analisa perilaku dan perbedaan kebutuhan tulangan …
TRANSCRIPT
ANALISA PERILAKU DAN PERBEDAAN KEBUTUHAN TULANGAN
PADA STRUKTUR BANGUNAN DENGAN DAN TANPA PELAT
SEBAGAI DIAFRAGMA
TUGAS AKHIR
Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sains Terapan
Pendidikan Diploma IV
Oleh:
SYAFIQA PUTRI NABILA
NIM 1505141014
PROGRAM STUDI MANAJEMEN REKAYASA KONSTRUKSI GEDUNG
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
2019
I
ABSTRAK
ANALISA PERILAKU DAN PERBEDAAN KEBUTUHAN TULANGAN
PADA STRUKTUR BANGUNAN DENGAN DAN TANPA PELAT
SEBAGAI DIAFRAGMA
Oleh:
SYAFIQA PUTRI NABILA
NIM. 1505141014
Dalam perencanaan sebuah struktur bangunan gedung, kolom dan balok
adalah penyusun rangka utama dan pelat bertindak sebagai beban pada struktur
tersebut. Akan tetapi, dalam beberapa kasus analisa bangunan terhadap beban
gempa, pelat diperlakukan sebagai struktur menyatu dengan elemen balok
sehingga seluruh beban yang mungkin dipikul oleh struktur akan diterima oleh
pelat. Pada kasus seperti ini, pelat disebut diafragma. Untuk mengetahui
perbedaan perilaku, efisiensi material struktur, perbedaan ukuran dimensi, dan
kebutuhan tulangan pada struktur bangunan dengan dan tanpa pelat sebagai
diafragma, telah dilakukan penelitian terhadap struktur bangunan menggunakan
aplikasi ETABS versi 2013 dengan memvariasikan jumlah lantai pada desain
semula sebagai pembanding. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
besar perbandingan dimensi dan kebutuhan tulangan pada kolom dan balok
dengan dan tanpa pelat sebagai diafragma. Dari hasil pembahasan dapat
disimpulkan bahwa terjadi kenaikan jumlah tulangan pada setiap elemen balok
sebesar kurang dari 10% pada struktur yang memfungsikan pelat sebagai
diafragma. Sedangkan pada elemen kolom, kebutuhan tulangan yang diperlukan
hampir sama antara struktur yang memfungsikan pelat sebagai beban dan struktur
yang memfungsikan pelat sebagai diafragma. Kenaikan kebutuhan tulangan pada
elemen balok disebabkan karena jika dibandingkan dengan struktur yang
memfungsikan pelat sebagai beban, struktur yang memfungsikan pelat sebagai
diafragma mengalami kenaikan nilai momen akibat beban dan menerima gaya
normal pada sambungan pelat dan balok. Karena hal inilah struktur bangunan
yang memfungsikan pelat sebagai diafragma menjadi lebih kaku dan layak untuk
menahan beban gempa yang ada.
Kata Kunci: Diafragma, Pelat, Balok, Kolom, Struktur Bangunan, Beban Gempa.
II
ABSTRACT
ANALYSIS OF BEHAVIOR AND DIFFERENCES OF REBAR
REQUIREMENTS ON BUILDING STRUCTURES WITH AND WITHOUT
FLAT AS DIAFRAGMA
By:
SYAFIQA PUTRI NABILA
NIM. 1505141014
In planning a building structure, columns and beams are the main frame
compilers and plates act as a burden on the structure. However, in some cases the
building analysis of earthquake loads, plates are treated as structures integrated
with beam elements so that all loads that may be borne by the structure will be
received by the plates. In cases like this, the plate is called a diaphragm. To find
out differences in behavior, material efficiency of structures, differences in
dimension sizes, and reinforcement requirements in building structures with and
without plates as diaphragms, a study of building structures using the 2013
version of ETABS was applied by varying the number of floors in the original
design as a comparison. The purpose of this study was to determine the magnitude
of dimensions and needs of reinforcement in columns and beams with and without
plates as diaphragms. From the results of the discussion it can be concluded that
an increase in the amount of reinforcement in each beam element by less than
10% in the structure that functions as a diaphragm plate. Whereas for column
elements, the required reinforcement requirements are almost the same between
structures that function plates as loads and structures that function plates as
diaphragms. The increase in reinforcement requirements in the beam element is
caused because when compared to structures that function plates as loads,
structures that function plates as diaphragms experience an increase in moment
value due to load and accept normal forces on the joints of plates and beams.
Because of this, building structures that function as plates as diaphragms become
more rigid and suitable to withstand the earthquake load.
Keywords: Diaphragm, Plates, Beams, Column, Building Structure, Earthquake
Load.
III
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
anugerah, dan karunia yang melimpah sehingga peneliti dapat menyelesaikan
Laporan Tugas Akhir dengan judul “ANALISA PERILAKU DAN
PERBEDAAN KEBUTUHAN TULANGAN PADA STRUKTUR
BANGUNAN DENGAN DAN TANPA PELAT SEBAGAI DIAFRAGMA”.
Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya hingga pada umatnya sampai akhir zaman.
Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan di Jurusan
Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan dan dalam proses penyusunan Tugas Akhir
ini, Penulis mendapatkan banyak sekali bantuan sehingga dalam kesempatan kali
ini, Penulis bermaksud menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak M.Syahruddin, S.T., M.T., Direktur Poiteknik Negeri Medan
2. Bapak Ir. Samsudin Silaen, M.T., Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Medan
3. Bapak Palghe Tobing, S.T., M.T., Kepala Program Studi Manajemen
Rekayasa Konstruksi Gedung Politeknik Negeri Medan
4. Ibu Ernie Shinta Y S, S.T., M.T., Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah
mengarahkan, memberikan masukan, ilmu, dan motivasi sehingga Tugas
Akhir ini dapat terselesaikan.
5. Bapak Edi Usman, Drs., S.T., M.T., Wali Kelas MRKG 8A Politeknik Negeri
Medan
6. Orang tua tercinta yang telah banyak memberikan doa dan dukungan kepada
Penulis secara moril maupun materil sehingga Tugas akhir ini dapat
terselesaikan.
7. Anis, Angel, Fauzan, Iky, Rafi, Arif, seluruh mahasiswa/i MRKG A 2015,
sahabat serta rekan seperjuangan yang tiada henti memberikan dukungan dan
motivasi kepada Penulis.
IV
Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan dalam
penyususnan laporan ini, sehingga masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka dan hati yang tulus, Penulis akan menerima saran dan
kritik yang membangun demi kesempurnaan Laporan Tugas Akhir ini. Penulis
berharap Laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
khususnya yang bergerak dibidang Teknik Sipil.
Medan, September 2019
Penulis
Syafiqa Putri Nabila
V
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................................. I
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. II
ABSTRAK ....................................................................................................................... III
ABSTRACT ..................................................................................................................... IV
KATA PENGANTAR ................................................................................................... 1IV
DAFTAR ISI.................................................................................................................... VI
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ VIII
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................X
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. XII
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
C. Batasan Masalah .................................................................................................. 3
D. Tujuan ................................................................................................................... 3
E. Manfaat ................................................................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN ........................................................................... 5
A. Struktur Bangunan .............................................................................................. 5
B. Struktur Beton Bertulang .................................................................................... 6
C. Pembebanan ........................................................................................................ 7
1. Beban Mati .................................................................................................. 7
2. Beban Hidup ................................................................................................ 8
3. Beban Gempa ............................................................................................ 10
D. Kombinasi Pembebanan .................................................................................. 19
E. Elemen Struktur Beton Bertulang .................................................................. 20
1. Pelat ............................................................................................................ 21
2. Balok .......................................................................................................... 23
VI
3. Kolom ......................................................................................................... 25
BAB 3 METODE PENELITIAN .............................................................................. 29
A. Pendahuluan ....................................................................................................... 29
B. Kerangka Pikiran ............................................................................................... 29
C. Tahap Analisis ................................................................................................... 30
D. Data Teknis ........................................................................................................ 30
E. Bagan Alur Penelitian ....................................................................................... 31
BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN .................................................................... 32
A. Pemodelan Struktur ................................................................................................ 33
1. Sistem Struktur ................................................................................................ 33
2. Asumsi Yang Digunakan ............................................................................... 33
3. Peraturan dan Standard Perencanaan ........................................................... 33
4. Material Struktur ............................................................................................. 37
5. Detail Elemen Struktur ................................................................................... 39
6. Pemodelan Struktur ........................................................................................ 42
7. Berat Sendiri Bangunan ................................................................................. 45
8. Pembebanan ..................................................................................................... 46
9. Input Beban ..................................................................................................... 54
10. Run Analysis .................................................................................................... 55
B. Hasil Analisis .......................................................................................................... 57
1. Menampilkan Hasil Analysis ........................................................................ 57
2. Memilih Elemen Yang Akan Ditinjau ......................................................... 58
3. Perhitungan Balok ......................................................................................... 59
4. Perhitungan Kolom ......................................................................................... 63
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 65
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 65
B. Saran ......................................................................................................................... 65
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
VII
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Beban mati pada struktur....................................................................... 8
Tabel 2.2 Beban hidup pada struktur .................................................................... 9
Tabel 2.3. Kategori risiko bangunan gedung dan
non gedung untuk beban gempa ......................................................... 11
Tabel 2.4. Faktor keutamaan gempa (Ie) ............................................................ 12
Tabel 2.5. Koefisien situs Fa ................................................................................. 13
Tabel 2.6 Koefisien situs Fv ................................................................................. 13
Tabel 2.7 Kategori desain seismik berdasarkan
parameter respons percepatan pada perioda pendek ........................ 14
Tabel 2.8. Kategori desain seismik berdasarkan parameter
respons percepatan pada perioda 1 detik ........................................... 14
Tabel 2.9. Faktor R, Cd, dan Ω0 untuk sistem penahan
gaya gempa (contoh untuk Rangka Beton
Bertulang Pemikul Momen) ............................................................... 15
Tabel 2.10. Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung .................. 17
Tabel 2.11. Nilai Paramter Periode Pendekatan Ct dan x .................................... 17
Tabel 4.1 Daftar Grid dan Ordinate Huruf ........................................................ 36
Tabel 4.2 Daftar Grid dan Ordinate Angka ........................................................ 37
Tabel 4.3 Daftar Elemen Balok dan Ukuran ...................................................... 39
VIII
Tabel 4.4 Daftar Elemen Kolom dan Ukuran .................................................... 40
Tabel 4.5 Daftar Elemen Platdan Ukuran ........................................................... 42
Tabel 4.6 Kombinasi Pembebanan ...................................................................... 47
Tabel 4.7 Beban Hidup ......................................................................................... 49
Tabel 4.8. Nilai Gaya Gempa ................................................................................ 53
Tabel 4.9 Daftar Elemen Tinjauan Tiap Lantai ................................................. 58
IX
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pelat Dua Arah dan Pelat Satu Arah .................................................. 22
Gambar 4.1. Icon Shortcut Aplikasi ETABS ......................................................... 33
Gambar 4.2. Tampilan Awal Aplikasi ETABS 2013 ............................................. 34
Gambar 4.3. Setting Awal File Pemodelan Pada Software ETABS .................... 34
Gambar 4.4. Input Data Jumlah Grid, Lantai, dan Ketinggiannya. ..................... 44
Gambar 4.5. Detail Otomatis dari Pengaturan Pemodelan Awal ETABS .......... 34
Gambar 4.6. Ketentuan Material Property Beton ................................................... 38
Gambar 4.7. Ketentuan Material Property Beton ................................................... 38
Gambar 4.8. Input Data Balok .................................................................................. 39
Gambar 4.9. Input Data Tulangan Balok ................................................................. 40
Gambar 4.10. Input Data Kolom ................................................................................. 41
Gambar 4.11. Input Data Plat ...................................................................................... 42
Gambar 4.12. Menggambarkan Model Balok ........................................................... 43
Gambar 4.13. Menggambarkan Model Balok ........................................................... 44
Gambar 4.14. Elemen Balok, Kolom, Dan Plat
Yang Sudah Selesai Dimodelkan ....................................................... 44
Gambar 4.15. Bentuk 3D dari Pemodelan gedung ................................................... 44
Gambar 4.16. Input Data Pondasi ............................................................................... 45
Gambar 4.17. Run Analysis ......................................................................................... 45
X
Gambar 4.18. Cara Menampilkan Berat Sendiri Bangunan .................................... 46
Gambar 4.19. Berat Sendiri Bangunan ....................................................................... 46
Gambar 4.20. Input Jenis Beban ................................................................................. 47
Gambar 4.21. Input Load Combination ..................................................................... 48
Gambar 4.22. Pengaturan Beban Mati Pada Dinding .............................................. 54
Gambar 4.23. Pengaturan Beban Mati Pada Pelat .................................................... 54
Gambar 4.24. MemasukkanBeban Gempa ................................................................ 55
Gambar 4.25. Rigid Zone Factor ................................................................................ 56
Gambar 4.26. RunAnalysis .......................................................................................... 57
Gambar 4.27. Pilihan Menu Untuk Menampilkan Hasil Analysis ......................... 57
Gambar 4.28. Hasil Analysis ....................................................................................... 58
Gambar 4.29. Hasil Design Check .............................................................................. 59
Gambar 4.30. Detail Tulangan Utama Pada Balok B259 ........................................ 60
Gambar 4.31. Detail Tulangan Geser Pada Balok B259 ......................................... 61
Gambar 4.32. Detail Tulangan Torsi Pada Balok B259 .......................................... 62
Gambar 4.33. Detail Informasi Pada Kolom C29 ..................................................... 63
Gambar 4.34. Detail Tulangan Geser Pada Kolom C29 .......................................... 64
XI
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Rekapitulasi Tulangan Lentur, Tulangan Torsi, dan
Tulangan Geser Pada Seluruh Balok Tinjauan
LAMPIRAN 2 Rekapitulasi Tulangan Lentur dan Tulangan Geser Pada
Seluruh Kolom Tinjauan
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era yang serba modern seperti saat ini, dibutuhkan pengembangan
infrastruktur yang memadai demi mendukung pertumbuhan ekonomi suatu
negara. Infrastruktur merupakan salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi
terutama untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat.
Bangunan gedung merupakan salah satu kebutuhan penting manusia yang
dapat menunjang pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Bangunan gedung
memiliki banyak fungsi yang menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang bangunan gedung, setiap bangunan memiliki fungsi sebagai hunian,
fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya, dan fungsi khusus.
Selain dari fungsi-fungsi diatas, tuntutan-tuntutan fungsi dari suatu bangunan
makin lama makin berkembang. Pada saat ini, selain dituntut fungsi layannya,
suatu bangunan dituntut pula untuk memiliki bentuk yang atraktif, efisien, dan
ekonomis baik dari segi konstruksi dan operasionalnya.
Melihat begitu banyaknya tuntuan dan besarnya peran bangunan gedung
bagi kehidupan manusia, sudah seharusnya bangunan gedung dirancang dan
dibangun dengan memperhatikan aspek kekuatan dan keamanan bangunan
tersebut saat digunakan. Menurut urutan, suatu bangunan gedung harus memenuhi
kriteria kekuatan, baru setelah itu diperiksa terhadap kriteria kemampulayanan
dan ekonomi.
Struktur bangunan merupakan elemen penting dalam sebuah bangunan.
Karena, selain mendukung keberadaan elemen nonstruktur (seperti: elemen
tampak, interior, dan detail arsitektur), struktur bangunan juga berfungsi untuk
meneruskan beban bangunan dari bagian bangunan atas menuju bagian bangunan
bawah lalu menyebarkannya ke tanah.
I-2
Perancangan struktur harus memastikan bahwa bagian-bagian sistem
struktur ini sanggup mengizinkan atau menanggung gaya gravitasi dan beban
bangunan, kemudian menyokong dan menyalurkannya ke tanah dengan aman.
Perancangan struktur bangunan secara garis besar dilakukan melalui dua tahap,
yakni:
1. Menentukan gaya-gaya dalam yang bekerja pada struktur dengan
menggunakan metode-metode analisis struktur yang tepat
2. Menentukan dimensi atau ukuran dari tiap elemen struktur secara
ekonomis dengan mempertimbangkan faktor keamanan, stabilitas,
kemampulayanannya, serta fungsi dari struktur tersebut.
Untuk menentukan gaya dalam yang bekerja pada struktur bangunan, perlu
dianalisa terlebih dahulu beban-beban yang mungkin bekerja pada struktur
tersebut. Ada banyak jenis beban yang mungkin akan bekerja pada sebuah
struktur gedung, salah satunya adalah beban gempa. Beban gempa merupakan
beban arah horizontal dari struktur yang ditimbulkan akibat adanya gerakan tanah
yang disebabkan oleh gempa bumi, baik dalam arah vertikal maupun horizontal.
Dalam perencanaan sebuah struktur bangunan, kolom dan balok adalah
penyusun rangka utama dan pelat bertindak sebagai beban pada struktur tersebut.
Akan tetapi, dalam beberapa kasus analisa bangunan terhadap beban gempa, pelat
diperlakukan sebagai struktur yang satu dengan kolom dan balok sehingga seluruh
beban yang mungkin dipikul oleh struktur akan diterima oleh pelat. Pada kasus
seperti ini, pelat disebut pula sebagai diafragma pada struktur bangunan. Secara
analisis, diafragma dapat ditinjau sebagai elemen tegangan bidang (plane stress)
dengan ditumpu oleh kekauan pegas transversal kolom dan dinding geser, beban
yang dikerjakan adalah distributed area loads untuk massa lantai, line loads untuk
massa dinding dan concentrated load untuk massa terpusat.
I-3
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati periaku kolom
dan balok pada suatu struktur yang memfungsikan pelat sebagai beban dan pelat
sebagai diafragma.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah diperlukan agar penelitian mempunyai arah dalam
pengerjaannya. Maka, rumusan masalah yang dapat ditarik dari latar belakang
adalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar perbedaan dimensi dan kebutuhan tulangan pada kolom
dan balok pada struktur yang memfungsikan pelat hanya sebagai beban
dan pelat sebagai diafragma?
C. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi oleh hal-hal berikut ini:
1. Penelitian ini menggunakan analisa struktur dengan bantuan software
komputer yakni ETABS.
2. Analisis beban gempa menggunakan analisis statik ekuivalen
3. Penelitian ini menggunakan SNI 2847:2013 sebagai acuan dalam
pendetailan struktur beton.
4. Pada Tugas Akhir ini, data proyek Asrama C2 Pemprovsu dijadikan dasar
dalam pemodelan struktur bangunan
5. Analisa perbandingan dilakukan dengan membandingkan struktur dengan
dan tanpa pelat sebagai diafragma dengan satu desain struktur yang
divariasikan menjadi 3 lantai dan 5 lantai.
6. Nilai f’c yang digunakan yakni 20 MPa
D. Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dimensi dan kebutuhan tulangan pada kolom dan balok yang
memfungsikan pelat sebagai beban.
I-4
2. Mengetahui dimensi dan kebutuhan tulangan pada kolom dan balok yang
memfungsikan pelat sebagai diafragma.
3. Membandingkan hasil dimensi dan kebutuhan tulangan pada kolom dan
balok dengan dan tanpa pelat sebagai diafragma
E. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Memperoleh pengetahuan dalam ilmu perencanaan struktur beton
2. Mengetahui proses dan cara menganalisis kekuatan struktur
3. Mengetahui perilaku kolom dan balok ketika pelat difungsikan sebagai
pelat dan sebagai diafragma.
II-1
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Struktur Bangunan
Struktur merupakan suatu rangkaian unsur yang disusun sedemikian rupa
sehingga struktur pada keseluruhannya maupun komponen-komponennya mampu
bertahan diri tanpa mengalami perubahan geometrik yang berarti selama
pembebanan dan tanpa pembebanan.
Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan bawah. Struktur
atas adalah bagian dari struktur bangunan gedung yang berada di atas muka tanah.
Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan gedung yang terletak di
bawah muka tanah, yang dapat terdiri dari struktur besmen, dan/atau struktur
fondasi.
Struktur bangunan merupakan elemen penting dalam sebuah bangunan.
Karena, selain mendukung keberadaan elemen nonstruktur (seperti: elemen
tampak, interior, dan detail arsitektur), struktur bangunan juga berfungsi untuk
meneruskan beban bangunan dari bagian bangunan atas menuju bagian bangunan
bawah lalu menyebarkannya ke tanah.
Proses desain suatu struktur bangunan secara garis besar dilakukan memalui dua
tahap, yakni:
1. Menentukan gaya-gaya dalam yang bekerja pada sturktur tersebut dengan
menggunakan metode-metode analisis struktur yang tepat
2. Menentukan dimensi atau ukuran dari tiap elemen struktur secara
ekonomis dengan mempertimbangkan faktor keamanan, stabilitas,
kemampulayanan, serta fungsi dari struktur tersebut.
Selain dua hal diatas, dalam mendesain struktur bangunan, pemilihan
material pembentuk struktur juga penting untuk diperhatikan. Material yang
II-2
dipilih bisa berupa kayu, baja, beton, atau kombinasi antara beton dengan baja
yang disebut beton bertulang.
B. Struktur Beton Bertulang
Salah satu material yang paling sering digunakan sebagai bahan untuk
membuat struktur adalah beton. Beton merupakan material konstruksi yang
diperoleh dari pencampuran pasir, kerikil/batu pecah, semen serta air. Terkadang
beberapa macam bahan tambah dicampurkan kedalam campuran tersebut dengan
tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat dari beton, yakni untuk meningkatkan
workability, durability, serta waktu pengerasan beton. Durability atau daya tahan
beton merupakan fungsi dari banyak faktor, diantaranya ialah nilai banding
campuran dan mutu bahan penyusun, metode pelaksanaan pengecoran,
pelaksanaan finishing, temperatur, dan kondisi perawatannya.
Campuran beton yang merupakan bahan bersifat getas, seiring dengan
bertambahnya waktu akan menjadi keras seperti batuan dan memiliki kuat tekan
yang tinggi namun kuat tariknya rendah. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9%-
15% saja dari kuat tekannya. Beton bertulang adalah kombinasi dari beton serta
tulangan baja, yang bekerja secara bersama-sama untuk memikul beban yang ada.
Tulangan baja akan memberikan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton. Dalam
perkembangannya, didasarkan pada tujuan peningkatan kemampuan kekuatan
komponen, sering juga dijumpai beton dan tulangan baja bersama-sama
ditempatkan pada bagian struktur di mana keduanya sama-sama menahan tekan.
Kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud
apabila dengan didasarkan kepada keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang
membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran di antara keduanya
2. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga
mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja
II-3
3. Angka muai kedua bahan hampir sama, dimana untuk setiap kenaikan satu
derajat celcius angaka muai beton 0,000010 sampai 0,000013 sedangkan
baja 0,000012. Sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai
muai dapai diabaikan.
C. Pembebanan
Menurut SNI 1727:2013, Beban adalah gaya atau aksi lainnya yang
diperoleh dari berat seluruh bahan bangunan, penghuni, barang-barang yang ada
di dalam bangunan gedung, efek lingkungan, selisih perpindahan, dan gaya
kekangan akibat perubahan dimensi. Dalam perencanaan struktur bangunan, ada
beberapa jenis beban yang diperhitungkan. Diantaranya yakni: Beban Mati, Beban
Hidup, dan Beban Gempa.
1. Beban Mati
Pada SNI 1727:2013 disebutkan bahwa beban mati adalah berat
seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk
dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing,
klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta
peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran. Beban mati dibedakan
menjadi dua, yakni berat sendiri elemen struktur dan beban mati tambahan.
Benda-benda diluar dari elemen struktur yang membebani struktur dan
tidak bergerak untuk jangka waktu yang lama merupakan beban mati
tambahan bagi struktur bangunan.
Pada program ETABS, berat mati dari material dihitung secara
otomatis berdasarkan input data material dan dimensi material yang
digunakan. Beban mati berdasarkan material struktur bangunan dapat
dilihat pada Tabel 2.1. Sedangkan Beban mati tambahan adalah beton yang
berasal dari finishing lantai (keramik, plester) beban dinding dan beban
tambahan lainnya.
II-4
Tabel 2.1 Beban mati pada struktur
Komponen struktur Berat
Sendiri
Batu Alam 2600 kg/m3
Beton 2200 kg/m3
Beton Bertulang 2400 kg/m3
Pasir (kering udara sampai
lembab) 1600 kg/m
3
Semen (per cm tebal) 21 kg/m2
Dinding (Setengah batu) 250 kg/m2
Plafond 11 kg/m2
Lantai Ubin semen portland 24 kg/m2
sumber: PPPURG-1989
2. Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan
penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk kepada
beban mati dan beban lingkungan. Contoh yang paling nyata dari beban
hidup adalah manusia atau pengguna bangunan gedung tersebut. Yang
mana, pengguna gedung yang melakukan aktifitas di dalam bangunan
gedung akan memberikan beban yang tidak tetap pada satu tempat. SNI
1727:2013 menyebutkan beberapa komponen struktur gedung dengan nilai
beban hidup gedung yang sudah ditetapkan. Selengkapnya ada pada Tabel
2.2
Beban hidup adalah semua beban tidak tetap, kecuali beban angin,
beban gempa dan pengaruh-pengaruh khusus yang diakibatkan oleh selisih
suhu, pemasangan (erection), penurunan pondasi, susut, dan pengaruh-
pengaruh khusus lainnya. Untuk menentukan secara pasti beban hidup
yang bekerja pada suatu lantai bangunan sangatlah sulit, dikarenakan
fluktuasi beban hidup bervariasi, tergantung dari banyak faktor. Oleh
II-5
karena itu faktor pengali pada beban hidup lebih besar jika dibandingkan
dengan faktor pengali pada beban mati.
Tabel 2.2 Beban hidup pada struktur
Komponen Struktur Berat
Sendiri
Lantai Sekolah 150 kg/m2
Tangga, Bordes Tangga dan
Gang 150 kg/m2
Plat atap 150 kg/m2
sumber: SNI 1727:2013
Beban hidup yang digunakan dalam perancangan bangunan gedung
dan struktur lain harus beban maksimum yang diharapkan terjadi akibat
penghunian dan penggunaan bangunan gedung, akan tetapi tidak boleh
kurang dari beban merata minimum yang ditetapkan dalam Tabel 4-1 yang
ada di SNI 1727:2013.
Berdasarkan SNI 1727:2013, komponen struktur yang memiliki
KLLAr adalah 400 ft2
(37,16m2) atau lebih diizinkan untuk dirancang
dengan beban hidup teriduksi sesuai dengan rumus berikut:
Dimana:
L= beban hidup rencana tereduksi per ft2 (m
2) dari ulasan
yang didukung oleh komponen struktur
Lo= beban hidup rencana tanpa reduksi per ft2 (m
2) dari ulasan
yang didukung oleh komponen struktur (lihat tabel 4-1
SNI 1727:2013)
KLL= factor elemen beban hidup (lihat tabel 4-1 SNI
1727:2013)
II-6
Ar= luas tribute dari dalam ft2 (m
2)
L tidak boleh kurang dari 0,05Lo untuk komponen struktur yang
mendukung satu lantai dan L tidak boleh kurang dari 0,4 Lo untuk
komponen struktur yang mendukung dua lantai atau lebih dari dua lantai.
3. Beban Gempa
Beban gempa yang pada beberapa buku dimasukkan ke dalam
klasifikasi beban lingkungan. Beban gempa adalah beban dalam arah
horizontal dari struktur yang ditimbulkan oleh adanya gerakan tanah akibat
gempa bumi, baik dalam arah vertikal maupun horizontal. Gempa bumi
yang erat kaitannya dengan struktur bangunan gedung dan non gedung
adalah gempa bumi tektonik. Gempa tektonik adalah gempa yang
disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik.
Getaran gempa bumi akan menimbulkan gaya lateral pada asar
struktur berupa gaya geser dasar bangunan (base shear, v), dan akan
terdistribusi pada tiap lantai bangunan sebagai gaya lateral tingkat (gaya
horizontal tingkat, F). Besarnnya V dan F daat ditinjau berdasarkan
pembebanan gempa nominal statik ekuivalen maupun dinamik, yang diatur
daalam SNI 1726:2012.
SNI 1726:2012 menentukan bahwa analisis beban gempa dapat
dilakukan dengan 3 prosedur, yakni Statik Ekuivalen, Dinamik Ragam
Respon Spektra, dan Dinamik Time History. Penentuan prosedur analisis
yang dapat digunakan bergantung pada kategori desain seismik struktur,
sistem struktur, properti dinamis, dan keteraturan.
a. Statik Ekuivalen
Analisa Statik Ekuivalen merupakan bentuk penyederhanaan
dari Analisis Dinamik Time History. Konsep Analisis Statik
Ekuivalen memperhitungkan massa bangunan dan cocok untuk
bangunan yang cenderung kaku atau bangunan rendah
(Widodo, 2001).
b. Perhitungan Analisa Statik Ekuivalen
II-7
Sebelum memulai perhitungan gempa dengan prosedur statik
ekuivalen, terlebih dahulu perlu diketahui lokasi gedung akan
didirikan dan fungsinya untuk menentukan kategori risiko
gempa.
Tabel 2.3. Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori
Risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah
terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:
I >Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan
perikanan
>Fasilitas sementara
>Gudang penyimpanan
>Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk
dalam kategori risiko I, II, III, IV termasuk tapi tidak
dibatasi untuk:
II
>Perumahan, rumah toko dan rumah kantor
>Pasar
>Gedung Perkantoran
>Gedung apartemen/rumah susun
>Pusat perbelanjaan/mall
>Bangunan Industri
>Fasilitas Manufaktur
>Pabrik
Tabel 2.4. Faktor keutamaan gempa (Ie)
Kategori Risiko Faktor Keutaman Gempa
(Ie)
I atau II 1
III 1,25
IV 1,5
II-8
Ss dan S1 didapat dari website Puskim dengan memasukkan daerah
lokasi tempat struktur akan didirikan.
1. Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda
pendek (Fa) (Tabel 2.5)
2. Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan yangmewakili
getaran perioda 1 detik (Fv) (Tabel 2.6)
3. Parameter percepatan pada perioda pendek
(SMS)= Fa x Ss
4. Parameter spektrum respon percepatan pada perioda 1 detik
(SM1)= Fv x S1
5. Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek,
SDS= 2/3 SMS
6. Parameter percepatan spektral desain untuk perioda 1 detik
SD1= 2/3 SM1
Tabel 2.5. Koefisien situs Fa
Kelas Situs
Parameter Respons Spektral Percepatan
Gempa (MCEr) Terpetakan Pada Perioda
Pendek, T=0,2 detik Ss
Ss≤0,25 Ss=0,5 Ss=0,75 Ss=1 Ss≥1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1 1 1 1 1
SC 1,2 1,2 1,1 1 1
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SSb
(a) Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier
(b) Ss= Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan
analisis respons situs-spesiik, lihat pasal 6.10.1
II-9
Tabel 2.6 Koefisien situs Fv
Kelas
Situs
Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa
(MCEr) Terpetakan Pada Perioda Pendek,
T=0,2 detik Ss
S1≤0,1 S1=0,2 S1=0,3 S1=0,4 S1≥0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1 1 1 1 1
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF SSb
(a) Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier
(b) SS= situs yag memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis
respons situs-spesifik, lihat dipasal 6.10.1
Kategori desain seismik berdasarkan parater-paramter respons
percepatan pada peroda pendek (SDS) adalah KDS D (Tabel
2.7). Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons
percepatan pada perioda 1 detik (SD1) adalah KDs D (Tabel
2.8). Sehingga kategori desain seismik berdasarkan nilai SDS
dan SD1 termasuk dalam KDS D.
Struktur beton bertulang dan sistem penahan gaya seismik
yang digunakan adalah sistem rangka pemikul momen khusus.
Untuk rangka beton bertulang pemikul momen khusus
(SRPMK) (arah ortogonal sama) digunakan koefisien
modifikasi respons (R), Rx=Ry (Tabel 2.9).
Tabel 2.7 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan
pada perioda pendek.
Nilai SDS
Kategori Risiko
I atau II atau III IV
II-10
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS <0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,5 C D
0,5 ≤ SDS D D
Tabel 2.8. Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan
pada perioda 1 detik
Nilai SD1
Kategori Risiko
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C
0,133 ≤ SD1 < 0,2 C D
0,2 ≤ SD1 D D
Tabel 2.9. Faktor R, Cd, dan Ω0 untuk sistem penahan gaya gempa (contoh untuk
Rangka Beton Bertulang Pemikul Momen)
Sistem
Penahan
Gaya
Seismik
Koefisien
Modifikasi
Respons, R
Faktor
Kuat
Lebih
Sistem,
Ω0
Faktor
Pembesaran
Defleksi,
Cdb
Batasan sistem Struktur
dan Batasan Tinggi
Struktur hn (m)c
Kategori Desain Seismik
B C Dd E
d F
e
C. Sistem
Rangka
Pemikul
Momen
(C.S)
Rangka
Beton
Bertulang
Pemikul
8 3 5,5 TB TB TB TB TB
II-11
Momen
Khusus
(Gambar 6)
(C.6)
Tangka
Beton
Bertulang
Pemikul
Momen
Menengah
(Gambar 5)
5 3 4,5 TB TB TI TI TI
(C.7)
Rangka
Beton
Bertulang
Pemikul
Momen
Biasa
(Gambar 4)
3 3 2,5 TB TI TI TI TI
a. Faktor pembesaran defleksi Cd untuk penggunaan dalam pasal 7.8.6,
7.8.7, dan 7.9.2
b. TB= Tidak dibatasi dan TI= Tidak diijinkan
c. Lihat pasal 7.2.5.4 untuk penjelasan sistem penahan gaya gempa
yang dibatasi sampai bangunan dengan ketinggian 72 m atau
kurang.
d. Lihat pasal 7.2.5.4 untuk sistem penahan gaya gempa yang dibatasi
sampai bangunan dengan ketinggian 48 m atau kurang.
Berat Seismik Efektif (W) bisa dicari dengan manual atau dari
aplikasi bantuan seperti ETABS.
Batasan Perioda Fundamental Struktur (T)
Perioda fundamental struktur (T), tidak boleh melebihi hasil
koefisien untuk batasan atas pada perioda yang dihitung (Cu)
dari Tabel 2.10 dan pada periode fundamental pendekatan,
(Ta). Sebagai alternatif pada pelaksanaan analisis untuk
menentukan perioda fundamental struktur (T), diijinkan secara
II-12
langsung menggunakan perioda bangunan pendekatan (Ta).
Perioda fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus
ditentukan dari persamaan berikut:
Ta = Ct . hnx
Dengan hn adalah ketinggian struktur dalam m , diatas dasar
sampai tingkat tertinggi struktur dan koefisien Ct = 0,0466 dan
x ditentukan dari Tabel 2.11.
Ta= Ct . hnx
Tmaks= Cu . Ta
Perioda fundamental struktur (T) yang digunakan:
Jika Tc > Cu Ta gunakan T = Cu Ta
Jika Ta < Tc < Cu Ta gunakan T =Tc
Jika Tc < Ta gunakan T = Ta
Dengan Tc = perioda fundamental struktur yang diperoleh dari
program analisis struktur.
Sebagai alternatif, diijinkan untuk menentukan perioda
fundamental pendekatan Ta dalam detik, dari persamaan
berikut untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12
tingkat dimana sistem penahan gaya gempa terdiri dari rangka
penahan momen beton atau baja secara keseluruhan dan tinggi
tingkat paling sedikit 3 m.
Ta = 0,1N dengan N= jumlah tingkat
Ta = 0,1 x 3 = 0,3
Tabel 2.10. Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung
Parameter Percepatan
Respons Spektral Desain
pada 1 Detik SD1
Koefisien
Cu
>= 0,4 1,4
0,3 1,4
II-13
0,2 1,5
0,15 1,6
<= 0,1 1,7
Tabel 2.11. Nilai Paramtere Perioda Pendekatan Ct dan x
Tipe Struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen dimana rangka
memikul 100 persen gaya gempa yang
diisyaratkan dan tidak dilingkupi atau
dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku
dan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai
gaya gempa
Rangka baja pemikul
momen 0,0724 0,8
Rangka beton pemikul
momen 0,0466 0,9
rangka baja dengan bresing
eksentris 0,0731 0,75
Rangka baja dengan brsing
terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75
Semua sistem struktur
lainnya 0,0488 0,75
Perhitungan Geser Dasar Seismik
Geser dasar seismik (V) dalam arah yang ditetapkan harus
ditentukan sesuai dengan persamaan berikut:
V= Cs W
dengan,
Cs= koefisien respons seismik
W= berat seismik efektif
Koefisien respons seismik (Cs) harus ditentukan sesuai dengan
Cs =
Dengan,
II-14
SDS= Parameter percepatan spektrum respons desain dalam
rentang perioda pendek.
R= faktor modifikasi respons (R=8)
Ie= faktor keutaman gempa (Ie = 1)
Cs min= 0,044 SDS Ie
Cs min=
Cs =
Distribusi Vertikal Gaya Gempa
Gaya gempa lateral (Fx) kN yang timbul di semua tingkat
harus ditentukan dari persamaan berikut:
Fx= Cvx V dengan Cvx =
∑
Dimana,
Cvx= faktor distribusi vertikal
V= gaya lateral desain total atau geser didasar struktur
(kN)
Wi dan Wx= bagian berat seismik efektif total struktur
(W) yang ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x
hi dan hx= tinggi (m) dari dasar sampai tingkat i atau x
k= eksponen yang terkait dengan perioda struktur
sebagai berikut:
Untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik
atau kurang k=1
Untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik
atau lebih, k=2
Untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan
2,5 detik, k harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan
interpolasi linier antara 1 dan 2.
II-15
D. Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan SNI 2847-2013, kombinasi pembebanan yang digunakan dalam
Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lratau R)
3. 1,2D + 1E + L
4. 1,2D - 1E + L
5. 0,9D + 1E
6. 0,9D- 1E
Keterangan:
D = Beban Mati
L = Beban Hidup
Lr = Beban Hidup Atap
E = Beban Gempa
E. Elemen Struktur Beton Bertulang
Agar suatu bangunan struktur beton bertulang dapat berfungsi dengan
baik, maka seorang perencana struktur wajib mendesain elemen-elemen
strukturnya dengan benar dan tepat. Elemen-elemen struktur diklasifikasikan
berdasarkan banyak hal. Misalnya saja berdasarkan geometri atau bentuk asalnya,
elemen struktur terbagi atas:
1. Elemen garis atau elemen yang disusun dari elemen-elemen garis, adalah
klasifikasi elemen yang panjang dan langsing dengan potongan
melintangnya lebih kecil dibandingkan ukuran panjangnya. Elemen garis
dapat dibedakan atas garis lurus dan garis lengkung.
2. Elemen permukaan adalah klasifikasi elemen yang ketebalannya lebih
kecil dibandingkan ukuran panjangnya. Elemen permukaan, dapat berupa
II-16
datar atau lengkung. Elemen permukaan lengkung bias berupa lengkung
tunggal ataupun lengkung ganda.
Sedangkan klasifikasi elemen struktur berdasarkan karakteristik
kekakuannya, terbagi atas:
1. Elemen kaku, biasanya sebagai batang yang tidak mengalami perubahan
bentuk yang cukup besar apabila mengalami gaya akibat beban-beban.
2. Elemen tidak kaku atau fleksibel, misalnya kabel yang cenderung berubah
menjadi bentuk tertentu pada suatu kondisi pembebanan. Bentuk struktur
ini dapat berubah drastis sesuai perubahan pembebanannya. Struktur
fleksibel akan mempertahankan keutuhan fisiknya meskipun bentuknya
berubah-ubah.
Dan berdasarkan susunan elemen, dibedakan menjadi dua sistem, yaitu:
1. Sistem satu arah, dengan mekanisme transfer beban dari struktur untuk
menyalurkan ke tanah merupakan aksi satu arah saja. Sebuah balok yang
terbentang pada dua titik tumpuan adalah contoh sistem satu arah.
2. Sistem dua arah, dengan dua elemen bersilangan yang terletak di atas dua
titik tumpuan dan tidak terletak di atas garis yang sama. Suatu pelat bujur
sangkar datar yang kaku dan terletak di atas tumpuan pada tepi-tepinya
Meskipun diklasifikasikan dalam banyak kategori, elemen struktur
bangunan beton bertulang yang paling sering digunakan secara umum dan dibahas
pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Pelat
Pelat adalah suatu elemen horizontal utama yang berfungsi untuk
menyalurkan beban hidup, baik yang bergerak maupun statis ke elemen
pemikul beban vertikal, yaitu balok, kolom, maupun balok.
Pelat lantai dapat direncanakan sehingga dapat berfungsi menyalurkan
beban dalam satu arah (pelat satu arah, one-way slab). Apabila pelat
II-17
bertumpu dikeempat sisinya, dan rasio bentang panjang terhadap bentang
pendek lebih besar atau sama dengan 2, maka hampir 95% beban akan
dilimpahkan dalam arah bentang pendek, dan pelat akan menjadi sistem pelat
satu arah. Sistem pelat satu arah cocok digunakan untuk bentangan 3-6 meter
serta memikul beban hidup sebesar 2,5-5 kN/m2.
Apabila struktur pelat beton ditopang dikeempat sisinya, dan rasio antara
bentang panjang terhadap bentang pendek kurang dari 2, maka pelat tersebut
dikategorikan sebagai sistem pelat dua arah atau two-way slab.
Apabila Lx ≥ 0,4 Ly seperti gambar dibawah, pelat dianggap sebagai
menumpu pada balok B1,B2,B3,B4 yang lazimnya disebut sebagai pelat yang
menumpu keempat sisinya disebut sebagai pelat yang menumpu keempat
sisinya. Dengan demikian pelat tersebut dipandang sebagai pelat dua arah
(arah x dan arah y), tulangan pelat dipasang pada kedua arah yang besarnya
sebanding dengan momen-momen setiap arah yang timbul.
Gambar 2.1 Pelat Dua Arah dan Pelat Satu Arah
Apabila Lx < 0,4 Ly Seperti pada gambar di atas pelat tersebut dapat
dianggap sebagai pelat menumpu balok B1 dan B3, sedangkan balok B2 dan
B4 hanya kecil didalam memikul beban pelat. Dengan demikian pelat dapat
II-18
dipandang sebagai pelat satu arah (arah x), tulangan utama dipasang pada
arah x dan pada arah y hanya sebagai tulangan pembagi.
Selain pelat satu arah dan dua arah, adapula dikenal dengan istilah Pelat
Rusuk (Joist Construction). Sistem pelat rusuk terdiri dari pelat beton dengan
ketebalan 50 mm hingga 100 mm, yang ditopang oleh sejumlah rusuk dengan
jarak beraturan. Rusuk mempunyai lebar minimum 100 mm dan mempunyai
tinggi tidak lebih dari 3,5 kali lebar minimumnya. Sistem pelat rusuk cocok
digunakan untuk struktur pelat dengan bentagan 6-9 m serta memikul beban
hidup sebesar 3,5-5,5 kN/m2.
Dalam perencanaan sebuah struktur bangunan, kolom dan balok adalah
penyusun rangka utama dan pelat bertindak sebagai beban pada struktur
tersebut. Akan tetapi, dalam beberapa kasus analisa bangunan terhadap beban
gempa, pelat diperlakukan sebagai struktur yang satu dengan kolom dan
balok sehingga seluruh beban yang mungkin dipikul oleh struktur akan
diterima oleh pelat. Pada kasus seperti ini, pelat disebut pula sebagai
diafragma pada struktur bangunan. Secara analisis, diafragma dapat ditinjau
sebagai elemen tegangan bidang (plane stress) dengan ditumpu oleh kekauan
pegas transversal kolom dan dinding geser, beban yang dikerjakan adalah
distributed area loads untuk massa lantai, line loads untuk massa dinding dan
concentrated load untuk massa terpusat.
Peran utama suatu diafragma sebagai elemen struktur adalah menahan
beban gravitasi dan menyediakan tahanan lateral untuk elemen-elemen
vertikal. Dalam menganalisis struktur, harus diperhitungkan kekauan relatif
diafragma dan elemen vertikal sistem penahan gaya gempa dan secara
ekspisit harus menyertakan peninjauan kekuan diafragma, yaitu asumsi
pemodelan semi kaku (SNI 1726:2012). Suatu diafragma harus pula
mempunyai kekuatan dan daktilitas yang cukup untuk meneruskan gaya-gaya
(akibat gerak tanah yang tidak seragam) dari suatu bagian struktur ke bagian
lainnya.
II-19
2. Balok
Balok adalah elemen horizontal maupun miring yang dianggap sebagai
elemen garis (satu arah) yang panjang dengan ukuran lebar serta tinggi yang
terbatas. Balok berfungsi untuk menyalurkan beban dari pelat menuju kolom
yang ada dibawahnya. Pada umumnya balok dicetak secara monolit dengan
pelat lantai, sehingga akan membentuk balok penampang T pada balok
interior dan balok penampang L pada baloj-balok tepi.
Balok terdiri dari balok anak (joint) dan balok induk (beam). Perencanaan
balok beton bertulang bertujuan untuk menghitung tulangan dan membuat
detail-detail konstruksi untuk menahan momen-momen lentur ultimit, gaya-
gaya lintang dan momen-momen puntir lengan cukup kuat. Kekuatan suatu
balok tidak banyak dipengaruhi oleh tinggi daripada lebarnya. Lebarnya dapat
sepertiga sampai setengah dari tinggi ruangan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan perlu menjadi pertimbangan
dalam mendesain balok beton bertulang, yaitu:
a. Lokasi tulangan
b. Tinggi maksimim balok
c. Selimut beton (concrete cover) dan jarak tulangan.
Dalam proses desain suatu balok beton bertulang dengan metode kekuatan
(strengh design method) atau yang dikenal pula dengan metode ultimit,
mengambil beberapa asumsi sebagai berikut:
a. Regangan yang terjadi pada beton dan tulangan baja adalah sama
b. Regangan pada beton berbanding lurus terhadap jaraknya ke sumbu
netral penampang
c. Modulus Elastisitas, Es= 200.000 Mpa, dan tegangan yag timbul pada
tulangan baja dalam daerah elastis sama dengan nilai regangan
dikalikan dengan Es.
d. Penampang datar akan tetap datar setelah terjadi lentur
II-20
e. Kuat tarik dari beton abaikan
f. Pada kondisi keruntuhan regangan maksimum yang terjadi pada serat
tekan beton terluar, besarnya adalah sama dengan Ɛcu = 0,003
g. Untuk perhitungan kuat rencana, bentuk dari distribusi tegangan tekan
beton diasumsikan berupa persegi empat, sesuai dengan asumsi dalam
Sni 2847:2013 pasal 10.2.
Ketentuan mengenai perencanaan beton bertulang biasa maupun beton
prategang dalam SNI 2847:2013 pasal 10.3, didasarkan pada konsep
regangan yang terjadi ada penampang beton dan tulangan baja. Secara umum,
ada 3 jenis penamang yang dapat didefinisikan, yaitu:
a. Kondisi regangan seimbang (balanced strain condition)
b. Penampang dominasi tekan (compression controlled section)
c. Penampang dominasi tarik (tension controlled section)
Untuk analisis terhadap penampang balok bertulang rangkap didasarkan
pada kondisi tulangan tekan, ada dua macam kasus yang akan dijumpai. Yaitu
apakah tulangan tekan sudah luluh atau belum?
Syarat tulangan tekan sudah luluh:
3. Kolom
Kolom merupakan elemen penting yang memikul beban dari balok dan
pelat yang memiliki rasio tinggi/panjang terhadap dimensi terkecilnya sebesar
3 atau lebih.. Kolom dapat memikul beban aksial saja, namun lebih sering
kolom direncanakan sebagai pemikul beban kombinasi aksial dan lentur.
Selain beban gravitasi, kolom juga dapat direncanakan sebagai pemikul beban
lateral yang berasal dari beban gempa atau beban angin. Sebenarnya, pada
II-21
suatu struktur beton bertulang, sangat jarang ditemui kolom yang hanya
memikul beban aksial saja. Namun dapat saja diasumsikan bahwa beban
aksial bekerja dengan eksentrisitas, e, yang cukup kecil sekitar 0,1h atau
kurang diukur dari pusat kolom.
Secara umum, kolom dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori,
yakni sebagai berikut:
a. Berdasarkan beban yang bekerja, kolom diklasifikasikan menjadi:
1) Kolom dengan beban aksial, beban kolom dianggap bekerja melalui
pusat penampang kolom
2) Kolom dengan beban eksentris, beban kolom dianggap bekerja
sejarak e dari pusat penampang kolom. Jarak e dapat diukur terhadap
sumbu x atau y, yang menimbulkan momen terhadap sumbu x dan y.
3) Kolom dengan beban biaksial, beban bekerja pada sembarang titik
pada penampang kolom, sehingga menimbulkan momen terhadap
sumbu x dany secara simultan.
b. Berdasarkan panjangnya, kolom dikategorikan menjadi:
1) Kolom pendek, yaitu jenis kolom yang keruntuhannya diakibatkan
oleh hancurnya beton atau luluhnya tulangan baja di bawah kapasitas
ulimit dari kolom tersebut.
2) Kolom panjang, jenis kolom yang dalam perencanannya harus
memperhitungkan rasio kelangsingan dan efek tekuk, sehingga
kapasitasnya berkurang dibandingkan dengan kolom pendek.
c. Dan berdasarkan kekangan arah lateral, kolom dapat menjadi bagian dari
suatu portal yang dikekang terhadap goyangan ataupun juga dapat
menjadi bagian dari suatu portal bergoyang. Kekangan dalam arah lateral
untuk struktur beton dapat diberikan oleh dinding geser (shear wall).
Pada portal tak bergoyang, kolom memikul beban gravitasi dan dinding
geser memikul beban lateral. Pada portal bergoyang, kolom memikul
seluruh beban gravitasi dan beban lateral.
II-22
Syarat-syarat dalam mendesain kolom adalah sebagai berikut:
a. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang
bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal
dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang
ditinjau. Kombinasi pembebanan yang dihasilkan rasio maksimum dari
momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.
b. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus, pengaruh dari adanya
beban yang tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar
ataupun dalam harus diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban
eksentrisitas karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan
c. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada
kolom ujung-ujung tersebut menyatu (monolit) dengan komponen
struktur lainnya
d. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus
didistribusikan pada kolom di atas atau di bawah lantai tersebut
berdasarkan kekakuan relative kolom dengan juga memperhatikan
kondisi kekangan pada ujung kolom.
Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi.
Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak runtuh. Beban
bangunan dimulai dari atap dan akan diteruskan ke kolom. Keruntuhan kolom
merupakan hal yang perlu dihindari dalam perencanaan struktur bangunan.
Perencanaan kolom harus memperhatikan keadaan batas tegangan (kekuatan)
dan kekakuan untuk menghindari deformasi berlebihan dan tekuk. Daktail
tulagan yang benar dan penutup beton yang cukup adalah hal yang penting.
Perbandingan selimut beton dari kolom tidak boleh lebih dari
.
Semua asumsi dan tata cara perencanaan kuat tekan kolom secara umum
mensyaratkan bahwa desain tekan kolom harus memenuhi syarat dibawah ini:
ØPn Pu
Dimana:
II-23
Pn= Kuat Aksial Nominal Balok
Ø= Faktor Reduksi Kekuatan Geser Kolom (0,75 untuk kekangan
spiral dan 0,6 untuk kekangan selain spiral)
Pu= Gaya Geser Luar Akibat Beban Luar Terfaktor
Pada konisi nyata, hampir tidak ada kolom yang mengalami pembebanan
aksial murni (tidak ada momen). Hal ini sidebabkan oleh sifat imperfection
(ketidaksempurnaan) dan akibat eksentrisitas gaya aksial yang bekerja pada
kolom. Sehingga dalam perencanaan kolom perlu memperhatikan efek dari
momen luar. Perencanaan kolom dengan pengaruh momen harus
mempertimbangkan interaksi antara momen dan lentur.
Berdasarkan standard perencanaan struktur rangka momen khusus yang
dikenai beban lentur dan beban aksial, untuk kekuatan lentur minimum kolom
harus memnuhi persamaan berikut ini:
∑Mnc (1,2) ∑Mnb
Keterangan:
∑Mnc =Jumlah kekuatan lentur nominal kolom yang meranga kedalam
joint, yang dievaluasi di muka-muka joint. Kekuatan lentur kolom harus
dihitung untuk gaya aksial terfaktor, konsisten dengan narah gaya –gaya
lateral yang ditinjau, yang menghasilkan kekuatan lentur terendah.
∑Mnb= Jumlah kekuatan lentur nominal balok yang merangka ke dalam
joint, yang dievaluasi di muka-muka joint.
Dan berdasarkan standard perencanaan struktur rangka momen khusus
yang dikenai beban lentur dan beban aksila, untuk persyaratan tulangan lentur
pada kolom adalah sebagai berikut:
a. Rasio tulagan lentur terpasang tidak boleh kurang dari 0,01 tetapi tidak
boleh lebih dari 0,06
b. Sambungan lewatan hanya boleh dipasang ditengah tinggi kolom dan
harus diikat dengan tulangan confinement dengan spasi tulangan yang
ditetapkan pada SNI 2847:2013 pasal 21.6.4.3.
III-1
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendahuluan
Metode penelitian adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam meneliti
suatu masalah, kasus, gejala, atau fenomena dengan jalan ilmiah untuk
menghasilkan jawaban yang rasional dan bisa dipertanggungjawabkan. Metode
penelitian digunakan sebagai dasar atas langkah-langkah berurutan yang
didasarkan pada tujuan penelitian dan menjadi suatu perangkat yang digunakan
untuk menarik kesimpulan sehingga dapat diperoleh penyelesaian yang
diharapkan untuk mencapai keberhasilan penelitian.
Tugas Akhir ini menggunakan metode penelitian berbasis analisis perilaku
struktur yang difokuskan kepada pengaruh pelat sebagai diafragma pada dimensi
kolom dan balok. Analisis yang digunakan mengacu kepada SNI 2847:2013
mengenai Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung, SNI 1726:2012
mengenai Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung Dan Non Gedung, dan SNI 1727:2013 mengenai Beban Minimum Untuk
Perancangan Bangunan Gedung Dan Struktur Lain.
Metode yang digunakan dalam Tugas Akhir ini dibagi kedalam 3 tahap
yaitu: design struktur, analisis, dan output. Tahap design struktur mencakup
perhitungan geometri struktur, penentuan jenis beban,dan pemodelan dimensi.
Sedangkan tahap analsisis termasuk didalamnya melakukan analisis struktur
dengan menggunakan bantuan software komputer yakn ETABS.
B. Kerangka Pikiran
Penelitian ini akan mencari tahu seberapa besar perbedaan dimensi kolom
dan balok pada struktur yang memfungsikan pelat hanya sebagai beban dan pelat
III-2
sebagai diafragma dengan menggunakan data pada proyek Asrama C2 Pemprovsu
sebagai data dasar perencanaan struktur bangunan.
C. Tahap Analisis
1. Studi Literatur
Dalam Tugas Akhir ini, studi literatur menggunakan buku, jurnal, dan
skripsi yang terkait dalam perencanaan dan analisis struktur bangunan. Literatur
lainnya yang digunakan adalah SNI 2847:2013 mengenai Persyaratan Beton
Struktural Untuk Bangunan Gedung, SNI 1726:2012 mengenai Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung Dan Non
Gedung, dan SNI 1727:2013 mengenai Beban Minimum Untuk Perancangan
Bangunan Gedung Dan Struktur Lain.
2. Analisis Struktur
Perhitungan beban dilakukan dengan mengikuti SNI 1726:2012 mengenai
Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung Dan
Non Gedung dan kemudian dilakukan pemodelan struktur dengan bantuan
program komputer yakni ETABS.
D. Data Teknis
Berikut ini merupakan data proyek Asrama C2 Pemprovsu yang dijadikan
data perencanaan dasar dalam penelitian ini. Data yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Struktur Beton Bertulang
2. Tinggi Gedung 12m
3. Pembebanan beban mati, hidup, dan gempa
4. Data struktur:
1) Mutu tulangan:
2) Mutu beton: f’c 25
5. Data gempa:
1) Lokasi: Kota Medan
III-3
2) Tanah dasar: Tanah sedang
3) Fungsi Bangunan: Asrama (hunian)
4) Jumlah lantai: 3 lantai
E. Bagan Alur Penelitian
Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data
1. Data Proyek Asrama C2
Pemprovsu
2. SNI 2847:2013
3. SNI 1726:2012
4. SNI 1727:2013
Memodelkan Struktur
1. Pemodelan Desain Sistem
Struktur Menggunakan
ETABS
2. Pembebanan Pada Model
3. Hasil Analisis Struktur
Mengolah Data
Kesimpulan dan Saran
Mulai
IV-1
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Ilmu teknik sipil pada dasaranya adalah ilmu yang kuno. Orang-orang
terdahulu pun telah mampu menciptakan berbagai macam konstruksi yang kokoh,
hal tersebut dibuktikan dengan berbagai macam penemuan bangunan-bangunan
prasejarah. Namun, ilmu teknik sipil tersebut terus berkembang karena 3 hal,
yaitu: adanya inovasi material-material baru, teknik atau metode peelaksanaan
yang semakin canggih dan adanya tegknologi yang membantu dalam hal
perecanaan, pengawasan, dan lain-lain.
Perkembangan ilmu teknik sipil dirasakan begitu cepat karena adanya
keinginan dan kebutuhan manusia yang semakin meningkat, seperti banyaknya
gedung-gedung tinggi, jembatan, bangunan air, dan sarana prasarana lainnya.
Sekarang untuk merencanakan semua itu tidak menjadi masalah dan bisa
dilakukan dengan cepat karena kecanggihan teknologi untuk mendesain bangunan
sipil.
ETABS (Extended Three Dimension Analysisi of Building Systems) adalah
salah satu program komputer yang digunakan khusus untuk perencanaan gedung
dengan konstruksi beon, baja, dan komposit. Perangkat lunak ini mempunyai
tampilan yang hampir sama dengan SAP karena dikembangkan oleh perusahaan
yang sama (Computer dan sStructure Inc, CSI) yaitu salah satu perusahaan
pembuat perangkat lunak untuk perencanaan-perencanaan struktur. Perangkat
lunak-perangkat lunak dariCSI tersebut sudah dugunakan dilebih dari 160 negara.
IV-2
Pada Bab 4 ini, penulis akan menjelaskan dengan detail langkah-langkah
mendesain struktur gedung dengan ETABS yang meliputi: Pemodelan Struktur,
Input Pembebanan, Analisis Gempa dan Perhitungan Struktur Balok dan Kolom.
A. Pemodelan Struktur
1. Sistem Struktur
Pemodelan struktur dilakukan dengan Program ETABS 2013.
Perencanaan struktur dengan Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).
Gedung yang akan dimodelkan adalah gedung 3 lantai dengan fungsi sebagai
asrama.
2. Asumsi Yang Digunakan
a. Plat lantai dianggap sebagai shell yang bersifat menerima beban
tegak lurus bidang (vertical) dan beban lateral (horzontal) akibat
gempa.
b. Pondasi dianggap jepit, sehingga kedudukan pondasi diasumsikan
tidak mengalami rotasi dan translasi.
3. Peraturan dan Standard Perencanaan
a. Perencanaan Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan gedung
dan Struktur Lain SNI 1727:2013
b. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non-Gedung SNI 1726:2012
Untuk memulai pembuatan model struktur pada ETABS, dapat dilakukan dengan
cara melakukan double click pada icon shortcut ETABS 2013.
Gambar 4.1. Icon Shortcut Aplikasi ETABS
IV-3
Lalu tampilan awal akan muncul seperti gambar dibawah ini.
Gambar 4.2. Tampilan Awal Aplikasi ETABS 2013
Untuk memulai pembuatan model struktur pada ETABS, dapat dilakukan dengan
cara File – New Model – Use Built-in Settings With.
Gambar 4.3. Setting Awal File Pemodelan Pada Software ETABS
IV-4
Setelah itu akan muncul kotak dialog yang berisi data teknis bangunan. Kolom
tersebut diisi sesuai dengan model struktur gedung yang akan didesain meilputi:
a. Number of Grid Lines X Direction adalah jumlah grid yang akan
dibuat pada bidang sumbu x
b. Number of Grid Lines in Y Direction adalah jumlah grid yang akan
dibuat pada bidang sumbu y.
c. Spacing of Grid in X Direction adalah jarak antara satu grid dengan
grid lainnya pada bidang sumbu x
d. Spacing of Grid in Y Direction adalah jarak antara satu grid dengan
grid lainnya pada bidang sumbu y
e. Number of Stories adalah jumlah lantai dari struktur yang akan
dimodelkan
f. Typical Story Height adalah tinggi tiap lantai secara umum
g. Bottom Story Height adalah tinggi dari lantai pertama
Gambar 4.4. Input Data Jumlah Grid, Lantai, dan Ketinggiannya.
IV-5
Gambar 4.5. Detail Otomatis dari Pengaturan Pemodelan Awal ETABS
Terdapat beberapa detail yang tidak persis sama dengan apa yang
otomatis ditampilkan pada ETABS maka dari itu, perlu dilakukan perubahan
manual yang bisa dilakukan dengan cara Klik Kanan – Add/Modify Grid –
Modify/Show Grid System dan rubah X Grid Data dan Y Grid Data sesuai dengan
denah struktur bangunan yang akan dimodelkan.
Tabel 4.1 Daftar Grid dan Ordinate Huruf
Grid
ID
X Ordinate
(m)
Grid
ID
X Ordinate
(m)
A 0 N 24
B 2,5 O 24,75
C 5 P 26
D 7,5 Q 28,5
E 10 R 29
F 12,5 S 31
G 15 T 33,5
H 17,5 U 34
I 18,75 V 36
J 19,5 W 39
K 20,1 X 41
L 21,75 Y 41,6
M 23,4
IV-6
Tabel 4.2 Daftar Grid dan Ordinate Angka
4. Material Struktur
Struktur gedung didesain menggunakan bahan beton bertulang dengan
mutu dan persyaratan sesuai dengan standard peraturan yang ada sebagai berikut:
a. Mutu Beton = 20 MPa
b. Modulus Elastisitas Beton, Ec = 4700 = 21019,03899 MPa
c. Angka Poison =0,2
d. Mutu Baja Tulangan Utama = 420 MPa
e. Mutu Baja Tulangan Sengkang = 420 MPa
Memasukkan data material ini bisa dengan perintah Define – Material
Properties – Add New Material
Grid
ID
Y Ordinate
(m)
1 0
2 2
3 3
4 4
5 5,5
6 6
7 8
8 10
9 12,5
10 14
11 15
12 16
IV-7
Gambar 4.6. Ketentuan Material Property Beton
Gambar 4.7. Ketentuan Material Property Beton
IV-8
Untuk memasukkan data tulangan, lakukan hal yang sama. Akan tetapi,
pada Add New Material Property, pada Material Type ubah menjadi Steel.
5. Detail Elemen Struktur
Elemen-elemen struktur yang digunakan dalam perencanaan gedung
ditunjukkan sebagai berikut:
a. Balok
Tabel 4.3 Daftar Elemen Balok dan Ukuran
Nama Balok Ukuran Balok
BI (35 x 65) 350 mm x 650 mm
BI (35 x 75) 350 mm x 750 mm
BI (40 x 70) 400 mm x 700 mm
BA (30 x 40) 300 mm x 400 mm
BA (30 x 60) 300 mm x 600 mm
Input elemen struktur balok dilakukan dengan cara Define – Section
Properties – Frame Section – Add New Property – Concerete Retangular
– Retangular
Gambar 4.8. Input Data Balok
Untuk mengatur tulangan pada balok, klik Modify/Show Rebar – pada
Design Type pilih M3 Design Only (Beam) – pada Rebar Material,
IV-9
masukkan data tulangan utama pada Longitudinal Bars dan data tulangan
sengkang pada Confinement Bars
Gambar 4.9. Input Data Tulangan pada Balok
Lakukan hal yang sama dengan semua jenis balok yang ada pada tabel
diatas.
b. Kolom
Tabel 4.4 Daftar Elemen Kolom dan Ukuran
Nama Kolom Ukuran Kolom
K1 ( 45 x 45 ) 450 mm x 450 mm
K2 ( 35 x 35 ) 350 mm x 350 mm
Input elemen struktur balok dilakukan dengan cara Define – Section
Properties – Frame Section – Add New Property – Concerete Retangular
– Retangular
IV-10
Gambar 4.10. Input Data Kolom
Untuk mengatur tulangan pada balok, klik Modify/Show Rebar – pada
Design Type pilih P-M2-M3 Design (Column) – pada Rebar Material,
masukkan data tulangan utama pada Longitudinal Bars dan data tulangan
sengkang pada Confinement Bars.
c. Plat Lantai
Input elemen plat lantai dilakukan dengan cara Define – Wall/Slab – Ad
New Slab. Ada 3 asumsi dalam pemodelan plat lantai, yaitu:
Shell: Plat lantai diasumsikan menerima gaya vertikal akibat
beban mati dan hidup, juga menerima gaya horizontal/lateral
akibat gempa.
Membrane: Plat diasumsikan menerima gaya horizontal saja.
Plate: Plat diasumsikan hanya menerima gaya vertical saja,
akibat beban mati dan hidup
Thick Plate: Plat diasumsikan mempunyai ketebalan lebih,
biasanya digunakan untuk jalan beton, tempat parkir dan plat
yang berfungsi sebagai pondasi.
Dalam perencanaan ini, plat dimodelkan sebagai shell, sehingga selain
menerima gaya vertikal akibat beban mati dan hidup, plat juga
IV-11
diasumsikan menerima gaya horizontal/lateral akibat gempa.
Menambahkan plat lantai pada ETABS dapat menggunakan perintah
Define – Section Properties – Slab Sections – Add New Property.
Gambar 4.11. Input Data Plat
Pada pemodelan kali ini, terdapat dua jenis plat yang digunakan, yakni
sebagai berikut:
Tabel 4.5 Daftar Elemen Plat dan Ukuran
Nama Plat Ukuran Plat
P1 (15) 150 mm
P2 (12) 120 mm
6. Pemodelan Struktur
Pemodelan struktur gedung dilakukan secara 3D dengan menggambar
semua elemen balok, kolom, dan plat. Cara penggambarannya ditunjukkan
sebagai berikut:
a. Penggambaran Elemen Balok dan Kolom
Penggambaran elemen balok dapat dilakukan secara praktir dengan
pilihan Similiar Story untuk beberapa lantai yang mmpunyi denah balok
yang sama (typical), sedangkan untuk kasus dimana lantai yang didesain
IV-12
berbeda dengan lantai, mata dapat digunakan pilihan One Story.
Penggambaran elemen balok tersebut dilakukan dengan cara Draw –
Draw Beam/Column/Brace Object – Draw Beam/Column/Brace (Plan,
Elev, 3D.
Gambar 4.12. Menggambarkan Model Balok
Untuk menggambarkan elemen kolom, gunakan perintah yang sama,
hanya saja pada Property ubah menjadi pilihan K1 atau K2 sesuai
dengan denah gambar.
b. Penggambaran Elemen Plat
Penggambaran elemen plat dapat dilakukan dengan cara Draw – Draw
Floor/Wall Object – Draw Retangular Floor/Wall (Plan, Elev). Karena
ada lantai yang mempunyai jenis plat yang sama (typical), maka
penggambaran plat dapat dilakukan dengan praktis dengan pilihan
similiar story, sedangkan untuk kasus dimana lantai yang didesain
berbeda dengan lantai yang lain, maka dapat digunakan pilihan one story.
IV-13
Gambar 4.13. Menggambarkan Model Balok
Gambar 4.14. Elemen Balok, Kolom, Dan Plat Yang Sudah Selesai Dimodelkan
Gambar 4.15. Bentuk 3D dari Pemodelan gedung
IV-14
c. Pemodelan Pondasi
Pemodelan pondasi diasumsikan sebagai jepit, karena desain pondasi
yang menggunakan bore pile (pondasi dalam), sehingga kedudukan
pondasi dianggap tidak memiliki rotasi dan transisi. Pemodelan tumpuan
tersebut dapat dilakukan dengan klik semua kolom pada lantai dasr,
kemudian Assign – Joint – Restraints
Gambar 4.16. Input Data Pondasi
7. Berat Sendiri Bangunan
Sebelum memasukkan angka pembebanan, perlu dilakukannya Run
Analysis untuk mendapatkan besar berat sendiri bangunan. Untuk melakukan Run
Analysis dapat dilakukan sebagai berikut: Analyze – Set Load Cases To Run – Run
Now.
Gambar 4.17. Run Analysis
IV-15
Setelah proses analisis selesai, munculkan besar berat bangunan dengan
cara: Display – Show Tables – Mass Summary
Gambar 4.18. Cara Menampilkan Berat Sendiri Bangunan
Gambar 4.19. Berat Sendiri Bangunan
8. Pembebanan
Jenis beban yang bekerja pada gedung meliputi:
Beban mati sendiri elemen struktur (self weight)
Beban mati tambahan (superimposed dead load)
Beban Hidup
Beban Gempa
Jenis beban yang bekerja pada struktur gedung dapat diinput dengan cara
Define – Load Pattern
IV-16
Gambar 4.20. Input Jenis Beban
a. Kombinasi Pembebanan
Struktur bangunan dirancang mampu menahan beban mati, hidup, dan
gempa sesuai dengan peraturan SNI 1727 2013. Kombinasi pembebanan
dapat dimasukkan dengan cara Define – Load Combinations.
Adapun kombinasi pembebanan yang dimasukkan adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.6 Kombinasi Pembebanan
COMB NAME COMB
Comb. 1 1,4 DL
Comb. 2 1,2 DL + 1,6 LL
Comb. 3 1,2 DL + 1 EQx + 0,3 EQy +0,5 LL
Comb. 4 1,2 DL + 1 EQx - 0,3 EQy +0,5 LL
Comb. 5 1,2 DL - 1 EQx + 0,3 EQy +0,5 LL
Comb. 6 1,2 DL - 1 EQx - 0,3 EQy +0,5 LL
Comb. 7 1,2 DL + 1 EQY + 0,3 EQx +0,5 LL
Comb. 8 1,2 DL + 1 EQY - 0,3 EQx +0,5 LL
Comb. 9 1,2 DL - 1 EQY + 0,3 EQx +0,5 LL
Comb. 10 1,2 DL - 1 EQY - 0,3 EQx +0,5 LL
Comb. 11 0,9 DL + 1 EQx + 0,3 EQy
Comb. 12 0,9 DL + 1 EQx - 0,3 EQy
IV-17
Comb. 13 0,9 DL - 1 EQx + 0,3 EQy
Comb. 14 0,9 DL - 1 EQx - 0,3 EQy
Comb. 15 0,9 DL + 1 EQy + 0,3 EQx
Comb. 16 0,9 DL + 1 EQx - 0,3 EQy
Comb. 17 0,9 DL - 1 EQx + 0,3 EQy
Comb. 18 0,9 DL - 1 EQx - 0,3 EQy
Comb. 19 1,2 DL + 1 LL
Gambar 4.21. Input Load Combination
b. Besar Beban Mati dan Beban Hidup
1) Beban Mati
Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung
bertingkat ini terdari dari beban mati sendiri elemen struktur
yang terdiri dari pelat lantai, balok, dan kolom serta untuk beban
mati tambahan meliputi dinding, pasir urug, spesi, keramik,
plafon, dan ME. Berdasarkan SNI 1727:2013 pasal 31.2 alam
menentukan beban mati untuk perancangan, harus digunakan
berat bahan dan konstruksi yang sebanarnya. Pada beban mati
IV-18
sendiri elemen struktur sudah dihitung secara otomatis dengan
program ETABS dengan memberikan faktor pengali berat
sendiri sama dengan 1. Sedangkan pada beban mati elemen
tambahan diberikan faktor pengali sama dengan 0 dikarenakan
beban tersebut diinput secara manual pada program bantu
ETABS.
2) Beban Hidup
Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama
masa layan. Beban hidup yang direncakan dengan mengikuti
peraturan Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan
Gedung dan Struktur Lain (SNAI 1727:2013). Untuk bangunan
hotel/hunian berdasarkan SNI 1727:2013 tabel 4-1 dilihat untuk
kegunaan rumah tinggal. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 4.7 Beban Hidup
Hunian Atau Penggunaan Beban Merata (kN/m2)
Loteng yang tidak dapat
didiami tanpa gudang
0,48
Hunian rumah tinggal lainnya 1,92
Jalur untuk akses pemeliharaan 1,92
Ruang publik dan koridor yang
melayani mereka
4,79
Ruang Pertemuan 4,79
Tangga dan jalan keluar 4,79
Atap yang digunakan untuk
taman atap
4,79
Ruang makan dan restoran 4,79
Ruang F&B 6
Chiller area 10
(Sumber: SNI 1727:2013, tabel 4-1)
IV-19
c. Beban Gempa dan Perhitungan Dengan Prosedur Statik Ekuivalen
Pada perhitungan beban gempa statik ekuivalen ini, digunakan data pada
3 lantai sebagai contoh.
Lokasi bangunan termasuk kelas situs SD (kondisi tanah sedang).
Bangunan berfungsi sebagai asrrama dengan kategoi risiko II (Tabel 1)
dengan Faktor Keutamaan Gempa (Ie)= 1,0.
Untuk Kota Medan, diperoleh parameter untuk perioda pendek Ss= 0,5 g
dan parameter percepatan gempauntuk perioda 1 detik S1= 0,32 g,
sehingga:
1. Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda
pendek (Fa)= 1,4
2. Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan yangmewakili
getaran perioda 1 detik (Fv)= 1,76 g (hasil interpolasi)
3. Parameter percepatan pada perioda pendek
(SMS)= Fa x Ss= 1,4 g x 0,5 g= 0,7 g
4. Parameter spektrum respon percepatan pada perioda 1 detik
(SM1)= Fv x S1= 1,76 g x 0,32 g= 0,5596 g
5. Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek,
SDS= 2/3 SMS= 0,467 g
6. Parameter percepatan spektral desain untuk perioda 1 detik
SD1= 2/3 SM1= 0,37312
Struktur betn bertulang dan sstem penahan gaya seismik yang digunakan
adalah sistem rangka pemikul momen khusus. Untuk rangka beton
bertulang pemikul momen khusus (SRPMK)(arah ortogonal sama)
digunakan koefisien modifikasi respons (R), Rx=Ry=8.
Berat Seismik Efektif (W) didapat dari aplikasi ETABS, yaitu sebesar
16501,24 kN.
IV-20
Batasan Perioda Fundamental Struktur (T)
Perioda fundamental struktur (T), tidak boleh melebihi hasil koefisien
untuk batasan atas pada perioda yang dihitunh (Cu) dan pada periode
fundamental pendekatan, (Ta). Sebagai alternatif pada pelaksanaan
analisis untuk menentukan perioda fundamental struktur (T), diijinkan
secara langsung menggunakan perioda bangunan pendekatan (Ta).
Perioda fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan dari
persamaan berikut:
Ta = Ct . hnx
Dengan hn adalah ketinggian struktur dalam m (, diatas dasar sampai
tingkat tertinggi struktur dan koefisien Ct = 0,0466 dan x = 0,9.
Ta= Ct . hnx
= 0,0466 x 120,9
= 0,44 detik
SD1= 0,37312 g maka Cu=1,4
Tmaks= Cu . Ta
= 1,4 . 0,3
= 0,42 detik
Perioda fundamental struktur (T) yang digunakan:
Jika Tc > Cu Ta gunakan T = Cu Ta
Jika Ta < Tc < Cu Ta gunakan T =Tc
Jika Tc < Ta gunakan T = Ta
Dengan Tc = perioda fundamental struktur yang diperoleh dari program
analisis struktur.
Tc = 0,512
Maka, T yang dipakai adalah Cu Ta = 0,42 detik
Sebagai alternatif, diijinkan untuk menentukan perioda fundamental
pendekatan Ta dalam detik, dari persamaan berikut untuk struktur dengan
ketinggian tidak melebihi 12 tingkat dimana sistem penahan gaya gempa
IV-21
terdiri dari rangka penahan momen beton atau baja secara keseluruhan
dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m.
Ta = 0,1N dengan N= jumlah tingkat
Ta = 0,1 x 3 = 0,3
Perhitungan Geser Dasar Seismik
Geser dasar seismik (V) dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan
sesuai dengan persamaan berikut:
V= Cs W
Dengan,
Cs= koefisien respons seismik
W= berat seismik efektif
Koefisien respons seismik (Cs) harus ditentukan sesuai dengan Cs =
Dengan,
SDS= Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang
perioda pendek.
R= faktor modifikasi respons (R=8)
Ie= faktor keutaman gempa (Ie = 1)
Cs min= 0,044 SDS Ie
Cs min=
Cs =
Cs min (0,0205) < Cs (0,05833) < Cs max (0,11104)
Sehingga, V= Cs W= 0,075 x 16501,24 kN= 962,5723 kN
Distribusi Vertikal Gaya Gempa
Gaya gempa lateral (Fx) kN yang timbul di semua tingkat harus ditentukan
dari persamaan berikut:
Fx= Cvx V dengan Cvx =
∑
Dimana,
IV-22
Cvx= faktor distribusi vertikal
V= gaya lateral desain total atau geser didasar struktur (kN)
Wi dan Wx= bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang
ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x
hi dan hx= tinggi (m) dari dasar sampai tingkat i atau x
k= eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai
berikut:
Untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik
atau kurang k=1
Untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik
atau lebih, k=2
Untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5
detik, k harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan
interpolasi linier antara 1 dan 2.
T= 0,42 detik, maka nilai K diambil dari nilai interpolasi K=1
Tabel 4.8. Nilai Gaya Gempa
Untuk Tiap Portal
Lantai hi (m) hiᵏ Wi (kN) Wi x hiᵏ (kN
m) Fi x-y (kN) Fix Fiy
3 12 12 4.704,30 56451,6 427,856075 106,964 47,53956
2 8 8 5.840,76 46726,08 354,144739 88,53618 39,34942
1 4 4 5.956,18 23824,72 180,571519 45,14288 20,0635
16.501,24 127002,4
IV-23
9. Input Beban
a. Input Beban Mati Pada Dinding
Klik elemen dinding, lalu Assign – Frame Loads – Distributed.
Gambar 4.22. Pengaturan Beban Mati Pada Dinding
b. Input Beban Mati Dan Hidup Pada Plat
Klik elemen plat yang akan di input beban, Assign – Shell Loads –
Uniform.
Gambar 4.23. Pengaturan Beban Mati Pada Pelat
Dan masukkan beban-beban (termasuk beban hidup pada pelat)
lainnya dengan cara yang sama.
IV-24
c. Input Beban Gempa
Beban yang di-input adalah nilai gaya geser dasar yang dihitung
dengan metode perhitungan gempa statik ekivalen. Beban gempa
akan di input tepat pada joint. Langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
Klik joint sumbu X pada elevasi 3, lalu klik Assign – Joint Loads –
Force.
Gambar 4.24. Memasukkan Beban Gempa
Lakukan hal yang sama untuk memasukkan beban gempa pada
sumbu Y
10. Run Analysis
Run Analysis pada sesi ini merupakan run analysis akhir, maka dari itu,
terdapat dua jenis pengaturan sambungan pada pelat dan balok yang akan
dilakukan, yakni sambungan pelat-balok pada struktur yang
memfungsikan pelat sebagai beban dan pelat sebagai diafragma.
Seperti yang sudah disebutkan pada Bab 2, peran utama suatu diafragma
sebagai elemen struktur adalah menahan beban gravitasi dan
menyediakan tahanan lateral untuk elemen-elemen vertikal. Berdasarkan
IV-25
SNI 2847:2013 dan SNI 1726:2012 mengenai persyaratan beton
struktural untuk bangunan gedung dan tata cara perencanaan ketahanan
gempa untuk struktur bangunan gedung dan nongedung, disebutkan
betapa pentingnya nilai kekakuan struktur untuk bangunan yang
menerima beban gempa. Karena pada struktur yang memfungsikan pelat
sebagai diafragma mengalami kenaikan nilai momen akibat beban dan
menerima gaya normal pada sambungan pelat dan balok. Karena hal
inilah struktur bangunan yang memfungsikan pelat sebagai difragma
menjadi lebih kaku dan layak untuk menahan beban gempa yang ada.
Untuk melakukan Run Analysis dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Pemodelan Pelat Sebagai Beban
Klik Select- Select- All untuk menyeleksi semua elemen yang ada
pada pemodelan, lalu klik Assign- Frame- End Length Offsets dan isi
0 pada Rigid Zone Factor. Pada Rigid Zone Factor ini, angka yang
dimasukkan berkisar 0-1. 0 berarti tidak kaku dan 1 berarti sangat
kaku. Pada pemodelan pelat sebagai beban, struktur yang
dimodelkan dianggap tidak kaku.
Gambar 4.25. Rigid Zone Factor
IV-26
b) Pemodelan Pelat Sebagai Diafragma
Klik Select- Select- All untuk menyeleksi semua elemen yang ada
pada pemodelan, lalu klik Assign- Frame- End Length Offsets dan isi
0,5 pada Rigid Zone Factor. Lalu klik Select- Select- All untuk
menyeleksi seluruh elemen pada pemodelan. Lalu klik Assign- Joint-
Diaphragms- D1- Ok untuk menfungsikan plat sebagai diafragma.
Lalu, untuk melakukan Run Analysis, klik Analyze- Set Active of Degree
Freedom- 3D untuk melakukan analisa secara 3D. Dan klik Analyze- Set
Loads Cases To Run- Run Analysis untuk memulai analisis.
Gambar 4.26. Run Analysis
11. Menampilkan Hasil Analysis
Untuk menampilkan hasil analisis pada pemodelan, klik File – Export –
ETABS Tables to Excel.
Gambar 4.27. Pilihan Menu Untuk Menampilkan Hasil Analysis
IV-27
Gambar 4.28. Hasil Analysis
12. Memilih Elemen Yang Akan Ditinjau
Dalam menentukan elemen Balok yang perlu ditinjau, perlu diketahui
Balok mana yang memiliki nilai momen terbesar dan untuk Kolom, perlu
diketahui Kolom mana yang memiliki nilai Pu terbesar. Kedua parameter ini dapat
diketahui dengan cara: Buka file excel hasil analisis pemodelan, lalu pada cell
kosong, gunakan menu MIN/MAX dengan menyeleksi column M3 pada hasil
analisa Balok dan P pada hasil analisa Kolom. Dengan begitu,, dapat diketahui
untuk tiap pemodelan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 Daftar Elemen Tinjauan Tiap Story
3 Lantai ReStructure
UnDiafragma 5 Lantai ReStructure Diafragma
Lantai 1 C29 Lantai 1 C29
Lantai 1 B259 Lantai 1 B259
Lantai 3 C40 Lantai 3 C29
Lantai 3 B259 Lantai 3 B259
3 Lantai ReStructure Diafragma Lantai 5 C40
Lantai 1 C29 Lantai 5 B259
Lantai 1 B259 5 Lantai ReStructure UnDiafragma
Lantai 3 C40 Lantai 1 C29
Lantai 3 B259 Lantai 1 B259
Lantai 3 C29
Lantai 3 B259
Lantai 5 C40
Lantai 5 B259
IV-28
13. Perhitungan Balok
Momen desain untuk pendetailan khusus balok harus memenuhi
ketentuan sesuai SNI 2847;2013 Pasal 21.5.2.2 yaitu (a) Kekuatan momen positif
pada muka join harus tidak kurang dari setengah momen negatifnya (b) Kekuatan
momen negatif dan positif pada sembarang penampang sepanjang bentang tidak
boleh kurang dari seperempat momen maksimumnya.
Dari analisa struktur dengan ETABS, akan didapatkan distribusi momen
envelope dari beberapa kombinasi beban yang diberikan. Untuk menampilkan
analisa momen envelope, dapat digunakan cara sebagai berikut: Design –
Concrete Frame Design – Start Design Check
Gambar 4.29. Hasil Design Check
Pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa ada warna-warna yang muncul
pada elemen-elemen struktur. Makna dari warna elemen-elemen tersebut, adalah:
a. Biru: Sangat aman
b. Hijau: Aman dan ekonomis
c. Kuning: Aman
d. Ungu: Cukup aman
e. Merah: Kritis s.d over strength atau melebihi kapasitas kekuatan.
IV-29
Adapun perhitungan balok yang ditinjau meliputi tulangan utama,
tulangan geser/sengkang, dan tulangan torsi yang dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Perhitungan Tulangan Utama
Perhitungan luas tulangan utama balok secara otomatis dapat
diketahui dengan cara Design- Concrete Frame design- Display
Design Info- Longitudinal Reinforcing. Dalam contoh ini, balok
yang akan ditinjau di pemodelan 3 lantai dengan pelat sebagai
beban adalah B259 pada lantai 1. Detail luas tulangan utama yang
ditinjau ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.30. Detail Tulangan Utama Pada Balok B259
1) Tulangan Utama Daerah Tumpuan
Luas tulangan bagian atas: 1284 mm2. Jika tulangan utama
menggunakan D19 (283,5 mm2) maka jumlah tulangan yang
dibutuhkan adalah 4,5 ≈ 5 tulangan.
Luas tulangan bagian bawah: 829 mm2. Jika tulangan utama
menggunakan D19 (283,5 mm2) maka jumlah tulangan utama
yang dibutuhkan adalah 2,9 ≈ 3 tulangan.
2) Tulangan Utama Daerah Lapangan
Luas tulangan bagian atas: 408 mm2. Jika tulangan utama
menggunakan D19 (283,5 mm2) maka jumlah tulangan yang
dibutuhkan adalah 1,44 ≈ 2
Luas tulangan bagian bawah: 1062 mm2. Jika tulangan utama
menggunakan D19 (283,5 mm2) maka jumlah tulangan yang
dibutuhkan adalah 3,7 ≈ 4
IV-30
b. Desain Tulangan Geser Balok
Luas tulangan geser (Sengkang) secara otomatis dapat diketahui
dengan cara Design – Concrete Frame Design – Display Design
Info – Shear Reinforcing.
Gambar 4.31. Detail Tulangan Geser Pada Balok B259
1) Tulangan Geser Daerah Tumpuan
Jika tulangan utama menggunakan 2D10-70 (2x78,5mm2x
=
2242,85 mm2) sehingga luas tulangan per meter panjang=
2242,85/1000= 2,242 mm2/mm. Kontrol keamanan 2,242 > 0,918
maka tulangan aman digunakan.
2) Tulangan Geser Daerah Lapangan
Jika tulangan utama menggunakan 2D10-70 (2x78,5mm2x
=
2242,85 mm2) sehingga luas tulangan per meter panjang=
2242,85/1000= 2,242 mm2/mm. Kontrol keamanan 2,242 > 0,492
maka tulangan aman digunakan.
c. Desain Tulangan Torsi
Desain tulangan torsi secara otomatis dapat diketahui dengan cara
Design – Concrete Frame Design- Display Design Info- Toorsion
Reinforcing.
Gambar 4.32. Detail Tulangan Torsi Pada Balok B259
IV-31
Bagian atas menunjukkan luas tulangan torsi untuk sengkang dan
bagian bawah menunjukkan luas tulangan torsi untuk tulangan
utama (atas dan bawah). Karena luas tulangan torsi atas lebih kecil
dari luas tulangan sengkang, maka tidak diperlukan tulangan untuk
torsi. Namun karena luas tulangan torsi bawah lebih besar dari luas
tulangan utama, maka tulangan torsi perlu untuk diperhitungkan.
Hitung tulangan longitudinal terhadap torsi, syarat diameter
tulangan longitudinal minimum untuk torsi:
> 1/24 spasi sengkang = 1/24 . 100 = 4,1 mm
> 10 mm (OK)
Dibutuhkan As 949 mm2. Digunakan 4D13 (630,9 mm
2) didaerah
tengah dan sisa luas tulangan yang diperlukan menjadi 318,1 mm2,
dipakai 5D9 (318,1 mm2) yang ditambahkan disisi atas dan bawah.
d. Rekapitulasi Tulangan Lentur, Tulangan Torsi, dan Tulangan Geser
Pada Seluruh Balok Tinjauan
Rekapitulasi jumlah tulangan yang dibutuhkan pada seluruh balok
yang ditinjau dapat dilihat pada lampiran 1.
14. Perhitungan Kolom
Perhitungan balok induk meliputi tulangan utama, tulangan
geser/sengkang, dan torsi. Pada contoh kali ini, kolom yang akan ditinjau adalah
C29 yang terletak pada lantai 1 pemodelan 3 lantai plat sebagai beban.
a. Desain Tulangan Utama Kolom
Luas tulangan utama kolom dapat diketahui dengan cara Design-
Concrete Frame Design- Display Design Info- Longitudinal
Reinforcing.
IV-32
Gambar 4.33. Detail Informasi Pada Kolom C29
Detail dari luas tulangan utama kolom yang ditinjau 2025 mm2.
Digunakan tulangan D19 (283,5 mm2). Maka jumlah tulangan yang
dibutuhkan adalah 7,14 ≈ 8.
b. Desain Tulangan Geser Kolom
Luas tulangan geser (sengkang) secara otomatis dapat dilihat dengan
cara Design – Concrete Frame Deign – Display Design Info – Shear
Reinforcing.
Gambar 4.34. Detail Tulangan Geser Pada Kolom C29
Detail dari luas tulangan utama kolom yang ditinjau 554 mm2.
Digunakan tulangan 5D12 (565,5 mm2)
. Jarak sengkang digunakan
200 mm (sesuai persyaratan). Jadi tulangan gesernya 5D12-200.
c. Rekapitulasi Tulangan Pada Seluruh Kolom Tinjauan
Rekapitulasi jumlah tulangan yang dibutuhkan pada seluruh balok
yang ditinjau dapat dilihat pada lampiran 2.
IV-33
V-1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Dari perhitungan yang sudah dilakukan pada pemodelan struktur yang
memfungsikan pelat sebagai beban dan struktur yang memfungsikan pelat
sebagai diafragma, dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi kenaikan
jumlah tulangan pada setiap elemen balok sebesar kurang dari 10% pada
struktur yang memfungsikan pelat sebagai diafragma.
2. Kenaikan kebutuhan tulangan pada elemen balok disebabkan karena
struktur yang memfungsikan pelat sebagai diafragma mengalami kenaikan
nilai momen akibat beban dan menerima gaya normal pada sambungan
pelat dan balok. Karena hal inilah struktur bangunan yang memfungsikan
pelat sebagai difragma menjadi lebih kaku dan layak untuk menahan
beban gempa yang ada.
3. Sedangkan pada elemen kolom, kebutuhan tulangan yang diperlukan
hampir sama.
A. SARAN
1. Struktur konstruksi yang menahan beban gempa, ada baiknya
menfungsikan plat sebagai diafragma agar struktur konstruksi yang
dibangun menjadi lebih kaku dan mampu menahan gaya-gaya yang ada.
2. Dibutuhkan perhitungan dan penelitian lebih dalam untuk struktur
bangunan lebih dari 5 lantai.
3. Untuk bangunan tinggi (z>40m) disarankan untuk menggunakan prosedur
perhitungan beban gempa respon spektra karena lebih mudah untuk
dikerjakan dan diaplikasikan.
4. Untuk bangunan tinggi (z>40m) disarankan untuk melakukan perhitungan
lebih detail dengan memperhitungkan konsep daktilitas pada perancangan
kapasitas strukturnya dan memperdalam pengetahuan mengenai
penggunaan ETABS sebagai alat bantu dalam menganalisa struktur.
V-2
DAFTAR PUSTAKA
Yuan-Yu Hsieh, Ir.Suryadi (Penterjemah). 1983. Edisi Kedua Teori Dasar Struktur. Jakarta:
Erlangga
J. D. Todd, The Houw Liong, Ph.D (Penterjemah). 1981. Teori dan Analisis Struktur. Jakarta:
Erlangga
Syont.wordpress.com
Jurnal Teknik, Universitas Muhammadiyah Tangerang, Pengaruh Diafragma Terhadap Perilaku
Sistem Struktur Jembatan
Ariestadi, Dian, 2008, Teknik Struktur Bangunan Jilid 2 untuk SMK, Jakarta : Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional, h. 115 – 126.
LAMPIRAN 1
Rekapitulasi Tulangan Lentur, Tulangan Torsi, dan Tulangan Geser Pada Seluruh Balok Tinjauan
Tulangan Utama
Tump Lap
Atas
mm2
n Bawah
mm2
n Atas
mm2
n Bawah
mm2
n
Pemodelan 3 Lantai, Plat Sebagai Beban
Lantai 1 B259 D19 1285 5 829 3 408 2 1062 4
Lantai 3 B259 D19 726 3 486 2 234 1 701 3
Pemodelan 3 Lantai, Plat Diafragma Beban
Lantai 1 B259 D19 1332 5 859 4 423 2 1039 4
Lantai 3 B259 D19 788 3 513 2 254 1 701 3
Pemodelan 5 Lantai, Plat Sebagai Beban
Lantai 1 B259 D19 1400 5 905 4 446 2 1052 4
Lantai 3 B259 D19 1078 4 702 3 347 2 998 4
Lantai 5 B259 D19 864 4 563 2 278 1 816 3
Pemodelan 5 Lantai, Plat Sebagai Diafragma
Lantai 1 B259 D19 1453 6 939 4 462 2 1025 4
Lantai 3 B259 D19 1098 4 715 3 353 2 998 4
Lantai 5 B259 D19 953 4 619 3 306 2 816 3
Tulangan Geser
Tump Lap
Luas Tulangan Yang
Digunakan
mm2
Luas
Tulangan
Yang
Dibutuhkan
mm2
Luas Tulangan Yang
Digunakan
mm2
Luas
Tulangan
Yang
Dibutuhkan
mm2
Pemodelan 3 Lantai, Plat Sebagai Beban
L 1 B259 2D10-70 2242,9 918,62 2D10-70 2242,86 492,48
L 3 B259 2D10-70 2242,9 263,31 2D10-70 2242,86 430,92
Pemodelan 3 Lantai, Plat Diafragma Diafragma
L 1 B259 2D10-70 2242,9 952,02 2D10-70 2242,86 502,72
L 3 B259 2D10-70 2242,9 333,61 2D10-70 2242,86 430,92
Pemodelan 5 Lantai, Plat Diafragma Beban
L 1 B259 2D10-70 2242,9 1312,19 2D10-70 2242,86 1008,45
L 3 B259 2D10-70 2242,9 983,15 2D10-70 2242,86 796,56
L 5 B259 2D10-70 2242,9 563,2 2D10-70 2242,86 430,92
Pemodelan 5 Lantai, Plat Sebagai Diafragma
L 1 B259 2D10-70 2242,9 1343 2D10-70 2242,86 1029
L 3 B259 2D10-70 2242,9 995,35 2D10-70 2242,86 805,35
L 5 B259 2D10-70 2242,9 661,5 2D10-70 2242,86 430,92
Tulangan Torsi
Atas Bawah
Lap Tump Lap Tump
Pemodelan 3 Lantai, Plat Sebagai Beban
L1 B259 551,43 3D13 398,2 2D10 153,23 949 4D13 630,9 5D9 318,1
L3 B259 606,52 3D13 398,2 2D13 265,4 781 4D13 630,9 2D10 150,1
Pemodelan 3 Lantai, Plat Diafragma Diafragma
L1 B259 541 3D13 398 2D10 143 949 4D13 630,9 5D9 318,1
L3 B259 648,84 4D13 630,9 2D8 50,3 781 4D13 630,9 2D10 150,1
Pemodelan 5 Lantai, Plat Sebagai Beban
L1 B259 735,78 < tulangan sengkang, maka tidak perlu
tulangan torsi 1095 6D13 769,4 3D12 339,3
L3 B259 582,96 < tulangan sengkang, maka tidak perlu
tulangan torsi 1095 6D13 769,4 3D12 339,3
L3 B259 472,59 3D13 398,2 D10 78,5 909 6D13 769,4 4D9 254,5
Pemodelan 5 Lantai, Plat Sebagai Diafragma
L1 B259 683,88 < tulangan sengkang, maka tidak perlu
tulangan torsi 1095 6D13 769,4 3D12 339,3
L3 B259 582,96 < tulangan sengkang, maka tidak perlu
tulangan torsi 1095 6D13 769,4 3D12 339,3
L3 B259 514,73 3D13 398,2 2D9 127,2 909 6D13 769,4 4D9 254,5
LAMPIRAN 2
Rekapitulasi Tulangan Lentur dan Tulangan Geser Pada Seluruh Kolom Tinjauan
Tulangan Utama Tulangan Geser
Luas
Tulangan
Perlu
(mm2)
Tulangan
Yang
Digunakan
Luas Tulangan
Yang
Digunakan
(mm2)
Luas
Tulangan
Perlu
(mm2)
Tulangan
Yang
Digunakan
Luas
Tulangan
Yang
Digunakan
(mm2)
Pemodelan 3 Lantai Pelat Sebagai Beban
Lantai 1 C29 2025 8D19 2268 554 5D12-200 565,5
Lantai 3 C40 2025 8D19 2268 986,79 7D14-200 1078
Pemodelan 3 Lantai Pelat Sebagai Diafragma
Lantai 1 C29 2025 8D19 2268 554 5D12-200 565,5
Lantai 3 C40 2025 8D19 2268 1064,61 7D14-200 1078
Pemodelan 5 Lantai Pelat Sebagai Beban
Lantai 1 C29 3600 6D28 3694,6 738,72 5D14-200 770
Lantai 3 C29 3600 6D28 3694,6 1219,11 8D14-200 1231
lantai 5 C40 3600 6D28 3694,6 911,45 7D13-200 929,1
Pemodelan 5 Lantai Pelat Sebagai Diafragma
Lantai 1 C29 3600 6D28 3694,6 738,72 5D14-200 770
Lantai 3 C29 3600 6D28 3694,6 1234,42 5D18-200 1272,4
lantai 5 C40 3600 6D28 3694,6 1000,83 9D10-200 1017,9