web viewdari kebijakan diatas terlihat bahwa kebijakan dan program pendidikan anak usia dini...
Post on 06-Feb-2018
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI INDONESIA 2011/ 2012
Tugas Ujian Tengah Semester (UTS) 2012/2013
disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliahANALISIS KEBIJAKAN DAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN
oleh:Fortuna Mazka (1201416)
Kelas D
Dosen:Prof. Dr. H. Johar Permana MA
Dr. Aan Listiana, M. Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASARPROGRAM PASCA SARJANA (S2)
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIABANDUNG
2013ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Kebijakan PAUD sebagai bagian dari kebijakan pendidikan termasuk pada
kebijakan publik. Di mana ketika kebijakan PAUD diambil maka harus
berdasarkan filsafat pendidikan dan penjabaran dari visi, misi PAUD. Kebijakan
PAUD dapat didefinisikan sebagai kumpulan hukum/ aturan yang mengatur
pelaksanaan sistem PAUD yang dikeluarkan oleh lembaga eksekutif dan legislatif.
Beberapa diantara kebijakan pendidikan anak usia tahun 2012 yaitu:
Mendorong penyelenggaraan PAUD holistik-integratif yang mampu
mengoptimalkan/ melejitkan kecerdasan anak, sesuai tahap tumbuh kembang
anak, memberikan kesiapan mengikuti pendidikan lebih lanjut dengan
jangkauan sasaran yang makin luas, bermutu, merata dan berkeadilan.
Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetaraan dan
kepastian layanan program PAUDNI melalui penyelenggaraan program
PAUDNI oleh satuan kerja perangkat daerah Dinas Pendidikan Provinsi dan
Kabupaten atau Kota dan lembaga PAUDNI yang dikelola oleh masyarakat.
Dari kebijakan diatas terlihat bahwa Kebijakan dan program pendidikan anak
usia dini nonformal dan informal pada tahun 2012 diarahkan untuk dapat terus
mendorong peningkatan akses, pemerataan dan keterjangkauan layanan
pendidikan anak usia dini, pendidikan nonformal dan informal dengan lebih
memperhatikan pemenuhan standar, mutu dan relevansi layanan.
Kebijakan tersebut merupakan upaya untuk mencapai target prioritas
pembangunan sebagaimana yang telah ditetapkan secara nasional dalam RPJM
dan rencana Strategis Kementrian Pendidikan dan kebudayaan tahun 2010-2014.
Tak lupa pula bahwa keberhasilan penyelenggaraan baik kebijakan maupun
program PAUDNI sangat terkait dengan partisipasi pemerintah provinsi dan
kabupaten/ kota serta partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan di
sektor pendidikan, dan masyarakat secara keseluruhan.
Mencermati sasaran dari kebijakan tersebut, rumusannya masih
menggunakan kalimat kualitatif di mana secara umum, sehingga pengukuran
terhadap dampaknya akan sulit dilakukan. Namun, demikian angka partisipasi
kasar PAUD perlu terus ditingkatkan menjadi 75% sampai tahun 2015. Untuk
mengetahui sejauh mana kebijakan itu terealisasi, bisa di jawab bahwa untuk
meningkatkan akses pemerataan dan layanan PAUD membutuhkan waktu sesuai
dengan target yang diharapkan (75 %) sampai tahun 2015, sedangkan pada tahun
2011 baru mencapai (60,43%), sehingga perlu mencapai 14, 57 % lagi untuk bisa
mencapai 75% di mana anak yang belum menikamati layanan PAUD dapat segera
memperoleh layanan PAUD. Dan kini pun sampai saat ini implementasi kebijakan
masih dalam proses pengimplementasian.
Dalam pengimplementasian kebijakan tersebut begitu banyak tantangan
dan hambatan yang dilalui dalam pemerataan akses dan layanan mutu PAUD.
Berikut data potret APK PAUD per-provinsi tahun 2011/ 2012:
Gambar. 1
Dari Gambar. 1 tersebut dapat dipaparkan bahwa potret APK PAUD per-
provinsi pada tahun 2011/2012 belum mencakup pemerataan secara keseluruhan
di mana terdeskripsikan bahwa 16 provinsi yang APK PAUD masih < 31%
(berwarna merah), 11 provinsi yang APK PAUD masih 31- 40%, 4 provinsi yang
APK PAUD masih 41-50% dan hanya 2 provinsi yang APK PAUD > 51%. Ini
terpaparkan bahwa potret APK PAUD di Indonesia masih belum memeratakan
akses dan layanan pendidikan.
Berikut data Selain dari angka partisipasi paud berikutnya data tentang
desa yang belum ada paud thn. 2011 (Satu Desa Satu PAUD):
Gambar. 2
Dari data tersebut, dapat di paparkan bahwa masih minimnya
penyelenggaraan PAUD di setiap provinsi di mana di harapkan setiap satu desa
menyelenggarakan satu PAUD (satu desa satu PAUD). Data ini juga
memperlihatkan bahwa belum adanya pemerataan pembangunan PAUD, di mana
belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat, khususnya di daerah pedesaan.
Dari data tersebut, 77.013 desa dan kelurahan di Indonesia masih terdapat 30.124
desa yang belum memiliki lembaga PAUD. Bagaimana ingin dilayani anak-anak
Indonesia, sedangkan penyelenggaraan PAUD belum mencakup seluruh
kabupaten/kota, desa, wilayah terpencil, dan kepulauan yang sulit terjangkau
sehingga belum semua penduduk usia sekolah memperoleh akses pendidikan
dengan baik.
Bagitu banyak tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan
kebijakan tersebut, di mana penyebaran PAUD perlu ditingkatkan terutama untuk
menjangkau daerah pedesaan, daerah terpencil dan sulit di jangkau secara
geografis karena Indonesia sangatlah luas sehingga letak geografis menjadi faktor
determine. Kondisi ekonomi/ pendapatan juga menjadi faktor fundamental
munculnya kesenjangan partisipasi pendidikan di berbagai lapisan masyarakat.
Kesenjangan partisipasi pendidikan masih terjadi baik antarkelompok masyarakat
(kaya-miskin), berikut data anak usia dini yang tidak berpartisipasi dalam layanan
PPAUD dan kesenjangan partisipasi berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga
masih ada:
Gambar. 3
Dari data SUSENAS 2004, 2007 dan 2010 tersebut dapat dipaparkan
bahwa, anak yang berumur 0-3 & 4-6 tahun (untuk keluarga miskin) hanya ada
sekitar di bawah 5% & 36 % (2010) ini terlihat berbeda dibandingkan dengan
anak yang berumur 0-3 & 4-6 tahun (untuk keluarga yang mampu/ kaya) sekitar
8% & 68% (2010). Dari data ini sangat lah jauh berbeda. Ini menunjukkan bahwa
perlunya dukungan bagi orang tua yang memiliki anak 0-3 tahun serta mutu
layanan PAUD 4-6 tahun. Hal ini memang merupakan suatu polemik yang
menjadi tantangan yang harus dihadapi. Dalam kegiatan sosialisasi, koordinasi
dan evaluasi pelaksanaan program taman posyandu Jatim di surabaya 2013,
Direktur PAUDNI Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi menyatakan “meskipun angka
kemiskinan menurun, tapi nyatanya tak berdampak pada keterjangkauan layanan
akses PAUD. Kesenjangan terhadap perolehan PAUD antara masyarakat kaya dan
miskin malah semakin tinggi. Selain dari kesenjangan ada juga pengelompokkan
antar kategori wilayah (perkotaan-pedesaan), (Lihat Gambar. 2).
Selain dari itu dana juga merupakan hal yang paling crucial dalam
kebijakan ini, karena dana PAUD untuk menuju sampai kepelosok masih sangat
minim, berikut data anggaran PAUD dari 2011/ 2013 pada Rencana APBN PAUD
tahun 2013:
Gambar. 4
Dari data tersebut dapat dipaparkan bahwa tahun 2011 biaya APBN
PAUD mencapai Rp.1.727.495.683 triliun dan menurun 40% Rp 1.041.132.710
triliun (2012) dan menurun lagi 29% Rp. 740.582.710 miliar (2013). Ketika
melihat data tersebut, terlihat bahwa semakin ke depan dana PAUD semakin
menurun, seharusnya dana PAUD paling tidak menetap atau naik, ini sangat lah
timpang sekali dengan apa yang diharapkan. Sehingga secara tidak langsung
terlihat bahwa pemerintah hanya mementingkan pada penyelenggaraan PAUD
sebagai awal rintisan sedangkan untuk pelayanan selanjutnya/ ke depan baik dari
tenaga pendidik, sarana dan prasarana, pelatihan, program dan sebagainya tidak
terlalu dicanangkan. Sehingga wajar perluasan akses pemerataan layanan PAUD
tidak merata sampai ke daerah-daerah/ desa, semakin maju keberlangsungan
PAUD semakin menurun anggaran dana PAUD.
Pemerataan akses dan layanan mutu PAUD belum terwujudkan juga
karena menghadapi masalah belum mantapnya koordinasi dan harmonisasi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (sentralisasi-desentralisasi) seperti
keterlibatan antara biro, dinas dan lembaga seperti dinas kesehatan, dinas
pendidikan, dinas sosial, dimana terlibat dalam kesejahteraan anak dalam
pendidikan anak usia dini (Ringkasan Kajian Pendidikan & Ringkasan Kajian
Desentralisasi, UNICEF Oktober 2012). Selanjutnya, belum efektifnya
pelaksanaan standar pelayanan minimal (SPM)/ tidak memiliki SPM yang
memadai sebagai sarana kontrol yang diungkapkan Dr. H. Sace Suryadi, Staf ahli
Mendiknas Bid. Desentralisasi Pendidikan (Pikiran Rakyat, Pendelegasian Makin
Rumit, 19 Februari 2004), paling tidak pemerintah daerah bisa membuat PERDA
PAUD di masing-masing daerah, dimana yang baru terlaksana pada provinsi Aceh
dan Jawa Timur (Dongkrak APK PAUD, Kemdikbud Dorong Pemda Terbitkan Perda
WARTA DECEMBER 18, 2012).
Begitu banyak tantang yang harus dihadapi bangsa Indonesia dalam
meningkatkan akses pemerataan dan layanan mutu PAUD, di mana sebelum
menghadapi tantangan banyak juga beberapa yang harus dipersiapkan dalam
mewujudkan implementasi kebijakan tersebut, yaitu:
1. Dana yang memadai serta sarana dan prasarana.
Soal dana merupakan soal yang crucial. Karena dana merupakan salah
satu syarat yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang sitem pendidikan nasional mengamanatkan
tentang pentingnya alokasi anggaran dana untuk pembiayaan dan
pembangunan pendidikan. Namun, anggaran untuk PAUDNI 2013 mengalami
penurunan seperti data yang diungkapkan sebelumnya. Namun pada tahun
2013 dana akan lebih banyak pindah tangan ke pemerintah pusat sedangkan di
daerah didekonsentrasikan sebesar Rp. 62 miliar (Warta PAUDNI Desember
2012) karena apa? DPR mengkhawatirkan lemahnya dalam hal pengawasan.
Sedangkan sarana dan prasarana pendidikan sangat bergantung
pengadaanya dari pemerintah pusat. Untuk alokasi ke otonomi daerah ada dana
yang dinamakan APBD. Hal ini terlihat pemahaman pimpinan daerah terhadap
pendidikan, banyak yang terbatas, tidak jarang mereka juga menempatkan
pembangunan pendidikan bukan berada pada skala prioritas.
Berkaitan dengan pembiayaan menurut Ace Suryadi (2004: 181) ada
empat kebijakan yang perlu diperhatikan yaitu: besarnya anggaran pendidikan
yang dialokasikan, aspek keadilan dalam alokasi anggaran, aspek efisiensi
dalam pendayagunaan anggaran dan anggaran pendidikan dan desentralisasi
pendidikan.
2. Koordinasi antara lembaga
Dalam hal kelembagaan kependidikan antar kabupaten/ kota dan provinsi
tidak sama dan terkesan berjalan sendiri-sendiri. Memang menurut undang-
undang bahwa ada kewenangan lintas kabupaten/ kota, namun itu hanya dalam
tataran konsep sedangkan realita-nya adalah tidak berjalan. Untuk itu perlu
adanya kemantapan dalam pembagian tugas antara pemerintah pusat dan
kabupaten/ kota, desa, sampai kepada otonomi sekolah/ lembaga pendidikan itu
sendiri.
Contohnya, di mana pada (Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan
(RNPK) selasa, 2013 di Jawa Barat Depok) komisi I setelah membahas topik
tentang PAUD, para peserta diskusi menilai pemerintah pusat belum maksimal
bersinergi dengan pemerintah daerah dalam melaksanakan pelatihan guru
pendamping PAUD yang berijazah SMA/ sederajat. Dan menurut komisi I
bahwa KEMDIKBUD perlu mengatur regulasi yang jelas tentang
penyelenggaraan pAUD terpadu. Karena regulasi yang ada selama ini secara
tidak langsung masih menciptakan perbedaan kesejahteraan antar lembaga
PAUD, dan ini berimplikasi pada kesejahteraan pengawas dan penilik PAUD
itu sendiri.
3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia
Implementasi pendidikan masih menyimpan kendala seperti:
pengangkatan pengelola pendidikan yang tidak memperhatikan latar belakang
dan profesionalisme, selanjutnya yaitu kuantitas guru PAUD yang masih
minim. Jumlah guru yang memiliki kompetensi S-1 hanya 30% persen dan
yang sudah bersertifikasi baru 15%. Tenaga pendidik PAUD masih banyak
yang berada pada tingkat SMA/ sederajat. Untuk itu dibutuhkan pelatihan
untuk meningkatkan profesionalitas dari tenaga pendidik PAUD.
4. Adanya Peraturan Daerah (PERDA)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mendorong
pemerintah daerah seluruh Indonesia menerbitkan peraturan daerah (Perda)
mengenai pendidikan anak usia dini (PAUD), di mana ada standar pelayanan
minimal. Saat ini baru dua provinsi yang sudah mengeluarkan Perda
mengenai PAUD yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Jawa
Timur. Dimana perda tersebut berisi ketentuan mengenai lembaga PAUD,
kualitas tenaga pengajar dan anggaran untuk gaji, honor atau insentif daerah.
(Dongkrak APK PAUD, Kemdikbud Dorong Pemda Terbitkan Perda WARTA DECEMBER 18, 2012).
Dengan adanya perda di setiap daerah maka bisa meningkatkan/
mendongkrak APK PAUD serta dapat mengurangi adanya kesenjangan antara
(kaya-miskin) di mana dengan perda tersebut dapat menjangkau seluruh anak
yang sebelumnya tidak terjangkau asupan pendidikan PAUD-nya.
Tujuan penyelenggaraan PAUD intinya yaitu sebagai wahana
pengembangan potensi anak secara utuh dan menyeluruh. Namun demikian
praktek di lapangan menunjukkan bahwa adanya ketidak-konsistenan antara
kebijakan dan praktik pendidikan PAUD karena hanya menonjolkan tujuan
pragmatis instrumental dari pada filosofi dan tujuan pendidikan itu sendiri.
Untuk mengetahui berapa lama kebijakan itu bisa terwujud, tidak bisa di
putuskan dalam kalimat kuantitatif, karena kebijakan ini masih dalam kualitatif.
Begitu banyak program kerja pemeritah pada tahun 2012 (Pedoman
Penyelenggaraan Program Pendidikan Anak Usia Dini Non formal dan Informal
Tahun 2012) yang cukup memadai dan cukup kuat untuk meningkatkan kualitas,
keadilan dan pemerataan PAUD. Memadai karena sudah mencakup seluruh proses
pengembangan PAUD. Cukup kuat karena memayungi semua layanan PAUD dan
berlaku untuk seluruh lembaga yang berada di Indonesia. Namun demikian, agar
kebijakan terebut dapat diwujudkan maka perlu ditunjuk sebuah departemen
sebagai koordinator pembangunan PAUD. Di mana pada saat ini PAUD berada di
bawa naungan DIRJEN PAUDNI. Sehingga perumusan sasaran perlu dilengkapi
dengan kalimat yang kuantitatif sehingga dampaknya akan dapat secara mudah
untuk diukur perubahannya. Mudah-mudahan dengan implementasi kebijakan dan
program kerja PAUD 2012 ini dapat mencapai target yang diinginkan sesuai
dengan visi dan misi PAUD sehingga tidak melenceng jauh dari kebijakan dan
program yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Analisis Terhadap Program Pendidikan Anak Usia Dini pada Rencana Kerja
Pemerintah tahun 2009. [Online]. Tersedia:
http://staf.uny.ac.id/sites/default/filse/131808337//WSSuhermanArtikelA
nalisis_PerencanaanPAUD.pdf [25 Maret 2013].
Dirjen PAUDNI. (2012). Warta Dirjen PAUDNI. [Online]. Tersedia: http://Paudni.kemdiknas.go.id. [10 Maret 2013].
Syamsuddin, Erman. Prioritas Program Pembinaan PAUD. (Power Point). Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Hasbullah. 2010. Otonomi Pendidikan (Kebijakan Otonomi Daerah dan
Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan). PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Mengefektifkan Desentralisasi bagu Anak-Anak Indonesia. 2012. [Online].
Tersedia
:http://www.unicef.org/Indonesia/id/A2B_Ringkasan_Kajian_Desentral.p
df. [5 Februari 2013].
Pendidikan dan Perkembangan Anak Usia Dini. 2012. [Online]. Tersedia:
http://www.unicef.org/Indonesia/id/A3_B_ Ringkasan Kajian
Pendidikan.pdf [7 Februaru 2013].
top related