analisis derajat penyakit ginjal kronik melalui …
TRANSCRIPT
1
ANALISIS DERAJAT PENYAKIT GINJAL KRONIK MELALUI
GAMBARAN FOTO TORAKS KOMPLIKASI
KARDIOVASKULAR PADA PENDERITA
PENYAKIT GINJAL KRONIK
ANALYSIS GRADING CHRONIC KIDNEY DISEASE BASE ON
THORAX X- RAY EXAMINATION WITH CARDIOVASCULAR
COMPLICATION IN PATIENT CHRONIC KIDNEY DISEASE
RUSLAN DUPPA
KONSENTRASI PENDIDIKAN PROGRAM DOKTER SPESIALIS TERPADU (COMBINED DEGREE) PROGRAM STUDI BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2011
2
ANALISIS DERAJAT PENYAKIT GINJAL KRONIK MELALUI
GAMBARAN FOTO TORAKS KOMPLIKASI
KARDIOVASKULAR PADA PENDERITA
PENYAKIT GINJAL KRONIK
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar megister
Program studi
Biomedik-pendidikan dokter spesialis terpadu radiologi
Disusun dan diajukan oleh
Ruslan Duppa
Kepada
KONSENTRASI PENDIDIKAN PROGRAM DOKTER SPESIALIS TERPADU (COMBINED DEGREE) PROGRAM STUDI BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2011
3
Tesis
ANALISIS DERAJAT PENYAKIT GINJAL KRONIK MELALUI
GAMBARAN FOTO TORAKS KOMPLIKASI
KARDIOVASKULAR PADA PENDERITA
PENYAKIT GINJAL KRONIK
Disusun dan diajukan oleh :
Ruslan Duppa
Nomor Pokok : P1507209069
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
pada Tanggal 7 Nopember 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui :
Komisi Penasehat
dr. Nurlaily Idris,Sp.Rad(K) Prof.Dr.dr.Muhammad Ilyas,Sp.Rad(K)
Ketua Anggota Ketua Program Studi Biomedik, Direktur Program Pascasarjana Prof.dr.Rosdiana Natzir,Ph.D Prof.Dr.Ir.Mursalim,MSc.
4
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ruslan Duppa
Nomor Pokok : P1507209069
Program Studi : Biomedik
Konsentrasi : Combined Degre-PPDS Radiologi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya
bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Nopember 2011
Yang menyatakan
Ruslan Duppa
5
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT dengan selesainya
karya akhir ini.
Karya akhir ini disusun sebagai tugas akhir dalam Program Studi Kedokteran
Spesialis Terpadu Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Kami menyadari bahwa karya akhir ini tidak dapat terselesaikan tanpa
bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun material. Untuk itu kami dengan
tulus hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Prof.Dr.dr.Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K) selaku Ketua Bagian Radiologi dan
pembimbing; dr. Nurlaily Idris,Sp.Rad (K) selaku Ketua Program Studi Bagian
Radiologi dan pembimbing; dr.Frans Liyadi,Sp.Rad(K/KN), dr. Hasyim
Kasim,Sp.PD-KGH dan Dr.dr.Ilhamjaya Patellongi,MS, selaku pembimbing
penelitian ini telah memberikan dorongan dan semangat sejak penyusunan konsep,
pelaksanaan hingga selesainya penulisan karya akhir ini.
Terima kasih dan hormat yang tak terhingga juga kami sampaikan kepada
Prof.dr.Misbahuddin Adnan,Sp.Rad; Prof.Dr.dr. Bachtiar Murtala,Sp.Rad(K); dr.
Hasanuddin,Sp.Rad(K)Onk.Rad; dr. Junus Baan,Sp.Rad; dr. Luthfy
Attamimi,Sp.Rad; dr. Isdiana Kaelan,Sp.Rad; dr. Amir,Sp.Rad; dr. Muhammad
Abduh,Sp.Rad; dr. Achmad Dara,Sp.Rad; dr.Sri Muliati,Sp.Rad; dan dr. Isqandar
Mas’oud,Sp.Rad, yang telah mendidik dan membimbing kami selama pendidikan
sampai pada penelitian dan penulisan karya akhir ini.
6
Pada kesempatan ini pula, saya menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan Ketua Program
Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu di Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Para Direktur dan staf RS dr. Wahidin Sudirohusodo atas segala bantuan,
fasilitas dan kerjasama yang diberikan selama kami mengikuti pendidikan
spesialis ini.
3. Seluruh teman sejawat Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis I bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin atas bantuan dan
kerjasamanya selama saya mengikuti pendidikan.
4. Para pegawai Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan para
Radiografer serta pegawai di Bagian Radiologi RS. Dr.Wahidin Sudirohusodo
Makassar atas bantuan dan kerjasamanya.
5. Kepada bapak kami Duppa Djafar, ibu kami St. Djohrah Tjandang, Bapak
Mertua Mustafa Kasse dan ibu mertua Rostina Nempung yang dengan tulus
ikhlas memberikan semangat dan dukungan baik moril maupun material,
membimbing, mendidik dan senantiasa mendoakan kami.
6. Kepada Istri tercinta Yully Musdiawati Mustafa,SE yang dengan sabar dan
penuh perngertian membantu dan mendukung dalam segala hal. Juga
kepada anak-anak kami : Muhammad Shiddiq Syahmi dan Nabila Zahirah
Mutmainnah yang ikut memotivasi kami untuk cepat menyelesaikan
pendidikan kami.
7
Kami menyadari behwa penulisan karya akhir ini mempunyai keterbatasan
dan kekuranga, oleh karenanya saran dan kritik yang bertujuan untuk
menyempurnakan karya akhir ini , kami terima dengan segala kerendahan hati.
Harapan kami semoga hasil penelitian ini bermamfaat adanya.
Akhirnya kami mohon maaf sebesar-besarnya atas segala kesalahan yang
telah kami perbuat baik disengaja maupun tidak disengaja kepada semua pihak,
selama saya mengikuti pendidikan ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan dan Karunia-Nya
serta membalas budi baik kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungannya kepada kami.
Makassar, Nopember 2011
Ruslan Duppa
8
DAFTAR ISI
PRAKATA
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR DIAFGRAM
DAFTAR SINGKATAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Pertanyaan Penelitian
1.4. Tujuan Penelitian
1.5. Manfaat Penelitian
1.6. Hipotesis Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Ginjal Kronik
2.2 Hipertrofi Ventrikel Kiri
BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP DAN VARIABEL
3.1. Kerangka Teori
3.2. Kerangka Konsep
Hal
i
iii
iv
vi
1
1
5
5
5
6
6
7
7
21
25
25
26
9
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
4.3. Populasi Penelitian
4.4. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel
4.5. Perkiraan Besar Sampel
4.6. Kriteria Subyek Penelitian
4.7. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
4.8. Alat dan Bahan Penelitian
4.9. Cara Kerja
4.10. Ijin Penelitian dan Ethical Clearance
4.11. Analisasi Data
4.13. Alur penelitian
BAB V HASIL PENELITIAN
BAB VI PEMBAHASAN
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
27
27
27
27
27
28
28
29
32
32
33
33
34
35
43
46
48
10
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Karakteristik sampel berdasarkan umur dan jenis kelamin
Tabel.4.2.1 Korelasi antara umur, derajat PGK dan skor gambaran
radiologis komplikasi kardiovaskuler
Tabel 4.2.2 Deskripsi hubungan antara derajat PGK dan Skor gambaran
radiologis komplikasi kardiovaskuler
Tabel 4.2.3 Hubungan derajat PGK dengan komplikasi kardiovaskuler yang
nampak pada gambaran radiologis
Tabel 4.3.1 Crostabulasi gambaran komplikasi kardiovaskuler dengan
derajat PGK
Tabel 4.3.2 Crostabulasi derajat komplikasi kardiovaskuler dengan derajat
PGK
Hal
35
37
38
39
41
42
11
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 Hubungan Derajat PGK dengan Komplikasi Kardiovaskuler yang
Nampak pada Gambaran Radiologis
Diagram 2 Derajat Komplikasi Kardiovaskuler dengan Derajat PGK
40
42
12
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan
PGK
ESRD
MDRD
LFG
KV
PVK
HVK
DA
BP
Keterangan
Penyakit Ginjal Kronik
End Stage Renal Disease
Modification of Diet in Renal Disease
Laju Filtrasi Glomerulus
Kardiovaskuler
Pembesaran Ventrikel Kiri
Hipertrofi Ventrikel Kiri
Dilatasi Aorta
Bendungan Paru
13
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi derajat komplikasi kardiovaskuler melalui
gambaran radiologis foto toraks yang dapat digunakan untuk memprediksi derajat penyakit
ginjal kronik.
Pada penelitian ini didapatkan 74 sampel yang dipersangkakan menderita penyakit
ginjal kronik (PGK) yang dilakukan pemeriksaan foto toraks kemudian dinilai gambaran
radiologisnya berupa pembesaran ventrikel kiri, dilatasi aorta,dan bendungan paru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat Gambaran khas komplikasi
kardiovaskuler melalui foto toraks yang dapat digunakan untuk memprediksi penyakit ginjal
kronik adalah komplikasi kardiovaskuler berupa tidak tampak Pembesaran ventrikel kiri:
PGK derajat penurunan ringan- sedang, komplikasi kardiovaskuler berupa pembesaran
ventrikel kiri (+/- Dilatasi aorta) : PGK derajat penurunan sedang sampai gagal ginjal,
komplikasi kardiovaskuler berupa pembesaran ventrikel kiri + dilatasi aorta + bendungan
paru : PGK derajat gagal ginjal.
Kata Kunci : Penyakit ginjal kronik, komplikasi kardiovaskuler, foto toraks
14
ABSTRACT The reseach aimed to identify the degree of cardiovascular complications through a thoracic
X-ray radiological image which could be used to predict the degree of chronic renal disease.
In the reseach, 74 samples were suspected to suffer from the chronic renal disease (CRD)
who were examined through a thoracic X-ray image, then the radiological images in the
forms of left ventricular enlargement, the aorta dilatation, and pulmonary edema werw
evaluated.
The results of the research indicates that a typical picture of cardiovascular complications
through the thoracic X-ray image which can be used to predict the chronic renal disease is
the invisible cardiovascular complication of the invisible left ventricular enlargement (LAE)
: CRD degree is from mild to moderate , the cardiovascular complications in the form of
left ventricular enlargement (+ / - aorta dilatation ): the decrease degree of CRD is from
moderate to renal failure, the cardivascular complications in the form of the left ventricular
enlargement + the aortic dilatation + the pulmonary edema + : the CRD degree is the
renal.failure.
Key words: chronic renal disease, cardiovascular complications, thoracic X-ray
15
ANALISIS DERAJAT PENYAKIT GINJAL KRONIK MELALUI GAMBARAN
FOTO TORAKS KOMPLIKASI KARDIOVASKULAR PADA
PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Penyakit ginjal kronik (PGK) menjadi masalah medik, sosial dan ekonomi
yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara yang
sedang berkembang. Indonesia belum memiliki sistim register yang lengkap
dibidang penyakit ginjal, namun di Indonesia diperkirakan 100 per sejuta penduduk
atau sekitar 20.000 kasus baru dalam setahun. Sebagian besar pasien penyakit
ginjal datang berobat dalam keadaan terlambat dan pada stadium yang tak dapat
pulih (end state renal disease/ESRD).1
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal berupa kelainan struktural atau
fungsional yang dimanifestasikan oleh kelainan patologi atau petanda kerusakan
ginjal secara laboratorium atau kelainan pada pemeriksaan radiologi, dengan atau
tanpa penurunan nilai laju filtrasi glomerulus (LFG) yang berlangsung lebih dari 3
bulan. PGK juga didefinisikan sebagai penurunan LFG kurang dari 60
mL/menit/1,73 m2 luas permukaan tubuh selama lebih dari 3 bulan , dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.2
Survey oleh National Health and Nutrition Examination Surveys (NHANES)
menemukan prevalensi PGK di Amerika Serikat meningkat dari 12 % pada tahun
16
1988-1994 menjadi 15 % pada tahun 2003-2006. Pada kelompok usia 60 tahun
keatas, prevalensi meningkat dari 32 % menjadi 38 %. Di indonesia, survei Pernefri
terdapat 12,5 % dari populasi yang sudah termasuk PGK yaitu kurang dari 60
ml/menit/1,73 m2, ditemukan sekitar 18 juta orang dewasa.3
Gejala klinis PKG berhubungan dengan derajat gangguan fungsi ginjal. Pada
LFG ≥ 60 ml/menit/1,73 m2, pasien PGK biasanya masih asimptomatik. Pada LFG
sebesar 30-60 ml/meni/1,73 m2 mulai keluhan seperti badan lemah, mual, dan nafsu
makan berkurang. Bila LFG di bawah 30 ml/menit/1,73 m2 pasien mulai
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, hipertensi, dan
gangguan metabolisme kalsium dan fosfor. Pada LFG di bawah 15 ml/menit/1,73
m2 akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih berat dan pasien perlu mendapat
terapi pengganti ginjal. 4
Penyakit ginjal kronik merupakan permasalahan dalam kesehatan
masyarakat dunia yang sering dihubungkan dengan peningkatan resiko penyakit
jantung dan kematian. Berbagai sumber menyebutkan bahwa gagal ginjal terminal
(end stage renal disease/ESRD) terjadi menyeluruh diseluruh dunia dengan biaya
pengobatan yang amat mahal. ESRD yang tak terobati dapat segera menjadi fatal,
karena banyak pasien yang terbatas secara ekonomi dan tidak mendapatkan
pengobatan. Konsekuensinya, banyak pasien dengan ESRD diseluruh dunia yang
pembiayaannya menjadi beban negara.5
Gagal ginjal kronik (GGK) telah diakui memberikan pengaruh pada organ
jantung, baik yang sifatnya fungsional maupun organik. Kelainan organik jantung
yang sering dijumpai adalah cardiomegaly , uremic cardimyopathy , penyakit jantung
koroner ( karena aterosklerosis dini ), penyakit jantung iskemik, perikarditis uremik
17
(efusi pericard) dan kalsifikasi miocard. Kelainan fungsional dapat berupa gagal
jantung. Gangguan kardiovascular merupakan komplikasi serius dan penyebab
utama kematian pada penderita gagal ginjal terminal (GGT ) yang menjalani
hemodialisa (HD) rutin.. Kematian akibat penyakit jantung pada penderita GGT
merupakan penyebab terbanyak sebesar 40-60 %.6-13
Penyakit ginjal kronik adalah masalah kesehatan pada masyarakat yang
berhubungan dengan meningkatnya resiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas.
Pada populasi PGK yang manifes , mempunyai faktor resiko aterosclerosis,
hipertensi dan diabetes, faktor resiko klasik ini tidak sepenuhnya menyebabkan
penyakit cardiovascular pada pasien PGK. Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) dan
kalsifikasi difus arteri biasanya memberikan manifestasi untuk cardiovascular
disease dan meningkatkan faktor resiko kematian pada pasien dengan PGK. Sekitar
40 % pasien PGK predialisis dan sampai 80 % pasien yang akan memulai
hemodialisis bermanifestasi HVK.14,15
Penyebab terbanyak gangguan ventrikel kiri antara lain adalah : kenaikan pre
load, karena kelebihan cairan yang kronik, anemia, fistula arteriovenosa, dan
penurunan kontraktilitas karena gangguan elektrolit.. Pada penderita PGK, 80 %
penderita mengalami hipertensi dengan komplikasi target organ pada jantung
sebagai hipertrofi ventrikel kiri .6,8-13,16
Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) pada hipertensi merupakan faktor resiko mayor
penyakit kardiovaskuler dan berhubungan dengan kenaikan morbiditas dan
mortalitas. Pencegahan dan pengurangan HVK berhubungan dengan perbaikan
fungsi jantung dan morbiditas penderita. Anemia dianggap penyebab penting untuk
patogenesis terjadinya HVK pada PGK.8,9,13,17,18
18
Hipertrofi ventrikel kiri adalah peningkatan massa ventrikel kiri dengan atau
tanpa peningkatan ketebalan relatif dinding ventrikel, yang disebabkan oleh beban
hemodinamik (hemodynamic overload) berupa beban tekanan ( pressure overload)
atau beban volume (volume overload). HVK merupakan proses adaptasi
remodelling sebagai kompensasi terhadap kerja jantung yang sangat berat untuk
meminimalkan tekanan terhadap dinding ventrikel kiri. Walaupun HVK dianggap
sebagai mekanisme kompensasi terhadap beban hemodinamik, HVK merupakan
faktor resiko independen terhadap morbiditas dan mortalitas penyakit
kardiovascular. Rangsangan fisiologis untuk terjadinya HVK pada PGK antara lain
hipertensi, anemia, kelebihan hormon paratiroid, fistula arteriovenousus, dan
iskemia. Sejumlah faktor pertumbuhan , sitokin dan mediator lainnya telah
diidentifikasi dapat merangsang terjadinya HVK baik secara langsung maupun tidak
langsung.9
Faktor non-hemodinamik yang berpengaruh terhadap HVK yaitu obesitas,
umur, DM,Jenis kelamin, Genetik, etnis, alkohol, aktivitas fisik, faktor neurohormonal
yaitu sistem renin angiotensin (RA ) dan growth factor. 19-21
Hipertrofi ventrikel kiri adalah kelainan jantung yang paling sering ditemukan
pada pasien PGK yang akan memulai dialisis. HVK dihubungkan dengan tingginya
mortalitas kardiovaskuler pada pasien PGK. HVK merupakan faktor resiko
kardiovaskuler yang independen untuk timbulnya infark miokard, strok, gagal jantung
dan sudden cardiac death (SCD). 20,22,23
19
I.2. Rumusan Masalah :
Komplikasi kardiovaskular merupakan penyebab terbanyak kematian pada
Penyakit Ginjal Kronik. Secara radiologis, dengan pemeriksaan foto toraks
dapat ditentukan derajat komplikasi kardiovaskuler melalui gambaran
pembesaran ventrikel kiri, bendungan paru dan dilatasi aorta. Berdasarkan
hal tersebut diatas dapat dirumuskan rumusan masalah yaitu :
Apakah derajat komplikasi kardiovaskuler melalui gambaran radiologis foto
toraks dapat digunakan untuk memprediksi derajat PGK pada penderita
penyakit ginjal kronik?
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ada korelasi antara derajat PGK dengan komplikasi
kardiovascular berdasarkan foto toraks?
2. Apakah dapat ditentukan pada derajat PGK berapa mulai timbul /tampak
komplikasi kardiovaskuler melalui gambaran foto toraks?
3. Apakah ada gambaran khas komplikasi kardiovaskuler melalui gambran
foto toraks yang dapat digunakan untuk memprediksi derajat PGK?
I.4. Tujuan Penelitian :
I.4.1. Tujuan Umum :
Mengidentifikasi derajat komplikasi kardiovaskuler melalui gambaran
radiologis foto toraks yang dapat digunakan untuk memprediksi derajat PGK
I.4.2 Tujuan Khusus :
1. Menentukan korelasi antara derajat PGK dengan komplikasi kardivascular
(Pembesaran ventrikel kiri, bendungan paru dan dilatasi aorta)
berdasarkan pemeriksaan foto toraks.
20
2. Menentukan pada derajat berapa mulai tampak/timbul komplikasi
kardiovaskuler melalui gambaran foto toraks.
3. Menentukan gambaran khas komplikasi kardiovaskuler melalui gambaran
foto toraks yang dapat digunakan untuk memprediksi derajat PGK
I.5. Manfaat penelitian :
- Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai alat bantu dalam
mendeteksi adanya komplikasi kardiovascular pada penderita penyakit
ginjal kronik
- Hasil pemeriksaan foto toraks dapat membantu memprediksi derajat PGK
bila mana pemeriksaan lain tidak ada.
I.6. Hipotesis Penelitian
Terdapat korelasi antara derajat PGK dengan komplikasi kardiovascular
yaitu : makin tinggi derajat PGK maka makin tinggi kemungkinan kejadian
komplikasi kardiovasculer.
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 PENYAKIT GINJAL KRONIK
II.1.1 Definisi
Batasan penyakit ginjal kronik adalah :1
1. Kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktur atau fungsional
ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan
manifestasi :
a. kelainan struktur hitopatologi ginjal
b. petanda kerusakan ginjal termasuk kelainan dalam komposisi darah dan
urin atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama lebih dari 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal
Laju filtrasi glomerulus adalah kecepatan kerja penyaringan atau filtrasi
cairan darah oleh glomerulus yang dapat dihitung dengan mengukur seberapa
cepatnya ginjal membersihkan suatu zat dari dalam darah.1,5,24
II.1.2 Epidemiologi
Di Amerika serikat terdapat kenaikan jumlah pasien dengan ESRD sebesar
5 % pada 1980-1990, insiden ESRD 291 perjuta populasi pada 1991 menjadi 334
perjuta populasi pada 2000. Berdasar data dari United Stated Renal Data System
(USRDS) terdapat kenaikan sebesar 104 % pada pasien dengan penyakit ginjal
kronik antara tahun 1990-2001, dengan kenaikan tertinggi pada pasien stadium
22
awal. Menurut hasil survey diperkirakan 6,2 juta/ 3% dari total penduduk berusia
lebih dari 12 tahun mempunyai serum kreatinin diatas 1,5 mg/dl , 8 juta penduduk
mempunyai GFR < 60 ml/min, dimana 5,9 juta diantaranya berusia lanjut. Karena hal
tersebut maka capaian “Healthy People 2010” salah satunya berfokus pada
penangan penyakit ginjal kronik dengan tujuan mengurangi insiden, morbiditas,
mortalitas dan pembiayaan kesehatan. Pelaksanaannya adalah dengan
meningkatkan deteksi dini, pengobatan dan monitor kondisi fisik pasien.25
Sejak tahun 1989 insidens ESRD meningkta diberbagai negara, Amerika
mempunyai insiden tertinggi diikuti oleh Jepang. Di Malaysia terdapat 1800 kasus
pada 18 juta populasi, sedangkan di negara-negara berkembang lain termasuk
Indonesia diperkirakan terdapat 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun. 25
Mortalitas dan morbiditas
Penyakit ginjal kronik adalah penyebab mayor morbiditas dan mortalitas,
sebagian besar terjadi pada stadium akhir (ESRD). Pasien diabetes memiliki resiko
tertinggi. Dengan dialisis, ”5 year survival rate” pada penyakit ginjal kronik adalah
35%, dimana 25%-nya adalah dengan diabetes. Namun penyebab kematian
terbanyak pada penyakit ginjal kronik yang menjalani dialisis adalah gagal jantung.
Kebanyakan pasien ESRD dengan usia > 65 tahun mortalitas rate
meningkat 6 kali lebih tinggi pada populasi penyakit ini.25
Ras dan Jenis Kelamin
Penyakit ginjal kronik mengenai semua ras, namun di Amerika insiden
ESRD pada ras kulit hitam lebih tinggi dibanding ras kulit putih. Distribusi penyakit ini
adalah sama pada perempuan dan laki-laki.25
23
Umur
Penyakit ini terdapat pada semua umur. Di Amerika insiden ESRD tertinggi
terdapat pada umur diatas 65 tahun, prevalensinya 37% pada umur diatas 70%.
Disamping diabetes dan hipertensi, umur adalah termasuk prediktor utama penyakit
ini. Proses menua (Aging Process) menjadi penyebab perubahan struktural dan
fungsional pada ginjal, dimana massa ginjal menurun secara progresif. Kondisi
glomerulosklerosis memicu penurunan berat ginjal, penelitian histologik mencatat
terjadi penurunan jumlah glomerulus sampai 30-50% pada umur 70 tahun.25
II.1.3 Anatomi, histologi dan fisiologi ginjal normal
Ginjal adalah organ utama dalam sistim urinarius. Ginjal ada dua buah
masing-masing berbentuk kacang, terletak di dinding posterior abdomen dan di sisi
columna vertebralis. Lokasinya di posterior peritoneum (retroperitoneal), antara
vertebra T12 sampai L3. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri
karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi kosta
keduabelas, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi kosta sebelas. Sumbu
panjang ginjal agak miring, yaitu dari craniomedial ke arah laterocaudal, sejajar
dengan batas lateral musculus psoas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan
lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam
goncangan.26,27
Ukuran ginjal dewasa panjangnya ± 10-12 cm, lebar ± 5-6 cm dan tebal 3-5
cm. Ginjal kiri sedikit lebih panjang dari ginjal kanan. Pada bagian tengah ginjal yang
konkaf terdapat celah vertikal yang disebut hilus renalis, dilalui oleh arteri renalis
yang memasuki ginjal, vena dan pelvis renalis yang keluar dari ginjal. Hilus renalis
membentuk suatu ruang dalam ginjal yang disebut sinus renalis. Sinus renalis
24
ditempati pelvis renalis, calyx renalis, pembuluh darah dan nervus serta sejumlah
lemak. Kedua ginjal tertutup selubung kapsula fibrosa yang kuat yang mudah
dilepaskan dari ginjal yang normal.26,27
Pada penampang frontal/vertikal secara makroskopis ginjal terdiri dari
substantia corticalis di bagian luar dan substantia medullaris di bagian dalam.
Medulla terbagi-bagi menjadi baji segitiga yang disebut pyramis. Processus Ferreini
adalah bagian dari medulla yang memasuki cortex sedangkan collumna renalis
Bertini adalah bagian dari cortex yang memasuki medulla diantara pyramis. Papila
(apeks) dari tiap pyramis membentuk ductus papillaris Bellini. Setiap duktus papilaris
masuk kedalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk seperti cawan yang
disebut calyx minor. Beberapa calyx minor bersatu membentuk calyx mayor, yang
selanjutnya bersatu membentuk pelvis renalis.26-29
Pelvis renalis terdiri dari 2-3 calyx mayor dan tiap calyx mayor terbagi lagi
menjadi 3-4 calyx minor, dimana pada tiap calyx terdapat 1-2 papilla renalis dan
pada tiap papilla renalis bermuara kurang lebih 12 ductus papillaris. Pelvis renalis
merupakan reservoar utama sistem pengumpul ginjal. Ureter menghubungkan pelvis
ginjal dengan kandung kemih.28,29
25
Gambar 1. Anatomi ginjal.(dikutip dari kepustakaan 29)
Pembentukan kemih dimulai dalam Korteks dan berlanjut selama bahan
pembentukan kemih tersebut mengalir melalui tubulus dan duktus pengumpul. Urin
yang terbentuk kemudian mengalir ke dalam ductus papillaris Bellini, masuk calyx
minor, calyx mayor, pelvis renalis dan akhirnya meninggalkan ginjal melalui ureter
menuju kandung kemih. 27,30
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron. Susunan nefron di dalam ginjal
membentuk dua daerah khusus, cortex medulla. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional
berkaitan erat. Tiap nefron dapat membentuk urin sendiri. Pada dasarnya nefron
terdiri dari (1) suatu glomerulus dimana cairan difiltrasikan, dan (2) suatu tubulus
panjang tempat cairan yang difiltrasikan tersebut diubah menjadi urin dalam
perjalanannya ke pelvis renalis. 27,30
26
Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas
(tuft) kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah
yang melewatinya. Glomerulus merupakan suatu jalinan dari 50 kapiler sejajar yang
dilapisi oleh sel-sel epitel. Darah memasuki glomerulus dari arteriol aferen dan
kemudian meninggalkannya melalui arteriol eferen. Tekanan darah dalam
glomerulus menyebabkan cairan difiltrasikan ke dalam kapsula Bowman. Dari situ ia
mengalir pertama ke dalam tubulus proximalis. 27,30
Komponen tubulus dari setiap nefron adalah suatu saluran berongga berisi
cairan yang terbentuk dari satu lapisan sel epitel gepeng . Berawal dari kapsul
Bowman, suatu invaginasi berdinding rangkap yang melingkupi glumerulus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus. Dari kapsul Bowman,
cairan yang difiltrasi mengalir ke dalam tubulus proksimal yang seluruhnya terletak di
dalam Korteks dan sangat bergelung (berliku-liku) atau berbelit di sapanjang
perjalanannya. 27,30
Segmen berikutnya, lengkung (ansa) Henle, membentuk lengkung yang
tajam atau berbentuk-U atau yang terbenam ke dalam medulla. Pars desendens
lengkung Henle terbenam dari cortex ke dalam medulla, pars asendens berjalan
kembali ke atas ke dalam cortex. Pars asendens kembali ke daerah glomerulus dari
nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati garpu yang dibentuk oleh
arteriol aferen dan eferen. Di titik ini, sel-sel tubulus dan sel-sel vaskuler mengalami
spesialisasi untuk membentuk aparatus juxtaglomerulus, suatu struktur yang
berperan penting dalam mengatur fungsi ginjal. Di luar aparatus jukstaglomerulus,
tubulus kembali membentuk gelungan menjadi tubulus distal, yang seluruhnya juga
terletak di cortex. 27,30
27
Dari ansa Henle cairan tersebut mengalir melalui tubulus distalis. Akhirnya
cairan tersebut mengalir ke dalam tubulus (ductus) kolligens, yang mengumpulkan
cairan dari beberapa nefron. Ductus kolligens berjalan dari cortex kembali ke bawah
melalui medulla sejajar dengan ansa Henle, kemudian ia bermuara ke dalam
pelvis.31,32
Gambar 2. Diagram fisiologi ginjal . dan glomerulus ( dikutip dari kepustakaan 33)
Fungsi utama ginjal yaitu menyaring darah dan mengeluarkan zat – zat
sisa hasil proses dalam tubuh melalui pembentukan urin. Ginjal mampu menyaring
200 liter darah. Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin:
filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.27
28
Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas
protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Proses ini yang
dikenal sebagai filtrasi glomerulus, yang merupakan langkah pertama dalam
pembentukan urin. 27
Pada saat filtrat mengalir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi
tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan-bahan yang
bersifat selektif dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah disebut
reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin,
tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung
untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, rata-rata
ada 5 liter diserap kembali dan 1,5 liter sisanya terus mengalir ke pelvis ginjal untuk
dikeluarkan sebagai urin. 27
Zat-zat utama yang secara aktif direabsorpsi adalah Na+ (kation utama
CES), elektrolit-elektrolit lain misalnya PO43- Ca++, yang memiliki sistem pembawa
masing-masing yang independen dan nutrien organik, misalnya glukosa dan asam
amino. Zat terpenting yang direabsorpsi secara pasif adalah Cl-, H2O dan urea. 65%
H2O yang difiltrasi akan direabsorpsi dari tubulus proksimal. Reabsorpsi ekstensif
H2O meningkatkan konsentrasi zat-zat lain yang tertinggal di dalam cairan tubulus,
yang sebagian besar adalah zat-zat sisa. 27
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, yang mengacu pada perpindahan
selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. merupakan
rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama
zat berpindah dari plasma ke dalam lumen tubulus adalah melalui filtrasi glomerulus.
Namun hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus
29
disaring ke dalam kapsula Bowman, 80% sisanya terus mengalir melalui arteriol
eferen ke dalam kapiler peritubulus. Beberapa zat yang mengalami filtrasi bebas
glomerulus normal adalah : 27
1. Glukosa diabsorbsi sempurna
2. Ureum diabsorbsi sebagian
3. Inulin tidak mengalami perubahan
4. Kreatinin menngalami sekresi sempurna ke dalam tubulus
5. Asam p-aminohipurat seluruhnya disekresi ke dalam tubulus
Ekskresi urin mengacu pada eliminasi zat-zat dari tubuh di urin. Proses ini
bukan suatu proses terpisah, tetapi merupakan hasil dari ketiga proses pertama.
Semua konstituen plasma yang mencapai tubulus yaitu yang difiltrasi atau disekresi
tetapi tidak reabsorpsi, akan tetap berada di dalam tubulus dan mengalir ke pelvis
ginjal untuk diekskresikan sebagai urin. 27
Setelah terbentuk, urin didorong oleh kontraksi peristaltik melalui ureter dari
ginjal ke kandung kemih yang disimpan sementara. Kandung kemih dapat
menampung 250-400 ml urin sebelum reseptor regang di dalamnya memulai refleks
berkemih. Refleks ini menyebabkan pengosongan kandung kemih secara involunter
dan secara bersamaan menyebabkan kontraksi kandung kemih yang disertai oleh
pembukaan spincter urethra interna dan eksterna. 27
Fungsi ginjal yang lain : 3, 27
- Menjaga keseimbangan air , garam dan elektrolit (K,Ca,Mg) untuk mengontrol
cairan dalam tubuh
- Mengendalikan tekanan darah
30
- Berperan dalam pembentukan sel darah merah
- Berperan dalam pemeliharaan fungsi tulang
- Penghasil tiga hormon penting, yaitu:
Eritropoietin (EPO), yang merangsang sumsum tulang membuat sel-sel
darah merah (eritrosit)
Renin dan Angitensin membantu mengatur tekanan darah.
Bentuk aktif vitamin D (kalsitriol), yang membantu penyerapan
kalsium..
II.1.4 Etiologi Penyakit Ginjal Kronik
Penyebab penyakit ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit
yang merusak massa nefron ginjal, yang sebagian besarnya merupakan penyakit
parenkim difus dan bilateral, namun lesi obstruktif traktus urinarius dapat juga
menyebabkannya. Penyebab penyakit ginjal kronik dikelompokkan sebagai berikut :3
1. Penyakit Tubulointerstitial : Pielonefritis kronik
2. Penyakit Peradangan : Glomerulonefritis
3. Penyakit vaskular hipertensif :
Nefrosklerosis Benigna
Nefroslerosis Maligna
Stenosis arteri renalis
4. Gangguan jaringan ikat :
o Lupus eritematosus sistemik
Poliarteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
31
5. Gangguan kongenital : Penyakit ginjal polikistik
6. Penyakit metabolik :
Diabetes melitus
Gout
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
Hiperkolesterolemia/Obesitas
7. Nefropati toksik : - Intoksikasi obat
- Nefropati timah
8. Nefropati obstruktif :
o Traktus urinarius atas : batu, neoplasma
Traktus urinarius bawah : hipertrofi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital vesika urinaria dan uretra.
32
Gambar.3. Skema faktor resiko Gagal ginjal kronik
(dikutip dari kepustakaan 34)
Namun dari berbagai penyebab tersebut diatas, terdapat pola etiologi
yang paling sering yaitu :24
1. Glomerulonefritis (primer dan sekunder)
2. Penyakit ginjal herediter
3. Hipertensi esensial
4. Uropati obstruktif
5. Pielonefritis
6. Nefritis Interstitial.
33
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat insiden
beberapa penyebab hemodialisa pada penyakit ginjal kronik adalah sebagai berikut
:1,24
1. Glomerulonefritis : 46,39 %
2. Diabetes Mellitus : 18,65 %
3. Obstruksi dan infeksi : 12,85 %
4. Hipertensi : 8,46 %
5. Sebab lain : 13,65 %
Sedangkan faktor-faktor yang dianggap menaikkan dan memperberat
resiko Penyakit ginjal kronik adalah merokok, albuminuria, obesitas dan
hiperlipidemi.1
II.1.5 Derajat/Stadium Penyakit Ginjal Kronik
Kidney Dialysis Outcome Quality Initiative (K/DOQI) Clinical Practice
Guidelines for Classification and Stratification merekomendasikan menggunakan
rumus Cockcroft-Gault dan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) dalam
menentukan klasifikasi pasien PGK. LFG menurut rumus MDRD yaitu LFG = 186 x
(kreatinin plasma )-1,154 x (umur)-0,203 x 0,742 (jika perempuan) x 1,210 (jika etnis
Afrika-Amerika).2
Klasifikasi berdasarkan perjalanan klinis yaitu terbagi dalam tiga stadium:5
1. Stadium I, terjadi penurunan cadangan ginjal, kadar urea dan kreatinin serum
masih normal, pasien asimptomatik, gangguan fungsi hanya dapat terdeteksi
pada pemberian kerja yang berat pada ginjal ( tes pemekatan urin).
34
2. Stadium II, terjadi insufisiensi ginjal, 75 % jaringan nefron telah rusak, kadar urea
dan kreatinin serum mulai meningkat tergantung pada kadar protein dalam
makanan, mulai timbul gejala-gejala yaitu berupa nokturia dan poliuria.
3. Stadium III, terjadi gagal ginjal progresif atau disebut penyakit ginjal stadium
akhir (End State Renal Disease/ESRD), 90 % masa nefron telah hancur, kadar
urea dan kreatinin serum sangat meningkat jauh, ginjal sudah tak mampu
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit, timbul kondisi oliguri dan
sindrom uremik.
Klasifikasi stadium berdasarkan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu
stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih
rendah, seperti terlihat berikut terbagi dalam lima stadium, yaitu :5
a. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal
b. Stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan
c. Stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan sedang fungsi ginjal
d. Stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal
e. Stadium 5 adalah gagal ginjal
Dengan nilai LFG pada masing-masing stadium seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Laju filtrasi glomerulus dan stadium penyakit ginjal kronik23,34,35
Stadium Fungsi ginjal berdasarkan laju filtrasi glomerulus (ml/menit/1,73m2 )
Risiko meningkat Normal > 90 (ada faktor risiko)
Stadium 1 Normal/meningkat > 90 (ada kerusakan ginjal, proteinuria)
Stadium 2 Penurunan ringan 60-89
Stadium 3 Penurunan sedang 30-59
Stadium 4 Penurunan berat 15-29
Stadium 5 Gagal ginjal < 15
35
II.2. Hipertrofi Ventrikel Kiri
Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) adalah suatu keadaan yang menggambarkan
penebalan dan penambahan massa ventrikel . Selain pertumbuhan miosit dijumpai
juga penambahan struktur kolagen berupa fibrosis pada jaringan interstisial dan
perivaskular fibrosis reaktif koroner intramiokardial.1
Sekitar 70-80 % pasien PGK memiliki hipertensi. Faktor resiko terjadinya HVK
pada pasien PGK selain tekanan darah sistolik, termasuk anemia, umur dan jenis
kelamin.36
Hipertrofi ventrikel kiri adalah proses adaptasi yang terjadi akibat beban
volume dan beban tekanan yang lama. Beban tekanan meningkatkan tekanan
sistolik, selanjutnya meningkatkan stress systolic. Pada beban volume efek pertama
yang timbul adalah peningkatan tekanan diastolik, yang kemudian meningkatkan
diastolik stress. Mekanisme ini menstimulasi penambahan sarcomer baru yang akan
meningkatkan dimensi ventrikel kiri dan terjadi pembesaran ruang ventrikel kiri.
Ketika normalisasi stress diastolic ini berlangsung, pembesaran ruang juga disertai
dengan peningkatan stress sistolic.37
Selain itu HVK juga disebabkan oleh faktor non hemodinamik yaitu obesitas,
umur, DM, Jenis kelamin, Genetik, etnis, komsumsi garam, alkohol, aktivitas fisik,
faktor neurohormonal yaitu sistem renin angiotensin (RA ) dan growth factor. Dari
faktor-faktor non-hemodinamik tersebut, yang dianggap paling berperan adalah
aktifasi sistem RA.,20,21
36
Mekanisme terjadinya hipertrofi ventrikel kiri pada PGK dan ESRD terdiri dari
3 kategori yaitu :38
1. After-load related factors ( systemic arterial resistance dan larger vessel
complience).
2. Pre-load related factors (Volume cairan extraseluler, anemia, large flow
aretriovenous fistula) dan
3. Non-after-load atau nonpre-load related factors ( gangguan metabolik, faktor
neurohormonal, cytokines, inflamasi,stres oksidatif dan aktivasi mediator
intraseluler oleh karena uremia atau pengurangan massa nefron sendiri.
Terdapat fakta bahwa mortalitas cukup tinggi pada pasien PGK akibat
penyakit jantung sebelum mencapai tahap dialisis. Terdapat 2 gambaran penyakit
jantung akibat PGK yaitu penyakit jantung koroner (PJK) dan HVK, PJK meningkat
secara progresif sesuai dengan penurunan LFG. Penelitian Anavekar dkk
menemukan bahwa resiko penyakit jantung dan mortalitas kardiovascular terjadi
saat LFG <50-60 ml/menit.39
Essig dkk melakukan echokardiografi terhadap pasien PGK dengan LFG 90-
60 ml/menit, didafatkan HVK sebanyak 13 dari 36 pasien (36 %) dan pada LFG 60-
30 ml/menit ditemukan HVK sebanyak 29 dari 57 pasien (50%).40
Penelitian oleh Deverly dkk terhadap 3 kelompok pasien hipertensi disertai
DM tipe 2 yang menilai kejadian HVK berdasarkan fungsi ginjal menemukan bahwa
kelompok fungsi ginjal normal didapatkan kejadian sebesar 48,3 %, kelompok PGK
didapatkan HVK sebesar 64,8% dan kelompok pasien yang menjalani hemodialisi
didapatkan kejadian HVK sebesar 70,3 %. 41
37
Penelitian oleh Tomilina dkk terhadap 150 pasien pradialisi dan 160 pasien
yang menjalani dialisis menemukan angka kejadian HVK pada pasien pradialisis
sebesar 52,6%. Pada kelompok tersebut LFG 70-50 ml/menit, LFG 49-25 ml/menit
dan LFG <24 ml/menit ditemukan HVK berturut-turut sebanyak 26,4 %,46,3 % dan
68 %.42
Gambar 4. Perpetuating triad of chronic kidney disease, anaemia, and cardiovascular disease (LVH=left ventricular hypertrophy; LVD=left ventricular dilatation) ( Dikutip dari kepustakaan 43)
Untuk menentukan HVK , dapat digunakan beberapa pemeriksaan yaitu
Elektrocardiografi (EKG), Pemeriksaan foto thorax, Echocardiografi, Cine-computed
cardiac tomography dan Cardiac magnetic resonance imaging (CMRI).
Pemeriksaan foto thorax adalah pemeriksaan yang sederhana, mudah dan murah
dalam menilai HVK.44
38
Pembesaran ventrikel kiri pada foto thorax proyeksi PA ; jantung nampak
membesar kekiri dengan apex menurun, tertanam di bawah diafragma kiri, pada
proyeksi lateral ;ventrikel kiri nampak sebagai batas jantung bagian paling bawah
belakang, antara batas ventrikel kiri dengan kolumna vertebralis nampak ruang
retrocardial (Holzknecht).44
Hipertrofi ventrikel kiri dicirikan dengan kontur apex yang jelas dan mengarah
ke bawah, yang dibedakan dari pergeseran letak transversal. Kontur keseluruhan
jantung biasanya juga membesar, meskipun hal ini tidak spesifik. Penyakit
kardiovaskuler menyebabkan perubahan-perubahan yang beragam dan kompleks
dalam gambaran foto thorax. Kardiomegali secara keseluruhan dapat ditentukan
dengan akurat pada penampakan frontal dengan mencatat apakah diameter jantung
melebihi setengah diameter thorax atau tidak,44.
Pemeriksaan foto thorax masih merupakan prosedur yang amat penting
dalam diagnosis kelainan kardiovaskuler, meskipun banyak terdapat teknik
pencitraan yang lebih baru dan lebih canggih. Prosedur pemeriksaan foto thorax ini
sederhana, mudah dilakukan, juga merupakan teknik pencitraan yang termurah.44
Foto thorax merupakan pemeriksaan yang penting dalam penafsiran kelainan
pada jantung dan paru. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan rutin dan
merupakan juga pemeriksaan penyaring (screening) terhadap penderita atau orang
sehat yang sedang menjalani pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan thorax akan
menjadi petunjuk bagi pemeriksaan apa yang perlu dilanjutkan mengenai paru atau
jantungnya. Bila pemeriksaan foto thorax dilakukan secara teliti, maka tidak akan
banyak kesalahan-kesalahan yang dibuat dan pemeriksaan lanjutan dapat dilakukan
dalam waktu yang singkat bila perlu.44
39
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN VARIABEL
A. Kerangka Teori
Derajat PGK (Laju Filtrasi Glomerulus/MDRD: Grading 1-V)
Peningkatan aktivitas sistem RA
Peningkatan aktifitas saraf simpatis
Hiperparatiroid sekunder
Albuminuria
Hemolisis ↑
Produksi eritropoetin ↓
penghambatan respon sel dan prekursor
eritrosit terhadap eritropoetin
Anemia
P.GINJAL KONGENITAL
P.Ginjal Non Obstruksi
- P. Metabolik - P.Peradangan/infeksi - P. Nefropati toksik - P. Tubulointerstitial - P.vascular hipertensif - Gangguan jaringan ikat
- Penyebab penyakit
sistemik lainnya
P.Ginjal Obstruktif
- Batu, neoplasma
- Hipertrofi prostat,
striktur uretra, dll.
Retensi Natrium dan air Hipertensi
Peningkatan beban volume
Peningkatan beban tekanan
Hipertrofi ventrikel kiri
Faktor hemodinamik
Faktor non hemodinamik : Umur Obesitas Jenis Kelamin etnik Genetik Alkohol
40
B. Kerangka Konsep
Keterangan : Variabel Bebas Variabel Antara
Variabel Tergantung
Derajat PGK
(Konfirmasi hasil LFG/MDRD: Grade I-V
Komplikasi Kardiovascular
- Pembesaran Ventrikel kiri - Bendungan Paru - Dilatasi Aorta
(Pemeriksaan Foto thorax)
Faktor Hemodinamik
Faktor Nonhemodinamik
41
BAB IV
METODE PENELITIAN
IV. 1. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional untuk melihat
korelasi antara derajat PGK melalui penghitungan LFG formula MDRD
kejadian Komplikasi kardiovascular dengan pemeriksaan Foto Thorax.
IV. 2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dari
bulan Agustus 2011 sampai jumlah sampel terpenuhi.
IV. 3. POPULASI
Populasi penelitian adalah penderita PGK yang berobat di
Poliklinik/UGD Bagian Penyakit Dalam maupun rawat inap di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo yang dilakukan pemeriksaan Foto Thorax
IV.4. SAMPEL
Sampel adalah semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling
yaitu semua penderita yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam
penelitian sampai besar sampel yang dibutuhkan terpenuhi.
42
IV.5. BESAR SAMPEL
Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah minimal 54
orang dengan perhitungan :
Zα + Zβ 2 1,64 + 1,28 2
n = ---------------------- = ------------------------ = 54
0,5 Ln [ 1 + r ] 0,5 Ln [ 1 + 0,4 ]
1 - r 1 – 0,4
dimana: - Kesalahan tipe I = 5 % hipotesis satu arah, Zα = 1,64
- Kesalahan tipe II = 10% maka Zβ = 1,28
n = besar sampel
Zα = Deviat α
Zβ = Deviat β
r = tetapan rasio korelasi (0,4)
IV.6. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
a. Kriteria inklusi :
1) Penderita PGK yang berobat di poliklinik/UGD Penyakit Dalam dan dirawat di
bangsal Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar
serta dilakukan pemeriksaan Foto toraks pada bagian radiologi
2) Bersedia sebagai responden dan telah menandatangani informed concent.
43
b. Kriteria eksklusi :
1. Tidak bersedia ikut dalam penelitian
2. Penyakit ginjal herediter/kongenital
3. Penyakit jantung bawaan/kelainan katup
4. Adanya bendungan paru atau dilatasi aorta tanpa disertai pembesaran
ventrikel kiri
IV. 7. DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF
1. Penyakit Ginjal Kronik adalah Kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktur atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG) dengan manifestasi : (1) kelainan struktur
hitopatologi ginjal (2) petanda kerusakan ginjal termasuk kelainan dalam
komposisi darah dan urin atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus/LFG adalah kecepatan kerja penyaringan atau filtrasi
cairan darah oleh glomerulus yang dapat dihitung dengan mengukur
seberapa cepatnya ginjal membersihkan suatu zat dari dalam darah. LFG
dihitung dengan rumus MDRD yaitu
LFG = 186 x (kreatinin plasma )-1,154 x (umur)-0,203 x 0,742 (jika
perempuan) x 1,210 (jika etnis Afrika-Amerika)2
LFG dinyatakan dalam ml/min/1,73 m2 .
a. Serum creatinine dalam mg/dL
b. Umur dalam tahun
44
3. Penentuan stadium Penyakit Ginjal Kronik berdasar LFG :
Stadium Fungsi ginjal berdasarkan laju filtrasi glomerulus
(ml/menit/1,73m2 )
1. Risiko meningkat Normal > 90 (ada faktor risiko)
2. Stadium 1 Normal/meningkat > 90 (ada kerusakan ginjal, proteinuria)
3. Stadium 2 Penurunan ringan 60-89
4. Stadium 3 Penurunan sedang 30-59
5. Stadium 4 Penurunan berat 15-29
6. Stadium 5 Gagal ginjal < 15
4. Komplikasi Kardiovaskuler : PGK yang memberikan komplikasi kardivasculer
yang dideteksi dengan pemeriksaan foto toraks berupa Pembesaran ventrikel
kiri , Bendunga paru, dan dilatasi aorta
Pembesaran Ventrikel kiri : Pembesaran ruang ventrikel kiri oleh karena
dilatasi maupun hipertrofi ventrikel kiri
Kriteria Obyektif :
Pembesaran Ventrikel kiri pada foto toraks : pada proyeksi PA ;
pembesaran jantung ke kiri dengan apex cordis menurun, tertanam di
bawah diafragma kiri, dan proyeksi lateral ; Jantung melebar ke
posterior menyebabkan retrocardiac clear space (Holzknecht)
menyempit .
45
Bendungan paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba
akibat peningkatan tekanan intravaskular.
Kriteria Obyektif :
Bendungan Paru pada foto toraks berupa : pelebaran pembuluh darah
suprahiler, perkabutan parahilar dan perkabutan paracardial yang
memberikan gambaran : kerley A, B line, batwing, butterfly.
Dilatasi Aorta adalah pelebaran lumen aorta , dimana diukur lebar dari
arcus aorta pada garis median yang ditarik melalui pertengahan corpus
vertebra torakalis dan ditarik garis ke dinding arkus aorta yang terjauh.
Kriteria Obyektif :
Ukuran Arcus aorta normal : 3-3,5 cm atau <4 cm
Dilatasi Aorta : > 4 Cm
46
Derajat komplikasi kardiovascular yaitu:
1 : Tidak tampak PVK
2 : Hanya ada PVK
3 : PVK + Dilatasi aorta
4 : PVK + Bendungan Paru
5 : PVK + Bendungan paru + Dilatasi aorta
IV. 8. ALAT DAN BAHAN
1. Lembar registrasi pasien
2. Pesawat X-Ray dan film Hasil Foto Toraks
3. Komputer
IV. 9. CARA KERJA
1. Menentukan pasien yang memenuhi kriteria inklusi.
2. Meminta persetujuan pasien untuk penelitian ini (informed consent)
3. Mencatat identitas pasien, melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik
4. Melakukan pemeriksaan Foto toraks :
o Pasien berdiri atau berbaring dengan posisi posteroanterior atau
anteroposterior dan lateral
o Melakukan foto toraks pada saat pasien inspirasi dalam.
5. Hasil pemeriksaan dibaca dan dilakukan oleh peneliti dan dikonsultasikan
kepada ahli radiologi
6. Melakukan konfirmasi hasil laboratorium/ LFG pasien
47
7. Melakukan analisa terhadap semua hasil foto toraks dan hasil konfirmasi
LFG
8. Pengolahan data
IV. 10. IJIN PENELITIAN DAN ETHICAL CLEARANCE
Permintaan ijin (informed consent) dari pasien PGK yang memenuhi
kriteria untuk dijadikan sampel penelitian serta persetujuan dari Komisi Etik
Penelitian Biomedis pada Manusia, Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin dilakukan dalam penelitian ini (terlampir).
IV. 11. ANALISIS DATA
Data yang diperoleh diolah dengan bantuan perangkat komputer dan
disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan diagram. Uji hipotesis yang
digunakan adalah uji korelasi spearman RHO dengan batas kemaknaan
yang digunakan adalah pada nilai α < 0,05.
48
ALUR PENELITIAN
Informed Consent
Surat persetujuan Riset
Subyek : Pasien PGK
Poliklinik IPD,UGD, Rawat inap
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Laboratorium
Penderita PGK/Kriteria Inklusi
(Sampel)
Pemeriksaan Foto toraks
Keluar
Kriteria eksklusi
- Kelainan ginjal kongenital - Penyakit jantung bawaaan/ kelainan katup
Analisis Data
LFG /Grading
Kesimpulan dan Saran
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN Telah dilakukan penelitian dari bulan Agustus sampai bulan Oktober 2011
diperoleh 74 sampel dengan persangkaan Penyakit Ginjal Kronik berdasarkan
gambaran klinik dan laboratorium dan telah dilakukan pemeriksaan Foto Toraks di
Rumah Sakit dr.Wahidin Sudiro Husodo Makassar untuk menentukan korelasi
antara Komplikasi Kardiovaskuler dengan Derajat Penyakit Ginjal Kronik dengan
hasil sebagai berikut :
IV.1. Karakteristik Sampel
IV.1. Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Dari 74 sampel berdasarkan jenis kelamin terlihat jenis kelamin laki-laki
sebanyak 41 orang sedangkan perempuan sebanyak 33 orang umur, sedangkan
berdasarkan umur terlihat umur kurang dari 20 tahun sebanyak 2 orang, umur 20-
40 tahun sebanyak 12 0rang, umur 41-60 tahun sebanyak 39 orang dan umur 60
tahun keatas sebanyak 21 orang, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik sampel berdasarkan umur dan jenis kelamin
Umur
Jenis Kelamin
Total Laki-laki Perempuan
> 20 0 2 2
20 – 40 8 4 12
41 – 60 23 16 39
>60 10 11 21
Total 41 33 74
50
Gambaran tabel di atas menunjukkan bahwa umur 41-60 tahun yang masih
dominan menderita penyakit ginjal kronik sebanyak 39 orang, diikuti umur >60
tahun sebanyak 21 orang , kemudian umur 20-40 tahun sebanyak 12 orang dan <20
tahun sebanyak 2 orang.
IV.2. KORELASI DERAJAT PGK DENGAN GAMBARAN RADIOLOGIS
KOMPLIKASI KARDIOVASKULER
IV.2.1 Korelasi antara umur, derajat PGK dan skor gambaran radiologis
komplikasi kardiovaskuler
Dari hasil uji korelasi antara gambaran komplikasi kardiovaskuler dengan
derajat penyakit ginjal kronik diperoleh nilai probabilitas yang signifikan P < 0,05
(0,00< 0,05) berarti terdapat korelasi yang bermakna antara gambaran komplikasi
kardiovaskuler dengan derajat penyakit ginjal kronik . Nilai korelasi (r = 0,438)
menunjukkan kekuatan korelasi antara dua variabel ini sedang dan arah korelasinya
positif (+) berarti semakin tinggi derajat penyakit ginjal kronik maka makin tinggi
resiko terjadinya komplikasi kardiovasculer. Sedangkan umur diperoleh nilai
probabilitas yang tidak signifikan P= 1,00 (1,00> 0.05) berarti tidak terdapat
korelasi yang bermakna, untuk lebih jelasnya lihat pada tabel 4.3.1.
51
Tabel 4.2.1. Korelasi antara umur, derajat PGK dan skor gambaran radiologis komplikasi kardiovaskuler
Gambaran
Komplikasi KV
Derajat PGK Umur
Gambaran
Komplikasi
KV
Correlation
Coefficient
1.000 .438** -.088
Sig. (1-tailed) . .000 .227
N 74 74 74
Derajat PGK
Correlation
Coefficient
.438** 1.000 -.308**
Sig. (1-tailed) .000 . .004
N 74 74 74
Umur
Correlation
Coefficient
-.088 -.308** 1.000
Sig. (1-tailed) .227 .004 .
N 74 74 74
Keterangan : uji Spearman's rho., KV = kardiovaskuler
IV.2.2. Deskripsi hubungan antara derajat PGK dengan Skor gambaran
radiologis komplikasi kardiovaskuler
Dari hasil kompilasi data yang telah dilakukan dalam mendistribusikan jumlah
sampel antara derajat penyakit ginjal kronik dengan skor gambaran radiologis
komplikasi kardiovaskuler , Dari hasil penelitian terlihat bahwa PGK derajat
penurunan ringan fungsi ginjal memberikan gambaran skor komplikasi KV terbanyak
yaitu belum tampak komplikasi (66,7 %), pada derajat PGK penurunan sedang ;
belum tampak komplikasi sebanyak 8 orang (47,1%) kemudian komplikasi PVK dan
dilatasi aorta sebanyak 4 orang (23,5%), PVK disertai bendungan paru 3 orang (17,6
%). PGK derajat penurunan berat terbanyak dengan komplikasi KV berupa PVK
dengan dilatasi sebanyak 6 orang (50%) dan PVK disertai bendungan paru 3 orang
(25%) sedangkan pada PGK derajat gagal ginjal terbanyak dengan komplikasi PVK
52
disertai dilatasi aorta dan bendungan paru (31%). Untuk lebih jelasnya lihat pada
tabel. 4.2.2..
Tabel 4.2.2. Deskripsi hubungan antara derajat PGK dengan Skor gambaran
radiologis komplikasi kardiovaskuler
Gambaran Komplikasi Kardiovaskuler
Total
Derajat PGK Tidak
Tampak
PVK
Hanya
PVK
PVK +
DA PVK+BP
PVK+BP
+ DA
Penurunan
ringan
2 0 1 0 0 3
66.7% .0% 33.3% .0% .0% 100.0%
Penurunan
Sedang
8 1 4 3 1 17
47.1% 5.9% 23.5% 17.6% 5.9% 100.0%
Penurunan
Berat
1 2 6 3 0 12
8.3% 16.7% 50.0% 25.0% .0% 100.0%
Gagal Ginjal 3 6 9 11 13 42
7.1% 14.3% 21.4% 26.2% 31.0% 100.0%
Total 14 9 20 17 14 74
18.9% 12.2% 27.0% 23.0% 18.9% 100.0%
Ket : PVK= Pembesaran Ventrikel Kiri,BP= Bendungan Paru, DA =Dilatasi Aorta,
IV.2.3. Hubungan Derajat PGK dengan Komplkasi Kardiovaskuler yang
Nampak pada Gambaran Radiologis
Dari hasil kompilasi data yang telah dilakukan dalam menghubungkan derajat
PGK dengan komplikasi kardiovaskuler yang nampak pada gambaran radiologis ,
terlihat bahwa semakin tinggi derajat PGK maka semakin besar kemungkinan
53
komplikasi kardiovaskuler tampak secara radiologis. Gambaran komplikasi
kardivakuler pada foto toraks mulai tampak pada PGK derajat sedang, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel. 4.3.4.
Tabel 4.2.3. Hubungan Derajat PGK dengan komplikasi kardiovaskuler
yang nampak pada gambaran radiologis
Derajat PGK Komplikasi KV
Total Tidak Tampak Tampak
Penurunan ringan 2 1 3
66.7% 33.3% 100.0%
Penurunan Sedang 8 9 17
47.1% 52.9% 100.0%
Penurunan Berat 1 11 12
8.3% 91.7% 100.0%
Gagal Ginjal 3 39 42
7.1% 92.9% 100.0%
Total 14 60 74
18.9% 81.1% 100.0%
Keterangan : P=0,0000, KV= kardiovaskuler,PGK = Penyakit ginjal kronik
54
IV.3. GAMBARAN RADIOLOGIS KOMPLIKASI KARDIOVASKULER SEBAGAI
ALTERNATIF DALAM MENETAPKAN DERAJAT PGK
IV.3.1. Gambaran Komplikasi Kardiovaskuler dengan derajat PGK
Dari hasil kompilasi data yang telah dilakukan dalam mendistribusikan jumlah
sampel antara gambaran komplikasi kardiovaskuler dengan derajat penyakit ginjal
kronik, gambaran komplikasi kardio vaskuler meningkat seiring dengan penurunan
fungsi ginjal. Komplikasi kardiovaskuler yang nampak pada gambaran radiologis
didapatkan bahwa komplikasi kardiovaskuler berupa hanya PVK didapat pada PGK
derajat sedang sampai berat (PGK derajat sedang 11,1%, derajat berat 22,2% dan
derajat gagal ginjal 66,7 %). Komplikasi kardiovaskuler berupa PVK disertai dilatasi
aorta / bendungan paru didapatkan pada PGK derajat sedang sampai gagal ginjal (
PGK derajat sedang 20%/17,6% ,PGK derajat berat 30%/17,6% dan PGK derajat
gagal ginjal 45%/ 64,7%). Komplikasi kardiovaskuler berupa PVK disertai dilatasi
aorta dan bendungan paru didapatkan pada PGK derajat gagal ginjal (92,9%)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Penurunan ringan Penurunan sedang Penurunan berat Gagal ginjal
Tidak tampak
Tampak
Komplikasi KV
Derajat Penyakit Ginjal Kronik
55
Untuk lebih jelasnya lihat pada tabel. 4.3.1.
Tabel. 4.3.1 Tabel Crosstabulasi Gambaran Komplikasi Kardiovaskuler
dengan derajat PGK
Komplikasi KV
Derajat PGK
Total P.Ringan P. Sedang P.Berat
Gagal
Ginjal
Tidak tampak
PVK
2
14.3%
8
57.1%
1
7.1%
3
21.4%
14
100.0%
Hanya PVK 0
.0%
1
11.1%
2
22.2%
6
66.7%
9
100.0%
PVK + DA 1
5.0%
4
20.0%
6
30.0%
9
45.0%
20
100.0%
PVK + BP 0
.0%
3
17.6%
3
17.6%
11
64.7%
17
100.0%
PVK+ DA +BP 0
.0%
1
7.1%
0
.0%
13
92.9%
14
100.0%
Total 3
4.1%
17
23.0%
12
16.2%
42
56.8%
74
100.0%
Keterangan: P= Penurunan, PVK=pembesaran ventrikel kiri,DA= dilatasi aorta BP= Bendungan paru
IV.3.2. Gambaran Derajat Komplikasi Kardiovaskuler dengan Derajat PGK
Dari hasil kompilasi data yang telah dilakukan terlihat bahwa Tidak tampak
gambaran komplikasi kardiovaskuler terbanyak pada PGK derajat penurunan
ringan-sedang sebanyak 10 orang (71,4%), tampak komplikasi PVK dengan atau
tidak disertai dilatasi aorta terbanyak pada PGK derajat gagal ginjal sebanyak 15
orang (51,7%), Sedangkan komplikasi PVK dan bendungan paru disertai/ tidak
dilatasi aorta terbanyak pada PGK derajat gagal ginjal sebanyak 24 orang (77,4%),
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel. 4.3.2.
Tabel 4.3.2 Tabel Crosstabulasi Derajat Komplikasi Kardiovaskuler dengan
Derajat Komplikasi
KV P.Ringan/S
edang
Tidak tampak
Tampak PVK
(+/- DA)
Tampak PVK
+BP+ (+/- DA)
Total
Ket : P=0,0000, PVK = pembesaran ventrikel kiri, DA= dilatasi aorta, BP= bendungan Paru
0
5
10
15
20
25
Tidak tampak Tampak PVK (+ atau -
Derajat Komplikasi kardiovaskuler
56
Tabel Crosstabulasi Derajat Komplikasi Kardiovaskuler dengan Derajat PGK
Derajat PGK
TotalP.Ringan/S
edang P.Berat Gagal Ginjal
10
71,4 %
1
7.1%
3
21.4%
6
20,7 %
8
27,6%
15
51,7%
4
12,9%
3
9,7 %
24
77,4 %
20
27,0%
12
16,2 %
42
56,8%
PVK = pembesaran ventrikel kiri, DA= dilatasi aorta, BP= bendungan Paru
Tampak PVK (+ atau -Dilatasi Aorta
Tampak PVK + Bendungan (+/-Dilatasi Aorta
Ringan/sedang
Berat
Gagal Ginjal
Derajat PGK
Derajat Komplikasi kardiovaskuler
Tabel Crosstabulasi Derajat Komplikasi Kardiovaskuler
Total
14
100.0%
29
100 %
31
100 %
74
100 %
PVK = pembesaran ventrikel kiri, DA= dilatasi aorta,
Ringan/sedang
Berat
Gagal Ginjal
Derajat PGK
57
BAB V
PEMBAHASAN
Penyakit ginjal kronik adalah masalah kesehatan pada masyarakat yang
berhubungan dengan meningkatnya resiko penyakit cardiovascular dan mortalitas.
Pada populasi PGK yang manifes , mempunyai faktor resiko aterosclerosis,
hipertensi dan diabetes, faktor resiko klasik ini tidak sepenuhnya menyebabkan
penyakit cardiovascular pada pasien PGK. Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) dan
kalsifikasi difus arteri biasanya memberikan manifestasi untuk cardiovascular
disease dan meningkatkan faktor resiko kematian pada pasien dengan PGK. Sekitar
40 % pasien PGK predialisis dan sampai 80 % pasien yang akan memulai
hemodialisis bermanifestasi HVK.14,15
Pada penelitian ini didapatkan bahwa komplikasi kardiovaskuler mulai ada
pada penyakit ginjal kronik derajat III ke atas (LFG <60 ml/menit) hasil ini sesuai
dengan Penelitian Anavekar dkk menemukan bahwa resiko penyakit jantung dan
mortalitas kardiovascular terjadi saat LFG <50-60 ml/menit.39
Dari hasil kompilasi data yang telah dilakukan dalam mendistribusikan jumlah
sampel antara penyakit ginjal kronik dengan resiko kejadian komplikasi
kardiovaskuler , terlihat bahwa penyakit ginjal kronik derajat V mendominasi semua
komplikasi kardiovaskuler berupa pembesaran ventrikel kiri saja sebanyak 6 orang,
pembesaran ventrikel disertai dilatasi aorta sebanyak 9 orang, pembesaran ventrikel
kiri disertai bendungan paru sebanyak 11 orang , pembesaran ventrikel kiri disertai
dilatasi aorta dan bendungan paru sebanyak 13 orang, juga terlihat bahwa semakin
tinggi derajat penyakit ginjal kronik maka semakin besar resiko terjadinya komplikasi
kardiovasvuler hal ini sesuai penelitian oleh Tomilina dkk terhadap 150 pasien
58
pradialisi dan 160 pasien yang menjalani dialisis menemukan angka kejadian HVK
pada pasien pradialisis sebesar 52,6%. Pada kelompok tersebut LFG 70-50
ml/menit, LFG 49-25 ml/menit dan LFG <24 ml/menit ditemukan HVK berturut-turut
sebanyak 26,4 %,46,3 % dan 68 %.42
Dari hasil penelitian, kemudian dilakukan uji korelasi antara derajat penyakit
ginjal kronik dengan komplikasi kardiovaskuler, diperoleh nilai probabilitas yang
signifikan P < 0,05 (0,00< 0,05) berarti terdapat korelasi yang bermakna antara
derajat penyakit ginjal kronik dengan komplikasi kardiovaskuler pada pemeriksaan
foto toraks. Nilai korelasi (r = 0,438) menunjukkan kekuatan korelasi antara dua
variabel ini sedang dan arah korelasinya positif (+) berarti semakin tinggi derajat
penyakit ginjal kronik maka makin tinggi resiko terjadinya komplikasi kardiovasculer,
hal ini juga sesuai penelitian Essig dkk dengang melakukan echokardiografi
terhadap pasien PGK dengan LFG 90-60 ml/menit, didafatkan HVK sebanyak 13
dari 36 pasien (36 %) dan pada LFG 60-30 ml/menit ditemukan HVK sebanyak 29
dari 57 pasien (50%).40
Dari hasil penelitian terlihat bahwa PGK derajat penurunan ringan fungsi
ginjal memberikan gambaran skor komplikasi KV terbanyak yaitu belum tampak
komplikasi (66,7 %), pada derajat PGK penurunan sedang ; belum tampak
komplikasi sebanyak 8 orang (47,1%) kemudian komplikasi PVK dan dilatasi aorta
sebanyak 4 orang (23,5%), PVK disertai bendungan paru 3 orang (17,6 %). PGK
derajat penurunan berat terbanyak dengan komplikasi KV berupa PVK dengan
dilatasi sebanyak 6 orang (50%) dan PVK disertai bendungan paru 3 orang (25%)
sedangkan pada PGK derajat gagal ginjal terbanyak dengan komplikasi PVK disertai
dilatasi aorta dan bendungan paru (31%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
belum adanya komplikasi kardiovaskuler pada foto toraks berarti PGK derajat
59
penutunan ringan sampai sedang, komplikasi KV berupa PVK disertai dilatasi aorta
atau PVK disertai bendungan paru berarti PGK pada derajat sedang sampai berat,
sedangakan bila komplikasi KV berupa PVK disertai dilatasi aorta dan bendungan
paru berarti PGK derajat gagal ginjal.
Dari hasil penelitian yang menghubungkan derajat PGK dengan komplikasi
kardiovaskuler yang nampak pada gambaran radiologis didapatkan bahwa
komplikasi kardiovaskuler berupa hanya PVK didapat pada PGK derajat sedang
sampai berat (PGK derajat sedang 11,1%, derajat berat 22,2% dan derajat gagal
ginjal 66,7 %). Komplikasi kardiovaskuler berupa PVK disertai dilatasi aorta /
bendungan paru didapatkan pada PGK derajat sedang sampai gagal ginjal ( PGK
derajat sedang 20%/17,6% ,PGK derajat Berat 30%/17,6% dan PGK derajat gagal
ginjal 45%/ 64,7%). Komplikasi kardiovaskuler berupa PVK disertai dilatasi aorta dan
bendungan paru didapatkan pada PGK derajat gagal ginjal (92,9%) .
Keterbatasan penelitian ini yaitu : untuk mengoptimalkan pemeriksaan foto
toraks sebagai alternatif untuk menentukan derajat penyakit ginjal kronik perlu
sampel yang besar agar didapatkan gambaran yang lebih detail untuk dipergunakan
dalam menentukan derajat penyakit ginjal kronik.
60
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI. 1. Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat korelasi yang bermakna antara derajat penyakit ginjal kronik
dengan komplikasi kardiovasculer dimana semakin tinggi derajat
penyakit ginjal kronik semakin tinggi pula kejadian komplikasi
kardiovaskuler
2. Dapat ditentukan derajat PGK dimana komplikasi kardiovaskuker mulai
ditemukan pada foto toraks yaitu
PGK derajat penurunan ringan : belum tampak komplikasi
kardiovaskuler.
PGK derajat penurunan sedang dan berat : tampak PVK (+/-
dilatasi aorta atau bendungan paru.
PGK derajat gagal ginjal : PVK + dilatasi aorta + bendungan paru.
3. Gambaran khas komplikasi kardiovaskuler melalui foto toraks yang
dapat digunakan untuk memprediksi penyakit ginjal kronik adalah :
Komplikasi KV berupa PVK tidak tampak : PGK derajat
penurunan ringan- sedang.
Komplikasi KV berupa PVK (+/- Dilatasi aorta) : PGK derajat
penurunan sedang sampai gagal ginjal.
Komplikasi KV berupa PVK + Dilatasi aorta + bendungan paru ::
PGK derajat gagal ginjal.
61
VI. 2. Saran -saran
Disarankan setiap penderita PGK, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
foto toraks untuk mendeteksi awal adanya komplikasi
kardivaskuler,serta untuk melihat sejauh mana komplikasi kardiovakuler
dan perjalanan penyakit ginjal kronik untuk memprediksi derajat
penyakit ginjal kronik terutama pada tempat pelayanan kesehatan
perifer.
62
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. Dalam : Buku ajar pilmu penyakit dalam. Jilid
I. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu penyakit Dalam FK-UI;
2006.hal. 570-3
2. National idney Foundation. K/DODI Clinical practice guidelines for chronic
kidney disease: evaluation, calssification and stratification. Am J Kidney Dis.
2003:39 (2 Suppl 1); S1-266.
3. Suhardjono. Chronic kidney diasease as a new global public health challenge.
Where are we now ? Annual meeting. PERNEFRI. Nephrology for better Renal
Care.2009;1-10.
4. Abboud H, Henrich WL. Stage IV chronic kidney disease. N Engl J
Med.2010;362:56-65.
5. Wilson LM,. Gagal ginjal kronik. Dalam : Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2003. hal.
912 – 63.
6. Bakri S. Diktat patofisiologi ginjal. Makassar : Divisi Ginjal Hipertensi
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam FK-UH;1988.hal. 1-4.
7. Beland M, Walle N, Machan J, Cronan J. Renal cortical thickness measured at
Ultrasound : Is it better than renal length as an indicator of renal function in
chronic kidney disease. Departement of Diagnostic Imaging, Departement of
Biostatistic and Research, Orthopadics, and Surgery, Rhode Island Hospital,
Warren Alpert Medical School of Brown University, Providence, RI 02903.
8. Baliga R. Chronic renal failure. In: Internal medicine. United Kingdom : Elsevier
Mosby; 2006.p. 301- 3
63
9. Bates J. The renal tract. In: Abdominal ultrasound how why and when. Second
Edition. London: Churchill Livingstone Elsevier Ltd; 2004.p. 153-77
10. Baxter GM. The normal kidney. In : Ultrasound of the urogenital system. New
York : Thieme Stuttgart;2005,.p.15-7
11. Block B. Ultrasound anatomy . Stutgart :Thieme; 2004.p. 182-201
12. Bloom RD, Grossman AR. Acute and chronic renal failure. In: Clinical manual
of urology, 3rd ed New York : Mc.Graw-Hill;199.p. 471-8
13. Sja’bani M, Asdie AH, Aryono RM, Djarwoto B, Widiana IGR. Pengaruh terapi
eritropoietin terhadap massa ventrikel kiri dan tekanan darah penderita gagal
ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Berkala Ilmi Kedokteran.
1997:29(4);177-84.
14. Gutierrez OM, Januzzi JL, Isakova T, Laliberte K, Smith K, Collerone G,et al.
Fibroblast growth factor-23 and left ventrikular hypertrophy in chronic kidney
disease. Circulation.2009;119(19):2545-52.
15. Tonelli M, Wiebe N, Culleton B, House A, Rabbat C, Fok M, et al. Chronic
kidney disease and Mortality risk : a systematic review.J Am Soc
Nephrol.2006;17:2034-47.
16. Curry R, Tempkin B, Miller V. The urinary system .In : Sonography introduction
to normal function and function, Second edition . St. Louis: Saunders; 1995,
p.189-203.
17. Hricak H, Cruz C, Romanski R. Renal parenchimal disease: sonographic-
histologic corelation.In : ultrasound. Detroid : Departmend of diagnostic
radiology,medicine and pathology, Henry Ford Hospital; 1982.p. 141-7
18. James JA. Urinary tractus infection, renal disease. 3rd ed. London:CV Mosby
Co ;1976.p.152-9
64
19. Lorell B, Carabello B,. Left ventricular hypertrophy: pathogenesis, detection and
prognosis. Circulation.2000:102;470-9
20. Mia M, Ekram A, Haque M. A comparative study of electrocardiographic and
echocardiographic evidence of ventricular hypertrophy. Teachers Ass J.
2007:20(1);24-7
21. Foppa M, Duncan B, Rohde L. Echocardiography-based left ventricular mass
estimation. How should we define hypertrophy?. Cardiovasc
Ultrasound.2005:3;17.
22. Griffith F, Reddan D, Klassen P. Left ventricular hypertrophy a surrogate end
point or correlate of cardivascular events in kidney disease?. Nephrol Dial
Transplant.2003:18;2479-82.
23. Izzo JL, Gradman AH. Mechanism and management of hypertensive heart
disease: from left ventricular hypertrophy to heart failure. Med Clin N
Am.2004:88;1257-71.
24. Sukendar E. Nefrologi klinik. Edisi III. Bandung : Pusat Informasi Ilmiah (PII),
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/RS.dr.Hasan
Sadikin; 2006. hal. 11-16, 465-524.
25. Arora P, Verrelli M. Cronic renal failure, emedicine specialities,
Nephrology.[online] 2010 [cited mei 2011]. Available From: URL: http://
emedicine.medscape.com/article/238798
26. Anonym. Ginjal. .[Online] 2011 [cited Agustus 2011].Availble From : URL:
http://id.wikipedia.org/wiki/ginjal.
27. Kuntarti. Fisiologi ginjal dan sistem kemih. [online] 2009 [cited juli 2011].
Available From: URL:
65
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/ec143924e2d850338ac6892cc86ff
d0e04d6d9af.pdf
28. Datta, Mirpuri, Patel. The kidney in disease.In : Renal and urinary system. 2nd
ed, London:Mosby; 2002.p. 75-8
29. Putz R, Pabst R . Organ-organ dalam perut .Dalam : Atlas anatomi Sobotta .
21th ed. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2005.hal.181-9
30. Kendrick LE, Kellstrom JA, Anthony BT. Urinary system and venipuncture. In :
Bontrager KL, Lampignamo JP,editors. Textbook of radiographic positioning
and related anatomy. 7th edition. St. Louis : Mosby Elsevier;2010.p.527-9
31. Kabala J. The urogenital tract : anatomy and investigation. In: Sutton D, editor.
Radiologic and imaging. Volume 2.China:,Elsevier Science Ltd; 2003.p.885-8.
32. Marieb . The urinary system human anatomy and physiology, 4th ed. California :
BC Science Publishing;1998.p.966-86.
33. Herbranson C. Learning the urinary system chapter 2.[Online] 1999 [cited Mei
2011]. Availble from:URL: http//academic kellogg.edu/herbrandsonc/bio 201.
mc kinley/urinary system.htm.
34. Baker C,Dietrich H, Eichom D,Gishen K, Zelman R. ESRD :an intruduction.
[Online] 2008 [cited mei 2011].Availble from:URL: http://Biomed .brown
edu/course.
35. Ulasi II, Arodiwe EB, Ijoma CK. Left ventricular hypertrophy in African black
patien with chronic renal failure at first evaluation. Ethnicity &
Disease.2006:16;859-64
36. Lisowska A, Musial WJ. Heart failure in the patients with chronic kidney
disease.Roczniki Akademii Medyznej w Biatynsioku.2004:49;162-4
66
37. London D.Pathophysiology of cardiovascular damage in the early renal
population. Nephrol Dial Transplant.2001:16;3-6.
38. Glassock RJ, Pecoits-Filho R, Barbareto S. Increased left ventricular mass in
chronic kidney disease and end-stage renal disease:what are the
implication?.Dialysis & transplantation.DOI.2010:1-4
39. Anavekar N, McMurray J, Velazque E. Relation between renal dysfunction and
cardiovascular outcomesafter myocardial infarction. N Engl J
Med.2004;351:1285-95.
40. Essig M, Escuobet B, Zuttere D. Cardivascular remodelling and extracelluler
fluid excess in early stages of chronic kidney disease. Nephrol Dial
Transplant.2008;23(1):239-48.
41. Deverly A, Kangambega P, Hue K. Left ventricular hypertrophy. In :
hypertensive type 2 diabetic patients according to renal function. Diab
Metabol.2009;35:280-6.
42. Tomilina N, Volgina G,Bikbov B. Prevalence of the left ventricular hypertrophy
and geometric modelling in patient with chronic renal failure . 2nd international
Congres of Nephrology in internet. 2010.
43. Parmar MS. Chronic renal disease.BMJ.2002;325;85-90
44. Purwohudoyo SS. Pembesaran jantung dan penelitiannya. Dalam :
Pemeriksaan kelainan-kelainan kardiovascular dengan radiografi polos. Jakarta
: UI-Press ;1984.hal.28-30
67
Lampiran 1 . Data Penelitian
NO Nama Pasien
Umur (Th)
JK Kreatinin LFG Derajat
PGK
Hasil Foto Thorax
Skor
PVK BP DA
1 Ny.FH 64 Pr 1,2 48 3 0 0 0 1
2 TN.RY 74 Lk 1,2 59 3 V V 0 4
3 Ny.M 45 Pr 8,4 4 5 V 0 V 3
4 Tn.AS 46 Lk 14 4 5 V V V 5
5 Ny. H 55 Pr 6 7 5 V 0 V 3
6 Ny.RT 61 Pr 7,1 6 5 V 0 V 3
7 Ny. S 42 Pr 7,4 6 5 V 0 V 3
8 Tn.B 44 Lk 12 5 5 V 0 V 3
9 Tn.BM 61 Lk 1,6 44 3 0 0 0 1
10 Tn.SG 71 Lk 8,2 6 5 V V V 5
11 Tn.MM 43 Lk 10,7 5 5 V V 0 4
12 Tn. W 75 Lk 3,1 20 4 V 0 0 2
13 Ny.D 37 Pr 14,4 3 5 V 0 0 2
14 Tn.MSS 36 Lk 13,4 4 5 0 0 0 1
15 Tn.SK 58 Lk 1,4 63 2 V 0 V 3
16 Ny.S 31 Pr 17,48 2 5 V V 0 4
17 Ny. N 66 Pr 1,8 28 4 V 0 0 2
18 Tn.JS 65 Lk 2,5 20 4 V 0 V 3
19 ny.BF 71 Pr 4,9 8 5 V 0 0 2
20 Tn. DS 66 Lk 1,6 44 3 0 0 0 1
21 Tn.AA 56 Lk 8,8 6 5 V 0 0 2
22 Tn.J 56 Lk 4,5 14 5 V V 0 4
23 Tn.TDL 57 Lk 7,7 7 5 V 0 V 3
24 Ny. S 61 Pr 1.9 27 4 V 0 V 3
25 ny.S 54 Pr 3,4 14 5 V V 0 4
26 Ny.H 54 Pr 5,1 9 5 V 0 0 2
27 Tn.AR 58 Lk 3,5 18 4 V 0 V 3
28 Ny.N 42 Pr 4,5 11 5 V V 0 4
29 Ny.D 55 Pr 7,1 6 5 V 0 0 2
30 Ny.SRB 45 Pr 4,9 10 5 V V 0 4
31 Tn.S 51 Lk 7,2 6 5 V V V 5
32 Tn.Sh 49 LK 1,3 59 3 0 0 0 1
33 Tn.AA 36 LK 9,1 7 5 0 0 0 1
34 Tn.MD 52 LK 7,3 43 3 V 0 0 2
35 Ny.FDR 50 Pr 5,63 10 5 V V V 5
36 Ny.A 31 Pr 8,7 5 5 V V 0 4
37 Tn.BM 61 Lk 1,4 52 3 0 0 0 1
38 Tn.MY 25 Lk 19,1 4 5 V V V 5
39 Ny.M 74 Pr 10,2 4 5 V V V 5
40 tn.M 55 Lk 1,2 63 2 0 0 0 1
41 Ny. AU 56 Pr 2,5 20 4 V 0 V 3
42 Nn.I 19 Pr 6,5 10 5 0 0 0 1
43 Ny.H 50 Pr 2,4 21 4 V 0 V 3
68
44 Tn.AR 53 Lk 7,9 7 5 V 0 V 3
45 Tn.AA 36 Lk 2,7 27 4 V V 0 4
46 Ny.B 49 Pr 9,1 6 5 V 0 0 2
47 Tn.B 54 Lk 9,7 6 5 V V 0 4
48 Tn.S 27 Lk 34,7 2 5 V V V 5
49 Ny.HR 14 Pr 1,2 59 3 0 0 0 1
50 Tn.P 68 Lk 13,1 5 5 V V V 5
51 Tn.SM 32 Lk 1,1 78 2 0 0 0 1
52 Ny.Z 70 Pr 1,39 37 3 V 0 V 3
53 Tn.SS 60 Lk 12,2 5 5 V V V 5
54 Ny.M 68 Pr 3,7 16 4 V 0 V 3
55 Tn.ADR 45 Lk 6.3 10 5 V V V 5
56 Tn.SW 25 Lk 7,7 9 5 V V 0 4
57 Tn.AU 39 Lk 26,7 2 5 V V 0 4
58 Tn. DT 45 Lk 3 23 4 V V 0 4
59 Tn.F 52 Lk 10,6 5 5 V V V 5
60 Ny.DM 74 Pr 1,6 42 3 V 0 V 3
61 Tn.ST 62 Lk 1,4 51 3 V V V 5
62 Tn.HS 60 Lk 7,8 7 5 V V 0 4
63 Ny.M 49 Pr 1,1 53 3 0 0 0 1
64 Ny.SNB 63 Pr 1,5 35 3 V 0 V 3
65 Ny.R 36 Pr 5,1 10 5 V V V 5
66 Ny. S 49 Pr 3,3 15 4 V V 0 4
67 Ny.BS 54 Pr 17 2 5 V 0 V 3
68 Ny.ZT 48 Pr 1,2 54 3 V 0 V 3
69 Tn.BT 58 Lk 10,6 5 5 V V V 5
70 Tn.R 51 Lk 2,3 30 3 V V 0 4
71 Tn.CK 59 Lk 2,1 32 3 V V 0 4
72 Tn.R 67 Lk 10,5 5 5 V 0 V 3
73 Tn.D 58 Lk 1,6 54 3 0 0 0 1
74 Ny.SB 71 Pr 2,6 22 4 0 0 0 1
69
Lampiran 3 : Daftar Riwayat Hidup (Curriculum Vitae)
A. Data Pribadi
1. Nama : Ruslan Duppa
2. Tempat/tgl.lahir : Palirang, 10 Juni 1973
3. Alamat : Jl. Toddopuli III Stp.IV No.49 Makassar
4. Status sipil
a. Nama istri :Yully Musdiawati Mustafa
b. Nama Anak : 1. Muhammad Shiddiq Syahmi
2. Nabila Zahirah Mutmainnah
B. Riwayat Pendidikan
a. Pendidikan Formal
Tamat SD Tahun 1986 di Pinrang
Tamat SMP Tahun 1989 di Pinrang
Tamat SMA Tahun 1992 di Pinrang
Tamat Sarjana (S1) tahun 2000 di Universitas Hasanuddin Makassar
b. Pendidikan Non Formal
C. Pekerjaan dan Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan : PNS
NIP : 197306102001121005
Pangkat/Jabatan : Golongan IVa
D. Karya ilmiah/artikel jurnal yang telah dipublikasikan : -
E. Makalah pada seminar/konferensi Ilmiah Nasional dan Internasional : -