpengaruhnya jenis
kelamin terhadap kualitas hidup dimungkinkan karena tidak berimbangnya jumlah
subjek penelitian laki-laki dan perempuan. Faktor tingkat pendidikan juga tidak
memiliki hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup pada penelitian, hal ini
kemungkinan disebabkan karena ternyata tingkat pendidikan subjek penelitian
rata-rata sama yaitu banyak subjek penelitian yang tamat SD dan SMA aja
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
45
Universitas Indonesia
sedangkan jumlah subjek penelitian yang sarjana dan diploma hanya 1 dan 7
orang saja. Selain itu, lemahnya korelasi ini mungkin karena terdapat banyak
faktor yang lebih berkontribusi seperti faktor sosial-ekonomi, di mana pada
penelitian oleh Bedi dan McGrath, lansia yang berasal dari kelompok sosial-
ekonomi yang lebih tinggi menyatakan bahwa kesehatan gigi-mulut memiliki
dampak yang lebih besar ada kualitas hidup secara umum.41
Dari tujuh faktor yang diperkirakan memiliki kontribusi dalam
menentukan kualitas hidup lansia, diperoleh tiga faktor utama yang ternyata
dianggap paling menentukan kualitas hidup lansia. Faktor tersebut adalah skor
DMF-T (RO=3.328), skor OHI-S (RO=3.289) dan penghasilan (RO=3.118). Skor
DMF-T menunjukkan jumlah total gigi yang berlubang, ditambal dan kehilangan
gigi. Pada penelitian ini, ditemukan tingginya skor DMF-T adalah terutama
karena tingginya kehilangan gigi. Hal ini kemudian ternyata berpengaruh terhadap
kualitas hidup lansia. Dengan tingginya skor DMF-T pada lansia maka kualitas
hidup lansia pun menurun, karena lansia tersebut mengalami kesulitan atau
keterbatasan dalam beraktivitas seperti mengunyah, ataupun keterbatasan
psikologis seperti rasa malu karena tidak bergigi yang akhirnya berdampak
kepada kualitas hidup para lansia. Faktor terakhir yang memiliki pengaruh adalah
skor OHI-S. Skor OHI-S ini menggambarkan tingkat kebersihan mulut dari para
lansia. Semakin tinggi skor OHI-S maka semakin buruk kebersihan mulutnya.
Kondisi kebersihan mulut yang buruk tidak secara langsung mempengaruhi sistem
stomatognatik para lansia, namun kondisi yang kronis mungkin dapat
mempengaruhi kondisi gigi mulut dan sebagai efek jangka panjang berpengaruh
terhadap kualitas hidup para lansia. Faktor terakhir yang memiliki korelasi yang
baik dengan kualitas hidup adalah penghasilan. Penghasilan disini
menggambarkan kondisi sosio-ekonomi dari para lansia. Baiknya kondisi sosio-
ekonomi lansia akan mempengaruhi kualitas hidup mereka, karena mereka bisa
lebih peka dan memperhatikan kondisi kesehatan gigi dan mulutnya. Dengan
kondisi sosio-ekonomi yang baik, para lansia tidak akan segan mendatangi
pelayanan kesehatan gigi dan mulut untuk memperbaiki dan menjaga kesehatan
gigi dan muutnya. Berbeda dengan hasil yang didapat oleh penelitian Ariani et al.,
2006 yang menganalisis hubungan status kesehatan gigi dan mulut dengan
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
46
Universitas Indonesia
kualitas hidup pada pasien geriatrik rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit
Cipto Mangunkusumo, kualitas hidup lansia pada penelitian Ariani lebih
dipengaruhi oleh usia dan pendidikan. Perbedaan ini bisa terjadi karena
karakteristik subjek yang berbeda. Penelitian Ariani menggunakan subjek pasien
geriatri dengan kondisi fisik yang sudah tidak baik, sehingga kesehatan gigi dan
mulut tidak menjadi prioritas utama lagi bagi mereka.
Terdapat beberapa penelitian yang mengukur kualitas hidup lansia
dihubungkan dengan kondisi kesehatan gigi dan mulut lansia tersebut beserta
faktor sosiodemografis yang turut mempengaruhi. Locker et al tahun 2002
meneliti hubungan antara kondisi kesehatan gigi dan mulut lansia dengan kualitas
hidup lansia menggunakan indeks GOHAI dan OHIP-14. Kesimpulan dari
penelitian tersebut adalah bahwa gangguan pada kesehatan gigi dan mulut akan
berdampak negatif terhadap psikologis dan kualitas hidup lansia.24 Penelitian
yang dilakukan oleh Ulinski et al pada tahun 2013 di Brazil menggunakan OHIP-
14 sebagal alat ukur kualitas hidup lansia. Alat ukur ini merupakan versi singkat
dari OHIP-49 dan terdiri dari 14 pertanyaan.43 Menurut penelitian tersebut,
kondisi klinis gigi dan mulut, faktor sosiodemografis dan pengalaman subjektif
dari subjek penelitian berperan dalam menentukan kualitas hidup lansia.
Penelitian yang dilakukan oleh Hobdell et all, 2009 di Texas yang bertujuan untuk
memprediksi kualitas hidup dihubungkan dengan kesehatan gigi dan mulut
menyimpulkan bahwa DMF-T berperan dalam mempengaruhi kualitas hidup
seseorang. Penelitian ini menggunakan alat ukur Oral Impacts on Daily
Performances (OIDP). 44 Walter melalui penelitiannya di tahun 2007 yang
mengukur kualitas hidup lansia di Kanada dengan OHIP-49 menyimpulkan bahwa
faktor sosioekonomi mempengaruhi kualitas hidup lansia.45 Walter menyatakan
bahwa dengan kondisi sosioekonomi yang baik, maka akan meningkatkan
awareness lansia terhadap kesehatan gigi dan mulutnya juga keinginan para lansia
untuk pergi ke tempat perawatan gigi dan mulut.45 Guzeldemir et al 2009 juga
melakukan penelitian mengenai hubungan kualitas hidup lansia dengan kesehatan
gigi dan mulut yang menyimpulkan bahwa kondisi kesehatan gigi dan mulut tidak
berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia.46 Hasil ini bertentangan dengan hasil
yang diperoleh pada penelitian ini, perbedaan ini terjadi karena pada penelitian
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
47
Universitas Indonesia
yang dilakukan oleh Guzeldeimer et al yang menjadi subjek penelitian adalah
pasien geriatri yang sedang menjalani perawatan hemodialisis dengan kondisi
fisik yang terbatas, sehingga kesehatan gigi dan mulut bukan menjadi prioritas
utama mereka.46
6.6 Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan penelitian ini diantaranya yaitu prosedur pengisian
kuesioner dengan wawancara memang bisa didapatkan hasil yang akurat namun
faktor human error seperti kelelahan dari pihak pewawancara bisa menjadikan
hasil wawancara yang kurang akurat. Juga faktor kelelahan dari subjek penelitian
setalah menjalani serangkaian pemeriksaan dan kendala bahasa juga menjadi
faktor yang perlu dipertimbangkan.
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
48
Universitas Indonesia
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Diperoleh alat ukur baru yang valid dan reliabel yang dapat digunakan
untuk mengukur kualitas hidup lansia.
2. Kasus kehilangan gigi cukup tinggi namun tidak sejalan dengan
pemakaian gigi tiruan sebagai pengganti kehilangan gigi.
3. OHI-S memiliki hubungan yang bermakna dengan penghasilan dan tingkat
pendidikan.
4. DMF-T memiliki hubungan bermakna dengan usia.
5. Status sosiodemografik (usia, jenis kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi)
yang paling berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia adalah tingkat
ekonomi.
6. Pada penelitian ini faktor yang menentukan kualitas hidup lansia yaitu,
DMF-T, OHI-S dan tingkat ekonomi.
7.2 Saran
7.2.1 Untuk pengembangan ilmu dan pelayanan di bidang prostodonsia
Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang membandingkan kualitas hidup
lansia di kota dan desa ditinjau dari kesehatan gigi dan mulut.
7.2.2 Untuk pelayanan
Alat ukur kualitas hidup yang dihasilkan dapat diusulkan ke Komnas
lansia untuk digunakan memprediksi kualitas hidup lansia.
7.2.3 Untuk Masyarakat
Perlu ditingkatkan penyuluhan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan
mulut untuk para lansia karena pada penelitian ini terlihat status kesehatan gigi
dan mulut para lansia yang tidak baik.
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
49
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. Mengenai masalah mental lanjut usia.
Available from: http:// www.depkes.go.id/index.php. Oktober 9, 2013.
2. Cahyati, Widya Hari. Beberapa faktor yang berhubungan dengan karies
gigi pada lanjut usia. Kemas; Vol. 1; No.1. Juli-Desember 2005.
3. Ratmini Ni Ketut, Arifin. Hubungan Kesehatan Mulut dengan Kualitas
Hidup Lansia. Jurnal Ilmu Gizi. Vol. 2. No. 2. Agustus 2011. 139-147.
4. Kristanti Ch M. Rusiawati Y. Gigi Sehat Tahun 2000 dan Tinjauan Profil
Kesehatan Gigi Tahun 1995. JKGUI 2002; 9(2); 1-5.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
RI. Laporan SKRT 2001: Studi Morbiditas dan Disabilitas. Dalam
SURKESNAS. Jakarta. 2002. Hlm.16, 47, 50.
6. Ariani N. Hubungan status kesehatan gigi dan mulut dengan kualitas hidup
pasien usia lanjut. (Tesis). Jakarta: Universitas Indonesia; 2006
7. Petersen PE, Yamamoto T. Improving the oral health of older people: the
approach of the WHO global oral health programme. Community Dent
Oral Epidemiol. 2005; 31(1): 3-24.
8. Wangsarahardja, Kartika. Hubungan antara status kesehatan mulut dan
kualitas hidup pada lanjut usia. Universa Medicina 2007; 26: 186-94.
9. Allen PF, McMillan AS. A Longitudinal Study of Quality of Life
Outcomes in Older Adults Requesting Implant Prostheses and Complete
Removable Dentures. Clin Oral Implants Res 2003;14:173-9.
10. Rahardjo TBW. Peran Gerodontologi dalam Menunjang Pelayanan
Kesehatan Usia Lanjut Terpadu. Jakarta: Universitas Indonesia; 2001
11. Rahardjo TBW, Kusdhany L, Gita F, Ariani N, Amirullah R. Perawatan
Gangguan Mulut pada Subjek Geriatri di Rumah: Saran Dokter Gigi.
Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2004 Asuhan Berkesinambungan pada
Usia Lanjut & Subjek Geriatri; Mei 2004. Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 2004.
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
50
Universitas Indonesia
12. Allen PF. Assessment of Oral Health Related Quality of Life. Health and
Quality of Life Outcomes 2003; 1:40, www.hqlo.com.
13. Barnes IE. Perawatan Gigi Terpadu untuk Lansia (Grodontology).
Butterworth Heinemann Ltd. 1994. P: 26-41
14. Florentia L. Tingkat Kesadaran Pasien Akan Kebutuhan Perawatan Gigi
Tiruan di RSGM FKG UI (Skripsi). Jakarta. 2005: 4-5.
15. Bahar A. Masalah kesehatan gigi dan mulut di desa Lengkong. JKG UI.
2000; 7: 311-17.
16. R. Yuyus. Gambaran Kesehatan Gigi dan Mulut Usia Lanjut di 3
Puskesmas, Jakarta Selatan, Tahun 1999. JKGUI. 2001; 8 (1): 19-24.
17. Badan Penelitian & Pengembangan Departemen Kesehatan RI. Laporan
Nasional 2007. Dalam RISKESDAS 2007. Desember 2008: 130-147
18. Amalliah I, Rahardjo A. Status Kesehatan Gigi dan Mulut Serta
Pemenuhan Kebutuhan Akan Gigi Tiruan pada Lansia di Kelurahan
Bungur Jakarta Pusat. JKG UI. 1996. Vol 3 no.4 :26-41
19. Basker, Davenport, Tomlin. Perawatan Prostodontik Bagi Pasien Tak
Bergigi. EGC. 1996: 1-17.
20. Ida Farida. Cara mengukur kebersihan mulut (OHI-S). [cited 1 April
2013]; Available from: http://idafarida73.blogspot.com/2012/09/cara-
mengukur-kebersihan-mulut-ohi-s.html
21. Tayanin GL. Simplified Oral Hygiene Index. [cited 23 Oktober 2012];
Available from: http://www.mah.se/CAPP/Methods-and-Indices/Oral-
Hygiene-Indices/Simplified-Oral-Hygiene-Index-OHI-S/
22. WHO. Assesment of Fracture Risk and Its Application to Screening for
Postmenopausal Osteoporosis.Geneva : World Health organization; 1994.
Technical Report Series 843.
23. Eshagi SM, Hossein-nezhad A, Maghbooli Zh, Larijani B. Relationship
between mandibular BMD and bone turnover markers in osteoporosis
diagnosis. Iranian J Publ Health 2008;1:63-7.
24. Locker D, Matear D, Stephens M, Lawrence H, Payne B. Comparison of
the GOHAI and OHIP-14 as Measures of the Oral Health-Related Quality
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
51
Universitas Indonesia
of Life of the Elderly. Community Dent Oral Epidemiol 2001; 29: 373-
381.
25. World Health Organization. Constitution of the World Health
Organization. WHO. Geneva. 1948.
26. Wangsarahardja K, Dharmawan OV, Kasim E. Hubungan antara status
kesehatan mulut dan kualitas hidup pada lanjut usia. Universa Medica.
Jakarta.2007;4:26
27. Kossioni, Dontas. The Stomatognathic System in The Elderly. Useful
Information for The Medical Practitioner. Clinical Interventions in Aging
2007; 2(4): 591-597.
28. Martono H. Gerakan Nasional Pemberdayaan Lanjut Usia. Gemari. Edisi
89/ Tahun IX/ Juni 2008: 66-67.
29. Lansia Masa Kini dan Mendatang [29/12/2009]; Available from
http://www.menkokesra.go.id.
30. Skevington SM, Lotfy M, O’Connell KA. The World Health
Organization’s WHOQOL _ BREF quality of life assessment:
Psychometric properties and results of the international field trial. A report
from the WHOQOL Group. Qual Life res 2004;13:299-330.
31. Steele, Sanders, Slade, Allen, Lahti, Nuttall, Spencer. How do age and
tooth loss affect oral health impacts and quality of life? A study comparing
two national samples. Community Dent Oral Epidemiol 2004; 32: 107-114
32. Inukai, Baba, John, Igarashi. Does removable partial denture affect
individuals' oral health?. J Dent Res 2008; 87 (8): 736-739.
33. Sundjaja, Yuliana. Hubungan Antara Kehilangan Gigi dan Pemakaian Gigi
Tiruan dengan Kualitas Hidup Pra Lansia dan Lansia Perempuan. Tesis.
Universitas Indonesia. 2010
34. Brennan DS., Spencer AJ. Dimension of Oral Health Related Quality of
Life Measured by EQ-5D and OHIP-14. Health and Quality of Life
Outcomes. 2004; 2: 35
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
52
Universitas Indonesia
35. Sierwald I et al. Validation of The Response Format of The Oral Health
Impact Profile. Eur J Oral Sci. 2011; 119: 489-96.
36. UMR 2012 untuk Daerah DKI Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi
dan daerah lainnya di Indonesia. <http://sariful.com/umr-2012-untuk-
daerah-dki-jakarta-depok-bogor-tangerang-bekasi-dan-daerah-lainnya-di-
indonesia.html>
37. Upah Minimum Regional (UMR) 2013 dan Kota-kota di Jawa Barat.
<http://www.linkedin.com/groups/Upah-Minimum-Regional-UMR-2013-
4756540.S.194961171>
38. Sastroasmoro S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi 3. Sagung
Seto. Jakarta. 2008. p: 124-25
39. Kusdhany LS. Penentuan Indeks Densitas Tulang Mandibula Perempuan
Pasca Menopause dengan Memperhatikan Beberapa Faktor Risiko
Terjadinya Osteoporosis (melalui Pendekatan Epidemiologi dan Radiologi
Digital). Universitas Indonesia. Disertasi. Jakarta. 2003.
40. Dahlan, M.Sopiyuddin. Evidence Based Medicines Seri 5: Penelitian
Diagnostik. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika. 2009.
41. McGrath, Bedi. A study of The Impact of Oral Health on The Quality of
Life of Older People in the UK –Findings Froms a National Survey.
Gerodontology 1998; 15(2): 93-98
42. Petricevic, Nicola et al. The Croatian Version of The Oral Health Impact
Profile Questionnaire. Antropol. 33. 2009. 3: 841–847
43. Ulinski, et al. Factors Related to Oral Health-Related Quality of Life of
Independent Brazilian Elderly. International Journal of Dentistry. Volume
2013: 705047.
44. Hobdell, Martin et al. Usiang an Oral Health-Related Quality of Life
Measure in Three Cultural Settings. International Dental Journal. 2009: 59,
381-388.
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
53
Universitas Indonesia
45. Walter, et al. Oral Health-Related Quality of Life and Its Association with
Sociodemographic and Clinical Findings in 3 Northern Outreach Clinics. J
Can Dent Assoc. 2007 Mar;73(2):153.
46. Guzeldemir, Esra. Oral Health–Related Quality of Life and Periodontal
Health Status in Patients Undergoing Hemodialysis. The Journal of the
American Dental Association. October 2009: 140; 1283-1293
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
54
DAFTAR LAMPIRAN
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
55
Lampiran 1: Lembar Informasi Kepada Subjek Penelitian
Informasi kepada Subyek dan Surat Permohonan Kesediaan Berpartisipasi dalam Penelitian kepada Subyek Penelitian
Kepada Yth. Bapak/Ibu/Sdr……………… di Tempat Bersama ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul: Alat Ukur Kualitas Hidup Lansia Ditinjau dari Aspek Kesehatan Gigi dan Mulut Lansia di Indonesia dengan tujuan untuk mendapatkan alat ukur kualitas hidup lansia ditinjau dari aspek kesehatan gigi dan mulut. Dalam penelitian tersebut kepada Bapak/Ibu/Sdr akan dilakukan: 1. Pemeriksaan gigi dan mulut serta gigi tiruan (jika ada). 2. Tanya jawab berdasar kuesioner penelitian. Adapun ketidaknyamanan yang akan dialami akibat prosedur penelitian tersebut adalah: kemungkinan timbulnya rasa capek atau ketidaknyamanan saat dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut. Namun keuntungan menjadi subyek penelitian juga ada yaitu: dapat berkonsultasi mengenai gigi mulut dan gigi palsu, mendapat pengetahuan mengenai topik penelitian juga dapat mengetahui kondisi gigi mulut secara menyeluruh serta gigi tiruan (bila ada). Selanjutnya dari temuan tersebut jika Bapak/Ibu/Sdr menghendaki dapat kami berikan rujukan untuk melakukan konsultasi/tindakan segera untuk mencegah jangan sampai kondisi bertambah parah. Jika Bapak/Ibu/Sdr bersedia, surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Subyek Penelitian terlampir harap ditandatangani dan diserahkan kembali kepada: drg. Astari Larasati. Perlu Bapak/Ibu/Sdr ketahui bahwa surat kesediaan tersebut tidak mengikat dan Bapak/Ibu/Sdr dapat mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja selama penelitian berlangsung. Demikian, semoga keterangan saya di atas dapat dimengerti dan atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr untuk berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan banyak terima kasih. Jakarta, Januari 2013 drg. Astari Larasati 0813 8411 9900
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
56
Lampiran 2: Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Subjek Penelitian
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI SUBYEK PENELITIAN
Setelah membaca dan mendengar semua keterangan tentang risiko, keuntungan, dan hak-hak saya sebagi subjek penelitian yang berjudul Alat Ukur Kualitas Hidup Lansia Ditinjau dari Aspek Kesehatan Gigi dan Mulut Lansia di Indonesia atas nama drg. Astari Larasati. Saya dengan sadar dan tanpa paksaan bersedia berpartisipasi dalam penelitian tersebut di atas. Jakarta……………………… Tanda tangan (Nama Subyek Penelitian)
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
57
Lampiran 3: Etik Penelitian
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
58
Lampiran 4: Lembar Pemeriksaan Intra Oral
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
59
Lampiran 4: Kuesioner Kualitas Hidup Lansia
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
60
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
61
Lampiran 5: Analisa Statistik
HASIL VALIDASI KUESIONER
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
kualitashidup 24.4242 152.226 .370 . .820
p2 24.3030 147.642 .483 . .816
p3 25.0101 155.214 .449 . .820
p4 24.5758 152.696 .320 . .822
p5 24.8586 154.633 .334 . .821
p6 24.5657 157.820 .147 . .826
p7 24.9192 158.116 .205 . .824
p8 23.7475 151.946 .282 . .823
p9 25.0606 159.364 .188 . .825
p10 24.1919 145.402 .536 . .814
p11 23.9697 143.479 .516 . .814
p12 24.3636 153.315 .288 . .823
p13 25.0303 159.622 .153 . .825
p14 24.6768 153.160 .342 . .821
p15 24.9495 157.212 .271 . .823
p16 24.9495 158.314 .254 . .824
p17 24.3030 156.968 .143 . .827
p18 24.1515 149.660 .414 . .818
p19 24.4646 153.904 .395 . .822
p20 24.3434 145.901 .523 . .814
p21 24.3131 159.727 .053 . .828
p22 25.0303 159.397 .140 . .825
p23 25.1818 160.273 .245 . .825
p24 24.2929 154.475 .261 . .823
p25 24.6263 155.400 .249 . .823
p26 24.6566 160.942 -.027 . .834
p27 25.0707 160.699 .050 . .827
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
62
p28 23.9899 152.684 .212 . .827
p29 25.1010 159.112 .218 . .824
p30 25.1212 159.169 .399 . .824
p31 25.1313 159.156 .316 . .824
p32 24.8384 153.729 .415 . .820
p33 25.0404 156.162 .376 . .821
p34 24.9798 157.796 .311 . .823
p35 25.1111 159.018 .275 . .824
p36 24.0808 146.646 .446 . .817
p37 25.0000 156.041 .398 . .821
p38 24.5657 154.228 .308 . .822
p39 25.1010 158.704 .301 . .823
p40 24.8990 157.092 .280 . .823
p41 25.0909 159.165 .241 . .824
p42 25.0707 158.985 .215 . .824
p43 25.2020 161.734 -.059 . .826
p44 24.9697 159.622 .114 . .826
p45 24.5051 151.579 .423 . .819
p46 25.0303 156.050 .395 . .821
p47 25.1818 161.477 .001 . .826
p50 25.0909 159.941 .134 . .825
p51 25.1010 159.990 .157 . .825
p52 24.7980 158.265 .158 . .825
p53 24.7475 159.844 .382 . .827
p54 25.2121 161.414 .046 . .826
p55 25.0505 156.130 .399 . .821
p56 25.1919 160.749 .175 . .825
p57 24.7677 160.303 .073 . .826
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.826 .834 55
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
63
klasifikasi umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 38 37.6 37.6 37.6
2.00 63 62.4 62.4 100.0
Total 101 100.0 100.0
Jeniskelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid P 83 82.2 82.2 82.2
L 18 17.8 17.8 100.0
Total 101 100.0 100.0
klasifikasi penghasilan
Frequen
cy Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 45 44.6 44.6 44.6
2.00 56 55.4 55.4 100.0
Total 101 100.0 100.0
ohis4
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 62 61.4 61.4 61.4
2.00 39 38.6 38.6 100.0
Total 101 100.0 100.0
tingkatpendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak tamat sd 30 29.7 29.7 29.7
tamat SD 15 14.9 14.9 44.6
SMP 18 17.8 17.8 62.4
SMA 30 29.7 29.7 92.1
Diploma 7 6.9 6.9 99.0
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
64
Sarjana 1 1.0 1.0 100.0
Total 101 100.0 100.0
Skordmft
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 50 49.5 49.5 49.5
2.00 51 50.5 50.5 100.0
Total 101 100.0 100.0
gigitiruan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid pakaiGT 24 23.8 23.8 23.8
tidakpakaiGT 77 76.2 76.2 100.0
Total 101 100.0 100.0
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
65
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):totalkualitashidup
Area Std. Errora Asymptotic Sig.b
Asymptotic 95% Confidence
Interval
Lower Bound Upper Bound
.707 .083 .041 .544 .870
The test result variable(s): totalkualitashidup has at least one tie between the
positive actual state group and the negative actual state group. Statistics may be
biased.
a. Under the nonparametric assumption
b. Null hypothesis: true area = 0.5
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
66
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):totalkualitashidup
Area Std. Errora Asymptotic Sig.b
Asymptotic 95% Confidence
Interval
Lower Bound Upper Bound
.707 .083 .041 .544 .870
The test result variable(s): totalkualitashidup has at least one tie between the
positive actual state group and the negative actual state group. Statistics may be
biased.
a. Under the nonparametric assumption
No
Positive if
Greater Than or Equal Toa
Sensitivity
Specificity
1 13,0000 1,000 0,000
2 15,5000 1,000 0,011
3 17,5000 1,000 0,022
4 18,5000 1,000 0,065
5 19,5000 1,000 0,087
6 20,5000 ,889 0,130
7 21,5000 ,889 0,163
8 22,5000 ,889 0,185
9 23,5000 ,889 0,228
10 24,5000 ,889 0,283
11 25,5000 ,889 0,348
12 26,5000 ,889 0,391
13 27,5000 ,889 0,424
14 28,5000 ,889 0,467
15 29,5000 ,889 0,554
16 30,5000 ,778 0,641
17 31,5000 ,778 0,696
18 32,5000 ,667 0,717
19 33,5000 ,667 0,739
20 34,5000 ,556 0,793
21 35,5000 ,222 0,837
22 36,5000 ,111 0,870
23 37,5000 ,000 0,902
24 38,5000 ,000 0,924
25 39,5000 ,000 0,935
26 43,5000 ,000 0,967
27 48,5000 ,000 0,978
28 51,5000 ,000 0,989
29 54,0000 ,000 1,000
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
67
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):totalkualitashidup
Area Std. Errora Asymptotic Sig.b
Asymptotic 95% Confidence
Interval
Lower Bound Upper Bound
.707 .083 .041 .544 .870
The test result variable(s): totalkualitashidup has at least one tie between the
positive actual state group and the negative actual state group. Statistics may be
biased.
a. Under the nonparametric assumption
skorQoL3
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 40 39.6 39.6 39.6
2.00 61 60.4 60.4 100.0
Total 101 100.0 100.0
Hubungan OHI-S dengan Usia
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.887a 1 .009
Continuity Correctionb 3.100 1 .008
Likelihood Ratio 3.991 1 .006
Fisher's Exact Test .009 .008
Linear-by-Linear Association 3.849 1 .005
N of Valid Cases 101
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,67.
b. Computed only for a 2x2 table
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
68
Hubungan OHI-S dengan penghasilan
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 15.660a 1 .000
Continuity Correctionb 14.075 1 .000
Likelihood Ratio 15.968 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 15.505 1 .000
N of Valid Cases 101
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,38.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan OI-S dengan jenis kelamin
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.483a 1 .115
Continuity Correctionb 1.713 1 .191
Likelihood Ratio 2.645 1 .104
Fisher's Exact Test .181 .093
Linear-by-Linear Association 2.458 1 .117
N of Valid Cases 101
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,95.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan DMF-T dengan jenis kelamin
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.180a 1 .017
Continuity Correctionb .683 1 .209
Likelihood Ratio 1.188 1 .026
Fisher's Exact Test .019 .015
Linear-by-Linear Association 1.169 1 .018
N of Valid Cases 101
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
69
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,91.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan DMF-T dengan penghasilan
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .012a 1 .912
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .012 1 .912
Fisher's Exact Test 1.000 .536
Linear-by-Linear Association .012 1 .912
N of Valid Cases 101
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22,28.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Kualitas hidup dengan OHI-S
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 10.795a 1 .001
Continuity Correctionb 8.472 1 .003
Likelihood Ratio 9.794 1 .002
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 10.787 1 .001
N of Valid Cases 101
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,82
b. Computed only for a 2x2 table
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
70
Hubungan kualitas hidup dengan penghasilan
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.054a 1 .006
Continuity Correctionb 7.001 1 .008
Likelihood Ratio 6.054 1 .005
Fisher's Exact Test .008 .005
Linear-by-Linear Association 9.053 1 .006
N of Valid Cases 101
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,45.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan kualitas hidup dengan DMF-T
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.694a 1 .004
Continuity Correctionb 4.205 1 .002
Likelihood Ratio 5.699 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association 6.677 1 .004
N of Valid Cases 101
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,80.
b. Computed only for a 2x2 table
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
71
Perhitungan multivariat
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a skorohis4(1) 1.185 .488 5.138 1 .011 3.121 1.313 5.206
skortotaldmft(1) 1.221 .490 6.833 1 .006 3.461 1.757 4.572
umur_1(1) -.075 .531 .028 1 .868 .928 .383 2.244
penghasilan_1(1) 1.122 .462 6.400 1 .017 3.339 1.542 6.311
Constant -2.729 .401 42.212 1 .000 .082
Step 2a skorohis4(1) 1.187 .482 6.142 1 .009 3.289 1.313 5.200
skortotaldmft(1) 1.203 .436 7.831 1 .006 3.328 1.763 4.382
penghasilan_1(1) 1.136 .435 6.452 1 .005 3.118 1.557 3.310
Constant -2.753 .395 42.574 1 .000 .082
a. Variable(s) entered on step 1: skorohis4, skortotaldmft, umur_1, penghasilan_1.
Alat ukur…, Astari Larasati, FKG UI, 2014
top related