analisis deskriptif pendidikan ra dan madrasah tahun ... · memiliki jenjang pendidikan kurang dari...
TRANSCRIPT
1
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Analisis Deskriptif
Pendidikan RA dan Madrasah
Tahun Akademik 2009-2010
Tahun ini terjadi penambahan
jumlah madrasah negeri
dikarenakan beberapa madrasah
penegerian baru yang di-SK-kan
per Januari 2010 baru terdata sekarang.
A. Pengantar
Pendidikan RA dan Madrasah
merupakan satuan pendidikan dibawah
naungan Direktorat Pendidikan
Madrasah Ditjen
Pendidikan Islam
Kemenag RI. Pendidikan
RA dan Madrasah
merupakan pendidikan
dasar dan menengah
yang sangat menentukan
standart kualitas sumber
daya manusia yang
mampu melahirkan
generasi penerus bangsa yang
berkualitas, menguasai iptek serta
berlandaskan iman dan takwa kepada
Allah SWT.
B Analisis Deskriptif Data
1. Kelembagaan
Jenis Data yang didata antara lain
RA, MI, MTs dan MA. Berdasarkan
data yang berhasil dikumpulkan oleh
Bagian Perencanaan dan Data
Setditjen Pendidikan Islam, pada
Tahun Pendidikan 2009-2010, secara
nasional terdapat sebanyak 23.007 RA,
22.239 MI, 14.024 MTs, dan 5.897 MA
yang tersebar di 33 propinsi. Jumlah
MIN pada Tahun Pendidikan 2009-
2010 sebanyak 1.675, MTsN sebanyak
1.418, sementara MAN sebanyak 748.
Untuk jenjang MI, jumlah MIN pada
tahun sebelumnya sebanyak 1.662,
terdapat perbedaan MIN sebanyak 13
lembaga, sementara untuk jenjang
MTs, jumlah MTsN pada tahun
sebelumnya sebanyak 1.384, terdapat
perbedaan sebanyak 34 lembaga.
Sementara untuk jenjang MA pada
tahun sebelumnya sebanyak 735,
lembaga. Hal ini disebabkan karena
2
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1.1. Jumlah Lembaga RA, MIN, MIS, MTsN, MTsS,
MAN dan MAS Tahun Pelajaran 2009/2010.
Grafik 1.2. Jumlah RA berdasarkan Status Tahun
Pelajaran 2009/2010.
pada tahun ini
terjadi
penambahan
jumlah madrasah
negeri
dikarenakan
beberapa
madrasah
penegerian baru
yang di-SK-kan
per Januari 2010
baru terdata
sekarang.
Bila dilihat secara keseluruhan,
ternyata jumlah lembaga RA, MI, MTs
maupun MA secara pendataan terus
mengalami peningkatan jumlah
lembaga dari tahun ke tahun. Hal ini
dimungkinkan oleh beberapa sebab
diantaranya adalah besarnya
tanggungjawab
masyarakat akan
pentingnya pendidikan.
Pendidikan tidak
melulu harus menjadi
tanggung jawab
pemeritah saja,
melainkan juga
menjadi
tanggungjawab
masyarakat. Hal ini
terbukti dari komposisi
jumlah lembaga antara Negeri dan
Swasta, ternyata lebih dari 85%
lembaga tersebut diselenggarakan
oleh swasta, dalam hal melalui sebuah
yayasan ataupun atas nama
perorngan. Hal ini menunjukkan
betapa pentingnya pendidikan
terutama pendidikan berbasis agama
untuk generasi yang akan datang
untuk menghadapi tantangan global.
Tinjauan untuk RA berdasarkan
statusnya terbagi menjadi Pembina,
Inti, Reguler, Lainnya. Sebanyak 127
atau 0,6% RA berstatuskan Pembina,
3
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1.3. Jumlah MI berdasarkan Akreditasi Tahun
Pelajaran 2009/2010
sebanyak 4.077
atau 17,7%
berstatuskan Inti,
dan sebanyak
7.841 atau
34,1%
berstatuskan
Reguler.
Sementara
sebanyak 10.962
atau 47,6%
berstatuskan
Lainnya. Hanya memang perlu
pengkajian lebih lanjut tentang status
lainnya tersebut, mengingat
keterbatasan formulir yang disebarkan,
status tersebut perlu diuraikan lebih
terinci. Secara keseluruhan masih
banyak status Lainnya yang masih
perlu digali lebih mendalam lagi, atau
informasi sementara yang didapat
ternyata perhatian untuk tata kelola
jenjang RA ini masih perlu perhatian
yang lebih banyak lagi dari lingkungan
Ditjen Pendidikan Islam Kemenag RI,
sehingga pada saatnya nanti tata
kelola lembaga RA jauh lebih baik dan
bermutu lagi, mengingat bahwa
jenjang RA ini sebenarnya merupakan
row input untuk calon-calon siswa MI
yang lebih bermutu.
Berbicara masalah tata kelola,
ternyata untuk jenjang MI, MTs, dan
MA hal yang penting atau perlu
perhatian adalah masalah akreditasi.
Masalah akreditasi ini menjadi penting
karena ini merupakan tolok ukur mutu
lembaga yang bersangkutan.
Berdasarkan data yang masuk ke
Bagian Perencanaan dan Data, untuk
jenjang MI ternyata sebanyak 1.688
atau 7,6% berakreditasi A, sementara
sebanyak 9.088 atau 40,9%
berakreditasi B, dan sebanyak 7.170
atau 32,3% berakreditasi C.
Sementara sebanyak 4.293 atau
19,3% belum terakreditasi baik itu A,
B ataupun C.
Sementara angka untuk akreditasi
jenjang MTs, sebanyak 1.199 atau
8,6% memiliki akreditasi A, 5.757 atau
41,1% terakreditasi B, sementara
sebanyak 3.698 atau 26,3%
terakreditasi C, dana sebanyak 3.368
atau 24,0% belum terakreditasi.
4
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1. 5. Jumlah MA berdasarkan Akreditasi Tahun
Pelajaran 2009/2010
Grafik 1. 4. Jumlah MTs berdasarkan Akreditasi Tahun
Pelajaran 2009/2010
Untuk jenjang MA, sebanyak 484
atau 8,2% terakreditasi A, 1.879 atau
31,9% terakreditasi B, sementara
sebanyak 1.650 atau 27,9%
terakreditasi C. Sedangkan sebanyak
1.884 atau 31,9% belum terakreditasi
banyak pekerjaan yang harus lebih
ditingkatkan dari Direktorat madrasah
berkaitan dengan akreditasi. Ternyata
secara rerata madrasah di Indonesia
yang memiliki akreditasi A dibawah
10%. Ini tentunya
membutuhkan
manajemen tata
kelola yang baik
sehingga nantinya
akan lebih banyak
madrasah yang
memiliki
akreditasi A,
sehingga dengan
sendirinya akan
membentuk citra madrasah itu sendiri
di masyarakat.
2. Peserta Didik atau Siswa
Jumlah keseluruhan peserta didik
atau siswa berdasarkan masing-
masing jenjang adalah sebanyak
915.315 siswa RA, kemudian sebanyak
3.013.220 siswa MI, sebanyak
2.541.839 siswa MTs, dan sebanyak
917.227 siswa MA.
Sementara komposisi siswa untuk
jenjang MI, MTs
dan MA
berdasarkan
status lembaga,
sebanyak 375.392
siswa MIN,
2.637.828 siswa
MIS, 610.348
siswa MTsN,
1.931.491 siswa
5
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1.6. Jumlah Siswa RA, MI, MTs, dan MA Tahun
Pelajaran 2009/2010
MTsS, 319.499 siswa MAN, dan
sebanyak 597.728 siswa MAS.
Dari paparan diatas nampaklah
bahwa jumlah siswa madrasah swasta
berbanding lurus dengan jumlah
lembaga yang berstatus swasta. Hal ini
menyatakan bahwa kontribusi lembaga
swasta sangat berarti di dunia
pendidikan agama islam. Ini perlu
dicermati agar kualitas atau mutu
lembaga tersebut dapat terus
termonitor.
Komposisi
jumlah siswa
berdasarkan
jenis kelamin,
untuk jenjang
RA sebanyak
460.154 atau
50,3% berjenis
kelamin laki-
laki, sementara
sebanyak 455.161 atau 49,7%
merupakan
siswa
perempuan.
Untuk jenjang
RA ini
perbandingan
jumlah siswa
laki-laki
dengan
perempuan
hampir
seimbang.
Untuk jenjang MI, sebanyak 1.554.253
atau 51,6% siswa laki-laki, dan
sebanyak 1.458.967 atau 48,4%
merupakan siswa perempuan.
Perbandingan siswa laki-laki dengan
perempuan untuk jenjang MI siswa
laki-laki sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan siswa
perempuan. Untuk jenjang MTs,
sebanyak 1.249.409 atau 49,2% siswa
laki-laki dan sebanyak 1.292.430 siswa
6
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1.7. Jumlah Siswa RA, MI, MTs, dan MA
berdasarkan jenis kelamin Tahun Pelajaran 2009/2010
perempuan. Untuk jenjang MTs
ternyata jumlah siswa perempuan
sedikit lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah siswa laki-laki.
Sementara untuk jenjang MA sebanyak
413.846 atau 45,1% siswa laki-laki
dan sebanyak 503.381 atau 54,9%
merupakan siswa perempuan.
Ternyata untuk jenjang MA ini mirip
dengan jenjang MTs, jumlah siswa
perempuan lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah siswa laki-laki. Paparan
diatas menunjukan sesuatu yang
menarik akan
tetapi perlu lanjut
dan mendalam,
mengapa selepas
MI, banyak siswa
laki-laki yang
tidak melanjutkan
ke jenjang
berikutnya.
Indikator lain
yang tak kalah
pentingnya untuk
memonitor
perkembangan lembaga pendidikan
adalah nilai rombongan belajar
(rombel) dan Angka Partisipasi Kasar
(APK). Jumlah rombel untuk jenjang
RA adalah sebanyak 47.714 dengan
jumlah siswa sebanyak 915.315 orang,
sehingga diketahui rasio rombel:siswa
sebanyak 1:19. Jumlah rombel untuk
jenjang MI sebanyak 140.585 dengan
jumlah siswa sebanyak 3.013.220
orang, sehingga rasio rombel:siswa
sebanyak 1:21. Untuk jenjang MTs,
jumlah rombel sebanyak 78.648
dengan jumlah siswa sebanyak
2.541.839 orang, rasio rombel:siswa
adalah 1:32. Sementara untuk jenjang
MA, jumlah rombel sebanyak 31.507
dengan jumlah siswa sebanyak
917.227 orang, sehingga rasio
rombel:siswa adalah 1:29.
Sementara komposisi rasio
rombel:siswa berdasarkan status
madrasah negeri maupun swasta
adalah sebagai berikut : untuk MIN
sebesar 1:27; MIS sebesar 1:21; MTsN
sebesar1:35; MTsS sebesar 1:32; MAN
sebesar 1:33; dan MAS sebesar 1:27.
7
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1.8. Nilai APK Tahun Pelajaran 2009/2010
Grafik 1.9. Jumlah Pengulang Tahun Pelajaran 2009/2010
Nilai APK
untuk RA
sebesar 7,51,
sementara
untuk MI
sebesar
11,36, MTs
sebesar 19,50
dan MA
sebesar 7,28.
Dari nilai APK tersebut nampak bahwa
minat masyarakat terhadap madrasah
semakin besar dari jenjang RA sampai
dengan MTs, akan tetapi pada jenjang
MA terlihat turun sangat drastis. Hal ini
perlu dicari terobosan-terobosan yang
lebih inovatif agar nilai jual MA
menjadi semakin baik, sehingga
masyarakat
tertarik
menyekolahkan
anaknya di
tingkat MA.
Indikator
pendidikan
selanjutnya
yang cukup
penting adalah
jumlah siswa
pengulang.
Peningkatan kualitas peserta didik
secara perlu mendapat perhatian
khusus, berdasarkan data yang ada
dapat dipaparkan bahwa secara rata-
rata siswa pengulang untuk jenis
kelamin perempuan lebih kecil di
banding dengan siswa laki-laki. Hal ini
terjadi di tingkat MI, MTs maupun MA
baik itu di madrasah negeri maupun
swasta (lihat Tabel 1.06, Tabel 1.06.1,
dan Tabel 1.06.2).
Berdasarkan data pengulang
yang dipaparkan diatas ternyata
sebagian besar siswa pengulang
adalah siswa laki-laki. Hal ini
8
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1.10. Jumlah Siswa Drop Out Tahun Pelajaran
2009/2010
menunjukan bahwa kualitas siswa laki-
laki perlu mendapat perhatian lebih
khusus lagi, sehingga dimasa yang
akan datang jumlah pengulangnya
bisa lebih diperkecil.
Indikator
pendidikan
selanjutnya
yang perlu
ditinjau adalah
jumlah siswa
drop out (DO).
Secara umum
siswa laki-laki di
jenjang MI,
MTs, MA baik
untuk status
negeri maupun
swasta lebih mendominasi tingkat drop
out siswa dibandingkan dengan siswa
perempuan. Ini mungkin perlu kajian
mengapa hal tersebut terjadi. Ada apa
dengan siswa laki-laki? Hal ini merujuk
pada salah satu judul film yang pernah
populer di Indonesia. Kualitas siswa
laki-laki perlu mendapat perhatian
lebih khusus lagi, sehingga jumlah
angka putus sekolah/drop out bisa
lebih diperkecil. Kemungkinan yang
lain adalah perubahan-perubahan nilai-
nilai dan cara pandang masyarakat itu
sendiri bahwa anak perempuan juga
memerlukan pendidikan sampai
dengan jenjang pendidikan yang lebih
tinggi sehingga sangat berguna untuk
bekal anak tersebut dimasa
mendatang yang penuh dengan
tantangan-tantangan kehidupan.
Berdasarkan diagram atau
grafik 1.10. diatas, ternyata terdapat
fenomena yang menarik dimana
jumlah siswa putus sekolah atau drop
out cenderung tinggi di tingkat MTs.
Hal ini dimungkinkan karena faktor
ekonomi orangtua yang sudah tidak
dapat mendukung untuk pembiayaan
pendidikan siswa yang bersangkutan.
Ini baru dugaan penulis, perlu diteliti
lebih mendalam lagi, faktor-faktor
pemicu timbulnya siswa putus sekolah
di tingkat MTs.
9
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1.11. Latar Belakang Pendidikan Kepala RA
3. Personal Lembaga Pendidikan
3.1. Kepala Lembaga Pendidikan
Jumlah Kepala RA sebanyak
23.007 orang. Dari jumlah tersebut
bila dilihat dari latar belakang
pendidikan atau kualifikasi pendidikan
sebanyak 70,1% atau 16.122 orang
memiliki jenjang pendidikan kurang
dari S1, sebanyak 29,1% atau 6.704
orang berpendidikan S1, dan sisanya
sebanyak 181 orang atau 0,8%
berpendidikan S2.
Dari Grafik diatas terlihat bahwa
masih banyak sekali Kepala RA yang
berlatar belakang pendidikan belum
S1, hal ini perlu perhatian dan
dorongan dari pemerintah agar para
Kepala RA tersebut minimal memiliki
pendidikan minimal S1, dikarenakan
hal ini berkaitan dengan skill individu
tersebut untuk manajemen tata kelola
lembaga agar lebih baik.
Latar Belakang Pendidikan Kepala
MIN sebanyak 272 orang atau 16,2%
berpendidikan kurang dari S1, dan
sebanyak 133 orang atau 7,9%
berpendidikan S2. Sementara sebagian
besar Kepala MIN berpendidikan S1,
yaitu sebanyak 1.270 orang atau
77,8%. Sementara untuk Kepala MIS
sebagian besar berpendidikan kurang
dari S1, yaitu sebanyak 9.800 orang
atau 47,7%, sebanyak 10.371 orang
atau 50,4%
berpendidikan
S1, dan sisanya
sebanyak 393
orang atau 1,9%
berpendidikan
minimal S2.
Untuk lebih
jelasnya lihat
grafik berikut ini
(Grafik 1.12.).
10
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1.12. Latar Belakang Pendidikan Kepala MI
Grafik 1.13. Latar Belakang Pendidikan Kepala MTs
Dari Grafik diatas ternyata
terdapat kondisi atau fenomena yang
menarik. Kondisi tersebut adalah bila
pada MIN, latar belakang pendidikan
Kepala MIN yang belum S1 memiliki
jumlah yang jauh lebih kecil
dibandingkan dengan yang memiliki
latar belakang pendidikan minimal S1.
Kondisi
sebaliknya
terjadi di MIS,
bahwa Kepala
MIS yang
memiliki latar
belakang
minimal S1
jauh lebih
kecil
dibandingkan
dengan yang
berlatar
pendidikan
kurang dari S1.
Ini berarti bahwa
pemerintah harus
lebih
memperhatikan
sektor swasta,
karena hal ini
berkaitan dengan
sumber daya di
MI sektor swasta
jauh lebih besar
daripada MIN, dalam kata lain
pemerintah tidak boleh
“menganaktirikan” sektor swasta,
karena kontribusinya yang begitu
besar di dunia pendidikan islam.
Untuk jenjang MTsN, sebanyak 54
orang atau 3,8% Kepala MTsN masih
11
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1. 14. Latar Belakang Pendidikan Kepala MA
berlatar belakang kurang dari S1,
sedangkan sebagian besar sudah
berkualifikasi S1 sebanyak 985 orang
atau 69,5%, sedangkan sebanyak 379
orang atau 26,7% berkualifikasi S2.
Sementara untuk MTsS, sebanyak
2.800 orang atau 22,2% berkualifikasi
kurang dari S1, 8.984 orang atau
71,3% berkualifikasi S1, dan
selebihnya sebanyak 820 orang atau
6,5% berkualifikasi minimal S2.
Berdasarkan Grafik diatas, perlu
adanya dorongan dari pemerintah agar
para Kepala MTs yang belum
berpendidikan minimal S1, agar segera
meningkatkan kualifikasinya
mengingat tantangan dunia pendidikan
ke depan jauh lebih besar, sehingga
harus dipimpin oleh seorang individu
yang mumpuni secara skill.
Untuk jenjang MAN, sebanyak 12
orang atau 1,6%
Kepala MAN
berkualifikasi kurang
dari S1, 463 orang atau
61,9% berkualifikasi
S1, dan sebanyak 273
orang atau 36,5%
berkualifikasi minimal
S2. Sementara untuk
MAS sebanyak 582
orang atau 11,3%
berkualifikasi kurang
dari S1, 3.926 orang atau 76,2%
berkualifikasi S1, dan sisanya
sebanyak 641 orang atau 12,5%
berkualifikasi minimal S2.
Secara garis besar kualifikasi
kepala madrasah mengalami
peningkatan, yakni yang tadinya
belum S1, sekarang sudah menjadi S1,
yang sebelumnya S2, sekarang sudah
menjadi S2. Pendek kata hal ini perlu
didorong terus menerus agar kualitas
SDM terutama untuk kepala madrasah
terus meningkat secara kualifikasi
pendidikannya. Diharapkan dengan
semakin tinggi pendidikannya, akan
tercipta SDM yang bermutu sehingga
mampu menjadi manajer yang handal
untuk lembaga-lembaga pendidikan
islam khususnya dan dunia pendidikan
di Indonesia pada umumnya.
12
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1.15. Pendidik RA
3.2. Pendidik
Jumlah Pendidik di jenjang RA
sebanyak 94.769 orang dengan
komposisi berdasarkan kualifikasi
pendidikan, sebanyak 73.455 atau
77,5% berkualifikasi kurang dari S1,
dan sisanya 21.314 orang atau 22,5%
berkualifikasi minimal S1. Sementara
jika dilihat dari Status Kepegawaian,
mayoritas sebanyak 87.503 atau
92,3% berstatus Non PNS. Sementara
hanya sebagain kecil saja yang
berpredikat PNS, yakni sebanyak 7.266
atau 7,7%. Jika ditinjau dari Kategori
jenis kelamin, maka sebanyak 84.803
atau 89,5% berjenis kelamin
perempuan, sementara 9.966 atau
10,5% berjenis kelamin laki-laki. Hal
ini sudah lumrah karena secara
psikologis perempuan lebih dekat
dengan dunia anak-anak usia dini.
Berdasarkan data diatas
nampaknya, Pemerintah melalui
Ditjen Pendis memiliki banyak
pekerjaan antara lain sebisa mungkin
mengkondisikan agar para Pendidk
(Guru) di RA, paling tidak memliki
pendidikan minimal S1. Hal ini
berkaitan dengan pemberian
tunjangan profesi, dimana syarat
untuk mendapatkan tunjangan profesi
adalah pendidikan Pendidik (Guru)
minimal adalah S1 atau D4 dan
mengikuti pendidikan profesi agar
mendapatkan sertifikat pendidikan
(Undang-undang No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, pasal 9).
Untuk Jenjang MI, jumlah
Pendidik (Guru) sebanyak 78.493
orang atau 18,0% berstatus PNS,
sementara sebagian besar berstatus
Non PNS sebanyak 358.650 atau
82,0%. Jika
dilihat
berdasarkan
kualifikasi
pendidikan,
maka
sebanyak
265.787 orang
atau 60,8%
berkualifikasi
kurang dari
S1, sisanya
13
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1.16. Pendidik MI
sebanyak 171.356 orang atau 39,2%
berkualifikasi minimal S1. Sementara
berdasarkan jenis kelamin, maka
sebanyak 207.311 atau 47,4%
berjenis kelamin Laki-laki, selebihnya
sebanyak 229.832 atau 52,6% berjenis
kelamin perempuan. Secara jenis
kelamin untuk level MI, jumlah guru
hampir sama, sehingga disini terlihat
juga kesetaraan atau tidak ada
diskriminasi untuk menjabat sebagai
Guru MI.
Grafik diatas menunjukkan
bahwa masih banyak guru yang belum
menjadi PNS dan juga secara
kualifikasi pendidikan masih banyak
yang belum S1. Hal ini tentunya
menuntut kerja lebih keras lagi dari
aparatur Ditjen Pendidikan Islam untuk
dapat meningkatkan performa
Pendidik di level Madrasah Ibtidaiyah
(MI).
Pendidik jenjang MTs berjumlah
264.195 orang dengan 50.498 orang
atau 19,1% berstatus PNS, sementara
sebanyak 213.697 orang atau 80,9%
berstatus Non PNS. Jika dilihat dari sisi
kualifikasi pendidikan, sebanyak
91.528 orang atau 34,6%
berkualifikasi kurang dari S1, dan
sebanyak 172.667 orang atau 65,4%
berkualifikasi pendidikan minimal S1.
Secara jenis
kelamin untuk
level MTs, jumlah
Pendidik berjenis
kelamin Laki-laki
lebih banyak
dibandingkan
dengan Pendidik
Perempuan,
yakni sebanyak
141.219 atau
53,5% Laki-laki,
dan sebanyak
122.976 atau 46,5% Perempuan.
14
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1.18. Pendidik MA
Grafik 1.17. Pendidik MTs
Grafik diatas melukiskan, bahwa
walaupun secara fakta Pendidik (Guru)
MTs yang berpendidikan minimal S1
lebih banyak dibanding dengan yang
belum S1, namun program untuk
peningkatan kualifikasi Pendidik terus
ditingkatkan agar apa yang
diamanatkan di dalam Undang-undang
No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen tercapai dengan baik.
Total Jumlah
Pendidik untuk
jenjang MA
sebanyak 121.907
orang dengan
25.229 orang atau
20,7% berstatus
PNS, sementara
selebihnya
sebanyak 96.678
orang atau 79,3%
berstatus Non PNS.
Kualifikasi
pendidikan Pendidik
untuk tingkat MA
sebagian besar
sudah
berpendidikan
minimal S1 yakni
sebanyak 93.147
orang atau 76,4%,
sementara sisanya
berpendidikan
kurang dari S1 sebanyak 28.760 orang
atau 23,6%. Secara jenis kelamin
kondisi Guru di level MA mirip dengan
level MTs, bahwa Pendidik Laki-laki
lebih banyak dibandingkan dengan
Pendidik Perempuan, yakni sebanyak
67.154 atau 55,1% berjenis kelamin
Laki-laki, sedangkan sebanyak 54.757
atau 44,9% berjenis kelamin
perempuan.
15
SSStttaaattt iiissstttiiikkk PPPeeennndddiiidddiiikkkaaannn IIIssslllaaammm 222000000999///222000111000
Grafik 1.19. Pendidik MI, MTs dan MA
Grafik diatas melukiskan, bahwa
walaupun secara fakta Pendidik MA
yang berpendidikan minimal S1 lebih
banyak dibanding dengan yang belum
S1, namun program untuk
peningkatan kualifikasi Pendidik terus
ditingkatkan agar apa yang
diamanatkan di dalam Undang-undang
No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen tercapai dengan baik.
Secara keseluruhan masih
banyak pekerjaan yang harus
dilaksanakan oleh Ditjen Pendidikan
Islam, mengingat Program Sertifikasi
tersebut seperti yang diamanatkan di
dalam Undang-undang No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen.
Berdasarkan data yang ada, jumlah
Pendidik yang sudah lulus Sertifikat
sebanyak 1.914 untuk jenjang RA,
17.789 untuk jenjang MI, 15.468
orantg untuk jenjang MTs, dan
sebanyak 6.561 orang untuk jenjang
MA. Sehingga secara total jumlah guru
yang sudah tersertifikasi sebanyak
41.732 orang. Namun data tersebut
adalah data yang masuk ke Bagian
Perencanaan dan Data. Kondisi ini
menunjukkan bahwa jumlah tersebut
masih jauh dari harapan, mengingat
jumlah Pendidik yang berpendidikan
minimal S1 sebanyak 21.314 orang
untuk level RA, 171.356
orang untuk level MI,
kemudian sebanyak
172.667 untuk jenjang
MTs, dan sebanyak
93.147 orang untuk
jenjang MA. Jika
dibandingkan dengan
jumlah Pendidik secara
total, meminjam istilah
yang populer yakni
“masih jauh panggang dari api”.
Secara umum berdasarkan grafik
diatas menunjukkan bahwa jumlah
guru yang sudah tersertifikasi ternyata
secara rata-rata kurang dari 11%.
Untuk mensukseskan apa yang
diamanahkan dalam Undang-undang
No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, masih diperlukan program-
program dari Ditjen Pendidikan Islam
yang mendukung program sertifikasi
Guru.