analisis anggaran pemerintah - apbd sultra
DESCRIPTION
Analisis Anggaran Pemerintah - APBD SultraTRANSCRIPT
TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PEMERINTAH
ANALISIS ANGGARAN PEMERINTAH
Studi Kasus : APBD Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2011 - 2013
KELOMPOK II
1. Ahmad Fadillah (2) 2. Arco Priyo Dirgantoro (6) 3. Basrifan Arief Bakti (10) 4. Kadek Maharta Kusuma (19) 5. Putri Yanti (26)
PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI KELAS 7A BPKP SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
2014
A. Pendahuluan
Anggaran merupakan instrument penting bagi pemerintah untuk merencanakan
langkah-langkah financial serta menentukan kebijakan Negara di periode yang
akan datang. Anggaran merupakan salah satu aspek penting dalam
merencanakan keputusan yang akan diambil oleh pemerintah suatu negara
sehingga apabila terjadi kekeliruan atau ketidaktepatan dalam penganggaran
dapat berakibat buruk bagi negara. Dalam hal ini, anggaran yang disusun harus
meliputi anggaran yang berlandaskan pada prinsip efisiensi yaitu dengan
menggunakan nilai input tertentu untuk menghasilkan nilai output dan outcome
yang terbaik.
Secara Umum Anggaran mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman dalam mengelola negara dalam periode tertentu;
2. Sebagai alat pengawasan dan pengendalian masyarakat terhadap kebijakan
yang telah dipilih oleh pemerintah;
3. Sebagai alat pengawasan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah
dalam melaksanakan kebijakan yang telah dipilih.
Seperti yang kita ketahui bahwa manfaat dari anggaran yaitu sebagai alat
perencanaan dan alat pengendalian untuk hasil yang efektif dan efisien. Melalui
paper ini kami berusaha menyampaikan beberapa analisis mengenai anggaran
yang dapat digunakan untuk mengukur efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaan
anggaran tersebut. Dalam paper ini, kami akan menganalisis data anggaran
pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2011, 2012, dan 2013.
B. Analisis Vertikal
Analisis vertikal laporan keuangan dilakukan dengan membandingkan masing –
masing pos dalam periode berjalan dengan jumlah total pada laporan yang
sama. Hal ini dapat bermanfaat untuk menyoroti hubungan yang signifikan dalam
laporan keuangan.
Metode Analisis Vertikal dikenal juga dengan istilah Metode Analisis Statis
karena hanya membandingkan pos-pos laporan keuangan suatu instansi
pemerintah pada tahun (periode) yang sama, sehingga memperlihatkan
persentase suatu pos terhadap pos lainnya. Analisis persentase per komponen
bertujuan untuk mengetahui kontribusi suatu pos dalam bentuk angka total.
Angka ini dapat digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh pos tersebut bagi
instansi pemerintah tersebut. Dengan demikian besaran angka ini seharusnya
digunakan sebagai dasar mengarahkan, mengalokasikan, dan mengendalikan
sumber daya yang dimiliki suatu instansi pemerintah untuk menghasilkan output
yang optimal bagi kementerian instansi pemerintah yang bersangkutan.
Teknik yang digunakan dalam analisis vertikal adalah:
1. Analisis Common-Size Financial Statements
Analisis ini dilakukan dengan menunjukkan pos-pos dalam laporan keuangan
sebagai persentase dari pos dasar (pos dengan nilai 100%). Contohnya
persentase belanja pegawai terhadap total belanja yang dikeluarkan pemda.
Hasil perhitungan ini selanjutnya dianalisis apakah belanja pegawai terlalu
besar sehingga belanja untuk pelayanan pada masyarakat porsinya lebih
sedikit, dan seterusnya.
2. Analisis Rasio (Ratio Analysis)
Analisis rasio dilakukan dengan menunjukkan hubungan antara dua pos.
Rasio ini diperoleh dengan membagi angka suatu pos dengan angka pos
lainnya, misalnya analisis rasio derajat desentralisasi, rasio belanja operasi
terhadap total belanja, dan sebagainya.
Dalam analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), analisis
vertikal dipisahkan antara anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Analisis
dilakukan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2013.
1. Analisis Vertikal Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara
Komposisi Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
sampai dengan jenis pendapatan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Komposisi Anggaran Pendapatan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012 dan 2013
URAIAN 2012 2013
PENDAPATAN 1.857.752.225.122,00 1.951.960.636.640,00 PENDAPATAN ASLI DAERAH 545.728.695.356,00 502.594.985.095,00 Pendapatan Pajak Daerah 285.298.708.076,00 375.684.854.808,00 Hasil Retribusi Daerah 20.284.827.529,00 24.200.959.800,00 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 25.150.009.655,00 23.821.679.810,00 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 214.995.150.096,00 78.887.490.677,00 DANA PERIMBANGAN 1.009.154.179.766,00 1.141.325.359.545,00
URAIAN 2012 2013
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 104.236.508.766,00 107.022.848.545,00 Dana Alokasi Umum 870.257.871.000,00 981.035.741.000,00 Dana Alokasi Khusus 34.659.800.000,00 53.266.770.000,00 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 302.869.350.000,00 308.040.292.000,00 Pendapatan Hibah 0,00 5.803.792.000,00 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 302.869.350.000,00 302.236.500.000,00
Dari data di atas, struktur anggaran pendapatan dalam APBD Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013 bisa digambarkan sebagai berikut:
Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara didominasi oleh Dana Perimbangan
sebesar 58,47%. Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sulawesi Selatan hanya
berkontribusi sebesar 25,75% dari seluruh pendapatan. Sementara sebesar
15,78% merupakan Lain – lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Selain itu, beberapa hal yang dapat kita analisis secara vertikal antara lain:
a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah ditunjukan rasio total PAD terhadap total
pendapatan.Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan jumlah PAD
dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Semakin tinggi
angka rasio ini menunjukkan semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan
daerahnya.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah = Total PAD
Total PendapatanDaerah
Dalam hal ini, rasio kemandirian keuangan daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara adalah sebesar 25,75%. Berdasarkan analisis yang dilakukan,
25,75%
58,47%
15,78%
Gambar 1. Struktur Anggaran Pendapatan 2013
PENDAPATAN ASLI DAERAHDANA PERIMBANGAN
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
terlihat bahwa pada tahun 2013 kemampuan memperoleh PAD Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tenggara untuk membiayai belanja daerah masih belum
maksimal. Perlu dilakukan peningkatan potensi PAD yang masih bisa digali
lagi agar belanja daerah bisa lebih banyak berasal dari PAD sehingga
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara bisa dikatakan sebagai daerah
dengan keuangan yang mandiri.
b. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah
Rasio ketergantungan keuangan daerah ditunjukan rasio pendapatan transfer
terhadap total pendapatan. Rasio ini dihitung dengan membandingkan jumlah
pendapatan transfer yang diterima pemerintah daerah yang bersangkutan
dari pemerintah pusat/provinsi dengan total pendapatan yang diperoleh pada
periode tersebut. Semakin tinggi nilai rasio ini menunjukkan semakin besar
tingkat ketergantungan pemda terhadap pemerintah pusat dan/atau
pemerintah provinsi.
Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah
= Total Pendapatan Transfer
Total PendapatanDaerah
Rasio ketergantungan keuangan daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara adalah sebesar 58,47%. Dari persentase tersebut terlihat bahwa
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara masih tergantung kepada transfer
dari Pemerintah Pusat untuk membiayai belanja yang dilakukan. Hal ini
menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara masih memiliki
ketergantungan kepada pemerintah pusat.
2. Analisis Vertikal Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
Komposisi Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara sampai
dengan jenis belanja adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Komposisi Anggaran Belanja
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012 dan 2013
URAIAN 2012 2013
BELANJA 2.056.564.248.649,47 2.176.892.463.186,87 BELANJA TIDAK LANGSUNG 1.263.318.613.706,47 1.204.401.909.158,87 Belanja Pegawai 470.112.147.054,00 509.073.200.879,00 Belanja Hibah 29.090.088.000,00 29.301.027.000,29 Belanja Bantuan Sosial 406.341.753.761,00 307.271.500.000,00 Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota 104.260.188.596,00 236.174.768.584,01
URAIAN 2012 2013
dan Pemerintah Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintahan Desa dan Partai Politik
240.162.126.190,00 111.402.782.340,00
Belanja Tidak Terduga 13.352.310.105,47 11.178.630.355,57 BELANJA LANGSUNG 793.245.634.943,00 972.490.554.028,00 Belanja Pegawai 75.277.862.383,00 71.810.486.285,00 Belanja Barang dan Jasa 304.259.461.251,00 297.350.363.226,00 Belanja Modal 413.708.311.309,00 603.329.704.517,00
Berdasarkan jenis belanja tersebut, anggaran belanja Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara terdiri dari Belanja Pegawai (langsung maupun tidak
langsung), Belanja Hibah, Belanja Sosial, Belanja Bagi Hasil, Belanja
Bantuan Keuangan, Belanja Tidak Terduga, Belanja Barang dan Jasa, dan
Belanja Modal.
Struktur anggaran per jenis belanja tersebut bisa dilihat pada gambar berikut:
Dari diagram di atas, Belanja Modal mendapat porsi terbesar dalam anggaran
belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2013 yaitu sebesar
27,72%. Hal ini menunjukkan prioritas belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara adalah melakukan investasi dalam bentuk barang modal. Tetapi
porsi Belanja Pegawai Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara juga cukup
besar yaitu 26,68% dari total belanja. Besarnya belanja pegawai ini dapat
membebani daerah karena anggaran ini bersifat wajib. Jika Pemerintah
Belanja Pegawai26,68%
Belanja Hibah1,35%Belanja Bantuan
Sosial14,12% Belanja Bagi Hasil
Kepada Provinsi/Kabupaten/
Kota dan Pemerintah Desa
10,85%
Belanja Bantuan Keuangan Kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintahan
Desa dan Partai Politik5,12%
Belanja Tidak Terduga0,51%
Belanja Barang dan Jasa13,66%
Belanja Modal27,72%
Gambar 2. Struktur Anggaran Belanja 2013
Provinsi Sulawesi Tenggara tidak melakukan perencanaan penerimaan
dengan baik dan memperhatikan analisis kebutuhan pegawai riil, belanja
pegawai ini bisa meningkat bahkan melebihi anggaran belanja modal.
C. Analisis Horizontal
Dalam metode ini, analisis dilakukan dengan cara membandingkan data
keuangan selama lebih daru satu periode laporan keuangan, sehingga nampak
pos-pos yang berubah cukup besar selama periode tersebut. Jenis-jenis teknik
analisis horizontal adalah:
1. Comparative Financial Statement, yaitu analisis dengan menampilkan laporan
keuangan selama dua atau lebih periode laporan, kenaikan dan penurunan
tiap pos, dan persentase perubahan terhadap periode sebelumnya;
2. Trend Analysis, yaitu analisis dengan membandingkan data pos-pos dalam
laporan keuangan tertentu selama beberapa tahun. Jika dinyatakan dalam
persentase, dipilih satu periode sebagai periode dasar (100%).
Berikut ini analisis horizontal yang dilakukan pada pos-pos dalam APBD Provinsi
Sulawesi Tenggara.
1. Analisis Penerimaan
1) Pendapatan Asli Daerah
Anggaran Pendapatan Asli Daerah mengalami penurunan. Hal ini
ditunjukkan dengan tren penurunan pendapatan asli daerah dari tahun
0,00
200.000.000.000,00
400.000.000.000,00
600.000.000.000,00
800.000.000.000,00
1.000.000.000.000,00
1.200.000.000.000,00
2011 2012 2013
Pendapatan Asli Daerah
Dana Perimbangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
2011 sampai dengan tahun 2013 dengan jumlah masing-masing
Rp545.883.598.813,00; Rp545.728.695.356,00; dan
Rp502.594.985.095,00.
Penurunan dirasakan di pos-pos Hasil Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-Lain
Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Hal ini disebabkan adanya penurunan
kinerja pada pencapaian target pendapatan asli daerah pada tahun 2011
yang mengakibatkan penurunan penganggaran pada tahun-tahun
berikutnya. Penurunan tersebut antara lain disebabkan oleh penghapusan
objek retribusi jasa ketatausahaan yang tersebar di seluruh SKPD dan
juga menurunnya nilai sumbangan pihak ketiga yang mempengaruhi pos
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Satu-satunya pos PAD yang mengalami kenaikan adalah Pendapatan
Pajak Daerah yang mengalami trend kenaikan dari tahun 2011 sampai
dengan tahun 2012, masing-masing sebesar Rp214.927.653.133,00;
Rp285.298.708.076,00; dan Rp375.684.854.808,00.
2) Dana Perimbangan
Anggaran Dana Perimbangan mengalami kenaikan dari tahun 2011
sampai dengan tahun 2013 dengan jumlah masing-masing
Rp799.080.259.908,00; Rp1.009.154.179.766,00; dan
Rp1.141.325.359.545,00. Peningkatan paling signifikan terdapat pada pos
Dana Alokasi Umum.
3) Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
Anggaran Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah mengalami trend
peningkatan yang sangat signifikan dari tahun 2011 sampai dengan tahun
2013, masing-masing sebesar Rp38.728.571.000,00;
Rp302.869.350.000,00 dan Rp308.040.292.000,00.
2. Analisis Belanja
1) Belanja Tidak Langsung
Belanja Tidak Langsung dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013
berturut-turut adalah Rp768.634.977.109,00; Rp1.263.318.613.706.,47
dan Rp1.204.401.909.158,87. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tenggara telah berusaha menekan angka belanja tidak
langsung pada Tahun 2013 meski jumlahnya tidak signifikan.
Penurunan paling signifikan terdapat pada Belanja Bantuan Keuangan
Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintahan Desa dan Partai Politik
yang ditunjukkan pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, masing-
masing sebesar Rp279.903.382.315,00; Rp 240.162.126.190,00 dan Rp
111.402.782.340,00.
Belanja Bantuan Sosial mengalami fluktuasi dalam penganggarannya. Hal
ini ditunjukkan pada tahun 2011 sampai tahun 2012 masing-masing
sebesar Rp19.023.250.000,00; Rp 406.341.753.761,00 dan
Rp307.271.500.000,00.
Belanja Pegawai menunjukkan tren meningkat dalam penganggarannya
sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 masing-masing sebesar
Rp352.034.096.326,00; Rp470.112.147.054,00 dan
Rp509.073.200.879,00. Hal ini disebabkan kenaikan tunjangan pegawai
dan penerimaan CPNS Provinsi Sulawesi Tenggara.
0,00
200.000.000.000,00
400.000.000.000,00
600.000.000.000,00
800.000.000.000,00
1.000.000.000.000,00
1.200.000.000.000,00
1.400.000.000.000,00
2011 2012 2013
Belanja Tidak Langsung
Belanja Langsung
2) Belanja Langsung
Belanja Langsung mengalami tren peningkatan dalam periode 2011
sampai dengan tahun 2012, meski sempat mengalami penurunan yang
tidak terlalu signifikan pada tahun 2012, masing-masing sebesar
Rp799.188.949.214,00; Rp793.245.634.943,00 dan
Rp972.490.554.028,00.
Seluruh pos-pos Belanja Langsung yaitu Belanja Pegawai, Belanja Barang
dan Jasa dan Belanja Modal mengalami tren fluktuasi dalam periode
tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Hal ini menunjukkan lemahnya
perencanaan penganggaran dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.
D. Analisis Pertumbuhan Anggaran
Analisis Pertumbuhan atas akun anggaran dilakukan dengan membandingkan
pertambahan akun anggaran pada tahun yang dinilai tingkat pertumbuhannya
dengan akun anggaran tahun sebelumnya selama periode 2 tahun, rumusnya:
Pertumbuhan Akun Anggaran =
Akun Anggaran n – Akun Anggaran n-1
X 100% Akun Anggaran n-1
Analisis pertumbuhan akun-akun anggaran ini bersumber dari APBD Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tenggara selama 3 (tiga) tahun anggaran yaitu 2011, 2012,
dan 2013. Analisis pertumbuhan mencakup akun-akun APBD dalam kelompok
Pendapatan yaitu: pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah, kelompok belanjan yaitu belanja tidak langsung
dan belanja langsung, serta pembiayaan daerah yaitu penerimaan pembiayaan
daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah.
Berdasarkan data APBD Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara selama 3 (tiga)
tahun di atas, diperoleh data pertumbuhan anggaran sebagai berikut:
URAIAN Pertumbuhan Anggaran
2012 terhadap 2011 % 2013 terhadap
2012 %
PENDAPATAN 474.059.795.401,00 34,26 94.208.411.518,00 5,07
PENDAPATAN ASLI DAERAH
(154.903.457,00) (0,03) (43.133.710.261,00) (7,90)
DANA PERIMBANGAN
210.073.919.858,00 26,29 132.171.179.779,00 13,10
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
264.140.779.000,00 682,03 5.170.942.000,00 1,71
BELANJA 488.740.322.326,47 31,17 120.328.214.537,40 5,85
BELANJA TIDAK LANGSUNG
494.683.636.597,47 64,36 (58.916.704.547,60) (4,66)
BELANJA LANGSUNG
(5.943.314.271,00) (0,74) 179.244.919.085,00 22,60
PEMBIAYAAN DAERAH
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH
(84.031.427.414,53) (29,14) 75.495.434.884,12 36,94
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH
(98.711.954.340,00) (94,68) 49.375.631.864,72 889,73
1. Analisis Pertumbuhan Anggaran Pendapatan
Analisis pertumbuhan anggaran pendapatan adalah analisis yang
berhubungan dengan anggaran pendapatan, yang terdiri dari analisis
pertumbuhan total anggaran pendapatan, pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
1) Analisis Pertumbuhan Total Anggaran Pendapatan
Analisis pertumbuhan total anggaran pendapatan dilakukan untuk
mengetahui perubahan posisi total anggaran pendapatan tahun 2013
terhadap tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011.
Hasil analisis pertumbuhan total anggaran pendapatan Tahun 2012 naik
sebesar 34,26% dan pertumbuhan total anggaran pendapatan tahun 2013
naik sebesar 5,07%.
Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara telah berhasil menaikkan anggaran pendapatan nya
yang cukup signifikan di tahun 2012 namun hanya sedikit di tahun 2013.
Peningkatan anggaran pendapatan ini menunjukkan adanya rencana
peningkatan kinerja pemerintah provinsi dalam optimalisasi penerimaan
daerah.
Peningkatan anggaran pendapatan akan mendorong pertumbuhan
ekonomi daerah. Adanya kenaikan anggaran pendapatan akan memicu
dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah menjadi lebih baik daripada
pertumbuhan ekonomi daerah sebelumnya dalam tahun 2013
mengindikasikan ada penurunan atas nilai total anggaran pendapatannya
dibanding dengan tahun 2012.
2) Analisis Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Analisis pertumbuhan anggaran PAD dilakukan untuk mengetahui
perubahan posisi anggaran PAD tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan
2012 terhadap tahun 2011.
Hasil analisis pertumbuhan anggaran PAD menunjukkan penurunan
sebesar -0,03% di Tahun 2012 dan penurunan sebesar -7,90% di tahun
2013.
Hal ini terjadi karena pada tahun 2011 terdapat pos Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah yang realisasinya dibawah target, sehingga
penganggaran di tahun 2012 dan 2013 dilakukan penyesuaian
pencapaian.
3) Analisis Pertumbuhan Dana Perimbangan
Analisis pertumbuhan dana perimbangan dilakukan untuk mengetahui
perubahan posisi anggaran pendapatan transfer tahun 2013 terhadap
tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011.
Hasil analisis pertumbuhan dana perimbangan tahun 2012 naik sebesar
26,29% dan pertumbuhan dana perimbangan tahun 2013 naik sebesar
13,10%.
Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara dalam tahun 2012 mengindikasikan adanya kenaikan
yg cukup signifikan di banding tahun 2013 dalam penerimaan dana
perimbangan. Semakin meningkatnya dana perimbangan, maka tingkat
kemadirian keungan pemerintah daerah cenderung semakin menurun
serta menunjukan semakin bertambah tinggi tingkat ketergantungan
keuangan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat. Akan tetapi
secara makro peningkatan dana transfer juga akan meningkatkan
kapasitas pemerintah daerah dalam mempengaruhi perekonomian
regional dan aktivitas pada sector-sektor yang terkait dengan
pertumbuhan ekonomi.
4) Analisis Pertumbuhan Lain-lain PAD Yang Sah
Analisis pertumbuhan lain-lain PAD yang sah dilakukan untuk mengetahui
perubahan posisi anggaran lain-lain PAD yang sah tahun 2013 terhadap
tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011.
Hasil analisis pertumbuhan lain-lain PAD yang sah Tahun 2012 naik
sebesar 682,03% dan pertumbuhan pendapatan lain-lain PAD yang sah
tahun 2013 naik sebesar 1,71%
Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara dalam tahun 2013 mengindikasikan adanya kenaikan
yg cukup signifikan atas anggaran pendapatan lain-lain PAD tahun 2012.
Kondisi tersebut terjadi karena masuknya dana BOS secara terpusat ke
rekening pemerintah provinsi sebelum didistribusikan ke sekolah.
2. Analisis Pertumbuhan Anggaran Belanja
Analisis pertumbuhan anggaran belanja adalah analisis yang berhubungan
akun belanja, yang terdiri dari analisis pertumbuhan anggaran total belanja,
belanja tidak langsung dan belanja langsung.
1) Analisis Pertumbuhan Total Anggaran Belanja
Analisis pertumbuhan total anggaran belanja dilakukan untuk mengetahui
perubahan posisi total belanja tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan 2012
terhadap tahun 2011.
Hasil analisis pertumbuhan total anggaran belanja Tahun 2012 naik
sebesar 31,17% dan pertumbuhan total anggaran belanja tahun 2013
naik sebesar 5,85%.
Dari kondisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara dalam tahun 2013 mengindikasikan ada
pertumbuhan/kenaikan atas nilai total anggaran belanja.
2) Analisis Pertumbuhan Belanja Tidak Langsung
Analisis pertumbuhan belanja tidak langsung dilakukan untuk mengetahui
perubahan posisi belanja operasi tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan
2012 terhadap tahun 2011.
Hasil analisis pertumbuhan belanja tidak langsung Tahun 2012 naik
sebesar 64,36% sedangakan pertumbuhan total anggaran belanja tidak
langsung tahun 2013 turun sebesar -4,66%.
Kondisi tersebut terjadi karena adanya kenaikan anggaran yang
signifikan pada pos belanja bantuan sosial di tahun 2012, sedangkan di
tahun 2013 pos belanja bantuan sosial mengalami pengurangan
anggaran.
3) Analisis Pertumbuhan Belanja Langsung
Analisis pertumbuhan belanja langsung dilakukan untuk mengetahui
perubahan posisi belanja modal tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan
2012 terhadap tahun 2011.
Hasil analisis pertumbuhan belanja langsung Tahun 2012 turun sebesar -
0,74% sedangkan pertumbuhan total anggaran belanja langsung tahun
2013 naik sebesar 22,60%.
Kondisi tersebut terjadi karena adanaya penurunan anggaran pada pos
belanja modal di tahun 2012, sedangkan di tahun 2013 pos belanja
modal mengalami kenaikan anggaran yang signifikan.
3. Analisis Pertumbuhan Anggaran Pembiayaan
Analisis pertumbuhan anggaran pembiayaan adalah analisis yang
berhubungan akun pembiayaan, yang terdiri dari analisis pertumbuhan
anggaran penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
1) Analisis Pertumbuhan Anggaran Penerimaan Pembiayaan
Analisis pertumbuhan anggaran penerimaan pembiayaan dilakukan untuk
mengetahui perubahan posisi penerimaan pembiayaan tahun 2013
terhadap tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011.
Hasil analisis pertumbuhan anggaran penerimaan pembiayaan Tahun
2012 turun sebesar -29,14% sedangkan pertumbuhan anggaran
penerimaan pembiayaan tahun 2013 sebesar naik 36,94%.
Kondisi tersebut terjadi karena SILPA tahun anggaran sebelumnya di
tahun 2012 lebih kecil dari tahun 2011, sedangkan di tahun 2012
mengasilkan SILPA tahun berjalan yang cukup besar sehingga
menyebabkan kenaikan anggaran penerimaan pembiayaan yang
signifikan di tahun 2013.
2) Analisis Pertumbuhan Pengeluaran Pembiayaan
Analisis pertumbuhan pengeluaran pembiayaan dilakukan untuk
mengetahui perubahan posisi pengeluaran pembiayan tahun 2013
terhadap tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011.
Hasil analisis pertumbuhan anggaran pengeluaran pembiayaan Tahun
2012 turun sebesar -94,68% sedangkan pertumbuhan anggaran
penerimaan pembiayaan tahun 2013 naik sebesar 889,73%.
Kondisi tersebut terjadi karena adanya penurunan anggaran pada pos
penyertaan modal dan pos pembayaran pokok hutang di tahun 2012,
sedangkan di tahun 2013 pos penyertaan modal dan pos pembayaran
pokok hutang mengalami kenaikan anggaran yang signifikan. E. Analisis Kemampuan Anggaran
Anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, yang dikenal sebagai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD), merupakan refleksi dari
kemampuan finansial pemerintah dalam membiayai seluruh program
pembangunan dalam rangka menciptakan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu,
kualitas APBN/APBD yang baik menjadi salah satu indikator atas kualitas
keuangan negara/daerah yang baik. Penilaian atas kualitas dari APBN/APBD
dapat dilihat dalam kemampuan APBN/APBD dalam mengalokasikan dana yang
dimiliki oleh pemerintah untuk setiap program kerja instansi pemerintah.
APBN secara garis besar terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja dan
pembiayaan. Kemampuan anggaran dapat dilihat dari bagaimana seluruh belanja
pemerintah dapat didanai oleh pendapatan yang diterima serta didukung oleh
pembiayaan. Lebih jauh lagi, indikator dari kualitas anggaran tersebut dapat
dinilai dari besaran ruang fiskal (fiscal space) yang dimiliki pemerintah dalam
anggaran pada suatu periode dan besaran presentase pembiayaan dan defisit
yang diperlukan pemerintah terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Ruang
fiskal memiliki kaitan erat dengan kemampuan APBN untuk membiayai belanja
modal serta belanja barang jasa yang tidak terikat, sedangkan defisit memiliki
kaitan terhadap ketersediaan pembiayaan untuk mengakomodir rencana belanja
pemerintah.
Pendapatan negara secara umum terdiri dari penerimaan pajak, penerimaan
negara bukan pajak serta hibah. Data pendapatan negara dalam APBN untuk
tahun anggaran 2012-2014 secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:
PENDAPATAN NEGARA DALAM APBN TAHUN ANGGARAN 2012-2014 (dalam miliar rupiah)
2012 2013 2014
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Pendapatan Negara 1.311.386,7 100 1.529.673,1 100 1.667.140,8 100 I. Penerimaan Dalam Negeri 1.310.561,6 99,9 1.525.189,5 99,7 1.665.780,7 99,9 1. Penerimaan Perpajakan 1.032.570,2 78,7 1.192.994,1 78,0 1.280.389,0 76,8 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
277.991,4 21,2 332.195,4 21,7 385.391,7 23,1
II. Penerimaan Hibah 825,1 0,1 4.483,6 0,3 1.360,1 0,1 Sumber: Data Pokok APBN TA 2012, 2013 dan 2014
Pada tabel di atas terlihat bahwa dalam tiga tahun terakhir, sumber penerimaan
negara sangat bergantung pada pajak dengan kontribusi lebih dari 75% terhadap
total pendapatan negara. Komposisi pendapatan negara yang terlalu bergantung
pada penerimaan pajak tersebut dapat berdampak kurang baik terhadap
kemampuan anggaran dalam membiayai belanja. Hal tersebut antara lain
disebabkan karena pajak merupakan faktor yang sensitif terhadap kesejahteraan
masyarakat. Hal ini mengingat pemerintah tidak dapat menetapkan tarif pajak
yang terlalu tinggi untuk mendorong perekonomian masyarakat. Selain itu,
tingginya ketergantungan pemerintah terhadap penerimaan dari sektor
perpajakan menyebabkan APBN tidak memiliki ruang fiskal yang cukup longgar
untuk membiayai belanja-belanja tidak terikat dan belanja lain-lain karena
peningkatan penerimaan dari sektor perpajakan tidak dapat dengan mudah
ditingkatkan mengingat pajak sangat berkorelasi dengan perekonomian nasional.
Dari tabel di atas juga terlihat komposisi pendapatan negara menunjukkan trend
yang positif dengan meningkatnya pendapatan negara bukan pajak dari 21,2
persen menjadi 23,1 persen.
Sedangkan dalam hal belanja negara, untuk menghitung besaran ruang gerak
pemerintah dalam melakukan intervensi fiskal, dapat diklasifikasikan menjadi
belanja mengikat dan belanja tidak mengikat. Intervensi fiskal tersebut berupa
stimulasi dari anggaran belanja negara terhadap kegiatan ekonomi masyarakat,
baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja
produktif maupun pengentasan kemiskinan.
Belanja mengikat didefinisikan sebagai belanja yang wajib dianggarkan terkait
dengan penyelenggaran operasional pemerintahan, kewajiban yang harus
dilakukan pemerintah dan belanja yang bersumber dari penerimaan PNBP dan
BLU yang dapat digunakan kembali oleh Kementerian Negara/Lembaga. Dengan
demikian, belanja mengikat meliputi:
1. Belanja pegawai
2. Belanja barang operasional
3. Belanja modal operasional
4. Subsidi
5. Pembayaran bunga utang
6. Belanja lain-lain yang bersifat wajib
7. Belanja kementerian negara/lembaga yang bersumber dari penggunaan
PNBP/BLU
8. Transfer ke daerah sebagai konsekuensi pelaksanaan desentralisasi fiskal
Sementara itu, belanja tidak mengikat adalah belanja yang dapat dialokasikan
sesuai yang ruang fiskal dimiliki pemerintah (setelah pengalokasian belanja yang
bersifat wajib) sebagai pendanaan program-program pembangunan yang
ditetapkan dalam rencana kerja pemerintah. Ruang fiskal yang longgar sangat
penting dalam postur APBN karena ruang fiskal tersebut akan bermanfaat dalam
memacu perekonomian nasional melalui belanja infrastruktur pembangunan dan
belanja barang jasa pemerintah. Dengan demikian, semakin besar jumlah ruang
fiskal yang dapat dialokasikan untuk belanja tidak mengikat, menunjukkan
semakin baik kualitas dari kemampuan anggaran serta semakin besar ruang
fiskal yang tersedia, semakin besar pula fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah
untuk meningkatkan alokasi belanja negara pada kegiatan-kegiatan yang
menjadi prioritas nasional, seperti pembangunan proyek-proyek infrastruktur.
Data pendapatan negara, belanja mengikat dan ruang fiskal dalam APBN untuk
tahun anggaran 2012-2014 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3
RUANG FISKAL APBN TAHUN ANGGARAN 2012-2014 (dalam miliar rupiah)
2012 2013 2014 Pendapatan Negara 1.311.386,7 1.529.673,1 1.667.140,8 Belanja Pegawai 215.862,4 241.606,3 262.978,3 Belanja Barang OP 39.182,15 41.554,2 46.662,67 Belanja Modal OP 566,58 328,8 125,65 Belanja Subsidi 208.850,2 317.218,6 333.682,6 Pembayaran Bunga Utang 122.217,6 113.243,8 121.285,5 Belanja KL dari sumber PNBP/BLU*)
27.350,41 31.324,7 33.613,89
Transfer ke daerah 470.409,5 528.630,2 592.552,3
Jumlah Belanja Mengikat 1.084.438,84 1.273.906,66 1.390.900,91 Ruang Fiskal 226.947,86 255.766,44 276.239,89 % thd Pendapatan Negara 17,31 16,72 16,57 *) Belanja KL dengan sumber dana dari PNBP/BLU yang tidak termasuk komponen belanja
barang dan modal operasional Sumber: diolah dari Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Anggaran
Dari data di atas terlihat bahwa besaran ruang fiskal pada APBN dalam kurun
waktu 2012 hingga 2014 mengalami penurunan persentasenya terhadap
pendapatan negara. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pendapatan
negara untuk menciptakan sumber daya untuk belanja tidak mengikat semakin
sedikit. Artinya, anggaran semakin tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk
mengalokasikan dana bagi pembangunan tidak wajib. Terlalu besarnya
komponen belanja mengikat akan membatasi ruang gerak alokasi anggaran bagi
pembangunan baru, seperti pembangunan infrastruktur non operasional
pemerintah. Fleksibilitas fiskal yang semakin kecil tersebut apabila semakin
berlanjut akan berdampak negatif bagi pembangunan negara. Pembangunan
infrastruktur yang terhambat akan berdampak pada menurunnya perekonomian.
Salah satu jalan bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan APBN dalam
rangka memperluas ruang fiskal adalah dengan menerapkan kebijakan defisit
anggaran. Kebijakan defisit anggaran, yaitu dengan menerapkan selisih antara
penerimaan negara dan pengeluarannya yang cenderung negatif, artinya bahwa
pengeluaran negara lebih besar dari penerimaannya. Menurut penjelasan pasal
12 ayat 3 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, defisit APBN dinyatakan tidak
dapat melebihi sebesar 3% dari PDB dan jumlah pinjaman yang digunakan untuk
membiayai defisit tidak dapat melebihi 60% dari PDB. Defisit anggaran
diperlukan karena pemerintah perlu melakukan belanja yang lebih besar
daripada penerimaan pendapatan. Hal ini terkait dengan fungsi pemerintah
dalam menopang pertumbuhan ekonomi dan melakukan ekspansi demi
meningkatkan daya beli masyarakat.
Perkembangan besaran defisit APBN selama tahun anggaran 2012-2014 adalah
sebagai berikut:
Sumber: Data Pokok APBN 2012, 2013 dan 2014
Grafik di atas menunjukkan bahwa selama kurun waktu tahun 2012 hingga 2014,
defisit dalam APBN dalm batas wajar yang ditetapkan oleh Undang-Undang
Keuangan Negara, yaitu dibawah 3% terhadap PDB. Namun demikian, defisit
pada tahun 2013 dan 2014 meningkat apabila dibandingkan tahun 2012. Hal ini
menunjukkan bahwa diperlukan pembiayaan yang lebih besar pada tahun 2014
apabila dibandingkan dengan tahun 2012. Besaran tersebut masih menunjukkan
bahwa kemampuan pendanaan anggaran selama kurun waktu 2012 hingga 2014
masih wajar dalam batasan yang ditetapkan oleh undang-undang.
1. Tahun 2011
a. Kemampuan membiayai aparatur daerah
Jumlah belanja pegawai Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada
Tahun Anggaran 2011 adalah Rp417.314.209.928,00 atau 26,61% dari
jumlah belanja sebesar Rp1.567.823.926.323,.
Jumlah Pendapatan Asli Daerah dan Lain-lain pendapatan yang sah
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggaran pada tahun 2011 masing-
masing adalah Rp545.883.598.813,00 atau 39,45% dan
Rp38.728.571.000,00 atau 2,79% dari jumlah pendapatan sebesar
Rp1.383.692.429.721,00.
Porsi belanja aparatur daerah memiliki andil cukup besar dalam belanja
anggaran dengan jumlahnya yang hampir mencapai 30%. Namun
demikian, beban ini mendapat dukungan dari penerimaan asli daerah
sebagai wujud kemandirian Pemerintah Daerah dalam membiayai gaji
pegawai daerah.
1,4
1,45
1,5
1,55
1,6
1,65
1,7
1,75
2012 2013 2014
% Defisit thd PDB
% Defisit thd PDB
b. Jumlah Belanja Pembangunan Daerah
Belanja Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
pada tahun anggaran 2011 terdiri dari Belanja Operasi, Belanja Modal,
dan Belanja Tak Terduga masing-masing adalah
Rp1.075.129.049.794,00, Rp487.944.876.529,00, dan
Rp4.750.000.000,00. Jumlah belanja tersebut sebesar
Rp1.567.823.926.323,00.
Jumlah pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
pada Tahun 2011 adalah Rp1.383.692.429.721,00.
Berdasar data tersebut diketahui bahwa jumlah belanja untuk kegiatan
pembangunan daerah lebih besar dari jumlah realisasi pendapatan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2011. Realisasi
pendapatan hanya mampu mencukupi 88,25% sehingga terjadi defisit
anggaran sebesar Rp184.131.496.602,00 atau 11,74% dari realisasi
belanja.
2. Tahun 2012
a. Kemampuan membiayai aparatur daerah
Jumlah belanja pegawai Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada
Tahun Anggaran 2010 adalah Rp545.390.009.437,00 atau 26,51% dari
jumlah belanja sebesar Rp2.056.564.248.649,47.
Jumlah Pendapatan Asli Daerah dan Lain-lain pendapatan yang sah
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggaran pada tahun 2012 masing-
masing adalah Rp545.728.695.356,00 atau 29,37% dan
302.869.350.000,00 atau 16,30% dari jumlah pendapatan sebesar
Rp1.857.752.225.122,00.
Porsi belanja aparatur daerah mengalami kenaikan dibanding tahun
sebelumnya. Namun demikian, beban ini masih mendapat dukungan
penuh dari penerimaan asli daerah sebagai wujud kemandirian
Pemerintah Daerah dalam membiayai gaji pegawai daerah.
b. Jumlah Belanja Pembangunan Daerah
Belanja Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
pada tahun anggaran 2012 terdiri dari Belanja Operasi, Belanja Modal,
dan Belanja Tak Terduga masing-masing adalah
Rp1.629.503.627.235.00, Rp413.708.311.309,00, dan
Rp13.352.310.105,47. Jumlah belanja tersebut sebesar
Rp2.056.564.248.649,47.
Jumlah pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
pada Tahun 2010 adalah Rp1.857.752.225.122,00.
Berdasar data tersebut diketahui bahwa jumlah belanja untuk kegiatan
pembangunan daerah lebih besar dari jumlah realisasi pendapatan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2012. Realisasi
pendapatan hanya mampu mencukupi 90,33% sehingga terjadi defisit
anggaran sebesar Rp198.812.023.527,47 atau 9,66% dari realisasi
belanja.
3. Tahun 2013
a. Kemampuan membiayai aparatur daerah
Jumlah belanja pegawai Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada
Tahun Anggaran 2013 adalah Rp580.883.687.164,00 atau 26,68% dari
jumlah belanja sebesar Rp2.176.892.463.186,87.
Jumlah Pendapatan Asli Daerah dan Lain-lain pendapatan yang sah
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggaran pada tahun 2013 masing-
masing adalah Rp502.594.985.095,00 atau 25,74% dan
Rp308.040.292.000,00 atau 15,78 dari jumlah pendapatan sebesar
Rp1.951.960.636.640,00.
Porsi belanja aparatur daerah mengalami kenaikan dibanding tahun
sebelumnya. Namun demikian, beban ini masih mendapat dukungan
penuh dari penerimaan asli daerah sebagai wujud kemandirian
Pemerintah Daerah dalam membiayai gaji pegawai daerah.
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara selalu berupaya meningkatkan penerimaan sehingga
mendukung kegiatan aparatur daerah. Pendapatan asli daerah dan lain-
lain pendapatan yang sah pada tahun 2013 mampu mendukung belanja
pegawai sebesar Rp580.883.687.164,00 atau 71,65% dari jumlah
penerimaan pendapatan asli daerah dan lain-lain pendapatan yang sah
sebesar Rp810.635.277.095,00.
b. Jumlah Belanja Pembangunan Daerah
Belanja Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
pada tahun anggaran 2013 terdiri dari Belanja Operasi, Belanja Modal,
dan Belanja Tak Terduga masing-masing adalah
Rp1.562.384.128.314.00, Rp603.329.704.517,00, dan
Rp11.178.630.355,57. Jumlah belanja tersebut sebesar
Rp2.176.892.463.186,87.
Jumlah pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
pada Tahun 2013 adalah Rp1.951.960.636.640,00.
Berdasar data tersebut diketahui bahwa jumlah belanja untuk kegiatan
pembangunan daerah lebih besar dari jumlah realisasi pendapatan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2012. Realisasi
pendapatan hanya mampu mencukupi 89,66% sehingga terjadi defisit
anggaran sebesar Rp224.931.826.546,87 atau 10,33% dari realisasi
belanja.
Tingkat defisit anggaran dari tahun 2011 – 2013 sangat fluktuatif
menunjukkan kurang konsistensi dalam perancangan anggaran.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara masih bergantung pada
penerimaan yang bersumber dari pembiayaan. Baik berupa SILPA atau
pinjaman jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini menyebabkan untuk
menutup defisit anggaran, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
melakukan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman jangka pendek
bahkan nilai pinjaman tersebut cenderung semakin meningkat setiap
tahunnya. Hal ini semakin mengurangi tingkat kemandirian pemerintah
daerah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan daerah melalui
ketergantungan terhadap pinjaman pihak ketiga.
F. Analisis Penyebab dan Akibat Keterlambatan Penyusunan Anggaran
Dalam proses penyusunan anggaran terdapat beberapa tahapan. Masing-masing
tahapan membutuhkan waktu dalam prosesnya, namun biasanya terdapat
kendala yang menyebabkan penyusunan anggaran menjadi terlambat.
Keterlambatan dalam penyusunan anggaran mempengaruhi pelaksanaan
program dan kegiatan pemerintah. Anggaran dikatakan terlambat apabila tidak
sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17
Tahun 2003 pasal 15 ayat 4 bahwa pengambilan keputusan oleh DPR mengenai
Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua)
bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Sedangkan
untuk APBD, sesuai pasal 20 ayat 4 bahwa pengambilan keputusan oleh DPRD
mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-
lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Tabel 4
Tahapan dan Jadwal Penyusunan APBN
Tabel 5
Tahapan dan Jadwal Penyusunan APBD
URAIAN WAKTU LAMA Penyusunan RKPD Akhir Bulan Mei Penyampaian KUA dan PPAS oleh ketua TAPD kepada kepala daerah
Minggu I bulan Juni 1 Minggu
Penyampaian KUA dan PPAS oleh kepala daerah kepada DPRD
Pertengahan bulan Juni 6 Minggu
KUA dan PPAS disepakati antara kepala daerah dan DPRD
Akhir Bulan Juli
Surat Edaran kepala daerah perihal Pedoman RKA-SKPD
Awal bulan Agustus 1 Minggu
Penyusunan dan Pembahasan RKA-SKPD dan RKA-PPKD serta penyusunan Rancangan APBD
Awal Agustus sampai dengan akhir September
7 Minggu
Penyampaian Rancangan APBD kepada DPRD Minggu I bulan Oktober 2 Bulan Pengambilan persetujuan bersama antara DPRD dan kepala daerah
Paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
Hasil Evaluasi Rancangan APBD 15 hari kerja (bulan desember)
Penetapan Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi
Paling lambat akhir desember (31 Desember)
Pada bagian ini akan dibahas terkait penyebab terlambatnya proses penyusunan
APBN/D. Beberapa faktor baik teknis maupun nonteknis yang berpengaruh terhadap
proses penyusunan anggaran, yaitu :
1. Faktor Teknis
1) Kesulitan dalam menentukan dan menetapkan asumsi-asumsi
perekonomian yang berkaitan dengan penganggaran. Adapun hal-hal yang
paling urgen dan menyita waktu dalam proses penyusunan anggaran yaitu:
(1) Pertumbuhan Ekonomi
Penetapan asumsi pertumbuhan ekonomi sangat penting, karena hal
ini berkaitan dengan perkembangan ekonomi rakyat dan iklim
pembangunan. Menentukan asumsi membutuhkan pertimbangan
kondisi perekonomian saat ini dan perekonomian secara global.
Asumsi pertumbuhan ekonomi dilihat secara berkala dan menyatukan
beberapa persepsi kedepan. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi
yang dibuat, oleh penyusun anggaran digunakan sebagai standard dan
koefisien dalam menetapkan kebijakan ekonomi dan jumlah nilai yang
dianggarkan.
(2) Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita adalah pendapatan perkepala dalam satu tahun,
dalam penetapan APBN pemerintah memberikan asumsi pendapatan
perkapita masyarakat. Hal ini juga berdampak pada perekonomian
masyarakat dan pengkategorian masyarakat miskin hingga kelas atas.
Disisi lain asumsi ini juga berdampak pada iklim investasi dimana pihak
investor, sektor privat yang paling terpengaruh oleh penentuan asumsi,
nantinya berpengaruh ke pembangunan dan dan tingkat pertumbuhan
ekonomi masyarakat Indonesia.
(3) Suku Bunga
Berkaitan dengan investor, suku bunga BI smenjadi instrumen dari
kebijakan moneter pemerintah untuk menarik minat para penanam
modal. Karena efek yang ditimbulkan dari penetapan nilai suku bunga
BI berbagai pertimbangan ekonomi hingga politik menjadi acuan. Hal
ini tentunya penting, mengingat suku bunga BI oleh para investor
dilihat sebagai cerminan pembangunan di Indonesia dan berhubungan
dengan pendapatan perkapita suatu Negara.
(4) Kebijakan Fiskal
Salah satu perangkat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk
mencapai sasaran pembangunan adalah kebijakan fiskal. Kebijakan
fiskal mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi anggaran
untuk tujuan pembangunan, fungsi distribusi pendapatan dan subsidi
dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, dan juga fungsi
stabilisasi ekonomi makro di dalam upaya peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Dalam kondisi perekonomian yang lesu, pengeluaran
pemerintah yang bersifat autonomous, khususnya belanja barang dan
jasa serta belanja modal, dapat memberi stimulasi kepada
perekonomian untuk bertumbuh. Sebaliknya dalam kondisi ekonomi
yang memanas akibat terlalu tingginya permintaan agregat, kebijakan
fiskal dapat berperan melalui kebijakan yang kontraktif untuk
menyeimbangkan kondisi permintaan dan penyediaan sumber-sumber
perekonomian. Itu sebabnya kebijakan fiskal memiliki fungsi strategis
dalam memengaruhi perekonomian dan mencapai sasaran
pembangunan.
(5) Jumlah Pengangguran
Menentukan jumlah pengangguran juga menjadi penting dalam proses
penyusunan anggaran. Karena pertimbangan ini yang akan menjadi
indikator atas keberhasilan atau efektifnya penggunaan anggaran
sebelumnya. Pengangguran sangat berkaitan dengan semua indikator,
asumsi dan elemen-elemen baik fiskal maupun moneter dalam
perekonomian suatu Negara. Yang paling dekat adalah pendapatan
perkapita, inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah
mempunyai kewajiban untuk membuka lapangan kerja bagi rakyatnya.
(6) Harga Minyak Dunia
Saat ini harga minyak di Indonesia disubsidi oleh pemerintah untuk dua
jenis BBM yaitu Premium dan Solar. Pada anggaran tahun 2012
subsidi minyak Indonesia dianggarkan Rp137 Triliun dengan asumsi
harga minyak dunia $90 perbarel. Namun dalam perjalanannya harga
minyak dunia melebihi dari asumsi pemerintah, bahkan pada bulan
maret 2012 harga minyak mencapai $125 perbarel. Sehingga
pemerintah mengambil kebijakan yang mendesak yaitu APBNP pada
bulan April. Yang menghasilkan subsidi BBM dinaikan menjadi Rp. 175
Triliun. Dari kasus diatas sudah dapat dilihat betapa pentingnya
penetapan asumsi harga minyak dunia dalam APBN.
(7) Kurs Rupiah terhadap mata uang asing
Kurs rupiah merupakan yang yang paling penting dalam penetapan
APBN, ada begitu banyak faktor yang membuat kurs rupiah menjadi
sangat-sangat penting yaitu:
a. Pembayaran Hutang Negara
b. Transaksi internasional menggunakan uang asing
c. Anggaran untuk subsidi minyak
Dari 3 hal diatas kurs rupiah sangat menentukan nasib suatu Negara,
apabila salah dalam memperkirakan maka Negara itu akan mengalami
krisis keuangan.
(8) Inflasi
Inflasi adalah naiknya harga barang dalam jangka waktu yang cukup
lama. Rata-rata inflasi Indonesia berkisaran diangka 2-4% pertahun.
Inflasi erat hubungannya dengan:
a. Kebijakan pemerintah
b. Meningkatnya permintaan terhadap barang tertentu
c. Turunnya kurs rupiah
d. Naiknya harga barang tertentu seperti BBM.
Kempat hal tersebut sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat
dan berimbas pada membengkaknya anggaran suatu Negara.
2) Regulasi yang sering tumpang tindih yang membuat satuan perangkat kerja
daerah serba salah dalam menjalankan pengelolaan anggaran tahun
berjalan. Kendala regulasi yang dimaksud terjadi pada saat penyusunan
anggaran. Saat anggaran disusun satuan perangkat kerja daerah
berpedoman pada petunjuk teknis dari pemerintah pusat, namun pada saat
anggaran telah disahkan dan dijalankan, pemerintah pusat baru
mengeluarkan petunjuk teknis penyusunan anggarannya. Bahkan terkadang
petunjuk teknis tersebut berbenturan dengan program kerja yang telah
ditetapkan. Tidak mungkin lagi anggaran yang sudah disahkan dibahas
ulang dengan menggunakan petunjuk teknis yang terbaru dari pemerintah
pusat.
3) Banyaknya audiensi yang dilakukan oleh tim anggaran pemerintah. Hal ini
terkait dengan pembahasan yang dilakukan di daerah untuk penyusunan
APBD Pada kondisi jaring asmara ini juga terkadang menyita waktu, yang
seharusnya tim penyusun anggaran sudah harus memulai untuk
mengerjakan sesuai dengan arahan, namun karena aspirasi rakyat yang
terus masuk membuat proses penyusunan tertunda.
4) Penerapan sistem anggaran berbasis kinerja juga mengambil andil dalam
memperlambat proses penyusunan anggaran. Unit kerja mengalami
kesulitan dalam menentukan indicator kinerja atas program maupun
kegiatan yang dibuatnya. Kondisi seperti ini memerlukan waktu
pembahasan pada level masing-masing, bahkan terkadang pembahasan
terjadi pada tiap level dan kembali di revisi jika indicator dianggap tidak
mewakili program atau kegiatan.
2. Faktor Nonteknis
1) Fungsi budgeter pada DPR/DPRD yang mewajibkan suatu anggaran harus
dibahas dan disetujui oleh legislatif. Pada dasarnya konsep ini
mencerminkan semangat demokrasi dan public interest, namun dengan
kondisi saat ini, DPR/DPRD lebih mementingkan kepentingan
individu/golongan, sehingga pembahasan anggaran oleh legislatif kental
dengan adanya unsur politik. Akibatnya pembahasan anggaran di
DPR/DPRD cenderung memakan waktu yang cukup lama.
2) Sumber daya manusia yang tidak memiliki keterampilan dan kompetensi
yang cukup dalam melaksanakan penyusunan anggaran. Terdapat
beberapa sistem serta ketentuan sebagai pedoman dalam menyusun
anggaran yang membutuhkan waktu dan pengalaman yang cukup untuk
dapat memahami serta mengerti cara dalam melaksanakan proses
penyusunan anggaran.
3) Tidak adanya komitmen yang tinggi dalam melaksanakan penyusunan
anggaran yang tepat waktu. Dengan adanya komitmen memberikan
gambaran bagi pihak yang terlibat dalam penyusunan APBD untuk
mengetahui secara jelas visi, misi, tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai
dalam penyusunan APBD. Selain itu, melalui komitmen dapat menciptakan
motivasi dan kemauan bagi pihak penyusun APBD untuk
menyelenggarakan tahapan penyusunan APBD yang lebih baik, efektif,
efisien, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Dampak dari keterlambatan penyusunan anggaran
1) Anggaran yang terlambat dalam proses penyusunannya dapat pula
berpengaruh terhadap perekonomian, hal tersebut terjadi karena ketika
anggaran terlambat ditetapkan melebihi batas waktu yang telah ditentukan,
maka di masa anggaran belum disahkan maka aliran dana dari sektor
pemerintah akan terhambat dan itu memberikan pengaruh pada aliran uang
atau transaksi di daerah dan pada akhirnya perekonomian turut merasakan
dampak dengan adanya kelesuan ekonomi.
2) Keterlambatan percepatan pembangunan daerah khususnya untuk sektor
belanja barang dan jasa. Banyak program pemerintah seperti proyek
pembangunan fasilitas publik tertunda proses lelang dan tendernya,
sehingga pembangunan juga akan mengalami pergeseran perencanaan.
3) Pemerintah daerah akan kesulitan dalam menangani belanja operasional
daerah. Misalnya, untuk pembayaran rutin PLN, PDAM dan telpon
4) Adanya peluang untuk melakukan korupsi, hal tersebut dapat muncul
dikarenakan adanya usaha untuk mengalihkan dana yang tersisa dari
pelaksanaan program APBD ke dalam rekening pribadi (KPK,2008). Dana
yang tersisa berasal dari dana sisa anggaran program yang tidak selesai
dilakukan karena terlambat dalam pelaksanaan proses awal. Pengalihan
dana ke rekening pribadi tersebut membuka peluang terjadi penyelewengan
dana APBD untuk kepentingan pribadi sehingga terjadilah korupsi. Pada
akhirnya dampak yang muncul dari keterlambatan penyusunan APBD
tersebut merugikan masyarakat.