upaya meningkatkan hasil belajar melalui …fish.unesa.ac.id/download/utami-purwaningsih.pdf ·...
Post on 07-Feb-2020
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
177
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN
BERMAIN PERAN DENGAN MEMAINKAN DRAMA SINGKAT PADA
MATERI GERAK TERHADAP SISWA KELAS VIIB
Ninik Sri Utami
GURU Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Babat Lamongan
E-mail: ninik.sriutami@yahoo.co.id
Abstrak; Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII
B materi gerak dengan menggunakan model pembelajaran bermain peran dengan
memainkan drama singkat. Penelitian ini dimulai hari senin tanggal 27 April 2015
sampai dengan tanggal 18 Mei 2015 dalam dua siklus.Hasil tindakan menunjukkan
bahwa aktivitas siswa meningkat dari siklus 1 (58,82 %), Siklus 2 (79,41 %), dan
respon positif siswa siklus 1 (73,53 %), siklus 2 (88,27 %), sedangkan hasil
belajarnya pada siklus 1 (72,79) dan siklus 2 (80,74).
Kata kunci: hasil belajar, bermain peran, drama singkat
Abstract; This study aims to improve the learning outcomes of students of class VII
B material motion by using model play a role by role-play. This study begins
Monday, 27 April 2015 until the date of May 18, 2015 in two siklus.Hasil action
showed that the activity of students increased from cycle 1 (58.82%), Cycle 2
(79.41%), and the positive response of students cycle 1 (73.53%), cycle 2 (88.27%),
while the results of their study in cycle 1 (72.79) and cycle 2 (80.74). Keywords: learning outcomes, role play, short play
PENDAHULUAN
Program pendidikan 9 tahun yang kemudian berubah menjadi 12 tahun pun
perlu kian digencarkan.Pendidikan gratis dan murah meriah bagi anak-anak tidak
mampu secara ekonomi wajib digalakkan. Anggaran pendidikan di Anggaran
pendapatan Belanja Daerah (APBD) baik pemerintahan kota, kabupaten dan provinsi di
Jatim harus dibesarkan persentasenya. Anggaran pendidikan yang berhubungan dengan
kebutuhan dan kepentingan anak didik harus lebih diperbanyak ketimbang anggaran
pendidikan untuk perjalanan dinas tertentu dan hal-hal lain. Meningkatkan
kesejahteraan para guru pun harus diutamakan dan dibesarkan kuota penganggarannya
supaya mereka lebih serius dan bertanggung jawab untuk menjadi pendidik-pendidik
profesional.
Selaras dengan pernyataan di atas, maka guru di SMP Negeri 1 Babat berusaha
secara mandiri untuk memperbaiki kinerjanya. Kelas VII B salah satu kelas unggulan di
SMP Negeri 1 Babat, namun demikian bukan berarti prestasi belajar IPA nya sangat
baik, untuk materi Gerak, siswa masih mengalami kesulitan dalam memahaminya, oleh
karena itu penulis sekaligus guru di kelas tersebut berusaha menggunakan model
pembelajaran Bermain Peran dengan memainkan drama singkat.Dari latar belakang
di atas, maka dapat dirimuskan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah aktivitas
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (177-184)
178
siswa dalam pembelajaran materi “Gerak” dengan menggunakan model bermain peran
dengan memainkan drama singkat ?; (2) Bagaimanakah respon siswa dalam
pembelajaran materi “Gerak” dengan menggunakan model bermain peran dengan
memainkan drama singkat ?; (3) Apakah dengan menggunakan model bermain peran
dengan memainkan drama singkat dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada
materi “Gerak” ?.
Dari rumusan masalah di atas, maka tuuan dalam penelitian ini adalah: (1)
Untuk mendeskripsikan bagaimanakah aktivitas siswa dalam pembelajaran materi
“Gerak” dengan menggunakan model bermain peran dengan memainkan drama singkat;
(2) Untuk mendeskripsikan bagaimanakah respon siswa dalam pembelajaran materi
“Gerak” dengan menggunakan model bermain peran dengan memainkan drama singkat;
(3) Untuk mendeskripsikan apakah dengan menggunakan model bermain peran dengan
memainkan drama singkat dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi
“Gerak”.Dalam penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi teman-teman guru di
SMP Negeri 1 Babat khususnya dan para pendidik di Kabupaten Lamongan pada
umumnya.
Menurut Ahmad Jazuli (2011) dalam skripsinya, hasil penelitian menunjukkan
bahwa penerapan metode bewrmain peran pada pembelajaran shalat fardhu yang
dilkaukan dengan berjamaah pada siswa Kelas IV SD Negeri Suoharjo sangat efektif
dan dapat meningkatkan keaktivan siswa, hal ini terlihat pada saat pembelajaran siswa
mayoritas aktif dan antusias dalam melakukan shalat fardhu dengan berjanaah sesuai
yang diperankan dikelompoknya.Dalam hal ini terbukti dari data yang dikumpulkan
hasil observasi keaktivan pra tindakan 37,50% , pada siklus I meningkat 54,98% dan
pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 70,96%. Dengan demikian aspek
keaktivan siswa pada setiap siklusnya mengalami peningkatan.
Menurut Radin Indra Pradikta(2009). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pemanfaatan media rekaman iklan televisi dapat meningkatkan kemampuan berbicara
siswa dalam bermain peran pada aspek dialog, ekspresi, vokal dan penghayatan.
Penggunaan media rekaman iklan televisi cukup efektif untuk meningkatkan
kemampuan berbicara. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penilaian pementasan siswa
berdasarkan aspek dialog, ekspresi, vokal dan penghayatan. Prosentase hasil ketuntasan
siswa diperoleh dari jumlah siswa yang tuntas belajar dibagi dengan jumlah siswa yang
belum tuntas belajar dikalikan 100%.Pada tahap pratindakan, siswa yang tuntas belajar
sebanyak 8 siswa, sedangkan siswa yang belum tuntas belajar sebanyak 30
siswa.Prosentase ketuntasannya adalah 21%.Pada tahap tindakan siklus I, siswa yang
tuntas belajar sebanyak 22 siswa, sedangkan siswa yang belum tuntas belajar sebanyak
16 siswa.Prosentase ketuntasannya adalah 58%.Pada tahap tindakan siklus II, siswa
yang tuntas belajar sebanyak 30 siswa, sedangkan siswa yang belum tuntas belajar
sebanyak 8 siswa.Prosentase ketuntasannya adalah 79%.Peningkatan kemampuan
berbicara siswa pada pratindakan meningkat setelah diberikan tindakan dengan
menggunakan dua tahap, yaitu tahap membuat naskah iklan televisi dan tahap
pementasan pada siklus I dan siklus II.Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar
selektif dalam memilih media rekaman televisi.Pemilihan media rekaman televisi yang
kurang tepat berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran.Pada tahap penulisan
naskah perlu diadakan evaluasi secara mendalam agar kualitas naskahnya semakin
baik.Dalam pembelajaran berbicara di kelas, disarankan kepada guru untuk
mengunakan media pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif dalam upaya untuk
Utami, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar ….
179
meningkatkan kemampuan berbicara siswa dalam bermain peran sesuai dengan naskah
yang ditulis siswa.
Hasil belajar merupakan tolak ukur yang digunakan untuk menentukan tingkat
keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu mata pelajaran, biasanya
dinyatakan dengan nilai yang berupa huruf atau angka-angka. Hasil belajar dapat berupa
keterampilan, nilai dan sikap setelah siswa mengalami proses belajar. Melalui proses
belajar mengajar diharapkan siswa memperoleh kepandaian dan kecakapan tertentu
serta perubahan-perubahan pada dirinya. Menurut Sudjana (2001), “Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Hasil peristiwa belajar dapat muncul dalam berbagai jenis perubahan atau
pembuktian tingkah laku seseorang”. Selanjutnya menurut Slameto (dalam Emarita,
2001) menyatakan: “Hasil belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai
hasil pengalamannya sendiri.
Bermain peran atau Role playing adalah sejenis permainan gerak yang
didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield,
1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas,
meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas.Selain itu, role playing sering kali
dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya
seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).
Model Pebelajaran Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan
pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh
hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang,
hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.Pada metode bermain peranan, titik
tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu
situasi masalah yang secara nyata dihadapi.Murid diperlakukan sebagai subyek
pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan
menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu.Belajar efektif dimulai dari
lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional, 2002).
Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan
menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi
kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara
terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai
kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai
apa yang mereka pelajari. Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa
adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :(1) Guru
menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan; (2) Menunjuk beberapa siswa
untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan
Belajar Mengajar; (3) Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang; (4)
Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai; (4) Memanggil para
siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan; (5)
Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang
diperagakan; (6) Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan untuk
membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok; (7) Masing-
masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya; (8) Guru memberikan
kesimpulan secara umum; (9) Evaluasi; (10) Penutup.
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (177-184)
180
Istilah “drama” semula berasal dari Yunani yang berarti perbuatan atau
pertunjukan.Sebagai sebuah karya seni yang lainnya dasar karya sastra ini pun berasal
dari kehidupan manusia dengan serba anekanya. Hanya bedanya, jika cerpen, novel,
atau pun puisi, cara menikmati dan juga memahaminya dengan dibaca, berbeda dengan
karya sastra drama yakni harus dengan cara menontonnya. Selain dengan cara
menonton, cara menikmatinya pun dapat dengan membaca naskah atau skenario, tetapi
hal itu bukanlah menikmati drama dalam arti yang sebenarnya. Sebuah skenario atau
naskah drama, hakikatnya bukanlah sebuah drama karena unsur-unsur esensial sebuah
“seni drama” belum kelihatan lengkap dan sempurna sebelum naskah tersebut
dipentaskan. Drama merupakan komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat
menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang
dipentaskan (KBBI, 2003: 275).
Menurut Oemardjati (dalam Rosdiana, 2002: 9) mengatakan bahwa drama
dalam perkembangannya mengandung arti kejadian, risalah, dan karangan. Selanjutnya,
Rahmanto (dalam Rosdiana, 2002: 9) mendefinisikan drama sebagai bentuk karya
sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya, yang
diperagakan di atas panggung (pentas). Ia menegaskan bahwa drama yang dipentaskan
itu mengungkapkan nilai moral dan dalam pementasannya menimbulkan ketegangan
yang mementingkan kesatuan perbuatan, tempat, dan waktu.Adapun beberapa batasan
yang dikemukakan antara lain; oleh H.B. Yasin (dalam Sufiani, 2004: 6) mengatakan
bahwa drama adalah rentetan kejadian yang merupakan cerita. Sedangkan menurut
Rendra (dalam Sufiani, 2004: 6) mengatakan bahwa drama atau sandiwara adalah seni
yang mengungkapkan pikiran dan perasaan orang dengan mempergunakan laku
jasmani, dan ucapan kata-kata. Pendapat lain yakni dari Aristoteles (dalam Sufiani,
2004: 6) bahwa drama adalah penyajian atau peragaan (peniruan) semua kejadian atau
cerita. Sedangkan menurut Moolton (dalam Sufiani, 2004: 6) mengemukakan bahwa
drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak.Selain itu, drama adalah cerita yang
dipanggungkan (Hazin, 1990: 90).
Kata “drama” biasanya diperuntukkan bagi karya pentas yang serius, sehingga
hampir sinonim dengan tragedi. Tokoh-tokoh dalam sebuah drama meliputi: peran
utama dipegang oleh protagonis lawannya ialah antagonis. Perbuatan dan pandangan
kedua tokoh itu yang berbeda menimbulkan konflik (Hartoko, 1986: 20).Menurut
(Rosidi, 1998: 56), umumnya drama-drama itu berbentuk Closet drama, yaitu drama
untuk dibaca, bukan untuk dipentaskan.Di dalamnya kurang sekali aksi ataupun
pertunjukkan watak, melainkan banyak sekali percakapan.Namun, rata-rata drama itu
pernah juga dipertunjukkan di atas panggung.
METODE
Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas 7 B yang berjumlah 32 orang. Siswa
yang mendapatkan nilai rendah saat tes awal 25 siswa atau 78,13 %.Penelitian ini
dilakukan di SMP Negeri 1 Babat, selama 1 Bulan yaitu mulai tanggal 24 April sampai
dengan 23 Mei 2015.Prosedur Tindakan Persiklus: (A) Fase perencanaan; Dalam fase
perencanaan penulis menyiapkan : (1) Perangkat pembelajaran; (2) Membuat scenario
tentang gerak; (3) Menyiapkan instrument penilaian; (B) Fase Tindakan dan Observasi:
(1) Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP; (2) Siswa dibentuk
kelompok –kelompok kecil, jumlah siswa 34 maka dibentuk dalam 4 kelompok; (3)
Setiap kelompok diberikan skenario yang sudah dibuat guru, kelompok 1
Utami, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar ….
181
memperagakan bahwa gerak itu relative, kelompok 2 memperagakan atau memainkan
drama singkat tentang macam gerak berdasarkan lintasannya, kelompok 3 memainkan
drama singkat tentang gerak lurus beraturan, sedangkan kelompok terakhir memainkan
drama singkat tentang gerak lurus berubah beraturan; (4) Guru mengamati peran yang
dimainkan siswa; ((4) Guru menjelaskan drama singkat yang telah dimainkan oleh
setiap kelompok; (5) Guru mengadakan evaluasi; (C) Fase Refleksi: (1)Guru melihat
keberhasilan serta kegagalan yang telah dilakukan; (2) Guru merencanakan perbaikan
untuk siklus 2.
Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Aktivitas
siswa dalam pembelajaran di atas 73,53 %; (2) Respon positif siswa terhadap
pembelajaran bermain peran dengan memainkan drama singkat minimal 82,35 %; (3)
Ketuntasan belajar siswa secara klasikal minimal 85 %
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Siklus 1
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelajaran 1, soal tes Ulangan 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.Selain
itu juga dipersiapkan lembar observasi aktivitas siswa, lembaar angket respon siswa.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada hari
senin tanggal 27 April 2015 di Kelas VII B jumlah siswa 34 siswa.Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada
rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.Pada pertemuan pertama ini guru
memberikan scenario 1 yang menceritakan seorang perawat mndorong pasien di kursi
roda, pada scenario tersebut menggambarkan tentang gerak bersifat relative.Pasien
dikatakan bergerak jika dilihat dari orang yang sedang duduk di sekitarnya, tapi pasien
dikatakan diam kalau dilihat oleh topi yang sedang dipakainya atau sebaliknya.
Setelah kelompok pertama memperagakan dan memainkan drama tersebut,
siswa mendari informasi di buku panduan dan buku-buku yang ada di perpustakaan
sampai jam pertama selesai. Pada jam kedua siswa diminta untuk kembali ke kelas dan
guru menjelaskan tentang materi tersebut. Sepuluh menit terakhir guru bersama siswa
merangkum.
Pertemuan kedua pada tanggal 28 April 2015, seperti biasanya guru mengabsen
siswa dan memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengingat materi yang telah
dipelajari. Pada kegiatan inti kelompok 2 memainkan drama seorang anak bermain di
lapangan dengan berjalan santai dengan membentuk lintasan lurus, melingkar dan
parabola. Materi tersebut tentang macam gerak berdasarkan lintasannya dan kelompok
tiga memainkan drama seorang yang sedang berjalan – jalan pagi ke pasar dengan
kecepatan konstan, hal ini menggambarkan tentang GLB (Gerak lurus
beraturan).Setelah drama kedua oleh kelompok 2 dipraktekan serta drama ketiga oleh
kelompok 3, guru meminta siswa untuk mencari informasi, macam gerak dan GLB
tersebut yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti siswa sangat antusias dan senang
melihat teman-temannya memainkan drama singkat di depan kelas, bahkan tidak sedikit
setelah kelompok yang memainkan drama selesai, kelompok yang lain bertepuk tangan
memberikan pujian.10 menit terakhir guru menyimpulkan. Pertemuan ketiga
dilaksanakan tanggal 2 Mei 2015, pada pertemuan ini diadakan evaluasi dan hasil
evaluasi yang dilakukan nilai rata-rata kelas 72,79, masih di bawah KKM yaitu 75 dan
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (177-184)
182
ketuntasan secara klasikal masih 47,06 %. Sedangkan hasil observasi tentang aktivitas
siswa menunjukkan angka 58,82 % atau 20 siswa yang aktif, begitu juga dengan respon
siswa yang mengisi kuisioner menunjukkan angka 73,53 % atau 25 siswa yang memilih
baik.
Dari hasil tindakan dan observasi di atas menunjukkan bahwa pada siklus 1
masih perlu ditindaklanjuti untuk perencanaan siklus kedua, hal ini indicator
keberhasilan masih belum terliha dari semua aspek. Oleh karena itu peneliti
menganalisis semua kejadian pada siklus 1, kelemahan pada siklus 1 yaitu siwa yang
mau memainkan drama singkat tidak diberi kesempatan untuk melakukan latihan
sebelumnya sehingga kelompok yang tampil akhirnya apa adanya. Maka untuk
menghindari itu kelompok yang akan tampil diberikan scenario sebelumnya dan
diberikan waktu di rumah untuk mempelajari dan latihan, sehingga diharapkan pada saat
tampil di depan hasilnya memuaskan.
b. Siklus 2
Guru menyiapkan semua perangkat pembelajaran, mulai dari RPP, angket siswa,
lembar observasi dan soal untuk evaluasi. Skenario untuk pertemuan pada siklus 2 telah
diberikan oleh kelompok 4 yaitu tentang GLBB gerak lurus berubah beraturan.Untuk
materi GLBB ini diusahan untuk dua kali pertemuan karena pada materi ini perlu waktu
lebih, sehingga untuk siklus 2 ini materi yang diberikan hanya GLBB.
Pertemuan pertama pada siklus 2 dilaksanakan hari senin tanggal 11 mei 2015,
guru mengamati kelas, dan kelas sudah bersih sehingga pembelajaran sudah bisa
dimulai, siswa yang mendapatkan tugas memimpin doa dan salam kepada guru, guru
menanyakan siswa yang tidak masuk kepada sekretaris. Posisi siswa tetap seperti pada
siklus 1, dan kelompok yang mendapatkan memainkan drama singkat adalah kelompok
4, selama 20 menit diberikan waktu untuk memainkannya, jika mengalami kesulitan dan
maih kurang serius maka bisa diulang sampai semua kelompok memahami apa yang
diperankan. Sisa waktu untuk pertemuan pertama ini digunakan untuk mencari
informasi di perpuskaan, 10 menit terkahhir digunakan guru untuk mengecek hasil
pencarian informasi yang digali oleh siswa.
Pertemuan kedua dilaksakan pada hari selasa tanggal 12 Mei 2015. Pada
pertemuan kedua pada siklus 2 ini guru memberikan penjelasan tentang materi GLBB
dengan memberikan beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahaman siswa tentang
konsep GLBB, setelah ada interaksi Tanya jawab dengan siswa, maka 10 menit terakhir
digunakan untuk menyimpulkan dan guru memberikan pengumuman untuk pertemuan
selanjutnya akan diadakan evaluasi, karena hari sabtu tanggal 16 Mei 2015 libur , maka
untuk evaluasi siklus 2 dilaksanakan hari senin tanggal 18 Mei 2015.
Selama pembelajaran berlangsung, hasil observasi keaktivan siswa
menunjukkan angka yang memuaskan yaitu 79,41 % hal ini menunjukkan 27 siswa
telah aktif dalam proses pembelajaran, respon siswa terhadap pembelajaran yang
menilai baik dalam memainkan drama singkat ini sejumlah 30 siswa atau 88,27 %,
sedangkan untuk hasil evaluasi yang diperoleh rata-rata 80,74 dan ketuntasan klasikal
diperoleh 91,18 %, sehingga penelitian ini dianggap sesuai dengan yang diharapkan.
Pertemuan selanjutkan diadakan refleksi dan hasil tindakan dan observasi pada
siklus 2 telah menunjukkan keberhasilan penelitian tindakan kelas ini, meskipun sebagai
penulis tetap ada kelemahan yang harus diperbaiki dalam penelitia selanjutnya.
Utami, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar ….
183
PENUTUP
Dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Aktivitas siswa dalam pembelajaran
materi “Gerak” dengan menggunakan model bermain peran dengan memainkan drama
singkat mengalami peningkatan dari 58,82 % menjadi 79,41 %; (2) Respon siswa
terhadap pembelajaran materi “Gerak” dengan menggunakan model bermain peran
dengan memainkan drama singkat mengalami peningkatan dari 73,53 % menjadi 88,27
%; (3) Model pembelajaran bermain peran dengan memainkan drama singkat dapat
meningkatkan prestasi belajar pada materi “Gerak”.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Jazuli. Penerapan Metode Bermain Peran Untuk Meningkatkan Keaktivan
Ibadah Shalat Fardhu Siswa Kelas IV SD Negeri Sukoharjo Kecamatan Sedayu
Kabupaten Bantul. Skripsi.Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tariyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Yogyakarta, 2011
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Bahri, Syaipul. 1995. Strategi Belajar Mengajar , Banjarmasin: Rineke Cipta.
Depdikbud. 2002. Model-Model Pembelajaran Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. PGSM
Hamalik, Oemar. 2002.Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Asara.
Hadfield,jill. 1986. Pembelajaran role playing.Medan: http//pembelajaranclub.diakses :
16 juli 2012.
Hartoko, Dick. 1986. Pemandu di Dunia Sastra.Yogyakarta: Kanisius.
Hazin.1994. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.Surabaya: Bumi Aksara
Mulyasa, E. 2007. Implementasi Kurikulum 2004:Perpaduan Pembelajaran KBK.
Bandung: Rosda.
Pradikta, Radin Indra. 2009. Peningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Kegiatan
Bermain Peran Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Srengat Kabupaten Blitar
dengan Menggunakan Media Rekaman Iklan Televisi. Skripsi, Jurusan
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Sastra Universitas
Negeri Malang
Rosdiana. 2002. “Kajian Tindak Tutur Teks Percakapan Drama Sumur Tanpa
Dasar.”Skripsi. Makassar: FBS UNM.
Rosidi, Ajip. 1998. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Percetakan Bina Cipta.
Slameto.1995. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta
Sudjana, Nana. 2001.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya. –
Sufiani. 2004. “Problematika Pengajaran Drama di SLTP Negeri 3 Bantimurung
Kabupaten Maros”. Skripsi. Makassar: FBS UNM
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (177-184)
184
http://www.antaranews.com/berita/467070/mendikbud--pendidikan-indonesia-dalam-
kondisi-gawat-darurat
http://sistempendidikannegarakita.blogspot.com/
http://www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/68-kilas-balik-dunia-pendidikan-di-
indonesia
https://mohyamin.wordpress.com/2008/06/30/derita-pendidikan-di-jawa-timur/
185
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI
DENGAN MEDIA FILM KRITIK SOSIAL
Uni Purwaningsih
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Paciran Lamongan
Abstrak; Menulis puisi merupakan salah satu kompetensi mata pelajaran Sastra
Indoesia yang harus dicapai siswa SMA. Namun pada kenyataannya pembelajaran
menulis puisi dinilai masih rendah terutama pada peserta didik kelas XI Bahasa
SMA N I Paciran. Masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana pelaksanaan
proses pembelajaran dengan meggunakan media film kritik sosial (2) bagaimana
peningkatan keterampilan menulis puisi dengan mengggunakan media film kritik
sosial pada peserta didik kelas XI Bahasa SMA Negeri I Paciran. Penelitian ini
adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dua siklus. Subjek penelitian
adalah peserta didik kelas XI Bahasa SMA Negeri Paciran tahun pelajaran 2014-
2015. Jumlah siswa 19 anak, dengan rincian 2 laki-laki dan 17 perempuan. Data
diperoleh melalui observasi, wawacara, angket dan tes . Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan media film kritik sosial dapat
meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran menulis puisi, aktivitas
belajar peserta didik dan meningkatkan keterampilan peserta didik menulis puisi.
Kata kunci: Menulis puisi, dan Film kritik sosial
Abstract; Writing poetry is one of the subjects of Literature appears logical
competencies that must be accomplished high school students. But in fact learning to
write poetry is still considered low, especially among students of class XI SMA NI
Paciran language. The problem in this research are (1) how the implementation of
the learning process is by using the medium of film of social criticism (2) how to
increase writing skills to use traditional media poetry films of social criticism among
students of class XI SMA Negeri I Paciran language. This research is a class act
who performed two cycles. Subjects were students of class XI SMA Language
Paciran 2014-2015 school year. Number of students 19 children, with details of 2
men and 17 women. Data obtained through observation, Interview, questionnaire,
and test. Based on the results of this study concluded that the use of social media
movie critics can improve the skills of teachers in learning to write poetry, the
activities of learners and improve the skills of learners writing poetry.
Keywords: Writing poetry and social criticism Movies
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana
guna mencapai tujuan. Hal ini termaktup di dalam UU RI Nomor 20 tahun
2003.(2008:10) sebagai berikut.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (185 -194)
186
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Berdasarkan pada konsep pendidikan tersebut maka dapat dipahami bahwa
pendidikan bukanlah sesuatu yang terjadi secara serta merta tanpa persiapan.
Pendidikan diawali dengan kesadaran dan perencanaan. Kesadaran dan perencanaan
yang baik memungkinkan terciptanya proses dan suasana pembelajaran yang baik pula.
Dengan proses dan suasana belajar yang demikian diharapkan peserta didik dapat secara
aktif mengembangkan potensi dirinya semaksimal mungkin, mulai dari potensi spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, sampai pada
keterampilan yang diperlukan dalam mengisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Pembelajaran Bahasa Indonesia yang dicapai para peserta didik masih terbatas
pada ketuntasan evaluasi berupa UAS (Ujian Akhir Sekolah) ataupun UNAS (Ujian
Nasional), yang ditandai dengan peserta didik lulus dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Padahal tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia yang diakhiri dengan
UAS/UNAS belum bisa menggambarkan seseorang mahir berbahasa Indonesia dengan
baik dan benar. Hal itu dikarenakan UAS ataupun UNAS menggunakan tes objektif,
aspek yang diujikan berupa pengetahuan. Oleh karena itu banyak peserta didik belum
bisa menggunakan bahasa yang hakiki, baik bahasa secara reseptif dan secara
reproduktif, yang disebut keterampilan berbahasa.
Kemampuan dalam belajar Bahasa Indonesia ditentukan oleh standar kompetensi
sebagai ukuran kemampuan minimal peserta didik yang secara umum menggambarkan
penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa dan sikap positif terhadap Bahasa dan
Sastra Indonesia.
Tujuan estetika dijelaskan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang
mempunyai tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan antara lain: (1) secara
efektif dan efisien mampu berkomunikasi sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara
lisan maupun tulisan, dan (2) menggunakan Bahasa Indonesia untuk mengembangkan
dan meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
Tujuan tersebut dilakukan dalam empat aspek, yaitu mendengarkan, berbicara,
membaca dan menulis. Jadi pada dasarnya pembelajaran Bahasa Indonesia ini bertujuan
membekali peserta didik memiliki dua kemampuan berkomunikasi secara efektif dan
efisien dalam Bahasa Indonesia lisan maupun tulisan (Suyatno, 2012, hlm. 60-63).
Keterampilan yang paling berhubungan dengan berpikir kreatif serta keterampilan
yang ekspresi adalah menulis. Namun pada keterampilan berbahasa, semua aspek
tersebut berhubungan erat dengan proses-proses utama dalam berbahasa. Menulis
merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran, maka diperlukan juga teknik pengajaran yang baik dengan didukung oleh
guru atau pembimbing yang bermutu pula.
Menurut Aftarudin dalam Akhadiyah, (1999 36-41), proses menulis akan
menghasilkan sebuah karya, baik itu karya ilmiah atau karya sastra. Hasil karya sastra
tersebut juga beragam macamnya, mulai dari sastra drama, prosa dan puisi. Berbicara
tentang puisi maka akan dihadapkan dengan masalah yang besar, karena berbicara
tentang manusia dan kreativitasnya, yang dalam hal ini penyajak dan puisinya.
Hubungan timbal balik antara penyajak dan puisi sangatlah erat. Tidak akan ada sajak
tanpa penyajak, sebaliknya penyajak disini merupakan sumber bagi kelahiran sajak.
Akhirnya disini dapat ditarik kesimpulan bahwa sastra identik dengan kehidupan
Purwaningsih, Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi ….
187
manusia. Kreativitas dari persajakan selalu menghendaki keaslian dari ciptaan atau
pribadi.
Namun pada kenyataannya pembelajaran menulis puisi dinilai masih rendah
terutama pada peserta didik kelas XI Bahasa SMA N I Paciran. Hal ini disebabkan oleh
adanya beberapa hambatan. Hambatan yang pertama berasal dari peserta didik itu
sendiri. Peserta didik kurang berminat pada pembelajaran menulis puisi. Mereka kurang
tertarik, merasa kesulitan dalam menuangkan gagasan/ide ke dalam larik-larik puisi,
kurang memiliki perbendaharaan kata yang memadai, kurang dapat memilih kata-kata
dengan tepat serta kurang memahami bagaimana merangkaikan kata-kata ke dalam
sebuah puisi.
Fakta menunjukkan bahwa berdasarkan prasiklus, hasil belajar menulis puisi pada
peserta didik kelas XI Bahasa SMA N I Paciran tahun pelajaran 2014/2015 masih
kurang mencapai Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan, yaitu 75. Nilai
rata-rata kelas 64. Hal ini jauh dari KKM yang telah dipatok oleh sekolah, yakni sebesar
75. Diperoleh nilai tertinggi 76 dan nilai terendah 44 baru 9 peserta didik atau 47.%
yang telah mencapai ketuntasan belajar. Masih ada 9 peserta didik atau 53% yang belum
mencapai ketuntasan belajar. Informasi ini diperoleh setelah diadakan observasi awal
ketika prasiklus yang dilakukan pada tanggal 24 April 2015.
Hambatan yang ke dua berasal dari guru. Guru kurang dapat memotivasi peserta
didik untuk lebih menyenangi pembelajaran menulis puisi. Selain itu metode yang
digunakan kurang variatif, sehingga membosankan bagi peserta didik. Seorang guru
harus berinovasi untuk melakukan metode pembelajaran yang lebih kreatif sehingga
peserta didik tidak merasa bosan dan mempunyai motivasi belajar yang lebih
tinggi.Keterangan tentang metode pembelajaran dan media yang kurang inovatif ini
diperoleh dari wawancara dengan Dana Rahmatullah, peserta didik kelas XI Bahasa
SMAN I Paciran.
Berkaitan dengan hal di atas, peneliti berdiskusi dengan guru Bahasa Indonesia
lain untuk mengatasi permasalahan serta kendala yang ada. Setelah melalui proses
diskusi, kesepakatan yang didapat untuk mengatasi kendala yang ada adalah dengan
memanfaatkan media yang tepat dan menarik agar dapat meningkatkan keterampilan
menulis peserta didik . Salah satu media yang dimungkinkan dapat menunjang
pembelajaran menulis puisi peserta didik kelas XI Bahasa SMA N I Paciran adalah
penggunaan film kritik sosial yang berjudul Ibuku Seorang P... .
Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian
tindakan kelas merupakan proses pengkajian memalui sisitem berdaur atau siklus dari
berbagai kegiatan pembelajaran. Pada hakikatnya PTK merupakan suatu proses antara
guru dan siswa menginginkan adanya perbaikan, peningkatan dan perubahan
pembelajaran yang lebih baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing terdiri dari 4 tahap. Model
Kemmis dan Mc Taggart ini terdiri dari empat komponen, yaitu 1) rencana, 2) tindakan,
3) observasi, 4) refleksi. (Wardhani, 2008:16). Dengan demikian prosedur penelitian ini
memiliki siklus, rencana – tindakan – observasi – refleksi dan revisi dan seterusnya
sehingga tercapai tujuan yang diinginkan dengan tindakan yang paling efektif.
Penelitian tindakan ini menggunakan penelitian tindakan kolaboratif, guru
sebagai peneliti dibantu dengan teman sejawat sebagai observer. Tujuan utama dari
penelitian ini adalah meningkatkan hasil pembelajran di kelas di mana guru terlibat
secara penuh dalam penelitian mulai perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data, dan
refleksi( analisis dan interpretasi.
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (185 -194)
188
Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas XI Bahasa SMA Negeri I
Paciran. Jumlah peserta didik 19 orang dengan rincian 2 laki-laki dan 17 perempuan.
Sebelum melakukan penelitian, pada tahap ini peneliti menyusun rumusan masalah,
tujuan penelitian serta membuat rencana tindakan yang akan dilaksanakan pada proses
belajar mengajar. Selain itu, pada tahap ini juga dipersiapkan instrumen penelitian dan
perangkat pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mendapatkan data keterampilan guru dalam pembelajaran menulis puisi
dengan menggunakan media film kritik sosial ,peneliti menetapkan 12 indikator.
Masing-masing indikator terdiri atas 4 deskriptor. Berdasarkan pengamatan observer
dalam pembelajaran pada siklus I, guru belum dapat menguasai kelas dengan baik.
Penyebabnya adalah guru terlalu tergesa-gesa untuk memulai pelajaran, tanpa
menunggu peserta didiknya siap untuk mengikuti pelajaran. Motivasi yang guru berikan
kurang menarik perhatian peserta didik. Saat pembelajaran, guru jarang memberikan
reward yang berkesan pada peserta didik yang berpartisipasi.
Selain itu, tujuan pembelajaran yang guru sampaikan tidak guru tulis secara
eksplisit, sehingga tidak semua peserta didik mampu memahami tujuan pembelajaran
yang guru maksud. Pada pembelajaran siklus I guru dinilai kurang terampil dalam hal
mengajukan pertanyaan untuk menggali pengetahuan dan pengalaman peserta didik
seputar tema puisi. Akibatnya, tidak ada tanggapan positif dari peserta didik atas
pertanyaan guru. Informasi seputar tema puisi yang guru sampaikan, tidak dapat peserta
didik pahami dengan baik.
Kekurangan guru dalam mengajar adalah menggali informasi sebanyak-
banyaknya tentang pengetahuan awal peserta didik mengenai isi film tersebut. Guru
seolah menganggap bahwa peserta didik telah memahami film tersebut. Padahal, tidak
semua memahami secara rinci isi film tersebut. Selain itu, pendekatan yang guru
lakukan belum merata kepada semua peserta didik. Data hasil pengamatan keterampilan
guru yang dilakukan oleh observer dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.Hasil Observasi Aktivitas Guru
No. Indikator Tingkat Kemampuan
Skor 1 2 3 4
1 Pengkondisian kelas √ 2
2 Mempersiapkan sumber belajar √ 3 3 Melakukan apersepsi √ 2
4 Memberikan motivasi √ 2
5 Menyampaikan tujuan pembelajaran √ 3 6 Guru membimbing peserta didik untuk menemukan ciri-ciri puisi √ 2
7 Guru membingmbing peserta didik untuk menyebutkan unsur-unsur
pembentuk puisi. √ 2
8 Guru menggali pengetahuan awal peserta didik terhadap film tersebut
dengan cara mengajukan pertanyaan √ 2
9 Guru membimbing peserta didik dalam menulis puisi berdasarkan
penayangan film kritik sosial √ 2
10 Memberikan simpulan √ 3
11 Melakukan refleksi √ 3 12 Memberikan evaluasi √ 2
Jumlah Skor 28
Kreteria Cukup
Purwaningsih, Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi ….
189
Kegiatan interaksi belum terlaksana secara teratur dan sesuai instruksi guru.
Peserta didik masih enggan dalam menanggapi guru dengan pertanyaan atau gagasan.
Data hasil pengamatan aktivitas peserta didik pada siklus I dapat dilihat pada tabel 2.
Sedangkan hasil pengamatan aktivitas peserta didik dalam pembelajaran siklus I
memperoleh kriteria cukup. Berdasakan indikator keberhasilan yang peneliti tetapkan
sebelumnya, keadaan ini menyatakan bahwa pembelajaran pada siklus I belum dapat
dikatakan berhasil. Aktivitas peserta didik pada pembelajaran siklus I tidak optimal,
beberapa peserta didik tampak belum siap mengikuti pelajaran.. Peserta didik yang tidak
tertarik mengikuti pelajaran justru mengganggu peserta didik lain yang sedang
konsentratsi.
Tabel 2. Hasil Observasi Aktivitas Peserta didik Siklus I
No Indikator
Jumlah Peserta
didik mencapai
Skor Perhitungan
Skor Jumlah Total
Rata-
Rata
1 2 3 4
1 Memperhatikan
penjelasan guru
(mendengarkan)
5 8 6 1 x 5 5 39 2,05
2 x 8 16
3 x 6 18
2 Menjawab pertanyaan
guru (berbicara)
5 9 5 1 x 5 5 38 2,00
2 x 9 18
3 x 5 15
3 Menulis puisi berdasarkan
tayangan film kritik sosial
3 9 7 1 x 4 4 39 2,05
2 x 10 20
3 x 5 15
4 Membacakan teks puisi
hasil tulisannya
7 14 4 1 x 7 7 35 1,84
2 x 8 16
3 x 4 12
5 Mengungkapkan
informasi terhadap puisi
yang ditulisnya
4 7 8 1 x 4 4 39 2,05
2 x 10 20
3 x 5 15
6 Peserta didik
menyimpulkan hasil
pembelajaran
1 11 7 1 x 5 5 36 1,89
2 x 11 22
3 x 3 9
7 Peserta didik mengerjakan
evaluasi
4 7 8 1 x 4 4 42 2,21
2 x 7 14
3 x 8 24
Jumlah 268 268 14,11
Rata-rata Skor Peserta didik 14,11 38,29
Kreteria Cukup
Untuk mengukur keterampilan menulis puisi peserta didik, guru memberikan tes
tertulis dengan bentuk soal uraian. Berdasarkan hasil tes secara individu diperoleh data
yang tersaji dalam tabel 3 berikut ini:
Tabel 3.Hasil Evaluasi Menulis Puisi Peserta didik Siklus I No Keterangan Siklus I
1 Rata-rata kelas 69,7
2 Nilai tertinggi 78
3 Nilai terendah 45
4 Peserta didik yang memenuhi KKM 14
5 Peserta didik yang belum memenuhi KKM 5
6 Prosentase Ketuntasan Klasikal 68%
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (185 -194)
190
Ketidakberhasilan pembelajaran pada siklus I, banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Yakni, kurang terampilnya guru mengajar dengan menggunakan
media film kritik sosial sehingga guru masih kesulitan untuk menguasai kelas.
Akibatnya tidak semua peserta didik mendapat perhatian dari guru. Selain itu, aktivitas
peserta didik di kelas juga masih sangat kurang. Belum ada interaksi yang baik antara
guru dan peserta didik, sehingga langkah-langkah pembelajaran menulisi puisi dengan
menggunakan media film kritik sosial belum terlaksana dengan sempurna.
Berdasarkan kekurangan-kekurangan tersebut, peneliti bersama rekan
kolaborator harus melaksanakan refleksi. Refleksi yang peneliti dan kolaborator
laksanakan bertujuan untuk memperbaiki kekurangan dan kesalahan-kesalahan yang
terjadi pada siklus I, serta menemukan inovasi baru untuk diterapkan pada siklus II, agar
pembelajaran pada siklus II memperoleh hasil lebih baik dari pada siklus I.
Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus 2
No. Indikator
Tingkat Kemampuan Skor
1 2 3 4
1 Pengkondisian kelas √ 3
2 Mempersiapkan sumber belajar √ 4
3 Melakukan apersepsi
√ 4
4 Memberikan motivasi
√ 4
5 Menyampaikan tujuan pembelajaran √ 4
6 Guru membimbing peserta didik untuk menemukan ciri-ciri puisi √ 3
7 Guru membingmbing peserta didik untuk menyebutkan unsur-
unsur pembentuk puisi. √ 3
8 Guru menggali pengetahuan awal peserta didik terhadap film
tersebut dengan cara mengajukan pertanyaan √ 3
9 Guru membimbing peserta didik dalam menulis puisi berdasarkan
penayangan film kritik sosial √ 3
10 Memberikan simpulan √ 4
11 Melakukan refleksi √ 4
12 Memberikan evaluasi √ 3
Jumlah Skor 42
Kreteria Sangat baik
Berdasarkan hasil observasi pada siklus II aspek keterampilan mengajar guru,
diperoleh skor 42 dengan kreteria sangat baik. Hal ini disebabkankan indikator
keberhasilan dalam PTK ini telah tercapai. Hal ini juga menunjukkan bahwa guru telah
berhasil menggunakan media film kritik sosial untuk meningkatkan keterampilan
menulis puisi peserta didik. Keberhasilan keterampilan guru dapat dilihat pada tabel 4
berikut ini.
Peningkatan yang terjadi pada aspek keterampilan guru pada siklus II
berpengaruh pada meningkatnya aktivitas peserta didik di kelas. Pada siklus II Aktivitas
peserta didik mendapatkan nilai rata-rata 65,43 dengan kreteria sangat memuaskan.
Keberhasilan ini dapat dilihat melalui tabel 5.
Purwaningsih, Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi ….
191
Tabel 5. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II
No. Indikator
Jumlah Siswa mencapai Skor Perhitungan Skor Jumlah Total
Rata-Rata
1 2 3 4
1 Memperhatikan penjelasan guru(mendengarkan)
7 12 3 x 7 21 69 3,63 4 x 12 48
2 Menjawab pertanyaan guru (berbicara) 2 10 7 2 x 2 4 62 3,26 3 x 10 30 4 x 7 28
3 Menulis puisi berdasarkan tayangan film kritik sosial
2 10 7 2 x 2 4 62 3,26 3 x 10 30 4 x 7 28
4 Membacakan teks puisi hasil tulisannya 1 10 8 2 x 1 2 64 3,37 3 x 10 30 4 x 8 32
5 Mengungkapkan informasi terhadap puisi yang ditulisnya
1 10 8 2 x 1 2 64 3,37 3 x 10 30 4 x 8 32
6 Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran 5 14 3 x 5 15 71 3,74 4 x 14 56
7 Siswa mengerjakan evaluasi 1 7 11 1 x 1 1 66 3,47 3 x 7 21 4 x 11 44
Jumlah 458 458 24,11
Rata-rata Skor Siswa 24,11 65,43
Kreteria Sangat
Baik
Keberhasilan aspek keterampilan guru dalam mengajar dan aktivitas peserta
didik dalam mengikuti pembelajaran pada siklus II juga mempengaruhi hasil belajar
siswa pada siklus II. Hasil belajar peserta didik meningkat Hal ini dapat dilihat dari nilai
rata-rata 81,7 dan ketuntasan klasikal peserta didik mencapai 89,4 % Keberhasilan
evaluasi menulis puisi pada siklus II dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut.
Tabel 6. Hasil Evaluasi Menulis puisi Peserta didik Siklus II
No Keterangan Siklus I
1 Rata-rata kelas 81,7
2 Nilai tertinggi 90,0
3 Nilai terendah 60,0
4 Peserta didik yang memenuhi KKM 17,0
5 Peserta didik yang belum memenuhi KKM 2,0
6 Prosentase Ketuntasan Klasikal 89,4%
Meskipun demikian, perbaikan yang guru laksanakan pada keterampilan
mengajar dan aktivitas peserta didik di kelas tidak hanya berhenti pada siklus II
penelitian ini. Guru harus selalu melakukan refleksi, dan introspeksi untuk mencari
kelemahan-kelemahan yang guru alami. Selanjutnya guru harus mampu menentukan
solusi dan alternatif pemecahan masalah yang tepat demi perbaikan pembelajaran
berikutnya. Dengan demikian kualitas pembelajaran dapat terus terjaga dengan baik,
dan hasil belajar peserta didik mampu meningkat.
Keterampilan guru dalam penelitian ini mengalami peningkatan. Pada siklus I
jumlah skor yang diperoleh adalah 28 dengan kriteria cukup. Kemudian meningkat pada
siklus II menjadi 42 dengan kriteria sangat baik. Adapun peningkatannya disajikan
dalam grafik berikut ini:
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (185 -194)
192
Grafik 1
Ketrampilan Guru Siklus I dan II
Aktivitas peserta didik dalam penelitian ini mengalami peningkatan. Pada
siklus I perolehan rata-rata skor peserta didik adalah 15.96 dengan kriteria cukup.
Kemudian pada siklus II memperoleh rata-rata skor 24 dengan kriteria amat baik.
Adapun peningkatannya disajikan dalam grafik berikut ini:
Grafik 2
Aktivitas Peserta Didik Siklus I dan II
Hasil belajar peserta didik dalam penelitian ini mengalami peningkatan.
Pada siklus I rata-rata nilai peserta didik adalah 69,7 dengan persentase ketuntasan
sebesar 68%. Kemudian pada siklus II meningkat nilai rata-rata peserta didik
menjadi 81,7 dengan persentase 89,4%. Adapun peningkatannya disajikan dalam
grafik berikut:
Purwaningsih, Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi ….
193
Grafik 3
Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Siklus I dan II
Berdasarkan penjelasan di atas, penggunaan media film kritik sosial terbukti memiliki
dampak positif dalam meningkatkan keterampilan guru, aktivitas peserta didik, dan
hasil belajar peserta didik dalam menulis puisi.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi dengan
Media Film Kritik Sosial pada peserta didik kelas XI Bahasa SMA Negeri I Paciran,
peneliti dapat menarik simpulan bahwa penggunaan media film kritik sosial dapat
meningkatkan keterampilan guru, aktivitas peserta didik, dan hasil belajar peserta didik
kelas XI Bahasa SMA N I Paciran dalam pembelajaran menulis puisi. Pada siklus I
keterampilan guru mendapatkan skor sebesar 28 dengan kriteria cukup. Pada Siklus II
jumlah skor yang diperoleh guru sebesar 42 dengan kriteria sangat baik. Sedangkan
aktivitas siswa dalam pembelajaran menulis puisi pada siklus I mendapatkan skor rata-
rata sebesar 38,3 dengan kriteria cukup. Pada siklus II skor rata-rata sebesar 65,40
dengan kriteria sangat baik. Hasil belajar siswa pada siklus I mendapatkan nilai rata-rata
kelas yang diperoleh adalah 69,7. Nilai tertinggi yang dicapai peserta didik 78
sedangkan nilai terendah 45. Persentase ketuntasan klasikal hasil menulis puisi adalah
68% sedangkan 32% peserta didik dalam kriteria tidak tuntas. Pada siklus II nilai rata-
rata kelas yang diperoleh adalah 81,7. Nilai tertinggi yang dicapai 90 sedangkan nilai
terendah 60. Persentase ketuntasan hasil menulis puisi adalah 89,4%.
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang diperoleh Sebaiknya guru
menggunakan keterampilan dasar mengajar secara optimal dan kreatif dalam usaha
merancang pembelajaran yang menyenangkan, memotivasi dan mengarahkan peserta
didik untuk belajar dengan aktif, antusias, dan kreatif menyalurkan pendapatnya dalam
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (185 -194)
194
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sehingga hasil belajar akan meningkat. Salah
satunya dengan cara menggunakan media film kritik sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Alfiah, dkk. 2009. Pengajaran Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Akhadiah, Sabarti. 1999. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta:
PT. Gelora Akasara
Anni, Catharina Tri. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES.
Aqib, Zainal. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:Yrama Widya.
Arikunto, S. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Arsyad, Azhar. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Depdiknas. 2004. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Yogyakarta: BPFE
Pradopo, Rachmad Djoko. 2007. Pengkajian Puisi. Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press.
Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfa Beta
Suyatno. 2012. Peran Pembelajaran Bahasa dan Sastra dalam Pendidikan Karakter.
Jakarta: UHAMKA Press.
Sudjana, Nana, dan Ahmad Rivai. 2009. Media Pengajaran. Bandung:Sinar Baru
Algesindo.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa.
Bandung:
Wardhani, IGAK.dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:UT. 134
top related