zeolit alam dan chitosan sebagai adsorben
Post on 24-Oct-2015
367 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
ox6 ZEOLIT ALAM DAN CHITOSAN SEBAGAI ADSORBEN
CATAL YTZC CONVERTER MONOLITIK UNTUK PEREDUKSI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR
Oleh:
RICI RONALD0 C 34103023
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERZKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
RICI RONALDO. C34103023. Zeolit Alam dan Chitosan sebagai Adsorben Catalytic Converter Monolitik untuk Pereduksi Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Dibibing oleh BAMBANG RIYANTO dan RUDDY SUWANDI.
Perkembangan peradaban yang disertai dengan majunya teknologi dan industri telah menimbulkan dampak besar bagi kehidupan manusia. Salah satu dampak yang cukup serius adalah pencemaran udara yang diakibatkan oleh emisi gas buang yang berakibat pada terjadinya pemanasan global (global warming). Antisipasi teknologi dalam pengurangan emisi gas buang pada kendaraan bermotor adalah dengan memasang catalytic converter monolitik pada saluran gas pembuangan kendaraan motor tersebut, yang berfungsi sebagai katalis. Katalisl adsorben yang terdapat pada cafalyfic converter biasanya terbuat dari logam mulia palladium, platina dan rhodium yang harganya mahal. Katalis ini dapat mereduksi kandungan HC, CO, NOx tetapi tidak mampu mereduksi Pb. Mineral zeolit memiliki sifat adsorben (penjerap) karena mampu mengikat senyawa dan molekul tertentu di permukaan akibat adanya interaksi secara fisik oleh gaya van der walls dan sifat elektrostatik. Chitosan juga diketahui merupakan senyawa kimia yang mudah menyesuaikan din, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi dengan gugus OH- dan NHF. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kegunaan zeolit alam dan chitosan sebagai adsorben pada catalytic converter monolitik untuk mereduksi kandungan
. . . . . emisi gas buang k e n d a r q b.emotor . . Penelitian yang dilakukan adalah peibuatan adsorben midifikasi yang
mengacu pada penelitian pembuatan adsorben arang aktif dari kayu sengon dengan kombinasi zeolit dan chitosan. Zeolit terlebih dahulu di aktivasi panas untuk menghilangkan molekul air dan pengotor pada pori-pori (rongga) zeolit. Jumlah zeolit yang digunakan adalah 100 gram, 95 gram, 90 gram, 85 gram dan 80 gram.
. . . . Sedangkw chitosan ywg berbentuk serb* 30 mesh deng* kombinasi berat chifosan serbuk addah 0 grak, 5 10 gram, 15 dan 20 gram. Serbuk chitosan tersebut dilarutkan dalam 50 ml asam asetat 2% sampai larut sempurna. Setelah itu dilakukan pencampuran antara ,zeolit dan larutan chitosan, perlakuan kombinasi konsentrasi antara zeolit dan chitosan yang digunakan dalak pembuatan adsorben adalah 100 : 0 ; 95 : 5 ; 90 : 10 ; 85 : 15 ; dan 80 : 20. Dalam campuran ditambahkan larutan tepung tapioka sebanyak 5 rnl sebagai perekat. Kemudian dilakukan pengeringan oven selama 24 jam, pada suhu 60°C, hingga adsorben zeolit dan chitosan terbentuk sempurna dengan diameter 10 cm dan tebal4 mm.
Adsorben zeolit dan chitosan ini kemudian dipasang tepat ditengah tabung catalytic converter monolitik dengan jarak 50 mm dari masing-masing sisi. Adsorben zeolit dan chitosan yang dipasangkan sebanyak satu keping dan diletakkan vertikal pada saluran catalytic converter monolitik. Adsorben zeolit dan chitosan yang sudah terpasang dengan catalytic converter monolitik kemudian diletakkan pada ujung knalpot saluran pembuangan gas (exhaust pipe) kendaraan uji, sehingga gas buang yang mengandung emisi terlebih dahulu melewati catalytic converter monolitik dengan adsorben zeolit dan chitosan. Kondisi awal kendaraan saat pengujian yaitu mesin mobil hidup dalam keadaan putaran normal 1 idle (1 500 rpm), suhu saluran gas buang sekitar 130'~. Lama pengoperasian mesin mobil pada saat pengujian adalah 1 hari, sedangkan pengujian efektivitas catalytic converter monolitik dilakukan berdasarkan standar uji emisi SNI dan Astra International.
Kadar emisi gas buang dengan menggunakan catalytic converter monolitik lebih rendah bila dibandingkan tanpa catalytic converter. Apabila dibandingkan dengan catalytic converter dengan adsorben honeycomb berbahan aktif logam mulia, maka persentase penurunan emisi masih lebih rendall. Catalyiic converter berbahan aktif logam rnulia mampu mereduksi kandungan emisi gas buang sampai 95%. Hasil penelitian menunjitkkan bahwa, adsorbsi gas karbonmonoksida (CO) paling besar pada perlakuan A5B5 dengan komposisi adsorben 80 gram zeolit dan 20 gram larutan chitosan sebesar 51,336 * 2,192 %. Adsorbsi gas hidrokarbon (HC) paling besar pada perlakuan A5B5 sebesar 46,890 & 1,387 %. Adsorbsi gas nitrogen oksida @Ox) paling besar pada perlakuan A4B4 dengan komposisi adsorben 85 gram zeolit dan 15 gram larutan chitosan sebesar 43,278 * 0,407 % , adsorbsi timbal (Pb) paling besar pada perlakuan A5B5 sebesar 59,120 * 0,095 %.
Hasil pengujian adsorbsi emisi gas buang, adsorben dengan komposisi zeolit 80 gram dan chitosan 20 gram (A5B5) mempakan adsorben terbaik, karena mampu mereduksi emisi gas buang paling besar. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kombinasi antara zeolit dan chitosan sangat potensial digunakan sebagai adsorben pada catalytic converter monolitik untuk mereduksi kandungan emisi gas buang kendaraan bermotor.
ZEOLIT ALAM DAN CHZTOSAN SEBAGAI ADSORBEN CATALYTIC CONVERTER MONOLITIK UNTUK PEREDUKSI
EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RICI RONALD0 C 34103023
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul : ZEOLIT ALAM DAN CffITOSAN SEBAGAl ADSORBEN CATALYTIC CONVERTER MONOLITIK UNTUK PEREDUKSI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR
Nama : Rici Ronaldo
NIM : C34103023
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing I1
Bambang Riyanto, S.Pi. M.Si. Dr. 1r.Ruddv Suwandi, MS., M.Phi1 NIP. 132 206 247 NIP. 13 1 474 001
dan Ilmu Kelautan
NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus : 2 7 p f ~ p 9710 L L ~ ~ J J
PERNYATAAN MENCENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul "Zeolit Alam dan
C/zitosan Sebagai Adsorben Catalytic Converter Monolitik untuk Pereduksi Emisi
Gas Buang Kendaraan Bermotor" adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Rici Ronaldo
C34103023
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 10 April 1985 di Bandar Jaya,
Lampung Tengah. Penulis adalah anak pertama dari tiga
bersaudara, dari pasangan Bapak Romli dan Ibu Emrahayati.
Pendidikan formal penulis d i u l a i pada sekolah dasar di SD
Negeri I Yukum Jaya. Pada tahun 1997, penulis melanjutkan
pendidikan di SLTP Negeri 1 Terbanggi Besar. Pada tahun 2000,
melanjutkan pendidiian di SMU Negeri 1 Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung
Tengah. Pada tahun 2003 penulis diterirna menjadi mahasiswa Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan.
Selama menjalani studi di IPB penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya
BKIM IPB (2003-2004), Himpunan Mahasiswa Profesi Teknologi Hasil Perikanan
(2003-2006), BEM FPIK IF'B pada Departemen Kelautan Perikanan dan Politik
(2004-2005), HRD Batix Student Company di bawah Yayasan Goodwill International
dan Yayasan Prestasi Junior Indonesia (2005-2006). Selanla kuliah penulis pernah
mendapatkan beasiswa Hirnpunan Alumni FPIK, PPA, Yayasan Goodwill
International (2005-2007), Yayasan Karya Salemba Empat tahun 2006, dan
Pemerintah Daerah Lampung Tengah 2005-2007.
Pada tahun 2005, penulis pemah menjadi asisten dosen ekologi perairan dan
finalis lomba karya imiah teknologi perikanan tepat guna (LKITPTG) Departemen
Kelautan dan Perikanan RI. Pada tahun 2006 penulis menjadi delegasi IPB dalam
Pelayaran Kebangsaan VI/2006, dan Juara I11 pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional
(PIMNAS) XIX di UMM Malang. Pada tahun 2007 penulis berhasil menjadi Finalis
National Innovation Contest (NIC), di ITB Bandung, Juara I Astra Student Innovation
Competition (ASIC 2007), oleh PT. Astra International. Pada tahun yang sama penulis
menjadi delegasi IPB dalam Arung Sejarah Bahari 2007 oleh Kementerian Budaya
dan Pariwisata RI, Mahasiswa Berprestasi FPIK, Tim Pameran IPB pada Pekan Ilmiah
Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XX di Universitas Lampung, dan Delegasi FPIK IPB
dalam Program Cinta Laut Wisata Bahari 2007 di Kep. Seribu.
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT aias ralmat dan
kmnia-Nya sehingga terselesaikannya skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Bambang Riyanto, S.Pi. M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi,
MS., M.Phi1 selaku komisi pembimbing yang telah memberi nasehat,
masukan, dan pengarahan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Ibu Dr.Ir. Sri Purwaningsih, M.Si dan Ibu Dra Pipih Suptijah, MBA selaku
dosen penguji atas arahan dan saran dalam perbaikan skripsi.
3. Dosen, laboran dan staff Departemen Teknologi Hasil Perairan atas
barituannya selama penulis menjalani pendidikan di THP FPIK IPB:
4. Bapak Hernest Femio, dan staf Bengkel PT Astra International Daihatsu
Bogor.
5. Mas Hartono, kepala Bengkel Knalpot "Trendy" atas bantuan dan
kejasamanya. . . . . .. -. .. .
6. Bapak dan Mamak atas doa, harapan, dan dukungan yang diberikan dalam
menjalani hidup dan semangat agar terus bemsaha menjadi yang terbaik.
7. Kedua a d i i Lelem dan Intan. Ayo b u k t i i kita bisa menjadi pioner
keluarga.
8. Keluarga Besar di Pendopo Lintang, Martapura (Pagar Alam dan Lahat),
Lampung, dan Palembang (Puyang, Kakek, Nenek, Tante, Om, adik-adii
sepupu) atas doa, dukungan dan harapan yang besar kepada penulis.
Semoga penulis dapat memenuhi semua harapan tersebut.
9. Adinda tercintaku, Annisa Andriaty atas ketulusan, semangat, nasehat,
kasih sayang, dan kesabaran yang sangat besar kepada penulis
10. THP'ers 40 (C34103001- C34103076) atas kebersamaan yang tidak akan
pernah terlupakan.
1 1. Keluarga Besar dan teman-teman Yayasan Goodwill International (Special
for Ms. Mizue Hara) atas motivasi, dukungan, dan role model yang
diberikan. Thanh for All.
12. Mr.Octo Racnalim, Mr.Steve Askew, Mr.Charles Pollard, dan Mr.John
Pollard atas sponsorship dan dukungan.
13. Pemerintah Daerah Lampung Tengah dan Pemerintah Provinsi Lampung
a@ beasiswa dan bantuannya.
14. Yayasan Karya Salemba 4 dan HA FPIK IPB atas beasiswa dan
bantuannya.
15. Sababat Pelayaran Kebangsaan VI atas pengalaman mengasyikan, makan
pake omprengan, ombak yang menegangkan, menyenangkan, sekaligus
memabukkan di KRI Tanjung Dalpele dan KRI Tanjung Nusanive.
Penghormatan Lambung kiri..Teruskan.. . teruskan. ..
16.Sahabat-sahabat NIC 2007 (National Innovation Competiton),
ASIC (Astra Student Innovation Competiton), PIMNAS, Arung Sejarah
Bahari atas ilmu, persahabatan, dan pengalaman yang diberikan. . .
17. Teman-teman Asrama Putra C3 Lorong Rahmat, Kosan Leuwikopo,
Wisma Manggala, dan Wisma A1 - A&ar atas ilmu, "kegilaan", keceriaan,
dan dukungan baik moril, materil, dan semuanya sehingga penulis bisa
.. . menyelesaikan pendidikan. Thanks 4 U Bro 's. Keep Fighting! ,. . .
18. Mas Edi, Mas Minto, Mas Mundakir, dan-Mas Adit atas semua ilmu,
dukungan, dan nasehatnya. .
19. Last But Not Least ... Terima kasih kepada gum-gum SD sampai SMU,
yang telah membentuk penulis menjadi manusia seutuhnya.
Akhir kata, Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempumaan. Kesempurnaan hanya milk Allah
SWT. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan seluruh
pihak yang membacanya.
Bogor, April 2008
Rici Ronaldo
DAFTAR IS1
. . DAFTAR TABEL ........................................................................................ XII
DAFTARGAMBAR ............. : ......................................... ........................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
1 . PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1 . 1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Tujuan ........................................................................................... 3
2 . TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4
2.1 Catalytic Converter ....................................................................... 4
2.2 Emisi Gas Buang ........................................................................... 7
2.3 Chitin-chitosan .......................................................................... 10 . . . . . . . 2.4 Zeolit .: ............................................ .................................. . . . 12 . .
2.5 Karateristik Campuran (komposit) Zeolit Alam dan Chitosan ..... 14
3 . METODOLOGI ................................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat .......................................................................
. . . . . . . . . .... ........................ 3:2 Alat : : .......................... ............. : ......................... 3.2.1. Catalytic converter monolitik ............................................. 3.2.2. Tecnofester ............................................................................ 3.2.3. Daihatsu Xenia Li 2004 ......................................................
. . 3.4 Metode Penelltlan ..........................................................................
. . 3.5 Prosedur Penguj~an ....................................................................... .............................. 3.5.1. Aktivasi zeolit ( Zhang dan Lee 1994)
3.5.2. Pengukuran emisi gas buang CO. HC. dan NOx (SNI 09-71 18.3.2005) .......................................................
...... 3.5.3. Pengukuran kadar timbal (Pb) (SNI 09-7118.3-2005)
3.6 Rancangan Percobaan (Steel dan Torrie1993) .............................. 29
4 . HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 3 1
4.1. Gas Karbonmonoksida (CO) ........................................................... 31
4.2. Gas I-Iidrokarbon (IJC) .................................................................... 36
4.3. Gas Nitrogen oksida (NOx) ............................................................ 40
4.4. Timbal (Pb) ..................................................................................... 43
5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 48
................................................................................... 5.1. Kesimpulan 48
5.2. Saran ................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 49
Nomor Teks Halaman
i . Efesiensi catalitic converter dalam mereduksi emisi gas buang ...... 7
2 . Senyawa timbal (Pb) pada asap knalpot ....... : .................................... 9
3 . Kombinasi adsorben zeolit dan chitosan yang digunakan dalam . .
penelltlan ........................................................................................... 23
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor T e k Halaman
1 . Catalytic converter honeycomb ......................................................... 5
2 . Model catalytic converter monolitik (Zygourakis 1989; Psyllos dan ......................... Philippopoulos 1992; Karvounis dan Assanis 1992) 5
................ 3 . Diagram kenaikan emisi gas buang kendaraan di Jakarta 8
4 . Struktur molekul (a) chitin dun (b) chitosan (Prashanth dan Tharanathan 2007) ............................................................................. 10
........ 5 . Mekanisme pengikatan timbal oleh chitosan (Muzarelli 1970) 12
................................. 6 . Struktur zeolit tetrahidra alumina silika (T04) 13
7 . Mekanisme larutan chitosan sebagai agent pada perrnukaan zeolit (Wu et a1 . 2007) ................................................................................. 15
. 8 . Mekanisme ikatan antara zeolit dan chitosan (Wu et a1 2007) ......... 16
9 . Hasil analisis SEM komposit zeolit dan chitosan (Yuan et a1 . 2007 dan Wang el a1 . 2008) ........................................................................ 16
10 . Hasil FT-IR chitosan murni (CS) dan komposit zeolit dan chitosan (CS-Nay 40%) (Wu et a1 . 2007) ....................................................... 17
11 . Model catalytic converier monolitik untuk penelitian (Zygourakis 1989; Psyllos dan Philippopoulos 1992; Karvounis dan Assanis 1992) .................................................................................................. 19
: . . . . . . . . . . . . 12 . ' fienotester .............................................. i ....................... ............ i ..... 20
13 . Kendaraan uji mobil Daihatsu Xenia Li tahun 2004 .......................... 21 . . 14 . Model'adsorben zeolit chitosan ............................. : ........................... 22
15 . Bentuk adsorben zeolit chitosan yang digunakan dalam penelitian .. 23
16 . Penempatan adsorben zeolit chitosan ................................................ 24
. .............. 17 . Diagram alii penelitian. nlodifikasi (Yunianto et a1 1996) 25
............................. 18 . Diagram batang adsorbsi karbonmonoksida (CO) 32
19 . Zeolit (A1203) sebagai penyangga logam aktif (Kaspar et a1 . 2003) . 34
20 . Monomer-monomer chitosan pada pori-pori zeolit ........................... 35
21 . Diagram batang adsorbsi hidrokarbon (HC) ...................................... 37
22 . Proses pembakaran hidrokarbon pada catalytic converter (Kaspar et a1 . 2003) ........................................................................... 39
.............................. 23 . Diagram batang adsorbsi nitrogen oksida @Ox) 41
24 . Mekanisme katalisasi nitrogen oksida @Ox) dengan zeolit (Al203) 42
25 . Diagram batang adsorbsi timbal (Pb) ................................................ 44
26 . Mekanisme absorbsi timbal pada pori-pori adsorben ........................ 45
27 . Mekanisme pengikatan logam ion pb2' oleh larutan chitosan ........... 46
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 . Surat keterangan penelitian dari Astra ........................................... 54
2 . Surat keterangan ke jasama bengkel Hartono ................................ 55
3 . Spesifikasi fisika kimia zeolit dari toko kirnia Bratachem Bogor 56
4 . Spesifikasi fisika dan kimia chilosun dari PT VITALHOUSE .... 57
5 . Batas emisi gas buang (SNI 09-71 18.3.2005) ................................ 58
6 . Data uji emisi gas karbonrnonoksida ............................................ 59
................................................. 7 . Data uji emisi emisi hidrokarbon 61
8 . Data uji emisi gas nitrogen oksida ................................................ 63 . . . . .
9 . .................................................................... Data UJI emlsi t~mbal 65
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan peradaban yang disertai dengan majunya teknologi dan
industri telah menimbulkan dampak besar bagi kehidupan manusia. Salah satu
dampak yang cukup serius adalah pencemaran udara yang diakibatkan oleh emisi
gas buang yang berakibat pada tejadinya pemanasan global (global warmingj.
Jumlali CO dan C02 yang melebihi daya dukung lingkungan telah menimbulkan
efek rumah kaca yang terns memicu meningkatnya pemanasan global.
Tanda-tanda gangguan ekosistem akibat global warming saat ini dirasakan dengan
semakin panasnya suhu permukaan bumi dan mencairnya es di Kutub Utara
(WHO 2006).
Pencemaran udara yang berat tentu akan memberi efek yang lebih besar
pada penurunan hasil pertanian dan perikanan. Naiknya suhu bumi sebesar 0,3OC
tiap sepuluh tahun sekali telah menyebabkan penurunan kualitas tanah, air, dan
udara. Akibat' gejala tersebut Indonesia-menderita kerugian ekonomi . sebesar . - .
424,3 juta dollar pada tahun 1990 dan tahun 2000 naik menjadi 624 juta dollar
(WHO 2006).
Jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah telah menyebabkan
kuantitas emisi gas buang yang dikeluarkan juga semakin banyak. Data tahun
2007 menunjukkan bahwa di Jakarta sekarang ini telah'terdapat 5,7 juta unit
sepeda motor dan 1,s juta unit mobil (SCTV 2007). Data Kementerian
Ligkungan Hidup dari tahun 2004-2006 menyebutkan bahwa telah terjadi
peningkatan kuantitas emisi gas buang yang cukup signifikan, dimana pada tahun
2004 kuantitas gas CO adalah sebesar 210.000 ppb, dan kemudian terns
meningkat tiap tahunnya, yaitu menjadi 230.000 ppb pada tahun 2005 dan
245.000 ppb pada tahun 2006 (KLH 2007).
Proses pernbakaran pada kendaraan bermotor berbahan bakar bensin
(spark ignition engine) telah dihasilkan emisi gas buang karbonmonoksida (CO)
sebesar 70 %, timbal (Pb) sebesar 100 %, hidrokarbon (HC) sebesar 60 %, dan
oksida nitrogen (NOx) sebesar 60 % (Anonymous 2007). Kendaraan bermotor
berbahan bakar solar/diesel (compression ignition engine) dihasilkan juga partikel
halus (partikulat matter) mengandung timbal yang berbahaya bagi kesehatan,
mulai dari gangguan pendengaran, penurunan IQ, gangguan ginjal, gangguan
pertumbuhan dan funysi penglihatan sanpai mengakibatkan anemia dan
kerusakan sistem saraf (Depkes 2007). Timbal merupakan logam berat yang
dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar bensin beradiktif
lelra etil lead (TEL) (DLLAJ 2006). Tingginya kandungan timbal pada darah
dapat menyebabkan terganggunya sistem pengikatan oksigen oleh hemoglobin
darah, selain itu zat ini sangat reaktif sehingga hemoglobin cenderung terikat oleh
timbal (Depkes 2007).
Antisipasi teknologi dalam pengurangan emisi gas buang pada kendaraan
bermotor saat ini adalah dengan memasang catalytic converter pada saluran gas
pembuangan kendaraan motor tersebut, yang berfungsi sebagai katalis
(Psyllos dan Philippopoulos 1992). Katalis berfungsi menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi gas buang tanpa ada reaksi kimia yang nantinya berperan
untuk saling mendorong reaksi antara gas yang satu dengan yang lain, sehingga
kamdui~gc HC, ' CO, NOx lebih rendah - ' dibandingkan yang masuk'
(Psyllos dan Philippopoulos 1992). Namun converter catalis ini tidak mampu
untuk mereduksi kandungan timbal dalam gas buang, sehingga timbal dalanl
bentuk timbal oksida berbentuk debu atau partikulat yang tersebar di udara dapat
terhirup oleh manusia.? Katalis : yang terdapat pada catalyiic -converter biasanya
terbuat dari logam mulia palladium, platina dan -rhodium. yang harganya cukup
mahal yaitu mencapai Rp. 2,5 juta (Anonymous-2007).
Chitin-chitosan diketahui pula dapat mengikat logam berat zink, cadmium,
timbal dan tembaga pada pH normal (Muzzarelli dan Rocchetti 1973). Chitosan
juga diketahui mampu mengkelat ion mercury (Hg) di perairan
(Muzarelli dan Rocchetti 1974). Proses pengikatan logam berat oleh chitosan
disebabkan proses chelating akibat adanya gugus aktif NH? dan OH- yang
mengakibatkan terikatnya pb2+ (Muzzarelli 1970). Chitosan atau
(I-4)-P-D-glukosamin memiliki struktur linier dengan satu gugus amin reaktif dan
dua gugus hidroksil yang merupakan turunan dari chitin
(Zhang dan Hirano 1994). Chitin banyak terdapat pada diding sel fungi,
cangkang insekta atau serangga dan crustacea (udang-udangan)
3 i
(Sanford dan Hutching 1987). Chitin dihidrolisis dengan menggunakan asam-basa
kuat dalam air mendidih dalam waktu yang tidak terialu lama, kemudian
dilanjutkan dengan netralisasi, filtrasi, pencucian dan pengeringan. Chitosan itu
sendiri merupakan hai l deasetilisasi dari chitin (Muzzarelli 1970).
Zeolit telah diketahui mampu bertindak sebagai adsorben (penjerap).
Meltanismenya melalui proses pengikatan senyawa dan molekul tertentu yang
hanya tejadi di permukaan. Proses itu tejadi akibat adanya interaksi secara fisik
oleh gaya van der walls dan interaksi kimia dengan adanya sifat elektrostatik
(Bosasek 1970). Zeolit merupakan suatu mineral kristal silika-alumina yang
mampu menjerap Pb dari emisi gas buang sepeda motor d m keberadaannya di
Indonesia sangat melimpah (PLTR BATAN 2006). Deposit zeolit alam dan
mineral lempung di Indonesia lebih dari 200 juta ton (PLTR BATAN 2006).
Kandungan zeolit terdiri dari kation logam alkali, kerangka alumina silikat dan
air. Dibidang industri zeolit telah digunakan sebagai penjerap minyak untuk
membersihkan dari pengotor, serta pemisah gas (adsorbsi gas). Pada pemurnian
air; zeolit digunakan-sebagai agen pembersih air dan petigikat logam' berat pada . . . '
perairan dengan mekanisme sebagai penjerap. Zeolit diketahui juga mampu
bersifat sebagai katalis (Ganzerla et al. 1980).
Proses adsorsi emisi gas buang dilakukan dengan menggunakan adsorben
yang bahannya berasal dari zeolit alam dan chitosan. Penelitian ini masih sangat
terbatas dan jarang dilakukan, khususnya pengaplikasian pada emisi gas buang
kendaraan bermotor, maka penelitian ini menjadi penting dan menarik untuk
dilakukan.
1.2. Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari kegunaan dan potensi
zeolit alam dan chitosan sebagai adsorben pada catalytic converter monolitik.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah
1) Membuat adsorben zeolit-chitosan dengan berbagai perlakuan konsentrasi,
kemudian uji cobakan (dipasangkan)pada catalytic converter monolitik.
2) Pengujian emisi gas buang dalam mereduksi kandungan gas
karbonmonoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), dan
timbal (Pb) untuk menentukan adsorben zeolit-chitosan yang terbaik.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Catalytic Converter
Peningkatan kandungan ernisi gas buang di udara yang sebagian besar
disumbangkan oleh gas buang kendaraan bermotor telah memacu manusia untuk
mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan, salah satunya dengan
pengembangan teknologi catalytic converter. Catalytic converter adalah alat yang
dipasang pada kendaraan bermotor (mobil) yang digunakan untuk mereduksi
kandungan CO, HC dan NOx menjadi gas-gas yang tidak berbahaya sebelum
dikeluarkan ke lingkungan (Anonymous 2007). Catalitic converter digunakan
secara luas sejak tahun 1960-an (Karvounis dan Assanis 1992).
Menurut Gaita dan Al-Bazi (1994) saat ini hampir semua catalytic
converter menggunakan logam mulia sebagai katalisnya, yaitu platinum dan
palladium. Perbandingan konsentrasi logam mulia tersebut dibagi dua lagi yaitu
catalytic converter logam low loading, dengan konsentrasi 370 ppm platinum,
160 ppm palladiu7n sedangkan catalytic converter logam high loading dengan
850 ppmplatinum dan 350 ppmpalladium.
Penggunaan dua logam mulia tersebut diietahui mampu mereduksi dan
mengoksidasi kandungan gas karbonmonoksida (CO) dan gas hidrokarbon (HC)
(Gaita dan Al-Bazi 1994). Peningkatan yang sangat signifikan tejadi pada
dekade 1990-an bempa desain dan efisiensi konversi gas dari catalytic converter
(Karvounis d m Assanis 1992). Pada tahun 1988 sebenarnya sudah ada penemuan
Three Way Catalis (TWC) yang juga mampu mereduksi kandungan gas buang
NOx. Logam mulia yang dipakai yaitu rhodium yang mampu mereduksi
kandungan gas NOx (Garduner et al. 1988).
Desain awal yang dipakai pada catalytic converter adalah tipe monolitik
diiana logam-logam sebagai katalis diletakkan dalam satu mang dan diletakkan
sejajar dengan laju aliran gas buang sehingga aliran panas dan transfer panas
dapat bejalan dengan baik (Lai et al. 1992). Perkembangan desain diperbaharui
dengan adanya tipe honeycomb dengan platina, palladium dun rhodium sebagai
katalis three way conversidn (TWC). Rhodium telah digunakan sebagai autokatalis
sehingga mampu mengoksidasi NOx (Gaita dan Al-Bazi 1994).
Gaita dan Al-Bazi (1994) juga menyatakan bahwa salah satu jenis
catalytic converter logam adalah tipe sarang lebah (honeycomb), dengan
rnenggunakan katalis dari logam-logam mulia seperti palladium dan platinum
yang katalisnya berbentuk granula (butiran serbuk) dengan bentuk mirip sarang
lebah (honeycomb). Catalytic converter honeycomb dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Catalytic converter honeycomb (Gaita dan Al-Bazi 1994)
Konversi penggunaan logam mulia seperti platina, palladium, dan
rhodium yang harganya sangat mahal sebenarnya telah dilakukan dengan
menggunakan A12O3 dan Si02 sebagai katalis (Bovin 1992). Model monolitik
converter yang diperkenalkan oleh Zygourakis (1989); Psyllos dan Philippopoulos
(1992); Karvounis dan Assanis (1992) memiliki fungsi dan bentuk yang cukup
sederhana. Bentuknya rnenyerupai knalpot motor yang rnerniliki panjang total
500 mm, diameter lubang inlet 55 mm, dan cement plugs (platina, rhodium dun
palladium dengan alumina silika sebagai rnatriks penyangga) yang merupakan
katalis dengan panjang 152 mm dan diameter 116 mm. Bentuk dan dirnensi
monolitik converter dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Model catalytic converter monolitik (Zygourakis 1989; Psyllos dan Philippopoulos 1992;
Karvounis dan Assanis 1992)
Laju aliran gas buang (gas flow) yang keluar dari mang mesin akan masuk
pada lubang inlet, gas buang yang masih mengandung banyak CO, NOx dan HC
tersebut akan melewati katalis. Mekanisme reaksi katalisasi yaitu dengan
mengubah komposisi gas buang yang ada dengan berbagai reaksi kimia dan
pertukaan ion (Bovin 1992), berikut adalah reaksi kataiisasi dalam catalytic
converter.
Reaksi Oksidasi dengan O2 Reaksi Air dan gas co + % 0 2 3co2 CO + H20 +CO2 + H2 HC + $4 O2+CO2 + H20
~ ~ a k ~ i okidasi ~ ~ d ~ k ~ i dengan NO Reaksi Pembentukan Kembali
CO + NO* % Nz + C02 HC + H20+C02 + H2
HC +NO+ N2 + C02 + H20 HC + HzO+CO + H2
HC+NO*N2+CO+H20
.. Jenis catalitic converfer- saat, ini yang banyak. dipakai adalah three-way -.
conversion (TWC) catalyst din katalis oksidai reduksi. ~ a & l i s TWC terdiri dari
alumina sebagai penyangga clan inti aktif logam mulia. Logam mulia yang biasa
digunakan adalahplatinum -rhodium. Katalis TWC ini berupa single katalis bed,
yang dapat mengkonversi CO, HC dan NOx secara simultan. Katalis oksidasi
reduksi berupa dual katalis bed yaitu bed pertarna untuk mereduksi NO dengan
gas CO, HC dan HZ, sedangkan bed kedua mengoksidasi CO dan HC sisa
pembakaran dengan udara (Anonymous 2007).
Perkembangan catalytic converter saat ini cukup pesat, catalytic converter
banyak digunakan oleh mobil-mobil Eropa seperti BMW, Renault, Peugeot, dan
Mersedez-Benz (Anonymous 2007). Catalytic converter tersebut memiliki
efesiensi yang sangat tinggi untuk gas NOx dan CO sebesar 90-99%, hidrokarbon
(HC) sebesar 50-90%, CH20 dan Hazart Air Pollutions (HAF's) sebesar 50-95%.
Catalytic converter logam temyata tidak mampu mereduksi kandungan timbal
(Pb), seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Efesiensi catnlitic converter dalam mereduksi gas buang
2.2. Emisi Gas Buang
Emisi gas buang yang relatif tidak berbahaya diantaranya adalah N2, COz
dan HzO, terkecuali NOx dan COz yang dinilai mampu memicu pemanasan global
yang berakibat pada pencairan es yang ada di kutub utara. Namun pada
kenyataaannya . . , . gas-gas ini sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. . . . . . . .
Karakteristik dari gas-gas tersebut menurut Depkes (2007) adalah :
- Karbonmonoksida (CO): gas beracun yang tidak berwama dan tidak
berbau.
- Hidrokarbon (HC) atau komponen volatil organik: dihasilkan dari ... . . . . . . . . . . . .
pembakaran yang tidak sempurna pada bahan bakar. Sinar matahari
merubah menjadi bentuk oksida, yang a k a ' bereaksi dengan .. , .
nitrogen oksida yang mampu menurunkan ketebalan ozon.
- Nitrogen oksida (NO, N02, atau NOx) berkaitan dengan asap dan
hujan asam dan dapat mengakibatkan iritasi pada membran lendir
manusia.
Kementerian Lingkungan Hidup (2007) menyatakan baliwa pencemaran
udara akibat dari emisi gas buang cendenmg semakin meningkat. Hal ini
disebabkan oleh semakin meningkatnya volume kendaraan yang ada di Jakarta.
Selain gas buang karbonmonoksida dan partikulat timbal, polutan lain seperti gas
nitrogen oksida (NOx) dan gas hidrokarbon (HC) juga meningkat dengan cepat.
Grafik peningkatan emisi gas buang di Jakarta dalam bagian pe jutalpart per
billion @pb) dapat dilihat pada Gambar 3.
2004 2005 2006
NOx
Gambar 3. Diagram kenaikan emisi gas buang kendaraan di Jakarta dalamppb (KLH 2007)
Kemacetan yang sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta juga ikut
memperparah kondisi kendaraan dan kuantitas emisi yang dikeluarkan.
Bapedal Jawa Timur dan Australian AID (AusAID) (1999) menyatakan bahwa
dalam kondisi macet maka kendaraan biasanya dijalankan dengan putaran mesin
lebih besar (rpm), sedangkan putaran berpengaruh pada konsumsi bahan bakar.
Umumnya pada saat kemacetan maka emisi yang dikeluarkan akan lebih banyak
dibandingkan kendaraan saat berjalan normal.
Selain emisi yang diieluarkan kendaraan berupa gas-gas beracun seperti
karbonmonoksida, hidrokarbon dan nitrogen oksida, temyata pada gas buang juga
terdapat bahan partikulat dan timbal. Timbal (lead) dihasilkan dari bahan bakar
bensin yang mengandung tetra etil lead (TEL), yang digunakan untuk
meningkatkan nilai oktan dari bahan bakar, misalnya pada bensin. Senyawa ini
adalah sebenamya merupakan komponen timbal yang tidak habis bereaksi pada
proses pembakaran, sehingga akan ikut keluar ke udara bersama-sama asap
buangan kendaraan bermotor. Catalytic converter yang saat ini dijual dipasaran,
ternyata tidak mampu mereduksi kandungan Pb dalam gas buang
(Anonymous 2007) . Timbal ~nerupakan salah satu jenis logam berat yang memiliki bobot atom
lebih besar dari bobot atom kalsium dan densitasnya lebih besar dari 5 g/cm3.
Logam berat memiliki nomor atom 22-92 dan terdapat pada periode IVA dan
VIIA (Nurafiyati 2004). Keberadaan logam berat di lingkungan berasal dari dua
sumber yaitu dari alam (vulkanik) dan antropogenik (aktivitas manusia). Sumber
antropogenik berasal dari aktivitas manusia, misalnya industri pertambangan, cat,
penapisan logam, baterai, kaleng, d m yang merupakan sumber cukup besar adalah
pembuangan gas kendaraan bermotor.
Peningkatan kadar timbal di udara sangat dipengaruhi oleh emisi gas
. buang.kendaraan bemiotor yang menggunakan bensin yang mengandung timbal
tetra etil lead. Stoker dan Seager (1972) dalarn Nurafiyati (2004) menyatakan
bahwa senyawa-senyawa timbal yang dikeluarkan oleh proses pembakaran bensin
pada kendaraan bermotor cukup banyak jenisnya, tetapi yang paling besar yaitu
.. - timbal oksida.(PbOx). Jenis-jenis senyawa timbal yang ada pada asap knalpot
kendaraan bermotor dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Senyawa timbal (Pb) pada asap knalpot
Sumber : Stoker dan Seager (1972) dalam Nurafiyati (2004)
Di setiap negara jurnlah timbal yang dicampurkan dalam bensin berbeda-
beda. Harrison dan Laken (1981) dalam Faiz et al. 1996) menyatakan di
Indonesia setiap liter bensin yang memiliki nilai oktan 87 dan 98 masing-masing
mengandung 0,70 g dan 0,80 g senyawa Pb-tetrametil atau Pb-tetraetil.
Standar di Amerika Serikat hanya 0,13 g, Jerman 0,15 g, Jepang 0,31g, Australia,
Norwegia, Swiss dan Inggris 0,4 g.
2.3 Clritin-Cltitosarz
Chitin merupakan turunan selulosa amino terbesar kedua di alam, chitin
misalnya banyak terdapat pada dmding sel fungi, cangkang insekta atau serangga
dan crustacea (udang). Turunan dari chitin yaitu chitosan. Nama chitin berasal
dari bahasa yunani yaitu "chiton" yang artinya mantel swat (coat of mail)
(Lower, 1984 dalam Shahidi et al. 1999). Chitin merupakan biopolimer dalam
eksoskeleton invertebrata. Chitin atau poly-P-(1-4)-N- asetyl glukosamin terdapat
dalam invertebrata laut, serangga, fungi dan jamur. Perbandingan s tddur kimia
chitin pada bagian a dan chitosan pada bagian b, dapat dilihat pada Gambar 4.
a CII, ~.'II, I 10
I ' co
it-
Gambar 4. S h ~ h molekul (a) chitin dan (b) chitosan (Prashanth dan Tharanathan 2007)
Chitin-chitosan merupakan senyawa kimia yang mudah menyesuaikan
din, hidrofilik, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi (karena mengandung gugus
OH dan gugus NH2) untuk ligan yang bervariasi (sebagai pewarna dan penukar
ion). Ketahanan kimia yang dimiliki chitosan juga cukup baik. Chitosan larut
dalam asam, tetapi tidak larut dalam basa, serta tidak larut dalam media campuran
asam basa (Muzarelli 1974).
Chitosan memiliki 3 tipe gugus fungsi yang reahif, yaitu sebuah gugus
amino yang baik, gugus hidroksil primer dan gugus sekunder pada posisi C-2,
C-3, dan C-6 secara berumtan (Fumsaki et al. 1996 dalam Shahidi et al. 1999).
Chitosan juga mengandung gugus polar dan nonpolar sehingga reaktivitasnya
tinggi, yang menyebabkan dapat mengikat air dan minyak. Melihat chitosan
mernpunyai gugus aminNH yang reaktif dan gugus hidroksil yang banyak serta
kemampuannya membentuk gel maka chitosan dapat berperan sebagai komponen
reaktif; pengkelat, pengikat, pengabsorbsi, penstabil, pembentuk film, penjernih,
flokulan, koagulan (Shahidi et al. 1999). . . . Chitin-chitoson dalam perkembangaimya telah . dimanfaatkan dalam
berbagai bentuk dan tujuan. Chitosan telah diaplikasikan sebagai koagulan dalam
pengolahan limbah cair perikanan, untuk menanggulangi masalah pencemaran
(Rosita 2005) menyebutkan chiiosan mampu mengikat senyawa organik yang ada
,di perair- chitosan juga mampu mengkelat logam berat Pb sebesar 0,02 ppm.
Mekanisme ckelating digunakan oleh gugus amin dan gugus hidroksil.
Chitosan telah dkanfaatkan sebagai pengikat Hg pada perairan yang tercemar
logam berat (Muzarelli dan Rocchetti 1974). Adanya penurunan nilai kandnngan
merkuri (Hg) ini disebabkan pembentukan senyawa kompleks oleh chitin.
Pembentukan kompleks senyawa khelat tersebut mula-mula mempakan suatu
detoksifikasi (proses hilangnya sifat racun suatu zat beracun melalui proses
biokimiawi atau proses lain (Muzarelli 1970).
Melalui reaksi pengikatan (chelating), chitin mampu menyerap logam
berat merkuri, ha1 ini diungkinkan dengan adanya gugus CHzOH dan
NHCOCH3 yang mempakan gugus yang dapat mengikat ion logam
(Muzarelli dan Rocchetti 1974).
Pembentukan khelat melalui reaksi antara chitin dengan ion logam, yang
dalam proses ini akan menyebabkan ion logam kehilangan sifat ionnya dan
dengan demikian juga akan kehilangan sebagian besar sifat toksiknya. Kompleks
yang terjadi oleh pembentukan khelat ini dengan logam merkuri memang cukup
mantap dan relatif tidak toksik. Senyawa tersebut dapat dipadukan dengan
komponen lain sehingga membentuk campuran yang memiliki kemampuan
mengabsorbsi lebih kuat dan digunakan dalam mengabsorbsi logam berat
(Kawamura et al. 1993).
Chitin-chitosan diketahui pula dapat mengikat logam berat Hg dan Pb
(Rosita 2005). Muzarelli (1970) menyatakan bahwa pengikatan ion logam (metal)
oleh chitosan terjadi akibat dari pertukaran ion hidrogen (HC) yang ada di logam
dengan gugus reaktif NHY dan OH- pada chitosan. Proses pengikatan gugus
logam pb2+ dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Mekanisme pengikatan timbal oleh chitosan (Muzarelli 1970)
2. 4 Zeolit
Zeolit biasanya ditulis dengan rumus kimia oksida atau berdasarkan satuan
sel kristal M2/,,0 A1203 a Si02 b H2O atau Mcl, {(A102),(Si02)d} b HzO. Huruf n
adalah valensi logam, a dan b adalah molekul silikat dan air, c dan d adalah
jumlah alumina tetrahedral dan silika. Rasio dlc atau Si02/A120 bervariasi dari
1-5 (Tamzil2006).
Dasarnya pada zeolit terdapat perbedaan perbandingan antara silika dan
alumina yang terkandung (Dyer 1970). Dinamakan X-zeolit jika kandungan silika
dan alumina sekitar 2.4:l dan Y-Zeolit jika perbandingannya 5 : 1. Ward (1969)
mengatakan bahwa Y-zeolit lebih aktif dibanding dengan X-zeolit. Y-zeolit
memiliki kemampuan elektrostatik yang lebih kuat dan bilangan browsted yang
lebih tinggi. Perbedaan juga dilihat dari radius pori dan bilangan valensi
peitukaran ion (Dyer 1970). Mineral zeolit yang paling umum dijunlpai adalah
klinoptirotit, yang mempunyai iumus kimia (Na3K3)(AlsSi3~072).24H2
(Tamzil 2006). Ion ~ a + dan K+ merupakan kation yang dapat dipertukarkan,
sedangkan atom A1 dan Si merupakan struktur kation dan oksigen yang akan
membentuk struktur tetrahedron pada zeolit (Tamzil2006).
Molekul-moleM air yang terdapat dalam zeolit merupakan molekul yang
mudah lepas. Zeolit tidak dapat diidentifikasi hanya berdasarkan analisis
komposisi kirnianya saja, melainkan hams dianalisis struktumya. Struktur kristal
zeolit dimana semua atom Si dan A1 dalam bentuk tetrahedra (T04) disebut Unit
Bangun Primer, zeolit dapat diidentifkasi berdasarkan Unit Bangun Sekunder
(UBS) sebagaimana terlihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur zeolit tetrahidral alumina silika (T04) (PLTR Batan 2007)
Pemanfaatan zeolit telah banyak dilakukan diantaranya dalam bidang
pertanian, zeolit digunakan sebagai odour control, dan campuran pakan temak.
Dalam bidang industri zeolit digunakan sebagai penyerap minyak dan spills, serta
separasi gas (Tamzil 2006). Pada pemurnian air, zeolit digunakan sebagai agen
pembersih air dan pengikat logam berat pada perairan. Selain sebagai penyerap,
zeolit juga mampu bersifat sebagai katalis (Bosasek 1970).
Boreskov (1979) mengatakan bahwa struktur pori pada zeolit mampu
diaplikasikan sebagai adsorben, katalis, sifat ion excange yang dimiliki
memperkuat sifat katalis tersebut. Boreskov (1979) juga mengatakan dengan mesh
yang lebih halus, maka pori yang dimiliki juga semakin banyak dan luas
pemukaan penyerapan juga semakin besar sehingga berpengaruh terhadap
aktivitas adsorbsinya. Zeolit memiliki sifat yang dimungkinkan untuk
dimodifikasi sebagai katalis, adsorben, penukar ion, maupun sebagai pengemban
logam aktif (Othmer 1995).
Zeolit sebagai adsorben (penjerap) adalah pengikatan senyawa dan
molekul tertentu yang hanya terjadi di permukaan. Proses itu tejadi akibat
adanya interaksi secara fisik oleh gaya van der walls dan interaksi kimia dengan
adanya sifat elektrostatik (Bosasek 1970). Zeolit juga mampu bertindak sebagai
katalis dalam mereduksi kandungan gas buang berbahaya dari asap kendaraan
bermotor.
Weller (1970) menyatakan bahwa zeolit telah digunakan pada pemurnian
dan penyerapan 0 2 pada temperatur tinggi; Zeolit juga. telah digunakan sebagai . - . .
agen penyaring HC dan CO pada gas karena zeolit sendiri yang mampu
melakukan pertukaran kation (Andronikashvili et al. 1970). Forster et al. (1970)
juga menyatakan bahwa zeolit telah digunakan sebagai agent adsorben CO. Zeolit
juga menjadi bahancampuran filter pada rokok, penyerapan gas dan penghilangan
warna dari cairan gula pada pabrik gula (Tamzil2006).
2.5. Karateristik Campuran (Komposit) Zeolit Alam dan Cltitosarr
Pencampuran antara zeolit dan chitosan pada dasarnya adalah
pencampuran elemen solid dan gel. Pencampuran ini juga merupakan campuran
antara komponen anorganik dan organik. Yuan et al. (2007) menyatakan bahwa
pada proses pencampuran zeolit dan chitosan terjadi deformasi, yaitu
pembentukan mabiks polimer dari reaksi solid dan gel. Ikatan yang terbentuk
antara komponen organik (larutan chitosan) dan anorganik (zeolit) adalah ikatan
kovalen yang te rjadi pada permukaan zeolit.
Wu et al. (2007) menyatakan bahwa chitosan telah digunakan dan
dikombinasikan dengan partikel-partikel seperti zeolit, silica, zirconia. Zeolit
menjadi pilihan utama karena mernilii diameter pori-pori (A0) yang banyak,
biaya murah dan sangat mudah Cfleksibel) untuk d i b a h konfigurasi dan sifat
molekulnya dengan beberapa aktivasi (panas, asam, basa). Zeolit bersifat lebih
aktif apabila pada permukaan dan pori-pori zeolit terdapat suatu senyawa yang
berfungsi sebagai agent. Penambahan larutan chitosan diharapkan mampu
bersifat sebagai agent yang mampu mempercepat proses adsorbsi dan katalisis.
Mekanisme penambahan larutan chitosan sebagai agent pada zeolit dapat dilihat
pada Gambar 7.
Gambar 7. Mekanisme larutan chitosan sebagai adsorben pada permukaan zeolit (Wu et al. 2007)
Wu et al. (2007) menyatakan bahwa pada proses pencampuran antara
molekul zeolit dan laruran chitosan terjadi ikatan silang antara gugus-gugus
fungsi yang ada pada zeolit dan chitosan. Zeolit yang sudah memiliki gugus
organosilane (Si-OH) pada permukaan zeolit membuat zeolit lebih aktif dan
mampu berikatan dengan gugus OH- dan NH-pada chitosan. Prosesnya yaitu saat
zeolit akan tercampur dengan larutan chitosan lnaka akan terjadi ikatan hidrogen
dengan polimer chitosan, atau terjadi interaksi ionik asam-basa yang dibentuk
oleh gugus OH- dan NH- pada chitosan. Mekanisme ikatan silang antara zeolit dan
larutan chitosan dapat dilihat pada Gambar 8.
1.11 1- I
Gambar 8. Mekanisme ikatan antara zeolit dan chitosan (Wu et al. 2007)
Yuan et al. (2007) dan Wang et al. (2008) dalam penelitiannya
menyebutkan berdasarkan analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) dari
chitosan dan campuran (komposit) zeolit dan chitosan (membran buatan) terlihat
bahwa pada zeolit mumi, struktur pe~mukaan chitosan lebih longgar, tidak
kompak, dan masih banyak mang kosong @on-pori). Pada analisis SEM setelah
dilakukan pencampuran zeolit dan larutan chitosan, struktur perrnukaan terlihat
lebih padat dan lebii kompak. Ini artinya pencampuran antara polimer organik
(chitosan) sebagai pengisi Cfiller) pada zeolit berlangsung baik. Hasil analisis
SEM komposit zeolit dan chitosan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Hasil analisis SEM komposit zeolit dan chitosan (Yuan et al. 2007 dan Wang et al. 2008)
Berdasarkan analisis Fourir Transformation InfLared (FT-IR), Wu et al.
(2007) menyebutkan bahwa pada chitosan (CS) mumi panjang gelombang utama
pada kisaran 3400 cm-', 1650 cm-' dan 1550 cm-' yang menunjukkan pada gugus
hidroksil, amine I dan amine 11. Pada panjang gelombang 1070 cm-', 1380 cm-'
dan 1160 cm-' menunjukkan ikatan C-0, ikatan CH< dan ikatan C-0-C asimetrik.
Hasil FT-IR chitosan mumi (CS) dan campuran chitosan zeolit (CS-Nay 40%)
dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Hasil FT-IR chitosan murni (CS) dan komposit zeolit dan chitosan (CS-Nay 40%) (Wu et al. 2007)
Setelah chitosan dicampur dengan zeolit 40 % (CS-Nay 40%), maka
panjang gelombang menghasilkan utama 3400 cm-I, 1650 cm-' dan 1550 cm-I,
intensitasnya menurun karena te rjadi interaksi antara gugus OH- dan NH'- pada
chitosan dengan gugus OH-, NH- pada zeolit. Penambahan zeolit mengakibatkan
panjang gelombang 1070 cm-' dan 1027 cm-' pada chitosan mumi (CS), berubah
menjadi 1022 cm-'. Perubahan panjang gelombang ini menunjukkan terjadinya
reaksi pembentukan (ikatan) antara zeolit dan larutan chitosan.
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Ternpat
Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2007, bertempat di
Laboratorium Manajemen Industri, Departemen Teknologi Hasil Perairan,
FPIK-IPB dan Laboratorium Bio-Komposit Fahutan IPB sebagai tempat
pembuatan adsorben zeolit-chitosan. Laboratorium Analisis Tanah Departemen
Tanah dan Sumberdaya Lahan Faperta IPB sebagai tempat analisis kandungan
timbal (Pb) dalarn gas buang, bengkel uji emisi PT Astra International Daihatsu
Bogor sebagai tempat uji emisi gas karbonmonoksida, hidrokarbon dan nitrogen
oksida (surat keterangan magang dan penelitian dapat dilihat pada Lampiran l),
F-Tecnopark IPB, PAU IPB, sebagai tempat preparasi zeolit. Bengkel motor
Hartono, Ciomas Bogor sebagai tempat pembuatan model catalytic converter
monolitik (swat keterangan dapat dilihat pada Lampiran 2).
3.2. Mat ,. . . . : . . . . . . . . . . . .
Alat y.ang digunakan dibagi menjag dua bagian yaitu alat yang digunakan
dalam pembuatan model catalytic converter monolitik yang meliputi: skrup,
obeng, tang, las listrik dan mw, sementara itu alat yang digunakan untuk
pengujix , adalah ..atomic . absorbsion spechofotomehy jame . (AAS) LOD . .
0,001 ppn~, neraca analitik, eksikator, oven (suhu minimal 60°C), tanur (suhu
250°C), cawan porselen, cawan petri, labu ukur, tabung reaksi, pompa penghisap
dengan kecepatan hisap 5 literlmenit, dish mill (penghalus zeolit) dan stop watch.
Alat-alat lain yang sangat penting dalam penelitian ini meliputi model
catalytic converter monolitik, tecnotester, dan mobil Daihatsu Xenia Li 2004.
Secara lengkap karakteristik alat-alat tersebut adalah
3.2.1 Catalytic converter monolitik
Model catalytic converter yang digunakan dalam penelitian emisi gas
buang ini mengacu pada penelitian Zygourakis (1989),
Psyllos dan Philippopoulos (1992), dan Karvounis dan Assanis (1992) yaitu
catalytic converter tipe monolitik. Psyllos dan Philippopoulos (1992) menyatakan
bahwa catalytic converter monolitik memiliki beberapa keunggulan, diantaranya
tingkat kehilangan panas (heat loss) akibat dari radiasi hanya 3-5%, radiasi yang
terlalu besar akan mempengaruhi temperatur adsorben dan efisiensi konversi
emisi gas buang, akibatnya proses konversi akan menjadi lebih lambat.
Karvounis dan Assanis (1992) menyatakan setidaknya ada 2 macam perpindahan
panas yang terjadi yaitu konduksi dan konveksi. Pada monolytic converter
terdapat transper panas dan massa secara konduksi panas, konveksi, dan radiasi
sehingga terjadi reaksi kinetik isotermik yaitu reaksi fisika penyesuaian suhu
antara lingkungan dan sistem (Psyllos dan Philippopoulos 1992).
Panjang total dari model catalytic converter monolitik adalah 390 mm,
diukur dari lubangflow in dan akhir lubangflow out. Diameter lubangflow in dan
diameter lubang flow out dibuat sekitar 60 mm. Adsorben zeolit dan chitosan
diletakkan pada tengah knalpot dengan diameter sekitar 100 mm. Model catalytic
converter monolitik yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1 I.
+ Glass wool
Gambar 1 1. Model catalytic converter monolitik (Zygourakis 1989; Psyllos dan Philippopoulos 1992;
Karvounis dun Assanis 1992)
3.2.2 Tecnotester
Tecnotester atau yang lebih dikenal dengan CO tester, merupakan alat
yang digunakan dalam menentukan kuantitas emisi gas buang yang dikeluarkan
oleh kendaraan bermotor. Tecnotester memilii beberapa keunggulan yaitu mudah
pengoperasiannya dan hasil perhitungan yang cepat dan akurat. Alat ini hanya
digunakan dalam pengujian emisi gas buang berupa gas yaitu karbonmonoksida
(CO), hidrokarbon (HC), karbondiokasida (COz), oksigen (O*), dan nitrogen
oksida @Ox).
Tecnotester yang digunakan dalam penelitian ini adalah tecnotester yang
sudah terkalibrasi dengan baik dan digunakan dalam pengujian emisi di setiap
bengkel mobil PT Astra Intenational Daihatsu. Mekanismenya yaitu, gas buang
yang keluar dari ruang bakar akan terhisap oleh penghisap pada tecnotester,
kemudian tecnotester menghitung secara otomatisldigital kandungan emisi yang
ada pada sampel udara tersebut. Nilai yang terukur akan tampak pada layar.
Tecnotester yang digunakan dalam penelitian ini tarnpak pada Gambar 12.
A : tampak depan B: tampak belakang
Gambar 12. Teenotester
Adapun spesifikasi khusus dari tecnotester ini adalah alat ini dibuat oleh
Daihatsu Jepang pada tahun 2003 tipe Modd 488, memiliki suhu operasi
sekitar 5-40°C, tekanan 5 kpa dan kemampuan penghisapan gas buang (pump)
8 literhenit. Tecnotester ini juga sudah memiliki digital printing sehingga hasil
pengujian dapat terlihat dengan baik sehingga tercatat dan dapat dilihat dalam
kertas cetak.
3.2.3 Daihatsu Xenia Li 2004
Mobil Daihatsu Xenia Li tahun 2004 memiliki 5 pintu dengan penggerak
dua roda. Daihatsu Xenia 2004 memiliki lima kecepatan dengan perpindahan gigi
manual. Tipe mesin yang digunakan Xenia Li 2004 adalah K3-DE. Mesin K3-DE
memiliki spesifikasi 4-silinder in-line, 16 katup dengan torsi maksinlal 117 Nm
pada 3200 rpm. Memiliki kemampuan mesin 1000 cc dan sudah menggunakan
sistem injeksi pada mang bakamya. Kendaraan Daihatsu Xenia Li 2004 yang
digunakan dalam pengujian emisi gas buang dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Kendaraan uji, Daihatsu Xenia Li tahun 2004
Sistem bahan bakar Daihatsu Xenia Li 2004 telah menggunakan sistem
fie1 returnless, sistem ini dapat mengurangi emisi penguapan. Memakai quick
connector yang menghubungkan pipa bahan bakar dengan selang bahan bakar.
Selain itu pompa bahan bakar assay yang terintegrasi dengan saringan bahan
bakar, pressure regulator, dan fuel sender gauge, ha1 ini meniadakan bahan bakar
yang kembali ke tangki bahan bakar dari mang mesin, sehingga mampu mencegah
naiknya temperatur di dalam tangki bakar. Sistem injeksi yang dipakai yaitu
jenis 4-hole sebagai tempat atomisasi bahan bakar, resistensi coil pada suhu 20°C
bernilai 12 Ohm. Dengan sistem injeksi maka jumlah bahan bakar yang masuk
dalam m g bakar dengan tekanan 250 kpa, 2,5 ~ ~ f f c m ~ sebanyak 184 cclmenit.
3.3. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan disain catalytic converter
monolitik dan adsorben zeolit-chitosan yaitu: plat senglstainless steel, glass wool,
tepung tapioka, zeolit halus (100 mesh) dengan spesifikasi yang dapat dilihat
pada Larnpiran 3, dan chitosan serbuk (30 mesh) dengan spesifikasi yang dapat
dilihat pada Larnpiran 4. Bahan yang digunakan dalam pengujian timbal pada gas
buang adalah bensin bertimbal, asam nitrat (HN03, 65 % analisis), dan asam
asetat 2 % untuk melarutkan chitosan.
3.4 Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah pembuatan adsorben dengan kombinasi
zeolit dan chitosan. Dilakukan pengujian tingkat efektivitas adsorben tersebut
pada catalytic converter monolitik untuk mengadsorbsi emisi gas buang dan
partikulat timbal kendaraan bermotor dengan standar uji emisi yang disesuaikan
menurut standar nasional Indonesia (SNI) dan Astra International (standar
kuantitas menurut SNI 09 -7118.3 -2005 dan PT Astra International Daihatsu
dapat dilihat pada Lampiran 5).
Proses pembuatan adsorben mengacu pada penelitian pembuatan adsorben
arang aktif dari kayu sengon yang telah dilakukan Pari (1996) dalam Yunianto
(2006) dengan modifkasi. Adsorben memiliki diameter 100 mm, ketebalan 4 mm,
dan diameter lingkaran kecil sebesar 5 mm. Adanya lubang (diameter kecil)
dimaksudkan untuk memperlancar laju aliran gas buang. Jurnlah lubang kecil
disesuaikan dengan diameter adsorben itu sendiri dan mengacu pada penelitian
aplikasi karbon aktif untuk pereduksi emisi gas buang (Murhadi 2006). Adapun
dimensi dan bentuk dari adsorben dapat dilihat pada Gambar 14.
Keterangan : Tebal4 mm, diameter 100 mm, dan diameter lingkaran kecil5 mm.
Gambar 14. Model adsorben zeolit-chitosan
Pembuatan adsorben diawali dengan preparasi zeolit. Zeolit dihaluskan
ukurannya hingga 100 mesh dengan alat dish meal. Setelah proses pengecilan
(penghalusan) ukuran selesai dilakukan, kemudian dilakukan aktivasi panas
berdasarkan Shang dan Lee (1994). Aktivasi panas dilakukan dengan pengeringan
tanur pada suhu 250°C selama 24 jam. Pada aktivasi panas mekanisme yang
terjadi adalah proses menghilangkan molekul air dari dalam rongga permukaan
sehingga menyebabkan medan listrik meluas ke dalam rongga utama dan akan
efektif berinteraksi dengan adsorbat.
Jumlah molekul air ini sesuai dengan jumlah pori-pori atau volume ruang
hampa yang akan terbentuk bila sel kristal zeolit tersebut dipanaskan, maka ruang
yang telah hampa tersebut selanjutnya dapat mengadsorpsi adsorbat. Dilakukan
preparasi pada chitosan yang berbentuk serbuk 30 mesh dengan inelarutkannya
pada asam asetat 2% sebanyak 50 ml hingga larut sempurna. Kombinasi berat
chitosan serbuk yang dilarutkan adalah 0, 5, 10, 15, dan 20 gram. Dilakukan
pencampuran antara zeolit dan larutan chitosan, agar pengikatan lebih kuat maka
digunakan tepung tapioka cair 5 ml sebagai perekat. Kombinasi konsentrasi
antara jumlah zeolit dan chitosan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat
pada Tabel 3.
Campuran tersebut kemudian dilakukan pencetakan dan dilakukan
pengeringan oven suhu 60°C selama 24 jam. Bentuk adsorben zeolit-chitosan
dapat dilihat pada Gambar 15.
Tabel 3. Kombinasi zeolit dan chitosan yang digunakan pada penelitian
Gambar 15. Bentuk adsorben zeolit-chitosan yang dipakai dalam penelitian
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Komposisi (%)
Zeolit (gram)
100
95
90
85
80
Serbuk chitosan (gram) yang dilarutkan dalam asam asetat 2%
sebanyak 50 ml
0
5
10
15
20
Adsorben zeolit-chitosan ini kemudian di instalasi (dipasang) tepat
di tengah tabung catalytic converter monolitik dengan jarak 50 rnm dari masing-
masing sisi. Adsorben zeolit-chitosan yang dipasangkan sebanyak satu keping dan
diletakkan vertikal pada saluran catalytic converter monolitik. Adsorben
zeolit-chitosan yang sudah terinstalasi dengan catalytic converter monolitik
kemudian diletakkan pada ujung knalpot saluran pembuangan gas (exhaust pipe)
kendaraan uji, sehingga gas buang yang mengandung emisi terlebih dahulu
melewati catalytic converter monolitik dengan adsorben zeolit-chitosun. Kondisi
awal kendaraan saat pengujian yaitu mesin mobil hidup dalam keadaan putaran
normaVidle (1500 rpm), suhu saluran gas buang setelah 5 menit pemanasan mesin
sekitar 1 3 0 ~ ~ . Rata-rata suhu saluran gas buang selama penelitian yaitu 250°C.
Lama pengoperasian mesin mobil pada saat pengujian yaitu 1 hari. Penempatan
adsorben zeolit-chitosan pada catalytic converter monolitik dapat dilihat pada
Gambar 16.
C Adsorben zeolit-chitosan
Adsorben zeokt-chitosan
Gambar 16. Penempatan adsorben zeolit-chitosan
Pengujian emisi gas buang dilakukan dengan tecnotester untuk emisi gas
buang ben~pa gas karbonmonoksida (CO), hidrokarbon (HC), dan nitrogen oksida
(NOx). Diagram alir penelitian dapat dilibat pada Gambar 17.
Zeolit (3 I Penghalusan ukuran
100 mesh I Aktivasi zeolit dengan panas
tanur (250°C, 24 jam)
Penetapan jumlah Zeolit (100,95,90, 85, dan 80 gram)
Chitosan serbuk
Penghalusan ukuran 30 mesh - Pelarutan serbuk chitosan
0,5, 10, 15,20 gram (dalam asarn asetat 2% sebanyak 50 ml)
I Kombinasi larutan chitosan I
Penambahan Pencampuran* cairan tepung
(zeolit dan larutan chitosan) tapioka (5 ml)
I Pencetakan dan pengepresan I
Pengeringan oven* (suhu 60°C, 24 jam)
+ Instalasi adsorben
zeolit dan chitosan pada knalpot I
Pengujian Emisi gas Buang (mobil Daihatsu Xenia Li 2004)
- Gas CO, HC, NOx dengan alat Tecnotester - Timbal (Pb) dengan alat atomic absorbtion
spectrofotomefiy (AAS)
Keterangan : tanda * : merupakan bagian yang diiakukan modifikasi
C_I) = bahan jadi (benda) (1 = proses
Garnbar 17. Diagram alir penelitian (modifikasi Yunianto et al. 2006)
Perhitungan efektivitas dilihat dari persentase penurunan emisi gas buang
dari kadar emisi awal dan kadar emisi akhir setelah diberi perlakuan catalytic
converter dengan adsorben zeolit-chiiosan (rumus perhitungan dapat dilihat pada
prosedur pengujian). Data yang diperoleh agar tepat dan akurat, dalam setiap kali
proses pengujian, adsorben yang digunakan berbeda (sekali pakai).
3.5 Prosedur Pengujian
3.5.1 Aktivasi Zeolit ( Zhang dan Lee 1994)
Aktivasi zeolit mempakan salah satu tahapan penting, agar sifat adsorben
zeolit meningkat. Sifat adsorben zeolit berhubungan dengan jurnlah dan besar
pori-pori pada permukaan zeolit (surface area). Sifat fisik dan kimia yang telah
diketahui dari spesifikasi zeolit adalah kandungan alumina-silika dan cation
excange capasity (CEC). Zeolit dilakukan penghalusan ukuran sampai 100 mesh,
dilakukan 2 tahap penting yaitu penentuan kadar air dan aktivasi zeolit itu sendiri
Menumt AOAC (1995), prinsip penetapan kadar air yaitu zeolit (sampel)
yaitu dengan mengeringkan sampel. dalam oven 100-105 OC: sampai diperoleh
berat yang tetap. Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven. Sampel
ditimbang sebanyak 5 gram dan ditempatkan dalam cawan yang sebelumnya telah
dikeringkan dan diketahui beratnya. Contoh dikeringkan d a l a oven pada suhu
105 OC selama 6 jam,. kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. . - . .
Penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat yang konstan.
.A - B Kadar air (%) = x 100 %
A Keterangan : A = berat sampel mula-mula
B = berat sampel setelah dieringkan
Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini merupakan zeolit alam,
sehingga periu preparasi dan aktivasi agar kemampuan adsorbansinya semakin
meningkat, aktivasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah aktivasi panas.
Menurut Zhang dan Lee (1994), mekanisme aktivasi yaitu dengan membersihkan
zeolit dari kototan-kotoradpartikel lain, kemudian zeolit dimasukkan dalam tanur
dengan suhu 250°C selama 24 jam. Aktivasi dilakukan untuk menghilangkan
kotoran, mineral, partikel yang masih menempel pada permukaan zeolit dan juga
menghilangkan molekul air yang masih ada dalam pori-pori zeolit.
3.5.2 Pengukuran Emisi Gas Buang CO, HC dan NOx (SNI 09-7118.3-2005)
Proses pengukuran kadar ernisi gas buang ini mengacu pada standar yang
telah ditentukan oleh PT Astra International dan standar nasional Indonesia (SNI),
No. SNI 09-7118.3-2005. Pengukuran emisi gas buang dilakukan dengan alat
tecnotester. Tecnotester terlebih dahulu dihidupkan selama 10 menit. Alat ini
kemudian akan melakukan kalibrasi manual sehingga nilai-nilai emisi gas buang
bernilai nol. Tecnotester memiliki suhu operasi sekitar 5-40°C, tekanan 5 kpa
(kilopascal). Tecnotester memiliki pipa penghisap kecil dengan kapasitas hisap
gas buang (pump) 8 literlmenit.
Catalytic converter monolitik dengan adsorben zeolit-chitosan dipasang
pada knalpot saluran pernbuangan gas (exhaust pipe) kendaraan uji, sehingga gas
buang yang mengandung emisi terlebih dahulu melewati catahtic converter
monolitik dengan adsorben zeool-chitosan. Pengukuran kuantitas emisi gas buang
dilakukan dengan rnemasukkan pipa penghisap tecnotester kedalam saluran gas
buang vow out) catalyrzc converter monolitik selarna 5 menit. Gas buang yang
sudah berinteraksi langsung dengan adsorben pada catalytic converter monolitik
yang diserap oleh tecnotester, kemudian tecnotester menghitung secara digital
(otomatis) kadar emisi gas buang yang meliputi CO, HC, NOx. Efektivitas
adsorben dil iat dengan membandingkan kadar ernisi gas buang sebelum dan
sesudah instalasi adsorben I catalytic converter monolitik.
Efektivitas Adsorben emisi gas buang (SNI 09-7118.3-2005)
Efektivitas adsorben diukur berdasarkan tingkat persentase adsorbsinya
terhadap emisi gas buang dan partikulat timbal. Rumus untuk mengukur
efektivitas adsorben adalah sebagai berikut:
% Emisi Gas Teradsorpsi = C1- C2 I C1 x 100%
Keterangan :
C1 = kadar ernisi gas awal (tanpa perlakuan)
C2 = kadar emisi gas setelah perlakuan dengan adsorben
3.5.3 Pengukuran Kadar Timbal (Pb) (SNI 09-7118.3-2005)
Prosedur dilakukan dengan metode stek sampling. Metode ini dilakukan
dengan mengambil contoh gas buang langsung dari knalpot. Gas tersebut
kemudian di analisis kandungan timbalnya. Pengambilan sampel dilakukan
dengan memodifikasi metode berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia)
1834-85. Timbal dalam gas buang kendaraan bermotor diambil menggunakan
asam nitrat (HN03) 1%. Sampel dianlbil dalam dua kondisi yaitu pada knalpot
tanpa adsorben dan knalpot dengan adsorben.
Persiapan Awal
Persiapan awal dalam pelaksanaan pengujian adalah menyiapkan bahan
dan peralatan yang.digunakan dalam pengujian, seperti tabung pengumpul, tabung
reaksi, dan stopwatch, sedangkan bahan yang dipakai adalah HN03 IN. Pada
proses penangkapan Pb, yang terkandung dalam asap knalpot menggunakan
HN03 1N sebagai pelarut, ha1 ini dikarenakan HN03 mampu mengikat Pb
menjadi Pb(NO3)~,(Vogel .. .. . 1990 , . . dalam Yunianto 2006). . . Persiapan . yang . . . dilakukan . .
pada kendaraan adalah memanaskan mesin selama 10 menit.
Penentuan kadar timbal pada kontrol (Tanpa adsorbeit)
Proses penangkapan kadar timbal pada asap dilakukan dengan memasang
. tabung. pengumpul (asap) pada lubang. knalpot dengan kondisi mesin pada
perputaran stasioner (idle), dengan 1500 rpm. Kandungan timbal pada asap akan
masuk kedalam larutan asam nitrat yang sangat cepat.berekasi dengan timbal,
sehingga kadar timbal total pada asap dapat diukur dengan melihat kadar timbal
pada larutan tersebut. Dalarn proses pengujian usahakan keadaan mesin pada
keadaadputaran stasioner. Proses pengujian dilakukan selama 5 menit, setelah
proses pengujian selesai dilakukan kemudian matikan mesin dan tampung asam
nitrat (HN03) tersebut pada tabung reaksi.
Penentuan kadar timbal pada knalpot dengan ahorben
Proses pengujian yang dilakukan pada kendaraan dengan knalpot sudah
terinstalasi adsorben pada prinsipnya sama. Proses penangkapan kadar timbal
pada asap dilakukan dengan memasang tabung pengumpul (asap) pada lubang
knalpot dengan kondisi mesin pada perputaran stasioner (idle) 1500 rpm. Gas
yang mengandung timbal yang terkandung dalarn asap knalpot akan terlebih
dahulu melewati adsorben yang ada, kemudian masuk kedalam larutan asam nitrat
@No,). Perbandingan antara kadar ti~nbal sebelum dan sesudah instalasi
adsorben menunjukkan efektivitas adsorben dalam menyerap timbal. Saat proses
pengujian usahakan keadaan mesin pada keadaanlputaran stasioner. Proses
pengujian dilakukan selama 5 menit, setelah proses pengujian selesai dilakukan
kemudian matikan mesin dan tampung asam nitrat (FIN@) tersebut pada tabung
reaksi.
Pengujian kadar timbal (Pb) (SNI 09-7118.3-2005)
Larutan asam nitrat (HN03) yang telah mengalami perlakuan (berinteraksi
dengan asap), kemudian dilakukan pengujian kadar timbal Pengujian kadar
timbal dilakukan dengan AAS (Atomic Absorbance Spectrofotometry) diukur
serapannya pada panjang gelombangnya 283,3 nrn dengan ketelitian (LOD) 0,001
ppm, kadar timbal konsentrasinya terukur dalam ppm. Untuk mengetahui
efektivitas adsorben, bandingkan kadar timbal sebelum dan sesudah ada adsorben. . . . . . . . . . . , . . . . . . . Efektivitas Adsorben timbal (SNI 09-7118.3-2005)
Efektivitas adsorben diukur berdasarkan tingkat persentase adsorbsinya
terhadap partikulat timbal. Rumus untuk mengukur efektivitas adsorben adalah
sebagai berikut: . .
% Timbal (Pb) teradsorpsi = D l - D2 1 Dl x 100% . . .
Keterangan :
Dl = kadar timbal pada asap yang terlarut dalam HN03 awal (tanpa perlakuan)
D2 = kadar timbal pada asap yang terlarut dalam HN03 setelah perlakuan dengan adsorben
3.6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993)
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan faktor perlakuan konsentrasi zeolit dan chitosan. Data
diambil sebanyak tiga kali uiangan dan dilakukan secara acak.
Model Rancangan Acak Lengkap sebagai berikut :
Keterangan :
Yij = Respon percobaan karena pengaruh waktu taraf ke-i, ulangan ke-j p = Pengaruh rata-rata mum
Ai = Pengaruh taraf ke-i, perlakuan konsentrasi zeolit dan chitosan (i = 1,2,3,.. ) eij = Pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke-j
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam
dengan uji F Tabel. Hipotesis yang digunakan adalah :
HO : faktor konsentrasi zeolit dan chitosan tidak memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap efektivitas adsorbsi emisi gas buang.
HI : faktor konsentrasi zeolit dan chitosan memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap efektivitas adsorbsi ernisi gas buang.
Perlakuan memberikan pengaruh nyata apabila F hitung lebih besar
daripada F tabel dengan derajat bebas tertentu pada taraf 5% (0,05). Cara untuk
membedakan besamya pengaruh dari masing-masing taraf digunakan uji lanjut
Tukey atau beda nyata juju (Steel dan Tome 1993). Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut: . . . .
~ e d a ~ ~ a t a ~b ju r = q (Cp; dbs; a)
Keterangan :
9 P dbs
= Nilai pada tabel q = Perlakuan = derajat bebas sisa
a = 0,05 kts = kuadrat tengah sisa r =ulangan
Sofware yang digunakan dalam pengolahan data adalah Microsoft Excel
dan SPSS 12,o.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian untuk menilai efektivitas adsorben berdasarkan pada
kemampuannya dalam mengadsorsbi emisi gas buang yang tergoiong pada
pencemar udara primer. Pencemar udara primer adalah semua pencemar di udara
yang ada dalaln bentuk yang hampir tidak berubah; sama seperti pada saat
dilepaskan dari sumbernya sebagai hasil dari proses tertentu, dalam ha1 ini proses
pembakaran (Kristanto 2003). Pencemaran udara primer yang diukur adalah
emisi gas karbonmonoksida (CO), gas hidrokarbon (HC), gas nitrogen oksida
(NOx) dan partikulat timbal (Pb).
4.1. Gas karbonmonoksida (CO)
Karbonmonoksida m e ~ p a k a n komponen gas buang yang dihasilkan dari
pembakaran tidak sempurna dari zat yang mengandung karbon (misal: bensin).
Pembakaran yang tidak sempurna dapat disebabkan oleh kurangnya oksigen yang
y e g digunakan dalam proses oksidasi/pembakaran dalam ruang mesin kendaraan. . . . . , . ., . . . . . . . . . , . . . . . ,
Diketahui bahwa kendaraan bermotor ( te~ tama yang menggunakan bahan bakar
bensin) merupakan sumber polutan CO yang paling besar yaitu sekitar 60%
(Faiz et al. 1996).
Pengujian kadar karbonmonoksida (CO) terhadap catalytic converter . . .. .. . . .
dengan adsorben berbahan zeolit chitosan, kadar CO yang didapat masih
memenuhi standar SNI dan Astra International yaitu maksimal 3,5% volume gas . . . .
buang. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi mobil masih baik. Fungsi adsorben
dapat semakin mereduksi kandungan emisi CO yang diieluarkan sehingga kadar
CO semakin rendah. Pengujian emisi karbonmonoksida menggunakan catalytic
converter monolitik yang memakai adsorben zeolit-chitosan, didapatkan hasil
kadar emisi gas buang lebih rendah bila d i b a d i a n tanpa catalytic converter.
Dibandingkan dengan catalyfic converter dengan adsorben honeycomb
berbahan aktif logam mulia, maka persentase penunman emisi karbonmonoksida
masih lebih rendah yaitu sekitar 51-84Y0 (Lampiran 6). Catalytic converter
dengan adsorben honeycomb berbahan aktii logam mulia (platina, palladium, dun
rhodium) rnampu mereduksi kandungan emisi gas buang sampai 90-99%.
Persentase adsorbsi karbonmonoksida pada berbagai perlakuan yang dilakukan
memperliiatkan bahwa perlakuan adsorben dengan 80 gram zeolit dan 20 gram
chitosan (A5B5) memiliii nilai rata-rata adsorbsi yang paling tinggi yaitu sebesar
51,336 + 2,192 % dan perlakuan AlBl memiliki nilai rata-rata adsorbsi yang
paling rendah yaitu sebesar 5,667 + 0,769 %. Hasil lengkap persentase adsorbsi
dengan uji emisi terhadap kadar karbonmonoksida yang dilakukan oleh alat
tecnotester disajikan pada Gambar 18.
1 2 3 4 5
Perlakuan I Keterangan : Perbedaan huruf superskrip menunjukkan berbeda nyata (a<0,05) AlBl Zeolit 100% + 0 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A2B2 Zeolit 95% + 5 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A3B3 Zeolit 90% + 10 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A4B4 Zeolit 85% + 15 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 5Oml A5B5 Zeolit 80% +20 gram chifosan dalam asam asetat 2% sebanyak 501111
Gambar 18. Diagram batang adsorbsi karbonmonoksida (CO)
Berdasarkan analisis ragam tampak nilai F hitung lebih besar dari F tabel
(8,7589 < 3.4780), dengan selang kepercayaan 95%, pada taraf 0,05
(Lampiran 6-c), sehingga didapat kesirnpulan bahwa perlakuan kombinasi zeolit
dan chitosan pada adsorben catalytic converter monolitik memberikan pengaruh
yang nyata terhadap adsorbsi karbonmonoksida. Uji lanjut Tukey (Lampiran 6-d)
menunjukkan bahwa perlakuan AlBl memberikan perbedaan nyata pada
perlakuan A3B3, A4B4 dan A5B5. Perlakuan A2B2 memberikan perbedaan yang
nyata pada perlakuan A5B5 sedangkan perlakuan A3B3 memberikan perbedaan
yang nyata pada perlakuan A4B4.
Adanya perbedaan tersebut diduga karena adanya kemampuan adsorbsi
dan katalisasi yang ada pada adsorben zeolit dan chitosan terhadap emisi gas yang
dikeluarkan knalpot kendaraan bermotor. Wu et ul. (2007) menyatakan bahwa
zeolit akan bersifat lebih aktif apabila pada permukaan dan pori-pori zeolit
terdapat suatu senyawa yang berfungsi sebagai agent katalis. Penambahan larutan
clzitosan diharapkan mampu bersifat sebagai agent katalis yang mampu
mempercepat proses adsorbsi dan katalisis. Yuan et al. (2007) dan
Wu ef al. (2008) juga menyatakan makin banyak jumlah agent (larutan chitosan)
yang diberikan pada zeolit maka proses adsorbsi dan katalisis cenderung semakin
meningkat.
Menurut Austin (1976), diketahui chitin-chitosan yang mampu menyerap
fenol, zat-zat asam, serta komponen organik lain yang ada pada asap tembakau
pada rokok. Hal itu diduga karena pada chitin-chitosan terdapat gugus aktif
berupa ion OK, NHF. Hirano (1 989) menyatakan bahwa chitosan dapat berfungsi
sebagai adsorben terhadap kotoran-kotoran, 1ogam.berat dan klorofil. Pada
adsorben zeolit-chitosan, proses -pengikatan CO. terjadi karena molekul CO yang . . .
dilepaskan oleh mesin kendaraan berinteraksi secara langsung terhadap adsorben
zeolit dan chitosan, akibatnya sebagian molekul CO terikat pada permukaan
adsorben dan berikatan dengan gugus OH-, NHY yang ada pada chitosan
Jika diiihat dari perbandigan kandungan silika (SiOz) dan alumina
(A1203) maka zeolit yang digunakan termasuk Y-Zeolit, karena perbandingan
silika dan alumina sekitar 5:l. Ward (1969) mengatakan Y-zeolit lebih aktif
dibandiig dengan X- zeolit (perbandingan silika dan alumina 2.4:l). Y-zeolit
memiliki kemampuan elektrostatik yang lebih kuat dan bilangan bronsted yang
lebih tinggi.
Andronikashvili et al. (1970) menyatakan zeolit juga telah digunakan
sebagai agen penyaring CO pada gas, karena zeolit sendiri yang mampu
melakukan pertukaran kation. Sifat fisik zeolit juga berpengaruh pada penjerapan
karbonmonoksida, sebagian gas karbonbomoksida akan terperangkap dalam
pori-pori dari zeolit. Penampakan secara fisik, adsorben dengan konsentrasi zeolit
yang lebih banyak bersifat lebih padat dan pori-pori yang sedikit. Adsorben yang
memilii konsentrasi zeolit yang lebih sedikit, pori-pori pada adsorben lebih
banyak dan luas.
Forster et al. (1980) juga mengatakan bahwa zeolit telah digunakan
sebagai agent adsorben CO. Pada zeolit terjadi pergerakanlinteraksi dalam
matriks zeolit saat mengadsorbsi karbonmonoksida. Pada saat zeolit teraktivasi
basa dengan NaOH (Na-A), pada suhu 130 K (403'C), nilai serapan gugus
fungsinya specfrofotomehy (adsorbansi) yaitu pada bilangan gelombang
2165cm-', 2146cm-', 2128cmm' dan 21 15cm-'. Forster et al. (1980) juga menduga
proses adsorbs; terjadi akibat interaksi rongga pori alumina silika yang besar pada
zeolit dengan molekul karbonmonoksida.
Kaspar et al. (2003) menyatakan bahwa alumina (Al203) pada zeolit telah
diaplikasikan sebagai lapisan penyangga dari catalytic converter. Zeolit yang
sudah diaktivasi, akan berubah menjadi zeolit aktif menjerap ion-ion logam
platina (Pt), argentum (Ag) dan cromium (Cr), sehingga zeolit berubah menjadi
rangka logam aktif yang mampu mengkatalisasi gas-gas buang berbahaya. Proses
kerjanya ketika mang bakar memanaskan suhu catalytic converter diatas suhu
300°C, maka molekul-molekul gas buang terikat secara temporal ke katalis dan
diubah menjadi bahan yang tidak berbahaya (Kaspar ei al. 2003). Zeolit bertindak
sebagai rangka (penyangga) ion logam aktif pada catalytic converter dapat dilihat
pada Gambar 19.
zeolit
Gambar 19. Zeolit (A1203) sebagai penyangga logam aktif (Kaspar et al. 2003).
Mekanisme yang sama diduga terjadi pada adsorben zeolit dan chitosan,
monomer-monomer chitosan yang bertindak sebagai agent katalis akan mengisi
sebagian pori-pori zeolit yang bertindak seperti ion logam aktif (agent).
Wu et al. 2007 menyatakan bahwa larutan chitosan akan bertindak sebagai agent
pada permukaan zeolit yang menyebabkan proses adsorbsi berjalan lebih baik.
Pada saat proses oksidasi dari karbonmonoksida dan hidrokarbon, monomer-
monomer chitosan pada pennukaan zeolit akan bertindak sebagai katalis dengan
menurunkan energi aktivasi secara normal, sehingga proses oksidasi bahan bakar
dan CO berlangsung lebih baik. Monomer chitosan pada pori-pori zeolit dapat
dilihat pada Gambar 20.
. &,@.&&*.: ; , .. ,, ,. -. -nomer d chitosan 1 pada pori-pori zeolit
Gambar 20. Monomer-monomer chitosan pada pori-pori zeolit (Merget 2002)
Wu et al. (2007) menyatakan bahwa proses pencampuran antara molekul
zeolit dan laruran chitosan terjadi ikatan silang antara gugus-gugus fimgsi yang
ada pada zeolit dan chitosan. Zeolit yang sudah memiliki gugus organosilane
(Si-OH) pada permukaan zeolit membuat zeolit lebih aktif dan mampu berikatan
dengan gugus OH- dan NHY pada chitosan. Prosesnya yaitu saat zeolit akan
tercampur dengan larutan chitosan maka akan terjadi ikatan hidrogen dengan
polimer chitosan, atau terjadi interaksi ionik asam-basa yang dibentuk oleh gugus
OH' dan NHY pada chitosan. Berdasarkan analisis FT-IR, penambahan chitosan
mengakibatkan panjang gelombang 1070 cm-' dan 1027 cm-' pada chitosan
mumi (CS), berubah menjadi 1022 cm-I. Perubahan panjang gelombang ini
menunjukkan terjadinya reaksi pembentukan (ikatan) axtara zeolit dan larutan
chitosan.
Peningkatan persentase adsorbsi berbandiig lurus dengan konsentrasi
chitosan dikarenakan adsorben akan memiliki agent yang menempel pada
pori-pori zeolit yang semakin banyak, karena chitosan memiliki ukuran pori yang
lebih kecil dan banyak tetapi memiliki massa yang kecil, sehingga makin banyak
chilosan maka luas permukaan permukaan penyerapan semakin besar.
Muzarelli (1970) menyatakan bahwa makin tinggi derajat deasetilasi
menunjukkan proses penghilaigan gugus asetil pada proses deasetilasi dari chilin
menjadi chilosan berlangsung baik, sehingga makin banyak gugus hidroksil (OH-)
d m amina (NH~') yang terbentuk. Gugus-gugus aktif itulah yang diduga berperan
dalam proses pengikatan, adsorbsi, reduksi dan oksidasi emisi gas buang.
Adsorben zeolit-chitosan ternyata dapat juga bertindak sebagai adsorben
dan katalis. Othmer (1995) menyatakan zeolit diinungkinkan untuk di modifikasi
sebagai katalis, adsorben, penukar ion, maupun sebagai pengemban logarn aktif.
Kristanto (2003) juga menyebutkan bahwa salah satu teknologi yang dipakai
dalam mereduksi CO yaitu dengan reaktor katalitik, menggunakan suatu bed,
yang berisi butirdserbuk bahan katalis (zeolit) aktif, gas buang akan bercampur
dengan udara dan berinteraksi dengan katalis agar proses oksidasi berjalan efektif.
Reaksi-reaksi pehguraian karbonmonbksidi iidalah sebagai berikut: . . .
Pembakaran sempurna karbonmonoksida
2CO + 0 2 +2C02
Reaksi Air dan gas
CO+ Hz0 +C02 + H2. . . . .
Reduksi CO juga diduga akibat dari peningkatan jumlah oksigen yang
masuk kedalam ruang knalpot akibat pengamh lingkungan dan bentuk knalpot :
sehingga sebagian CO yang masih ada berinteraksi dengan oksigen dan
membentuk COz. Apabila jumlah oksigen dalam ruang bakar mencukupi maka
karbonmonoksida akan terurai sempuma menjadi C02. Penguraian
karbonmonoksida juga diakibatkan reaksi dengan uap air (suhu dan tekanan
tinggi), akibatnya CO tenuai menjadi menjadi COZ dan H~(Faiz et al. 1996).
4.2. Gas Hidrokarbon (HC)
Hidrokarbon merupakan komponen yang tersusun atas hidrogen dan
karbon. Pada kendaraan bermotor yang menggunakan bensin dan solar sebagai
bahan bakar akan menghasilkan gas buang hidrokarbon (HC) karena proses
pembakaran yang tidak sempuma akibat kurangnya oksigen, maupun oleh emisi
yang dikeluarkan oleh bahan bakar karena menguap (volatil). Apabila
dibandingkan dengan catalytic converter dengan adsorben honeycomb berbahan
aktif logam mulia, maka persentase penurunan emisi hidrokarbon masih lebih
rendah yaitu sekitar 46-69% (Lampiran 7). Catalytic converter dengan adsorben
honeycomb berbahan aktif logam mulia mampu mereduksi kandungan emisi
hidrokarbon 50-90%.
Persentase adsorbsi gas hidrokarbon pada berbagai perlakuan
memperlihatkan bahwa perlakuan A5B5 memiliki nilai rata-rata adsorbsi yang
paling tinggi yaitu 46,980 * 1,387 % dan perlakuan AlBl memiliki nilai rata-rata
adsorbsi yang paling rendah yaitu sebesar 5,321 k 0,559 %. Hasil diagram batang
uji emisi terhadap kadar hidrokarbon (HC) yang dilakukan oleh alat tecnotester
disajikan pada Gambar 21.
I A1 B l A2B2 A3B3 A4B4
Perlakuan I 1 -- I Keterangan : Perbedaan hunrf superskrip menunjukkan berbeda nyata (cr<0,05) AlBl Zeolit 100% + 0 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A2B2 Zeolit 95% + 5 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A3B3 Zeolit 90% + 10 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A4B4 Zeolit 85% + 15 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A5B5 Zeolit 80% + 20 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml
Gambar 21. Diagram batang adsorbsi hidrokarbon (HC)
Pengujian kadar hidrokarbon (HC) terhadap mobil Daihatsu Xenia
Li 2004, kadar HC yang didapat masih inemenuhi standar SNI dan Astra
International yaitu maksimal 300 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
mobil masih baik. Fungsi adsorben dapat semakin mereduksi kandungan emisi
HC yang diieluarkan sehingga kadar hidrokarbon (HC) semakin rendah.
Berdasarkan analisis ragam tampak nilai F hitung lebih besar dari F tabel
(1 1,1480 > 3,4780) dengan derajat bebas tertentu pada taraf 0,05 (Lampiran 7-c),
selungga didapai kesin~pulan bahwa perlakuan konsentrasi chitosan metnberikan
pengaruh yang nyata terhadap adsorbsi hidrokarbon. Uji lanjut Tukey
(Lampiran 7-d) menunjukkan bahwa perlakuan AlBl memberikan perbedaan
nyata pada perlakuan A3B3, A4B4, dan A5B5, sedangkan perlakuan A2B2
memberikan perbedaan yang nyata pada perlakuan A5B5. Perlakuan A5B5
memberikan perbedaan yang nyata pada perlakuan A3B3 dan A4B4.
Muzarellli (1970) menyatakan bahwa makin tinggi derajat deasetilasi
menunjukkan proses penghilangan gugus asetil pada proses deasetilasi dari chitin
menjadi chitosan berlangsung baik, sehingga makii banyak gugus OH dan amina
yang terbentuk. Gugus-gugus aktif itulah yang diduga berperan dalam proses
pengikatan, adsorbsi, reduksi dan oksidasi emisi gas buang. . . Apabila dilihat dari proses -adsorbsi, adsorbsi te jadi . akibat molektd
hidrokarbon (HC) berinteraksi langsung dengan perrnukaan adsorben
zeolit-chitosan, molekul hidrokarbon (HC) tersebut masuk kedalam pori-pori
adsorben yang luas dan banyak. Mekanisme yang terjadi hampir sama seperti
pengadsorbsian CO, dimana penambahan chitosan sebanding dengan persentase
pengadsorbsian karena molekul chitosan memiliki pori yang kecil dan jumlahnya
besar, ha1 ini nampak secara jelas dari pe~~ampakan fisik adsorben.
Proses adsorbsi yang terjadi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
adsorbsi fisik dan adsorbsi kimia. Pada adsorbsi fisik, molekul gas melekat pada
perrnukaan bahan padat (adsorben) yang disebabkan oleh gaya van der waals
sehingga molekul gas menempel pada adsorben, sedangkan adsorbsi kimia,
setelah menempel pada permukaan kemudian terjadi reaksi kimia elektrostatik
dengan permukaan tersebut.
Pada adsorben zeolit dan chitosan terliiat bahwa makin besar chitosan
yang ditambalkan maka semakin besar pula persentase adsorbsi gas buang
hidrokarbon. Hal ini dikarenakan molekul chitosan mempakan molekul aktif
yang mampu berikatan dengan komponen gas HC, diketahui pula bahwa chitosan
mampu mengikat gas-gas organik, seperti yang disebutkan oleh (Austin 1976).
Proses oksida HC sendiri sangat berhubungan erat dengan emisi
karbonrnonoksida, karena hasil oksidasi tidak sempurna dari HC adalah CO.
Reaksi oksidasi sebenarnya akan berlangsung sempurna apabila perbandingan
antara oksigen dan bahan bakar mencukup yaitu sekitar 17,6:1 (Faiz et al. 1996).
Emisi hidrokarbon yang terbesar berasal dari bahan bakar yang tidak habis
terbakar di ruang bakar saat katup saluran buang terbuka oleh karena itu emisi
hidrokarbon memakai konsentrasippm (Faiz et al. 1996).
Reaksi Oksidasi dengan O2 Reaksi Pembentukan Kembali
HC + '/z Oz+COz + Hz0 HC + HzO+COz + Hz
HC + !4 Oz+CO + Hz0 HC + HzO+CO +HZ
Kaspar et al. 2003 menyatakan bahwa zeolit (A1203) telah digunakan
sebagai bahan penyangga pada catalytic converter. Reaksi pembakaran
hidrokarbon (HC) akan menghasilkan C02 dan H20. Reaksi pembakaran
hidrokarbon dan mekanisme katalis pada zeolit (A12O3) dapat dilihat pada
Gambar 22.
CJHeU r CH,' - r 3C0,1, t 3 H,O,,,
'?ST
-*3 Cogil! +3.5 HzOipi 0 ~ 1 ~ 120'
+.l5a'.n76' t'
NO,,, -' NO' -. N't 0' $ '
NO,,, . , ' NO' t N ' - ? , N,,,
.0' , +o. .. .2 ' NO,,,, G+== NO; ~t metal f lAgi PI m e ~ a ~
C3HJ * CxHYF Nzig NtOts! AI,O, support
Cot,.,, H,O>,,
Gambar 22. Proses pembakaran hidrokarbon (HC) pada catalytic converter (Kaspar et al. 2003)
Adsorben zeolit dan chitosan juga mampu sebagai katalis bed, yang terdiri
dari adsorber granular yang terdiri dari molekul granular, dalam ha1 ini zeolit dan
chitosan. Uap hidrokarbon akan diadsorbsi oleh permukaan adsorben dan
sementara tinggal dipermukaan adsorben sampai terjadi kondensasi akibat
interaksi dengan uap sehingga bentuk hidrokarbon berubah menjadi cairan
(Kristanto 2003).
Zeolit juga telah digunakan sebagai agen penyaring hidrokarbon (HC) dan
karbonmonoksida (CO) pada gas karena zeolit sendiri yang mampu melakukan
pertukaran katioti (Andronikasthvili et al. 1970). Pertukaran kation terjadi akibat
sifat zeolit yang memiliki cation excange capacity (CEC) yang cukup besar
akibatnya terjadi ikatan molekul gas dengan permukaan adsorben, sehingga proses
adsorbsi yang te rjadi tidak hanya adsorbsi fisik tetapi juga adsorbsi kimia.
4.3. Gas Nitrogen Oksida (NOx)
Nitrogen oksida (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat dalam
atmosfer yang terdiri dari gas nitrogen oksida (NOx) dan nitrogen dioksida (NzO).
Nitrogen oksida tidak benvarna dan tidak berbau, sebaliknya nitrogen dioksida
memiliki bau yang tajam dan benvarna coklat kemerahan. Kedua gas ini
merupakan polutan udara yang paling banyak (Kristanto 2003). Pembentukan gas
NOx,akibat dari reaksi pembakaran pada suhu tinggi (1210°C). . . . .. . ' . . . .. . . . . . . . . . . .
Pengujian kadar nitrogen oksida (NOx) terhadap mobil Daihatsu Xenia
Li 2004, kadar NOx yang didapat lnasih memenuhi standar SNI dan Astra
International 0,97-1,03 % volume gas buang. Fungsi adsorben akansemakin
. .. mereduksi kandungan emisi NOx yang dikeluarkan sehingga kadar NOx semakin
. . . .
rendah. Dengan menggunakan catalytic converter manolitik kadar emisi gas
. . . buang lebih rendah bila dibandingkan tanpa catalytic converter. Apabila
. . . . .
dibaridingkan dengan catalytic converter dengan adsorben honeycomb berbahan
aktif logam mulia, maka persentase penumnan emisi nitrogen oksida masih lebih
rendah yaitu sekitar 43-67% (Lampiran 8). Catalytic converter adsorben
honeycomb berbahan aktif logam mulia mampu mereduksi kandungan emisi
nitrogen oksida @Ox) sampai 90-99%.
Persentase adsorbsi gas nitrogen oksida pada berbagai perlakuan
memperlihatkan bahwa perlakuan A4B4 memiliki nilai rata-rata adsorbsi yang
paling tinggi yaitu sebesar 43,278 * 0,407 % dan perlakuan AlBl memiliki nilai
rata-rata adsorbsi yang paling rendah yaitu sebesar 33,689 -1: 0,156 %. Hasil
diagram batang uji emisi terhadap kadar nitrogen oksida (NOx) yang dilakukan
oleh alat tecnotester disajikan pada Gambar 23.
43.488*0.407* 43,278f0.279"
37,885+0,203~ 37,885f1.151"
33,689+0,156~
1 L v -- -,-- 1 v -7
A1 Bl A2B2 A3B3 A4B4 A5B5
Perlakuan
Keterangan : Perbedaan huruf superslaip menunjukkan berbeda nyata (a<0,05) AlBl Zeolit 100% + 0 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A2B2 Zeolit 95% + 5 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A3B3 Zeolit 90% + 10 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A4B4 Zeolit 85% + 15 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A5B5 Zeolit 80% + 20 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml
Gambar 23. Diagram batang adsorbsi nitrogen oksida @Ox)
Berdasarkan analisis ragam tampak nilai F hitung lebih kecil dari F tabel
(0,1274 < 3,4780) dengan derajat bebas tertentu pada taraf 0,05 (Lampiran 8c),
sehingga didapat kesimpulan bahwa perlakuan konsentrasi chitosan tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap adsorbsi nitrogen oksida. Proses
pengadsorbsian gas NOx di lakukan untuk mereduksi emisi NOx yang
dikeluarkan oleh mesin bakar. Hal ini untuk mereduksi emisi gas NOx,
dikarenakan emisi NOx yang dihasilkanoleh mesin bakar cukup besar.
Bapedal Jawa Timur dan AusAID (1999) menyebutkan bahwa faktor emisi dari
NOx pada pembakaran bahan bakar oleh kendaraan bermotor adalah
11 kg/1000 liter bahan bakar.
Parameter yang menentukan besar kecilnya NOx yang dikeluarkan oleh
kendaraan bermotor adalah suhu pembakaran, tekanan, perbandingan udara
(oksigen) dan bahan bakar, lama pembakaran, dan waktu pengapian
(Kristanto 2003). Pada umumnya proses reduksi emisi NOx dilakukan dengan
menggunakan beberapa teknik, yaitu pembakaran dua tahap, resirkulasi gas
buang, adsorbsi, dan melakukan injeksi dengan uaplair (Kristanto 2003). Proses
pengadsorbsian NOx terutama dilakukan dengan menggunakan reaktor katalitik
atau sistem adsorbsi. Dari hasil penelitian diketahui semakin besar konsentrasi
chitosan yang ditambahkan dalam adsorben, maka semakin besar pula persentase
adsorbsi NOx. Ini menunjukkan bahwa efektivitas adsorben relatif sebanding
dengan penambahan chitosan. Muzarellli (1 970) menyatakan bahwa makin tinggi
derajat deasetilasi menunjukkan proses penghilangan gugus asetil pada proses
deasetilasi dari chitin menjadi chitosan berlangsung baik, sehingga makin banyak
gugus hidroksil dan amina yang terbentuk. Gugus-gugus aktif itulah yang diduga
berperan dalam proses pengikatan, adsorbsi, reduksi dan oksidasi emisi gas
nitrogen oksida (NOx).
Dilihat dari persentase adsorbsinya antar perlakuan sebenarnya tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Mekanisme yang terjadi yaitu aliran gas
NOx dari ruang bakar ecara langsung berinteraksi dengan adsorben, sehingga
terjadi mekanisme adsorbsi. Mekanisme ini dapat terjadi secara fisik akibat gaya
van der wals yang mengakibatkan NOx menempel dipennukaan adsorben. Gas
nitrogen oksida (NOx) juga masuk ke dalam pori-pori adsorben yang
pennukaannya luas, dan bereaksi dengan sisi aktif zeolit yaitu SiOz dan A1203
dan sisi aktif chitosan yaitu gugus hidroksil (OH-). Kaspar et al. (2003)
menyatakan bahwa zeolit (AlzO3) sudah d i j a d i i sebagai bahan penyangga
(mahiks) pada catalytic converter konvensional yang masih memakai logam
mulia sebagai agent agar proses oksidasi dan katalisasi be jalan lebih cepat, untuk
itu chitosan diharapkan mampu menggantikan logam mulia tersebut untuk
mempercepat proses oksidasi dan bertindak sebagai katalis, pada nitrogen oksida.
Mekanisme katalisasi nitrogen oksida dengan zeolit (Al2O3) dapat dilihat pada
Gambar 24. NO .. 7 1 2 or - NOx -
A - P"AI;.Oa S h l l B I Y Y T
'4.=,
Gambar 24. Mekanisme katalisasi nitrogen oksida (NOx) dengan zeolit (A1203)
Zeolit yang memiliki Cation Excange Capasity (CEC), akan tejadi
pertukaran kation antara si'(si02), clan ~ 1 ' (A1203) dengan molekul NOx.
Chitosan pang memiliki gugus reaktif 014- dan NHY juga akan berinteraksi
dengan molekul gas NOx, akibatnya NOx tertahan dalam adsorben dan tejadi
reaksi reduksi yang mengakibatkan NOx berubah metqadi N2. Zeolit dan chirosan
yang sedikit mengandung air juga berpengaruh pada emisi NOx.
Kristanto (2003), telah menyatakan bahwa adanya uaplair ikut membantu
mereduksi emisi NOx, terutama jika air tersebut mengandung alkali atau asam
sulfat.
Reaksi okidasi reduksi dengan nitrogen oksida (NOx) (Bovin 1992)
CO+NO+ %N2+ C02 H2 +NO+ % N2 + H2O
HC +NO* N2 + C0z + H20 H2 + 2NO+ N20 + H20
HC+NO+Nz+CO+H20 512 H2 + NO* NH3 + Hz0
Pengaruh lingkungan dan kendaraan uii berpengaruh terhadap hasil
pengujian. ' Perbandingan udara (oksigen) dengan bahan bakar pada kendaraan uji . . . . . .
berpengaruh terhadai lama' pekbakarh' dan kesempumai p&&bakaran.
Kendaraan uji yaitu mobil Xenia Li tahun 2004 telah menggunakan sistem injeksi
dimana perputaran (rpm) tidak konstan akibatnya emisi yang dikeluarkan juga
te jadi fluktuasi tergantung dari waktu pemanasan mesin dan kondisi mesin. . . . .
4.4 Tirnbal (Pb)
T i b a l (l'b) telah lama digunakan sebagai tambahan bahan berupa TEL
(Tetra etil Lead) untuk meningkatkan nilai oktan bensin sehingga hanya
ditemukan pada bahan bakar bensin. Program bensin tanpa timbal sebenarnya
sudah digalakkan oleh pemerintah, saat ini Pertamina Unit PengoIahan VI
Balongan Indramayu, telah memproduksi 52.000 barrel bensin tanpa timbal
(Kompas, 27 September 2007). Pada saat pembakaran TEL mengalami
dekomposisi menjadi oksida timbal (Bapedal Jawa Timur dan AusAID, 1999).
KLH (2006) menyatakan bahwa di Indonesia saat ini hampir semua bensin
yang digunakan sudah bebas timbal. Faktanya ditemukan kadar timbal pada
pengukuran emisi gas buang pada kendaraan Daihatsu Xenia Li 2004 yang
digunakan dalam penelitian ini. Pada pengujian kadar timbal (Pb) terhadap mobil
Daihatsu Xenia Li 2004, kadar Pb yang didapat belum memenuhi standar SNI dan
Astra International. Fungsi adsorben dapat mereduksi kandungan emisi Pb yang
dikeluarkan sehingga kadar Pb semakin rendah. Pengujian emisi timbal dengan
menggunakan catalytic converter monolitik yang menggunakan adsorben
zeolit-chitosan, kadar emisi timbal (Pb) lebih rendah bila dibandingkan tanpa
catalytic converter. Dibandingkan dengan catalytic converter dengan adsorben
honeycomb berbahan aktif logam mulia, penurunan emisi timbal sudah mencapai
59-60% (Lampiran 9), nilai ini menunjukkan keja adsorbsi yang sudah cukup
baik, ha1 itu karena catalytic converter berbahan aktif logam mulia tidak mampu
mereduksi kandungan emisi timbal (Pb) pada gas buang.
Persentase adsorbsi gas nitrogen oksida pada berbagai perlakuan
memperlihatkan bahwa perlakuan A5B5 memiliki nilai adsorbsi yang paling
tinggi yaitu sebesar 59,120 * 0,095 % dan perlakuan AlBl memiliki nilai
adsorbsi yang paling rendah yaitu sebesar 31,870 * 0,196 %. Hasil diagram
batang uji emisi terhadap kadar timbal (Pb) yang dilakukan oleh alat tecnotester
disajikan pada Gambar 25
A1 B l A282 A383 A4B4 A565 I Perlakuan
Keterangan : Perbedaan huruf superskrip menunjukkan berbeda nyata (a<0,05) AlBl Zeolit 100% + 0 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A2B2 Zeolit 95% + 5 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A3B3 Zeolit 90% + 10 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A4B4 Zeolit 85% + 15 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A5B5 Zeolit 80% + 20 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml
Gambar 25. Diagram batang adsorbsi timbal (Pb)
Berdasarkan analisis ragam tarnpak nilai F hitung lebih besar dari F tabel
(80,1379 > 3,4780) dengan derajat bebas tertentu pada taraf 0,05 (Lampiran 9-c),
sehingga didapat kesimpulan bahwa perlakuan kombinasi konsentrasi zeolit dan
chitosan memberikan pengaruh yang nyata terhadap adsorbsi timbal. Uji lanjut
Tukey (Lampiran 9-d) menunjukkan bahwa perlakuan AlBl memberikan
perbedaan nyata bagi semua perlakuan lain, sedangkan perlakuan A2B2
memberikan perbedaan yang nyata pada perlakuan A5B5. Muzarelli (1970) dan
Babel dan Kurniawan (2002) mengatakan bahwa chitosan sangat potensial untuk
mengikat logam berat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa zeolit-chitosan mampu digunakan
sebagai adsorben timbal (Pb) yang dikeluarkan kendaraan bermotor timbal dengan
mekanisme sederhana. Proses yang tejadi yaitu adsorbsi, timbal berinteraksi
dengan perrnukaan adsorben. Proses absorbsi fisik terjadi saat molekul timbal
(Pb) menempel dipermukaan adsorben kemudian masuk kedalam pori-pori
adsorben. Mekanisme absorbsi timbal (Pb) pada adsorben dapat dilihat pada
Gambar 26. Pemanasan
Pori-pori penjerap (adsorb) sisi &if zeolit
unmk emisi timbal
Gambar 26. Mekanisme absorbsi timbal (Pb) pada pori-pori adsorben
Zeoiit juga diketahui mampu mengadsordsi logam berat dengan
kemampuw ion excange capacity yang dirnilikinya. Babel dan Kurniawan (2002)
menyatakan bahwa zeolit jenis clinoptilolitc telah digunakan dalam mengadsorbsi
beberapa jenis logam berat seperti pb2+, cd2+, Hg2+, ~ i ~ + .
Babel dan Kurniawan (2002) juga menyebutkan bahwa chitosan telah lama
digunakan dalam mengadsorbsi beberapa logam berat yaitu pb2+, cd2+, Hg2+, ~ i ~ + .
Jika dilihat dari perbandiigan kandungan silika (Si02) dan alumina
(A1203) maka zeolit yang digunakan dalam penelitian ini termasuk jenis Y-zeolit,
karena perbandingan silika dan alumina sekitar 5:l. Ward (1969) mengatakan
Y-zeolit lebih aktif dibanding dengan X-zeolit (perbandiigan silika dan alumina
2.4:l). Y-zeolit memilii kemampuan elektrostatik yang lebih kuat dan bilangan
bronsted yang lebih tinggi sehingga berpengaruh pada proses adsorbsi timbal(Pb).
Mi&n kecil ukuran partikel chitosan makin besar luas permukaan untuk
mengadsorbsi logam berat. Adsorbsi timbal sebanding dengan penambahan
chitosan, dikarenakan penambahan chitosan meningkatkan luas permukaan
@on-pod), sehingga timbal makin banyak yang menempel dan masuk kedalam
perrnukaan dan pori adsorben (Babel dan Kurniawan 2002). Chitosan yang
memiliki gugus aktif OH- dan NHY diduga berperan alami dalam proses
pengikatan timbal, mekanisme yang tejadi yaitu terbentuk ikatan kovalen
koordinasi antara molekul timbal dengan gugus-gugus re&if tersebut tetapi
dengan energi ikat yang rendah (Muzarelli 1970). Mekanisme pengikatan ion
logam pb2+ dapat dilihat pada Gambar 27.
Gambar 27. Mekanisme pengikatan logam ion pb2+ oleh larutan chitosan
Pada gambar tersebut tampak bahwa ion pb2' terikat oleh gugus OH' dan
NK. Hal ini sangat berkaitan dengan derajat deasetilasi. Sifat yang paling penting
berkaitan dengan sifat adsorbansi adalah derajat deasetilasi. Nilai ini
menunjukkan persentase pernecahan gugus asetil pada chitin saat berubah menjadi
chilosun. Nilai ini sangat berpengaruh pada banyaknya gugus NH- dan OH- yang
penting da~am proses adsorbsi. Babel dan Kurniawan (2002) menyebutkin faktor
yang menyebabkan chitosun baik untuk mengadsorbsi logam berat, yaitu sifat
hidrofilik yang tinggi yang ditandai dengan banyaknya gugus hidroksil (OH-),
banyaknya gugus arnine (NH3 yang memiliki aktivitas yang tinggi, dan struktur
rantai polimer yang fleksibel sehingga mampu disesuaikan untuk mengadsorbsi
ion logam tertentu.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kcsimpulan
Karakteristik dan fimgsi yang dimiliki calalytic converter monolitik
dengan adsorben zeolit-chitosan dalarn penelitian ini sudah mendekati catalytic
converter konvensional. DibandingkG dengan catalytic converter dengan
adsorben honeycomb berbahan aktif logam mulia, persentase penurunan emisi
masih lebih rendah, tetapi lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa
catalytic converter.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, adsorbsi gas karbonmonoksida (CO)
paling besar pada perlakuan A5B5 dengan komposisi adsorben 80 gram zeolit dan
20 gram larutan chitosan sebesar 51,336 i 2,192 %. Adsorbsi gas hidrokarbon
(HC) paling besar pada perlakuan A5B5 sebesar 46,890 * 1,387 %. Adsorbsi gas
nitrogen oksida (NOx) paling besar pada perlakuan A4B4 dengan komposisi
adsorben 85 gram zeolit dan 15 gram larutan chitosan sebesar 43,278 * 0,407 % ,
adsorbsi timbal (Pb) paling besar pada perlakuan A5B5 sebesar 59,120 + 0,095 %.
Secara umum adsorben dengan komposisi zeolit 80 gram dan chitosan 20 gram
(A5B5) merupakan adsorben terbaik, karena mampu mereduksi emisi gas buang
paling besar.
. . . . . 5.2. Saran . .
Saran yang dianjurkan untuk dilakukan pada penelitian-penelitian
selanjutnya yaitu :
1) Perlu dilakukan kajian kimiawi pada adsorben zeolit-chitosan, yang terkait
dengan mekanisme adsorbsi dan katalisis emisi gas buang secara lebih
lengkap.
2) Perlu dilakukan kajian lanjutan mengenai daya guna maksimum lama
pemakaian adsorben zeolit-chitosan pada catalytic converter monolitik.
3) Penggunaan dua atau lebih adsorben zeolit-chitosan dalam catalytic
converter monolitik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2007. Catalytic converter for Exhaust Gases Emmision. ww.dcl.com. 19 Agustus 2007.
Andronikashvili TG, GV Tsitsishvili, SHD Sabelashvili. 1970. Chromatographic properties of type X-zeolite containing alkali metal ions. Journal of Chromathograpy 5217.
Angove DE, NW Cant, GM Bailey, DD Cohen. 1994. The applications of PIXE to the mapping of contaminants deposited on a monolithic automotive catalytic converter. Elsevier press.
Austin RP. 1976. Chitin as an extender and filter for tobacco. US Patent. No 3.987.802.26 oktober 1976.
AOAC. 1995. Oficial Methods of Analysis. The Association of Official Analytical and Chemist. 1 6 ~ ed. AOAC Inc. Arlington. Virginia.
Babel S, TA Kurniawan. 2002. Low-cost adsorbent for heavy metals uptake £ram contaminated water : a review. Journal of Hazardous Materials. B97: 219-243
. . . . . Bapedal Jawa Timur, AusAID. 1999. Catatan Znstruktur .Kursus. Pengelolaan. Kualitas Udara. PC1 Jakarta
Boreskov M. 1979. Applications of Zeolites in Catalyst. Budapest Hungaria.
Bosasek K., 1970. Adsorbsion of gases, at low pressure 0n.X-zeolite. Journal of Physic. 23: $12-416.
Bovin JO. 1992. Elemental mapping with EDX on a used automotive catalytic converter. ~ournal of Micron and Microskopis 23 :143-144.
Dalwoo. 2004. Chitosan Oligomer. Http://dalwoo.com/chitosan~product.html (3 Maret 2007)
Depkes (Departemen Kesehatan) RI. 2007. www.depkes.go.id.
Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jasa (DLLAJ). 2006. Kendaraan Bemotor Jakarta. www.dllaj.go.id .
Dyer AG. 1970. The Mobility of cations in syntetic zeolite with framework- 111. Journal of Catalyst 31: 2401-2410.
Faiz A, CS Weaver, MP Walsh. 1996. Air Pollution from Motor Vehicles : Standards and Tecnologies for Controlling Emissions. The World Bank. Washington DC. USA.
Forster H, W Frede, M Schuldt. 1980. Motion and interaction on CO in zeolite matricles. Journal of Molecular Structure. Elsevier itd 6 : 75-78.
Gaita R, SJ Al-Bazi. 1994. An ion exchange method for selective separations of palladium, platinum and rhodium from solutions obtained by leaching automotive catalytic converter. Journal of Catalyst 42: 249-255.
Ganzerla R, F Pinna, M Lenarda. 1980. Water gas shift reaction catalyzed by osmium carbonyls supported on acid zeolite. Journal of Organometallic Chemistry 208 : 43-45.
Garduner KR, MS Chattha, HS Gandhi. 1988. Phosphorus poisoning of the thee ways catalist studied by 31P NMR. Journal of Catalyst 109: 37-40.
Gotardi. 1985. Nalural Zeolite. New York : Springer Verlag.
Handoko SD. 2001. Preparasi Katalis CrIZeolit melalui Modifikasi Zeolit Alam . . [Tesis]. Jember : FMIPA, Universitas Jember.
Hirano S. 1989. Production and application of chitin and chitosan in Japan. at: chitin and chitosan, source, chemistry, biochemistry, physicall properties application (Gudman. England: Elsevier Science Published, Ltd.
. . . . . .
Inoue K, Baba S. 1994. Adsorbtion of metal ion on chitosan and chemically modified chitosan a~7d their application to hidrometalurgy. Biotechnology and Bioactive Polymers., Gebelein, Carraher (Edd). Plenum Publishing. New York.
Janes KA; Alonso,:MJ. 2003. Depolimefized chitosan niirioparticles for protein' delivery preparation and characterization. J Appl pol Sci 88:2769-2776.
' Kammerbauer ' H, H Selinger, R Rommelt. 1986. Toxic effect of exhaust emissions of spruce picea abies and their reduction by the catalytic converter. Enviromental Pollutions (Series A) 23:133-143.
Karjewska. 2001. Diffusion of metal ion through chitosan membrans. Reactive and Functional Polymers Journal 47:37-47.
Karvounis E, DN Assanis. 1992. The effect of inlet flow distribution on catalytic converter. Journal of Effecience Heat and Mass Transfer 36(6): 1495-1504.
KaSpar J, P Fomasiero, N Hickey. 2003. Automotive catalytic converters: current status and some perspectives. Dipartimento di Scienze Chimiche, University of Trieste, via L. Giorgieri 1, 1-34127 Trieste, Italy. Journal Catalysis Today 77: 419-449.
Kawamura M, Mitsuhashi H, Tanibe H, Yoshi. 1993. Adsorbsion of metal ion on polyaminated higly porous chitosan chelating resin. Ind. Eng. Chem. Res 32:386-391.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) RI. 2007. www.klh.go.id.
Kennedy M, Marion F, David C. 1994. Recovery of proteins from whey using chitosan as a coagulant. Biotechnology and Bioactive Polymers.Gebelein, C., Carraher (Edd). Plenum Publishing. New York.
Knor D. 1984. Use of chitosan polymer. Food Science. 48(7):70-85.
Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit AND1 OFFSET.
Lai MC, T Lee, JY Kim. 1992. Numerical and experimental characterizations of automotive catalytic converter internal flows. Journal of Fluids and Structure 12 : 451-470.
Murhadi S. 2006. Absorbsi T i b a l (Pb) dalam Gas Buang Kendaraan Bermotor Bensin dengan Karbon Aktif. PKMP Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional IX UMM Malang.UNY. Yogyakarta
~ Muzzarelli RAA. 1970. Selective collection of trace metalions by precipitation of chitosan and new derivated of chitosan. Journal of analysis chemical 12 :133-142.
. 1971. Chitosan for collection from seawater of naturally occuring zinc, cadmium, lead and copper 18 : 853-858.
. . . . . . .
. 1977: Chitin. Pergamon Press. Oxpord. UK.
Muzzarelli RAA, R Rocchetti. 1973. The determination of copper in seawater by AAS with graphite atomizer after elution from chitosan. Journal Analytic Chemical 69 :35-42.
. 1974. The use of chitosan columns for the removal of mercury from waters. Journal of Chromathography 96: 115-121.
Nurafiyati E. 2004. Cemaran Logam Berat Timbal pada Tanah, Air, Kangkung dan Rambut di Kecarnatan Padalarang. [Skripsi]. FMIPA. IPB. Bogor.
Othmer K. 1995. Encyclopedia of chemical Tecnology. New York.Ed.4. J Wiley.
Prashanth KVH, Tharanathan RN. 2007. Chitin/Chitosan: Modifications and their unlimited application potential and overview. mysore: Department of Biochemistry & Nutrition, Central Food Technological Research Institute.
Pari G. 1996. Pembuatan karbon aktif dari serbuk gergajian sengon dengan cara kimia. Buletin Penelitian Hasil Hutan 14 (2): 308-320.
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PLTR) BATAN. 2007. Potensi Zeolit untuk Mengolsh Limbah Industri dan Radioaktif. Batan Jakarta.
Pysllos A, C Philippopoulos. 1992. Modelling of monolithic catalytic converter used in automotive pollution control. Journal of Appl. Math. Modelling 16.
Rasjiddin I. 2006. Pembuatan Arang Aktif dari Tempumng Biji Jambu Mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Rosdiana. 2006. Pencirian d m Uji Katalitik Zeolit Alam Teraktivasi. [skripsi]. FMIPA Kimia. IPB. Bogor.
Rosita N. 2005. Efektivitas kitosan dalam menurunkan kandungan timbal (Pb) pada kerang hijau (Mytilus viiidis) dengan sistem resirkulasi sederhana. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor
Ruthven DM. 1967. A simple method of calculating mass transfer factors for heterogenous catalytic gas reactions. Chemical Engineering Science
. . . . . 23 : 759-764. . . . . .
Sanford PA, GP Hucthing. 1987. Chitosan and natural cationic biopolyrner, commercial application. Di dalam: Yalpani (ed). Industrial polisaccarides. Procceding symposium on the applications and modification of industrial polysaccarides. New York. 5-7 April 1987. New York: Elseiver Sci. Co.
. . . . . Inc. . . . . . . .
Steel RD, JH Tome. 1993. Prinsip dun Prosedui Statistika. Terjemahan: Bambang Sumantri. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Shahidi F, Janak KVA, Yon JJ. 1999. Food Aplicntions of chitin - chitosan. Dept of Biochemistry Univ of Newfoundland. Canada.
Shang CC, Lee MD. 1994. Effect of hidrogen pretreatment on the acidic and catalytic properties of gallium supported H-ZSM-5 in n-hexane aromatization. Journal of Applied Catalysis 123 : 7-21.
Sudirman H. 2002. Polimer Chitosan dun Penggunaannya. http:/www.ipteknet.id. BPPT.Jakarta
Sunarya A. 2006. Biosorbsi Cd(I1) dan Pb(I1) menggunakan kulit jeruk siam (Cipus reticulata). [Skripsi]. FMIPA. IPB. Bogor.
Surya Citra Televisi (SCTV). 2007. Liputan 6 Siang. Perubahan Iklim Global akibat Global Warming.12 Desember 2007. Jakarta.
Tamzil L. 2006. Potensi Zeolit untuk Mengolah Limbah Industri dun Radioaktif: PLTR Batan Jakarta.
Tan WT, K Majid. 1991. Removal of lead, cadmium and zinc by waste tea leave. Journal Enviromental Technology. 15 : 345-348.
Tang YR. 2003. Adsorbent Fundamental andApplications. Canada : J Wiley.
Volesky B, G Naja. 2004. Biosorption : Aplicatiorz Strategies. Canada Departement of Chemical Engineering. McGill University.
Wang J, X Zheng, H Wu, B Zheng, Z Jiang, X Hao, B Wang. 2007. Effect of zeolite on chitosanlzeolite hybrid membranes for direct methanol fuel1 cell. Journal of Power Science 178 : 9-19.
Ward JH. 1970. The effect of the silica-to alumina ratio on the acidity and catalytic activity of syntetic faujasite type zeolite. Journal of Catalyst 17 : 3551358.
Warta Harian Kompas. 2007. Perubahan Iklim Global. www.kompas.com.
Weller SW. 1970. Oxigen chemisorption at high temperatures on platinum- alumina and platinum zeolite. Journal of Catalyst 20: 394-407.
. . . . . . . , .
World Health Organization (WHO). 2006. Pollution from Vehicle. www.who.org
Wu H, B Zheng, X Zheng, J Wang, W Yuan, Z Jiang. 2007. Surface modified Y zeolite filled chitosan membrane for direct methanol fuel cell. Journal of Power Science 173: 842-852.
Yuan W, H Wu, B Zheng, X Zheng, J Wang, Z Hao. 2007. Sorbitol-plasticized chitosanlzeolit hybrid membrane for direct methanol fuel cell. Journal of
. . Power Science 172: 604-612.
Yunianto A, A Fibrilianto, DC Atmaja. 2006. Pemanfaatan Adsorben Serbuk Gergaji Kayu Sengon pada Knalpot Kendaraan Sepeda Motor 4 Tak yang Dimodifikasi sebagai Alternatif Pengurangan Emisi Pb di Surakarta. PKMP Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional M UMM Malang.UNY. Yogyakarta
Zhang M, S Hiiano. 1994. Novel N-unsaturated fatty acyl and N-trimethylacethil derivatives of chitosan. Journal of Polymers 26: 205-209.
Zygourakis K. 1989. Transient operation of monolith catalytic converters a two dimensional reactor model and the effect of radially non uniform flow distribution. Chemical Engineering Science 44 (9): 2077-2089.
iran 1
Keterangan Penelitian dar-i Astr-3
P T h t r a In ternat ionalTbk Tel (0251) 32573 Daihatru Fax (0251) 32663 )I. Pajajaran No. 22
[Keterangarl dengall Kerjasarna Bengkel Hartono 1 1 BENGKEL "TRENDY" L SPESLALIS KNALPOT DAN MUFFLER F Jlu. Rayn Gunung Batu, Depan Puslitbang Kchutanan
Bogor
Bogor 2 Oktober 2007 Perihal : Kesediaan Ke jasama
Saya atas nama pimpinan Bengkel Trendy" spesialis h l p o t dan muffler
Nama : Hartono
Peke jaan ,: i V m Bengkel
Alamat : Bengkel "Trendy"
Jln. Raya Gunung Batu Depan Puslitbang Hutan
Dengan ini bersdia bekejasama dalam penelitian d m produksi knalpot
modifikasi (CATALYTIC CONVENTER MODIFIKASI), te*t dengan penelitian dan
Program Kreativitas Mzhasiswa (PKM) yang bejudul :
CATRCYTIC CONVENTER M O D I F r n i : PEREDUKSI EMISI GAS BUANG K E N D M BERMOTOR BERBAHAh'
DASAR ZEOLIT DAN C H I T O W Yang akan dilal.csanakan oleh :
Nama : Rici Ronaldo
Umur :21 Tah& Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Wisma "Al-Afkar" No.70" Darmaga Bogor
Demikian surat keterang&kesediaan kerj&a ini dibuat dengan p n u h
kesadaran dan tanggung jawab.
,ampiran 3
pesifikasi Fisika dan Kimia Zeolit
Lampiran 4. Spesifikasi fisika dan kimia clzitosan dari PT VITALHOUSE
BiOTECHNOLOGY ( CHITIN & CHITOSAN }
3. Raya\Varuduwur Km.7 ?v%undu, Cirebon 45173 West Java-Indonesb ' Telp.: +62231-510636 Fax: 62.231-510716 E-maik vital hous&yaboo.com
Shrimp Chitosao
CS 6368 S 12.0 Kg
Oct 02,2006 - -- .. ..
Oct 03,2006 -
Oct 02,200s
PT. VITAL EOUSE INDOBESEA
Lampiran 5. Ambang batas kadar emisi gas buang kendaraan roda empat berbahan bakar bensin
PT Astra International Daihatsu yang mengacu pada SNI 09-71 18,3 - 2005
I I
Injection Emisi Karburator
Max 4% Volume gas Buang CO
Max 300 ppm
Min 12% Volunle gas Buang
HC
COz I I
I I
Pb I 0 ppm (bensin tanpa timbal) I 0 ppm (bensin tanpa timbal)
Max 4% Volume Gas Buang
Max400ppm
Min 12% Volume Gas Buang
I ,
I I I Keterangan: SOX tidak terhitung dan dihitung karena ada pada bahan bakar diesel (solar)
Min 2% Volume gas Buang 0 2 Max 2% Volume Gas Buang
0,97 - 1,03 % Volume Gas Buang NOx 0,95 - 1,05 % Volume Gas
Lampiran 6. Data Uji Emisi Gas karbonmonoksida
Lampiran 6-a. Data Mentah Hasil Uji Emisi Gas karbonmonoksida (CO)
Lampiran 6-al.Data rata-rata adsorbsi
Lampiran 6-b. Tabel dan grafik uji normalitas adsorbsi karbonmonoksida
Lampiran 6-a2. Data rata-rata adsorbsi setelah transformasi akar
A4B4 44,444 42,222 55,555
A3B3 28,901 13,873 39,306
AlBl 2,000 8,000 7,000
A5B5 6,855 4,791 9,173
CO
A5B5 46,994 22,95 1 84,153
A2B2 8,571 8,571 14,286
Keterangan : AlBl Zeolit 100% + 0 gram chitosan dalam asarn asetat 2% sebanyak 50ml A2B2 Zeolit 95% + 5 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 5Oml A3B3 Zeolit 90% + 10 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A4B4 Zeolit 85% + 15 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A5B5 Zeolit 80% + 20 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml
A4B4 6,667 6,498 7,453
AlBl 1,414 2,828 2,645
A2B2 2,928 2,928 3,779
Uji Kolmogorov-Smirnov(a)
A3B3 5,376 3,725 6,269
Uji Shapuo-Wilk
Uji statistik P i 0,05 df Uji statistik P< 0,05 df ,826 ,007 ,261 15 15 ,008
Kurva kenormalan data adsorbsi karbonmonoksida
I I I
-20 o 20 40 eo 80 100
Data yang diamati
Keterangan = tanda * menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan
Lampiran 7. Data Uji Emisi hidrokarbon
Lampiran 7-a. Data Mentah Hasil Uji Emisi hidrokarbon
Lampiran 7-al. Data rata-rata adsorbsi
Keterangan : AlBl Zeolit 100% + 0 gram chitosarz dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A232 Zeolit 95% + 5 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A3B3 Zeolit 90% + 10 gram chitosan dalam asan asetat 2% sebanyak 50ml A4B4 Zeolit 85% + 15 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 501111 A5B5 Zeolit 80% + 20 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml
A5B5 34,824 36,235 69,882
Lampiran 7-s2. Data rata-rata adsorbsi setelah ditransformasi akar
Lampiran 7-b. Tabel dan grafik uji normalitas adsorbsi hidrokarbon
A5B5 5,901 6.019
A4B4 18,797 30,075 39,097
A4B4 4,336 5.484
HC
A3B3 31,118 29,607 16,012
A2B2 14,005 13,268
, 13,759
AlBl 3,756 3,756 8,45 1
A3B3 5,578 5.441
Uji Kolmogorov-Smirnov
A2B2 3,742 3 641
Uji statistik
Uji Shapiro-Wilk
AlBl 1,938 1 938
Uji statistik df P<0,05 df ,155
P<0,05 15 ,067 ,890 ,200 15
Kurva kenormafan data adsorbsi hidrokarbon
I I I I I
0 3 0 20 30 40 50 60 70
Nilai yang diamati
Larnpiran 7-d..Uji lanjut tukey adsorbsi hidrokarbon . . . .
Keterangan = tanda * menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan
Lampiran 7-c. Tabel sidik ragam adsorbsi hidrokarbon SK
Perlakuan Sisa Total
KT 8,766172 0,786346
JK 35,06469 7,863459 42,928 15
db 4
10 14
Fhit 11,14798
Ftab 0,05 3,47805
Lampiran 8, Data uji emisi gas nitrogen oksida
Lampiran 8-a. Data Mentah Hasil Uji Emisi Gas nitrogen oksida
~ a m ~ i r a n 8-al. Data rata-rata adsorbsi awal awal
Keterangan : AlBl Zeolit 100% + 0 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A2B2 Zeolit 95% + 5 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 501x11 A3B3 Zeolit 90% + 10 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A4B4 Zeolit 85% + 15 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 501111 A5B5 Zeolit 80% + 20 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml
AlBl 48,738
. 32,524 19,806
A5B5 0,705 0,517 0,156
Lampiran 8-a2. Data setelah rata-rata adsorbsi setelah di transformasi arcsin
A5B5 64,820 49,466
,
15,549
A2B2 0,298 0,259 0,628
Lampiran 8-b. Tabel dan grafik uji normalitas adsorbsi nifrogen oksida
A3B3 39,623 57,936 32,035 ' ,
A4B4 0,484
. 67,408 62,572
AlBl 0,509 0,33 1 0,199
A4B4 0,005 0,739 0,676
Kolmogorov-Smimov
I Uji statistik I df I P<0,05 / Uji statistik / df I P<0.05
A2B2 29,327 25,577 .
58,750
A3B3 0,407 0,618 0,326
Shapiro-Wilk I I I I I
NOx I ,142 15 ,537 15 ,200 ,951
Kurva kenormalan data adsorbsi nitrogen oksida
I 1
I 0 10 20 90 40 50 60 70
Nilai yang diamati
Lampiran 8-d. Uji laqjut tukey adsorbsi gas nitrogen.oksida . .
Sclang kepercayaan
. .. .
8 2
B3 8 4
Keterangan = tanda * menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan
,998 1,000 1,000
5,39365 ,07800
-,20981
-57,581 1 -62,8968 -63,1846
19,13497 19,13497 19,13497
68,3684 63,0528 62,7650
Lampiran 9. Data uji emisi timbal
Lampiran 9-a. Data Mentah Hasil Uji Emisi timbal
I Perlakuan Ulangan I Kadar Pb (pprn)
..-... , I I I ,,,,&-. / A4B4 ( Ulangan 1 1 0,685 0,280 1 0,405 1 59,124 1
A5B5 Tanpa adsorben
0,685 0,685 0,685
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 R s+s.R~to
Lampiran 9-al. Data rata-rata adsorbsi awal
Lampiran 9-a2. Data rata-rata adsorbsi setelah di transformasi akar
-
A5B5 60,584 59,124 57,664 -
Dengan adsorben 0,270 0,280 0,290 . .
-
Keterangan : AlBl Zeolit 100% + 0 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A2B2 Zeolit 95% + 5 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A3B3 Zeolit 90% + 10 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A4B4 Zeolit 85% + 15 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml A5B5 Zeolit 80% + 20 gram chitosan dalam asam asetat 2% sebanyak 50ml
A4B4 59,124 56,204 57,664
A5B5 7,784 7,689 7,594
Lampiran 9-b. Tabel dan grafk uji normalitas adsorbsi timbal I I
Margin 0,4 15 0,405 0,395
Kenaikan (%) I 60,584 59,124 57,664 co I I A
A3B3 56,204 54,744
. 56,204
A4B4 7,689 7,497 7,594
Pb
A2B2 47,445 54,744 53,285
A3B3 7,497 7,399 7,499
AlBl 34,307 29,927 31,387
A2B2 6,888 7,399 7,299
Kolmogorov-Smimov
AlBl 5,857 5,471 5,602
Uji statistik ,310
Shapiro-Wilk
Uji statistik ,741
df P<0.05 df P<0,05 15 ,000 15 ,001
Ftnh n ns I
Kurva kenormalan data adsorbsi timbal
. . Lampiran 9-d. Uji lanjut hikey adsorbsi gas 'tidial
Keterangan = tanda * menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan
2 -
c s a 1- r! m
rE m c m 0- ,. c m - m
E - 7 -
Y
-2 -
0
O
top related