analisa sistem nodal

53
ANALISA SISTEM NODAL Sistem sumur produksi yang menghubungkan antara formasi produktif dengan separator dapat dibagi menjadi 6 komponen, seperti ditunjukkan pada Gambar-1, yaitu : 1. Komponen formasi produktif/reservoar Dalam komponen ini fluida reservoar mengalir dari batas reservoar menuju ke lubang sumur, melalui media berpori. Kelakuan aliran fluida dalam media berpori dinyatakan dalam bentuk hubungan antara tekanan alir di dasar sumur dengan laju produksi. 2. Komponen komplesi Adanya lubang perforasi ataupun gravel pack di dasar lubang sumur akan mempengaruhi aliran fluida dari formasi ke dasar lubang sumur. Berdasarkan analisa pada komponen ini dapar diketahui pengaruh jumlah lubang perforasi ataupun adanya gravel pack terhadap laju produksi sumur. 3. Komponen tubing Fluida multifasa yang mengalir dalam pipa tegak ataupun miring akan mengalami kehilangan tekanan yang besarnya antara lain tergantung dari ukuran tubing. Dengan Analisa Sistem Nodal (P-05) 1

Upload: irfanardian

Post on 22-Nov-2015

114 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

ANALISA SISTEM NODAL

Sistem sumur produksi yang menghubungkan antara formasi produktif dengan separator dapat dibagi menjadi 6 komponen, seperti ditunjukkan pada Gambar-1, yaitu :

1. Komponen formasi produktif/reservoar

Dalam komponen ini fluida reservoar mengalir dari batas reservoar menuju ke lubang sumur, melalui media berpori. Kelakuan aliran fluida dalam media berpori dinyatakan dalam bentuk hubungan antara tekanan alir di dasar sumur dengan laju produksi.

2. Komponen komplesi

Adanya lubang perforasi ataupun gravel pack di dasar lubang sumur akan mempengaruhi aliran fluida dari formasi ke dasar lubang sumur. Berdasarkan analisa pada komponen ini dapar diketahui pengaruh jumlah lubang perforasi ataupun adanya gravel pack terhadap laju produksi sumur.

3. Komponen tubing

Fluida multifasa yang mengalir dalam pipa tegak ataupun miring akan mengalami kehilangan tekanan yang besarnya antara lain tergantung dari ukuran tubing. Dengan demikian analisa tentang pengaruh ukuran tubing terhadap laju produksi dapat dilakukan dalam komponen ini.

4. Komponen pipa salur

Pengaruh ukuran pipa salur terhadap laju produksi yang dihasilkan suatu sumur dapat dianalisa dalam komponen ini, seperti halnya pengaruh ukuran tubing dalam komponen tubing.

5. Komponen restriksi/jepitan

Jepitan yang dipasang di kepala sumur atau dipasang di dalam tubing sebagai safety valve akan mempengaruhi besarnya laju produksi yang dihasilkan dari suatu sumur. Pemilihan ataupun analisa tentang pengaruh ukuran jepitan terhadap laju produksi dapat dianalisa pada komponen ini.

6. Komponen separator

Laju produksi suatu sumur dapat berubah dengan berubahnya tekanan kerja separator. Pengaruh perubahan tekanan kerja separator terhadap laju produksi untuk sistem sumur dapat dilakukan pada komponen ini.

Gambar-1

Sistem sumur produksi

Ke-enam komponen tersebut berpengaruh terhadap laju produksi sumur yang akan dihasilkan. Laju produksi yang optimum dapat diperoleh dengan cara memvariasikan ukuran tubing, pipa salur, jepitan dan tekanan kerja separator. Pengaruh kelakuan aliran fluida ini masing-masing komponen terhadap sistem sumur secara keseluruhan akan dianalisa dengan menggunakan Analisa Sistem Nodal.

Nodal merupakan titik pertemuan antara dua komponen, dimana di titik pertemuan tersebut secara fisik akan terjadi keseimbangan dalam bentuk keseimbangan masa ataupun keseimbangan tekanan. Hal ini berarti bahwa masa fluida yang keluar dari suatu komponen akan sama dengan masa fluida yang masuk ke dalam komponen berikutnya yang saling berhubungan atau tekanan diujung suatu komponen akan sama dengan komponen yang lain yang berhubungan. Sesuai dengan Gambar-1 dalam sistem sumur produksi dapat diperoleh 4 titik nodal, yaitu :

1. Titik nodal di dasar sumur

Titik nodal ini merupakan pertemuan antara komponen formasi produktif/reservoar dengan komponen tubing jika komplesi sumur adalah open hole atau titik pertemuan antara komponen tubing dengan komponen komplesi jika sumur diperforasi atau dipasang gravel pack.

2. Titik nodal di kepala sumur

Titik nodal ini merupakan titik pertemuan antara komponen tubing dan komponen pipa salur dalam hal sumur tidak dilengkapi dengan jepitan atau merupakan titik pertemuan antara komponen tubing dengan komponen jepitan jika sumur dilengkapi dengan jepitan.

3. Titik nodal di separator

Pertemuan antara komponen pipa salur dengan komponen separator merupakan suatu titik nodal.

4. Titik nodal di upstream/downstream jepitan

Sesuai dengan letak jepitan, titik nodal ini dapat merupakan pertemuan antara komponen jepitan dengan komponen tubing. Jika jepitan dipasang pada tubing sebagai safety valve atau merupakan pertemuan antara komponen tubing di permukaan dengan komponen jepitan, jika jepitan dipasang di kepala sumur.

Jika sistem nodal dilakukan dengan membuat diagram tekanan laju produksi, yang merupakan grafik yang menghubungkan antara perubahan tekanan dan laju produksi untuk setiap komponen.

Hubungan antara tekanan dan laju produksi di ujung setiap komponen untuk sumur secara keseluruhan pada dasarnya merupakan kelakuan aliran dalam :

1. Media berpori menuju dasar sumur

2. Pipa tegak/tubing dan pipa datar/horisontal

3. Jepitan.

Analisa sistem nodal terhadap suatu sumur, diperlukan dengan tujuan untuk :

1. Meneliti kelakuan aliran fluida reservoar di setiap komponen sistem sumur untuk menentukan pengaruh masing-masing komponen tersebut terhadap sistem sumur secara keseluruha.

2. Menggabungkan kelakuan aliran fluida reservoar di seluruh komponen sehingga dapat diperkirakan laju produksi sumur.

Untuk menganalisa pengaruh suatu komponen terhadap sistem sumur secara keseluruhan, dipilih titik nodal yang terdekat dengan komponen tersebut. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui pengaruh ukuran jepitan terhadap laju produksi sumur, maka dipilih titik nodal di kepala sumur atau jika ingin diketahui pengaruh jumlah lubang perforasi terhadap laju produksi, maka dipilih titik nodal di dasar sumur.

Pada bab ini akan diuraikan tentang perencanaan sistem sumur produksi ataupun perkiraan laju produksi dari suatu sistem sumur yang telah ada, dengan menggunakan Analisa Sistem Nodal. Ketelitian dan keberhasilan dari Analisa Sistem Nodal ini sangat tergantung dari ketelitian dan tepatnya pemilihan korelasi/metoda kelakuan aliran fluida reservoar yang digunakan dalam analisa.

Jika sistem nodal ini dapat diselesaikan dengan bantuan komputer, dimana dibuat program komputer yang merupakan gabungan dari perhitungan-perhitungan kelakuan aliran pada komponen 1 sampai dengan 6. Tetapi dalam tulisan ini penyelesaian dengan komputer tidak ditinjau dan penyelesaian analisa sistem nodal adalah secara manual dengan menggunakan kurva-kurva presure traverse. Penyelesaian dengan cara ini dapat memberikan hasil yang sama dengan hasil perhitungan dengan komputer, jika kurva-kurva pressure traverse yang digunakan dibuat khusus untuk lapangan berdasarkan korelasi yang dipilih.

Pada bab-bab selanjutnya akan dibahas tentang penyelesaian analisa sistem nodal di setiap titik nodal, dan akan ditinjau pengaruh dari masing-masing komponen terhadap sistem sumur secara keseluruhan. Sebelum sampai ke penyelesaian analisa sistem nodal, akan dijelaskan terlebih dahulu tentang penggunaan kurva pressure traverse untuk menentukan kehilangan tekanan aliran multifasa dalam pipa.

1. Penggunaan Kurva Pressure Traverse

Kurva pressure traverse yang telah dibuat khusus untuk suatu lapangan dapat digunakan untuk memperkirakan kehilangan tekanan aliran dalam pipa dengan hasil yang baik. Dengan menggunakan pressure traverse untuk ukuran tubing/pipa salur, kedalaman sumur atau panjang pipa salur, laju produksi, tempat jepitan dipasang dan perbandingan gas cairan tertentu, maka dapat diperkirakan :

1. Tekanan kepala sumur jika tekanan alir dasar sumur diketahui, dan sebaliknya dapat ditentukan tekanan dasar sumur jika tekanan kepala sumur diketahui.

2. Tekanan kepala sumur jika tekanan separator diketahui atau sebaliknya tekanan separator jika tekanan kepala sumur diketahui.

3. Tekanan downstream jepitan dipermukaan jika tekanan separator diketahui.

4. Tekanan downstream jepitan di tubing (safety valve) jika tekanan kepala sumur diketahui.

5. Tekanan upstream jepitan di tubing (safety valve) jika tekanan dasar sumur diketahui.

Prosedur penggunaan kurva pressure traverse untuk menentukan tekanan-tekanan yang disebutkan diatas adalah sama, maka secara umum akan digunakan istilah tekanan upstream dan downstream. Yang termasuk tekanan upstream adalah :

1. Tekanan kepala sumur jika diperkirakan dari tekanan separator.

2. Tekanan dasar sumur jika diperkirakan berdasarkan tekanan kepala sumur.

3. Tekanan setelah jepitan (dari arah aliran) jika diperkirakan dari tekanan separator untuk jepitan di kepala sumur.

4. Tekanan setelah jepitan jika diperkirakan dari tekanan kepala sumur.

Sedangkan yang termasuk tekanan downstream adalah :

1. Tekanan kepala sumur jika diperkirakan dari tekanan dasar sumur.

2. Tekanan kepala sumur jika diperkirakan berdasarkan tekanan downstream jepitan di tubing (sfety valve).

3. Tekanan di separator jika diperkirakan dari tekanan kepala sumur atau dari downstream jepitan di permukaan.

4. Tekanan sebelum jepitan jika diperkirakan berdasarkan tekanan alir dasar sumur ( untuk jepitan di dalam tubing).

Prosedur perkiraan kehilangan tekanan aliran dalam pipa tegak atau datar dengan menggunakan kurva pressure traverse akan dijelaskan pada sub-bab sebagai berikut :

1.1. Perhitungan Tekanan Upstream atau Downstream

Seacara Grafis

Sebelum membahas tentang prosedur perhitungan tekanan upstream atau downstream, akan dijelaskan terlebih dahulu tentang kurva pressure traverse. Gambar-2 dan 3 adalah contoh kurva pressure traverse, masing-masing untuk aliran tegak dan aliran mendatar. Gambar-gambar tersebut menunjukkan hubungan antara tekanan (sumbu datar) dan kedalaman (sumbu tegak). Pada sumbu kedalaman, harga kedalaman makin meningkat ke arah bawah. Di sudut kanan atas, dicantumkan data laju produksi, ukuran tubing atau pipa salur, 0API gravity minyak, dan lapangan dimana kurva traverse tersebut dikembangkan.

Garis-garis lengkung dalam gambar tersebut adalah kurva-kurva gradien tekanan aliran, untuk berbagai harga perbandingan gas-cairan. Dengan demikian satu kurva gradien tekanan aliran berlaku untuk ukuran tubing atau pipa salur, laju produksi cairan dan perbandingan gas-cairan tertentu.

Prosedur perhitungan tekanan upstrean atau downstream untuk sistem aliran fluida dalam pipa, dengan menggunakan kurva pressure traverse adalah sebagai berikut :

Langkah-1. Siapkan data penunjang ;

Panjang pipa (D)

Diameter pipa (dt)

Laju produksi (qL)

Kadar air (KA)

Perbandingan gas-cairan (GLR)

Tekanan upstream atau downstream (P)

Langkah-2. Berdasarkan qL, KA, dan diameter pipa, pilih kurva pressure traverse yang sesuai.

Gambar-2

Kurva Pressure Traverse untuk Aliran Tegak

Gambar-3

Kurva Pressure Traverse untuk Aliran Mendatar

Langkah-3. Pilih garis gradien tekanan aliran yang sesuai dengan GLR. Seringkali garis tekanan alir pada harga GLR tersebut tidak tersedia, sehingga perlu interpolasi.

Langkah-4. Tekanan downstream ditentukan sebagai berikut :

a. Plot tekanan upstream di sumbu tekanan pada grafik pressure traverse

b. Dari titik tekanan upstream tarik garis tegak ke bawah sampai memotong garis gradien aliran pada langkah-3.

c. Dari perpotongan tersebut buat garis mendatar ke kiri sampai memotong sumbu panjang (untuk pipa datar) atau kedalaman (untuk pipa tegak). Baca harga panjang atau kedalaman tersebut dan dari harga ini disebut panjang atau kedalaman ekivalen tekanan upstream.

d. Hitung panjang atau kedalaman ekivalen tekanan downstream, yaitu :

e. Plot panjang/kedalaman ekivalen tekanan downstream pada sumbu panjang/kedalaman.

f. Mulai dari langkah-e, buat garis datar ke kanan sampai memotong garis gradien aliran pada langkah-3.

g. Dari titik potong tersebut buat garis tegak ke atas sampai memotong sumbu tekanan. Titik potong ini adalah tekanan downstream.

Langkah-5. Tekanan upstream ditentukan sebagai berikut :

a. Plot tekanan downstream di sumbu tekanan pada grafik pressure traverse.

b. Dari titik tekanan downstream tarik garis tegak ke bawah sampai memotong garis gradien aliran pada langkah-3.

c. Dari perpotongan tersebut buat garis mendatar ke kiri sampai memotong sumbu panjang (untuk pipa datar) atau kedalaman (untuk pipa tegak). Baca panjang/kedalaman tersebut dan garis ini disebut panjang/kedalaman ekivalen tekanan downstream.

d. Hitung panjang atau kedalaman ekivalen tekanan upstream, yaitu :

e. Plot panjang/kedalaman ekivalen tekanan upstream pada sumbu panjang/kedalaman.

f. Mulai dari titik langkah-e, buat garis datar ke kanan sampai memotong garis gradien aliran pada langkah-3.

g. Dari titik potong tersebut buat garis tegak ke atas sampai memotong sumbu tekanan. Titik potong ini adalah tekanan upstream.

1.2. Soal Latihan-1

1. Diketahui :

Diameter tubing

= 2 in

Panjang tubing

= 5900 ft

Laju aliran total

= 200 bbl/hari

Kadar air

= 0%

Perbandingan gascairan = 200 SCF/STB

Jika tekanan dasar sumur (upstream), Pwf = 1720 psi, tentukan tekanan di kepala sumur (downstream), Pwh.

2. Diketahui :

Diameter pipa salur

= 2,5 in

Panjang pipa salur

= 15000 ft

Laju aliran total

= 600 bbl/hari

Perbandingan gas cairan = 1000 SCF/STB

Jika tekanan separator (downstream) = 100 psi, tentukan tekanan upstream.

2. Analisa Sistem Nodal Untuk Sumur Sembur Alam

2.1. Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal di Dasar Sumur

Prosedur Analisa Sistem Nodal di dasar sumur, terdiri dari dua prosedur sesuai dengan kondisi di dasar sumur, yaitu :

1. Untuk kondisi open hole

2. Untuk kondisi dasar sumur di perforasi

Arah perhitungan untuk titik nodal di dasar sumur ini ditunjukkan pada Gambar-4.

Berikut akan diuraikan tentang prosedur untuk masing-masing kondisi tersebut.

2.1.1. Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal di Dasar Sumur untuk Kondisi Open Hole

Prosedur perhitungan adalah sebagai berikut :

Langkah-1. Siapkan data penunjang, yaitu :

Kedalaman sumur (D)

Panjang pipa salur (L)

Diameter tubing (dt)

Diameter pipa salur (dp)

Kadar air (KA)

Perbandingan gas-cairan (GLR)

Tekanan separator (Psep)

Kurva IPR

Langkah-2. Buat sistem koordinat pada kertas grafik kartesian dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar.

Gambar-4

Arah Perhitungan Untuk Titik Nodal di Dasar Sumur

Langkah-3. Berdasarkan uji tekanan dan produksi terbaru atau berdasarkan peramalan kurva IPR, plot kurva IPR pada kertas grafik di langkah-2.

Langkah-4. Ambil laju produksi tertentu (qt) yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse baik untuk aliran horisontal maupun untuk aliran vertikal.

Langkah-5. Berdasarkan pada qt, dp, dan KA, pilih grafik pressure traverse untuk aliran horisontal.

Langkah-6. Pilih garis gradien aliran berdasarkan perbandingan gas-cairan (GLR). Seringkali perlu dilakukan interpolasi jika garis-garis aliran untuk GLR yang diketahui tidak tercantum.

Langkah-7. Berdasarkan garis gradien aliran pada pressure traverse tersebut, tentukan tekanan kepala sumur, Pwh (tekanan upstream) dari Psep (tekanan downstream).

Langkah-8. Dari harga qL, dt dan KA pilih grafik pressure traverse untuk aliran vertikal.

Langkah-9. Pilih garis gradien aliran untuk GLR yang diketahui. Jika garis gardien aliran untuk harga GLR tersebut tidak tercantum, lakukan interpolasi.

Langkah-10. Gunakan harga Pwh pada langkah-7 (Pwh = tekanan downstream) untuk menentukan tekanan alir dasar sumur (Pwf = tekanan upstream).

Langkah-11. Ulangi langkah-4 sampai dengan 10 untuk harga laju produksi yang lain. Dengan demikian akan diperoleh variasi harga qt terhadap Pwf.

Langkah-12. Plot qt terhadap Pwf pada grafik yang memuat kurva IPR (langkah-3). Kurva yang terbentuk disebut kurva tubing intake.

Langkah-13. Berdasarkan letak kurva tubing intake terhadap kurva IPR terdapat 3 kemingkinan, yaitu :

a. Kurva tubing intake di atas kurva IPR sehingga tidak dapat ditentukan titik potongnya. Hal ini berarti bahwa sumur tersebut mati untuk sistem pipa produksi yang digunakan.

b. Kurva tubing intake tidak memotong kurva IPR, tetapi perpanjangan kurva tubing intake dapat memotong kurva IPR. Jika hal ini ditemui, ulangi langkah-4 sampai dengan 10 untuk harga laju produksi lain yang dapat menyambung kurva pipa intake sehingga akan memotong kurva IPR seperti pada keadaan di butir c beruikut ini. Disarankan untuk tidak melakukan ekstrapolasi jika laju produksi yang diperlukan tidak tersedia pada pressure traverse.

c. Kurva tubing intake memotong kurva IPR dan perpotongan tersebut memberikan laju produksi Qt. Hal ini berarti bahwa untuk sistem rangkaian tubing di dalam sumur dan pipa salur di permukaan, sumur dapat berproduksi sebesar Qt.

2.1.2. Soal Latihan-2

Diketahui :

Panjang pipa salur

= 3000 ft

Diameter pipa salur

= 2 in

Kedalaman sumur

= 5000 ft

Diameter tubing

= 2 3/8 in

Kadar air

= 0%

Perbandingan gas-cairan = 400 SCF/bbl

Tekanan statik

= 2200 psi

Tentukan laju produksi yang diperoleh dengan menggunakan dasar sumur sebagai titik nodal.

2.1.3. Prosedur Analisa Sistem Nodal untuk Titik Nodal di Dasar Sumur untuk Kondisi Dasar Sumur Diperforasi

Prinsip perhitungannya tidak berbeda dengan kondisi dasar sumur open hole, hanya saja ditambahkan perhitungan kehilangan tekanan sepanjang perforasi.

Prosedur perhitungan Analisa Sistem Nodal pada titik nodal di dasar sumur untuk kondisi lubang di dasar sumur diperforasi adalah sebagai berikut :

Langkah-1. Siapkan data penunjang, yaitu :

Kedalaman sumur (D)

Panjang pipa salur (L)

Diameter tubing (dt)

Diameter pipa salur (dp)

Kadar air (KA)

Perbandingan gas-cairan (GLR)

Tekanan separator (Psep)

Kurva IPR

Tebal formasi produktif (ft)

Permeabilitas formasi produktif (md)

Kerapatan perforasi per foot (SPF)

Panjang lubang perforasi (in)

Jari-jari lubang perforasi (in)

Teknik perforasi (overbalanced atau inderbalanced)

Langkah-2. Buat sistem koordinat pada kertas grafik kartesian dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar.

Langkah-3. Berdasarkan uji tekanan dan produksi terbaru atau berdasarkan peramalan kurva IPR pada kertas grafik di langkah-2. Tekanan alir dasar sumur yang diperoleh dari persamaan kurva IPR merupakan tekanan di permukaan formasi produktif (sandface).

Langkah-4. Ambil laju produksi tertentu (qt) yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse baik untuk aliran horisontal maupun untuk aliran vertikal.

Langkah-5. Berdasarkan pada qt, dp, dan KA, pilih grafik pressure traverse untuk aliran horisontal.

Langkah-6. Pilih garis gradien aliran berdasarkan perbandingan gas-cairan (GLR). Seringkali perlu dilakukan interpolasi jika garis-garis aliran untuk GLR yang diketahui tidak tercantum.

Langkah-7. Berdasarkan garis gradien aliarn pada grafik pressure traverse tersebut, tentukan tekanan kepala sumur, Pwh (tekanan upstream) dari Psep (tekanan downstream).

Langkah-8. Dari harga qL, dt, dan KA pilih grafik pressure traverse untuk aliran vertikal.

Langkah-9. Pilih garis gradien aliran untuk GLR yang diketahui. Jika garis gradien aliran untuk harga GLR tersebut tidak tercantum, lakukan interpolasi.

Langkah-10. Gunakan harga Pwh di langkah-7 (Pwh = tekanan downstream) untuk menentukan tekanan alir dasar sumur (Pwf = tekanan upstream).

Langkah-11. Ulangi langkah-4 sampai dengan 10 untuk harga laju produksi yan lain. Dengan demikian akan diperoleh variasi harga qt terhadap Pwf.

Langkah-12. Hitung tekanan dasar sumur di permukaan formasi produktif (sandface), berdasarkan harga laju produksi yang digunakan di langkah-4 sampai dengan 10.

Langkah-13. Hitung perbedaan tekanan di dasar sumur, antara tekanan di permukaan formasi produktif dan kaki tubing, yaitu tekanan di dasar sumur dari langkah-12 dikurangi dengan tekanan dasar sumur dari langkah-11, pada harga laju produksi yang sama. Plot antara laju produksi dengan perbedaan tekanan di dasar sumur tersebut.

Langkah-14. Berdasarkan data perforasi, hitung kehilangan tekanan sepanjang perforasi pada beberapa laju produksi.

Langkah-15. Plot perbedaan tekanan (kehilangan tekanan) terhadap laju produksi pada kertas grafik yang sama dengan plot di langkah-13.

Langkah-16. Perpotongan kurva dari langkah-13 dengan kurva dari langkah-15 (kurva kehilangan tekanan dalam perforasi) menunjukkan laju produksi yang diperoleh pada kerapatan perforasi tersebut.

Langkah-17. Dengan mengubah harga kerapatan perforasi maka dapat ditentukan kerapatan perforasi yang optimum.

2.1.4. Soal Latihan-3

Diketahui :

Panjang pipa salur

= 3000 ft

Diameter pipa salur

= 2 in

Kedalaman sumur

= 5000 ft

Diameter tubing

= 2 3/8 in

Perbandingan gas-cairan

= 400 SCF/bbl

Tekanan statik

= 2200 psi

Tebal formasi produktif

= 20 ft

Permeabilitas formasi

= 162 md

Kerapatan perforasi

= 2, 4, 6, 8, 10 SPF

Panjang lubang perforasi

= 11,6 in

Diameter lubang perforasi

= 0,51 in

Teknik perforasi adalah overbalanced

Faktor volume formasi minyak= 1,083 bbl/STB

Viskositas minyak

= 2,5 cp

Densitas minyak

= 30 pb/cuft.

Tentukan laju produksi yang diperoleh dengan menggunakan dasar sumur sebagai titik nodal dengan memperhitungkan kerapatan perforasi.

2.2. Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal

di Kepala Sumur

Analisa Sistem Nodal untuk titik nodal di kepla sumur dibedakan menjadi dua prosedur, tergantung dari ada tidaknya jepitan di kepala sumur. Dengan demikian dalam sub-bab ini akan diuraikan dua prosedur analisa sistem nodal, satu prosedur untuk kepala sumur yang tidak dilengkapi dengan jepitan dan satu prosedur lagi untuk kepala sumur yang dilengkapi dengan jepitan.

Kelakuan aliran multifasa dalam jepitan diuraikan dalam bab tersediri, dimana diuraikan korelasi-korelasi yang digunakan untuk memperkirakan hubungan antara laju produksi dan tekanan.

2.2.1. Prosedur Analisa Sistem Nodal untuk Titik Nodal

di Kepala Sumur Tanpa Jepitan

Prosedur perhitungan adalah sebagai berikut :

Langkah-1. Siapkan data penunjang, yaitu :

Kedalaman sumur (D)

Panjang pipa salur (L)

Diameter tubing (dt)

Diameter pipa salur (dp)

Kadar air (KA)

Perbandingan gas-cairan (GLR)

Tekanan separator (Psep)

Kurva IPR

Langkah-2. Buat sistem sumbu pada kertas grafik kartesian dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar.

Langkah-3. Ambil laju produksi tertentu (qt) yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse untuk aliran horisontal.

Langkah-4. Berdasarkan harga qL, dp, dan KA pilih grafik pressure traverse aliran horisontal.

Langkah-5. Pilih garis gradien aliran dengan GLR yang diketahui. Jika garis gradien aliran untuk harga GLR tersebut tidak tercantum, lakukan interpolasi.

Langkah-6. Dari Psep (tekanan downstream) tentukan tekanan kepala sumur Pwh (tekanan upstream) dengan menggunakan garis gradien alir di langkah-5. Catat harga Pwh yang diperoleh.

Langkah-7. Ulangi langkah-3 sampai dengan 6 untuk berbagai harga laju produksi yang lain. Dengan demikian diperoleh variasi harga qt terhadap Pwh.

Langkah-8. Plot qt terhadap Pwh pada kertas grafik di langkah-2. Kurva yang terbentuk disebut kurva pipa salur.

Langkah-9. Ambil laju produksi tertentu (qt) yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse untuk aliran vertikal.

Langkah-10. Berdasarkan harga qt, dt, dan KA pilih grafik pressure traverse untuk aliran vertikal.

Langkah-11. Pilih garis gradien aliran dengan GLR yang diketahui. Jika garis gradien aliran untuk harga GLR tersebut tidak ada, lakukan interpolasi.

Langkah-12. Menurut persamaan IPR yang diperoleh dari uji tekanan dan produksi terbaru atau menurut peralaman IPR, hitung tekanan alir dasar sumur (Pwf), pada harga qt di langkah-10.

Langkah-13. Dari harga Pwf (tekanan upstream) tentukan tekanan kepala sumur, Pwh (tekanan downstream) dengan menggunakan garis gradien aliran di langkah-11. Catat harga Pwh yang diperoleh.

Langkah-14. Ulangi langkah-9 sampai dengan 13 untuk berbagai harga laju produksi yang lain. Dengan demikian akan diperoleh variasi harga qt terhadap Pwh.

Langkah-15. Plot qt terhadap Pwh dari langkah-14 pada kertas grafik di langkah-2. Kurva yang diperoleh disebut kurva tubing.

Langkah-16. Jika kurva tubing memotong kurva pipa salur, maka sumur akan berproduksi dengan laju produksi (Qt) yang ditentukan dari titik perpotongan tersebut. Jika kurva tubing tidak memotong kurva pipa salur, maka sumur tidak dapat berproduksi untuk sistem rangkaian pipa tersebut. Jika kurva tubing dan kurva pipa salur tidak berpotongan tetapi perpanjangan kedua kurv atersebut memberikan kemungkinan untuk berpotongan, maka ulangi langkah-3 sampai dengan 15 untuk laju produksi yang lain, sehingga kurva tubing dan kurva pipa salur dapat diperpanjang, dan kemudian tentukan titik potongnya. Titik potong ini memberikan laju produksi yang diperoleh. Tidak dibenarkan melakukan ekstrapolasi, kecuali jika laju produksi tidak tersedia di grafik pressure traverse.

Langkah-17. Dengan membuat kurva tubing dan kurva pipa salur untuk berbagai ukuran tubing dan ukuran pipa salur, maka dipilih pasangan ukuran tubing dan pipa salur yang dapat menghasilkan laju produksi optimum.

2.2.2. Soal latihan-4

Diketahui : sama seperti Soal Latihan-2.

Tentukan laju produksi yanng diperoleh dengan menggunakan kepala sumur sebagai titik nodal tanpa menggunakan jepitan.

2.2.3. Prosedur Analisa Sistem Nodal untuk Titik Nodal

di Kepala Sumur Dengan Jepitan

Prosedur perhitungan adalah sebagai berikut :

Langkah-1. Siapkan data penunjang, yaitu :

Kedalaman sumur (D)

Panjang pipa salur (L)

Diameter tubing (dt)

Diameter pipa salur (dp)

Kadar air (KA)

Perbandingan gas-cairan (GLR)

Tekanan separator (Psep)

Kurva IPR

Ukuran jepitan

Langkah-2. Buat sistem koordinat pada kertas grafik kartesian dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar.

Langkah-3. Ambil laju produksi tertentu (qt) yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse untuk aliran vertikal.

Langkah-4. Berdasarkan harga qt, dt, dan KA pilih grafik pressure traverse aliran vertikal.

Langkah-5. Pilih garis gradien aliran dengan GLR yang diketahui. Jika garis gradien aliran untuk harga GLR tersebut tidak ada, lakukan interpolasi.

Langkah-6. Berdasarkan persamaan IPR yang diperoleh dari uji tekanan dan produksi terbaru atau menurut peramalan IPR, hitung tekanan alir dasar sumur (Pwf) pada harga qt di langkah-3.

Langkah-7. Dari harga Pwf (tekanan upstream) tentukan tekanan kepala sumur, Pwh (tekanan downstream) dengan menggunakan garis gradien aliran langkah-5.

Langkah-8. Ulangi langkah-3 sampai dengan 7 untuk berbagai harga laju produksi yang lain. Dengan demikian akan diperoleh variasi harga qt terhadap Pwh.

Langkah-9. Plot qt terhadap Pwh dari langkah-8 pada kertas grafik di langkah-2. Kurva yang diperoleh disebut kurva tubing.

Langkah-10. Pilih korelasi aliran fluida dalam jepitan yang sesuai dengan kondisi lapangan.

Langkah-11. Berdasarkan korelasi yang dipilih, buat hubungan antara laju produksi dengan tekanan kepala sumur.

Langkah-12. Plot antara laju produksi terhadap tekanan kepala sumur yang diperoleh dari langkah-11 pada kertas grafik di langkah-2. Kurva yang diperoleh disebut sebagai kurva jepitan.

Langkah-13. Perpotongan antara kurva tubing dengan kurva jepitan menunjukkan harga laju produksi yang dihasilkan oleh sumur, dengan menggunakan ukuran jepitan yang diberikan.

Langkah-14. Untuk mengetahui pengaruh ukuran jepitan terhadap laju produksi sumur, maka buat kurva jepitan dengan menggunakan langkah-11, untuk beberapa ukuran jepitan yang berbeda.

Langkah-15. Perpotongan kurva-kurva jepitan dengan kurva tubing, menunjukkan laju produksi yang diperoleh untuk setiap ukuran jepitan.

2.2.4. Soal Latihan- 5

Diketahui : sama seperti Soal Latihan-2.

Tentukan laju produksi yang diperoleh dengan menggunakan kepala sumur sebagai titik nodal, jika digunakan jepitan dengan ukuran 32/64 in. Gunakan persaamaan Gilbert untuk memperkirakan kelakuan aliran fluida dalam jepitan.

2.3. Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal di Separator

Prosedur perhitungan analisa sistem nodal dengan titik nodal di separator adalah sebagai berikut :

Langkah-1. Siapkan data penunjang, yaitu :

Kedalaman sumur (D)

Panjang pipa salur (L)

Diameter tubing (dt)

Kadar air (KA)

Perbandinmgan gas-cairan (GLR)

Tekanan separator (Psep)

Kurva IPR

Langkah-2. Buat sistem koordinat pada kertas grafik kartesian dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar.

Langkah-3. Plot kurba IPR pada kertas grafik di langkah-2.

Langkah-4. Anggap laju produksi (qt) yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse untuk aliran horisontal dan vertikal.

Langkah-5. Pilih grafikpressure traverse aliran vertikal sesuai dengan qt, dt, dan kA. Jika KA tidak sesuai dengan KA yang tersedia pada grafik, pilih grafik pressure traverse dengan KA yang terdekat.

Langkah-6. Pilih kurva gradien tekanan aliran dengan GLR yang diketahui. Jika untuk harga GLR tersebut tidak tersedia kurva gradien alirannya, lakukan interpolasi.

Langkah-7. Berdasarkan kurva IPR di langkah-3, baca harga tekanan alir dasar sumur, Pwf pada qt.

Langkah-8. Gunakan grafik pressure traverse (langkah-5) dan kurva gradien aliran (langkah-6) untuk menentukan tekanan kepala sumur Pwh (tekanan downstream) berdasarkan Pwf (tekanan upstream).

Langkah-9. Catat harga Pwh yang diperoleh.

Langkah-10. Pilih grafik pressure traverse aliran horisontal yang sesuai dengan qt, dp, dan KA. Jika KA tidak sesuai dengan KA yang tersedia pada grafik, pilih grafik pressure traverse dengan harga KA terdekat.

Langkah-11. Pilih kurva gradien aliran yang sesuai dengan GLR yang diketahui. Jika untuk harga GLR tersebut tidak tersedia kurva gradien alirannya, lakuka interpolasi.

Langkah-12. Gunakan grafik pressure traverse (langkah-10) dan kurva gradien aliran (langkah-11) untuk menentukan tekanan masuk di separator, Pins berdasarkan harga Pwh dari langkah-9.

Langkah-13. Catat harga Pins dan qt.

Langkah-14. Ulangi langkah-4 sampai dengan 13 untuk berbagai harga laju produksi. Dengan demikian akan diperoleh hubungan antara Pins terhadap qt.

Langkah-15. Plot harga Pins terhadap qt pada kertas grafik di langkah-2.

Langkah-16. Plot Psep pada sumbu tekanan dan dari titik ini tarik garis datar ke kanan sampai memotong kurva yang diperoleh dari langkah-15.

Langkah-17. Perpotongan tersebut menunjukkan laju produksi yang akan diperoleh.

2.3.1. Soal Latihan-6

Diketahui : sama seperti Soal Latihan-2.

Tentukan laju produksi yang dapat diperoleh dengan menggunakan separator sebagai titik nodal.

3. Analisa Sistem Nodal di Sumur Pengangkatan Buatan

Dengan cara yang sama, analisa sistem nodal juga dapat digunakan pada sumur pengangkatan buatan, misalnya sumur sembur buatan (gas lift), sumur pompa angguk (sucker rod pump), sumur pompa elektris (electric submersible pump), maupun pompa hidrolik. Seperti halnya dengan pemakaian analisa sistem nodal pada sumur sembur alam, maka pada sumur pengangkatan buatan, analisa sistem nodal ini dapat digunakan untuk pemilihan peralatan pengangkatan buatan, optimasi produksi dan analisa sensitivitas terhadap parameter-parameter peralatan pengangkatan buatan.

Pada awal perencanaan sumur pengangkatan buatan, sumur tetap diperlakukan sebagai sumur sembur alam. Dengan memperhatikan seluruh sistem pipa dan peralatan produksi serta produktivitas lapisan, dibuat plot antara laju produksi cairan terhadap tekanan pada suatu titik nodal, baik pada kondisi inflow maupun outflow. Gambar-5 menunjukkan hasil plot kurva outflow dan inflow jika dasar sumur diambil sebagai titik nodal. Sebagai ilustrasi, harga kadar air pada laju produksi cairan pada Gambar-5 sebesar 25%. Laju produksi yang dihasilkan sumur ditentukan oleh harga perpotongan antara kurva inflow dengan kurva outflow. Jika harga kadar air tersebut meningkat menjadi 75%, ternyata kurva inflow memotong kurva outflow. Pada kondisi ini sumur tidak lagi dapat berproduksi secara sembur alam, atau lebih sering dinyatakan bahwa sumur tersebut mati. Dalam praktek, suatu sumur tidak akan ditunggu sampai mati, tetapi jika sumur sudah tidak lagi dapat berproduksi secara ekonomis, maka sumur dianggap mati.

Usaha selanjutnya adalah menghidupkan kembali sumur yang telah mati tersebut. Berdasarkan Gambar-5, jika ditinjau dari letak kurva outflow (untuk titik nodal didasar sumur), maka sumur dapat berproduksi kembali jika kurva outflow tersebut bergeser ke bawah sampai memotong kurva inflow. Perubahan letak kurva outflow ini dapat dilakukan dengan menurunkan harga-harga tekanan pada kurva outflow sebesar dP, seperti ditunjukkan pada Gambar-6. Usaha mengurangi harga-harga tekanan pada kurva outflow dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1. Dengan menginjeksikan gas pada tubing, sehingga perbandingan gas-cairan reservoar yang mengalir dalam tubing akan meningkat. Peningkatan perbandingan gas-cairan ini akan menurunkan kehilangan tekanan aliran dalam tubing, dP, sehingga kurva outflow akan bergeser ke bawah dan memotong kurva inflow pada laju produksi yang lebih besar dan pada tekanan alir dasar sumur yang lebih rendah.

2. Dengan memasang pompa, baik pompa elektris, pompa sucker rod, maupun pompa hidrolik akan menghasilkan perbedaan tekanan antara titik masuk pompa dengan titik keluar pompa. Jika perbedaan tekanan yang dihasilkan pompa tersebut cukup besar, maka tekanan pada titik masuk akan rendah. Hal ini berarti bahwa tekanan alir dasar akan rendah, sehingga kurva outflow akan bergeser ke bawah dan akan memotong kurva inflow pada laju produksi yang tinggi.

Kedua cara tersebut diatas merupakan hal yang umum dilakukan dalam operasi produksi pada sumur minyak. Meskipun demikian, penggunaan analisa sistem nodal dalam perencanaan sumur pengangkatan buatan sampai tahun 1984 masih sangat terbatas, yaitu hanya digunakan untuk gas lift. Kesulitan penggunaan analisa sistem nodal pada sumur pompa waktu itu adalah belum dikembangkannya persamaan untuk menghitung perbedaan tekanan pada titik masuk dan titik keluar pada pompa atau kehilangan tekanan pada pompa. Tetapi setalah diterbitkannya The Technology of Artificial Lift Methods Volume IV yang mencantumkan persamaan-persamaan dan prosedur perhitungan kehilangan tekanan pada pompa, maka analisa sistem nodal pada sumur pengangkatan buatan dapat dilakukan.

Gambar-5

Pengaruh water cut terhadap produksi sumur

Gambar-6

Perubahan letak kurva outflow dengan menurunkan harga-harga

tekanan pada kurva outflow sebesar dP

Secara skematis distribusi tekanan alir dalam tubing pada sumur pengangkatan buatan ditunjukkan pada Gambar-7. Gambar tersebut menunjukkan bahwa suatu sumur berproduksi pada laju yang konstan, pada tekanan kepala sumur tertentu. Jika sumur harus berproduksi pada tekanan kepala sumur tetap, maka tekanan pada titik keluar pompa sama dengan tekanan kepala sumur ditambah kehilangan tekanan pada tubing. Sedangkan tekanan pada titik masuk pompa adalah tekanan pada titik keluar dikurangi dengan kehilangan tekanan pada pompa. Hal ini ditunjukkan sebagai garis mendatar sebesar kehilangan tekanan dalam pompa, pada titik kedalaman pompa. Selanjutnya tekanan dasar sumur adalah tekanan masuk pompa ditambah dengan kehilangan tekanan alir dalam casing.

Gambar-7

Skema distribusi tekanan alir dalam tubing pada

sumur pengangkatan buatan

Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa usaha meningkatkan laju produksi berdasarkan Analisa Sistem Nodal dapat dilakukan dengan menggeser kurva outflow ke bawah. Hal ini berarti bahwa pada laju produksi tertentu diusahakan dapat diperoleh tekanan alir dasar sumur yang lebih rendah. Dengan menambahkan pompa pada suatu kedalaman tertentu yang dapat menghasilkan kehilangan tekanan pompa tertentu, maka dapat diusahakan pengurangan tekanan alir dasar sumur. Makin besar kapasitas pompa, maka makin besar kehilangan tekanan pompa dan semakin kecil tekanan alir dasar sumur.

Mengingat bahwa penggeseran kurva outflow sumur pengangkatan buatan sangat dipengaruhi oleh kapasitas pompa, yang dinyatakan dalam bentuk spesifikasi pompa, maka perlu dilakukan analisis secara teliti tentang spesifikasi pompa yang digunakan. Hal ini dilakukan supaya diperoleh sistem pemompaan yang optimum. Gambar-8 menunjukkan contoh kurva inflow dan kurva outflow untuk berbagai tingkat pompa dari ESP. Dari gambar tersebut dapat dinyatakan bahwa laju produksi yang tinggi dapat dicapai jika digunakan pompa ESP dengan jumlah stage yang banyak. Hal ini sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Hal yang sama dapat dilakukan untuk pompa sucker rod, jet pump, dan hydraulic pump.

Pembuatan kurva outflow pada Analisa Sistem Nodal untuk sumur pengangkatan buatan, pada dasarnya sama seperti sumur sembur alam. Pembuatan kurva outflow untuk sumur gas lift lebih mudah dibanding dengan pembuatan kurva outflow untuk sumur pompa, karena anatara sumur sembur alam dengan sumur gas lift sangat mirip. Perbedaannya adalah terletak pada penggunaan perbandingan gas-cairan dari formasi, dan perbandingan gas-cairan total (gabungan antara gas dari formasi dan gas yang diinjeksikan).

Analisa Sistem Nodal untuk sumur pompa lebih sulit dibandingkan dengan sumur gas lift. Letak pompa di dasar sumur atau di atas dasar sumur memerlukan prosedur perhitungan yang berbeda. Untuk setiap jenis pompa akan dibedakan juga perhitungan tentang fluida yang dipompa, yaitu :

1. Fluida yang dipompa hanya cairan

2. Fluida yang dipompa berupa campuran gas dan cairan.

Asusmsi yang digunakan dalam perhitungan adalah :

1. Tekanan kepala sumur konstan

2. Ukuran tubing tetap

3. Pada campuran gas-cairan, gas berasal dari associated gas.

Gambar-8

Contoh kurva inflow dan kurva outflow untuk berbagai

tingkat pompa dari ESP

Pada sumur pompa yang juga memproduksikan gas, perkiraan volume total fluida (gas dan cairan) reservoar merupakan suatu hal yang sangat penting. Volume total fluida ini menentukan jumlah tingkat pompa ESP, kecepatan pemompaan dan panjang langkah pada pompa sucker rod, laju power fluid pada pompa hidrolik dan pompa jet.

Jika pada mekanisme pemompaan dimungkinkan untuk memisahkan gaas bebas, sehingga sebagian gas bebas tersebut tidak masuk ke dalam pompa, maka hal ini jug harus diperhitungkan dalam penentuan volume total fluida.

Perhitungan volume total fluida adalah sebagai berikut :

Volume 1 STB cairan ditambah gas yang berasosiasi (dalam hal ini disebut sebagai faktor volume formasi, FVF), pada tekanan dan temperatur tertentu dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

FVF = (WC)Bw + (1 WC)Bo + (GLR-(1 WC)Rs (WC)Rsw)Bg.(1)

Karena harga Rsw sangat kecil, maka harga tersebut umumnya diabaikan. Selain itu, untuk tujuan penyederhanaan, harga Bw diambil sama dengan 1 (satu). Berdasarkan anggapan ini, maka persamaan-1 dapat disederhanakan menjadi :

FVF = (WC) + (1 WC)Bo + (GLR (1 WC)Rs)Bg.(2)

Jika sebagian gas bebas dapat dipisahkan, sehingga tidak masuk ke dalam pompa, maka persamaan-2 dapat dituliskan :

FVF = (WC) + (1 WC)Bo + GIP(GLR (1 WC)Rs)Bg.(3)

dimana ;

GIP = gas yang masuk ke dalam pompa, fraksi

Volume total fluida (gas dan cairan) yang terproduksi pada setiap tekanan dan temperatur dapat dinyatakan sebagai :

V = qsc FVF.(4)

dimana ;

qsc adalah laju produksi minyak

Persamaan-4 dapat digunakan untuk membuat kurva IPR dengan dasar laju produksi fluida (gas dan cairan) total. Harga qsc pada tekanan alir dasar sumur tertentu, dapat diperoleh dari produktivitas sumur, PI atau IPR dua fasa.

Untuk sumur pompa berdasarkan kurva IPR total tersebut pada suatu tekanan alir dasar sumur tertentu, maka dapat diperkirakan laju produksi total (gas dan cairan) yang akan masuk ke dalam pompa. Dengan demikian, spesifikasi pompa yang diperlukan dapat ditentukan. Selain itu, jika dianggap bahwa jumlah gas yang masuk ke dalam pompa sangat besar, sehingga akan mempengaruhi efisiensi pompa, maka perencanaan pemasangan pemisah gas di bawah pompa dapat dilakukan.

EMBED MS_ClipArt_Gallery

40

Analisa Sistem Nodal (P-05)

Analisa Sistem Nodal (P-05)

39

_1072497736.unknown

_1072498335.unknown