unud-273-438121292-bab iv
Post on 14-Apr-2016
219 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
103
BAB IV
PRODUK HUKUM YANG MENGATUR TENTANG DANA ALOKASI
KHUSUS MENURUT KONSEP KEADILAN DAN KESELARASAN
4.1 Produk Hukum Yang Mengatur Tentang Dana Alokasi Khusus
Dua peraturan perundangan tentang desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-
Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, saat ini menjadi dasar bagi penerapan struktur politik dan administrasi
pemerintahan, khususnya keuangan (fiskal) di Indonesia. Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 mengatur pelimpahan penyelenggaraan sebagian besar urusan
pemerintahan menjadi kewenangan daerah, sementara Undang-Undang No.33 Tahun
2004 menata kebijakan perimbangan keuangan sebagai konsekuensi atas pembagian
kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah didanai dari dan
atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Namun, di sisi lain
kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah
(PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD.67
Oleh karena
itu, kekurangannya harus dibantu oleh pemerintah pusat melalui mekanisme dana
perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU),
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi.
67 Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
104
Pengertian DAK diatur dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 23 Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, yang menyatakan bahwa:
“Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional.”
Pasal 162 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa DAK
dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk daerah
tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk;
(1) membiayai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah pusat atas dasar prioritas
nasional.
(2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.
Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat
diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang
merupakan komitmen atau prioritas nasional. Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat
(4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan agar DAK ini
diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), pemerintah telah
mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Pelaksanaan
DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan,
peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat
105
dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang,
dan tidak termasuk penyertaan modal
DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan
kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas seperti pelaksanaan
penyusunan rencana dan program, pelaksanaan tender pengadaan kegiatan fisik,
kegiatan penelitian dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan fisik, kegiatan
perjalanan pegawai daerah dan kegiatan umum lainnya yang sejenis,68
untuk
menyatakan komitmen dan tanggung jawabnya, daerah penerima wajib
mengalokasikan dana pendamping dalam APBD-nya sebesar minimal 10% dari
jumlah DAK yang diterimanya.69
Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak
diwajibkan menyediakan dana pendamping yakni daerah yang selisih antara
Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif.
Namun, dalam pelaksanaannya tidak ada daerah penerima DAK yang mempunyai
selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol
atau negatif. Berdasarkan penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa latar belakang
pencanangan program DAK disebabkan adanya kebutuhan untuk membiayai kegiatan
khusus, yang merupakan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum
dengan menggunakan rumusan DAU. Di sisi lain, kemampuan asli sebagian besar
daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu
mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD.
68 Sie Analisis Keuangan Daerah-Ditama Binbangkum, Dana Alokasi Khusus Dalam
Perimbangan Pusat Dan Daerah, denpsar.bpk.go.id
69
Ahmad Yani, 2008, Hubungan Keuangan …, Ibid hal. 183
106
Dari uraian diatas yang menjadi unsur-unsur DAK dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN.
b. Dialokasikan kepada daerah tertentu.
c. Digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah.
d. Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas
nasional/fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN.
e. DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau diusulkan oleh daerah tertentu.
f. DAK diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat dengan
umur ekonomis yang panjang.
Pengertian Dana Alokasi Khusus diatur dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal
1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang menyebutkan bahwa: “Dana
Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional.” Pasal ini adalah produk hukum yang mengatur tentang
sumber pendapatan DAK dan tujuan penggunaannya. Sumber Pendapatan DAK
berasal dari APBN, ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian pendanaan bagi
daerah. Kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah harus sejalan dengan
prioritas nasional.
107
Pasal 54 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa
perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:
1) penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan
2) penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah.
Daerah tertentu yang dapat memperoleh alokasi DAK ditentukan berdasarkan kriteria
umum, kriteria khusus, dan kriteris teknis.
1) Kriteria umum; pengalokasian DAK diprioritaskan untuk daerah-daerah yang
memiliki kemampuan fiskal rendah atau dibawah rata-rata nasional. Kemampuan
fiskal daerah didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan umum daerah
( pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil) dengan belanja
pegawai negeri sipil daerah pada APBD.
2) Kriteria khusus; pengalokasian DAK memperhatikan daerah-daerah tertentu yang
memiliki karakteristik dan/atau berada di wilayah:
a. Provinsi Papua yang merupakan daerah otonomi khusus;
b. Daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah
tertinggal/terpencil, dan daerah yang masuk kategori ketahanan pangan, dan
daerah pariwisata;
c. Daerah rawan banjir/longsor, daerah penampung transmigrasi, daerah yang
memiliki pulau-pulau kecil terdepan, daerah rawan pangan dan/atau
kekeringan, daerah pasca konflik, daerah penerima pengungsi.
3) Kriteria teknis; kriteria teknis kegiatan DAK untuk bidang pendidikan dirumuskan
oleh Menteri Pendidikan Nasional, bidang kesehatan dirumuskan oleh Menteri
108
Kesehatan, bidang infrastruktur jalan, irigasi, dan air bersih dan sanitasi dirumuskan
oleh Menteri Pekerjaan Umum, bidang kelautan dan perikanan dirumuskan oleh
Menteri Kelautan dan Perikanan, bidang pertanian dirumuskan oleh Menteri
Pertanian, bidang prasarana pemerintah daerah dirumuskan oleh Menteri Dalam
Negeri, dan bidang lingkungan hidup dirumuskan oleh Menteri Negara Lingkungan
Hidup
Pasal 54 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun
2005, ”Penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah.” Rata-rata nasional
kemampuan keuangan daerah dirumuskan;
Rata-Rata Nasional Kemampuan = Total Kemampuan Daerah Secara Nasional
Keuangan Daerah Jumlah Daerah
*
Perhitungan Indeks Fiskal Netto (IFN) dilakukan dengan membagi
kemampuan keuangan daerah dengan rata-rata nasional kemampuan keuangan daerah.
Jika IFN tersebut lebih kecil dari satu, atau dengan kata lain daerah tersebut memiliki
kemampuan keuangan daerah lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata nasional,
maka daerah tersebut mendapatkan prioritas dalam memperoleh DAK.
109
Indek Fiskal Netto Daerah Z = Kemampuan Keuangan Daerah Z
Rata-Rata Nasional Kemampuan Keuangan Daerah
*
* Sumber : Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.
Selain kriteria umum, kriteria khusus juga dipergunakan dalam alokasi DAK.
Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan
dan karakteristik daerah, yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan
adalah Undang-Undang yang mengatur tentang kekhususan suatu daerah, seperti
Undang-Undang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua. Seluruh
daerah (kabupaten/kota) di Provinsi NAD dan Papua akan diprioritaskan
mendapatkan DAK. Selain itu, setiap tahunnya ditetapkan beberapa karakteristik
khusus yang dimasukkan dalam kriteria khusus. Kondisi dari penetapan kriteria
khusus inilah yang akan menjadi kelemahan dalam kebijakan alokasi Dana Alokasi
Khusus (DAK). Satu hal dalam alokasi DAK, besaran DAK dialokasikan dengan
pertama-tama menentukan daerah yang layak. Penentuan daerah yang layak
dialokasikan DAK ini menggunakan pertimbangan kriteria umum dan kriteria khusus.
Besaran alokasi DAK untuk setiap daerah dan setiap bidang ditentukan dengan
menggunakan kombinasi dari bobot dari kriteria teknis dan bobot daerah yang berasal
dari kriteria umum dan kriteria khusus.
110
a. Menentukan apakah daerah tersebut memenuhi kriteria umum, yaitu daerah
tersebut memiliki kemampuan keuangan daerah di bawah nilai rata-rata nasional
kemampuan keuangan daerah.
b. Jika memenuhi kriteria umum tersebut, maka daerah tersebut layak memperoleh
alokasi DAK.
c. Jika tidak memenuhi, maka kita lihat kriteria khusus yang pertama, yaitu apakah
daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki pengaturan otonomi khusus atau
tidak.
d. Jika daerah tersebut adalah daerah otonomi khusus, maka secara otonomatis daerah
tersebut layak mendapatkan alokasi DAK.
e. Jika daerah tersebut bukan daerah otonomi khusus, maka lihat kembali kriteria
khusus yang kedua, yaitu karakteristik kewilayahannya yang ditunjukkan dengan
Indeks Karakteristik Wilayah (IKW). Gabungkan IKW dengan IFN (Indeks
Fiskal Netto) untuk menghasilkan Indeks Daerah (ID).
f. Jika suatu daerah memiliki nilai Indeks Daerah kurang dari satu, maka daerah
tersebut secara otomatis layak mendapatkan alokasi DAK.
g. Jika nilai ID tersebut lebih besar dari satu, maka daerah tersebut tidak layak
mendapatkan alokasi DAK.
h. Dapat disimpulkan, dari langkah 1 – 8 di atas, daerah yang layak mendapatkan
alokasiDAK adalah (1) daerah yang memiliki kemampuan keuangan daerah
dibawah rata-ratanasional, (2) daerah otonomi khusus, dan (3) daerah yang
memiliki nilai Indeks Daerah kurang dari satu.
111
i. Dari semua daerah yang layak memperoleh alokasi DAK, kemudian menentukan
nilai Indeks Fiskal Wilayah (IFW) yang merupakan fungsi dari IFN dan IKW.
j. Menentukan Bobot Daerah (BD) dengan mengalikan nilai IFW dengan Indeks
Kemahalan Konstruksi (IKK)
k. Dari semua daerah yang layak, tentukan nilai Indeks Teknis (IT) setiap bidang
DAK dan pada setiap daerah.
l. Menentukan Bobot Teknis (BT) dengan mengalikan Indeks Teknis dengan IKK
m. Menentukan Bobot DAK sebagai hasil penambahan Bobot Daerah (BD) dengan
Bobot Teknis (BT).
n. Setelah ditentukan Bobot DAK, kemudian menentukan besar alokasi DAK bagi
setiap daerah
Kebijakan DAK dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu (1) penetapan
program dan kegiatan, (2) penghitungan alokasi DAK, (3) arah kegiatan dan
penggunaan DAK, dan (4) administrasi pengelolaan DAK.70
1. Penetapan Program dan Kegiatan
Pasal 52 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 menyatakan
bahwa program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) tahun anggaran bersangkutan. Sementara itu, menteri teknis
mengusulkan kegiatan khusus yang akan di danai dari DAK dan ditetapkan setelah
berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara
70 Sie Analisis Keuangan Daerah-Ditama Binbangkum, Dana Alokasi Khusus
……………..Ibid bpk.go.id
112
Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan RKP. Selanjutnya, menteri
teknis menyampaikan ketetapan mengenai kegiatan khusus tersebut kepada Menteri
Keuangan, yang akan dipergunakan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan
perhitungan alokasi DAK.
2. Penghitungan Alokasi DAK
Pasal 54 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa
perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:
a. penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan
b. penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah.
Adapun penentuan daerah tertentu tersebut harus memenuhi kriteria umum, kriteria
khusus, dan kriteria teknis. Sedangkan besaran alokasi untuk masing-masing daerah
ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus,
dan kriteria teknis. Penentuan masing-masing kriteria sebagai berikut:
Kriteria umum; Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan
daerah yang tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja
Pegawai Negeri Sipil Daerah (Pasal 55 Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005).
Kriteria khusus; Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah.
Kriteria teknis; Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat
menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan
masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah.
113
3. Arah kegiatan
a. Bidang Pendidikan;
Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan dilokasikan untuk menunjang pelaksanaan
Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar sembilan tahun. Dana alokasi khusus bidang
pendidikan diperuntukkan bagi SD/SDLB dan MI/Salafiah, termasuk sekolah-sekolah
serta SD yang berbasis keagamaan.
b. Bidang Kesehatan;
Dana Alokasi Khusus bidang kesehatan dialokasikan untuk dapat meningkatkan
jangkauan, dan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat di kabupaten/kota
dengan derajat kesehatan masyarakat yang belum optimal.
c. Bidang Infrastruktur;
Dana Alokasi Khusus bidang infrastrukrur dialokasikan untuk mempertahankan dan
meningkatkan daya dukung, kapasitas dan kualitas pelayanan prasarana jalan dalam
rangka melancarkan distribusi barang dan jasa serta hasil produksi, mempertahankan
tingkat layanan irigasi dan mengoptimalkan infrastrukrur sistem irigasi,
meningkatkan cakupan dan keandalan pelayanan air bersih dan sanitasi.
d. Bidang Kelautan dan Perikanan;
Dana Alokasi Khusus bidang kelautan dan perikanan dialokasikan untuk
meningkatkan prasarana dasar dibidang kelautan dan perikanan khususnya dalam
menunjang pengembangan perikanan tangkap dan budidaya serta pengembangan
pulau-pulau kecil didaerah. Masing-masing daerah dapat memilih kegiatan Dana
Alokasi Khusus bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan prioritas didaerah
114
dengan memperhatikan alokasi DAK bidang kelautan dan perikanan yang
diterimanya.
e. Bidang Pertanian;
Dana Alokasi Khusus bidang pertanian dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan
prasarana pertanian guna mendukung ketahanan pangan dan agribisnis.
f. Bidang Prasarana Pemerintah Daerah;
Dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan prasarana pemerintah guna mendukung
kelancaran penyelenggaraan pemerintahan didaerah pemekaran dan daerah yang
mengalami dampak /akibat pemekaran dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2004.
Dana Alokasi Khusus bidang prasarana pemerintahan daerah diarahkan untuk
kegiatan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan sarana dan prasarana
pemerintahan, guna mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan daerah.
g. Bidang Lingkungan Hidup;
Dana Alokasi Khusus bidang lingkungan hidup dialokasikan untuk meningkatkan
kapasitas daerah dalam mengendalikan kerusakan dan pencemaran lingkungan,
meningkatkan kepedulian dan partisipasi semua pihak yang berkepentingan didaerah
dalam menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup Indonesia. Dana Alokasi Khusus
lingkungan hidup diarahkan untuk kegiatan:
Pengadaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air.
Pengadaan sarana dan prasarana pencegahan pencemaran lingkungan.
Pengadaan sarana dan prasarana perlindungan sumber daya air.
115
Masing-masing daerah dapat memilih kegiatan Dana Alokasi Khusus bidang
lingkungan hidup sesuai dengan prioritas didaerah dengan memperhatikan alokasi
DAK bidang lingkungan hidup yang diterimanya.
4. Administrasi Pengalokasian Dana Alokasi Khusus
Administrasi pengelolaan DAK dimulai dari penetapan prioritas nasional dalam RKP
sampai dengan pertanggungjawaban atas pelaksanaan DAK.
a. Proses Penetapan Alokasi DAK
Dalam rangka pelaksanaan penetapan DAK, terdapat sejumlah proses yang secara
sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut:
● Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), dilakukan perumusan kebijakan
umum DAK di APBN, termasuk didalamnya bidang-bidang yang akan di danai dari
DAK.
● Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional melakukan koordinasi dalam rangka pembahasan kegiatan
khusus yang diusulkan oleh Menteri Teknis.
● Menteri Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAK berdasarkan kriteria
umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
● Menteri keuangan menetapkan alokasi DAK untuk masing-masing daerah melalui
Peraturan Menteri Keuangan. Berkaitan dengan penetapan alokasi DAK oleh Menteri
Keuangan, rincian alokasi kepada masing-masing daerah ditetapkan dalam Lampiran
Peraturan Menteri Keuangan. Penetapan ini kemudian disampaikan oleh Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan kepada kepala daerah penerima DAK, Menteri
116
Teknis, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
b. Penyaluran Dana Alokasi Khusus
Sama seperti penganggaran di daerah, pelaksanaan penyaluran DAK juga mengalami
perubahan mendasar. Jika pada tahun-tahun sebelumnya penyaluran dilakukan
melalui KPPN, maka sejak tahun 2008 dilaksanakan dari pusat, yaitu melalui BUN
yang akan memindahbukukan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum
daerah. Sehubungan dengan penyalurannya, sesuai dengan Pasal 23 Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 04 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran Transfer Ke Daerah, tahapan penyaluran DAK untuk
tahun anggaran 2008 adalah sebagai berikut:
● Tahap I sebesar 30%, dilaksanakan setelah Perda mengenai APBD diterima oleh
Dirjen Perimbangan Keuangan;
● Tahap II sebesar 30%, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja
setelah laporan penyerapan DAK tahap I diterima oleh Dirjen Perimbangan
Keuangan;
● Tahap III sebesar 30%, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja
setelah laporan penyerapan DAK tahap II diterima oleh Dirjen Perimbangan
Keuangan; dan
● Tahap IV sebesar 10%, setelah laporan penyerapan DAK tahap III diterima oleh
Dirjen Perimbangan Keuangan. Pelaksanaan penyaluran secara bertahap tersebut
tidak dapat dilakukan sekaligus. Sementara itu, laporan penyerapan DAK untuk
117
masing-masing tahap tersebut disampaikan setelah penggunaan DAK telah mencapai
90% dari penerimaan DAK sampai dengan tahap sebelumnya.
c. Pelaporan Pelaksanaan Dana Alokasi Khsusus
Kepala daerah penerima DAK wajib menyampaikan laporan triwulan yang memuat
laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir kepada:
● Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktur
Jenderal Perbendaharaan, dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini;
● Menteri Teknis; dan
● Menteri Dalam Negeri
Selanjutnya, Menteri Teknis menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK pada
akhir tahun anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Dalam Negeri.
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Pasal 157 menyatakan tentang sumber-
sumber pendapatan daerah dan salah satunya adalah Dana Perimbangan yang di
dalam Pasal 159 dijelaskan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan
Dana Alokasi Khusus. Merujuk pada UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Pasal 39, dan Undang-
Undang No.32 Tahun 2004 Pasal 162 menyatakan bahwa Dana Alokasi Khusus
(DAK) dialokasikan kepada Pemerintah Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah. Kegiatan khusus tersebut sesuai dengan
118
fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Secara komprehensif, dapat ditulis ulang
pengertian dari DAK yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Penganggaran DAK dalam APBD dan Pertanggungjawabannya; sebagaimana
telah diuraikan di atas, DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan merupakan prioritas nasional. Dari sudut pandang daerah yang
menerima pengalokasian tersebut, DAK ini merupakan pendapatan daerah yang
merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih. Sebagai pendapatan daerah, sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, maka alokasi DAK kepada daerah harus dianggarkan
dalam APBD daerah yang bersangkutan, yaitu pada pendapatan daerah yang berasal
dari penerimaan dana perimbangan. Lebih jauh lagi, pengganggaran alokasi DAK
dalam APBD ini dipertegas lagi dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan yang
menentukan bahwa penyaluran DAK baru dapat dilakukan setelah diterimanya Perda
APBD oleh Dirjen Perimbangan Keuangan. Sehubungan dengan pertanggungjawaban
penggunaan DAK, mengingat DAK dialokasikan untuk membiayai kegiatan khusus
yang telah ditentukan sebelumnya, maka penggunaan DAK tersebut harus
dipertanggungjawabkan. Selain dalam bentuk laporan triwulan yang memuat laporan
pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK, sebagaimana telah diuraikan di atas,
119
daerah penerima DAK wajib mempertanggungjawabkan penggunaan DAK ini dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
4.2 Konsep Keadilan Dan Keselarasan; Pelayanan Yang Non Driskriminatif,
Dan Program yang Berpihak Pada Rakyat
Indonesia adalah negara yang menganut Teori Negara Kesejahteraan dimana
negara ikut campur tangan seluas-luasnya terhadap kesejahteraan rakyat, Kranenburg
termasuk penganut teori negara kesejahteraan. Menurut dia, tujuan negara bukan
sekadar memelihara ketertiban hukum, melainkan juga aktif mengupayakan
kesejahteraan warganya. Melalui DAK pemerintah bertujuan membantu mendanai
kebutuhan dasar masyarakat yang meliputi; bidang pendidikan, bidang kesehatan,
bidang infrastruktur, bidang kelautan dan perikanan, bidang pertanian, bidang
prasarana pemerintah daerah, dan bidang lingkungan hidup.
Melaui DAK diharapkan seluruh masyarakat akan terpenuhi kebutuhan
dasarnya, dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan. Dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kebijakan pemerintah harus selalu berpihak
pada masyarakat. Salah satu bentuk keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat
adalah kebijakan DAK. Masyarakat belum disebut sejahtera apabila belum bisa
mencukupi kebutuhan dasarnya, untuk itu diharapkan peranan pemerintah untuk
ambil bagian didalam membantu mendanai kebutuhan dasar masyarakat. Selain untuk
pendidikan dan kesehatan, DAK dapat dipergunakan untuk mengolah sumber daya;
pertanian, kelautan dan perikanan. Dana yang tersedia tentunya akan dapat
120
dimaksimalkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui bidang pertanian,
perikanan dan kelautan. Melalui DAK diharapkan daerah-daerah tertinggal dapat
mengejar ketertinggalannya dari daerah-daerah lain, dalam semua aspek kehidupan.
Kesejahteran pun meliputi berbagai bidang yang luas cakupannya, pemerintah
merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggung jawab mencapai janji
kesejahteraan kepada rakyatnya, terutama memainkan peran kebijakan sosial dan
kebijakan ekonomi. Sesuai dengan hukum yang berlaku fungsi dasar pemerintahan
adalah mengatur dan mengurus untuk mencapai kesejahteraan (welfare), seperti yang
dikatakan oleh Lawrence M. Friedman,71
“Every function of the law, general or
specific, is allocative social control, the monopoly of violence, the maintenance of the
law and order, is no exception.” (setiap fungsi hukum, baik secara umum maupun
khusus adalah sebagai kontrol sosial, sifatnya memaksa, mengatur dan mengurus,
tanpa terkecuali).
Dalam Teori Negara Kesejahteraan, pada dasarnya mengacu pada peran
negara yang aktif mengelola dan mengorganisasikan perekonomian yang didalamnya
mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan
kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. Dalam hal ini, Negara
Kesejahteraan berusaha membebaskan warganya dari ketergantungan pada
mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan dengan menjadikannya sebagai
hak warga yang diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial yang disediakan negara.
71 Lawrence M. Friedman, 1969, The Legal System, Russel Sage Foundation, New York, hal.
20
121
Tipe negara kesejahteraan modern (welfare state modern) yang dianut berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, berarti negara memiliki
tanggung jawab untuk mewujudkan tujuannya berupa keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.72
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan seharusnya tidak boleh
memberikan perbedaan, pembatasan, dan pengabaian hak dan kesempatan dari waga
negaranya. Hal ini tercantum dalam Konstitusi Dasar kita, Undang-Undang Dasar
NRI 1945 dimana negara Indonesia mengakui Hak Asasi Manusia. Ketika bergulir
perubahan UUD 1945 sebanyak 4 (empat) kali berturut-turut sejak 1999-2002,
keseluruhan hak dan kewajiban asasi manusia didalam Universal Declaration Of
Human Rights diadopsi kedalam Bab XA UUD 1945 berjudul ”Hak Asasi
Manusia.”73
Konstitusi dilihat dari aspek hukum mempunyai derajat tertinngi
(supremasi).74
Warga negara Indonesia memiliki hak-hak dasar yang seharusnya
dipenuhi oleh negara dan tidak boleh dilanggar. Salah satu implikasi dari kewajiban
negara berupa kebijakan atau peraturan. Kebijakan yang dibuat oleh negara dalam hal
ini pejabat berwenang harus mengutamakan kepentingan warga negaranya tanpa
membedakan atau membatasi termasuk terhadap kelompok minoritas.
Pasal 162 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam
rangka pendanaan desentralisasi untuk;
72 Muhammad Djafar Saidi, 2008, Hukum Keuangan Negara, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal 103
73
Max Boli Sabon, HaK Asasi Manusia, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Fakultas
Hukum, Jakarta, hal. 74
74
Dahlan Thaib dkk, 2006, Teori Dan Hukum Konstitusi, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta,
hal 61
122
(1) membiayai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah pusat atas dasar
prioritas nasional.
(2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.
Negara merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggungjawab
mencapai janji kesejahteraan kepada rakyatnya, terutama memainkan peran distribusi
sosial (kebijakan sosial) dan investasi ekonomi (kebijakan ekonomi). Fungsi dasar
negara adalah mengatur dan mengurus untuk mencapai kesejahteraan (welfare), dan
biasanya sudah diatur dalam konstitusi suatu negara, seperti yang dikatakan oleh K.C
Wheare,75
”The word „constitution‟ is commonly used in at least two senses in any
ordinary discussion of political affairs. First of all it is used to describe the whole
system of government of a country, the collection of rules which establish and
regulate or govern the government.” (Kata „konstitusi‟ pada umumnya dipakai
minimal dengan dua pengertian pada diskusi-diskusi tentang masalah politik.
Pertama konstitusi itu dipakai untuk menerangkan keseluruhan sistem pemerintahan
dari suatu negara, sekelompok peraturan yang membangun dan mengatur atau
menjalankan pemerintahan ), sedangkan menurut Goran Adamson, “ Bagi negara
kesejahteraan konsep modernitas dimaknai sebagai kemampuan negara dalam
memberdayakan masyarakat. Peran dan tanggung jawab negara menjadi begitu besar
terhadap warga negaranya.”76
Negara Kesejahteraan mengacu pada peran negara
yang aktif mengelola dan mengorganisasikan perekonomian yang didalamnya
75 K.C. Wheare, 1975, Modern Contitutions, Oxford University, New York Toronto, hal. 1
76
Goran Adamson, Negara Kesejahteraan (Walfare State) di Skandinavia, map.ugm.ac.id
123
mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan
kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. Negara Kesejahteraan
berusaha membebaskan warganya dari ketergantungan pada mekanisme pasar untuk
mendapatkan kesejahteraan (dekomodifikasi) dengan menjadikannya sebagai hak
warga yang diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial yang disediakan negara. SF
Marbun dan Moh. Mahfud MD menyatakan, “Dengan kenyataan bahwa secara
konstitutusional Negara Indonesia menganut prinsip negara hukum yang dinamis atau
Walfare State, maka dengan sendirinya tugas Pemerintah Indonesia begitu luas.
Pemerintah wajib berusaha memberikan perlindungan kepada masyarakat baik dalam
bidang politik maupun dalam sosial ekonominya.”77
Menurut Hotma P. Sibuea,
“Negara Kesejahteraan (Verzorgingsstaat), yaitu suatu negara yang selain sebagai
penjaga malam, juga ikut serta dalam penyelenggaraan ekonomi nasional, sebagai
pembagi jasa-jasa, penengah bagi berbagai kelompok yang bersengketa, dan ikut aktif
dalam berbagai bidang kehidupan lainnya.”78
Menurut Ridwan HR, ”Ciri utama
negara ini adalah munculnya kwajiban pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan
umum bagi warganya.” 79
Dalam menyediakan dan menjamin ketersediaan pelayanan
kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya, penyelenggaraan
kepemerintahan harus melaksanakan konsep Good Governance, menurut Sadjijono,”
Diilihat dari segi kepentingan, Good Governance dapat dimaknai sebagai cita-cita
77 SF Marbun & Moh. Mahfud MD, 2006, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty
Yogyakarta, hal. 52
78
Hotma P. Sibuea, 2010, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik, Erlangga, Jakarta, hal 38
79
Ridwan HR, 2008, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 15
124
(idee) dan sebagai suatu teladan dan kondisi. Sebagai suatu cita-cita karena
merupakan suatu keinginan agar penyelenggaraan pemerintahan diselenggarakan
dengan bersih, dalam arti terbebas dari penyimpangan-penyimpangan yang dapat
merugikan negara atau masyarakat.”80
Karakterisitik kepemerintahan yang baik
sebagaimana telah disebutkan dalam bagian terdahulu diantaranya adalah;
a. Partisipasi (participation);
Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara
langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan
berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Dengan keikutsertaan warga negara
dalam masalah-masalah masyarakat, maka warga negara akan memperoleh
pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan rasa tanggung jawab sosial yang
penuh, dan menjangkau perspektif mereka diluar batas-batas kehidupan pribadi.81
Pasal 162 ayat (2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah, ”Membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.” Dalam pasal
ini, daerah tertentu memiliki hak untuk mengusulkan kegiatan khusus, artinya
masyarakat melalui pemerintah daerah berpartisipasi dalam menentukan kebijakan
DAK. Kepala daerah mengetahui kebutuhan daerahnya masing-masing, dan aspirasi
masyarakat daerah harus diperjuangkan oleh setiap kepala daerah.
80 Sadjijono, 2011, Bab-Bab Pokok Hukum Administrasi, Laksbang Pressindo, Yogyakarta,
hal 144-145
81
Budi Winarno, 2007, Kebijakan Publik Teori & Prsoses, PT Buku Kita, Jakarta, hal. 55
125
b. Transparansi (transparency);
Lebih mengarah pada kejelasan mekanisme formulasi dan imlementasi kebijakan,
program dan proyek yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah. Pemerintahan yang
baik adalah pemerintah yang bersifat transparan terhadap rakyatnya baik dipusat
maupun didaerah. Rakyat secara pribadi dapat mengetahui dan tanpa ada yang
ditutup-tutupi tentang proses perumusan kebijakan publik dan implementasinya,
dengan kata lain segala kebijakan dan implementasi kebijakan baik dipusat maupun
didaerah harus selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui umum. Dalam
pengaturan DAK, program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam rencana
kerja pemerintah tahun anggaran bersangkutan. Rencana kerja pemerintah merupakan
hasil musyawarah perencanaan pembangunan nasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Presiden.82
Penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan
nasional tersebut diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintah; menteri,
gubernur, bupati/walikota. Dilihat dari aspek transparansi, bahwa penetapan program
yang menjadi prioritas nasional diikuti juga oleh unsur-unsur dari pemerintahan
daerah, yaitu; gubernur, bupati/walikota. Gubernur, bupati/walikota memiliki peranan
untuk menentukan program yang menjadi urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional,
c. Berorentasi pada kepentingan rakyat;
Segala kebijakan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh
rakyat, serta menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Pasal 162 ayat (2)
82 Ahmad Yani, 2008, Hubungan Keuangan …………..,Ibid , hal. 167
126
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, ”Membiayai
kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.” Artinya hanya daerah yang
memenuhi kreteria yang dibuat oleh pemerintah pusat yang berhak untuk mengajukan
kegiatan khusus dalam DAK, sementara daerah lain yang tidak memenuhi kriteria
tidak dapat mengajukan usulan kegiatan khusus. Kebijakan ini tidak berorentasi
kepada kepentingan seluruh rakyat, dan menghambat perkembangan pembangunan
daerah.
d. Kerangka hukum (rule of law) diartikan;
A Hamid. S. Atamimi menyatakan, “Indonesia adalah negara berdasarkan hukum
(rechsstaat). Wawasan ini mengandung arti bahwa Negara Republik Indonesia tidak
didasarkan atas kekuasaan semata-mata, melainkan atas hukum.”83
Menurut
Bambang Sutiyoso, “ Hukum sebagi suatu kaidah didalamnya merupakan
seperangkat norma-norma yang membuat anjuran, larangan dan sangsi yang salah
satu fungsi pokoknya sebagai sarana kontrol sosial, dengan tujuan menjaga ketertiban,
keseimbangan sosial dan kepentingan masyarakat.”84
Pemerintah dan lembaga-
lembaga negara yang lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi
hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.85
Good governance
mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang dibuat dan dilaksanakan,
83 Dasril Radjab, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hal 27
84
Bambang Sutiyoso, 2010, Reformasi Keadilan Dan Penegakan Hukum Di Indonesia, UII
Press Yogyakarta, hal 20
85
Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal.38
127
karenanya setiap kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan harus selalu
dirumuskan, ditetapkan dan dilaksanakan berdasarkan prosedur baku yang telah
melembaga dan diketahui oleh masyarakat umum, serta memiliki kesempatan untuk
mengevaluasinya. Masyarakat yang membutuhkan harus dapat diyakinkan tentang
tersedianya suatu proses pemecahan masalah mengenai adanya perbedaan pendapat
(conflict resolution), dan terdapat prosedur umum untuk membatalkan sesuatu
peraturan atau perundang-undangan tertentu. Pemerintah yang baik dapat
disimpulkan sebagai pemerintahan yang mampu mempertanggung jawabkan segala
sikap, perilaku, dan kebijakan yang dibuat secara politik, hukum maupun ekonomi
dan informasi secara terbuka kepada publik, serta membuka kesempatan publik untuk
melakukan pengawasan dan jika dalam prakteknya telah merugikan kepentingan
rakyat, dengan demikian harus mampu mempertanggungjawabkan tindakan tersebut.
Proses pembangunan yang sedang berlangsung membawa konsekwensi terjadinya
proses perubahan dan pembaharuan seluruh pranata sosial yang ada, termasuk pranata
hukum, yaitu dengan mempertanyakan kembali peran dan fungsi hukum dalam
pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan.86
DAK yang hanya dibagikan kepada daerah tertentu telah merugikan
kepentingan sebagian masyarakat. Daerah yang memiliki kemampuan finansial diatas
rata-rata nasional bukan berarti tidak memerlukan alokasi DAK. Seluruh daerah di
Indonesia memerlukan kebutuhan dasar masyarakat, tanpa alokasi DAK daerah akan
86 Bambang Sunggono, 1994, Hukum Dan Kebijaksanaan Publik, Sinar Grafika Jakarta, hal.
101
128
kesulitan mengembangkan sumber daya pertanian, kelautan dan perikanan, serta
sumber daya lain yang dimiliki daerah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2010 tentang Pedoman
Umum Dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2011, Pasal 3
menyatakan ;
(1) Besaran Alokasi DAK masing-masing daerah ditentukan dengan penghitungan
indek kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
(2) Kriteria umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan-
kebutuhan pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dikurangi belanja pegawai.
(3) Kriteria khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
karakteristik daerah.
Peraturan Menteri Keuangan tentang DAK merupakan beschikking, yaitu
keputusan pemerintahan untuk hal yang bersifat kongkret dan individual. Menurut
Johanes Usfunan,87
”Keputusan yang bersifat kongkrit artinya berwujud tertentu atau
dapat ditentukan, sedangkan bersifat individual artinya tidak ditujukan kepada
umum.” Besaran Alokasi DAK masing-masing daerah ditentukan dengan
penghitungan indek kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Besaran
87 Johanes Usfunan, 2002, Perbuatan Pemerintah Yang Dapat Di Gugat, Penerbit Djambatan,
Jakarta, hal. 8
129
alokasi DAK masing-masing daerah berbeda-beda, daerah-daerah yang memiliki
kempampuan finansial lebih tinggi, cenderung mendapatkan alokasi DAK yang lebih
kecil. Sebagai contoh Denpasar dan Badung memiliki kemampuan finansial lebih
tinggi dibanding daerah lain yang ada di Bali, tetapi Denpasar dan Badung
mendapatkan alokasi DAK yang lebih kecil. Ada bidang-bidang yang sama sekali
tidak mendapatkan alokasi DAK, hal ini akibat dari pembagian keuangan pusat dan
daerah yang lebih memprioritaskan kepentingan pusat. Pengaturan semacam ini
kurang memenuhi aspek keadilan, karena daerah-daerah yang memiliki kemampuan
finansial yang lebih dibanding daerah lain tetap memerlukan pelayanan dasar
masyarakat. Semestinya semua daerah perlu mendapatkan alokasi DAK untuk
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, dengan cara lebih memprioritaskan bantuan
alokasi dana untuk kepentingan semua daerah, bukan hanya memprioritaskan
kepentingan pusat yang seperti selama ini terjadi.
Produk hukum mengenai DAK dikaji melalui Teori Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, menurut Meuwissen ada 4 faktor yang menjadi parameter
sebuah peraturan perundang-undangan, yaitu; momen politik, momen idiil, momen
normatif dan momen teknikal.88
Aspirasi dan kebutuhan riil masyarakat merupakan
landasan keberlakuan faktual dari momen politik. Momen politik ini mengakomodasi
seluruh kepentingan nasional dan daerah. Daerah ”tertentu” yang dimaksud dalam
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
88 Arief Sidarta, 2007, Meuwissen Tentang ........................................Ibid, hal. 25
130
adalah; daerah-daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Hal ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2005 Pasal 50 dan Pasal
51. Pasal 50 ayat (1) menyebutkan bahwa, ”Besaran DAK ditetapkan setiap tahun
dalam APBN, ayat (2) DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan
dalam APBN sesuai dengan program yang menjadi prioritas nasional.” Pasal 51 ayat
(1) menyatakan,” DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai
kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas
nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) yang menjadi urusan
daerah. (2) Daerah Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah daerah
yang dapat memperoleh alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus,
dan kriteria teknis.” Jadi pengertiannya adalah tidak semua daerah memiliki hak
untuk mengajukan proposal DAK, hanya daerah yang telah memenuhi kriteria yang
dibuat oleh pemerintah pusat yang boleh mengajukan usulan kegiatan khusus. Dasar
penetapan daerah penerima DAK dan penghitungannya diatur dalam Pasal 54
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
Dalam momen politik sebuah undang-undang seharusnya mengakomodasi
kepentingan nasional dan kepentingan seluruh daerah. Dalam pembentukan
perundang-undangan tidak diperkenankan membentuk peraturan yang diskriminatif.
Daerah yang tidak mendapat alokasi DAK tentu merasa diperlakukan tidak adil dalam
pembagian keuangan. Dalam membentuk undang-undang tentang DAK, pembuat
undang-undang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah
pusat dan daerah, serta mengurangi kesenjangan fiskal antar daerah. Semestinya
131
untuk mengurangi kesenjangan fiskal semua daerah perlu mendapat alokasi DAK,
tetapi dengan porsi yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan daerah masing-
masing.
Salah satu ciri kepemerintahan yang baik (Good Governance) adalah
menciptakan pelayanan yang non diskriminatif. Jika ada kebijakan yang telah dibuat
dan kebijakan tersebut dianggap dapat menimbulkan konflik atau tekanan
diskriminatif bagi derah-daerah tertentu, seharusnya pemerintah mencabut peraturan
atau kebijakan yang baru dan mengutamakan kepentingan umum. Pemerintah pun
harus tanggap terhadap suatu hal yang dapat menimbulkan masalah apalagi konflik
yang bisa terjadi sehingga kekwatiran akan adanya disintegrasi bangsa tidak terjadi.
Berbagai hal mendasar yang perlu mendapat fokus perhatian karena menyangkut
hubungan strategis pusat dan daerah dalam hal kebijakan fiskal, antara lain nilai
keberpihakan pusat kepada daerah melalui kebijakan desentralisasi fiskal,
implementasi dana transfer kedaerah (DAU, DAK, DBH) dan implementasi dana
dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah, serta kebijakan pembangunan
nasioanal dan daerah memenuhi prioritas kebutuhan masyarakat didaerah yang
beraneka ragam.89
Nilai keberpihakan pusat seharusnya kepada semua daerah, tanpa
ada perkecualian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat didaerah yang beraneka
ragam. Sesuai dengan fungsinya setiap penyelenggara negara harus mempunyai
kesadaran dan komitmen bahwa dalam penyelenggaraan negara tidak boleh ada
perlakuan diskriminasi pada setiap warga negaranya sebagaimana tertuang dalam
89 Adrian Sutedi, 2010, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 160
132
Undang-Undang Dasar NRI 1945 Pasal 27 ayat (1) dan pasal 28.90
Menurut kamus
besar bahasa Indonesia diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama
warga negara.91
Hal ini juga berarti di Indonesia tidak boleh ada perlakuan
diskriminasi dalam berbagai bidang kehidupan. Pelayanan publik sebagai salah satu
fungsi utama penyelenggaraan negara dalam lingkup Eksekutif harus benar-benar
menjujung tinggi asas kedudukan yang sama bagi setiap warga negara didalam
hukum, menegakkan hukum dengan adil dalam arti tidak ada pembedaan baik dari
warna kulit, golongan, suku, etnis, agama dan jenis kelamin, selanjutnya apabila
dalam pelaksanaannya terhadap peraturan perundang-undangan yang bersifat
diskriminatif dan melanggar prinsip keadilan harus berani ditindaklanjuti dengan
langkah menghapus dan/atau melakukan berbagai perubahan
Sedangkan menurut Attamimi; ”Asas-asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang patut itu meliput” ;
a. Asas tujuan yang jelas
b. Asas perlunya pengaturan
c. Asas organ/lembaga dan materi muatan yang tepat
d. Asas dapatnya dilaksanakan
e. Asas dapatnya dikenali
f. Asas perlakuan yang sama dalam hukum
g. Asas kepastian hukum
90 Bappenas, Penghapusan Diskriminasi Dalam Berbagai Bentuk, www.bappenas.go.id
91
Bernas, 1993, Diskriminasi Pelayanan, (22 Maret 2011), Indotourtalk.wordpress.com
133
h. Asas pelaksanakan hukum sesuai keadaan individual
Perlakuan yang diskriminatif terhadap daerah-daerah yang tidak mendapatkan
alokasi DAK bertentangan dengan asas perlakuan yang sama dalam hukum.
Semestinya semua daerah mendapat perlakuan yang sama dalam pembagian DAK,
tanpa terkecuali. Produk hukum tentang DAK bersumber dari perundang-undangan.
DPR sebagai wakil rakyat bersama pemerintah memegang kekuasaan membentuk
undang-undang. Setiap pembentukkan perundang-undangan harus
mempertimbangkan efektivitas undang-undang tersebut dalam masyarakat, baik
secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis.92
Perundang-undangan seharusnya
dibuat berdasarkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, dan/atau
sesuai dengan keberlakuan hukum, minimal memenuhi tiga aspek, yaitu aspek
filosofis (keadilan), aspek sosiologis (manfaat) dan aspek yurisdis (kepastian hukum).
Sedangkan menurut Jimly Asshiddiqie;93
”Norma-norma hukum dimaksud dapat
dianggap berlaku karena pertimbangan yang bersifat filosofis, karena pertimbangan
yuridis, pertimbangan sosiologis, pertimbangan politis, ataupun dianggap berlaku
karena pertimbangan yang semata-mata bersifat administratif.”
92 Yuliandri, 2010, Asas-Asas Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 170
93
Jimly Asshiddiqie, 2010, Perihal Undang-Undang, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.
166
134
Jay A. Sigler & Benjamin R. Beede94
menyatakan, “Law is integral part of
policy initiation, formalization, implementation, and evaluation. Legislative bodies
formulate public policies though statues and appropriations controls.” (Hukum
merupakan bagian yang integral dari inisiasi, formalisasi, implementasi, dan
evaluasi kebijakan. Badan-badan legislatif merumuskan kebijakan-kebijakan publik
melalui kontrol perundang-undangan). Dalam pembagian alokasi DAK tentunya
harus memenuhi aspek keadilan dan aspek manfaat bagi seluruh daerah. Pengaturan
yang diskriminatif tentu bertentangan dengan peraturan pembentukan perundang-
undangan yang baik, dan pada akhirnya ada daerah-daerah yang diperlakukan tidak
adil. Hal ini sebenarnya bisa dihindari jika dalam pembuatan perundang-undangan
DPR dan pemerintah harus memprioritaskan kepentingan seluruh daerah dan seluruh
masyarakat. Dalam Stufenttheorie, Hans Kelsen95
berpendapat bahwa, ”Setiap kaidah
hukum harus berdasarkan kaidah yang lebih tinggi tingkatannya.” Hans Kelsen
mengemukakan teorinya mengenai jenjang norma hukum (Stufentheorie), dimana ia
berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis
dalam suatu hirarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku,
bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya
sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat
hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar (Grundnorm). Dalam teori jenjang norma Hans
94 Jay A. Sigler & Benjamin R. Beede, 1977, The Legal Sources of Public Policy, Lexington
Books D.C. Heath and Company, Lexington Massachusetts Toronto, hal. 11
95
Kuliahade’s Blog, 2010, Teori Dan Hukum Perundang-Undangan: Peraturan Perundang-
Undangan Yang Baik, (30 Maret 2010), kuliahade.wordpress.com
135
Kelsen juga mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu selalu berdasar dan
bersumber pada norma yang diatasnya, tetapi kebawah norma hukum itu juga
menjadi sumber dan menjadi dasar bagi norma yang lebih rendah dari padanya.
Dalam hal tata susunan/hierarki sistem norma, norma yang tertinggi (norma dasar) itu
menjadi tempat bergantungnya norma-norma dibawah sehingga apabila Norma Dasar
itu berubah, maka akan menjadi rusaklah sistem norma yang berada dibawahnya.
Produk hukum yang menyebabkan adanya daerah-daerah yang tidak
mendapatkan alokasi DAK, merupakan kebijakan yang diskriminatif dan tidak
berpihak kepada seluruh masyarakat, tentu bertentangan dengan konsep keadilan dan
keselarasan. Konsep hubungan keuangan pusat dan daerah diatur dalam Undang-
Undang Dasar NRI 1945 Pasal 18A ayat (2) menyatakan; ”Hubungan keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan undang-undang.” Dalam hubungan keuangan pusat dan daerah ,
yang dimaksud adil pada Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar NRI 1945
adalah; semua daerah berhak mendapatkan pembagian keuangan, dalam hal ini adalah
mendapatkan bagian DAK. Pengertian selaras adalah semua daerah berhak
mendapatkan pembagian keuangan, dan pembagian keuangan tidak hanya
diprioritaskan untuk kepentingan pemerintah pusat. Menurut Franz Magnis
Suseno,96
”Keselerasan sosial tercapai apabila tidak terdapat keresahan dalam
96 Abraham Amos, 2007, Sistem Ketatanegaraan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal. 97
136
masyarakat. Segala bentuk kritik, ketidakpuasan, tantangan, perlawanan, dan
kekacauan merupakan tanda bahwa masyarakat resah dan keadaan belum selaras.
Sebaliknya keselarasan tampak apabila masyarakat merasa tenang, tentram, dan
sejahtera.”
Menurut Hans Kelsen suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan
berdasar pada norma yang lebih tinggi. Berdasarkan Pasal 18A ayat (2) Undang-
Undang Dasar NRI 1945 seharusnya DAK dibagikan kepada seluruh daerah, tetapi
dengan proporsi yang berbeda-beda sesuai kebutuhan daerah masing-masing. Hal ini
sejalan dengan pendapat Abdurrahman;97
”Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
merupakan landasan filosofis dari Negara Republik Indonesia sedangkan batang
tubuh merupakan sumber Hukum Tertinggi dari hukum yang berlaku atau merupakan
sumber yuridis.” Djokosutono98
menyatakan, ”Konstitusi yang dipentingkan hanya
isinya yaitu apa yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar. Tetapi apa konstitusi,
sejarahnya, persoalannya, tidak termasuk dalam Undang-Undang Dasar sehingga
tidak diperhatikan.” Ini dimasukkan Algemene Staatsleer, yang diperhatikan hanya
Undang-Undang Dasar sebagai Undang-Undang tertinggi, de noogste wet.
Pengaturan yang menyebabkan adanya daerah-daerah yang tidak
mendapatkan alokasi DAK bertentangan dengan Teori Demokrasi karena demokrasi
secara terminologi berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.99
97 Abdurrahman, 1989, Perkembangan Pemikiran Tentang Pembinaan Hukum Nasional Di
Indonesia, CV. Akademika Pressindo, Jakarta, hal 111
98
Djokosutono, 1959, Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, hal. 135
99
Bondan Gunawan, 2000, Apa itu Demokrasi................................Ibid, hal. 1
137
Demokrasi yang dianut di Indonesia yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih
dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai
tafsiran serta pandangan, tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai
pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat didalam Undang-Undang
Dasar 1945.100
Apabila pembagian keuangan hanya dinikmati daerah tertentu saja,
berarti bukan pemerintahan untuk seluruh rakyat. Menurut Bagir Manan salah satu
ciri negara demokrasi adalah; semua lembaga yang bertugas merumuskan kebijakan
pemerintah, harus bergantung pada keinginan rakyat. Keinginan seluruh rakyat
tentunya agar DAK dibagikan kepada seluruh daerah.
Dalam Teori Desentralisasi salah satu pilar otonomi daerah adalah
Distribution Of Income; artinya pembagian pendapatan untuk daerah kini menjadi
jauh lebih besar dari sebelumnya dan dapat dipergunakan bagi kemajuan dan
kesejahteraan daerah yang lebih luas. Sesuai dengan pengaturan DAK, daerah-daerah
yang memiliki kemampunan finansial diatas rata-rata nasional tidak mendapatkan
alokasi DAK. Seharusnya daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang
melimpah perlu mendapat dukungan dana untuk mengelolanya demi kemajuan
daerah-daerah tersebut. Disamping tidak memenuhi rasa keadilan, kebijakan ini justru
kontra produktif dan menyebabkan daerah-daerah tersebut tidak bisa lebih
berkembang. Pendanaan yang cukup akan memudahkan daerah-daerah untuk mandiri
dan berkembang, karena setiap pengelolaan sumber daya tentunya membutuhkan
100 Miriam Budiardjo, 1997, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
51
138
pendanaan yang cukup. Sebenarnya pemerintah perlu responsif dalam menangani
setiap gejolak yang terjadi didaerah, karena sedikit banyak gejolak disebabkan oleh
masalah ketidak puasan dalam pembagian keuangan.
top related