kanalispolban.files.wordpress.com view... yang merupakan penjernih air cepat yang ... muncul...
Post on 22-Apr-2018
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi
serbaguna bagi kehidupan manusia mulai dari sebagai sumber air bersih untuk
kehidupan masyarakat sampai kepada sumber irigasi untuk pertanian. Saat ini sedikit
sekali sungai yang masih menjalankan fungsinya dengan baik dikarenakan
tercemarnya sungai-sungai tersebut yang banyak diakibatkan perbuatan manusia.
Maka dari itu, dibutuhkannya pengolahan air sungai yang berguna untuk
mendapatkan kualitas air sungai yang baik sehingga dapat dimanfaatkan bagi
kehidupan masyarakat.
Pada proses Koagulasi biasanya sering digunakan yaitu Alum sulfat dan Poli
Aluminium Klorida (PAC) yang merupakan penjernih air cepat yang merupakan
polimer dari Aluminium koagulasi yang dinilai efektif untuk menurunkan kekeruhan.
Akan tetapi, koagulan ini ternyata juga dapat membahayakan manusia yaitu dapat
menyebabkan gangguan pencernaan. Keterbatasan penggunaan koagulan kimia ini
menghasilkan lumpur/endapan yang masih mempunyai unsur kimia yang dapat
membahayakan lingkungan bila dibuang langsung. Disamping itu, juga bisa
mempengaruhi pH air.
Dari keterbatasan koagulan kimia ini, muncul alternatif penggunaan koagulan
biologi yang berasal dari tanaman. Shultz dan Okun (1983) melaporkan bahwa
Institut Penelitian Teknik India, telah menemukan ekstrak Nirmali (Strychnos
potatorum), asam (Tamarindus indica), tanaman guar (Cyamopsis psoraloides),
sorella merah (Hibiscus sabdariffa), fenugreek (Trigonella foenum) dan lentils (Lens
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 1 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
esculenta), semuanya berpotensi sebagai koagulan yang efektif pada turbiditas tinggi
air baku dan dapat mengurangi dosis alum yang dibutuhkan sekitar 40-50%.
Berdasarkan penelitian tersebut maka digunakan koagulan alami untuk
pengolahan air limbah sebagai cara alternatif. Untuk penelitian ini koagulan alami
yang digunakan adalah biji asam jawa. Pemilihan biji asam jawa sebagai koagulan
alami untuk pengolahan air limbah didasarkan pada kandungan dari biji asam jawa.
Kandungan biji asam jawa yaitu polisakarida dan tannin merupakan koagulan alami
yang lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan koagulan organik dan
anorganik lainnya untuk pengolahan air limbah. Dengan pertimbangan lebih
ekonomis dan lebih ramah lingkungan maka dipilih biji asam jawa sebagai koagulan
untuk pengolahan air limbah sungai.
Bertolak dari hal tersebut di atas, maka dilakukan penelitian yang bertujuan
untuk menentukan dosis optimum Biji Asam Jawa (Tamarindus Indica L) sebagai
koagulan dalam proses penurunan turbiditas dalam limbah air sungai. Dengan adanya
penelitian ini, diharapakan diperoleh bahan koagulan pengolahan limbah cair yang
relatif murah sekaligus menambah nilai ekonomisnya, dan pada gilirannya menjadi
motivasi bagi masyarakat untuk membudidayakan dan melestarikan fungsinya. dan
diharapakan dapat diperoleh suatu inovasi baru untuk lingkungan sebagai alternatif
yang berkualitas yang relatif murah dan sangat aman untuk manusia dan
lingkungannya sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dan mengembangkan
fungsi sumber daya alam secara baik.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan pengaruh asam jawa sebagai koagulan terhadap pH dan
ketinggian endapan.
2. Menentukan dosis optimum asam jawa untuk mengurangi kekeruhan air
sungai.
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 2 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
3. Mengetahui kemampuan biji asam jawa sebagai koagulan apabila
dikombinasikan dengan aquaclear.
1.3 Ruang Lingkup
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Limbah Industri (PLI),
Teknik Kimia, POLBAN, pada tahun 2013. Penelitian berlangsung selama dua hari.
dengan bahan-bahan yang digunakan antara lain biji asam jawa, aquaclear, dan air
sungai dekat kampus POLBAN.
1. Air sungai yang digunakan adalah air sungai Sarijadi dimana titik
samplingnya diambil di bagian pinggir sungai.
2. Koagulan yang digunakan adalah biji asam jawa dengan variasi dosis 0,2
g/L : 0,3 g/L : 0,4 g/L : 0,5 g/L : 0,6 g/L : 0,7 g/L
3. Flokulan yang digunakan adalah aquaclear dengan konsentrasi 1%.
4. Parameter uji yang dilakukan adalah pH, dan kekeruhan.
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 3 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang
dapat membahayakan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dan lazimnya
muncul karena hasil aktivitas manusia. Untuk mengolah air limbah maka dilakukan
penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan
sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah
diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan
juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
2.1 Air Sungai
Sungai adalah salah satu ekosistem perairan yang dipengaruhi oleh banyak
faktor, baik oleh aktivitas alam maupun aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai
(DAS). Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk
secara alamiah, mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir.
Air hujan yang jatuh diatas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil
menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk-bentuk kecil, kemudian menjadi
alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar atau utama. Dengan
demikian dapat dikatakan sungai berfungsi menampung curah hujan dan
mengalirkannya ke laut (Loebis et al., 1993, hlm: 3).
2.2 Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk
menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Dimana
partikel-partikel koloid ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh
perlakuan fisik. Pada proses koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 4 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan pengadukan secara
cepat agar diperoleh campuran yang merata distribusi koagulannya sehingga proses
pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata pula.
Koagulasi dan flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah
berebentuk suspense atau koloid. Koloid merupakan partikel-pertikel berdiameter
sekitar 1 nm (10-7cm) hingga 0,1 nm (10-8cm). partikel-partikel ini tidak dapat
mengendap dalam periode waktu tertentu dan tidak dapat dihilangkan dengan proses
perlakuan fisika biasa.
2.2.1 Koagulasi
Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan
tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan
terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan, proses pengikatan partikel koloid.
Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi.
Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan
penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Koagulan yang umum dipakai adalah
alumunium sulfat, feri sulfat, fero sulfat dan PAC.
Umumnya partikel-partikel tersuspensi atau koloid dalam air buangan
memperlihatkan efek Brownian. Permukan partikel-partikel tersebut bermuatan listrik
negatif. Partikel-partikel itu menarik ion-ion positif yang terdapat dalam air dan
menolak ion-ion negatif. Ion-ion positif tersebut kemudian menyelubungi partikel-
partikel koloid dan membentuk lapisanrapat bermuatan didekat permukannya.
Lapisan yang terdiri dari ion-ion positif itu disebut dengan lapisan kokoh (fixed
layer). Adanya muatan-muatan pada permukaan partikel koloid tersebut
menyebabkan pembentukan medan elektrostatik di sekitar partikel itu sehingga
menimbulkan gaya tolak-menolak antar partikel. Disamping gaya tolak-menolak
akibat muatan negatif pada partikel-partikel koloid, ada juga gaya tarik manarik
antara 2 patikel yang dikenal dengan gaya Van der Walls. Selama tidak ada hal yang
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 5 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
mempengaruhi kesetimbangan muatan-muatan listrik partikel koloid, gaya tolak
menolak yang ada selalu lebih besar dari pada gaya Van der Walls, dan akibatnya
partikel koloid tetap dalam keadaan stabil (Farooq dan Velioglu, 1989).
Jika ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) ditambahkan kedalam
koloid target koagulasi, maka kation tersebut akan masuk kedalam lapisan difusi
karena tertarik oleh muatan negatif yang ada permukaan partikel koloid. Hal ini
menyebabkan konsentrasi ion-ion dalam lapisan difusi akan meningkat. Akibatnya,
ketebalan lapisan difusi akan berkurang (termampatkan kea rah permukaan partikel).
Pemampatan lapisan difusi ini akan mempengaruhi potensial permukaan partikel
koloid, gaya tolak menolak antar partikel serta stabilitas partikel koloid. Penambahan
kation hingga mencapai suatu jumlah tertentu akan merubah besar partikel kesuatu
tingkat dimana gaya tarik menarik Van der Walls antar partikel dapat melampaui
gaya tolak menolak yang ada. Dengan demikian, partikel koloid dapat saling
mendekati dan menempel satu sama lain serta membentuk mikroflok. (Farooq dan
Velioglu, 1989).
Ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) yang ditambahkan untuk
meniadakan kestabilan partikel koloid tersebut dapat dihasilkan dari senyawa organic
dan anorganik tertentu yang disebut koagulan. Zat kimia yang digunakan dalam
proses ini meliputi ion-ion metal seperti alumunium atau besi, yang mana akan
terhidrolisa dengan cepat untuk membentuk presipitat yang tidak larut dan
polielektrolit organik alam atau sintetik, yang mana dengan cepat teradsoprsi pada
permukaan partikel koloid, dengan demikian mempercepat laju pembentukan agregat
dari partikel koloid (Montgomery, 1985).
2.2.2 Flokulasi
Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan
pengelompokan/ aglomerasi antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses
pengadukan lambat atau slow mixing), Proses pengikatan partikel koloid oleh
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 6 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
flokulan. Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok
yang berukuran besar. Partikel yang berukuran besar akan udah diendapkan.
Agar patikel koloid dapat menggumpal, gaya tolak-menolak elektrostatik
antara partikelnya harus dikurangi dan transportasi partikel harus menghasilkan
kontak diantara partikel yang mengalami destabilisasi. Setelah partikel-partikel koloid
mengalami destabilisasi, adalah penting untuk membawa partikel-partikel tersebut ke
dalam suatu kontak antara satu dengan yang lainnya sehingga dapat menggumpal dan
membentuk partikel yang lebih besar yang disebut flok. Proses kontak ini disebut
flokulasi.
2.3 Biji Asam Jawa
Banyak penelitian yang mengindikasikan bahwa koagulan alami dapat
menunjukan kemampuannya yang terbaik saat digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan beberapa macam kontaminan.
Jenis koagulan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah biji asam jawa.
Asam Jawa termasuk ke dalam suku Fahaccae. Spesies ini adalah satu-satunya
anggota marga Tamarindus. Biji Asam Jawa (Tamarindus Indica L) mengandung
senyawa tanin, minyak esensial, serta polimer alamipli. Tanin adalah senyawa yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Rosydah, 2008). Minyak esensial
merupakan minyak aromatik yang dapat mengurangi bau yang tidak sedap (Rosydah,
2008), sedangkan polimer alami seperti albuminoid, pati, dan getah berfungsi sebagai
koagulan yang berperan dalam pengumpalan partikel-partikel air (Rosydah, 2008).
Ekstrak biji asam jawa mengandung polisakarida alami yang tersusun atau D-
galactose, D-glucose dan D-xylose yang merupakan flokulan alami. Biji asam jawa
sendiri mudah ditemukan di Indonesia. Di Indonesia sendiri biji asam jawa biasa
dimakan setelah direndam dan direbus, atau setelah dipanggang. Selain itu, biji asam
juga dijadikan tepung untuk membuat kue atau roti. Selain dikonsumsi untuk
sebagian orang, pemanfaatan biji asam jawa yang selama ini hanya sebagai limbah
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 7 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
yang jarang digunakan perlu dikembangkan lebih lanjut untuk pengolahan limbah
cair, yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.
Buah asam jawa adalah buah sejati tunggal (buah sungguh) dan kering.
panjang 5-15 cm, buah rapuh, polong yang menggelembung, hampir silindris,
bengkok atau lurus, berbiji sampai 10 butir, sering dengan penyempitan di antara dua
biji, kulit buah mengeras berwarna kecoklatan atau kelabu bersisik, dengan urat-urat
yang mengeras dan liat serupa benang. Daging buah putih kehijauan ketika muda,
menjadi merah kecoklatan sampai kehitaman ketika sangat masak, asam manis dan
melengket.
Biji asam jawa dapat dipergunakan sebagai koagulan pada proses koagulasi,
karena pertimbangan kandungan tannin dalam biji tersebut. Tannin adalah senyawa
phenolic yang larut dalam air. Dengan berat molekul antara 500-30000 dapat
mengendapkan protein dari suatu larutan. sebagian besar biji legume mengandung
tannin terutama pada kulit bijinya. warna kulit biji yang semakin gelap, menandakan
kandungan tannin yang semakin tinggi.
Biji asam memiliki kandungan tannin sebesar 20% yang terdapat pada kulit biji
dan kandungan pati dalam daging biji cukup besar sekitar 33,1%.
Berdasarkan pengamatan Rao, 2005, tannin yang dikandung dalam tanaman
merupakan zat aktif yang menyebabkan proses koagulasi dan polimer alami seperti
pati yang berfungsi senagai flokulan.
2.4 Parameter-Parameter
2.4.1 Kekeruhan (Turbidity)
Turbiditas atau kekeruhan di dalam air disebabkan oleh adanya zat yang
tersuspensi seperti lumpur, plangton, zat organik dan zat halus lainya. Turbiditas
tidak memiliki hubungan langsung dengan zat padat tersuspensi, karena turbiditas
tergantung dari ukuran dan bentuk butir partikel, sedangkan zat padat tersuspensi
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 8 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
tergantung dengan zat yang tersuspensi tersebut. Ada beberapa metoda pengukuran
turbiditas yatu :
- Nefelometri
- Hellige turbiditymetri (kekeruhan silika)
- Metode visual/candle turbiditymetri (kekeruhan jackson)
- Metode spektrofotometri
Metode yang sering dipakai adalah metode nefelometri dengan satuan NTU
(Nefelometric Turbidity Units). Prinsip analisa dengan metode nefelometri ini adalah
pengukuran terhadap intensitas cahaya yang dihamburkan oleh partikel-partikel yang
ada di dalam air. Semakin tinggi intensitas cahaya yang dihamburkan semakin tinggi
pula turbidity atau kekeruhannya. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan
intensitas cahaya yang dihamburkan oleh sampel dengan intensitas cahaya yang
dihamburkan oleh larutan standar dalam keadaan yang sama. Sebagai larutan standar
untuk penentuan kekeruhan digunakan larutan suspensi polimer formazin. Maka
satuannya juga sering disebut FTU (Formazin Turbidity Units).
Untuk standar kekeruhan pada alat tubiditas di lapangan sebaiknya
menggunakan standar turbiditas yang berbentuk padat, yaitu kaca buram yang sudah
distandarisasikan dengan larutan standar turbiditas.
Gangguan yang dapat terjadi dalam pengukuran turbiditas antara lain:
- Warna sampel dapat memepengaruhi nilai kekeruhan, karena adanya
penyerapan cahaya sehingga nilai turbiditasnya akan turun.
- Alat gelas yang buram atau retak mempengaruhi hasil pengukuran.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah tingkat representatif sampel,
terutama pada sampel yang banyak mengandung zat padat tersuspensi.
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 9 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
2.4.2 pH
pH menunjukan derajat asam-basa suatu cairan, melalui konsentrasi (aktifitas)
ion Hidrogen. Peranan ion hidrogen dalam air dapat mempengaruhi aktifitas manusia,
binatang, nikroorganisme serta proses-proses lainya. Ion hidrogen sangat berperan
dalam air, namun tidak begitu berperan dalam pelarut organik seperti alkohol dan
lain-lain. Oleh karena itu, derajat asam basa hanya dapat diukur di dalam pelarut air.
Asam dianggap sebagai suatu molekul yang memisahkan diri menjadi ion H+ dan
sisa asam, misalnya HCl → H + + Cl − . Belakangan ini timbul anggapan baru tentang
asam, sehubungan dengan adanya senyawa yang bila bereaksi dengan air akan
menghasilkan ion hidrogen (H+) yaitu: CO2 dan Al2(SO4)3.
CO2 + 2H2O H3O+ HCO3-
pH dalam bentuk logaritma memiliki definisi sebagai berikut
pH = - log [H+]
Air murni memiliki kesetimbangan yang dinamis, antara H2O,H+ dan OH, H2O
H+ + OH Kw = [H+] [OH-]
[H2O] Kw = [H+] [OH-]
Kw = 10-4
Karena air memiliki konsentrasi ion H+ dan OH- yang sama maka H2O
memiliki pH = 7.
Kw = [H+] [OH-]
10-4 = 10-7.10-7
Ada dua metode pengukuran pH
- Metode kolorimetri
- Metode potensiometri
Metode kolorimetri adalah suatu cara pengukuran pH yang menggunakan
indikator warna sebagai alat ukur. Indikator dapat berupa kertas atau serbuk-serbuk
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 10 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
indikator. Metode ini sering dipakai dalam titrasi asam basa, atau alat pengukuran
dengan lakmus, kertas pH indikator dan sebagainya.
Metode potensiometri adalah metode pengukuran pH yang didasarkan atas
perbedaan tegangan pada kedua ujung potensial. Yang dimaksud dengan ujung
potensial disini adalah elektroda (elektroda kerja dan elektroda pembanding).
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 11 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
BAB III
METODOLOGI
Dalam mengolah air limbah, dilakukan proses koagulasi flokulasi
menggunakan biji asam jawa sebagai koagulan. Pada prosesnya dilakukan proses
koagulasi terlebih dahulu dimana dosis yang ditambahkan divariasikan. Proses
selanjutnya dilakukan proses flokulasi serta pengendapan flok yang terbentuk
sehingga kekeruhan air limbah berkurang.
3.1. Diagram Alir Proses
Diagram 3.1 Diagram Alir Proses Koagulasi dan Flokulasi Pada Sampel Air Sungai
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 12 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
Persiapan Alat dan Bahan
Analisis Parameter Awal Sampel Limbah
- Kekeruhan (NTU)
- pH
Penentuan Dosis Koagulan Optimum dengan Proses
Koagulasi-Folkulasi tanpa penambahan aquaclear
Variasi Dosis 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6 ; 0,7 g/L
pH Optimum
Dosis Koagulan Optimum Biji Asam Jawa
- Kekeruhan (NTU)
- pHAnalisis Parameter Effluent
Penentuan Dosis Koagulan Optimum dengan Proses
Koagulasi-Folkulasi dengan penambahan aquaclear
Variasi Dosis 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6 ; 0,7 g/L
pH Optimum
Dosis Koagulan Optimum Biji Asam Jawa
3.2. Tahapan Persiapan
3.2.1. Pengadaan Peralatan Penelitian dan Analisa
Pengadaan Peralatan Penelitian dan Analisa dari laboratorium pengolahan
limbah industri Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung.
3.2.2. Pengadaan Bahan Koagulan, Bahan Kimia, dan Sampel Limbah
Bahan koagulan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah biji asam
jawa. Awalnya biji asam jawa dipisahkan dari dagingnya dan dibersihkan, lalu
diblender hingga berbentuk serbuk dan diayak dengan menggunakan ayakan.
Kemudian dipanaskan dengan menggunakan oven pada suhu 1050C selama 30 menit
untuk menghomogenkan dan menurunkan kadar airnya hingga konstan. Tepung
inilah yang selanjutnya digunakkan sebagai koagulan dalam proses koagulasi
tersebut.
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah air sungai. Air sungai
yang dijadikan sempel berasal dari air sungai yang terdapat di daerah Sarijadi,
Bandung Barat yang kemudian dibawa ke laboratorium Pengolahan Limbah Industri
Politeknik Negeri Bandung.
3.3. Tahapan Pelaksanaan Percobaan
3.3.1. Sampling
Pada percobaan kali ini sampel yang dipakai adalah sampel air yang berasal
dari sampel air sungai.
3.3.2. Prosedur Koagulasi-Flokulasi
Prosedur koagulasi dilakukan dengan menggunakan alat jarset pada kecepatan
awal 100 rpm selama 1 menit. Dilanjutkan dengan kecepatan untuk proses flokulasi
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 13 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
dengan kecepatan 60 rpm selama 10 menit, kemudian diendapkan dalam kerucut
imhoff selama 60 menit.
3.3.3. Variasi Percobaan
Dalam percobaan kali ini dilakukan 2 variasi yaitu variasi terhadap dosis
koagulan untuk melihat kondisi optimum penyisihan yang dapat terjadi pada air
sungai setelah proses koagulasi dan yang kedua adalah variasi penambahan aquaclear.
Variasi pertama adalah variasi dosis untuk penentuan dosis optimum, koagulan biji
asam jawa dengan variasi antara lain 0,2 g/L ; 0,3 g/L ; 0,4 g/L ; 0,5 g/L ; 0,6 g/L ;
0,7 g/L, dengan pH optimum biji asam jawa adalah 2. Setelah prosedur tersebut
dilakukan maka, didapatkan dosis koagulan optimum dalam menyisihkan kekeruhan.
Variasi kedua adalah variasi penambahan koagulan biji asam jawa yang
dikombinasikan dengan aquaclear pada sampel. Sampel yang telah ditambahkan
koagulan biji asam jawa pada variasi dosis 0,2 g/L ; 0,3 g/L ; 0,4 g/L ; 0,5 g/L ; 0,6
g/L ; 0,7 g/L kemudian ditambahkan aquaclear 1 mL. Setelah prosedur tersebut
dilakukan maka, didapatkan dosis koagulan optimum biji asam jawa yang
dikombinasikan aquaclear dalam menyisihkan kekeruhan.
3.4. Tahapan Analisis
Tahap analisis kekeruhan dan pH dilakukan pada sebelum dan sesudah tahap
koagulasi dan flokulasi, sedangkan analisis TDS dilakukan sebelum dan sesudah
dilakukan tahap koagulasi dan flokulasi dan sesudah diketahui dosis optimum.
3.4.1. Prosedur Pemeriksaan Kekeruhan dan pH
Analisa kekeruhan dilakukan dengan alat turbidimeter. Sedangkan analisis pH
dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. pH disesuaikan menurut variabel
yang telah ditentukan.
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 14 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
3.4.2. Prosedur Pemeriksaan Jartest
Analisa menggunakan alat Jartest dilakukan dengan menambahkan 750 mL
air sampel dan menambahkan koagulan biji asam jawa dengan variasi 0,2 g/L ; 0,3
g/L ; 0,4 g/L ; 0,5 g/L ; 0,6 g/L ; 0,7 g/L dan menambahkan masing-masing gelas
flokulan aquaclear 1 ml 0,1% kemudian dilakukan dengan pengadukan pada
kecepatan putar 100 rpm selama 1 menit. Setelah itu dilakukan pemutaran kembali
dengan kecepatan 60 rpm selama 10 menit dan menuangkan masing-masing air yang
sudah diinokulasikan kedalam kerucut Imhofft dan membiarkan sampai mengendap
selama 1 jam. Kemudian dilakukan pengukuran kekeruhan masing-masing air yang
telah terendapkan dan mengukur tinggi endapan dari masing-masing kerucut.
Sedangkan untuk mengetahui dosis optimum koagulan biji asam jawa yang dilakukan
sama hanya saja dilakukan tanpa penambahan aquaclear.
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 15 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah pada air sungai dengan
menggunakan koagulan alami yaitu biji asam jawa. Dengan penambahan koagulan,
partikel-pertikel koloid dari air limbah tersebut dapat terendapkan sehingga air
limbah dapat dijernihkan dan partikel-partikel pencemar dapat berkurang. Alasan
penambahan koagulan pada pengolahan air limbah adalah karena sifat koloid yang
sulit mengendap ini akan menjadikan waktu pengendapan yang sangat lama. Hal ini
disebabkan karena adanya gaya van der walls dan elektrostatik pada koloid, sehingga
koloid sangat stabil. Maka dari itu untuk mempercepat partikel-partikel koloid
mengendap maka ditambahkan koagulan. Limbah yang digunakan adalah limbah dari
sungai yang berada di sarijadi dengan kekeruhan awal yaitu 40,88 NTU dengan pH
sebesar 8,95.
4.1 Pengaruh asam jawa sebagai koagulan terhadap pH dan ketinggian
endapan
Menurut literatur pH optimum biji asam jawa sebagai koagulan untuk
pengolahan limbah adalah pada pH 3. Biji asam jawa dibuat pH optimum karena pada
proses koagulasi flokulasi agar diperoleh hasil maksimum harus dilaksanakan pada
pH yang optimum.Untuk membuat biji asam jawa pada pH optimum maka dilakukan
penurunan pH. Akan tetapi pada percobaan ini penurunan pH dengan penambahan
H2SO4 4N terlalu banyak sehingga pH limbah air sungai adalah 2. Akan tetapi
menurut literatur semakin tinggi pH maka kemampuan biji asam jawa semakin
berkurang, sehingga semakin rendah pH maka kemampuan asam jawa semakin
optimal, oleh karena itu pada pH 2 biji asam jawa kemampuannya sebagai koagulan
tetap optimal.
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 16 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
Koagulan yang digunakan adalah biji asam jawa. Biji asam jawa dapat
menjadi koagulan disebabkan karena pengotor-pengotor atau koloid dari limbah
tersebut bermuatan negatif sedangkan koagulan biji asam jawa bermuatan positif.
Sehingga pada prosesnya akan terjadi tarik menarik antara koloid dan koagulan
karena adanya perbedaan muatan tersebut sehingga terbentuklah flok-flok yang
menyebabkan menurunnya kekeruhan pada air sungai tersebut. Menurut teori maka
semakin banyak jumlah koagulan yang ditambahkan pada limbah air sungai maka
semakin banyak pula partikel-partikel koloid pada limbah air sungai yang akan
berikatan dengan koagulan, sehingga flok yang terbentuk semakin banyak seiring
dengan penambahan jumlah koagulan. Dengan semakin banyaknya flok yang
terbentuk maka tinggi endapan akan semakin besar. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
grafik di bawah ini:
0 1 2 3 4 5 6 702468
1012
Grafik tinggi endapan terhadap dosis koagulan
Series 1
dosis koagulan (gr/L)
tingg
i end
apan
(mL)
4.1 Grafik tinggi endapan vs dosis koagulan biji asam jawa
Berdasarkan grafik hasil percobaan (tinggi endapan vs koagulan), tinggi
endapan semakin besar seiring dengan penambahan jumlah koagulan yang
ditambahkan. Pada dosis koagulan 0,2 gr/L tinggi endapan adalah 3 mL, pada dosis
koagulan 0,3 gr/L tinggi endapan adalah 6,5 mL, pada dosis koagulan 0,4 gr/L tinggi
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 17 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
endapan adalah 7 mL, pada dosis koagulan 0,5 gr/L tinggi endapan adalah 10 mL,
pada dosis koagulan 0,6 gr/L tinggi endapan adalah 8,5 mL, dan pada dosis koagulan
0,7 gr/L tinggi endapan adalah 11 mL. Dari data tersebut semakin banyak dosis
koagulan yang ditambahkan maka tinggi endapan semakin tinggi. Hanya saja pada
dosis 0,5 gr/L dan dosis 0,6 gr/L tinggi endapan sama, yaitu 10 mL. Hal ini
disebabkan karena pada penambahan koagulan saat proses koagulasi sempat ada yang
terjatuh sehingga jumlah koagulan tidak sama lagi seperti yang seharusnya. Namun,
ketidak sempurnaan dalam pengadukan juga bisa mempengaruhi tinggi endapan yang
terbentuk karena masih ada pengotor yang membentuk flok-flok. Akan tetapi dari
hasil percobaan ini bila dilihat semakin banyak jumlah dosis yang ditambahkan maka
semakin tinggi endapannya. Hasil percobaan ini terdapat kesesuaian dengan teori
bahwa semakin banyak dosis koagulan yang ditambahkan maka semakin tinggi
endapannya. Pengukuran tinggi endapan dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada mnit
ke-30, mnit ke 60 dan pada jam ke-22. Pengukuran sebanyak 3 kali ini dilakukan
karena pada menit ke 30 masih terlihat flok-flok yang terbentuk masih mengapung
dan belum terendapkan oleh karena itu dilakukan pengukuran pada menit ke 60. Akan
tetapi pada menit ke 60 pun flok-flok masih ada yang belum terendapkan.
Dikarenakan flok-flok sangat lama untu terendapkan maka dilakukan pengukuran
pada jam ke-22. Dari ketiga pengukuran ini terlihat semakin lama waktu sedimentasi
maka tinggi endapan semakin banyak. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu yang
diberikan untuk sedimentasi, maka lebih banyak flok-flok terendapkan. Pada dosis
0,3 gr/L, 0,4 gr/L,0,5 gr/L, 0,6 gr/L, 0,7 gr/L tinggi endapan meningkat seiring
lamanya waktu sedimentasi, kecuali pada dosis 0,2 gr/L tinggi endapan awalnya
meningkat pada menit ke 30 tinggi endapan 4,2 mL dan pada menit ke-60 tinggi
endapan 5 mL akan tetapi pada jam ke-22 tinggi endapan menurun menjadi 3 mL, hal
ini dikarenakan pada saat penelitian corong imhoff pada dosis 0,2 gr/L ketika
pendiaman untuk jam ke-22 corong imhoff tersebut mengalami pembocoran sehingga
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 18 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
kemungkinan terdapat endapan yang keluar yang menyebabkan penurunan tinggi
endapan.
Sedangkan pada pengaruh pH, pH limbah air sungai sebelum dilakukan
koagulasi flokulasi adalah 2, sedangkan setelah proses koagulasi flokulasi pH nya
adalah sebesar 2. Apabila dilihat sama sekali tidak ada perubahan pH sebelum dan
sesudah proses koagulasi flokulasi, artinya penggunaan koagulan asam jawa belum
memiliki kemampuan untuk mengembalikan pH ke keadaan netral. Sehingga bila
akan digunakan koagulan biji asam jawa maka perlu dilakukan pengolahan lebih
lanjut sebelum langsung dibuang ke lingkungan untuk mengatasi pH sehingga pH air
setelah pengolahan adalah netral.
4.2 Penentuan dosis optimum asam jawa untuk mengurangi kekeruhan air
sungai
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin banyak jumlah dosis koagulan
yang ditambahkan maka semakin tinggi pula endapan yang terbentuk. Menurut teori
semakin banyak partikel koloid terendapkan maka semakin jernih filtratnya. Sehingga
apabila semakin tinggi endapan yang terbentuk maka kekeruhan pada filtranya pun
semakin kecil. Dari hasil percobaan telah didapatkan bahwa semakin tinggi dosis
koagulan yang ditambahkan nilai kekeruhannya pun semakin berkurang. Terlihat
pada data percobaan yang didapat dosis 0,2 gr/L memiliki kekeruhan sebesar 22,98
NTU, dosis 0,3 gr/L memeiliki kekeruhan sebesar 17,39 NTU, dosis 0,4 gr/L
memiliki kekeruhan sebesar 11,77 NTU, dosis 0,5 gr/L memiliki kekeruhan sebesar
14,01 NTU, dosis 0,6 gr/L memiliki kekeruhan sebesar 10,71 NTU, dosis 0,7 gr/L
memiliki kekeruhan sebesar 9,75 NTU. Sehingga hasil percobaan ini dapat dikatakan
semakin besar dosis koagulan maka nilai kekeruhannya semakin kecil. Hasil
percobaan ini terdapat kesesuaian dengan teori bahwa semakin banyak jumlah dosis
koagulan yang ditambahkan maka kejernihannya meningkat dan kekeruhannya
semakin menurun. Pengukuran kekeruhan dilakukan pada jam ke-22. Hal ini
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 19 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
dikarenakan pada jam ke-22 tinggi endapan optimum dan kemungkinan flok-flok
yang belum terendapkan telah sedikit.
Sedangkan nilai kekeruhan apabila dibandingkan dengan nilai kekeruhan awal
sebelum dilakukan proses kaogulasi flokulasi adalah sebesar 40,88 NTU sedangkan
setelah proses koagulasi flokulasi kekeruhan berkurang 22,98 (bila dibandingkan
dengan data dengan kekeruhan yang paling rendah pada variasi dosis). Hal ini
tentunya biji asam jawa cukup optimal untuk menurunkan kekeruhan pada air limbah
sungai karena dari hasil percobaan nilai kekeruhan sesudah proses koagulai flokulasi
dengan koagulan biji asam jawa terjadi penurunan yang sangat besar dibandingkan
dengan kekeruhan sebelum dilakukan proses koagulasi flokulasi. Penurunan
kekeruhan setelah proses koagulasi dapat terlihat dari grafik berikut:s
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.80
5
10
15
20
25
Grafik kekeruhan terhadap dosis koagulan
Series 1
dosis koagulan (gr/L)
keke
ruha
n (N
TU)
4.2 Grafik kekeruhan vs dosis koagulan biji asam jawa
Pada grafik (kekeruhan vs koagulan) didapatkan bahwa penurunan kekeruhan
terus terjadi akibat adanya penambahan koagulan dengan dosis yang semakin banyak.
Berdasarkan grafik (kekeruhan vs koagulan) tersebut, dikarenakan pada dosis 0,7
gr/L memiliki kekeruhan yang paling kecil sehingga pada dosis 0,7 gr/L terjadi
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 20 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
penurunan kekeruhan yang paling besar maka dosis optimum biji asam jawa sebagai
koagulannya adalah 0,7 g/L.
4.3 Kemampuan biji asam jawa sebagai koagulan apabila dikombinasikan
dengan aquaclear
Pada percobaan ini digunakan kaogulan biji asam jawa dan flokulan
aquaclear. Penambahan aquaclear pada percobaan ini adalah sebagai flokulan.
flokulan berperan sebagai pengikat antara flok yang satu dengan flok yang lainnya,
sehingga flok-flok tersebut bersatu menjadi flok-flok yang lebih besar dan
memungkinkan dapat mengendap lebih cepat. Setelah dilakukan penambahan
aquaclear sebagai flokulan maka didapatkan data bahwa semakin tinggi dosis
koagulan maka tinggi endapan semakin tinggi dan kekeruhannya pun semakin
menurun serta pH setelah proses koagulasi flokulasi adalah tetap yaitu pada pH 2. Hal
ini dapat terlihat pada grafik sebagai berikut:
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.802468
1012
Grafik tinggi endapan vs dosis koagulan
Series 1
dosis koagulan (gr/L)
tingg
i end
apan
(mL)
4.3 Grafik tinggi endapan vs dosis koagulan biji asam jawa dengan penambahan
aquaclear
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 21 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
Tinggi endapan hasil proses pengendapan pada kerucut imhoff pada grafik
(Konsentrasi Koagulan vs Tinggi Endapan setelah penambahan Flokulan) yang
didapat menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai dosis koagulan maka akan semakin
tinggi endapan yang didapat. Hal ini sesuai dengan teori karena semakin banyak dosis
koagulan maka akan semakin banyak flok-flok yang terbetuk sehingga akan
mengurangi kekeruhan dari air sungai tersebut. Begitupun dengan pengukuran
kekeruhan setelah penambahan aquaclear dapat terlihat dari grafik di bawah ini:
0 1 2 3 4 5 6 70
5
10
15
20
25
Grafik kekeruhan vs dosis koagulan
Series 1
dosis koagulan (gr/L)
keke
ruha
n (N
TU)
4.4 Grafik kekeruhan vs dosis koagulan biji asam jawa dengan penambahan
aquaclear
Pada grafik (kekeruhan vs koagulan + flokulan) dari hasil percobaan dapat
dilihat bahwa semakin banyak dosis yang ditambahkan maka nilai kekeruhannya
semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin banyak koagulan
yang ditambahkan, semakin banyak partikel yang terendapkan maka nilai
kekeruhannya pun semakin berkurang. Dari hasil percobaan yang didapat, tinggi
endapan limbah sebelum adanya penambahan flokulan lebih kecil dibandingkan
tinggi endapan pada limbah setelah adanya penambahan flokulan. Hal ini dapat
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 22 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
dilihat pada rata-rata tinggi endapan berbagai variasi dosis tanpa penambahan
aquaclear adalah sebesar 7,82 dan rata-rata tinggi endapan dengan memakai aquaclear
adalah 8,01. Sehingga tinggi endapan lebih tinggi bila ditambahkan aquaclear.
Begitupun dengan nilai kekeruhan, rata-rata nilai kekeruhan tanpa aquaclear adalah
13,87 dan rata-rata kekeruhan dengan memakai aquaclear adalah 14,04. Sehingga
kekeruhan dengan koagulan dengan penambahan aquaclear lebih rendah dibanding
kekeruhan dengan koagulan tanpa penambahan aquaclear. Sedangkan untuk pH
setelah proses koagulasi flokulasi pH tidak berubah yaitu tetap pada pH 2.
Dari hasil percobaan tersebut, penambahan aquaclear sebagai flokulan pada
proses koagulasi flokulasi dengan koagulan biji asam jawa lebih efektif untuk
menurunkan kekeruhan pada limbah dibanding menggunakan biji asam jawa tanpa
penambahan flokulan aquaclear. Hanya saja keefektifan penambahan aquaclear dalam
proses ini tidak terlalu besar karena apabila dilihat dari nilai rata-rata kekeruhan dan
tinggi endapan nilainya tidak terlalu berbeda jauh. Selain itu penambahan aquaclear
juga belum bisa mengatasi nilai pH, dimana nilai pH tidak berubah yaitu tetap pada
nilai 2, sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut lagi untuk mengontrol pH
sebelum limbah dibuang ke lingkungan. Dari hasil percobaan yang didapat
dikarenakan pada dosis 0,7 gr/L memiliki kekeruhan yang paling kecil sehingga pada
dosis 0,7 gr/L terjadi penurunan kekeruhan yang paling besar maka dosis optimum
biji asam jawa sebagai koagulannya yang dikombinasikan dengan aquaclear adalah
pada 0,7 g/L.
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 23 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari data percobaan hasil penelitian pengolahan air sungai dengan proses
koagulasi-flokulasi menggunakan biji asam jawa sebagai koagulan yang telah
dilaksanakan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dalam penelitian ini.
Kesimpulan yang didapat sebagai hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi untuk penelitian selanjutnya agar mencapai hasil yang terbaik.
5.1. Kesimpulan
Dari hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa:
1. koagulan biji asam jawa tidak berpengaruh pada pH air limbah sungai, akan
tetapi koagulan biji asam jawa dapat meningkatkan ketinggian endapan
sehingga dapat mengurangi kekeruhan pada air limbah sungai.
2. Dosis optimum koagulan biji asam jawa yang didapat untuk mengurangi
kekeruhan secara efektif adalah pada 0,7 gr/L.
3. Kemampuan biji asam jawa lebih efektif apabila dikombinasikan dengan
aquaclear untuk menurunkan kekeruhan pada limbah air sungai.
5.2. Saran
Disarankan apabila dilakukan penelitian lebih lanjut untuk penggunaan
koagulan biji asam jawa baik dengan atau tanpa penambahan aquaclear, maka dapat
dilakukan penelitian untuk pengolahan lebih lanjut mengenai penaikan pH sehingga
pH air yang akan dibuang dapat ternetralisir serta dapat dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai lamanya proses sedimentasi dimana pada penelitian ini proses
sedimentasi dirasa masih memerlukan waktu yang cukup lama, diharapkan untuk
penelitian selanjutnya proses pengendapan flok yang terbentuk lebih cepat.
Pengolahan Air Sungai dengan Proses Koagulasi-Flokulasi 24 Menggunakan Biji Asam Jawa sebagai Koagulan
top related