urgensi pendaftaran obat tradisional i gusti ayu...
Post on 02-Sep-2021
0 Views
Preview:
TRANSCRIPT
31
ABSTRAK
Dengan semakin banyaknya produk obat tradisional beredar di
masyarakat, maka dalam rnagka memberikan perlindungan hukum kepada
konsumen maka pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan dan Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI telah mengaturnya dalam berbagai
peraturan diantaranya Peraturan Menteri Kesehatan RI no.
246/Menkes/Per/IV/1990 tentang ijin usaha industri obat tradisional dan
pendaftaran obat tradisional dan keputusan Menteri Kesehatan RI No.
659/MenKes/SK/X/1991 tentang cara pembuatan obat tradisional yang baik.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim
penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat obat tradisional dikelompokkan
menjadi 3 jenis yaitu : jamu, obat herbal terstandar, fitofarmaha. Berkaitan dengan
hal tersebut sangat menarik untuk diteliti mengenai apakah pendaftaran obat
tradisional sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mampu memberikan
perlindungan hukum terhadap konsumen? Juga apakah akibat hukumnya jika
pelaku usaha tidak memberikan informasi yang jelas mengenai obat tradisional
yang dimohonkan pendaftarannya.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu yang meneliti dan
mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku dan terkait dengan masalah
yang dibahas.
Dengan didaftarkannya obat tradisional maka diharapkan konsumen
mendapatkan perlindungan hukum terutama di dalam mengkonsumsi obat tersebut
serta merasa aman, nyaman sesuai dengan hak-hak konsumen.
Kata kunci : Pendaftaran, obat tradisional, perlindungan konsumen.
ii
32
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karuniaNya
kegiatan penelitian dengan judul “ Urgensi Pendaftaran Obat Tradisional dalam
Kaitannya dengan Perlindungan Konsumen” dapat terlaksana dengan baik.
Bahwa kegiatan penelitian ini melibatkan dosen-dosen pengasuh mata
kuliah Hukum Perlindungan Konsumen dibagian hukum keperdataan dan juga
mahasiswa.
Sangat diharapkan sekali kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat baik
bagi para pelaku usaha yang bergerak di bidang produksi obat tradisional, maupun
bagi pengembangan mata kuliah Hukum Perlindungan konsumen secara teoritis
dalam rangka proses pembelajaran pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Denpasar, 20 Juli 2016
Peneliti
iii
33
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................... i
ABSTRAK ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................. 4
BAB III METODE PENELITIAN ............................................... 9
3.1 Konsep Penelitian .................................................. 9
3.2 Jenis Penelitian ...................................................... 9
3.3 Jenis Pendekatan ..................................................... 10
3.4 Data dan Sumber Data ............................................ 10
3.5 Teknik Pengumpulan Data ...................................... 10
3.6 Pengolahan dan Analisis Data .................................. 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................... 12
4.1 Pengertian dan Jenis Obat Tradisional ..................... 12
4.2 Ijin Edar Produk Obat Tradisional ........................... 17
iv
34
4.3 Ketentuan Produksi dan Peredaran Produk Obat
Tradisional ............................................................. 23
BAB V PENUTUP ................................................................... 26
5.1 Simpulan ................................................................ 26
5.2 Saran ..................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini berbagai macam cara dilakukan oleh pelaku usaha
untuk menawarkan produknya. Baik melalui media cetak maupun
media elektronik. Mulai dari makanan, minuman, alat-alat kesehatan,
obat termasuk obat tradisional. Konsumen tentunya dihadapkan pada
suatu pilihan apakah produk tersebut, sebagai contoh misalnya obat
tradisional apakah aman untuk dikonsumsi. Oleh karena konsumen
harus mendapatkan hak-haknya sebagaimana disebutkan di dalam
pasal 4 (empat) undang-undang perlindungan konsumen yang untuk
selanjutnya disingkat dengan UUPK. Antara lain hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan / atau jasa. Obat tradisional yang saat sekarang ini mulai
mendapatkan tempat dihati konsumen adalah merupakan pilihan.
Dari waktu ke waktu obat tradisional ini menunjukkan
perkembangan yang sangat pesat. Di Indonesia saat ini 40%
produknya menggunakan pengobatan tradisional 70% diantaranya
2
berada di pedesaan. Pada tahun 1999 ada 723 perusahaan obat
tradisional yang 92 diantaranya merupakan industri besar.1
Adapun salah satu ciri yang sangat karakteristik dari obat
tradisional adalah penggunaannya yang telah berlangsung lama
secara turun temurun, diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Disamping itu juga pemakai obat tradisional dianggap
tidak mempunyai efek samping karena obat tradisional hanya
mengandung bahan-bahan dari alam yang sudah diwariskan secara
turun temurun.
Industri obat tradisional semakin marak dan semakin banyak
produk obat tradisional yang beredar dipasaran, mulai dari obat
tradisional lokal sampai obat tradisional impor, yang mana hal ini
menyebabkan terjadinya persaingan antara pelaku usaha obat
tradisional. Dalam hal ini yang diutamakan sebagian besar para
pelaku usaha obat tradisional adalah mencari keuntungan sebesar-
besarnya dengan cara memperbanyak hasil penjualan produk
mereka.2
Dengan telah didaftarkannya produk obat tradisional, maka
diharapkan konsumen akan mendapatkan kepastian hukum dan
perlindungan hukum di dalam mengkonsumsi obat tradisional
1 Ning Harmanto & M Ahkam Subroto, 2007, Pilih Jamu Herbal Tanpa Efek
Samping, PT. Exem Media Komputindo Jakarta. h.1 2 Zaim Saidi et.al. 2001. Mencari Keadilan Bunga Rampai Penegakan Hak
Konsumen. Jakarta Pustaka. Pelajar. H. 39.
3
tersebut. Oleh karena didalam label dari kemasan produknya akan
dapat dibaca komposisi bahan-bahan yang digunakan, cara
pemakaian dan peringatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk
memperbanyak hasil penjualan, pelaku usaha menyajikan khasiat
yang cepat pada produk-produk yang dijual. Agar diperoleh khasiat
yang lebih cepat, maka pelaku usaha mencampur obat tradisional
tersebut dengan bahan kimia yang diperuntukkan bagi bahan
pembuatan obat (bahan kimia obat). Sehubungan dengan kondisi
tersebut, maka penting untuk dilakukan penelitian ini yang berjudul
“Urgensi Pendaftaran Obat Tradisional Dalam Kaitannya Dengan
Perlindungan Konsumen”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka
permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah pendaftaran obat tradisional sudah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan mampu memberikan perlindungan
hukum terhadap konsumen?
2. Apakah akibat hukumnya jika pelaku usaha tidak memberikan
informasi yang jelas mengenai obat tradisional yang dimohonkan
pendaftarannya?
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 (1) UU No. 8 tahun 1999
tentang UUPK, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen. Perlindungan konsumen adalah merupakan masalah
kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua
bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan
konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu
sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara
konsumen, pengusaha dan pemerintah.3
Di dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang mana
dalam pasal 1 ayat 9 disebutkan bahwa : obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (gelenik) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman. UU ini adalah merupakan landasan untuk mengatur hal-hal
seperti pengawasan produksi obat, pendaftaran makanan, minuman dan
obat, penandaan, cara produksi yang baik bertujuan memberikan
perlindungan keamanan, keselamatan dan kesehatan bagi konsumen.
3 Erman Raja Guguk et.al. 2003. Hukum Perlindungan Konsumen. Mandar
Maju. Jakarta. h.7
5
Lebih lanjut menurut keputusan kepala badan pengawas obat dan
makanan RI no. 00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan
pengelompokkan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, berdasarkan
cara pembuatan serta jenis dalam penggunaan dan tingkat pembuktian
khasiat obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga jenis
yaitu : jamur, obat herbal berstandar dan fitofarmaka. Dalam ketentuan
umum peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan
no.HK.0005.41.1384 kriteria dan tata lansana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, yang dimaksud jamu
adalah obat tradisional Indonesia, obat herbal berstandar adalah sediaan
obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi, dan
fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamananya dan khasiatnya secara ilmiah dan uji pra klinik dan uji
klenik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.
Menurut ketentuan pasal 1 ayat 10 yang dimaksud dengan uji edar
adalah bentuk persetujuan pendaftaran obat tradisional, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka yang diberikan oleh Kepala Badan POM untuk
dapat diedarkan di wilayah Indonesia.
Untuk menjamin hal tersebut maka setiap produk obat tradisional
yang beredar luas di pasaran harus memenuhi ketentuan cara pembuatan
obat tradisional yang baik yang diatur dalam keputusan Menteri
6
Kesehatan RI no. 689/Menkes/SK/X/1991, serta wajib melakukan
pendaftaran produk obat tradisional sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan no.246/Menkes/Per/V/1990 tentang Ijin Usaha Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 246/Menkes/Per/V/1990,
tentang Ijin Usaha dan Pendaftaran Permenkes ini adalah merupakan
landasan untuk mengatur perijinan industri obat tradisional yang tidak
memenuhi syarat keamanan, kegunaan, mutu guna membohongi
konsumen terhadap hal-hal yang dapat mengganggu kesehatannya.
Pendaftaran obat tradisional yang dimaksud diberikan kepada
industri obat tradisional atau industri kecil tradisional yang telah
mendapatkan ijin usaha. Permohonan pendaftaran tersebut diajukan
kepada Direktur Jenderal pengawasan obat dan makanan. Untuk
pendaftaran obat dan makanan. Untuk pendaftaran obat tradisional
sebagaimana dimaksud dalam Permenkes No. 246/Menkes/Per/V/1990
harus memenuhi persyaratan :
1. Secara empiric terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan
manusia.
2. Bahan obat tradisional dan proses industri yang digunakan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
3. Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang
berkhasiat sebagai obat.
7
4. Tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau
narkotika.
Selanjutnya dalam pasal 6 ayat1 Permenkes no.246/Menkes/Per/V/1990
disebutkan bahwa usaha industri obat tradisional wajib memenuhi
persyaratan :
1. Dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau
koperasi.
2. Memiliki nomor pokok wajib pajak
Sedangkan untuk industri kecil obat tradisional diatur dalam pasal 6 ayat
2 Permenkes No. 246/Menkes/Per/V/1990 :
1. Dilakukan oleh perorangan WNI atau badan hukum berbentuk
perseroan terbatas atau koperasi
2. Memiliki nomor pokok wajib pajak
Berkaitan dengan wadah obat tradisional harus terbuat dari bahan yang
tidak mempengaruhi mutu dan cukup melindungi isinya sebagaimana
disebutkan dalam pasal 33.
Pada pembungkus, wadah, etiket atau brosur berdasarkan pasal 34,
berisikan informasi tentang :
a. Nama obat tradisional atau nama dagang ;
b. Komposisi ;
c. Bobot, isi atau jumlah obat tiap wadah;
d. Dosis pemakaian ;
8
e. Khasiat atau kegunaan ;
f. Kontra indikasi (bila ada) ;
g. Kadaluwarsa ;
h. Nomor pendaftaran ;
i. Nomor kode produksi ;
j. Nama industri atau alamat sekurang-kurangnya nama kota dan
kota “Indonesia”
k. Untuk obat tradisional lisensi harus dicantumkan juga nama dan
alamat industri pemberi lisensi sesuai dengan yang disetujui pada
pendaftaran.
Penandaan tersebut tidak boleh rusak oleh air, gosokan atau pengaruh
sinar matahari, harus ditulis dalam bahasa Indonesia dengan huruf latin.
Public warning / peringatan BPOM RI No. HK. 00.01.43.2773
tanggal 2 Juni 2008 tentang obat tradisional mengandung bahan kimia
obat. Hal ini adalah merupakan bentuk perlindungan hukum konsumen
berkaitan dengan produk obat-obatan tradisional yang ditarik dari
peredaran karena mengandung bahan kimia obat yang berbahaya bagi
kesehatan. Bahan kimia obat seharusnya tidak boleh berlebihan atau
sama sekali tidak boleh digunakan pada obat tradisional. Maka dari itu
BPOM mengeluarkan public warning guna menekan pelaku usaha
memasarkan produknya.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Konsep Penelitian
Konsep penelitian ini adalah dalam konteks hukum
perlindungan konsumen dimana ketika pelaku usaha akan
memasarkan produknya maka terlebih dahulu pelaku usaha harus
mendaftarkan produk yang diproduksinya sehingga memperoleh ijin
edar. Konsumen dapat melihat hal tersebut dalam label kemasan
produknya, yang mana disana tercantum komposisi bahan-bahannya,
petunjuk pemakaian, penempatan dan ijin edar yang sah dari
departemen kesehatan atas rekomendasi dari BPOM.
Maka konsep hukum yang akan dianalisis adalah perlindungan
konsumen yang memberikan kepastian hukum akan hak-hak
konsumen.
3.2 Jenis Penelitian
Jika ditinjau dari jenis penelitian hukum, maka penelitian yang
akan dilakukan ini termasuk jenis penelitian hukum normative yang
bertujuan untuk menemukan azas-azas hukum yang terkandung dalam
suatu peraturan.
10
3.3 Jenis Pendekatan
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan perundang-undangan dan regulasi. Disamping itu
untuk mempertanyakan analisis juga dilakukan pendekatan
konseptual.
3.4 Data dan Sumber Data
Data yang diteliti adalah data sekunder yang bersumber dari
penelitian kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yang
digunakan antara lain UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, UU o. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, peraturan menteri
kesehatan RI No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Ijin Usaha Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
Bahan hukum sekunder yang terdiri dari karya ilmiah dalam
bentuk buku-buku yang relevan dengan masalah yang diteliti. Bahan
hukum tersier yang berupa kamus hukum dan lainnya.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi
dokumen dengan sistem kartu.
11
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul,
pertama – tama digunakan teknik diskripsi artinya uraian apa adanya
terhadap suatu kondisi dari proporsi – proporsi hukum dan non
hukum. Kemudian dilanjutkan dengan teknik interpretasi berdasarkan
jenis enterpretasi yang ada dalam hukum.
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengertian dan Jenis Obat Tradisional
Obat tradisional menurut ketentuan pasal 1 ayat 1 dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawasn Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka Jo Ketentuan
pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
246/MenKes/Per/V/1990 tentang ijin Usaha industri obat tradisional
dan pendaftaran obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Pemerintah dalam hal ini Direhorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan (Dirjen POM) yang kemudian beralih menjadi Badan
POM mempunyai tanggung jawab dalam peredaran obat tradisional di
masyarakat. Obat tradisional Indonesia seinula hanya dibedakan
menjadi 2 kelompok, yaitu obat tradisional atau jamu dan fitofannaka.
Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan
peralatan berteknologi tinggi yang membantu proses produksi
sehingga industri jamu maupun industri fannasi membuat jamu dalam
13
bentuk ekstrak, namun sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis
ini belum diiringi dengan penelitian sampai dengan uji klinik.
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan No.HKL 00.05.41.1384 Kriteria dan Tata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan
Fitofarmaka , obat tradisional dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu:
1. Jamu.
2. Obat herbal terstandar.
3. Fitofarmaka
1. Jamu (Empirical based herbal medicine), Jamu menurui ketentuan
pasal 1 ayat Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No.HKOO.05.41.1384 Kriteria dan Tata l^ksana Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka adalah obat
tradisional Indonesia. Dengan kata lain, jamu adalah obat yang
disediakan secara tradisional, misahiya dalam bentuk serbuk
seduhan, pil dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang
menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara
tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada
resep peninggalan leluhur yang disusun dari bebagai tanaman obat
yang juraiahnya cukup banyak, berkisar antara 5-10 macam
bahkan lebih. Bentuk jamu tidak empiris. Jamu yang telah
digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun
14
bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan
manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.
2. Obat Herbal terstandar Bahan Ekstrak Alami (Scientific based
herbal medicine / Herbal). Pengertian obat herbal terstandar
menurut ketentuan pasal 1 ayat 3 Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan No.HK.00.05.41.1384 Kriteria dan
Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal
Terstandar, dan Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan kemanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi. Dengan kata
lain, obat herbal terstandar adalah obat tradisional yang disajikan
dari ekstrak atau penyarian bahan alami yang dapat berupa
tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan
proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan
berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung
dengan pengetahuan maupun keterampilan pembuatan ekstrak.
Selain proses produksi dengan tehnologi maju, jenis ini pada
umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa
penelitian-penelitian pre-klinik seperti standar kandungan bahan
berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat standar
pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut
maupun kronis.
15
3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine). Pengertian
Fitofarmaka menurut ketentuan pasal 1 ayat 4 Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan No.HK.00.05.41.1384
Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan
alam yang telah dibuktikan kemanan dan khasiatnya secara ilmiah
dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya
telah distandarisasi Fitofarmaka merupakan bentuk obat
tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat
modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar,
ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada
manusia. Oleh karena itu, dalam pembuatannya memerlukan
tenaga ahli.
Sumber perolehan obat tradisional dapat diperoleh dari
berbagai sumber sebagai pembuat atau yang memproduksi obat
tradisional, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Obat tradisional buatan sendiri. Obat tradisional jenis ini
merupakan akar dari pengembangan obat tradisional di
Indonesia saat ini. Pada zaman dahulu, nenek moyang kita
mempunyai kemampuan untuk menyediakan ramuan obat
tradisional yang digunakan untuk keperluan keluarga. Cara
ini kemudian terus dikembangkan oleh pernerintah dalam
16
bentuk program TOGA. Dengan adanya program TOGA
diharapkan masyarakat mampu menyediakan baik bahan
maupun sediaan jamu yang dapat dimanfaatkan dalam upaya
menunjang kesehatan keluarga. Program TOGA lebih
mengarah kepada self care untuk menjaga kesehatan
anggota keluarga serta penaganan penyakit ringan yang
dialami oleh anggota keluarga.
2. Obat tradisional berasal dari pembuat jamu / Herbalist
Membuat jamu merupakan salah satu profesi yang
jumlahnya masih cukup banyak. Salah satunya adalah
pembuat sekaligus penjual jamu gendong. Tabib lokal/
pengobat Herbal/ Battra, masih dapat kita jumpai meskipun
jumlahnya tidak banyak. Mereka melaksanakan praktek
pengobatan dengan menyediakan ramuan dengan bahan
alami yang berasal dari bahan lokal. Ilmu pengobatan
alternatif ini diperoleh dengan cara bekerja sambil belajar
kepada pengobat yang telah praktek. Pada umumnya, selain
pemberian ramuan, para pengobat juga
mengkombinasikannya dengan tehnik lain seperti metoda
spiritual/agama atau supranatural (Pengobatan alternatif).
Sinshe adalah pengobat tradisional yang berasal dari enis
Tionghoa yang melayani pengobatan menggunakan ramuan
17
obat tradisional bersumber dari pengetahuan negara asal
mereka, yaitu Cina. Pada umumnya mereka menggunakan
bahan-bahan yang berasal dari Cina meskipun tidak jarang
mereka juga mencampur dengan bahan lokal yang sejenis
dengan yang mereka jumpai di Cina. Obat tradisional Cina
berkembang dengan baik dan banyak diimport ke Indonesia
untuk meinenuhi kebutuhan obat yang dikonsumsi, tidak
saja oleh pasien etnis Cina tetapi juga banyak dikonsumsi
oleh warga pribumi. Selain memberikan obat tradisional
yang disediakan oleh toko obat, sinshe pada umumnya
mengkombinasikan ramuan dengan tehnik lain seperti
pijatan, akupresur,atau akupuntur.
3. Obat tradisional buatan industri. Berdasarkan peraturan
Departemen Kesehatan RI, industri obat tradisional dapat
dikelompokan menjadi industri kecil dan industri besar
berdasarkan modal yang harus mereka miliki.
4.2 Ijin Edar Produk Obat Tradisional
Dalam ketentuan pasal 4 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan secara tegas bahwa
"konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa". Salah satu
18
bentuk perlindungan atas keamanan dan kenyamanan tersebut adalah
dengah menjamin bahwa produk obat tradisional yang dikonsumsi
telah memenuhi mutru dan standar yang telah ditetapkan.
Ketentuan pasal 105 ayat 1 Undang-Undang no. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan menyatakan "Sediaan faimasi yang berupa obat
tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan hams memenuhi
standar dan atau persyaratan yang ditentukan." Untuk menjamin
keamanan dan mutu dari setiap produk obat tradisional, sebelum
diedarkan setiap produk obat tradisional diwajibkan untuk melakukan
pengujian. Dalam pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998
tentang Pengaman Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan menyatakan
bahwa "pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan
melalui : Pengujian laboratoris berkenaan dengan mutu
Untuk itu pemerintah mengair bil langkah-langkah dalam
pengembangaa obat tradisional yang meliputi :
1. Penilaian dan pengujian khasiat obat tradisional secara
ilmiah
2. Penelitian dan pengembangan obat tradisional
3. Pembudidayaan dan pelestarian sumber bahan obat alam.
Salah satu syarat agar suatu calon obat dapat dipakai dalam
praktek kedokteran dan pelayanan kesehatan formal (fitofarmaka)
adalah jika bahan baku tersebut terbukti aman dan memberikan
19
manfaat klinik. Untuk membuktikan keamanan dan manfaat ini, maka
telah dikembangkan perangkat pengujian secara ilmiah yang
mencakup pengujian farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh
obat), Toksikologi (pembuktian syarat keamanan obat secara formal),
dan pengujian klinik (manfaat pencegahan dan penyembuhan penyakit
atau gejala penyakit).
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun
2001 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
berlaku pada Badan Pengawas Obat dan Makanan. Untuk obat
tradisional tidak diharuskan melakukan uji praklinis pada hewan
maupun uji klinis pada pasien tetapi bila pelaku ingin melakukannya,
hal tersebut tidak dilarang. Pengujian terhadap suatu produk obat
tradisional juga tidak harus dilakukan di BPOM tetapi dapat
dilakukan di laboratorium-laboratorium lain yang telah terakreditasi
oleh BPOM asalkan pengujiannya dilakukan menggunakan parameter
uji yang telah ditetapkan oleh BPOM.
Pengujian ini sangat penting oleh karena hasil uji tersebut akan
memberikan suatu kepastian apakah produk obta tradisional tersebut
aman untuk dikonsumsi, serta telah memenuhi ketentuan Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dalam proses
produksinya sehingga layak edar di masyarakat.
Terdapat unsur-unsur agar suatu obat bisa beredar dipasaran:
20
1. Penilaian, penguj ian dan pendaftaran
2. Konsep daftar obat esensial
3. Pengadaan dan Produksi
4. Distribusi dan pelayanan
5. Penandaan, promosi, informasi dan penyuluhan
6. Pemeliharaan mutu
7. Pengamanan peredaran dan penggunaan
8. Sistim informasi obat
Untuk dapat beredar luas dan dapat dikonsumsi oleh khalayak
luas setiap produk obat tradisional di Indonesia wajib memperoleh
ijin edar, Ijin edar ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan
terhadap produk-produk obat tradisional tersebut.
Menurut ketentuan pasal 1 ayat 1 Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nonior
HK.00.05.42.2996 tentang Pengawasan Pemasukan Obat Tradisional
"Ijin Edar adalah bentuk persetujuan pendaftaran obat tradisional,
obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang diberikan oleh Kepala
Badan untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia.
Obat tradisional yang beredar di Indonesia mempunyai
sertifikat berjenjang yaitu:
1. Sertifikat TR (tradisional), untuk obat yang menggunakan bahan
baku yang diakui berkhasiat obat secara turun-temurun .
sertifikat ini hanya boleh mencantumkan khasiat ramuan satu
macam saja dengan kata-kata estandar "Secara tradisional
digunakan untuk pengobatan.".
21
2. Sertifikat obat Herbal Terstandar, apabila sebuah ramuan sudah
diuji
cobakan kepada hewan coba, atau dilakukan uji praklinis.
3. Sertifikat Fitofarmaka, untuk obat yang sudah dilakukan iji klinis
Ijin edar dari BPOM ini hanya dapat diperoleh melalui suatu
pendaftaran. Sesuai dengan ketentuan pasal 4 Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK
00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, untuk dapat
memperoleh ijin edar maka obat tradisional harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang
memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat;
b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan
Obat
Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang
berlaku;
c. penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil
evaluasi dalam rangka pendaftaran.
Setiap obat tradisional yan beredar di masayarakat harus
memenuhi ketentuan yang telah ditentukan dalam Pasal 2 Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK 00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana
22
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, yakni:
1. Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang
dibuat dan atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki
izin edar dan Kepala Badan.
2. Untuk memperoleh izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dilakukan pendaftaran.
Tidak semua obat tradisional harus melakukan pendaftaran.
Adapun yang dikecualikan dari pendaftaran sesuai dengan ketentuan
pasal 3 Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK 00.05.41.1384 tentang Kriteria dan
Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar
dan Fitofarmaka, yakni:
a. obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang
digunakan untuk penelitian;
b. obat tradisional impor untuk digunakan sendiri dalam jumlah
terbatas;
c. obat tradisional impor yang telah terdaftar dan beredar di
negara asal untuk tujuan pameran dalam jumlah terbatas;
d. obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu
racikan dan jamu gendong;
e. bahan baku berupa simplisia dan sediaan galenik.
23
4.3 Ketentuan Produksi dan Peredaran Produk Obat Tradisional
Ketentuan produksi dan peredaran obat tradisional adalah
untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat menganggu
dan merugikan kesehatan maka dipandang perlu untuk mencegah
beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan
keamanan, kegunaan dan mutu antara lain dengan membuat
pengaturan perijinan dan pendaftaran obat tradisional yang sesuai
dengan Pemenkes RI nomor 246/Menkes/Per/V/1990.
Untuk melindungi masyarakat dari produk OMKABA yang
membahayakan kesehatan masyarakat, Pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang tericait
dengan keamanan produk tersebut, antara lain Permenkes No
246/Menkes/V/1990, Tentang fain Usaha Industri Obat Tradisional,
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 659/MenKes/SK/X/1991,
Tentang Cam Pembuatan Obat Tradisional yang Baik Pada ketentuan
pasal 1 PerMenKes RI No 246/Menkes/Per/V/1990 menyatakan dalam
peratumn menteri kesehatan yang dimaksud dengan :
1. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galanik, atau
campuran dan bahan-bahan tersebut yang secara tradisional
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
2. Industri obat Tradisional adalah Industri yang memproduksio
obat tradisional dengan total aset diatas Rp 600.000.000 (enam
ratus juta rupiah), tidak trmasuk harga tanah dan bangunan.
3. Industri Kecil Obat tradisional adalah industri obat tradisional
dengan total aset tidak lebih dari Rp 600.000.000; ( enam ratus
juta rupiah) tidak termasuk harga tanah dan bangunan..
24
4. Usaha Jamu Racikan adalah usaha peracikan , percampuran,
dan atau pengolahan obat tradisional dalam bentuk rajangan,
serbuk cairan,pills, Tapel atau parem dengan skala kecil,
dijual di suatu tempat tanpa penandaan dan atau merek
dagang.
5. Usaha Jamu Gendong adalah Usaha peracikan, percampuran,
pengolahan dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk
cairan, pills, tapel atau parem, tanpa penandaan dan atau
merek dagang serrta dijajakan untuk langsung diminum.
6. Memproduksi adalah membeuat, mencampur, mengolah,
mengubah bentuk, mengisi membungkus dan atau memberi
penandaan obat tradisiponal untuk diedarkan.
7. Mengedarkan adalah menyajikan, menyerahkan memiliki atau
menguasai persediaan di tempat penjualan dalam industri obat
tradisional atau di tempat lain termasuk di kendaraan dengan
tujuan untuk dijual, kecuali jika persediaan di tempat tersebut
patut diduga untuk digunakan sendiri.
8. Penandaan adalah tulisan atau gambar yang dicantumkan pada
pembungkus wadah atau etiket atau brosur yang disertakan
pada obat tradisional yang memberikan informasi tentang obat
tradisional tersebut.
9. Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta
yang digunakan dengan cara mencoletkan pada dam.
10. Parem adalah obat tradisional dalam bentuk padat stau seperti
bubur yang digunakan dengan cara melumurkan pada kaki dan
tangan atau pada bagian tubuh lainnya.
11. Tapel adalah Obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau
seperti bubur yang digunakan dengan cara melumurkan pada
seluruh permukaan perut.
12. SediaanGalenik adalah hasil ekstraksi bahan atau campuran
bahan vane berasal dan tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Obat tradisional yang diproduksi, dan akan diedarkan di
seluruh wilayah RI maupun untuk dieksport hendaknya terlebih
dahulu harus didaftarkan sebagai persetujuan Menteri yang mana
menteri melimpahkan wewenang pemberian ijin usaha Industri Obat
Tradisional dan usaha Industri Kecil Obat Tradisional dan persetujuan
Pendaftaran Obat Tradisional pada Direktur jendral yang kemudian
25
melimpahkan wewenangnya pada Kantor Dinas Kesehatan, kecuali
obat tradisional hasil produksi:
a. Industri Kecil Obat Tradisional dalam bentuk rajangan , pilis,
tapel dan parem.
b. Usaha Jamu Racikan.
c. Usaha Jamu Gendong.
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari apa yang telah diuraikan pada pembahasan dalam bab –
bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendaftaran obat tradisional sudah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan mampu memberikan perlindungan hukum terhadap
konsumen. Disamping itu juga dengan didaftarkannya obat
tradisional tersebut berarti pelaku usaha sudah memperoleh ijin
untuk beredarnya produk tersebut dipasaran sehingga konsuen
mendapat perlindungan hukum atas keamanan produk tersebut
jika dikonsumsi.
2. Akibat hukum jika pelaku usaha tidak memberikan informasi yang
jelas mengenai obat tradisional yang dimohonkan pendaftarannya
adalah konsumen tidak akan merasa aman unutk
mengkonsumsinya sehingga BPOM berkewajiban untuk
mengawasi produk-produk yang beredar mengenai informasi yang
tertera pada labelnya.
27
5.2 Saran
Diharapkan pada BPOM agar secara rutin melakukan
pengawasan kelapangan terhadap produk-produk obat tradisional
yang beredar agar masyarakat mendapat perlindungan atas keamanan,
kenyamanan dalam mengkonsumsi produk obat tradisional tersebut.
28
DAFTAR PUSTAKA
Erman Raja Guguk. Hukum Perlindungan Konsumen. Mandar Maju.
Jakarta. 2003.
Nining Harmanto & M Ahkam Subroto. Pilih Jamu Herbal Tanpa Efek
Samping, PT.Exem Media Komputindo Jakarta. 2007.
Zaim Saidi. Mencari Keadilan Bunga Rampai Penegakan Hak Konsumen.
Jakarta Pustaka. Pelajar. 2001
Undang-Undang No. 8 Th.1999. Tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 36 th. 2009. Tentang Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI no.246/Menkes/Per/V/1990 tentang Ijin
Usaha Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
top related