v. evaluasi dan stum pewarisan slfat … v... · digunakan adalah 0 ppm (kontrol) dan 45 ppm,...
Post on 03-Mar-2019
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
V. EVALUASI DAN STUM PEWARISAN SlFAT KETENGGANGAN ALUMINWM POPULASl KETURUNAW SILANOBALIK 0. @-p?tMa
ABSTUAK Tujuan peneiitian adaleh mengcvaluasi dan stud pcvrarlsan sifat Menggangan W berdasarkan peubah Panjang Akrr ReWIf (PAR) d m Rasio Boboi Qabah per Rumpun (RBOR). Peneiitian terdiri dari due percobaan, yaitu percobaan kulur torutan hare dan percobaan pot dengan media tanah. Pada percobaan h l u r hara, konsentrasl A yrng digunakan adalah 0 ppm (kontrol) dan 45 ppm, sedangkan pada percobaan pot digunakan media tanah dengrn kandungsn $2.22 me W l O O g tanah, pH 4.60 dan kejenuhan AT 78.18%. Metode evaluasi yeng digunakan odalah cwhiasi Ionaman lunggal. Mssing- maslng percobaan terdlrl dari tiga set dan setlap setnya menggunakan 150 tanaman BC2F3, 8 tanaman kontrol serta masing-masing B tanamen tetua den pembanding. Hastl ewabasi dari ketiga set percobaan terhadap populasi keturunan silangballk 0. g l u ~ k r pada kulur brutan hare mernperiihalkan b a h keracunan A! menurunhn pemanjangan akar berturut4urul berklsar antaw 3.78 - 20.38 crn, 4.68 - 20.38 cm &an 1.73 - 15.63 cm dengan rataan 12.38, 12.41 dan 8.55 cm. Berdasarkan niQi PAR dari ketiga sol percobaan diperobh bertunrt-tunr( 83, 77 dan 04 tmaman y n g lenggang terhadap A. Sementara itu berdasarkan RBGR, diperoleh bertunrt-turut 81. 93 dan 85 tanaman. Hasil terssbut menunjuldan bahwa s iM ketenggangan Al telah berhasil dintrogresikan dari 0. gkrmepaWk+ kc padi budidaye. Hasli auabasi terhadap potens1 hasti pada percobaan poi dengm media tanah menunjuk- kan bahrra keracunan A menurunkan ralaan jumleh gabah per mabi. jurnlah gabeh isi per malai dan bobot gabah per rumpun serta menlngkatlnn persentace gabah hampa. Namun demiktan ditemukan adanya segregasi transgrssif pada jumfah gabah per malai, persentose gabah hampa, bobot 100 bulk dan bobot gabah per rumpun. Uji UhiXuadral untuk sifal ketenggangan A! b e r d a s h peubah PAR maupun RBOR diperobh nisbah genetik B : 7 yrng menunjuklun bahwa slfat ketenggangan A pada telua donw 0. g h m q m W a sekurang-kumgnya dikendahkan deh dua gen dominan w a n aksl gen dupllkat reseslf eplstasls. Hasil anatsls memperlhatkan adany korek8si y n g positif (r 0. 7082) antara peubah PAR dan RBOR, yang menunjukkan b a h kedua ~eubah tersebut efektif digunakan sebagat lndeks untuk arsClas1 dan stud1 psvvarisan slfat ketenggangan AT pada tanaman padi. ~arnun untuk kegialan sekksi sifal ketenggengan Al akan bblh elsfen blla menggunakan peubrh PAR karena sebksi daprl dtlakukan bblh - - cepat pada fase bibif.
Kendala Mama pengembangan tanaman padl pada tanah masam adalah
keracunan Al. SeIain keracunan Al, masalah lain yang Juga serlng terjadl pada
tanah masam adalah keracunan Mn, denslensi hara seperti N, P, K, Ca, Mg dan
Ma serta laju penguraian bahan organlk yang lambat (Fagerla et el, j988;
Pada fase pertumbuhan awal, keracunan Al menyebabkan menurunnya
panjang akar relatif (Nelson, I983), menghambat pertumbuhan tajuk (Coronel et
31, 1990) dan menurunkan kemampuan akar menyerap air den hara (Marschner,
1995). Sedangkan pada fase pertumbuhan selanjutnya, keracunan A1 akan
mengurangi pembentukan anakan, menghambat pertumbuhan batang (Howeler
dan Cadavid, 1976), menurunkan fertiliias, jumlah gabah per matai dan bobot
gabah (Ismunadji dan Partohardjono, 1985; Alluri, 1986).
Salah satu cara untuk mengatasi keracunan Al adalah meraki varietas
unggul tenggang Al dengan memanfaatkan sumber ksragaman genetik yang ter-
sedia baik dari pool tanaman budidaya maupun dari spesies liar yang berkera-
bat. Fernanfaatan spesies padi llar sebagai sumber keragaman genetik untuk
sifat tenggang Al psrlu diperlimbangkan. Dari penetdian yang dilakukan diketahui
bahwa 0. mpffogon (Brar, 1991) dan 0- IojrabeMma (Jones et a/., 1997)
tenggang terhadap tanah masam. Uji pendahuluan yang dilakukan di Bogor ter-
hadap 0. Iojrumaepatuls asesi 101360 pada kuitur larutan hara dengan konsen-
trasi 45 ppm Al diketahui spesies ini tenggang terhadap A1 (Tabel Lampiran 2.1
dan 2.2). Hibridtsasi inlerspesiflk antar Hawara BunarlO- Iojrwnse~i,tula yang
diikuti silangbalik dan silangdalam telah diperoleh progeni BC2F3 yang selanjutnya
dtgunakan pada penelitian hi.
Salah satu metode yang efmien untuk mengevaluasi swat keienggangan Al
pada tanaman adalah dengan kultur larutan hara, karena tidak merusak tanaman
sehingga bibit dapat dilanam hingga panen (Hawefer dan Cadsvid, 1976;
Coronel eta/, 1990). Panjang akar relatif (PAR) adalah peubah yang selama ini
paling banyak digunakan untuk mengevaluasi slat ketenggangan A! karena dinilai
lebih baik (Marschner, 1995).
Selain peubah PAR, juga terdapat beberapa peubah fain yang dapat
digunakan sebagai indeks ketenggangan At seperti bobot kering akar atau tajuk
(Fageria et a#, 1988; Zang dan Taylor, 1989) dan perpanjangan akar datam
suatu periode cekarnan (BianchiiHall st at, 1998).
Semua metode evaluasi tersebut umumnya dilakukan pada periode per-
tumbuhan bibit sehingga tidak ada jaminan genotipe yang terp i l i akan mampu
berproduksl lebih baik. Wallace dan Yan (1998) rnenyebutkan ada tiga kompo-
nen f ~ i o l o g i yang menentukan hasil yailu pernbentukan biomass, indeks panen
dan waMu yang dibutuhkan untuk mencapai matang pansn. Karena l u perlu
dikembangkan suatu metode evaluasi lain yaitu dengan membandingkan daya
hasil pada keadaan tercekam Al dengan daya has11 pada keadaan normal.
Pada program pemuliaan tanaman padi, informasi tentang pola pewarisan
dari sifat yang menjadi perhatian sangst diperlukan. Dari beberapa studi
pewarisan menunjukkan adanya keragaman untuk sifat ketenggangan Al. Agar
perbaikan tanaman efektif, informasi mengenai pola pewarisan ink sangat penting
sebagai dasar untuk menentukan metode pemuliaan tanaman yang digunakan.
Tujuan peneliian ini adalah mengevaluasl dan studi pewarisan swat
ketenggangan terhadap A1 pada populasi kelurunan silangbalik 0. gIwna~paUa
berdasarkan peubah Panjang Akar Relatif (PAR) dan Rasio Bobot Gabah per
Rumpun (RBGR).
BAHAN DAM METODE
Peneliiian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan Nopernber 2001
bertempat di Rumah Plastik Kebun Percobaan IPB Baranangsiang dan
Laboratorium Pusat Studi Pemuliaan Tanaman (PSPT) IPB, Bogor.
Bahan tanarnan yang digunakan adalah benih BC2F3 keturunan silangbalik
0. llJunmepaMa, tetua Hawara Bunar dan 0- Nunmepatufa serta Jatituhur
(pembanding peka) dan Krowal (pembanding tenggang). Metode evaluasi yang
digunakan adalah evaluasi tanaman tunggal. Masing-masing percobaan terdiri
dari tiga set dan setiap setnya menggunakan 150 tanaman BCzF3, 6 tanaman
kontrol serta masing-masing 6 tanaman tetua dan pembanding. Percobaan
dilakukan secara bertahap dengan tenggang waktu pelaksanaan untuk setiap set
percobaan adalah 2 minggu.
Percobaan Hultur lamtan hara.
Larutan hara yang digunakan sebagal media adalah larutan hara Yoshida
(Yoshida st a#, 1976) dengan komposisi akhir sebagai berikut : 40 ppm N, 10
pprn P, 40 ppm K, 40 ppm Ca, 40 ppm Mg, 0.5 ppm Mn, 0.05 ppm Mo, 0.2 ppm
B, 0.01 ppm Zn, 0.01 ppm Cu dan 2 ppm Fe. Komposisi dan sumber hara dapat
dilifiat pada Tabel Lampiran 5.1. Media disiapkan dalam pot-pot plastik dengan
volume 2 1 per pot. Perlakuan A1 dengan konsentrasi 0 ppm dan 45 ppm dilaku-
kan dengan memipet 0 dan 15 ml larutan stok A! 6000 ppm (sumber AICb.B%O).
Untuk mengurangi terbentuknya potimer Al, sebelum diberi perlakuan Al pH
larutan hara dioptimasi tarlebih dahulu dengan 0.t N NaHC03 hingga pH 4.5.
Setelah perlakuan Al, pH larutan dloptlmasl kemball pada pH 4.0 * 0.1 dengan
0.1 N NaHC03 atau 0.1 N HCI. Penggunaan konsentrasi 45 ppm A1 dilakukan
mengikuti percobaan yang dilkukan oleh Jagau (2000).
Sebelum dianam benih dark popuiasi BCZFJ, tefua Hawara Bunar,
Jatiluhur dan Krowal direndam selama 24 jam. Sedangkan benih tetua 0-
#umaepatuls dioven terlsbih dahulu pada suhu 45' C selama empat hart untuk
mematahkan dormansinya baru kemudian direndam. Sebelum ditanam benih
dikecambahkan di atas kasa plastik yang diberi bingkai styrofoam dan diapung-
kan di dalam pot berisi air keran. Perkecambahan benih dilakukan dalarn gelap
selama tiga hari. Kecambah yang sehat, seragam dan mempunyai panjang
+ 1 cm dlgunekan sebagai bahan percobaan. Kecarnbah pad1 ditanam dl alas
kasa plastik yang diberi bingkai styrofoam dan ditumbuhkan dalarn pot berrsi
larutan hara selama 14 hari. Periode tumbuh 14 hari digunakan karena komposisi
larutan hara Yoshida memang dirancang untuk penggunaan 14 hari (Yoshida st
a#, 1976). Penambahan air dan pengaturan pH 4.0 i 0.1 rnenggunakan 0.1 N
NaHC03 atau 0.1 N HC1 dilakukan setiap dua hari sekali dan untuk menghindari
lerjadinya pengendapan pada larutan hara digunakan aerator.
Pengamatan panjang akar dilakukan pada umur 14 hari setelah tanam.
Data panjang akar yang diperoleh kemudian digunakan untuk menentukan nilai
panjang akar relatif (PAR) dengan persamaan sebagal berikut :
Panjang akar pada perlakuan Al PAR =
Panjang akar pada perlakuan tanpa A1
Berdasarkan nifai PAR, tanaman kemudian dikategorikan sifat keleng-
gangannya terhadap Al. Tanaman dikatakan tenggang terhadap Al apabifa
memiliki PAR > 0.5 (Khatiwada et 81- 1996).
Psrcobaan Pot Dengan Msdla Tanah
Media tanam yang digunakan adalah tanah Podzolik Merah Kunhg (PMK)
Gajrug, Jasinga dengan kandungan 12.22 me AVlOO g lanah, pH 4.6 dan
kejenuhan Al 78.18% yang diambil dari daerah Gajrug, Kabupaten Bogor. Untuk
tanaman kontrol juga digunakan tanah yang sama tetapi telah diberi perlakuan
pengapuran setara 1 x Alad. Hasit analisis tanah dapat dilihat pada Tabel
Lampiran 5.2. Media tanam dipersiapkan dalam pot-pol plaslik dengan volume
15 kg tanah per pot.
Sebelum ditanam benih dari populasi BC2F3, tetua Hawara Bunar,
Jatiluhur dan Krowal direndam selama 24 jam. Sedangkan benih tetua 0.
gIwmepatu#a dioven terlebih dahulu pada suhu 46' C selama ernpat hark untuk
memalahkan dormansinya baru kemudian direndam. Benlh selanjutnya ditanam
pada media tanam yang telah disiapkan dengan 1 benih per pol. Pemupukan
dilakukan sehari sebelum tanarn dengan dosis 7.5 g Urea, 6 g SP36 dan 6 g KC1
per pot. Penyiraman dilakukan dua hari sekali, sedangkan pengendalian hama
dan penyaki dilakukan sacara kontinyu setiap dua minggu atau apabila tanaman
menunjukkan gejala serangan.
Karakter potensi hasil yang diamati adalah panjang malai, jumlah gabah
dan jumlah gabah isi per malai, persentase gabah hampa. bobol 100 butir gabah
dan bobot gabah per rumpun. Data potensi hasil kernudisn dikelompokkan
mengikufi metode IPBGR-IRRI (1980) yang telah dimodiftasi. Untuk evaluasi
dan studi pewarisan sifat ketenggangan A1 digunakan Rasio Bobot Gabah per
Rumpun (RBGR) yang dihtung dengan persamaan sebagai berikut :
bobot gabah per rumpun pada keadaan tercekam At RBGR = x tOO%
bobot gabah per rumpun pada keadaan tanpa Al
Berdasarkan nilai skoring RBGR, tanaman dikelompokkan sifat keteng-
gangannya terhadap Al mengikuti metode Sarkarung (1986) yang telah
dimodifikasi, yaitu skor 0 = > 90% (sangat tenggang); 1 = 81 - 90% (tenggang);
2 = 71 - 80% (agak tenggang); 3 = 6 t - 70% (agak peka); 4 = 51 - 60% (peka);
5 = < 50% (sangat peka).
Studl pewarisan
Untuk melihat sebaran frekuensi dari nilai PAR dan RBGR digunakan Uji
Normatitas mengikufi prosedur Shaplro dan Wilk (1965). Pengyian kesesuaian
nilai pengamatan dengan nilai harapan digunakan Uji Khi-Kuadrat (Singh dan
Chaudhary, 1979; Steel dan Torrie, 3981). Untuk melihat nisbah pola pewarisan-
nya digunakan analisis genetlk Mendel (Atlard, 1960; Wagner st a#, 1980).
HASIL DAM PEMBAHASAN
Psrcobaan Kultur Lanrtan Hara
Hasil evaluasi terhadap popdasi keturunan silangbalik 0. gfwmepatuls
yang ditumbuhkan pada keadaan tercekam Al (45 ppm Al) memperlihatkan
bahwa keracunan Al menghambat pemanjangan akar pada semua tanaman
yang diamati. Pengamatan pada ketiga set percobaan diperoleh kisaran panjang
akar barturd-turut 2.6 - 19.2 cm, 2.1 - 17.8 cm dan 5.4 - 19.3 cm dengan rataan
f 0.6, 10.1 dan 12.5 cm. Bila dibandingkan dengan panjang akar pada keadaan
tanpa Al (0 ppm Al), maka terjadi penurunan pemanjangan akar berturut-turut
berkisar antara 3.78 - 20.38 cm, 4.68 - 20.38 cm dan 1.73 - 15.63 cm dengan
rataan 12.38, 12.41 dan 8.55 cm (Tabel 5.1).
Tabet 5.1. Kisaran dan rataan panjang akar dari populasi keturunan silangbalik 0. g!ummpalls pada keadaan tercekam Al(45 ppm A9 dan tanpa Al.
Keracunan Al luge menyebabkan penurunan pemanlangan akar pada
tetua Hawara Bunar, 0. gImneepptule, Jatlluhur den Krowal. Blla dibandlngkan
dengan keadaan tanpa A!, maka pada keadaan tercekam Ai terfadl penurunan
panjiang akar pada keempat genotipe tersebut berturut-turd sebesar 15.27,
7.26, 11.26 dan 6.80 cm (Tabel 5.2).
Akar adalah bagian dari tsnaman yang pertama kali mengalami gangguan
pada keadaan tercekam Al. Terhambatnya pemanjangan akar oleh Al disebab-
kan oleh terhambatnya pembelahan den pemanjangan set di daerah perakaran.
Menurui Matsumoto (1991). gejala awal keracunan Al pada tenaman adalah
Set Percobaan
I
II
It1
Kontrol (0 P P ~ W
cm
22.98
22.48
21.03
Klsaran (45 P P ~
cm
2.6 - 19.2
2.1 - 17.8
5.4 - 19.3
Rataan (45 ppm AD
crn
10.6
10.1
12.5
Penurunan (cm)
3.78 - 20.38
4.68 - 20.31
$ .73 - 15.63
Rataan (cm)
12.38
12.49
8.55
tidak berfungsinya sistem perakaran karena terikatnya Al pada dinding sel dan
menghambat pernanjangan sel.
Tabel 5.2. Rataan panjang akar, penurunan, rataan PAR dari Hawara Bunar, 0- gkmaepetulia, Jatiluhur dan Krowal pada keadaan tercekam Al (45 ppm AI) dan tanpa Al.
Besarnya penurunan panjang akar akibat keracunan Al tidak sama pada
oetiap spesles tanamen. Hasll penelllan Fagerla et el, ($988) terhadap enam
kulhrar padl menunjukkan bahws pada perlakuan konsentrasi Al 1484 dan 2226
pM terjadl penurunan pemanjangan akar berkisar antara 19 - 37%.
Berdasarkan nilaf PAR, dlernukan adsnya segregast transgresw pada
sebaglan tanaman yang diarnati. Hasil pengamatan pada ketlga se1 percobaan
diperoleh berturut-turul 5. 17 dan 44 taneman yang rnemtllki PAR > 0.700 den
lebih besar darl nilai PAR tetua 0. glumaepotule yang berada pada klsaran
0.601 - 0.700 (Tabel 5.3).
No.
1
2
3
4
Ralaan Panjang Akar
(em)
28.10 12.83
20.23 12.97
17.03 5.77
20.63 13.83
Genotlpe
Hawara Bunar - (0 P P ~ A!) - (45 ppm At)
0 , ~ ~ p s M a - (0 P P ~ Al) - (45 ppm Al)
Jatiluhur - (0 P P ~ A0 - (45 ppm Al)
Krowal - (0 P P ~ A0 - (45 P P ~ Al)
Penurunan (cm)
15.27
7.26
11.26
6.80
Rataan PAR
0.457
0.641
0.339
0.670
Reaksl
Peka
Tengganq
Peka
Tenggang
Dari nilai PAR pada ketiga set percobaan diperokh berturut-turut 83, 77
dan 94 tanaman yang dikategorikan tenggang, sedangkan sisanya berturut-turut
67, 73 dan 56 tanaman dikategorikan peka terhadap Al. Apabila has1 dari ketiga
set percobaan tersebut ditotal, secara keseluruhan diperaleh 254 tanarnan yang
tenggang dan 196 tanaman peka terhadap AI (Tabel 5.3).
Tabel 5.3. Jumlah tanaman keturunan sitangbalik 0. glumaepatula dikelompok- kan berdasarkan n%ai PAR dan reaksinya terhadap Al.
Semcantara itu, pada tanaman tetua dan pembanding tampak Hawara Bunar
dan Jatiluhur memperfihatkan ieaksi peka (PAR 0.457 dan 0.339). Sedangkan
0, gtumaepatula, dan Krowal mernperlihatkan reaksi tenggang (PAR 0.641 dan
0.670 (Tabel 5.2).
Dari hasil pengamatan secara visual pada setiap kali dilakukan optimasi pH
media (setiap dua harl) terlihat adanya perbedaan antara tanamamtanaman
yang memperlihatkan reaksi tenggang dengan yang peka. Pada tanaman yang
memperlihatkan reaksi tenggang terjadi peningkatan pada pH media berkisar
0.11 - 0.35. Sebaliknya pada tanaman yang memperlihatkan reaksi peka terjadi
Kisaren PAR
> 0.800
0.701 - 0.800
0.601 - 0.700
0.501 - 0.600
0.401 - 0.500
0.301 - 0.400
S 0.300
Skor
0
1
2
3
4
5
6
Set 1
1
4
34
44
20
13
34
Set II
0
17
3 1
29
17
8
48
Set 111
t7
27
29
21
13
6
37
Total
18
48
94
94
50
27
119
Reeksi
Tenggeng
Tenggang
Tenggang
Tenggang
Peke
Peka
Peke
Gambar 5.1. PenampRan panjang akar darl tanaman BCzF3 (A dan B) pada koadaan tercokam Al(45 ppm Al) dan pada keadaan bnpa Al(0 PPm Al).
Oambar 6.2. Panjang akar dari Krowal, Hwvara Buwr dan JatRrhv pada ke- adaan tercekam Al(45 ppm A9 dan tanpa Al(0 ppm A9.
penunvlln pada pH rnedb berkkar antara 0.11 - 0.40. Adanya peningkaim pH
medla pada tanaman yang tenggang tersebut diduga orat katannya dengan
kemampwn tanaman mengekrudasl asam-asam organik.
Kemampusn mompertahanken dan meningkatkan pH dl rhkosfer adalah
merupakan salah satu mekanlsme ketongga,ngan tanaman terhadap keracumn
Al. Menurul Taylor (1988), tanaman mempertaknkan pH di rhizoofar dengan
cars : (1) polherisasi A1 menjadl boniuk yang kwang meracun, (2). Pembm
tukan AI(0H)s dan (3). Pengendapan AI(O&.HzPO4. Perubahan pH dl rMoofer
kd berhubungan erat dongan kemampurn tamman dakm penyerapan NOf dan
W+. Penyerapan NOj dabm m b h yam besar menyebabkan lerjadkya
pelepasan ion hidroksil (OH) atau bikarbonat (HC03') ke rhizosfer sehingga
meningkatkan pH dan menekan kelarutan Al (Haynes, f 990; Taylor, 1991).
Selajutnya dari Uji Normalias terhadap nilai PAR dari kstiga set perco-
baan memperlihatkan sebaran frekuensi tidak menyebar normal yang menunjuk-
kan bahwa sifat ketenggangan Al pada lelua donor 0- g#umeapatula dikendali-
kan oleh satu atau beberapa gen mayor (Lampiran Gambar 5.3). Karena tidak
menyebar normal, maka unluk mengetahui kesesuaian antar nilai pengamatan
dengan nilai harapan dilakukan Uji KhkKuadrat (x?. Sedangkan untuk mengetahui
jumlah gen mayor yang terlibat dilakukan melalui analisis genetik Mendel.
Pada pengujian ini, nilai PAR diketompokkan rnenjadi 2, 3, dan 4 kekas.
Pengelornpokan tersebut didasarkan pada kemirlpan reaksi ketenggangannya.
Unluk pengebompokan 2 kelas. PAR dengan skor 0 - 3 dikelompokkan tenggang,
sedangkan skor 4 - 6 dikelornpokkan peka. Pada pengelompokan 3 kelas, nitai
skor 0 - 3 dikelompokkan tenggang, skor 4 - 5 rnoderat tenggang dan skor 6
peka. Sedangkan untuk pengefompokan 4 kelas, skor 0 - 3 dikelompokkan
tenggang, skor 4 moderat tenggang, skor 5 moderat peka den skor 6 peka.
Uji Khi-Kuadrat ( ~ 2 ) terhadap nilai PAR dari kettga set percobaan
rnenunjukkan hanya pada pengelompokan 2 dan 3 kelas ditemukan adanya
ntsbah genetik yang sesuai. Sedangkan pada pengelompokan 4 kelas lidak
ditemukan adanya nisbah genetik yang sesuai (fabel Lampiran 5.4, 5.5 dan 5.6).
Pada set percobaan I, diperoleh berturut-turut nisbah genetik 9 : 7 (x2 =
0.1 < 3.84, prob. 0.8210), 37 : 27 (x2 = 0.4 < 3.84, prob. 0.5387), 9 : 3 : 4 (x2
= 1.1 < 5.99, prob. 0.5504) dan 10 : 3 : 3 (x2 = 3.1 < 5.99, prob. 0.1916). Pada
set percobaan II, diperoleh nisbah genetik 9 : 7 (x2 = 1.5 < 3.84, prob.
0.2248), 9 : 3 : 4 (x2 = 3.9 < 5.99, prob. 0.1400) dan 37 : 27 (x2 = 2.5 < 3.84,
prob. 0.1081). Sedangkan pada set percobaan Ill, diperoleh nisbah gentik 37 :
27 (x2 = 1.5 < 3.84, prob. 0.2287), 9 : 3 : 4 (x2 = 4.3 c 5.99, prob. 0.1310) dan
9 : 7 (x2 = 2.5 -Z 3.84, prob 0.1132) (Tabel 5.4).
Tabel 5.4. Uji KhiiKuadrat (x') nisbah genetik sifat ketenggangan Al populasi keturunan silangbalik 0. gIumaepstukr dan probabilltasnya ber- dasarkan peubah PAR.
Nisbah Genetik
2 kelas
3 : t
9 : 7
$3 : 3
$5 : I
55 : 9
4 5 : 19
37 : 27
3 kelas
9 : 3 : 4
1 2 : 3 : 1
Set I
0.0000"
0.8210'"
0.0000"
0.0000"
0.0000"
0.0001"
0.5387~
o.sa04~
0.0000"
ProbabilHas (x2)
9 : 6 : 1
1 0 : 3 : 3
4 kelas
9 : 3 : 3 : 1
2 7 : 9 : 9 : 1 9
Set II
0.0000"
0.0002"
0.0000"
0.0068"
O.OOOO**
0.1~15'"
0.0000"
0.0081**
Set 111
0.0000"
0.0561"
0.0000"
0.0000"
0.0000"
0.2208'"
0.0000"
0 .oooo**
0.0000"
0.0000"
0.1081'"
o.lrs00'"
O.OOOO"*
0.0005"
0.1132'"
0.0000"
0.0000"
0.0000"
0.0404"
0.2287~
0 . 1 ~ 1 0 ~
0.0000"
Meskipun terdapat perbedaan nisbah genetik yang hadir pada set
percobaan I dan II dengan set percobaan Ill, namun dilihat dari probabiliiasnya
fampak bafwva nisbah genetik 9 : 7 adalah yang paling sesuai. Nisbah genetik
9 : 7 tersebut menunjukkan seat ketenggangan A1 pada tetua donor 0. gIurnae-
patrrla sekurang-kurangnya dikendalikan oleh dua gen dominan dengan aksi gen
duplikat resesif epistasis.
Pemobaan Pot Dengan Medla Tanah
I-lasil evaluasi terhadap karakler komponen hasil memperlihatkan bahwa
keracunan Al (12.22 me AUlOO g tanah) menyebabkan terjadkrya penurunan
yang cukup besar pada rataan jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi per
malai dan bobot gabah per rumpun serla meningkatkan persenlase gabah
hampa dari populasi keturunan silangbatik 0. gJwnmpatut3, namun tidak ber-
pengaruh pada panjang malai dan bobot 100 butir gabah (Tabel 5.5).
Tabel 5.5. Rataan kornponen hasil populasi keturunan silangbalik 0- gIumae ptuls yang dlanam pada keadaan At tinggt dan Al rendah.
No
1
2
3
4
5
8
Karakter
Panjang mabi (ern)
Jumlph gabah per malei (butir)
Jumtrh gabah is1 per matai (bulir)
Persentase gabah hampa (40)
Bobot 100 butir gabrh (g)
Bobot gabah per rumpun (g)
sa l sa 111
Ai Ilnggl
34.8
208
141
3 1
2.98
l t . 0
Sst t l
A tlnagl
38.8
200
151
28
3.24
14.02
AJ rendah
35.5
278
224
19
3.02
15.74
AJ tlnggi
35.8
223
150
31
3.02
13.35
Ai rendah
38.0
257
202
20
2.04
18.28
AJ mndah
39.0
288
207
22
3.08
17.52
Keracunan A1 (12.22 me AU100 g tanah) juga menurunkan jumlah gabah
isi per malai, bobot gabah per rumpun serta meningkatkan persenlase gabah
hampa yang cukup besar pada Hawara Bunar dan Jatiluhur. Sedangkan pada
0, gfumaepatula dan Krowal penurunan hanya terjadi pada bobot gabah per
rumpun, namun penurunannya relatif kecil (Tabel 5.6).
Terjadinya penurunan tersebut diduga berhubungan erat dengan terham-
batnya suplai hara dari akar ke bagian atas tanaman. Pada tanaman yang peka,
keracunan Al menyebabkan terjadinya perubahan pada pola pertumbuhan akar
karena terharnbatnya pembelahan set akar. Akar menjadi pendek, menebal dan
rapuh sehingga menghambat serapan air dan hara. Terhambatnya suplai hara
secara langsung mempengaruhi proses pembentukan dan pengisian gabah serta
menurunkan fertiiias tanaman sehingga rneningkatkan persentase gabah hampa.
Tabel 5.6. Rataan komponen hasit tetua Hawar Bunar, 0. gIumaepaWa, Jatiluhur dan Krowal, serta nilai RBGR dan reaksinya pada keadaan Al tinggi (12.22 me AV100 g tanah)
No. 1 GonotiPo / 3 1 &y) / (Et: I pkt I zF
J Krowal - (0 4 27.8 188 165 11.1 2.92 - (12.22 me#+ 27.3 187 167 10.5 2.85
K e l : PM - psnjang rnabi; J6M - jumlah gabah per matai; J 6 M - % GH = Domenlase aabah hampa: BSG = bobot 100 butir g
11.71 1 I 1 umkh gabah isi per malai; bah; BGR = bobot gabah per
Meskipun pada rataannya memperlihatkan penurunan. namun ditemukan
adanya segregasi trangresif pada jumlah gabah per malai, persentase gabah
hampa, bobot 100 butir dan bobot gabah per rumpun. Pada set percobaan I
diperoleh beflurut-turut 8, 3, 37 dan 3 tanaman yang memiliki jumlah gabah per
malai, persentase gabah hampa, bobot 100 butir dan bobot gabah per rumpun
yang lebih baik dibandingkan pada keadaan tanpa Al. Pada set percobaan II
diperoleh berturut-turut 13, 9, 72 dan 15 tanaman, sedangkan pada set per-
cobaan Ill diperoleh berturut-turut 20, 7, 44 dan 7 tanaman (Tabel 5.7).
Diperolehnya sejumlah tanaman yang merniliki jumlah gabah per malai
lebih baik dari tetuanya disebabkan oleh hadirnya percabangan sekunder pada
malai. Hadirnya percabangan sekunder ini juga ditemukan hadir pada populasi
6C2f2 dari percobaan sebelumnya. Sementara nu diperolehnya sejumlah tana-
man yang memiliki bobot gabah per rumpun lebih baik dari tetuanya diduga ber-
kaitan era1 dengan rendahnya persentase gabah harnpa. Diperolehnya sejumlah
tanaman yang menghasilkan keragaan komponen hasil tebih baik dari tetuanya
adalah merupakan hasil rakombinasi antar dua genom tetua. Hasil yang diper-
oleh ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh pada percobaan sebe-
lumnya. Dari evaluasi potensi hasil pada generasi BCzFn yang dlanam pada
kondisi normal juga ditemukan adanya segregasi transgresif untuk karakter yang
sama. Diperolehnya sejumlah tanaman yang memiliki potensi hasil lebih tinggi
dari tetua budidayanya dari dua percobaan yang berbeda tersebut menunjukkan
bahwa telah terjadi penerusan pewarisan unluk karakter komponen hasil pada
generasi yang tebih maju.
Tabel 5.7. Jlsnlah tanaman ketman sllangballk 0. gkrfmptuh dikelampokkan berdasarkan nllal skorlng panJang mahl, junlah gabah dan JunJah gabah isi per maQli, prsentase gabah hampa, bobot 100 blltlr gabah dan Mot gabah per rumpur dalam keadaan Al tlnggl.
Werangan : STK = skor tanaman kontrd (media lanah lanpa Al); PM = panjang mbal; JGM = jumlah gabah per mdai; JGlM = jumlah gabah isi per ndai; '16 GH = puserlase gabah hampa; BSG = bobot 100 Mi giibah; f3GR = bobd g&h per mpm.
Skor
2
3
4
5
PYljsng mabi : blah gabah per mdai : Jh gabah isi per mdai : Pementase gabah hampa : 1 =Sang&per@~(>35.0cm) 1 = S q a t baryak (z 375 k r ) 1 = Sangat banyak (> 350 Mr) 1 = Sangat kecil(5 10%) 2 = Panjsng (30.1 - 35.0 cm) 2 = Banyak (301 - 375 bubr] 2 = Bsnybc(276 - 350 butir) 2 = Kecil(10.1- 250%) 3 = Sedng (25.1 - 30.0 cm) 3 : Sedang (226 - 3W W r ) 3 = Sedang (201 - 275 br6r) 3 = Sedang (25.1 - 50.0%) 4 = Pendek(M.1- 258 cm) 4 = Sedikt (151 - 215 M r ) 4 = Sedikt (1 26 - 2 M M r ) 4 =Bear (50.1 - 70.13%) 5 = Sangatpendek(S 20.0 em) 5 = Sangatsedkt (< 150 t d r ) 5 = Sangatssdikt (S 125 U r ) 5 = Sangat B m r (z 70.0%)
Berat 1W Mr gabah : Berat gabah per wpm : 1 = Sangat berat (> 3.25 g) 1 = Sangat berat (> 35.0 g) 2=Bmt(2.76- 3.15g) 2 =B~R(27.6- 35.0 9) 3 = Sedng (2.01 - 2.75 g) 3 = Sedang (20.1 - 27.5 g) 4 =Ringan (1.26-2.W p) 4 = Ringan (12.6 - 20.0 g) 5 = Sgnga tingan (L 125 g) 5 = Sangat ringan (< 12.5 g)
Set1 PM
1 6 7 0
68
14
1
Set II Set Ill PM
45
3
0
PM
52
14
1
JGM
8
50
65
% GH
45
96
6
. JGM
11
48
61
JGlM
0
2
12
91
2 8 4 5 0
S T K 3 3 2 2 4 1 3 3 2 2 4 1 3 3 2 2 4
JGlM
0
0
6
95
0 2 7 4 9 0
JGM
18
45
67
4 6 0 1 8 4 5
B e
68
43
2
% GH
9
71
64
6
BGR
3 3 7 0 1 0 2 2
0
3
78
0 6 9 0
JGlM
0
2
15
88
BSG
64
13
1
0
BGR
7 2 0 8 3 2
0
15
89
% GH
46
86
10
BSG
7 4 4 0
61
44
1
1 0 5 6
BGR
0
7
87
Selanjutnya untuk evaluasi sifat ketenggangan A1 digunakan peubah
RBGR. Berdasarkan nilai RBGR dari ketiga set percobaan ditemukan bertwut-
turut 81, 93 dan 85 tanaman yang dikategorikan tenggang atau sangat tenggang,
sedangkan sisanya berturut-turut 69, 57 dan 65 tanaman dikategorikan agak
peka atau peka terhadap AI. Apabila hasil dari ketlga set percobaan tersebut
ditolalkan, secara keseluruhan diperoleh 259 tanaman yang tenggang dan 191
tanaman yang peka terhadap Al (Tabel 5.8).
Tabei 5.8. Jumlah tanaman ketwunan silangbalik 0. IrJunraapatula dikelompok- kan berdasarkan RBGR dan reaksinya terhadap Al.
Untuk tanaman tetua dan pembanding, Hawara Bunar dan Jatiluhur
mernHlk1 rataan nlfal RBGR berturut-turut 0.653 dan 0.643 dan dlkategorlkan
agak peka. Sedangkan 0. @umaepptula dan Krowal memllkl rataan RBGR
berturut-turut 0.853 dan 0.877 dan dikategorikan tenggang (Tabel 5.6).
Diperolehnya sejumlah tanaman yang rnenghasilkan keragaan keieng-
gengan Al leblh tinggl dari kedua tetuanya balk pada percobaan kultur larutan
Kisaran RBGR
> 0.900
0.801 - 0.900
0.701 - 0.800
0.601 - 0.700
0.501 - 0.600
< 0.500
Skor
0
I
2
3
4
5
Set t
44
37
11
11
22
25
Set It
53
40
I 0
6
27
14
Set Ill
42
43
10
13
12
30
Total
139
120
3 1
30
6 1
69
Reaksi
-
Sengat Tenggang
Tenggang
AgakTenggang
Agak Peka
Peke
Sangat Peka
hara maupun pada percobaan pot dengan media tanah menunjukkan bahwa sifat
ketenggangan Al telah terintrogresi dari 0. gIumaepatula ke padi budidaya.
Nilai RBGR yang diperoleh selenjutnya digunakan untuk studi pewarisan
sifat pewarisan ketenggangan Al. Dari Uji NormaMas terhadap nilai RBGR
rnemperlihalkan sebaran frekuensi tidak menyebar normal (diskontinyu) yang
menunjukkan bahwa sifat ketenggangan At pada tetua donor 0. ghnmepatute
dikendaltkan oleh satu atau beberapa gen mayor (Lampiran Gambar 5.7).
Karena tidak menyebar normal, maka untuk mengetahui kesesuaian antar nilai
pengamatan dengan nilal harapan dilakukan Uji KhiiKuadrat (x?. Sedangkan
untuk mengetahui jumlah gen mayor yang terlibat dilakukan melalui analisis
genetik Mendel.
Pada pengujian ini nilai RBGR dikelompokkan menjadi 2, 3, dan 4 kelas
didasarkan kemiripan reaksi ketenggangan tanaman terhadap At. Pada penge-
tompokkan 2 kelas, skor 0 - 1 dikelompokkan tenggang dan skor 2 - 5 dikelom-
pokkan peka. Pada pengelompokan 3 kelas, skor 0 - 1 dikelompokkan teng-
gang, skor 2 - 3 moderat tenggang dan skor 4 - 5 peka. Sedangkan untuk
pengelompokkan 4 kelas, skor 0 - 1 dikelompokkan tenggang, skor 2 moderat
tonggang, skor 3 moderat peka dan skor 4 - 5 peka.
Uji Km-Kuadrat (x') terhadap nilai RBGR dari tiga set percobaan menut+
jukkan bahwa hanya pada pengelompokan 2 dan 3 kelas diternukan adanya
nisbah genetik yang sesuai. Sedangkan pada pengelompokan 4 kelas tidak
dlemukan adanya nisbah yang sesuai ( fabel Lampiran 5.8, 5.9 dan 5.10).
Pada set percobaan I, diperoleh berturut-turut nisbah genetik 9 : 7 (x2 =
0.3 < 3.84, prob. 0.5786), 37 ; 27 (x' = 0.9 < 3.84, prob. 0.3444) dan 9 : 3 : 4
(x' = 3.9 < 5.99, prob. 0.1440). Pada set percobaan II, diperoleh berturut-
turut nisbah genetik 37 : 27 (x2 = 1.1 < 3.84, prob. 0.2990) dan 9 : 7 (x2 = 2.1
c 3.84, prob. 0.t557). Sedangkan pada set percobaan Ill, diperoleh berturut-
furut nisbah genetik 9 : 7 (x' = 0.0 < 3.84, prob. O.Bf81), 37 : 27 (x' = 0.1 <
3.84, prob. 0.6763) dan 9 : 3 : 4 (x2 = 1.6 < 5.99, prob. 0.4775) (Tabel 5.9)
Tabel 5.9 Uji KhCKuadrat (x2) nisbah genetik sifat ketenggangan Al populasi keturunan sitangbalik 0. gIum8upatula dan probabilitasnya ber- dasarkan peubah RBGR.
Nisbah Genetik
2 kelas
3 : 1
9 : 7
13 : 3
15 : 1
55 : 9
45 : 39
37 : 27
3 kelas
9 : 3 : 4
1 2 : 3 : 1
9 : 6 : 1
1 0 : 3 : 3
4 kelas
9 : 3 : 3 : 1
2 7 : 9 : 9 : 1 9
Set 1
0.0000"
0.578%'"
0.0000"
0.0000"
0.0000"
0.0000"
0.3444'"
0.1040'"
0.0000"
0.0000"
0.0004"
0.0000"
0.0020"
Probabilitas ( ~ 2 ) Set I I
0.0002"
0.3557~
0.0000"
0.0000"
0.0000*'
0.0259"
o.neao"
0.0400**
0.0000"
0.0000"
0.0038"
0.0000"
0.0000"
Set Ill
0.0000"
0.8181'"
0.0000"
0.0000"
0.0000"
0.001 3"
0.6783"
0.4775"
0.0000"
0.0000"
0.0136"
0.0000"
0.0009"
Meskipun terdapat perbedaan nisbah genetik yang hadir pada set
percobaan I dan Ill dengan set percobaan II, namun dilihat dari probabiliasnya
diperolsh nisbah genetik 9 : 7 yang pallng sesuai. Diperolehnya nisbah genetik
9 : 7 tersebut rnenunjukkan bahwa sifat ketenggangan Al pada tetua donor
0. #umat?pa?ula dikendatikan oleh dua gen dominan dengan aksi gen duplikat
resesif epistasis. Nisbah genetik yang diperoleh pada percobaan pot ini sama
nisbah genetik yang diperoleh pada percobaan kullur tarutan hara.
Hubungan Antara Psrcobaan Kultur Larutan Hara dsngan Psrcobaan Pot Dengan Medla Tanah
Untuk melihat hubungan antara percobaan kultur larutan hara dengan
percobaan pot ini maka dilakukan analisis korelasi terhadap peubah PAR dan
RBGR. Hasil analisis rnenunjukkan adanya korelasi yang positif untuk pewarisan
sifat ketenggangan Al (r = 0.7082). Adanya korelasi yang positff antar kedua
peubah tersebut rnemiliki arti penting terutama dalam kegiatan seleksi untuk slat
ketenggangan Al pada tanaman padi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peubah
PAR dan RBGR efektif digunakan sebagai indeks unluk evaluasi dan studi
pewarisan sifat ketenggangan Al pada tanaman padi. Namun untuk seleksi sifat
ketenggangan Al lebih efisien bita menggunakan peubah PAR karena seleksi
dapal dilakukan Iebih cepat pada fase bibit.
KESIMPULAW
Hasil evaluasi terhadap populasi keturunan silangbalik 0. #wnaepatula
pada kultur tarutan hara dari keliga set percobaan terlihat bahwa keracunan A1
menurunkan pemanjangan akar berturut-turut berkisar antar 3.78 - 20.38 cm,
4.68 - 20.38 cm dan 1.73 - 15.63 cm dengan rataan 12.38, 12.41 dan 8.55 cm.
Berdasarkan nilai PAR darl ketiga set percobaan diperoleh berturut-turut
83, 77 dan 94 tanaman yang tenggang terhadap Al. Sedang berdasarkan
RBGR, diperoleh berturut-turut 81, 93 dan 85 tanaman. Hasil tersebut menun-
jukkan bahwa sifat ketenggangan Al telah berhasil diintrogresikan dari 0.
ghumepatula ke padi budidaya.
Hasil evaluasi potensi hasil pada percobaan pot dengan media tanah
menunjukkan b a W a keracunan At menurunkan rataan jumlah gabah per malai,
jumlah gabah isi per malai dan bobot gabah per rumpun serta meningkatkan
persentase gabah hampa. Namun demikian ditemukan adanya segregasi
transgresif pada jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, bobot 100
butir dan bobot gabah per rumpun.
Dari Uji Khi-Kuadrat untuk swat kstenggangan Al baik berdasarkan peubah
PAR maupun RBGR diperoleh nisbah genetik 9 : 7 yang menunjukkan bahwa
sifat ketenggangan Al pada tetua donor 0.. glumaepatulsr sekurang-kurangnya
dikendalikan oleh dua gen dominan dengan aksi gen duplikat resesif epistasis.
Hasil analisis memperlihatkan adanya korelasi yang positif (r = 0. 7082) antara
peubah PAR dan RBGR. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peubah PAR dan
RBGR efsktif digunakan sebagai indeks untuk evaluasi dan studi pewarisan sifat
ketenggangan Al pada tanaman padi. Namun demlkian, unfuk kegiatan seleksi
spat ketenggangan A1 lebih efisien bila menggunakan peubah PAR karena ssleksi
dapat dilakukan lebih cepat pada fase bibit.
top related