vernal keratokonjungtivitis comp
Post on 14-Apr-2018
273 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 1/19
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ini dikenali dari adanya bintil kecil yang biasanya terdapat pada konjungtiva
tarsal, dan bintil dapat membesar atau berkembang secara terpisah maupun menyatu pada
sekeliling konjungtiva. Bagian yang warnanya putih, tampak berkapur dan mengeras, dikenal
sebagai titik-titik “Horner -Trantas” yang kadangkala tampak pada satu atau lebih daerah sekitar
limbus. Gejala yang mendasar adalah rasa gatal; manifestasi lain yang menyertai meliputi: mata
berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda asing yang
masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan sangat membebani aktivitas
penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas normal.
IMUNOLOGI
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Respon imun seseorang
terhadap unsur-unsur patogen sangat bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenal
molekul-molekul asing (antigen) yang terdapat pada permukaan unsur patogen dan kemampuan
untuk melakukan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan antigen. Reaksi Hipersensitivitas
adalah suatu keadaan imunopatologik yang terjadi akibat aktivitas berlebihan oleh antigen atau
gangguan mekanisme pertahanan tubuh .
Reaksi Hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah
dipajankan atau dikenal sebelumnya.
Menurut Gell dan Coombs, reaksi Hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe yaitu
Hipersensitivitas tipe I (anafilaktik), Hipersensitivitas tipe II (sitotoksik), Hipersensitivitas tipe
III (kompleks imun), Hipersensitivitas tipe IV ( cell mediated )
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 2/19
2
Konjungtivitis Vernal terjadi karena reaksi Hipersensitivitas tipe I. Reaksi Hipersensitivitas tipe I
merupakan reaksi alergi yang terjadi karena terpapar oleh antigen spesifik yang dikenal sebagai
alergen. Terpapar dengan cara ditelan, dihirup, disuntik ataupun kontak langsung. Perbedaan
antara respon imun normal dan Hipersensitivitas tipe I adalah adanya sekresi IgE yang dihasilkan
oleh sel plasma. Antibodi ini akan berikatan dengan reseptor IgE pada permukaan jaringan sel
Mast dan Basofil. Sel Mast dan Basofil yang dilapisi oleh IgE akan tersensitisasi (fase
sensitisasi) karena sel memerlukan waktu untuk menghasilkan IgE maka pada kontak pertama
tidak terjadi reaksi apapun.
Waktu yang diperlukan untuk fase sensitisasi bervariasi dari 15-30 menit hingga 10-20 jam.
Adanya alergen pada kontak pertama menstimulasi sel B untuk memproduksi antibody yaitu IgE.
IgE kemudian masuk ke aliran darah dan berikatan dengan reseptor di sel Mastosit dan Basofil
sehingga sel Mastosit atau Basofil menjadi tersensitisasi. Pada saat kontak ulang dengan allergen
maka alergen akan berikatan dengan IgE yang berikatan dengan antibodi di sel Mastosit atau
Basofil dan menyebabkan terjadinya granulasi.
Menurut jarak waktu timbulnya reaksi Hipersensitivitas tipe I dibagi menjadi
1. Tipe cepat
Terjadi beberapa menit setelah terpajan antigen yang sesuai.reaksi ini dapat bertahan
dalam beberapa jam walaupun tanpa kontak dengan alergen lagi.
2. Tipe lambat
Reaksi alergi tipe lambat ini jarang terjadi tanpa didahului reaksi alergi tipe cepat. Sel
Mast dapat membebaskan mediator kemotaktik dan sitokin yang menarik sel radang ke
tempat terjadinya reaksi alergi . mediator fase aktif dari sel Mast tersebut akan
meningkatkan permeabilitas kapiler yang meningkatkan jumlah sel radang.
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 3/19
3
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
1I. Anatomi Mata
Gambar 2.1. Anatomi Mata
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi
targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun (baik
mendadak m aupun perlahan) . Bagian berpigmen pada mata uvea bagian iris, warna yang
tampak tergantung pada pigmen melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat, sedikit
pigmen = biru, tidak ada pigmen = merah / pada albino)
II.2. Media Refraksi
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 4/19
4
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata
sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi
atau istirahat melihat jauh.
1I.2.1. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan
terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1. Epitel
Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih;
satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi
lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui
desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan
glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun
tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 5/19
5
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea
yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
μm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi
samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau panyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel
terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya
regenerasi.
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 6/19
6
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan.
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar
masuk kornea dilakukan oleh kornea.
1I.2.2. Aqueous Humor (Cairan Mata)
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak
memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu
lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh
jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior.
Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous
humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena
sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan ini dikenal sebagai
glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous
humor , yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini
menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak
diatasi.
1I.2.3. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata
dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus
cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang.
Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa.
Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya
serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa
merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul
lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar
nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 7/19
7
terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan
dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding
korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang
menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar .
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung
Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan
berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
Keruh atau apa yang disebut katarak,
Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat .
1I.2.4. Badan Vitreous (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel
transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat
yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen
dan asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya
pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan
memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.
Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.
1I.2.5. Panjang Bola Mata
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 8/19
8
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata
seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea
(mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola
mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai
ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.IIIIIIIIIIIIIIII
BAB IV
KERATOKONJUNGTIVITIS VERNALIS
IV.1 Definisi
Konjungtivitis vernal adalah iritasi bilateral yang terjadi musiman dan berulang pada
konjungtiva (selaput mata).
IV.2 Epidemiologi
Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5%
pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas (misalnya di
Italia, Yunani, Israel dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika
Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman). Penyakit ini tergolong penyakit anak muda, jarang terjadi
pada pasien usia di bawah 3 tahun atau di atas 25 tahun. Dari 1000 kasus yang tercatat di
literatur, 750 kasus terjadi pada pasien dengan usia 5 hingga 20 tahun. Dalam koleksi kami
sendiri terdapat 38 dari 39 pasien yang berusia lebih muda dari 14 tahun, ketika penyakit tersebut
berawal. Usia yang paling banyak adalah 5 tahun, dimana lebih banyak anak laki-laki daripada
perempuan yang terinfeksi. Beigelman memaparkan 5000 kasus yang dilaporkan dan
menemukan bahwa penyakit berpeluang dua kali lipat terjadi pada anak laki-laki.
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 9/19
9
Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan). Kami menemukan
bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal memiliki satu atau lebih sanak
keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan (misalnya asma, demam rumput, iritasi kulit
turunan atau alergi selaput lendir hidung permanen). Penyakit-penyakit turunan ini umumnya
ditemukan pada pasien itu sendiri. Dalam koleksi kami, 19 dari 39 pasien memiliki satu atau
lebih dari empat penyakit turunan utama.
Kurun waktu konjungtivitis vernal rata-rata berkisar 4 sampai 10 tahun. Penyakit ini jarang
tinggal menetap pada usia 30 an, 40 an dan 50 an, tetapi jika terinfeksi maka infeksinya lebih
parah daripada jika terjadi pada anak-anak.
Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan memburuk pada
musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah mengapa dinamakan konjungtivitis
”vernal” (atau musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit ini lebih menyerang pada musim
gugur dan musim dingin. Akan tetapi, banyak pasien mengalami gejala sepanjang tahun,
mungkin disebabkan berbagai sumber alergi yang silih berganti sepanjang tahun.
IV.3 Etiologi
Konjungtivitis vernalis terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada musimpanas.
Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas
dan berhenti sebelum usia 20.
IV.4 Klasifikasi
Ada dua tipe konjugtivitis vernalis :
1. Bentuk Palpebra
Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat pertumbuhan
papil yang besar atau Cobble Stone yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva bawah
hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat disbanding bentuk limbal. Secara klinik,
papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan rata dengan kapiler
ditengah
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 10/19
10
2. Bentuk Limbal
Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatine.
Dengan Tranta’ s dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel
Limbus Kornea, terbentuknya Panus dengan sedikit eosinofil
vernal keratokonjungtivitis tipe limbal
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 11/19
11
IV.5 Patofisiologi
Konjungtivitis vernal disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen. Alergen terikat
dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE terjadi, menyebabkan degranulasi dari sel mast
dan permulaan dari reaksi bertingkat dari peradangan. Hal ini menyebabkan pelepasan histamin
dari sel mast, juga mediator lain termasuk triptase, kimase, heparin, kondroitin sulfat,
prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. histamin dan bradikinin dengan segera menstimulasi
nosiseptor, menyebabkan rasa gatal, peningkatan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, kemerahan
dan injeksi konjungtiva.
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang
banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada Konjungtiva akan dijumpai hiperemi
dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi
jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan
diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah
gambaran cobblestone Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu
kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada
konjungtiva tarsal disebut von Graefe’s pavement like granulations. Hipertrofi papil pada
konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi yang
menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat kekeruhan pada limbus sering menimbulkan
gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas Stem cells.
Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan
tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel
epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white.
Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil
dan sel mast.
Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel Mononuklear serta Limfosit makrofag. Sel mast daneosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini hampir 80%
sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan peran
sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya
dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan..
Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase,
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 12/19
12
peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok serta reduksi sel radang secara keseluruhan.
Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone
yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas
membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas dot’s
yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang
terdeskuamasi namun masih ada sel PMN dan limfosit.
Gambar : Horner- Trantas dot’s
IV.6 Gambaran Klinis
IV.6.1 Gambaran Histopatologik
Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini,
akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis
sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky
white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltra sistroma oleh sel-sel PMN, eosinofil,
basofil, dan sel mast.Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit
makrofag. Selmast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial.
Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 13/19
13
dalam membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan
eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas
jaringan. Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi
kolagen,hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang
secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan
terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis.
Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar
perlekatan yang luas. Horner- Trantas dots yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari
eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.Kolagen
maupun pembuluh darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 5-10
lapis sel epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring denganbertambah besarnya papil,
lapisan epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanyatinggal satu lapis sel yang kemudian
akan mengalami keratinisasi. Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis
mata yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma
padakonjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara
itu,beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksikyang
berperan dalam kekambuhan konjungtivitis. Dalam penelitian tersebut jugaditemukan adanya
reaksi hipersensitivitas. Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal,tetapi juga di fornix, serta
pada beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar. Pada limbus juga terjadi
transformasi patologik yang sama berupa pertumbuhanepitel yang hebat meluas, bahkan dapat
terbentuk 30-40 lapis sel (acanthosis). Horner-Trantas dot`s yang terdapat di daerah ini sebagian
besar terdiri atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan
limfosit.
IV.5.2 Gejala
Pasien umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat.
Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam , jerami, eczema, dan lain-lain) dan kadang-
kadang pada pasien muda juga. Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak
papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 14/19
14
gambaran cobble stone. Setiap papil raksasa berbentuk poligonal, dengan atap rata dan
mengandung berkas kapiler.
Gambar 1. konjungtivitis vernalis. Papilla batu bata di konjungtiva tarsalis superior
Mungkin terdapat kotoran mata berserabut dan pseudomembran fibrinosa (tanda
Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus, terutama pada orang negro turunan Afrika, lesi paling
mencolok terdapat di limbus, yaitu pembengkakan gelatinosa ( papillae). Sebuah
pseudogerontoxon (arcus) sering terlihat pada kornea dekat papilla limbus. Tranta’s dots adalah
bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada beberapa pasien dengan konjungtivitis vernalis
selama fase aktif dari penyakit ini.Sering tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal
palpebra dan limbus,namun pannus besar jarang dijumpai. Biasanya tidak timbul parut pada
konjungtivakecuali jika pasien telah menjalani krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi, atau
prosedur lain yang dapat merusak konjungtiva.
IV.7 Diagnosa
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 15/19
15
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk
mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dangranula-
granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas.
IV.7.1 Diagnosa Banding
Diagnosis banding pada umumnya tidak sulit. Diagnosis banding untuk konjungtivitis
vernalis dapat berupa konjungtivitis atopik. Kelainan mata pada konjungtivitis atopik berupa
kelopak mata yang tebal, likenisasi, konjungtiva hiperemi dan kemosis disertai papil- papil di
konjungtiva tarsalis inferior. Kadang- kadang papil ini besar mirip dengan gambaran cobble
stone dan dapat dijumpai pada konjungtiva tarsalis superior. Trantas dot’s juga dapat dijumpai
pada konjungtivitis atopik meskipun tidak sesering pada konjungtivitis vernalis.
Selain konjungtivitis atopik, perlu juga dipikirkan kemungkinan adanya Giant Papillary
conjungtivitis pada pemakaian lensa kontak, baik yang keras maupun yang lunak. Gejalanya
mulai dengan gatal disertai banyak mukus serta timbulnya papil raksasa di konjungtiva tarsalis
superior. Kelainan ini dapat timbul baik satu minggu sesudah pemakaian lensa kontak maupun
setelah lama pemakaian. Pada kelainan ini tidak ada pengaruh musim. Pemeriksaan sitologi
hanya menunjukkan sedikit eosinofil. Dengan dilepasnya lensa kontak, gejala- gejalanya akan
berkurang.
Konjungtivitis vernalis kadang- kadang perlu di diagnosis banding dengan trachoma
stadium II yang disertai folikel- folikel yang besar mirip cobble stone.
IV.8 Penatalaksanaan
Umumnya kebanyakan konjungtivitis vernal awalnya diperlakukan seperti ringan sampai
ada kegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan menjadi tingkat sedang. Penyakit ringan sampai
sedang biasanya mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan reaksi konjungtiva papiler yang
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 16/19
16
ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih berat mempunyai giant papila pada
konjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan perisai (steril) Ulkus Kornea.
Rujukan spesialis harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten,
dimana memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topical yang dapat digunakan
bersama dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer . Topikal NSAID dapat
ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut. Kortikosteroid punya
beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk penyembuhan luka yang terlambat,
infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokuler dan pembentukan katarak. Kortikosteroid
yang lebih baru seperti loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon.
Siklosporin topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat dipertimbangkan
sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali berguna sebagai terapi lini kedua
pada kasus atopi berat atau konjungtivitis vernal.
Seperti halnya semua penyakit alergi lainnya, terapi konjungtivitis vernalis bertujuan untuk
mengidentifikasi allergen dan bahkan mungkin mengeliminasi atau menghindarinya. Untuk itu,
anamnesis yang teliti baik pada pasien maupun orang tua akan dapat membantu menggambarkan
aktivitas dan lingkungan mana yang harus dihindari. Dengan demikian, penatalaksanaan pada
pasien ini akan terbagi dalam tiga bentuk yang saling menunjang untuk dapat memberikan hasil
yang optimal. Ketiga bentuk pelaksanaan tersebut meliputi : (1) Tindakan umum; (2) Terapi
medikasi; (3) Pembedahan.
1.Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan- tindakan konsultatif yang membantu mengurangi
keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis tersebut diatas. Beberapa tindakan
tersebut antara lain :
Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter
Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari
Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan allergen di
udara terbuka.
Kompres dingin di daerah mata
Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif
karena membantu menghalau allergen.
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 17/19
17
Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut climato-therapy.
Cara ini memang kurang praktis mengingat tingginya biaya yang dibtuhkan. Namun
efektivitasnya yang cukup dramatis patut diperhitungkan sebagai alternatif bila keadaan
memungkinkan.
Menghindari tindakan menggosok- gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena
telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator- mediator sel mast.
2.Terapi Medik
Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua pasien tentang sifat
kronis serta self limiting ( dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan ) dari penyakit ini.
Selain itu perlu juga dijelaskan mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang dapat
timbul dari pengobatan yang ada terutama dalam pemakaian steroid. Salah satu faktor
pertimbangan yang penting dalam mengambil langkah untuk memberikan obat- obatan adalah
eksudat yang kental dan lengket pada konjungtivitis vernalis ini, karena merupakan indicator
yang sensitive dari aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan memainkan peran penting
dalam timbulnya gejala.
Untuk menghilangkan sekresi mukus dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik sepertiasetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas eksudat serta beratnya
gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan 10%. Larutan alkaline
seperti sodium karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin,
sekalipun tidak efektif sepenuhnya.
Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis vernalis ini
adalah kortikosteroid baik topikal maupun sistemik. Namun untuk pemakaian dalam dosis besar
harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak diharapkan.
Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bias diberikan steroid topikal prednisolon fosfat 1%, 6-
8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai dosis
terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan
steroid sistemik seperti prednisolon asetet, prednisolon fosfat atau deksametason fosfat 2- 3
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 18/19
18
tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan
pemakaian preparat steroid adalah menggunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat
mungkin.
Antihistamin baik lokal maupun sistemik dapat dipertimbangkan sebagai plihan lain karena
kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan
vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai pada kasus yang ringan atau
memungkinkan reduksi dosis. Bahkan menangguhkan pemberian kortikosteroid topikal. Satu hal
yang tidak disukai dari pemakaian antihistamin adalah efek samping yang menimbulkan rasa
mengantuk. Pada anak- anak hal ini dapat juga mengganggu aktivitas sehari- hari.
Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan kemampuan
mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan antihistamin yang berfungsi
sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.
Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebaga pengganti steroid bila
pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi kebutuhan akan
pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel mast, mencegah
terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun tidak mampumenghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE dengan antigen spesifik. Titik
tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta
menghambat pelepasan histamin dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi.
Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam
konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang spesifik terhadap
konjungtivitis vernalis dimana gejala dan tanda konjungtivitis vernalis hilang dalam 14 hari.
3. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan seperti krioterapi dan diatermi pada papil raksasa konjungtiva tarsal kini
sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif karena dalam
7/27/2019 Vernal Keratokonjungtivitis Comp
http://slidepdf.com/reader/full/vernal-keratokonjungtivitis-comp 19/19
19
waktu dekat akan tumbuh lagi. Apabila segala bentuk pengobatan telah dicoba dan tidak
memuaskan maka metode dengan tandur alih membrane mukosa pada kasus konjungtivitis
vernalis tipe palpebra yang parah perlu dipertimbangkan. Akhirnya perlu ditekankan bahwa
Konjungtivitis Vernalis biasanya berlangsung selama 4- 6 tahun dan bisa sembuh sendiri apabila
anak sudah dewasa.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Wybar , Kenneth. Ophthalmology . Bailliere Tindall, 1 St Anne „s Road,Eastbourne, East
Sussex BN 21 3 UN, England. 1984
2. Duane , Thomas D, Jaeger, Edward A . Clinical Opthalmology . Harper & Row, Publisher ,
Inc., East Washington Square, Philadelphia, Pensylvania 19105. 1986
3. Vaughan , Daniel, Asbury, Tailor. General Ophtalmology. Lange Medical Publications,
Drawer L Los Altos, California 94022. 1977
4. Wright , Kenneth W, Spiegel, Peter H. Pediatric Opthalmology and Strabismus. Springer-
Verlag New York Inc 175 fifth avenue, New York, NY 10010, USA.2003
5. Ilyas DSM, Sidarta,. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1998
top related