upaya isolasi drakorodin dari resin...
Post on 20-Apr-2018
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
UPAYA ISOLASI DRAKORODIN DARI
RESIN Daemonorops draco
SITY ADHITIA SARMAN
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Upaya Isolasi
Drakorodin dari Resin Daemonorops draco adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Sity Adhitia Sarman
NIM G44090058
ii
ABSTRAK
SITY ADHITIA SARMAN. Upaya Isolasi Drakorodin dari Resin Daemonorops
draco. Dibimbing oleh BUDI ARIFIN dan SUMINAR S ACHMADI.
Jernang merupakan hasil sekresi dari buah rotan. Jernang yang biasa
digunakan ialah jenis Daemonorops draco yang memiliki kadar drakorodin
tertinggi, tetapi kadarnya secara kuantitatif belum dapat ditentukan. Drakorodin
adalah senyawa flavilium alami, turunan antosianin, dan pemberi warna alami
pada jernang. Senyawa ini berpotensi sebagai bahan obat dan bahan pewarna
alami. Drakorodin yang diisolasi dari ekstrak kasar jernang dianalisis
menggunakan spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) dan kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom C18 (5 µm, 250 × 4.6 mm id, Dikma).
Sampel diberi 2 perlakuan, yakni dalam medium tanpa asam dan dalam medium
asam (HClO4 60%). Spektrum UV-Vis menunjukkan bahwa drakorodin dapat
dideteksi pada panjang gelombang 400—490 nm. Pada kromatogram KCKT,
drakorodin dihasilkan pada waktu retensi menit ke-5 dengan eluen etil asetat 1%
dalam metanol, laju alir 0.5 mL/menit, dan dideteksi pada 475 nm. Kadar
drakorodin yang diperoleh pada ekstrak metanol jernang tanpa asam sekitar
55.6% lebih tinggi daripada ekstrak metanol jernang yang ditambah HClO4, yaitu
sekitar 37.4% dari bahan awal yang direfluks selama 1 jam. Isolat ini dapat
digunakan untuk penetapan kadar drakorodin dalam jernang komersial.
Kata kunci: Daemonorops draco, drakorodin, flavilium, jernang, kromatografi
cair kinerja tinggi
ABSTRACT
SITY ADHITIA SARMAN. Attempt to Isolate of Dracorhodin from
Daemonorops draco. Supervised by BUDI ARIFIN and SUMINAR S
ACHMADI.
Dragon’s blood is a secretion of rattan fruits. The commonly used rattan
species is Daemonorops draco that contain the highest dracorhodin, but the
content has not been determined quantitatively. Dracorhodin is a natural flavylium
compound, anthocyanin derivative, and provides the natural color of dragon’s
blood. This compound is potential as drug materials and natural dye. Dracorhodin
isolated from dragon’s blood crude extract were analyzed using ultraviolet-visible
(UV-Vis) spectrophotometric and high performance liquid chromatography
(HPLC) with C18 column (5 µm, 250 × 4.6 mm id, Dikma). The samples were
treated in acidic (60% HClO4) and non-acidic medium. UV-Vis spectra showed
that dracorhodin was also detected at 400—490 nm. Dracorhodin was detected in
HPLC chromatogram at retention time of 5 minutes, using ethyl acetate 1% in
methanol as eluent, 0.5 mL/min flow rate, and detection wavelength at 475 nm.
Dracorhodin content obtained from non-acidic medium crude methanol extract
was 55.6%, which was higher than that in the acidic medium, namely 37.4% from
the starting materials that was refluxed for about 1 hour. The isolates can be used
as standard for quantifying dracorhodin in commercial dragon’s blood.
Key words: Daemonorops draco, dracorhodin, dragon’s blood, flavylium, high
performance liquid chromatography
i
iv
UPAYA ISOLASI DRAKORODIN DARI
RESIN Daemonorops draco
SITY ADHITIA SARMAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Program Studi Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii
vi
Judul Skripsi : Upaya Isolasi Drakorodin dari Resin Daemonorops draco
Nama : Sity Adhitia Sarman
NIM : G44090058
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen Kimia
Tanggal lulus:
Budi Arifin, SSi, MSi
Pembimbing I
Prof Ir Suminar Setiati Achmadi, PhD
Pembimbing II
>,
Judul Skripsi : Upaya Isolasi Drakorodin dari Resin Daemonorops draco Nama : Sity Adhjtja Sannan NlM : G44090058
Disetujui oleh
Rudi Arifin. SSi.. MSi ProfTr Suminar Setiati Achmadi, PhD Pembimbing I Pembimbing 11
Tanggallulus: 13 JAN 2014
v
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan tugas akhir sarjana
dengan baik. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai November 2013 di
Laboratorium Kimia Organik dan Laboratorium Bersama, Departemen Kimia,
IPB. Skripsi yang berjudul Isolasi dan Penentuan Kadar Drakorodin dari Resin
Daemonorops draco ini disusun sebagai laporan tugas akhir tersebut.
Laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, baik moral maupun spiritual. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Budi Arifin, SSi, MSi selaku pembimbing I
dan Prof Ir Suminar Setiati Achmadi, PhD selaku pembimbing II. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sabur, Ibu Yenny, dan Ibu Nia di
Laboratorium Kimia Organik. Penulis juga berterima kasih kepada Drs M Farid,
MSi, Umar Toriq, Rika Kurnia, Nisfiyah Maftuhah, Febrina Miharti, dan Rahmi
Puspita Sari yang telah membantu selama penelitian. Penelitian ini disponsori
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Hibah Kerja Sama
Antarlembaga dan Perguruan Tinggi yang diraih oleh Prof Ir Suminar S Achmadi,
PhD pada tahun 2012. Terima kasih taklupa diucapkan kepada Institut Pertanian
Bogor yang telah memberikan beasiswa selama saya menjadi mahasiswa.
Akhir kata, penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya.
Bogor, Desember 2014
Sity Adhitia Sarman
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vii DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 BAHAN DAN METODE ........................................................................................ 2
Alat dan Bahan 4 Prosedur Percobaan 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 5 Kondisi Optimum Ekstraksi dan Pemisahan Drakorodin 5 Identitas Drakorodin Berdasarkan Spektrofotometer UV-Vis 6 Pengaruh Pengasaman pada Kadar Drakorodin 7 Kondisi Kerja Sistem Eluen dan Laju Alir pada KCKT 9
Identitas dan Kadar Drakorodin Berdasarkan KCKT 9 SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 11 LAMPIRAN 11
vii
DAFTAR GAMBAR
1 Buah rotan jernang 1
2 Struktur drakorodin 2
3 Diagram alir penelitian 3
4 Kromatogram KLT ekstrak etanol jernang dengan eluen n-heksana-etil asetat
(1:3) (a) dan 7 fraksi hasil pemurnian dengan KLT preparatif 6
5 Kromatogram KLT ekstrak etanol jernang dengan penambahan HCl 0.1 M pada
eluen n-heksana-etil asetat (1:3) (a), n-heksana-MTC (1:1) (b), n-heksana-etil
asetat-air (2:3:1) (c), dan metanol (d) 7
6 Skema reaksi kimia kation flavilium (AH+) 7
7 Spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman (a) dan yang
diasamkan dengan H2SO4 ke pH 1 (b) 9
8 Spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan HClO4 10
DAFTAR TABEL
1 Absorbans puncak serapan spektrum UV-Vis yang diduga drakorodin dari 7
fraksi hasil pemurnian ekstrak etanol jernang dengan KLT preparatif 6
2 Data spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman 8
3 Data spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan
H2SO4 8
4 Data spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan
HClO4 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Spektrum UV-Vis ekstrak etanol jernang 13
2 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik 15
3 Spektrum UV-Vis fraksi-fraksi hasil pemurnian ekstrak etanol jernang dengan
KLTP 16
4 Spektrum KCKT ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman pada berbagai
eluen 19
5 Spektrum KCKT ekstrak metanol jernang yang ditambahkan dengan berbagai
jenis asam 22
6 Spektrum KCKT eluen etil asetat 1% dalam metanol ekstrak jernang tanpa
asam dan ekstrak yang ditambah HClO4 24
7 Perhitungan kadar drakorodin 26
1
PENDAHULUAN
Jernang adalah resin hasil sekresi buah rotan jernang (Daemonorops draco)
(Gambar 1) yang endemik di Asia Tenggara. Resin tersebut menempel dan
menutupi bagian luar buah rotan, dan untuk mendapatkannya diperlukan proses
ekstraksi (Toriq 2013). Jenis rotan D. draco merupakan yang terbaik karena
kandungan resinnya paling banyak dibandingkan dengan spesies rotan jernang
yang lain (Rustiami et al. 2004; Soemarna 2009). Jernang dalam dunia
perdagangan dikenal dengan nama dragon’s blood.
Gambar 1 Buah rotan jernang
Komponen kimia utama pada resin jernang adalah kelompok ester dan
drakoresinotanol (57–82%). Selain itu, resin tersebut mengandung berbagai
senyawa seperti drakoresena (14%), drakoalban (hingga 2.5%), resin taklarut
(0.3%), residu (18.4%), asam abietat, drakorodin, drakorubin, dan beberapa
pigmen terutama nordrakorodin dan nordrakorubin (Purwanto et al. 2005). Ada 59
komponen kimia yang ditemukan dalam jernang (Toriq 2013).
Resin jernang memiliki ciri berwarna merah, berbentuk amorf, dengan
bobot jenis 1.18–1.20. Bilangan asamnya rendah, bilangan ester sekitar 140, titik
cair sekitar 120 °C, serta larut dalam alkohol, eter, minyak lemak, dan minyak
atsiri, larut sebagian dalam kloroform, etil asetat, metanol, karbon disulfida, dan
tidak larut dalam air (Coppen 1995).
Menurut Toriq (2013), drakorodin (Gambar 2) merupakan komponen utama
dan juga sebagai penciri jernang. Drakorodin merupakan senyawa flavonoid
turunan antosianin, pemberi warna alami pada jernang. Berbagai manfaat senyawa
ini dalam bidang kesehatan, meliputi potensi sebagai bahan obat secara biologis
dan aktivitas farmakologis seperti antimikrob, antivirus, antitumor, dan aktivitas
sitotoksik (Shi et al. 2009; Rondao 2012), bahan obat seriawan, sakit perut,
maupun untuk mengatasi gangguan pencernaan (Rustiami et al. 2004; Soemarna
2009). Manfaat medis, terutama jenis Daemoronops, berasal dari keberadaan
asam benzoat yang bersifat antiseptik (Edwards et al. 2003). Manfaat lainnya
ialah sebagai bahan pewarna alami (Winarni et al. 2005; Soemarna 2009), bahan
campuran kosmetik, bahan astringen, dan serbuk pasta gigi (Soemarna 2009).
Buah ini tidak memiliki kandungan senyawa beracun (Shi et al. 2009).
2
Gambar 2 Struktur drakorodin
Senyawa antosianin maupun drakorodin telah diisolasi oleh beberapa
peneliti. Hillebrand et al. (2009) mengisolasi senyawa antosianin dari kentang
biru spesies Solanum tuberosum, menggunakan beberapa cara seperti
kromatografi arus lawan-kecepatan tinggi (KALKC), kromatografi arus lawan-
rotasi kecepatan rendah (KALRKR), kromatografi cair kinerja tinggi-detektor
susunan diode (KCKT-DSD), spektrometer massa-ionisasi semprotan elektron
(SM-ISE), dan spektrometer resonans magnetik inti (SRMI). Sousa et al. (2008)
mengisolasi drakorodin menggunakan KCKT-DSD dari spesies D. draco, tetapi
rendemen yang didapat tidak dijelaskan. Shi et al. (2009) memisahkan drakorodin
menggunakan KALKC. Rendemen yang didapat 6.6% dengan kemurnian di atas
98%. Drakorodin pada ekstrak kasar juga diidentifikasi oleh Toriq (2013) dengan
menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa (KG-SM) dari berbagai jenis
jernang dan didapatkan kadar sekitar 1.4—6.5%.
Sejauh ini, mutu komoditas jernang belum dapat ditentukan secara
kuantitatif berdasarkan kadar drakorodin dan masih secara kualitatif. Penelitian
sebelumnya hanya membedakan dan mengelompokkan jernang dalam 3 jenis
mutu, yaitu Mutu Super, Mutu A, dan Mutu B (Toriq 2013). Diharapkan dengan
penelitian ini, kadar pasti drakorodin pada jernang akan dapat ditentukan secara
kuantitatif. Penelitian ini berupaya mengisolasi drakorodin dalam jernang.
BAHAN DAN METODE
Penelitian diawali dengan mengekstraksi sampel bubuk jernang spesies D.
draco mutu terbaik yang berasal dari daerah Sarolangun (Jambi) dan didapat dari
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan
Hasil Hutan (Pustekolah)). Sampel diekstraksi dengan cara refluks dan maserasi
dalam pelarut etanol, aseton, dan etil asetat (modifikasi Shi et al. 2009; Toriq
2013). Ekstrak terbaik berdasarkan rendemen dan spektrum ultraviolet-tampak
(UV-Vis) kemudian dimurnikan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT)
preparatif. Noda-noda yang didapat dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis
untuk mendeteksi keberadaan drakorodin. Metode tersebut juga dimodifikasi
dengan menambahkan HCl 0.1 M pada ekstrak pekat yang terbaik sebelum
dimurnikan menggunakan KLT preparatif (modifikasi Shi et al. 2009). Metode
ekstraksi selanjutnya merujuk Sousa et al. (2008): sampel direfluks dengan
metanol 100%, lalu dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan
KCKT. Sampel dibuat dalam 2 kondisi, tanpa asam dan dengan penambahan
3
asam.. Berbagai jenis asam diujikan, yaitu HCl 37%, HNO3 65%, dan HClO4 60%.
Kadar drakorodin ditetapkan dari luas puncak diduga drakorodin yang dihasilkan
pada spektrum KCKT (modifikasi Sousa et al. 2008). Diagram alir penelitian
ditunjukkan pada Gambar 3.
Keterangan alur tahapan:
1) : Isolasi drakorodin modifikasi Shi et al. (2009);
Toriq (2013)
2) : Isolasi drakorodin modifikasi Shi et al. (2009)
3) : Isolasi drakorodin modifikasi Sousa et al. (2008)
Gambar 3 Diagram alir penelitian
Dilarutkan dalam
etanol, aseton,
atau, etil asetat
Analisis spektrum UV-Vis
Metode ekstraksi
dan
pelarut terbaik
Penentuan eluen
terbaik
Fraksionasi ekstrak
KLT Preparatif
Analisis UV-Vis
dan KCKT
Refluks
1.5 jam
Maserasi
3 jam
dipekatkan dipekatkan
Direfluks 1 jam
Analisis UV-Vis
dan
KCKT
KLT
(1)
(2)
(3) Serbuk jernang Metanol
+ H
2S
O4 9
5—
97%
+ H
Cl
37%
+ H
NO
3 6
5%
+ H
ClO
4 6
0%
Perhitungan
kadar
drakorodin
Ekstrak pekat terbaik
+ HCl 0.1
hingga pH
1M
Ekstrak
pekat etanol,
aseton, dan
etil asetat
Ekstrak pekat
etanol,
aseton, dan
etil asetat
Dilarutkan
dalam etanol
4
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain radas refluks, KCKT Shimadzu,
spektrofotometer UV-Vis Shimadzu, dan indikator pH universal.
Bahan-bahan yang digunakan adalah jernang asal Jambi yang dihaluskan
menjadi serbuk, silika gel GF254 untuk KLT preparatif dan pelat silika gel GF254
(Merck®
); etanol, aseton, etil asetat, metilena klorida, dan n-heksana yang
merupakan pelarut teknis; serta metanol, HClO4 60%, etil asetat, asam asetat
glasial, H2SO4 95—97%, HCl 37%, dan HNO3 65% p.a (Merck®
).
Prosedur Percobaan
Ekstraksi dengan Metode Refluks (modifikasi Shi et al. 2009)
Serbuk jernang ditimbang 5 g lalu dicampurkan dengan etanol 96%, aseton,
atau etil asetat masing-masing sebanyak 30 mL dan direfluks selama 1.5 jam.
Ekstraksi dilakukan triplo, setiap ekstrak disaring, digabungkan, lalu dipekatkan.
Ekstrak pekat yang diperoleh merupakan resin jernang yang berwarna merah.
Bobot akhir ekstrak ditimbang dan rendemen yang didapat dihitung.
Ekstraksi dengan Metode Maserasi (modifikasi Toriq 2013)
Sebanyak 5 g serbuk jernang dimaserasi dengan etanol, aseton, atau etil
asetat masing-masing sebanyak 50 mL. Ekstraksi dilakukan selama 3 jam, lalu
ekstrak disaring. Maserasi diulangi 3 kali dengan jumlah pelarut yang sama, lalu
ekstrak hasil penyaringan digabungkan. Ekstrak gabungan dipekatkan dengan
penguap putar dan diperoleh resin jernang yang berwarna merah. Bobot akhir
ekstrak ditimbang dan dihitung rendemennya.
Pemilihan Ekstrak Terbaik untuk Tahap Pemurnian
Ekstrak kasar diuji pada panjang gelombang 200—600 nm dengan
spektrofotometer UV-Vis (Shi et al. 2009). Pelarut yang dipilih ialah yang tidak
menghasilkan banyak puncak serapan pada panjang gelombang di bawah 473.5
nm. Senyawa drakorodin dideteksi pada panjang gelombang 473.5 nm (Toriq
2013). Sementara metode ekstraksi yang dipilih ialah yang memberikan rendemen
ekstrak tertinggi.
Ekstrak kasar terbaik kemudian dimurnikan dengan KLT preparatif.
Sebelumnya eluen terbaik ditentukan dengan menguji eluen tunggal etil asetat,
diklorometana, dan n-heksana serta beberapa campuran 2 eluen. Noda-noda yang
didapat dipisahkan, lalu masing-masing dianalisis dengan spektrofotometer UV-
Vis.
Isolasi dan Pemurnian Drakorodin (modifikasi Shi et al. 2009)
Sampel ditimbang 5 g lalu dicampurkan dengan etanol sebanyak 30 mL dan
direfluks selama 1.5 jam. Ekstraksi dilakukan triplo. Setiap ekstrak disaring, lalu
digabungkan dan dipekatkan. Ekstrak pekat yang diperoleh ditambah dengan HCl
0.1 M sebanyak 6 mL hingga pH 1, lalu dimurnikan dengan menggunakan KLT
preparatif.
5
Isolasi Drakorodin (modifikasi Sousa et al. 2008)
Sampel ditimbang 2.5 g lalu dicampurkan dengan 50 mL metanol yang telah
ditambahkan H2SO4 95—97% hingga pH 1 dan direfluks selama 1 jam. Kemudian
ekstrak metanol jernang disaring dan filtrat yang diperoleh dianalisis dengan
spektrofotometer UV-Vis dan KCKT. Prosedur tersebut diulangi lagi dengan
mengganti asam yang digunakan menjadi HCl 37%, HNO3 65%, dan HClO4 60%,
masing-masing hingga pH < 1. Ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman juga
disiapkan sebagai kontrol.
Penentuan Drakorodin dengan KCKT (modifikasi Sousa et al. 2008)
Semua ekstrak metanol jernang dianalisis kemurniannya dengan
menggunakan KCKT. Tipe kolom yang digunakan Diamonsil C18 (5 µm, 250 ×
4.6 mm id, Dikma). Deteksi dilakukan pada panjang gelombang 353, 375, 387,
413, 415, 475, 489, dan 490 nm. Fase gerak yang digunakan adalah sistem
isokratik asetonitril, metanol, etil asetat 1% dalam metanol, etil asetat 3% dalam
metanol, etil asetat 1% dalam asetonitril, asam asetat 1% dalam metanol dengan
laju alir 1.5 dan 0.5 mL/menit, serta suhu kolom 31.5 °C.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Optimum Ekstraksi dan Pemisahan Drakorodin
Ekstraksi telah dilakukan dengan cara refluks dan maserasi dalam pelarut
etanol, aseton, dan etil asetat. Metode terbaik ialah menggunakan refluks dengan
pelarut etanol berdasarkan spektrum UV-Vis yang tidak menunjukkan banyak
puncak selain drakorodin di bawah panjang gelombang 473.5 nm (Lampiran 1).
Ekstrak yang dihasilkan dengan metode terbaik kemudian dimurnikan
menggunakan KLT preparatif dengan eluen n-heksana-etil asetat (1:3). Eluen ini
dipilih karena memberikan banyak noda dengan pemisahan yang baik ketika
dianalisis dengan KLT (Lampiran 2).
Kromatogram KLT menunjukkan 5 noda dengan Rf ~ 0.82, 0.65, 0.45, 0.15,
dan 0.02 pada eluen n-heksana-etil asetat (1:3) (Gambar 4). Sementara itu,
kromatogram KLT preparatif menunjukkan 7 noda dengan 2 noda tambahan pada
Rf ~ 0.81 dan 0.78. Semua noda yang diperoleh dipisahkan, kemudian masing-
masing dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis.
6
a b
Gambar 4 Kromatogram KLT ekstrak etanol jernang dengan eluen n-heksana-etil
asetat (1:3), diamati di bawah sinar UV 254 nm (a) dan 7 fraksi hasil
pemurnian dengan KLT preparatif (b)
Identitas Drakorodin Berdasarkan Spektrum UV-Vis
Spektrum UV-Vis yang diperoleh menunjukkan bahwa semua noda diduga
mengandung drakorodin karena menghasilkan puncak serapan pada panjang
gelombang sekitar 473.5 nm (Toriq 2013). Berdasarkan Tabel 1, noda dengan Rf ~
0.15 diduga mengandung drakorodin terbanyak, diikuti oleh noda dengan Rf ~
0.78. Sementara itu, noda dengan Rf ~ 0.45 paling kecil kemungkinan
mengandung drakorodin, diikuti oleh noda dengan Rf ~ 0.81. Tiga noda yang lain
masih berpotensi mengandung cukup banyak drakorodin sehingga tidak mungkin
mengkuantifikasi kadar drakorodin dalam sampel jernang hanya dengan
menganalisis salah satu noda. Data spektrum UV-Vis selengkapnya diberikan di
Lampiran 3.
Tabel 1 Absorbans puncak serapan spektrum UV-Vis yang diduga drakorodin
dari 7 fraksi hasil pemurnian ekstrak etanol jernang dengan KLT
preparatif
Rf Konsentrasi (ppm) λ (nm) Absorbans
0.02 2000 492.5 0.882
0.15 780 498.5 1.516
0.45 4520 472.5 0.183
0.65 2000 470.0 0.623
0.78 2070 467.5 1.967
0.81 2000 465.0 0.202
0.82 2000 471.0 0.755
Dalam perlakuan selanjutnya, ditambahkan sejumlah asam HCl 0.1 M pada
ekstrak pekat etanol jernang hingga pH 1. Penambahan asam diharapkan akan
menyebabkan semua senyawa antosianin dalam ekstrak, termasuk drakorodin,
terprotonasi menjadi garam flavilium. Sifat ionik garam ini menyebabkan ekstrak
tidak menghasilkan pemisahan noda ketika dianalisis dengan KLT pada berbagai
eluen (Gambar 5).
0.02
0.82
0.65
0.45
0.15
Rf
7
Gambar 5 Kromatogram KLT ekstrak etanol jernang dengan penambahan HCl
0.1 M pada eluen n-heksana-etil asetat (1:3) (a), n-heksana-MTC (1:1)
(b), n-heksana-etil asetat-air (2:3:1) (c), dan metanol (d)
Pengaruh Pengasaman pada Kadar Drakorodin
Kondisi pH sangat memengaruhi jumlah kation flavilium. Menurut Melo et
al. (2007), kation flavilium (AH+) adalah spesies yang dominan dalam larutan
asam, tetapi seiring dengan peningkatan pH akan terjadi reaksi dapat-balik (1)
seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Deprotonasi AH+ membentuk struktur
kuinoid basa (A) yang berwarna merah. (2) Hidrasi kation flavilium pada atom C2
membentuk struktur hemiasetal berwarna (B), yang dapat mengalami (3) reaksi
tautomerisasi dengan disertai pembukaan cincin, menghasilkan (Z)-kalkon kuning
pucat (Cc). (4) Isomerisasi cis-trans selanjutnya membentuk (E)-kalkon kuning
pucat. Pada pH 1, semua terbentuk spesies antosianin diharapkan telah terubahkan
menjadi kation flavilium (AH+).
Gambar 6 Skema reaksi kimia kation flavilium (AH
+)
a b c d
8
Ekstraksi drakorodin selanjutnya dilakukan pada pH 1 dengan
menambahkan 4 jenis asam kuat pekat, yaitu H2SO4, HCl, HNO3, dan HClO4 ke
dalam metanol sebagai pelarut pengekstrak. Metode ini merujuk metode Sousa et
al. (2008). Semua ekstrak kemudian dianalisis kemurniannya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dan KCKT. Ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman
digunakan sebagai pembanding. Spektrum UV-Vis sampel yang diasamkan
dengan H2SO4 pekat hingga pH 1 menunjukkan pergeseran hipsokromik puncak
serapan pada kisaran panjang gelombang 475—490 nm (Tabel 2) ke 400—430 nm
(Tabel 3). Seperti ditunjukkan pada Gambar 6, bentuk AH+ memiliki sistem
kromofor berupa cincin bisiklik aromatik (cincin A dan C memiliki aturan Hückel
dengan n = 2). Pada bentuk A, sistem konjugasi kromofor lebih panjang, berupa
sistem enon terkonjugasi yang terentang sepanjang cincin A hingga B. Hal ini
yang menyebabkan λmaks sebelum pengasaman lebih besar daripada setelah
diasamkan. Puncak serapan sampel hasil pengasaman juga menunjukkan
intensitas yang lebih tinggi (efek hiperkromik) dibandingkan dengan tanpa
pengasaman (Gambar 7). Hasil ini sama dengan yang dilaporkan oleh Sousa et al.
(2008) bahwa penambahan asam dapat meningkatkan intensitas serapan
drakorodin dalam bentuk kation flavilium. Agaknya hal ini disebabkan oleh
adanya kation oksonium yang bersifat penarik-elektron kuat.
Tabel 2 Data spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman
Puncak Panjang
gelombang (nm) Absorbans
1 489.5 2.28
2 475 2.301
3 387 2.125
4 375.5 2.125
Tabel 3 Data spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan
H2SO4
Puncak Panjang
gelombang (nm) Absorbans
1 431 3.014
2 415.5 3.175
3 406.5 3.436
9
(a) (b)
Gambar 7 Spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang tanpa pengasaman (a) dan
yang diasamkan dengan H2SO4 ke pH 1 (b)
Kondisi Kerja Sistem Eluen dan Laju Alir pada KCKT
Kondisi kerja KCKT yang akan digunakan ditentukan terlebih dahulu.
Beberapa fase gerak diujikan, yakni asetonitril, metanol, etil asetat 1% dalam
metanol, etil asetat 1% dalam metanol, etil asetat 1% dalam asetonitril, dan asam
asetat 3% dalam metanol dengan laju alir 1.5 mL/menit (Lampiran 4). Elusi
dilakukan secara isokratik dengan sistem kromatografi fase-terbalik menggunakan
kolom Diamonsil C18. Fase gerak terbaik untuk ekstrak metanol jernang ialah etil
asetat 1% dalam metanol karena memberikan pemisahan puncak yang relatif lebih
baik untuk ekstrak yang diasamkan dengan H2SO4. Deteksi dilakukan pada
panjang gelombang 415 nm, yang memberikan kromatogram lebih sederhana
daripada deteksi pada panjang gelombang 489 nm.
Laju alir fase gerak sebesar 1.5 mL/menit didapati mengelusi terlalu cepat
semua komponen dalam ekstrak sehingga tidak memberikan resolusi yang baik
(Lampiran 4). Memperlambat laju alir menjadi 0.5 mL/menit memberikan resolusi
yang lebih baik dengan menggunakan berbagai asam untuk mengasamkan ekstrak
jernang, yaitu HCl, HNO3, dan HClO4 (Lampiran 5). Ketiga jenis asam tersebut
menghasilkan jumlah dan pola puncak yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan asam yang berbeda tidak berpengaruh pada jenis senyawa yang
terkandung dalam ekstrak metanol jernang.
Identitas dan Kadar Drakorodin Berdasarkan KCKT
Kromatogram KCKT hasil pengasaman dengan HClO4 memunculkan
dugaan bahwa puncak pada menit ke-5.1 merupakan puncak drakorodin.
Intensitas puncak tersebut naik kira-kira 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
ketika diasamkan dengan HCl atau HNO3. HClO4 merupakan asam yang paling
kuat (pKa = —10, jauh melampaui pKa HCl = —7, pKa H2SO4 = —3, maupun pKa
HNO3 = —1) maka diduga akan lebih efektif mengubah drakorodin menjadi
bentuk kation flaviliumnya.
Ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan HClO4 kemudian
dianalisis spektrum UV-Vis-nya. Pola puncak serapan yang diperoleh (Gambar 8)
Ab
sorb
ans
λ (nm) λ (nm)
Ab
sorb
ans
10
relatif sama dengan penambahan H2SO4 (Gambar 7b), tetapi panjang gelombang
maksimum yang didapat sedikit bergeser ke 414.5 nm (Tabel 4).
Gambar 8 Spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan
HClO4
Tabel 4 Data spektrum UV-Vis ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan
HClO4
Puncak Panjang
gelombang (nm) Absorbans
1 414.5 2.49
2 353.5 1.485
Ekstrak metanol jernang yang diasamkan dengan HClO4 dianalisis kembali
dengan KCKT untuk membandingkan kadar drakorodin dengan ekstrak jernang
tanpa pengasaman. Kondisi KCKT yang digunakan sama, tetapi panjang
gelombang deteksi yang digunakan disesuaikan dengan λmaks dalam spektrum UV-
Vis, yakni 489, 475, 387, dan 375 nm untuk yang tanpa pengasaman (Tabel 2)
serta 353 dan 413 nm untuk yang dengan pengasaman (Tabel 4).
Kromatogram KCKT yang dihasilkan (Lampiran 6) menunjukkan jumlah
puncak dan pola yang sama. Perbedaan terjadi pada intensitas puncak drakorodin.
Panjang gelombang deteksi di 475 dan 489 nm menunjukkan intensitas puncak
pada menit ke-5.1 yang paling tinggi di antara ketiga puncak lain. Sebaliknya,
pada panjang gelombang di 353 nm, intensitas dominan ditemukan pada ketiga
puncak yang lain, yaitu menit ke- 9.7, 10.9, dan 12.5. Ketiga puncak tersebut
diduga sebagai senyawa pengotor bukan antosianin. Hal ini dibuktikan dari
intensitasnya yang konstan dengan maupun tanpa pengasaman. Hal ini menjadi
bukti kuat bahwa puncak drakorodin memiliki waktu retensi 5.1 menit untuk
kondisi alat yang digunakan, dengan kadar maksimum diperoleh pada panjang
gelombang deteksi 475 nm. Kadar drakorodin dalam ekstrak dihitung dari
kromatogram KCKT: sekitar 55.6% drakorodin terkandung dari ekstrak metanol
jernang tanpa pengasaman, sedangkan dalam ekstrak metanol jernang yang
diasamkan dengan HClO4, kadarnya sekitar 37.4% (Lampiran 7).
Ab
sorb
ans
λ (nm)
11
SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini berhasil mengisolasi senyawa drakorodin murni dengan
maupun tanpa pengasaman. Spektrum KCKT menghasilkan puncak diduga
drakorodin pada menit ke-5.1 menggunakan sistem fase terbalik dengan kolom
Diamonsil C18 (5 µm, 250 × 4.6 mm id, Dikma), eluen etil asetat 1% dalam
metanol, suhu kolom 31.5 °C, dan laju alir 0.5 mL/min. Persentase relatif kadar
drakorodin terbanyak diperoleh pada ekstrak jernang tanpa pengasaman, yaitu
55.6%. Perlu pemurnian lebih lanjut pada noda dengan Rf ~ 0.15 yang diduga
mengandung drakorodin terbanyak agar dapat diperoleh drakorodin murni ketika
di KCKT. Pemisahan tersebut bisa melalui pendekatan univariat.
DAFTAR PUSTAKA
Coppen JJW. 1995. Gum, Resin, and Latexes of Plant Origin: Non Wood
Products. Roma (IT): FAO of The United Nations.
Edwards HGM, Oliveira LFC, Prendergast HDV. 2003. Raman spectroscopic
analysis of dragon’s blood resins-basis for distinguishing between Dracaena
(Convallariaceae), Daemonorops (Palmae) and Croton (Euphorbiaceae).
Analyst. 129(2):134-138. doi: 10.1039/B311072A.
Hillebrand S, Naumann H, Kitzinksi N, Kohler N, Winterhalter P. 2009. Isolation
and characterization of anthocyanin from blues-fleshed potatoes (Solanum
tuberosum L). Global Science Books. 3(1):96-101. doi: 10.1021/jf902799a.
Melo MJ, Sousa MM, Parola AJ, de Melo JSS, Catarino F, Marcalo J, Pina F.
2007. Identification of 7,4’-dihydroxy-5-methoxyflavylium in “dragon's
blood”: to be or not to be an anthocyanin. J Eur Chem. 13(5):1417-1422.
doi: 10.1002/chem.200600837.
Purwanto Y, Polosakan Y, Susiarti S, Walujo EB. 2005. Ekstraktivisme jernang
(Daemonorops spp.) dan kemungkinan pengembangannya: studi kasus di
Jambi, Sumatra, Indonesia. Laporan Teknik Bidang Botani Puslitbang LIPI.
Bogor (ID): LIPI.
Rondao RJBL. 2012. Dragon’s blood [disertasi]. Coimbra (PT): University of
Coimbra.
Rustiami H, Setyowati FM, Kartawinata K. 2004. Taxonomy and uses of
Daemonorops draco (Willd.). J Trop Ethnobiol. 1(2):65-75.
Shi J, Hu R, Lu Y, Sun C, Wu T. 2009. Single-step purification of dracorhodin
from dragon’s blood resin of Daemonorops draco using high-speed counter-
current chromatography combined with pH modulation. J Sep Sci. 32(23-
24):4040-4047. doi: 10.1002/jssc.200900392.
Soemarna Y. 2009. Ekologi dan teknik perkecambahan dan pembibitan rotan
jernang pulut (Daemonorops draco (Willd.) Blume). JPHH. 6(1):31-39.
Sousa MM, Melo MJ, Parola AJ, de Melo JSS, Catarino F, Pina F, Cook FEM,
Simmonds MSJ, Lopes JA. 2008. Flavylium chromophores as species
12
markers for dragon’s blood resins from Dracaena and Daemonorops trees. J
Chromatogr A. 1209(1-2):153-161. doi: 10.1016/j.chroma.2008.09.007.
Toriq U. 2013. Senyawa kimia penciri jernang untuk pembaruan parameter
Standar Nasional Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Winarni I, Waluyo TK, Hastoeti P. 2005. Sekilas tentang jernang sebagai
komoditi yang layak dikembangkan. Di dalam: Penguatan Industri
Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Mutu dan Diversifikasi Produk
Hasil Hutan. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor,
2004 Des 14. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
hlm 173-177.
13
Lampiran 1 Spektrum UV-Vis ekstrak etanol jernang
Ekstrak etanol
Refluks
Puncak
Panjang
gelombang
(nm)
Absorbans
1 478.5 0.637
2 382 0.696
3 273.5 2.661
4 238.5 3.718
5 223.5 3.505
Ekstrak jernang etanol
Maserasi
Puncak
Panjang
gelombang
(nm)
Absorbans
1 476 1.151
2 382.5 0.784
3 278 3.957
4 258 3.806
Ekstrak aseton
Maserasi
Puncak
Panjang
gelombang
(nm)
Absorbans
1 478 0.619
2 331 1.226
λ (nm)
Abso
rban
s
λ (nm)
Abso
rban
s
λ (nm)
Abso
rban
s
14
Lanjutan Lampiran 1
Ekstrak etil asetat
Maserasi
Puncak
Panjang
gelombang
(nm)
Absorbans
1 475 0.893
2 320.5 1.864
3 316.5 1.866
4 287 2.805
5 258 3.957
Abso
rban
s
λ (nm)
15
Lampiran 2 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik
( a) (b) (c) (d) (e) (f)
(g) (h) (i) (j) (k)
Keterangan: (a) n-heksana
(b) MTC
(c) n-heksana-EtOAc (4:6)
(d) n-heksana-EtOAc (3:7)
(e) n-heksana-EtOAc (2:8)
(f) EtOAc
(g) n-heksana-EtOAc (1:1)
(h) n-heksana-EtOAc (1:2)
(i) MTC-EtOAc (1:3)
(j) MTC-EtOAc (1:1)
(k) n-heksana-EtOAc (1:9)
16
Lampiran 3 Spektrum UV-Vis fraksi-fraksi hasil pemurnian ekstrak etanol
jernang dengan KLTP
Rf = 0.02
(2000 ppm)
Puncak
Panjang
gelombang
(nm)
Absorbans
1 492.5 0.882
2 385.5 0.803
3 321.5 1.106
4 287.5 1.011
5 266 2.187
6 229 2.261
Rf = 0.15
(780 ppm)
Puncak
Panjang
gelombang
(nm)
Absorbans
1 498.5 1.516
2 377.5 1.273
3 323 2.016
4 287.5 1.793
5 272 2.306
6 249 2.951
7 211 4
Rf = 0.45
(4520 ppm)
Puncak
Panjang
gelombang
(nm)
Absorbans
1 472.5 0.183
2 373.5 0.406
3 277.5 0.725
4 229 2.201
λ (nm)
Abso
rban
s
λ (nm)
Abso
rban
s
λ (nm)
Abso
rban
s
17
lanjutan Lampiran 3
Rf = 0.65
(2000 ppm)
Puncak
Panjang
gelombang
(nm)
Absorbans
1 470 0.623
2 381.5 1.265
3 316 1.263
4 280.5 1.759
5 272 1.785
6 233 2.97
Rf = 0.78
(2070 ppm)
Puncak
Panjang
gelombang
(nm)
Absorbans
1 467.5 1.967
2 392 2.603
3 337.5 2.572
4 286.5 2.836
5 246.5 3.286
6 211.5 4
Rf = 0.81
(2000 ppm)
Puncak
Panjang
gelombang
(nm)
Absorbans
1 465 0.202
2 295.5 2.834
3 288 2.933
4 272 2.437
5 262 1.886
6 245.5 3.19
7 216.5 0.499
λ (nm)
Abso
rban
s
λ (nm)
Abso
rban
s
λ (nm)
Abso
rban
s
18
lanjutan Lampiran 3
Rf = 0.82
(2000 ppm)
Puncak
Panjang
gelomang
(nm)
Aborbans
1 471 0.755
2 300.5 3.656
3 286 3.252
4 272 3.306
5 235 3.763
6 211.5 4
7 202 2.243
λ (nm)
Abso
rban
s
19
Lampiran 4 Spektrum KCKT ekstrak metanol jernang pada berbagai eluen
Eluen asetonitril (489 nm)
Eluen metanol (489 nm)
Eluen asetonitril (415 nm)
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 min
0
250
500
750
1000
1250
mVDetector A:254nm
/1.5
41
/58
32
46
1/1
.67
9/4
96
97
91
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 min
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500mV
Detector A:416nm
/1.5
17
/25
70
19
07
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
461
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
96
7
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 30.0 32.5 min
0
50
100
150
200
mVDetector A:490nm
/1.1
44
/17
21
97
1/1
.62
2/7
35
68
2 /1
.83
0/4
88
60
2/2
.03
3/3
14
94
4/2
.32
9/9
27
71
8/2
.72
1/1
37
73
20
/8.8
09
/26
41
53
92
/27
.63
7/2
15
28
18
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
97
1
9/9
27
20
lanjutan Lampiran 4
Eluen metanol (415 nm)
Eluen etil asetat 1% dalam metanol (415 nm)
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
mVDetector A:416nm
/1.4
92
/67007
628
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min
0
250
500
750
1000
1250
1500
mVDetector A:415nm
/1.4
94/1
181039
/5.5
76/1
4579170
/6.1
23/2
3605191
/6.4
24/1
9017319
/8.6
39/1
078911
19
1
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
628
21
lanjutan Lampiran 4
Eleun etil asetat 3% dalam metanol (415 nm)
Eluen etil asetat 1% dalam asetonitril (415 nm)
Eluen asam asetat 1% dalam metanol (415 nm)
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 min
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
mVDetector A:415nm
/1.4
98
/15693
40
/2.8
75
/38111
468
/3.0
00
/24090
451
/3.2
08
/35386
317
/3.6
15
/45867
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 min
0
50
100
150
200
250
mVDetector A:415nm
/1.5
36
/23624
26
/2.3
02
/31054
/2.9
11
/3267
/3.3
06
/14554
/3.7
84
/22798
/4.6
50
/4227
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 min
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
mVDetector A:415nm
/1.5
08/6
7566
27
/2.6
19/4
343 /3
.282
/552
6/3
.680
/189
3
/5.0
61/2
4614
/5.6
78/2
3489
/32.
213/
8424
9652
27
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
Waktu retensi (menit)
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
26
Inte
nsi
tas
22
Lampiran 5 Kromatogram KCKT ekstrak jernang metanol yang ditambahkan
dengan berbagai jenis asam
a) Penambahan HCl (413 nm)
b) Penambahan HNO3 (413 nm)
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 min
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
mVDetector A:413nm
/5.0
62
/16
78
43
/9.5
01
/55
07
3
/10
.66
7/2
10
44
1
/12
.21
1/2
76
56
4
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 min
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
mVDetector A:413nm
/5.0
65
/19
73
29
/9.5
66
/55
60
0
/10
.75
1/2
14
88
7
/12
.30
7/2
84
83
0
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
23
lanjutan Lampiran 5
c) Penambahan HClO4 (413 nm)
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
mVDetector A:413nm
/5.0
68
/35
26
07
/9.7
80
/59
50
7
/10
.98
3/2
26
02
6
/12
.57
7/3
04
42
4
Inte
nsi
tas
Waktu retensi (menit)
24
Lampiran 6 Kromatogram KCKT eluen etil asetat 1% dalam metanol ekstrak
jernang tanpa asam dan ekstrak yang ditambah HClO4
a) 375 nm
b) 387 nm
c) 475 nm
c) 489 nm
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 min
0
25
50
75
mVDetector A:489nm
/5.0
43
/76
27
85
/10
.31
7/6
69
80
/11
.27
3/2
23
24
8
/13
.02
3/3
34
23
8
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 min
0
10
20
30
40mV
Detector A:387nm
/4.6
57
/13
41
76
/5.0
21
/41
86
41
/11
.21
2/2
42
25
9
/12
.95
0/3
37
54
8
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 min
0
25
50
75
mVDetector A:475nm
/5.0
70
/76
32
01
/9.7
68
/73
16
6
/11
.08
5/2
13
83
2
/12
.79
6/3
22
24
0
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 min
0
10
20
30
40
mVDetector A:375nm
/4.6
63
/11
94
96
/5.0
21
/43
50
31
/10
.41
0/4
01
91
/11
.26
3/2
03
06
7
/13
.01
1/3
08
97
8
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
031
Inte
nsi
tas
Waktu retensi (menit)
641
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
201
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
78
5
25
lanjutan Lampiran 6
e) 353 nm
f) 413 nm
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min
-5
0
5
10
15
20
mVDetector A:353nm
/5.1
72
/25
91
87
/6.2
51
/16
65
3
/8.8
15
/24
29
6 /10
.54
3/1
55
64
4
/12
.11
9/3
07
80
1
/14
.09
0/4
59
97
9
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min
0
5
10
15
20
25
30mV
Detector A:413nm
/5.0
68
/35
26
07
/6.0
01
/63
08
4
/9.7
80
/59
50
7 /10
.98
3/2
26
02
6
/12
.57
7/3
04
42
4
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
79
Waktu retensi (menit)
Inte
nsi
tas
60
7
01
26
Lampiran 7 Perhitungan kadar drakorodin
Ekstrak jernang tanpa pengasaman
Kadar drakorodin = luas puncak
luas total puncak
= 7 7
= 55.6%
Ekstrak jernang yang ditambah HClO4
Kadar drakorodin = luas puncak
luas total puncak
= 7
4 7
= 37.4%
15
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Oktober 1991 dari Ayah Omon
Sarman (Alm.) dan Ibu Yayat Supriatni. Penulis merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara. Penulis menyelesaikan studi di SDN 01 Cileungsi pada tahun 2003,
SMP Sejahtera 2 Cileungsi pada tahun 2006, SMAN 1 Cileungsi pada tahun 2009.
Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
USMI pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.
Selama mengikuti masa perkuliahan penulis pernah aktif dalam organisasi
kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) pada tahun 2010–2011 dan
Serambi Rukhiyah Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(SERUM-G) pada tahun 2011–2012. Selain itu, penulis pernah mengajar di
Bimbel Einstein, Cikeas pada tahun 2012–2013, pernah menjadi asisten
praktikum mata kuliah Kimia TPB pada tahun 2012–2013, asisten Praktikum
Kimia Organik pada tahun 2012, asisten Praktikum Kimia Organik Berbasis
Kompetensi pada tahun 2012–2013 serta penerima beasiswa Bantuan Belajar
Mahasiswa (BBM) pada tahun 2009–2013. Penulis juga berkesempatan menjalani
praktik lapangan (PL) di BPMB Ciracas dengan judul laporan Verifikasi Logam
Cd, Hg, Sn, Pb, dan Cu dalam Biskuit Menggunakan Plasma Gandeng Induktif-
Spektrometer Massa (ICP-MS).
top related