analisis akibat malpraktik

Upload: dana-rahmanto

Post on 08-Jan-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

analisis akibat malpraktik

TRANSCRIPT

David Peterpan alami bocor empedu akibat malpraktikSumber: kapanlagi.comSenin, 14 Mei 2012 18:07:00 KategoriArtisSelebritiDavid Kurnia Albert0Salah seorang personil band Peterpan, David Kurnia Albert (30) resmi melaporkan dokter RR dari Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung yang diduga melakukan malpraktek terhadap dirinya, ke Mapolresta Bandung, Senin (14/05/2012).Keyboardis Peterpan datang ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Mapolrestabes Bandung didampingi oleh kuasa hukumnya, Monang Saragih dan ayah kandungnya, Didi Albert.Laporan David bernomor LP/1322/V/2012/JBR/Polrestabes dengan dasar pasal 360 KUHP jo Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.Pasal tersebut menjelaskan tentang tindakan medis yang meskipun tidak sengaja tetapi menimbulkan luka berat bagi pasiennya dan dapat dipidanakan.Monang Saragih menuturkan, akibat operasi tersebut kliennya mengalami luka parah berupa kebocoran di bagian empedu."Selain itu, klien saya juga harus menjalani operasi perbaikan di Rumah Sakit Advent Bandung untuk membersihkan racun akibat kebocoran empedu tersebut," katanya.Dikatakannya, tindakan pihaknya melaporkan dr RR ke polisi akibat kelalaian berat dan ceroboh oleh dokter RSHS Bandung.Sementara itu, David mengatakan terpaksa harus mengambil proses ini. Karena ia menilai pihak Rumah Sakit maupun Dokter yang bersangkutan tidak pernah menanggapi secara serius."Semoga ada penyelesaian dan perhatian dari rumah sakit agar tidak menimpa orang lain lagi," ujar David. (kpl/dar) Analisis:

Di dalam masalah tersebut, dr. RR telah melakukan kelalaian yang menyebabkan luka berat bagi David Kurnia Albert. Dalam hal ini luka berat tersebut adalah kebocoran saluran empedu. Sang dokter melakukan kecerobohan pada saat melakukan operasi di RS Hasan Sadikin Bandung terhadap David sehingga berujung pada bocornya saluran empedu. Kebocoran pada saluran empedu juga membuat David harus operasi lagi di RS Advent Bandung.Tetapi yang lebih mengherankan lagi, dalam berita tersebut disebutkan bahwa Rumah Sakit tempat dr. RR bekerja, yaitu Rumah Sakit Hasan Sadikin dikatakan oleh David tidak menanggapi secara serius masalah ini. Dalam masalah tersebut, dr. RR juga tidak menanggapi secara serius. Padahal masalah ini sangat berkaitan dengan etika dan hukum kedokteran.Dalam ranah etika kedokteran, jelas dokter tersebut melanggar KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia). Dalam ranah hukum, dijelaskan oleh pengacara David dikatakan dokter tersebut juga melanggar hukum karena bertentangan dengan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yang artinya jika melanggar ketentuan tersebut, sanksi akan diterapkan.Dokter tersebut melanggar KODEKI terbaru versi 2012 pasal 2 yang berbunyi Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara independen dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang tertinggi.Pasal 8 KODEKI 2012 juga berkaitan dengan kasus ini. Pasal ini berbunyi Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya memberikan pelayanan secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.Dokter tersebut dalam kasus ini sangat tidak profesional dan itu melanggar kode etik tersebut dalam hal ini mengenai profesionalitas dokter yang diterangkan oleh pasal 2 dan pasal 8 KODEKI. Selain karena melakukan kelalaiannya, dokter juga tidak bersikap profesional karena membiarkan kasus ini berlarut-larutSelain melanggar KODEKI, dr. RR juga melanggar hukum. Dijelaskan oleh sumber dalam pasal 360 KUHP ayat 1 berbunyi Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun.Dokter tersebut juga melanggar pasal 360 KUHP ayat 2 yang berbunyi Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 4.500,-.Ayat ini mengatur tentang sanksi hukum bagi barang siapa yang karena salahnya menyebabkan orang mengalami luka berat. Defenisi mengenai luka berat ini dapat kita lihat dalam Pasal 90 KUHP yang bunyinya sebagai berikut: Yang dikatakan luka berat pada tubuh yaitu: penyakit atau luka, yang tak boleh diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut; terus-menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan atau pekerjaan; tidak lagi memakai salah satu panca indera; kudung (kerompong); lumpuh; berubah pikiran (akal) lebih dari empat minggu lamanya; menggugurkan atau membunuh anak dari kandungan ibu.Dari defenisi yang diberikan Pasal 90 KUHP di atas, dapat diterangkan bahwa:1.Luka yang dapat sembuh kembali dengan sempurna dan tidak mendatangkan bahaya maut ( tentunya dengan referensi pihak yang profesional dan diakui, seperti dokter misalnya) itu bukanlah luka berat.2.Luka berat bukan harus selalu berarti luka yang besar. Keadaan yang ditimbulkan, walau sebesar apapun itu, selama sudah membuat proses suatu kegiatan/pekerjaan yang seharusnya dilakukan dengan baik, terhambat secara terus-menerus atau dengan kata lain tidak cakap melakukan pekerjaannya, itu juga termasuk luka berat. Dalam penjelasanya terhadap Pasal 90 ini, R. Soesilo memberi contoh penyanyi yang rusak kerongkongannya sehingga tidak dapat menyanyi selama-lamanya.3.Luka beratjuga dapat berupa tidak lagi memakai (kehilangan) salah satu panca indera. Panca indera itu berupa penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa lidah dan rasa kulit.4.Lumpuh (verlamming) artinya tidak dapat menggerakkan anggota badannya dikategorikan juga sebagai luka berat.5.Luka berat tidak harus selalu terlihat dari luar saja. Berobah pikiran dapat juga dikategorikan luka berat ketika hal itu lebih dari 4 (empat minggu). Pikiran terganggu, kacau, tidak dapat memikir lagi dengan normal, semua itu lamanya harus lebih dari empat minggu, jika kurang, tidak termasuk pengertian luka berat.6.Tindakan menggugurkan atau membunuh bakal anak kandungan ibu akan mengakibatkan suatu keadaan yang dapat dikategorikan luka berat pada ibu yang mengandung tersebut.7.Pengertian mengenai luka berat yang tidak disebutkan dalam Pasal 90 dapat diterima sebagai suatu keadaan yang disebut luka berat sesuai pertimbangan hakim dengan terlebih dahulu mendengarkan keterangan saksi atau dokter yang biasa kita sebutvisum et repertum.Ancaman hukuman dalam ayat (1) ini adalah maksimal 5 (lima) tahun penjara sama seperti ancaman hukuman maksimal bagi tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (2) KUHPdan juga ancaman hukuman maksimal Pasal 359 KUHP yaitu tindakan yang mengakibatkan matinya orang akibat salahnya (delik culpa). Seharusnya ancaman hukuman maksimal terhadap Pasal 360 ayat (1) ini lebih ringan dari kedua ayat tersebut. Hal yang mendasari pemikiran ini adalah karena dalam hal ini pelaku bukanlah sengaja atau ada niat untuk melakukan suatu tindakan yang mengakibatkan luka berat terhadap korban. Berbeda dengan Pasal 351 ayat (1) yang memang sengaja melakukan suatu tindakan yang mengakibatkan luka berat terhadap korban. Memang dalam pembuktian akan sangat sulit kita bedakan apakah suatu tindakan itu sengaja atautidak dilakukan, tetapi apabila sudah terbukti tidak sengaja bukankah seharusnya ancaman hukumannya lebih ringan dibandingkan suatu tindakan yang sudah disengaja karena sudah jelas ada niat dan rencana yang berarti sudah tertanam keinginan dalam diri pelaku untuk melakukan suatu tindak pidana. Seharusnya juga ancaman hukuman maksimal lebih ringan dibandingkan dengan Pasal 359, karena walaupun sama-samadelik culpatetapi akibat yang ditimbulkan berbeda yaitu berakibat kematian terhadap korban.Masalah ini patut kita nilai bersama bahwa praktik kedokteran dan pelayanan medis mempunyai etika dan hukum yang harus ditegakkan oleh dokter. Dokter harus memberikan pelayanan kesehatan semaksimal mungkin kepada pasien. Kita berharap tidak ada kasus yang demikian terjadi lagi di Indonesia.