analisis dampak penurunan harga kelapa sawit …
TRANSCRIPT
ANALISIS DAMPAK PENURUNAN HARGA KELAPA SAWIT TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI KELAPA SAWIT
DI KABUPATEN MAMUJU TENGAH
SKRIPSI
Oleh
RESKI ARIBOWO NIM : 1057 102258 15
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR MAKASSAR
2019
PERSEMBAHAN
Karya ilmiah ANALISIS DAMPAK PENURUNAN HARGA KELAPA SWAIT
TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN
MAMUJU TENGAH ini saya persembahkan untuk masyarakat Mamuju Tengah,
khususnya masyarakat Tasokko yang telah menjadi tanah kelahiran dan tempat
tinggal saya. Diharapkan dengan adanya karya ilmiah ini bisa membantu berbagai
permasalahan yang ada di Tasokko, serta saya ucapkan terimakasih yang sedalam-
dalamnya untuk kedua orang tua dan saudara yang selama ini telah menjadi
penyemangat utama dalam memberikan suport dan dukunganya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
MOTTO HIDUP
Jika kamu ingin mendapatkan sesuatu yang belum kamu dapatkan
maka lakukannya sesuatu yang belum kamu lakukan
kerjakan lah jangan ragu dalam kesulitan itu merupakan
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ”ANALISIS DAMPAK PENURUNAN
HARGA KELAPA SAWIT TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI KELAPA
SAWIT DI MAMUJU TENGAH. Serta tak lupa kita curahkan sholawat kepada
Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam,
Skripsi ini merupakan syarat untuk melakukan penelitian dalam
memperoleh gelar sarjana Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk Ayah, yang
senantiasa selalu memberikan support demi memberikan pendidikan yang baik
kepada saya Ibu, yang senantiasa dan tidak pernah lelah menasehati,
mengarahkan, mendoakan, memberikan semangat dan bantuan untuk
menyelesaikan penyusunan Skripsi ini. Demi kesempurnaan Skripsi ini, saran
dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya
tulis/skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi
pihak yang membutuhkan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tampa adanya bantuan dari berbagai pihak. Begitupula penghargaan yang
setinggi-tingginya dan terimakasih saya sampaikan kepada
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd Rahman Rahim, SE.,MM., selaku Rektor
Universitas Muhammadiyah Makassar
vi
2. Bapak Ismail Rasullong, SE.,MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar
3. Ibu Naidah, SE., M.Si., selaku ketua program studi Ekonomi
Pembangunan Universitas Muhammadiyah Makassar
4. Bapak Moh. Aris Pasigai, SE., MM selaku pembimbing I yang
senantiasa meluangkan waktunya dan memberikan masukan sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik
5. Bapak H. Muh. Rusdi, SE.,Si selaku pembimbing II yang telah berkenan
membantu selama penyusunan proposal dan skripsi hinggah ujian
skripsi
6. Saudara-saudariku yang senantiasa memberikan doa, dukuang dan
bantuanya baik moral maupun materi kepada penulis sehinggah penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini
7. Teman-teman kelas EP 4.15 yang selelu memberikan motivasi dan
masukannya
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas
bantuan dalam terselesaikannya skripsi ini
Ahirnya penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada semua yang turut membantu dalam
proses menyelesaikan tugas ahir ini. Sesungguhnya kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT oleh karena itu, penulis menyadari bahwa
skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna. Ahir kata penulis
mengucapkan terimakasih.
vii
ABSTRAK
RESKI ARIBOWOW, tahun 2019. Analisis Dampak Penururnan Harga Kelapa Sawit
Terhadap Kesejahteraan Petani Kelapa Sawit Di Kabupaten Mamuju Tengah, skripsi program studi ekonomi pembangunan fakultas ekonomi dan bisnis universitas muhammadiyah makassar. Dibimbing oleh pak Aris pasigai dan Muh. Rusdi.
Pada penelitian yang dilakukan, Penulis menyoroti masalah dari dampak penurunan harga sawit dalam kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi keluarga di Kabupaten Mamauju Tengah yang berprofesi sebagai petani sawit, yaitu dengan membandingkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum dan sesudah penurunan harga di Kabupaten Mamuju Tengah. Dalam hal ini, dampak penurunan harga sawit terhadap kondisi sosial ekonomi petani tidak positif, yang berarti penurunan harga sawit memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kondisi sosial ekonomi petani, baik itu dalam segi pendapatan, pendidikan, maupun kesehatan. Guna memperoleh data maupun tanggapan dari masyarakat yang berprofesi sebagai petani secara langsung, Penulis langsung datang kelapangan melakukan penelitian serta membagikan angket (kuesioner) kepada 30 responden yang tinggal di Kecamatan Karossa Dusun Tasokko. Dengan berpedoman pada Hipotesa yang diajukan yaitu Ho: Ada Pengaruh Harga Terhadap Kesejahteraan Petani Kelapa Sawit Di Mamuju Tengah. Hal Ada Perbedaan Kondisi Pendapatan Sebelum Dan Sesudah Penurunan Harga Kelapa Sawit Di Kabupaten Mamuju Tengah. Maka Ha diterima dan Ho ditolak setelah dilakukan analisa data dengan uji t. Dampak penurunan harga sawit memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi sosial ekonomi di Kabupaten Mamuju Tengah.
Kata Kunci :
harga, kesejahteraan.
viii
ABSTRACT
RESKI ARIBOWOW , in 2019. Analysis Of The Impact Of Oil Palm Price To The Welfare Of Oil Palm Farmers In Central Mamuju District, thesis Economics Study program development of Economics and Business Faculty of Muhammadiyah University of Makassar. Guided by Mr. Aris and Muh.Rusdi.
In the research conducted, the author highlighted the problem of the impact of the decrease in the price of palm in relation to the social economic conditions of the family in central mamuju, which is a smallholder, by comparing social conditions Economic Community before and after the price drop in central Mamuju regency. In this case, the impact of oil price decline to the socio-economic condition of the farmer is not positive, which means that the decline in palm prices has a considerable influence on the socio-economic condition of farmers, be it in terms of income, education, as well as Health. In order to obtain data and responses from the community as a direct farmer, the author immediately comes the space to conduct research and distribute questionnaires to 30 respondents who live in the district Karossa Dusun The Tasokko. With the guidance on the proposed hypothesis of Ho: There is a price influence on the welfare of oil palm farmers in central Mamuju. There are differences in the conditions of income before and after the decrease in the price of oil palm in central Mamuju regency. Thus Ha was accepted and Ho was rejected after analysis of the data with the test T. The impact of palm price decline has a significant impact on socio-economic conditions in central Mamuju regency.
Keywords :
Price, prosperity
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL .............................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ............................................................................ ii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. v
KATA PENGANTAR ......................................................................... vi
ABSTRAK BAHASA INDONESIA .................................................. vii
ABSTRACT ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 8
A. Kondisi Petani Penurunan Harga Kelapa Sawit .................................................. 8
B. Faktor Yang Menyebabkan Penurunan Harga Sawit......................................... 12
C. Dampak Keberadaan Perkebunan Kelapa Sawit ............................................... 13
D. Konsep Pertumbuhan Ekonomi .......................................................................... 15
E. Pengertian Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.......................................... 18
F. Konsep Kesejahteraan ....................................................................................... 20
G. Tinjauan Empiris ................................................................................................. 26
H. Kerangka Konseptual ......................................................................................... 28
I. Hipotesis ............................................................................................................. 29
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 30
A. Jenis Penelitian ................................................................................................... 30
ix
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian .............................................................................. 30
C. Defenisi Operasional Variabel Dan Pengukuran ............................................... 30
D. Populasi Dan Sampel ......................................................................................... 31
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................................. 31
F. Teknik Analisis .................................................................................................... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 35
A. Gambaran Umum Mamuju Tengah .................................................................... 35
B. Hasil Penelitian ................................................................................................... 49
C. Sebab Terjadinya Penurunan Harga Sawit ........................................................ 52
D. Analisis Data ....................................................................................................... 55
E. Hasil Hembahasan.............................................................................................. 64
BAB V PENUTUP ............................................................................ 64
A. Simpulan ............................................................................................................. 64
B. Saran ................................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
LAMPIRAN ...........................................................................................
x
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
Tabel 4.1 Wilayah Adaministrasi Dan Luas Wilayah Perdesa/UPT Kecamatan Tobadak 40
Tabel 4.2 Wilayah Adaministrasi Dan Luas Wilayah Perdesa/UPT Kecamatan Pangale 41
Tabel 4.3 Wilayah Adaministrasi Dan Luas Wilayah Perdesa/UPT Kecamatan Budong-
Budong 42
Tabel 4.4 Wilayah Adaministrasi Dan Luas Wilayah Perdesa/UPT Kecamatan Topoyo 43
Tabel 4.5 Wilayah Adaministrasi Dan Luas Wilayah Perdesa/UPT Kecamatan Karossa 44
Tabel 4.6 Batas Wilayah Adaministrasi Per Kecamatan Di Kabupaten Mamuju Tengah 45
Tabel 4.7 Luas Daerah Dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Di Kabupaten Mamuju
Tengah Tahun 2012=2014 46
Tabel 4,8 Banyaknya Penduduk Menurut Agama Di Kabupaten Mamuju Tengah Pada
Tahun 2012-2014 47
Tabel 4.9 Umur Tanaman Kelapa Sawit 50
Tabel 4.10 Kondisi Harga Kelapa Sawit Tahun 2016-2019 54
Tabel 4.11 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 56
Tabel 4.12 Identitas Responden Berdasarkan Usia 56
Tabel 4.13 Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan 57
Tabel 4.14 hasil observasi harga dan pendapatan petani tahun 2018 58
Tabel 4.15 hasil observasi harga dan pendapatan petani tahun 2019 59
Tabel 4.16 hasil spss tahun 2018 60
Tabel 4.17 hasil spss tahun 2019 61
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perekonomian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi taraf
kehidupan masyarakat dalam proses pemenuhan kebutuhan, hal tersebut
merupakan tanggung jawab pemerintah selaku pemegang kekuasaan
tertinggidan sektor privat/perusahaan yang membantu pemerintah dalam
mempertahankan stabilitas perekonomian yang ada di indonesia. Stabilitas
perekonomian sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian yang menjadi
andalan masyarakat indonesia dalam era persaingan ekonomi global.
Sektor pertanian khususnya perkebunan kelapa sawit pada dewasa ini
sangat membantu meningkatkan para petani kelapa sawit. Indonesia
merupakan penghasil minyak sawit (CPO) terbesar didunia setelah malaysia,
Selain itu di Indonesia, perusahaan perkebunan menjadi salah satu sektor
utama dalam tatanan ekonomi. Perusahaan perkebunan dalam banyak kasus
memiliki posisi dominan dalam pembangunan sosial ekonomi.
Sektor perkebunan sebagai bagian dari pertanian di indonesia memiliki
peran dan kedudukan yang penting dalam menghasilkan devisa bagi negara,
perkebunan yang salah satu komoditinya adalah kelapa sawit. Di awal tahun
2015 pasca melemahya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika serikat dan
terjadinya krisis di beberapa negara di dunia harga Crude Palm Oil (CPO)
mengalami penurunan yang signifikan yaitu dari kisaran harga mencapai
Rp.1500/kg hingga menyentuh harga Rp.400/kg yang didapatkan petani. Ini
2
diakibatkan dari penurunan pemintaan terhadap CPO di pasar global. Karena
Indonesia adalah negara agraris jadi dimana sebagian besar penduduknya
hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan
sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan
penduduknya, Dalam hal ini kegiatan pertanian akan bergantung pada
keadaan pasar global. Jika keadaan pasar tidak stabil maka akan terjadi
fluktuasi yang berdampak pada pendapatan, dan tingkat kesejahteraan petani.
Saat ini tekanan ekonomi global dirasakan oleh petani rakyat di Indonesia
khususnya di Kabupaten Mamuju Tengah, terutama karena memang produk
pertanian cenderung berorientasi ekspor dan harganya tergantung pada pasar
internasional. Fluktuasi harga yang cenderung menurun pada beberapa jenis
komoditi pertanian khususnya kelapa sawit merupakan permasalahan
ekonomis yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat petani. Disisi
lainnya peranan modernisasi peralatan teknologi produksi pertanian, sistem
upah pekerja dan biaya perawatan pertanian yang telah menyatu dalam
kehidupan para petani turut menjadi beban ekonomis masyarakat petani
lainnya. Karena perkebunan sawit adalah salah satu kegiatan pertanian yang
berorientasi ekspor-impor.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan
pegerakan harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) sedikit banyak
turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, pergerakan
harga komoditas ini disebut turut mempengaruhi kesejahteraan masyarakat,
khususnya petani sawit di daerah. Wakil Ketua Umum Gapki Bidang
Perdagangan Togar Sitanggang menggambarkan grafik harga CPO sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi. Dia mencontohkan, seperti yang terjadi pada
3
2009 ketika harga sawit US$ 0,66 per kilogram, pertumbuhan ekonomi saat itu
4,6%. Setahun kemudian, ketika harga sawit meningkat menjadi US$ 0,86 per
kilogram, pertumbuhan ekonomi juga naik sebesar 6,2%. (Permintaan Global
Belum Membaik, Gapki Estimasi Ekspor CPO Turun 5%) Di tahun berikutnya
yakni pada 2011, harga sawit kembali meningkat sebesar US$ 1,02 per
kilogram, ekonomi Indonesia kembali bergerak naik sebesar 6,3%. Namun,
ketika harga harga sawit menjadi mulai turun menjadi US$ 0,92 per kilogram
pada 2012, capaian pertumbuhan ekonomi juga tercatat melambat 6,1%.
Demikian halnya ketika harga sawit terus merosot hingga 2015 sebesar US$
0,56 per kilogram, pertumbuhan ekonomi juga terus melambat di kisaran 4,9%
dan seterusnya hingga 2017, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia
(Gapki) mencatatkan penurunan ekspor minyak kelapa sawit RI. Secara year
on year (yoy) total ekspor dari Januari-April 2018 mencapai 10,24 juta ton
atau turun 4 persen dibandingkan periode 2017 yang mampu mencapai 10,70
juta ton. "Dari nilai ekspor di angka USD 7,04 miliar atau turun sekitar 13
persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu sebesar USD 8,06
miliar," ungkap Ketua Umum Gapki dia menjelaskan, di negara-negara tujuan
utama pada April 2018 ini pada umumnya penurunan impor minyak sawit dari
lndonesia khususnya China, India, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Pada April
2018, volume ekspor minyak sawit total termasuk biodiesel, oleofood dan
oleochemical membukukan penurunan sebesar 5 persen atau dari 2,53 juta
ton. yang mana tren yang terjadi selalu sama. "Ini bukti harga sawit punya
peran untuk perekonomian dan kesejahteraan petani," kata Togar di Jakarta.
Karenanya, untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan menjadikan
komoditas sawit bisa lebih diterima luas, menurutnya industri sawit
4
berkelanjutan menurutnya harus terus didorong, sekaligus sebagai jawaban
dalam Sustainable Development Goals (SDGs) dalam upaya penghapusan
kemiskinan, pengentasan kelaparan, peningkatan pekerjaan dan ekonomi,
pengurangan ketidaksetaraan, serta tanggung jawab terhadap konsumsi dan
produksi. (Perang Dagang Berpotensi Memukul Ekspor Komoditas Andalan)
"Keberlanjutan harus menyangkut aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi,"
ujarnya. Director of Communication of Aidenvironment Asia Eric Walker
mengungkapkan bahwa isu keberlanjutan dalam pengelolaan kelapa sawit
mesti terus ditingkatkan. Alasannya, predikat produsen sawit terbesar seperti
yang disandang Indonesia dan Malaysia saat ini masih menjadi sorotan
karena masih lekat kaitannya dari aspek lingkungan, Hak Asasi Manusia
(HAM), pembakaran hutan, dan perlindungan orang utan.
Berdasarkan survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun 2010,
sektor pertanian menyumbang tenaga kerja sebanyak 42 juta orang lebih dari
jumlah penduduk 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan kerja
utama yang hampir mencapai 110 juta orang. Jika dilihat dari nilai absolutnya,
maka kontribusi sektor pertanian terhadap PDB merupakan jumlah yang
besar, sehingga seharusnya dapat dianalogikan bahwa petani seharusnya
menerima pendapatan yang memadai untuk dapat hidup sejahtera. Namun
pada kenyataannya, apabila dilihat melalui peta kemiskinan di Indonesia,
kiranya dapat dipastikan bahwa bagian terbesar penduduk yang miskin adalah
penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Hal ini menyebabkan bidang
pertanian harus dapat memacu diri untuk dapat meningkatkan produk
pertaniannya. Sebagai salah satu pilar ekonomi negara, sektor pertanian
5
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan terutama dari penduduk
pedesaan yang masih dibawah garis kemiskinan.
Kurangnya perhatian pemerintah untuk menyelamatkan kepentingan
pelestarian hidup dan kepentingan lokal. seperti halnya terjadi dibeberapa
indonesia, hal tersebut juga berdampak yang ada di kabupaten Mamuju
Tengah dimana dengan adanya perusahaan sawit pola dan gaya hidup
masyarakat sekitar menjadi berubah ada yang perubahannya bersifat postif
dan ada juga yang negatif, Fenomena yang terjadi saat ini karyawan bekerja
maksimal tiga kali bahkan terkadang biasa tidak mencapai tiga kali dalam satu
pekan, hal ini sangat berdampak pada pendapatan masyarakat yang bekerja
pada perkebunan kelapa sawit serta berpengaruh terhadap kondisi sosial
ekonomi masyarakat. Mengingat saat ini kondisi sosial ekonomi masyarakat
disekitar perusahaan perkebunan PT. Primanusa Global Lestari masih belum
optimal. Keberadaan perusahaan tersebut berdiri sejak tahun 2018 silam.
Keberadaan perusahaan perkebunan PT. Primanusa Global Lestari
masyarakat mengharapkan adanya perhatian perusahaan terhadap
masyarakat yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Dalam hal ini mengacu pada kasus di atas, bahwa perkebunan sawit
merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting oleh masyarakat di
Beberapa desa khususnya di Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju
Tengah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mata pencaharian sebagai
petani sawit lebih banyak tergantung pada perkembangan teknologi. Kecuali
pada petani rakyat yang tradisional, mereka masih tergantung pada alat-alat
produksi yang sangat sederhana seperti berbagai macam alat yang memetik
6
tandan buah kelapa sawit (dodos, egrek, parang babat, cangkul dan gerobak
sorong) bertolak dari permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Dampak Penurunan Harga
Kelapa Sawit Terhadap Kesejahteraan Petani Kelapa Sawit Di Kabupaten
Mamuju Tengah “
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskanm, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah :
1. Apa sebab-sebab terjadinya penurunan harga kelapa sawit di Kabupaten
Mamuju Tengah?
2. Apakah penurunan harga kelapa sawit berdampak terhadap
kesejahteraan petani kelapa sawit di Kabupaten Mamuju Tengah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya penurunan harga kelapa sawit
di Kabupaten Mamuju Tengah.
2. Untuk pengetahui dampak penurunan harga kelapa sawit tarhadap
kesejahteraan petani sawit di kabupaten Mamuju Tengah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
7
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan pemikiran
dan perkembangan ilmu pengetahuan studi ilmu ekonomi pembangunan
tentang analisis dampak penurunan harga kelapa sawit
2. Manfaat praktis
a. Upaya untuk memperluas pengetahuan bagi penulis di bidang studi ilmu
ekonomi pembangunan khususnya tentang analisis dampak penurunan
harga kelapa sawit
b. Dapat dijadikan sebagai referensi ilmiah sesuai dengan kaidah-kaidah
metodologi penelitian yang digunakan.
8
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONDISI PETANI TERHADAP PENURUNAN HARGA KELAPA SAWIT
Kehidupan ekonomi petani kelapa sawit rakyat berada pada posisi yang
tidak menentu karena pendapatan mereka harus ditentukan oleh keadaan
harga pasar global. Fluktuasi harga buah kelapa sawit menyebabkan petani
kelapa sawit di Mamuju Tengah berada dalam kondisi dilematis untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Diawal tahun 2015 harga komoditas
buah kelapa sawit mengalami penurunan secara signifikan yang menimbulkan
dampak terhadap kehidupan sosial ekonomis para petani kelapa sawit rakyat,
khususnya di Mamuju Tengah. Situasi ini menyebabkan mereka melakukan
kegiatan-kegiatan dalam rangka untuk dapat bertahan hidup dari tekanan
ekonomi yang mereka hadapi. Sistem perkebunan pada masyarakat agraris
merupakan bagian dari sistem perkonomian pertanian tradisional. Sistem
kebun merupakan bentuk usaha kecil yang dikelola oleh rakyat. Dalam
struktur ekonomi pertanian tradisional, usaha kebun sering merupakan usaha
tambahan atau pelengkap dari kegiatan pertanian sehingga sistem kebun
merupakan sistem pertanian yang tidak pasti modal,mkarena lahan yang
digunakan terbatas serta sumber tenaga kerja berasal darianggota keluarga.
Di Sulawesi Barat khususnya di Mamuju Tengah, sistem kebun bukan lagi
merupakan usaha tambahan, tetapi dijadikan sebagai sumber mata
pencaharian utama bagi masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sektor perkebunan sebagai bagian dari pertanian di indonesia
9
memiliki peran dan kedudukan yang penting dalam menghasilkan devisa
bagi negara, perkebunan yang salah satu komoditinya adalah kelapa sawit.
Di awal tahun 2015 pasca melemahya nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika serikat dan terjadinya krisis di beberapa negara di dunia harga Crude
Palm Oil (CPO) mengalami penurunan yang signifikan yaitu dari kisaran harga
mencapai Rp.1500/kg hingga menyentuh harga Rp.400/kg yang didapatkan
petani. Ini mengakibatkan penurunan pemintaan terhadap CPO di pasar
global. Karena Indonesia adalah negara agraris jadi dimana sebagian besar
penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga
pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam
kesejahteraan kehidupan penduduknya. Dalam hal ini kegiatan pertanian akan
bergantung pada keadaan pasarglobal. Jika keadaan pasar tidak stabil maka
akan terjadi fluktuasi yang berdampak pada pendapatan, dan tingkat
kesejahteraan petani. Saat ini tekanan ekonomi global dirasakan oleh petani
rakyat di Indonesia khususnya di Mamuju Tengah, terutama karena memang
produk pertanian cenderung berorientasi ekspor dan harganya tergantung
pada pasar internasional. Fluktuasi harga yang cenderung menurun pada
beberapa jenis komoditi pertanian khususnya kelapa sawit merupakan
permasalahan ekonomis yang mengancam keberlangsungan hidup
masyarakat petani. Disisi lainnya peranan modernisasi peralatan teknologi
produksi pertanian, sistem upah pekerja dan biaya perawatan pertanian yang
telah menyatu dalam kehidupan para petani turut menjadi beban ekonomis
masyarakat petani lainnya. Karena perkebunan sawit adalah salah satu
kegiatan pertanian yang berorientasi ekspor-impor.
10
Kelapa sawit merupakan jenis tanaman perkebunan yang sangat
dibutuhkan masyarakat sebagai salah satu kebutuhan pokok yang
menghasilkan produksi seperti minyak goreng, sabun dan sebagainya. Karena
sifatnya yang penting bagi kebutuhan pokok, maka masyarakat memerlukan
produksi kelapa sawit dalam jumlah yang besar agar kebutuhan mereka
terhadap manfaat kelapa sawit dapat tercukupi. Perkebunan kelapa sawit
dapat memberikan jumlah pendapatan yang mencukupi bahkan lebih tinggi
bagi masyarakat petani kelapa sawit tergantung luas kebunnya. Keadaan ini
menyebabkan sebagian masyarakat banyak mengalihkan pengelolaan
pertaniannya untuk menanam kelapa sawit. Korban yang paling dirugikan
pada penurunan harga sawit tentunya adalah petani sawit itusendiri, padahal
sebelumnya mereka bisa sedikit menikmati manisnya harga TBS (Tandan
Buah Segar). Banyak petani sawit yang frustasi, bahkan banyak diantara
petani sawit yang menelantarkan kebunnya, dan mengalih fungsikan lahannya
untuk ditanam komoditi lain yang lebih menguntungkan, atau dijual dan
dijadikan perumahan. Berdasarkan survei Angkatan Kerja Nasional
(SAKERNAS) tahun 2010,sektor pertanian menyumbang tenaga kerja
sebanyak 42 juta orang lebih dari jumlah penduduk 15 tahun keatas yang
bekerja menurut lapangan kerja utama yang hampir mencapai 110 juta orang.
Jika dilihat dari nilai absolutnya, maka kontribusi sektor pertanian terhadap
PDB merupakan jumlah yang besar, sehingga seharusnya dapat dianalogikan
bahwa petani seharusnya menerima pendapatan yang memadai untuk dapat
hidup sejahtera. Namun pada kenyataannya, apabila dilihat melalui peta
kemiskinan di Indonesia, kiranya dapat dipastikan bahwa bagian terbesar
penduduk yang miskin adalah penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Hal
11
ini menyebabkan bidang pertanian harus dapat memacu diri untuk dapat
meningkatkan produk pertaniannya. Sebagai salah satu pilar ekonomi negara,
sektor pertanian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan terutama dari
penduduk pedesaan yang masih dibawah garis kemiskinan.
Masyarakat petani di kabupaten Mamuju Tengah umumnya memiliki
luas perkebunan per kepala rumah tangga (KK) rata-rata sekitar satu sampai
dua hektar, dan lebih dikenal sebagai petani rakyat. Produksi kelapa sawit
yang di hasilkan dari luaskebun sawitnya dapat mencapai satu sampai dua
ton dengan harga yang tidak stabil atau berfluktuasi. Sebelum beberapa
negara di dunia terkena krisisdan menurunnya permintaan terhadap CPO
harga kelapa sawit berkisar padaharga Rp.1500, apabila di kalkulasikan
dengan hasil panen yang dihasilkan dua ton maka rata-rata pendapatan
petani bisa mencapai Rp.3.000.000 per panennya, sedangkan untuk waktu
panen biasanya dilakukan setiap dua minggu sekali, jadipendapatan petani
per bulannya bisa mencapai Rp.6.000.000 per bulannya. Dengan penghasilan
yang demikian sangat memungkinkan para petani sawit untuk dapat
memenuhi berbagai keperluan hidupnya. Akan tetapi, semenjak harga sawit
turun pada level Rp.400/kg, masyarakat petani sawit mengalami goncangan
ekonomis, karena pendapatan mereka telah berkurang dari Rp.6.000.000 per
bulannya menjadi Rp.800.000 per bulannya. Sementara mereka harus
menghidupi kebutuhan keluarga maupun biaya lainnya seperti pendidikan
bagi anak-anak mereka, tempat tinggal, biaya sosial dan sebagainya. Dalam
hal ini mengacu pada kasus di atas, bahwa perkebunan sawit merupakan
salah satu sumber pendapatan yang penting oleh masyarakat dibeberapa
desa di Tasokka, khususnya kecamatan Karossa di kabupaten Mamuju
12
Tengah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mata pencaharian sebagai
petani sawit lebih banyak tergantung pada perkembangan teknologi. Kecuali
pada petani rakyat yang tradisional, mereka masih tergantung pada alat-alat
produksi yang sangat sederhana seperti berbagai macam alat yang memetik
tandan buah kelapa sawit (dodos, egrek, parang babat, cangkul dan gerobak
sorong)
B. Faktor yang Menyebabkan Penurunan Harga Sawit
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef)
Bhima Yudhistira menyebut ekspor CPO (Crude Palm Oil) diprediksi akan
menurun hingga akhir tahun. Berdasarkan data Gapki (Gabungan Pengusaha
Kelapa Sawit Indonesia) pada tahun 2017 volume ekspor tercatat tumbuh
23,6% menjadi 31,05 juta ton atau dengan nilai US$ 22,97 miliar. Jika terjadi
penurunan nilai ekspor sebanyak 8,5% maka diprediksi ekspor tahun 2018
adalah US$ 21,02 dengan volume 28,45 juta ton.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan ekspor CPO.
Beberapa faktor antara lain adalah
1. Tingginya bea masuk yang ditetapkan negara importir
2. Pelemahan rupiah yang terus terjadi
3. Masalah impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tinggi. Menyebabkan
biaya transportasi logistik meningkat.
13
4. Logistik memerlukan BBM yang sebagian besar itu kita impor 1,6 juta
barel/ hari Sehingga itu juga pakai acuan dollar, dan harga minyak
mentah kan mahal.
Sehingga ketika rupiah melemah dan dollar menguat, maka ongkos
logistik kita menjadi lebih mahal sehingga menurunkan daya saing sawit
Indonesia Masalah terkahir adalah perang dagang Amerika Serikat dan China,
yang juga mempengaruhi ekpor CPO Indonesia turun. Bhima menilai sejauh
ini pertumbuhan ekonomi China melambat sehingga secara tidak langsung
mengurangi impor. Selanjutnya ada juga efek perang dagang Amerika Serikat
dan China, saat ini ekonomi China di kuartal III kan 6,5% sudah mulai
melambat, maka efeknya adalah permintaan dari komoditi Indonesia
berkurang, (Kontan.Co.Id)
C. Dampak Keberadaan Perkebunan Kelapa Sawit
1. Permasalahan Sosial
Kelapa sawit adalah komoditas ekonomi bernilai tinggi dan menjadi
sumber lapangan pekerjaan. Kelapa sawit memungkinkan pemilik lahan kecil
berpartisipasi dalam ekonomi tunai dan memperbaiki infrastruktur lokal
sekaligus membuka akses kesehatan dan pendidikan. Di beberapa wilayah,
perkebunan kelapa sawit menggantikan praktik perkebunan tradisional,
biasanya karena potensi nilai minyak sawit yang tinggi
Akan tetapi, ada beberapa peristiwa ketika hutan justru dikembangkan
oleh pemilik perkebunan tanpa konsultasi atau kompensasi terhadap suku
pribumi yang tinggal di sana. Ini terjadi di Papua Nugini, Kolombia, dan
14
Indonesia. Di negara bagian Sarawak, sejumlah pihak masih mempersoalkan
apakah suku Long Teran Kanan telah diberitahu mengenai pengembangan
hutan setempat untuk perkebunan sawit. Pengambilalihan tanah adat memicu
konflik antara pemmilik perkebunan dan penduduk setempat di negara-negara
tersebut Perkebunan sawit semakin mengancam keragaman hayati,
mendorong ratusan ribu spesies hewan ke ambang kepunahan, melepaskan
emisi karbon ke atmosfer, dan melanggar hak asasi manusia. Anak-anak
berusia tujuh tahun bekerja keras di siang hari untuk membantu keluarganya,
bahkan kadang tidak dibayar sama sekali. Selain kehancuran lingkungan, hak
asasi manusia merupakan permasalahan terpisah yang sama
membahayakannya. Industri sawit merupakan satu dari empat industri
terburuk untuk tenaga kerja paksa dan anak-anak.
Menurut laporan tahun 2008 oleh berbagai LSM, termasuk Friends of the
Earth, perusahaan-perusahaan kelapa sawit kabarnya merebut lahan secara
paksa dari suku pribumi di Indonesia. Selain itu, beberapa perkebunan sawit
Indonesia bergantung pada tenaga kerja impor atau imigran ilegal sehingga
banyak pihak yang mempersoalkan kondisi kerja dan dampak sosialnya.
2. Masalah lingkungan
Di Indonesia, meningkatnya permintaan minyak sawit dan kayu mendorong
pembukaan hujan di taman nasional di Indonesia. Menurut laporan UNEP
tahun 2007, sekitar 98 persen hutan Indonesia akan lenyap pada tahun 2022
akibat pembalakan legal dan ilegal, kebakaran hutan, dan pengembangan
perkebunan kelapa sawit. Malaysia, produsen minyak sawit terbesar kedua di
dunia, berjanji melindungi sedikitnya 50 persen luas negaranya. Per 2010, 58
15
persen wilayah Malaysia ditutupi hutan. Perkebunan kelapa sawit dikritik
karena:
1. Emisi gas rumah kaca: Deforestasi di hutan hujan mencakup 10 persen
emisi CO2 yang dikeluarkan aktivitas manusia dan semakin mempercepat
perubahan iklim.
2. Kehancuran habitat: Perkebunan sawit mendorong punahnya spesies
sangat terancam (misalnya gajah Sumatera, harimau Sumatera, badak
Sumatera,[19] dan orangutan Sumatera.) Berkurangnya keragaman hayati,
termasuk kerusakan terhadap daerah keragaman hayati. Membuka kebun
di tanah adat di Sarawak & Sabah dan provinsi-provinsi Kalimantan.
D. Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output total dalam
jangka waktu yang lama dengan catatan angka kemiskinan tidak bertambah
danpemerataan distribusi pendapatan. Dimana output total merupakan hasil
dari pendapatan perkapita dibagi dengan jumlah penduduk. Indikator penting
untuk mengukur besarnya pertumbuhan ekonomi suatu negara/daerah adalah
produk domestik bruto atau produk domestik regional bruto. PDRB adalah
nilai barang dan jasa secara keseluruhan yang dihasilkan dalam suatu
perekonomian dalam jangka waktu tertentu. Demburg (1994) menjelaskan
bahwa pengukuran PDB atau PDRB dapat dilakukan melalui tiga pendekatan,
yaitu:
1. Pendekatan Produksi
PDB atau PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam
16
jangka waktu satu tahun. Dalam menghitung PDB atau PDRB dengan
pendekatan produksi yang dihitung adalah nilai produksi tambahan atau
value added yang diciptakan. Dengan cara ini dapat dihindarkan
berlakunya perhitungan ganda
2. Pendekatan Pendapatan
PDB atau PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh
faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses di suatu negara dalam
jangka waktu tertentu. Balas jasa yang dimaksud adalah gaji dan upah,
sewa tanah, bunga modal dan keuntungan sebelum di potong pajak
langsung.
3. Pendekatan Pengeluaran
PDB atau PDRB adalah semua komponen pengeluaran yang
dilakukan oleh rumah tangga dalam bentuk Konsumsi (C), perusahaan
dalam bentuk Investasi (I), Pemerintah (G), dan perdagangan luar negeri
dalam bentuk Net Ekspor (X-M) biasanya dalam janga waktu satu tahun.
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses perubahan kondisi
perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju
keadaanyang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama suatu keharusan
bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan. Jumlah penduduk bertambah setiap tahun, sehingga
dengan sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap
tahun, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun
(Tambunan, 2011).
17
Beberapa faktor yang akan dilihat adalah faktor lahan, faktor
sumberdaya manusia, dan faktor bahan tanaman. Sedangkan faktor
perizinan, faktor keuangan, dan faktor keamanan tidak dibahas. Berikut ini
diuraikan ketiga faktor tersebut :
a. Faktor lingkungan (lahan) Lahan adalah matriks tempat tanaman
berada. Tanaman kelapa sawit tidak akan ekonomis untuk diusahakan
secara komersial diatas lahan yang tidak sesuai. Lahan yang optimum
untuk kelapa sawit harus mengacu pada 3 (tiga) faktor yaitu lingkungan,
sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah. Mengacu
pada konsep tersebut, lahan dinilai mempunyai prospek ekonomis yang
baik apabila memenuhi semua kriteria yang ideal.
b. Faktor Sumber Daya Manusia Mengacu pada perkebunan sebagai unit
usaha pertanian tanaman komersial skala besar yang memiliki
organisasi tenaga kerja banyak (padat karya) dengan pembagian kerja
rinci, menggunakan lahan yang luas, tekhnologi modern, spesialisasi,
system administrasi, dan birokrasi, membuat faktor sumber daya
manusia (modal insani) menjadi penting. Kualitas modal insani sangat
menentukan keberhasilan suatu perkebunan. Mempersiapkan staf
lapangan yang mampu mengelola pekerjaannya dengan baik tidak
dapat dilakukan secara seketika karena modal insani gaya perkebunan
mempunyai krakteristik yang berbeda dengan sektor industri.
c. Faktor Bahan Tanaman
Investasi sebenarnya bagi perkebunan komersial berada pada bahan
tanaman yang akan ditanam karena merupakan sumber keuntugan
perusahaan kelak. Pemilihan bahan tanaman yang tidak tepat akan
18
membawa resiko yang sangat besar. Perusahaan akan menderita rugi
dana waktu, dan tenaga jika bibit yang ditanam ternyata tidak sesuai
dengan hasil yang diharapakan.
E. Pengertian Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit
Pengertian produktivitas secara umum adalah menghasilkan lebih,
dengan kata lain lebih baik, optimal dalam jumlah kerja yang sama dari usaha
manusia yang dikeluarkan (Glaser, 2001). Produktivitas dapat didefinisikan
sebagai perbandingan antara. totalitas keluaran pada waktu tertentu dengan
totalitas masukan selama priode tersebut, atau suatu tingkat efisiensi dalam
memproduksi barang atau jasa (Filippo, 1994). Mahoney dalam Campbell
(1990) mendefinisikan produktivitas sebagai suatu pengertian efisiensi secara
umum yaitu sebagai rasio antara hasil dan masukan dalam suatu proses yang
menghasilkan suatu produk atau jasa.
Hasil (output) itu meliputi (penjualan, laba, kepuasan konsumen),
sedangkan masukan meliputi alat yang digunakan, biaya, tenaga,
keterampilan dan jumlah hasil individu. Sejalan dengan pendapat di atas,
Glaser (1996) menjelaskan produktivitas tidak dapat dipisahkan dengan
pengertian produksi karena keduanya saling berhubungan. Apabila
permasalahan produktivitas maka produksi selalu tersangkut di dalamnya.
Pengertian produktivitas secara teknis, ekonomi, dan psikologis adalah
rangkuman atau gambaran antara unsur efektivitas, efisiensi, dan kepuasan
kerja yang harus mengandung volume produksi, hemat masukan serta
19
optimalisasi kepuasan kerja secara manusiawi Hadipranata dalam Risza
(2005).
Produktivitas dapat dikatakan meningkat jika memenuhi keadaan atau
kriteria sebagai berikut :
a) Volume output bertambah besar sedangkan volume input tetap
b) Volume output tetap sedangkan volume input berkurang
c) Volume output bertambah lebih besar bila dibandingkan dengan
pertambahan volume inputnya
d) Volume outputnya berkurang lebih sedikit bila dibandingkan dengan
pengurangan volume inputnya
Disamping itu ada 4 (empat) bidang pekerjaan yang mempunyai dampak
besar terhadap produktivitas, yaitu :
a) Investasi mesin untuk menggantikan tenaga manusia
b) Upaya yang diarahkan pada penentu dan penetapan metode kerja
yang paling cocok
c) Usaha untuk menghilangkan praktek yang tidak produktif, yang
biasanya menghambat peningkatan produktivitas
d) Metode personalia yang dapat digunakan oleh manajemen untuk
memanfaatkan keterampilan yang di miliki pekerja
Dalam proses produksi, produsen akan mengubah masukan (input) yang
juga disebut faktor-faktor produksi (factor of production) yang di gunakan di
seluruh proses produksi (Pindyck dan Rubinfield, 2007) Proses produksi bisa
dikatakan berjalan apabila persyaratan yang di butuhkan sudah dapat
terpenuhi. Persyaratan ini lebih dikenal dengan nama faktor produksi. Faktor
produksi sendiri memiliki empat komponen, meliputi: modal, tanah, tenaga
20
kerja dan skill atau pengelolaan (manajemen). Masing-masing tersebut
mempunya fungsi yang berbeda-beda dan saling keterkaitan antar satu
dengan yanglain (MoeharDaniel, 2002). Dalam rumus Matematika, dapat
dituliskan sbb:
Q = f (X1, X2, X3,......,Xn)
Q : tingkat output yang dihasilkan (hasil produksi)X1, X2, X3,......,Xn :
berbagai input yang digunakan dalam proses menghasilkan output
(produk)Dalam faktor produksi (input) digolongkan menjadi dua, yaitu:
1) Input tetap (fixedinput)
Faktor produksi yang kuantitasnya tidak berpengaruh terhadap
output, seperti bangunan gedung. Walaupun output turun sampai nol,
input akan selalu ada.
2) Input variabel (variabel input)
Output yang dipengaruhi langsung oleh kuantitasnya terhadap
faktor-faktor produski. Seperti bahan baku yang digunakan untuk
menghasilkan keluaran atau produk.
F. Konsep Kesejahteraan
Menurut undang-undang no 11 tahun 2009, kesejahteraan masyarakat
adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, sepiritual, sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga
dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Permasalahan kesejahteran
masyarakat yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga
Negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak
karena belum memperoleh pelayanan sosial dari Negara. Akhirnya, masih ada
21
warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga
tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat. Konsep
kesejahteraan menurut Nasikun (1993) dapat dirumuskan sebagai padanan
makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empat indikator
yaitu :
a) Rasa Aman (Security)
b) Kesejahteraan (Welfare)
c) Kebebasan (Freedom)
d) Jati Diri (Identity)
Biro Pusat Statistik Indonesia (2000) menerangkan bahwa guna melihat
tingkat kesejahteraan suatu wilayah ada beberapa indikator yang dapat
dijadikan ukuran, antara lain adalah;
a) Tingkat pendapatan keluarga;
b) Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan
pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan
c) Tingkat pendidikan keluarga
d) Tingkat kesehatan keluarga
e) Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga.
Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur
dari beberapa aspek kehidupan;
1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah,
bahan pangan dan sebagainya
2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kasehatan tubuh,
lingkungan alam, dan sebagainya
22
3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti pasilitas
pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya
4. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika,
keserasian penyesuaian, dan sebagainya
Todaro (2003) mengemukakan bahwa kesejahteraan masyarakat
menengah kebawah dapat direpresentasikan dari tingkat hidup masyarakat.
Tingkat hidup masyarakat ditandai dengan terentaskannya dari kemiskinan,
tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi, dan tingkat produktivitas masyarakat. Hasil Survey Biaya Hidup (SBH)
tahun 1989 yang dilakukan BPS membuktikan bahwa semakin besar jumlah
anggota keluarga semakin besar proporsi pengeluaran keluarga untuk
makanan dari pada untuk bukan makanan. Ini berarti semakin kecil jumlah
anggota keluarga, semakin kecil pula bagian pendapatan untuk kebutuhan
makanan, dengan demikian jumlah anggota keluarga secara langsung
mempengaruhi tngkat kesejahteraan keluarga. Memahami realitas tingkat
kesejahteraan, pada dasarnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya kesenjangan tingkat kesejahteraan antara lain :
1. Sosial ekonomi rumah tangga atau masyarakat,
2. Struktur kegiatan ekonomi sektoral yang menjadi dasar kegiatan produksi
rumah tangga masyarakat
3. Potensi regional (sumberdaya alam, lingkungan, infrastruktur) yang
mempengaruhi perkembangan struktur kegiatan produksi
4. Kondisi kelembagaan yang membentuk jaringan kerja produksi dan
pemasaran pada skala lokal, regional dan global (Taslim, 2004).
23
Wismuaji (2008:2) mengemukakan bahwa tingkat kepuasan dan
kesejahteraan adalah dua pengertian yang saling berkaitan. Tingkat
kepuasan merujuk kepada keadaan individu atau kelompok, sedangkan
tingkat kesejahteraan mengacu kepada keadaan komunitas atau masyarakat
luas.
Kesejahteraan adalah kondisi dari kepuasan individu-individu, pengertian
dasar ini mengantarkan kepada pemahaman kompleks yang terbagi dalam
dua area perdebatan.
Pertama adalah apa lingkup dari substansi kesejahteraan. Kedua adalah
bagaimana intensitas substansi tersebut biasa direpresentasikan secara
agregat. Dikatakan sebagai atribut agregat, kesejahteraan merupakan
representasi yang bersifat kompleks atas suatu lingkup substansi
kesejahteraan tersebut. Kesejahteraan bersifat kompleks karena
multidimensional, mempunyai keterkaitan antara dimensi dan ada dimensi
yang sulit direpresentasikan. Kesejahteraan tidak cukup dinyatakan sebagai
suatu intensitas tunggal yang mempresentasikan kepada masyarakat tetapi
juga membutuhkan suatu representasi distribusional dari keadaan itu.
Robin dalam Narwoko (2006:114) mengemukakan bahwa tingkat
kesejahteraan mencakup pangan, pendidikan, kesehatan dan seringkali
diperluas kepada perlindungan lainnya seperti kesempatan kerja,
perlindungan hari tua, keterbebasan dari kemiskinan dan sebagainya.
Dengan kata lain lingkup substansi kesejahteraan sering dihubungkan
dengan lingkup sosial. Selanjutnya ia mengemukakan bahwa penentu
batasan substansi kesejahtearaan dan representasi kesejahteraan menjadi
24
perdebatan yang luas. Perumusan tentang batasan tersebut sering
ditentukan oleh perkembangan praktik kebijakan yang dipengaruhi oleh
ideologi dan kinerja negara yang tidak lepas dari pengaruh dinamika pada
tingkat global.
Sitohang (2006:41) mengemukakan bahwa kesejahteraan secara
sederhana menggunakan indikator output ekonomi perkapita sebagai proksi
tingkat kesejahteraan. Pada perkembangan selanjutnya output ekonomi
perkapita diganti dengan pendapatan perkapita. Output ekonomi perkapita
dipandang kurang mencerminkan kesejahteraan masyarakat karena output
ekonomi lebih mencerminkan nilai tambah produksi yang terjadi pada unit
observasi yaitu negara atau wilayah. Nilai tambah ini tidak dengan sendirinya
dinikmati seluruhnya oleh masyarakat wilayah itu, bahkan mungkin sebagian
besar ditransfer ke wilayah pemilik modal yang berbeda dengan wilayah
tempat berlangsungnya proses produksi.
Hatta (2002:27) menyubutkan keadilan sosial adalah kemakmuran yang
merata keseluruh rakyat, dimana rakyat terbatas dari kesengsaraan hidup.
Konsep kesejahteraan terwujud pada minimalnya jumlah penduduk miskin.
Bagi Hatta, demokrasi ekonomi haruslah diabadikan kepada sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Hal tersebut tercermin dalam konsep ekonomi
kemakmuran bangsa seperti tercantum pada pasal 33 UUD tahun 1945.
Karena itu kemampuan orang miskin untuk maju harus ditopang oleh
lingkungan demokrasi ekonomi (freedom to achieve) yang mendorong kaum
sengsara.
25
Rawls dalam Achmad (2005:52) mengemukakan bahwa kesejahteraan
berkaitan dengan pemerataan pendapatan (equitable distribution of income).
Baginya suatu ketidakadilan (inequality) atau kesenjangan pendapatan
(income gap) dapat debenarkan sepanjang mereka yang paling miskin (the
least disadvantaged) dalam suatu masyarakat tetap memperoleh jaminan
sosial. Karena itu baginya kesejahteraan lebih diukur sejauh mana program
kesejahteraan sosial dibentuk, walaupun kesenjangan pendapatan terjadi
tetapi tidak seorangpun penduduk yang tidak memperoleh kebutuhan
dasarnya.
Nugroho (2004:17) mengemukakan bahwa indikator kesejahteraan
berkaitan erat dengan kemiskinan, karena seseorang digolongkan miskin
atau tidak jika seberapa jauh indikator-indikator kesejahteraan tersebut telah
dipenuhi. Indikator kesejahteraan dapat dilihat melalui 2 dimensi yaitu:
1. Dimensi moneter
Pengukuran kemiskinan dapat dilakukan melalui pendapatan dan
konsumsi sebagai indikator kesejahteraan. Di antara pendekatan
pendapatan dan konsumsi, pendekatan konsumsi adalah indicator yang
lebih baik jika dibandingkan dengan pendapatan karena:
a. konsumsi lebih erat hubungannya dengan kesejahteraan seseorang,
yaitu berhubungan dengan kemampuannya dalam memenuhi
kebutuhan minimumnya.
b. pendapatan lebih sering berfluktuasi untuk beberapa mata
pencaharian tertentu.
c. pengeluaran untuk konsumsi tidak hanya mencerminkan barang dan
jasa yang dapat diperoleh dengan pendapatannya tetapi juga
26
kemampuannya untuk memperoleh kredit pada saat pendapatannya
rendah dibawah rata-rata.
2. Dimensi non moneter
Kesejahteraan juga diukur melalui dimensi non moneter, hal ini
terjadi karena kesejahteraan tidak hanya mencakup dimensi ekonomi saja
tetapi juga dimensi non ekonomi yaitu sosial, budaya, dan politik.
Misalnya kesempatan berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasrakatan,
hak suara, tingkat melek huruf dan lain-lain. Indikator yang digunakan
dalam dimensi non moneter yaitu indikator nutrisi dan kesehatan,
indikator pendidikan dan indikator partisipasi sosial.
G. Tinjauan Empiris
Mulyana (2013) melakukan analisa terhadap harga tandan buah
segar kelapa sawit TBS di daerah Sumatera Selatan dengan judul
Penetapan Harga Tandan Buah Segar Kelapa Sawit di Sumatera
Selatan dari Perspektif Pasar Monopoli Bilateral. Penelitian dilakukan
posisi harga tandan buah segar TBS kelapa sawit yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah dalam rentang harga hasil pendekatan pasar
monopoli bilateral, dalam pengertian apakah telah memberikan
perlindungan kepada petani dan mendekati harga yang mencerminkan
kekuatan tawar – menawar yang seimbang, atau lebih mengarah pada
harga monopsonis, atau malah mengarah pada harga monopoli. Tiga
pola perusahaan inti rakyat (PIR) menjadi sampel untuk dikaji kondisi
27
dan datanya (2010-2014) dalam penelitian ini yaitu PIRTransmigrasi
manajemen swasta, BUMN dan PIR-KUK.
Alat analisis yang digunakan adalah model ekonometrika persamaan
tunggal permintaan dan penawaran TBS. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa harga TBS ketetapan pemerintah daerah telah melindungi petani
plasma dari kemungkinanpenerapan harga pasar monopsonis. Hal ini
mencerminkan lebih kuatnya posisi tawar perusahaan inti ketimbang petani
dan posisi harga TBS sebagai turunan harga CPO dunia.
Budiyanto, dkk (2009) melakukan penelitian mengenai kelapa sawit
dengan judul kajian Perbedaan Harga Tandan Buah Segar yang
Dihasilkan Oleh Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar. Penelitian
dilakukan menggunakan data primer yaitu dipabrik pengolahan kelapa
sawit dengan menggunakan dua varietas yang diambil dari petani di
tiga lokasi/desa berbeda. Dilakukan analisis rendemen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perbedaan harga tanaman kelapa sawit pada
lokasi yang berbeda tidak terlihat dampaknya pada rendemen CPO
tandan buah segar yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena
sampel yang digunakan dipilih berdasarkan berat yang relative sama.
Nila Rifai dkk (2014), penelitiannya yang berjudul Dampak
Pengembangan Produk Turunan Minyak Sawit Terhadap Peningkatan harga
Ekspor Produk Minyak Sawit ke Pasar Amerika. Tujuan dalam penelitiannya
adalah menganalisis dampak harga turunan produk minyak sawit terhadap
peningkatan ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke pasar Amerika
Serikat. Data yang digunakan adalah data time series dengan pendekatan
Two Stages Least Squares (2SLS). Hasil dari penelitiannya adalah bahwa
28
kebijakan pengembangan industri produk turunan minyak sawit mampu
meningkatkan ekspor produk turunan minyak sawit ke Amerika Serikat dan
mampu menurunkan ekspor minyak sawit mentah yang memiliki nilai tambah
yang rendah.
Hagi dkk (2012), penelitiannya yang berjudul Analisis Daya Saing Ekspor
harga Minyak Sawit Indonesia dan Malaysia di Pasar Internasional. Dengan
tujuan untuk menganalisis dinamika daya saing ekspor harga kelapa sawit
Indonesia dan Malaysia di Pasar Internasional. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah time series 1995-2009. Hasil dari penelitiannya yaitu
daya saing minyak sawit Indonesia mengalami peningkatan di pasar dunia,
terutama di Asia dan Eropa. Di Eropa minyak sawit Malaysia lebih kompetitif
dibandingkan dengan Indonesia dilihat dari nilai negatif pada efek distribusi
pasar dan efek residual. Daya saing Indonesia dan Malaysia untuk produk
minyak sawit di atas rata-rata dunia, karena indeks RCA lebih dari satu.
Rasio nilai ekspor bersih serta total perdagangan Indonesia dan Malaysia
juga menunjukkan nilai positif yang berarti bahwa Indonesia dan Malaysia
merupakan pengekspor minyak sawit.
Penelitian mengenai kointegrasi dilakukan oleh munadi (2012)
dengan judul Penurunan Ekspor dan Dampaknya Terhadap Ekspor
Minyak Kelapa Sawit Indonesia Ke India. Dalam pendekatan ini
bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku industry minyak
goreng dalam negri, pajak ekspor terhadap minyak kelapa sawit
digunakan sebagai instrument untuk memonitor keluar masuknya
29
minyak kelapa sawit kepasar ekspor yang relative lebih menguntungkan
setiap saat
H. Kerangka Konseptual
Perkebunan kepala sawit yang ada di kabupaten mamuju tengah
masih membutuhkan maknisme yang disusun secara rapi agar hasil
produksinya dapat meningkat permasalahan yang terjadi adalah mayoritas
masyarakat mamuju tengah yang masih belum mengetahui sirkulasi atau
perputaran harga sawit yang juga cenderung masih ditutupi oleh pihak
perusahaan, Dengan berdirinya perusahaan perkebunan PT. global lestari
berpengaruh pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar
perusahaan perkebunan tersebut. Mengingat saat ini kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat di sekitar perusahaan perkebunan PT. global Lestari
masih belum optimal.
Berikut gambar kerangka konseptual analisis dampak penurunan
harga kelapa sawit terhadap kesejahteraan petani kelapa sawit kabupaten
mamuju tengah.
I. HIPOTESIS
HARGA KELAPA
SAWIT (X)
KESEJAHTERAAN/ PETANI
KELAPA SAWIT (Y)
30
Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas maka
hipotesis yang dalam penelitian ini adalah naik turunya harga kelapa sawit
sangat mempengaruhi kondisi perekonomian yang ada di Kabupaten
Mamuju Tengah dan akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat
setempat.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan prosedur dan langkah yang akan
dilakukan dalam mengumpulkan data atau informasi dan pengolahan
data untuk memecahkan permasalahan.
A. Jenis Penelitian
Adapun jenis Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu
menggambarkan dampak turunnya harga kelapa sawit. Fokus utama
penelitian yang ditetapkan adalah tingkat pendidikan dalam keluarga,
kesehatan anggota keluarga, pereumahan/fasilitas yang dimiliki, dan
pendapatan. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer.
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Mamuju Tengah dengan
mengadakan observasi ke daerah penghasil kelapa sawit yaitu
kecamatan karossa desa tasokko, yang dimana masyarakatnya rata-rata
memiliki perkebunan kelapa sawit dan waktu penelitiannya kurang lebih 2
bulan.
C. Defenisi Operasional Variabel Dan Pengukuran
Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan hasil produksi, modal
sendiri dan modal pinjaman yang mempengaruhi pendapatan petani kelapa
31
sawit terhadap kesejahteraannya. Sebagai berikut disajikan defenisi variable
harga (x) dan tingkat kesejahteraan (y):
1. Harga (X) adalah Harga adalah besaran yang di tetapkan oleh
perusahaan dan sepakati oleh pemerintah.
2. Tingkat kesejahteraan (Y) adalah pendapatan atau hasil produksi yang
diterima oleh petani kelapa sawit.
D. Populasi dan sampel
1. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat kecamatan karossa
yang berjumlah 100 penani kelapa sawit, dengan memilih beberapa
orang yang bisa memberikan informasi terkait dengan perkembangan
harga kelapa sawit di kabupaten mamuju tengah.
2. Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sumpling
atau penarikan sampel secara sengaja yakni sebesar 30 responden atau
sekitar 20% dari total populasi.
E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian adalah sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi dalam hal ini dilakukan untuk melihat pelaksanaan program
kerja petani kelapa sawit dalam upaya meningkatkan stabilitas dan
kesejahteraan masyarakat petani di Kabupaten Mamuju tengah.
32
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara mengambil data-
data dari catatan, dokumentasi, administrasi yang sesuai dengan masalah
yang diteliti. Dalam hal ini dokumentasi diperoleh melalui dokumen-
dokumen atau arsip-arsip dari lembaga yang diteliti. Serta dokumentasi
merupakan hal yang penting dalam membuktikan validitas sebuah data
ataupun hasil penelitian maka dianggap perlu oleh peneliti mengambil
dokumentasi pada setiap kegiatan penelitian yang dilakukan, dokumentasi
yang akan diambil yaitu berbentuk rekaman atau foto
F. Teknis Analisi
Dalam penelitiaan ini Model dan Teknik Analisa data
menggunakan pendekatan Analisis Regresi linear sederhana. Sebelum
dilakukan analisis regresi terlebih dahulu dilakukan uji kualitas instrumen
penelitian dan uji asumsi klasik yang diolah menggunakan program SPSS
(Statistic product and service solution) versi 17 for windows.
1 regresi linear sederhana
Tehnik analisis yang digunakan berdasarkan data dalam penelitian ini
adalah data kuantitatif dengan model regresi linear sederhana. Analisis
regresi adalah analisis yang mengukur pengaruh variabel terhadap variabel
terikat. Pengukuran variabel ini melibatkan satu variabel bebas (x) dan
variabel terikat (y), yang dimana analisisnya regresi linear sederhana dengan
rumus:
Y= a+bx
33
Dimana nilai
a : konstanta
b : koefisien regresi
x : harga
y : kesejahteraan petani
koefisien regresib „b‟ adalah kontribusi besarnya perubahan nilai variabel
bebas, semakin besar nilai koefisien regresi maka kontribusi perubahan
semakin besar, demikian pula sebaliknya akan semakin kecil. Kontribusi
perubahan variabel bebas (x) juga ditentukan oleh koefisien regresi positif
atau negatif.
2 Uji t
Uji parsial digunakan untuk melihat “keberartian” variabel bebas dengan
terikat bila salah satu variabel bebas. Uji t, yaitu pengujian hipotesis
variabel X terhadap variabel Y secara parsial atau satu per satu, dengan
rumus sebagai berikut : (Sugiyono, 2010 : 214)
Dasar pengambilan keputusan dapat mengacu pada dua hal, yakni:
a. Membandingkan nilai signifikansi dengan probabilitas 0,05
1. Jika nilai signifikansi < 0,05, artinya variabel X
berpengaruh terhadap variabel Y.
2. Jika nilai signifikansi > 0,05, artinya variabel X tidak
berpengaruh tarhadap variabel Y.
b. Membandingkan nilai dengan
34
1. Jika nilai < artinya variabel X berpengaruh
terhadap vatiabel Y.
2. Jika nilai > artinya variabel X tidak
berpengaruh terhadap variabel Y.
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Mamuju Tengah
Sejarah singkat Kabupaten Mamuju Tengah Kabupaten Mamuju Tengah
adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Barat, Indonesia. Mamuju
Tengah merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Mamuju yang disahkan
dalam sidang paripurna DPR RI pada 14 Desember 2012 di gedung DPR RI
tentang Rancangan UU Daerah Otonomi Baru (DOB).
Kabupaten Mamuju Tengah dibagi menjadi 5 kecamatan, antara lain:
1. Pangale
2. Budong-Budong
3. Tobadak
4. Topoyo
5. Karossa
Kronologi pembentukan kabupaten Mamuju Tangah yang masih
tergolong baru merupakan kerja keras dari para masyarakat serta akademisi.
Ketua DPRD Mateng Arsal aras mengungkapkan bahwa ketika itu yang tergagas
adalah membentuk kabupaten Bupas atau Budong-budong Pasangkayu.
Sebagai gabungan dua wilayah yang berada di ujung provinsi Sulawesi Barat
kabupaten Mamuju. Namun pada perkembangannya ternyata kabupaten Mamuju
Utara (Matra) lebih dulu terbentuk, sebab lebih memenuhi syarat untuk lahirnya
povinsi sulbar yang diundang pada tahun 2004 Semangat membentuk mamuju
36
tengah (Mateng) tetap menyala dengan beberapa nahkoda penting yakti
segenap tokoh
36
pemuda dan masyarakat sepakat pembuntukan kabupaten mamuju
tengah harus dilanjutkan, maka para tokoh pemuda melaksanakan deklarasi
pembentukan mateng dan mensosialisasikan kepada masyarakat tentang
pembentukan Mateng.
Dalam perjalanannya dilakukan proses perumusan terhadap UU No.
32/1999 tentang pemerintahan daerah dan PP 78/2007 tentang pembentukan
dan penggabungan dan pemekaran daerah sehingga menjadi landasan tokoh
pemuda, masyarakat dan akademisi Mateng bergerak cepat membentuk komite
aksi percepatan pembentukan (KAPP) Kabupaten Mateng. Saat itu KAPP
menggelar rapat bersama tokoh terkait proses pembentukan Mateng termasuk
tokoh utama Aras tammauni bersepakat untuk menyampaikan aspirasi ke DPRD
Mamuju yang diterima langsung oleh ketua DPRD Mamuju Thamrin Andi Endeng
selanjutnya kebupti Mamuju Suhardi duka.
Setelah proses panjang melalui surat presiden Mateng masuk dalam
daftar yang disetujui untuk dibahas antara pemerintah, DPD dan DPR RI. Dalam
pembahsan itu disepakati untuk membentuk panja pemekaran yang didalamnya
gabungan ketiga institusi itu. Panjalah yang meninjau daerah-daerah yang akan
dimekarkan termasuk Mateng. Kajian panjang menyebutkan bahwa Mateng layak
dimekarkan langkah berikutnya adalah tim ibukota turun kelapangan dan
menyepakati kecamatan tobadak sebagai ibukota Mateng tepatnya di Desa
Benteng Kayu Bangiwang. Pada hari kamis 13 Desember 2012 sidang komisi II
DPR RI. Digelar pada malam hari semua fraksi menyetujui Kabupaten mateng
untuk ditetapkan dalam sidangparipurna DPR RI. Pada hari jumat 14 Desember
2012. Tanggal inilah yang kemudian menjadi patokan peringatan lahirnya
kabupaten yang Memiliki Motto Lalla’ Tassisara’
37
1. Kondisi Geografi
Kabupaten Mamuju Tengah terletak pada Lintang Selatan 2ꞌ 05ꞌ 52ꞌ ꞌ dan
Bujur Timur 119ꞌ 20ꞌ 93ꞌ ꞌ , memiliki luas wilayah ± 301.437,01 Km2, terdiri dari 5
(lima) kecamatan dan 56 (lima puluh enam) desa, yaitu :
a) Kecamatan Tobadak, 8 (delapan) desa meliputi Desa Tobadak, Desa
Mahahe, Desa Polongaan, Desa Batu Parigi, Desa Sulobaja, Desa
Bambadaru, Desa Saloadak, dan Desa Sejati
b) Kecamatan Pangale, terdiri dari 9 (sembilan) Desa yaitu Desa Polo Lereng,
Desa Polo Pangale, Desa Pangale, Desa Kuo, Desa Polo Camba, Desa
Sartana Maju, Desa Lamba Lamba, Desa Kombiling, dan Desa Lemo-Lemo;
c) Kecamatan Budong-Budong, 11 (sebelas) Desa adalah Desa Babana, Desa
Kire, Desa Salumanurung, Desa Tinali, Desa Salugatta, Desa
Pontanakayang, Desa Bojo, Desa Pasapa, Desa Barakkang, Desa Lumu,
dan Desa Lembah Hada;
d) Kecamatan Topoyo, 15 (lima belas) Desa yaitu Desa Topoyo, Desa
Tabolang, Desa Tangkau, Desa Pangalloang, Desa Tumbu, Desa
Salupangkang, Desa Salupangkang IV, Desa Paraili, Desa Wae Puteh, Desa
Tappilina, Desa Salule’bo, Desa Kabubu, Desa Budong-Budong, Desa
Bambamanurung, dan Desa Sinabatta; dan
e) Kecamatan Karossa, terdiri dari 13 (tiga belas) Desa termasuk 2 (dua) UPT
meliputi Desa Karossa, Desa Kayu Calla, Desa Kadaila, Desa Benggaulu,
Desa Lemba Hopo, Desa Sanjango, Desa Lara, Desa Salubiro, Desa
Tasokko, Desa Kambunong.
38
2. Kondisi Demografi
Kabupaten Mamuju Tengah terletak pada Lintang Selatan 2ꞌ 05ꞌ 52ꞌ ꞌ dan
Bujur Timur 119ꞌ 20ꞌ 93ꞌ ꞌ , memiliki luas wilayah ± 301.437,01 Km2, terdiri dari 5
(lima) kecamatan dan 56 (lima puluh enam) desa, yaitu :
1. Kecamatan Tobadak, 8 (delapan) desa meliputi Desa Tobadak, Desa
Mahahe, Desa Polongaan, Desa Batu Parigi, Desa Sulobaja, Desa
Bambadaru, Desa Saloadak, dan Desa Sejati;
2. Kecamatan Pangale, terdiri dari 9 (sembilan) Desa yaitu Desa Polo Lereng,
Desa Polo Pangale, Desa Pangale, Desa Kuo, Desa Polo Camba, Desa
Sartana Maju, Desa Lamba Lamba, Desa Kombiling, dan Desa Lemo-Lemo;
3. Kecamatan Budong-Budong, 11 (sebelas) Desa adalah Desa Babana, Desa
Kire, Desa Salumanurung, Desa Tinali, Desa Salugatta, Desa
Pontanakayang, Desa Bojo, Desa Pasapa, Desa Barakkang, Desa Lumu, dan
Desa Lembah Hada;
4. Kecamatan Topoyo, 15 (lima belas) Desa yaitu Desa Topoyo, Desa
Tabolang, Desa Tangkau, Desa Pangalloang, Desa Tumbu, Desa
Salupangkang, Desa Salupangkang IV, Desa Paraili, Desa Wae Puteh, Desa
Tappilina, Desa Salule’bo, Desa Kabubu, Desa Budong-Budong, Desa
Bambamanurung, dan Desa Sinabatta; dan
5. Kecamatan Karossa, terdiri dari 13 (tiga belas) Desa termasuk 2 (dua) UPT
meliputi Desa Karossa, Desa Kayu Calla, Desa Kadaila, Desa Benggaulu,
Desa Lemba Hopo, Desa Sanjango, Desa Lara, Desa Salubiro, Desa
Tasokko, Desa Kambunong, Desa Suka Maju, UPTD Mora IV, dan UPTD
Lara III.
Diantara 5 (lima) kecamatan yang ada di Kabupaten Mamuju Tengah,
Kecamatan Karossa merupakan kecamatan terluas, dengan luas wilayah hampir
39
40 persen dari total luas wilayah kabupaten. Kecamatan Pangale merupakan
kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil di wilayah Kabupaten Mamuju
Tengah.
Mengenai batas-batas wilayah, sebagaimana disebutkan dalam
undangundang pembentukkannya, Kabupaten Mamuju Tengah mempunyai
batas-batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Benggaulu Desa Benggaulu
Kecamatan Dapurang Kabupaten Mamuju Utara;
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Batu Bicara, Kecamatan Seko
Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan;
3. Sebelah Selatan berbatasan Sdengan Sungai Karama dan Desa Tarailu
Kecamatan Sampaga, Kecamatan Tommo Kabupaten Mamuju; dan
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar.
Wilayah Kabupaten Mamuju Tengah merupakan wilayah dengan
topografi yang bervariasi. Dibagian barat merupakan wilayah pesisir pantai yang
berhubungan langsung dengan Selat Makassar. Sedangkan dibagian timur
sebagian besar merupakan daerah perbukitan. Secara umum, wilayah
Kabupaten Mamuju Tengah memiliki ketinggian 0 – 600 dpl (di atas permukaan
laut). Wilayah yang tertinggi terdapat di Kecamatan Pangale dengan ketinggian
mencapai 600 dpl. Juga terdapat 3 gunung yang terletak di Kecamatan Budong-
Budong yaitu Gunung Pasapa, Gunung Tanette Tangga, dan Gunung
Sukar.Jarak antara ibukota kecamatan dengan kecamatan lainnya dalam wilayah
Kabupaten Mamuju Tengah relatif dekat. Adapun jarak terjauh dari ibukota
Kecamatan Topoyo ke Kecamatan Karossa, yaitu 56 Km, kemudian ke
Kecamatan Tobadak 43 Km, ke Kecamatan Pangale 25 Km, dan terdekat ke
40
ibukota Kecamatan Budong-Budong yang berjarak 13 Km. Selanjutnya jarak dari
ibukota Kabupaten Mamuju Tengah ke Mamuju ibukota Provinsi Sulawesi Barat,
yaitu sejauh 128 Km. Adapun jarak ke ibukota kabupaten di Provinsi Sulawesi
Barat, kabupaten tetangga, Kabupaten Mamuju Utara sejauh 161 Km, Kabupaten
Majene sejauh 258 Km, Kabupaten Polewali Mandar 314 Km, dan Kabupaten
Mamasa 407 Km.
Tabel 4.1
Wilayah Administrasi dan Luas Wilayah Perdesa/ UPT Kecamatan Tobadak
No Nama Desa/UPT Luas (Ha)
1 Sulobaja 2.232,43
2 Bambadaru 1.861,35
3 Batu Parigi 24.925,45
4 Polongaan 3.661,04
5 Mahahe 481,34
6 Tobadak 10.231,48
7 Salo Adak 5.627,91
8 Sejati 14.560,00
Kecamatan Tobadak 63.581,01
Sumber: RTRW Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2015
Dapat disimpulkan bahwa di Kecamatan Tobadak yang memiliki luas
daerah terbesar adalah Desa Batu Parigi dengan luas 24.925,45 Ha. Sedangkan
desa terkecil adalah Desa Bambadaru dengan luas 1.861,35 Ha.
41
Tabel 4.2
Wilayah Administrasi dan Luas Wilayah Per Desa/ UPT Kecamatan
Pangale
No Nama Desa/UPT Luas (Ha)
1 Pangale 1.476,88
2 Sartanamaju 1.037,75
3 Polo Pangale 1.444,77
4 Kuo 1.235,00
5 Polo Lereng 2.073,43
6 Polo Camba 1.036,72
7 Lamba-lamba 1.207,60
8 Kombiling 301,38
9 Lemo-lemo 753,97
10 Kecamatan Pangale 11.568,54
Sumber: RTRW Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2015
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Pangale
dengan luas wilayah seluas 11.568,54 Ha memiliki desa sebanyak 9 desa
dengan desa terluas adalah Desa Polo Lereng seluas 2.073,43 Ha dan
desa terekcil adalah Desa Kombiling dengan luas 301,38 Ha.
42
Tabel 4.3
Wilayah Administrasi Dan Luas Wilayah Per Desa/ UPT Kecamatan
Budong-Budong
Sumber: RTRW Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2015
Kecamatan Budong-budong memiliki luas wilayah yaitu seluas
24.477,28 Ha dengan desa terluas adalah Desa Bojo dengan luas 5.234,68
Ha dan desa dengan luas wilayah terkecil adalah Desa Lembah Hada
seluas 353,31 Ha.
No Nama Desa/UPT Luas (Ha)
1 Lumu 1.532,10
2 Tinali 372,02
3 Salumanurung 1.486,26
4 Kire 3.156,65
5 Salogatta 1.425,34
6 Pontanakayang 3.446,12
7 Babana 4.217,68
8 Pasappa 1.923,93
9 Bojo 5.234,68
10 Barakkang 1.347,19
11 Lembah Hada 353,31
Kecamatan Budong-budong 24.477,28
43
Tabel 4.4
Wilayah Administrasi dan Luas Wilayah Per Desa/ UPT Kecamatan Topoyo
No Nama Desa/UPT Luas (Ha)
1 Budong-budong 1.067,10
2 Paraili 998,02
3 Topoyo 773,75
4 Kabubu 454,90
5 Waeputeh 1.311,56
6 Tappilina 989,51
7 Tangkou 531,42
8 Tabolang 2.918,58
9 Salupangkang 1.021,40
10 Salupangkang IV 924,68
11 Tumbu 1.934,39
12 Bambanurung 589,88
13 Pangalloang 1.827,04
14 Sinabatta 2.169,28
15 Salulekbo 74.943,64
Kecamatan Topoyo 92.456,21
Sumber: RTRW Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2015
Pada wilayah Kecamatan Topoyo wilayah desa terekecil ada pada
Desa Kabubu denga luas wilayah 454,90 Ha. Sedangkan desa dengan
luas wilayah terluas adalah Desa Salulekbo seluas 74.943,64 Ha.
44
Tabel 4.5
Wilayah Administrasi dan Luas Wilayah per desa/UPT kecamatan karossa
Sumber: RTRW Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2015
Kecamatan Karossa yang juga merupakan Kecamatan terluas di
Mamuju Tengah dengan luas 109.353,97 Ha, mempunyai 13 desa dengan
desa terluas adala Desa Karossa dengan luas wilayah 26.941,95 Ha.
Sedangkan desa dengan luas wilayah terkecil adalah Desa UPT Lara III
dengan luas wilayah 310,30 Ha.
No Nama Desa/UPT Luas (Ha)
1 Kambunong 16.493,88
2 Tasokko 16.842,61
3 Lara 17.436,30
4 Karossa 26.941,95
5 Lembah Hopo 8.991,95
6 UPT Lara III 310,30
7 Banggaulu 1.241,20
8 Kayu Calla 1.309,40
9 Kadaila 840,59
10 Sukamaju 1.475,60
11 Sukamaju 1.084,61
12 Salubiru 11.555,99
13 Sanjango 4.829,33
Kecamatan Karossa 109.353,97
45
Tabel 4.6
Batas Wilayah Administrasi per Kecamatan di Kabupaten
Mamuju Tengah
No Kecamatan Batas wilayah
Utara Selatan Barat Timur
1 Topoyo Kec. Karossa Kec. Tobadak Selat Makassar
Prov. Sulse
l
2 Budong–
budong
Kec. Topoyo Kec. Pangale Selat Makassar
Kab Mam
uju
3 Tobadak Kec. Kab. Mamuju Kec. Prov.
Tobadak Budongbudong Sulse
l
4 Pangale Kec. Budongbudong
Kab. Mamuju Selat Makassar
Kab. Mam
uju
5 Karossa Kab. Mamuju Utara
Kec. Topoyo Selat Makassar
Prov. Sulse
l
Sumber: Bappeda Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2015
3. Keadaan Demografi
Keadaan penduduk di Kabupaten Mamuju Tengah memiliki jumlah
kepadatan penduduk yang berbeda di setiap kecamatan. Komposisi penduduk
menurut kelompok umur di Kabupaten Mamuju Tengah didominasi oleh
penduduk usia 5-9 tahun. Pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan pada
tahun ini seiring dengan perkembangan Kabupaten Mamuju Tengah sebagai
sebuah kabupaten di Selawesi Barat, yaitu sekitar 2,27 % dibandingkan tahun
sebelumnya. Kabupaten Mamuju Tengah sebagai kabupaten termuda di wilayah
Provinsi Sulawesi Barat, tingkat kepadatan penduduk yakni sebesar 39 jiwa/ Km2
pada tahun 2012 atau dalam setia Km2 ditempati penduduk sekitar 39 orang.
46
Secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah
penduduk perempuan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh sex ratio yang nilainya lebih
besar dari 100. Pada tahun 2012, sex ratio mengalami perubahan yaitu untuk
setiap 100 penduduk perempuan terdapat 107 penduduk laki-laki. Untuk melihat
kepadatan penduduk dan luas wilayah di Kabupaten Mamuju Tengah maka
dapat dilihat pada tabel 2.9 berikut:
Tabel 4.7
Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten
Mamuju Tengah Tahun 2012-2014
No
Kecamatan
Luas (Km2)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
2012 2013 2014
1 Pangale 115,69 11.965 12.534 12.311
2 Budong-budong 244,77 24.247 25.013 25.492
3 Tobadak 635.81 25.232 26.107 26.908
4 Topoyo 924,56 27.537 28.980 29.271
5 Karossa 1.093,54 23.104 23.605 24.206
Jumlah 3.014,37 112.085 116.239 118.188
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju Tahun 2013, 2014 dan 2015
Dari tabel di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kecamatan yang
mempunyai penduduk terbanyak adalah Kecamatan Topoyo dengan luas 924,56
Km2 mempunyai kepadatan penduduk pada tahun 2012 sebanyak 11.965 jiwa
dan terus bertambah setiap tahunnya. Adapun kecamatan yang mempunyai
penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Pangale dengan penduduk sebanyak
11.965 jiwa pada tahun 2012 dan pada tahun 2014 sebanyak 12.311 jiwa.
47
4. Agama dan Kepercayaan
Sebagaimana yang tercantum dalam bunyi sila pertama Pancasila
“Ketuhanan Yang Maha Esa” ini berarti bangsa Indonesia memilki agama yang
dianut oleh masyarakatnya. Begitu pula dengan masyarakat Kabupaten Mamuju
Tengah yang mempunyai agama dan kepercayaan masing masing, untuk
dilaksanakan sebagimana dalam ajaran dan kepercayaannya. Jumlah penduduk
yang mendiami Kabupaten Mamuju Tengah pada hasil sensus tahun 2013
berjumlah 116.239 jiwa terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Suku – suku
yang ada di Kabupaten Mamuju Tengah ini terdiri dari suku Mandar, Toraja,
Bugis, jawa, Makassar dan suku lainnya. Sedangkan bahasa yang dipergunakan
sehari-hari adalah bahasa mandar, bugis, toraja, Makassar dan lain-lain. Namun,
perlu diketahui karena keragaman bahasa yang ada maka bahasa yang paling
umum digunakan adalah bahasa Indonesia. Pemeluk agama di Kabupaten
Mamuju Tengah mayoritas adalah pemeluk agama Islam, sisanya adalah Kristen
baik Protestan maupun Katolik, Hindu, Budha dan lain – lain.
Tabel 4.8
Banyaknya Penduduk Menurut Agama di Kabupaten
Mamuju Tengah pada Tahun 2012 – 2014
No
Tahun
Agama
Islam Protestan
katolik Hindu Budha
1 2012
101.383 3.787 2.865 1.986 1.064
2 2013
103.941 4.716 3.410 2.248 1.198
3 2014
104.413 5.114 3.908 3.017 1.201
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju Tahun 2013, 2014, dan 2015
48
Dari tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa penduduk Kabupaten
Mamuju Tengah mayoritas adalah beragama Islam yang dari tahun ke tahun
terus mengalami pertambahan yang signifikan. Penganut agama Islam pada
tahun 2014 sebanyak 104.413 jiwa yang disusul oleh agama Protestan sebanyak
5.114 jiwa. Adapun agama yang minoritas adalah agama Budha dengan banyak
penganut sebanyak 1.201 jiwa.
Masyarakat Kabupaten Mamuju Tengah sebelum Islam masuk di daerah
ini warga masyarakat setempat menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme. Kepercayaan yang beranggapan bahwa ada kekuatan gaib yang
menghuni dunia ini. Dalam kenyataannya dewasa ini kepercayaan animisme dan
dinamisme dalam implikasi pelaksanaannya sudah mulai berkurang. Dan dalam
kehidupan sehari-hari kemajemukan penganut agama selalu terlihat kerukunan
dan tidak terjadi kesenjangan antar penganut agama masing-masing. Timbulnya
kerukunan antar umat beragama disebabkan oleh adanya saling pengertian dan
rasa hormat diantara mereka.
5. Kehidupan Sosial dan Budaya
Lahirnya perbedaan golongan dalam masyarakat, pada dasarnya diawali
oleh adanya keinginan manusia untuk saling menguasai. Dengan demikian akan
muncul perbedaan golongan antara bawahan dan atasan maupun antara
pimpinan dan yang dipimpin. Untuk mengetahui latar belakang pandangan hidup
suatu masyarakat tertentu yang harus diperhatikan adalah stratifikasi sosialnya.
Dewasa ini lapisan-lapisan sosial yang dimaksud nampaknya sudah mulai
bergeser sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Ada tiga lapisan
sosial baru yang mulai nampak di Kabupaten Mamuju Tengah yang mayoritas
penduduknya adalah suku Mandar. Lapisan lapisan sosial tersebut adalah :
49
1. Lapisan birokrasi (pegawai negri, ABRI, dan sarjana),
2. Lapisan wiraswastawan (pedagang, atau pemilik modal), dan
3. Lapisan rakyat biasa. Lapisan sosial raja maupun bangsawan tinggi tetap
mendapat perlakuan lebih.
Bagi masyarakat Mandar, mereka mengikuti lingkungan pergaulan hidup
parental yakni hubungan yang memperhitungkan garis ayah maupun ibu. Dari
segi hak dan kewajiban antara ayah dan ibu mengikuti prinsip bilineal atau garis
serba dua. Oleh karena itu ayah dan ibu mempunyai hak dan kewajiban yang
sama dalam memikul tanggung jawab urusan ekonomi rumah tangga yang dalam
istilah setempat dikenal dengan siwaliparri.
B. Hasil Penelitian
Hasil Penelitian Analisis dampak penurunan harga kelapa sawit terhadap
kesejahteraan petani kelapa sawit:
1. Harga
Harga kelapa sawit yang ada di mamuju tengah cenderung mengalami
fluktuasi yang terkadang tidak dapat di prediksi karena itu merupakan wewenang
dari pihak perusahaan untuk memainkan harga pasar. Ir. H. Tanawali, M.AP
menyatakan bahwa penurunan harga sawit bisa disebabkan oleh beberapa
faktor, yang pertama adalah adanya gejolak di pasar eropa dimana parlemen Uni
Eropa serentak melarang produk yang berasal dari minyak sawit (CPO) dari
Indonesia, walaupun Indonesia sudah memenangkan gugatan terhadap
keputusan Parlemen Uni Eropa tersebut akan tetapi dibutuhkan beberapa waktu
untuk menormalkan kembali penerimaan pasar terhadap minyak sawit Indonesia.
Kedua, kondisi terakhir kelapa sawit indonesia berada pada puncak panen,
sehingga buah sawit melimpah hal tersebut turut berpengaruh pada harga TBS
kelapa sawit. Ketiga, adanya kompetitor dari minyak kelapa sawit yakni minyak
50
kedelai yang saat ini lagi panen besar-besaran di negara-negara yang selama ini
menjadi tujuan ekspor minyak sawit Indonesia. Pada pertemuan tersebut, Ir. H.
Tanawali, M.AP juga menyinggung masalah peremajaan kelapa sawit yang
sebentar lagi akan dilaksanakan di tiga kabupaten di Sulawesi Barat, yaitu
Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamuju Tengah dan Kabupaten Pasangkayu.
Dana peremajaan kelapa sawit berasal dari dana BPDPKS yang bersumber dari
biaya pemotongan penjualan kelapa sawit petani.
Tabel 4.9
umur tanaman kelapa sawit
sumber: keluaran dinas perkebunan sulbar
Berikut penetapan Harga TBS Provinsi Sulawesi Barat periode september
2019; kelapa sawit umur 3 tahun sebesar Rp. 753,09; kelapa sawit umur 4 tahun
Rp.805,28; kelapa sawit umur 5 tahun Rp.847,18; kelapa sawit umur 6 tahun Rp.
892,17; kelapa sawit umur 7 tahun Rp.913,88. Selanjutnya, kelapa sawit umur 8
tahun Rp.940,22; kelapa sawit umur 9 tahun Rp.955,10; kelapa sawit umur 10
No Umur Tanaman (Tahun) Tahun Tanaman
(Tahun)
Harga TBS(Rp/kg)
1 3 2016 753,09
2 4 2015 805,28
3 5 2014 847,18
4 6 2013 892,17
5 7 2012 913,88
6 8 2011 940,22
7 9 2010 955,10
8 10/20 1999/2009 967,36
9 21 1998 952,85
10 22 1997 932,87
11 23 1996 925,53
12 24 1995 907,99
13 25 1994 906,36
51
tahun-20 tahun Rp.967,36; kelapa sawit umur 21 tahun Rp.952,36. Kemudian,
kelapa sawit umur 22 tahun Rp.932,87; kelapa sawit umur 23 tahun Rp.925,53;
kelapa sawit umur 24 tahun Rp.907,99; dan kelapa sawit umur 25 tahun
Rp.906,36.
hal tersebut dapat dilihat dengan tabel sebagai berikut yang
menggambarkan kondisi harga yang beredar di masyarakat:
2. Kondisi petani menurunnya harga sawit
Sawit merupakan hasil pendapatan para petani, semenjak turunnya harga
sawit petani sangat resah karna kelapa sawit merupakan biaya kebutuhan
sehari-hari petani. Petani sawit mengeluhkan jatuhnya harga tandan buah segar
(TBS) sawit. Saat ini harga TBS sawit hanya sekitar Rp 120-150/kg, jauh dari
harga normal yang berkisar Rp 600-700/kg. Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit,
Mansuetus Darto mengatakan, hal ini salah satunya dipicu oleh penerapan
52
pungutan hasil ekspor sawit oleh pemerintah lewat BPDP kelapa sawit."Terbukti
dengan pungutan 50 US$/ton harga tandan buah segar (TBS) petani telah
mengalami penurunan sekitar Rp 120-150/kg," tutur dia dalam keterangannya,
Minggu (7/7/2019).Lebih lanjut ia memaparkan, penurunan harga beli TBS
kelapa sawit di tingkat petani, dilakukan pengusaha dan ekpsortir untuk menutup
biaya pungutan kelapa sawit. Sederhananya, para pengusaha membayar
pungutan sawit dengan memotong harga beli TBS kelapa sawit dari tingkat
petani.
Sementara itu, Petani Sawit anggota SPKS mateng,karossa , Kaharuddin
mengatakan, selain adanya pungutan dana sawit, program biodiesel juga
dipandang jadi salah satu penyebab jatuhnya TBS sawit di tingkat petani.Petani,
lajut kaharuddin, tak punya pilihan selain menjual TBS kelapa sawit mereka ke
tengkulak dengan harga rendah, lantaran kalangan industri lebih senang
menyerap kelapa sawit mereka sendiri untuk kebutuhan Biodiesel ketimbang
menyerap kelapa sawit dari petani."Kami petani swadaya dirugikan, selalu
menjual ke tengkulak dengan harga rendah, sementara industri biodiesel hanya
memperoleh supply bahan baku dari kebun mereka sendiri," tegasnya.
C. Sebab Terjadinya Penurunan Harga Sawit
Setelah mengalami penurunan harga minyak sawit semenjak 2017 lalu,
harga minyak sawit di tahun ini digadang akan membaik, kendati dibayang-
bayangi melimpahnya produksi yang dikhawatirkan akan membuat harga kembali
melorot. Dari laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI),
semenja kajatuhan harga pada Agustus 2016 lalu, harga minyak sawit dunia
terus melemah. Kondisi demikian ditambah dengan adanya perang dagang
53
antara Amerika Serikat dengan China dan juga Penurunan harga CPO
disebabkan demand CPO yang menurun akibat kampanye negatif Uni Eropa.
Kajatuhan harga minyak kedelai akibat meningkatnya stok berimplikasi pada
harga minyak sawit yang juga mengelami tren melemah. Pada 2015 sejatinya
Indonesia telah berinisiatif untuk melakukan pencegahan pelemahan harga
minyak sawit dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU), Badang
Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), dimana tugas BLU ini
mengelola dana yang dipungut dari setiap ton minyak sawit yang diekspor dan
dana yang terkumpul salah satunya digunakan sebagai insentif pengembangan
pasar dalam negeri Biodiesel sawit.
Pada awal penerapan, cara demikian dianggap berhasil namun semenjak
awal 2018 harga minyak sawit kembali menunjukkan tren pelemahan yang kian
dalam, sehingga dalam periode tahun tersebut muncul desakan untuk
menghentikan pungutan ekspor awit yang dianggap kian memperdalam
kejatuhan harga utamanya harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit ditingkat
petani. Desember 2018, pemerintah mengabulkan desakan tersebut dan
membuat kebijakan pungutan ekspor tidak diterapkan bila harga minyak sawit
masih dibawah harga US$ 570/ton, sayangnya kebijakan tersebut dianggap akan
semakin menekan harga minyak sawit nasional dengan diterapkannya batas
bawah.
Memasuki awal tahun 2019, harga sawit tercatat mulai mengalami
kenaikan lantaran adanya permintaan dari sejumlah negara konsumen sawit,
namun upaya perundingan antara China dan Amerika Serikat patut di waspadai
sebab bakal memiliki implikasi terhadap permintaan minyak sawit ke negeri tirai
bambu tersebut dan berdampak pada harga minyak sawit. Lobi Indonesia
54
terhadap pasar minyak sawit India juga sudah mulai dilakukan dan ada potensi
mengerek permintaan minyak sawit asal Indonesia. Dengan memahami
kebutuhan masing-masing negara, Indonesia dan India, berupaya untuk
mensinergikan perdagangan komoditas.
Berikut data yang menunjukkan turunnya harga sawit yang ada di kabupaten
Mamuju Tengah.
Tabel 4.10
Kondisi Harga Kelapa Sawit Tahun 2016-2019
No Tahun Harga TBS
1 2016 1250 Rp/kg 33 juta ton
2 2017 1200 Rp/kg 36 juta ton
3 2018 1150 Rp/kg 44 juta ton
4 2019 1009 Rp/kg 47 juta ton
Sumber: GAPKI
50
40
30
20
10 23
jt
ton
24
jt
ton
25
jt
ton
29
jt
ton
31
jt
ton
33
jt
ton
36
jt
ton
44
jt
ton
47
jt
ton
55
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Volume CPO (juta ton)
DESKRIPSI
Volume produksi kelapa sawit (minyak sawit) atau Crude Palm Oil (CPO)
cenderung meningkat sejak tahun 2011 hingga 2019.Laporan Statistik
perkebunan Indonesia tentang kelapa sawit yang dirilis Direktorat Jenderal
Perkebunan mencatat bahwa volume produksi tahun 2018 meningkat signifikan
sebesar 43,9 juta ton atau 19,36 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
SUMBER
Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian dan
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).
D. Analisis Data
a. Identitas Responden
Pada bab ini penulis menganalisis data-data yang telah diperoleh dari
hasil penelitian dengan menyebarkan angket (kuesiner) kepada penduduk
Di kecamatan Karossa Desa Tasokko yang telah ditetapkan sebagai
responden, yaitu sebanyak 30 responden. Menganalisis data merupakan
suatu upaya untuk menata dan mengelompokkan data menjadi satu
bagian-bagian tertentu berdasarkan jawaban sampel penelitian. Analisis
data yang dimaksud adalah interpestasi langsung berdasarkan data dan
informasi yang diperoleh dilapangan. Adapun data-data yang dianalisis
pada bab ini adalah sebagai berikut
56
Tabel 4.11
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
1
2
Laki – laki
Perempuan
17
3
Total 30
Sumber: profil desa tasokko
Sampel yang ditetapkan sebagai responden dalam penelitian ini tidak
memiliki kriteria tertentu, baik laki- laki maupun perempuan yang memiliki
lahan sawit di kecamatan karossa dapat menjadi sampel. Teknik penarikan
sampel yang telah ditetapkan peneliti adalah simple random sampling, yaitu
teknik sampling yang digunakan oleh peneliti yang pengambilan sampel
anggotanya dilakukan secara acak tanpa harus memperhatikan stratanya
yang ada didalam populasi. jumlah responden laki-laki sebanyak 20
responden dan jumlah responden perempuan sebanyak 10 responden.
Tabel 4.12
Identitas Responden Berdasarkan Usia
No Jenjang Usia Jumlah
1
2
3
4
5
20 – 32
33 – 41
42 – 50
51 – 53
61 – 75
3
7
10
8
2
Total 30
Sumber: profil desa tasokko
Dari data tabel 2 dapat dilihat bahwa usia responden mulai dari usia 20 tahun
hingga tertua umur 75 tahun. Jumlah usia yang paling banyak adalah usia 42
57
– 50 tahun yaitu orang karena memang di Kecamatan karossa desa tasokko
lebih banyak penduduk yang memiliki lahan sawit yang usianya lebih tua
dibandingkan dengan usia muda sehingga responden yang diteliti pun lebih
banyak Usia tua dibandingkan usia muda. Demikianlah peneliti menemukan
sample usia penduduk di Kecamatan karossa desa tasokko.
Tabel 4.13
Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan
No Jenjang Pendidikan Jumlah
1
2
3
4
5
Tidak Tamat SD
SD / sederajat
SMP / sederajat
SMA / sederajat
Perguruan Tinggi / sederajat
10
15
3
2
Total 30
Sumber: profil desa tasokko
Dapat kita lihat jumlah terbanyak adalah tamatan SD dimana
berjumlah 15 responden sedangkan yang tidak tamat SD berjumlah 10
responden dan yang tamatan SMP berjumlah 3 responden, Sementara
tamatan SMA berjumlah 2 responden. Banyaknya responden yang tidak
sekolah menandakan bahwa penduduk di kabupaten mamuju tengah
mereka biasanya akan keluar ke kota untuk tetap melanjutkan
pendidikannya.
b. Tabel harga dan pendapatan perbulan tahun 2018 dan 2019
58
Pendapatan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup,
semakin besar pendapatan yang diperoleh maka semakin besar
kemampuan untuk membiayai segala pengeluaran dan kegiatan–
kegiatan yang akan dilakukan oleh rumah tangga dan perusahaan.
Adapun harga dan pendapatan/ hasil petani tersebut sebagai berikut :
Tabel 4.14
Hasil observasi harga dan pendapatan pet
ani tahun 2018
No Nama Luas lahan/
Jumlah tbs per
Harga/rb
Pendapatan/rb
59
Sumber: data observasi
Tabel 4.15
Hasil observasi harga dan pendapatan petani tahun 2019
Ha panen
1 Kaming 2,5 2 ton 1050 2.100.000
2 Kaharuddin 2 500 kg 1000 500.000
3 Fadluna 1 400 kg 1000 400.000
4 Sania 3 2 ton 1000 2.000.000
5 Nensi 2 1,5 ton 1050 1.575.000
6 Baharuddin 3 2 ton 1000 2.000.000
7 Fahri 2 1 ton 1000 1.000.000
8 Muhammad Ali 1,5 600 kg 1000 600.000
9 Untung 3 2,5 ton 1050 2.625.000
10 Amiruddin 1,5 1 ton 1000 1.000.000
11 Anwar 1,5 800 kg 1000 800.000
12 Hasba 1 1 ton 1000 1.000.000
13 Abdul rahman 1,5 1,5 ton 1000 1.500.000
14 Bahtiar 3 2 ton 1000 2.000.000
15 Lawahe 2,5 1 ton 1000 1.000.000
16 Russeng 3,5 2,5 ton 1000 2.500.000
17 Faisal bakri 1,5 800 kg 1000 800.000
18 Yusuf 1 600 kg 1000 600.000
19 Sila 2,5 2 ton 1000 2.000.000
20 Abdulla 1 500 kg 1000 500.000
21 Ferdi 2 2 ton 1000 2.000.000
22 Hayana 1 800 kg 1000 800.000
23 Ahmad 2 1 ton 1000 1.000.000
24 Afdal 4 2 ton 1000 2.000.000
25 Rusli 1 600 kg 1000 600.000
26 Sapiuddin 1 500 kg 1000 500.000
27 Pilemong 2 1,3 ton 1000 1.300.000
28 hasna 1 800 kg 1000 800.000
29 Puang nia 2,5 1,5 ton 1000 1.500.000
30 Buha’ 1 800 kg 1000 800.000
Jumlah/rata-rata 57 100.500 126.000.000
No Nama Luas lahan/H
a
Jumlah tbs per panen
Harga/rb
Pendapatan/rb
1 Kaming 2,5 2 ton 900 1.800,000
2 Kaharuddin 2 600 kg 850 510.000
60
Sumber:data observasi
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2018 harga
rata-rata adalah 1000 dan pendapatan tertinggi didapat oleh petani bernama
Untung sebesar rp 2.625.000 sedangkan pendapatan yamg paling rendah
3 Fadluna 1 500 kg 850 450.000
4 Sania 3 2 ton 850 1.700.000
5 Nensi 2 1,5 ton 900 1.350.000
6 Baharuddin 3 2 ton 850 1.700.000
7 Fahri 2 1 ton 850 850.000
8 Muhammad Ali 1,5 700 kg 850 595.000
9 Untung 3 2,5 ton 900 2.250.000
10 Amiruddin 1,5 1 ton 850 850.000
11 Anwar 1,5 900 kg 850 765.000
12 Hasba 1 1 ton 850 850.000
13 Abdul rahman 1,5 1,5 ton 850 1.275.000
14 Bahtiar 3 2 ton 850 1.700.000
15 Lawahe 2,5 1 ton 850 850.000
16 Russeng 3,5 2,5 ton 850 2.125.000
17 Faisal bakri 1,5 900 kg 850 765.000
18 Yusuf 1 700 kg 850 595.000
19 Sila 2,5 2 ton 850 1.700.000
20 Abdulla 1 600 kg 850 510.000
21 Ferdi 2 2 ton 850 1.700.000
22 Hayana 1 900 kg 850 765.000
23 Ahmad 2 1 ton 850 850.000
24 Afdal 4 2 ton 850 1.700.000
25 Rusli 1 700 kg 850 595.000
26 Sapiuddin 1 600 kg 850 510.000
27 Pilemong 2 1,3 ton 850 1.105.000
28 hasna 1 900 kg 850 765.000
29 Puang nia 2,5 1,5 ton 850 1.275.000
30 Buha’ 1 900 kg 850 765.000
Jumlah/rata-rata 57 85.500 104.739.333
61
didapat oleh petani bernama Fadluna sebesar rp 400.000. sedangkan pada
tahun 2019 harga rata-rata adalah 850 dan pendapatan tertinggi didapat
petani bernama untung sebesar rp 2.250.000 sedangkan pendapatan
terendah didapat petani bernama Fadluna sebesar rp 450.000.
c. Pengujian regresi linear sederhana
Moetode regresi linear sederhana ini dimaksudkan untuk mengetahui
seberapa besar tingkat pengaruh antara harga dengan kesejahteraan.
Berdasarkan analisis data menggunakan SPSS20, Pengaruh harga
terhadap kesejahteraan masyarakat petani akan dilihat dari indikator
masing-masing variabel. Berikut hasil jawaban-jawaban responden
berdasarkan data adalah sebagai berikut:
Tabel 4.16
Hasil spss pendapatan per panen tahun 2018
coefficients
No Model Unstandardized
coefficients Standardized coefficients t sig
B Std. eror Beta
1 (contant) 20.965 1.657 12.653 .006
harga .228 .061 934 3.707 .000
a. Dependent Variable: kesejahteraan Sumber: Data diolah
Diketahui nilai constant (a) sebesar 20.965 sedangkan nilai harga
(b/koefisien regresi) sebesar 0,228, sehingga persamaan regresinya
dapat ditulis:
Y = a + Bx
Y = 20.965 + 0,228X
62
Persamaan tersebut dapat diterjemahkan:
1. Kostanta sebesar 20.965, mengandung arti bahwa nilai konsistent
variabel partisipasi adalah sebesar 20.965
2. Koefisien regresi X sebesar 0,228 menyatakan bahwa setiap
penambahan 1% nilai harga, maka nilai partisipasi bertambah
sebesar 0,228. Koefisien regresi tersebut bernilai positif, sehingga
dapat dikatakan bahwa arah pengaruh variabel X terhadap Y adalah
positif.
Tabel 4.17 Hasil spss pendapatan per panen tahun 2019
coefficients
No Model Unstandardized
coefficients Standardized coefficients t sig
B Std. eror Beta
1 (contant) 12.053 5.072 3.376 .025
harga 15.393 5.932 .440 2.595 .000
a. Dependent Variable: pendapatan
sumber: data diolah
Diketahui nilai constant (a) sebesar -12.053 sedangkan nilai harga
(b/koefisien regresi) sebesar 15.393, sehingga persamaan regresinya
dapat ditulis:
Y = a + Bx
Y = -12,053 + 15.393X
Persamaan tersebut dapat diterjemahkan:
63
1. Kostanta sebesar -12.053, mengandung arti bahwa nilai konsistent
variabel partisipasi adalah sebesar -12.053
2. Koefisien regresi X sebesar 15.393 menyatakan bahwa setiap
penambahan 1% nilai harga, maka nilai partisipasi bertambah
sebesar 15.393. Koefisien regresi tersebut bernilai positif, sehingga
dapat dikatakan bahwa arah pengaruh variabel X terhadap Y adalah
positif.
d. Analisis uji t
Pengujian hipotesis secara parsial dilakukan dimaksudkan untuk
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel bebas secara parsial
terhadap variabel terikat. Hasil hipotesis dalam pengujian ini adalah:
Tabel 4.18
Hasil spps pendapatan per bulan tahun 2018
coefficients
No Model Unstandardized
coefficients Standardized coefficients t sig
B Std. eror Beta
1 (contant) 20.965 1.657 12.653 .006
harga .228 .061 934 3.707 .000
a. Dependent Variable: kesejahteraan Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel diatas dapat mengambil keputusan bisa dijelaskan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan dari nilai signifikasi : dari tabel coefficients diperoleh
nilai signifikasi sebesar 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel Harga (X) berpengaruh terhadap variabel
kesejahteraan (Y).
64
2. Berdasarkan nilai t : diketahui sebesar 12.653 > 3.707
sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel harga (X) berpengaruh
terhadap variabel kesejahteaan (Y).
Dapat dilihat cara mencari = (a/2 : n-k-1)
= (0,05/2 : 30-1-1)
= (0,025 : 28)
= 2,048
Tabel 4.19
Hasil spss pendapatan per bulan tahun 2019
coefficients
No Model Unstandardized
coefficients Standardized coefficients t sig
B Std. eror Beta
1 (contant) 12.053 5.072 3.376 .025
harga 15.393 5.932 .440 2.595 .000
a. Dependent Variable: pendapatan
sumber: data diolah
Berdasarkan tabel diatas dapat mengambil keputusan bisa dijelaskan
sebagai berikut:
a. Berdasarkan dari nilai signifikasi : dari tabel coefficients diperoleh
nilai signifikasi sebesar 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel Harga (X) berpengaruh terhadap variabel
kesejahteraan (Y).
b. Berdasarkan nilai t : diketahui sebesar 3.376 > 2.595
sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel harga (X) berpengaruh
terhadap variabel kesejahteaan (Y).
Dapat dilihat cara mencari = (a/2 : n-k-1)
65
= (0,05/2 : 30-1-1)
= (0,025 : 28)
= 2,048
E. Hasil pembahasan
1. Pengaruh harga terhadap pendapatan atau kesejahteraan petani
Berdasarkan pengujian secara parsial pengaruh harga terhadap
pendapatan petani pada tabel, diperoleh dari perhitungan variabel pada
tahun 2018 dan 2019 hasil analaisis kedua tahun tersebut tidak jauh
berbeda dapat disimpulkan bahwa variabel harga (X) berpengaruh
terhadap variabel kesejahteaan (Y). hasil analisis yang dipaparkan
tersebut menyatakan bahwa harga berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pendapatan/kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu petani
kelapa sawit di kecamatan Karossa jika memiliki harga yang baik
sehingga dengan begitu pendapatan masyarakat pun ikut baik atau
meningkat maupun sebaliknya jika harga kelapa sawit menurun maka
berdampak pada masyarakat petani khususnya petani daerah.
66
36
65
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah terjadi penurunan harga sawit menyebabkan dampak yang sangat
buruk terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Karossa.
Hal ini dapat dilihat dari uji t yang dilakukan peneliti menggunakan program
SPSS bahwasanya variabel harga (X) berpengaruh terhadap variabel
kesejahteraan (Y). Masyarakat petani yang mengandalkan sektor perkebunan
kelapa sawit sebagai sistem mata pencaharian utama hidupnya dihadapkan
dengan permasalahan ekonomis yaitu menurunnnya harga komoditas pada
sektor perkebunan kelapa sawit. Penurunan yang terjadi sangat signifikan
sehingga menyebabkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan petani berkurang.
Meskipun petani memiliki penghasilan dari hasil kebunnya tersebut, namun
dengan harga sawit yang rendah seperti itu wajar apabila mereka mengaku
bahwa peghasilan sekarang yang mereka dapatkan tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.
B. Saran
Adapun saran-saran dari hasil penelitian ini yang didapat di uraikan
sebagai berikut:
1. Pemerintah harus lebih memperhatikan segala kebutuhan yang menjadi
faktor pendukung keberhasilan masyarakat dalam meningkatkan
perekonomian mereka
2. Pemerintah harus memberikan pembinaan dan pembelajaran bagi
masyarakat petani kelapa sawit
66
3. Hendaknya pola pemasaran Kelapa sawit tidak terlalu melibatkan banyak
aktor pemasaran didalamya, agar petani mendapatkan hasil/pendapatan yang
sesuai dengan hasil kelapa sawit yang mereka peroleh.
67
DAFTAR PUSTAKA
Bintarto. 1989. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Jakarta :Penerbit
Ghalia Indonesia:
Daniel, Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT. Buni Aksara
Denburg, F Thomas. 1986. Makro Ekonomi. Konsep Teori dan Kebijaksanaan.
Edisi 7. Erlangga : Jakarta
Flippo, L. 1994. Karir dalam Organisasi (Terjemahan Susanto Budidharmo).
Semarang: BPFE Universitas Diponegoro. http://library.usu.ac.id/
modules.php?op=modload&name=Downloads&file=index&req=getit&lid
=501
Glaser, B., L. Haumaier, G. Guggenberger and W. Zech. 2001. The 'Terra Preta'
phenomenon: A model for sustainable agriculture in the humid tropics.
Naturwissenschaften 88(1): 37-41.
Harahap, Sofyan Syarif. 2004. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta.
PT Raja Grafindo Persada
Harsono, Budi, 1999, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan UUPA,
Djambatan, Jakarta
Komarudin, 2001, Ensiklopedia Manajemen, Edisi IX, Jakarta : Bumi Aksara.
Nasikun, 1993, Sistem Sosial Indonesia,Jakarta.: PT. Raja Grafindo Persada
Risza, 2005. Definisi Produktivitas Suatu Pengertian Efisiensi Secara
Umum.Jurnal wataroza vol. 1 .No. 1 .Bogor: Balai Penelitian Veteriner.
Robert Pindyck & Daniel L. Rubinfeld. 2007. Mikroekonomi edisi keenam. Indeks:
Jakarta
Sunarjono, 2000. Teori Ekonomi Produksi. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D). : Bandung: CV. Alfabeta
Satori, Djam’an dan Komariah, 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif..Bandung:
Alfabeta.
68
Thulus th thambunan 2011. Industrialisasi dinegara sedang berkambang, kasus
indonesia. Jakarta : ghalia indonesia
Todaro, M. P. dan S. C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.
Jilid 1. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga
https://regional.kompas.com/read/2010/04/08/12495516/Produksi.Sawit.Sulawesi.Ba
rat.Terbesar.di.Kawasan.Indonesia.Timur.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
Kantor kesatuan bangsa dan politik
Perkebunan petani
Hasil penen petani
Buah TBS
Sawit umur 3 tahun
Observasi di petani
BIOGR AFI PENULIS
Reski Aribowo lahir di Salubejau pada tanggal 26 April 1997
sebagai anak ke Dua dari pasangan Bapak Sadimun dan Ibu
Sania. Penulis sekarang bertempat tinggal di Jl. Paccinongan
kompleks Graha Surandar 3 Kab Gowa. Penulis telah
menempuh pendidikan sebagai berikut, penulis masuk SD
Inpres Salubejau dan lulus tahun 2009, kemudian
melanjutkan ke SMP Negeri 3 Karossa dan lulus pada tahun 2012. Setelah lulus
dari SMP, kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan tingkat lanjut di SMAN
dan lulus pada 1 Mamuju Tengah tahun 2015. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi pada jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah
Makassar program strata satu sampai sekarang. Sebagai tugas akhir, maka
penulis menulis sebuah skripsi yang berjudul sebagai berikut: analisis dampak
penurunan harga kelapa sawit terhadap kesejahteraan petani kelapa sawit di
kabupaten mamuju tengah(Studi Kasus Kec. Karossa)”.