analisa kredit bank umum
TRANSCRIPT
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
1/38
Analisa Kredit Bank Umum
ANALISA KREDIT BANK UMUM
Hal-Hal Yang Perlu Diketahui Oleh Kalangan Pelaku Usaha UMKM (Mikro, Kecil &
Menegah)
Sebelum Mengajukan Permohonan Kredit/Pembiayaan Kepada Bank UmumBagi Bapak/Ibu/Sdr para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang akan
mengajukan pinjaman kredit/pembiayaan kepada bank, baik itu untuk memenuhi kebutuhan
modal kerja maupun modal investasi, sangat perlu mengetahui apa dan bagaimana cara kerja
bank melakukan analisa kredit terhadap proposal yang diajukan.
Perlu disadari bahwa bagi bank umum konvensional maupun bank umum syariah,
kredit/pembiayaan merupakan sumber utama penghasilan mereka, sekaligus sumber risiko
operasi bisnis terbesar. Apabila kegiatan analisa kredit dilakukan secara baik dan benar, maka
dikemudian hari akan terhindar dari risiko kredit macet atau kredit bermasalah debitur.
Dalam prakteknya, sebagian besar dana operasional bank diputarkan dalam bentuk
kredit/pembiayaan. Hal ini tergambar dari tingkat/angka LDR (loan to deposit ratio) istilah
untuk bank konven atau FDR (financing to deposit ratio) untuk istilah bank syariah. Tingkat
LDR bank umum konvesional berkisar antara 40 % s/d 70% sedangkan FDR bank umum
syariah rata-rata diatas 100%. LDR atau FDR menggambarkan jumlah kredit/pembiayaan
yang disalurkan bank kembali ke masyarakat dibandingkan dengan tingkat simpanan yang
diterima dari masyarakat. Semakin besar tingkat LDR atau FDR berarti semakin banyak dana
yang disalurkan kembali ke masyarakat dari dana yang terkumpul di bank (tabungan,
deposito, rekening koran/giro). Dan sebaliknya semakin kecil tingkat LDR atau FDR berarti
semakin sedikit dana yang kembali ke masyarakat (sektor usaha) atau bank menyimpannya
dalam bentuk lain (surat berharga, sertifikat, surat utang negara, dll). Pemerintah dalam hal
ini Bank Indonesia sangat berkepentingan agar tingkat LDR atau FDR berada dalam kisaran
wajar, supaya masyarakat dan sektor usaha (UMKM) memperoleh sumber permodalan daribank.
Sebagian besar sumber dana operasional bank berasal dari simpanan deposito dan tabungan
nasabah. Oleh karena itu, keberhasilan atau kegagalan bank mengelola kredit (bank
konvensional) atau pembiayaan (bank syariah) akan berpengaruh terhadap nasib uang milik
banyak nasabah (deposito/tabungan).
Sepintas menyalurkan kredit adalah suatu pekerjaan yang mudah bagi bank, hampir semua
orang/ lembaga keuangan bank dan non bank bisa melakukannya. Tetapi harus dilakukan
secara baik dan benar melalui analisa kredit, agar terhindar dari kredit/pembiayaan yang
macet dan bermasalah. Apabila pengembalian tidak lancar alias kredit macet atau bermasalah
maka sangat dibutuhkan keahlian, pengalaman, waktu dan biaya yang cukup besar untuk
menyelesaikannya. Kredit/pembiayaan macet dalam jumlah besar dapat mengganggu sendikehidupan ekonomi, serta menurunkan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri
terhadap profesionalisme pengelolaan bisnis perbankan nasional.
Analisa kredit atau analisa pembiayaan yang dilakukan secara profesional dapat berperan
sebagai saringan awal yang penting untuk menjaga bank agar tidak terjerumus kedalam kasus
kredit bermasalah dan/atau kredit macet.
Tulisan ini secara ringkas mencoba menggambarkan kegiatan analisa kredit yang dilakukan
bank umum sebagai bahan informasi bagi Bapak/Ibu/Sdr pelaku UMKM, bahwa betapa
pentingnya analisa kredit dilakukan oleh suatu bank. Dengan mengetahui informasi ini,
diharapkan pelaku UMKM dapat mempersiapkan rencana usaha yang matang sebelum
diajukan kepada bank umum konvensional maupun bank umum syariah. Dengan demikian,
proposal yang yang diajukan pelaku UMKM akan sesuai dengan standar analisa kredit bankdan lebih penting lagi dana kredit yang diterima UMKM dapat dipergunakan secara optimal,
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
2/38
memberikan keuntungan serta mampu dikembalikan tepat waktu dan tepat jumlah.
Untuk memenuhi keinginan sederhana diatas, saya akan mencoba bahas beberapa poin di
bawah ini yang berhubungan dengan pengetahuan analisa kredit oleh bank umum, yaitu
sebagai berikut :
Peranan Bank Dalam Masyarakat
Ruang Lingkup Analisa Kredit Analisa Pasar dan Pemasaran Hasil Produksi UMKM
Analisa Kondisi Keuangan Calon Debitur (UMKM)
Analisa Manajemen Pelaku UMKM
Analisa Kredit Investasi
Analisa Kredit Perorangan
Jaminan Kredit
Pedoman Dan Contoh Menyusun Laporan Analisa Kredit UMUM
Contoh Laporan Analisa Kredit UMKM
ANALISIS SITUASI PERSAINGAN DAN STRATEGI PEMASARAN PADA PD. BPRBKK DI KABUPATEN BANYUMAS
Januari 3, 2010 pondokskripsi
1 Votes
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah strategi pemasaran yang dilaksanakan
BPR BKK di Kabupaten Banyumas sesuai dengan situasi persaingan yang dihadapi, untuk
mengetahui apakah ada perbedaan persepsi manajemen dengan nasabah terhadap kinerja
pelayanan kredit, untuk mengetahui apakah kinerja BPR BKK sudah sesuai dengan
kepentingan/ harapan nasabah dan untuk mengetahui apakah ada perbedaan posisi
keunggulan bersaing antara BPR BKK dengan pesaingnya. Hipotesis yang diuji dalam
penelitian ini adalah :1. Strategi pemasaran BPR BKK di Kabupaten Banyumas belum sesuai dengan situasi
persaingan yang dihadapi.
2. Terjadi perbedaan antara persepsi manajemen dengan nasabah terhadap kinerja pelayanan
kredit BPR BKK di Kabupaten Banyumas.
3. Kinerja BPR BKK di Kabupaten Banyumas belum sesuai dengan kepentingan/harapan
nasabah.
4. Terdapat perbedaan posisi persaingan antara BPR BKK dengan pesaingnya.
Lembaga keuangan perbankan memiliki fungsi yang penting dalam perekonomian suatu
negara. Fungsi tersebut adalah fungsi intermediasi keuangan, artinya bank sebagai lembaga
perantara dalam penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan penyalurkan
dana ke masyarakat dalam bentuk pinjaman/kredit.
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
3/38
Menurut Undang-Undang RI No. 7 tahun 1992 yang telah disempurnakan dengan Undang-
Undang RI. No. 10 tahun 1998 bank dibedakan menjadi dua kategori yaitu bank umum dan
bank perkreditan Rakyat (BPR).
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Sedang BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secarakonvensional dan atau berdasarkan syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Dalam penghimpunan dana BPR hanya diperbolehkan
menghimpun dana masyarakat berupa simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito, dan
dilarang membuka simpanan giro, ikut kliring dan transaksi valuta asing.
Dalam era otonomi daerah BPR memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka
mengembangkan usaha sektor usaha mikro, usaha kecil dan menengah (UKM).
Dalam UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia ditegaskan bahwa peran BI dalam
pengembangan UKM dari sisi pembiayaan melalui kredit likuiditas dihapuskan dan terbatas
pada bantuan dalam hal teknis untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan perbankan
mengenai UKM melalui penyediaan informasi perbankan, pelatihan dan penelitian-penelitian.
Peran pembiayaan UKM berpindah/diserahkan kepada bank umum, BPR dan lembagakeuangan lainnya.
Dari sisi perbankan, UKM dipandang sebagai sektor yang menguntungkan untuk dibiayai,
terbukti dari semakin meningkatnya pertumbuhan kredit UKM. Berdasarkan Statistik
Ekonomi Keuangan Daerah yang diterbitkan BI Jawa Tengah tahun 2004, dalam periode
Maret 2003 sampai dengan Maret 2004, kredit usaha kecil (KUK) yang dianggap bisa
mewakili UKM di kabupaten Banyumas secara umum tumbuh sebesar 39,76 persen .
Ada beberapa faktor penyebab, Pertama, tingkat kemacetan relatif kecil. Kedua, mendorong
terjadinya penyebaran resiko , jumlah pinjaman dengan nilai nominal kecil memungkinkan
bank memperbanyak nasabah, sehingga dana tidak terkonsentrasi pada satu kelompok sektor
usaha. Ketiga, suku bunga pada tingkat bunga pasar bukan merupakan masalah pokok bagi
UKM, tetapi tersedianya dana pada saat, jumlah dan sasaran yang tepat serta prosedur yang
sederhana lebih penting dari subsidi bunga.
Keadaan demikian merupakan daya tarik lembaga keuangan khususnya perbankan untuk
memasarkan produk pembiayaan/kredit pada sektor UKM. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
sebagai lembaga keuangan yang memiliki segmen pasar utamanya sektor UKM akan
menghadapi situasi persaingan yang semakin ketat dalam dimensi yang semakin luas.
Menurut Kartajaya (1998:17 ), perubahan situasi persaingan dipengaruhi oleh tiga kekuatan,
yaitu Customer (pelanggan), Competitor (pesaing), dan Change (perubahan). Oleh karena itu
analisis situasi persaingan sangat penting dilakukan oleh BPR. David W.Craven (1996:187)
menyatakan, analisis terhadap situasi persaingan akan membantu menejemen untuk
memutuskan dimana akan bersaing dan bagaimana menentukan strategi pemasaran yang tepatuntuk menghadapi pesaingnya pada setiap pasar sasaran
Untuk menghadapi persaingan BPR harus menyusun strategi pemasaran yang tepat. Tugas
strategi pemasaran kompetetif menurut Malcolm (1992:2) adalah untuk memindahkan bisnis
dari posisi sekarang ke posisi kompetitif yang lebih kuat. Selanjutnya Kartajaya (2004:7)
mengemukakan ada sembilan elemen utama dalam penyusunan strategi yaitu Segmentation,
Targeting, Positioning, Differentiation, Marketing mix, Selling, Brand, service dan process.
Kesembilan elemen merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan mempengaruhi.
Kualitas strategi pemasaran akan dapat mengantarkan BPR pada keberhasilan. Keberhasilan
perusahaan diukur dengan seberapa mampu memenuhi kepuasan nasabah dengan cara yang
lebih efektif dan efisien dibanding pesaing. Dengan mengetahui persepsi nasabah dalam
menilai suatu produk/merek, dapat diketahui harapan mereka yang harus dipenuhi.Persepsi nasabah menjadi masalah yang sangat penting untuk menempatkan posisi produk
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
4/38
berdasarkan atributnya, karena persepsi merupakan faktor dasar yang mampu mendorong
nasabah melakukan pembelian atau membentuk perilaku nasabah.
Dalam penelitian yang dilakukan Bank Indonesia Purwokerto (2003) memberikan gambaran
umum tentang persepsi UKM pada akses kredit ke bank umum, BPR, dan sumber informal.
Faktor-faktor yang dipersepsikan adalah informasi layanan, prosedur pengambilan kredit,
syarat yang diminta, jaminan, proses permohonan sampai pencairan, tingkat bunga kredit danfrekuensi pendampingan.
Perusahaan Daerah BPR BKK di Kabupaten Banyumas ada 25 BPR yang berada di 25
kecamatan. Dalam pemasaran produk pembiayaan/kredit menghadapi persaingan yang
semakin ketat, dengan semakin bertambahnya jumlah bank umum, BPR, BMT dan sumber
informal yang memasarkan produk pembiayaan pada sektor UKM.
Di pihak lain, berdasarkan data hasil monitoring tingkat kesehatan dan non performing loan
PD BPR BKK Kabupaten Banyumas tahun 2003 sampai tahun 2005, pertumbuhan dalam
penyaluran kredit telah menunjukkan penurunan. Pertumbuhan jumlah kredit 33,37 persen
menjadi 27,07 persen, jumlah nasabah 3,29 persen menjadi4,45 persen.
Sedang menurut Teguh Budi Ichtiar (2004:91), dalam penelitian Analisa Rasio Keuangan
Pada PD. BPR BKK di Kabupaten Banyumas, menyimpulkan bahwa setiap PD BPR BKK diKabupaten Banyumas dalam mencapai ROA rata-rata 3,99 persen pertahun atau tergolong
rendah dan kurang efisien jika mempertimbangkan perbedaan antara interest ratio yang
besarnya 8,568 dengan bunga kredit yang mencapai 30 persen per tahun.
Dari hal-hal di atas diperlukan kajian terhadap situasi persaingan yang dihadapi Perusahaan
Daerah BPR BKK dengan menganalisis secara obyektif faktorfaktor yang mempengaruhi
situasi persaingan baik sikap dan perilaku konsumen, pesaing dan faktor perubahan.
Selanjutnya mencari faktor-faktor yang dipersepsikan/dipertimbangkan nasabah dalam
mengambil keputusan tentang kredit/ pinjaman. Faktor-faktor tersebut digunakan untuk
mengetahui posisi pemasaran dalam persaingan dan menentukan strategi pemasaran yang
sesuai dengan persaingan yang dihadapi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan
judul Analisis Situasi Persaingan dan Strategi Pemasaran Pada Perusahaan Daerah BPR
BKK di Kabupaten Banyumas .
RANCANGAN Undang-Undang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (RUU UMKM)
memayungi pemberdayaan bagi tiga kelompok usaha yang berbeda karakteristiknya. Olehkarena itu, dalam RUU UMKM kita menyimak adanya pola pengaturan yang didasarkan
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
5/38
kebutuhan yang bersifat umum (sama) menyangkut seluruh pelaku usaha, tetapi juga ada
pengaturan pemberdayaan yang didasarkan kebutuhan spesifik karakter masing-masing
UMKM.
Dalam konteks ini, RUU UMKM telah berada pada jalur pengaturan yang benar, ialah
dengan tidak menyamaratakan perlakuan pemberdayaan kepada usaha mikro, kecil, dan
menengah. Walaupun harus diakui memang tidak mudah memberikan perlakuan pengaturanberdasarkan slot atau kelompok karakteristik usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah
tersebut.
Adanya perlakuan spesifik dalam pengaturan pemberdayaan, membawa konsekuensi
pemikiran tentang bagaimana sebaiknya pendekatan pemberdayaan UMKM harus
difokuskan. Dalam banyak diskusi pembahasan draf RUU UMKM yang saya ikuti, sampailah
pada suatu kesimpulan bahwa karena jati diri tiap-tiap pelaku usaha mikro, usaha kecil, dan
usaha menengah itu jelas berbeda, fokus pendekatan pemberdayaannya pun sepatutnya
tidaklah sama.
Usaha mikro (UMi) mengingat jumlahnya yang banyak (meliputi lebih 90% dari jumlah
usaha kecil). Sebarannya juga luas menjangkau seluruh pelosok negeri, baik di kota maupun
di desa dan sifatnya yang mudah untuk masuk sebagai wirausaha skala mikro atau sebaliknyamudah untuk keluar dari bisnis, usaha skala mikro itu memerlukan pendekatan pemberdayaan
yang fokus pada bentuk: (1) Keberpihakan, (2) Berorientasi untuk pemecahan masalah sosial
ekonomi masyarakat, (3) Mengakomodasi isu-isu kekinian, seperti penanggulangan
pengangguran, kemiskinan, pemutusan hubungan kerja (PHK), penyetaraan gender,
kesenjangan antardaerah/kawasan, keadilan penguasaan, dan akses kepada sumber daya
produktif.
Usaha skala kecil yang jumlah sesungguhnya kurang dari 10 persen dari total usaha mikro
dan kecil (UMK) pun perlu didekati dengan fokus pemberdayaan sebagai upaya (1)
Mendorong survival di tengah persaingan yang pada faktanya sangat ketat dan kurang sehat,
(2) Investasi dan kesediaan menanggung risiko, (3) Penumbuhan kemandirian, (4)
Kemampuan menjangkau dan berkiprah di pasar.
Pada skala usaha menengah, meskipun jumlahnya sedikit, peranannya vital untuk menjadi
jangkar pemberdayaan usaha mikro-kecil (UMK) dan kerja sama kemitraan dengan usaha
besar (UB). Untuk itu, pendekatan pemberdayaan usaha menengah (UM) sangat tepat fokus
pada (1) Peningkatan investasi dan pertumbuhan, (2) Advokasi dan konsultasi, (3)
Mengembangkan pasar ekspor.
Beberapa pasal dalam RUU UMKM yang dicontohkan sebagai pengaturan menggunakan
pola pikir keberpihakan terhadap usaha mikro-kecil, yaitu Bab IV tentang Pembiayaan dan
Penjaminan (Pasal 20, 21, 22, dan pasal 23). Sementara pasal 24 tentang pembiayaan usaha
menengah adalah contoh tentang perlakuan spesifik terhadap kebutuhan pemberdayaan usaha
menengah.Pengaturan tentang kemitraan pada pasal 25 sampai pasal 37 merupakan bentuk perlakuan
yang berlaku menyeluruh, baik bagi usaha mikro-kecil maupun usaha menengah. Sedangkan
Bab III tentang kriteria merupakan bentuk perlakuan spesifik bagi usaha mikro (pasal 5, ayat
[1], huruf a), bagi usaha kecil (pasal 5, ayat [1] huruf b), dan perlakuan pemberdayaan
spesifik usaha menengah (pasal 5, ayat [1] huruf c).
Begitu seterusnya bahwa RUU UMKM itu memang dirancang secara sistematik (meskipun
belum sempurna), dengan perlakuan pengaturan yang khas, di mana ada bagian pasal-pasal
yang mengatur untuk seluruh UMKM dan ada bagian pengaturan yang berlaku
khusus/spesifik bagi masing-masing usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
Demikian pula metode pendekatan pemberdayaan UMKM yang didekati secara berbeda.
Semua itu menambah keyakinan kita bahwa RUU UMKM ini (dengan segalakekurangannya) telah menyerap apa yang menjadi harapan-harapan masyarakat dengan lebih
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
6/38
realistis dan berkeadilan.
UMKM Dituntut Makin Kreatif Hadapi Persaingan ACFTAJakarta, (Analisa)
Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dituntut semakin kreatif dan pandai
menciptakan peluang dalam penghadapi era Asean -China Free Trade Agreement (ACFTA).
"Harus ada kreativitas dan inovasi yang dibangun untuk memanfaatkan peluang dalam
ACFTA," kata Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia UKMK Kementerian
Negara Koperasi dan UKM, Neddy Rafinaldi Halim, di Jakarta, Jumat (15/01).
Ia mengatakan, ACFTA idealnya tidak hanya dilihat dampak negatifnya semata, tetapi harus
dimanfaatkan sebagai momentum untuk menciptakan peluang menghadapi persaingan yang
semakin ketat.
Pihaknya telah mengantisipasi dampak ACFTA terhadap pelaku UMKM dengan beberapa
program strategis. "Selain melakukan pendampingan, saya pikir kita sudah 'on the track' saat
ini ketika kita mencoba memfasilitasi sarjana agar termotivasi menjadi wirausahawan baru,"
katanya. Menurut dia, dengan semakin banyaknya pelaku UMKM dan wirausahawan baru di
tanah air, maka akan terjadi peningkatan produktivitas barang maupun jasa.
Peningkatan produktivitas tersebut akan cenderung menekan ongkos produksi, sehingga
harga produk barang dan jasa per-unit semakin murah dan lebih mudah bersaing denganproduk impor China.
"Kami targetkan minimal akan tercipta 20 ribu wirausahawan baru tahun ini," katanya. Ia
berpendapat, ACFTA diharapkan semakin memicu generasi muda yang berpendidikan cukup
tinggi untuk memanfaatkan peluang dan menciptakan karya yang kreatif penuh inovasi.
Neddy yakin produk buatan lokal tidak akan kalah bersaing dengan produk asing asal China
karena selama ini produk dari negeri Tiongkok yang masuk ke Indonesia memiliki citra yang
mudah rusak.
"Strategi pemasaran mereka menekankan pada volume dan ini bisa kita jadikan celah agarwirausahawan baru nantinya mampu menghasilkan karya yang tidak hanya sekadar banyak
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
7/38
tetapi juga berkualitas tinggi," katanya. Produk dengan kualitas lebih baik, kata Neddy, akan
cenderung menjadi pilihan konsumen sehingga memiliki daya saing yang baik di pasaran.
(Ant)
Analisis Kebijakan Bank Syariah Terhadap Pembiayaan UKM
A. Latar Belakang
Setiap usaha yang dilakukan pada dasarnya mencari keuntungan yang sebesarbesarnya
denagn mengeluarkan biaya yang sekecilkecilnya. Begitu pula pada sektor perbankan, baik
konvensional maupun Bank Syariah, yang dalam melakukan kegiatan usahanya memerlukan
dana, dan dana tersebut dioperasikan dalam bentuk pembiayaan yang apad akhirnya akan
menghasilkan pendapatan.
Perbankan yang lebih dikenal dan mendominasi dunia Perbankan sekarang adalah perbankankonvensional. Sebagai lembaga yang merupakan produk kapitalis, maka tentunya Bank
Konvensional mempunyai tujuan yang sematamata untuk mencapai keuntungan yang
setinggitingginya, demi keuntungan pemilik atau segelintir orang saja. Sedangkan Bank
Syariah mempunyai prinsip yang berbeda dengan Bank Konvensional. Perbedaan yang paling
mendasar adalah pada bagaimana memperoleh keuntungan, dimana pada Bank Konvensional
dikenal denngan perangkat bunga, sedang Bank Syariah melarang adanya bunga yaitu dengan
menggunakan prinsip bagi hasil.
Sistem keuangan dan perbankan Islam hadir untuk memberikan jasa keuangan yang halal
kepada komunitas muslim. Selain tujuan khusus ini, institusi perbankan dan keuangan,
sebagaimana aspekaspek masyarakat Islam lainnya, diharapkan dapat memberi kontribusi
yang layak bagi tercapainya tujuan sosioekonomi Islam ( Chapra. 1985 .h. 34 ). Target
utamanya adalah kesejahteraan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan sosioekonomi serta distribusi pendapatan dan
kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang dan mobilisasi, serta investasi tabungan untuk
pembangunan ekonomi yang mampu memberiakn jaminan keuntungan ( bagi hasil ) kepada
semua pihak yang terlibat.
Salah satu bentuk pertanggung jawaban sosial Bank Syariah adalah memberikan pembiayaan
kepada UKM mengingat UKM iini merupakan cerminan dari perekonomian rakyat, karena
kelompok ini merupakan kelompok dominan, maka upaya peningkatan kesejahteraan
kelompok ini, secara langsung maupun tidak langsung, merupakan upaya penyejahteraan
ummat.Sekalipun secara konseptual Bank Syariah mempunyai berbagai tujuan yang sangat mulia,
tetapi dalam prakteknya kondisi ideal masih sulit untuk tercapai. Saleh Kamel, seorang
penerima IDB Award pernah melontarkan beberapa kritik terhadap Perbankan Islam. Salah
satu kritiknya menyatakan ketidakmampuan Bank Islam untuk melepaskan diri dari jebakan
jebakan Bank konvensional. Menurutnya, operasi pembiayaan Bank Syariah terutama
terbatas pada caracara pembiayaan sekunder untuk membiayai perdagangan jangka pendek
dan operasi, penyewaan untuk perusahaanperusahaan bersekala besar dan sudah mapan.
Tampaknya Bank Islam kurang memainkan peranan yang signifikan didalam pembiayaan
bisnis skala kecil dan menengah, sebagai ciri utama yang harus dikedepankan guna
mengedepankan kesejehteraan rakyat.
Pernyataan Saleh Kamel tersebut merupakan pernyataan yang universal, oleh karena itu, haltersebut menjadi persoalan menarik untuk diteliti, agar dapat diketahui apakah hal tersebut
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
8/38
juga berlaku dalam praktek pembiayaan Bank Syariah di Indonesia.
Hal tersebutlah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian yang berjudu
Analisis Kebijakan Bank Syariah Terhadap Pembiayaan UKM : studi pada Bank DKI Syariah
.
Dahlan siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, ( Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1995 ) edisi IV, h. 88M. Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, ( Jakarta : Gema Insani, 2001), h. 34
Mervyn K Lewis, Ltifa M Al-Gaod, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik dan Prospek, (
Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007 ) h. 122
Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi : Sebuah Tinjauan Islam, ( Jakarta : Gema Insani
Press, 2001), h. 232
KERANGKA TEORI
A. Pengertian UKM
Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga
maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan
secara komersial dan mempunyai omzet penjualan sebesar 1 (satu) miliar rupiah atau kurang.
Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumahtangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk
diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan lebih dari 1 (satu) miliar.
Sektor usaha kecil dan menengah ( UMKM) kini dinilai sebagai salah satu kekuatan ekonomi
Indonesia yang cukup signifikan. Secara makro dapat dilihat behwa potensi yang dimiliki
sektor UKM ini sudah cukup besar. Secara umum, pada 2006, sumbangan UKM terhada
Produk Domestic Bruto ( PDB) mencapai 53.3 %, artinya lebih dari setengah gerak
perekonomian Indonesia kini ditopang oleh sektor UKM. Dalam hal penyerapan tenaga kerja,
pada 2006 UKM berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 58.4 juta atau sekitar 96.2 % dari
total angkatan kerja.
Meski UKM mempunyai andil yang cukup besar dalam pembangunan nasional, dalam
menjalankan usahanya UKM selalu mempunyai kendala. Kategori permasalahan UKM
adalah :
Permasalahan yang bersifat klasik dan mendasar UKM, antara lain berupa permasalahn
modal, bentuk badan hukum yang umumnya non-formal, SDM, pengembangan Produk dan
Akses Pemasaran.
Permaslahan lanjutan, antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum
optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar,
permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta
peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor.
Permasalahan antara, ( intermediate Problems ), yaitu permasalahan dari instansi terkait
untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu mengahadapi persoalan lanjutan secaralebih baik. Permasalahan tersebut antara lain, dalam hal manajemen keuangan, agunan dan
keterbatasan dalam kewirausahaan.
B. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak
lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan.
Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :
a. Tujuan pembiayaan untuk tingkat makro
secara makro pembiayaan bertujuan untuk peningkatan ekonomi ummat, artinya masyarakat
yang tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukanakses ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya.
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
9/38
Tersedianya dana bagi peningkatan usaha
Meningkatkan produktifitas
Membuka lapangan kerja baru
Terjadi distribusi pendapatan
b. Tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro
Upaya memaksimalkan laba
Upaya meminimilkan risiko
Pendayagunaan sumber ekonomi
Penyaluran kelebihan dana
Dalam pelaksanaan pembiayaan, Bank Syariah harus memenuhi :
(1) Aspek Syariah, berarti dalam setiap realisasi pembiayaan kepada nasabah, Bank Syariah
harus tetap berpedoman pada Syariat Islam ( antara lain tidak mengandung unsur Gharar,
maisir dan riba serta bidang usahanya harus halal )
(2) Apek Ekonomi, berarti disamping mempertimbangkan halhal syariah Bank Syariah
tetap mempertimbangkan perolehan keuntungan baik bagi Bank Syariah maupun bagi
nasabah Bank Syariah.www.depkop.go.id
Log. cit.
Genjot Sektor UKM denagn Kredit Usaha Rakyat, Jurnal UKM, edisi November 2007, h.5
Andang Setyobudi, Peran Serta Bank Indonesia Dalam Pengembangan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah ( UMKM ), Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 5, no. 2,
Agustus 2007
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, ( Yogyakarta : UPP AMP YKPN ,
2002), h. 17
Ibid, h. 17-18
Ibid h. 16
B. Penyajian dataBerdasarkan hasil wawancara kepada Sdr. Irham Fahcreza Anas. Sei. Didapat keterangan
bahwa dalam rangka penyaluran pembiayaan terhadap UKM Bank Syariah bekerjasama
dengan unit manajemen lain seperti BPRS atau Koperasikoperasi.
yang namanya Bank Syariah itu dia tidak akan mungkin langsung dia nyentuh tataranGrace Road, dia butuh satu unit kerja yang membidangi masalah pembiayaan UKM .
Hal ini dilakukan oleh Bank mengingat bahwa UKM masih memiliki kelemahankelemahan
yang harus diperhitungkan, karena hal ini menyangkut keuntungan Bank.
kalo UKM itu kan kelemahannya, pertama secara formal kelegalan dokumennya juga
agak sedikit susah, yang kedua dia belum Bankable dalam pengertian dia laporan keuangan
masih seadanya
Hal ini wajar saja diperhitungkan oleh Bank Syariah, mengingat bahwa secara prinsippembiayaan Bank Syariah harus memenuhi dua aspek, yaitu aspek Syariah dan aspek
ekonomi. Artinya selain harus sesuai syariah, Bank Syariah harus tetap memperhitungkan
profitabilitas dari usaha yang akan dibiayai, agar menguntungkan bagi bank maupun nasabah.
Namun hal itu bukan berarti bahwa Bank Syariah tidak berpihak kepada UKM. Karena untuk
menyiasati keadaan ini bank memiliki kebijakankebijakan tertentu yang juga merupakan
strategi bank dalam menjalankan fungsinya secara optimal. Dikatakan bahwa :
Bank Umum Syariah tidak akan secara langsung menyentuh UKM, banyak resiko resiko yang harus dihadapi. Naahh untuk menyiasati hal ini Bank Syariah gak bodoh. Bank
itu kan membantu membangun masyarakat. Kita kerja sama sama BPRS dan Koperasikoperasi karyawan
Hal ini menunjukkan bahwa Bank Syariah tidak mau terjebak dalam polapola
konvensional yang hanya terfokus pada peningkatan profit tanpa melihat aspekaspek lain
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
10/38
seperti aspek keadilan dan keseimbangan pada Bank Syariah.
kita gak mau terjebak sama polapola konvensional, minjem harus ada dana segala
macem. Enggaklah. Kita upayanya Linkage Program dengan executing atau chanelling
Telah banyak upayaupaya pengembangan UKM melalui pembiayaan yang dilakukan oleh
Bank Syariah. Diantaranya program linkage yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah.
kalo di Bank DKI Syariah pembiayaan pembiayaan Usaha kecil, itu kitamengakomodasi dengan cara kita Lingkage Program. Salah satunya aja yah denagn BPRS
As- Salam dan Koperasi Tanah Abang. Nah kita menyalurkan dana ke dia ada yang program
executin, dalam pengertian ehhm segala resiko ditanggung oleg BPRS Bank tinggal
menikmati untung. Kelopun rugi juga dilihat porsi ruginya gimana ?. ada juga yang
chanelling, Bank naro ajah, nanti resiko ditanggung Banknya. Jadi nanti Bank DKI Syariah
posisinya sebagai Bank Syariah itu sebagai pemasok duit modal
Hal ini merupakan salah satu kebijakan Bank yang baik dalam rangka mengoptimalkan
fungsi bank. Artinya Bank DKI Syariah telah berupaya untuk mengembangkan sektor UKM
melalui pembiayaan. Hal ini tercermin dalam kebijakan diatas yang senantiasa
mengakomodir kesulitan serta kelemahan UKM dengan membuat kebijakankebijakan yang
berpihak pada UKM. Hal ini tidak hanya tercermin dari kebijakankebijakan yang dinuatoleh Bank, namun dapat dilihat dari jumlah pembiayaan yang disalurkan.
Bank Syariah adalah Bank yang mencerminkan fungsi Bank yang sesungguhnya. Fungsi
Bank itu apa coba ? intermediary kan ? gimana kita melihat ? di FDR. Finance to Deposit
Ratio Bank Syariah itu tidak akan Kurang dari 80 %. Diatas. Pasti. Semakin tinggi nilai FDR
berarti kesimpulannya adalah semakin banyak dan DPK yang digunakan untuk kucuran
pembiayaan. Indikatornay apa ? Peningkatan FDR.
KETERANGAN 2004 2005 2006 2007 2008
Unaudited
Rasio
Capital Adequacy Ratio (CAR) 9.22% 8.46% 14.09% 27.63% 15.78%
FDR (Pembiayaan /DPK ) 124.63% 348.17% 258.27% 193.96% 290.41%
Rasio Pembiayaan Bermasalah (NPF) 0.00% 0.56% 1.34% 0.72% 0.53%
Net Interest Margin (NIM) 8.20% 10.11% 13.35% 11.20% 10.22%
BOPO (Beban Opr/ Pendapatan Opr) 185.18% 57.32% 48.62% 73.33% 85.43%
Laba Sebelum pajak Terhadap Aktiva (ROA) -7.23% 4.75% 7.06% 3.76% 1.98%
Sumber : http://bankdki-syariah.com
Dari Laporan Keuangan diatas terlihat jumlah FDR pada tahun 2004 sebesar 124.63 %, tahun
2005 sebesar 348. 17 %, tahun 2006 sebesar 258.27 %, tahun 2007 sebesar 193. 96 % dan di
tahun 2008 sebesar 290.41 %.
Dari data diatas FDR Bank DKI Syariah ratarata diatas 100 %. Walaupun terjadi fliktuasijumlah FDR, yakni terjadi penurunan pada tahun 2006 dan 2007 namun jumlah FDR tetap
pada tingkat aman yang menunjukkan kinerja Bank yang positif.
Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa kritik dari Saleh Kamel bahwa Bank Islam kurang memainkan
peranan yang signifikan didalam pembiayaan bisnis skala kecil dan menengah tidak berlaku
di dunia Perbankan Syariah di Indonesia
Berdasarkan analisis dari datadata diatas, makan dapat disimpulkan bahwa Bank Syariah
senantiasa berpihak pada UKM. Hal ini tercermin dari kebijakankebijakan yang dibuat
oleh Bank Syariah terkait dengan pembiayaan untuk UKM. Dalam rangka penyaluran
pembiayaan terhadap UKM Bank Syariah bekerjasama dengan unit manajemen lain seperti
BPRS atau Koperasikoperasi. Hal ini dilakukan oleh Bank mengingat bahwa UKM masihmemiliki kelemahankelemahan yang harus diperhitungkan, karena hal ini menyangkut
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
11/38
keuntungan Bank.
Ini wajar saja diperhitungkan oleh Bank Syariah, mengingat bahwa secara prinsip
pembiayaan Bank Syariah harus memenuhi dua aspek, yaitu aspek Syariah dan aspek
ekonomi. Artinya selain harus sesuai syariah, Bank Syariah harus tetap memperhitungkan
profitabilitas dari usaha yang akan dibiayai, agar menguntungkan bagi bank maupun nasabah.
Namun hal itu bukan berarti bahwa Bank Syariah tidak berpihak kepada UKM. Karena untukmenyiasati keadaan ini bank memiliki kebijakankebijakan tertentu yang juga merupakan
strategi bank dalam menjalankan fungsinya secara optimal, ini menunjukkan bahwa Bank
Syariah tidak mau terjebak dalam polapola konvensional yang hanya terfokus pada
peningkatan profit tanpa melihat aspekaspek lain seperti aspek keadilan dan keseimbangan
pada Bank Syariah.
Telah banyak upayaupaya pengembangan UKM melalui pembiayaan yang dilakukan oleh
Bank Syariah. Diantaranya program linkage yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah.
Hal ini merupakan salah satu kebijakan Bank yang baik dalam rangka mengoptimalkan
fungsi bank. Artinya Bank DKI Syariah telah berupaya untuk mengembangkan sektor UKM
melalui pembiayaan. Hal ini tercermin dalam kebijakan diatas yang senantiasa
mengakomodir kesulitan serta kelemahan UKM dengan membuat kebijakankebijakan yangberpihak pada UKM. Hal ini tidak hanya tercermin dari kebijakankebijakan yang dinuat
oleh Bank, namun dapat dilihat dari jumlah pembiayaan yang disalurkan.
Dari data diatas FDR Bank DKI Syariah ratarata diatas 100 %. Walaupun terjadi fliktuasi
jumlah FDR, yakni terjadi penurunan pada tahun 2006 dan 2007 namun jumlah FDR tetap
pada tingkat aman yang menunjukkan kinerja Bank yang positif.
Pada dunia belahan ke 3 (Indonesia termasuk di dalamnya ) akan ditemukan berbagai elemen
yang membantu meningkatkan perekonomian negara. Sudah menjadi kenyataan dan terbukti
dalam negara berkembang usaha-usaha kecil tersebutlah yang menyokong perekonomian
bangsa. Di Amerika Serikat sendiri yang sudah merupakan negara maju dan modern, 99 %
dari bentuk bisnis di Amerika Serikat adalah Usaha kecil dan Menengah (UMKM) dan
UMKM inilah yang membuat 75 % lapangan kerja baru., banyak orang Indonesia, khususnya
di New Hampshire yang bekerja Casual work di small business enterprises pada pizza
restaurant, petrol station, ware house, packaging.
Di Australia, khususnya di Sydney, juga serupa, banyak sekali UMKM yang sukses, dan
memang kebanyakan business ownernya citizen keturunan Jewish, Greeks dan Asia. Kalau
anda ke Sydney, salah satu jalan terpanjang yaitu Anzac Parade Street di Kingsford, banyakUMKM menggelar bisnisnya dari Toko buah Korea, Restaurant Padang, Chips Calamary
Honggaria, sampai agent News paper &blue travel ticket (ticket untuk kereta api, bus, dan
ferry) punya Pak Iman, perantau dari Jembatan lima, di jembatan lima rumahnya nggak ada
kamar mandinya, tapi di Sydney, alhamdulillah apartmentnya bagus.
Pada saat krisis ekonomi sekarang, sangatlah penting untuk mengembangkan usaha kecil
mikro dan menengah, sehinggal lapangan pekerjaan dapat dibuka.
Banyak diantara kita adalah mental employee (pegawai) dan kebanyakan kita tidak tahu
pentingnya jiwa wirausaha,padahal jelas sekali dengan usaha kecil yang kita bangun akan
meningkatkan kegiatan ekonomi. Kita sangat mengharapkan pemerintahan yang baru nanti,
siapapun presiden yang terpilih, pemerintah harus mendorong setiap lapisan masyarakat
untukmempunyai jiwa entrepreneur (jiwa wira usaha) dan memulai berbisnis.Sangatlah kita harapkan UMKM untuk lebih mendapatkan prioritas insentif, seperti
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
12/38
kemudahan dan kalau boleh bisa bebas biaya untuk perizinan, ada pemotongan pajak, dan
sebagainya.
Kalau boleh pinjam kalimat salah satu acara kuiz yang terkenal, riset membuktikan.. bahwa
sebagian besar dari sektor utama dan sendi perekonomian seperti sektor konstruksi, jasa
pelayanan umum, jasa pelayanan perawatan kesehatan dan teknis seperti reparasi, renovasi,
dll didominasi oleh usaha kecil. Jadi jelas khan betapa pentingnya pegembangan usaha kecildan jangan pernah dianggap remeh dan diabaikan lagi,untuk itu semua orang yang akan
memulai usaha kecil haruslah dipermudah dan proses perijinannya dibuat sederhana.
Anda bisa memulai usaha kecil dengan menemukan sebuah bisnis online, didalam bisnis
secara online ini anda juga bisa memasarkan produk dan jasa anda secara global dan tentu
saja biaya pemasaran anda jauh lebih murah, yang anda perlukan hanya pelatihan,termasuk
market riset di dalamnya, pemilihan produk, pembelian domain dan penyewaan hosting
provider.
Banyak institusi akan membantu anda dengan memberikan advise untuk memulai usaha
secara online, diantaranya Balina Internet Marketing , tentunya pilihan berada di tangan anda
institusi mana yang mempunyai materi pelatihan yang cocok dengan kemampuan anda,
biayanya harus kompetitif dan sesuai dengan kondisi kantong anda dan pelatihan itu haruslahworthed dengan produk dan jasa yang akan anda pasarkan ke mancanegara.
author : Saidilriza Muda, mantan Cleaning server, Taxy Driver, Trifty Truck Driver, Petrol
Station Operator, Pizza Cheff Assistant, sekarang pelaku UMKM, source : dari berbagai
sumber
Jurnal Manajemen & Bisnis ANALISIS KOMPARATIF RESIKO
KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) KONVENSIONALDAN BPR SYARIAH
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
ANALISIS KOMPARATIF RESIKO KEUANGAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) KONVENSIONAL DAN BPR SYARIAH
Umar Hamdan - Dosen Fakultas Ekonomi & Program Studi MM Unsri.
Andi Wijaya - Alumni Program Studi MM Unsri tahun 2005
ABSTRACT
The objectives of this research is to analyze and compare the financial risk in two
type of BPRs, which are conventional and syariah. The samples of this research are two
BPRs: Conventional BPR S and Syariah BPR F. The method of analysis used are
financial ratios and discriminant analysis (Z-Score method). The study results show that
financial risk of Syariah BPR F relatively lower than of Conventional BPR S.
Key words: BPR, Financial Risk, Financial Ratios, Discriminant Analysis.
http://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.htmlhttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.htmlhttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.htmlhttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.htmlhttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.htmlhttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.htmlhttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html -
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
13/38
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bank Perkreditan Rakyat (BPR), menurut UU RI nomor 10 tahun 1998, adalah bankyang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah
yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Secara nasional kegiatan operasional BPR selama periode 19992003 (Maret)
mengalami perkembangan yang cukup stabil. Berdasarkan data Bank Indonesia, selama
periode
tersebut, total asset bertumbuh dari Rp. 3.462 milliar menjadi Rp. 9.723 milliar, atau naik
rata-
rata 35 % per tahun, penyaluran kredit dari Rp. 2.452 miiliar menjadi Rp. 7.088 milliar (naik
rata-rata 35,7 %), dana pihak ketiga dari Rp. 2.038 milliar menjadi Rp. 6.629 milliar (naik
rata-rata 39,3 %). Selama periode tersebut, laba tahun berjalan terus bertambah. Yang menarik,
jumlah penyaluran kredit melebihi jumlah dana pihak ketiga, berarti fungsi intermediasi
keuangan ternyata dapat berjalan dengan baik. (Sawaldjo Puspopranoto, 2002, hal. 123)
Industri BPR secara makro dinilai Bank Indonesia dalam kondisi cukup baik, karena
hampir seluruh BPR menunjukkan kinerja yang baik dan hanya sebagian kecil yang di-
BBKU-
kan. Dari jumlah 2400 unit BPR, sejak 1996 hingga kini hanya 178 unit yang di-BBKU-kan
oleh Bank Indonesia. Mengingat kondisi usaha yang dinilai bagus, Bank Indonesia melalui
berbagai langkah antara lain merger, konsolidasi, akuisisi serta regulasi dan paket
pengawasan
yang lebih intensif berupaya menjadikan BPR menjadi basis untuk Lembaga Keuangan
Mikro
(LKM) di Indonesia. Dari tahun ke tahun, modal disetor BPR secara nasional terus
bertambah.
Tahun 2001, menurut data BI dalam buku BPR terbitan BI, modal disetornya Rp. 936 milliar,
tahun 2002 jumlahnya bertambah 25 % menjadi Rp. 1,17 trilliun. Tahun 2003 naik 24 %
menjadi Rp. 1,24 trilliun, dan per Maret 2004 jumlahnya mencapai Rp. 1,48 trilliun.
Umar Hamdan & Andi Wijaya
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
2
Di daerah Sumatera Selatan, jumlah BPR telah mencapai 12 BPR, dimana diantaranya
juga terdapat BPR Syariah. BPR lebih mengkhususkan diri ke arah pemberian kredit, sifatnya
retail dan tidak kompleks seperti halnya bank umum.
Keberadaan BPR dalam perekonomian nasional dan daerah sangat penting dalam upaya
meningkatkan taraf hidup rakyat melalui penghimpunan dan penyaluran dana terutama
kepada
usaha kecil dan mikro. Tulisan ini mengkaji bagaimana tingkat resiko bisnis BPR
Konvensional
dan BPR Syariah di Sumatera Selatan.
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
14/38
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat resiko bisnis BPR Konvensional dan BPR Syariah.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat resiko bisnis BPR
Konvensional dan BPR Syariah.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah
1. Masyarakat pembaca mengetahui perbandingan tingkat resiko keuangan/bisnis BPR
Konvensional dan BPR Syariah.
2. Sebagai masukan bagi manajemen BPR dalam menyusun kebijakan perusahaannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Butir 1 menyebutkan batasan Bank adalah badan
usaha yang menghimpun dan dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Undang-
undang tersebut dan dipertegas lagi dengan Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998, ada
dua
jenis bank yaitu : Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR dilarang untuk menerima simpanan giro, wilayah operasinya hanya tertentu saja,
modal awalnya relatif lebih kecil dari bank umum, dan tidak diperkenankan ikut dalam
kliring
serta transaksi valuta asing. (Kasmir, 2003, hal. 21).
Tugas pokok BPR adalah mengembangkan persekonomian rakyat di daerah, terutama
pedesaan, bagi golongan ekonomi lemah, dengan membantu pembiayaan, dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat. Dalam melaksanakan fungsinya, BPR melakukan kegiatan-
kegiatan:
1. Menghimpun dana jangka pendek, menengah, dalam bentuk Tabungan dan Deposito.
2. Pembinaan dan pembiayaan dunia usaha, khususnya membantu pengembangan usaha
golongan ekonomi lemah.
3. Memobilisasikan dana masyarakat sebagai sumber pembangunan di daerah.Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
3
4. Memberikan pembiayaan jangka pendek, menengah dan panjang kepada perusahaan-
perusahaan perorangan untuk keperluan pembangunan, produksi, rehabilitasi, dan
modernisasi.
5. Penyertaan dalam modal yang tidak bersifat tetap, dengan persetujuan dan syarat-syarat
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.6. Melakukan kerja sama sesama bank dan Lembaga Keuangan.
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
15/38
7. Menjalankan usaha-usaha perbankan lainnya, sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan dan Undang-Undang yang berlaku. Untuk BPR Syariah ditambah Syariah Islam.
2.1. Perbedaan Sistem Bank Konvensional dan Bank Syariah
Perbedaan kedua system dapat dilihat dari sisi penghimpunan dan penyaluran dana.
Dari sisi penghimpunan dana kedua sistem perbankan ini bertujuan untuk memobilisasi dana
masyarakat. Namun dalam system syariah dimaksudkan untuk memobilisasi dana
masyarakat yang belum tersentuh oleh perbankan konvensional, karena adanya masalah
bunga. Dalam pembiayaan atau penyaluran dana, sistem perbankan konvensional
menekankan pada hubungan antara debitur dan kreditur, sedangkan sistem syariah lebih
menekankan pada prinsip keleluasaan dalam akad kredit dan kemitraan. Selain itu juga ada
perbedaan yang menyangkut aspek hukum, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan
lingkungan kerja.
Perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah dapat diringkas dalam Tabel
berikut:
Tabel 1. Perbedaan Sistem antara Bank Konvensional dan Bank Syariah
Bank Konvensional Bank Syariah
Investasi halal dan haram Investasi yang halal saja
Status bank intermediary Status bank intermediary dan investor
Sistem bunga dan fee Sistem bagi hasil, margin dan fee
Bunga atas dasar pokok Nisbah bagi hasil dari proyeksi penjualan
Pembayaran bunga tidak mempertimbangkn
usaha
Pembayaran bagi hasil tergantung realisasi
hasil usaha
Bank tidak menanggung resiko Bank ikut menanggung resiko usaha
Kehalalan bunga diragukan Halal
Tidak ada Dewan Pengawas Syariah Ada Dewan Pengawas Syariah
Sumber: Prosiding Seminar Nasional IAI & FE Unsri, 5 Juli 2005
2.2. Persamaan Sistem Bank Konvensional dan Bank Syariah
Persamaaan kedua sistem perbankan tersebut terletak pada teknis penerimaan uang,
mekanisme transfer, teknologi komputer, syarat-syarat umum untuk memperoleh kredit,misalnya KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan lainnya.
Umar Hamdan & Andi Wijaya
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
4
2.3. Produk/Jasa yang ditawarkan Bank Konvensional dan Bank Syariah
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
16/38
Secara umum ada tiga bagian besar produk yang ditawarkan Bank konvensional dan
Bank Syariah:
1) Produk Penghimpunan Dana (funding)
2) Produk Penyaluran Dana (financing); dan
3) Produk Jasa (services)
2.3.1. Bank Konvensional
Produk penghimpunan dana antara lain adalah giro, tabungan dan deposito.
Penyaluran dana dapat berbentuk kredit konsumsi, kredit investasi dan kredit modal kerja.
Sedangkan produk jasa berbankan konvensional, misalnya jasa konsultansi, pengurusan
transaksi ekspor dan impor, valuta asing, dan lainnya.
2.3.2. Bank Syariah
Penghimpunan dana pada bank syariah menerapkan prinsip Wadiah dan
Mudhararabah. Prinsip Al-Wadah yaitu serbagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kepada si penitip.
Prinsip Al-Wadiah (trust depository) dapat di bagi atas Al-Wadiah Yad Amanah dan
Al-Wadiah Yad Adh Dhamanah. Aplikasi konsep Al-Wadiah Yad Amanah dalam bank
syariah adalah pihak yang menerima titpan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan
uang atau barang yang dititipkan, jadi harus dijaga sesuai dengan kelaziman. Dalam ini
penerima titipan dapat membebankan biaya titip kepada penitip.
Konsep Al-Wadiah Yad Adh Dhamanah, dalam konsep ini pihak yang menerima
titipan boleh menggunakan uang atau barang yang dititipkan, tentunya pihak Bank dalam hal
ini mendapatkan bagi hasil dari pengguna dana. Bank dapat memberikan bonus kepada
penitip.
Prinsip Mudharrabah penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal
(syahibul mall), bank sebagai mudharrib (pengelola dana). Dana tersebut digunakan bank
untuk melakukan murabahah, mudharrabah dimana kedua hasil ini akan dibagi hasilkan
berdasarkan nisbah yang disepakati dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan
mudharrabah kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun
Mudharrabah terpenuhi sempurna ada mudharrib, ada pemilik dana, ada usaha yang akan
dibagihasilkan, ada nisbah dan ada ijab Kabul. Prinsip ini diaplikasikan pada produk
tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Penyaluran dana pada bank Syariah dilakukan melalui pembiayaan dengan prinsip
jual beli, pembiayaan dengan prinsip sewa, dan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.
Prinsip pembiayaan dengan jual beli dilaksanakan sehubungan dengan perpindahankepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan
didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat
dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yaitu sbb.:1) Pembiayaan Al Murabahah (Bai). Jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus memberitahu harga pokok yang
ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan sedangkan
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
5
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
17/38
pembayaranm dilakukan dengan cara cicilan. Contoh, pembiayaan konsumtif dalam
pembelian kenderaan bermotor, rumah atau investasi modal kerja.
2) Salam, yaitu jual beli dilakukan dimana pembeli memberikan uang terlebih dulu terhadap
barang yang telah disebutkan spesifikasinya dan diantarkan kemudian. Biasanya
digunakan untuk produk-produk pertanian berjangka pendek.
3) Istishna, merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang, dalamkontrak itu pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu
berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi
yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak
bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan dimuka,
melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu dimasa datang. Contoh transaksi
bank sebagai penjual kepada pemilik proyek, pembeli atau mensubkan kepada sub
kontraktor.
4) Prinsip pembiayaan dengan sewa (ijarah). Pada prinsipnya sama dengan jual beli tetapi
perbedaannya pada jual beli objek transaksi adalah barang, tetapi pada ijarah objek
trsansaksinya adalah jasa.
Pengertian resiko menurut Silalahi (1997), dikutip dari Husien Umar (2001, hal 5)adalah:
- Resiko adalah kesempatan timbulnya kerugian
- Resiko adalah probabilitas timbulnya kerugian
- Resiko adalah ketidak pastian
- Resiko adalah penyimpangan aktual dari yang diharapkan
- Resiko adalah probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan
Sedangkan manajemen resiko adalah suatu cara yang proaktif, terkoordinasi, bernilai
efektif, dan memahami pemrioritasan dalam menanggulangi ancaman terhadap perusahaan.
Menurut Hampel, et.al (1994:88) resiko perbankan dipengaruhi oleh lingkungan, sumberdaya
manusia, layanan keuangan, dan neraca. Berdasarkan karakteristik perbankan tersebut, maka
resiko terdapat diklasifikasikan atas: environmental risks (resiko lingkungan), management
risks
(resiko manajemen), delivery risks (resiko operasi), dan financial risks (resiko keuangan).
Resiko keuangan dapat ditelusuri melalui analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan
keuangan. Menurut Hempel (1994: 89), cara mengukur dan mengelola resiko keuangan
(financial risks) perbankan, sebagai berikut:
1. Resiko kredit dapat diatasi dengan cara:
Melakukan analisis kredit secara baik dan benar;
Dokumentasi kredit
Pengendalian dan pengawasan kredit
Penilaian terhadap resiko khusus2. Resiko Likuiditas dapat diatasi dengan cara:
Membuat perencanaan likuiditas
Membuat rencana kontingensi
Analisis biaya dan penentuan bunga kredit
Pengembangan sumber pendanaan
3. Resiko Suku bunga dapat diatasi dengan cara:
Membuat analisis kepekaan bunga terhadap aktiva
Membuat analisis durasi, penilaian bunga antar waktu
Umar Hamdan & Andi Wijaya
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
18/38
6
4. Resiko leverage dapat diatasi dengan cara:
Membuat perencanaan modal
Analisis pertumbuhan usaha berkelanjutan Memantapkan kebijakan dividen
Melakukan penyesuaian resiko terhadap kecukupan modal
2.3.3. Rasio-rasio Keuangan Bank
Rasio-rasio keuangan bank dapat dikelompokkan atas rasio-rasio likuiditas, rasio-rasio
solvabilitas, dan rasio-rasio rentabilitas (profitabilitas), sebagai berikut: (Hempel, 1994,
hal.74)
a. Rasio Likuiditas
Rasio ini bertujuan untuk mengukur seberapa likuid suatu bank. Ada beberapa jenis
rasio dalam rasio likuiditas, yaitu :1. Assets to Loan Ratio
2. Cash Ratio
3. Loan to Deposit Ratio (LDR)
b. Rasio Solvabilitas
Rasio ini bertujuan mengukur efisiensi bank dalam menjalankan aktivitasnya. Beberapa
jenis ratio dalam solvabilitas ratio yaitu :
1. Capital Ratio
2. Capital Risk
3. Capital Adequacy Ratio
c. Rasio Rentabilitas
Rasio yang bertujuan untuk mengukur efektivitas bank mencapai tujuannya. Beberapa
jenis rasio dalam rentabilitas ratio yaitu :
1. Gross Profit Margin
2. Net Profit Margin
3. Return on Equity Capital
2.3.4. Analisis Diskriminan (Z-Score)
Analisis Z-score dikembangkan oleh Prof. Edward Alman dengan tujuan untuk
mendeteksi apakah suatu perusahaan dalam kondisi diambang kebangkrutan (financial
distress).Metode ini disebut juga dengan multiple discriminant analysis (Emery & Finnerty, 1998:
884).
Oleh karena itu analsis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat resiko keuangan suatu
perusahaan.
Untuk menghitung Z-Score ini terlebih dahulu harus menghitung lima jenis rasio
keuangan, yaitu; (Husien Umar, 1998, hal.354-356)
1) Working Capital to Total Assets Ratio (X1)
2) Retained Earning to Total Asset Ratio (X2)
3) Earning Before Interest & Taxes to Total Asset (X3)
4) Market Value of Equity to Book Value of Debt (X4)
5) Sales to Total Asset Ratio (X5)
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
19/38
Z-Score = 1,2(X1)+(,4(X2)+3,(X3)+0,6(X4)+1(X5)
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
7
Untuk menganalisis hasil perhitungan model Z-score, digunakan angka interpretasi yang
dikembangkan oleh Prof. Edward Altman, sebagai berikut: (Emery & Finnerty, 1997: 886)
Score Prediction
Z > 2.99 Firm will not fail within 1 year
1.81 < Z < 2.99 Gray area within which it is difficult to
discriminate effectively
Z < 1.81 Firm will fail in 1 year
III. METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Metode penelitian dikategorikan studi kasus, karena membahas suatu objek penelitian
secara rinci dan mendalam.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi sampel berjumlah 12 BPR, terdiri dari 11 BPR Konvensional dan 1 BPR
Syariah. Dari populasi tersebut penulis mengambil 2 sampe BPR, yaitu satu BPR
Konvensional
dan satu BPR Syariah. Selanjutnya sampel BPR yang diteliti diberi kode nama BPR
Konvensional S dan BPR Syariah F. Adapun tennik pengambilan sampel dilakukan
secara purpossive sampling, dengan alasan hanya ada saru BPR Syariah dan untuk kesesuaian
diambil pula satu BPR Konvensional.
3.3. Variabel- Variabel Penelitian
Variabel-variabel utama penelitian adalah pos-pos dalam Neraca terdiri dari: Kas, giro,kredit yang diberikan, aktiva tetap dan aktiva lain, kewajiban segera, tabungan, deposito,
pinjaman, dan ekuitas. Pos-pos dalam Daftar Rugi/Laba : pendapatan bunga, beban bunga,
pendapatan operasi lainnya, pendapatan non operasi, beban non operasi, pajak dan laba
bersih.
3.4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di 16 Ilir Palembang dan Kelurahan Sukajadi di Talang Kelapa
Kabupaten Banyuasin.
3.5. Metode Pengumpulan Data
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
20/38
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara mempelajari data
sekunder, yaitu laporan keuangan BPR Konvensional S dan BPR Syariah F.
3.6. Teknik Analisis
Umar Hamdan & Andi Wijaya
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
8
Analisis analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan keuangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Uraian Singkat BPR Sampel
PT. Bank Perkreditan Rakyat Konvensional S berlokasi di kawasan Pasar 16 ilirPalembang yang beroperasi sejak tahun 1990. Sesuai ketentuan pemerintah, bentuk badan
hukum BPR adalah Perseroan Terbatas. Sasaran utama operasi bank ini adalah para pedagang
kecil dan mikro yang berada di kawasan Pasar 16 ilir, Beringin Janggut, TP Rustam Effendi,
dan sekitarnya. Kegiatan yang dilakukan adalah menerima simpanan dan menyalurkan kredit
modal kerja dan investasi bagi usaha kecil dan mikro tersebut. Disamping itu juga
memberikan
kredit konsumsi kepada debitur tertentu. Modal ekuitas (saham) BPR sebesar Rp 3 milyar dan
telah disetor penuh.
PT. Bank Perkreditan Rakyat Syariah S berdiri dengan akte Notaris Amunis Akte No.
2 tanggal 7 Januari 1994 dan mulai beroperasi Januari 1995. BPR ini berlokasi di kelurahan
Sukajadi, kecamatan Talang Kelapa, kabupaten Banyuasin. Modal dasar BPR sebesar Rp 500
juta dan telah disetor penuh. Sasaran utama operasi bank ini adalah para pedagang kecil dan
mikro, usaha kerajinan batubata, genteng, petani, peternak yang berada di kelurahan dan
desa-
desa di Kecamatan Talang Kelapa. BPR ini menerima simpanan dan menyalurkan kredit
modal
kerja dan investasi bagi usaha kecil dan mikro tersebut. Disamping itu juga memberikan
kredit
konsumsi kepada debitur tertentu dengan prinsip syariah.
4.2. Perkembangan Keuangan
Perkembangan keuangan kedua bank sampel, yaitu BPR konvensional S dan BPR
Syariah F disajikan dalam bentuk laporan Neraca dan Daftar Rugi/Laba selama 3 (tiga )
tahun
yaitu periode 2001-2003.
4.2.1. Neraca dan Rugi/Laba BPR Konvensional S
Perkembangan neraca dan rugi/laba BPR Konvensional S dapat dilihat dalam Tabel :
Tabel 2 : Perkembangan Neraca BPR Konvensional S Selama Tahun 2001-2003
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
21/38
No POS-POS 2001 2002 2003
Aktiva (ribuan rupiah) (ribuan rupiah) (ribuan rupiah)
1 Kas 29,346 3,952 93,160
2 Giro pada bank lain 4,047,760 5,362,689 5,667,066
3 Penempatan pada bank lain 4,000,000
4 Surat-surat berharga 7,200,000 2,200,000Kredit yang diberikan
5 a. Pihak Terkait dengan bank
6 b. Pihak lain 4,645,827 7,515,843 8,042,758
Penyisihan Ph. Kredit -/- 340,989 340,989 337,489
7 Aktiva Tetap 938,178 942,928 954,388
Akumulasi Ph. Aktiva Tetap -/- 617,939 669,144 720,252
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
9
8 Aktiva Lain-lain 421,330 222,939 153,095
Jumlah 16,323,513 15,238,218 17,852,726
Kewajiban
1 Kewajiban segera lainnya 137,699 237,739 471,988
2 Tabungan 9,348,847 7,974,982 9,493,383
3 Deposito
a. Pihak Terkait dengan bank 157,500 225,000
b. Pihak lain 2,711,800 2,269,585 3,227,615
4 Pinjaman yang diterima
5 Kewajiban lain-lain 323,458 210,803 159,537
6 Modal Pinjaman
7 Ekuitas
a. Modal Disetor 3,000,000 3,000,000 3,000,000
b. Modal Sumbangan
c. Selisih Penilaian kembali aktiva tetap
d. Laba ditahan 801,709 1,387,609 1,275,203
Jumlah 16,323,513 15,238,218 17,852,726
Sumber : Laporan Keuangan BPR Konvensional S, disusun oleh Penulis.
Total aktiva BPR konvensional S selama tiga tahun mengalami fluktuasi, pada tahun2001 berjumlah Rp 16,3 milyar, turun menjadi Rp 15,2 milyar dan kemudian naik lagi
menjadi
Rp 17,8 milyar. Penurunan pada tahun 2002 disebabkan oleh pos-pos : surat berharga turun
sebesar Rp 5 milyar dan aktiva lain-lain sekitar Rp 200 juta.
Perkembangan rugi/laba BPR Konvensional S dapat dilihat dalam Tabel :
Tabel 3 : Perkembangan Daftar Rugi/Laba BPR Konvensional S
Selama Tahun 2001-2003
No POS-POS 2001 2002 2003
(ribuan Rp) (ribuan Rp) (ribuan Rp)1 Pendapatan Bunga 1,393,748 2,254,753 2,412,827
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
22/38
2 Beban Bunga -/- 841,396 877,248 1,139,206
3 Pendapatan Bunga Bersih 552,352 1,377,505 1,273,621
4 Pendapatan Ops Lainnya +/+ 323,821 429,015 283,353
5 Beban Ops Lainnya -/- 275,520 452,245 470,880
6 Jumlah Pend. & Beban Ops 600,653 1,354,275 1,086,095
Pendapatan dan Beban Non
Operasional
7 Pendapatan Non Operasional +/+ 60,065 151,679 119,470
8 Beban Non Operasional -/- 36,039 106,175 77,656
9 Laba Sebelum Pajak 624,679 1,399,779 1,127,909
10 Pajak Penghasilan -/- 93,702 209,967 169,186
11 Laba Bersih 530,977 1,189,812 958,723
Sumber : Laporan Keuangan BPR Konvensional S, disusun kembali oleh Penulis.
Tabel diatas menunjukkan adanya peningkatan pendapatan bunga selama tahun 2001-
2003, di mana pendapatan bunga tahun 2001 sebesar Rp 1,3 milyar, naik menjadi Rp 2,2milyar
dan tahun 2003 Rp 2,4 milyar. Demikian pula pendapatan non operasional dan beban non
Umar Hamdan & Andi Wijaya
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
10
operasional menunjukkan adanya peningkatan. Laba bersih mengalami fluktuasi, dimana
pada
tahun 2002 sebesar Rp 1,1 milyar, meningkat dibanding tahun 2001, tetapi kemudian turun
menjadi Rp 958,7 juta pada tahun 2003.
4.2.2. Neraca dan Rugi/Laba BPR Syariah F
Perkembangan neraca dan rugi/laba BPR Syariah F dapat dilihat dalam Tabel sebagai
berikut:
Tabel 4 : Perkembangan Neraca BPR Syariah F Selama Tahun 2001-2003
No POS-POS 2001 2002 2003Aktiva (ribuan rupiah) (ribuan rupiah) (ribuan rupiah)
1 Kas 6,831 21,683 24,935
2 Giro pada bank lain 9,993 9,295 10,317
3 Penempatan pada bank lain 1,820,923 644,061 721,348
4 Surat-surat berharga
Kredit yang diberikan
5 a. Pihak Terkait dengan bank 16,663 108,951 117,667
6 b. Pihak lain 712,827 682,608 757,695
Penyisihan Ph. Kredit -/- 7,930 14,035 16,842
7 Aktiva Tetap 116,378 118,375 134,948
Akumulasi Ph. Aktiva Tetap -/- 58,933 71,438 85,7268 Aktiva Lain-lain 21,553 25,863 29,742
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
23/38
Jumlah 2,638,305 1,525,363 1,694,086
Kewajiban
1 Kewajiban segera lainnya 3,035 5,291 6,614
2 Tabungan 1,952,792 640,611 777,859
3 Deposito
a. Pihak Terkait dengan bank 15,000 26,400 33,000b. Pihak lain 23,000 108,700 136,962
4 Pinjaman yang diterima
5 Kewajiban lain-lain 20,863 43,385 49,893
6 Modal Pinjaman 37,950 47,438
7 Ekuitas
a. Modal Disetor 500,000 500,000 500,000
b. Modal Sumbangan 21,000 21,000 21,000
c. Selisih Penilaian kembali aktiva tetap
d. Laba ditahan 102,615 140,026 121,321
Jumlah 2,638,305 1,523,363 1,694,086
Sumber : Laporan Keuangan Bank Syariah F, disusun kembali oleh Penulis.
Total aktiva BPR Syariah selama tiga tahun mengalami fluktuasi, pada tahun 2001
berjumlah Rp 2,6 milyar, turun menjadi Rp 1,5 milyar dan kemudian naik menjadi Rp 1,69
milyar. Penurunan pada tahun 2002 disebabkan oleh pos-pos: penempatan pada bank yang
mengalami penurunan hampir sebesar Rp1,2 milyar dan penurunan penyaluran pinjaman
sebesar Rp 40 juta.
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
11
Perkembangan rugi/laba BPR Syariah S dapat dilihat da lam Tabel sebagai berikut:Tabel 5 : Perkembangan Daftar Rugi/Laba BPR Syariah F Selama Tahun 2001-2003
No POS-POS 2001 2002 2003
(ribuan Rp) (ribuan Rp) (ribuan Rp)
1 Pendapatan Bagi Hasil 213,848 238,913 227,308
2 Beban Bagi Hasil -/- 78,112 51,249 54,450
3 Pendapatan Bagi Hasil Bersih 135,736 187,664 172,858
4 Pendapatan Ops Lainnya +/+ 799 744 8255 Beban Ops Lainnya -/- 75,500 77,725 80,120
6 Jumlah Pend. & Beban Ops 61,035 110,683 93,563
Pendapatan dan Beban Non Operasional
7 Pendapatan Non Operasional +/+ 6,714 12,175 10,292
8 Beban Non Operasional -/- 5,035 9,740 9,263
9 Laba Sebelum Pajak 62,713 113,118 94,592
10 Pajak Penghasilan -/- 9,407 16,968 14,189
11 Laba Bersih 53,306 96,150 80,403Sumber: Laporan Keuangan BPR Syariah F, disusun kembali oleh Penulis.
Dari tabel rugi/laba menunjukkan adanya peningkatan pendapatan bagi hasil pada tahun2002 dibanding tahun, yaitu meningkat dari Rp 213 juta menjadi Rp 238 juta, sedangkan
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
24/38
pada
tahun 2003 turun menjadi Rp 227 juta. Demikian pula laba bersih mengalami peningkatan
tahun
2002 dibanding tahun 2001, yaitu meningkat dari Rp 53 juta menjadi 86 juta, sedangkan
tahun
2003 mengalami penurunan dibanding tahun 2002, yaitu turun menjadi Rp 80 juta.
4.3. Analisis Rasio Keuangan BPR Konvensional S
Dari laporan keuangan BPR Konvensional S dapat dihitung beberapa rasio keuangan
seperti dalam Tabel berikut:
Tabel 6 : Rekapitulasi Rasio-rasio Keuangan BPR Konvensional S Tahun 2001-2003
Rasio-Rasio Likuiditas: 2001 2002 2003
1. Assets to Loan Ratio
Total Aktiva: Total Kewajiban 130.36% 140.44% 131.49%2. Cash Ratio
Kas : Kewajiban Segera 118.87% 92.13% 97.94%
3. Loan to Deposit Ratio
Total Kredit: Tabungan+ Deposito 38.52% 72.25% 62.13%
4. Non Performing Loan
Penyisihan Kredit: Total Kredit 7.34% 4.54% 4.20%
Rasio-Rasio Solvabilitas:
1. Capital to Debt Ratio
Total Modal (Ekuitas): Total Kewajiban 30.36% 40.44% 31.49%
2. Capital Adequacy Ratio
Total Modal (Ekuitas) : Total Aktiva 23.29% 28.79% 23.95%
Rasio-Rasio Rentabilitas:
Umar Hamdan & Andi Wijaya
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
12
1. Gross Profit Margin
Laba Operasi: Pendapatan Operasi 43.10% 60.06% 45.01%
2. Net Profit MarginLaba Bersih: Pendapatan Operasi 38.10% 52.77% 39.73%
3. Return on Equity
Laba Bersih: Ekuitas 13.97% 27.12% 22.43%
4. Return on Assets
Laba Operasi: Total Aktiva 3.68% 8.89% 6.08%
Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan BPR Konvensional S
Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Konvensional S menunjukkan perbaikan pada
tahun 2002 dibanding tahun 2001. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat
likuiditas yang cukup memadai, karena di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban
segerapada tahun 2002 dan 2003 kurang dari 100 persen yang perlu menjadi perhatian pimpinan
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
25/38
BPR.
Demikian pula rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana yang dihimpun (loan to
deposit
ratio) kurang baik, yaitu tahun 2001 sebesar 38%, tahun 2002 78% dan tahun 2003 sebesar 62
persen. Menurut ketentuan BI rasio ideal antara 85% s.d 105%, berarti rasio LDR masih
relatifrendah. Kondisi ini menunjukkan kemampuan BPR menyalurkan kredit masih perlu
ditingkatkan, karena dana yang menganggur akan menjadi beban bagi BPR atas bunga
simpanan
yang yang harus dibayar kepada penabung. NPL tahun 2001 sebesar 7,34% di atas batas
maksimum yang ditetapkan oleh BI, namun dalam tahun 2002 dan 2003 turun menjadi
masing-
masing sebesar 4,54% dan 4,24 persen.
Rasio-rasio solvabilitas menunjukkan kondisi yang cukup sehat. Rasio CAR berdasarkan
Surat Edaran Direksi BI No. 26/2/UD tanggal 29 Mei1993 tentang Kewajiban Modal
Minimum
adalah sebesar 8 persen. Dari tabel di atas CAR BPR Konvensional S di atas 8%, yaitumasing-masing tahun 2001 sebesar 23,29%, tahun 2002 sebesar 28,79% dan tahun 2003
sebesar
23,95%. Demikian pula perbandingan modal dengan hutang masih di atas 8 persen.
Secara teori, menurut Winton (1993) adanya ketentuan CAR tersebut mempunyai
kaitan dengan keterbatasan tanggung jawab dan struktur kepemilikan dalam suatu
perusahaan. Dalam struktur kepemilikan, sebagian harta perusahaan diperoleh dari dana
pinjaman kepada kreditur, sehingga perlu diimbangi dengan kemampuan pemilik modal
menyediakan dana sendiri.
Rasio-rasio rentabilitas yang dinyatakan dengan rasio-rasio net profit margin, ROE,
dan ROA menunjukkan adanya kenaikan pada tahun 2002 dibanding tahun 2001, sedangkan
tahun 2003 mengalami penurunan dibanding tahun 2002. Semua rasio rentabilitas adalah
positip. Laba bersih terhadap pendapat operasi (NPM) cukup baik, di mana tahun 2001
sebesar 38%, tahun 2002 sebesar 52,77% dan tahun 2003 sebesar 39,73 persen. Keadaan inimenunjukkan bahwa BPR Konvensional S cukup sehat.
4.4. Analisis Rasio Keuangan BPR Syariah F
Rasio-rasio keuangan BPR Syariah F selama tahun 2001-2003 dapat dilihat dalam
Tabel 7. Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Syariah F relatif lebih baik dibanding
BPR
Konvensional S. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat likuiditas yangcukup
memadai, jauh di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban segera pada tahun 2001 dan
2003 kurang dari 100 persen.
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
13
Rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana yang dihimpun (loan to deposit ratio)
tahun 2002 dan 2003 cukup baik. Demikian pula Nonperforming Loan (NPL) cukup baik,hanya
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
26/38
sekitar 2 persen selama 3 tahun. NPL BPR Syariah F relatif lebih baik dari BPR
Konvensional
S.
Tabel 7 : Rekapitulasi Rasio-rasio Keuangan BPR Syariah F Tahun 2001-2003
Rasio-Rasio Likuiditas: 2001 2002 2003
1. Assets to Loan Ratio
Total Aktiva: Total Kewajiban 130.95% 176.89% 161.07%
2. Cash Ratio
Kas : Kewajiban Segera 93.96% 104.51% 96.45%
3. Loan to Deposit Ratio
Total Kredit: Tabungan+ Deposito 36.64% 102.04% 92.36%
4. Non Performing Loan
Penyisihan Kredit: Total Kredit 1.11% 2.06% 2.22%
Rasio-Rasio Solvabilitas:
1. Capital to Debt RatioTotal Modal (Ekuitas): Total Kewajiban 30.95% 76.66% 61.07%
2. Capital Adequacy Ratio
Total Modal (Ekuitas) : Total Aktiva 23.64% 43.34% 37.92%
Rasio-Rasio Rentabilitas:
1. Gross Profit Margin
Laba Operasi: Pendapatan Operasi 28.54% 46.33% 41.16%
2. Net Profit Margin
Laba Bersih: Pendapatan Operasi 24.93% 40.24% 35.37%
3. Return on Equity
Laba Bersih: Ekuitas 8.55% 14.55% 12.52%
4. Return on Assets
Laba Operasi: Total Aktiva 2.31% 7.26% 5.52%
Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan BPR Syariah F
Rasio-rasio solvabilitas menunjukkan kondisi yang cukup sehat. Rasio CAR BPRSyariah F di atas 8%, yaitu masing-masing tahun 2001 sebesar 23,64%, tahun 2002 sebesar
43,34% dan tahun 2003 sebesar 37,92%. Keadaan ini lebih baik dibandingkan dengan rasio
solvabilitas BPR Konvensional S.
Rasio-rasio rentabilitas yang dinyatakan dengan rasio-rasio NPM, ROE, dan ROA
menunjukkan adanya kenaikan pada tahun 2002 dibanding tahun 2001, sedangkan tahun
2003mengalami penurunan dibanding tahun 2002. Keadaan ini hampir sama dengan rasio
rentabilitas
BPR Konvensional. Rasio NPM cukup baik, di mana tahun 2001 sebesar 24,93%, tahun 2002
sebesar 40,24% dan tahun 2003 sebesar 35,37 persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa NPM
BPR Syariah relatif lebih rendah dibanding dengan BPR Konvensional S. Hal ini
memberikan
indikasi bahwa BPR Konvensional F realtif lebih efisien dalam pengelolaan dananya.
Umar Hamdan & Andi Wijaya
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
27/38
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
14
4.5. Analisis Diskriminan (Z-Score)
4.5.1. Analisis Diskriminan BPR Konvensional S
Hasil perhitungan Z- Score untuk BPR Konvensional S dapat dilihat dalam Tabel
berikut:
Tabel 8 : Hasil Perhitungan Z-Score BPR Konvensional S Tahun 2001-2003
Uraian 2001 2002 2003
X1 Working Capital to Total Asset Ratio
Modal Kerja: Total Aktiva 0.95 0.97 0.98X2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Laba ditahan: Total Aktiva 0.05 0.09 0.07
X3. EBIT to Total Assets
Laba seb. Bunga dan Pajak: Total Aktiva 0.04 0.09 0.06
X4. Market Value of Equity to Book Value of Debt
Nilai Ekuitas: Nilai Hutang 0.32 0.42 0.33
X5.Sales to Asset Ratio
Penjualan: Total Aktiva 0.09 0.15 0.14
Z- SCORE
1.2 X1 1.15 1.16 1.17
0,4 X2 0.02 0.04 0.03
3 X3 0.11 0.28 0.19
0,6 X4 0.19 0.25 0.20
1 X5 0.09 0.15 0.14
TOTAL 1.55 1.87 1.73Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan BPR Konvensional S
Hasil perhitungan Z-score menunjukkan bahwa selama tiga tahun nilai Z sekitar angka
1,81, yang berarti kondisi BPR Konvensional S perusahaan dalam keadaan gray sehingga
sulit ditentukan apakah akan sehat atau bangkrut. Namun karena di bawah 2,99 maka dapat
dikatakan bahwa tingkat resiko bisnis BPR tinggi yang dapat menyebabkan kepailitan dalamjangka panjang.
4.5.2. Analisis Diskriminan BPR Syariah F
Hasil perhitungan Z- Score untuk BPR Konvensional S dapat dilihat dalam Tabel
berikut:
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
28/38
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
15
Tabel 9 : Hasil Perhitungan Z-Score BPR Syariah F Tahun 2001-2003
Uraian 2001 2002 2003
X1 Working Capital to Total Asset Ratio
Modal Kerja: Total Aktiva 0.97 0.95 0.95
X2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Laba ditahan: Total Aktiva 0.04 0.09 0.07
X3. EBIT to Total Assets
Laba seb. Bunga dan Pajak: Total Aktiva 0.02 0.07 0.06
X4. Market Value of Equity to Book Value of DebtNilai Ekuitas: Nilai Hutang 0.31 0.85 0.68
X5.Sales to Asset Ratio
Pendapatan: Total Aktiva 0.08 0.16 0.13
Z- SCORE
1.2 X1 1.16 1.14 1.14
0,4 X2 0.02 0.04 0.03
3 X3 0.07 0.22 0.17
0,6 X4 0.19 0.51 0.41
1 X5 0.08 0.16 0.13
TOTAL 1.52 2.07 1.88
Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan BPR Syariah F
Hasil perhitungan Z-score menunjukkan bahwa selama dua tahun terakhir (2002-2003)
nilai Z di atas 1,81, yang berarti kondisi BPR Konvensional S perusahaan dalam keadaan
gray sehingga sulit ditentukan apakah sehat atau akan bangkrut. Namun nilai Z-score BPRSyariah F ini relatif lebih tinggi dibanding nilai yang dicapai oleh BPR Konvensional S.
4.6. Pembahasan
4.6.1. Likuiditas
Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Syariah F relatif lebih baik dibanding BPR
Konvensional S. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat likuiditas yang
cukup
memadai, jauh di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban segera pada tahun 2001 dan
2003 kurang dari 100 persen. Demikian pula rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana
yang dihimpun (loan to deposit ratio) tahun 2002 dan 2003 cukup baik, karena mendekati
standar rasio ideal antara 85% s.d 110% yang ditetapkan BI. Nonperforming Loan (kredit
bermasalah) pada BPR Syariah F relatif lebih rendah dibanding dengan NPL BPR
Konvensional S. Pada BPR Syariah F hanya sekitar 2 persen, sedangkan BPR
Konvensional
rata-rata sekitar 4 persen pertahun.
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
29/38
4.6.2. Solvabilitas
Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR menunjukkan kondisi sehat. Rasio kecukupan modal
(Capital Adequacy Ratio/CAR) kedua BPR di atas ketentuan minimum BI (8%). CAR pada
BPR Konvensional S tahun 2003 sebesar 23,95% dan BPRSyariah F sebesar 37,92%.
DariUmar Hamdan & Andi Wijaya
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
16
angka tersebut ternyata rasio solvabilitas BPR Syariah relatif lebih baik dibandingkan dengan
rasio solvabilitas BPR Konvensional S.
4.6.3. Rentabiltas
Semua rasio rentabilitas kedua BPR adalah positip. Laba bersih terhadap pendapatoperasi (NPM) cukup baik, di mana pada BPR Konvensional S sebesar 39,73 persen, dan
pada BPR Syariah F sebesar 35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa
kedua BPR mampu memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah F relatif
lebih rendah dibanding dengan BPR Konvensional S. Hal ini memberikan indikasi bahwa
BPR Konvensional S relatif lebih efisien dalam pengelolaan dananya.
4.6.4. Tingkat Resiko Keuangan
Perbandingan tingkat resiko keuangan/bisnis menggunakan hasil analisis diskriminan
(Z-score) menunjukkan kedua BPR berada pada posisi gray. Namun nilai Z BPR Syariah
F
relatif lebih tinggi dibanding BPR Konvensional S. Rendahnya Z- score (di bawah 2,99)
mengindikasikan bahwa kedua bank berada pada posisi bisnis beresiko tinggi dan bila tidak
dilakukan pengelolaan bisnis secara baik dapat menyebabkan kepailitan dalam jangka
panjang.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Syariah F relatif lebih baik dibanding BPR
Konvensional S.
2. Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR menunjukkan kondisi sehat. Rasio kecukupan modal
(Capital Adequacy Ratio/CAR) kedua BPR di atas ketentuan minimum BI (8%). CAR pada
BPR Konvensional S tahun 2003 sebesar 23,95% dan BPR Syariah F sebesar 37,92%.
Dari angka tersebut ternyata rasio solvabilitas BPR Syariah relatif lebih baik dibandingkan
dengan rasio solvabilitas BPR Konvensional S.
3. Semua rasio rentabilitas kedua BPR adalah positip. Laba bersih terhadap pendapat operasi(NPM) cukup baik, di mana pada BPR Konvensional S sebesar 39,73 persen, dan pada
BPR Syariah F sebesar 35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa kedua
BPR mampu memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah F relatif lebihrendah dibanding dengan BPR Konvensional S.
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
30/38
4. Perbandingan tingkat resiko keuangan berdasarkan hasil analisis diskriminan (Z-score)
menunjukkan kedua BPR berada pada posisi gray. Namun nilai Z BPR Syariah F
relatif lebih tinggi dibanding BPR Konvensional S, yang berarti resiko BPR F relatif
lebih rendah dibanding BPR Konvensional S.
5.2. Saran-Saran
1. Upaya Mengatasi Rendahnya LDR dapat dilakukan oleh manajemen BPR dengan cara:
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
17
1) BPR harus memiliki tenaga account officer yang memadai jumlahnya, handal, jujur,
profesional, dan berdedikasi tinggi untuk mengejar proyek-proyek yang layak untuk
dibiayai.2) Tenaga account officer harus mengenal wilayah kerjanya dengan baik, potensi bisnis
yang ada, pebisnis, tokoh masyarakat, dan sosial ekonomi serta kultur masyarakatnya.
3) Kebijakan pemberian kredit yang prudential (hati-hati), patuh dan sehat berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4) Penyaluran kredit secara kelompok dengan sistem tanggung renteng bagi para
debiturnya.
5) Penerapan reward system yang dapat memotivasi para account officer dan analis kredit
untuk lebih giat dalam menjemput calon debitur yang potensial dan layak untuk
dibiayai.
2. Upaya manajemen untuk mempertahankan NPL rendah dapat dilakukan dengan cara:
1) Melakukan analisis kredit secara baik dan benar
2) Sistem dokumentasi kredit yang handal.
3) Pengendalian dan pengawasan kredit, sistem pemantauan dan evaluasi secara rutin
terhadap rekening piutang atau kredit debitur.
4) Manajemen memberikan perhatian khusus terhadap adanya penyimpangan
(management by exception) yang terjadi.
5) Setiap penyimpangan dilakukan analisis 5 W + 1 H (what, when, where, why, who &
how) agar diperoleh umpan balik bagi perbaikan kebijakan operasional BPR untuk
masa datang.
6) Pembinaan terhadap debitur usaha kecil dan mikro, bekerjasama dengan dinas instansi
terkait, dan perguruan tinggi.3. Upaya mengatasi resiko keuangan dapat ditempuh manajemen BPR dengan cara sebagai
berikut:
1) Membuat perencanaan likuiditas dengan sistem anggaran kas (cash flow) harian atas
kemungkinan penyetoran dan penarikan oleh nasabah.
2) Membuat rencana kontingensi guna mengatasi kejadian yang tak terduga, yaitu dengan
melakukan analisis terhadap perubahan dan dinamika kondisi lingkungan bisnis BPR
dengan mengkaji indikator: ekonomi, peta persaingan bisnis, perubahan budaya, dan
situasi politik dan keamanan.
3) Melakukan analisis terhadap biaya dana dan penentuan bunga kredit atau beban bagi
hasil yang akan ditetapkan atas kredit konsumsi, kredit investasi, dan kredit modal
kerja.4) Melakukan alternatif pengembangan sumber pendanaan BPR, baik dana dari sumber
-
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
31/38
internal maupun ekternal BPR.
Umar Hamdan & Andi Wijaya
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006
18
DAFTAR PUSTAKA
Emery, Douglas R. & Finnerty, 1998. Corporate Financial Management. Prentice
Hall Inc. USA.
Fakhrurozi, Peluang & Tantangan Akuntansi & Lembaga Keuangan Syariah. Prosiding
Seminar Nasional IAI & FE Unsri, Palembang, Juli 2005.
Hempel, G.H; Simonson, D.G; and Coleman A.B, 1994. Bank Management Text
and Cases. Fourth Edition, USA: John Wiley & Sons, Inc.
Iman Syahputra Tunggal, dkk. Peraturan Perbankan di Indonesia tahun 1991-
1997. Buku 2. Jakarta: Penerbit Harvarindo, 1998.
Kashmir, SE,MM. Manajemen Perbankan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Ross, Stephen; Westerfield, Randolph; and Jordan D. 2002. Fundmentals of
Corporate Finance, Prentice Hall Inc. USA.
Ross, Stephen. 2003. Corporate Finance. Prentice Hall Inc. NY. USA
-------------. Undang-Undang Perbankan. UU No. 10 tahun 1988.
--------------. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 tentang BPR. Sinar Grafika
Jakarta.
Saunders, Anthony.1994. Financial Institutions Management. USA: Richard D.
Irwin. Inc
Winton, Andrew, Limitation of Liability and the Ownership Structure of the Firm.,
Journal of Finance, 1993, 48 (2):487-512.
Wijaya, Andi, Analisis Laporan Keuangan Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera Selatan(Studi kasus BPR Konvenrsional dan BPR Syariah), Tesis, Program Studi MM
Unsri, 2005.
Read more:http://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-
analisis.html#ixzz1CcEhL3BT
Penggolongan Kualitas Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
Posted by ahmadifham on December 12, 2010
Penggolongan kualitas pembiayaan mudharabah dan musyarakah bisa dilihat dari aspek:
http://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html#ixzz1CcEhL3BThttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html#ixzz1CcEhL3BThttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html#ixzz1CcEhL3BThttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html#ixzz1CcEhL3BThttp://sharianomics.wordpress.com/2010/12/12/penggolongan-kualitas-pembiayaan-mudharabah-dan-musyarakah/http://sharianomics.wordpress.com/2010/12/12/penggolongan-kualitas-pembiayaan-mudharabah-dan-musyarakah/http://sharianomics.wordpress.com/2010/12/12/penggolongan-kualitas-pembiayaan-mudharabah-dan-musyarakah/http://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html#ixzz1CcEhL3BThttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html#ixzz1CcEhL3BT -
8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum
32/38
A. PROSPEK USAHA:
1. LANCAR: Potensi pertumbuhan kegiatan usaha nasabah baik; Pasar yang stabil dan tidak
dipengaruhi oleh perubahan kondisi perekonomian; Persaingan yang terbatas, termasuk posisi
yang kuat dalam pasar; Manajemen yang sangat baik (manajemen independen,
berpengalaman dan memiliki kemampuan); Perusahaan afiliasi atau grup stabil danmendukung usaha; Tenaga kerja yangmemadai dan belum pernah tercatat mengalami
perselisihan atau pemogokan.
2. KURANG LANCAR: Potensi pertumbuhan kegiatan usaha nasabah sangat terbatas atau
tidak mengalami pertumbuhan; Pasar yang dipengaruhi oleh perubahan kondisi
perekonomian; Posisi di pasar cukup baik tetapi banyak pesaing, namun dapat pulih kembali
jika melaksanakan strategi bisnis yang baru; Manajemen cukup baik (manajemen
independen, berpengalaman tapi kurang memiliki kemampuan); Hubungan dengan
perusahaan afiliasi atau grup mulai memberikan dampak yang memberatkan terhadap
nasabah; Tenaga kerja berlebihan namun hubungan pimpinan dan karyawan pada umumnya
baik;
3. DIRAGUKAN: Kegiatan usaha nasabah menurun; Pasar sangat dipengaruhi oleh
perubahan kondisi perekonomian; Persaingan usaha sangat ketat dan operasional perusahaan
mengalami permasalahan yang serius; Manajemen kurang pengalaman; Perusahaan afiliasi
atau grup telah memberikan dampak yang memberatkan nasabah; Tenaga kerja berlebihan
dalam jumlah yang besar sehingga dapat menimbulkan keresahan;
4. MACET: Kelangsungan usaha sangat diragukan untuk pulih kembali dan kemungkinan
besar kegiatan usaha akan terhenti; Kehilangan pasar yang sejalan dengan kondisi
perekonomian yang menurun; Manajemen sangat lemah; Perusahaan afiliasi sangat
merugi