analisis bahan baku saus pt. bfpi
TRANSCRIPT
15
BAB III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Sejarah Perusahaan
Tahun 1967, tepatnya didaerah Banyuwangi pabrik pengalengan sarden
dengan nama PT. NAFO. Seiring perkembangan zaman, permintaan makanan
kaleng juga semakin meningkat. Untuk itu pada tahun 1969 PT. NAFO meluaskan
usahanya dnegan membuka PT. NAFO cabang Muncar yang berlokasi di
Sampangan, Muncar. Dikarenakan pada tahun tersebut pasaran makanan kaleng
semakin meningkat, pada tanggal 22 Januari 1972 didirikanlah PT. Blambangan
Raya, dengan lokasi yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi PT. NAFO
cabang Muncar. Semua perangkat kegiatan produksi dari PT. NAFO cabang
Muncar dipindahkan ke pabrik tersebut dengan bidang usaha tetap yaitu industry
perdagangan sarden. PT. Blambangan Raya dlaam menjalankan usahanya
didukung dengan adanya sertifikasi kelayakan pengolahan dari departemen terkait
dan juga telah mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)
untuk jenis produk ikan kaleng.
Usaha diversifikasi produk dilakukan PT. Blambangan Raya denan
mengadakan penjajakan pasar bahi produk bekicot (escargot) dalam kaleng,
babycorn dlaam kaleng dan tuna kaleng yang mendapat pasar yang potensial.
Tahun 1988 PT. Blambangan Raya secara intensif memproduksi tuna dalam
kaleng untuk pasaran Eropa. November 1988 PT. Mansurt yang merupakan induk
PT. Blambangan Raya membeli perusahaan tuna di Amerika yaitu “Van Camp
Sea Food” dengan merek produk tuna “Chiken Of The Sea” dengan demikian
sebagian besar (± 98%) produk tuna PT. Blambangan Raya diproyeksi untuk
pasaran di Amerika.
Produksi Sardines dihentkan sejak PT. Blambangan Raya memproduksi
tuan secara intensif. Bahan baku diperoleh dari perairan lokal maupaun
internasional. Produk tuna berlangsung selama 6 tahun terhitung sejak Desember
1986 hingga April 1993, dikarenakan masa kontrak dengan Vab Can Sea Food
telah habis. Pada tanggal 20 April 1993 PT. Blambangan Raya mengakhiri
produksi tuna dan kembali memproduksi sardines.
16
Peristiwa kevakuman PT. Blambangan Raya sempat terjadi selama 1 tahun
sejak tanggal 23 April 1993, kemudian bangkit kembali dengan memproduksi
sarden saja. Hal ini terus berlangsung hingga sekarang. Bulan Juli 2005 PT.
Blambangan Raya berganti nama menjadi PT. Blambangan FoodPacker Indonesia
yang memproduksi ikan sarden dan makarel yang meliputi sarden in tomato
sauce, sarden in tomatowith chili, mackerel in tomato sauce dan mackerel in
tomato with chili, disamping itu juga telah berjalan produksi tuna kaleng meliputi
tuna in oil dan sambel goring ikan tuna. Merek sarden dan makarel yang dibuat
diantaranya ABC dan CIP untuk grade 1 dan KIKU, BANDUNG dan SAMPIT
grade 2. Tepung ikan untuk pakan ternak dan minyak ikan juga diproduksi,
dikarenakan merupakan limbah yang menguntungkan.
Selain memproduksi produk-produk sendiri, PT. Blambangan FoodPacker
Indonesia juga bekerja sama dengan PT. Heinz yang memproduksi produk sarden
dan makarel merek ABC. Kerja sama ini dinamakan maklon. Maklon adalah
sebuah istilah yang digunakan oleh masyarakat industri di Banyuwangi yang
berarti menyediakan jasa untuk menghasilkan produk kepada kerusahaan lain, jadi
PT. Blambangan FoodPacker Indonesia menyediakan jasa memproduksi sarden
dan makarel merek ABC untuk PT. Heinz. Hingga saat ini kerjasama tersebut
masih berjalan lancar.
PT. Blambangan FoodPackers Indonesia memiliki IUP (Ijin Usaha
Perikanan) No. 455/DJAL/LUT-1/Non PMA PMDN/IX/1988 yang diperoleh dari
Dinas Perikanan dan Kelautan dengan tujuan untuk mendapatkan perlindungan
dan jika melanggar akan mendapatkan sangsi yang berlaku selama perusahaan
tersebut melakukan kegiatan. SIUP ini digunakan untuk melakukan perdagangan
di seluruh wilayah Republik Indonesia selama perusahaan masik melakukan
proses produksi.
3.1.1 Organisasi Perusahaan
PT. BFPI merupakan anak perusahaan dari PT. Mantrust. General manager
membawahi sembilan bagian yang masing-masing bagian dikepalai oleh seorang
17
kepala bagian. Seperti yang telah ditunjukkan dalam lampiran 2, berikut
penjelasan mengenai tugas tiap bagian:
a. Direktur
Seorang direktur bertugas untuk:
1. Melakukan pengawasan secara menyeluruh terhadap semua aktivitas
perusahaan.
2. Menentukan garis besar kebijakan perusahaan yang bertujuan untuk
mengembangkan perusahaan.
3. Menentukan target produksi untuk memenuhi permintaan pasar.
4. Bertanggung jawab terhadap perkembangan perusahaan atau kelangsungan
hidup perusahaan.
b. Manajer Operasional
Bertanggung jawab atas seluruh kegiatan produksi dan manajer operasional
yang bertanggung jawab atas seluruh pemasaran produk akhir. Singkatnya
manajer ini bertanggunga jawab untuk mengkoordinasi bagian-bagian
dibawahnya.
c. Manajer Keuangan dan Akutansi
Bertugas mencatat keuangan, membuat neraca keuangan, dan mendata
kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan keluar masukknya uang
dalam perusahaan.
d. Bagian Produksi
Kepala bagian produksi bertugas untuk bertanggung jawab terhadap jalannya
proses produksi, mengatur serta mengawasi kerja karyawan produksi,
sehingga kontinuitas produksi terjamin, dan mengawasi jalannya produksi
secara keseluruhan.
e. Bagian Pengadaan Bahan Baku
Bertugas dan bertanggung jawab atas ketersediaan bahan baku ikan,
melakukan negosiasi harga bahan baku, melakukan pembelian dan
penimbangan ikan, melakukan penyortiran ikan, mengetahui pasar dengan
tujuan untuk menentukan harga dengan mencari informasi yang didapat dari
perusahaan lain.
18
f. Quality Control
Kepala Quality Control bertugas bertanggung jawab atas pengawasan mutu
secara keseluruhan mulai dari bahan baku, bahan pembantu sampai produk
akhir dan memutuskan suatu produk layak untuk diproduksi atau tidak.
g. Bagian Teknik
Kepala bagian teknik memiliki tugas mengatur semua peralatan, pekerjaan,
dan perdonal. Memonitor sumua kegiatan teknik, menginventaris barang-
barang teknik yang masuk, menjamin ketersediaan mesin-mesin yang
digunakan dalam produksi maupun kebutuhan berlangsungnya kegiatan
perusahaan.
h. Bagian Gudang Barang Jadi
Kepala bagian gudang jadi bertugas menjaga bangunan agar tidak lembab
dan jauh dari air. Menjaga kebersihan gudang dari segala hama yang dapat
merusak produk jadi dan mengatur menataan barang dalam gudang.
i. Bagian Gudang Bahan Pembantu
Kepala bagian gudang bahan pembantu mempunyai tugas menerima dan
mengeluarkan bahan-bahan yang digunakan untuk membantu membuat
produk, bertanggung jawab mencatat persediaan barang yang ada dan
melaporkan jumlah serta jenid barang yang masih ada di gudang, memesan
barang yang telah habis untuk kepentingan produksi, menjaga dan
menyimpan bahan pembantu agar tetap baik.
j. Bagian Personalia dan Umum
Kepala personalia memliki tugas membuat program penerimaan dan
pemberhentian kaaryawan, pembagian gaji dan lembur karyawan, program
kesejahteraan karyawan, program tunjangan rutin, program data karyawan,
program fasilitas karyawan, menjaga kebersihan lingkungan, keamanan,
ketertiban, dan hubungan dengan instansi terkait.
k. Bagian Production Planning Inventari Control (PPIC) Penjualan
Bertugas mengatur dan merencanakan bahan baku yang akan diproduksi.
19
3.1.2 Peralatan dan Tata Letak Pabrik (Layout)
3.1.2.1 Peralatan Produksi
Alat yang digunakan dalam proses pengalengan ikan lemuru (Sardinella
longiceps) adalah sebagai berikut:
1. Timbangan (Neraca)
Merupakan alat yang digunakan untuk mengecek berat ikan setelah
exhausting yang berjumlah tiga unit. Neraca ini memiliki tingkat ketelitian
0,1 g dengan merk Nagata dan kapasitas maksimum 1 kg. Adapun neraca lain
yang digunakan dengan tingkat ketelitian 1 kg dengan merk Phonix yang
digunakan untuk menimbang bahan baku.
2. Gunting
Berfungsi untuk memotong ikan di bagian kepala, ekor, dan visceria.
3. Meja penyiangan
Digunakan untuk kegiatan sortasi dan penyiangan (gunting kepala, isi perut,
dan ekor).
4. Box penampungan
Berfungsi untuk menampung ikan.
5. Keranjang atau Basket
Berfungsi untuk menampung bahan baku ikan, baik yang belum disiangi
maupun ikan yang telah disiangi dan papaya yang akan digunakan untuk
bahan pembuatan saos.
6. Mesin pencuci ikan atau rotary washer
Merupakan alat pencuci ikan otomatis yang dapat digerakkan oleh motor
berkekuatan dua HP berjumlah tiga unit yang berfungsi untuk membuang dan
membersihkan kotoran, darah, lender dan sisik ikan.
7. Meja pengisian
Berfungsi sebagai tempat melakukan aktivitas pengisian ikan dalam kaleng
dan tempat pencucian kedua.
8. Troly
Berfungsi untuk memindahkan ikan dan bahan lain dari satu tempat ke
tempat proses lain.
20
9. Exhaust box
Berfungsi sebagai tempat memasak ikan dalam kaleng dengan bantuan uap
panas yang bersumber dari boiler. Exhaust box berbentuk kotak seperti
lorong panjang yang dilengkapi dengan belt conveyor dan cerobong asap.
Exhaust box memiliki kapasitas untuk 115 g sebanyak 3000 kaleng,
sedangkan kaleng 425 g sebanyak 1900 kaleng.
10. Keranjang besi
Berfungsi sebagai tempat penampungan kaleng berisi ikan pada saat
sterilisasi dalam retort dengan kapasitas ±650-1300 pcs. Keranjang ini
berdiameter 97 cm dan tinggi 55 cm.
11. Boiler
Berfungsi sebagai penghasil uap panas. Dengan bahan bakar kayu dan batu
bara sebagai penghasil uap
12. Retort
Berfungsi mensterilkan produk secara komersial, melunakkan tulang dan
mencegah perkembangan mikroorganisme lainnya. Terbuat dari baja dengan
kapasitas 6 keranjang sebanyak 16 unit. Memiliki diameter 108 cm dan tinggi
375 cm.
13. Jet Print
Berfungsi sebagai pencetak kode produksi, tanggal kadarluarsa, siklus retort
dank ode retort.
14. Forklift
Berfungsi memindahkan bahan berat berbahan bakar solar dan batrai.
15. Talam Plastik
Berfungsi sebagai tempat peletakkan kaleng sebelum pengisian ikan dalam
kaleng, dengan kapasitas 35-80 kaleng.
16. Alat penutup kaleng atau Seaming machine
Berfungsi menutup kaleng dengan kemampuan menutup 160-180 kaleng per
menit.
21
17. Derek mekanis
Berfungsi untuk mengangkat dan memindahkan beban berat, memasukkan
dan mengeluarkan keranjang dari retort dengan kapasitas 1 ton.
18. Pallet
Berfungsi sebagai tempat penampungan ketika memindahkan kaleng dalam
karton dan bahan pembantu di gudang.
3.1.2.2 Tata letak (Layout)
PT. BFPI memiliki tata letak dan layout pabrik sesuai dnegan ppola aliran
bersudut ganjil. Hal ini dikarenakan pemindahan produk dilakukan secara
mekanis, keterbatasan ruang, lokasi permanen dari fasilitas yang ada menuntut
pola demikian, sehingga memperpendek lintasan aliran antara kelompok dari
wilayah yang berdekatan. Layout pabrik dapat dilihat pada lampiran 3. Adapun
beberapa penjelasan mengenai fungsi ruangan dalam pabrik:
1. Ruang Pengadaan Bahan Baku
Ruangan ini berfungsi sebagai tempat penampungan pertama bahan baku utama
dan bahan baku pembantu masuk ke pabrik sebelum masuk ke dalam cold
storage. Dalam ruangan ini bahan baku akan dianalisa terlebih dahulu apakah
sesuai dengan standart kelayakan pemakaian bahan baku tersebut untuk
kemudian diolah lebih lanjut menjadi produk yang siap untuk dipasarkan.
2. Ruang Produksi
Ruangan ini berfungsi sebagai tempat menghasilkan produk yang sudah melalui
beberapa proses dalam ruangan tersebut. Ruang produksi terdiri dari 2 unit. Unit
pertama satu ruang proses mulai dari bagian trimming, pencucian, dan pengisian
(filling).
3. Kamar Pendingin atau Cold Storage
Merupakan salah satu sarana penunjang yang memiliki empat ruangan
pendingin dan satu ruang freezer yaitu air blast freezer (ABF). Kapasitas dari
masing-masing cold storage adalah 100 ton untuk cold storage 1 dan 2, 200 ton
untuk gcold storage 3 dan 4, dan 5 ton untuk ABF. Suhu yang digunakan untuk
empat ruangan pendingin yaitu antara -15oC sampai -16
oC 5
oC dengan
22
standart suhu -18oC. Sedangkan untuk ABF yaitu -40
oC. Proses penyimpanan
ikan dilakukan selama 8-10 jam, namun hal ini tergantung jenis ikan yang
disimpan. Salah satu sarana penunjang berikut ini menggunakan bahan baku
berupa monochlorodifluoromethane yang berfungsi sebagai refrigerant yang
kemudian diuapkan menggunakan refrigerator yang berada dalam evaporator.
Proses penguapan ini membutuhkan panas darilingkungan sekitar. Dengan
menyerap panas dari luar, dihasilkan suatu uap refrigerant bertekanan rendah
yang berasal dari evaporator. Selanjutnya uap tersebut dihisap oleh kompresor
dan kompresor menekan uap tersebut hingga mencapai tekanan tertentu dan
masuk ke dalam kondensor sehingga uap tersebut mengembun dan masuk ke
peralatan pendingin.
4. Quality Control
Ruangan ini berfungsi sebagai tempat untuk menganalisa bahan baku sebelum
digunakan, ketika diproses dan setelah produk itu jadi apakah sesuai dengan
standart mutu yang telah ditentutan. Ruangan ini juga berfungsi sebagai tempat
melakukan suatu percobaan untuk membuat produk baru.
5. Gudang
Merupakan tempat penyimpanan suatu bahan berupa bahan baku, pembantu,
dan bahan penunjang sekaligus untuk penyimpanan produk jadi. Ruangan ini
dibagi menjadi 2 bagian yaitu gudang bahan penunjang yang berisikan kaleng
dan tutup kaleng, serta bahan-bahan untuk pembuatan saos, dan gudang jadi
yang berisikan produk yang sudah jadi yang siap untuk dikemas.
6. Pengolahan Limbah Pabrik
Merupakan tempat pengolahan limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan
sarden PT. BFPI. Mulai dari limbah padat hingga limbah cair dukumpulkan
dalam ruangan ini melalui saluran pipa pembuangan. Duangan ini dibagi
menjadi dua bagian yaitu ruang pengolahan limbah padat dan limbah cair.
Untuk limbah cair akan diolah lebih lanjut sehingga antara minyak ikan dan air
terpisahkan dan untuk airnya diolah menjadi air murni kembali, sedangkan
minyaknya akan ditampung untuk diolah menjadi produk lainnya. Untuk limbah
padat seperti kepala, ekor, dan isi perut ikan diolah menjadi tepung ikan.
23
3.2 Proses Produksi
3.2.1 Pengadaan bahan baku
Tinggi rendahnya kualitas bahan baku sangat berpengaruh pada mutu
produk jadi, maka bagian pengadaan dari PT. BFPI mengadakan bahan baku
yaitu ikan lemuru (Sardinella longiceps) yang berasal dari lokal (Muncar dan
selat Bali) dan non lokal (Probolinggo, Madura, Pasuruan dan Puger) sesuai
dengan kualitas dan kuantitas pabrik. Sistem pengadaan dilakukan melalui
kontrak dengan pihak suplaiyer dan pembelian langsung kepada neayan
setempat, dan begitu juga sebaliknya untuk bahan pembantu. Sebelumnya
dilakukan pengujian kualitas terhadap bahan baku ikan. Apabila kualitas kurang
sesuai dengan standart akan digunakan oleh pabrik sebagi bahan baku tepung
ikan. Proses produksi di PT. BFPI membutuhkan 20 ton ikan lemuru dalam satu
harinya.
3.2.2 Penerimaan dan penanganan bahan baku
Bahan baku yang diterima ditimbang dan diuji kesegaran dan kelayakan
penggunaan ikan. Pengujian yang dilakukan mulai dari segi fisik dan kimianya
(Uji formalin, peroksida, kadar garam, dan histamine untuk tuna) oleh QC PT.
BFPI. Jika ditemukan adanya penyimpangan, maka QC bagian penerimaan akan
mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bila ditemukan ikan yang mengalami penyimpangan seperti pecah perut
dan lembek kurang dari 10 % per keranjang, maka ikan dalam keranjang
tersebut dapat diterima.
2. Bila ditemukan ikan yang busuk, maka ikan akan ditolak atau diterima
ntuk bahan baku tepung ikan.
3. Bila terdapat ikan yang mengandung formalin, proksida, dan histamine
tinggi (tuna), maka ikan di tolak.
Setelah dilakukan pengujian, ikan dimasukkan ke dalam ruangan cold storage
untuk proses selanjutnya yaitu proses produksi.
24
3.2.3 Tahapan proses produksi
Adapun beberapa tahapan dalam proses produksi yaitu:
1. Penyiangan dan pencucian 1
Proses penyiangan di PT. BFPI dilakukan dengan menggunakan alat berupa
meja proses, gunting, pisau, talenan dan baskom. Pertama-tama ikan ditampung
di meja kemudian disiangi, penyiangan ini dilakukan dengan cara memotong
ikan dibagian kepala dan ekor, lalu mengeluarkan isi perut ikan, sehingga
didapatkan 65% bagian ikan yang diproses. 35% hasil pemotongan ditampung
dan diolah menjadi produk samping berupa tepung ikan dan minyak ikan.
Setelah itu dilakukan pencucian menggunakan air mengalir agar ikan terbebas
dari kotoran, lender dan darah.
2. Pencucian 2
Pencucian kedua dilakukan dengan menggunakan mesin rotary washer. Alat ini
bergerak seperti putaran ulir yang berisi air yang berfungsi mengihilangkan
darah,, lender, dan kotoran lainnya yang masih menempel pada ikan. Pencucian
ini tidak menggunakan klorin ataupun bahan kimia lainnya melainkan
menggunakan air bersih, jernih dan standart minum berdasarkan permintaan
pembeli.
3. Pengisian dalam kaleng (Filling in can)
Ikan yang telah mengalami pencucian kedua kemudian ditampung dalam
keranjang dan diletakkan di meja pengisian yang dilengkapi sengan pipa air.
Ikan tersebut kemudian dimasukkan dalam kaleng secara manual. Banyaknya
ikan dalam kaleng sesuai dengan ukuran kaleng. Untuk kaleng dengan ukuran
202 x 308 (155 g) sebanyak 3-4 ekor ikan ukuran sedang, sedangkan untuk
kaleng berukuran 301 x 407 (425 g) sebanyak 9-11 ekor ikan ukuran sedang.
Proses ini dilakukan secara manual dengan tujuan untuk mengecek bahan baku
yang masih terdapat isi perutnya.
4. Pemasakan pendahuluan (Pre cooking)
Proses ini merupakan proses pengukusan pertam kaleng yang berisi ikan
menggunakan alat yang dinamakan exhaust box selama 15 menit dengan suhu
25
80oC untuk kaleng 155 g dan 90
oC untuk kaleng 425 g. pemasakan ini dilakukan
menggunakan uap panas yang dipasok dari boiler.
5. Penirisan
Setelah melalui proses pengukusan pertama, kaleng berisi ikan kemudian
ditiriskan dengan tujuan menghilangkan air dan minya hasil pengukusan. Cairan
yang dihasilkan kemudian ditampung dan diolah menjadi produk samping yaitu
minyak ikan dan sisa airnya diolah untuk menjadi air murni kembali. Sedangkan
ikan dalam kaleng mengalami proses selanjutnya. Proses penirisan dilakukan
selama 20 detik.
6. Pengisian saus (Medium filling)
Pengisian saus dilakukan secara otomatis dengan suhu tinggi sekitar 80oC.
Kondisi ini ditujukan agar ikan dalam kaleng tetap dalam kondisi baik. Jenis
saus yang ditambahakan tergantung jenis ikan dan merk produk yang
diproduksi. Selama proses pengisian saus dirangkaikan dengan pembuatan
ruang kosong (head space) dengan derajad kemiringan 120o, sehingga
menimbulkan ruang kosong berkisar 2-3 mm dibawah tinggi kaleng (10%) dari
tinggi kaleng dengan tujuan memberikan ruang tempat pemuaian pada waktu
sterilisasi. Volume saus 25-30% dari volume kaleng dengan suhu penghampaan
70-80oC. Suhu ini nantinya akan mempengaruhi tekanan pada kaleng pada saat
sterilisasi.
7. Penutupan kaleng (Seaming)
Penutupan kaleng dilakukan secara hermatis, dimana badan kaleng tertutup
rapat sehingga tidak dapat dilaui oleh gas, udara dan air. Mesin penutup kaleng
yang digunakan menggunakan double seaming secara otomatis, sehingga terjadi
proses penutupan dua kali. Pertama membentuk lekukan kaleng, kemudian
membentuk kuncian pada badan kaleng, setetlah itu dirapatkan antara kaleng
dengan penutupnya.
8. Pencucian kaleng (Washing can)
Pencucian ini dilakukan setelah kaleng berisi ikan mengalami proses penutupan.
Pencucian dilakukan dengan menggunakan air yang telah dihomogenkan
26
menggunakan deterjen atau sabun dengan tujuan menghilangkan saus, minyak
dan pelumas yang menempel pada kaleng.
9. Pemanasan (Sterilisasi)
Sterilisasi merupakan proses yang paling mentukan kualitas produk. Proses ini
didasarkan pada metode pengawetan ikan menggunakan suhu tinggi yang
bertujuan untuk membunuh mikroba pathogen dan bakteri pembusuk yang
terkandung pada ikan. Proses ini menggunakan alat yang bernama retort.
Setelah retort ditutup dan dioperasikan, langkah awal yang dilakukan yaitu
membuka kran steamdank ran venting selama 5 menit yang ditujukan untuk
mengeluarkan udara dalam retort. Setelah termometer menunjukkan suhu 105oC
maka kran safety valve dibuka kemudian ditutup kembali berulang-ulang selama
5 menit agar kondensat dalam retort habis tanpa sisa dan tinggal steam murni
yang ada dalam retort. Dari proses venting ke came up time dimulai pada waktu
suhu mencapai 105-117oC serta suhu ini dipertahakan sampai waktu yang
ditentukan. Untuk kaleng ukuran 155 g dilakukan sterilisasi selama 80 menit,
sedangkan 245 g selama 100 menit dengan tekanan dalam retort 1 atm. Jika
sterilisasi selesai, kran venting dibuka dan kran steam ditutup.
10. Pendinginan (Cooling)
Proses pendinginan dilakukan dnegan membukan kran air agar masuk ke dalam
retort sampai keranjang dalam retort terpenuhi agar ikan tidak hangus. Tujuan
proses ini untuk menurunkan suhu kaleng hingga mencapai suhu 35-40oC
selama 10-15 menit.
3.2.4 Penanganan produk jadi
Produk yang sudah dihasilkan kemudian dibawa ke gudang jadi dan
didiamkan selama 24 jam agar suhu produk mencapai suhu ruangan. Adapun
beberapa proses penanganan produk yang sudah jadi yaitu
a. Pengelapan
Pengelapan dilakukan dengan tujuan menghilangkan minyak dan saus yang
menempel pada kemasan. Setelah produk bersih, produk dimasukkan ke dalam
kemasan karton kemudian disusun berdasarkan tanggal produksinya. Setiap
27
susunan diberi kode produksi, jumlah produk, jenis produk, tanggal terakhir
inkubasi, tanggal produksi, status release/hold, unit load dan nomor basket serta
tindak lanjut.
b. Inkubasi
Proses inkubasi merupakan proses penahanan sementara barang jadi sebelum
dipasarkan kemasyarakat. Yang dilakukan dalam tahapan ini adalah pengecekan
secara keseluruhan terhadap produk jadi dengan mengambil beberapa sampel
yang mewakili sejumlah produk yang dihasilkan setiap kali produksi. Setiap
sampel dilakukan pengujian dilaboratorium atas mutu seperti kekentalan saus,
kadar garam, keasaman, tekstur ikan, bentuk fisik produk, dan keberadaan
tumbuhnya bakteri di dalam produk. Jika ditemukan satu atau lebih produk yang
mengalami cacat atau kerusakan, maka produk tersebut di hold dan disortir
100%.
c. Pengkodean
Pengkodean ini diberikan pada tutup kaleng berupa kode (menunjukkan jenis
ikan dan nomer seamer) dan tanggal kadaluarsa. Berikut contoh kode pada
kaleng:
Gambar 3.1. Kode pada kaleng
Keterangan:
LBKT : lemuru beku
CSSI : lemuru segar
11 : seamer nomer 11
EXP 111213 : kadaluarsa pada tanggal 11 bulan Desember tahun 2013
28
d. Pelabelan
Produk yang siap untuk dipasarkan kemudian dilakukan pelebelan sesuai
dengan spesifikasi produk dan permintaan produsen. Selama pelebelan ini
dilakukan pula pengecekan kesempurnaan lebel dan karat ada kaleng. Apabila
terdapat kaleng yang berkarat dan masih bias ditutupi maka dilakukan pelapisan
dengan menggunakan tiner liquer.
e. Pengepakan
Setelah dilakukan pelebelan, kaleng-kaleng dimasukkan ke dalam karton.
Namun sebelumnya dilakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap karton yang
diguakan apakah sesuai dengan tanggal dan kode produksi yang tertera pada
kaleng. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengepakan yaitu
jika ditemukan karton yang memiliki fisik dan kode yang tertera rusak kurang
dari 7,5%, maka produk tersebut boleh dipasarkan, namun jika lebih dari 7,5%
maka produk tersebut di hold dan disortir 100%.
f. Pemasaran
Produk yang sudah jadi dan sudah melalui tahapan inkubasi dan pengkodean,
barulah siap untuk dipasarkan. Barang yang diproduksi oleh PT. BFPI
dipasarkan secara langsung kepada pembeli maupun distributor. Produk
dipasarkan untuk daerah lokal, interlokal, serta nasional yaitu Banyuwangi,
Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau lainnya di
Indonesia. Untuk produk khusus yaitu ABC yang merupakan produk maklon
penjualan dilakukan sendiri oleh pihak buyer.
3.3 Analisis Kualitas Produk (Finishing Product)
Kualitas produk sutau perusahaan merupakan unsur yang sangat penting
bagi perusahaan untuk mendapatkan perhatian bahkan senjata yang strategis untuk
dapat berkompetisi dengan para pesaing di pasaran. Penentuan kualitas dan mutu
suatu produk makanan sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya bahan
yang digunakan, rasa, warna, tekstur, dan zat yang terkandung (nilai gizi) di
dalamnya.
29
Kegiatan Finishing produk adalah suatu proses analisa produk yang telah
jadi sebelum produk tersebut diedarkan kemasyarakat. Tujuan dari kegiatan ini
yaitu mengetahui secara fisik dan kimia produk tersebut apakah sesuai dengan
standart yang telah di tentukan. Adapun jenis-jenis produk yang diproduksi oleh
PT BFPI antara lain:
1. Sarden Kaleng: Great 1 (2 macam produk) dan Great 1 (2 macam produk).
2. Makarel Kaleng
3. Tuna Kaleng : in brain, spring water, in oil.
4. Sambel Goreng Tuna Kaleng
5. Koktail Kaleng
6. Jagung Kaleng
7. Nuget Ikan Tuna
8. Krupuk Ikan Tuna
9. Bakso Ikan Tuna
10. Abon Ikan Tuna
Kegiatan yang dilakukan dalam proses finishing produk anatara lain yaitu
pencatatan identitas produk, pengukuran berat bersih produk (Net Weight),
tekanan, head space, berat ikan, kenampakan, rasa dan aroma saos dan ikan,
pengukuran pH, Brix, kadar garam, dan kadar asam saos, serta keadaan fisik
kemasan. Selanjutnya dilakukan pencocokan berdasarkan standart yang sudah
ditentukan oleh SNI maupun oleh perusahaan.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu mengambil sampel berupa produk
hasil olahan yang siap untuk diedarkan ke masyarakat. Untuk produk kaleng
(sarden, makarel, dan tuna), sampel yang diambil harus mewakili siklus retort
(sejenis alat sterilisasi), siklus saos dan siklus simer (sejenis alat kukusan yang
bersuhu tinggi yang dihasilkan oleh uap air) yang digunakan. Pengambilan sampel
juga tergantung dari jumlah produk yang dihasilkan dalam perharinya. Adapun
standart jumlah pengambilan sampel yang harus dilakukan dalam setiap harinya,
berikut tabelnya:
30
Tabel 3.1 Standar Pengambilan Sampel
produksi kaleng/hari kaleng yang disampling/hari Nilai penerimaan (Ac)
<4800 kaleng 6 1
4801 – 24000 13 2
24001 – 48000 21 3
48001 – 84000 29 4
84001 – 144000 38 5
144001 – 240000 48 6
>240000 60 7
Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia.
Berikut contoh perhitungan pengambilan sampel yang harus dilakukan oleh QC:
Misalkan
Pada hari 1
Produk sarden A : 121.234 kaleng
Produk sarden B : 71.000 kaleng
Jumlah total
produksi :
192.234 kaleng (lihat tabel)
Berdasarkan table diatas, dapat dilihat bahwa sampel yang harus diambil sebanyak
48 sampel. Selanjutnya menghitung banyaknya sampel produk A dan B yang
harus diambil dengan cara sebagai berikut:
…………………Sehingga,
Produk A yang harus d ambil sebanyak: 30 kaleng
Produk B yang harus d ambil sebanyak: 18 kaleng
Selanjutnya, dari sekian banyak sampel tersebut dari tiap produknya harus
mewakili tiap retort, siklus saos, dan siklus simer. Selain itu juga harus mewakili
tiap keranjang pada retort. Untuk sampel tuna, harus dilakukan pengambilan
sampel untuk jenis tuna yang berbeda.
Langkah kedua yaitu mencatat identitas produk dengan format yang sudah
ditentukan, yang biasanya menggunakan kode tertentu yang melambangkan
sumber sampel yang diambil berasal dari mana. Hal ini dilakukan untuk
31
memudahkan proses analisa. Berikut contoh kode yang terdapat pada kaleng
sampel:
Jika sampel yang diambil tidak ada kode tertentu pada kemasannya seperti
Koktail, Jagung Kaleng, Nuget Ikan Tuna, Krupuk Ikan Tuna, Bakso Ikan Tuna,
dan Abon Ikan Tuna, maka yang dicatat hanya nama produknya saja.
Langkah ketiga yaitu menimbang produk sebagai nilai Net Weight yaitu berat
bersih produk dengan menimbang kaleng kosong dengan ukuran yang sama
dengan produk yang akan diukur dengan menggunakan neraca digital, kemudian
dinolkan kembali, setelah itu barulah dilakkan penimbangan pada produk yang
dianalisa. Setelah itu dicatat hasilnya dalam tabel analisa.
Langkah keempat yaitu pengukuran tekanan (vacum) didalam kemasan
(kaleng) menggunakan alat yang disebut vacuum gauge dengan satuan inHg,
dengan cara menancapkan alat tersebut pada bagian tutup kemasan sehingga
nantinya muncul skala tekanan yang terdapat didalam kemasan kaleng. Kemudian
hasilnya dicatat pada tabel analisa.
Langkah kelima yaitu membuka tutup kemasan kaleng dan kemudian diukur
Head Space (dari permukaan produk hingga batas atas kaleng). Proses ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak isi dan udara yang terdalat didalam
kemasan.
Proses analisa selanjutnya untuk setiap jenis produk, proses analisanya
berbeda-beda yaitu sebagai berikut:
1. Sarden dan Makarel: dituang isi pruduk dalam wadah, kemudian dilihat
penampilannya yang meliputi: kenampakan ikan, saos, dan tidaknya
32
foreign material. Serta dilakukan penciuman dan pencicipan ikan dan
saos. Proses ini dinamakan proses analisa secara organoleptik.
Analisa Organoleptik merupakan suatu proses pengujian yang mana
menggunakan idera manusia sebagai alat untuk mengukur kelayakan satu
sampel. Proses analisa jenis ini biasanya digunakan untuk menentukan
aroma, rasa, tekstur, dan warna produk yang dihasilkan. Proses ini sangat
berpengaruh terhadap kualitas produk. Sehingga perlu dilakukan analisis
oleh para analis yang memiliki indera yang sangat sensitif guna kualitas
produk tetap terjaga baik.
Selanjutnya ikan diambil dan dipisahkan ikan dari saosnya dan dilakukan
perhitungan massa sebagai nilai berat bersih ikan (Drained Weight) serta
dihitung jumlah ikan dalam setiap kalengnya, selain itu juga disebutkan
jenis ikan yang ada di dalam kaleng tersebut. Selanjutnya untuk sampel
yang siklus saosnya sama diambil sedikit (kurang lebih satu cup kecil),
kemudian diukur pH, Brix (banyaknya padatan yang larut), kadar garam,
kadar asam saos, serta viskositas. Selanjutnya hasil tersebut dicatat dalam
tabel analisa.
2. Tuna: dituangkan isi pruduk ke dalam wadah, kemudian dilihat
penampilannya yang meliputi: kenampakan ikan, oil, dan tidaknya foreign
material. Selanjutnya ditiriskan selama 2 menit sehingga isi ikan dan
cairan dalam kaleng terpisahkan, selanjutnya dihitung massa ikannya
sebagai nilai dari Drained Weight. Selanjutnya isi ikan dituangkan ke
dalam wadah atau Loyang, kemudian dipisah-pisahkan berdasarkan bentuk
ikan (hancur dan utuh), serta dicari apakah ada tulang, kulit ataupun
daging coklat yang terselip pada ikan. Setelah itu dihitung massa daging
ikan yang hancur, kemudian dihitung juga massa daging ikan yang masih
utuh untuk mengetahui prosentase isi ikan utuh dan hancur dalam kaleng.
Proses selanjutnya dicicipi dan dicium aroma ikan dan saosnya (analisa
secara organoleptik), serta di-check tingkat kekerasan ikan. Untuk cairan
yang ditiriskan ditampung dan dihitung prosesntase minyak dan air yang
33
terkandung secara manual melalui perbandingan volume cairan.
Selanjutnya hasil tersebut dicatat dalam tabel analisa.
3. Koktail dan Jagung: dituangkan isi pruduk ke dalam wadah, kemudian
dilihat penampilannya yang meliputi: kenampakan buah, dan saus buah,
dan tidak adanya foreign material. Kemudian ditiriskan selama 2 menit,
dipisahkan isi dan sausnya dalam wadah yang berbeda. kemudian dihitung
massanya sebagai Drained Weight. Kemudian isi buah dipisahkan lagi
berdasarkan jenis buahnya dan dihitung massa masng-masing buah. Untuk
sausnya diambil sedikit untuk diukur pH dan Brixnya. Hasil pengukuran
yang diperoleh kemudian dicatat dalam tabel analisa.
4. Nuget, Bakso Ikan Tuna, Krupuk dan Abon Ikan Tuna: dilakukan analisa
secara organoleptik dengan cara melihat tekstur (kekenyalan), aroma dan
rasa sampel.
Setelah semua data terkumpul barulah dilakukan perhitungan rata-rata dari data
yang ada, kemudian distandartkan. Apabila nilainya terlalu jauh dari standart dan
diketahui terdapat ikan yang kondisinya tidak bagus (tekstur dan rasa) maka
dilakukan resample yaitu melakukan analisa ulang dengan sampel yang berbeda
namun dari sumber yang sama. Dan apabila setelah melakukan beberapa kali
resample menghasilkan data yang sama, maka seluruh produk yang diwakilkan
akan ditahan untuk diproduksi dan disimpan selama 1 minggu untuk dianalisa
kembali. Apabila hasil data yang diperoleh tidak mengalami masalah maka
produk tersebut akan di-release ke daerah lokal atau luar pulau, dan apabila
produk tersebut tetap mengalami masalah (ikan tidak layak konsumsi dan
kemasan tidak bagus), maka produk tersebut akan dihancurkan. Sedangkan untuk
produk yang hanya mengalami kerusakan kemasan yang menggembung atau
penyok maka untuk produk tersebut harus di reject atau dijual diluar pabrik
dengan ketentuan kemasan produk harus dalam keadaan terbuka.
3.4 Analisis Bahan Baku Saus
Saus merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan sarden yang
diproduksi oleh PT. BPFI. Pemberian saus pada sarden yang dibuat oleh PT. BFPI
34
ini bertujuan untuk pelembap ikan, penambah cita rasa, memperkaya kandungan
gizi dan menambah daya tarik makanan yang pada intinya sangat berpengaruh
besar terhadap cita rasa produk yang dihasilkan. Oleh karena itu diperlukan suatu
perlakuan khusus guna kualitas dan mutu dari saus tetap terjaga dengan baik.
Saus merupakan bahan setengah cair atau sejenis cairan yang dikentalkan
dengan salah satu bahan pengental. Bahan pengental yang dapat digunakan antara
lain, terigu, tepung beras, atau tepung jagung. Bahan dasar dalam pembuatan saus
untuk makanan kaleng PT. BFPI antara lain:
Pasta tomat
Cmc (carboxy methyl cellulose)
Garam
Gula
MSG
Bawang bombai
Bawang merah
Bawang putih
Oleosin
Paprika
Jahe
Asetic acid
Hal pertama yang dilakukan dalam proses analisis bahan baku saus yaitu
pengambilan sampel. Dalam pengambilan sampel, dilakukan sebanyak tiga kali
dalam setiap pembuatan saus yaitu sampel mentah, sampel matang dan sampel
yang sudah diolah dalam kaleng beserta ikan (saus finish good). Setiap kali
produksi sarden, PT. BFPI memproduksi saus sebanyak 4 - 8 bet setiap produk
sarden per harinya. Untuk setiap bet saus berisikan 420 liter. Setiap satu bet dibuat
dalam satu formula saus dan masuk ke dalam setiap kaleng melalui satu siklus
saus. Oleh karena itu setiap satu bet harus diambil tiga sampel yaitu sampel saus
mentah, saus matang, dan saus finish good. Selanjutnya dilakukan proses analisis
35
untuk mengetahui kualitas saus yang dihasilkan. Adapun beberapa proses yang
dilakukan dalam analisis saus, yaitu:
a. Analisis kadar garam
Penentuan kadar garam pada saus PT. BFPI menggunakan metode titrasi
argentometri (metode Mohr) atau titrasi pengendapan. Titrasi argentometri metode
Mohr merupakan salah satu metode analisis dalam penentuan kadar garam yang
didasarkan pada kesetimbangan suatu reaksi yang menghasilkan endapan oleh ion
Ag+ dari perak nitrat. Ag
+ yang berlebih kemudian akan bereaksi dengan indikator
dan menghasilkan perubahan warna pada larutan yang kemudian perubahan ini
digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi dalam penentuan kadar garam.
Prinsip dasar metode ini adalah mereaksikan AgNO3 dengan NaCl sehingga
terbentuklah endapan AgCl yang berwarna putih. Apabila semua Cl- sudah habis
bereaksi, maka Ag+ yang berlebih akan bereaksi dengan CrO4
2- dari indikator
K2CrO4 yang ditambahkan, kemudian terbentuklah warna merah bata dari
endapan yang dihasilkan yaitu Ag2CrO4 yang menandakan titik akhir titrasi.
Titrasi dengan menggunakan metode ini sangat dipengaruhi oleh adanya
pH, dimana pH larutan yang digunakan harus dalam keadaan netral atau dengan
sedikit alkalis yaitu pH 6,5 – 9,0. Jika terlalu asam (pH < 6), sebagian indikator
K2CrO4 akan membentuk HCrO4-, sehingga larutan AgNO3 lebih banyak yang
dibutuhkan untuk membentuk endapan Ag2CrO4. Pada pH basa (pH > 8),
sebagian Ag+ akan terendapkan menjadi perak karbonat atau perak hidroksida,
sehingga larutan AgNO3 sebagai penitrasi lebih banyak yang dibutuhkan.
Penentuan kadar NaCl pada saus PT. BFPI dilakukan dengan cara sampel
diambil sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50 mL dan
ditambahkan aquades hingga tanda batas. Kemudian dikocok hingga larutan
homogen. Setelah itu Diambil sebanyak 5 mL dengan menggunakan pipet volum
dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan aquades
hingga tanda batas 100 mL pada Erlenmeyer dan ditambahkan 6 tetes K2CrO4
10%. Selanjutanya dilakukan tirtrasi dengan menggunakan larutan AgNO3 0,1 N
yang telah diketahui faktor koreksinya. Dilakukan titrasi hingga terjadi perubahan
warna dari kuning menjadi merah bata. Kemudian dihitung kadar garamnya. Pada
36
saat dititrasi dengan menggunakan AgNO3, awalnya pada larutan terbentuk
larutan keruh berwarna putih yang merupakan AgCl dalam larutan yang berwarna
kuning. Larutan yang masih berwarna kuning kemudian bereaksi dengan AgNO3
dan membentuk endapan Ag2CrO4 berwarna merah bata. Akhir titrasi terjadi
dengan perubahan warna larutan yang sebelumnya berwarna kuning berubah
menjadi merah bata yang diakibatkan oleh reaksi ion kromat dengan ion perak dan
membentuk endapan berwarna merah bata dari perak kromat. Berikut reaksi kimia
yang terjadi selama perubahan tersebut:
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
CrO42-
(aq) + 2Ag+
(aq)
Ag2CrO4(s)
Penentuan kadar garam pada saus yang dilakukan memiliki standar yang
telah ditentukan oleh PT. BFPI sebelumnya. Berikut merupakan standar kadar
garam dari berbagai macam saus:
Tabel 3.2 Standar Kadar Garam Saus
Jenis Saus Standar Kadar Garam Spec 09
Januari 2012,
No H-TD-SP-
61.20.46;
61.20.47; dan
61.20.42
Saus mentah Saus matang Saus FG
Saus Chilli 3,4 – 3,8 3,4 – 3,8 1,8 – 2,2
Saus Ekstra Pedas 3,6 – 4,0 3,7 – 4,1 1,9 – 2,3
Saus Tomat 3,6 – 4,0 3,7 – 4,1 1,6 – 2,0
Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia
Setelah titik akhir titrasi tercapai, dilakukan perhitungan kadar garam
menggunakan rumus yang telah ditentukan oleh PT. BFPI yaitu sebagai berikut:
% kadar garam (NaCl) = ….ml AgNO3 0,1 N x Faktor konversi x 1,169
Dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan diatas dan nilai dari faktor
konversi yang digunakan yaitu 0,99, didapatkan kadar garam saus tomat PT. BFPI
pada tanggal 17 Juli 2013, untuk saus mentah adalah 3,7; saus masak adalah 3,9;
dan saus FG adalah 1,9. Hasil tersebut telah mendekati standar garam untuk saus
sehingga tidak perlu dilakukan pengulangan dalam pembuatan saus. Apabila
37
diketahui nilai kadar garam jauh dari standar (terlalu turun atau naik), maka perlu
dilakukan sedikit perubahan formula saus yang digunakan serta dilakukan analisis
ulang terhadap bahan-bahan yang mempengaruhi produksi saus hingga nilai kadar
garam saus mendekati nilai standart yang sudah ditentukan. Nilai kadar garam
yang diperoleh mengalami peningkatan dari saus mentah menjadi saus matang,
hal ini diakibatkan air pada saus menguap terlebih dahulu sedangkan garamnya
mengendap, oleh karena itu kadar garam saus mentah menjadi lebih tinggi.
b. Analisis kadar asam
Penentuan kadar asam pada saus PT. BFPI dilakukan menggunakan metode
asidi alkalimetri atau titrasi asam basa yang termasuk dalam reaksi netralisasi
yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida
yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Reaksi ini
dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan
penerima proton (basa). Titrasi asam basa merupakan metode penentuan kadar
suatu zat (asam atau basa) berdasarkan reaksi asam basa dengan cara
menambahkan pereaksi yang sudah diketahui konsentrasinya hingga mencapai
titik ekivalen. Larutan baku yang digunakan dalam pross analisis ini yaitu larutan
NaOH 0,1 N dengan menggunakan indikator Phenolptalein (PP). Phenolptalein
merupakan senyawa organik yang berfungsi sebagai penanda telah tercapai titik
akhir titrasi. Indikator ini akan berubah warna pada trayek pH 8- 10 dengan
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah jambu.
Proses analisis kadar asam pada saus PT. BFPI yang pertama kali dilakukan
yaitu menimbang sampel sebanyak 5 g kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
50 ml dan ditambahkan aquades hingga tanda batas. Kemudian dilakukan
pengocokan hingga larutan dalam labu menjadi homogen. Selanjutnya diambil 10
ml larutan tersebut menggunakan pipet volum 10 ml dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan aquades hingga mencapai tanda 100
ml pada erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator Phenolftalein 1%.
Selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1N yang telah
diketahui faktor koreksinya. Dilakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna dari
38
warna awal menjadi merah jambu yang konstan. Kemudian barulah dihitung kadar
asamnya.
Perubahan warna tersebut menandakan telah tercapainya titik ekivalen. Titik
ekuivalen merupakan suatu titik pada saat sejumlah mol ion OH- dari larutan baku
basa yang ditambahkan sama dengan jumlah mol ion H+ yang ada pada larutan
yang dititrasi secara stokiometri. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah
dengan menambahkan beberapa tetes indikator asam-basa ke larutan asam saat
awal titrasi. Sedangkan saat larutan telah berubah warna merupakan titik akhir
dari titrasi. Berikut reaksi yang terjadi selama titrasi:
NaOH (aq) + CH3COOH (aq) CH3COONa (aq) + H2O (aq)
HO
CO
C O
OH
OH-
H+
O
C
CO2-
O-
Tidak Berwarna Berwarna Merah Jambu
+ H2O
Perubahan warna pada saat titrasi dari tidak berwarna menjadi berwarna
merah jambu diakibatkan oleh adanya reaksi antara PP dengan ion OH- dari
NaOH. Pada awal penambahan ion hidrogen yang berlebih akan menggeser posisi
kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak berwarna.
Ketika ion hidroksida ditambahkan, hal ini mengakibatkan ion hidrogen dari
senyawa kompleks PP tertarik dan terikat oleh ion OH- membentuk H2O dan
mengarahkan kesetimbangan ke kanan, akibatnya struktur dari fenoltalin berubah
dan elektronnya terdelokalisasi ke seluruh bagian struktur PP. Delokalisasi ini
menghasilkan perubahan energi. Perubahan energy inilah yang mengakibatkan PP
menjadi berubah warna menjadi terlihat merah jambu.
Standar kadar asam digunakan untuk mengetahui sampel tersebut telah
memenuhi standar untuk digunakan sebagai bahan baku. Pada tabel 3.3 dituliskan
beberapa standar kadar asam untuk beberapa saus:
39
Tabel 3.3 Standar Kadar Asam Saus
Jenis Saus Standar Kadar Asam Spec 09
Januari 2012,
No H-TD-SP-
61.20.46;
61.20.47; dan
61.20.42
Saus mentah Saus matang Saus FG
Saus Chilli 0,55 – 0,75 0,47 – 0,87 0,4 – 0,6
Saus Ekstra Pedas 0,55 – 0,75 0,47 – 0,85 0,35 – 0,55
Saus Tomat 0,55 – 0,75 0,47 – 0,85 0,4 – 0,6
Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia
Setelah titik akhir titrasi tercapai, dilakukan perhitungan kadar garam
menggunakan rumus yang telah ditentukan oleh PT. BFPI yaitu sebagai berikut:
% kadar asam (CH3COOH) = ….ml NaOH x 0,1 N x Faktor konversi x 0,6
Dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan diatas dan nilai dari faktor
konversi yang digunakan yaitu 0,97, didapatkan kadar asam saus tomat PT. BFPI
pada tanggal 17 Juli 2013, untuk saus mentah adalah 0,65; saus masak adalah
0,75; dan saus FG adalah 0,45. Hasil tersebut telah mendekati standar asam untuk
saus sehingga tidak perlu dilakukan pengulangan dalam pembuatan saus. Apabila
diketahui nilai kadar asam jauh dari standar (terlalu turun atau naik), maka perlu
dilakukan hal yang sama seperti pada saat analisis kadar garam yaitu melakukan
sedikit perubahan terhadap formula saus yang digunakan serta dilakukan analisis
ulang terhadap bahan-bahan yang mempengaruhi produksi saus hingga nilai kadar
asam saus mendekati nilai standart yang sudah ditentukan.
c. Analisis pH
pH adalah suatu derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan
tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan atau konsentrasi
ion H+ dalam pelarut air. Alat yang digunakan untuk mengukur pH yaitu pH meter
dengan skala pH antara 0-14. Larutan yang bersifat asam adalah larutan yang
mempunyai pH antara 0-7, sedangkan larutan basa memiliki pH 7-14.
40
Pengukuran pH pada sampel saus PT. BFPI dilakukan pada suhu kamar
yaitu 25 oC. Hal ini dilakukan agar pengukuran yang dilakukan menghasilkan
hasil yang stabil dan presisi. Setelah suhu sampel sudah sesuai, disiapkan sampel
secukupnya kemudian dicelupkan alat pH meter sedalam 4 cm, kemudian
ditunggu hingga muncul skala pH yang konstan. pH meter yang digunakan dalam
proses ini yaitu pH meter dengan merek “HANNA” tipe HI 8424.
Teknik pengukuran ini menggunakan suatu membran sensor atau
permukaan sensor yang berfungsi sebagai setengah sel elektrokimia yang nantinya
menimbulkan potensial yang sebanding dengan logaritma dari aktivitas atau
konsentrasi ion yang dianalisis. Potensial sel diperoleh dengan mengukur pada
keadaan yang tidak ada arus melalui sel. Proses ini merupakan aplikasi langsung
dari persamaan Nernst dengan cara pengukuran potensial dua elektroda tidak
terpolarisasi pada kondisi arus nol. Dengnan pengukuran potensial reversibel
suatu elektroda, maka perhitungan aktivitas atau kosentrasi suatu komponen dapat
dilakukan.
pH meter ini dilengkapi dengan elektroda gelas dan thermostat untuk
mengukur suhu sampel saat pengukuran berlangsung. Prinsip kerjanya yaitu
didasarkan pada pengukuran potensial yang dihasilkan dari interaksi membran
elektroda terhadap aktivitas ion tertentu yaitu ion H+. Elektroda gelas ini terdiri
dari membran yang sangat tipis yang terbuat dari gelas yang permeabel terhadap
ion H+. Didalamnya terdapat elektroda indikator dan elektroda pembanding
Ag/AgCl yang dicelupkan ke dalam larutan buffer yang mengandung ion Cl-. Jadi
semakin banyak ion H+ yang dihasilkan dalam reaksi elektro kimia, maka semakin
besar potensial yang terukur oleh elektroda.
pH dari larutan sampel yang telah diukur harus memenuhi standar yang
telah ditetapkan. Berikut merupakan standar pH dari berbagai macam saus:
Tabel 3.4 Standar pH Saus
Jenis Saus Standar pH Spec 09
Januari 2012,
No H-TD-SP-
Saus mentah Saus matang Saus FG
Saus Chilli 3,6 – 4,0 3,7 – 4,1 4,9 – 5,3
41
Saus Ekstra Pedas 3,8 – 4,2 3,8 – 4,2 4,6 – 5,0 61.20.46;
61.20.47; dan
61.20.42 Saus Tomat
3,8 – 4,2 3,8 – 4,2 5,0 – 5,4
Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia
Hasil yang diperoleh berdasarkan pengujian pH pada saus tomat PT. BFPI
pada tanggal 17 Juli 2013, untuk saus mentah adalah 4,05; saus masak adalah
3,75; dan saus FG adalah 5,08. Hasil tersebut telah mendekati standar pH untuk
saus sehingga tidak perlu dilakukan pengulangan dalam pembuatan saus. Nilai pH
berhubungan dengan nilai keasaman, semakin rendah nilai pH otomatis derajat
keasaman akan semakin meningkat, sehingga jika ditemukan nilai pH saus yang
terlalu jauh dari standart, maka perlu dilakukan penambahan atau pengurangan
asam asetat yang digunakan dalam pembuatan saus dan dilakukan analisis ulang
hingga nilai analisis mendekati nilai standart yang sudah ditentukan.
d. Analisis Brix
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa dalam saus yang
diproduksi oleh PT. BFPI menggandung beberapa bahan yaitu tepung (pati) gula,
garam, MSG, dan zat terlarut lainnya. Untuk mengetahui seberapa besar kandung
zat yang terlarut dalam saus tersebut dapat dilakukan suatu proses analisis
penentuan kadar zat terlarut atau yang biasa disebut dengan Brix. Brix (oBx)
merupakan suatu satuan untuk jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap
100 gr larutan. Misalnya brix saus tomat yaitu 17 dalam saus, artinya bahwa dari
100 gram saus tomat, terdapat 17 gram merupakan zat padat terlarut dan 83 gram
adalah air. Alat yang digunakan dalam pengukuran brix adalah refraktometer.
Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar/ konsentrasi
bahan terlarut misalnya: Gula, Garam, Protein dsb. Prinsip kerja dari
refraktometer sesuai dengan namanya adalah dengan memanfaatkan refraksi
cahaya. Pertama-tama cahaya polikromatis dari sinar lampu menyinari kaca
penutup, kemudian sampel diteteskan di atas prisma sehingga sampel akan terkena
cahaya polikromatis yang kemudian diteruskan ke prisma. Cahaya polikromatis
ini kemudian diubah menjadi cahaya monokromatis dan terjadi pemfokusan pada
42
lensa. Selanjutnya cahaya tersebut diteruskan ke biomaterial skip, sehingga tertera
skala. Skala dibaca dengan menggunakan mata melalui eye piece atau lubang
mata pada refraktometer. Berikut gambar alat yang digunakan di PT. BFPI dalam
analisis oBrix:
Gambar 3.2 Hand Refraktometer
Refraktometer yang digunakan dalam analisis ini adalam tipe hand-held.
Refraktometer terdiri atas beberapa bagian, yaitu kaca prisma biru, penutup kaca
prisma, knop pengatur skala, lensa, grip pegangan, biomaterial skip, lensa
pembesar, skala dan lubang teropong. Satuan skala pembacaan refraktometer yaitu
°Bx yaitu satuan skala yang digunakan untuk pengukuran kandungan padatan
terlarut. Skala °Bx dari refraktometer sama dengan berat gram sukrosa dari 100 g
larutan sukrosa atau % mass sucrose.
Analisis brix dilakukan untuk mengetahui kadar sukrosa yang terkandung
dalam tiga sampel saus yang diambil setiap pembuatan saus yaitu sampel mentah,
matang dan sampel FG. Cara analisis brix dilakukan hanya beberapa mL sampel
yang diletakkan pada alat pengukur brix yaitu refraktometer pada bagian kaca
yang berwarna biru, kemudian ditutup dengan menggunakan kaca penutup
berwarna putih, lalu dilakukan pengukuran dengan intensitas cahaya yang cukup
dan melihat skala yang terukur pada lubang. Beberapa saus juga mempunyai
standar brix yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan brix. Adapun
standar brix dapat dituliskan dalam tabel 3.5.
Tabel 3.5 Standar Brix Saus
Jenis Saus Standar Brix (% mass sucrose) Spec 09
Januari 2012,
No H-TD-SP-
Saus mentah Saus matang Saus FG
Saus Chilli 13 – 15 13 – 17 11 – 15
43
Saus Ekstra Pedas 20 – 22 20,5 – 24,5 18 – 22 61.20.46;
61.20.47; dan
61.20.42 Saus Tomat
13 – 15 13 – 17 11 – 15
Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia
Hasil yang diperoleh berdasarkan pengujian Brix pada saus tomat PT. BFPI
pada tanggal 17 Juli 2013, untuk saus mentah adalah 13; saus masak adalah 14,5;
dan saus FG adalah 15. Hasil tersebut telah mendekati standar Brix untuk saus
sehingga tidak perlu dilakukan pengulangan dalam pembuatan saus. Apabila
diketahui nilai Brix jauh dari standar (terlalu turun atau naik), maka perlu
dilakukan sedikit perubahan formula saus yang digunakan serta dilakukan analisis
ulang terhadap bahan-bahan yang mempengaruhi produksi saus hingga nilai Brix
saus mendekati nilai standart yang sudah ditentukan.
e. Analisis viskositas
Kekentalan (viskositas) merupakan salah satu sifat fisik dari suatu zat cair
yang disebabkan oleh adanya gaya gesek antara molekul-molekul zat cair dengan
gaya kohesi pada zat cair tersebut. Pengukuran viskositas dapat dilakukan dengan
berbagai metode, untuk saus di PT. BFPI menggunakan alat yang dinamakan
Viskometer Brookfield yang didasarkan pengukuran gaya puntir sebuah rotor
silinder (spindle) yang dicelupkan ke dalam sampel. Semakin kuat gaya yang
dihasilkan, maka semakin tinggi nilai viskositasnya.
Perbedaan viskositas pada saus terjadi setelah dipanaskan. Saus matang
akan lebih kental atau memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan
saus yang mentah karena zat yang terlarut semakin banyak. Viakositas saus
nilainya cukup besar, hal ini dikarenakan adanya bahan tambahan dalam saus
tersebut yakni tepung pati termodifikasi (CMC) dimana dengan suhu yang tinggi
akan mengalami proses gelatinisasi yang akan menghasilkan cairan lebih kental
setelah dilakukan pemasakan. Namun beberapa jenis saus tersebut juga memiliki
nilai standar untuk viskositas, seperti yang dituliskan dalam tabel 3.6 dibawah ini:
44
Tabel 3.6 Standar Viskositas Saus
Jenis Saus Standar Viskositas (Lv4, 12 rpm) Spec 09
Januari 2012,
No H-TD-SP-
61.20.46;
61.20.47; dan
61.20.42
Saus mentah Saus matang Saus FG
Saus Chilli 1500 – 2000 4500 – 6500 1500-2000
Saus Ekstra Pedas 750 – 1500 4000 – 6000 1000-2000
Saus Tomat 1500 – 2500 5000 – 7000 1500-1800
Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia
Pengukuran menggunakan alat ini dilakukan secara manual, dimana skala
pengukuran yang dihasilkan harus dikalikan dengan faktor konversi yang tertera
pada alat yang ditunjukan pada tabel berikut ini:
Tabel 3.7 Faktor Konversi Viskometer
LV SPINDLE FACTOR
SPEED SPINDLE NUMBER
1 or 61 2 or 62 3 or 63 4 or 64
.3 200 1K 4K 20K
.6 100 500 2K 10K
1.5 40 200 800 4K
3 20 100 400 2K
6 10 50 200 1K
12 5 25 100 500
30 2 10 40 250
60 1 5 20 100
K= 1000
Dial reading x Factor = viscosity in Centipoise (mPa*s)
Sumber: PT. Blambangan Foodpackers Indonesia
Faktor ini disesuaikan dengan spindle dan kecepatan putaran yang digunakan.
Untuk pengukuran viskositas saus PT. BFPI menggunakan spindle nomer 4.
Hasil yang diperoleh berdasarkan pengukuran viskositas pada saus tomat
PT. BFPI pada tanggal 17 Juli 2013, untuk saus mentah adalah 500; saus masak