universitas indonesia keberlakuan prinsip …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-s...
Post on 31-Mar-2019
267 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
KEBERLAKUAN PRINSIP KEPAILITAN DALAM STUDI KASUS
KEPAILITAN MANWANI SANTOSH TEKCHAND MELAWAN OCBC
SECURITIES
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Oleh:
GILANG MOHAMMAD SANTOSA
0706277680
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM KEKHUSUSAN IV
HUKUM DALAM KEGIATAN EKONOMI
DEPOK
2012
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
iv
KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Allah SWT., skripsi yang berjudul “Keberlakuan
Prinsip Kepailitan Dalam Studi Kasus Kepailitan Manwani Santosh Tekchand
Melawan OCBC Securities”, telah berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan dan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Penulisan Skripsi ini dilakukan untuk menambah pengetahuan dan
semakin memperluas wawasan pemikiran mengenai kepailitan di Indonesia,
khususnya mengenai studi kasus Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC
Securities ini.
Tidak Penulis Pungkiri bahwa Penulis menemui banyak kesulitan di dalam
Penulisan skripsi ini. Namun dorongan dari berbagai pihak membuat Penulis
merasa terpacu untuk tidak pernah berputus asa sehingga proses Penulisan skripsi
ini pun dapat berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, izinkanlah Penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah sang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Tuhan yang telah memberikan
kasih sayang yang tidak terhingga kepada Penulis, yang selalu mengingatkan
mana kala Penulis menyimpang, dan tidak habis-habisnya memberikan ruang
bagi Penulis untuk selalu berkarya dan belajar.
2. Kedua orang tua yang paling luar biasa, Papa Mas Achmad Santosa, S.H.,
LL.M. dan Mama Lelyana Yanti Santosa, S.H. atas semua kasih sayang,
perhatian, dan doa yang tidak henti-hentinya mengalir untuk Penulis. Sejak
dulu, mereka selalu memberikan kepercayaan penuh dan ruang aktivitas bagi
Penulis, termasuk untuk memilih Fakultas Hukum dan untuk nantinya (Insya
Allah, apabila Tuhan berkehendak) berkarier sebagai Pengacara dan Legal
Scholar. Mereka adalah sumber motivasi bagi Penulis, dan untuk merekalah
skripsi ini Penulis persembahkan.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
v
3. Keluarga besar Mas Jonoes Satyadiwirya dan R.M Soerowo yang terus
memberikan dorongan dan semangat agar penulis segera menyelesaikan
studinya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
4. Bapak Teddy Anggoro, S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi I dan Ibu
Ditha Wiradiputra, S.H.,M.E., selaku Pembimbing Skripsi II atas segala
kesabaran dan perhatiannya dalam membimbing Penulis dalam penyelesaian
skripsi Ini. Penulis amat berterimakasih mengingat begitu banyak waktu yang
telah diluangkan oleh Bapak-bapak Pembimbing untuk membantu proses
Penulis Skripsi. Tanpa adanya bantuan dari Bapak-bapak Pembimbing, maka
Penulisan Skripsi ini akan mustahil untuk diselesaikan.
5. Bapak Ahmad Irfan Arifin, S.H., Senior Associate pada kantor hukum Lubis
Santosa Maramis yang telah bersedia menjadi narasumber dan teman diskusi
bagi Penulis dalam Penulisan Skripsi ini terlepas kesibukan Beliau yang akan
meneruskan studi S-2 ke USC Berkeley dalam waktu dekat.
6. Bapak Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto MSc., Kepala Unit Kerja Presiden
bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang telah
memberikan inspirasi kepada Penulis baik melalui nasihat secara langsung
maupun melalui Ayah Penulis untuk cepat menyelesaikan studi S-1 dan
segera meneruskan studi S-2 ke luar negeri.
7. Segenap Lawyer dan Supporting Staff pada kantor hukum Lubis Santosa
Maramis yang selalu memberikan bantuan dan supportnya dalam segala hal.
Terimakasih yang sebesar-besarnya.
8. Sahabat-sahabat Penulis dikampus FHUI yang selalu menyemangati Penulis
dalam segala hal terkait perkuliahan termasuk Penulisan Skripsi ini, Nur
Ramadhan Suyudono, Dimas Nanda Raditya, Astri Widita Kusumowidagdo,
Alfa Dewi Setyawati, Shafina Karima, Inda Ranadireksa, Yosef Broz Tito,
Muluk Indra Lubis, Omar Mardhi, Priya Lukdani, Dastie Kanya, Rachel
Situmorang, Armita Hutagalung, Fathianissa Gelasia, Dimas Eko Fabriyanto,
Ahmad Radinal, Adhika Widagdo, M. Badra Aditya, Fahrurozi, Rizky
Aliansyah, Egaputra Novia, Olviani Shahnara, Rasyad Andhika, Anissa Suci
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
vi
Rahmadani, Adhindra Ario Wicaksono, M. Fikry Yonesyahardi, Andara
Annisa, Budi Widuro, Hulman Bona, Alfina Kathlinia Narang, Ario Bimo
Nandito, Wuri Prastiti, Siti Kemala Nuraida, Femalia Indrainy, Lidzikri
Caesar D, Rachman Alatas, Arthur Nelson Christianson, Firman El Amny
Azra, Indra Prabowo, Namira Assagaf, dan seluruh teman-teman FHUI yang
tidak dapat diucapkan satu persatu.
9. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih untuk Patrisia Ticoalu,
Gabriella Ticoalu, Dwi Sulaiman, Shinta Nurfauzia Husni, Avindra
Yuliansyah, Fajh Robbie Ferliansyah dan beberapa Senior dari Penulis yang
tidak dapat dituliskan seluruhnya, yang secara langsung maupun tidak
langsung membantu Penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
10. Ferry Sandy Aritonang, Fong Srisung, Giovanni Rahmadeva, Bima Errawan
dan Farid Abdussalam Tabussala yang walaupun berbeda Universitas, namun
senantiasa memberikan masukan, semangat dan dorongan bagi Penulis untuk
menyelesaikan Penulisan Skripsi ini.
11. Pembimbing Akademik Penulis, yaitu Ibu Sri Mamudji, S.H., M. LL. yang
telah begitu banyak memberikan masukan kepada Penulis mengenai
perkuliahan.
12. Segenap pengurus, mantan pengurus, maupun anggota dari Asian Law
Student Association (ALSA) yang begitu banyak memberikan warna dan
kebahagiaan bagi penulis dalam menjalani kehidupan perkuliahan.
13. Semua Pihak yang belum disebutkan namanya satu persatu yang telah
memberikan bantuan, dukungan, doa, dan semangat untuk penyusunan skripsi
ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
14. Tidak lupa Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Selam, Bapak
Wahyu, Bapak Indra, dan semua petugas di Biro Pendidikan yang telah
dengan tulus memberikan perhatian dan pelayanan kepada mahasiswa. Bapak
Jon yang selalu membantu Penulis dengan sangat ramah apabila ada kesulitan
di ruang PK IV.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
vii
Penulis Menyadari bahwa skripsi ini sangat jauh dari sempurna. Tentunya terselip
banyak kekurangan di dalam skripsi ini. Kendati demikian, besar harapan Penulis,
Semoga karya ini sedikit banyak dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan
terutama di dalam bidang Kepailitan. Segala kekurangan adalah mili Penulis dan
segala kesempurnaan adalah milik Sang Pencipta.
Depok, Juli 2012
Gilang M. Santosa
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
ix
ABSTRAK
Nama : Gilang Muhammad Santosa
Program Studi : Ilmu Hukum
Judul : Keberlakuan Prinsip Kepailitan dalam Studi Kasus
Kepailitan Manwani Santosh Tekchand Melawan OCBC Securities
Skripsi ini membahas mengenai keberlakuan prinsip kepailitan dalam studi kasus
kepailitan Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC Securities. Metode
penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, sedangkan metode
analisis datanya adalah metode kualitatif. Penulis melakukan analisa yuridis
terhadap kasus kepailitan Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC Securities,
yang permohonan pailitnya didasarkan pada putusan pengadilan asing. Dalam
mengomentari aspek-aspek tersebut diatas, Penulis berusaha melihat pokok
permasalahan dari sisi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengenai
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Yang menjadi pokok
permasalahan dalam penulisan ini adalah pengaturan hukum kepailitan dalam
kasus ini dan apakah Putusan Pengadilan Asing yang telah memutus bahwa
seorang debitor diwajibkan membayar utang kepada kreditor dapat dijadikan
dasar kepailitan terhadap debitor tersebut di Indonesia.
Kata Kunci :
Kepailitan, Kepailitan Perseorangan, Putusan Asing
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
x
ABSTRACT
Name : Gilang Muhammad Santosa
Study Program : Law
Title : The Applicability of the Bankcruptcy Principle in the study
of Manwani Santosh Tekchand versus OCBC Securities Bankcruptcy Case
The focus of this thesis is about the applicability of the bankcruptcy principle in
the study of Manwani Santosh Tekchand versus OCBC Securities. The method of
this research is qualitative normative interpretive. The data were collected by the
author from literative study and interview. The author also did a juridical analysis
towards the case, whereas the request for bankrupt is based upon the foreign
judgement. The author, commenting on the above aspects, tries to see the primary
cause from the Act Number 37 of 2004 Regarding Bankruptcy. The primary issue
for this thesis is the regulation for Bankruptcy Law for this case, and whether or
not the foreign judgement that has let out a verdict that a debitor is obliged to pay
the debt to the creditor can be used as a basis for the bankruptcy of that debitor in
Indonesia.
Keywords :
Bankruptcy, Personal Bankruptcy, Foreign Judgment
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.............................viii
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
1. PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah.......................................................1
1.2. Pokok Permasalahan............................................................6
1.3. Definisi Operasional.............................................................7
1.4. Kerangka Konsepsional.......................................................7
1.5. Metodologi Penelitian..........................................................8
1.6. Manfaat Penelitian.............................................................10
1.7. Sistematika Penulisan.........................................................11
2. HUKUM KEPAILITAN INDONESIA DAN PENGAKUAN
PUTUSAN ASING DI PENGADILAN INDONESIA..........................13
2.1. Kepailitan............................................................................13
2.1.1. Definisi Kepailitan.............................................................13
2.1.2. Tujuan Kepailitan...............................................................19
2.1.3. Prinsip-prinsip Kepailitan..................................................24
2.1.4. Asas-asas Dalam Hukum Kepailitan..................................28
2.1.5. Syarat-syarat Kepailitan.....................................................32
2.1.6. Putusan Pailit Dan Daya Eksekusinya...............................33
2.1.7. Akibat Hukum Pernyataan Pailit........................................34
2.1.8. Kepailitan Perseorangan.....................................................36
2.1.9. Kepailitan Lintas Batas Negara (Cross Border
Insolvency)..........................................................................39
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
xii
2.2. Pengakuan Putusan Pengadilan Asing di Pengadilan
Indonesia.............................................................................45
3. KASUS POSISI DAN ANALISIS YURIDIS KASUS KEPAILITAN
MANWANI SANTOSH TEKCHAND MELAWAN OCBC
SECURITIES.........................................................................................52
3.1. Kasus Posisi........................................................................52
3.2. Analisis Yuridis..................................................................63
4. PENUTUP.................................................................................................75
4.1. Kesimpulan........................................................................75
4.2. Saran..................................................................................80
DAFTAR REFERENSI................................................................................82
LAMPIRAN
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
1
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, tidak bisa bertahan hidup
sendiri. Demikian pula halnya dengan negara. Setiap negara membutuhkan
negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya agar dapat hidup makmur dan
sejahtera. Kerja sama dalam bentuk hubungan dagang antar negara sangat
dibutuhkan oleh setiap negara. Hal ini disebabkan setiap negara tidak dapat
menghasilkan semua barang dan jasa yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Selain itu,
juga disebabkan adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki, iklim, letak
geografis, jumlah penduduk, pengetahuan, dan teknologi. Alasan-alasan inilah
yang menyebabkan munculnya perdagangan internasional.
Perdagangan internasional tidak hanya memberikan manfaat di bidang
ekonomi saja, melainkan juga di bidang sosial, politik serta pertahanan dan
keamanan. Apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi, perdagangan
internasional dilakukan semua negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Tidak mudah bagi suatu negara untuk dapat mencapai kemakmuran tanpa kerja
sama dengan negara lain. Bahkan negara-negara yang menganut paham ekonomi
sosialis seperti Republik Rakyat Cina (RRC) dan Vietnam sudah mulai membuka
lebar-lebar keran perdagangan dengan negara-negara lain.
Hubungan-hubungan yang sifatnya lintas batas negara dapat mencakup
banyak jenisnya, dari bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli barang
atau komoditi (produk-produk pertanian, perkebunan, dan sejenisnya), hingga
hubungan atau transaksi dagang yang kompleks. Kompleksnya hubungan atau
transaksi datang internasional ini paling tidak disebabkan oleh adanya jasa
teknologi (terutama teknologi informasi) sehingga transaksi-transaksi dagang
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
2
Universitas Indonesia
semakin berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam
bertransaksi.1
Transaksi bisnis internasional tidak luput dari permasalahan yang dapat
terjadi diantara para pihak atau pelakunya. Salah satunya adalah permasalahan
debitur yang lalai dalam pemenuhan kewajiban pembayaran utang yang telah
jatuh tempo terhadap krediturnya, yang dapat berujung dengan diajukannya
permohonan kepailitan oleh kreditur tersebut. Keadaan seperti ini apabila terjadi
di dalam satu wilayah negara saja tentunya dapat menimbulkan permasalahan
sehingga telah dibuat peraturan yang mengatur mengenai hal ini.
Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk
melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari pada kreditornya.2
Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi
keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami
kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang
mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah
ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan
kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan
tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk
membayar seluruh utang debitor pailit secara proporsional (prorate parte) dan
sesuai dengan struktur kreditur.3
Harta kekayaan debitor pailit merupakan jaminan bersama untuk para
kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali
jika antara para kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan
pembagian tagihannya.4 Prinsip ini disebut dengan prinsip pari passu pro rata
parte. Prinsip ini berkaitan dengan utang yang dimiliki debitor terhadap banyak
1 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2005), hal. 1.
2 Mutiara Hikmah, Aspek – aspek Hukum Perdata Internasional dalam Perkara – perkara
Kepailitan (Jakarta : Refika Aditama 2007), hal. 26.
3 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 1.
4 Kartini Muljadi, Actio Pauliana dan Pokok – Pokok tentang Pengadilan Niaga
(Bandung : Alumni 2001), hal. 300.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
3
Universitas Indonesia
kreditor di mana harta kekayaan akan dibagi terhadap beberapa kreditor secara
proporsional. Pasal 1 ayat (1) Faillissement Verordening sama sekali tidak
mensyaratkan adanya dua atau lebih kreditor. Padahal filosofi kepailitan adalah
mekanisme pendistribusian aset secara adil dan merata terhadap para kreditor
berkaitan dengan keadaan tidak membayarnya debitor karena ketidakmampuan
debitor melaksanakan kewajiban tersebut.
Kepailitan itu sendiri merupakan suatu lembaga hukum perdata Eropa,
yang berfungsi untuk menjamin pembagian pelunasan utang debitor terhadap para
kreditornya sebagai realisasi dari dua asas pokok yang terkandung dalam pasal
11315 dan 1132
6 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
7 Secara
garis besar, dapat dikatakan bahwa kepailitan adalah suatu keadaan dimana
seseorang debitor tidak mampu lagi membayar utang-utangnya yang telah jatuh
tempo.
Di dalam ruang lingkup kepailitan antar batas negara, dikenal istilah
prinsip universal dan prinsip teritorial. Prinsip universal dalam kepailitan
mengandung makna bahwa putusan pailit dari suatu pengadilan di suatu negara,
maka putusan pailit tersebut berlaku terhadap semua harta debitor baik yang
berada di dalam negeri di tempat putusan pailit dijatuhkan maupun terhadap harta
debitor yang berada di luar negeri.8
Sesungguhnya peraturan kepailitan sudah ada sejak zaman penjajahan
Belanda, yaitu Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906
Nomor 348, dalam praktek peraturan tersebut hampir-hampir tidak dipakai.
Sangat sedikit kasus – kasus yang ada saat itu yang mencoba memakai peraturan
5 Pasal 1131, “Segala kebendaan debitur, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik
yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatannya perseorangan.”
6 Pasal 1132, “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama – sama bagi semua orang
yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda – benda itu dibagi – bagi menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing – masing, kecuali apabila di antara
para kreditor itu ada alsan – alasan sah untuk didahulukan.”
7 Freddy Harris, “Kumpulan Materi Hukum Kepailitan” (Buku Ajar di Fakultas Hukum
Universitas Indonesia Program Magister Kenotariatan, 2004), hal. 5.
8 M. Hadi Shubhan, Op. cit., hal. 47
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
4
Universitas Indonesia
tersebut. Dan, kalaupun peraturan tersebut diterapkan, hanya terhadap kasus –
kasus kecil. Akan tetapi, kasus gugatan pailit terhadap garantor dari PT Bentoel
dan kasus PT Arafat tentu merupakan kekecualiannya.9
Krisis moneter melanda sebagian besar dari negara-negara asia pada
pertengahan tahun 1997, tidak terkecuali Indonesia. Krisis tersebut telah
menyebabkan sendi-sendi perekonomian porak poranda, salah satu yang paling
merasakan dampak krisis adalah dunia usaha. Untuk mengantisipasi adanya
kecenderungan dunia usaha yang bangkrut yang akan berakibat pula pada tidak
dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo, maka
pemerintah melakukan perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam
peraturan perundang-undangan, salah satunya dengan merevisi Undang-undang
Kepailitan yang ada.10
Maka dengan tekanan International Monetary Fund (IMF),
Indonesia mengesahkan Undang-undang No. 4 tahun 1998 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. IMF merasa bahwa Faillisements
Verordening – Peraturan Kepailitan (Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto
Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348) yang merupakan peraturan kepailitan warisan
pemerintah kolonial Belanda selama ini kurang memadai dan kurang dapat
memenuhi tuntutan zaman.
Kepailitan yang timbul dari suatu transaksi bisnis internasional, yang
terdapat unsur pelaku usaha asing (foreign elements) di dalamnya, yang bukan
berasal dari negara dimana proses kepailitan tersebut dilakukan dinamakan
kepailitan lintas batas negara (cross-border insolvency).11
Dapat dikatakan
sebagai suatu perkara kepailitan lintas batas negara pula, yaitu apabila debitur
yang bersangkutan memiliki aset di lebih dari satu negara (di luar negara tempat
perkara kepailitan tersebut diproses).12
9 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (Bandung : PT Citra Aditya Bakti,
2010) hal 1.
10 Gunawan Widjaja, Resiko Hukum & Bisnis Perusahaan Pailit (Jakarta : Forum
Sahabat, 2007),hal.2.
11 Daniel Suryana, Kepailitan Terhadap Badan Usaha Asing oleh Pengadilan Niaga
Indonesia, (Bandung : Pustaka Sutra, 2007), hal. 2.
12 UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency with Guide to Enactment,
A/CN.9/442 at 15.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
5
Universitas Indonesia
Walaupun Undang-undang No. 4 tahun 1998 telah dibentuk, namun masih
terdapat kekurangan, salah satunya adalah ketidakjelasan mengenai definisi utang.
Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada Undang-
undang Kepailitan lama, maka pemerintah bersama DPR melakukan revisi.13
Revisi tersebut disahkan menjadi Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU). UUK-
PKPU baru merupakan undang-undang yang mengatur mengenai tata cara
penyelesaian secara hukum konflik utang-piutang di antara kreditor dan debitor
melalui pengadilan niaga di Indonesia. Undang-undang ini merupakan perbaikan
dari Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang dan peraturan kepailitan (Faillissement
Verordening) warisan Belanda.
Dalam perkembangan zaman sekarang ini tentunya ada banyak sekali hal
yang baru yang terus muncul sekarang ini. Transaksi yang kebanyakan batas lintas
batas lintas negara telah banyak terjadi termasuk di dalamnya perjanjian utang
piutang. Dengan adanya transaksi seperti ini tentunya memunculkan beberapa
kasus kepailitan yang melintasi batas negara tersebut. Walaupun begitu sampai
saat ini belum ada undang-undang yang mengatur mengenai kepailitan lintas batas
negara seperti yang sudah banyak terjadi sekarang ini. Tentunya hal ini
menimbulkan kekosongan hukum terhadap peristiwa hukum kepailitan lintas
batas negara seperti ini. Dengan demikian tentunya ditemukan beberapa kesulitan
dalam mengeksekusi mengenai kepailitan terhadap WNI yang diputus oleh
pengadilan asing. Dalam kasus seperti ini tentunya putusan tersebut diperlakukan
sebagai putusan pengadilan asing biasa bukan sebagai putusan pengadilan niaga
asing. Putusan seperti ini harus diajukan kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat yang menangani putusan pengadilan asing. Dalam keadaan seperti ini
banyak sekali putusan kepailitan lintas batas negara yang ditolak ataupun tidak
diterima, tentunya hal ini dapat menurunkan rasa percaya asing untuk melakukan
transaksi perdagangan dengan penduduk Indonesia.
13
Ibid, hal 4.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
6
Universitas Indonesia
Kepailitan lintas batas negara telah menimbulkan masalah-masalah yang
pelik di Indonesia. Ada beberapa putusan yang dikabulkan eksekusinya oleh
pengadilan Indonesia, namun kebanyakan adalah berdasarkan putusan arbitrase
asing. Sebagai contoh kasus Suba Indah. Pada 7 Agustus 2007, majelis hakim
Pengadilan Niaga DKI Jakarta mengabulkan permohonan pailit dari Bunge
Agribusiness Singapore Pte, Ltd (Bunge) terhadap Suba karena tak membayar 10
persen uang muka dari Sales Contract pemesanan komoditi jagung Argentina
senilai US$117.000. Atas putusan itu, Pengadilan Niaga juga menunjuk Swandy
Halim sebagai kurator Suba.14
Sedangkan untuk peradilan umum, di dalam studi kasus yang dilakukan
oleh penulis (Kasus Kepailitan Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC
Securities yang pertama ditolak gugatannya dan yang kedua gugatannya tidak
dapat diterima. Di dalam pertimbangannya, Majelis Hakim perkara Manwani
Santosh yang dipimpin oleh H. Syarifuddin, SH. MH. (yang pada tanggal 1 Juni
2011 ditangkap oleh KPK karena kasus suap yang tidak berhubungan dengan
kasus ini) menolak karena Putusan Peradilan Asing tidak dapat dilaksanakan
Eksekusinya di luar wilayah Negara tersebut dan dikatakan bahwa tidak memiliki
dua atau lebih kreditor.
Putusan dari pengadilan ini tentunya menimbulkan pertanyaan, yaitu
apakah benar putusan pengadilan asing tidak dapat dieksekusi di pengadilan
Indonesia karena tentunya hal ini tidak dimungkinkan apabila putusan tersebut
dijadikan alat bukti untuk putusan yang akan dikeluarkan. Dengan
mempertimbangkan putusan asing tersebut dengan bentuk lainnya yaitu putusan
arbitrase asing sehingga alasan bahwa putusan pengadilan asing tidak dapat
dieksekusi di Indonesia dapat dikaji lebih lagi untuk mendukung perdagangan
internasional di Indonesia.
Dengan adanya kedua putusan atas tersebut maka pada akhirnya penulis
memutuskan untuk membuat penelitian dengan judul “Keberlakuan Prinsip
14
Hukum Online : “Suba Dipailitkan Akibat Kesepakatan Diam-diam”
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17394/suba-dipailitkan-akibat-kesepakatan-
diamdiam diakses tanggal 12 Mei 2012.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
7
Universitas Indonesia
Kepailitan dalam Studi Kasus Kepailitan Manwani Santosh Tekchand Melawan
OCBC Securities”.
1.2 Pokok Permasalahan
Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan kepailitan dalam hukum Indonesia dalam studi
kasus kepailitan Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC Securities?
2. Apakah Putusan Pengadilan Asing yang telah memutus bahwa seorang
debitor diwajibkan membayar utang kepada kreditor dapat dijadikan dasar
kepailitan terhadap debitor tersebut di Indonesia?
1.3 Definisi Operasional
Tujuan dari dilakukannya penelitian yang hendak dicapai oleh peneliti adalah
untuk menambah wawasan agar diharapkan pembaca dapat memahami mengenai
permasalahan kepailitan di Indonesia terutama mengenai Kepailitan antar batas
negara dalam Undang-undang Kepailitan Republik Indonesia, baik secara teoritis
meupun penerapannya dalam beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia.
Tujuan penelitian ini antara lain :
1. Mengetahui pengaturan kepailitan dalam hukum Indonesia dalam studi
kasus kepailitan Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC Securities.
2. Menganalisa apakah Putusan Pengadilan Asing yang telah memutus
bahwa seorang debitor dinyatakan berhutang dapat dijadikan dasar oleh
pihak kreditor untuk mengajukan suatu Permohonan Pernyataan Pailit
terhadap debitor tersebut di Indonesia.
1.3 Kerangka Konsepsional
Dalam hal melakukan penelitian hukum normatif, definisi yang akan
diuraikan adalah definisi yang diambil dari peraturan perundang-undangan, karena
pengertian yang ada pada peraturan perundang-undangan merupakan pengertian
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
8
Universitas Indonesia
yang relatif lengkap mengenai istilah, sehingga dapatlah dijadikan pedoman
dalam pengumpulan data, pengolahan dan analisis data.
Dalam penulisan ini, penulis akan mempergunakan beberapa istilah yang
berakitan dengan materi dari skripsi ini, agar terdapat kesamaan persepsi
mengenai pengertian dari istilah-istilah tersebut di bawah ini nantinya sehingga
tidak akan terjadi kesalahpahaman, maka definisi operasional yang akan dipakai
oleh penulis dalam hal ini adalah sebagai berikut:
1. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas.15
2. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
Undang -Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.16
3. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.17
4. Debitor Pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan.18
5. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang
diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor
Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-
Undang ini.19
6. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam
jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing,
baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau
kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang – undang dan yang
wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada
Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.20
15
Indonesia, Undang – Undang No. 37 tahun 2004., Pasal 1 ayat (1).
16 Ibid, Pasal 1 ayat (2).
17 Ibid, Pasal 1 ayat (3).
18 Ibid, Pasal 1 ayat (4).
19 Ibid, Pasal 1 ayat (5).
20 Ibid, Pasal 1 ayat (6).
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
9
Universitas Indonesia
7. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum.21
8. Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam
putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.
1.4 Metodologi Penelitian
Penelitian merupakan perwujudan dari rasa keingintahuan seseorang terhadap
suatu masalah yang dianggapnya menarik. Suatu penelitan baru bisa dikatakan
sebagai penelitian ilmiah apabila menggunakan metode. Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dikarenakan bahan
penelitian yang digunakan penulis adalah bahan-bahan hukum. Penelitian ini
secara khusus mengaitkan hukum sebagai upaya untuk menjadi landasan pedoman
dalam pelaksanaan berbagai bidang kehidupan masyarakat yang dapat mengatur
ketertiban dan keadilan.22
Dalam penelitian ini analisis pengumpulan data yang dipergunakan oleh
peneliti yaitu melalui studi pustaka (studi dokumen), yaitu suatu pengumpulan
data yang dilakukan melalui data tertulis dengan menggunakan suatu analisis
terhadap suatu obyek penelitian.23
Melalui instrumen ini data diperoleh dari Perpustakaan Pusat Universitas
Indonesia, buku-buku yang dimiliki oleh peneliti yang berkaitan dengan penelitian
ini, data-data tertulis dari bagian informasi Ruang Administrasi Niaga Pengadilan
Negeri/Niaga Jakarta Pusat. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder, yaitu
data yang telah dalam keadaan siap pakai, bentuk dan isinya telah disusun peneliti
terdahulu dan dapat diperoleh tanpa terikat waktu dan tempat.24
21
Ibid, Pasal 1 ayat (7).
22 Sri Mamudji et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 4.
23 Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta : IND-
HIL-CO, 1990), hal. 22.
24 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta : RajaGrafindo, 1994), hal. 37.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
10
Universitas Indonesia
Analisa penelitian dalam penelitian ini adalah dengan menganalisa tulisan
atau dokumen, diperoleh baik dari perpustakaan maupun dari media massa yang
terdiri dari :
1. Bahan hukum primer25
Bahan hukum primer dalam penelitian ini meliputi norma dasar atau
kaidah dasar, peraturan dasar serta peraturan perundang-undangan baik
di bidang kepailitan maupun peraturan-peraturan yang terkait dengan
kepailitan dengan badan hukum perseroan sebagai subyek, yaitu :
a. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan.
b. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU).
c. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas (UUPT).
2. Bahan hukum sekunder26
Badan hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang memberikan
informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan sumber primer serta
implementasinya. Meliputi hasil penelitian, buku, atau literatur serta
skripsi maupun tesis yang membahas mengenai kepailitan, artikel
ilmiah, serta jurnal yang memuat informasi yang dibutuhkan.
3. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan yang memberikan
penjelasan yang berkaitan dengan isi sumber primer dan sumber
sekunder, salah satu contohnya adalah kamus Black’s Law Dictionary.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif analitis secara mendalam dengan menggunakan pendekatan kasus (Case
Approach). Pendekatan kasus disini bertujuan untuk mempelajari penerapan
norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Kasus
tersebut dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi
penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum.27
25
Sri Mamudji, et.al., op.cit., hal. 29-30.
26 Ibid., hal. 31.
27 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi (Malang : Bayu Media, 2006), hal. 310.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
11
Universitas Indonesia
Keseluruhan data yang telah diperoleh kemudian dioleh dengan metode
kualitatif, yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data dalam
bentuk kalimat, tidak dalam bentuk data statistik, menggambarkan apa yang
ditemukan dari bahan dan data yang diteliti yang benar-benar terarah pada
masalah yang ingin diketahui dan dijelaskan.28
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian dengan judul “Keberlakuan Prinsip Kepailitan dalam Studi Kasus
Kepailitan Manwani Santosh Tekchand Melawan OCBC Securities” ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan berbagai pihak yang
memiliki minat di bidang hukum dan masalah-masalah kepailitan, khususnya pada
perkara-perkara kepailitan lintas batas negara baik untuk sekedar menambah
wawasan maupun memperdalam ilmu dan pengetahuan mengenai kepailitan yang
telah dimiliki.
1.6 Batasan Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti telah mempersempit dan membatasi objek
penelitian sampai pada kasus-kasus kepailitan lintas batas negara baik yang
diputus sebelum berlakunya Undang-undang Kepailitan, maupun berdasarkan
Undang – Undang Kepailitan yang baru (UUK-PKPU 2004).
1.7 Sistematika Penelitian
Adapun model operasional penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan model
operasional penelitian.
28
Burhan Ashopa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 137.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
12
Universitas Indonesia
BAB II : HUKUM KEPAILITAN INDONESIA DAN PENGAKUAN
PUTUSAN ASING DI PENGADILAN INDONESIA
Bab ini terbagi menjadi dua sub pokok bahasan, yaitu : A.. Teori Umum Hukum
Kepailitan Indonesia diantaranya prinsip-prinsip hukum kepailitan, dasar hukum,
pihak-pihak yang terkait dalam Hukum Kepailitan. Kemudian B. Dibahas
mengenai keterlibatan unsur-unsur asing dalam kepailitan, pengakuan putusan
asing di pengadilan Indonesia, dan juga mengenai kepailitan lintas batas negara.
BAB III : KASUS POSISI DAN ANALISIS YURIDIS KASUS KEPAILITAN
MANWANI SANTOSH TEKCHAND MELAWAN OCBC SECURITIES.
Bab III ini berisi kasus posisi dan analisis yuridis kasus kepailitan, yaitu :
Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC Securities. Dikaitkan dengan teori-
teori mengenai hukum kepailian Indonesia serta peraturan perundang-undangan
yang terkait. Analisa kasus-kasus tersebut dilihat dari dasar pertimbangan Hakim
dalam memberikan keputusan, apakah telah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan hukum kepailitan yang berlaku dan juga telah sesuai dengan
yurisprudensi yang ada. Penulis juga memberikan opini terkat dengan dasar
pertimbangan Hakim dalam memberikan keputusan.
BAB IV : PENUTUP
Bab IV membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan penjabaran
fakta-fakta yang telah dilakukan dan juga jawaban dari pokok permasalahan yang
telah dijabarkan pada bab pendahuluan. Serta penambahan saran-saran yang
terkait dengan perumusan dan jawaban dari pokok permasalahan.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
13
Universitas Indonesia
BAB II
HUKUM KEPAILITAN INDONESIA DAN PENGAKUAN PUTUSAN
ASING DI PENGADILAN INDONESIA
2.1 Kepailitan
2.1.1 Definisi Kepailitan
Perekonomian dan perdagangan yang semakin berkembang serta pengaruh
globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang
dimiliki oleh para pengusaha pada umumnya sebagian besar merupakan pinjaman
yang berasal dari berbagai sumber, baik dari bank, penanaman modal, penerbitan
obligasi maupun cara lain yang diperbolehkan, telah menimbulkan banyak
permasalahan penyelesaian utang piutang dalam masyarakat.29
Karena itu
kepailitan semakin dibutuhkan sebagai alternatif penyelesaian utang piutang yang
cepat dan komprehensif.
Definisi kepailitan menurut Black’s Law Dictionary :
“Bankrupt is the state or condition of a person (individual, partnership,
corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or
become due. The term includes a person against whom an involuntary
petition has been filed, who has filed a voluntary petition, or who has been
adjudged a bankrupt”
Dari pengertian yang diberikan Black’s Law Dictionary tersebut, dapat
kita lihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk
membayar dari seseorang (Debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.
Ketidak mampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk
mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh Debitor sendiri, maupun
atas permintaan pihak ketiga (di luar Debitor), suatu permohonan pernyataan
pailit ke pengadilan. Maksud dari pengajuan permohonan pernyataan tersebut
adalah sebagai suatu bentuk pemenuhan azas publisitas dari keadaan tidak mampu
membayar dari seorang Debitor.
Tanpa adanya permohonan tersebut ke Pengadilan, maka pihak ketiga
yang berkepentingan tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari
29
Indonesia, Op. cit., penjelasan umum.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
14
Universitas Indonesia
Debitor. Keadaan ini kemudian akan diperkuat dengan suatu putusan pernyataan
pailit oleh Hakim Pengadilan, baik itu yang merupakan putusan yang
mengabulkan ataupun menolak permohonan kepailitan yang diajukan.30
Menurut Prof.Dr.Soekardono, kepailitan adalah penyitaan umum atas
kekayaan si pailit bagi kepentingan semua penagihnya, sehingga Balai Harta
Peninggalanlah yang ditugaskan dengan pemeliharaan serta pemberesan boedel
dari orang yang pailit.31
Algra memberikan definisi mengenai kepailitan :
“Fallisementis een gerechtelijk beslag op het gehele vermogen van een
schuldenaar ten behoeve van zijn gezamenlijke schuldeiser”.32
(Kepailitan adalah
suatu sitaan umum terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor untuk
melunasi utang – utangnya kepada kreditor.)
Mengenai definisi dari kepailitan itu sebagaimana terjemahan dari istilah
Belanda “Faillisement” tidak dapat ditemukan dalam peraturan kepailitan
(Falillisements Verordenings yang diundangkan dalam Staatsblad tahun 1906 No.
348).33
Dalam pasal 1 hanya memberikan syarat untuk pengajuan
permintaan failisemen, yaitu bahwa seseorang telah berhenti membayar.
Berhenti membayar ialah kalau debitor sudah tidak mampu membayar
atau tidak mau membayar, dan tidak usah benar-benar telah berhenti sama sekali
untuk membayar, tetapi apabila dia pada waktu diajukan permohonan pailit
berada dalam keadaan tidak dapat membayar utang tersebut, namun pada
hakekatnya failisemen adalah suatu sita umum yang bersifat conservatoir dan
pihak yang dinyatakan pailit hilang penguasaannya atas harta bendanya,
penyelesaian pailit diserahkan kepada seorang kurator yang dalam melaksanakan
30
Gunawan Widjaja, Resiko Hukum & Bisnis Perusahaan Pailit, (Jakarta : Forum
Sahabat, 2009), hal. 15 – 16.
31 Soekardono, Hukum Dagang Indonesia Jilid 1, (Jakarta: Soeroenga, 1960), hal. 3.
32 Algra, N.E., Inleiding tot Het Nederlands Privaatrecht, (Groningen: Tjeenk Willink),
hal. 425.
33 Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi, cet.1,
(Jakarta: PT Alumni, 2007), hal. 15.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
15
Universitas Indonesia
tugasnya diawasi oleh seorang hakim komisaris, yaitu seorang hakim pengadilan
yang ditunjuk.34
Menurut pasal 1 angka 1 UUK-PKPU 2004, kepailitan adalah sita umum
atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini, sedangkan pengertian debitor berdasarkan pasal
2 ayat (1) UUK-PKPU adalah debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor
dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya
sendiri, maupun atas permintaan seseorang atau lebih kreditornya.
Apabila sejarah hukum tentang kepailitan ditelusuri, diketahui bahwa
hukum tentang kepailitan itu sendiri sudah ada sejak zaman Romawi. Kata
bangkrut, yang dalam bahasa Inggris disebut bankrupt berasal dari Undang-
undang di Italia yang disebut dengan banca rupta. Di abad pertengahan di eropa
ada praktek kebangkrutan dimana dilakukan penghancuran bangku-bangku dari
para bankir atau pedagang yang melarikan diri secara diam-diam dengan
membawa harta para kreditornya. Sedangkan di Venetia (Italia) pada waktu itu,
dimana para pemberi pinjaman (bankir) saat itu yang banco (bangku) mereka
yang tidak mampu lagi membayar hutang atau gagal dalam usahanya, bangku
tersebut benar-benar telah patah atau hancur.35
Hukum kepailitan timbul karena adanya pinjaman yang diberikan dari
pihak kreditor kepada pihak debitor. Pinjaman dari kreditor kepada debitor
disebut kredit (credit) yang berasal dari kata credere yang berarti kepercayaan
atau trust. Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya
faktor pertimbangan utama dari pemberian kredit oleh kreditor kepada debitor
34 E. Suherman, Faillissement (Kepailitan), (Bandung: Binacipta, 1988), hal. 5.
35
Douglas G. Baird, Cases Problems, and Materials on Bankruptcy, Boston, (USA :
Little, Brown and Company, 1985), hal. 21.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
16
Universitas Indonesia
adalah kepercayaan kreditor bahwa debitor akan mengembalikan pinjamannya
dengan tepat waktu.36
Bagi negara-negara dengan tradisi hukum common law yang berasal dari
Inggris Raya, tahun 1952 merupakan tonggak sejarah, karena pada tahun 1952,
hukum pailit dari tradisi hukum romawi diadopsi ke negeri Inggris dengan
diundangkannya oleh parlemen di masa kekaisaran Raja Henry VIII sebagai
Undang-undang yang disebut dengan Act Against Suuch Persons As Do Make
Bankrupt.37
Undang-undang ini menempatkan kebangkrutan sebagai hukuman
bagi debitor nakal yang mangkir untuk membayar utang sambil menyembunyikan
aset-asetnya. Undang-undang ini memberikan hak-hak bagi kelompok kreditor
yang tidak dimiliki oleh kreditor secara individual. Peraturan di masa-masa awal
dikenalnya hukum pailit di Inggris banyak yang mengatur tentang larangan
properti tidak dengan itikad baik (fraudulent conveyance statute) atau apa yang
sekarang populer dengan sebutan actio pauliana.38
Di Inggris, insolvensi atau kebangkrutan didefinisikan, baik dari segi arus
kas dan dalam hal neraca dalam UK Insolvency Act 1986, Pasal 123, sebagai :39
36
Silvany, Tjoetiar. “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Pailit PT ADAM
SKYCONNECTION AIRLINES No: 26/PAILIT/2008/PN.Niaga.JKT.PST” (Skripsi Sarjana
Universitas Indonesia, Depok, 2009), hal. 12.
37
Munir Fuady, Op. cit., hal. 4.
38
Actio Pauliana adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditor
mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak
diwajibkan untuk dilakukan oleh debitor terhadap harta kekayaanya yang diketahui oleh debitor
perbuatan tersebut merugikan kreditor. Hak tersebut diatur dalam KUH Perdata Pasal 1341. Actio
pauliana yang diatur dalam Pasal 1341 KUH Perdata memperoleh ketentuan pelaksanaanya dalam
Pasal 41-50 UUK-PKPU 2004.
39
“UNITED KINGDOM – THE INSOLVENCY ACT 1986: COMPANY
INSOLVENCY – COMPANIES WINDING UP: PART IV – WINDING UP OF COMPANIES
REGISTERED UNDER THE COMPANIES ACTS”
123. Definisi ketidakmampuan untuk membayar utang
(1) Sebuah perusahaan dianggap tidak mampu membayar utang-utangnya,
a) jika terbukti dengan kepuasan dari pengadilan bahwa perusahaan tidak
mampu membayar utang-utangnya saat jatuh tempo. Hal ini dikenal
sebagai arus kas kebangkrutan.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
17
Universitas Indonesia
“123. Definition of Inability to Pay Debts.
(1) A company is deemed unable to pay its debts,
a) of a creditor (by assignment or otherwise) to whom the
company is indebted in a sum exceeding £750 then due has
served on the company, by leaving it at the company's
registered office, a written demand (in the prescribed
form) requiring the company to pay the sum so due and the
company has for 3 weeks there-after neglected to pay the
sum or to secure or compound for it to the reasonable
satisfaction of the creditor, or
(2) A company is also deemed unable to pay its debts if it is proved to
the satisfaction of the court that the value of the company's assets
is less than the amount of its liabilities, taking into account its
contingent and prospective liabilities.”
Di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang termasuk kedalam
kelompok negara dengan sistem hukum Anglo Saxon, hukum kepailitan diatur
dalam Bankruptcy Code yang disahkan oleh Kongres. Bankruptcy Code terdiri
dari beberapa Chapter. Chapter 11 tentang Reorganization adalah bab/chapter
yang paling terkenal.
Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun suatu
badan hukum (legal entity) adakalanya tidak memiliki uang yang cukup untuk
membiayai keperluan atau kegiatannya. Untuk dapat mencukupi kekurangan uang
tersebut, orang atau perusahaan antara lain dapat melakukannya dengan
meminjam uang yang dibutuhkan itu dari pihak lain. Dalam kehidupan memang
tersedia sumber-sumber dana bagi seseorang atau suatu badan hukum yang ingin
memperoleh pinjaman dari pihak lain (orang lain atau badan hukum lain), pihak
yang memperoleh pinjaman itu disebut debitor sedangkan pihak yang
memberikan pinjaman itu disebut kreditor.40
(2) Sebuah perusahaan juga dianggap tidak mampu membayar utang-utangnya jika
terbukti dengan kepuasan pengadilan bahwa nilai aset perusahaan lebih kecil
dari jumlah kewajibannya, dengan mempertimbangkan calon yang kontingen
dan kewajiban. Ini adalah dikenal sebagai neraca kebangkrutan.
40 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan : Memahami Undang – Undang No. 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan.,(Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2009) hal. 2
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
18
Universitas Indonesia
Untuk memantapkan keyakinan kreditor bahwa debitor akan secara nyata
mengembalikan pinjamannya setelah jangka waktu pinjaman berakhir, dalam
hukum terdapat beberapa asas. Asas tersebut menyangkut jaminan. Terdapat dua
asas yang penting. Asas pertama menentukan, apabila debitor ternyata pada
waktunya tidak melunasi utangnya kepada kreditor karena suatu alasan tertentu,
maka harta kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,
baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi agunan atau
jaminan utangnya yang dapat dijual untuk menjadi sumber pelunasan utang itu.
Asas ini di dalam KUHPerdata dituangkan dalam Pasal 1131 yang bunyinya
sebagai berikut :
“Segala harta kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun yang tak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian
hari, menjadi jaminan untuk segala perikatan debitor.”
Pasal 1131 KUHPerdata tersebut menentukan, harta kekayaan debitor
bukan hanya untuk menjamin kewajiban melunasi utang kepada kreditor yang
diperoleh dari perjanjian utang piutang di antara mereka, tetapi untuk menjamin
semua kewajiban yang timbul dari perikatan debitor. Sebagaimana menurut
ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata, suatu perikatan (antara debitor dan kreditor)
timbul atau lahir karena adanya perjanjian di antara debitor dan kreditor maupun
timbul atau lahir karena ketentuan undang-undang.
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, wujud perikatan adalah “untuk
memberikan sesuatu”, “untuk berbuat sesuatu”, atau “untuk tidak berbuat
sesuatu”. Dalam istilah hukum, perikatan dalam wujudnya yang demikian itu
disebut pula dengan istilah “prestasi”. Pihak yang tidak melaksanakan prestasinya
disebut telah melakukan “wanprestasi”. Apabila perikatan itu timbul karena
perjanjian yang dibuat di antara debitor dan kreditor, maka pihak yang tidak
melaksanakan prestasinya disebut sebagai telah melakukan “cidera janji” atau
“ingkar janji”, atau dalam bahasa Inggris disebut “in default”.41
Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk
melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya.
41
Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit., hal. 3-4.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
19
Universitas Indonesia
Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi
keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami
kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang
mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah
ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan
kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan
tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk
membayar seluruh hutang debitor pailit tersebut secara proporsional (prorate
parte) dan sesuai dengan struktur kreditor.42
2.1.2 Tujuan Kepailitan
Sebagaimana dikutip dari Levinthal dari buku The Early History of
Bankruptcy Law, tujuan utama dari hukum kepailitan digambarkan sebagai
berikut :
“All bankruptcy law, however, no matter when or where devised and
enacted, has at least two general objects in view. It aims, first, to secure
and equitable division of the insolvent debtor’s property among all his
creditors, and, in the second place, to prevent on the part of the insolvent
debtor conducts detrimental to the interest of his creditors. In other words,
bankruptcy law seeks to protect the creditors, first, from one another and,
secondly, from their debtor. A third object, the protection of the honest
debtor from his creditors, by means of the discharge, is sought to be
attained in some of the systems of bankruptcy, but this is by no means a
fundamental feature of the law.”
Dari hal yang dikemukakan di atas dapat diketahui tujuan-tujuan dari
hukum kepailitan (bankruptcy law), adalah:
1. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di
antara para kreditornya;
2. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang
dapat merugikan kepentingan para kreditor;
42
M. Hadi Shubhan, Op. cit., hal. 27-28.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
20
Universitas Indonesia
3. Memberikan perlindingan kepada debitor yang beritikad baik dari para
kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang.43
Menurut Profesor Radin dalam tulisannya The Nature of Bankruptcy,
tujuan semua undang-undang kepailitan (bankruptcy laws) adalah untuk
memberikan suatu forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari berbagai
penagih terhadap aset seorang debitor yang tidak cukup nilainya. Sementara itu
Profesor Warren dalam bukunya Bankruptcy Policy mengemukakan sebagai
berikut :44
“In Bankruptcy, with an inadequate pie to divide and the looming
discharge of unpaid debts, the disputes center on who is entitled to shares
of the debtor’s assets and how these shares are to be divided. Distribution
among creditors is no incidental to others concerns; it is the center of the
bankruptcy scheme.”
Dalam penjelasan umum UU No. 37 Tahun 2004 dikemukakan mengenai
beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang, yaitu :
1. Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang
sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor;
2. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan
yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa
memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya;
3. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan
oleh salah seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor
berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa
orang kreditor tertentu sehingga kreditor lainnya dirugikan, atau
adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan semua harta
kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya
terhadap para kreditor.
Ketiga hal itulah yang menurut pembuat UU No. 37 Tahun 2004 yang
merupakan tujuan dibentuknya undang-undang tersebut yang merupakan produk
43
Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 28.
44 Ibid., hal. 38.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
21
Universitas Indonesia
hukum nasional yang sesuai dengan kebutuhan dan pembangunan hukum
masyarakat.45
UUK-PKPU 2004 dalam Pasal 2 membeda-bedakan siapa-siapa saja yang
dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang berbeda-
beda. Tergantung kepada jenis usaha debitor, yang dapat tampil sebagai pemohon
pernyataan pailit adalah :46
a. Debitor itu sendiri
b. Salah seorang Kreditor atau para kreditornya
c. Jaksa atau atas dasar Keputusan Umum
d. Bank Indonesia dalam hal Debitornya merupakan badan hukum bank
e. BAPEPAM merupakan hal Debitor berupa perusahaan Efek
Akibat hukum dari kepailitan ini adalah bahwa Debitor menjadi tidak
mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan kepengurusan dan
kepemilikan yang membawa akibat dapat merugikan terhadap aset-asetnya, dan
tindakan debitor untuk melakukan tindakan kepengurusan dan kepemilikan
tersebut harus dilakukan oleh kuratornya yang ditunjuk atas dasar kepailitan.
Adapun yang dapat menjadi kurator dalam kepailitan adalah orang perseorangan
atau persekutuan yang telah terdaftar dalam departemen Kehakiman.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan tujuan-tujuan
dari hukum kepailitan, yaitu sebagai berikut :47
1. Melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka
sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa “semua harta
kekayaan debitor baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,
baik yang telah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
menjadi jaminan bagi perikatan debitor”, yaitu dengan cara
memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi
tagihan-tagihannya terhadap debitor. Menurut hukum Indonesia,
45
Indonesia, Undang – Undang No. 37 tahun 2004., Penjelasan Umum.
46Aria Pratama Sriyanto, “Pemohon Pernyataan Pailit”
http://www.geocities.com/ariyanto_eks79/hukum_bisnis.htm, diunduh 12 Maret 2012.
47 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 29 - 31.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
22
Universitas Indonesia
asas jaminan tersebut dijamin oleh Pasal 1131 KUHPerdata.
Hukum kepailitan menghindarkan terjadinya saling rebut di antara
para kreditor terhadap harta debitor berkenaan dengan asas jaminan
tersebut. Tanpa adanya undang-undang kepailitan, maka akan
terjadi kreditor yang lebih kuat akan mendapatkan bagian yang
lebih banyak daripada kreditor yang lemah.
2. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor di antara para
kreditor sesuai dengan asas pari passu (membagi secara
proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor konkuren
atau unsecured creditors berdasarkan pertimbangan besarnya
tagihan masing-masing). Di Dalam hukum Indonesia asas pari
passu dijamin oleh Pasal 1132 KUHPerdata.
3. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang
dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan dinyatakan
seorang debitor pailit, maka debitor menjadi tidak lagi memiliki
kewenangan untuk mengurus dan memindahtangankan harta
kekayaannya. Putusan pailit memberikan status hukum dari harta
kekayaan debitor berada di bawah sita umum (disebut harta pailit).
4. Pada hukum kepailitan Amerika Serikat, kepada debitor yang
beritikad baik memberikan perlindungan dari para kreditornya
dengan cara memperoleh pembebasan utang. Menurut hukum
kepailitan Amerika Serikat, seorang debitor perorangan (individual
debtor) akan dibebaskan dari utang-utangnya setelah selesainya
tindakan pemberesan atau likuidasi terhadap harta kekayaannya.
Sekalipun nilai harta kekayaannya setelah dilikudasi atau dijual
oleh likuidator tidak cukup untuk melunasi seluruh utang-utangnya
kepada para kreditornya, tetapi debitor tersebut tidak lagi
diwajibkan untuk melunasi utang-utang tersebut. Kepada debitor
tersebut diberi kesempatan untuk memperoleh financial fresh start.
Debitor tersebut dapat memulai kembali melakukan bisnis tanpa
dibebani dengan utang-utang yang menggantung dari masa lampau
sebelum putusan pailit. Menurut US Bankruptcy Code, financial
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
23
Universitas Indonesia
fresh start hanya diberikan kepada debitor pailit perorangan dan
tidak diberikan kepada debitor badan hukum. Jalan keluar yang
dapat ditempuh oleh perusahaan yang pailit ialah membubarkan
perusahaan debitor yang pailit itu setelah likuidasi berakhir.
Menurut UU No. 37 Tahun 2004, financial fresh start tidak
diberikan kepada debitor, baik debitor perorangan maupun debitor
badan hukum setelah tindakan pemberesan oleh kurator selesai
dilakukan. Artinya, apabila setelah tindakan pemberesan atau
likuidasi terhadap harta kekayaan debitor selesai dilakukan oleh
kurator dan ternyata masih terdapat utang-utang yang belum lunas,
debitor tersebut masih tetap harus menyelesaikan utang-utangnya.
Penjelasan umum dari undang-undang tersebut menyatakan
“Kepailitan tidak membebaskan seorang yang dinyatakan pailit
dari kewajiban untuk membayar utang-utangnya”. Setelah tindakan
pemberesan atau likuidasi selesai dilakukan oleh kurator, debitor
kembali diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan hukum
yang berkaitan dengan harta kekayaannya, artinya debitor boleh
kembali melakukan kegiatas usaham tetapi tetap berkewajiban
untuk menyelesaikan utang-utang yang belum lunas.
5. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah
mengakibatkan perusahaan mengalami keadaan keuangan yang
buruk sehingga perusahaan mengalami keadaan insolvensi dan
kemudian dinyatakan pailit oleh pengadilan. Dalam undang-
undang kepailitan Indonesia yang berlaku pada saat ini, sanksi
perdata maupun pidana tidak diatur di dalamnya, tetapi diatur di
dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas dan
KUHPidana. Di beberapa negara lain, sanksi-sanksi itu dimuat di
dalam undang-undang kepailitan negara yang bersangkutan. Di
Inggris sanksi-sanksi pidana berkaitan dengan kepailitan
ditentukan dalam Companies Act 1985 dan Insolvency Act 1986.
6. Memberikan kesempatan kepada debitor dan para kreditornya
untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
24
Universitas Indonesia
restrukturisasi utang-utang debitor. Dalam Bankruptcy Code
Amerika Serikat hal ini diatur dalam Chapter 11 mengenai
Reorganization. Di dalam UU Kepailitan Indonesia kesempatan
bagi debitor untuk mencapai kesepakatan restrukturisasi utang-
utangnya dengan para kreditornya diatur dalam Bab III tentang
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
2.1.3 Prinsip – Prinsip Kepailitan
2.2.3.1 Prinsip paritas creditorium (kesetaraan kedudukan para kreditor)
Prinsip paritas creditorium (kesetaraan kedudukan para kreditor) menentukan
bahwa kreditor mempunyai hak yang sama terhadap semua harta benda debitor.
Apabila debitor tidak dapat membayar utangnya, maka harta kekayaan debitor
menjadi sasaran kreditor.48
Prinsip paritas creditorium mengandung makna
bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang
tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barang-
barang di kemudian hari akan dimiliki debitor terikat kepada penyelesaian
kewajiban debitor.49
Adapun filosofi dari prinsip paritas creditorium adalah bahwa merupakan
suatu ketidakadilan jika debitor memiliki harta benda, sementara utang debitor
terhadap para kreditornya tidak terbayarkan. Hukum memberikan jaminan umum
bahwa harta kekayaan debitor demi hukum menjadi jaminan terhadap utang-
utangnya, meski harta tersebut tidak terkait langsung dengan utang-utangnya.50
Menurut Kartini Muljadi, peraturan kepailitan di dalam UUK-PKPU adalah
penjabaran dari Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata. Hal ini
dikarenakan:
a. Kepailitan hanya meliputi harta pailit dan bukan debitornya ;
48
Mahadi, Falsafah Hukum : Suatu Pengantar, (Alumni : Bandung, 2003), hlm. 135.
49 M. Hadi Shubhan, op.cit., hlm. 27-28.
50 Ibid, hal. 28.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
25
Universitas Indonesia
b. Debitor tetap pemilik kekayaannya dan merupakan pihak yang berhak atasnya,
tetapi tidak lagi berhak menguasainya atau menggunakannya atau
memindahkan haknya atau mengagunkannya ;
c. Sitaan konservatoir secara umum meliputi seluruh harta pailit.51
Namun demikian, prinsip ini tidak dapat diterapkan secara letterlijk karena
hal ini akan menimbulkan ketidakadilan berikutnya. Letak ketidakadilan tersebut
adalah para kreditor berkedudukan sama antara satu kreditor dengan kreditor
lainnya. Prinsip ini tidak membedakan perlakuan terhadap kondisi kreditor, baik
kreditor dengan piutang besar maupun kecil, pemegang jaminan, atau bukan
pemegang jaminan. Oleh karenanya, ketidakadilan prinsip paritas creditorium
harus digandengkan dengan prinsip pari passu pro rata parte dan prinsip
structured creditors.52
Berbeda halnya dengan Undang-Undang Kepailiatan yang menerapkan
prinsip paritas creditorium, maka di dalam Faillissementsverordening tidak
menganut prinsip paritas creditorium.53
Di dalam Pasal 1
Faillissementsverordening menyatakan bahwa setiap debitor yang tidak mampu
membayar kembali utang tersebut baik atas permintaan sendiri maupun atas
permintaan seorang kreditor atau lebih, dapat diadakan putusan oleh hakim yang
menyatakan bahwa debitor yang bersangkutan dalam keadaan pailit.54
Ketentuan tersebut, tersurat bahwa pernyataan pailit hanya memerlukan
dua syarat saja, yaitu debitor harus berada dalam keadaan telah berhenti
membayar, dan harus ada permohonan pailit baik oleh debitor sendiri maupun
seorang kreditor atau lebih. Ketentuan di dalam Faillissementsverordening yang
tidak menganut prinsip paritas creditorium merupakan kelalaian pembuat undang-
undang. Pentingnya prinsip paritas creditorium untuk dianut di dalam peraturan
kepailitan adalah sebagai pranata hukum untuk menghindari unlawful execution
51
Kartini Muljadi, Actio Pauliana dan Pokok-Pokok tentang Pengadilan Niaga, dalam
Rudhy A.Lontoh, et.al, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2001, hlm. 300.
52 M. Hadi Shubhan, op.cit., hal. 29.
53 Ibid, hal. 73.
54 Ibid, hal. 73 – 74.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
26
Universitas Indonesia
akibat berebutnya para kreditor untuk memperoleh pembayaran piutangnya dari
debitor dimana hal itu akan merugikan baik debitor sendiri maupun kreditor yang
datang terakhir atau kreditor yang lemah.55
2.1.3.2 Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte
Prinsip pari passu pro rata parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut
merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan
secara proporsional diantara mereka, kecuali jika antara para kreditor itu ada yang
menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran
tagihannya. Prinsip ini menekankan pada pembagian harta debitor untuk melunasi
utang-utangnya terhadap kreditor secara lebih berkeadilan dengan cara sesuai
dengan proporsinya (pond-pond gewijs) dan bukan dengan sama rata. Prinsip pari
passu pro rata parte ini bertujuan memberikan keadilan.56
Prinsip pari passu pro rata parte ini bertujuan memberikan keadilan kepada
kreditor dengan konsep keadilan proporsional dimana kreditor yang memiliki
piutang yang lebih besar maka akan mendapatkan porsi pembayaran piutangnya
dari debitor lebih besar dari kreditor yang memiliki piutang lebih kecil
daripadanya.57
Adapun pengaturan mengenai prinsip ini diatur pula di dalam Pasal
189 ayat (4) dan (5) dan penjelasan Pasal 176 huruf a UUK-PKPU.
2.1.3.3 Prinsip Structured Pro Rata
Prinsip structured pro rata atau yang disebut juga dengan istilah structured
creditors merupakan salah satu prinsip di dalam hukum kepailitan yang
memberikan jalan keluar/keadilan diantara kreditor. Prinsip ini adalah prinsip
yang mengklasifikasikan dan mengelompokkan berbagai macam debitor sesuai
dengan kelasnya masing-masing. Di dalam kepailitan, kreditor diklasifikasikan
menjadi tiga macam, yaitu kreditor separatis, kreditor preferen, dan kreditor
konkuren.58
Kreditor yang berkepentingan terhadap debitor tidak hanya kreditor
55
Ibid, hal. 74.
56 Ibid, hal. 30.
57 Ibid.
58 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 280.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
27
Universitas Indonesia
konkuren saja, melainkan juga kreditor pemegang hak jaminan kebendaan
(kreditor separatis) dan kreditor yang menurut ketentuan hukum harus
didahulukan (kreditor preferen).59
2.1.3.4 Prinsip Debt Collection
Prinsip debt collection (debt collection principle) adalah suatu konsep
pembalasan dari kreditor terhadap debitor pailit dengan menagih klaimnya
terhadap debitor atau harta debitor. Menurut Tri Hernowo, kepailitan dapat
digunakan sebagai mekanisme pemaksaaan dan pemerasan. Sedangkan menurut
Emmy Yuhassarie, hukum kepailitan dibutuhkan sebagai alat collective
proceeding, yang berarti tanpa adanya hukum kepailitan masing-masing kreditor
akan berlomba-lomba secara sendiri - sendiri mengklaim aset debitor untuk
kepentingan masing-masing. Oleh karenanya, hukum kepailitan mengatasi apa
yang disebut dengan collective action problem yang ditimbulkan dari kepentingan
individu masing - masing kreditor.60
Menurut Setiawan, peraturan kepailitan pada prinsipnya adalah debt
collection law dan bahwa kepailitan merupkan suatu aksi kolektif (collective
action) dalam debt collection. Douglas G. Bird menyatakan bahwa hukum
kepailitan bertujuan untuk digunakan sebagai alat collective proceeding. Debt
collection principle merupakan prinsip yang menekankan bahwa utang dari
debitor harus dibayar dengan harta yang dimiliki oleh debitor secara sesegera
mungkin untuk menghindari itikad buruk dari debitor dengan cara
menyembunyikan dan menyelewengkan terhadap segenap harta bendanya yang
sebenarnya adalah sebagai jaminan umum bagi kreditornya.61
Berkaitan dengan peraturan atau hukum kepailitan yang ada di Indonesia,
di dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 1 ayat (1) UUK-PKPU sangat memegang
teguh bahwa kepailitan adalah sebagai pranata debt collection. Persyaratan
dipailitkan hanya berupa dua syarat kumulatif, yakni debitor memiliki utang yang
telah jatuh tempo yang dapat ditagih yang belum dibayar lunas, serta memiliki
59
M. Hadi Shubhan, op.cit., hal. 33.
60 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 38.
61 M. Hadi Shubhan, op.cit., hal. 40 - 41.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
28
Universitas Indonesia
dua atau lebih kreditor. Di dalam undang-undang kepailitan tersebut tidak
mensyaratkan adanya jumlah minimum utang tertentu atau disyaratkannya
keadaan insolven dimana harta kekayaan debitor (aktiva) lebih kecil daripada
utang-utang yang dimiliki (pasiva). Prinsip debt collection di dalam undang-
undang kepailitan Indonesia lebih mengarah kepada kemudahan untuk melakukan
permohonan kepailitan.62
2.1.3.5 Prinsip Utang
Di dalam proses beracara dalam hukum kepailitan, konsep utang menjadi
sangat penting dan esensial (menentukan) karena tanpa adanya utang maka
tidaklah mungkin perkara kepaiiitan akan dapat diperiksa. Tanpa adanya utang,
maka esensi kepailitan tidak ada karena kepailitan adalah pranata hukum untuk
melakukan likuidasi aset debitor untuk membayar utang – utangnya terhadap para
kreditor.63
Dalam kepailitan Amerika Serikat, utang disebut dengan “claim”, sedangkan
dalam bankruptcy law secara umum, utang debitor disebut dengan istilah “debt”,
dan piutang atau tagihan kreditor disebut dengan istilah “claim”.64
Ned Waxman membedakan definisi claim dengan debt. Menurutnya, “claim is
a right to payment even if it is unliquidated, unmatured, disputed, or contingent”.
Di dalam claim ini meliputi pula “right to an equitable remedy for breach of
performance if such breach gives rise to right to payment”. Debt sendiri diartikan
sebagai “a debt is defined as liability on a claim”.65
Demikian pula dengan konsep utang dalam hukum kepailitan Belanda yang
juga diberlakukan di Indonesia dengan asal konkordansi dalam peraturan
kepailitan, bahwa utang adalah suatu bentuk kewajiban untuk memenuhi prestasi
dalam suatu perikatan. Fred B.G Tumbuan menyatakan bahwa dalam hal
seseorang karena perbuatannya atau tidak melakukan sesuatu mengakibatkan
bahwa ia mempunyai kewajiban membayar ganti rugi, memberikan sesuatu atau
62
Ibid, hal. 81 – 82.
63 Ibid, hal. 34.
64 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 89
65 M. Hadi Shubhan, op.cit., hal. 34 - 35.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
29
Universitas Indonesia
tidak memberikan sesuatu, maka pada saat itu juga ia mempunya utang,
mempunya kewajiban melakukan prestasi. Jadi, utang sama dengan prestasi.66
2.1.3.6 Prinsip Debt Pooling
Prinsip debt pooling merupakan prinsip yang mengatur bagaimana harta
kekayaan paiit harus dibagi diantara para kreditornya. Dalam melakukan
pendistribusian aset tersebut, kurator akan berpegang pada prinsip paritas
creditorium dan prinsip pari passu pro rata parte serta pembagian berdasarkan
jenis masing-masing kreditor (structured creditors principle).67
Black menjelaskan debt pooling sebagai :
“Arrangement by which debtor adjusts many debts by distributing his assets
among several creditor, who mat or may not agree to take less than is owed;
or and arrangement by which debtor agree to pay in regular installments a
sum of money to one creditor who agrees to discharge all his debt”.68
Emmy Yuhassarie menjabarkan prinsip debt adjustment sebagai suatu
aspek dalam hukum kepailitan yang dimaksudkan untuk mengubah hal distribusi
dari para kreditor sebagai suatu grup. Dalam perkembangannya prinsip ini
mencakup pengaturan dalam sistem kepailitan terutama berkaitan dengan
bagaimana harta kekayaan pailit harus dibagi diantara kreditornya. Prinsip debt
pooling ini juga merupakan artikulasi dari kekhususan sifat-sifat yang melekat di
dalam proses kepailitan, baik itu berkenaan dengan karakteristik kepailitan
sebagai penagihan yang tidak lazim (oineigenlijke incassoprocedures), pengadilan
yang khusus menangani kepailitan dengan kompetensi absolut yang berkaitan
dengan kepailitan dan masalah yang timbul dalam kepailitan, terdapatnya hakim
pengawas dan kurator, serta hukum acara yang spesifik.69
66
Fred B.G Tumbuan , “Mencermati Makna Debitor, Kreditor, dan Undang – Undang
Berkaitan Dengan Kepailitan”, Dalam : Emmy Yuhassarie, Undang – Undang Kepailitan dan
Perkembangannya, (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2005) hal. 7.
67 M. Hadi Shubhan, op.cit., hal. 41.
68 Ibid, hal. 41-42
69 Ibid, hal. 42
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
30
Universitas Indonesia
2.1.4 Asas – Asas dalam Hukum Kepailitan
Satjipto Rahardjo memberikan pendapat bahwa asas hukum merupakan
ratio legis dari peraturan hukum atau sebagai alasan bagi lahirnya peraturan
hukum. Asas hukum merupakan jantung dari peraturan hukum dan merupakan
landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum.70
Asas-asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkret,
melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar
belakang dari peraturan yang konkret yang terdapat dalam dan di belakang setiap
sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan
hakum yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari
sifat – sifat umum dalam peraturan konkret tersebut.71
Di dalam prakteknya, asas
hukum bisa dijadikan dasar bagi hakim dalam menemukan hukum terhadap kasus
– kasus yang sedang dihadapinya untuk diputuskan ketika hakim tidak dapat
merujuk kepada norma hukum positifnya. Di samping itu pula asas hukum dapat
dijadikan parameter untuk mengukur suatu norma sudah pada jalur yang benar
atau tidak.72
Undang – undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
(UUK-PKPU) di dalam penjelasan umumnya mengemukakan telah mengadopsi
beberapa asas, yaitu :
2.1.4.1 Asas Keseimbangan
UUK-PKPU mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan
dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak terdapat ketentuan mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak
jujur, di lain pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah penyalahgunaan
pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang beritikad baik.73
70
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (PT Citra Aditya Bakti : Bandung, 2000), hal. 45.
71 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Liberty : Yogyakartal 2006),
hal. 34.
72 M. Hadi Shubhan, Op. cit., hal. 27.
73 Indonesia, Op. cit., Pasal 2 ayat (1)
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
31
Universitas Indonesia
2.1.4.2 Asas Kelangsungan Usaha
Asas Kelangsungan Usaha dimaksudkan untuk memberikan kesempatan
kepada perusahaan debitor yang prospektif untuk tetap melanjutkan usahanya.
Implementasi terhadap asas ini dalam UUK-PKPU hanya sebatas pada
kelangsungan usaha debitor setelah jatuhnya putusan pailit atas debitor tersebut,
sedangkan untuk debitor yang belum dinyatakan pailit hal tersebut tidak berlaku,
mengingat syarat untuk dipailitkannya debitor tidak memperdulikan apakah
keadaan keuangan debitor masih solven atau tidak. UUK-PKPU memberikan hak
kepada kurator selama masa pengangguhan hak eksekusi kreditor (masa tunggu
90 hari semenjak putusan pernyataan pailit diucapkan) untuk menggunakan harta
pailit berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak dalam rangka
kelangsungan usaha debitor.74
UUK-PKPU juga memberikan hak kepada kurator dan kreditor untuk
mengusulkan agar perusahaan debitor pailit dilanjutkan jika di dalam rapat
pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian atau rencana
perdamaian yang ditawarkan tidak diterima.75
Hal lain yang berkaitan di dalam
UUK-PKPU adalah memberi kewajiban hakim pengawas untuk mengadakan
rapat apabila kurator atau kreditor mengajukan usul kepadanya untuk melanjutkan
perusahaan debitor pailit yang harus diadakan paling lambat 14 hari setelah
pengajuan usul.76
2.1.4.3 Asas Keadilan
Asas Keadilan dalam hukum kepailitan memberikan pengertian bahwa
ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak
yang berkepentingan. Asas keadilan dapat mencegah terjadinya kesewenang-
wenangan para kreditor dalam mengusahakan penagihan pembayaran atas besaran
tagihan masing-masing kepada debitor dengan tidak memperhatikan kreditor
lainnya.
74
Ibid, Pasal 56 ayat (3).
75 Ibid, Pasal 179 ayat (1).
76 Ibid, Pasal 27.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
32
Universitas Indonesia
Pada prakteknya penerapan terhadap asas ini di dalam UUK – PKPU
antara lain :
a. Pengaturan bahwa selama berlangsungnya kepailitan, segala tuntutan
untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit hanya dapat
diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokan ;77
b. Segala tuntutan hukum di pengadilan yang bertujuan untuk
memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit, menjadi gugur
demi hukum setelah diucapkannya putusan pernyataan pailit terhadap
debitor ;78
c. Pengaturan bahwa hak eksekusi kreditor pemegang gadai, fidusia, hak
tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya
ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak tanggal
putusan pernyataan pailit diucapkan; dan sebagainya.79
2.1.5 Syarat - Syarat Kepailitan
Menurut Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, permohonan pernyataan pailit dapat
diajukan, jika persyaratan kepailitan tersebut di bawah ini telah terpenuhi :
a. Debitor tersebut memiliki dua atau lebih kreditor;
b. Harus ada utang; dan
c. Debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh
waktu dan dapat ditagih.80
Walau dengan adanya persyaratan yang limitatif tersebut, suatu kreditor tetap
dapat dengan mudah mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap
debitornya, namun dalam prakteknya masih menimbulkan beberapa masalah yang
berawal dari perbedaan interpretasi terhadap substansi yang tidak secara tegas
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan permohonan pailit.81
77
Ibid, Pasal 181 ayat (1).
78 Ibid, Pasal 29.
79 Ibid, Pasal 56 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1).
80 Ibid, Pasal 2 ayat (1).
81 Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan
di Indonesia, (Yogyakarta: Total Media, 2008) hal. 42 – 43.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
33
Universitas Indonesia
Menurut Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, salah satu syarat yang harus dipenuhi
adalah debitor harus mempunyai dua kreditor atau lebih. Dengan demikian,
undang-undang ini hanya memungkinkan seorang debitor dinyatakan pailit
apabila debitor memiliki paling sedikit dua debitor. Syarat mengenai keharusan
adanya dua atau lebih kreditor dikenal sebagai concursus creditorium. Syarat
bahwa debitor harus mempunyai dua kreditor atau lebih tidak dipersyaratkan atau
tidak ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Faillissementsverordening.82
Pakar hukum kepailitan Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa eksistensi
UUK-PKPU diperlukan karena harus ada ketentuan hukum yang mengatur
mengenai cara membagi harta kekayaan debitor di antara para kreditornya dalam
hal debitor memiliki lebih dari satu seorang kreditor. Hal tersebut sebagai
konsekuensi berlakunya ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata. Rasio kepailitan ialah
jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor yang setelah dilakukan rapat
verifikasi utang-piutang tidak tercapai perdamaian atau accord, dilakukan proses
likuidasi atas seluruh harta benda debitor untuk kemudian hasil perolehannya
dibagi-bagikan kepada semua kreditornya sesuai dengan tata urutan tingkat
kreditor sebagaimana diatur oleh undang-undang.83
2.1.6 Putusan Pailit dan Daya Eksekusinya
Hakim Niaga memiliki kewenangan untuk memproses dan mengabulkan
permohonan pailit dalam bentuk putusan dan bukan dalam bentuk ketetapan.
Putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan bersifat dapat dilaksanakan terlebih
dahulu meski terhadap putusan tersebut diajukan upaya hukum kasasi atau upaya
hukum peninjauan kembali (PK).84
Apabila upaya hukum peninjauan kembali dikabulkan yang menyebabkan
batalnya putusan pailit tersebut, semua tindakan hukum yang dilakukan kurator
sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan pembatalan putusan
tersebut tetap berlaku dan mengikat debitor.85
82
Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 53.
83 Ibid.
84 Kartini Muljadi, Op. cit., hal. 300.
85 Indonesia, Op. cit., Pasal 16 ayat (2).
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
34
Universitas Indonesia
2.1.7 Akibat Hukum Pernyataan Pailit
Kepailitan mengakibatkan Debitur yang dinyatakan pailit kehilangan
segala hak keperdataan untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah
dimasukkan ke dalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh
Pasal 24 ayat (1) UUK-PKPU terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit
diucapkan. Hal ini juga berlaku bagi suami atau istri dari Debitur pailit yang
kawin dalam persatuan harta kekayaan.86
Pada prinsipnya, sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 24 ayat (1)
UUK-PKPU, seperti diuraikan di atas maka setiap dan seluruh perbuatan hukum,
termasuk perikatan antara Debitur yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga
yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari
harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan
bagi harta kekayaan itu. Terhadap tindakan atau perbuatan hukum Debitur yang
berupa transfer dana melalui bank atau lembaga lain selain bank yang dilakukan
sebelum pernyataan pailit diucapkan tetapi pada hari pernyataan pailit diucapkan
tetap dianggap sah dan dapat dilanjutkan atau diteruskan transfer dana tersebut.
Dalam hal ini termasuk juga transaksi jual beli efek di bursa efek yang dilakukan
sebelum pernyataan pailit diucapkan tetapi pada hari pernyataan pailit diucapkan
tetap dianggap sah dan tetap dilanjutkan.87
Gugatan-gugatan yang diajukan dengan tujuan untuk memperoleh
pemenuhan perikatan dari harta pailit selama dalam kepailitan, yang diajukan
secara langsung kepada Debitur pailit, hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan
untuk pencocokan. Apabila pencocokan tidak disetujui, maka pihak yang tidak
menyetujui pencocokan tersebut demi hukum mengambil alih kedudukan Debitur
pailit dalam gugatan yang sedang berlangsung tersebut. Walaupun gugatan
tersebut hanya memberikan akibat hukum dalam bentuk pencocokan, namun hal
tersebut sudah cukup untuk dijadikan sebagai salah satu bukti yang dapat
mencegah berlakukan daluwarsa atas hak dalam gugatan tersebut.88
86
Gunawan Widjaja, Op Cit., hal. 15 – 16.
87 Ibid, hal. 47.
88 Ibid.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
35
Universitas Indonesia
2.2.7.1 Akibat Terhadap Debitor Pailit
Pasal 24 ayat (1) UUK-PKPU menentukan, debitor pailit demi hukum
kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta
pailit, sejak hari putusan pailit diucapkan.89
Sutan Remy Sjahdeini menyatakan
bahwa harus dicermati dengan diputuskannya menjadi debitor pailit, bukan
berarti debitor kehilangan hak keperdataannya untuk dapat melakukan semua
perbuatan hukum di bidang keperdataan. Debitor pailit hanya kehilangan hak
keperdataannya untuk mengurus dan menguasai kekayaannya. Sementara itu
debitor masih punya kewenangan atau kemampuan hukum untuk melakukan
perbuatan-perbuatan keperdataan lainnya, misalnya untuk melangsungkan
pernikahan dirinya atau menjadi kuasa pihak lain untuk melakukan perbuayan
hukum untuk dan atas nama pemberi kuasa. Dengan demikian, sejak putusan
pernyataan pailit diucapkan hanya harta kekayaan debitor pailit yang berada di
bawah pengampuan (di bawah penguasaan dan pengurusan pihak lain), sedangkan
debitor pailit itu sendiri tidak berada di bawah pengampuan yang terjadi terhadap
anak di bawah umur atau orang sakit jiwa yang dinyatakan berada di bawah
pengampuan.90
2.1.7.2 Akibat terhadap Perikatan Debitor
Pasal 25 UUK-PKPU menentukan bahwa semua perikatan debitor yang
timbul sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan tidak lagi dapat dibayar
(dipenuhi) dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta
pailit.91
Sebagai konsekuensi hukum dari Pasal 25 UUK-PKPU, apabila setelah
putusan pernyataan pailit debitor masih juga tetap melakukan perbuatan hukum
yang menyangkut harta kekayaannya yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit,
maka perbuatan hukum itu tidak mengikat kecuali mendatangkan keuntungan
terhadap harta pailit tersebut.92
89
Indonesia, Op. cit., pasal 24 ayat (1)
90 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 190.
91 Indonesia, Op. cit., pasal 25.
92 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 194 - 195.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
36
Universitas Indonesia
2.1.7.3 Akibat terhadap Penetapan Pelaksanaan Pengadilan
Menurut Pasal 31 ayat (1) UUK-PKPU, putusan pernyataan pailit
berakibat bahwa segala penetapan yang berkenaan dengan pelaksanaan putusan
pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai
sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu
putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera
debitor.93
2.1.8 Kepailitan Perseorangan
Debitor yang tidak mampu untuk membayar utangnya kepada para
kreditornya merupakan objek dari UUK-PKPU. Kepailitan perseorangan di
negara – negara yang menganut common law system dibedakan pengaturannya,
sedangkan di Indonesia berdasarkan UUK-PKPU tidak ada pembedaan aturan
bagi kepailitan debitor perorangan maupun badan hukum.94
2.1.8.1 Subjek Hukum Perorangan
Hukum perorangan (personenrecht) merupakan salah satu bidang dalam
hukum perdata materiil yang mengatur mengenai pribadi alamiah (manusia)
sebagai subjek hukum.95
Hukum perorangan diatur oleh buku I di dalam
sistematika KUHPerdata. Yang diatur di dalam hukum perorangan adalah segala
sesuatu yang berkaitan dengan kecakapan seseorang dalam hukum, hak dan
kewajiban subjektif seseorang, serta hal-hal yang mempunyai pengaruh terhadap
kedudukan seseorang sebagai subjek hukum, seperti jenis kelamin, status
menikah, umur, domiili, status di bawah pengampuan atau pendewasaan, serta
mengenai registrasi pencatatan sipil.96
93
Indonesia, Op. cit., pasal 31 ayat (1).
94 Septiana, Arini Dyah. “Analisis Yuridis Kepailitan Perseorangan Yang Terikat
Hubungan Kekerabatan (Studi Kasus Putusan Pailit Leo Kusuma Wijaya)” (Skripsi Sarjana
Universitas Indonesia, Depok, 2011), hal. 34.
95 Rachmadi Usman, Aspek – aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,
(Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hal. 35 – 36.
96 Septiana, Arini Dyah. Op cit., hal. 34.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
37
Universitas Indonesia
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban
dari hukum.97
Manusia sebagai penyandang hak dan kewajiban tidak selalu
mampu atau cakap dalam melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya, ada
golongan orang yang dianggap tidak cakap melaksanakan hak dan kewajiban.98
Dalam perspektif hukum, tidak setiap subjek hukum orang yang
menyandang kewenangan hukum, dapat bertindak sendiri dalam melakukan
perbuatan hukum. Subjek hukum orang tersebut dapat berwenang bertindak
sendiri apabila dirinya oleh hukum dianggap telah cakap, mampu atau pantas
untuk bertindak dalam melakukan perbuatan hukum (handeling bekwaamheid).
Namun sebaliknya, subjek hukum orang yang cakap bertindak menurut hukum,
dapat saja dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum
(rechtbevoegheid).99
Pasal 1329 KUHPerdata mengatur bahwa setiap orang dianggap cakap
melakukan perbuatan hukum, kecuali jika yang bersangkutan oleh undang-undang
dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum.100
Subjek hukum yang
orang yang dianggap belum cakap adalah :
a. Orang-orang yang belum dewasa atau lebih cukup umur seperti yang
ditentukan di dalam Pasal 330 KUHPerdata atau tidak lebih dahulu
melangsungkan perkawinan.101
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, yaitu orang-orang yang dewasa
yang selalu berada di dalam keadaan kurang ingatan, sakit jiwa (orang gila),
mata gelap, dan pemboros.102
c. Semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang melakukan
perbuatan hukum tertentu, misalnya putusan pernyataan pailit mengubah status
hukum seseorang menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum,
97
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty,
1996), hal. 39.
98 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 229 - 230.
99 Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 83.
100 Indonesia, KUHPerdata, pasal 1233.
101 Ibid, pasal 1330.
102 Ibid, pasal 1330 jo pasal 110.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
38
Universitas Indonesia
menguasai dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit
diucapkan oleh pengadilan.103
Bagi mereka yang dianggap tidak cakap bertindak dalam melakukan perbuatan
hukum, maka dalam melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan
diwakili oleh orang lain yang ditunjuk oleh hakim pengadilan, yakni bisa
orangtuanya, walinya, atau pengampunya.104
Sementara untuk pengurusan dan
pemberesan harta pailit dilakukan oleh Kurator atau Balai Harta Peninggalan
dengan diawasi oleh Hakim Pengawas.105
2.1.8.2 Karakteristik Kepailitan Perseorangan di Indonesia
Terkadang di dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person)
maupun badan hukum (legal entity) adakalanya berada dalam kondisi tidak
memiliki uang yang cukup untuk membiayai keperluan atau kegiatannya. Untuk
mencukupi kekurangan uang tersebut orang atau perusahaan dapat melakukan
pinjaman kepada pihak lain. Pihak lain penyedia sumber dana tersebut
diantaranya adalah orang perorangan, perusahaan, maupun bank.106
Pinjaman-pinjaman yang diberikan oleh penyedia sumber dana tersebut dapat
berupa :107
a. Kredit dari bank, kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari
orang perorangan (pribadi) berdasarkan perjanjian kredit, atau perjanjian
pinjam meminjam;
b. Surat-surat utang jangka pendek (sampai dengan 1 tahun), seperti misalnya
commercial paper yang pada umumnya berjangka waktu tidak lebih dari
270 hari;
c. Surat-surat utang jangka menengah (lebih dari 1 tahun sampai dengan 3
tahun); dan
103
Ibid, pasal 1330.
104 Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 84.
105 Indonesia, Op. Cit, pasal 69 jo pasal 65.
106 Septiana, Arini Dyah, Op. Cit, hal. 39.
107 Sutan Remy, Op. cit., hal. 6.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
39
Universitas Indonesia
d. Surat-surat utang jangka panjang (di atas 3 tahun), antara lain berupa
obligasi yang dijual melalui direct placement.
Faktor yang menjadi pertimbangan utama bagi kreditor adalah kemauan
baik dari debitor untuk mengembalikan utangnya tersebut. Tanpa adanya
kepercayaan (trust) dari kreditor kepada debitor, maka kreditor tidak akan
memberikan pinjaman atau kredit.108
2.1.9 Kepailitan Lintas Batas Negara (Cross Border Insolvency)
Seiring perkembangan jaman tentunya telah banyak terjadi transaksi yang
berlaku secara internasional. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya perkara
kepailitan yang melintasi batas negara. ada dua prinsip atau asas yang penting
berkenaan dengan persoalan apakah putusan kepailitan luar negeri tentang
kepailitan juga diakui atau mempunyai akibat hukum di dalam wilayah Negara
sendiri.109
Dua prinsip tersebut adalah :
a. Prinsip Universalitas (Unite Universalite Exterritorialite de la faillite)
Menurut prinsip ini suatu putusan kepailitan yang diucapkan di suatu Negara
mempunyai akibat hukum dimanapun saja dimana orang yang dinyatakan pailit
mempunyai harta benda. Dengan prinsip ini seorang debitor yang dinyatakan
pailit akan memberikan konsekuensi hukum terhadap harta kekayaan dimanapun
harta tersebut terletak.
b. Prinsip Teritorialitas (Pluralite de faillites, territorialite de la faillite)
Menurut prinsip ini kepailitan hanya mengenai bagian-bagian harta benda yang
terletak di dalam wilayah Negara tempat putusan pailit diucapkan. Dengan prinsip
ini, seorang debitor dimungkinkan beberapa kali dinyatakan pailit.
Berbicara tentang putusan pailit yang diputus oleh pengadilan asing yang
akan dieksekusi di suatu negara, pada prinsipnya akan terkait dengan pertanyaan
apakah putusan pengadilan asing dapat dieksekusi di suatu negara . Secara umum
dapat dikatakan bahwa kebanyakan sistem hukum yang dianut oleh banyak negara
108
Septiana, Arini Dyah, Op. cit.
109 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 189.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
40
Universitas Indonesia
tidak memperkenankan pengadilannya untuk mengeksekusi putusan pengadilan
asing.
Kecenderungan ini tidak saja berlaku pada Negara-negara yang menganut
sistem Civil Law tetapi berlaku juga bagi Negara-negara yang menganut sistem
Common Law . Penolakan eksekusi terhadap putusan pengadilan asing terkait erat
dengan konsep kedaulatan Negara. Sebuah Negara yang memiliki kedaulatan
tidak akan mengakui institusi atau lembaga yang lebih tinggi. Kecuali Negara
tersebut secara sukarela menundukkan diri, Mengingat pengadilan merupakan alat
perlengkapan yang ada dalam suatu Negara maka wajar apabila pengadilan tidak
akan melakukan eksekusi terhadap putusan-putusan pengadilan asing.110
2.1.9.1 Pelaksanaan Putusan Pailit Pengadilan Asing Berdasarkan
Perjanjian Internasional
Sebenarnya perjanjian internasional yang mengatur tentang eksekusi
putusan pengadilan asing sudah sejak lama ada yang dikenal dengan nama
convention on Jurisdiction and Enforcement of Judgements in Civil and
Commercial Matters (selanjutnya disebut “Konvensi Pelaksanaan Putusan
Pengadilan”).111
Dengan menandatangani Konvensi Pelaksanaan Putusan
Pengadilan akan memungkinkan pengadilan negara yang menandatangani
konvensi untuk melaksanakan putusan pengadilan dari negara lain.112
Hanya saja
dalam pasal 1 Konvensi Pelaksanaan Putusan Pengadilan disebutkan secara tegas
110
Istiqomah, Makalah. Relevansi Hukum Kepailitan dalam Transaksi Bisnis
Internasional, 2007.
111 Konvensi diadopsi pada tanggal 1 februari 1971. Untuk teks lengkap dapat diakses
pada situs web www.hcch.net/e/conventions/text 16e.html.
112 Hingga saat ini hanya ada tiga negara yang menandatangani Konvensi Pelaksanaan
Putusan Pengadilan, yaitu : Ciprus,Belanda dan Portugal. Harus diakui Konvensi ini tidak disukai
oleh Negara-negara mengingat kedaulatan negara seolah-olah dikurangi. Ada konvensi yang mirip
dengan Konvensi Pelaksanaan Putusan Pengadilan, yaitu Konvensi tentang Pengakuan dan
Pelaksanaan Putusan Pengadilan, yaitu konvensi tentang pengakuan dan Pelaksanaan Putusan
Arbritase Asing (Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbrital Awards)
yang berlaku untuk putusan arbritase yang lebih popular dan diikuti banyak Negara.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
41
Universitas Indonesia
bahwa Konvensi tidak berlaku pada masalah kepailitan.113
Ketentuan pasal 1 ini
berarti bahwa apabila ada negara yang telah menandatangani Konvensi
Pelaksanaan Putusan Pengadilan, ia tidak mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan putusan pailit pengadilan asing.
Melihat kelemahan yang terdapat pada Konvensi Pelaksanaan Putusan
Pengadilan banyak negara yang menginginkan agar dibentuk sebuah perjanjian
internasional yang secara khusus mengatur kepailitan yang bersifat lintas batas.
Hingga saat ini belum tersedia perjanjian internasional yang mengatur secara
khusus kepailitan yang bersifat lintas batas yang dapat diikuti oleh negara
manapun (bersifat universal).
Pada saat ini yang telah ada adalah perjanjian internasional bagi kepailitan
yang bersifat lintas batas yang dilakukan secara regional (regional arrangement).
Sebagai contoh di masyarakat Uni Eropa telah berlaku sebuah perjanjian
internasional yang mengatur hal ini. Perjanjian internasional ini dinamakan
Convention on Insolvency Proceedings (selanjutnya disebut “Konvensi
insolvensi).
Tujuan dari konvensi insolvensi adalah pembentukan satu wilayah
kepailitan (the creation of a single bankruptcy territory) yang berarti bahwa
“The bankruptcy courts of one state must have jurisdiction to commence a
principal cross border bankruptcy case”. Hal ini ditegaskan dalam pasal 16 ayat
(1) Konvensi Insolvensi yang menyebutkan bahwa :
“Any jugdement opening insolvency proceedings handed down by a court
of a member state which has jurisdiction pursuant to article 3 shall be
recognized in all the other Member State from the time that it becomes
effective in the State of the opening of proceedings.”
Dengan demikian di Uni Eropa telah dimungkinkan putusan pailit
pengadilan dari suatu negara anggota uni Eropa untuk dieksekusi di negara
anggota Uni Eropa lainnya.
113
Pasal 1 Konvensi Pelaksanaan Putusan Pengadilan menyebutkan bahwa : “ It (the
convention ) shall not apply to decisions the main object of which is to determine-(5) questions of
bankruptcy, compotitions or analogous proceedings, including decisions which may result there
from and which relate to the validity of the acts of the debtor”.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
42
Universitas Indonesia
2.1.9.2 Sikap Indonesia Terhadap Kepailitan Lintas Batas
Sebagaimana dinyatakan terdahulu, bahwa ada dua (2) prinsip hukum
yang berlaku sehubungan dengan persoalan apakah suatu keputusan pengadilan
asing (luar negeri) tentang kepailitan juga berlaku atau mempunyai akibat-akibat
hukum di wilayah Negara sendiri. Dua prinsip tersebut adalah prinsip
universalitas dan prinsip teritorialitas.
Menurut Martin Wolft, sistem teritorialitas dianut di Amerika Serikat,
sistem universalitas dianut di Jerman dan Swiss. Untuk Negara Inggris prinsip
yang dianut adalah prinsip universalitas, kecuali hal berlakunya putusan hakim
asing terhadap barang-batang tak bergerak yang terletak di Negara Inggris, maka
berlaku prinsip teritorialitas. Menurut sistem hukum perdata internasional
Belanda, keputusan kepailitan memakai prinsip teritorialitas. Pada pokoknya suatu
keputusan pailit yang diucapkan di luar negeri tidak mempunyai akibat hukum di
dalam negeri.114
Sikap negara Indonesia dalam persoalan kepailitan yang berdimensi
Internasional dapat dilihat dalam Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun
2004. Sikap Indonesia tersebut harus ditinjau dari dari dua sisi, yaitu sisi putusan
pailit pengadilan asing terhadap harta debitor yang berada di Indonesia dan sisi
putusan pailit oleh Pengadilan Niaga Indonesia terhadap harta debitor yang berada
di luar negeri.
a. Putusan pailit Pengadilan Asing Terhadap Harta Debitor yang Berada di
Indonesia.
Pasal 299 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan,
menentukan bahwa :“ Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini maka
hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata”.
Sebagaimana diketahui bahwa hukum acara perdata yang berlaku di
Indonesia adalah Herziene Indonesisch Reglement/Rechtsreglement
Buitengewesten (HIR dan RBg). Rv sudah tidak berlaku lagi di Indonesia, tetapi
masih dijadikan sebagai pedoman, apabila hal ini diperlukan guna dapat
114
Sutedi, Adrian, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Ghalia, 2009), hal. 159.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
43
Universitas Indonesia
merealisasi hukum materiil. Ini berarti hukum acara kepailitan yang berlaku bagi
kepailitan di Indonesia adalah HIR/RBg di samping Rv sebagai pedomannya.115
Berdasarkan ketentuan Pasal 436 Rv (Rechtverordering), putusan hakim asing
tidak dapat dijalankan di Indonesia. Bunyi ketentuan Pasal 436 Rv adalah sebagai
berikut :
1) Di luar keadaan-keadaan yang disebutkan dalam pasal 724 Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang dan undang-undang lain, maka putusan-putusan
Hakim negeri asing tidak dapat dijalankan di dalam wilayah hukum Negara
Indonesia.
2) Perkara-perkara yang bersangkutan dapat diajukan, diperiksa dan dapat
diputuskan lagi di muka Pengadilan Indonesia.
3) Dalam keadaan-keadaan yang dikecualikan pada ayat (1), putusan-putusan
hakim negeri asing hanya dapat dijalankan sesudah dibuatkan suatu
permohonan dan terdapat izin dari hakim di Indonesia, dimana putusan itu
harus dijalankan.
4) Dalam hal memohon dan memberikan izin ini, perkaranya tidak akan
diperiksa kembali.116
Pendirian ini sesuai dengan asas kedaulatan territorial (principle of
territorial sovereignty), berarti keputusan Hakim Asing tidak dapat secara
langsung dilaksanakan dalam wilayah Negara lain atas kekuatannya sendiri.
Dengan tidak adanya perjanjian internasional antara Indonesia dan Negara lain,
tidak dapat diadakan pelaksanaan keputusan-keputusan asing di wilayah Republik
Indonesia.117
Dengan demikian, dalam hukum kepailitan Indonesia dapat ditafsirkan
bahwa Pengadilan Niaga tidak akan mengeksekusi putusan pailit pengadilan
asing. Penafsiran ini didasarkan pada ketentuan Pasal 299 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 yang esensinya adalah memberlakukan hukum acara
perdata pada Pengadilan Niaga.
115
Jono, Op. Cit, hal. 190.
116 Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Perdata Internasional. (Jakarta: N.V. Van
Dorp & Co., 1954), hal. 74.
117 Sutedi, Adrian, Op. Cit, hal. 158.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
44
Universitas Indonesia
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa dari segi pelaksanaan
terhadap putusan pailit pengadilan asing terhadap harta debitor yang berada di
Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menganut asas territorial.
Dalam arti, seorang debitor yang dinyatakan pailit di luar negeri, pernyataan
tersebut tidak mencakup harta debitor yang berada di Indonesia.
b. Putusan Pailit Pengadilan Indonesia terhadap Harta Debitor yang Berada di
Luar Negeri.
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan menentukan
bahwa : “Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan
pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama
kepailitan”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 21 tersebut, secara formil putusan pengadilan
niaga atas permohonan pernyataan pailit meliputi seluruh harta debitor, baik harta
debitor yang berada di Indonesia maupun yang berada di luar negeri. Dengan
demikian terhadap harta debitor yang berada di luar negeri Indonesia menganut
asas atau prinsip universalitas.
Walaupun secara formil putusan pengadilan niaga meliputi seluruh harta
debitor baik yang ada di Indonesia maupun yang berada di luar negeri, namun
secara materiil pelaksanaannya akan mengalami kesulitan, artinya untuk
mengeksekusi harta debitor di luar negeri akan berhadapan dengan yurisdiksi
negara lain, sehingga perlu melihat apakah hukum Negara lain tersebut mengakui
putusan kepailitan tersebut. Pada umumnya, suatu negara hanya memperbolehkan
eksekusi putusan kepailitan dari negara lain, apabila ada perjanjian internasional
(traktat) antara kedua Negara tersebut, termasuk juga Indonesia.
Dengan demikian, secara materil putusan pengadilan niaga Indonesia tidak
mampu menjangkau harta debitor yang berada di luar negeri, karena asas
sovereignty yaitu tiap Negara mempunyai kedaulatan hukum yang tidak dapat
ditembus atau digugat oleh hukum dari negara lain.118
Dari uraian di atas, terlihat bahwa Indonesia menganut asas universalitas
terhadap putusan pengadilan niaganya, tetapi disisi lain memberlakukan asas
118
Jono, Op. Cit, hal. 192.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
45
Universitas Indonesia
teritorial terhadap putusan pailit pengadilan asing. Sikap demikian seolah-olah
terlihat bahwa Negara Indonesia hanya mau mengambil sisi-sisi yang
menguntungkan saja.
2.2 Pengakuan Putusan Pengadilan Asing di Pengadilan Indonesia
Suatu keputusan forum asing, untuk dapat dilaksanakan di dalam wilayah
suatu Negara, haruslah mendapat pengakuan dari Negara tempat putusan itu
dilaksanakan.119
Di Indonesia mengenai hal tersebut diatur dalam pasal 246
Reglement op de Bugerlijke Rechtsvordering (Rv). Indonesia berpendirian bahwa
pada dasarnya putusan pengadilan asing tidak dapat dilaksanakan di dalam
wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali berkenaan dengan pembiayaan yang
telah dikeluarkan untuk penyelamatan kapal yang memuat barang (overij-grosse),
karena menurut pasal 724 KUHD, overije-grosse yang terjadi di luar Indonesia
dibuat di hadapan penguasa yang berwenang di Negara bersangkutan, kecuali
ditentukan lain oleh para pihak adalah di mana perjalanan berakhir (pasal 722
KUHD). Oleh karena itu, sudah sepantasnya keputusan demikian diakui di
Indonesia.120
Hal ini juga diadopsi oleh peraturan perundang-undangan
selanjutnya, yaitu UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa Pasal 67 bahwa putusan tersebut harus diserahkan dan
didaftarkan oleh arbiter dan kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Begitu juga dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 1990 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.
Dalam pasal 436 Rv hanya yang menyangkut keputusan yang bersifat
condemnatoir, yaitu keputusan-keputusan yang bersifat menghukum untuk
melakukan sesuatu. Hal ini berarti jenis keputusan-keputusan yang bersifat
deklaratif dan konstitutif seperti perkara perceraian dan di luar negeri bisa dipakai
atau diakui di Indonesia sebagai bukti di Pengadilan. Pasal 436 Rv kemudian
menerangkan, pertama, bahwa keputusan-keputusan pengadilan luar negeri tidak
119
Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi
Bisnis Internasional, (Bandung: Refika Aditama, 2000), hal. 117.
120 Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional, (Bandung: Bina Cipta,
1987), hal. 291.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
46
Universitas Indonesia
dapat dieksekusi di Indonesia; kedua, perkara-perkara demikian itu dapat diajukan
lagi dan diputuskan oleh badan-badan peradilan Indonesia; ketiga, keputusan
hakim luar negeri dapat dilaksanakan hanya setelah memperoleh perintah fiat
eksekusi (executoir) dalam bentuk yang telah ditentukan dalam pasal 435 Rv,
yang telah diperoleh oleh pemenang dalam pengadilan negeri Indonesia, tempat
keputusan itu harus dilaksanakan; keempat, untuk mengadakan fiat eksekusi, tidak
perlu diadakan pengulangan pengadilan.121
Tidak semua putusan arbitrase asing dapat dilaksanakan atau dengan kata
lain putusan arbitrase asing tersebut dapat ditolak untuk dilaksanakan. Salah satu
alasan yang saat ini selalu menjadi dasar penolakan putusan arbitrase asing untuk
dapat dilaksanakan adalah mengenai pelanggaran terhadap asas ketertiban umum
di suatu negara tempat dilaksanakannya putusan tersebut. Hal ini diatur dalam
Pasal 5 ayat 2 Konvensi New York 1958 yang menyebutkan bahwa:
“Recognition and enforcement of an arbitral award may also be refused if
the competent authority in the country where recognition and enforcement
is soughts finds that:
a. The subject matter of the difference is not capable of settlement by
arbitration under the law of that country; or
b. The recognition or enforcement of the award would be contrary to
the public policy.”122
UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa menyatakan bahwa suatu putusan arbitrase asing untuk dapat
dilaksanakan di Indonesia harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal
66, dan pada huruf c juga mengatur bahwa putusan arbitrase yang dapat
dilaksanakan adalah keputusan arbitrase yang tidak bertentangan dengan
ketertiban umum. Begitu juga dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.
1 Tahun 1990, Pasal 3 mengatur mengenai putusan arbitrase asing yang dapat
dilaksanakan dan dalam point 3 hanya terhadap putusan arbitrase asing yang tidak
bertentangan dengan ketertiban umumlah yang dapat dilaksanakan
121
Ibid., hal. 50-53. 122
UN Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards
tahun 1958.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
47
Universitas Indonesia
Pembahasan mengenai asas ketertiban umum tidak dapat dipisahkan dari
pemberlakuan Konvensi New York tahun 1958 yang secara eksplisit menjelaskan
tentang ketertiban umum. Dalam pasal 5 ayat 2 huruf b dijelaskan bahwa:
“Article V
2. Recognition and enforcement of an arbitral award may also be refused
if the competent authority in the country where recognition and
enforcement is sought finds that :
(b) The recognition or enforcement of the award would be contrary to the
public policy of that country.”123
Selanjutnya pada tanggal 5 Agustus Tahun 1981, Indonesia resmi
mereservasi Konvensi New York Tahun 1958 (Convention on The Recognition
and Enforcement of Foreign Arbitral Awards) melalui Keputusan Presiden No. 34
Tahun 1981. Menurut Sudargo Gautama, berlakunya konvensi New York Tahun
1958 ini merupakan suatu upaya untuk mengatasi larangan yang dicantumkan
dalam pasal 436 Rv yang pada intinya mewajibkan setiap putusan asing baik dari
pengadilan maupun arbitrase yang ditetapkan di luar negeri, apabila hendak
dilaksanakan di Indonesia harus diperiksa ulang sebagai suatu perkara baru.124
Dalam pasal 436 Rv mencantumkan hal-hal sebagai berikut: “Kecuali yang
ditentukan dalam pasal 724 KUHD, keputusan di luar negeri tidak dapat
dilaksanakan di Indonesia.”
123
UN Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards
tahun 1958.
“Pasal V
Pengakuan dan pelaksanaan dari suatu putusan arbitrase dapat ditolak apabila otoritas
yang berwenang di negara di mana pengakuan dan pelaksanaan diminta berkesimpulan
bahwa:
(b) Pengakuan dan pelaksanaan dari putusan arbitrase akan bertentangan dengan
ketertiban umum dari negara tersebut”.
124 Tinneke Louise Tugeh Longdong, Asas Ketertiban Umum dan Konvensi New York
1958, (Bandung: PT Karya Kita, 2004), hal. 33.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
48
Universitas Indonesia
Perkara-perkara demikian dapat diajukan lagi dan diputus di dalam badan-
badan peradilan di Indonesia.125
Larangan tersebut di atas untuk melaksanakan putusan asing di wilayah
Republik Indonesia muncul karena dianggap sebagai suatu pelanggaran terhadap
asas kedaulatan dari negara Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat. Hal ini disebabkan berlakunya prinsip teritorialitas atau asas kedaulatan
teritorial (Principle of territorial sovereignity) yang mengsyaratkan bahwa
putusan yang ditetapkan di luar negeri tidak dapat langsung dilaksanakan dalam
wilayah lain atas kekuatannya sendiri. Oleh karenanya Konvensi New York
menurut Gautama dapat mengatasi hal tersebut.
Merespon Konvensi New York tersebut yang sudah di reservasi,
Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 1990 sebagai aturan
pelaksana atau Rule of Procedure sesuai dengan amanat Pasal 3 Konvensi New
York 1958. Ketertiban umum dalam PERMA No. 1 Tahun 1990 dianggap
penting, sehingga syarat tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum yang
sudah dinyatakan dalam pasal 3 ayat 3 diulangi kembali dalam pasal 4 ayat 2
mengenai ketertiban umum yaitu “nyata-nyata bertentangan dengan sendi-sendi
asasi dan seluruh sistem hukum dan masyarakat di Indonesia. Hal ini berbeda
seperti yang dikemukakan Sudargo Gautama, yaitu:
“Tidak boleh bertentantangan dengan ketertiban umum, menghendaki
bahwa keputusan arbitrase asing apabila akan dilaksanakan di wilayah RI
akan menimbulkan suatu keguncangan yang hebat dalam sistem hukum di
Indonesia. Isi keputusan asing tersebut adalah manifestly incompatible,
seperti disebut dalam konvensi-konvensi hukum perdata internasional,
antara lain tidak kurang dari 38 konvensi-konveensi HPI Den Haag. Ini
berarti bahwa putusan arbitrase asing yang diminta pelaksanannya
secara mencolok benar-benar tidak dapat diterima oleh sistem hukum
Indonesia, karena bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Atau
asas-asas lain yang fundamental sistem hukum Indonesia. Namun,
pembatasan dengan ketertiban umum ini sebaliknya dipergunakan seirit
mungkin. Jadi, as shield (sebagai tameng) dalam hal hanya untuk menjaga
jangan sampai sistem hukum Indonesia akan mengalami suatu
125
Tinneke Louise Tugeh Longdong, Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Asing dan Permasalahannya: Suatu Tinjauan dan Permasalahannya, (Bandung: PT Karya Kita,
2004), hal. 33.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
49
Universitas Indonesia
keguncangan yang besar, secara ofensif dan bukan as sword) sebagai
pedang.”126
Asas ketertiban umum merupakan salah satu asas yang harus diperhatikan
dan sangat penting khususnya dalam ruang lingkup hukum perdata
internasional.127
Asas ini dikenal dalam setiap sistem hukum, baik common law
maupun civil law. Dalam sistem hukum common law asas ketertiban umum
dikenal dengan istilah public policy, sedangkan dalam sistem hukum civil law
dikenal dengan istilah ordre public, salah satunya di Perancis.
Sampai saat ini tidak ada suatu definisi yang jelas mengenai apa yang
dimaksud dengan asas ketertiban umum. Sudah banyak penulis yang mencoba
menguraikan tentang ketertiban umum, tetapi hal tersebut hanya menimbulkan
pertentangan-pertentangan pikiran. Meskipun tidak ada kesatuan pendapat tentang
ketertiban umum di antara pakar hukum, namun mereka semua berpendirian
bahwa ketertiban umum itu memegang peranan yang penting di dalam setiap
sistem hukum negara. Hal ini tidak terlepas dari masing-masing negara
mempunyai ketertiban umumnya sendiri-sendiri dan pengertian ketrtiban umum
itu selalu dinamis dan berubah menurut waktu. Alasan lain mengapa ketertiban
umum ini sususah untuk didefinisikan adalah karena tingkat fundamentality of
moral conviction or policy ditentukan secara berbeda untk setiap kasus di bergai
negara dan juga berbeda menurut kondisi dan situasi.128
Bahkan adakalanya asas
ketertiban umum tersebut dipengaruhi oleh kondisi sosial politik. Seperti
diketauhi bahwa dalam beberapa kasus, situasi yang akan mempengaruhi
pengadilan dalam menerapkan public policy adalah hubungan politik antara forum
dengan negara asing dan dalam praktiknya, tingkat doktrin tersebut diterapkan
oleh pengadilan tergantung pada hubungan politik antara negara-negara yang
terkait.129
126
Tinneke Tuegeh Longdong, Asas Ketertiban Umum dan Konvensi New York 1958, hal.
152.
127 Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Buku IV, (Bandung: Alumni, 1989),
hal. 3.
128 Tinneke Tuegeh Longdong, op.cit., hal. 81-85 dan 118.
129 Ibid., hal. 16.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
50
Universitas Indonesia
Yahya Harahap seorang mantan Hakim Agung dan pakar Arbitrase
memberikan batasan asas ketertiban umum sebagai berikut:
“Suatu yang dianggap bertentangan dengan ketertiban pada suatu
lingkungan (negara) apabila di dalamnya terkandung suatu hal atau
keadaan yang bertentangan dengan sendi-sendi dan nilai-nilai asasi
sistem hukum dan kepentingan nasional suatu bangsa”.130
Selanjutnya, menurut pasal 23 AB, ketertiban umum adalah melanggar
tata susila dan moral. Ketentuan pasal 23 AB ini tidak hanya terbatas pada
suasana nasional tetapi juga meliputi suasana internasional, karena ketentuan yang
termaktub dalam pasal 23 AB meliputi semua perjanjian dan perbuatan hukum
lainnya yang terjadi di dalam wilayah negara nasional.
Dr. Tin Zuraida, SH, M.Kn di dalam bukuinya Prinsip Eksekusi Putusan
Arbitrase Internasional di Indonesia, Teori dan Praktek mengutip pernyataan Prof.
Mr. Sudargo Gautama bahwa yang disebut Public Policy atau ketertiban umum
adalah sebagai berikut:
“Public policy atau openbare orde hanya merupakan “a reserve principle
which is only to be invoked exceptionally”.131
Selain itu, di Indonesia dikenal asas kebebasan berkontrak dalam membuat
suatu perjanjian. isi perjanjian dan dalam menerapkannya tidak boleh
bertentangan dengan syarat-syarat sahnya perjanjian terlepas dari adanya
kebebasan para pihak dalam menentukan sendiri bentuk dan isi dari perjanjian
yang mereka buat. Adapun syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab
130
Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 01 K/Pdt.Sus/2010 perkara
antara Astro Nusantara International BV, Astro Nusantara Holding BV, Astro Multi Media
Corporation N.V, Astro Multimedia NV, Astro Overseas Limited, Astro All Asia Network PLC,
Measat Broadcast Network System SDN BHD dan All Asia Multimedia Network FZLLC
melawan PT. Ayunda Primatamitra, PT. First Media, Tbk dan PT. Direct Vision, Dokumen ini
diunduh dari situs http://putusan.mahkamahagung.go.id pada tanggal 07 Juni 2012. hal. 20
131 Ibid.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
51
Universitas Indonesia
undang-undang Hukum Perdata, yang berbunyi: Untuk sahnya persetujuan-
persetujuan diperlukan 4 (empat) syarat:132
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Cakap untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Pasal 1320 ayat 4 merupakan suatu pembatasan dalam perjanjian yang
dibuat. Suatu perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan Undang-undang
yang berlaku dan kesusilaan (Pasal 1337). Dari rangkaian teori di atas, pasal 1337
KUHPerdata telah memberikan pedoman dalam hal asas ketertiban umum yaitu
tidak boleh dilanggarnya peraturan perundang-undangan dan kesusilaan yang
berlaku,
Oleh karenanya asas ketertiban umum ini dikatakan sebagai “rem darurat”
ini diperlukan untuk menjauhkan berlakunya hukum asing yang seharusnya kita
pergunakan menurut ketentuan hukum perdata internasional kita sendiri. Karena
diberlakukannya hukum asing oleh hakim nasional tidak boleh dilanggarnya atau
terhapusnya sendi-sendi asasi dari hukum nasional kita sendiri. Ini disebut sebagai
fungsi negatif dari ketertiban umum. Fungsi positifnya adalah bahwa ketertiban
umum mengidentifisir dan menjamin berlakunya ketentuan hukum tertentu, tanpa
memperhatikan hukum yang seharusnya berlaku, karena telah dipilih oleh para
pihak.
Meskipun sistem hukum dari setiap negara mengenal konsepsi ketertiban
umum ini, namun sebaliknya dipergunakan hanya sebagai pengecualian. Karena
kalau setiap kali ketertiban umum ini dipergunakan sebagai alasan untuk
mengenyampingkan berlakunya hukum asing, maka Hukum Perdata Internasional
negara tersebut tidak akan berkembang dan menganggap bahwa hukum
nasionalnya yang paling baik.133
132
Indonesia, KUHPerdata, Op. cit, pasal 1320.
133 Tineke Louise Tuegeh Longdong, Op. Cit., hal. 16
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
52
Universitas Indonesia
BAB III
KASUS POSISI DAN ANALISIS YURIDIS KASUS KEPAILITAN
MANWANI SANTOSH TEKCHAND MELAWAN OCBC SECURITIES.
3.1 Kasus Posisi
Permohonan pailit terhadap Manwani Santosh Tekchand didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada
tanggal 19 Maret 2010 di bawah register perkara Nomor :
26/Pailit/2010/PN.NIAGA.JKT.PST. Pihak yang mengajukan permohonan pailit
adalah OCBC Securities Private Limited (Badan hukum Singapura, selanjutnya
disebut sebagai “Pemohon Pailit” atau “Pemohon”). Sedangkan, pihak yang
dijadikan sebagai termohon pailit adalah Manwani Santosh Tekchand (Warga
Negara Indonesia, selanjutnya disebut sebagai “Termohon Pailit” atau
“Termohon”).134
Alasan Pemohon mengajukan permohonan pailit terhadap Termohon adalah
dikarenakan Termohon, menurut Pemohon, memiliki utang yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih kepada Pemohon berdasarkan Putusan High Court of
The Republic of Singapore (Pengadilan Tinggi Negara Republik Singapura) No. :
S870/2008/D, di samping Termohon mempunyai satu kreditur lain selain
Pemohon, yaitu CIMB-GK.Pte.Ltd yang juga berdasarkan Putusan yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Singapura melalui Putusan No. S966/2008/F
Pada tanggal 1 Juli 2009, The High Court of The Republic of Singapore
(Pengadilan Tinggi Negara Republik Singapura) telah mengeluarkan putusan
dalam perkara No. : S870/2008/D antara Pemohon sebagai Penggugat dan
Termohon sebagai Tergugat, yang isi amar putusannya berbunyi sebagai berikut
(dalam terjemahan Bahasa Indonesia oleh Penerjemah Tersumpah)135
:
134
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No :
26/Pailit/2010/PN.NIAGA.JKT.PST, hal. 1.
135 Ibid., hal. 3.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
53
Universitas Indonesia
“Putusan Akhir Ingkar Hadir
Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah diputuskan
bahwa Tergugat harus membayar kepada penggugat yaitu :
a. Sejumlah 2.371.914 Dollar Singapura (Sing$) pertanggal 21 Oktober
2008 sebagaimana telah diajukan dalam paragraf 7 pernyataan klaim;
b. Sejumlah Sing $ 5.674.35 pertanggal 12 November 2008
(sebagaimana telah diajukan dalam paragraf (pernyataan klaim));
c. Bunga lanjutan sejumlah Sing $ 2.371.914.92 pertanggal 21 Oktober
2008 yang dimanfaatkan akhir bulan dengan tingkat suku bunga
kontraktual gabungan sebesar 1% per tahun diatas tingkat suku bunga
pinjaman yang berlaku di Overseas Chinese Banking Corporation
Limited (OCBC Limited) (dimana per tanggal 31 Oktober 2008
sebesar 5 % per tahun) dari tanggal 21 Oktober 2008 sampai tanggal
pembayaran penuh (sebagaimana telah diajukan dalam paragraf
pernyataan klaim);
d. Bunga lanjutan sejumlah Sing $ 5.634.35 pertanggal 12 November
2008, dimanfaatkan pada akhir bulan dengan tingkat suku bunga
kontraktual gabungan sebesar 2% pertahun diatas tingkat suku bunga
pinjaman utama yang berlaku di OCBC Limited dimana pertanggal 31
Oktober 2008 sebesar 5 % per tahun dan tanggal 24 September 2008
(tanpa bunga pada 7 hari pertama) sampai tanggal 17 Oktober 2008
(23 hari) dan susudahnya dengan tingkay suku bunga sebesar 4 % di
atas tingkat suku bunga pinjam utama yang berlaku di OCBC Limited
sampai tanggal pembayaran penuh (sebagaimana telah diajukan dan
diminta secara khusus dan paragraf 10 pernyataan klaim);
e. Biaya sejumlah Sing $ 7.300.80 atas dasar ganti kerugian penuh.”
Dengan dasar putusan tersebut di atas, Pemohon melalui kuasa hukumnya di
Indonesia, Edward N.H Abraham, Juris Doctor dan David Abraham, BCL dari
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
54
Universitas Indonesia
kantor Abraham Law Firm telah memberitahukan, pemperingatkan dan meminta
dengan tegas kepada Termohon agar melaksanakan isi putusan The High Court Of
The Republic of Singapore dalam Perkara No. S870/2008/D tanggal 1 Juli 2009
untuk melakukan pembayaran kepada Pemohon.
Pada tanggal 10 Agustus 2009, untuk yang kedua kalinya Pemohon melalui
kuasanya Edward N.H Abraham Juris Doctor dan David Abraham, BSL tersebut
telah memberitahukan, memperingatkan dan meminta dengan tegas agar
Termohon melaksanakan isi putusan The High Court Of The Republic Of
Singapore dalam perkara No. S870/2008/D, yaitu untuk melakukan pembayaran
kepada Pemohon. Termohon lagi-lagi tidak memberikan tanggapan atas somasi
ke-2 (dua) dari Pemohon tersebut, oleh karenanya Pemohon berpendapat bahwa
Termohon tidak mempunyai itikad baik
Penagihan telah dilakukan berkali-kali, namun sampai diajukannya
permohonan pailit oleh Pemohon, Termohon tetap tidak melakukan pembayaran
atau melunasi kewajibannya sehingga Termohon terbukti mempunyai utang yang
telah jatuh tempo dan belum dibayar kepada Pemohon sebesar 2.384.890.05
Dollar Singapura atau setara Rp. 15.423.083.953,30 dengan nilai tukar 1 Dollar
Singapura sebesar Rp.6.467,00 dengan perincian:
a. Utang Pokok dan Bunga sampai dengan 21 Oktober 2008 sebesar Sing
$ 2.371.914.90;
b. Bunga sampai dengan 12 Oktober 2008 sebesar Sing $ 5.674.35;
c. Biaya perkara sebesar Sing $ 7.300.80.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, Pemohon berdalil bahwa Termohon
telah terbukti secara sederhana tidak dapat diharapkan melaksanakan putusan
perkara No. S870/2008/D tanggal 1 Juli 2009 yang diputuskan oleh The High
Court of The Republic of Singapore.136
Selain kepada Pemohon, Termohon juga memiliki utang kepada pihak
Kreditur Lain, yaitu CIMB-GK SECURITIES Pte.Ltd (Kreditur Lain), suatu
badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Singapura dan berkedudukan di
50 Raffles Place #19-00 Singapore Land Tower Singapore 048623. Baik OCBC
136
Ibid., hal. 4.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
55
Universitas Indonesia
Securities Pte.Ltd maupun CIMB-GK Securities Pte.Ltd menunjuk kuasa hukum
dari kantor yang sama, yaitu firma hukum Rajah & Tann.137
Utang Termohon kepada pihak kreditur lain tersebut timbul berdasarkan isi
Putusan yang dikeluarkan pada tanggal 5 Maret 2008 oleh The High Court Of The
Republic Of Singapore dalam perkara S966/2008/F antara pihak kreditur lain.
Dalam hal ini CIMB-GK SECURITIES Pte.Ltd sebagai Penggugat dan Termohon
selaku Tergugat, yang amarnya dikutip sebagai berikut (dalam terjemahan Bahasa
Indonesia oleh Penerjemah Tersumpah):
“Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat, pada hari ini telah diputuskan
bahwa Tergugat harus membayar kepada Penggugat :
a. Sejumlah 1.284.728.22 Dollar Singapura;
b. Bunga kontrak atas pinjaman sejumlah 1.281.445.69 Dollar Singapura
dengan suku bunga 5,5 % pertahun (menjadi 0,5 % pertahun di atas
suku bunga pinjaman utama United Overseas Bank Ltd) akan dihitung
perhari dan dimanfaatkan pada akhir setiap bulan sebagai jumlah
pokok toyal pinjaman dari tanggal 18 Desember 2008 sampai dengan
tanggal pembayaran penuh, dan;
c. Membayar biasa sejumlah 7.286.33 Dollar Singapura atas dasar ganti
kerugian.”
Dengan demikian berdasarkan fakta-fakta di atas, Pemohon berdalil bahwa
Termohon sekurang-kurangnya mempunyai dua kreditur tanpa adanya keharusan
bahwa utang-utang kreditur lain tersebut telah jatuh tempo dan harus dibayar
berdasarkan Undang-undang Kepalitan.138
Dari uraian tersebut diatas dan bukti-bukti yang disampaikan, menurut
Pemohon, persyaratan bagi Termohon untuk dapat dinyatakan pailit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
137
Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Irfan Arifin, Senior Associate pada kantor
hukum Lubis, Santosa & Maramis (salah satu kuasa hukum pihak Pemohon Pailit dan Kreditor
Lain) yang dilakukan pada hari Jumat tanggal 22 Juni 2012
138 Ibid., hal. 5-6.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
56
Universitas Indonesia
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) yang
menyatakan “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dnyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri
maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya” telah terpenuhi.
Menurut Pemohon, permohonan pernyataan pailit terhadap Termohon ini telah
diajukan oleh Pemohon sesuai dengan ketentuan-ketentuan di dalam UUK-PKPU.
Sehingga dari uraian tersebut di atas dan bukti-bukti yang disampaikan, terdapat
fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan bagi debitur
untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) UUK-
PKPU telah terpenuhi, karenanya sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (3) UUK-
PKPU permohonan pernyataan pailit terhadap Termohon ini harus dikabulkan.
Pemohon meminta agar Tonggo Parulian Silalahi, SH. STP, Daftar
Kemenkumham : AHU.AH.04.03-62, beralamat di Gedung Manggala Wanabakti,
Blok V lantai 17 Jl. Jenderal Gatot Subroto Jakarta Pusat Indonesa 10270 untuk
menjabat baik sebagai Kurator sementara maupun Kurator dalam Kepailitan yang
tidak mempunyai benturan kepentingan jika diangkat sebagai Kurator sementara
maupun dalam kepailitan.
Berdasarkan pada dalil-dalil dan bukti tersebut diatas, Pemohon pailit
memohon kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk
memeriksa permohonan ini dan berkenan memberika amar putusan sebagai
berikut139
:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya (termasuk
permohonan pengangkatan kurator sementara);
2. Menyatakan Termohon lalai untuk melaksanakan isi putusan Singapura
(The High Court Of The Republic Of Singapore) dalam perkara No.
S870/2008/D tanggal 1 Juli 2009;
3. Menyatakan Termohon pailit dengan segala akibat hukumnya;
4. Mengangkat Hakim Pengawas dari susunan Hakim di Pengadilan
Negeri/Niaga Jakarta Pusat;
5. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara.
139
Ibid., hal. 8.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
57
Universitas Indonesia
Terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon Pailit, Termohon Pailit
mengajukan tanggapannya pada tanggal 15 April 2010. Termohon Pailit
membantah seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon kecuali terhadap hal-
hal yang diakui secara tegas.
Pemohon berdalil bahwa terkait dengan keberadaan Surat Kuasa Khusus
Pemohon tertanggal 27 Juli 2009 yang diberikan kepada Abraham Law Firm
selaku Kuasa Pemohon, terbukti nyata telah mengandung cacat formil karena
usaha Pemohon a quo tidak dapat membuktikan di depan persidangan jika
Prinsipal Pemberi Kuasa yakni : Hui Yew Ping (Managing Director) dan Phuah
Jee Suan (Corporate Secretary) merupakan pihak yang berhak sesuai dengan
susunan pengurus yang tercantum didalam Article of Association dan/atau
memiliki kewenangan untuk mewakili OCBC Securities Pte.Ltd.
Selain itu Kuasa Pemohon a quo juga telah mendapatkan Surat Kuasa Khusus
tertanggal 16 November 2009 dari pihak terkait dalam permohonan a quo yaitu
CIMB-GK Securities Pte.Ltd, dan sejauh ini Penerima Kuasa tidak dapat
membuktikan di depan persidangan jika Prinsipal Pemberi Kuasa tersebut yakni :
Chan Yuen May (Chief Operating Officer) dan Carolina Chan Swee Liang (Chief
Executive Officer) adalah pihak yang berhak sesuai dengan susunan pengurus
yang tercantum di dalam Article of Association dan/atau memiliki kewenangan
untuk mewakili CIMB-GK Securities Pte Ltd.
Termohon menegaskan dalam bantahannya bahwa setiap dokumen yang
dibuat dan berasal dari luar wilayah Republik Indonesia (RI), maka sebelum
digunakan kekuatan pembuktiannya berdasarkan RI, dokumen-dokumen tersebut
harus dilegalisir terlebih dahulu di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)
atau Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Negara tempat dikeluarkannya dokumen-
dokumen dimaksud dan disarankan agar sebelum dilegalisir oleh Perwakilan RI,
dilegalisir dahulu oleh Kementerian Luar Negeri Negara setempat, karena
legalisasi yang dilakukan oleh Perwakilan RI hanya merupakan pengesahan tanda
tangan pejabat Kementerian Luar Negeri setempat. Setelah itu dokumen-dokumen
dimaksud harus terlebih dahulu dilunasi bea materai terutangnya. Disamping itu,
dokumen-dokumen asing yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia melalui Penterjemah Tersumpah (Sworn Translator) di
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
58
Universitas Indonesia
Indonesia sebagai salah satu syarat sahnya dokumen tersebut dipergunakan untuk
pembuktian.140
Termohon berdalil bahwa dasar alasan dari permohonan pernyataan pailit
Pemohon adalah putusan dari The High Court Of The Republic Of Singapore
dalam perkara No. S870/2008/D tanggal 1 Juli sebagaimana termuat dalam dalil
permohonan pailit Pemohon, yang meminta Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat untuk menyatakan Termohon lalai dalam melaksanakan isi
putusan tersebut. Maka sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku dan
demi kedaulatan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemberlakuan
putusan tersebut harus ditolak dan tidak dapat dilaksanakan eksekusinya di
Indonesia. Hal tersebut mengacu pada ketentuan Pasal 299 UUK-PKPU yang
menyebutkan : “Kecuali ditentukan lain dalam Undang – Undang ini maka
hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata”
Dari ketentuan Pasal 436 Reglement op de Burgerlijke Rechtvordering
(RV) yang menentukan :
1. Kecuali seperti yang dtentukan dalam Pasal 724 dari Kitab Undang –
Undang Hukum Pidana (KUHP) dan lain-lain ketentuan perundang –
undangan, keputusan – keputusan yang diberikan oleh badan – badan
peradilan luar negeri tidak dapat dieksekusi di Indonesia;
2. Perkara-perkara sedemikian dapat diajukan lagi dan diputuskan di
dalam badan-badan peradilan di Indonesia;
3. Berkenaan dengan pengecualian yang tercantum dalam ayat (1) di atas,
maka keputusan-keputusan dari Hakim luar negeri dapat dijalankan
hanya setelah memperoleh suatu perintah fiat eksekusi (executoir)
dalam bentuk seperti ditentukan dalam Pasal 435 RV yang telah
diperoleh oleh pihak pemegang dari Pengadilan Negerti di Indonesia
yang berwenang di tempat dimana keputusan asing ini harus
dilaksanakan;
4. Untuk memperoleh perintah fiat eksekusi tersebut, tidak perlu untuk
mengadili perkara yang bersangkutan sekali lagi.
140
Ibid., hal. 8-9.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
59
Universitas Indonesia
Sehingga menurut Termohon putusan badan peradilan asing tidak mempunyai
kekuatan mengikat serta perkara yang bersangkutan sekali lagi. Asas hukum
Internasional di Indonesia mengenai eksekusi terhadap isi putusan suatu badan
peradilan asing menyatakan bahwa putusan peradilan asing tidak dapat
dilaksanakan eksekusinya di luar wilayah negara tersebut. Berdasarkan Pasal 436
RV, apabila putusan peradilan asing dapat dilaksanakan di wilayah Indonesia,
maka akan melanggar atau dianggap bertentangan dengan asas kedaulatan Negara
Kesaturan Republik Indonesia (NKRI). Pengecualian tentang dapat
dilaksanakannya putusan badan peradilan asing seperti disebutkan di dalam ayat
(2) tersebut, hanya berkenaan dengan putusan-putusan yang berkenaan dengan
averij grosse (Biaya yang diperlukan dan kerugian yang diderita oleh kapan,
barang muatan, atau anak buah kapal harus dibebankan kepada dan
dipertanggungjawabkan oleh kapal, upah-upah pengangkutan dan barang muatan
seluruhnya). Pelaksanaan putusan yang dimaksud adalah putusan badan peradilan
asing yang bersifat menghukum untuk melaksanakan suatu pembayaran.
Termohon berpendapat bahwa terhadap suatu Permohonan Pernyataan pailit
berdasarkan keberadaan putusan suatu badan peradlan tersebut diatas, telah
membuktikan terjadi upaya pemaksaan hukum yang dilakukan oleh Pemohon,
padahal Termohon selaku Warga Negara Indonesia (WNI) telah digugat oleh
pemohon di The High Court of The Republic of Sngapore dalam Perkara No.
S870/2008/D dengan tanpa mendapatkan Relaas pemberitahuan yang patut dan
sah menurut hukum sehingga perkara tersebut diputus dengan Putusan akhir
ingkar hadir (Final Judgement in Default of Appearance) atau dalam Hukum
Acara Perdata disebut dengan putusan verstek. Relaas pemberitahuan sidang
tentang adanya gugatan tersebut tidak pernah disampaikan secara patut dan sah
menurut hukum. Termohon juga tidak pernah mendapatkan salinan resmi dari
putusan tersebut, sehingga putusan tersebut tidak bisa diajukan sebagai bukti yang
sah karena secara administrative procedural telah mengandung cacat hukum.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Termohon menolak dengan tegas isi putusan
Perkara No. S870/2008/D dari The High Court of The Republic of Singapore
karena Termohon tidak pernah melakukan transaksi bisnis saham dengan
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
60
Universitas Indonesia
Pemohon, sehingga putusan tersebut sejatinya tidak benar. Namun jika Pemohon
ingin membuktkan untuk perkara tersebut tidak mudah dan cepat, maka
seharusnya sengketa tersebut diperiksa di Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat bukan melalui pengajuan Permohonan Pernyataan pailit di
Pengadilan Niaga. Untuk itu Termohon menolak dengan tegas keberadaan
Putusan Perkara No. 870/2008/D dari The High Court of The Republic of
Singapore dan surat-surat pemberitahuan, peringatan, dan permintaan yang
dilayangkan oleh Kuasa Pemohon (Somasi) terhadap Termohon melalui alamat
kantor PT. ASIA TRADE POINT FUTURES, yatu agar melaksanakan isi putusan
dalam Perkara S870/2008/D tanggal 1 Juli 2009 untuk melakukan pembayaran
kepada pemohon karena jelas dan nyata tidak identik dengan Surat Pengakuan
Utang.
Paralel dengan penolakan Termohon terhadap keberadaan Putusan Perkara
S870/2008/D tanggal 1 Juli 2009 dari The High Court of The Republic of
Singapore yang semula diajukan oleh Pemohon, maka Termohon dengan dalil-
dalil keberatan yang sama juga menyatakan menolak dengan keras keberadaan
Putusan Perkara No. S966/2008/F dari The High Court of The Republic of
Singapore yang semula di ajukan oleh CIMB-GK Securites Pte.Ltd.141
Setelah mempertimbangkan alasan-alasan yang dikemukakan oleh Pemohon
Pailit dan tanggapan-tanggapan yang diajukan oleh Termohon Pailit, Majelis
Hakim Niaga akhirnya memutus untuk142
:
1. Menolak Permohonan Pernyataan Pailit Pemohon;
2. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp.411.000,-.
Yang menjadi pertimbangan hakim, antara lain adalah143
:
1. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU yang mengandung unsur-unsur
yang harus dibuktikan, yaitu Debitor yang memiliki dua atau lebih
kreditor, tidak membayar lunas sedikitnya satu utang, dan yang telah jatuh
141
Ibid., hal. 10-13.
142 Ibid., hal. 26.
143 Ibid., hal. 17-26.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
61
Universitas Indonesia
waktu dan dapat ditagih.144
Hal utama yang harus dipertimbangkan adalah
apakah benar secara hukum Pemohon Pailit adalah sebagai pihak kreditor
dan Termohon Pailit merupakan debitor. Yang menjadi pertimbangan lain
adalah Debitor yang memiliki dua atau lebih Kreditor, dan utang itu telah
jatuh waktu dan dapat ditagih. Pengertian Kreditor adalah orang yang
mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat
ditagih di muka peradilan.145
Sedangkan Debitor adalah orang yang
mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang
pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.146
2. Pemohon OCBC Securities Pte.Ltd. mendalilkan Termohon mempunyai
dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang
yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dan memohon agar Termohon
(Manwani Santosh Tekchand) dinyatakan pailit dengan segala akibat
hukumnya, dengan alasan bahwa pada 1 Juli 2009 The High Court of The
Republic Of Singapore telah mengeluarkan putusan terhadap perkara No.
S870/2008/D antara Pemohon sebagai Penggugat dan Termohon sebagai
Tergugat. Termohon terbukti memiliki utang yang jatuh tempo dan belum
dibayar kepada Pemohon sebesar 2.384.890.05 Dollar Singapura. Bahwa
berdasarkan fakta-fakta tersebut telah terbukti secara sederhana bahwa
Termohon tidak dapat diharapkan melaksanakan isi putusan perkara,
karenanya Pemohon mermohon agar Termohon dinyatakan palit dengan
segala akibat hukumnya. Pemohon dalam petitumnya telah menuntut
dengan menyatakan Termohon lalai melaksanakan isi putusan The High
Court of The Republic Of Singapore. Di dalam tanggapannya Termohon
telah membantah baik transaksi bisnis saham dengan pemohon,
keberadaan Surat Kuasa Hukum Pemohon dari OCBC Securities Pte. Ltd.
maupun dari CIMB-GK Securities Pte. Ltd. Termohon juga membantah
144
Indonesia, Op. cit., Pasal 2 ayat (1).
145 Ibid, Pasal 1 ayat (2).
146 Ibid, Pasal 1 ayat (3).
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
62
Universitas Indonesia
bahwa putusan Peradilan Asing tidak dapat dilaksanakan eksekusinya
diluar wilayah Negara tersebut.
3. Setelah Majelis Hakim mencermati permohonan dan petitum dari
Pemohon dan bantahan Kuasa Hukum termohon, maka dapat disimpulkan
bahwa salah satu permasalahan hukum dalam perkara ini adalah : “Apakah
putusan Peradilan Asing mempunyai kekuatan Eksekutorial untuk dapat
dilaksanakan secara langsung di Indonesia dan apakah karena adanya
Putusan asing yang tidak dilaksanakan dapat dijadikan alasan Termohon
dinyatakan pailit”.
4. Yang selanjutnya menjadi pertimbangan adalah apakah benar secara
hukum Pemohon adalah Pihak Kreditor yang berhak mengajukan Pailit
dan termohon adalah Debitor yang mempunyai hubungan hukum dengan
pemohon sehingga dapat dimintakan pailit. Majelis Hakim
mempertimbangkan bahwa Pemohon (OCBC Securities.Pte.Ltd)
mendasarkan diri sebagai kreditor berdasarkan putusan The High Court of
The Republic of Singapore tanggal 1 Juli 2009 dengan menyatakan antara
lain (dengan terjemahan dari Penerjemah Bersumpah) :
“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah diputuskan
bahwa tergugat benar – benar membayar penggugat... (..No appearance
having been entered by the Defendant herein. IT IS THIS DAY
ADJUDGED that the Defendant pays the Plaintiffs..)”
Sehingga pemohon dalam petitumnya telah menuntut dengan menyatakan
Termohon lalai melaksanakan isi putusan dalam perkara No. S870/2008/D.
Majelis Hakim menimbang, bahwa demikian pula Pemohon mengajukan Kreditor
Lain (CIMB GK.Pte.Ltd) yang berdasarkan pada putusan The High Court of The
Republic of Singapore tanggal 5 Maret 2009 dalam perkara No. S966/2008/F
yang menyatakan antara lain :
“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah diputuskan
bahwa tergugat harus membayar kepada penggugat... (..No appearance
having been entered by the Defendant herein. IT IS THIS DAY
ADJUDGED that the Defendant pays the Plaintiffs..)”
Majelis Hakim menimbang, bahwa dari terjemahan amar putusan The High
Court of The Republic of Singapore No. S870/2008/D secara tersurat maupun
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
63
Universitas Indonesia
tersirat bahwa Tergugat incasu Manwani Santosh Tekchand sudah membayar
sejumlah uang kepada penggugat dengan adanya kata-kata “benar-benar
membayar kepada penggugat” maka dalil-dalil Pemohon mendasarkan diri
sebagai Kreditor dari Termohon berdasarkan lampiran bukti berupa putusan No.
S870/2008/D adalah tidak beralasan menurut Hukum.
5. Bahwa dikarenakan dalil Pemohon didasarkan pada adanya dua putusan
The High Court of The Republic of Singapore di lain hal Termohon
menyangkal adanya hubungan hukum dengan Pemohon sehingga Majelis
Hakim masih memerlukan verifikasi terhadap hal-hal sebagai berikut :
a. Apakah ada surat panggilan untuk menghadiri persidangan bagi
Tergugat dalam hal ini Termohon?
b. Apakah putusan tersebut telah diberitahukan kepada
Tergugat/Termohon Pailit?
3.2 Analisis Yuridis
Manwani Santosh Tekchand adalah pihak yang berdasarkan putusan dari
The High Court of The Republic of Singapore diwajibkan untuk membayar
sejumlah uang kepada OCBC Securities.Pte.Ltd (berdasarkan putusan
No.870/2008/D) dan CIMB-GK Securities.Pte.Ltd (berdasarkan putusan No.
966/2008/F). Kewajiban membayar di dalam kedua putusan ini pada dasarnya
timbul dari utang yang berasal dari dua Perjanjian Derivatif :
a. Margin Agreement antara Manwani Santosh Tekchand dengan OCBC
Securities.Pte.Ltd; dan
b. Margin Agreement antara Manwani Santosh Tekchand dengan CIMB-
GK Securities.Pte.Ltd.147
Permohonan pailit terhadap Manwani Santosh Tekchand oleh OCBC
Securites.Pte.Ltd adalah permohonan pailit yang diajukan berdasarkan putusan
147
Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Irfan Arifin, Senior Associate pada kantor
hukum Lubis, Santosa & Maramis (salah satu kuasa hukum pihak Pemohon Pailit dan Kreditor
Lain) yang dilakukan pada hari Jumat tanggal 22 Juni 2012.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
64
Universitas Indonesia
The High Court of The Republic of Singapore tersebut diatas. Artinya putusan
pengadilan asing dijadikan dasar untuk menentukan apakah seseorang dapat
dikualifikasikan sebagai debitor dan karenanya dapat dipailitkan berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku.
Pengajuan permohonan pailit itu sendiri baru dapat dikabulkan apabila
telah terbukti memenuhi unsur-unsur yang ada dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal
8 ayat (4) UUK-PKPU. Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU mengatur mengenai syarat-
syarat kepailitan, sedangkan Pasal 8 ayat (4) mengatur mengenai Pembuktian
Sederhana. Uraian dari unsur-unsur kedua pasal tersebut dalam kaitannya dengan
2 (dua) putusan pengadilan asing yang dijadikan dasar untuk mengajukan
permohonan pailit terhadap Manwani Santosh Tekchand adalah sebagai berikut :
1. Syarat Minimal 2 (dua) atau Lebih Kreditor
Syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditor dikenal sebagai
concursus creditorium yang juga ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1)
Faillissementsverordening.148
Salah satu unsur terpenting pada Pasal 2 ayat (1)
UUK-PKPU dalam hal seorang debitor hendak dipailitkan adalah harus
terpenuhinya unsur bahwa debitor punya dua atau lebih kreditor. Definisi kreditor
menurut UUK-PKPU adalah : “Orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undang -Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.”149
Putusan The High Court of The Republic of Singapore Nomor S870/2008/D
menyatakan bahwa Tergugat/Termohon Pailit Manwani Santosh memiliki utang
yang harus dibayarkan kepada Penggugat/Pemohon Pailit OCBC
Securities.Pte.Ltd. Di dalam Permohonan Kepailitan OCBC Securities terhadap
Manwani Santosh Tekchand, Pemohon berdalil bahwa Termohon juga memiliki
utang lain kepada pihak kreditur lain, yaitu CIMB-GK SECURITIES Pte.Ltd
(Kreditur lain), suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Singapura
dan berkedudukan di 50 Raffles Place #19-00 Singapore Land Tower Singapore
048623. Di dalam putusan The High Court of The Republic of Singapore tanggal 5
148
Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 53.
149 Indonesia, op.cit., Pasal 1 ayat (2).
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
65
Universitas Indonesia
Maret 2009 Nomor S966/2008/F dinyatakan bahwa Tenggugat Manwani Santosh
Tekchand yang (Termohon Pailit) harus membayar kepada Pemohon (CIMB
Securities Pte.Ltd).
Dalam putusannya, Majelis Hakim memutuskan untuk menolak permohonan
pailit Pemohon OCBC Securities kepada Termohon Manwani Santosh. Majelis
Hakim menimbang, bahwa dari terjemahan amar putusan The High Court of The
Republic of Singapore No. S870/2008/D secara tersurat maupun tersirat bahwa
Tergugat incasu Manwani Santosh Tekchand sudah membayar sejumlah uang
kepada penggugat dengan adanya kata-kata “benar-benar membayar kepada
penggugat” maka dalil-dalil Pemohon mendasarkan diri sebagai Kreditor dari
Termohon berdasarkan lampiran bukti berupa putusan No. S870/2008/D adalah
tidak beralasan menurut Hukum. Dari pertimbangan tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa Majelis Hakim menganggap utang Manwani Santosh
Tekchand terhadap OCBC Securities.Pte.Ltd berdasarkan Putusan The High Court
of The Republic of Singapore No. S870/2008/D itu tidak terbukti secara hukum.
Yang perlu dicermati adalah di dalam kedua putusan The High Court of The
Republic of Singapore tersebut baik No. S870/2008/D (Dengan Penggugat OCBC
Securities Pte.Ltd) maupun No. S966/2008/F (Penggugat CIMB-GK.Pte.Ltd)
terdapat kata-kata :
“..No appearance having been entered by the Defendant herein. IT IS THIS
DAY ADJUDGED that the Defendant pays the Plaintiffs..”
Walau kedua putusan tersebut pada dasarnya memerintahkan hal yang
sama, di dalam terjemahan resmi oleh Penerjemah Tersumpah atau Sworn
Translator terdapat perbedaan terjemahan, dimana terjemahan resmi Putusan No.
S870/2008/D (Dengan Penggugat OCBC Securities.Pte.Ltd dan Tergugat
Manwani Santosh Tekchand) menyebutkan :
“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah diputuskan
bahwa tergugat benar – benar membayar penggugat... (..No appearance
having been entered by the Defendant herein. IT IS THIS DAY
ADJUDGED that the Defendant pays the Plaintiffs..)”
Sedangkan terjemahan resmi putusan No.966/2008/F dengan Penggugat
CIMB Securities.Pte.Ltd dan Tergugat Manwani Santosh Tekchand menyebutkan:
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
66
Universitas Indonesia
“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah diputuskan
bahwa tergugat harus membayar kepada penggugat... (..No appearance
having been entered by the Defendant herein. IT IS THIS DAY
ADJUDGED that the Defendant pays the Plaintiffs..)”
Dapat dilihat bahwa terdapat kata – kata “No appearance having been
entered by the Defendant herein. It is this day adjudged that the Defendant pays
the Plaintiffs” pada putusan No.870/2008/D dan putusan No.966/2008/F persis
sama. Namun dalam terjemahan resmi yang dihadirkan di pengadilan terdapat
perbedaan yang memiliki akibat hukum tidak terpenuhinya salah satu syarat
kepailitan, yaitu terdapat dua atau lebih kreditor.
Pemohon mengajukan putusan No.870/2008/D yang menyatakan adanya
kewajiban dari Tergugat/Termohon Pailit untuk membayar sejumlah uang kepada
Penggugat/Pemohon Pailit sebagai dasar pembuktian adanya utang dan hubungan
hukum sebagai debitor dan kreditor diantara keduanya. Terjemahan resmi yang
diajukan mematahkan pembuktian tersebut sehingga tidak terbukti adanya utang
diantara keduanya.
Sebenarnya pembuktiannya akan menjadi lebih mudah apabila Pemohon
Pailit mengajukan perjanjian yang dapat membuktikan adanya hubungan debitor
dan kreditor diantara keduanya sebagai dasar permohonan pailit daripada
mengajukan putusan No.870/2008/D sebagai dasar gugatan. Hal itu juga berlaku
untuk kreditor lainnya, yaitu CIMB-GK Securities.Pte.Ltd.
Debitor dalam kepailitan adalah debitor yang harus memiliki minimal 2
(dua) atau lebih kreditor sesuai dengan apa yang dipersyaratkan oleh Pasal 2 ayat
(1) UUK-PKPU. Pemohon Pailit dalam pengajuan permohonan pailitnya
mengikutsertakan kreditor lain, yaitu CIMB-GK Securities.Pte.Ltd. Kedudukan
CIMB-GK Securities.Pte.Ltd sebagai kreditor dapat dilihat dari Putusan The High
Court of The Republic of Singapore No.966/2008/F dimana Termohon Pailit
diperintahkan untuk membayar sejumlah uang kepada Pemohon Pailit.
Oleh karena itu CIMB-GK Securities.Pte.Ltd menurut penulis telah
memenuhi kriteria sebagai kreditor walaupun hal tersebut masih dapat
diperdebatkan karena “adanya utang” didasarkan dari putusan peradilan asing
yang mewajibkan Termohon Pailit membayar sejumlah uang kepada Pemohon
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
67
Universitas Indonesia
Pailit. Pasal 436 Reglement op de Bugerlijke Rechtsvordering (Rv). Indonesia
berpendirian bahwa pada dasarnya putusan pengadilan asing tidak dapat
dilaksanakan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali berkenaan
dengan pembiayaan yang telah dikeluarkan untuk penyelamatan kapal yang
memuat barang (averij-grosse). Namun perkara-perkara yang bersangkutan dapat
diajukan, diperiksa dan dapat diputuskan lagi di muka Pengadilan Indonesia, dan
putusan asing merupakan sebuah akta yang dikeluarkan lembaga yang berwenang
(dalam hal ini The High Court of The Republic of Singapore) sehingga dapat
dijadikan salah satu alat bukti.
2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang jatuh waktu dan
dapat ditagih.
Utang pada dasarnya merupakan kewajiban yang dimiliki oleh debitor untuk
melakukan pembayaran sejumlah yang kepada kreditor. Secara sempit definisi
utang adalah kewajiban yang timbul dari perjanjian utang piutang, sedangkan
definisi utang secara luas adalah kewajiban yang timbul dari perjanjian –
perjanjian lain. Pasal 1 ayat (6) UUK-PKPU memberikan definisi utang: 150
“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam
jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik
secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen,
yang timbul karena perjanjian atau undang – undang dan yang wajib
dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor
untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”
Terdapat dua pendapat yang berbeda mengenai salah satu syarat kepailitan
yaitu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Ada yang berpendapat
bahwa unsur “jatuh waktu” dan “dapat ditagih” sebagai satu kesatuan. Sebaliknya
ada pendapat yang mengatakan bahwa keduanya memiliki pengertian yang
berbeda dan tidak dapat disatukan. Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU menyatukan
kedua unsur tersebut, dapat dilihat dari kata “dan” diantara kata “jatuh waktu” dan
“dapat ditagih”.151
Apabila berpendapat bahwa kedua unsur tersebut sebagai suatu
kesatuan, maka harus menggantungkan pada perjanjian yang mendasari hubungan
150
Indonesia, Op. cit., Pasal 1 ayat (6).
151 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 57.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
68
Universitas Indonesia
hukum di antara debitor dan kreditor. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan
yaitu apabila tidak diatur secara jelas kapan suatu perjanjian jatuh waktu, maka
akan lebih sulit untuk diputuskan apakah kreditor telah dapat menagihnya atau
belum.
Sedangkan apabila berpendapat bahwa unsur “jatuh waktu” dan “dapat
ditagih” bukan merupakan suatu kesatuan maka diperbolehkan untuk melakukan
suatu penagihan meskipun utang tersebut belum jatuh waktu (jika diatur dalam
perjanjian). Pendapat ini tentu saja lebih menguntungkan kreditor apabila ternyata
dalam hubungan perikatannya dengan debitor tidak didasari perjanjian yang
mengatur mengenai jangka waktu.
Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, bahwa hubungan di antara
Pemohon Pailit dan Kreditor lain dengan Termohon Pailit adalah sebagai debitor
dan kreditor yang terikat oleh hubungan utang piutang. Permohonan Pailit
terhadap Manwani Santosh Tekchand adalah permohonan pailit yang diajukan
berdasarkan putusan pengadilan asing, yaitu putusan The High Court of The
Republic of Singapore No.870/2008/D (OCBC Securities melawan Manwani) dan
No.966/2008/F (CIMB Securities melawan Manwani).
Dalam kedua putusan tersebut, Manwani Santosh Tekchand sebagai tergugat
diwajibkan untuk membayar sejumlah uang kepada masing-masing penggugat,
yang keduanya didasarkan oleh utang yang muncul dari sebuah perjanjian
derivatif. SK Direktur BI No. 28/119/KEP/DIR, tanggal 29 Desember 1995
memberikan definisi mengenai derivatif :
“Suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan suatu
turunan dari nilai dari instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai
tukar, komoditi, equity, dan indeks, baik yang diikuti degan pergerakan atau
tanpa pergerakan dana/instrumen”152
Terlepas dari persoalan apakah kewajiban yang dinyatakan dalam putusan
pengadilan asing itu hanya bisa diakui oleh pengadilan Indonesia sebagai utang
termohon atau tidak, yang jadi menjadi permasalahan adalah mengenai apakah
kewajiban tersebut jika diakui sebagai utang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.
152
Bank Indonesia, SK Direktur BI No. 28/119/KEP/DIR, 29 Desember 1995.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
69
Universitas Indonesia
Dalam pertimbangan hukum dan fakta dalam Putusan Pengadilan Indonesia
(permohonan pailit terhadap Manwani Santosh Tekchand) terdapat fakta bahwa
OCBC Securities Pte.Ltd dan CIMB-GK Securities Pte.Ltd sudah melakukan
penagihan terhadap utang Manwani Santosh Tekchand. Majelis Hakim secara
eksplisit mempertimbangkan adanya fakta bahwa OCBC Securities Pte.Ltd dan
CIMB-GK Securities Pte.Ltd sudah melakukan penagihan utang, sehingga dalam
hal memang benar kewajiban dalam Putusan Asing tersebut diakui sebagai utang
maka secara implisit putusan Pengadilan Indonesia mengakui fakta bahwa utang
Manwani Santosh Tekchand sebagai debitur telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Walaupun dapat dikatakan bahwa debitor memiliki utang yang jatuh waktu
dan dapat ditagih, namun menurut penulis ada satu hal yang menjadi masalah.
Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU menyebutkan bahwa :
“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau
keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan
pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.”
Melihat ketentuan Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU ini dapat disimpulkan
bahwa sebuah perkara kepailitan menganut sistem pembuktian yang sederhana.
Apabila kita melihat bahwa pada kenyataannya perkara kepailitan Manwani
Santosh Tekchand ini Kreditor menjadikan sebuah putusan pengadilan asing
sebagai dasar dari permohonan pailit.
Walaupun putusan pengadilan asing yang dijadikan dasar dari permohonan
pailit tersebut didasari oleh utang Termohon Pailit Manwani Santosh Tekchand
yang berasal dari dua buah perjanjian derivatif (antara Termohon Pailit dan
Pemohon Pailit yang berujung pada keluarnya putusan The High Court of The
Republic of Singapore No.870/2008/D dan antara Termohon Pailit dan Kreditor
lain yang berujung pada keluarnya putusan The High Court of The Republic of
Singapore No. 966/2008/F) namun pembuktian adanya utang menjadi tidak
sederhana. Apabila Pemohon Pailit menginginkan persyaratan pembuktian
sederhana itu terpenuhi, seharusnya yang dijadikan dasar gugatan bukan putusan
pengadilan asingnya melainkan perjanjian derivatifnya.
Berhubungan dengan perkara kepailitan Manwani Santosh Tekchand ini,
yang menjadi pertanyaan mendasar adalah apakah Putusan Pengadilan Asing yang
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
70
Universitas Indonesia
telah memutus bahwa seorang debitor diwajibkan membayar utang kepada
kreditor dapat dijadikan dasar kepailitan terhadap debitor tersebut di Indonesia.
Artinya adalah apakah putusan pengadilan asing ini dapat diterima secara formil
dan materiil sebagai bukti yang sah dan konklusif tentang adanya utang dan
hubungan antara debitor dan kreditor.
Apabila dilihat dari aspek formil, menurut penulis Putusan Pengadilan
Asing merupakan sebuah alat bukti yang sah. Pasal 164 Herziene Inlandsch
Reglement (HIR) menyebutkan beberapa alat bukti :
a. Alat Bukti Surat;
b. Alat Bukti Saksi;
c. Alat Bukti Persangkaan;
d. Alat Bukti Pengakuan;
e. Alat Bukti Sumpah.
Alat bukti surat menurut Sudikno Mertokusumo adalah:153
”Segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan
untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang
dan dipergunakan sebagai pembuktian”.
Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi dua yaitu surat yang merupakan
akta dan surat-surat lainnya yang bukan merupakan akta. Sedangkan akta sendiri
dibagi lebih lanjut menjadi akta otentik dan akta bawah tangan.154
Pasal 165 HIR
memberikan definisi mengenai akta otentik :
“Surat yang diperbuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang
berkuasa akan membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua
belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak
daripadanya, yaitu tentang segala hal, yang tersebut dalam surat itu
sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian itu hanya
sekedar yang diberitahukan itu langsung berhubung dengan pokok dalam
akta itu.”
153
Sudikno Mertokusumo, Op. cit., hal. 49
154 Ibid.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
71
Universitas Indonesia
Pasal 1868 KUHPerdata menjelaskan lebih lanjut mengenai akta
otentik:155
“Suatu akta otentik ialah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang
untuk itu ditempat akta dibuat.”
Wirjono Prodjodikoro juga memberikan definisi mengenai akta otentik
sebagai :“Surat yang dibuat dengan maksud untuk dijadikan bukti oleh atau di
muka seorang pejabat umum yang berkuasa untuk itu.” 156
Kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat yang terdapat pada akta
otentik, merupakan perpaduan dari beberapa kekuatan yang terdapat padanya.
Apabila salah satu kekuatan itu cacat mengakibatkan akta otentik tidak
mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Oleh karena
itu untuk melekatkan nilai kekuatan yang seperti itu pada akta otentik, harus
terpenuhi kekuatan pembuktian :157
a. Kekuatan Bukti Luar
Suatu akta otentik yang diperlihatkan harus dianggap dan diperlakukan
sebagai akta otentik kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Selama tidak
dapat dibuktikan sebaliknya pada akta tersebut melekat kekuatan bukti
luar dan harus diterima kebenarannya sebagai akta otentik.
b. Kekuatan Pembuktian Formil
Kekuatan pembuktikan formil yang melekat pada akta otentik
dijelaskan Pasal 1871 KUHPerdata, bahwa segala keterangan yang
tertuang di dalamnya adalah benar diberikan dan disampaikan penanda
tangan kepada pejabat yang membuatnya. Oleh karena itu, segala
keterangan yang diberikan penanda tangan dalam akta otentik, dianggap
155
Engelbrecht, Himpunan Peraturan Perundang – undangan RI (Internusa, Jakarta,
1992), hal. 585.
156 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata Di Indonesia (Sumur, Bandung, 1975),
hal. 108.
157 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Sinar Grafika, Jakarta, 2006) hal. 566 – 567.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
72
Universitas Indonesia
benar sebagai keterangan yang dituturkan dan dikehendaki yang
bersangkutan.
c. Kekuatan Pembuktian Materiil
Mengenai kekuatan pembuktian materiil akta otentik menyangkut
permasalahan benar atau tidaknya keterangan yang tercantum di dalamnya.
Oleh karena itu, kekuatan pembuktian materiil merupakan persoalan
pokok akta otentik.
Dari penjelasan yang ada di atas dapat diambil kesimpulan bahwa putusan
pengadilan asing sudah memenuhi syarat formil sebagai suatu akta otentik karena
memenuhi unsur “dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau
dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta dibuat.”.
Dengan demikian apabila hanya melihat sebatas syarat formilnya saja, maka
putusan pengadilan asing dapat dijadikan alat bukti yang sah dan konklusif di
pengadilan Indonesia.
Walaupun putusan pengadilan sudah memenuhi syarat formil sebagai
suatu akta otentik, namun tidak serta merta dapat diterapkan menjadi alat bukti di
dalam pengadilan. Ada syarat-syarat materiil yang juga harus dipenuhi. Dalam
Pasal 436 Rv, dijelaskan dengan tegas bahwa putusan pengadilan asing tidak
dapat diakui dan tidak dapat dieksekusi oleh putusan pengadilan Indonesia. Bunyi
ketentuan Pasal 436 Rv adalah sebagai berikut :158
“1. Di luar keadaan-keadaan yang disebutkan dalam pasal 724 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-undang lain,
maka putusan-putusan Hakim negeri asing tidak dapat dijalankan di
dalam wilayah hukum Negara Indonesia;
2. Perkara-perkara yang bersangkutan dapat diajukan, diperiksa, dan
dapat diputuskan lagi di muka pengadilan Indonesia;
3. Dalam keadaan-keadaan yang dikecualikan pada ayat (1), putusan-
putusan hakim negeri asing hanya dapat dijalankan sesudah dibuatkan
suatu permohonan dan terdapat izin dari hakim di Indonesia, dimana
putusan itu harus dijalankan;
4. Dalam hal memohon dan memberikan izin ini, perkaranya tidak akan
diperiksa kembali.”
158
Wirjono Prodjodikoro, Op. cit., hal. 74.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
73
Universitas Indonesia
Pendirian ini sesuai dengan asas kedaulatan teritorial (principle of
territorial sovereignty), berarti keputusan Hakim Asing tidak dapat secara
langsung dilaksanakan dalam wilayah Negara lain atas kekuatannya sendiri.
Dengan tidak adanya perjanjian internasional antara Indonesia dan Negara lain,
tidak dapat diadakan pelaksanaan keputusan-keputusan asing di wilayah Republik
Indonesia.159
Ada beberapa pengecualian terhadap ketentuan pasal 436 Rv, salah
satunya adalah Pasal 724 KUHD yang mengatur mengenai averij grosse (Biaya
yang diperlukan dan kerugian yang diderita oleh kapan, barang muatan, atau anak
buah kapal harus dibebankan kepada dan dipertanggungjawabkan oleh kapal,
upah-upah pengangkutan dan barang muatan seluruhnya). Menurut ayat terakhir
pasal ini, dimungkinkan mengadakan perhitungan dan pembagian averij grosse di
luar wilayah Indonesia. Apabila diadakan di luar Indonesia, dan kemudian
dijatuhkan putusan meskipun itu putusan Hakim Asing atau berdasarkan
wewenang kekuasaan asing, putusan itu mengikat untuk diakui dan dieksekusi
oleh pengadilan Indonesia.
Ada pengecualian lain terhadap ketentuan Pasal 436 Rv, yaitu dengan
suatu konvensi yang diratifikasi menjadi undang-undang di Indonesia (sebagai
contoh pengakuan atas putusan kepailitan diantara beberapa negara termasuk
Indonesia, yang berdampak dikesampingkannya ketentuan Pasal 436 Rv), atau
dengan asas resiprositas (timbal balik). Hanya dengan kedua cara ini larangan
Pasal 436 Rv bisa ditembus.
Dilihat dari syarat-syarat formilnya, putusan pengadilan asing memang
merupakan sebuah akta otentik. Namun apabila dilihat dari syarat-syarat
materiilnya putusan pengadilan asing tidak serta merta dapat diterapkan dan
dijadikan alat bukti yang sah dan konklusif di pengadilan Indonesia. Putusan
pengadilan asing memang merupakan sebuah akta otentik namun untuk dijadikan
sebagai alat bukti di pengadilan Indonesia sudah diatur secara khusus di dalam
Pasal 436 Rv sehingga berlaku asas “Lex specialis derogat lex generali” atau
hukum yang berlaku khusus mengenyampingkan hukum yang berlaku umum.
Pada kesimpulannya, putusan pengadilan asing secara materiil memang
159 Adrian Sutedi, Op. cit., hal. 158.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
74
Universitas Indonesia
merupakan akta otentik yang dapat diterima sebagai alat bukti yang sah di
pengadilan, namun secara materiil tidak mengikat sehingga hanya sebagai fakta
hukum yang dinilai secara bebas sesuai dengan pertimbangan hakim.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
75
Universitas Indonesia
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yuridis pada bab-bab sebelumnya, penulis telah
memperoleh jawaban atas pokok permasalahan yang mendasari penulisan ini,
penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1. Permohonan pailit dengan register perkara Nomor :
26/Pailit/2010/PN.NIAGA.JKT.PST merupakan permohonan pailit
berdasarkan putusan pengadilan asing, dengan OCBC Securities.Pte.Ltd
sebagai pihak pemohon, Manwani Santosh Tekchand sebagai pihak
termohon, dan CIMB-GK Securities Pte.Ltd sebagai kreditor lain.
Menurut Pemohon, Termohon memiliki utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih kepada Pemohon berdasarkan Putusan High Court of The
Republic of Singapore No.: S870/2008/D, di samping Termohon
mempunyai satu Kreditur Lain selain Pemohon, yaitu CIMB-GK
Securities Pte.Ltd yang juga berdasarkan Putusan yang dikeluarkan oleh
Pengadilan yag sama melalui Putusan No. S966/2008/F. Pemohon telah
berkali-kali menagih kepada Termohon agar segera melunasi
kewajibannya, namun Termohon tetap tidak melakukan pembayaran atau
melunasi kewajibannya sehingga Termohon terbukti mempunyai utang
yang telah jatuh waktu dan belum dibayar kepada Pemohon.
Termohon juga memiliki utang kepada pihak CIMB-GK SECURITIES
Pte.Ltd yang merupakan Kreditur Lain yang timbul berdasarkan isi Putusan
yang dikeluarkan pada tanggal 5 Maret 2008 oleh The High Court Of The
Republic Of Singapore dalam perkara S966/2008/F antara pihak Kreditur
Lain. Dalam hal ini CIMB-GK SECURITIES Pte.Ltd sebagai Penggugat
dan Termohon selaku Tergugat.
Setelah mempertimbangkan alasan-alasan yang dikemukakan oleh
Pemohon Pailit dan tanggapan-tanggapan yang diajukan oleh Termohon
Pailit, Majelis Hakim Niaga akhirnya memutus untuk :
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
76
Universitas Indonesia
1. Menolak Permohonan Pernyataan Pailit Pemohon;
2. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp.411.000,-.
Ada beberapa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara
ini. Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah apakah benar secara
hukum Pemohon adalah Pihak Kreditor yang berhak mengajukan pailit
dan termohon adalah Debitor yang mempunyai hubungan hukum dengan
pemohon sehingga dapat dimintakan pailit. Majelis Hakim
mempertimbangkan bahwa Pemohon (OCBC Securities.Pte.Ltd)
mendasarkan diri sebagai kreditor berdasarkan putusan The High Court of
The Republic of Singapore tanggal 1 Juli 2009 dengan menyatakan antara
lain (dengan terjemahan dari Penerjemah Bersumpah) :
“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah
diputuskan bahwa tergugat benar – benar membayar penggugat...
(..No appearance having been entered by the Defendant herein. IT
IS THIS DAY ADJUDGED that the Defendant pays the
Plaintiffs..)”
Sehingga pemohon dalam petitumnya telah menuntut dengan menyatakan
Termohon lalai melaksanakan isi putusan dalam perkara No.
S870/2008/D. Majelis Hakim menimbang, bahwa demikian pula Pemohon
mengajukan Kreditor Lain (CIMB GK.Pte.Ltd) yang berdasarkan pada
putusan The High Court of The Republic of Singapore tanggal 5 Maret
2009 dalam perkara No. S966/2008/F yang menyatakan antara lain :
“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah
diputuskan bahwa tergugat harus membayar kepada penggugat...
(..No appearance having been entered by the Defendant herein. IT
IS THIS DAY ADJUDGED that the Defendant pays the
Plaintiffs..)”
Dari terjemahan amar putusan The High Court of The Republic of
Singapore No. S870/2008/D secara tersurat maupun tersirat bahwa
Tergugat incasu Manwani Santosh Tekchand sudah membayar sejumlah
uang kepada penggugat dengan adanya kata-kata “benar-benar membayar
kepada penggugat” maka dalil-dalil Pemohon mendasarkan diri sebagai
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
77
Universitas Indonesia
Kreditor dari Termohon berdasarkan lampiran bukti berupa putusan No.
S870/2008/D adalah tidak beralasan menurut Hukum. Termohon
menyangkal adanya hubungan hukum dengan Pemohon sehingga Majelis
Hakim masih memerlukan verifikasi atas ada atau tidaknya surat
panggilan untuk menghadiri persidangan bagi Tergugat/Termohon Pailit
dan apakah putusan tersebut telah diberitahukan kepada
Tergugat/Termohon Pailit.
Mengenai syarat kepailitan lainnya yaitu tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang jatuh waktu dan dapat ditagih, dalam pertimbangan
hukum dan fakta dalam Putusan Pengadilan Indonesia (permohonan pailit
terhadap Manwani Santosh Tekchand) terdapat fakta bahwa OCBC
Securities Pte.Ltd dan CIMB-GK Securities Pte.Ltd sudah melakukan
penagihan terhadap utang Manwani Santosh Tekchand.
Majelis Hakim secara eksplisit mempertimbangkan adanya fakta bahwa
OCBC Securities Pte.Ltd dan CIMB-GK Securities Pte.Ltd sudah
melakukan penagihan utang, sehingga dalam hal memang benar kewajiban
dalam Putusan Asing tersebut diakui sebagai utang maka secara implisit
putusan Pengadilan Indonesia mengakui fakta bahwa utang Manwani
Santosh Tekchand sebagai debitur telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Putusan The High Court of The Republic of Singapore Nomor
S870/2008/D menyatakan bahwa Tergugat/Termohon Pailit Manwani
Santosh memiliki utang yang harus dibayarkan kepada
Penggugat/Pemohon Pailit OCBC Securities.Pte.Ltd. Di dalam
Permohonan Kepailitan OCBC Securities terhadap Manwani Santosh
Tekchand, Pemohon berdalil bahwa Termohon juga memiliki utang lain
kepada pihak Kreditur Lain, yaitu CIMB-GK SECURITIES Pte.Ltd
(Kreditur Lain). Di dalam putusan The High Court of The Republic of
Singapore tanggal 5 Maret 2009 Nomor S966/2008/F dinyatakan bahwa
Tenggugat Manwani Santosh Tekchand yang (Termohon Pailit) harus
membayar kepada Pemohon (CIMB Securities Pte.Ltd).
Dalam putusannya, Majelis Hakim menolak permohonan pailit Pemohon
OCBC Securities kepada Termohon Manwani Santosh. Majelis Hakim
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
78
Universitas Indonesia
menimbang, bahwa dari terjemahan amar putusan The High Court of The
Republic of Singapore No. S870/2008/D secara tersurat maupun tersirat
bahwa Tergugat incasu Manwani Santosh Tekchand sudah membayar
sejumlah uang kepada penggugat dengan adanya kata-kata “benar-benar
membayar kepada penggugat” maka dalil-dalil Pemohon mendasarkan diri
sebagai Kreditor dari Termohon berdasarkan lampiran bukti berupa
putusan No. S870/2008/D adalah tidak beralasan menurut Hukum. Dari
pertimbangan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Majelis Hakim
menganggap utang Manwani Santosh Tekchand terhadap OCBC
Securities.Pte.Ltd berdasarkan Putusan Singapura tersebut tidak terbukti
secara hukum.
Putusan The High Court of The Republic of Singapore No. S870/2008/D
dan No. S966/2008/F pada dasarnya memerintahkan hal yang sama, di
dalam terjemahan resmi oleh Penerjemah Tersumpah terdapat perbedaan
terjemahan, dimana terjemahan resmi Putusan No. S870/2008/D (Dengan
Penggugat OCBC Securities.Pte.Ltd dan Tergugat Manwani Santosh
Tekchand) menyebutkan :
“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah
diputuskan bahwa tergugat benar – benar membayar
penggugat...”
Sedangkan terjemahan resmi putusan No.966/2008/F dengan Penggugat
CIMB Securities.Pte.Ltd dan Tergugat Manwani Santosh Tekchand
menyebutkan:
“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah
diputuskan bahwa tergugat harus membayar kepada penggugat...
Padahal keduanya merupakan terjemahan dari kata-kata “No appearance
having been entered by the Defendant herein. It is this day adjudged that
the Defendant pays the Plaintiffs”. Hal ini menyebabkan tidak
terpenuhinya salah satu syarat kepailitan, yaitu memiliki dua atau lebih
kreditor seperti yang disebutkan dalam salah satu pertimbangan Majelis
Hakim.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
79
Universitas Indonesia
Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU menyebutkan bahwa sebuah perkara
kepailitan menganut sistem pembuktian yang sederhana. Putusan
pengadilan asing yang dijadikan dasar dari permohonan pailit tersebut
didasari oleh utang Termohon Pailit Manwani Santosh Tekchand yang
masing-masing berasal dari perjanjian derivatif, namun pembuktian
adanya utang menjadi tidak sederhana.
2. Yang menjadi pokok permasalahan kedua adalah apakah Putusan
Pengadilan Asing yang telah memutus bahwa seorang debitor diwajibkan
membayar utang kepada kreditor dapat dijadikan dasar kepailitan terhadap
debitor tersebut di Indonesia. Artinya adalah apakah Putusan Pengadilan
Asing ini dapat diterima secara formil dan materiil sebagai bukti yang sah
dan konklusif tentang adanya utang dan hubungan antara debitor dan
kreditor.
Pasal 164 Herziene Inlandsch Reglement (HIR) menyebutkan beberapa
alat bukti, salah satunya adalah alat bukti surat (akta).Akta sendiri dibagi
menjadi akta otentik dan akta bawah tangan.160
Pasal 1868 KUHPerdata memberikan definisi akta otentik: “akta otentik
ialah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh
atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta
dibuat.”161
Putusan pengadilan asing sudah memenuhi syarat formil sebagai suatu
akta otentik karena memenuhi unsur “dibuat dalam bentuk yang
ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu ditempat akta dibuat.”. Dengan demikian apabila
hanya melihat sebatas syarat formilnya saja, maka putusan pengadilan
asing dapat dijadikan alat bukti yang sah dan konklusif di pengadilan
Indonesia.
160
Sudikno Mertokusumo, Op. cit., hal. 49
161 Engelbrecht, Op. cit., hal. 585.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
80
Universitas Indonesia
Walaupun putusan pengadilan sudah memenuhi syarat formil sebagai
suatu akta otentik, namun tidak serta merta dapat diterapkan menjadi alat
bukti di dalam pengadilan. Ada syarat-syarat materiil yang juga harus
dipenuhi. Dalam Pasal 436 Rv, dijelaskan dengan tegas bahwa putusan
pengadilan asing tidak dapat diakui dan tidak dapat dieksekusi oleh
putusan pengadilan Indonesia. Ada beberapa pengecualian terhadap
ketentuan Pasal 436 Rv, antara lain dengan suatu konvensi yang
diratifikasi menjadi undang-undang di Indonesia (sebagai contoh
pengakuan atas putusan kepailitan diantara beberapa negara termasuk
Indonesia, yang berdampak dikesampingkannya ketentuan Pasal 436 Rv),
atau dengan asas resiprositas (timbal balik).
Dilihat dari syarat-syarat formilnya, putusan pengadilan asing memang
merupakan sebuah akta otentik. Namun apabila dilihat dari syarat-syarat
materiilnya putusan pengadilan asing tidak serta merta dapat diterapkan
dan dijadikan alat bukti yang sah dan konklusif di pengadilan Indonesia
karena ketentuan Pasal 436 Rv mengatur secara khusus sehingga berlaku
asas “Lex specialis derogat lex generali” atau hukum yang berlaku khusus
mengenyampingkan hukum yang berlaku umum. Pada kesimpulannya,
putusan pengadilan asing secara materiil memang merupakan akta otentik
yang dapat diterima sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, namun
secara materiil tidak mengikat sehingga hanya sebagai fakta hukum yang
dinilai secara bebas sesuai dengan pertimbangan majelis hakim.
4.2 Saran
Mengingat putusan pengadilan asing secara materiil memang merupakan
akta otentik yang dapat diterima sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, namun
secara materiil tidak mengikat sehingga hanya sebagai fakta hukum yang dinilai
secara bebas sesuai dengan pertimbangan hakim. Hal itu menyebabkan pengajuan
permohonan pailit dengan putusan asing sebagai dasar permohonan pailit seperti
kasus permohonan pailit Manwani Santosh Tekchand oleh OCBC Securities
Pte.Ltd menjadi sulit untuk dikabulkan. Namun hal ini bukan berarti kasus seperti
permohonan pailit Manwani Santosh Tekchand tidak dapat diselesaikan.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
81
Universitas Indonesia
Ada 2 (dua) hal yang dapat dilakukan oleh Pemohon Pailit dan/atau
Kreditor Lain sebagai proses penyelesaian utang :
a. Relitigasi, mengonstantir dan memeriksa ulang fakta-fakta yang
diajukan sebelumnya (pada proses peradilan Singapura dalam studi
kasus Manwani Santosh). Tujuannya adalah untuk mendapatkan ganti
rugi;
b. Pengajuan kembali permohonan pailit, namun dengan surat utang
(dalam hal ini perjanjian derivatif masing-masing antara Manwani
Santosh Tekchand dengan OCBC Securities Pte.Ltd dan CIMB-GK
Securities Pte.Ltd) sebagai dasar permohonan pailit.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
82
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Adolf, Huala. Hukum Perdagangan Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2005.
Algra, N.E. Inleiding tot Het Nederlands Privaatrecht. Groningen: Tjeenk
Willink.
Anisah, Siti. Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum
Kepailitan di Indonesia. Yogyakarta: Total Media, 2008.
Arifin, Ahmad Irfan. Wawancara mengenai substansi kasus di kantor hukum
Lubis, Santosa & Maramis yang dilakukan pada hari Jumat tanggal 22 Juni 2012.
Ashopa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Baird, Douglas G. Cases Problems, and Materials on Bankruptcy, Boston. USA :
Little, Brown and Company, 1985.
Bank Indonesia, SK Direktur BI No. 28/119/KEP/DIR, 29 Desember 1995.
Engelbrecht, Himpunan Peraturan Perundang – undangan RI. Internusa, Jakarta,
1992.
Fuady, Munir. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 2010.
Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Internasional Buku IV. Bandung: Alumni,
1989.
Gautama, Sudargo. Pengantar Hukum Perdata Internasional. Bandung: Bina
Cipta, 1987.
Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Sinar Grafika, Jakarta, 2006.
Harris, Freddy. Kumpulan Materi Hukum Kepailitan (Buku Ajar di Fakultas
Hukum Universitas Indonesia Program Magister Kenotariatan). 2004.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
83
Universitas Indonesia
Hikmah, Mutiara. Aspek – aspek Hukum Perdata Internasional dalam Perkara –
perkara Kepailitan. Jakarta : Refika Aditama, 2007.
Hukum Online : “Suba Dipailitkan Akibat Kesepakatan Diam-diam”
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17394/suba-dipailitkan-akibat-
kesepakatan-diamdiam diakses tanggal 12 Mei 2012.
Indonesia. Undang – Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban pembayaran Utang.
Indonesia. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.
Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:
Bayumedia Group, 2006.
Irawan, Bagus. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi, cet.1.
Jakarta: PT Alumni, 2007.
Istiqomah, Makalah. Relevansi Hukum Kepailitan dalam Transaksi Bisnis
Internasional, 2007.
Jono, Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Longdong, Tinneke Louise Tugeh. Asas Ketertiban Umum dan Konvensi New
York 1958. Bandung: PT Karya Kita, 2004.
Longdong, Tinneke Louise Tugeh. Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Asing dan Permasalahannya: Suatu Tinjauan dan Permasalahannya.
Bandung: PT Karya Kita, 2004.
Mamudji, Sri et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Mahadi, Falsafah Hukum : Suatu Pengantar, Alumni : Bandung, 2003.
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty : Yogyakarta
2006.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum : Suatu Pengantar. Yogyakarta :
Liberty, 1996.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
84
Universitas Indonesia
Muljadi, Kartini. Actio Pauliana dan Pokok-Pokok tentang Pengadilan Niaga,
dalam Lontoh, Rudhy A. et.al, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Alumni, Bandung, 2001.
Muljadi, Kartini. Actio Pauliana dan Pokok – Pokok tentang Pengadilan Niaga.
Bandung :
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. PT Citra Aditya Bakti : Bandung, 2000.
Septiana, Arini Dyah. “Analisis Yuridis Kepailitan Perseorangan Yang Terikat
Hubungan Kekerabatan (Studi Kasus Putusan Pailit Leo Kusuma Wijaya)”
(Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2011).
Shubhan, M. Hadi. Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008.
Silvany, Tjoetiar. “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Pailit PT ADAM
SKYCONNECTION AIRLINES No: 26/PAILIT/2008/PN.Niaga.JKT.PST”
(Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2009).
Sjahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan : Memahami Undang – Undang No. 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2009.
Soekanto, Soerjono. Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris. Jakarta :
IND-HIL-CO, 1990.
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif : Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta : RajaGrafindo, 1994. hal.
Soekardono. Hukum Dagang Indonesia Jilid 1. Jakarta: Soeroenga, 1960.
Suherman, E. Faillissement (Kepailitan). Bandung: Binacipta, 1988.
Sriyanto, Aria Pratama. “Pemohon Pernyataan Pailit”
http://www.geocities.com/ariyanto_eks79/hukum_bisnis.htm, diunduh 12 Maret
2012.
Suryana, Daniel. Kepailitan Terhadap Badan Usaha Asing oleh Pengadilan
Niaga Indonesia. Bandung : Pustaka Sutra, 2007.
Sutedi, Adrian, Hukum Kepailitan. Jakarta: Ghalia, 2009.
Tumbuan, Fred B.G. “Mencermati Makna Debitor, Kreditor, dan Undang –
Undang Berkaitan Dengan Kepailitan”, Dalam : Yuhassarie, Emmy. Undang –
Undang Kepailitan dan Perkembangannya. Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum,
2005.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
85
Universitas Indonesia
UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency with Guide to Enactment,
A/CN.9/442 at 15.
Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di
Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika, 2006.
Widjaja, Gunawan. Resiko Hukum & Bisnis Perusahaan Pailit. Jakarta : Forum
Sahabat, 2007.
Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.
top related